kti lengkap - simtakp.uui.ac.id

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN
IBU TENTANG KESETARAAN GENDER DALAM RUMAH
TANGGA DIDESA PALOH NALEUNG KECAMATAN
TITEU KABUPATEN PIDIE
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Menyelesaikan
Program Studi Diploma III Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh
Oleh:
TUTIA RAHMI
NIM : 10010158
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN U’BUDIYAH
PROGRAM STUDI DIPLOMA-III KEBIDANAN
BANDA ACEH TAHUN 2013
ABSTRAK
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Tentang Kesetaraan
Gender Dalam Rumah Tangga Di Desa Paloh Naleung Kecamatan Titeu
Kabupaten Pidie Tahun 2013
Tutia Rahmi¹,Ramli²
xii + 45 halaman: 12 Tabel, 1 Gambar, 12 Lampiran
Latar Belakang : Dalam kenyataannya masih banyak perbedaan hak dan
kewajiban yang pincang dalam kehidupan sehari-hari antara pria dan wanita. Pria
dan wanita mempunyai hak yang sama demikian juga kewajibannya tetapi hanya
karena kodratnya terjadi perbedaan yang ditentukan oleh reproduksinya. Fakta
menunjukkan bahwa terdapat perlakukan yang berbeda diantaranya karena
seorang laki-laki sebagai kepala keluargamemerlukan kekuatan fisik yang lebih
besar untuk mampu memberikan perlindungan pada keluarga serta ada juga
semboyan di masyarakat bahwa perempuan akhirnya akan dikawinkan mengapa
diperlakukan sama dengan anak laki-laki.
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pengetahuan Ibu Tentang Kesetaraan Gender Dalam Rumah Tangga Di Desa
Paloh Naleung Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2013.
Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross
sectional,. Pengambilan sampel menggunakan tehknik achidental sampling
sebanyak 96 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan
kuesioner yang berisikan 12 pertanyaan.
Hasil penelitian : Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 juli sampai dengan 1
agustus 2013, yang diperoleh dari 96 responden adalah yang berpendidikan tinggi
berpengetahuan tinggi yaitu sebanyak 13 orang (76,5%) didapatkan nilai
Probabilitas (p) 0,000.
sehingga ada pengaruh yang signifikan antara
pengetahuan ibu tentang kesetaraan gender dalam rumah tangga, yang berumur
dewasa awal berpengetahuan rendah yaitu sebanyak 38 orang (59,4%) didapatkan
nilai Probabilitas (p) 0,000 sehingga ada pengaruh yang signifikan antara umur
ibu tentang kesetaraan gender dalam rumah tangga, dengan sumber informasi
cukup berpengetahuan tinggi yaitu sebanyak 20 orang (71,4%) didapatkan nilai
Probabilitas (p) 0,000 sehingga ada pengaruh yang signifikan antara informasi
ibu tentang kesetaraan gender dalam rumah tangga.
Kesimpulan dan Saran : Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa
pengetahuan ibu tentang persamaan gender masih rendah. Diharapkan bagi
instansi terkait dapat mengupayakan peningkatan derajat perempuan berdasarkan
hak dan kewajibannya melalui peningkatan pemahaman akan persamaan gender
dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.
Kata kunci
Sumber
: Pengetahuan, Pendidikan, Umur dan Sumber informasi
: 16 buku (2004-2012) + 9 internet
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah peneliti memanjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan berkat, rahmat dan hidayah-Nya serta shalawat dan salam
kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW sehingga peneliti dapat menyelesaikan
Karya Tulis llmiah yang berjudul "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Pengetahuan Ibu Tentang Kesetaraan Gender Dalam Rumah Tangga Di
Desa Paloh Naleung Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie”.
Adapun tujuan Karya Tulis Ilmiah ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan program studi Diploma III Kebidanan, dalam penelitian Karya
Tulis Ilmiah ini, peneliti banyak menerima arahan, masukan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu. pada kesempatan ini peneliti menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada yang terhormat
1. Bapak Dedi Zefrijal. S.T, selaku Ketua Yayasan STIKes U'budiyah Banda
Aceh.
2. Ibu Marniati, M.Kes, Selaku Ketua STIKes U'budiyah Banda Aceh.
3. Ibu Cut Efriana. SST, Selaku Ketua Prodi Jurusan Kebidanan U'budiyah
Banda Aceh.
4. Bapak H. Muslem. S.Sos. Selaku Pengelola Ubudiyah Sigli.
5. Drs. Ramli, M. Kes, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan
mengarahkan Karya Tulis Ilmiah ini sehingga dapat selesai dengan baik.
6. Seluruh Dosen pengajar kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U'budiyah
yang telah membekali peneliti dari awal bangku kuliah sampai selesai
pendidikan ini.
7. Kepada Ayahanda serta Ibunda tercinta serta seluruh keluarga yang telah
memberikan dorongan baik materi maupun moril sehingga Karya Tulis Ilmiah
ini dapat diselesaikan.
8. Teman-teman sejawat dan seangkatan di jurusan kebidanan STIKes Ubudiyah
Banda Aceh yang telah banyak membantu dalam penelitian Karya Tulis
Ilmiah ini.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih
terdapat banyak kekurangan, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari seluruh pihak agar Karya Tulis Ilmiah ini menjadi lebih
baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih
banyak kekurangan dan kejanggalan, untuk itu kritik dan saran bersifat
membangun sangat peneliti harapkan guna kesempurnaan penelitian ini, atas
kritik dan saran peneliti mengucapkan terima kasih.
Banda Aceh,
September 2013
Peneliti
DAFTAR ISI
Hal
JUDUL LUAR
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................
ABSTRAK .........................................................................................................
PERNYATAAN PERSETUJUAN.....................................................................
PENGESAHAN PENGUJI ................................................................................
KATA PENGANTAR .........................................................................................
MOTTO
.........................................................................................................
DAFTAR ISI….. ..................................................................................................
DAFTAR TABEL….. .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR….. .....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN….. ................................................................................
BAB
I
BAB II
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
x
xi
xii
PENDAHULUAN ............................................................................
A. Latar Belakang ............................................................................
B. Rumusan Masalah ........................................................................
C. Tujuan Penelitian ........................................................................
5
1.Tujuan Umum .........................................................................
2. Tujuan Khusus .......................................................................
D. Manfaat Penelitian ......................................................................
1
1
5
TIJAUAN KEPUSTAKAAN ........................................................
A. Konsep Kesetaraan Gender .......................................................
1. Definisi ................................................................................
8
2. Peran Gender Dalam Masyarakat...........................................
10
3. Peran Gender Dalam Keluarga...............................................
4. Bentuk Diskriminasi Gender ..................................................
5. Keseteraan Gender .................................................................
B. Pengetahuan .................................................................................
1. Definisi ................................................................................
2. Tingkat Pengetahuan ..............................................................
16
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ...................
17
8
8
BAB III KERANGKA PENELITIAN ........................................................
A. Kerangka Konsep ......................................................................
B. Definisi Operasional...................................................................
C. Cara Pengukuran Variabel ........................................................
5
5
6
11
12
13
15
15
23
23
24
25
D. Hipotesa Penelitian.....................................................................
25
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN ...................................................
A. Jenis Penelitian ...........................................................................
B. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................
C. Populasi dan Sampel...................................................................
1. Populasi ..................................................................................
2. Sampel ....................................................................................
D. Cara pengumpulan Data .............................................................
1. Data Primer ............................................................................
2. Data Skunder ..........................................................................
E. Instrumen Penelitian ...................................................................
F. Pengolahan Data dan Analisa Data .............................................
1. Pengolahan Data.....................................................................
2. Analisa Data ...........................................................................
27
27
27
27
27
28
28
28
28
28
29
29
30
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................
A. Gambaran Umum Dan Lokasi Penelitian .................................
B. Hasil Penelitian .........................................................................
C. Pembahasan ...............................................................................
BAB VI
PENUTUP ......................................................................................... 44
A. Kesimpulan ................................................................................. 44
B. Saran ............................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
32
32
32
38
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................
23
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembaran Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 2. Lembaran Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
Lampiran 4. Surat Study Pendahuluan
Lampiran 5. Lembaran Konsultasi
Lampiran 6. Daftar Hadir Seminar proposal
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1 Definisi Operasional ....................................................................
24
PENGESAHAN PENGUJI
Karya Tulis Ilmiah Ini Telah Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji
Diploma III Kebidanan STIKes U’Budiyah Banda Aceh
Banda Aceh, Agustus 2012
Tanda Tangan
Pembimbing :Drs.RAMLI M.Kes
(____________________)
Penguji I
: ARIFUL ADLI, SKM,M.Kes
(____________________)
Penguji II
: NUZULUL RAHMI, SST
(____________________)
MENYETUJUI
KETUA STIKES U’BUDIYAH
BANDA ACEH
MENGETAHUI
KETUA PRODI DIPLOMA
III
KEBIDANAN
(MARNIATI, M.Kes)
(NUZULUL RAHMI, SST)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gender merujuk pada perbedaan antara perempuan dan laki-laki sejak
lahir, tumbuh kembang dan besar melalui proses sosialisasi di lingkungan
keluarga dan masyarakat. Lingkungan sosial mereproduksi pembedaan peran
gender melalui pemisahan kepantasan untuk perempuan dan kepantasan untuk
laki-laki. Pembedaan peran gender tidak bersifat universal, tetapi berbeda antara
satu kebudayaan dengan kebudayaan lainnya dan dapat berubah seiring dengan
perkembangan zaman. Singkat kata, bahwa gender adalah konsep yang mengacu
pada peran dan tanggungjawab perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat dari
dan dapat berubah oleh konstruksi/ keadaan sosial budaya masyarakat (Kemenkes,
RI, 2011).
Gender kadang-kadang dianggap sebagai sesuatu kodrati. Misalnya peran
laki-laki sebagai kepala keluarga atau peran perempuan sebagai ibu rumah tangga,
yang menempatkan perempuan dalam kerja domestik dan laki-laki dalam kerja
publik.
Dampak
adanya
pandangan
seperti
ini
menimbulkan
bahkan
menumbuhkan asumsi yang bias gender dan/atau diskriminatif, misalnya, bahwa
perempuan (terutama di pedesaan) tidak perlu mendapat pendidikan yang tinggi
atau bahkan jika perempuan sudah memiliki pendidikan tinggi pun, tetap dinilai
lebih baik kalau lebih berkonsentrasi pada kerja yang bersifat domestik,
ketimbang memanfaatkan keahlian dari hasil pendidikan tingginya. Di sisi lain,
ternyata dalam praktik kehidupan sehari-hari kita menjumpai banyak kepala
keluarga yang disandang perempuan berperan dan harus bertanggung jawab atas
kebutuhan dan kesejahteraan keluarganya. Misalnya, perempuan yang karena
bercerai atau ditinggal mati suaminya, atau perempuan yang tidak menikah tetapi
mempunyai banyak anak asuh, baik dari keluarga maupun karena mengasuh anak
orang lain (Kemendagri, 2012).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kerentanan, ketidakberdayaan, dan
pemiskinan perempuan. Yang utama ialah ketidakpahaman bahwa hak asasi
perempuan adalah hak asasi manusia, bahwa karena dia adalah perempuan, yaitu
fungsi reproduksinya, memiliki kepentingan dan kebutuhan khusus yang berbeda
dengan laki-laki. Ketidakfahaman ini dapat tercermin/tersirat dalam berbagai
Peraturan Perundang-undangan termasuk kebijakan teknis, sehingga tidak mudah
bagi perempuan untuk mengakses hasil pembangunan secara setara dan
berkeadilan (Kemendagri, 2012).
Millenium Development Goals (MDGs) merupakan komitmen nasional dan
global dalam upaya lebih menyejahterakan masyarakat melalui pengurangan
kemiskinan dan kelaparan, pendidikan, pemberdayaan perempuan, kesehatan, dan
kelestarian lingkungan. 8 (delapan) tujuan (goals) menjadi komitmen MDGs
mencakup: (1) Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan; (2) Mencapai
Pendidikan Dasar untuk Semua; (3) Mendorong Kesetaraan Gender dan
Pemberdayaan Perempuan; (4) Menurunkan Angka Kematian Anak; (5)
Meningkatkan Kesehatan Ibu; (6) Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit
Menular lainnya; (7) Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup; dan (8)
Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan (BPPN, 2010).
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri dari dua orang atau
lebih, adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah, hidup dalam satu rumah
tangga,dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga, berinteraksi diantara
sesama anggota keluarga. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masingmasing dalam menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan (Effendy, 2008).
Dalam ranah keluarga, suami dan istri memiliki peran masing-masing.
Dalam beberapa hal ada bidang-bidang pekerjaan yang dapat dilakukan oleh
keduanya, sendiri-sendiri atau bersamaan. Namun ada bagian-bagian lain yang
peran itu tidak dapat disetarakan atau disamakan. Tugas mencari nafkah
kehidupan keluarga tetap terletak ditangan suami, sebagai kepala rumah tangga.
Dan bila wanita melakukan hal yang sama, itu bukan sebuah kewajiban sepanjang
suaminya masih mampu (Atmojo, 2012).
Dalam kenyataannya masih banyak perbedaan hak dan kewajiban yang
pincang dalam kehidupan sehari-hari antara laki-laki dan wanita. Laki-laki dan
wanita mempunyai hak yang sama demikian juga kewajibannya tetapi hanya
karena kodratnya terjadi perbedaan yang ditentukan oleh reproduksinya. Fakta
menunjukkan bahwa terdapat perlakukan yang berbeda diantaranya karena
seorang laki-laki sebagai kepala keluargamemerlukan kekuatan fisik yang lebih
besar untuk mampu memberikan perlindungan pada keluarga serta ada juga
semboyan di masyarakat bahwa perempuan akhirnya akan dikawinkan mengapa
diperlakukan sama dengan anak laki-laki (Manuaba, 2011).
Dampak berkelanjutan dari penilaian wanita yang rendah sering terjadi dan
dapat merugikan wanita. Sementara itu wanita dituntut dapat menurunkan
generasi yang tangguh namun hal ini sulit dipenuhi karena pendidikannya rendah,
hak kesehatannya dinomorduakan karena yang didahulukan adalah kaum pria,
perkawinan relatif pada usia muda dan penghasilan sendiri kurang karena
berkaitan dengan pendidikannya dan tugas sebagai ibu rumah tangga (Manuaba,
2011).
Berdasarkan hasil perolehan data awal yang peneliti lakukan di Desa Paloh
Naleung Terdapat jumlah penduduk 377 jiwa diamana didomisili 96 kepala
keluarga dengan populasi yang akan diteliti adalah ibu-ibu berjumlah 96 orang.
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan pada 6 (6,3%) ibu di Desa Paloh
Naleung didapatkan bahwa 4 (4,2%) ibu tidak mengetahui atau belum pernah
mendengar tentang gender dan persamaan gender dan selama ini tugas-tugas
perempuan dilakukan oleh ibu dari awal terbit matahari mengurus suami, anakanak dan rumah tangga sampai terbenam matahari jikala mau tidur selesailah
tugas ibu, termasuk melayani suami dan besok harinya akan berulang seperti harihari kemarin yang merupakan tugas rutin (Data Desa Paloh Naleung, 2012).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu
Tentang Kesetaraan Gender Dalam Rumah Tangga Di Desa Paloh Naleung
Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2013”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah yang diangkat
adalah “Apa Saja Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu
Tentang Kesetaraan Gender Dalam Rumah Tangga Di Desa Paloh Naleung
Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2013?.”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu
Tentang Kesetaraan Gender Dalam Rumah Tangga Di Desa Paloh Naleung
Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2013
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu
Tentang Kesetaraan Gender Dalam Rumah Tangga Di Desa Paloh Naleung
Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2013 di tinjau dari pendidikan.
b. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu
Tentang Kesetaraan Gender Dalam Rumah Tangga Di Desa Paloh Naleung
Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2013 di tinjau dari umur.
c. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu
Tentang Kesetaraan Gender Dalam Rumah Tangga Di Desa Paloh Naleung
Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2013 di tinjau dari sumber
informasi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti
Peneliti dapat memperoleh pengalaman yang berharga mengenai
persamaan gender yang merupakan budaya patriaki yang terjadi di
masyarakat.
2. Bagi peneliti lainya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data
dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai persamaan gender
3. Manfaat bagi akademik
Dapat menambah literature sebagai bahan bacaan diperpustakaan
kampus U’Budiyah Sigli.
4. Bagi ibu
Dapat menambah wawasan pengetahuan tentang gender dan hak-hak
perempuan dalam menjalankan kewajibannya.
5. Bagi instansi terkait
Dapat menjadi bahan masukan untuk dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam upaya peningkatan derajat perempuan berdasarkan hak
dan kewajibannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Kesetaraan Gender
1. Definisi
Kata Gender berasal dari bahasa Inggris berarti “jenis kelamin”. Dalam
Webster’s NewWorld Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang
tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.
Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu
konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal
peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan
perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Kata gender jika ditinjau
secara terminologis merupakan kata serapan yang diambil dari bahasa Inggris.
Kata gender ini jika dilihat posisinya dari segi struktur bahasa (gramatikal)
adalah bentuk nomina (noun) yang menunjuk kepada arti jenis kelamin, sex
atau disebut dengan al-jins dalam bahasa Arab. Sehingga jika seseorang
menyebut atau bertanya tentang gender maka yang dimaksud adalah jenis
kelamin dengan menggunakan pendekatan bahasa. Kata ini masih terbilang
kosa kata baru yang masuk ke dalam khazanah perbendaharaan kata bahasa
Indonesia, Istilah ini menjadi sangat lazim digunakan dalam beberapa dekade
terakhir. Pengertian gender secara terminologis cukup banyak dikemukakan
oleh para feminis dan pemerhati perempuan. Julia Cleves Musse dalam
bukunya Half the World, Half a Chance mendefinisikan gender sebagai sebuah
peringkat peran yang bisa diibaratkan dengan kostum dan topeng pada sebuah
acara pertunjukan agar orang lain bisa mengidentifikasi bahwa kita adalah
feminim atau maskulin (Rukmina, 2007).
Menurut BKKBN (2007) Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan
tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil
konstruksi sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Sedangkan Depkes RI (2008) menjelaskan bahwa gender adalah pembedaan
peran, perilaku, perangai laki-laki dan perempuan oleh budaya/masyarakat
melalui interpretasi terhadap perbedaan biologis laki-laki dan perempuan. Jadi
gender, tidak diperoleh sejak lahir tapi dikenal melalui proses belajar
(sosialisasi) dari masa anak-anak hingga dewasa. Oleh karena itu, gender dapat
disesuaikan dan diubah. Setiap masyarakat mengembangkan identitas gender
yang berbeda, tetapi kebanyakan masyarakat membedakan laki-laki dan
perempuan dengan maskulin dan feminim. Maskulin identik dengan
keperkasaan, bergelut di sektor publik, jantan dan agresif. Sedangkan feminim
identik dengan lemah lembut, berkutat di sektor domestic (rumah), pesolek,
pasif, dan lain-lain. Disebabkan oleh pembedaan yang tegas terhadap peran
laki-laki dan perempuan yang selama ini terjadi didukung oleh budaya
patriarkhi yang sangat mendominasi menyebabkan ketimpangan gender itu
terjadi. Di dalam kehidupan sosial muncul stereotip tertentu terhadap laki-laki
dan perempuan. Padahal gender ini sifatnya netral dan tidak memihak. Peran
laki-laki dan perempuan sangat ditentukan dari suku, tempat, umur, pendidikan
serta perkembangan zaman. Selama ini yang terjadi adalah bias gender yang
berpihak kepada laki-laki.
2. Peran Gender Dalam masyarakat
Menurut Iriyanto dan Winaryati (2010) Perjuangan umat manusia
dalam mencapai kesetaraan gender telah berlangsung secara revolusioner
hingga mencapai suatu gerakan dunia yang kini disebut pengarusutamaan
gender (PUG) adalah perwujudan dari komitmen global penghormatan
terhadap hak-hak asasi manusia (HAM), berkaitan dengan kesamaan
kesempatan dan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan
peran-peran politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya dalam kehidupan
masyarakat dan rumah tangga.
Berkembangnya isu Gender di masyarakat dan maraknya inisiatifinisiatif yang memperjuangkan kesetaraan Gender juga memicu sebagian orang
menjadi berpikir dikotomis. Yang dimaksud adalah cara berpikir yang
menempatkan perempuan dan laki-laki pada dua kubu yang berseberangan.
Perempuan ditempatkan pada kubu yang teraniaya dan lemah, sedangkan lakilaki dipandang sebagai kubu penguasa yang menjajah perempuan. Hasil dari
pemikiran seperti ini tidak akan memunculkan perilaku sadar Gender dan tidak
akan mendukung ke arah terjadinya kesetaraan Gender. Yang akan muncul
justru ‘perang’ antara perempuan pada kubu ‘teraniaya’ yang merasa terjajah,
ingin memberontak dan menguasai laki-laki, sementara kaum laki-laki pada
kubu ‘penguasa’ yang takut kekuasaannya diambil dan selalu khawatir
terhadap dominasi kaum perempuan. Yang terjadi selanjutnya adalah
terjadinya pertarungan antara kubu perempuan dan laki-laki tanpa jelas apa
yang sebenarnya diperdebatkan. Kondisi seperti ini tentunya tidak mendukung
sama sekali pada tujuan utama kita membicarakan ‘kesetaraan Gender’ (Dede
William, 2006).
3. Peran Gender Dalam Keluarga
Kehidupan rumah tangga jika dilihat dari aktivitasnya terdiri atas 2 unit
pekerjaan, yaitu pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan pasar. Pekerjaan rumah
tangga adalah pekerjaan yang dilakukan dalam rumah tangga yang
berhubungan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup anggotanya baik
barang maupun jasa. Pekerjaan pasar adalah pekerjaan yang dilakukan untuk
memperoleh upah di pasar tenaga kerja. Aktivitas pekerjaan rumah tangga
menurut jenisnya dapat diklasifikasikan menjadi 6 jenis pekerjaan, yaitu
(Dewanti, 2008):
a. Berbelanja bahan makanan dan memasak
b. Menyiapkan makanan dan keperluannya termasuk mencuci peralatan makan
dan minum
c. Membersihkan dan memelihara rumah
d. Mencuci pakaian
e. Menyediakan air untuk mandi dan cuci anggota rumah tangga
f. Mengasuh, merawat, dan mendidik anak
Peran gender dalam keluarga juga berkaitan dengan harapan terhadap
peran dan tugas yang disepakati antara ayah dan ibu. Harapan dan tugas ayah
adalah untuk memiliki fisik yang kuat, mampu mencari nafkah, dan mampu
melakukan pekerjaan rumah yang berhubungan dengan kekuatan fisik.
Sedangkan harapan dan tugas ibu adalah dapat menyiapkan anak-anak secara
fisik dan emosional serta sebagai pendidik anak-anak. Dengan demikian terjadi
”gap” yang besar dari harapan peran gender dalam keluarga antara ayah dan
ibu. Gap tersebut kemudian berdampak pada perilaku orang tua dalam
melakukan pengasuhan pada anaknya juga terbias oleh gender (Dewanti,
2008).
4. Bentuk Diskriminasi Gender
Menurut Kemenkes RI (2011) perbedaan dan peran gender sebenarnya
bukan suatu masalah sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan dan
ketidaksetaraan gender. Perlu ditekankan bahwa meskipun laki-laki dan
perempuan dari sisi biologis berbeda, namun dari sisi sosial, laki-laki dan
perempuan idealnya mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama.
Contohnya laki-laki jadi ilmuwan, perempuan juga bisa jadi ilmuwan, laki-laki
menjadi pemimpin, perempuan juga bisa jadi pemimpin, dan lain-lain. Namun
demikian, kondisi ideal tersebut belum tercipta karena masih terjadi
ketidakadilan dan ketidaksetaraan atau diskriminasi gender.
Ketidakadilan atau diskriminasi gender sering terjadi dalam keluarga
dan masyarakat serta di tempat kerja dalam berbagai bentuk, yaitu (BKKBN,
2007):
a. Stereotip/Citra Baku, yaitu pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin yang
seringkali bersifat negatif dan pada umumnya menyebabkan terjadinya
ketidakadilan. Misalnya, karena perempuan dianggap ramah, lembut, rapi,
maka lebih pantas bekerja sebagai sekretaris, guru Taman Kanak-kanak;
kaum perempuan ramah dianggap genit; kaum laki-laki ramah dianggap
perayu
b. Subordinasi/Penomorduaan, yaitu adanya anggapan bahwa salah satu jenis
kelamin dianggap lebih rendah atau dinomorduakan posisinya dibandingkan
dengan jenis kelamin lainnya. Contoh: Sejak dulu, perempuan mengurus
pekerjaan domestik sehingga perempuan dianggap sebagai “orang rumah”
atau “teman yang ada di belakang”.
c. Marginalisasi/Peminggiran, adalah kondisi atau proses peminggiran
terhadap salah satu jenis kelamin dari arus/pekerjaan utama yang berakibat
kemiskinan. Misalnya, perkembangan teknologi menyebabkan apa yang
semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin
yang pada umumnya dikerjakan oleh laki-laki
d. Beban Ganda/Double Burden, adalah adanya perlakuan terhadap salah satu
jenis kelamin dimana yang bersangkutan bekerja jauh lebih banyak
dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya.
5. Kesetaraan Gender
Hakekat keadilan dan kesetaraan gender memang tidak bisa dilepaskan
dari konteks yang selama ini dipahami oleh masyarakat tentang peranan dan
kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam realitas sosial mereka.
Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu konstruksi/bangunan
budaya tentang peran, fungsi dan tanggung jawab sosial antara laki-laki dan
perempuan. Kondisi demikian mengakibatkan kesenjangan peran sosial dan
tanggung jawab sehingga terjadi diskriminasi, terhadap laki-laki dan
perempuan. Hanya saja bila dibandingkan, diskriminasi terhadap perempuan
kurang menguntungkan dibandingkan laki-laki (Kusdarini, 2010).
Berdasarkan pada pemahaman tradisional tersebut terdapat dua
pendekatan yang biasa diterapkan dalam kesetaraan gender. Pendekatan
pertama menafikan perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan dan
memperlakukan mereka sama yang kedua menerima perbedaan tersebut dan
memperkuatnya dengan pemberian perlakuan yang berbeda-beda. Berkaitan
dengan kesetaraan perempuan, kedua praktek yang dominan ini disebut model
kesetaraan formal dan proteksionis. Di samping itu, terdapat pendekatan ketiga,
yaitu yang berfokus pada asumsi-asumsi di balik pembedaan tersebut serta
dampaknya terhadap perempuan, yang membantu mengidentifikasi dan
mengoreksi ketidakberuntungan (Luhulima, 2007).
Kesetaran gender adalah kesetaraan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia,
agar mampu berperan dan berpartispasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial
budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati
hasil pembangunan tersebut
Jadi kesetaraan gender adalah menerima dan
menilai secara setara (Sufiarti, 2007):
a. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan
b. Perbedaan peran yang dipegang oleh laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat
c. Memahami bahwa perbedaan kondisi hidup laki-laki dan perempuan pada
dasarnya karena fungsi melahirkan pada perempuan
d. Menerima perbedaan laki-laki dan perempuan sebagai hikmah
e. Kesetaraan gender tidak sinonim dengan persamaan
f. Kesetaraan gender berarti sederajat dalam keberadaan, sederajat dalam
keberdayaan dan keikutsertaan disemua bidang kehidupan domestik dan
publik.
B. Pengetahuan
1. Definisi
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang telah diketahui. Adapun cara
mengetahui sesuatu dapat dilakukan dengan cara mendengar, melihat, merasa
dan sebagainya yang merupakan bagian dari alat indera manusia (Ahmad,
2008).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris
khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan
doamin yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt
behaviour). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng
(Sunaryo, 2005).
Rogers (dalam Sunaryo, 2005) mengungkapkan bahwa sebelum
seseorang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses
yang berurutan, yaitu:
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus
tersebut bagi dirinya.
d. Trial, dimana individu sudah mulai mencoba prilaku baru.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
2. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan menurut Sunaryo (2005) mempunyai 6 tingkatan
yaitu :
a. Tahu
Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu
artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya.
b. Memahami
Memahami diartikan suatu kemampuan untuk menjelaskan dan
menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui.
Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan,
memberikan contoh dan menyimpulkan.
c. Penerapan
Yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum,
rumus, metode dalam situasi nyata.
d. Analisis
Suatu kemampuan menguraikan objek-objek kedalan bagian-baian
kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih
terkait
satu
sama
lain.
Ukuran
kemampuan
adalah
ia
dapat
menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat
bagan proses adopsi perilaku dan dapat membedakan pengertian
psikologi dengan fisiologi.
e. Sintesis
Sintesis
menunjukan
kepada
suatu
kemampuan
untuk
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah ia dapat menyusun,
meringkaskan, merencanakan dan menyesuaikan suatu teori atau
rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk mengadakan
penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria
yang telah ada atau disusun sendiri.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui
atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas
(Notoatmodjo, 2007).
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
1. Pendidikan
Menurut Notoatmodjo (2005) konsep dasar pendidikan adalah suatu
proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses
pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa,
lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok dan masyarakat.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah suatu proses yang unsurnya
terdiri dari masukan
(input) yaitu sasaran pendidikan (out put) yaitu suatu bentuk perilaku dan
kemampuan dari saran-saran pendidikan. Tujuan pendidikan untuk
mengubah prilaku masyarakat yang tidak sehat menjadi sehat. tujuan
tersebut dapat dicapai dengan anggapan bahwa manusia selalu dapat belajar
atau berubah, karena manusia selama hidupnya selalu berubah untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan (Notoadmodjo, 2009).
Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan
informal. Jenjang pendidikan formal terdiri atas (Depdiknas, 2004 Dalam
Notoatmodjo, 2009):
a. Pendidikan Dasar, Pendidikan dasar berbentuk: Sekolah Dasar (SD) dan
Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat; serta Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau
bentuk lain yang sederajat.
b. Pendidikan Menengah, Pendidikan menengah berbentuk: Sekolah
Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk
lain yang sederajat.
a. Pendidikan Tinggi, Perguruan tinggi dapat berbentuk: akademi,
politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Perguruan tinggi
berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program
akademik, profesi, dan/ atau vokasi.
Gangguan terhadap kesehatan juga disebabkan oleh manusia
terutama menyangkut pendidikan, pengetahuan dan sikap seseorang dalam
menjaga kesehatan apabila tingkat pendidikan seseorang tinggi maka bisa
memperbaiki pengetahuan, sikap dan prilaku orang tersebut sehingga
mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap kesehatan, baik kesehatan
pribadi maupun kesehatan keluarga, Pendidikan merupakan kegiatan yang
sengaja
dilakukan
untuk
memperoleh
hasil
berupa
pengetahuan,
keterampilan dan sikap seseorang (Notoadmodjo, 2009).
2. Umur
Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau
diadakan. Umur juga berpengaruh terhadap psikis seseorang dimana usia
muda sering menimbulkan ketegangan, kebingungan, rasa cemas dan rasa
takut sehingga dapat berpengaruh terhadap tingkah lakunya. Biasanya
semakin dewasa maka cenderung semakin menyadari dan mengetahui
tentang permasalahan yang sebenarnya. Semakin bertambah umur maka
semakin banyak pengalaman yang diperoleh, sehingga seseorang dapat
meningkatkan kematangan mental dan intelektual sehingga dapat membuat
keputusan yang lebih bijaksana dalam bertindak (Hurlock, 2005).
Pieter (2010) menguraikan bahwa secara umum masa dewasa
dikelompokkan atas tiga bagian yaitu:
a. Dewasa dini (early adulthood) (21-35 tahun)
Masa dewasa dini selalu dianggap sebagai penyesuaian diri
terhadap kehidupan dan harapan sosial baru. Kriteria utama periode
dewasa dini yaitu interdependen, kesediaan untuk bertanggung jawab dan
mempunyai pekerjaan. Interdependen dan tanggung jawab menentukan
kondisi kehidupan emosional, sosial dan ekonomi. Interdependen adalah
keseimbangan antara sikap tergantung dan sikap bebas.
b. Dewasa madya (middle adulthood) (35-45 tahun)
Kangas dan bradway menyimpulkan bahwa saat periode dewasa
madya terdapat kenaikan pada kemampuan intelektual, terutama pada
tingkat kecerdasan tinggi. Pria akan menunjukkan perubahan intelektual
lebih tinggi dibandingkan wanita. Pria akan menunjukkan peningkatan
nilai intelegensi ketika mereka tua.
c. Dewasa akhir (late adulthood) (45-60 tahun)
Batasan usia dewasa akhir adalah usia 45-65 tahun dengan
perubahan fisik yang menonjol dibandingkan dengan perubahan
psikologis. Bagi pria yang memasuki periode ini ditandai dengan
memasuki fase klimakterium, sedangkan wanita ditandai dengan fase
menopouse. Ketidakseimbangan fisiologis akan berdampak pada
terganggunya keseimbangan emosi seperti stres dan depresi.
3. Sumber Informasi
Menurut Notoatmodjo (2005), sumber informasi mempengaruhi
pengetahuan baik dari media maupun orang-orang dalam terkaitnya dengan
kelompok manusia memberi kemungkinan untuk dipengaruhi dan
mempengaruhi anggota-anggota. Seseorang di dalam proses pendidikan
juga memperoleh pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu. Alat
Bantu media akan membantu dalam melakukan penyuluhan. Agar pesan
kesehatan dapat disampaikan dengan jelas. Dengan media orang dapat lebih
mengerti fakta kesehatan yang dianggap rumit sehingga mereka dapat
menghargai betapa bernilainya kesehatan. Alat Bantu dapat dibagi dalam
tiga macam:
a.
Media Cetak
Yaitu sarana komunikasi untuk menyampaikan pesan kesehatan
dengan variasi seperti: (1) Booklet. Suatu media untuk menyampaikan
pesan-pesan kesehatan dalam bentuk tulisan maupun gambar. (2) Leaflet.
Bentuk penyampaian informasi melalui lebaran yang dilipat. Isi
informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun dalam bentuk gambar. (3)
Selebaran. (4) Lembar balik (Flip Chart). Bentuk penyampaian pesan
atau informasi-informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik di mana
tiap lembar berisi gambaran peragaan dan di baliknya berisi kalimat yang
berkaitan dengan gambar tersebut. (5) Rubik atau tulisan-tulisan pada
surat kabar atau majalah yang berkaitan dengan kesehatan. (6) Foster.
Bentuk media cetak berisi pesan-pesan atau informasi kesehatan yang
biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum atau di
kendaraan umum
b. Media Elektronika
Media sarana komunikasi merupakan sarana komunikasi dengan
menggunakan elektronik terdiri dari televisi, radio, video, dan lain-lain.
Untuk menyampaikan pesan-pesan atau informasi
c.
Media Papan
Papan yang dipasang di tempat-tempat umum yang diisi dengan
pesan-pesan atau informasi kesehatan.
Informasi adalah keterangan pemberitahuan kabar berita
tentang
suatu media dan alat (sarana) komunikasi seperti Koran, majalah, radio,
televisi, poster, spanduk, internet. Media komunikasi adalah media yang
digunakan pembaca untuk mendapatkan informasi sesuatu atau hal tentang
pengetahuan.
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
A.
Kerangka Konsep
Menurut Notoatmodjo (2005) menjelaskan bahwa pengetahuan
dipengaruhi oleh faktor internal yang terdiri dari: umur, motivasi, persepsi dan
faktor eksternal yang terdiri dari: pendidikan, pekerjaan, informasi dan media
massa, pengalaman serta lingkungan. Karena keterbatasan waktu dan biaya, dalam
penelitian ini peneliti membatasi variabel independen yang diteliti yaitu umur,
pendidikan dan sumber informasi seperti gambar dibawah ini.
Variabel independen
Variabel dependen
Pendidikan
Pengetahuan ibu
tentang kesetaraan
gender
Umur
Sumber informasi
Gambar 1. Kerangka Konsep
B. Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi Operasional
N
o
1
1
Variabel
Definisi
Operasional
Variabel dependen
Pengetahuan
Hasil tahu ibu
dalam melakukan
pengindraan
tentang persamaan
gender dalam
rumah tangga
Variabel independen
Pendidikan
Pendidikan formal
yang terakhir yang
di tamatkan dan
mempunyai ijazah
Cara ukur
Alat
ukur
Skala
ukur
Hasil
ukur
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
Ordinal
a. Tinggi, jika
jawaban benar
> 75%-100%
b. Sedang, jika
jawaban benar
56%-75%
c. Rendah, jika
jawaban benar
< 56%
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
Ordinal
Tinggi, bila
responden
tamatan
perguruan tinggi.
Menengah, bila
responden tamatan
SMA/MAN
sederajat.
Dasar, bila
responden tamat
SD/SMP
sederajat.
2
Umur
Lamanya
responden hidup
sampai penelitian
ini dilakukan
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
3
Sumber
Informasi
Berita yang
didapatkan atau di
dengar ibu.
Penyebaran
kuesioner
Kuesioner
C. Cara Pengukuran variabel
Ordinal
Ordinal
a. Dewasa Awal,
umur diantara
21–35 Tahun
b. Dewasa
menengah, umur
diantara 36 -45
tahun.
c. Dewasa akhir,
umur > 45 tahun.
a. Cukup,
mendapatkan
sumber
informasi jika x
>x
b. Kurang,
mendapatkan
sumber
informasi jika x
<x
1. Pengetahuan di bagi 3 katagori yaitu (Arikunto 2006).
a. Tingkat pengetahuan tinggi, bila >75%-100%, jika jawaban responden
benar
b. Tingkat pengetahuan sedang, bila 56%-75%, jika jawaban responden
benar.
c. Tingkat pengetahuan rendah, bila <56%, jika jawaban responden benar.
2. Pendidikan di bagi 3 katagori yaitu (Notoadmodjo, 2005)
a. Tinggi, bila responden tamatan Perguruan Tinggi/ Diploma.
b. Menengah, bila responden tamatan SMA/MAN sederajat.
c. Dasar, bila responden tamat SD/SMP sederajat.
3. Umur dibagi dalam 3 katagori yaitu (Hurlock, 2005)
a. Dewasa awal bila responden menjawab umur diantara 21–35 Tahun.
b. Dewasa menengah bila responden menjawab umur diantara 36 -45
tahun.
c. Dewasa akhir bila responden menjawab umur > 45 tahun.
4. Sumber informasi dibagi 2 katagori yaitu:
a. Cukup bila responden mendapatkan sumber informasi jika x > x
b. Kurang bila responden mendapatkan sumber informasi jika x < x
D. Hipotesa Penelitian
1. Ada pengaruh faktor pendidikan terhadap pengetahuan ibu tentang
kesetaraan gender dalam rumah tangga
2. Ada pengaruh faktor umur terhadap pengetahuan ibu tentang kesetaraan
gender dalam rumah tangga
3. Ada pengaruh faktor sumber informasi terhadap pengetahuan ibu tentang
kesetaraan gender dalam rumah tangga
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analitik
dengan rancangan Cross Sectional yaitu untuk mengetahui Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi pengetahuan ibu tentang kesetaraan gender dalam
rumah tangga di desa Paloh Naleung Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie
Tahun 2013.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini direncanakan dilakukan di Desa Paloh Naleung
Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie.
2. Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Juli tahun 2013.
C. Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang ada di desa
Paloh Naleung Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie berjumlah 96 orang.
2. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang ada
didesa Paloh Naleung Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie berjumlah 96
orang dengan tekhnik pengambilan sampel Accidental
sampling yaitu
pengambilan sampel yang ada pada saat melakukan penelitian.
D. Cara Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data yang langsung
diperoleh dilapangan dengan menyebarkan kuesioner yang berisi
pertanyaan yang selanjutnya diisi oleh responden. Kemudian penulis
menjelaskan tentang petunjuk pengisian kuesioner, setelah responden
mengerti tentang penjelasan tersebut maka kuesioner diberikan untuk diisi.
Penulis mendampingi responden dalam pengisian kuesioner untuk
memudahkan responden jika ada hal-hal yang tidak dimengerti, dapat
ditanyakan langsung kepada peneliti.
2. Data Skunder
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepala desa
Paloh Naleung Kecamatan Titeu dan kantor camat Setelah responden
mengerti tentang penjelasan tersebut maka kuesioner diberikan untuk diisi
dan kemudian data tersebut dikumpulkan untuk rencana pengolahan dan
analisa data.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner yang disusun sendiri
berdasarkan telaah kepustakaan. Jumlah keseluruhan pertanyaan ialah berisi
12 pertanyaan- pertanyaan yang menyediakan jawaban alternatif dan respon
hanya memilih 1 diantara yang sesuai dengan pendapatnya. Dengan
membagikan kuesioner yang berisi 10 pertanyaan tentang pengetahuan, 1
pertanyaan tentang pendidikan, 1 pertanyaan tentang informasi dan 1
pertanyaan tentang umur ibu . Pada pertanyaan pengetahuan jika jawaban
benar akan diberikan nilai 1 dan jawaban salah diberikan nilai 0.
F. Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Menurut Budiarto (2005) data yang telah didapatkan akan diolah
dengan tahap-tahap berikut:
a. Editing
Yaitu
melakukan
pengecekan
kembali
apakah
semua
item
pertanyaan telah terisi dan melihat apakah ada kekeliruan yang
mungkin dapat mengganggu pengolahan data selanjutnya.
b. Coding
Yaitu memberi kode berupa nomor, setelah penelitian diberi kode pada
lembaran kuesioner untuk memudahkan pengolahan data.
c. Tabulating
Yaitu data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari
responden pertama sampai responden terakhir untuk dimasukkan
kedalam tabel sesuai dengan variabel yang diteliti.
2. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Menurut Budiarto (2005), data analisa dengan menggunakan
statistik sederhana yaitu rumus presentasi selanjutnya di sajikan dalam
tabel distribusi frekwensi
f
x 100 %
n
P=
Keterangan:
P
: Persentase
f
: Jumlah responden menurut kategori
n
: Jumlah seluruh responden
b. Analisa Bivariat (Cross Sectional)
Analisa data Bivariat, Untuk mengukur hubungan atau pengaruh
antara variabel bebas dengan variabel terikat dan dilakukan analisa
silang dengan mengunakan tabel silang yang dikenal dengan Baris x
Kolom (B x K) dengan derajat kebebasan (df) yang sesuai. Skor
diperoleh dengan mengunakan metode statistic Chi – Square Test (X2).
Bila pada tabel contingency 3 x 2 terdapat nilai frekwensi harapan
(expected frequensi) kurang dari 20 %, maka dilakukan marjer sel
(grouping) atau pengabungan sel menjadi 2 x 2 dengan derajat
kebebasan (df) yang sesuai. Adapun ketentuan yang di pakai dalam uji
statistik ini adalah : Ho diterima, jika P – value ≥ α (0,05) artinya tidak
ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen,
Ho ditolak, jika P – value < α (0,05) artinya ada hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen. Data yang telah
dikumpulkan akan diolah dengan mengunakan bantuan program SPSS
varian 17,0 kemudian di sajikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi
untuk dinarasikan.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
Desa Paloh Naleung adalah salah satu desa yang ada di Kecamatan Titue
Keumala Kabupaten Pidie. Jumlah penduduk sebanyak 337 jiwa dari 96
Kepala Keluarga yang terdiri diantaranya 200 orang perempuan dan 177 orang
laki-laki, teletak pada dataran rendah dimana rata-rata mata pencaharian seharihari mayoritas penduduknya adalah bertani dan berkebun dengan luas wilayah
300.000 m2, dengan batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa paloh jeurla
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Nicah
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa pulo Raya
d. Sebelah Barat Berbatasan dengan Paloh teungeh
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mulai tanggal 19 juli
sampai dengan 1 Agustus 2013 terhadap 96 responden yaitu seluruh seluruh
seluruh ibu yang ada didesa Paloh Naleung dengan memberikan kuesioner
serta wawancara yang berisikan 12 pertanyaan tentang pengetahuan,
pendidikan, umur dan informasi.
Penyajian hasil penelitian ini memberikan gambaran mengenai distribusi
frekuensi responden baik variabel bebas maupun variabel terikat dimana
diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :
1. Pengetahuan
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Persamaan Gender
Dalam Rumah Tangga Di Desa Paloh Naleung Kecamatan Titeu
Kabupaten Pidie Tahun 2013
No
Pengetahuan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Tinggi
28
29,2
2
Sedang
18
18,8
3
Rendah
50
52,1
Total
96
100%
Sumber : Data primer (diolah tahun 2013).
Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 96 responden
mayoritas ibu berpengetahuan rendah yaitu 50 orang (52,1%).
2. Pendidikan
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Tentang Persamaan Gender
Dalam Rumah Tangga Di Desa Paloh Naleung Kecamatan Titeu
Kabupaten Pidie Tahun 2013
No
1
2
3
Pendidikan
Tinggi
Menengah
Frekuensi (F)
17
43
Persentase (%)
17,7
44,8
36
96
37,5
100%
Dasar
Total
Sumber : Data primer (diolah tahun 2013).
Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 96 responden
mayoritas ibu menamati pendidikan menengah yaitu 43 orang (44,8%).
3. Umur
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Umur Ibu Tentang Persamaan Gender
Dalam Rumah Tangga Di Desa Paloh Naleung Kecamatan Titeu
Kabupaten Pidie Tahun 2013
Umur
No
1
2
Dewasa Awal
Dewasa Menengah
3
Dewasa Akhir
Total
Frekuensi
(F)
64
28
Persentase
(%)
66,7
29,2
4
96
4,2
100%
Sumber : Data primer (diolah tahun 2013).
Berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 96 responden
mayoritas ibu berumur dewasa awal yaitu antara 21 sampai 35 tahun
sebanyak 64 orang (66,7%).
4. Informasi
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Informasi Ibu Tentang Persamaan Gender
Dalam Rumah Tangga Di Desa Paloh Naleung Kecamatan Titeu
Kabupaten Pidie Tahun 2013
No
1
2
Informasi
Cukup
Frekuensi
32
Persentase (%)
33,3
Kurang
64
66,7
Total
96
Sumber : Data primer (diolah tahun 2013).
100%
Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 96 responden
mayoritas ibu memiliki informasi yang kurang yaitu 64 orang (66,7%).
5. Pengetahuan Ibu Tentang Persamaan Gender Ditinjau Dari Segi
Pendidikan
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Persamaan Gender
Ditinjau Dari Segi Pendidikan Di Desa Paloh Naleung Kecamatan
Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2013
Pengetahuan
No Pendidikan
Jlh
Tinggi
Sedang
Rendah
F
%
F
%
F
%
F
%
1
Tinggi
13
76,5
2
11,8
2
11,8
17
100
2
Menengah
14
32,6
11
25,6
18
41,9
43
100
3
Dasar
1
2,8
5
13,9
30
83,3
36
100
28
29,2
18
18,8
50
52,1
96
100
Jlh
Signifikan nilai p value 0.000
Sumber : Data primer tahun 2013
Berdasarkan Tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa dari 96 responden
responden yang berpendidikan tinggi berpengetahuan tinggi yaitu sebanyak
13 orang (76,5%) dan yang berpendidikan menengah berpengetahuan tinggi
sebanyak 14 orang (32,6%) dari 43 responden. Sedangkan yang
berpendidikan dasar berpengetahuan yang rendah yaitu sebanyak 30 orang
(83,3%) dari 36 responden.
Selanjutnya dianalisa menggunakan chi square (X2) dengan tingkat
kemaknaan (α) adalah ≤ 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,000.
Sehingga dapat diambil kesimpulan yaitu p≤ 0,05 (0,000) yang artinya Ha
diterima atau adanya pengaruh yang signifikan antara pengetahuan ibu
tentang kesetaraan gender dalam rumah tangga.
6. Pengetahuan Ibu Tentang Persamaan Gender Ditinjau Dari Segi
Umur
Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Persamaan Gender
Ditinjau Dari Segi Umur Di Desa Paloh Naleung Kecamatan
Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2013
Pengetahuan
No
Umur
Jlh
Tinggi
Sedang
Rendah
F
%
F
%
F
%
F
%
1
Dewasa Awal
13
20,3
13
20,3
38
59,4
64
100
2
Dewasa Menengah 13
46,4
4
14,3
11
39,3
28
100
3
Dewasa Akhir
2
50,0
1
25,0
1
25,0
4
100
28
29,2
18
18,8
50
52,1
96
100
Jlh
Signifikan nilai p value 0.102
Sumber : Data primer tahun 2013
Berdasarkan Tabel 5.7 diatas menunjukkan bahwa dari 96 responden
responden yang berumur dewasa awal berpengetahuan rendah yaitu
sebanyak 38 orang (59,4%) dari 64 responden dan yang berumur dewasa
menengah berpengetahuan rendah sebanyak 11 orang (20,0%) dari 28
responden. Sedangkan yang berumur dewasa akhir berpengetahuan tinggi
yaitu sebanyak 2 orang (50,0%) dari 4 responden.
Selanjutnya dianalisa menggunakan chi square (X2) dengan tingkat
kemaknaan (α) adalah ≤ 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,000.
Sehingga dapat diambil kesimpulan yaitu p≤ 0,05 (0,102) yang artinya Ha
tolak atau tidak adanya pengaruh yang signifikan antara umur ibu tentang
kesetaraan gender dalam rumah tangga.
7. Pengetahuan Ibu Tentang Persamaan Gender Ditinjau Dari Segi
Informasi
Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang Persamaan Gender
Ditinjau Dari Segi Informasi Di Desa Paloh Naleung Kecamatan
Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2013
Pengetahuan
No
Informasi
Jlh
Tinggi
Sedang
Rendah
F
%
F
%
F
%
F
%
1
Cukup
20
63,5
9
28,1
3
9,4
32
100
2
Kurang
8
12,5
9
14,1
47
73,4
64
100
Jlh
28
29,2
18
18,8
50
52,1
96
100
Signifikan nilai p value 0.000
Sumber : Data primer tahun 2013
Berdasarkan Tabel 5.8 diatas menunjukkan bahwa dari 96 responden
responden dengan sumber informasi cukup berpengetahuan tinggi yaitu
sebanyak 20 orang (71,4%) dari 32 responden dan ibu dengan sumber
informasi kurang berpengetahuan rendah sebanyak 47 orang (94,0%) dari
64 responden.
Selanjutnya dianalisa menggunakan chi square (X2) dengan tingkat
kemaknaan (α) adalah ≤ 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,000.
Sehingga dapat diambil kesimpulan yaitu p≤ 0,05 (0,000) yang artinya Ha
diterima atau adanya pengaruh yang signifikan antara informasi ibu tentang
kesetaraan gender dalam rumah tangga.
C. Pembahasan
1. Pengetahuan Ibu Tentang Persamaan Gender Ditinjau Dari Segi
Pendidikan
Berdasarkan Tabel 5.6 diatas menunjukkan bahwa dari 96 responden
responden yang berpendidikan tinggi berpengetahuan tinggi yaitu sebanyak
13 orang (76,5%) dan yang berpendidikan menengah berpengetahuan tinggi
sebanyak 14 orang (32,6%) dari 43 responden. Sedangkan yang
berpendidikan dasar berpengetahuan yang rendah yaitu sebanyak 30 orang
(83,3%) dari 36 responden.
Selanjutnya dianalisa menggunakan chi square (X2) dengan tingkat
kemaknaan (α) adalah ≤ 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,000.
Sehingga dapat diambil kesimpulan yaitu p≤ 0,05 (0,000) yang artinya Ha
diterima atau adanya pengaruh yang signifikan antara pengetahuan ibu
tentang kesetaraan gender dalam rumah tangga.
Hasil penelitian sesuai dengan pendapat yang dikemukakan
Notoatmodjo (2003), dimana pendidikan adalah proses untuk menuju
perubahan perilaku masyarakat dan akan memberikan kesempatan pada
individu untuk menemukan ide/nilai baru (Purnamawati, 2003). Sarwono
(2004) mengemukakan bahwa perubahan perilaku kesehatan masyarakat
yang dituangkan dalam partisipasi aktif dalam pemahaman, perencanaan,
dan pelaksanaan kesehatan akan lebih berhasil dikalangan masyarakat yang
berpendidikan menengah keatas, modern, atau bersikap lebih terbuka
terhadap hal-hal baru (inovatif).
Gangguan terhadap kesehatan juga disebabkan oleh manusia
terutama menyangkut pendidikan, pengetahuan dan sikap seseorang dalam
menjaga kesehatan apabila tingkat pendidikan seseorang tinggi maka bisa
memperbaiki pengetahuan, sikap dan prilaku orang tersebut sehingga
mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap kesehatan, baik kesehatan
pribadi maupun kesehatan keluarga, Pendidikan merupakan kegiatan yang
sengaja
dilakukan
untuk
memperoleh
hasil
berupa
pengetahuan,
keterampilan dan sikap seseorang (Notoadmodjo, 2009).
Kesenjangan pada bidang pendidikan telah menjadi faktor utama
yang sangat berpengaruh terhadap bidang lain di Indonesia, hampir semua
sektor, seperti lapangan pekerjaan, jabatan, peran di masyarakat, sampai
pada masalah menyuarakan pendapat antara laki-laki dan perempuan yang
menjadi faktor penyebab bias gender adalah karena faktor kesenjangan
pendidikan yang belum setara. Dengan rendahnya tingkat pendidikan
penduduk yang berjenis kelamin perempuan maka, secara otomatis
perempuan belum berperan secara maksimal (Rukmina, 2007).
Menurut asumsi peneliti pendidikan sangat mempengaruhi seseorang
terhadap pengetahuan yang dimilikinya dimana melalui pendidikan maka
seorang ibu akan dapat mengembangkan potensi dirinya dan memperoleh
pengetahuan maupun ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkannya untuk
meningkatkan derajat kesehatannya. bila ibu berpendidikan rendah ibu maka
akan
susah
menerima
hal-hal
yang
baru
yang
dapat
merubah
pengetahuannya dalam menempatkan posisi setara antara laki-laki dan
perempuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat sosial yang lebih
egaliter.
2. Pengetahuan Ibu Tentang Persamaan Gender Ditinjau Dari Segi Umur
Berdasarkan Tabel 5.7 diatas menunjukkan bahwa dari 96 responden
responden yang berumur dewasa awal berpengetahuan rendah yaitu
sebanyak 38 orang (59,4%) dari 64 responden dan yang berumur dewasa
menengah berpengetahuan rendah sebanyak 11 orang (20,0%) dari 28
responden. Sedangkan yang berumur dewasa akhir berpengetahuan tinggi
yaitu sebanyak 2 orang (50,0%) dari 4 responden.
Selanjutnya dianalisa menggunakan chi square (X2) dengan tingkat
kemaknaan (α) adalah ≤ 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,000.
Sehingga dapat diambil kesimpulan yaitu p≤ 0,05 (0,102) yang artinya Ha
ditolak atau tidak adanya pengaruh yang signifikan antara umur ibu tentang
kesetaraan gender dalam rumah tangga..
Proses umur terdiri dari tiga tahap yaitu tahapan pertama terjadi pada
pengideraan diorganisir berdasarkan prinsip-prinsip tertentu, tahapan ketiga
yaitu stimulasi pada penginderaan diinterprestasikan dan dievaluasi (Adrian,
2010).
Usia dapat memberikan gambaran yang sempit dalam mengartikan
peran gender dimana pemahaman akan arti dan makna gender secara parsial
(tidak utuh) dan tidak tuntas, kebanyakan adalah motor pemicu munculnya
anggapan negatif komunitas lokal terhadap isu-isu gender. Gender dianggap
sebagai senjata beracun yang melawan adat dan tradisi. Gender dianggap
pertarungan antar laki-laki dan perempuan. Mempermasalahkan persamaan
gender dianggap sama dengan melawan kodrat (Dede William, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian peneliti dapat mengambil kesimpulan
bahwa usia berpengaruh terhadap psikis seseorang dimana semakin
bertambah umur maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh,
sehingga seseorang dapat meningkatkan kematangan mental dan intelektual
sehingga dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dalam bertindak
yang dalam hal ini berkaitan dengan persamaan gender. Hal ini ditunjukkan
dengan hasil penelitian dimana responden yang berumur dewasa akhir
memiliki pengetahuan yang tinggi pula mengenai pemahaman akan
persamaan gender dalam keluarga.
3. Pengetahuan Ibu Tentang Persamaan Gender Ditinjau Dari Segi
Informasi
Berdasarkan Tabel 5.8 diatas menunjukkan bahwa dari 96
responden responden dengan sumber informasi cukup berpengetahuan
tinggi yaitu sebanyak 20 orang (71,4%) dari 32 responden dan ibu dengan
sumber informasi kurang
berpengetahuan rendah sebanyak 47 orang
(94,0%) dari 64 responden.
Selanjutnya dianalisa menggunakan chi square (X2) dengan tingkat
kemaknaan (α) adalah ≤ 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,000.
Sehingga dapat diambil kesimpulan yaitu p≤ 0,05 (0,000) yang artinya Ha
diterima atau adanya pengaruh yang signifikan antara informasi ibu tentang
kesetaraan gender dalam rumah tangga.
Kesetaraan gender adalah kesetaraan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai
manusia, agar mampu berperan dan berpartispasi dalam kegiatan politik,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan
dalam menikmati hasil pembangunan tersebut
Jadi kesetaraan gender
adalah menerima dan menilai secara setara (Sufiarti, 2007)
Ketimpangan terjadi dikarenakan informasi yang tidak secara
sempurna seperti ini kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain, adalah ideologi gender yang ada di masyarakat yang cenderung lebih
banyak merugikan kaum perempuan. Masyarakat menganggap ideologi
gender yang ada sudah merupakan sesuatu yang baku dan statis, suatu
anggapan yang muncul karena kurangnnya pemahaman serta informasi
lewat media dan pengetahuan masyarakat tentang gender itu sendiri. Oleh
karena itu, untuk memperbaiki kondisi ketimpangan menuju kesetaraan dan
keadilan gender diperlukan adanya pengetahuan serta informasi masyarakat
terhadap konsep gender serta kesetaraan dan keadilan gender. Mengingat isu
gender di masyarakat Indonesia pada umumnya merupakan isu yang relatif
baru diwacanakan, dalam upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender di masyarakat terlebih dahulu penting untuk dikaji mengenai
pengetahuan, pandangan dan sikap masyarakat terhadap konsep gender dan
kesetaraan dan keadilan gender serta pelaksanaan peran gender dalam
keluarga (Wiasti, 2006).
Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan ibu tentang persamaan gender
sangat berkaitan dengan sumber informasi yang diterima dimana sumber
informasi mempengaruhi pengetahuan baik dari media maupun orang-orang
dalam terkaitnya dengan kelompok manusia yang memberi kemungkinan
untuk dipengaruhi dan mempengaruhi bagi individu-individu lain dalam
suatu masyarakat. Makin baik informasi yang didapat maka cenderung
semakin tinggi pemahaman seseorang tentang persamaan gender yang masih
tabu dalam kehidupan masyarakat yang ada di desa.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil
kesimpulan bahwa :
1.
Dari 96 responden responden yang berpendidikan tinggi berpengetahuan
tinggi yaitu sebanyak 13 orang (76,5%) didapatkan nilai Probabilitas (p)
0,000. sehingga ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan ibu
tentang kesetaraan gender dalam rumah tangga
2.
Dari 96 responden responden yang berumur dewasa awal berpengetahuan
rendah yaitu sebanyak 38 orang (59,4%) didapatkan nilai Probabilitas (p)
0,102 sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan antara umur ibu
tentang kesetaraan gender dalam rumah tangga.
3.
Dari
96
responden
responden
dengan
sumber informasi
cukup
berpengetahuan tinggi yaitu sebanyak 20 orang (71,4%) didapatkan nilai
Probabilitas (p) 0,000 sehingga ada pengaruh yang signifikan antara
informasi ibu tentang kesetaraan gender dalam rumah tangga.
B.
Saran
1.
Bagi peneliti diharapkan dapat memperoleh pengalaman yang berharga
mengenai persamaan gender yang berlaku dimasyarakat.
2.
Bagi peneliti lainya hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi dan data dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai persamaan
gender
3.
Manfaat bagi akademik dapat menambah literature sebagai bahan bacaan
diperpustakaan D-III Kebidanan U’budiyah.
4.
Bagi ibu dapat menambah wawasan pengetahuan tentang gender dan hakhak perempuan dalam menjalankan kewajibannya.
5.
Bagi instansi terkait dapat menjadi bahan masukan untuk dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan derajat perempuan
berdasarkan hak dan kewajibannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adrian,
(2010),
Pengertian
Persepsi,
http://www.psikomedia.com
/article/view/Psikologi-Sosial/2077/PENGERTIAN-PERSEPSI/, diakses
tanggal 4 Januari 2013
Atmodjo, (2012), Wanita Itu Mulia, Sehingga Tidak Perlu Disetarakan Dengan
Priahttp://sosbud.kompasiana.com/2012/04/26/wanita-itu-muliasehingga-tidak-perlu-disetarakan-dengan-pria/ diakses tanggal 4 Januari
2013
BKKBN, (2007), Program Pembinaan Jarak Jauh, Pangarusutamaan Gender
(PJJ-PUG), Konsep Dan Teori Gender, BKKBN, Jakarta.
Budiarto, (2004). Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat,
EGC, Jakarta.
BPPN, (2010), Pedoman penyususnan Rencana aksi Percepatan Pencapaian
Tujuan MDGs Di daerah, Kemenkes RI, Jakarta
Dede William, (2006), Gender Bukan Tabu, Catatan Perjalanan Fasilitasi
Kelompok Perempuan Di Jambi, CIFOR, Bogor, Indonesia.
Depkes RI, (2008), Pedoman Pelaksanaan Kegiatan KIE Kesehatan Reproduksi
Untuk Petugas Kesehatan Di Tingkat Pelayanan Dasar, Depkes RI,
Jakarta.
Dewanti, (2008), Analisis Persepsi Dan Sikap Terhadap Peran Gender Pada
Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, IPB,
Bogor
Effendy, (2008), Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, EGC,
Jakarta.
Iriyanto dan Winaryati, (2010), Perbedaan Persepsi Antar Jenis Kelamin
Terhadap Peran Gender Dalam Keluarga Dan Masyarakat, Jurnal,
FIKKES UNIMUS, Jakarta
Kemendagri RI, (2012), Parameter kesetaraan gender dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan, Kemenkes RI, UNFPA, Jakarta
Kemenkes RI, (2011), Panduan Perencanaan Dan Penganggaran Responsif
Gender Bidang Kesehatan, UNFPA, Jakarta
Kusdarini, (2010), Keadilan Dan Kesetaraan Gender Dalam Pandangan Hukum
Islam, Jurnal, Yogyakarta
Luhulima, (2007), CEDAW-Mengembalikan Hak-Hak Perempuan, SMK Grafika
Desa Putera, Jakarta
Manuaba, (2011), Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Untuk Mahasiswa Bidan,
EGC, Jakarta.
Nasrul,
(2009), Peran Wanita Dalam Rumah Tangga Dan Gender,
http://referensiparamedis.blogspot.com, Dikutip Tanggal 4 Januari 2013
Notoatmodjo S. (2007). Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni. Rineka Cipta,
Jakarta.
___________, (2005). Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka
Cipta, Jakarta.
___________, (2009), Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta,
Jakarta.
Pieter, (2010), Pengantar Psikologi Dalam Keperawatan, Kencana Prenadia
Medio Group, Jakarta.
Rukmina, (2007), Fenomena Bias Gender Dalam Pendidikan Islam, Jurnal, Vol.4,
Jakarta.
Safrizal,
2012,
Bentuk
Skala
Pengukuran
Dalam
Penelitian,
http://berbagireferensi.blogspot.com/2011/03/bentuk-skalapengukuran-dalam.html, Dikutip tanggal 4 Januari 2013
Sufiarti, (2007), Laporan Penelitian Persepsi Perempuan Berkarir Di Lingkungan
UPI Tentang Konsep Kesetaraan Gender, Jurnal, Jakarta.
Sunaryo, (2008), Psikologi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Suparyanto,
(2011),
Konsep
Persepsi,
http://drsuparyanto.blogspot.com/2011/07/konsep-persepsi.html, diakses tanggal 4
Januari 2013
Wiasti, (2006) Gender Dan Kesetaraan Dan Keadilan Gender, Studi Tentang
Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat, Jurnal Kesehatan, Jakarta.
Download