PDF (Bab I)

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyakit diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang angka
kejadiannya tinggi. Pengobatan penyakit tersebut dapat dilakukan dua cara yaitu
cara konvensional dan non konvensional. Pengobatan dengan menggunakan obat
hipoglikemik oral (OHO) dirasakan sangat mahal dan efek sampingnya cukup
tinggi. Alternatif pengobatan diabetes mellitus seringkali memanfaatkan
pengobatan tradisional yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Banyak tumbuhan
yang dimanfaatkan dan berpotensi sebagai antidiabetes berasal dari famili
Moraceae. Terdapat beberapa jenis tumbuhan yang termasuk dalam famili
Moraceae yaitu tumbuhan kluwih (Artocarpus camansi), sukun (Artocarpus
communis), nangka (Artocarpus heterophyllus).
Marianne dkk (2011) melaporkan bahwa ekstrak etanol dari daun kluwih
(Artocarpus camansi) memiliki kandungan beberapa senyawa, yaitu alkaloid,
flavonoid, tannin, glikosida, antrakuinon, dan steroid/triterpenoid dan diperoleh
hasil bahwa ekstrak etanol daun kluwih mampu menurunkan kadar glukosa darah
pada mencit yang diberi beban glukosa. Daun sukun juga terbukti dapat
menurunkan kadar glukosa darah. Anjaswati (2012) telah melakukan peneliitian
tentang pengaruh infusa daun sukun (Artocarpus communis) terhadap penurunan
kadar glukosa darah pada tikus putih (Rattus norvegicus). Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa infusa daun sukun mampu menurunkan kadar glukosa darah
pada tikus putih. Nangka banyak terdapat di masyarakat. Selain buahnya dapat
dimakan, diharapkan bagian lain dari tumbuhan ini juga dapat dimanfaatkan. Dari
hasil penelitian sebelumnya kluwih, sukun, dan nangka berasal dari genus yang
sama. Tanaman dengan genus yang sama dimungkinkan memiliki kandungan
kimia dan aktivitas farmakologi yang sama (Zanin, et al., 2012). Oleh karena itu
perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk membuktikan aktifitas farmakologinya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
manfaat ekstrak etanol daun nangka sebagai obat antidiabetes dikarenakan
1
2
penelitian tentang daun nangka masih sangat terbatas. Selanjutnya ekstrak ini
diharapkan dapat menjadi suplemen dalam terapi pasien diabetes melitus yang
pada akhirnya mampu menurunkan morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas
(angka kematian) akibat penyakit tersebut.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dari
penelitian ini adalah apakah ekstrak etanol daun nangka (Artocarpus
heterophyllus) dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus wistar yang
diinduksi aloksan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas penurunan kadar
glukosa darah ekstrak etanol daun nangka (Atrocarpus heterophyllus) pada tikus
wistar yang diinduksi aloksan.
D. Tinjauan Pustaka
1.
Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
mellitus
merupakan
kelompok
penyakit
metabolik
dengan
karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya (PERKENI, 2011)
Diabetes mellitus dibagi menjadi 2 kategori utama berdasarkan sekresi
insulin endogen untuk mencegah munculnya ketoasidosis, yaitu (1) Diabetes
mellitus tergantung insulin (IDDM = insulin dependent diabetes mellitus) atau
tipe I, dan (2) Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM = non-insulin
dependent diabetes mellitus) atau tipe II (Rowland dan Bellush, 1989).
a. Diabetes mellitus (DM) tipe I
Diabetes mellitus (DM) tipe I diperantarai oleh degenerasi sel
Langerhans
pankreas
akibat
infeksi
virus,
pemberian
senyawa
β
toksin,
diabetogenik (streptozotosin, aloksan), atau secara genetik (wolfram sindrome)
3
yang mengakibatkan produksi insulin sangat rendah atau berhenti sama sekali.
Hal tersebut mengakibatkan penurunan pemasukan glukosa dalam otot dan
jaringan adiposa. Penurunan berat badan merupakan ciri khas dari penderita DM I
yang tidak terkontrol. Gejala yang sering mengiringi DM I yaitu poliuria,
polidipsia, dan polifagia. Peningkatan volume urin terjadi disebabkan oleh
diuresis osmotik (akibat peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemik) dan
benda-benda keton dalam urin. Lebih lanjut, diuresis osmotik tersebut akan
mengakibatkan kondisi dehidrasi, kelaparan dan shock. Gejala haus dan lapar
merupakan
akibat
dari
kehilangan
cairan
dan
ketidakmampuan
tubuh
menggunakan nutrisi (Nugroho, 2006).
Pada DM I, kadar glukosa darah sangat tinggi, tetapi tubuh tidak dapat
memanfaatkannya secara optimal untuk membentuk energi. Oleh karena itu,
energi diperoleh melalui peningkatan katabolisme protein dan lemak. Seiring
dengan kondisi tersebut, terjadi perangsangan lipolisis serta peningkatan kadar
asam lemak bebas dan gliserol darah. Dalam hal ini terjadi peningkatan produksi
asetil-KoA oleh hati, yang pada gilirannya diubah menjadi asam asetoasetat dan
pada akhirnya direduksi menjadi asam β – hidroksibutirat atau mengalami
dekarboksilasi menjadi aseton. Pada kondisi normal, konsentrasi benda-benda
keton relatif rendah karena insulin dapat menstimulasi sintesis asam lemak dan
menghambat lipolisis. Hanya dibutuhkan kadar insulin yang kecil untuk
menghambat lipolisis (Nugroho, 2006).
b. Diabetes mellitus (DM) tipe II
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak
bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin
yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena
dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi
relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin
pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta
pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa (Ndraha, 2014).
4
Pada DM tipe 2, gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada.
Jenis DM ini seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru
dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan
komplikasi sudah terjadi. Penderita DM tipe 2 ini umumnya lebih mudah terkena
infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan memburuk, menderita
hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah
dan saraf (Haeria, 2009).
2. Tanaman Nangka
a. Klasifikasi
Nangka memiliki nama botani Artocarpus heterophyllus Lamk. dengan
klasifikasi sebagai berikut
Kingdom : Plantae
Devisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Bangsa
: Urticales
Suku
: Moraceae
Marga
: Artocarpus
Jenis
: Artocarpus heterophyllus Lam
(Plantamor, 2014)
b. Khasiat
Bagian dari pohon nangka selain buahnya yang dapat dimakan, kulit
batang, getah, dan daunnya juga dapat digunakan untuk beberapa kemanfaatan,
yaitu: kulit batang nangka mempunyai aktivitas antibakteri. Swantara dkk (2011)
melakukan uji aktivitas antibakteri fraksi kulit batang nangka. Hasil uji
bioaktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia
coli menunjukkan ekstrak etil asetat memiliki zona hambat pertumbuhan bakteri
paling besar.
Elevitch dan Manner (2006) menyatakan bahwa lateks atau getah dari
tumbuhan nangka memiliki nilai bakteriolitik sebanding dengan getah pepaya.
5
Selain itu, lateks lengket digunakan untuk menangkap burung (pulut) dan
perangkap serangga.
Telah dilakukan juga penelitian terhadap efekitifitas dari daun nangka.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Hamzah dkk dengan memformulasikan salep
dari ekstrak etanol daun nangka terhadap penyembuhan luka terbuka pada kelinci.
Dari hasil penelian tersebut terbukti bahwa salep ekstrak etanol daun Nangka 5%,
10% dan 15% memberikan efek penyembuhan terhadap luka terbuka pada kelinci
dan yang paling berefek baik ditunjukkan pada salep ekstrak daun Nangka 15%
(Hamzah et al., 2013).
c. Kandungan Kimia
Wang et al., (2011) telah melakukan isolasi total senyawa flavonoid dari
ekstrak etanol daun nangka. Hasil total senyawa flavonoid yang diperoleh sebesar
7,55 mg/g pada kondisi optimasi ekstraksi ultrasonic-assisted dengan metodologi
respon permukaan.
Ranting nangka diisolasi dan diperoleh beberapa senyawa fenolik baru.
Dua senyawa baru dari golongan kalkon yaitu artocarpusins A dan B, satu
senyawa baru dari golongan flavon yaitu artocarpusin C, satu senyawa baru dari
turunan 2-arylbenzofuran yaitu artocarstilene, dan 15 flavonoid (Di et al, 2013).
Beberapa jenis senyawa flavonoid yang diisolasi dari nangka :
cycloartomunin
(1),
dihydroisocycloartomunin
cyclomorusin
(4),
(2),
cudraflavone
dihydrocycloartomunin
A
(5),
cyclocommunin
(3),
(6),
artomunoxanthone (7), cycloheterohyllin (8), artonins A (9) dan B (10),
artocarpanone (11), artocarpanone A (12), dan heteroflavanones A (13), B (14),
dan C (15) (Wei et al., 2005).
Penyelidikan fitokimia dari daun Artocarpus heterophyllus dilengkapi 6
senyawa glikosida dari kombinasi yang berbeda dari petroleum eter, kloroform
dan metanol. Struktur senyawa ini dilakukan dan ditetapkan dengan metode
spektroskopi standar. Senyawa glikosida yang terisolasi adalah n-Octadec-9-enoyl
α-L-rhamnopyranoside (1), n-octadec-9,12-dienoyl-α-L-rhamnopyranoside (2), noctadec-9,
12-dienoyl-β-D-glucopyranoside
(3),
n-octadec-9-enoyl-β-D-
6
glucopyranoside (4), n-octadec-9-enoyl-β-D-arabinopyranoside (5) dan n-octadec9-enoyl-α-D-xylopyranoside (6) (Shahin, et al., 2012).
3. Aloksan
Menurut Cheta (1998), hewan uji dapat dibuat diabetes melalui dua cara,
yaitu : (1) induksi melalui pankreaktomi, senyawa kimia (diabetogenik) dan virus;
(2) spontan (spontaneous), misalnya menggunakan tikus BB (bio breeding) atau
mencit NOD (non-obese diabetic) (Nugroho, 2006).
Aloksan merupakan diabetogenik yang sering digunakan dalam percobaan
pada hewan uji. Dosis yang digunakan dengan secara intraperitonial adalah 150
mg/KgBB. Kadar glukosa darah pada tikus sebelum pemberian aloksan adalah
normal yaitu di bawah 126 mg/dL dan setelah pemberian aloksan menunjukkan
kadar glukosa darah di atas 200 mg/dL yang dianggap hewan uji sudah
mengalami diabetes (Nugroho,2010).
Gambar 1. Struktur Kimia Aloksan (Cheta, 1998)
E. Landasan Teori
Beberapa tanaman dalam famili Artocarpus dilaporkan memiliki aktivitas
antidiabetes. Ekstrak etanol daun kluwih (Artocarpus camansi) secara signifikan
menurunkan kadar glukosa serum pada tikus yang diberi beban glukosa (Marianne
dkk, 2011). Analisis fitokimia menunjukkan ekstrak etanol daun kluwih
mengandung
berbagai
komponen
seperti
alkaloid,
flavonoid,
glikosida,
antrakuinon, dan steroid/triterpenoid.
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Anjaswati (2012) terhadap daun
sukun (Artocarpus communis), ekstrak etanol dari bagian daun tanaman ini
mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus. Tanaman ini mengandung
7
flavonoid (artoindonesianin dan quercetin), saponin, polifenol, asam hidrosianat,
asetilcolin, tannin, riboflavin, phenol, dan champorol (Ramadhani, 2009).
Artocarpus heterophyllus sendiri
mengandung beberapa senyawa,
antaranya: alkaloid, flavonoid, saponin dan tannin (Bachtiar dkk, 2010). Berdasar
kekerabatannya dalam satu genus artocarpus dan aktivitas senyawa-senyawa yang
sama yang terdapat dalam beberapa tanaman, maka diduga golongan alkaloid,
flavonoid, dan tanin dari ekstrak daun nangka dapat menurunkan kadar glukosa
darah.
F. Keterangan Empiris
Ekstrak etanol daun nangka (Artocarpus heterophyllus) mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah tikus wistar yang diinduksi aloksan.
Download