BAB IV Model Matematika Penyebaran Internal Demam Berdarah Dengue dalam Tubuh Manusia Bab ini menjelaskan model penyebaran virus Dengue dalam tubuh manusia, atau dikenal sebagai model internal. Bagian pertama pada bab ini adalah formulasi model penyebaran internal virus Dengue dalam tubuh manusia. Analisis model terbagi atas dua kasus, kasus pertama adalah model tanpa respon imun. Sedangkan kasus kedua adalah model dengan respon imun. Model pertama dibahas untuk melihat bagaimana perilaku virus Dengue dalam tubuh apabila sistem imun tubuh diasumsikan tidak bereaksi. Mengingat patogenesis penyakit ini masih belum jelas benar. Sedangkan model kedua digunakan untuk melihat sejauh mana respon imun berpengaruh dalam menurunkan jumlah virus dalam populasi sel yang diamati. Kedua model akan dikaitkan untuk menjelaskan bagaimana penyebaran virus Dengue dalam tubuh manusia. Seperti pada bab-bab sebelumnya analisis model dilakukan secara kualitatif lewat eksistensi dan kestabilan lokal titik-titik kesetimbangannya, serta solusi numerik yang dihasilkan sistem untuk nilai parameter tertentu. IV.1 Formulasi model matematika Secara garis besar patogenesis DBD ialah setelah virus Dengue masuk ke tubuh manusia, virus ini selama 3 - 8 hari berada dalam masa inkubasi di lokasi gigitan (sebagian turut peredaran darah). Setelah berkembang biak virus akan masuk ke dalam peredaran darah, menyebabkan terjadinya viremia . Viremia adalah masa dimana virus berada di dalam aliran darah sehingga dapat ditularkan kepada orang lain melalui gigitan nyamuk. Masa viremia ini dimulai 6 - 18 jam sebelum terjadi sakit dan berlangsung antara 1 - 7 hari (Vaughn dkk, 2000). Setelah masa viremia virus tidak ditemukan di darah. 63 Adanya virus di dalam tubuh menimbulkan reaksi hebat sel-sel tubuh. Walaupun virus pada akhirnya lenyap, namun reaksi tubuh akan menimbulkan tanda-tanda dan gejala penyakit DBD (Malavige dkk, 2004). Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun suatu model matematik penyebaran virus Dengue di dalam tubuh manusia untuk mengetahui berapa lama virus Dengue berada dalam aliran darah manusia. Asumsi yang digunakan dalam penyusunan model matematik ini adalah : (i) Hanya ada satu serotipe virus yang menyerang, yaitu Den-2, karena ada studi yang menunjukkan bahwa serotipe DEN-2 merupakan serotipe yang dominan di Bandung (Porter dkk, 2005) (ii) Tidak dibedakan antara infeksi primer dan infeksi sekunder, (iii) Tidak dipertimbangkan stadium penyakit,(iv) Model ini diamati pada 1 µl darah. Mekanisme destruksi sel yang terinfeksi virus Dengue berjalan sebagai berikut: virus menginfeksi tubuh lewat nyamuk masuk ke dalam peredaran darah. Sel-sel sistem imun (Monosit, Makrofag, Limfosit T dan B) akan mengenali virus yang masuk ini dan berusaha mengeliminasinya. Sel-sel sistem imun bersama faktor larut yang ada akan membangun respons imun. Tugas masing-masing sel ini berbeda. Monosit bertugas menyajikan, Makrofag menyajikan dan memfagositosis, sel T (misalnya sel TH 1 dan TH 2) bertugas menyajikan sedangkan sel Tc (sel T sitotoksik) dan Makrofag bertugas memfagositosis. Sel B disamping dapat menyajikan Ag (antigen) lewat Ab (antibodi) yang ada di permukaan selnya dapat memproduksi Ab yang fungsinya menetralkan benda asing (termasuk virus). Faktor larut yang ada (misalnya CRP dan komplemen) mempunyai fungsi membantu penjagaan tubuh (kekebalan innate). Selain itu juga memfasilitasi respons yang terjadi agar bekerja sebagaimana mestinya (kekebalan adaptive) sehingga sel fagosit (sel Tc dan Makrofag) dapat mengeliminasi virus yang ada. Perlu diingat bahwa virus Dengue dapat mengelak respons imun yang terjadi sehingga tidak dikenali dan dapat berkembang biak dalam sel yang 64 diinfeksinya. Diagram transmisi untuk model ini dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar IV.1. Diagram Transmisi Internal Misalkan S(t), I(t), V (t) dan Z(t) berturut-turut adalah kepadatan dari sel sehat penyaji (terutama monosit) yang susceptible, sel terinfeksi, partikel virus bebas, dan sel fagosit pada 1 µl darah pada saat t. Persamaan dinamik untuk sel dan virus diberikan oleh persamaan (IV.1) berikut. dS dt dI dt dV dt dZ̄ dt = µ − α S − a S V, = a S V − β I − ν I Z̄, = k I − γ V − a0 S V, (IV.1) = η + c I + d I Z̄ − δ Z̄. Baris pertama pada persamaan (IV.1) merepresentasikan perubahan sel sehat sepanjang waktu. Parameter µ menyatakan banyaknya sel sehat yang diproduksi (sumsum tulang, kelenjar limfe/organ limfoid) per jam per ml darah. Sel sehat akan berkurang karena rusak, dengan α menyatakan laju kematian alami/rusaknya sel per jam per µl darah. Selanjutnya karena invasi virus Dengue terhadap sel sehat tersebut, maka laju pertumbuhan sel terinfeksi per µl darah karena interaksi antara 65 virus dengan sel sehat, dapat dinyatakan sebagai perkalian dari rata-rata banyaknya kontak yang dilakukan oleh 1 virus per jam dengan peluang sukses kontak antara virus dengan sel menghasilkan sel terinfeksi per µl darah. Parameter interaksi ini dinyatakan dengan a. Baris kedua pada persamaan (IV.1) menyatakan perubahan sel terinfeksi. Pertambahan sel terinfeksi terjadi dari keberhasilan virus menginvasi sel sehat. Sedangkan berkurangnya adalah karena rusak atau mati alami (apoptosis) serta karena sel fagosit yang berhasil membunuh sel terinfeksi. Parameter ini dinyatakan dengan β dengan satuan pengurangan sel terinfeksi per jam per µl darah. Kemudian diasumsikan juga bahwa sel terinfeksi akan tereliminasi konstan sebesar ν, setiap kali mengadakan kontak dengan sel fagosit. Baris ketiga persamaan (IV.1) merupakan perubahan populasi virus bebas. Virus akan bertambah dari produksi virus yang dihasilkan oleh sel terinfeksi yang lisis dikalikan banyaknya virus yang dinyatakan dengan kI. Pada model ini γ menyatakan laju hilangnya virulensi virus per jam per µl darah. Selain itu jumlah virus akan berkurang karena adanya interaksi dengan sel sehat dengan rata-rata kontak sebesar a0 . Sedangkan pada persamaan keempat, sub populasi sel fagosit yang diproduksi oleh sistim imun dengan rata-rata produksi konstan sebesar η dengan waktu hidup sel selama 1δ . Menurut pendapat Kurane dan Ennis penambahan jumlah sel monosit yang terinfeksi oleh virus Dengue mengakibatkan peningkatan aktivitas sel fagosit disadur dari (Gubler, 1998). Dengan alasan tersebut stimulasi produksi sel fagosit diasumsikan konstan sebesar c yang proporsional terhadap kepadatan sel monosit yang terinfeksi dan juga akibat adanya kontak dengan sel terinfeksi dengan rata-rata kontak sebesar d. 66 IV.1.1 Analisis model tanpa respons imun Model internal tanpa respons imun diberikan oleh persamaan (IV.1) dengan nilai ν = 0 dan tanpa persamaan baris keempat. Daerah yang memiliki arti secara biologi pada model tanpa respons imun ini diberikan oleh Ω = {(S, I, V ) : S, I, V ≥ 0}. Mode tanpa respons imun mempunyai dua titik kesetimbangan pada Ω, yaitu titik kesetimbangan tanpa virus E1 dan kesetimbangan adanya virus E2 . Titik kesetimbangan E1 menunjukkan bahwa tidak ada virus dan sel yang terinfeksi sedangkan titik kesetimbangan E2 menyatakan bahwa virus dan sel terinfeksi akan selalu ada sepanjang waktu, jadi merupakan kesetimbangan dengan virus. Titik kesetimbangan E1 diberikan oleh E1 = ( αµ , 0, 0), dan titik kesetimbangan E2 adalah E2 = (S ∗ , I ∗ , V ∗ ), dengan βγ , (ak − a0 β) µ(ak − a0 β) − βαγ = , β(ak − a0 β) µ(ak − a0 β) − βαγ = . βαγ S∗ = I∗ V∗ (IV.2) Seperti pada bab - bab sebelumnya analisis titik kesetimbangan (IV.2) dilakukan dengan menggunakan basic reproductive number, R0 . Untuk penyebaran internal dalam tubuh parameter ini didefinisikan sebagai ekspektasi dari sel terinfeksi yang baru yang dihasilkan oleh satu sel terinfeksi dalam keadaan semua sel dalam tubuh adalah sel sehat (Nowak dan Robert, 2000). Kondisi batas untuk nilai basic reproduction ratio pada model internal adalah satu. Jika R0 < 1 maka penyebaran virus dalam tubuh dapat dikendalikan. Sedangkan jika R0 > 1, maka setiap sel yang terinfeksi akan memproduksi lebih dari satu sel 67 terinfeksi dalam tubuh (Nowak dan Robert, 2000). Pada model ini, sebelum infeksi terjadi, nilai I = 0, V = 0, dan sel sehat berada pada titik kesetimbangan S = µ . α Misalkan pada saat t = 0 infeksi mulai terjadi, maka dalam tubuh terdapat sejumlah V0 partikel virus. Misalkan kondisi awal sel sehat diberikan oleh S0 = µ ,I α 0 = 0, dan V0 . Maka laju satu sel terinfeksi dapat menyebabkan sel terinfeksi yang baru diberikan oleh S(ak−a0 β) . β Jika semua sel dalam keadaan sehat maka S = αµ . Waktu hidup sel sehat direpresentasikan oleh γ1 , maka didapat R0 = µ(ak − a0 β) . βαγ Teorema berikut memberikan kriteria kestabilan untuk titik kesetimbangan tanpa virus. Teorema 1 Titik kesetimbangan tanpa virus E1 stabil asimtotik lokal jika dan hanya jika R0 < 1 dan tidak stabil jika R0 > 1. Bukti Untuk mencari kestabilan lokal dari titik E1 , matriks Jacobi model tanpa respons imun yang dihitung pada E1 adalah −α DE1 = 0 0 0 −µa α −β µa α k −γ − µa α Nilai-nilai eigen dari JE1 adalah −δ dan akar dari polinom p(s) = s2 + (β + γ + µa0 µ(ak − a0 β) )s + βγ − . α α Akar-akar dari polinom p(s) memiliki nilai real yang negatif apabila R0 < 1, akibatnya E1 adalah titik kesetimbangan yang stabil lokal. 68 Selanjutnya akan diturunkan kestabilan dari titik E2 . Titik kesetimbangan E2 = (S ∗ , I ∗ , V ∗ ) dalam R0 adalah S∗ = µ 1 , I∗ = 1 − , V ∗ = R0 − 1. αR0 R0 (IV.3) Dapat dilihat bahwa S ∗ , I ∗ , V ∗ pada (IV.3) akan bernilai positif jika R0 > 1. Dari pelinearan model tanpa respons imun di sekitar titik E2 diperoleh DE2 = 0 −µa αR0 R0 − α −β µa αR0 −(R0 − α) k R0 −γ − µa αR0 . Nilai-nilai eigen dari DE2 adalah akar-akar dari q(s) = s3 + as2 + bs + c, dengan k , k−β µ(ak − a0 β) b = (αβ + µa)R0 + , β 1 c = µ(ak − a0 β)(1 − ), R0 a = αR0 + β + γ Perhatikan bahwa a, b positif dan c > 0 mengakibatkan µ(ak − a0 β) > αβγ atau R0 > 1. Akar-akar dari q(s) memiliki bagian real negatif jika dan hanya jika ab > c atau a1 R03 + a1 R02 + a3 R0 + a4 > 0, dengan a1 = α(αβ + µa) γk a2 = ( + β)(αβ + µa) k−β µaγk a3 = ( ) β a4 = µ(ak − a0 β) 69 (IV.4) Akibatnya diperoleh teorema berikut ini. Teorema 2 Titik kesetimbangan E2 ada jika R0 > 1, dan merupakan titik yang stabil asimtotik lokal jika dan hanya jika kondisi (IV.4) terpenuhi. Gambar ( IV.2) menunjukkan diagram ekuilibria dari titik-titik kesetimbangan model tanpa respons imun terhadap R0 . Untuk R0 > 1 digambarkan sub populasi sel terinfeksi I ∗ pada persamaan (IV.3), dan diilustrasikan oleh kondisi (IV.4) untuk nilai-nilai parameter µ = 0.056, a = 0.001, γ1 = 1, γ2 = 4, α = 0.0024, β = 0.03, k = 0.013. Gambar IV.2. Diagram ekuilibria model tanpa respons imun, garis menunjukkan solusi yang stabil dan titik - titik merepresentasikan solusi yang tidak stabil (kiri), dan daerah kestabilan dari E2 (kanan). IV.1.2 Simulasi numerik model tanpa respons imun Sama halnya dengan model penyebaran eksternal simulasi numerik yang dihasilkan memiliki kesamaan hasil seperti pada Gambar IV.3. Pada gambar tersebut ditunjukkan simulasi numerik untuk model tanpa respons imun untuk nilai parameter tertentu. Pada gambar ini jumlah maksimum sel yang terinfeksi sebesar 254, 2898 dan dicapai saat hari ke 5. Sedangkan jumlah maksimum virus sebesar 1, 8x103 pada saat yang sama yang dicapai oleh jumlah maksimum sel terinfeksi. Setelah masuk 70 ke tubuh manusia, virus akan mengalami masa inkubasi diikuti ledakan populasi virus, yang biasa disebut masa viremia untuk selanjutnya menurun menuju titik kesetimbangannya. Dinamika populasi sel sehat akan menyesuaikan dengan dinamika virus. Pada masa inkubasi jumlah sel sehat tidak mengalami penurunan yang berarti. Penurunan populasi sel sehat akan terjadi seiring meningkatnya jumlah virus. Penurunan populasi sel sehat akan diikuti naiknya jumlah sel terinfeksi. Setelah waktu tertentu, ketiga populasi akan menuju keadaan kesetimbangan. Seperti terlihat pada gambar, pada saat tersebut jumlah populasi sel sehat, sel terinfeksi , dan virus relatif sedikit. Hal yang perlu diperhatikan dari hasil simulasi di atas adalah jumlah maksimum virus hanya dalam skala ribuan. Pada kenyataannya jumlah virus dalam 1 µl darah bisa mencapai jutaan. Hal ini dikarenakan pada model ini, diasumsikan sel yang menjadi sasaran virus hanya sel sistem imun (sel penyaji, sel fagosit) yang jumlahnya sekitar 400 sel. Pada kenyataanya sel sasaran virus adalah semua sel tubuh termasuk sel sistem imun (yakni Monosit, Makrofag, sel Kupffer, sel dendrit) dan bahkan mungkin sel trombosit (pada penyakit DBD penurunan jumlah trombosit dipahami sebagai pertanda progresivitas penyakit). Oleh karena itu jumlah sel sasaran virus bisa mencapai ribuan sel. Pada kondisi setimbang ini sebenarnya masih terdapat sejumlah tertentu virus. Tetapi jumlah virus ini tidaklah signifikan dibanding jumlah maksimum virus. Oleh karena itu pada kondisi ini dapat dikatakan virus tidak lagi beredar dalam aliran darah. Dengan demikian, pada dasarnya bentuk ’punuk’ dapat dikatakan sebagai masa viremia yang menyatakan masa beredarnya virus dalam aliran darah. Penelitian yang dilakukan terhadap virus Dengue menyatakan bahwa virus akan lenyap dari aliran darah manusia setelah masa viremia, namun tidak secara tegas menunjukkan bahwa virus habis sama sekali dari darah manusia (Vaughn dkk, 2000). Jadi dari model yang disusun ini bisa dikatakan bahwa virus Dengue akan ’lenyap’ dari aliran darah manusia, dalam pengertian jumlah proporsi virus pada kondisi setimbang tidak lagi signifikan. Hal ini tidak bertentangan dengan fakta bahwa virus Dengue akan lenyap dari tubuh kurang lebih dalam waktu 7 hari. 71 Gambar IV.3. Simulasi numerik untuk sel susceptible (3a), sel yang terinfeksi (3b) dan virus bebas (3c) dengan memilih nilai awal 400 sel susceptible, sel terinfeksinya nol dan 10 partikel virus bebas. Nilai parameter yang digunakan dalam simulasi ini adalah µ = 0.1668, a = 0.001, γ = 29, α = 0.00041, β = 0.32, k = 208, R0 = 8.9589. 72 IV.2 Model dengan respons imun dalam tubuh Model yang akan dibahas dalam sub bab ini adalah model (IV.1). Untuk analisis lebih lanjut parameter a0 diaumsikan sama dengan a, dan model (IV.1) ditransformasikan melalui parameter Z̄ = Z − ηδ , sehingga diperoleh persamaan berikut dS dt dI dt dV dt dZ dt dengan β1 = β + ην δ = µ − α S − a S V, = a S V − β1 I − ν I Z, = k I − γ V − a S V, (IV.5) = c1 I + d I Z − δ Z, dan c1 = c + dη . δ Domain yang memiliki arti dari segi biologi untuk model (IV.5) adalah Ω = {(S, I, V, Z) : S, I, V, Z ≥ 0}, dan semua parameter yang digunakan pada model (IV.5) adalah positif. IV.2.1 Analisis model dengan respons imun Pada model (IV.5) diperoleh nilai basic reproduction ratio s R0i = k β+ν η δ a αµ , γ + a αµ indeks i menyatakan respons imun. Nilai ini diperoleh dari radius spektral matriks pembangkit berikut. 73 K= 0 aµ α γ+a µ kδ β δ+ν η 0 Matriks K ini diperoleh dari persamaan Jacobi . dI dt dan dV dt model (IV.5), yang dihi- tung pada kondisi semua sel dalam tubuh adalah sel monosit yang susceptible sebesar µ α dan sel fagosit sebesar η δ (lihat (Castillo dkk., 2002) untuk langkah detail). Dari sini dapat dilihat bahwa stimulasi sel fagosit tidak memberikan kontribusi dalam perhitungan parameter basic reproduction ratio. Pada model ini status endemik virus bergantung pada respons individu dalam menghadapi virus yang masuk dalam tubuh. Makin besar laju invasi virus a, makin tinggi kemungkinan terjadi ledakan populasi virus. Sebaliknya kenaikan parameter laju eliminasi sel terinfeksi ν menurunkan resiko terjadinya infeksi dalam tubuh. Ilustrasi dari kejadian ini diberikan oleh Gambar IV.4. Gambar IV.4. Daerah ruang parameter (a, ν) terhadap R0i . Titik kesetimbangan model dengan respons imun Selanjutnya akan dicari titik equilibria dari model (IV.5). Dengan menggunakan manipulasi aljabar pada ruas kanan persamaan model (IV.5), didapatkan 74 µ , α + aV V (α γ + a γ V + a µ) I = , k(α + a V ) c1 I Z = , δ − dI (IV.7) V p3 V 3 + p2 V 2 + p1 V + p0 = 0, (IV.9) S = (IV.6) (IV.8) dan dengan 2 2 p0 = (R0i − 1) R0i α β12 δ (α γ + a µ)2 /(a µ), p1 = (α γ + a µ)2 (β1 d − c1 ν) − a k (d µ + β1 δ) (a µ + α γ) + p2 a k δ (a k µ − α β1 γ), = −a γ a k (β1 δ + d µ) − 2 (β1 d − c1 ν) (a µ + α γ) , p3 = a2 γ 2 (β1 d − c1 ν). Dengan menghilangkan solusi trivial dari V (V = 0), persamaan (IV.9) dapat dituliskan kembali sebagai F (V )G(V ) + c1 H(V ) = 0, (IV.10) dengan F (V ) = [a d γ V 2 + (d (a µ + α γ) − k δ a) V − k α δ] G(V ) = [(a V + α) β1 γ − a (k − β1 ) µ], H(V ) = −ν V (α γ + a (γ V + µ))2 . Selanjutnya, perhatikan persamaan (IV.10) untuk nilai c1 = 0 dan c1 6= 0. Untuk nilai c1 = 0 terbagi atas dua kasus. Pertama, saat respon linier (c) dan respon non-linier (d) dari sel fagosit sama dengan nol. Kedua, saat nilai η = 0 dan c = 0 75 (d 6= 0). Pada kenyataannya tidak ditemukan kasus-kasus ini, namun karena kita bekerja dengan parameter yang bernilai kontinu, akibatnya dinamik virus untuk nilai c atau d atau η yang cukup kecil pada interval waktu yang terbatas dapat dianalisis lewat dinamik virus saat c1 = 0. Untuk kasus c = d = 0, F G merupakan fungsi kuadrat yang memiliki akar positip dan akar negatif. Akar positif F G untuk nilai η > 0 lebih kecil dibandingkan saat η = 0. Perilaku kualitatif akar dari fungsi F G terhadap η diperlihatkan pada Gambar IV.5. Gambar IV.5. Grafik fungsi F G untuk c = d = 0, η = 0 (garis lurus), η > 0 (garis putus - putus). Pada kasus ini terdapat dua ekuilibria yakni kesetimbangan tanpa virus T1 = µ , 0, 0, 0 yang selalu ada serta kesetimbangan endemik virus α T2 = β1 γ a k µ − β1 (α γ + a µ) a k µ − β1 (α γ + a µ) , , ,0 a (k − β1 ) a β1 (k − β1 ) a β1 γ yang eksistensinya dijamin untuk ada untuk R0i > 1. Saat R0i > 1, diperoleh k > β1 , akibatnya T2 selalu positif. Perlu dicatat bahwa nilai nol pada koordinat keempat dari titik T2 sama dengan η δ pada koordinat sebelumnya. Kestabilan lokal dari titik T1 dan T2 diberikan oleh proposisi berikut. Proposisi 1 Misalkan c = d = 0. Jika R0i < 1, titik kesetimbangan T1 merupakan titik yang stabil asimtotik lokal. Jika R0i > 1, titik kesetimbangan T1 tidak stabil 76 dan titik T2 merupakan titik yang stabil asimtotik lokal. Bukti Kestabilan lokal titik T1 diperoleh melalui pelinearan model (IV.5) di T1 . Nilai - nilai eigen dari matriks jacobi di titik tersebut adalah −α, −δ dan akar dari polinom 2 α λ2 + α (β1 + γ) + a µ λ − β1 (α γ + a µ) (R0i − 1) = 0. (IV.11) Saat R0i < 1, persamaan (IV.11) memiliki akar-akar dengan bagian real negatif. Kemudian saat R0i > 1, persamaan tersebut memiliki akar dengan bagian real positif dan bagian real negatif. Selanjutnya, nilai-nilai eigen dari pelinearan model (IV.5) di T2 adalah −δ dan akar dari polinom λ3 + p2 λ2 + p1 λ + p0 = 0, dengan 2 p0 = a k µ − β1 (α γ + a µ) = β1 (α γ + a µ) (R0i − 1), α β1 γ a µ (k − β1 ) (β1 + γ) p1 = + , k − β1 β1 γ a µ (k − β1 ) β1 γ . + p2 = β1 + γ + k − β1 β1 γ Jelas bahwa p0 dan p2 positif, karena R0i > 1 dan k > β1 . Dapat ditunjukkan pula bahwa p1 p2 > p0 . Dengan menggunakan Kriteria Routh-Hurwitz (lihat Lampiran A) diperoleh semua akar dari polinom orde tiga tersebut memiliki akar - akar dengan bagian real negatif. Untuk kasus η = c = 0 dan d 6= 0, terdapat tiga titik ekuilibria, yakni kesetimbangan bebas virus T1o = ( αµ , 0, 0, 0), yang selalu ada, kesetimbangan tanpa respons imun T2o = βγ a k µ − β(α γ + a µ) a k µ − β(α γ + a µ) , , ,0 , a (k − β) a β (k − β) aβ γ yang ada saat R0i > 1. Pada kasus ini, β1 = β dan T2 tereduksi menjadi T2o . Lebih jauh terdapat titik endemik virus yang lain yaitu, T3 = ∗ µ δ ∗ a (d µ − β δ) V − α β δ , , V , α + aV∗ d δ ν (α + a V ∗ ) 77 , dengan d µ − β δ > 0, V ∗ > αβδ , a (d µ−β δ) dan V ∗ memenuhi a d γ V 2 + (d (a µ + α γ) − a k δ) V − k α δ = 0. q 1+ Misalkan R1 = δ a (k−β) . d (a µ+α γ) Kondisi V ∗ > αβδ a (d µ−β δ) ekuivalen dengan R0i > R1 . Jika titik kesetimbangan T3 ada, maka dapat dituliskan sebagai T3 = dengan 4 = p d (a µ − α γ) − a k δ + 4 δ a k δ − d (a µ + α γ) + 4 , , , 2adα d 2adγ a δ (k − β) + a (d µ − β δ) + d α γ − 4 , 2aδν 4 a d k α δ γ + (d (a µ + α γ) − a k δ)2 . Lebih jauh dapat disimpulkan bahwa, komponen V dari T2o lebih besar dari T3 . Proposisi 2 Untuk η = c = 0 dan d 6= 0, dipunyai beberapa sifat-sifat berikut. (i.) Jika R0i < 1, kesetimbangan T1o merupakan titik stabil asimtotik lokal. Jika R0i > 1, maka titik T1o merupakan titik yang tak stabil. (ii.) Jika d µ − β δ ≤ 0 dan R0i > 1, titik kesetimbangan T2o adalah titik stabil asimtotik lokal. (iii.) Jika d µ − β δ > 0 dan 1 < R0i < R1 , titik T2o adalah titik stabil asimtotik lokal. Untuk R0i > R1 , titik T2o tidak stabil. (iv.) Jika d µ − β δ > 0 dan R0i > R1 , maka T3 merupakan titik stabil asimtotik lokal. Bukti Pembuktian (i) dan (ii) serupa dengan pembuktian Proposisi 1. Akan dibuktikan untuk (iii). Kestabilan lokal dari T2o ditentukan melalui pelinearan model αγ (IV.5) di T2o . Nilai-nilai eigen dari matriks Jacobinya adalah −δ + d βµ − a (k−β) . Nilai-nilai eigen tersebut negatif untuk R0i < R1 Selanjutnya nilai eigen yang lain ditentukan oleh akar dari λ3 + c2 λ2 + c1 λ + c0 = 0, dengan koefisien c2 , c1 dan c0 bernilai sama dengan c2 , c1 dan c0 pada pembuktian Proposisi 1 (pada kasus ini, β1 = β). Untuk R0i > 1, nilai - nilai eigennya memiliki bagian real negatif. 78 Tulis T3 sebagai (S ∗ , dδ , V ∗ , Z ∗ ). Pelinearan model (IV.5) pada titik T3 menghasilkan persamaan karakteristik sebagai berikut. (λ + α + a V ∗ ) (λ + γ) λ2 + (β + ν Z ∗ ) λ + δ ν Z ∗ + a S ∗ (λ + α) λ2 + (β + ν Z ∗ − k) λ + δ ν Z ∗ = 0. Dengan menggunakan Z ∗ = a (d µ−β δ) V ∗ −α β δ , δ ν (α+a V ∗ ) (IV.12) diperoleh bahwa semua akar dari per- samaan (IV.12) mempunyai bagian real negatif jika V ∗ > αβδ . a (d µ−β δ) Pertidaksamaan tersebut dapat ditulis sebagai R0i > R1 . Proposisi 2 di atas dapat diilustrasikan pada diagram bifurkasi berikut. Gambar IV.6. Diagram bifurkasi model (IV.5) dengan c1 = 0 (η = c = 0) dan d µ − β δ > 0. Garis lurus menggambarkan stabil asimtotik lokal dan garis putus - putus menggambarkan cabangcabang titik kesetimbangan yang tak stabil. V1o , V2o dan V3 merupakan komponen bebas virus dari titik - titik T1o , T2o dan T3 . Untuk c1 6= 0 dan d 6= 0, titik-titik ekuilibria model (IV.5) diperoleh dari (IV.7) (IV.9). Konsekuensinya I < dδ , hal ini berakibat interval yang mungkin untuk nilai V adalah [0, Vr ), dengan Vr = a k δ−d (α γ+a µ)+4 . 2adγ Proposisi 3 Model (IV.5) selalu memiliki titik kesetimbangan bebas virus T4 = ( αµ , 0, 0, 0)1 Jika R0i > 1, terdapat titik endemik virus (S ∗ , I ∗ , V ∗ , Z ∗ ) dan memenuhi persamaan (IV.6 - IV.9). 1 µ Pada koordinat sebelumnya, T4 = ( α , 0, 0, ηδ ). 79 Gambar IV.7. Gambar atas: kurva dari adγV 2 + (d(aµ + αγ) − kδa)V − kαδ (aV + α)β1 γ − a(k − β1 )µ (kiri: d µ − βδ ≤ 0, kanan: d µ − βδ > 0) dan V2o dan V3 adalah komponen bebas virus dari T1o , T2o dan T3 . 80 Bukti Subtitusi V = 0 pada persamaan (IV.6 - IV.8), diperoleh S = αµ , I = Z = 0. Akibatnya T4 selalu ada. Misalkan F (V ) = p3 V 3 + p2 V 2 + p1 V + p0 . Fungsi F memotong sumbu vertikal pada koordinat (0, p0 ), dengan p0 potitif untuk R0i > 1. Untuk membuktikan eksistensi titik endemik saat R0i > 1, dibagi atas tiga tinjauan parameter c1 ν − β1 d. Untuk c1 ν −β1 d = 0, F tereduksi menjadi fungsi kuadrat. Karena p2 < 0, perkalian akar-akar dari F negatif. Selanjutnya, F (Vr ) < 0. Akibatnya F hanya memiliki satu akar positif. Untuk c1 ν−β1 d < 0, p3 positif. Tanda dari F (Vr ) bergantung dari 2 dγ α−d a µ+4. Tetapi suku tersebut haruslah bertanda positif karena Vr > 0. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat titik kesetimbangan endemik virus yang unik. Dalam disertasi ini tidak dibahas bukti kestabilan titik endemik secara analitik. Eksplorasi numerik mengindikasikan bahwa titik tersebut stabil lokal. Selanjutnya akan dilihat dinamik virus untuk perubahan parameter yang menyatakan respon terhadap sel fagosit. IV.2.2 Simulasi numerik model dengan respons imun Simulasi numerik yang diberikan pada bagian ini menggunakan tabel parameter IV.1. Nilai parameter η diperoleh dengan mengasumsikan bahwa pada nilai kesetimbangannya kepadatan populasi sel fagosit sebelum terjadi infeksi adalah 2000 sel. Tabel IV.1. Beberapa estimasi nilai parameter model internal. Par. µ 1 α 1 δ η Nilai Estimasi Ref. 80 sel/(hari.µl) (Bertell,1993) 3 hari (Bertell,1993) 20 tahun (Mclean,1995) 0.265 sel/(hari.µl) - 81 Simulasi yang pertama pada Gambar IV.8 menggambarkan dinamika virus bebas V , dinamika sel terinfeksi I, dinamika sel sehat S, serta dinamika sel imun Z, terhadap waktu. Dari Gambar IV.8 ini dapat dilihat bahwa gejala mulai muncul saat jumlah partikel virus maksimum, garis tegak putus-putus menunjukkan waktu (dalam hari) timbulnya gejala DBD. Sementara maksimum jumlah sel yang terinfeksi terjadi sebelum gejala DBD muncul. Dari dinamika virus juga dapat dilihat bahwa hilangnya virus berlangsung antara hari ketujuh sampai kedelapan, simulasi ini menangkap fakta bahwa virus Dengue akan lenyap dalam masa satu hingga tujuh hari. Gambar IV.8. Simulasi numerik dari model (IV.5) untuk nilai cν −βd > 0 dan R0i > 1. Nilai-nilai parameter pada simulasi numerik ini adalah γ = 0.8, β = 0.5, a = 0.001, k = 20, ν = 0.001, d = 0.03, c = 15.1. Sedangkan untuk dinamika sel sehat akan menurun sampai empat hari dan naik lagi menuju nilai kesetimbangannya. Sedangkan dinamika dari sel imun akan terus naik sampai mencapai nilai kesetimbangannya. Simulasi pada Gambar IV.8 ini diperoleh 82 untuk nilai cν − βd > 0 dan R0i > 1. Sedangkan simulasi dinamika keempat sub populasi untuk nilai cν − βd < 0 dan R0i > 1 diperlihatkan pada Gambar IV.9. Simulasi pada Gambar IV.9 memperlihatkan bahwa jumlah maksimum sel yang terinfeksi terjadi saat gejala sudah mulai muncul, sedangkan jumlah virus maksimum terjadi setelah gejala DBD sudah berlangsung selama dua hari. Secara umum kecenderungan dinamik dari keempat sub populasi untuk nilai parameter cν − βd < 0 maupun cν − βd > 0 hampir sama. Gambar IV.9. Simulasi numerik dari model (IV.5) untuk nilai cν −βd < 0 dan R0i > 1. Nilai-nilai parameter pada simulasi numerik ini adalah γ = 0.8, β = 0.0045, a = 0.001, k = 20, ν = 0.001, d = 0.0075, c = 0.005. Dari simulasi-simulasi yang dihasilkan untuk kedua kelompok parameter tersebut memiliki perilaku bahwa dinamika sel terinfeksi selalu mencapai puncak terlebih dahulu bila dibandingkan dengan dinamika virus. Sedangkan untuk dinamika sel sehat maupun sel yang imun memiliki perilaku yang sama untuk kedua kelompok 83 parameter tersebut. Perbedaannya adalah pada kelompok parameter cν − βd > 0 memiliki perilaku dinamik yang lebih lambat bila dibandingkan dengan kelompok parameter cν − βd < 0. Dari analisis yang telah dilakukan pada bab ini maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut. Model internal yang dikonstruksi untuk masalah penyebaran virus Dengue tanpa respons imun memiliki dua jenis titik kesetimbangan, titik kesetimbangan pertama adalah titik kesetimbangan tanpa virus, E1 dan titik kesetimbangan kedua, E2 adalah titik kesetimbangan endemik virus dalam tubuh manusia. Kriteria kestabilan untuk titik-titik kesetimbangan tersebut diturunkan melalui parameter basic reproductive number dengan hasil E1 stabil asimtotik lokal saat R0 < 1 dan saat R0 > 1, E2 merupakan titik stabil asimtotik lokal. Sedangkan pada model internal dengan respons imun diperoleh tiga jenis titik kesetimbangan. Titik kesetimbangan pertama adalah titik tanpa virus, kedua titik dengan virus tetapi tanpa respons imun dan ketiga adalah titik kesetimbangan dengan virus lengkap dengan respons imun. Mengenai titik - titik kesetimbangan model dengan respons imun disarikan pada Proposisi 1 sampai 3. Untuk model internal ini nilai basic reproduction ratio model dengan respons imun mereduksi nilai basic reproduction ratio model tanpa q βδ respons imun sebesar β δ+ν . Artinya respons imun yang baik memegang peranan η penting dalam penyembuhan penyakit DBD ini. Simulasi numerik yang menyatakan dinamik sub populasi virus untuk kedua model internal ini memperlihatkan bahwa virus Dengue akan lenyap lebih cepat dari tubuh apabila sel imun bekerja dengan baik. 84