CHARACTERISTIC AMYLUM JACKFRUIT SEEDS ( Artocarpus heterophyllus Lamk.) AND IN VITRO ANTIOXIDANT ACTIVITY TEST Reny Angelina Asmarawati1, Aprilita Rina Yanti2, Eddy Purwoto Boedijono3 1) Majoring Nutrition, Faculty of Health Esa Unggul University 2) Faculty of Health Sciences, Esa Unggul University 3) Chemical Laboratory Health Sciences, Esa Unggul University Jalan Arjuna Utara No.9, Kebon Jeruk, Jakarta Barat Abstract Jackfruit seeds are not much explored in terms of nutrition and antioxidant properties. Gupta et al., indicated jackfruit seeds to be a good source of nutritional and antioxidant components and hold their potential for value addition and nutreaceuntical development. The purpose of this study was determine : (1) Knowing the characteristics of the starch contained in the seeds of Jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lamk.. (2) Knowing the moisture, ash , and Phytocemical content in the Jackfruit seeds (3) Evaluation antioxidant activity DPPH Method that using Etanol 96%. The characteristic of the starch obtained from isolated starch is a starch that high amylosa and amylopektin content flour seeds jackfruit (Artocarpus heterophyllus Lamk.) has a water content of 8,01 % , ash content of 3,34%. The jackfruit seeds has positive phytochemical compounds such as flavonoids, Saponin and steroid. The jackfruit seeds have IC 50 value 514,77 ppm (low) when associated with IC50 value of Vitamin C 3,359 ppm (very Strength). Result Indicated jackfruit seed have antioxidant activity 153 x lower than vitamin C. Keywords : Amylum, Antioxidant Activity, Jackfruit, Jackfruit seeds (Artocarpus heterophyllus Lamk), DPPH. KARAKTERISTIK AMILUM BIJI NANGKA ( Artocarpus heterophyllus Lamk.) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SECARA IN-VITRO Abstrak Biji nangka jarang di ekplorasi padahal biji nangka memilki kandungan gizi yang baik dan potensi aktivitas antioksidan. Menurut Gupta, biji nangka merupakan sumber gizi yang baik dan memiliki komponen antioksidan yang berpotensial dan dapat digunakan dalam pengembangan pangan fungsional. Tujuan dari penelitan ini adalah (1) mengetahui karakteristik amilum biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk), (2) mengetahui kadar air, kadar abu dan kandungan senyawa fitokimia biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk), mengetahui aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menggunakan pelarut etanol 96%. Amilum mengandung amilosa dan amilopektin dengan kadar air 8,01% dan kadar abu 2,14%. Biji nangka positif mengandung senyawa kimia seperti flavonoid, saponin dan steroid. Berdasarkan penelitian diperoleh Nilai IC50 biji nangka sebesar 514,77 ppm, bila dibandingkan dengan nilai IC50 Vitamin C 3,359 ppm dapat disimpulkan bahwa biji nangka memeiliki aktivitas antioksidan 153 kali lebih lemah dibanding vitamin C. Kata Kunci : Amilum, Aktivitas Antioksidan, Biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk), DPPH PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara yang kaya akan tanaman salah satunya adalah nangka. Di Indonesia Tanaman Nangka yang dikenal dengan nama botani Artocarpus integra Merr atau Artocarpus heterophyllus Lamk. Sudah banyak dimanfaatkan, baik sebagai sayuran maupun sebagai penyusun suatu hidangan karena baunya yang disenangi. Selain buahnya yang enak biji nangka juga dapat dimanfaatkan dalam industri pangan. Namun, masyarakat umumnya tidak mengkonsumsi biji, sehingga biji nangka biasanya dibuang sebagai limbah padat (Fairus, 2010), padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang meliputi karbohidrat, asam organik, Vitamin B dan Vitamin C (Dai Yin-Fang dan Liu Cheng-Jun, 2002. Kandungan amilum pada biji nangka berpotensi sebagai alternatif pengganti bahan makanan (Halim, 2014) serta kandungan gizi dan aktivitas antioksidan yang berpotensi dalam pengembangan pangan fungsional (Gupta, 2011). Upaya pemanfaatan tepung biji nangka (Artocarpus heterophyllus lam.) sebagai bahan baku pembuatan tepung diharapkan dapat membantu mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu. Meskipun begitu pemanfaatan dan pengolahan biji nangka belum dilakukan secara optimal, karena kurangnya minat masyarakat dan belum banyak penelitian tentang biji nangka serta dukungan pemerintah. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang karakteristik amilum biji nangka dan uji aktivitas antioksidan secara in-vitro yang terdapat dalam biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lam) dengan metode DPPH (2,2-diphenyl1 picrylhydrazyl). METODE PENELITIAN ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan yaitu: Blender dan oven, pisau, erlenmeyer, tabug reaksi, pipet tetes, pipet volumetri, spektrofotometer UVvish, mikroskop, desikator, objek glass, cover glass, spatula, tanur, kertas saring, mortil dan stamper, rotari evaporator, Almunium dish, labu alas dan alat gelas lainnya, timbangan analitik, dan cawan porselen. Bahan dasar yang digunakan adalah Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk) yang diperoleh dari Pasar tradisional Jalan Pahlawan, Bogor, Jawa Barat., dan telah dideterminasi di Herbarium Bogorriense, Pusat Penelitian dan Pengembangan Botani, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jl. Raya Jakarta Bogor km 46, Cibinong Jawa Barat. Bahan kimia yang digunakan yaitu natrium hipoklorit 0,4 %, Asam klorida 3 %, natrium hidroksida, Etanol 96 %, Asam asetat anhidrat, Asam sulfat pekat, kloroform, Amonia 10%, Ferri klorida, Aquades, Vitamin C dan DPPH. METODE Isolasi Amilum Biji nangka yang telah bersih direndam dalam aquades selama 12 jam, setelah itu blender hingga halus tambahkan akuades 1,5 kali banyaknya bahan, kemudian disaring hingga diperoleh filtrat. Penyaringan diulang hingga cairan yang dikeluarkan tidak berwarna. Filtrat yang didapat kemudian diendapkan. Cuci endapan dengan natrium hipoklorit 0,4% diaduk selama 15 menit sampai bersih, kemudian dicuci kembali dengan air hingga bersih. Selanjutkan keringkan dalam oven pada suhu 50°C selama 24 hingga diperoleh butiran amilum. biru, cokelat, kuning, sampai tidak berwarna (Maligan, 2014). Uji Iodin Untuk mengetahui adanya amilum dari serbuk yang diperoleh dari proses isolasi dilakukan uji iodin. Uji dilakukan pada tiga suasana yaitu netral, asam dan basa. Serbuk dihomogenkan dengan aquades, kemudian dimasukan ke dalam tiga tabung setelah itu direaksikan dengan Reagen yang berbeda pada tiap tabung, tabung I ditambahkan aquades, tabung II ditambahkan HCL dan tabung III ditambahkan NaOH. Pada masing-masing tabung ditambahakan larutan Iodin, kemudian amati perubahan warnanya. Setelah itu dipanaskan diamati perubahan warnanya. Polisakarida akan memberikan reaksi dengan larutan iodin dan memberikan warna spesifik tergantung pada jenis karbohidratnya, Amilosa dengan iodin akan berwarna biru, amilopektin dengan iodine akan berwarna merah violet. Amilum dalam suasana Asam bila dipanaskan dapat terhidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana hasil pemecahan amilum jika diuji akan memberikan warna Penetapan Kadar Abu Metode Tanur Penetapan kadar abu dengan Tanur menggunakan prisnsip gravimetri. Untuk mengetahui mengetahui besarnya kandungan mineral pada amilum. Pemeriksaan Amilum secara mikroskopis Dengan meletakan sampel pada gelas objek ditetesi dengan air kemudian amati dengan pembesaran 40X pada mikroskop binokuler. Penetapan Kadar Air ( AOAC 2005) Penetapan kadar air menggunakan prinsip Gravimetri yaitu menghitung selisih berat sebelum pemanasan dengan berat setelah dilakukan pemanasan. Penapisan Senyawa Kimia Penapisan senawa kimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang memiliki khasiat bagi kesehatan. Penapisan dilakukan dengan menggunakan reagen yang sesuai dengan senyawa sekunder yang akan diuji. Senyawa metabolik yaitu flavonoid, steroid, alkaloid, saponin dan Tanin. Ekstraksi biji nangka dengan Etanol 96% Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 96% Selama satu mingggu. Ekstrak hasil maserasi sipisahkan dari ampas kemudian ampas dimaserasi kembali. Kemudian dipekatkan dengan Rotary Evaporator selama 60 menit pada suhu 40°C. Kemudian dihitung rendemennya dengan rumus Berat Hasil EkstraksiBerat Awal Biji Nangkax 100 Pembuatan Reagen Dalam pengujian aktivitas antioksidan metode DPPH diperlu beberapa reagen yaitu, Larutan DPPH, larutan blangko, larutan induk, larutan uji, larutan pembanding vitamin C. Larutan DPPH dibuat dari 4,929 mg DPPH (2,2–diphenyl-1-Pieryhidrazyl) dilarutkan dengan etanol hingga larut. Larutan blangko didapatkan dari dengan cara memipet 500 µL larutan DPPH (2,2-diphenyl-1 picrylhydrazyl) (125 µM) dimasukkan ke dalam mikroplate, ditambahkan etanol, 500µL. Campuran selanjutnya divorteks selama 1 detik dan diinkubasi selama 30 menit. Larutan ini selanjutnya diukur absorbansi pada panjang gelombang 517 nm menggunakan elisa reader. Pembuatan larutan uji Pembuatan larutan uji sejumlah 50 mg ekstrak ditimbang seksama dan dilarutkan dalam 50 ml etanol kemudian dikocok hingga homogen. Selanjutnya larutan ekstrak dibuat dalam berbagai konsentrasi( 6,25;12,5;25;50;75;100 µg/ml Larutan Vitamin C Pembuatan Ekstrak dari larutan induk Vitamin C dengan penambahan etanol. Pembuatan. Larutan dibuat dalam berbagai konsentrasi (0,5, 1, 2,5, 5, 7,5 10 µg/ml) Pengukuran Aktivitas Antioksidan Dari masing-masing konsentrasi fraksi dan vitamin C dipipet 500 µL dimasukkan ke dalam mikroplate lalu di tambahkan 500 µL DPPH 125 µM. Campuran selanjutnya divortek sselama 1 detik dan diinkubasi selama 30 menit. Larutan ini selanjutnya diukur absorbansi pada panjang gelombang 517 nm menggunakan elisa reader. Analisa Data Pengolahan data, menggunakan analisis regresi linear sederhana. Untuk menghitung % hambatan antioksidan terhadap radikal bebas DPPH digunakan rumus sebagai berikut: (Absorban blangko-Absorban sampel)Absorban blangkox100% Penentuan Nilai IC50 Nilai IC50 diperoleh dari perpotongan garis antara daya hambatan dan sumbu konsentrasi, kemudian dimasukkan ke dalam persamaan y= bx+a. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi sampel yang dilakukan di Herbarium Bogorriense, Pusat Penelitian dan Pengembangan Botani, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jl. Raya Jakarta Bogor km 46, Cibinong Jawa Barat menunjukan bahwa sampel merupakan biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) dengan familia moraceae. Amilum biji nangka dibuat dengan cara seperti yang telah dilakukan peneliti terdahulu. Biji nangka yang digunakan dari buah nangka yang sudah matang. Setelah biji nangka bersih dan sudah dirajang dilakukan perendaman selama 12 jam tujuannya agar biji nangka yang akan diblender lunak. Untuk menghasilkan amilum dengan kualitas yang baik, maka dilakukan pencucian dan pemutihan dengan natrium hipoklorit 0,4%, diaduk selama 15 menit hingga kadar natrium hipokloritnya hilang. Besarnya kadar natrium hipoklorit dan lamanya mengaduk merupakan hasil optimal dari orientasi, yaitu apabila dilakukan pada kadar kurang dari 0,4% hasilnya kurang putih, dan bila dilakukan lebih dari 0,4% partikel amilum jadi rusak. Jadi karena tujuan pemutihan disini hanya untuk menghilangkan pengotor yang menyebabkan warna amilum tidak putih bersih maka diusahakan warna seputih mungkin tetapi amilumnya tidak rusak. Selanjutnya amilum dicuci kembali dengan aquades hingga bersih dan bau khas kaporitnya hilang. Hasil uji kualitatif dengan iodin menunjukan bahwa serbuk putih yang dihasilkan adalah benar amilum setelah diperoleh reaksi positif terhadap reaksi iodin, setelah 1 gram serbuk disuspensikan dalam 50 ml air yang kemudian ditetesi Iodn terjadi perubahan warna menjadi biru tua. Setelah dipanaskan 5 menit warna biru tua memudar (Gusmayadi, 2011). Selanjutnya amilum biji nangka dilakukan uji kadar abu dan uji kadar air. Pengujian kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan mineral dalam amilum. Farmakope Indonesia memberikan batas untuk amilum kadar abu tidak lebih dari 0,6% dan kadar air tidak lebih dari 15% (Gusmayadi, 2011). Hasil uji menunjukan kadar abu biji nangka 2,14%, ini berarti biji nangka mengandung mineral cukup tinggi. Berdasarkan uji kadar air diperoleh 8,01% hasil ini mendekati hasil penelitian sebelumnya yaitu 8,1 % dapat disimpulkan bahwa amilum biji nangka memenuhi syarat kualitas bahan yang baik. Pemerikasaan Morfologi amilum biji nangka dilakukan dengan mikroskop binokuler pada pembesaran 40x. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui bentukbentuk khas dari amilum biji nangka. Penampakan bentuk amilum secara mikroskopis tidak terlalu jelas, karena keterbatasan alat. Yang tampak pada mikroskop yaitu butirbutir tunggal, butir persegi, hilus tidak terlihat jelas ada juga lamella yang berupa butir majemuk. Selanjutnya dilakukan penapisan senyawa kimia. Berdasarkan penapisan senyawa kimia yang telah dilakukan ekstrak biji nangka memberikan hasil positif pada flavonoid, saponin dan steroid. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan di India oleh Gupta (2011) yang menyatakan bahwa biji nangka mengandung alkaloid, saponin dan steroid. Perbedaan hasil yang diperoleh kemungkinan disebabkan karena dipengaruhi sumber biji nangka yang berbeda (Akinmutimi 2006). Faktor lingkungan, seperti iklim, cuaca dan lokasi tumbuh sangat berpengaruh terhadap komponen aktif suatu tumbuhan (Bruso, 2015). Tabel 1. Hasil Penapisan Senyawa Kimia Senyawa kimia Hasil Alkaloid Flavonoid + Saponin + Steroid + Tanin Keterangan : (+) = Mengandung sekunder senyawa (-) = Tidak mengandung senyawa sekunder Penapisan senyawa kimia terhadap ekstrak etanol biji nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.) dilakukan guna mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak etanol biji nangka. Pengujian fitokimia dilakukan dengan cara mengambil sedikit sampel dari ekstrak hasil maserasi, lalu ditambahkan reagen sesuai dengan senyawa yang akan diidentifikasi (Amir dan Saleh, 2012) Uji aktivitas Antioksidan Pada pengujian ini digunakan 250 gram sampel biji nangka. Sampel dipotong-potong dan dihaluskan dengan blender sehigga didapatkan serbuk halus sebayak 23,78 gram. Sampel dipotong-potong untuk mengurangi kadar air pada sampel sehingga dapat mencegah tumbuhnya jamur serta mempermudah proses penguapan pelarut. Botol yang digunakan dalam metode maserasi ini adalah botol berwarna gelap dan penyimpanan juga di tempat yang terlindung dari cahaya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penguraian zat oleh cahaya (fotolisis). Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi selama 1 minggu dengan 3 kali pengulangan atau penggantian larutan etanol setiap 3 hari sekali. Hal ini dimaksudkan agar proses penarikan zat-zat dari sampel sempurna (Nasution, 2014). Cara maserasi dipilih untuk mencegah kerusakan kandungan kimia yang tidak tahan terhadap panas, selain itu cara maserasi mudah dilakukan dan peralatan yang dibutuhkan sederhana mudah diusahakan. Pelarut etanol 96% dipilih karena etanol dapat mempertahankan sifat dan karakteristik bahan terlarut dan mampu mengendapkan zat-zat yang terkandung dalam bahan. Etanol banyak digunakan sebagai pelarut karena etanol relatif aman digunakan untuk bahan-bahan kimia yang ditunjukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Etanol merupakan senyawa bersifat polar yang artinya mampu melarutkan senyawa polar, dan etanol dapat bercampur dalam air yang juga bersifat polar sifat. yang paling penting adalah polaritas dan gugus polar suatu senyawa. Suatu bahan akan larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Macam pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi dapat mempengaruhi proporsi senyawa-senyawa kandungan yang tersari (Arista, 2013). Maserat yang diperoleh diuapkan dengan Rotary Evaporator pada suhu 40°C, penggunaan suhu tersebut adalah untuk mencegah terjadi kerusakan pada maserat yang diekstrak dan menjaga keamanan pada saat proses pengentalan dengan Rorary Evaporator. Ekstrak kental etanol biji nangka selanjutnya digunakan untuk uji aktivitas antioksidan metode DPPH 2,2difenil-2- pikrilhidrazil) (Khoirani, 2013). Dalam penelitian ini vitamin C digunakan sebagai pembanding larutan pembanding Vitamin C memilki gugus hidroksil bebas yang betindak sebagai penangkap radikal bebas. Gugus polihidroksil akan meningkatkan aktivitas antioksidan (Wahono, 2012). Aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol biji nangka dinyatakan dalam presentase inhibisi terhadap radikal bebas DPPH. Presentase inhibisi ini didapatkan dari perbedaan serapan antara absoraban DPPH dengan absorban sampel. Besarnya aktivitas antioksidan ditandai dengan nilai IC50 yaitu konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH. Semakin besar presentase inhibisi sampel maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya (Nasution, 2014). Penggunaan DPPH untuk metode penangkapan radikal mempunyai keuntungan yaitu: mudah digunakan, mempunyai tingkat sensitivitas tinggi, dan dapat menganalisis sejumlah besar sampel dalam jangka waktu yang singkat (Kim, 2002). Dari pengujian aktivitas antioksidan pada biji nangka diperoleh persen inhibisi sebesar 81,25%, 52,26%, 33,33%, 23,0,56% dan 18,056%. Peningkatan persen inhibisi ini menandakan bahwa konsentrasi estraksi yang ditambahkan mempengaruhi kemampuan ekstrak dalam meredam radikal bebas. Hanani, (2005) menyatakan bahwa presentase inhibisi terhadap radikal bebas akan ikut meningkat seiring meningkatnya konsentrasi. Hasil analisis nilai IC50 dari ekstrak etanol biji nangka adalah 514,77 ppm, Sedangkan vitamin C sebagai pembanding memiliki nilai IC50 3,359 ppm. Berdasarkan hasil IC50 tersebut diketahui ekstrak etanol biji nangka memilki aktivitas antioksidan 153 kali lebih kecil dibanding aktivitas antioksidan vitamin C yang telah terbukti terhadap penghamabatan radikal bebas. Aktivitas antioksidan ekstrak biji etanol ini termasuk kategori lemah. Menurut literatur, sampel yang mempunyai aktifitas antioksidan kuat memiliki IC50 kurang dari 200 μg/ml. Tabel 2. Nilai-nilai IC50 ekstrak etanol biji nangka dan Vitamin C Sampel Persamaan Regresi Ekstrak Y=0,0674+15 etanol biji ,51 nangka Vitamin C Y=11,79+10,3 7 IC50 (ppm) 514,77 3,359 SIMPULAN DAN SARAN Amilum yang dihasilkan putih bersih dengan kadar air 8,01% dan kadar abu 2,14%. Senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak etanol biji nangka adalah flavonoid, saponin dan steroid. Nilai IC50 dari ekstrak etanol biji nangka adalah 514,77 ppm, Sedangkan vitamin C sebagai pembanding memiliki nilai IC50 3,359 ppm. Berdasarkan hasil IC50 tersebut diketahui ekstrak etanol biji nangka memiliki aktivitas antioksidan 153 kali lebih lemah dari vitamin C. Perlu dilakukan penelitian aktivitas antioksidan biji nangka menggunakan pelarut lain seperti etil asetat atau heksan. Serta perlu dilakukan isolasi senyawa murni untuk mengetahui senyawa yang berperan terhadap aktivitas antioksidan. DAFTAR PUSTAKA Akinmutimi, A.H., (2006). Nutritive Value of Raw and Processed Jack Fruit Seeds (Artocarpus heterophyllus): Chemical Analysis. Agricultural Journal, 1: 266-271. Amir, Farida., Saleh, C., (2014). Uji aktivitas Antioksidan ekstrak etanol biji durian (Durio zibethinus Murr) menggunakan DPPH. Jurnal Mulawarman dengan Penambahan metode Nangka Kimia 11:2, Mei 2014. Arista, Fairus, (2010). Pengaruh Konsentrasi HCL dan waktu hidrolisis terhadap perolehan glukosa yang dihasilkan dari pati Biji Bandung:Institut nangka. Teknologi Nasional Bandung. Jurnal prosiding, ISSN 1693-4393 Gupta, D., Mann, S., Sood, A., dan Gupta, R. K. (2011). Phytochemical, Nutritional and Antioxidant Activity Evaluation of Seeds of jackfruit (Artocarpus Heterophyllus Lam.). International Journal of Pharma and Bio Sciences. 30 November 2015. http://www.ijpbs.net Gusmayadi, I., dan sumaryono, B., (2012). Isolasi Pisang kepok (Musa Paradisiaca Var ABB) Serta modifikasinya. Jurnal FARMASAINS 1:5. April 2012. Pati Biji (Artocarpus Heteophyllus Terhadap Nugget Mega. (2013). Aktivitas Antioksidan Ekstrak etanol 80% dan 96% daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya 2:2. 2013 Sirin. Halim, Ibrahim, (2014). Pengaruh Lam.) kualitas Ayam.. fisik Jurnal universitas Brawijaya.1:1. 2014 Hanani, (2005). Identifikasi senyawa antioksidan dalam Spons callysponga SP dari kepulauan seribu. Majalah ilmu kefarmasian, Vol.2 No.3 Desember, 2005, 127-133 Hanani, (2013). Antioksidant activit of combination of Gracianan Manggostana Pericarp and Hibiscus Sabdariffa calyxes. International PharmaTech jurnal of Research Vol.5,No.1, pp 162-166. JanMar 2013. University of Indonesia. Ibrahim, Halim., Radiati, Eka., dan Tohari, Imam (2014). Pengaruh Penambahan Pati Biji nangka (Arthocarpus heterophyllus Lam.) terhadap kualitas fisik Nugget Ayam. Jurnal universitas Brawijaya.1:7 Khoirani, Nur., (2013). Karakteristik Simplisia Dan Standardisasi Ekstrak Etanol Herba Kemangi (Ocimum americanum L). Skripsi. Program Studi Farmasi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah; Jakarta Kim, D.K., Lee, K.W., Lee, H.J. and Lee, C.Y., 2002, Vitamin C equivalent antioxidant capacity (VCEAC) of phenolic phytochemicals, Journal Agric. Food Chem. Maligan, J.M., Sani, R.N., Nisa, F.C., dan Andriani, R.D., (2014). Analisis Rendemen dan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Mikroalga Tetraselmis chuii. Laut Jurnal Pangan dan Agroindustri.2 (2):121-126. Molineux, P. (2004). The Use of The Stable Free Radical Diphenyl picrylhydrazil (DPPH) for estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal. Sci. Technol., 26(2). Nasution, Hasmalina (2014). Pengujian antiradikal bebas difenilpikril hidrazil (DPPH) ekstrak etil asetat daun nangka (Artocarpus heterophyllus Lam.). Jurnal Sains Dasar 3:2. 2014 Wahono, (2012). Antioxidant Activity of Flavonoid from Anredera Cordifolia (Ten) Steenis Leaves. International Research Journal Pharmacy 2012. 3:9 Windono, T., Soediman, S., Yudawati, U., Ermawati, E., Srielita, A., Erowati, T.I., (2001), Uji Peredam Radikal Bebas Terhadap 1,1-Diphenyl-2Picrylhydrazil (DPPH) dari Ekstrak Kulit Buah dan Biji Anggur (Vitis vinifera L.) Probolinggo, Biru dan Bali, Artocarpus, 1:1 34-43.