12 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Teori belajar a. Teori Belajar Kognitif Dalam Standart Pendidikan Nasional (2005), salah satu kompetensi yang harus dimiliki seorang pendidik sebagai agen pembelajaran adalah kompetensi pedagogis. Dalam kompetensi ini, guru sebagai agen pembelajaran tidak hanya memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mentransfer pengetahuan, melainkan guru harus mampu mendidik untuk mengembangkan keseluruhan potensi yang dimiliki siswa sehingga menjadi manusia yang cerdas dan mampu mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Proses belajar mengajar diharapkan dapat membentuk pola berfikir, tidak semata-mata mengejar nilai nilai kognitif saja. Perkembangan profesionalisme guru sangatlah penting karena bagaimana ilmu pengetahuan yang diajarkan tergantung pada guru. Pengalaman menunjukkan bahwa tidak ada inovasi yang akan dipertahankan kecuali perkembangan profesionalisme yang sistematis dan berkelanjutan dari guru sains diberikan untuk mendukung perubahan yang diperlukan dalam pengajaran (Osborne & Dillon, 2008). Pajares (1992) berpendapat bahwa pengetahuan dasar dari guru adalah hasil dari pengalaman mereka dalam pendidikan ketika mereka menjadi siswa. (dalam Trna et al.,2012) Komentar positif tentang laboratorium penelitian difokuskan pada relevansi dan pemahaman. Siswa di laboratorium penelitian berulang kali menyatakan kemampuan mereka tentang temuan baru mereka sebagai peserta didik dan kemampuan mereka untuk menerapkan materi ke dunia nyata. Mereka juga berkomentar tentang bagaimana aspek gabungan berjuang bersama-sama yang keduanya menyenangkan maupun menyedihkan. Namun, pada akhirnya, beberapa siswa masih mengindikasikan bahwa mereka akan memilih yang lebih mudah daripada jalur yang lebih bermanfaat. Satu siswa yang dapat menyimpulkan dengan baik, menyatakan, "Saya lebih suka [laboratorium tradisional]. Saya lebih suka masuk saja, melihat catatan, mengikuti ulangan dan kemudian mengikuti prosedur, ini, ini, dan ini. 13 Saya rasa itu lebih mudah. Tapi memang, saya tidak akan belajar banyak. " (Gormally et al., 2009) Pada tahun 1957 Leon Festinger mengajukan Cognitive Dissonance Theory yang menyatakan jika terdapat ketidakcocokan antara dua keyakinan, dua tindakan, atau antara keyakinan dan tindakan, maka kita akan bereaksi untuk menyelesaikan konflik dan ketidakcocokan ini. Implikasi dari hal ini adalah bahwa jika kita dapat menciptakan ketidakcocokan dalam jumlah tertentu, ini akan menyebabkan seseorang mengubah perilakunya, yang kemudian mengubah pola pikirnya, dan selanjutnya mengubah lebih jauh perilakunya (Huitt, 2001). Teori kedua yang termasuk dalam teori-teori cognitive adalah Atribution Theory yang dikemukakan oleh Fritz Heider (1958), Harold Kelley (1967, 1971), dan Bernard Weiner (1985, 1986). Dalam teori ini dinyatakan bahwa setiap individu mencoba menjelaskan kesuksesan atau kegagalan diri sendiri atau orang lain dengan cara menawarkan attribut-atribut tertentu. Atribut ini dapat bersifat internal maupun eksternal dan terkontrol maupun yang tidak terkontrol. Menurut Piaget perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Proses asimilasi merupakan perpaduan data baru dengan struktur kognitif yang ada. Proses akomodasi merupakan penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru. Sedangkan proses ekuilibrasi adalah penyesuaian kembali dengan terus menerus dilakukan secara asimilasi dan akomodasi. Piaget membagi proses perkembangan kognitif menjadi beberapa tahapan, dimana setiap tahap memiliki ciri yang disesuaikan dengan umurnya. Pada setiap proses perkembangan selalu terjadi proses asimilasi, akomodasi dan ekuilibrasi. Dalam teorinya, Piaget menyatakan bahwa setiap individu mengalami tingkat perkembangan intelektual. Tingkat perkembangan itu diantaranya tingkat sensori moto (0-2 tahun), Pra-operasional (2-7 tahun), operasional kongkret (7-11 tahun), opersi formal (11 tahun keatas). Piaget berpendapat bahwa proses berfikir manusia merupakan suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual, kongkret ke abstrak secara berurutan. Analisis perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget dapat dimanfaatkan untuk menyesuaikan isi kurikulum dengan kemampuan berfikir siswa. Pengetahuan tentang teori Piaget juga membantu guru untuk menilai tingkat perkembangan kognitif siswa. Guru sebagai media penyampai pengetahuan harus memahami tingkat 14 perkembangan kognitif siswa, sehingga siswa mempelajari pengetahuan sesuai dengan tingkat berfikirnya. b. Teori Belajar Bruner Manusia mempunyai perbedaan dalam banyak hal, termasuk dalam cara belajar. Mereka melaksanakan tugas-tugas belajar dengan cara yang berbeda-beda. Sebagian pendidik berpendapat bahwa siswa memiliki pola dan cara belajar masing-masing. Cara yang berbeda ini dipengaruhi berbagai faktor lingkungan, seperti suara, cahaya, pola tempat duduk, dan lain lain. Siswa juga dapat berbeda dalam hal modalitas belajar yang lebih disukai. Siswa akan berusaha menemukan hal-hal yang menurut dia sangat menarik untuk diketahui berdasarkan hal mana yang lebih dahulu untuk diketahui. Belajar penemuan menurut Bruner sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif, yang pada gilirannya proses penemuan ini akan memberikan hasil yang baik. Proses belajar Bruner sangat mementingkan partisipasi aktif siswa dengan memperhatikan adanya perbedaan yang dimiliki oleh siswa. Siswa diberi hak penuh untuk mengembangkan kemampuan eksploitasi terhadap permasalahan yang mereka hadapi. Model belajar discovery learning yang dikembangkan oleh Bruner beranggapan bahwa belajar melalui penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan. c. Teori Belajar Gagne Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan individu seseorang meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan lingkungan sosial. Berbagai lingkungan tersebut akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang. Apa yang dipelajari seseorang pada akhirnya akan menentukan tipe orang tersebut. Menurut Gagne, belajar itu bersifat kompleks. Dinyatakan oleh Gagne bahwa hasil belajar akan mengakibatkan perubahan pada seseorang. Perubahan yang dimaksud bisa meliputi perubahan kemampuan, sikap, minat atau perubahan nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya sementara. Gagne menyebutkan adanya tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis 15 belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran. Menurut Robert M. Gagne, ada delapan tipe belajar, yaitu: 1. Tipe belajar tanda (Signal learning), tipe belajar dimana semua jawaban atau respons menurut kepada tanda atau sinyal. 2. Tipe belajar rangsang-reaksi (Stimulus-response learning), tipe ini hampir serupa dengan tipe pertama, tetapi pada tipe ini timbulnya respons juga karena adanya dorongan yang datang dari dalam serta adanya penguatan sehingga seseorang mau melakukan sesuatu secara berulang-ulang. 3. Tipe belajar berangkai (Chaining Learning), pada tahap ini terjadi serangkaian hubungan stimulus-respons, bahwa suatu respons pada gilirannya akan menjadi stimulus baru yang selanjutnya akan menimbulkan respons baru. 4. Tipe belajar asosiasi verbal (Verbal association learning), tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, dimana hasil belajarnya memberikan reaksi verbal pada stimulus atau perangsang. 5. Tipe belajar membedakan (Discrimination learning), tipe belajar ini menghasilkan kemampuan untuk membedakan antar objek yang ada dalam lingkungan fisik. 6. Tipe belajar konsep (Concept Learning), belajar pada tipe ini terutama dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman atau pengertian tentang suatu yang mendasar. 7. Tipe belajar kaidah (RuleLearning), tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan beberapa konsep. 8. Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving), tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan. Gagne menyampaikan sistematika Lima Jenis Belajar. Sistematika ini tidak jauh berbeda dengan sistematika delapan tipe belajar, dimana isinya merupakan bentuk penyederhanaan dari sistematika delapan tipe belajar. Sistematika lima jenis belajar memperhatikan hasil belajar yang akan diperoleh siswa. Hasil belajar ini merupakan kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang tersebut melakukan sesuatu yang dapat memberikan prestasi sesuai yang dipelajarinya. 16 Sistematika ini mencakup semua hasil belajar yang dapat diperoleh pebelajar, tetapi tidak menunjukkan setiap hasil belajar atau kemampuan internal satu-persatu. Hasilhasil belajar yang memiliki ciri-ciri sama dalam satu kategori dan berbeda sifatnya dari kategori lain dimasukkan dalam satu kelompok. Dapat dikatakan bahwa sistematika Gagne meliputi lima kategori hasil belajar, yakni kategori hasil belajar informasi verbal, kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Masing masing kategori hasil belajar dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Informasi verbal (Verbal information), merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan, dan tertulis, dimana pengetahuan tersebut diperoleh dari sumber yang menggunakan bahasa, lisan maupun tertulis. 2. Kemahiran intelektual (Intellectual skill), adalah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang atau simbol. Kategori kemahiran intelektual terbagi lagi atas empat subkemampuan, yaitu: a. Diskriminasi jamak, yaitu kemampuan seseorang dalam mendeskripsikan benda yang dilihatnya. b. Konsep, ialah satuan arti yang mewakili sejumlah obyek yang memiliki ciri-ciri sama, dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada obyek-obyek dalam lingkungan fisik. Konsep yang didefinisiskan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik. c. Kaidah, yaitu kemampuan seseorang untuk menggabungkan dua konsep atau lebih sehingga dapat memahami pengertiannya. d. Prinsip, kombinasi dari beberapa kaidah sehingga terbentuk suatu kaidah yang bertaraf lebih tinggi dan lebih kompleks. Dengan prinsip tersebut seseorang mampu memecahkan suatu permasalahan kemudian menerapkan prinsip tersebut pada permasalahan yang sejenis. 3. Pengaturan kegiatan kognitif (Cognitive strategy), merupakan cara seseorang untuk menangani aktivitas belajar dan berpikirnya sendiri sehingga ia menggunakan cara yang sama untuk menyelesaikan masalah yang sama. 17 4. Keterampilan motorik (Motor skill), adalah kemampuan seseorang dalam melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dengan urutan tertentu melalui koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. 5. Sikap (Attitude), merupakan kemampuan seseorang yang berperan penting dalam mengambil tindakan, baik atau buruk bagi dirinya sendiri. Selanjutnya, Gagne membagi fase belajar menjadi empat, yaitu: 1. Fase penerimaan (apprehending phase), pada fase ini rangsang diterima oleh seseorang yang belajar kemudian diikuti timbulnya perhatian, penerimaan, dan terakhir pencatatan. 2. Fase penguasaan (Acquisition phase), pada tahap ini dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum, dimana orang yang telah belajar dapat dibuktikan dengan melihat adanya perubahan pada kemampuan atau sikapnya. 3. Fase pengendapan (Storage phase), sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat digunakan bila diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan. 4. Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase), apa yang telah dipelajari akan dimiliki dan disimpan dalam ingatan sehingga bisa digunakan memecahkan masalah pada saat diperlukan. Jika akan digunakan apa yang tersimpan maka harus dikeluarkan dari tempat penyimpanan tersebut, inilah yang disebut dengan pengungkapan kembali. Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana dalam fase ini terjadi proses belajar. Sementara, fase ketiga dan keempat merupakan hasil belajar. Implikasi teori Gagne dalam suatu proses pembelajaran dapat disebutkan sebagai berikut : 1. Untuk mengontrol perhatian siswa. 2. Memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang diharapkan guru. 3. Merangsang dan mengingatkan kembali kemampuan-kemampuan siswa. 4. Penyajian stimuli yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar. 5. Memberikan bimbingan belajar kepada siswa. 6. Memberikan umpan balik. 7. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yang telah dicapainya. 18 8. Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning. 9. Memberikan kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan kemampuan yang baru diberikan. Aplikasi teori Gagne sangat diperlukan dalam pembelajaran materi kimia. Karakteristik materi kimia yang berjenjang atau hirarkis memerlukan cara belajar yang berjenjang pula. Untuk memahami suatu konsep atau rumus dalam kimia yang lebih tinggi diperlukan pemahaman yang memadai terhadap konsep atau rumus yang lebih rendah yang sudah dipelajari pada urutan materi sebelumnya. 2. Model Pembelajaran Inkuiri a. Definisi Inkuiri Salah satu model pembelajaran dalam bidang Sains, yang sampai sekarang masih tetap dianggap sebagai model yang cukup efektif adalah model inkuiri. David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Through Inkuiri (1993) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak, inkuiri merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inkuiri berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu (Haury, 1993). Di dalam sumber bacaan analisis yang ditulis oleh Marreno, 2000, “pada analisis inkuiri ini adalah sebagai strategi pembelajaran yang dilakukan dengan berbagai pertanyaan yang jelas untuk menggali informasi yang jelas”. Inkuiri dilakukan sebagai upaya pencarian kebenaran pengetahuan yang dilakukan melalui berbagai pertanyaan. Penerapan pembelajaran inkuiri mencakup berbagai pertanyaan kontekstual, focus pertanyaan, perbedaan tingkat pertanyaan. Kemampuan memahami pertanyaan dan mencari jawabannya merupakan bagian penting dalam inkuiri. Secara efektif siswa dapat menangkap pengetahuan yang diperoleh. (Joe Exlin, 2004) Inti dari Inkuiri adalah proses yang berpusat pada siswa. Semua pembelajaran dimulai dari pebelajar. Apa yang diketahui siswa dan apa yang ingin mereka lakukan dan apa yang mereka pelajari merupakan dasar utama pembelajaran. Inkuiri dilakukan sebagai upaya pencarian kebenaran pengetahuan yang dilakukan melalui berbagai pertanyaan. 19 Penerapan pembelajaran inkuiri mencakup berbagai pertanyaan kontekstual, focus pertanyaan, perbedaan tingkat pertanyaan. Desain pembelajaran inkuiri untuk menghasilkan berbagai informasi pengetahuan. Kemampuan memahami pertanyaan dan mencari jawabannya merupakan bagian penting dalam inkuiri. Secara efektif siswa dapat menangkap pengetahuan yang diperoleh. (Exlin, 2004) Dalam difinisi, konteks, pentingnya dan penerapannya proses inkuiri akan menciptakan kondisi pembelajaran yang bervariasi agar siswa termotifasi untuk belajar lebih optimal, mendorong rasa ingin tahu lebih lanjut dan mempelajarinya lebih mendalam. Model inkuiri yang menyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap Sains dan Matematika (Haury, 1993). Dalam makalahnya Haury menyatakan bahwa model inkuiri membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa model inkuiri tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam Sains melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa. Pendekatan pengajaran berbasis penelitian bertumpu pada pengetahuan tentang proses pembelajaran yang telah muncul dari penelitian (Bransford, Brown, & Cocking, 2000). Dalam ilmu pendidikan yang berbasis penelitian, anak-anak menjadi terlibat dalam banyak kegiatan dan proses berpikir seperti yang ilmuwan gunakan untuk menghasilkan pengetahuan baru. (dalam Abdi, 2014) Kesimpulan yang telah saya tarik dan inti pembelajaran utama saya adalah sebagai berikut: • pembelajaran berbasis penelitian memerlukan persiapan yang ketat; • pembelajaran berbasis penelitian memakan waktu; • Motivasi adalah kunci untuk mendorong berpikir tingkat tinggi; • Pembelajaran berbasis penelitian membantu untuk mendorong berpikir tingkat tinggi; • Para siswa lebih menikmati pembelajaran berbasis penelitian daripada pendekatan didaktik tradisional. (Rooney, 2012) Secara garis besar inkuiri adalah proses dimana para saintis mengajukan pertanyaan tentang alam dunia dan bagaimana mereka secara sistematis mencari jawabnya. Inkuiri merupakan proses dimana manusia mencari informasi atau pengertian, maka sering disebut dengan a way of tought. 20 Ada empat langkah dalam inkuiri. Pertama, siswa diberikan berbagai pengalaman dari sebuah fenomena melalui pertanyaan dengan mengembangkan interaksi siswa. Kedua, merencanakan dan memprediksi hal-hal yang berkaitan dengan pertanyaan yang diajukan, yaitu dengan membuat perkiraan hasil atau hipotesa dari jawaban pertanyaan. Ketiga, siswa melakukan investivigasi atau penyelidikan, melihat realita dilapangan atau observasi, mencoba menjawab pertanyaan dan mencatatnya kemudian membuat tabel dan meminta umpan balik. Terakhir, siswa membuat ringkasan dari hasil investivigasi yang mencakup pengungkapan kembali pertanyaan dan memprediksi, menggambarkan investivigasi dan penilaian hasil. Bruner (1962) menekankan nilai penting dari discovery learning dan bagaimana semestinya membantu siswa untuk menjadi instruksionis terhadap pengetahuannya sendiri. Sebuah model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa dalam memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati melalui proses penemuan pribadi. Pada dasarnya tujuan pendidikan bukan hanya untuk memperbesar dasar pengetahuan siswa tetapi juga untuk menciptakan berbagai kemungkinan. Richard Suchman (1962) mengembangkan pendekatan yang disebut inkuiri trainning, dimana guru di dalam kelas men-setting kelas dengan menyodorkan berbagai situasi yang membingungkan dan mendorong siswa untuk menyelidiki dan mencari jawabannya. Ketika discovery learning diterapkan di bidang sains dan ilmu sosial, ia akan menekankan kemampuan penalaran induktif dan proses penyelidikan yang menjadi karakteristik khas model ilmiah. Suchman mengungkapkan mengembangkan pendekatan yang disebutnya inkuiri training, adalah pendekatan dimana guru menyodorkan situasi yang membingungkan atau discrepant events, yang dimaksudkan untuk memicu keingintahuan dan memotivasi penyelidikan. Dari berbagai pendapat di atas, tampak bahwa proses pembelajaran inkuiri memuat semua proses yang terdapat dalam kaidah-kaidah keilmiahan suatu ilmu pengetahuan, baik alam maupun sosial. Dalam peoses inkuiri terdapat hal-hal yang harus dilakukan yaitu munculnya permasalahan, mengidentifikasi masalah, perumusan hipotesis, merancang penyelidikan atau penelitian, menganalisa hasil penyelidikan, hingga melaporkan hasil penyelidikannya. Selain itu, di dalam inkuiri juga terkandung nilai- 21 nilai sains yang lebih esensi dari segi keilmuan, yaitu nilai kejujuran, obyektifitas, keterbukaan dan menjalin komunikasi dan sebagainya. b. Pembagian Inkuiri Model inkuiri merupakan model pembelajaran yang berupaya menanamkan dasardasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan model inkuiri adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi harus dikurangi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah. Walaupun dalam praktiknya aplikasi model pembelajaran inkuiri sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan bahwa pembelajaran dengan model inkuiri memiliki 5 komponen yang umum yaitu Question, Student Engangement, Cooperative Interaction, Performance Evaluation, dan Variety of Resources (Garton, 2005). Kindvatter dan kawan-kawan membedakan inkuiri menjadi dua, yaitu guided inkuiri dan open inqiry. Perbedaan kedua jenis inkuiri itu ditandai dengan sebanyak apa dan sejauh mana keterlibatan guru dalam menggerakkan siswa selama proses inkuiri. Selama proses ini bimbingan guru sangat berarti. Bahkan, tanpa adanya bimbingan dari guru, kemungkinan besar proses inkuiri tidak akan dapat berlangsung. Bagian pertama dalam inkuiri terarah atau terbimbing adalah seorang guru haruslah menyiapkan seperangkat pertanyaan untuk para siswa. Dimulai dari pertanyaan pembukaan, pertanyaan panduan dalam proses inkuiri, sampai pertanyaan bagaimana kesimpulannya. Guru sudah mempunyai jawaban atas semua pertanyaan tadi, sehingga dalam hal ini siswa tidak begitu bebas mengembangkan gagasan dan ide-idenya. Guru memberikan persoalan dan siswa diberi tugas untuk memecahkan persoalan itu dengan prosedur tertentu yang sudah diarahkan oleh guru. Dalam menyelesaikan persoalan, siswa menyesuaikan dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh guru. (Paul Suparno, 2007 : 68). Dalam proses ini campur tangan guru dari proses pengumpulan data sampai 22 menarik kesimpulan sangat besar. Guru sudah memberikan data-data arahan dan siswa tinggal melengkapi saja. Guru menyediakan bimbingan atau petunjuk yang cukup luas kepada siswa. Sebagian besar perencanaan dibuat oleh guru, siswa tidak merumuskan masalah. Petunjuk yang luas dari guru biasanya berbentuk pertanyaan yang sifatnya membimbing. Pertanyaan atau permasalahan yang akan dipecahkan siswa disusun oleh guru dalam bentuk lembar kerja siswa (LKS). Dengan demikian, dalam pembelajaran bentuk inkuiri terbimbing ini jarang terjadi kesimpulan yang didapat siswa meleset dari konsep yang sudah ada. Bentuk inkuiri kedua adalah inkuiri bebas termodivikasi. Arti bebas disini bukan berarti bebas yang tanpa arahan, tetapi siswa diberikan kebebasan untuk mengekploitasi suatu permasalah yang sudah diajukan oleh guru. Dalam hal ini guru berperan sebagai penyedia jawaban jika siswa mengajukan pertanyaan. Jika tidak ada pertanyaan dari siswa, guru hanya mengawasi proses inkuiri siswa. Bentuk inkuiri ini tidak jauh berbeda dengan bentuk inkuiri terarah, perbedaannya dalam inkuiri bebas keterlibatan guru sangat tergantung dari sejauh mana rasa ingin tahu siswa. Guru tidak akan memberikan penjelasan suatu masalah kalau tidak ada pertanyaan dari siswa. Guru juga berperan menyediakan sarana dan prasaran penyelidikan. Siswa diharuskan merencanakan garis-garis besar prosedur penelitian hingga menarik kesimpulan. Selanjutnya siswa diberi kebebasan untuk memecahkan masalah. Dalam pembelajaran inkuiri bebas termodifikasi guru hanya memberikan pertanyaan yang memungkinkan siswa dapat berpikir menemukan rencana-rencana, menyelidiki, dan penelitian yang tepat. Guru mengajukan pertanyaan yang dapat membantu siswa untuk mengambil pengertian sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Paul Suparno dalam bukunya Metodologi Pembelajaran Fisika; Siswa sendiri berpikir, menentukan hipotesis, lalu menentukan peralatan yang akan digunakan, merangkainya dan mengumpulkan data sendiri. Disini siswa lebih bertanggung jawab, mandiri. Dan guru tidak banyak ikut campur. Siswa sendiri yang menentukan hipotesis, memilih peralatan, merangkaikan peralatan, dan mengumpulkan data. Guru sungguh hanya sebagai fasilitator, membantu sejauh diminta oleh siswa. Guru tidak banyak memberikan arah dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk menemukan sendiri.(Suparno, 2007 : 68) 23 c. Langkah-langkah dalam Pembelajaran Inkuiri Pembelajaran inkuiri biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa terhadap suatu fenomena. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab pertanyaan ini - sesuai dengan Taxonomy Bloom - siswa dituntut untuk melakukan beberapa langkah seperti evaluasi, sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau dikonstruksi. Student Engangement. Dalam model inkuiri, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah investigasi. Cooperative Interaction. Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok, dan mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai bentuk, dan mungkin saja semua jawaban benar. Performance Evaluation. Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster, karangan, dan lain-lain. Melalui produk-produk ini guru melakukan evaluasi. Variety of Resources. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya. 24 Tabel 2.1. Sintak Pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing menggunakan laboratorium riil No Langkah Pokok Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 1. Perumusan - Menjelaskan model inkuiri - Merekam informasi masalah - Menyajikan pokok bahasan permasalahan dengan pertanyaan 2. Merumuskan hipotesa tentang model inkuiri - Mengidentifikasi masalah untuk merumuskan hipotesia - Menyusun daftar pertanyaan - Merumuskan hipotesa untuk membantu siswa merumuskan hipotesis 3. Mengumpulkan data eksperimen - Menyediakan alat, bahan dan LKS - Menginstruksikan siswa untuk melakukan eksperimen berdasarkan LKS - Melakukan eksperimen sesuai dengan petunjuk LKS - Bertanya pada guru jika ada kesulitan - Mencatat informasi seputar eksperimen - Mengamati dan membimbing selama proses eksperimen 4. Mengolah data - Mengamati siswa dalam mengolah data - Mengolah data - berdiskusi - Mengadakan diskusi dengan para siswa 5. 6. Menyusun - Membimbing siswa dalam kesimpulan merumuskan kesimpulan Penyusunan - Membimbing siswa laporan 7. Diskusi panel menyusun laporan - Memimpin siswa dalam menarik kesimpulan umum - Merumuskan kesimpulan - Menyusun laporan kelompok - Berdiskusi dan saling tukar pendapat - Mencatat informasi dan kesimpulan 25 Tabel 2.2. Sintak pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing menggunakan laboratorium virtuil No 1. Langkah Pokok Kegiatan Guru Perumusan - Menjelaskan model inkuiri masalah - Menyajikan pokok bahasan permasalahan dengan pertanyaan 2. Merumuskan hipotesa - Memberikan daftar Kegiatan Siswa - Merekam informasi tentang model inkuiri - Mengidentifikasi masalah untuk perumuskan hipotesia - Merumuskan hipotesa pertanyaan untuk merumuskan hipotesis 3. Mengumpulkan - Menyediakan peralatan data eksperimen untuk tampilan media lab virtuil - Mengarahkan siswa - Mengamati tampilan dalam lab virtuil - Mencatat informasi seputar isi tampilan untuk mengamati tampilan dalam media virtuil - Mengamati dan membimbing selama pengamatan 4. 5. 6. Mengolah data - Mengadakan diskusi dengan para siswa tentang isi merumuskan kesimpulan tampilan dari isi tampilan Menyusun - Membimbing siswa dalam kesimpulan merumuskan kesimpulan Penyusunan - Membimbing siswa dalam laporan - berdiskusi untuk mengolah data - Merumuskan kesimpulan - Mengolah data - berdiskusi - Mengadakan diskusi dengan para siswa 7. Diskusi panel - Memimpin siswa dalam menarik kesimpulan umum - Berdiskusi dan saling tukar pendapat - Mencatat informasi Sumber : Paul Suparno (2006) 26 d. Keunggulan Model Inkuiri Berdasarkan langkah-langkah yang sudah diuraikan di atas, dapat disimpulkan keunggulan dari model inkuiri, di antaranya : 1) Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik. 2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru. 3) Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat jujur, obyektif, dan terbuka. 4) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri. 5) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik. 6) Situasi pembelajaran lebih menggairahkan. 7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. 8) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri. 9) Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional. 10) Dapat memberikan waktu kepada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi. 3. Gaya Belajar a. Pengertian Salah satu hal yang sering dilupakan oleh para guru dalam kegiatan pembelajaran adalah bahwa setiap anak dengan latar belakang berbeda mempunyai keunikan tersendiri dalam belajar. Mereka mempunyai cara masing-masing dalam memperoleh dan mengolah informasi. Cara ini disebut dengan gaya belajar (learning style). Salah satu masalah yang paling signifikan/penting dalam belajar untuk belajar adalah tanggung jawab yang diambil oleh individu untuk belajar sendiri. Masingmasing individu harus tahu apa gaya belajar mereka sendiri dan karakteristik apa yang dimiliki gaya belajar ini dan oleh karena itu mereka harus bersikap sesuai dengan gaya ini. Dengan cara ini, individu dapat memperoleh jumlah informasi yang terus berubah dan meningkat tanpa perlu bantuan dari orang lain. Ketika peserta didik bertanggung jawab atas pembelajarnya sendiri, ia mengetahui arti dari proses pembelajaran. Dia 27 mengembangkan pemahaman tentang bentuk gaya belajarnya sendiri dan menjadi jauh lebih puas dengan lingkungan tempat ia berinteraksi. Setiap kesempatan untuk belajar adalah kesempatan belajar baginya. Hal ini tergantung pada pelajar untuk menggunakan cara yang berbeda-beda dan mengembangkan gaya belajar sampai batas tertentu (Coffield, 2004) (dalam Gilakjani, 2012). Kebanyakan sistem pendidikan telah mengabaikan perbedaan individu yang ada di antara peserta didik, seperti kemampuan belajar, latar belakang pengetahuan, tujuan pembelajaran dan gaya belajar (Ford & Chen, 2001). Sistem pendidikan umumnya menyediakan bahan ajar yang unik dan standar untuk semua peserta didik yang cenderung menguntungkan untuk mereka yang gaya belajar dan latar belakang pengetahuannya cocok dengan materi pengajaran. Jika gaya mengajar yang digunakan sangat cocok dengan gaya yang disukai siswa dalam memperoleh pengetahuan, belajar akan menjadi lebih mudah dan lebih alami, hasilnya meningkat dan waktu belajarnya berkurang (Rose, 1998). (dalam Franzoni dan Assar, 2009) Banyak ahli yang menggunakan istilah yang berbeda-beda dalam memahami gaya belajar. Secara umum, menurut Bobby De Potter terdapat dua hal yang disepakati tentang gaya belajar. Pertama adalah cara bagaimana seseorang dapat menyerap informasi dengan mudah yang disebut sebagai modalitas. Kedua, cara bagaimana seseorang mengolah dan mengatur informasi tersebut. Dunn (1978) menunjukkan bahwa gaya belajar merupakan pendekatan untuk belajar ketrampilan dan belajar menyerap ilmu. Keefe (1982) mendefinisikan gaya belajar sebagai sikap karakteristik yang kognitif, afektif, dan psikologis yang berfungsi sebagai indikator yang relatif stabil mengenai bagaimana peserta didik memahami, berinteraksi atau merespon terhadap lingkungan belajar. Dunn dan Perrin (1994) menjelaskan gaya belajar sebagai "cara dimana setiap pelajar mulai berkonsentrasi, memproses, dan menyimpan informasi baru dan sulit. Interaksi itu terjadinya berbeda pada setiap individu "(hal. 2). (dalam Gilbert dan Swanier, 2008) Modalitas belajar adalah cara seseorang menyerap informasi melalui indera yang dimilikinya. Masing-masing orang mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda dalam menyerap informasi. Terdapat tiga modalitas belajar yaitu Visual, Auditory, dan Kinestethic. 28 Orang yg memiliki gaya belajar visual memiliki daya melihat atau ketajaman indera matanya lebih memudahkannya dalam belajar. Orang yang memiliki kecenderungan gaya belajar visual lebih nyaman belajar dengan warna-warni, garis dan bentuk. Ia lebih suka membaca daripada dibacakan, dan lebih mudah mengingat dengan gambar. Segala sesuatu diperhatikan penampilannya, termasuk penampilan catatan dan buku. Orang yang cenderung memiliki gaya belajar visual membutuhkan gambaran umum kemudian menangkap detail-detail serta mengingat apa yang dilihatnya. Rose dan Nicholl (2002) menjelaskan bahwa gaya belajar visual adalah belajar melalui melihat sesuatu. Pebelajar dengan gaya belajar visual suka melihat gambar atau diagram. Mereka juga suka pertunjukan, peragaan atau menyaksikan video. Gaya belajar kedua yakni gaya belajar Auditorial. Gaya belajar auditori adalah belajar melalui mendengar sesuatu. Pebelajar dengan gaya belajar auditori suka mendengarkan kaset audio, ceramah-ceramah, diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal. Orang yang memiliki gaya belajar ini lebih mudah belajar dengan mendengarkan. Berusaha menggerakkan bibir saat membaca dan berbicara dengan pola berirama. Perhatian orang yang memiliki gaya belajar auditorial konsentrasinya cenderung mudah terpecah, mudah terganggu keributan, dan senang berdialog secara internal dan eksternal. Ketiga gaya belajar kinestetik, orang yang memiliki gaya belajar ini lebih mudah belajar dengan menvariasikan gerak dan perasaan. Ia belajar dengan melakukan, menunjuk tulisan saat membaca, menanggapi diikuti gerakan fisik, menyentuh teman, dan berdirinya mendekat. Orangnya cenderung biasa mengingat sambil berjalan. Kinesketik adalah gaya belajar melalui aktivitas dan keterlibatan langsung. Pebelajar dengan gaya belajar kinestetik suka ’menangani’, bergerak, menyentuh, dan merasakan atau mengalami sendiri. Gaya belajar ditemukan untuk mempengaruhi perilaku belajar peserta didik. Peserta didik yang memiliki pilihan gaya belajar yang berbeda akan berperilaku berbeda dalam cara mereka memandang, berinteraksi, dan menanggapi lingkungan belajar (Junko 1998). Karena peserta didik itu berbeda kesukaan terhadap gaya belajar tertentu, hal ini akan menjadi penting bagi guru untuk meneliti variasi pada siswa mereka pada tampilan gaya belajar mereka, karena informasi tentang kesukaan pelajar dapat membantu para guru menjadi lebih sensitif terhadap perbedaan siswa yang dibawa ke kelas (Felder & 29 Spurlin 2005). Penyesuaian kemudian dapat dibuat untuk mengakomodasi beragam kebutuhan siswa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan hubungan antara gaya belajar yang disukai oleh peserta didik dan prestasi akademik keseluruhan kelompok siswa Malaysia di sekolah menengah agama. (dalam Abidin et al., 2011) Terkait dengan gaya belajar, dalam psoses pembelajaran diperlukan sumber belajar. Edgar Dale berpendapat bahwa yang disebut sumber belajar itu pengalaman. Ia mengklasifikasikan pengalaman yang dapat digunakan sebagai sumber belajar menurut jenjang tertentu yang berbentuk cone of experience (kerucut pengalaman). Pengalaman tersebut disusun dari yang konkret sampai dengan yang abstrak, dan tercantum di dalam audio visual methods in teaching. Dale berkeyakinan bahwa symbol dan gagasan yang abstrak dapat lebih mudah dipahami dan diserap manakala diberikan dalam bentuk pengalaman konkrit. Kerucut pengalaman merupakan awal untuk memberikan alasan tentang kaitan teori belajar dengan komunikasi audiovisual. Dasar dari pengalaman kerucut Dale ini adalah merupakan penggambaran realitas secara langsung sebagai pengalaman yang kita temui pertama kalinya. Diibaratkan seperti fondasi dari kerucut pengalaman ini, dimana dalam hal ini masih sangat konkrit. Dalam tahap ini pembelajaran dilakukan dengan cara memegang, merasakan atau mencium secara langsung materi pelajaran. Tingkat kedua dari kerucut ini sudah mulai mengurangi tingkat konkritnya. Dalam tahap ini pebelajar tidak hanya belajar dengan memegang, mencium atau merasakan tetapi sudah mulai aktif dalam berfikir. Proses belajar dan interaksi mengajar tidak harus dari pengalaman langsung, tetapi dimulai dengan jenis pengalaman yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan kelompok siswa yang dihadapi dengan mempertimbangkan situasi belajar”. Pengalaman langsung akan memberikan informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu, oleh karena ia melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba”. Media belajar perlu keterampilan dan perlengkapan tertentu dalam pengadaannya. Sekalipun media di sini lebih banyak bersifat visual, banyak ahli menyarankan penggunaannya dalam pengajaran. Obyek-obyek yang ingin diperlihatkan melalui slide dapat ditampilkan dalam warna yang lebih realistik dan orisinil. Di samping itu, perangkat slide ini mudah disusun kembali bila perlu,dapat dikombinasikan dengan alat 30 lain (misalnya audio-tape) agar lebih efektif , dan dapat disesuaikan dengan kepentingan setiap individu atau kelompok. Pembelajaran dikembangkan bila merujuk pada kerucut Edgar Dale diatas maka masuk pada seluruh bagian piramida Dale. Penguatannya pada bagian piramida terbawah yaitu benda tiruan dan pengalaman langsung melalui praktek. Aneka ragam media pengajaran diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri tertentu. Brets membuat klasifikasi berdasarkan adanya tiga ciri, yaitu : 1) suara (audio), 2) bentuk (visual), 3) gerak (motion). Atas dasar hal tersebut, Brets mengemukakan beberapa kelompok media, sebagai berikut : 1. Media audio-motion-visual, yakni media yang mempunyai suara, ada gerakan dan bentuk objektif dapat dilihat. Media semacam ini pelengkap. Jenis media yang termasuk kelompok ini adalah televisi, video tape dan film bergerak 2. Media audio-still-visual, yakni media yang mempunyai suara, objeknya dapat dilihat, namun tidak ada gerakan, seperti film strip bersuara bersuara, slide bersuara, dan rekaman televisi dengan gambar tak bergerak (television still recordings) 3. Media audio-semi-motion, mempunyai suara dan gerakan, namun tidak dapat menampilkan suatu gerakan secara utuh. Salah satu contoh dari media jenis ini adalah papan tulis jarak jauh atau teleblackboard. 4. Media motion-visual, yakni media yang mempunyai gambar objek bergerak, tapi tanpa mengeluarkan suara, seperti film bisu yang bergerak. 5. Media still-visual, yakni ada objek namun tidak ada gerakan, seperti film strip dan slide tanpa suara. 6. Media audio, hanya menggunakan suara, seperti radio, telepon, dan audio-tape. 7. Media cetak, yang tampil dalam bentuk bahan-bahan tercetak/tertulis seperti buku, modul, dan pamphlet. Di samping penggolongan menurut Brest tersebut di atas, masih ada pula kelompok media lain, dalam bentuk objek nyata, baik ini berupa benda, hewan, tumbuhan, dan bahkan manusia sendiri, yang dapat berfungsi sebagai media dalam pengajaran. Kelompok ini disebut realia. Dari uraian-uraian yang dikemukakan pada bagian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa berbagai jenis media tersebut pada dasarnya dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar, yaitu media cetak, media elektronik dan objek nyata atau realita. 31 b. Mengidentifikasi Gaya Belajar Ada beberapa pendekatan yang dilakukan para ilmuwan pembelajaran untuk mengidentifikasi gaya belajar pebelajar, yang paling populer dan sering digunakan saat ini ada tiga yaitu pendekatan berdasarkan: (1) preferensi sensori: visual, auditori dan kinestetik, (2) profil kecerdasan multiple intelegensi yang dikembangkan oleh Howard Gardner, yaitu: linguistik, logika/matematika, interpersonal, intrapersonal, musik, naturalistik, spasial dan kinestetik, dan (3) preferensi kognitif, dikembangkan oleh Dr. Anthony Gregorc yang membagi kemampuan mental menjadi empat kategori yaitu: konkret-sekuensial, abstrak-sekuensial, konkrit-acak, dan abstrak-acak. Pada tahap awal untuk mengenali gaya belajar pebelajar, salah satu langkah diantara beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan pertamakali oleh pembelajar adalah mengenali modalitas belajar pebelajar sebagai modalitas visual, auditorial, atau kinestetik (V-A-K). Pendekatan yang digunakan untuk mengenali gaya belajar pebelajar ini biasa disebut dengan pendekatan preferensi sensori. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Rose dan Nicholl (2002) bahwa ada tiga gaya belajar yang dapat dikembangkan pada diri pebelajar, yaitu: visual, auditori, dan kinesketik. Setiap orang yang belajar mempunyai cara (gaya) yang berbeda-beda, dan setiap cara memiliki kekuatan sendiri. Tiap orang mempunyai gaya belajar yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. Walaupun masing-masing orang belajar dengan ketiga modalitas sebagaimana disebutkan di atas, pada tahapan tertentu kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu diantara ketiganya. Banyak ciri-ciri yang dapat digunakan untuk mengenali gaya belajar seseorang ditinjau dari modalitas belajar atau preferensi sensori ini. Salah satu pedoman yang dapat digunakan untuk mengenali gaya belajar seseorang dari tinjauan preferensi sensori yaitu ciri-ciri perilaku belajar yang dikemukakan oleh DePorter dan Hernacki (2007). Cri-ciri gaya belajar seseorang ditinjau dari preferensi sensori dapat dilihat dari kecenderungan perilakunya, sebagai berikut: 1) Orang dengan gaya belajar visual memiliki ciri-ciri: a) rapi dan teratur dalam segala hal, b) biasa berbicara dengan cepat, c) memiliki kemampuan sebagai perencana dan pengatur jangka panjang yang baik, d) teliti dan detail dalam mengerjakan sesuatu, e) mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi, f) pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka, g) 32 lebih banyak mengingat dari apa yang dilihat daripada yang didengar, h) biasa mengingat dengan menggunakan cara asosiasi visual, i) saat belajar biasanya tidak terganggu oleh adanya keributan, j) mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering meminta bantuan orang lain untuk mengulanginya, k) pembaca yang cepat dan tekun, l) lebih suka membaca sendiri dari pada dibacakan, m) membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti terhadap suatu masalah atau proyek yang sedang dihadapi, n) mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam rapat, o) mudah lupa jika disuruh menyampaikan pesan verbal kepada orang lain, p) sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat seperti ”ya” atau ”tidak”, q) lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato, r) lebih suka seni daripada musik, s) sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata, dan t) kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan. 2) Orang gaya belajar tipe auditori memiliki ciri-ciri: a) sering membunyikan atau mengucapkan tulisan di buku dengan keras saat membaca, b) mudah terganggu oleh keributan saat belajar, c) berbicara dengan diri sendiri saat bekerja, d) senang membaca dengan keras dan mendengarkan, e) dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara, f) merasa kesulitan dalam menulis tetapi hebat dalam bercerita, g) berbicara dengan irama yang terpola, h) biasanya pembicara yang fasih, i) lebih suka musik daripada seni, j) belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat, k) suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar, l) mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong bagian-bagian hingga sesuai satu sama lain, m) lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya, dan n) lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik. 3) Orang dengan gaya belajar kinestetik memiliki ciri-ciri: a) berbicara dengan perlahan, b) menanggapi perhatian fisik, c) menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka, d) berdiri dengan dekat saat berbicara dengan orang, e) selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak, f) mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar, g) belajar melalui memanipulasi dan praktik, h) menghapal 33 dengan cara berjalan dan melihat, i) menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca, j) banyak menggunakan isyarat tubuh, (k) tidak dapat diam untuk waktu lama, l) tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah pernah berada di tempat itu, m) biasa menggunakan kata-kata yang mengandung aksi, n) menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot-mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca, o) kemungkinan tulisannya jelek, p) selalu ingin melakukan atau mencoba segala sesuatu, dan q) menyukai permainan yang menyibukkan. Dimungkinkan pada diri seseorang untuk dikembangkan ketiga gaya belajar tersebut secara terpadu. Karena setiap individu menyimpan memori visual (V), auditori (A), dan kinesketik (K) dalam bagian-bagian otak yang berbeda maka cara multi-sensori dalam belajar adalah cara yang paling efektif. Prashnig (2007) mengemukakan penguatan hasil belajar dan percepatan belajar dapat diperoleh jika pebelajar telah menemukan gaya belajarnya dan ada kesesuaian atara gaya belajar pebelajar dengan gaya mengajar guru. Ada beberapa cara untuk mengidentifikasi seseorang memiliki gaya belajar visual, auditorial atau kinestetik. Cara pertama, menggunakan observasi secara mendetail terhadap setiap siswa melalui penggunaan berbagai model belajar mengajar di kelas. Dengan model ceramah secara umum, dicatat siswa-siswa yang mendengarkan dengan tekun hingga akhir. Diperhatikan siswa-siswa yang kuat bertahan berapa lama dalam mendengarkan. Hasil pengamatan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi siswa tipe pembelajar yang cenderung mendengarkan dengan yang bukan. Dari sini kita bisa mengklasifikasikan secara sederhana tipe-tipe siswa dengan model-model pembelajar auditori yang lebih menonjol. Model lain bisa digunakan, misalnya dengan memutar film, menunjukkan gambar atau poster, dan menunjukkan peta atau diagram. Dengan proses belajar mengajar seperti ini akan bisa dilihat siswa yang mempunyai kecenderungan belajar secara visual dan mempunyai kecerdasan visual-spasial akan lebih tertarik dan antusias. Setelah itu dicobakan model pembelajaran menggunakan praktek atau simulasi. Para pembelajar kinestetik tentu akan sangat antusias dengan model belajar mengajar semacam ini. Begitu seterusnya kita melihat bagaimana reaksi siswa terhadap setiap model pembelajaran sehingga akan lebih mudah diketahui kecenderungan gaya belajar mereka. 34 Cara kedua, dengan memberikan tugas kepada siswa untuk melakukan pekerjaan yang membutuhkan proses penyatuan bagian-bagian yang terpisah, misalnya menyatukan model rumah yang bagian-bagiannya terpisahkan. Ada tiga pilihan cara yang bisa dilakukan dalam menyatukan model rumah ini yakni melakukan praktek langsung dengan mencoba menyatukan bagian-bagian rumah ini setelah melihat potongan-potongan yang ada, dengan melihat gambar desain rumah secara keseluruhan kemudian baru mulai menyatukan, atau menggunakan petunjuk tertulis tentang langkahlangkah yang diperlukan untuk membangun rumah tersebut dari awal hingga akhir. Pembelajar visual akan cenderung memulai dengan melihat gambar rumah secara utuh. Ia lebih cepat menyerap melalui gambar-gambar tersebut sebelum menyatukan bagian-bagian rumah secara keseluruhan. Pembelajar auditory cenderung membaca petunjuk tertulis mengenai langkah-langkah yang diperlukan untuk membangun rumah, dan tidak terlalu mempedulikan gambar yang ada. Sedangkan pembelajar kinestetik akan langsung mempraktekkan dengan mencoba-coba menyatukan satu bagian dengan bagian yang lain tanpa terlebih dahulu melihat gambar ataupun membaca petunjuk tulisan. Dari pengamatan terhadap cara kerja siswa dalam menyelesaikan tugas ini, kita akan lebih memahami gaya mengajar siswa secara lebih mendetail. Cara Ketiga, merupakan cara yang lebih komprehensif yaitu dengan melakukan survey atau tes gaya belajar. Alat survey ataupun tes ini biasanya mengikat pada satu konsultan atau psikolog tertentu sehingga jika kita ingin melakukan tes tersebut harus membayar dengan sejumlah biaya tertentu Namun demikian, karena menggunakan metodologi yang sudah cukup teruji survey atau tes psikologi semacam ini mempunyai akurasi yang tinggi sehingga memudahkan bagi guru untuk segera mengetahui gaya belajar siswa. Dari ketiga cara mengetahui gaya belajar siswa di atas tergantung kita untuk menggunakan cara yang mana. Cara pertama dan kedua membutuhkan usaha yang keras dalam memetakan dan mengklasifikasikan gaya belajar siswa yang terdapat dalam satu kelas. Kedua cara ini tidak membutuhkan biaya yang mahal. Untuk lebih akurat, cara ketiga bisa digunakan dengan konsekuensi pembiayaan untuk survey ataupun tes gaya belajar. 35 4. Hasil Belajar Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan secara sengaja untuk mengembangkan kemampuan individu secara optimal. Berkembangnya kemampuan pebelajar merupakan proses perubahan. Menurut Gagne (1985) bahwa belajar merupakan perangkat kegiatan yang komplek dalam merubah memori pebelajar dari satu keadaan ke keadaan yang lain sebagai hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar, pebelajar akan memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam melakukan kegiatan. Hasil belajar menurut Gagne (1985) dibedakan menjadi lima aspek, yaitu: kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan. Sedangkan Bloom (dalam Anderson et.al., 2001) mengklasifikasi hasil belajar menjadi tiga ranah, yaitu; ranah kognitif, psikomotorik dan afektif. Ranah kognitif, menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan keterampilan intelektual. Pada tahun 1990-an, kelompok psikologi kognitif yang dipimpin oleh Lorin Anderson melakukan revisi terhadap level kognitif yang dikembangkan oleh Bloom. Revisi dan pengembangan taksonomi Bloom terus dilakukan, dan pengembangan yang terbaru adalah pengembangan taksonomi Bloom menjadi empat domain yaitu domain kognitif, afektif, psikomotorik, dan sosial yang disebut sebagai Developing Human Potential in Four Domains for Learning and Doing (Peggy Dettmer, 2006), empat ranah ini yang diterapakan dalam pengembangan kurikulum 2013. Ranah psikomotorik, menaruh perhatian pada kegiatan-kegiatan manipulatif atau keterampilan motorik. Ranah afektif, berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap dan emosi. Bloom (dalam Anderson et.al., 2001) melihat keterkaitan antar komponen atau ranah hasil pembelajaran tersebut. Sebagai contoh, untuk menghasilkan ketiga kategori kapabilitas atau ketiga ranah hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh faktor internal seperti pengetahuan prasyarat atau kemampuan awal dari masing-masing kategori hasil belajar yang telah dimiliki oleh pebelajar. Hasil belajar merupakan kecakapan atau hasil kongkrit yang dapat dicapai pada saat atau periode tertentu. Menurut Winkel (2003) bahwa hasil belajar adalah setiap kegiatan belajar yang menghasilkan suatu perubahan. Dari aspek kognitif, hasil belajar tampak dalam suatu prestasi yang dicapai pebelajar dalam bentuk angka-angka sebagai bentuk perwujudan dari hasil proses belajar. 36 Proses kognitif mencakup enam jenjang, yaitu; mengingat atau remember (C1), memahami atau understand (C2), menerapkan atau apply (C3), menganalisis atau analyze (C4), menilai atau evaluate (C5) dan mencipta atau create (C6). Sedangkan produk kognitif mencakup empat jenjang, yaitu : factual knowledge, conceptual knowledge, procedural knowledge, dan metakognitive knowledge. Afektif meliputi 5 jenjang yaitu penerimaan (A1), partisipasi (A2), penilaian dan penentuan sikap (A3), organisasi (A4), dan pembentukan pola hidup (A5). Sedangkan psikomotorik meliputi 7 jenjang yaitu: persepsi (P1), kesiapan (P2), gerakan terbimbing (P3), gerakan terbiasa (P4), gerakan kompleks (P5), penyesuaian (P6) dan kreasi atau kreativitas (P7). Dalam teori pembelajaran preskriptif, hasil belajar dan kondisi merupakan variabel bebas, sedangkan model merupakan variabel terikat. Ini berarti hasil belajar dan kondisi menjadi titik awal dalam menentukan model yang paling optimal untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Sedangkan dalam teori pembelajaran deskriptif, variabel hasil adalah variabel terikat, sedangkan model dan kondisi merupakan variabel bebas. Ini berarti hasil belajar tergantung pada variabel kondisi dan model atau interaksi diantara keduanya. Efektivitas hasil selalu dikaitkan dengan pencapaian tujuan pembelajaran, semakin banyak tujuan tercapai berarti makin efektif. Lebih lanjut Degeng (1989) menguraikan ada tujuh indikator yang digunakan untuk menilai efektivitas, yaitu: (1) kecermatan penguasaan perilaku, (2) kecepatan unjuk kerja, (3) kesesuaian dengan prosedur, (4) kuantitas kerja, (5) kualitas hasil akhir, (6) tingkat alih belajar, dan (7) tingkat retensi. Untuk mengukur efisiensi, indikator yang digunakan menyangkut (1) waktu, (2) personalia, dan (3) sumber belajar yang terpakai. Selanjutnya, suatu pembelajaran dikatakan menarik jika ada penghargaan dan keinginan lebih untuk terus belajar karena kualitas pembelajarannya. Suatu cara untuk mengukur efektivitas pembelajaran adalah dengan mengaitkan konstruk isi mata pelajaran yang dipelajari (fakta, konsep, prosedur, prinsip) dengan tingkat unjuk kerja dalam konstruk isi tersebut (mengingat, menggunakan atau menemukan). Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah tingkat keberhasilan pebelajar dalam mempelajari materi pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi. Dalam penelitian 37 ini, hasil belajar merupakan penguasaan materi pembelajaran Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam yang diukur menggunakan tes obyekstif dan selanjutnya untuk hasil belajar digunakan sebutan prestasi belajar. Tes diberikan dalam bentuk multiple choice sejumlah 20 butir soal. 5. Larutan Buffer Larutan penyangga (buffer) adalah larutan yang dapat mempertahankan pH-nya dari penambahan asam, basa, maupun pengenceran. Larutan buffer pH-nya tidak berubah setelah ditambahkan sejumlah asam, basa, maupun air ke dalamnya . Larutan buffer mampu menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar. Larutan buffer merupakan campuran dari asam lemah dengan basa Konjugasinya maupun basa lemah dengan asam Konjugasinya. Sebagai contoh, campuran dari larutan CH3COOH yang merupakan asam lemah dengan larutan CH3COONa yang dapat menghasilkan basa Konjugasi CH3COO- membentuk larutan buffer asam. Contoh buffer basa yang sering digunakan di laboratorium adalah campuran antara larutan NH3 yang di dalam air merupakan basa lemah dengan NH4Cl yang dapat menghasilkan asam Konjugasi NH4+. Mekanisme kerja larutan buffer dalam mempertahankan pH-nya adalah menetralkan asam maupun basa yang ditambahkan ke dalam larutan tersebut. Masingmasing komponen dalam larutan buffer mampu menetralkan asam atau basa dari luar. Dalam larutan buffer asam, misalnya campuran antara CH3COOH dengan CH3COONa, terjadi kesetimbangan sebagai berikut : CH3COOH(aq) + H2O(l) CH3COO–(aq) + H3O+(aq) Komponen asam lemah dan basa Konjugasi dalam larutan buffer asam membentuk sistem kesetimbangan asam lemah. Ketika sejumlah larutan asam ditambahkan ke dalam larutan buffer ini, komponen CH3COO– bekerja untuk menetralkan ion H+ larutan asam. Akibatnya, kesetimbangan bergeser ke arah kiri. Jumlah ion CH3COO– akan berkurang dan sebaliknya, jumlah molekul CH3COOH akan meningkat sesuai reaksi : CH3COO–(aq) + H+(aq) → CH3COOH(aq) Sebaliknya, jika sejumlah larutan basa ditambahkan ke dalam larutan ini, komponen CH3COOH bekerja untuk menetralkan ion OH– larutan basa. Akibatnya, kesetimbangan asam lemah bergeser ke arah kanan. Jumlah molekul CH3COOH akan 38 berkurang dan sebaliknya jumlah ion CH3COO–akan meningkat sesuai reaksi : CH3COOH(aq) + OH–(aq) → CH3COO–(aq) + H2O(l) Dalam larutan buffer basa (contoh : NH3/NH4Cl), terjadi kesetimbangan NH3(aq) + H2O(l) ↔ NH4+(aq) + OH–(aq). Komponen basa lemah dan asam Konjugasi dalam larutan buffer basa membentuk system kesetimbangan basa lemah.Pada saatsejumlah larutan asam ditambahkan ke dalamnya, komponen NH3 menetralkan ion H+ dari larutan asam sehingga kesetimbangan bergeser ke arah kanan. Jumlah molekul NH3 akan berkurang dan jumlah ion NH4+akan meningkat sesuai reaksi NH3(aq) + H+(aq) → NH4+(aq) Sebaliknya, jika sejumlah larutan basa ditambahkan ke dalam larutan buffer basa ini, komponen NH4+ menetralkan ion OH–larutan basa. Akibatnya, kesetimbangan basa lemah bergeser kearah kiri. Jumlah ion NH4+ akan berkurang dan jumlah molekul NH3 akan bertambah menurut reaksi NH4+(aq) + OH–(aq) → NH3(aq) + H2O(l) Larutan buffer asam dapat dibuat dengan cara mencampurkan sejumlah larutan asam lemah dengan larutan basa Konjugasinya secara langsung atau dengan cara mencampurkan sejumlah larutan basa kuat dengan larutan asam lemah berlebih. Setelah reaksi selesai akan diperoleh campuran antara larutan basa Konjugasi yang terbentuk dengan sisa larutan asam lemah. Campuran ini merupakan larutan buffer yang bersifat asam, yakni buffer asam. Dengan cara yang serupa, larutan buffer basa juga dapat dibuat melalui dua cara. Pertama, mencampurkan sejumlah larutan basa lemah dengan larutan asam Konjugasinya secara langsung. Atau melalui cara kedua, mencampurkan sejumlah larutan asam kuat dengan larutan basa lemah berlebih. Setelah reaksi selesai, campuran dari larutan asam Konjugasi yang terbentuk dan sisa larutan basa lemah membentuk larutan buffer basa. Larutan buffer berkaitan dengan system kesetimbangan asam-basa lemah. Dengan demikian, persamaan matematis untuk menentukan pH larutan penyangga dapat diturunkan melalui persamaan reaksi kesetimbangan asam-basa lemah. Persamaan untuk menghitung pH larutan buffer asam dapat diturunkan melalui contoh berikut : CH3COOH(aq) + H2O(l) CH3COO–(aq) + H3O+(aq) Ka = {[H3O+][CH3COO–]} / [CH3COOH] [H3O+] = Ka {[CH3COOH]} / [CH3COO–]} 39 Secara umum : [H3O+] = Ka {[Asam Lemah] / [Basa Konjugasi]} [H3O+] = Ka {mol Asam Lemah / mol Basa Konjugasi} dimana [H3O+] = [H+] dan pH = - log [H+] Persamaan untuk menghitung pH larutan buffer basa dapat diturunkan melalui contoh di bawah ini : NH3(aq) + H2O(l) NH4+(aq) + OH–(aq) Kb = {[OH–][NH4+]} / [NH3] [OH–] = Kb {[NH3] / [NH4+]} Secara umum : [OH–] = Kb {[Basa Lemah] / [Asam Konjugasi]} [OH–] = Kb {mol Basa Lemah / mol Asam Konjugasi} dimana pOH = - log [OH–] dan pH = 14 - pOH Atau dengan formula yang lain, pH larutan buffer dapat dirumuskan sebagai berikut : Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran asam lemah dengan basa Konjugasinya digunakan rumus : [H+] = Ka. Ca/Cg pH = pKa + log Ca/Cg dimana: Ca = konsentrasi asam lemah Cg = konsentrasi basa konjugasinya Ka = tetapan ionisasi asam lemah Untuk larutan buffer yang terdiri atas campuran basa lemah dengan asam konjugasinya digunakan rumus : [OH-] = Kb . Cb/Cg pOH = pKb + log Cg/Cb , dan pH = 14 - pOH dimana: Cb = konsentrasi basa lemah Cg = konsentrasi asam Konjugasinya Kb = tetapan ionisasi basa lemah Banyak jenis buffer yang mempunyai impact terhadap sistem biologis, aktivitas enzim, substrate, atau kofaktor. Sebagai contoh buffer phosphat akan menghambat 40 aktivitas dari beberapa metabolik enzim termasuk karboksilase, fumarase, dan phosphoglucomutase. Barbiturate menghambat phophorilasi oksidatif. Tris buffer bereaksi dengan amin primer dan memodifikasi transport elektron dan phosphorilasi pada kloroplast. Tris juga menghambat enzim respirasi di mitokondria. Dan masih banyak efek lain yang diberikan buffer. Oleh karena itu pemilihan buffer terkadang menjadi kesulitan yang cukup merepotkan sehingga perlu menggunakan buffer dengan konsentrasi serendah mungkin yang masih dapat untuk memaintain pH. Perlu diingat, bahwa larutan buffer hanya berfungsi untuk mempertahankan pH, tidak berarti bahwa pHnya tidak akan berubah. Perubahan dan gangguan yang besar dalam sistem dapat merubah pH meskipun telah ditambahkan buffer ke dalamnya. Hal ini disebabkan karena buffer hanya menjaga agar pH tidak terlalu berubah signifikan dengan adanya perubahan konsentrasi ion hidrogen dalam sistem. 6. Hidrolisis Garam Garam adalah senyawa yang dihasilkan dari reaksi netralisasi antara larutan asam dan larutan basa. Larutan garam yang terbentuk memiliki sifat yang bervariasi, tergantung pada sifat asam dan sifat basa penyusun garam. Secara umum : Asam + Basa → Garam + Air Contoh reaksi pembentukan garam, reaksi penggaraman atau reaksi netralisasi : HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l) H2SO4(aq) + 2 NH4OH(aq) → (NH4)2SO4(aq) + 2 H2O(l) 2 HCN(aq) + Ba(OH)2(aq) → Ba(CN)2(aq) + 2 H2O(l) H2CO3(aq) + Mg(OH)2(aq) → MgCO3(s) + 2 H2O(l) Reaksi kebalikan dari reaksi penggaraman dikenal dengan istilah reaksi hidrolisis. Reaksi hidrolisis adalah reaksi salah satu ion atau kedua ion larutan garam dengan air. Reaksi salah satu atau kedua ion larutan garam dengan air menyebabkan perubahan konsentrasi ion H+ maupun ion OH- dalam larutan. Akibatnya, larutan garam dapat bersifat asam, basa, maupun netral. Hal ini dapat ditinjau dari jenis-jenis garam, dimana jenis garam ada empat, yaitu : 1. Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa kuat, misalnya NaCl dan K2SO4 . Garam semacam ini tidak mengalami hidrolisis dan sifatnya netral, pH larutan 7. 41 2. Garam yang terbentuk dari reaksi asam kuat dengan basa lemah , misalnya NH4Cl dan AgNO3 . Hanya kation saja dari garam ini mengalami hidrolisis, termasuk hidrolisis sebagian. Dalam hidrolisis ini dihasilkan ion OH- sehingga garam bersifat basa, pH larutan lebih dari 7. 3. Garam yang terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa kuat, misalnya CH3COOK dan NaCN. Hanya anion saja dari garam ini mengalami hidrolisis, termasuk hidrolisis sebagian. Dalam hidrolisis ini dihasilkan ion H+ sehingga garam bersifat asam, pH larutan kurang dari 7. 4. Garam yang terbentuk dari reaksi asam lemah dengan basa lemah , misalnya CH3COONH4 dan Al2S3. Kation dan anion dari garam ini keduanya mengalami hidrolisis dan disebut terhidrolisis total atau hidrolisis sempurna. Untuk jenis garam yang demikian nilai pH-nya tergantung harga Ka dan Kb . Jika Ka > Kb maka larutan bersifat asam, dan kalau Ka < Kb larutan bersifat basa. Untuk menentukan pH larutan garam yang mengalami hidrolisis perlu diperhatikan sifat garam tersebut, termasuk garam asam atau garam basa. Berikut ini dijelaskan cara menentukan pH larutan garam yang terhidrolisis : 1. Hidrolisis garam dari asam lemah dan basa kuat Garam dari asam lemah dan basa kuat jika dilarutkan dalam air akan mengalami hidrolisis sebagian. Hal ini disebabkan karena anion dari asam lemah dapat terhidrolisis, sedangkan kation dari basa kuat tidak mengalami hidrolisis A– + H2O ↔ HA + OH– Kh = Kw / Ka dengan Kw = tetapan kesetimbangan air Ka = tetapan kesetimbangan asam lemah larutan garam dapat ditentukan dengan : pOH = - log [OH-] pH = 14 – pOH 42 2. Hidrolisis garam dari asam kuat dan basa lemah Garam dari asam kuat dan basa lemah jika dilarutkan dalam air juga akan mengalami hidrolisis sebagian. Hal ini disebabkan karena kation dari basa lemah dapat terhidrolisis, sedangkan anion dari asam kuat tidak mengalami hidtrolisis. Contoh: NH4Cl → NH4+ + Cl– NH4+ + H2O ↔ NH4OH + H+ Cl– + H2O tidak terjadi reaksi pH larutan garam ini dapat ditentukan melalui persamaan: M+ + H2O ↔ MOH + H+ Kh = Kw / Kb dengan Kw = tetapan kesetimbangan air Kb = tetapan kesetimbangan basa lemah pH larutan garam dapat ditentukan dengan : pH = - log [H+] 7. Kemampuan Awal Kemampuan awal (Prior knowledge) adalah kemampuan yang telah diperoleh siswa sebelum dia memperoleh kemampuan terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal menunjukkan status pengetahuan dan keterampilan siswa sekarang untuk menuju ke status yang akan datang yang diinginkan guru agar tercapai oleh siswa. Dengan kemampuan ini dapat ditentukan dari mana pengajaran harus dimulai. Kemampuan terminal merupakan arah tujuan pengajaran diakhiri. Jadi, pengajaran berlangsung dari kemampuan awal sampai ke kemampuan terminal itulah yang menjadi tanggung jawab pengajar. Aplikasi teori Gagne sangat diperlukan dalam pembelajaran materi kimia. Karakteristik materi kimia yang berjenjang atau hirarkis memerlukan cara belajar yang berjenjang pula. Untuk memahami suatu konsep atau rumus dalam kimia yang lebih 43 tinggi diperlukan pemahaman yang memadai terhadap konsep atau rumus yang lebih rendah yang sudah dipelajari pada urutan materi sebelumnya. Untuk mempelajari materi larutan buffer dan hidrolisis garam diperlukan pemahaman materi pH larutan sebagai materi yang dalam urutan pembelajarannya dipelajari lebih dahulu. Dalam silabus materi pelajaran Kimia kelas XI IPA SMA, sebelum mempelajari materi Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam siswa terlebih dahulu mempelajari materi pH larutan. Karakteristik materi dalam Kompetensi Dasar pH Larutan berisi materi yang diperlukan untuk mempelajari materi yang ada dalam Kompetensi Dasar Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam. Pemahaman siswa tentang menentukan pH larutan asam dan larutan basa yang dipelajari pada KD pH larutan banyak digunakan dalam materi KD Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam. Oleh karena itu perlu dipelajari dengan baik dan mendalam materi pH asam dan basa yang ada dalam materi pH larutan. Asam secara umum merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalam definisi modern, asam adalah suatu zat yang dapat memberi proton (ion H+) kepada zat lain (yang disebut basa). Pada konsep asam basa berdasarkan pengikatan atau pelepasan electron, asam adalah zat yang dapat menerima pasangan elektron bebas dari zat lain (basa). Senyawa asam dapat bereaksi dengan senyawa basa dalam reaksi penetralan membentuk garam. Kata asam merupakan terjemahan dari istilah yang digunakan untuk hal yang sama dalam bahasa-bahasa Eropa seperti acid, zuur, atau Säure yang secara harfiah berhubungan dengan rasa masam. Dalam kimia, istilah asam memiliki arti yang lebih khusus. Terdapat tiga definisi asam yang umum diterima dalam kimia, yaitu definisi Arrhenius, Brønsted-Lowry, dan Lewis. Menurut Arrhenius (1884), asam adalah suatu zat yang meningkatkan konsentrasi ion hidronium (H3O+) ketika dilarutkan dalam air. Ion hidronium bisa diasumsikan berasal dari ion H+ dari asam yang mengikat molekul H2O. Definisi yang pertama kali dikemukakan oleh Svante Arrhenius ini membatasi asam dan basa untuk zat-zat yang dapat larut dalam air. Menurut Brønsted-Lowry (1923), asam adalah pemberi proton kepada basa. Asam dan basa bersangkutan disebut sebagai pasangan asam-basa konjugat. Brønsted dan Lowry secara terpisah mengemukakan definisi ini, mencakup zat-zat yang tak larut dalam air, tidak seperti pada definisi Arrhenius. 44 Menurut Lewis (1923), asam adalah penerima pasangan elektron dari basa. Definisi yang dikemukakan oleh Gilbert N. Lewis ini dapat mencakup asam yang tak mengandung hidrogen atau proton yang dapat dipindahkan. Definisi Lewis dapat pula dijelaskan dengan teori orbital molekul. Secara umum, suatu asam dapat menerima pasangan elektron pada orbital kosongnya yang paling rendah dari orbital terisi yang tertinggi dari suatu basa. Jadi, orbital terisi yang tertinggi dari basa dan orbital kosong yang paling rendah dari asam bergabung membentuk orbital molekul ikatan. Contoh senyawa asam di antaranya asam chloride, asam sulfat, asam asetat. Asam pada umumnya berasa masam. Cairan asam pekat sangat berbahaya dan dapat merusak kulit, jika mata terpercik asam pekat bisa berakibat kebutaan. Jika terkena asam pekat harus langsung dicuci dengan air mengalir sampai benar-benar bersih. Secara umum asam memiliki sifat rasanya masam ketika dilarutkan dalam air, terasa menyengat bila disentuh, dan dapat merusak kulit, terutama bila asamnya asam pekat. Asam bereaksi hebat dengan kebanyakan logam, merupakan cairan elektrolit. Dalam air, reaksi kesetimbangan berikut terjadi antara suatu asam (HA) dengan air yang berperan sebagai basa, HA + H2O ↔ A- + H3O+ Tetapan asam adalah tetapan kesetimbangan untuk reaksi HA dengan air: Asam kuat mempunyai nilai Ka yang besar, kesetimbangan reaksi berada jauh di kanan, berarti terdapat banyak H3O+ . Dalam hal ini hampir seluruh asam terurai atau senyawa asam terurai sempurna. Sebagai contoh, nilai Ka untuk asam klorida (HCl) adalah 107. Asam kuat memiliki derajat ionisasi (αΎ³) = 1. Asam kuat mencakup asam halida selain HF (HCl, HBr, dan HI). Asam-asam okso yang umumnya mengandung atom pusat dengan bilangan oksidasi tinggi yang dikelilingi oksigen, juga cukup kuat, di antaranya HNO3, H2SO4, dan HClO4. Asam lemah mempunyai nilai Ka yang kecil, sejumlah cukup banyak HA dan Aterdapat bersama-sama dalam larutan, sedangkan H3O+ ada dalam larutan dengan jumlah yang sedikit (terurai sebagian). Misalnya, nilai Ka untuk asam asetat adalah 1,8 × 10-5. Kebanyakan asam organik merupakan asam lemah. Asam memiliki berbagai kegunaan, di antaranya asam sering digunakan untuk menghilangkan karat dari logam dalam proses yang disebut "pengawetasaman" 45 (pickling). Asam dapat digunakan sebagai elektrolit di dalam baterai sel basah, seperti asam sulfat yang digunakan di dalam baterai mobil. Pada tubuh manusia dan berbagai hewan, asam klorida merupakan bagian dari asam lambung yang disekresikan di dalam lambung untuk membantu memecah protein dan polisakarida maupun mengubah proenzim pepsinogen yang inaktif menjadi enzim pepsin. Asam juga digunakan sebagai katalis, misalnya asam sulfat, sangat banyak digunakan dalam proses alkilasi pada pembuatan bensin. Konsep pH, pOH dan pKw derajat keasaman disusun oleh ahli Kimia dari Denmark, Sorensen (1868 – 1939) . Nilai pH diambil dari harga negatif logaritma konsentrasi ion H+ . Secara matematika nilai pH diungkapkan dengan persamaan - log [H +] . Jika konsentrasi ion H+ 0,1 M maka pH larutan = - log 0,1 yakni 1. Jika konsentrasi ion H+ 0,01 M, maka pH = - log 0,01 yakni 2. Sejalan dengan harga pH sebagai cara menyatakan konsentrasi ion H+, konsentrasi ion OH- juga dapat dinyatakan dengan cara yang sama, yaitu pOH. Harga pOH diambil dari harga - log [OH-]. Reaksi kesetimbangan air dapat dituliskan H2O(l) ↔ H+ ( aq ) + OH-(aq). Dari persamaan tersebut didapatkan tetapan kesetimbangan air Kc = [H+][OH-] / [H2O]. Karena [H2O] dapat dianggap konstan, maka hasil perkalian Kc dengan [ H 2O ] merupakan suatu konstanta yang disebut tetapan kesetimbangan air (Kw ). Air murni atau larutan netral memiliki pH maupun pOH sama yakni 7, berarti [H +] dan [OH-] sama yakni 10-7 M. Karena [H+] = [OH-] = √Kw maka diperoleh harga tetapan kesetimbangan air (Kw) = [H+] [OH-] = 10-14. Dari persamaan Kw = [H+] [OH-] ini dapat diturunkan hubungan antara pH dengan pOH. Jika kedua ruas persamaan ini di ambil harga logaritmanya, diperoleh - log Kw = log ([H+] [OH-] ), sehingga - log Kw = ( - log [ H+] + (- log [OH-]). Dengan menggunakan persamaan pX = - log X maka pKw = pH + pOH. Pada akhirnya dari harga tetapan kesetimbangan air (Kw) = 1 . 10-14, diperoleh bahwa pKw = 14, sehingga dalam larutan yang menggunakan pelarut air diperoleh nilai pH + pOH = 14. Selanjutnya untuk menentukan pH larutan basa, ditentukan terlebih dahulu harga pOH, setelah diketahui harga pOH baru bisa ditentukan pH = 14 – pOH. 46 8. Laboratorium Riil Laboratorium riil adalah laboratorium tempat khusus yang dilengkapi dengan alat- alat dan bahan- bahan riil untuk melakukan percobaan atau praktikum baik fisika,kimia, atau biologi. Alat laboratorium untuk menguatkan atau memberikan kepastian informasi menentukan hubungan sebab akibat, mempraktekan sesuatu yang diketahui, mengembangkan ketrampilan mendorong gairah kepada siswa. Dalam kegiatan praktikum siswa akan mengalami diantaranya : a. Pengenalan alat laboratorium riil, dengan pengenalannya dapat ditunjukan langsung, siswa dapat memegang secara langsung. Diberi pengertian bahwa dalam memegang alat siswa harus hati-hati agar tidak jatuh sehingga rusak atau pecah, dan tidak mengakibatkan kerusakan. b. Pengukuran adalah membandingkan sesuatu besaran dengan besaran lain sejenis yang dipakai sebagai satuan standar. Di laboratorium riil pengukuran dapat dilakukan dengan melihat langsung pada alat sehingga perlu pemahaman ketrampilan dalam membaca alat. c. Penguatan, penerapan laboratorium riil kegiatan siswa memusatkan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan alat indera terhadap alat riil yang dihadapinya, melalui penglihatan. d. Percobaan. dalam melakukan percobaan dituntun dengan petunjuk praktikum yang sudah disiapkan sehingga setelah mendapatkan data siswa mencatat data tersebut pada lembar data pengamatan. Dalam laboratorium riil siswa dapat mengamati sifat suatu materi secara langsung, siswa dapat mengamati pH suatu larutan, suhu suatu materi, perubahan warna dalam suatu reaksi kimia dan sebagainya. Dalam pembahasan materi larutan buffer dan hidrolisis garam, guru dan siswa dapat memanfaatkan laboratorium riil pada proses pembelajarannya. Siswa dapat mengidentifikasi suatu larutan termasuk larutan buffer atau bukan buffer dengan mengamati perubahan pH pada penambahan senyawa asam atau basa ke dalam suatu larutan. Cara ini yang banyak digunakan guru dalam pembelajaran materi Buffer dan Hidrolisis Garam. Dalam sebagian tahap pembelajarannya siswa melaksanakan kegiatan praktikum untuk mengidentifikasi larutan buffer dan hidrolisis garam. 47 Untuk mengidentifikasi suatu larutan termasuk buffer atau bukan, siswa mengamati perubahan pH suatu larutan yang ke dalamnya ditambahkan larutan asam atau basa secara bertahap. Jika suatu larutan termasuk buffer maka perubahan pH akibat penambahan asam atau basa tersebut sampai penambahan dengan volume tertentu sangat kecil. Sebaliknya, jika suatu larutan tidak tergolong buffer maka penambahan sedikit asam atau basa mengakibatkan perubahan pH yang lebih nyata. Dalam hal ini, dalam pencampuran larutan asam lemah dengan basa kuat atau larutan asam kuat dengan basa lemah akan terjadi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama terbentuk larutan buffer, kedua terbentuk garam yang mengalami hidrolisis. Untuk mengidentifikasi di antara keduanya, pembelajaran di SMA biasanya melaksanakan kegiatan praktikum yang tujuannya membedakan larutan buffer dan yang bukan buffer. Jika didapatkan larutan yang pHnya “tidak berubah” maka larutan tersebut tergolong larutan buffer. Adapun mengapa larutan tersebut pHnya tidak banyak berubah, dibahas sesuai pembelajaran yang direncanakan guru. Hal inilah yang nantinya bisa terbantu dengan menggunakan media laboratorium virtual berupa media animasi. Siswa akan dibantu untuk memahami efek penambahan asam atau basa ke dalam larutan buffer. Dalam peristiwa hidrolisis, siswa dibantu untuk mengamati terjadinya reaksi dengan H2O hingga terbentuknya ion H+ atau OH-. Pada peristiwa hidrolisis siswa dibantu untuk memahami sifat asam atau basa dari garam yang mengalami hidrolisis. Setelah teridentifikasi, baru langkah menentukan pH larutan masing-masing. 9. Laboratorium Virtual Laboratorium virtual adalah serangkaian alat-alat laboratorium yang berbentuk perangkat lunak (software) computer berbasis multimedia interaktif yang dioperasikan dengan computer dan dapat mensimulasikan kegiatan di laboratorium seakan-akan pengguna berada pada laboratorium sebenarnya. Laboratorium Virtual berupa software komputer yang memiliki kemampuan untuk melakukan modeling peralatan komputer secara matematis yang disajikan melalui sebuah simulasi. Laboratorium Virtual diperlukan untuk memperkuat pemahaman konsep dalam proses pembelajaran. Laboratorium Virtual bukanlah pengganti tetapi bagian dari laboratorium riil yang digunakan untuk melengkapi dan memperbaiki kelemahankelemahan yang ada. Laboratorium Virtual mungkin tidak perlu komprehensif, namun 48 pada prinsipnya adalah bentuk upaya pengintegrasikan TIK dalam kurikulum pembelajaran IPA dengan tujuan: (1) memberikan alat kepada siswa untuk bekerja dalam IPA; (2)memberikan kesempatan kepada siswa dalam rangka memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang IPA, bila dibandingkan dengan pengajaran konvensional yang telah diperolehnya; (3) mendorong siswa untuk mengungkap permasalahan IPA dalam cara yang sama dengan bagaimana para ahli bekerja dalam konteks penelitiannya. Dengan kata lain Laboratorium Virtual merupakan bentuk tiruan dari sebuah laboratorium IPA riil yang digunakan dalam aktivitas pembelajaran ataupun penelitian secara ilmiah guna menekankan sebuah konsep atau mendalami sebuah konsep IPA. Di dalam laboratorium virtual terdapat beberapa bagian penting, antara lain: 1. Pemodelan, yaitu proses dimana kita membangun representasi ini (Cristian dan Esquembre, 2007). Modeling digunakan untuk memperbaiki kekurangan pada proses pembelajaran yang mengedepankan model ceramah dan latihan soal, karena pada prinsipnya pemodelan atau modeling digunakan dengan mengajak siswa atau peserta didik dalam mendesain secara fisik yang diperlukan dalam proses untuk menggambarkan, menjelaskan dan memprediksi sebuah fenomena 2. Simulasi, merupakan program komputer yang mereproduksi fenomena alam melalui visualisasi dari sebuah model. Melalui simulasi diharapkan dapat membantu siswa dalam mempelajari model fenomena alam dalam dunia nyata yang memiliki perilaku sistem kompleks dan membantu siswa untuk memahami dunia konseptual dari ilmu pengetahuan melalui animasi yang dapat meningkatkan pemahaman dari konsep ilmiah yang abstrak. Bahwa pada setiap kasus ditunjukkan dengan simulasi adalah sesuatu yang produktif atau bahkan sangat produktif, karena dapat mengembangkan pemahaman konseptual siswa secara riil (Finkelstein, et al., 2006). Perkembangan Laboratorium Virtual di dunia sangat cepat. Mayoritas Laboratorium Virtual terbesar sudah terpasang berbasis web atau online, tetapi banyak juga yang masih dikembangkan secara offline. Dengan semakin banyaknya LaboratoriumVirtual yang bisa diakses secara gratis atau bahkan bisa didownload. 49 B. Penelitian yang Relevan 1. Justo, Franco, Clemente, 2008, Effect of Teacher Expactations on the Development of Verbal Creativity in Childhood Aducation. 2. Setyawati, Anis (2011). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dengan Memeperhatukan Gaya Belajar Siswa Pada Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX SMP Negeri 2 Krian Sidoarjo. Materi yang berkaitan dengan gaya belajar banyak menjadi referensi untuk penelitian kami. Termasuk angket yang digunakan kami perbaiki untuk selanjutnya digunakan untuk mengidentifikasi gaya belajar siswa pada penelitian ini. 3. Ibrahim Ab Rahman, Hasbullah (2001) Kajian terhadap kemahiran berfikir dan gaya pembelajaran di kalangan pelajar Diploma Kejuruteraan Mekanikal tahun 2 sesi 2001/2002 di KUiTTHO. Materi yang berkaitan dengan gaya belajar banyak digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini. 4. Quitamado, Celia, James E Johnson, Martha J Kurtz,2007, Community-Based Inkuiri Improve Critical Thinking in General Education Biology. Materi yang berkaittan dengan pembelajaran inkuiri menjadi rujukan bagi penelitian ini. 5. Suhari, 2009, Model Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri Bebas Termodifikasi pada Pembelajaran Fisika dengan Memperhatikan Aktivitas Siswa. 6. Suaka, Aris, 2011,Penggunaan Laboratorium Riil dan Virtuil Pada pembelajaran Kimia Dengan Model Eksperimen ditinjau dari Gaya belajar dan Sikap Ilmiah. Materi yang berkaitan dengan laboratorium riil dan virtual banyak kami gunakan sebagai referensi. Demikian juga materi gaya belajar, sekalipun tidak sebanyak penelitian yang lain, tetap kami ambil. 7. Nur Khasanah, 2010, Pembelajaran Fisika dengan Inkuiri Terbimbing dan Inkuiri Bebas Termodifikasi Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemampuan ESQ. Materi berkaitan dengan inkuiri terbimbing banyak kami rujuk. Analisis data dari hasil olahan program SPSS, terutama tentang interaksi antar variable banyak kami ambil sebagai rujukan. 8. Sudjarwo, 2011, Pengaruh strategi pembelajaran inkuiri terbimbing dan ekspositori terhadap hasil belajar sosiologi pada siswa SMA yang memiliki tingkat motivasi berprestasi dan Kreativitas berbeda. Pengolahan data menggunakan program SPSS dengan analisis variance tiga jalan banyak kami gunakan sebagai rujukan 50 C. Kerangka Berfikir Pembelajaran sains diharapkan dapat menghasilkan output pendidikan yang memiliki kemampuan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Secara umum dunia pendidikan di Indonesia, khususnya pembelajaran bidang sains, belum dapat menghasilkan produk pendidikan yang berkwalitas tinggi. Di antara produk yang dimaksud adalah output pendidikan yang jujur, berpikir analitis, kreatif, dan mandiri. Dengan proses belajar sains yang baik diharapkan dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan tersebut. Akan sangat berarti jika selama proses belajar siswa benarbenar mengerti dan memahami apa-apa yang dipelajari. Pada kenyataannya, dalam proses belajar sebagian besar siswa belum menyadari sepenuhnya tujuan yang hakiki yakni dihasilkannya output pendidikan yang jujur, berpikir analitis, kreatif, dan mandiri. Berkaitan dengan masalah tersebut, maka proses pembelajaran suatu materi perlu dirancang dengan baik sehingga belajar dapat lebih bermakna. Siswa perlu diberi kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan kecerdasannya dan kondisi berpikirnya. Berdasarkan kajian dan wacana di atas, didukung oleh teori-teori belajar yang sudah dikemukakan, kerangka berfikir dari penelitian ini dapat dicermati pada bagan berikut ini. Peningkatan Fungsi Hasil BelajarD.Sains Siswa Teori Belajar Solusi Metode dan Media Pembelajaran Lab Riil Aktivitas belajar siswa Lab Virtuil Prestasi Belajar 51 Melalui simulasi menggunakan media animasi, siswa dapat memahami konsep ilmiah yang abstrak dengan lebih baik. Reaksi kimia yang terjadi dalam penambahan asam atau basa ke dalam larutan buffer dapat diperjelas melalui media animasi dalam laboratorium virtual. Pengikatan ion H+ pada penambahan asam oleh komponen yang ada dalam larutan sehingga penambahan asam tidak menjadikan [H+] di dalam larutan bertambah dapat ditunjukkan dalam media tersebut. Demikian juga penambahan basa tidak menjadikan pH larutan naik dapat dilihat proses pengikatan ion OH- melalui media animasi. Pada peristiwa hidrolisis, ion yang berasal dari asam lemah atau basa lemah di dalam senyawa garam bereaksi dengan pelarut air. Dari reaksi ini ion yang berasal dari asam lemah, misalnya CH3COO- , bereaksi dengan H2O menghasilkan OH- sehingga larutan garam bersifat basa. Sementara ion yang berasal dari basa lemah, misalnya NH 4+ , bereaksi dengan H2O menghasilkan H+ sehingga larutan garam bersifat asam. Peristiwa ini dapat ditunjukkan melalui media animasi dalam laboratorium virtual. Dalam pembelajaran larutan buffer dan hidrolisis garam melalui media laboratorium riil siswa dapat mengamati adanya larutan yang pHnya tidak berubah dengan penambahan asam atau basa. Siswa mencari jawaban dengan bimbingan guru perihal mengapa pH larutan tersebut relative tetap pada penambahan sejumlah tertentu asam atau basa. Dalam hal ini siswa mengambil kesimpulan berdasarkan teori yang sudah ada. Setelah teridentifikasi adanya larutan buffer dan garam yang mengalami hidrolisis, siswa menentukan pH larutan buffer atau hidroisis garam menggunakan rumus yang sudah ada. Laboratorium virtual melalui media animasi dapat memperjelas hal yang abstrak menjadi lebih nyata. Peristiwa reaksi kimia yang menjadikan pH larutan tidak berubah dapat dibuktikan melalui kegiatan praktikum di laboratorium riil. Pada pencampuran larutan asam lemah dengan basa kuat atau larutan asam kuat dengan basa lemah siswa dapat mengidentifikasi larutan yang tergolong buffer dan yang merupakan garam yang terhidrolisis. Dengan menggunakan media laboratorium virtual, reaksi yang menjadikan larutan buffer tidak berubah bisa diamati melalui media animasi. Demikian juga reaksi hidrolisis yang menjadikan garam bersifat asam atau basa bisa dilihat terbentuknya ion H+ atau OH- sehingga garam bersifat asam atau basa. Diperkirakan dengan media 52 laboratorium virtual siswa akan lebih mudah mengidentifikasi larutan buffer atau bukan buffer dan lebih mudah mengingat garam bersifat asam atau basa. Dengan demikian siswa akan lebih mudah merumuskan [H+] atau [OH-] untuk menentukan pH larutan buffer dan hidrolisis garam. Setelah memahami penggunaan laboratorium riil dan laboratorium virtual dapat dibandingkan fungsi keduanya. Dengan laboratorium virtual siswa dapat mengidentifikasi larutan buffer dari larutan yang bukan buffer. Siswa dapat mengamati bagaimana terikatnya ion H+ atau OH- yang menjadikan penambahan asam atau basa tidak banyak mengubah pH larutan buffer. Pada peristiwa hidrolisis, siswa dapat mengamati terjadinya reaksi komponen garam yang berasal dari asam lemah dengan molekul H2O menghasilkan ion OH- sehingga garam bersifat basa. Dalam larutan garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah, siswa dapat mengamati reaksi antara komponen garam yang berasal dari basa lemah dengan H2O menghasilkan ion H+ sehingga garam bersifat asam. Karakteristik siswa yang memiliki gaya belajar visual di antaranya lebih banyak mengingat dari apa yang dilihat daripada yang didengar, mudah lupa jika disuruh menyampaikan pesan verbal kepada orang lain, biasa mengingat dengan menggunakan cara asosiasi visual. Sementara ciri-ciri gaya belajar kinestetik antara lain belajar melalui memanipulasi dan praktik, menghapal dengan cara berjalan dan melihat, selalu ingin melakukan atau mencoba segala sesuatu, dan menyukai permainan yang menyibukkan. Materi Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam tergolong materi yang di dalamnya abstrak dan tidak banyak melibatkan kemampuan gerak atau kegiatan praktikum. Dengan menggunakan media yang melibatkan kemampuan mengamati gambar, siswa yang memiliki gaya belajar visual akan lebih terbantu untuk lebih mudah memahami materi ini. Sebaliknya, karena titik berat materi bukan pada pemanfaatan kemampuan gerak atau kegiatan praktikum maka siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik tidak banyak terbantu kemampuannya dalam mempelajari materi Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam. Kegiatan praktikum membantu sampai pada mengidentifikasi larutan buffer atau bukan buffer, tidak sampai pada sebab tidak berubahnya pH. Dengan demikian, siswa yang memiliki gaya belajar visual lebih cocok dengan karakteristik 53 materi buffer dan Hidrolisis Garam terutama yang menggunakan media laboratorium virtuil. Setelah mengidentifikasi larutan buffer dan bukan buffer serta hidrolisis garam, siswa menentukan pH larutan. Baik dengan menggunakan laboratorium riil maupun virtual, langkah untuk menentukan pH larutan sama. Dalam tahap pembelajaran ini pemahaman konsep pH larutan digunakan untuk menghitung pH larutan dalam larutan buffer dan hidrolisis garam. Penentuan [H+ ] dan [OH- ] sesuai untuk larutan buffer atau hidrolisis garam kemudian pH ditentukan dari nilai – log [H+ ] dan – log [OH- ] sebagaimana dalam materi pH Larutan.. Pemahaman siswa tentang pH Larutan akan membantu siswa dalam menentukan pH larutan buffer dan garam terhidrolisis. Jika siswa memahami konsep pH larutan dengan baik , siswa akan mudah menentukan pH larutan buffer dan larutan garam yang mengalami hidrolisis. Dalam pembelajaran menggunakan media laboratorium riil siswa melakukan aktifitas yang berkaitan dengan fisik. Mengamati secara langsung pH larutan buffer dan yang bukan buffer. Siswa melakukan sendiri pencampuran larutan kemudian mengukur sendiri pH larutan setelah ditambahkan ”sedikit” asam atau basa. Kegiatan ini sejalan dengan ciri-ciri siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik. Dengan aktifitas belajar yang banyak melibatkan kegiatan fisik dan mengamati langsung, anak yang memiliki gaya belajar kinestetik merasa lebih cocok. Dalam pembelajaran menggunakan media laboratorium virtuil siswa mengamati terjadinya reaksi kimia melalui media animasi. Siswa melihat dan memperhatikan tampilan melalui media yang berupa gambar. Tidak banyak informasi yang berupa intstruksi suara atau gerakan fisik dari guru maupun media yang digunakan dalam pembelajaran. Siswa mengamati tampilan dalam media animasi kemudian dari apa yang dilihatnya siswa menyimpulkan adanya larutan yang bersifat sebagai larutan buffer dan peristiwa hidrolisis garam. Kegiatan ini banyak memiliki kemiripan dengan ciri-ciri anak yang memiliki gaya belajar visual. Diperkirakan cara belajar menggunakan media animasi lebih sesuai untuk siswa yang memiliki gaya belajar visual. Kemampuan awal menunjukkan status pengetahuan dan keterampilan siswa sekarang untuk menuju ke status yang akan datang yang diinginkan guru agar dicapai oleh siswa. Dengan kemampuan ini dapat ditentukan dari mana pengajaran harus 54 dimulai. Kemampuan terminal merupakan arah tujuan pengajaran diakhiri. Jadi, pengajaran berlangsung dari kemampuan awal sampai ke kemampuan terminal itulah yang menjadi tanggung jawab pengajar. Sebelum mempelajari materi Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam siswa telah belajar materi pH Larutan. Dalam materi ini siswa melakukan praktikum dalam bentuk kegiatan mengukur pH Larutan. Dengan bekal tersebut, pada pembelajaran Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam siswa telah memiliki pengalaman yang diperlukan untuk mengukur perubahan pH Larutan. Siswa diperkirakan bisa mempelajari Materi Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam dengan lebih baik khususnya pada penerapan model inkuiri terbimbing menggunakan media laboratorium riil. Menurut Gunawan (2003: 139) gaya belajar adalah cara yang lebih disukai seseorang dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan memahami suatu informasi. Sebagai misal, ketika kita ingin mempelajari tentang tanaman, kita mungkin lebih senang jika belajar melalui video, mendengarkan ceramah, membaca buku, atau lebih senang belajar melalui cara bekerja langsung di perkebunan atau mengunjungi kebun raya. Karakteristik materi dalam Kompetensi Dasar pH Larutan berisi materi yang diperlukan untuk mempelajari materi yang ada dalam Kompetensi Dasar Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam. Pengalaman siswa ketika mempelajari pH Larutan, khususnya kegiatan praktikum mengukur pH Larutan, bisa membantu siswa ketika melakukan kegiatan pengukuran pH dalam pembelajaran Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam. Pengalaman ini mestinya lebih dirasakan manfaatnya bagi siswa yang memiliki kecenderungan gaya belajar kinestetik. Siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dimungkinkan memiliki pengalaman praktikum dan penentuan harga pH yang lebih baik dari yang kemampuan awalnya rendah. Hal itu diidentifikasi dari pencapaian nilai pada kompetensi dasar pH Larutan yang lebih tinggi. Diperhitungkan anak yang memiliki kemampuan awal tinggi dan memiliki gaya belajar kinestetik akan lebih mudah memahami materi larutan buffer dan hidrolisis garam. Artinya, ada kecenderungan interaksi antara gaya belajar anak dengan kemampuan awal kompetensi Dasar pH Larutan dalam pengaruhnya terhadap hasil belajar materi Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam. 55 Lebih lanjut dapat diperkirakan bahwa siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik, kemampuan awal tinggi lebih cocok dengan pembelajaran dengan model inkuiri menggunakan media laboratorium riil. Dalam hal ini pengalaman melakukan praktikum pada pembelajaran pH Larutan bisa menjadi bekal belajar Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam, terutama dengan menggunakan media laboratoeium riil. Siswa yang memiliki gaya belajar visual, kemampuan awal tinggi atau rendah, dilihat dari gaya belajarnya lebih cocok dengan pembelajaran menggunakan media laboratorium virtual. Di sisi lain, jika kemampuan awalnya tinggi memiliki dasar yang lebih banyak untuk digunakannya media laboratorium riil. Diperkirakan ada interaksi antara pembelajaran inkuiri dengan media laboratorium virtual dan riil, gaya belajar dan kemampuan awal. D. HIPOTESIS Dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, dasar teori dan kerangka berpikir, dapat disusun hipotesis sebagai berikut : 1. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang belajar materi Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam dengan model inkuiri terbimbing menggunakan media belajar laboratorium virtual berupa media animasi dengan siswa yang belajar dengan model inkuiri terbimbing menggunakan media laboratorium riil. 2. Ada perbedaan prestasi belajar materi Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam antara siswa yang memiliki gaya belajar visual dengan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik. 3. Ada perbedaan prestasi belajar Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dengan siswa yang memiliki kemampuan awal rendah. 4. Ada interaksi antara pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing menggunakan media laboratorium virtual dan laboratorium riil dengan gaya belajar siswa dalam pembelajaran materi Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam. 5. Ada interaksi antara pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing menggunakan media laboratorium virtual dan laboratorium riil dengan kemampuan awal dalam pembelajaran materi Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam. 6. Ada interaksi antara gaya belajar siswa dengan kemampuan awal dalam pembelajaran materi Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam. 56 7. Ada interaksi antara pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing menggunakan media laboratorium virtual dan laboratorium riil dengan gaya belajar siswa dan kemampuan awal dalam pembelajaran materi Larutan Buffer dan Hidrolisis Garam.