ANALISIS PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS), PRICE EARNING RATIO (PER), DAN RETURN ON EQUITY (ROE) TERHADAP HARGA SAHAM LQ45 DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2007-2008 ABSTRAK Tujuan penulisan ilmiah ini adalah Untuk mengetahui pengaruh EPS, PER dan ROE secara partial dan bersama-sama terhadap harga saham pada perusahaan go public yang termasuk ke dalam LQ45, serta Untuk mengetahui pada rasio apa EPS, PER dan ROE yang paling signifikan memengaruhi harga saham. Kata kunci : Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), Return On Equity (ROE), dan harga saham PENDAHULUAN Pasar Modal Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrument derivative maupun instrument lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrument jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrument derivative seperti option, futures, dan lain-lain. Undang-undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan Pasar Modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek”. Investasi dalam saham Menurut Graham, Dodd (1996 :2) “Investasi adalah suatu tindakan yang dilakukan setelah melalui proses analisis yang mendalam dan tindakan tersebut menjanjikan keamanan nilai pokok investasi dan hasil yang memuaskan”. Investasi dalam sekuritas (saham) adalah merupakan tanda keikutsertaan kepemilikan suatu perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan dari usaha pokoknya. Didalam investasi yang bersifat jangka panjang disamping bertujuan untuk memperoleh pendapatan, dapat juga dengan tujuan untuk mengontrol atau menguasai perusahaan lain dengan cara membeli atau memiliki sebagian besar saham-saham perusahaan yang diawasi atau dikuasai tersebut. Apabila seorang investor membeli suatu saham biasa perusahaan lain, saham itu akan dicatat sesuai dengan harga perolehannya yaitu harga kurs saham ditambah biaya-biaya yang berhubungan dengan pembelian tersebut. Saham biasa mempunyai nilai nominal tertentu dan adanya hak bagi pemegang saham (investor) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan serta ikut menanggung resiko apabila mengalami kerugian. Akan tetapi apabila terjadi pembubaran perusahaa, pemilik saham bisa memiliki tuntutan (klaim) yang terakhir terhadap kekayaan perusahaan setelah seluruh kreditor dan pemilik saham istimewa mendapat bagian. Resiko Investasi Resiko investasi di Pasar Modal pada prinsipnya semata-mata berkaitan dengan kemungkinan terjadi fluktuasi harga. Resiko-resiko yang mungkin dapat dihadapi investor tersebut antara lain : a. Resiko Daya Beli (Purchasing Power Risk) Sifat investor dalam menangani faktor resiko di Pasar Modal ini terdiri dari dua yaitu, investor yang tidak menyukai resiko (risk averter) dan investor yang menyukai menantang resiko (risk averse). Bagi investor kategori pertama ini akan mencari atau memilih jenis investasi yang akan memberikan keuntungan sama dengan investasi yang dilakukan sebelumnya. b. Resiko Tingkat Bunga (Interest Risk) Naiknya tingkat bunga biasanya menekan harga jenis surat-surat berharga yang berpendapatan tetap termasuk harga-harga saham. Biasanya, kenaikan tingkat suku bunga berjalan tidak searah dengan harga-harga instrument pasar modal. Dengan naiknya tingkat bunga, jelas akan menurunkan harga-harga di pasar modal. c. Resiko Pasar (Market Risk) Apabila pasar bergairah umumnya hampir semua harga saham di Bursa Efek mengalami kenaikan. Sedangkan apabila pasar lesu saham-sham akan ikut pula mengalami penurunan. Perubahan psikologi pasar dapat menyebabkan harga-harga surat berharga anjlok terlepas dari adanya perubahan fundamental atas kemampuan perolehan laba perusahaan. d. Resiko Likuiditas (Liquidity Risk) Resiko ini berkaitan dengan kemampuan suatu surat berharga untuk dapat segera diperjualbelikan dengan tanpa mengalami kerugian yang berarti. Pengertian Saham Menurut Dyah Ratih (2005), Saham adalah surat berharga sebagai bukti penyertaan atau kepemilikan individu maupun institusi atas suatu perusahaan. Saham sebagai sekuritas yang bersifat ekuitas, memberikan implikasi bahwa kepemilikan saham mencerminkan kepemilikan atas suatu perusahaan. Berbeda dengan obligasi, saham tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo dan tidak memberikan pendapatan tetap. Dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham : a. Deviden Deviden merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Deviden diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan deviden, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan deviden. Deviden yang dibagikan perusahaan dapat berupa deviden tunai, artinya kepada pemegang saham diberikan deviden berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham atau dapat pula berupa deviden saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan deviden sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian deviden saham tersebut. b. Capital Gain Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Sebagai instrument investasi, saham memiliki resiko, antara lain : a. Capital Loss Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. b. Resiko Likuidasi Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, maka sisa tersebut dibagi secara proposional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan resiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan. Harga Saham Menurut Sawidji Widoatmojo (1996) harga saham dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : a. Harga Nominal Harga yang tercantum dalam sertifikat yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal memberikan arti penting bagi saham karena deviden biasanya ditetapkan berdasarkan harga nominal. b. Harga Perdana Harga ini menetapkan pada waktu harga saham tersebut dicatat di Bursa Efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk menentukan harga perdana. c. Harga Pasar Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di Bursa. Transaksi disini tidak lagi melibatkan emiten dari penjamin emisi harga ini yang disebut sebagai harga pasar sekunder dan harga inilah yang benarbenar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi di pasar sekunder kecil kemungkinan terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit. Jenis Saham a. Saham Biasa (Common Stock) Pemegang saham biasa akan mendapatkan deviden pada akhir tahun pembukuan, hanya kalau perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan. Apabila perusahaan tersebut tidak mendapatkan keuntungan atau mendapat kerugian, maka pemegang saham tidak akan mendapat deviden dan mengenai ini ada ketentuan hukumnya, yaitu bahwa suatu perusahaan yang menderita kerugian selama kerugian tersebut belum dapat ditutup, maka selama ini perusahaan tidak diperbolehkan membayar deviden. Fungsi dari saham biasa : 1. Sebagai alat untuk membelanjai perusahaan dan terutama sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan akan modal permanen. 2. Sebagai alat untuk menentukan pembagian laba. 3. Sebagai alat untuk mengadakan fusi atau kombinasi dari perusahaan- perusahaan 4. Sebagai alat menguasai perusahaan. b. Saham Preferen (Preferred Stock) Pemegang saham preferen mempunyai beberapa preferensi tertentu di atas pemegang saham biasa, yaitu dalam hal : 1. Pembagian deviden dari saham preferen diambil lebih dahulu, kemudian sisanya barulah disediakan untuk saham biasa. Deviden saham preferen dinyatakan dalam persentase tertentu dari nilai nominalnya. 2. Pembagian kekayaan, apabila perusahaan dilikuidasi, maka dalam pembagian kekayaan saham preferen didahulukan dari pada saham biasa. Tetapi didalam RUPS pemegang saham preferen tidak mempunyai hak suara. c. Saham Preferen Kumulatif (Cummulative Preferred Stock) Saham preferen kumulatif hampir sama dengan saham preferen, perbedaannya terletak pada adanya hak kumulatif. Besarnya deviden saham preferen kumulatif dinyatakan dalam presentasi tertentu dari nilai nominalnya. Pengertian Earning Per Share (EPS) Dalam penulisan yang dilakukan oleh Irma Diniarti (2007), Earning Per Share (EPS) merupakan jumlah keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham adalah keuntungan setelah dikurangi pajak pendapatan, dengan cara membagi jumlah keuntungan yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan jumlah lembar saham biasa yang beredar. Houston and Brigham (2001) berpendapat, laba per lembar saham atau EPS adalah kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan yang diperoleh kepada pemegang sahamnya. Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan kepada pemegang saham, mencerminkan semakin besar keberhasilan usaha yang dilakukannya. EPS dapat dirumuskan sebagai berikut : EPS = Laba bersih / ∑ lembar saham yang beredar Pengertian Return On Equity (ROE) Menurut Houston and Brigham (2001), Return On Equity (ROE) dapat dikatakan sebagai kemampuan perusahaan dalam menyediakan laba bagi pemegang saham atas modal yang telah ditanam oleh investor. Sehingga ROE merupakan keuntungan bagi pemegang saham. “Rasio laba bersih sesudah pajak terhadap modal sendiri (Return On Equity) mengukur tingkat hasil pengembalian dari investasi para pemegang saham.” (Weston and Copeland, 1999) Untuk memperoleh ROE menurut Weston and Copeland (1999), maka dapat digunakan rumus : ROE = Laba bersih / Modal sendiri * 100% Pengertian Price Earning Ratio (PER) Menurut Dyah Ratih Sulistyastuti (2005) “Price Earning Ratio (PER) adalah ukuran kineja saham yang didasarkan atas perbandingan antara harga pasar saham terhadap pendapatan perlembar saham (Earning Per Share, EPS)”. Pertumbuhan laba dan deviden serta expected rate of return dari suatu saham berubah-ubah nilainya, maka PER diharapkan juga akan berubah sepanjang waktu berjalan dan pada akhirnya menuju suatu tingkat nilai PER rata-rata dari saham-saham yang mempunyai tingkat resiko yang sama. PER adalah mengukur jumlah uang yang akan dibayar oleh investor untuk setiap rupiah pendapatan perusahaan. Semakin tinggi PER maka semakin besar kepercayaan investor terhadap masa depan perusahaan. PER = Harga Pasar Saham Laba Bersih Per Saham (EPS) METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari laporan keuangan perusahaan dengan rincian sebagai berikut : 1. Harga Saham penutupan (closing price) tahun 2007-2008 2. Total Ekuitas Perusahaan tahun 2007-2008 3. Laba bersih tahun 2007-2008 4. Earning Per Share (EPS) tahun 2007-2008 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode untuk menganalisis pengaruh Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), dan Return On Equity (ROE) terhadap Harga Saham. PEMBAHASAN LQ45 Indeks LQ45 terdiri dari 45 saham likuiditas (liquid) tinggi, yang diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan. Bursa Efek Indonesia secara rutin memantau perkembangan kinerja komponen saham yang masuk dalam perhitungan indeks LQ45. Penggantian saham akan dilakukan setiap enam bulan sekali, yaitu pada bulan Februari dan Agustus. Dalam melakukan penelitian ini penulis memilih daftar perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia pada periode September 2008 – Januari 2009. Earning Per Share (EPS) Berdasarkan rumus Earning Per Share (EPS) sebagai berikut : EPS = Laba bersih / ∑ lembar saham yang beredar Dalam hal ini, besar kecilnya Earning Per Share (EPS) telah diketahui dalam laporan laba rugi perusahaan. Berikut ini terdapat rata-rata Earning Per Share (EPS) LQ45 tahun 2007-2008, yaitu sebesar : Tabel 1 Rata-rata Earning Per Share (EPS) dari 44 Perusahaan yang telah Go Public (LQ45) tahun 2007-2008 Rata-rata EPS Frekuensi % IIIII IIIII IIIII IIIII I 21 47,73% 101 – 500 IIIII IIIII IIIII I 16 36,36% 501 – 1000 IIII 4 9,1% 1001 – 2000 II 2 4,54% 2001 ≥ 4000 I 1 2,27% 44 100% 1 – 100 Talli Jumlah Dari tabel 4.1 diatas dapat diketahui penyebaran rata-rata nilai EPS pada perusahaan LQ45 antara 1 – 100 serta jumlah frekuensi rata-rata Earning Per Share (EPS) sebesar 21 atau sebesar 47,73%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada 21 perusahaan yang mampu untuk mendistribusikan pendapatan kepada pemegang saham dengan baik, hal ini mencerminkan semakin besar keberhasilan usaha yang dilakukan 21 perusahaan yang ada dalam LQ45. Earning Per Share (EPS) merupakan keuntungan bagi pemegang saham setelah dikurangi pajak pendapatan. Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan kepada pemegang saham, maka semakin besar keberhasilan usaha yang dilakukan perusahaan tersebut. Price Earning Ratio (PER) Berdasarkan rumus Price Earning Ratio (PER) sebagai berikut : PER = Harga Pasar Saham Laba Bersih Per Saham (EPS) Untuk mendapatkan PER, maka harus diketahui besarnya harga saham dan EPS. Tabel berikut ini menyajikan interval besarnya PER pada tiap perusahaan. Tabel 2 Rata-rata Price Earning Ratio (PER) dari 44 Perusahaan yang telah Go Public (LQ45) tahun 2007-2008 Rata-rata PER 1 – 50 Talli IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII Frekuensi % 38 86,36% IIIII IIIII III 51 – 100 IIII 4 9,1% 101 ≥ 300 II 2 4,54% 44 100% Jumlah Dari tabel 4.2 diatas dapat diketahui penyebaran rata-rata nilai PER pada perusahaan LQ45 antara 1 – 50 serta jumlah frekuensi rata-rata Price Earning Ratio (PER) sebesar 38 perusahaan atau sebesar 86,36%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat 38 perusahaan yang rata-rata Price Earning Ratio (PER) adalah ukuran kineja saham yang didasarkan atas perbandingan antara harga pasar saham terhadap pendapatan perlembar saham (Earning Per Share, EPS). Price Earning Ratio menunjukkan berapa banyak uang yang harus dibayar oleh investor untuk memperoleh satu satuan moneter (misalnya dalam rupiah) laba periode berjalan. Return On Equity (ROE) Berdasarkan rumus Return On Equity (ROE) sebagai berikut : ROE = Laba bersih * 100% Modal sendiri Untuk menghitung ROE, maka harus diketahui besarnya laba bersih dan modal sendiri. ROE merupakan profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan selama periode tertentu. Tabel berikut menyajikan besarnya ROE pada tiap perusahaan : Tabel 3 Rata-rata Return On Equity (ROE) dari 44 Perusahaan yang telah Go Public (LQ45) tahun 2007-2008 Rata-rata ROE Talli Frekuensi % 1 – 10 IIIII IIIII I 11 25% 11 – 20 IIIII IIII 9 20,45% 21 – 30 IIIII II 7 15,9% 31 – 40 IIIII II 7 15,9% 41 – 50 IIII 4 9,1% 51 – 60 II 2 4,55% 61 – 70 II 2 4,55% 71 – 80 II 2 4,55% 44 100% Jumlah Dari tabel 3 diatas dapat diketahui penyebaran rata-rata nilai EPS pada perusahaan LQ45 antara 1 – 10 serta jumlah frekuensi rata-rata Return On Equity (ROE) sebesar 11 atau sebesar 25%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada 11 perusahaan pada rata-rata 1 – 10 nilai EPS yang mampu menyediakan laba yang baik bagi pemegang saham dalam LQ45. Return On Equity (ROE) merupakan kemampuan perusahaan dalam menyediakan laba bagi pemegang saham atas modal yang telah ditanam oleh investor. Hasil perhitungan di atas menunjukkan ROE pada tahun 2007-2008 selalu mengalami perubahan. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan sehingga kemungkinan suatu perusahaan dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Salah satu cara untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak adalah dengan melihat grafik dibawah ini. Bila titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis, berarti model regresi telah memenuhi asumsi normalitas, sebaliknya jika titik-titik menjauhi garis diagonal maka model regresi belum memenuhi asumsi normalitas. Gambar 1 Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa titik-titik mendekati garis diagonal, berarti gambar diatas telah memenuhi asumsi normalitas serta dapat disebut juga data tersebut berdistribusi normal. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas, yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas. Gambar 2 Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa titik-titik tersebut menyebar, maka gambar diatas telah memenuhi asumsi uji heterokedastisitas yaitu tidak ada kejala heterokedastisitas. Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas, yaitu adanya hubungan linear antar variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Tabel 4 Coefficientsa Collinearity Statistics Model 1 Tolerance VIF (Constant) PER .826 1.211 EPS .607 1.647 ROE .530 1.885 a. Dependent Variable: HARGA SAHAM Dari hasil diatas dapat diketahui nilai Variance Inflation Factor (FIV) kedua variabel, yaitu PER sebesar 1,211, EPS sebesar 1,647 dan ROE sebesar 1,885 lebih kecil dari 5, sehingga dapat disimpulkan bahwa antar variabel independen tidak terjadi persoalan multikolinearitas. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan uji DurbinWatson (uji DW). Tabel 5 Model Summaryb Model R 1 .797a R Square .635 Adjusted R Square .608 a. Predictors: (Constant), ROE, PER, EPS Std. Error of the Estimate .85712 DurbinWatson 1.493 Model Summaryb Model R 1 .797a R Square Adjusted R Square .635 .608 Std. Error of the Estimate .85712 DurbinWatson 1.493 a. Predictors: (Constant), ROE, PER, EPS b. Dependent Variable: HRG SHM Dari hasil output di atas didapat nilai DW yang dihasilkan dari model regresi adalah 1,493 mendekati angka 2 dengan signifikansi 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa data pengamatan tersebut tidak memiliki autokorelasi. Analisis Regresi Linier Berganda Persamaan regresinya sebagai berikut : Y = 6,264 + 0,09958X1 + 0,001X2 + 0,044X3 Keterangan : Y = harga saham a = konstanta X1 = PER X2 = EPS X3 = ROE • Konstanta sebesar 6,264 artinya jika PER (X1), EPS (X2) dan ROE (X3) nilainya adalah 0, maka harga saham (Y) nilainya adalah Rp 6,264. • Koefisien regresi variabel PER (X1) sebesar 0,09958 artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan PER mengalami kenaikan 1%, maka harga saham (Y) akan mengalami kenaikan sebesar Rp 0,09958. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan yang positif antara PER dengan harga saham, semakin naik PER semakin meningkat harga saham. • Koefisien regresi variabel EPS (X2) sebesar 0,001 artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan EPS mengalami kenaikan 1%, maka harga saham (Y) akan mengalami peningkatan sebesar Rp 0,001. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara EPS dengan harga saham, semakin naik EPS maka semakin meningkat harga saham. • Koefisien regresi variabel ROE (X3) sebesar 0,044 artinya jika variabel independen lain nilainya tetap dan ROE mengalami kenaikan 1%, maka harga saham (Y) akan mengalami peningkatan sebesar Rp 0,044. Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara ROE dengan harga saham, semakin naik ROE maka semakin meningkat harga saham. a. Analisis Korelasi Ganda (R) R = 0,797 N = 44 Dari tabel output yang tertera pada lampiran dapat diketahui bahwa dari 44 data yang digunakan didapat nilai korelasi (R) sebesar 0,797 menujukkan nilai korelasi semakin mendekati 1 berarti hubungan yang kuat antara PER, EPS dan ROE terhadap harga saham. b. Analisis Determinasi (R2) R Square = 0,635 Adjusted R Square = 0,608 Std. Error of The Estimate = 0,85712 Berdasarkan output tabel SPSS Statistik 17.0 yang terdapat pada lampiran diperoleh angka R2 (R Square) sebesar 0,635 atau 63,5%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase pengaruh variabel independen (PER, EPS dan ROE) terhadap variabel dependen (harga saham) sebesar 63,5%. Atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model (PER, EPS dan ROE) mampu menjelaskan sebesar 63,5% variasi dependen (harga saham). Sedangkan sisanya sebesar 36,5% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Standarrd Error of The Estimate (SEE) adalah suatu ukuran banyaknya kesalahan model regresi dalam memprediksikan nilai Y. Dari hasil regresi di dapat nilai 0,85712 atau Rp 0,85712 (satuan harga saham), hal ini berarti banyaknya kesalahan dalam prediksi harga saham sebesar 0,85712. c. Uji Koefisien regresi Secara Bersama-sama (Uji F) Signifikansi α = 0,05 Tingkat keyakinan = 95% df 1 = 3 df2 = n-k-1 = 44-3-1 = 40 F hitung = 23,206 F tabel = 2,839 Hipotesis : Ho :Tidak ada pengaruh secara signifikan antara PER, EPS dan ROE secara bersama-sama terhadap harga saham Ha :Ada pengaruh secara signifikan antara PER, EPS dan ROE secara bersama-sama terhadap harga saham. Ho diterima bila F hitung < F tabel Ho ditolak bila F hitung > F tabel Ho diterima Ho ditolak Ho ditolak F tabel= 2,839 F tabel= 2,839 Nilai F hitung > F table, 23,206 > 2,839, maka Ho ditolak artinya ada pengaruh secara signifikan antara Price Earning Ratio (PER), Earning Per Share (EPS) dan Reaturn On Equity (ROE) secara bersama-sama terhadap harga saham. Jadi PER, EPS dan ROE secara bersama-sama berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan LQ45. d. Uji Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t) 1. Pengujian Koefisien Regresi Variabel PER Signifikansi α = 0,05 T hitung = 0,032 α = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) df = n-k-1 = 44-3-1 = 40 t table = 2,021 Hipotesis : Ho : Secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara PER dengan harga saham. Ha : Secara parsial ada pengaruh signifikan antara PER dengan harga saham. Ho diterima jika –t tabel > t hitung > t tabel Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel Ho diterima Ho ditolak Ho ditolak t tabel = -2,021 t tabel = 2,021 Nilai t hitung < t tabel, 0,032 < 2,021 maka Ho diterima, artinya secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara PER dengan harga saham. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara parsial PER tidak ada pengaruh terhadap harga saham pada perusahaan LQ45. Karena PER menunjukkan berapa banyak uang yang harus dibayar oleh investor untuk memperoleh laba berjalan serta dapat mengetahui tingkat harga saham secara umum. Semakin tinggi PER maka semakin besar kepercayaan investor terhadap masa depan perusahaan. 2. Pengujian Koefisien Regresi Variabel EPS Signifikansi α = 0,05 T hitung = 1,939 α = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) df = n-k-1 = 44-3-1 = 40 t table = 2,021 Hipotesis : Ho : Secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara EPS dengan harga saham. Ha : Secara parsial ada pengaruh signifikan antara EPS dengan harga saham. Ho diterima jika –t tabel > t hitung > t tabel Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel Ho diterima Ho ditolak Ho ditolak t tabel = -2,021 t tabel = 2,021 Nilai t hitung < t tabel, 1,939 < 2,021 maka Ho diterima, artinya secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara EPS dengan harga saham. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara parsial EPS tidak ada pengaruh terhadap harga saham pada perusahaan LQ45. Maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan kepada pemegang saham, mencerminkan semakin besar keberhasilan usaha yang dilakukan. 3. Pengujian Koefisien Regresi Variabel ROE Signifikansi α = 0,05 T hitung = 4,786 α = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) df = n-k-1 = 44-3-1 = 40 t table = 2,021 Hipotesis : Ho : Secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara ROE dengan harga saham. Ha : Secara parsial ada pengaruh signifikan antara ROE dengan harga saham. Ho diterima jika –t tabel > t hitung > t tabel Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel Ho diterima Ho ditolak Ho ditolak t tabel= 1,989 t tabel= 1,989 Nilai t hitung > t tabel, 4,786 > 2,021 maka Ho ditolak, artinya secara parsial ada pengaruh signifikan antara ROE dengan harga saham. Jadi, dapat disimpulkan bahwa secara parsial ROE ada pengaruh terhadap harga saham pada perusahaan LQ45. Maka kemampuan perusahaan dalam menyediakan laba bagi pemegang saham atas modal yang telah ditanam oleh investor memengaruhi harga saham perusahaan. Angka tersebut menunjukkan seberapa baik manajemen memanfaatkan investasi para pemegang saham. Sehingga semakin besar ROE semakin besar pula harga saham karena besarnya ROE memberikan indikasi bahwa pengembalian yang akan diterima investor akan tinggi sehingga investor akan tertarik untuk membeli saham tersebut dan hal itu menyebabkan harga pasar saham cenderung meningkat. DAFTAR PUSTAKA Assegaf, Ibrahim Abdullah. 1999. Dictionary Accounting. Jakarta : Maria Grafika. Baridwan, Zaki. 1995. Intermediate Accounting. Yogyakarta : BPFE. Eugene F. Brigham. 2001. Manajemen Keuangan. Jakarta : Erlangga. Gujarati, Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar. Jakarta : Erlangga H. Dominic. T. 2008. Berinvestasi di Bursa Saham. Jakarta : PT. Gramedia. Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2002. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi ketiga. Yogyakarta : YKPN J. Fred Weston dan Eugene F. Brigham. 1997. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi 9. Jakarta : Erlangga. J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland. 1999. Manajemen Keuangan. Edisi 8. Jakarta : Bina Rupa Aksara. Mambuh, H. Hanafi dan Abdul, Halim. 2000. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta : YKPN. Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta : Mediakom. Riyanto, Bambang. 1997. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 3. Yogyakarta : BPFE. Sudarmanto, R. Gunawan. 2005. Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sugiono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Tarsito.