BAB III GAMBARAN UMUM PASAR MODAL DI INDONESIA A. Sejarah Pasar Modal Indonesia Berbicara tentang pasar modal tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Bursa Efek Indonesia. Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka. Anggota bursa efek adalah perusahaan efek (selaku perantara pedagang efek) yang telah memperoleh izin usaha dari Bapepam-LK dan mempunyai hak untuk mempergunakan sistem dan atau sarana bursa efek sesuai dengan peraturan bursa efek. Atau dengan kata lain bursa efek adalah badan usaha yang didirikan oleh perusahaan-perusahaan efek yang juga berstatus sebagai anggota bursa efek tersebut.1 Pasar Modal atau bursa Efek telah hadir sejak zaman kolonial Belanda, tepatnya pada 1912 di Batavia. Saat itu, pasar modal didirikan oleh pemerintahan Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak 1912, perkembangan dan pertumbuhannya tidak berjalan seperti yang diharapkan. Bahkan, kegiatannya mengalami kevakuman 1 Iswi Hariyani dan R. Sofiyanto Dibyo Purnomo, Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal : Strategi Tepat Investasi Saham, Obligasi, Waran, Right, Opsi, Reksadana, dan Produk Pasar Modal Syariah (Jakarta: Visimedia, 2010),hlm. 29 54 55 pada pada beberapa periode, antara lain disebabkan oleh Perang Dunia I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi Bursa Efek tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada 1977. Beberapa tahun kemudian, pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah RI.2 Sejarah singkat singkat perkembangan pasar modal di Indonesia adalah sebagai berikut :3 Tabel 3.1. Singkat Perkembangan Pasar Modal Di Indonesia Tahun 14 Desember 1912 1914-1918 1925-1942 Awal tahun 1939 1942-1952 1952 1956 1956-1977 Perkembangan Bursa efek pertama di Indonesia dibentuk oleh pemerintah Hindia Belanda Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersamaan dengan bursa efek di Semarang dan Surabaya Karena isu Politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II Bursa Efek di Jakarta di aktifkan kembali dengan dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri Keuangan (Prof. DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan adalah Obligasi Pmerintah RI (1950) Program Nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif Perdagangan di Bursa Efek vakum 2 Diakses dari Website BEI (www.idx.co.id), 27 Januari 2015 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,(Jakarta: 2009),hlm.114 3 Kencana, 56 10 Agustus 1977 1977-1987 1987 1988-1990 2 Juni 1988 Desember 1988 16 Juni 1989 13 Juli 1992 22 Mei 1995 10 November 1995 1995 2000 2002 Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebagai HUT pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar modal juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama. Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan dengan instrumen pasar modal Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKADES87) yang yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan penawaran umum dan investor asing dizinkan menanamkan modal di Indonesia Paket deregulasi di bidang perbankan dan pasar modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang Dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKADES88) yang memberikan kemudahan perusahaan go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh perseroan terbatas milik swasta, yaitu PT Bursa Efek Surabaya Swastanisasi Bursa Efek Jakarta (BEJ). BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ Sistem otomasi perdagangan dii BEJ dilaksanakan dengan sistem komputer JATS (Jakarta Automated Trading Systems) Pemerintah mengeluarkan Undang-undang no. 8/1995 dan diberlakukan mulai Januari 1996 Bursa Efek Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya Sistem perdagangan tanpa warkat (Scripless Trading) mulai diaplikasikan di Pasar Modal Indonesia BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading) 57 2007 Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan dinamakan Bursa Efek Indonesia (Sumber : Andri Soemitro) Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya. Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti option, futures, dan lain-lain. Dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek”.4 Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi 4 Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi Di Pasar Modal Syariah Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2009 ),hlm.14 58 keuangan.5 Sebagai fungsi ekonomi pasar modal merupakan sarana pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain. Kemudian sebagai fungsi keuangan pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrument keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masingmasing instrument B. Pasar Modal Syariah Sejarah Pasar Modal Syariah di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia (d/h Bursa Efek Jakarta) berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menginvestasikan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah. Pada tanggal 18 April 2001, untuk pertama kali Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan pasar modal, yaitu Fatwa Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang 5 Abdul Manan, Aspek Hukum dalam Penyelenggaraan Investasi Di Pasar Modal Syariah Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2009 ),hlm.14 59 Pedoman Pelaksanan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. Selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrumen ini merupakan Obligasi Syariah pertama dan akad yang digunakan adalah akad mudharabah. Sejarah Pasar Modal Syariah juga dapat ditelusuri dari perkembangan institusional yang terlibat dalam pengaturan Pasar Modal Syariah tersebut. Perkembangan tersebut dimulai dari MoU antara Bapepam dan DSN-MUI pada tanggal 14 Maret 2003. MoU menunjukkan adanya kesepahaman antara Bapepam dan DSN-MUI untuk mengembangkan pasar modal berbasis syariah di Indonesia. Dari sisi kelembagaan Bapepam-LK, perkembangan Pasar Modal Syariah ditandai dengan pembentukan Tim Pengembangan Pasar Modal Syariah pada tahun 2003. Selanjutnya, pada tahun 2004 pengembangan Pasar Modal Syariah masuk dalam struktur organisasi Bapepam dan LK, dan dilaksanakan oleh unit setingkat eselon IV yang secara khusus mempunyai tugas dan fungsi mengembangkan pasar modal syariah. Sejalan dengan perkembangan industri yang ada, pada tahun 2006 unit eselon IV yang ada sebelumnya ditingkatkan menjadi unit setingkat eselon III. Pada tanggal 23 Nopember 2006, Bapepam-LK menerbitkan paket Peraturan Bapepam dan LK terkait Pasar Modal Syariah. Paket peraturan tersebut yaitu Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek 60 Syariah di Pasar Modal. Selanjutnya, pada tanggal 31 Agustus 2007 Bapepam-LK menerbitkan Peraturan Bapepam dan LK Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah dan diikuti dengan peluncuran Daftar Efek Syariah pertama kali oleh Bapepam dan LK pada tanggal 12 September 2007. Perkembangan Pasar Modal Syariah mencapai tonggak sejarah baru dengan disahkannya UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tanggal 7 Mei 2008. Undang-undang ini diperlukan sebagai landasan hukum untuk penerbitan surat berharga syariah negara atau sukuk negara. Pada tanggal 26 Agustus 2008 untuk pertama kalinya Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN seri IFR0001 dan IFR0002. Pada tanggal 30 Juni 2009, Bapepam-LK telah melakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah C. Sejarah Perkembangan Pasar Modal Syariah di Indonesia Perkembangan investasi Syariah di pasar modal Indonesia dimulai sejak PT Danareksa Investment Management meluncurkan reksadana Syariah pertama di Indonesia pada tanggal 3 Juli 1997. Kemudian disusul dengan diluncurkannya JII pada tanggal 3 Juli 2000 oleh Bursa Efek Indonesia (pada saat itu Bursa Efek Jakarta). 61 Tonggak perkembangan pasar modal syariah di Indonesia di awali dengan dikeluarkannya JII pada tanggal 3 Juli 2000. Meskipun sebelumnya PT Danareksa Investment Management telah meluncurkan Danareksa Syariah pada tanggal 3 Juli 1997, tetapi karena pihak Self Regulatory Organisation (SRO) belum menerbitkan yang mengeluarkan secara resmi instrumen yang berhubungan dengan efek syariah, maka perkembangan pasar modal syariah di hitung sejak penerbitan JII. Adapun milestones perkembangan pasar syariah di Indonesia sampai saat ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.2. Sejarah Pasar Modal Syariah di Indonesia Tahun Perkembangan [2000] Jakarta Islamic Index (JII) [2001] Fatwa No. 20/DSN-MUI/IX/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksadana Syariah [2002] 1. Fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah 2. Fatwa No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah [2003] 1. Fatwa No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal 2. MOU Bapepam & LK dengan DSN-MUI [2004] Fatwa No. 41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah [2006] 1. Peraturan Bapepam & LK No IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah 2. Peraturan Bapepam & LK No IX.A.14 tentang Akadakad Yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal 62 [2007] 1. Fatwa No. 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi 2. Peraturan Bapepam & LK No II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah [2008] 1. Fatwa No. 65/DSN-MUI/III/2008 tentang HMETD Syariah 2. Fatwa No. 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran Syariah 3. Fatwa No. 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN 4. Fatwa No. 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan SBSN 5. Fatwa No. 71/DSN-MUI/VI/2008 tentang Sale and Lease Back 6. Fatwa No. 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN Ijarah Sale and Lease Back 7. UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara [2011] [2013] 1. Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek 2. Indeks Saham Syariah Indonesia 3. Sistem Online Trading Syariah 1. Exchange Traded Fund (ETF) Syariah 2. Rekening Dana Nasabah (RDN) Syariah (Sumber : www.idx.co.id ) D. Konsep Pasar Modal Syariah Definisi pasar modal sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. 63 Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah dapat diartikan sebagai kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur dalam UUPM yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, pasar modal syariah bukanlah suatu sistem yang terpisah dari sistem pasar modal secara keseluruhan. Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Penerapan prinsip syariah di pasar modal tentunya bersumberkan pada Al Quran sebagai sumber hukum tertinggi dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, dari kedua sumber hukum tersebut para ulama melakukan penafsiran yang kemudian disebut ilmu fiqih. Salah satu pembahasan dalam ilmu fiqih adalah pembahasan tentang muamalah, yaitu hubungan diantara sesama manusia terkait perniagaan. Berdasarkan itulah kegiatan pasar modal syariah dikembangkan dengan basis fiqih muamalah.Terdapat kaidah fiqih muamalah yang menyatakan bahwa “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” Konsep inilah yang menjadi prinsip pasar modal syariah di Indonesia. 64 Gambar 3.1. Konsep Pasar Modal Syariah Sumber : http://www.bapepam.go.id/ E. Dasar Hukum Pasar Modal Syariah Sebagai bagian dari sistem pasar modal Indonesia, kegiatan di Pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah juga mengacu kepada UndangUndang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal berikut peraturan pelaksananaannya (Peraturan Bapepam-LK, Peraturan Pemerintah, Peraturan Bursa dan lain-lain). Bapepam-LK selaku regulator pasar modal di Indonesia, memiliki beberapa peraturan khusus terkait pasar modal syariah, sebagai berikut: 1) Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efeek Syariah 2) Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah 3) Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah 65 F. Produk Syariah di Pasar Modal Produk syariah di pasar modal antara lain berupa surat berharga atau efek. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek. Sejalan dengan definisi tersebut, maka produk syariah yang berupa efek harus tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu efek tersebut dikatakan sebagai Efek Syariah. Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah disebutkan bahwa Efek Syariah adalah Efek sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang akad, cara, dan kegiatan usaha yang menjadi landasan pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip – prinsip syariah di Pasar Modal. Sampai dengan saat ini, Efek Syariah yang telah diterbitkan di pasar modal Indonesia meliputi Saham Syariah, Sukuk dan Unit Penyertaan dari Reksa Dana Syariah. 1. Saham Syariah Saham atau stock adalah surat bukti kepemilikan atau tanda kepemilikan bagian modal pada suatu perusahaan terbatas.6 Atau secara konsep, saham dapat diartikan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan hak 6 Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah,(Jakarta: Kencana, 2009),hlm.137 66 bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Prinsip syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun demikian, tidak semua saham yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai saham syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut diterbitkan oleh: a. Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah. b. Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha: a) Perjudian dan permainan yang tergolong judi; b) Perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa; c) Perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu; d) Bank berbasis bunga; e) Perusahaan pembiayaan berbasis bunga; 67 f) Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi konvensional; g) Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat; h) Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah); 2) Rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 82%, dan 3) Rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%. 2. Sukuk (Obligasi Syariah) Obligasi adalah surat utang yang dikeluarkan oleh emiten (dapat berupa badan hukum/perusahaan atau pemerintah) yang memerlukan dana untuk kebutuhan operasi maupun ekspansi mereka.7 Pada umumnya dalam jangka waktu 7 Nurul Huda dan Mustafa Edwin, Invsetasi pada Pasar Modal Syariah,(Jakarta : Kencana, 2008), hlm.83 68 yang panjang dan imbalanya berupa capital gain bagi mereka yang menginvestasikan dananya disini. Sementara Obligasi syariah atau dikenal dengan nama lain Sukuk merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai pengganti dari istilah obligasi syariah (islamic bonds). Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.8 Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari kata ”sakk” dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Sementara itu, Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk sebagai berikut : “Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas: a) Asset berwujud tertentu (ayyan maujudat); b) Nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada; c) Jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada 8 hlm. 152 Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah,(Malang : UIN-Malang Press, 2010), 69 d) Asset proyek tertentu (maujudat masyru’ muayyan); dan atau e) Kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah) a. Karakteristik Sukuk Sebagai salah satu Efek Syariah sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan obligasi. Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk. b. Jenis Sukuk Jenis sukuk berdasarkan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang Investment Sukuk, terdiri dari : 1) Sertifikat kepemilikan dalam aset yang disewakan. 2) Sertifikat kepemilikan atas manfaat, yang terbagi menjadi 4 (empat) tipe : Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset yang telah ada, Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset di masa depan, sertifikat kepemilikan atas jasa pihak tertentu dan Sertifikat kepemilikan atas jasa di masa depan. 3) Sertifikat salam. 4) Sertifikat istishna. 70 5) Sertifikat murabahah. 6) Sertifikat musyarakah. 7) Sertifikat muzara’a. 8) Sertifikat musaqa. 9) Sertifikat mugharasa. Reksa Dana Syariah9 3. Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 Reksa Dana syariah didefinisikan sebagai reksa dana sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal. Reksa Dana Syariah sebagaimana reksa dana pada umumnya merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Reksa Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun 1997 ditandai dengan penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham pada bulan Juli 1997. 9 http://www.bapepam.go.id diakses 29 Januari 2015 71 Sebagai salah satu instrumen investasi, Reksa Dana Syariah memiliki kriteria yang berbeda dengan reksa dana konvensional pada umumnya. Perbedaan ini terletak pada pemilihan instrumen investasi dan mekanisme investasi yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Perbedaan lainnya adalah keseluruhan proses manajemen portofolio, screeninng (penyaringan), dan cleansing (pembersihan). Seperti halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan berbagai peluang keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai peluang risiko, antara lain: a. Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan. Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, sukuk, dan surat berharga syariah lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut. Ini berkaitan dengan kemampuan manajer investasi reksadana dalam mengelola dananya. b. Risiko Likuiditas Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas sebagian besar unit penyertaan yang dipegangnya kepada Manajer Investasi secara bersamaan. dapat menyulitkan manajemen perusahaan dalam menyediakan dana tunai. Risiko ini hanya terjadi pada perusahaan 72 reksadana yang sifatnya terbuka (open-end funds). Risiko ini dikenal juga sebagai redemption effect. c. Risiko Wanprestasi Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana pada umumnya kekayaan reksa dana diasuransikan kepada perusahaan asuransi. Risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tersebut tidak segera membayar ganti rugi atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selain itu, wanprestasi dimungkinkan akibat dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana. d. Risiko politik dan ekonomi Risiko yang berasal dari perubahan kebijakan ekonomi dan politik yang berpengaruh pada kinerja bursa dan perusahaan sekaligus, sehingga akhirnya membawa efek pada portofolio yang dimiliki suatu reksadana.