ANALISIS PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS), PRICE

advertisement
ANALISIS PENGARUH EARNING PER SHARE (EPS), PRICE
EARNING RATIO (PER), DAN RETURN ON EQUITY (ROE)
TERHADAP HARGA SAHAM LQ45 DI BURSA EFEK
INDONESIA TAHUN 2007-2008
ABSTRAK
Tujuan penulisan ilmiah ini adalah Untuk mengetahui pengaruh EPS, PER
dan ROE secara partial dan bersama-sama terhadap harga saham pada perusahaan
go public yang termasuk ke dalam LQ45, serta Untuk mengetahui pada rasio apa
EPS, PER dan ROE yang paling signifikan memengaruhi harga saham.
Kata kunci : Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), Return On
Equity (ROE), dan harga saham
PENDAHULUAN
Pasar Modal
Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka
panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham),
reksa dana, instrument derivative maupun instrument lainnya. Pasar modal
merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya
pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi.
Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan
instrument jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham,
obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrument derivative seperti
option, futures, dan lain-lain.
Undang-undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
mendefinisikan Pasar Modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan
Penawaran Umum dan perdagangan Efek, perusahaan Publik yang berkaitan
dengan Efek”.
Investasi dalam saham
Menurut Graham, Dodd (1996 :2) “Investasi adalah suatu tindakan yang
dilakukan setelah melalui proses analisis yang mendalam dan tindakan tersebut
menjanjikan keamanan nilai pokok investasi dan hasil yang memuaskan”.
Investasi dalam sekuritas (saham) adalah merupakan tanda keikutsertaan
kepemilikan suatu perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan dari
usaha pokoknya. Didalam investasi yang bersifat jangka panjang disamping
bertujuan untuk memperoleh pendapatan, dapat juga dengan tujuan untuk
mengontrol atau menguasai perusahaan lain dengan cara membeli atau memiliki
sebagian besar saham-saham perusahaan yang diawasi atau dikuasai tersebut.
Apabila seorang investor membeli suatu saham biasa perusahaan lain, saham itu
akan dicatat sesuai dengan harga perolehannya yaitu harga kurs saham ditambah
biaya-biaya yang berhubungan dengan pembelian tersebut.
Saham biasa mempunyai nilai nominal tertentu dan adanya hak bagi
pemegang saham (investor) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan
perusahaan serta ikut menanggung resiko apabila mengalami kerugian. Akan
tetapi apabila terjadi pembubaran perusahaa, pemilik saham bisa memiliki
tuntutan (klaim) yang terakhir terhadap kekayaan perusahaan setelah seluruh
kreditor dan pemilik saham istimewa mendapat bagian.
Resiko Investasi
Resiko investasi di Pasar Modal pada prinsipnya semata-mata berkaitan
dengan kemungkinan terjadi fluktuasi harga. Resiko-resiko yang mungkin dapat
dihadapi investor tersebut antara lain :
a. Resiko Daya Beli (Purchasing Power Risk)
Sifat investor dalam menangani faktor resiko di Pasar Modal ini terdiri
dari dua yaitu, investor yang tidak menyukai resiko (risk averter) dan
investor yang menyukai menantang resiko (risk averse). Bagi investor
kategori pertama ini akan mencari atau memilih jenis investasi yang akan
memberikan keuntungan sama dengan investasi yang dilakukan
sebelumnya.
b. Resiko Tingkat Bunga (Interest Risk)
Naiknya tingkat bunga biasanya menekan harga jenis surat-surat berharga
yang berpendapatan tetap termasuk harga-harga saham. Biasanya,
kenaikan tingkat suku bunga berjalan tidak searah dengan harga-harga
instrument pasar modal. Dengan naiknya tingkat bunga, jelas akan
menurunkan harga-harga di pasar modal.
c. Resiko Pasar (Market Risk)
Apabila pasar bergairah umumnya hampir semua harga saham di Bursa
Efek mengalami kenaikan. Sedangkan apabila pasar lesu saham-sham akan
ikut pula mengalami penurunan. Perubahan psikologi pasar dapat
menyebabkan harga-harga surat berharga anjlok terlepas dari adanya
perubahan fundamental atas kemampuan perolehan laba perusahaan.
d. Resiko Likuiditas (Liquidity Risk)
Resiko ini berkaitan dengan kemampuan suatu surat berharga untuk dapat
segera diperjualbelikan dengan tanpa mengalami kerugian yang berarti.
Pengertian Saham
Menurut Dyah Ratih (2005), Saham adalah surat berharga sebagai bukti
penyertaan atau kepemilikan individu maupun institusi atas suatu perusahaan.
Saham sebagai sekuritas yang bersifat ekuitas, memberikan implikasi bahwa
kepemilikan saham mencerminkan kepemilikan atas suatu perusahaan. Berbeda
dengan obligasi, saham tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo dan tidak
memberikan pendapatan tetap.
Dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham :
a. Deviden
Deviden merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan
dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Deviden
diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam
RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan deviden, maka pemodal
tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif
lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode
dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan
deviden.
Deviden yang dibagikan perusahaan dapat berupa deviden tunai, artinya
kepada pemegang saham diberikan deviden berupa uang tunai dalam
jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham atau dapat pula berupa deviden
saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan deviden
sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal
akan bertambah dengan adanya pembagian deviden saham tersebut.
b. Capital Gain
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital
gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar
sekunder.
Sebagai instrument investasi, saham memiliki resiko, antara lain :
a. Capital Loss
Merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi dimana
investor menjual saham lebih rendah dari harga beli.
b. Resiko Likuidasi
Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh pengadilan,
atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini hak klaim dari
pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban
perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika
masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut,
maka sisa tersebut dibagi secara proposional kepada seluruh pemegang
saham. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka
pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut.
Kondisi ini merupakan resiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk
itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus
mengikuti perkembangan perusahaan.
Harga Saham
Menurut Sawidji Widoatmojo (1996) harga saham dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu :
a. Harga Nominal
Harga yang tercantum dalam sertifikat yang ditetapkan oleh emiten untuk
menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan. Besarnya harga nominal
memberikan arti penting bagi saham karena deviden biasanya ditetapkan
berdasarkan harga nominal.
b. Harga Perdana
Harga ini menetapkan pada waktu harga saham tersebut dicatat di Bursa
Efek. Harga saham pada pasar perdana biasanya ditetapkan oleh penjamin
emisi (underwriter) dan emiten. Dengan demikian akan diketahui berapa
harga saham emiten itu akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk
menentukan harga perdana.
c. Harga Pasar
Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang
lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di Bursa.
Transaksi disini tidak lagi melibatkan emiten dari penjamin emisi harga ini
yang disebut sebagai harga pasar sekunder dan harga inilah yang benarbenar mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena pada transaksi di
pasar sekunder kecil kemungkinan terjadi negosiasi harga investor dengan
perusahaan penerbit.
Jenis Saham
a. Saham Biasa (Common Stock)
Pemegang saham biasa akan mendapatkan deviden pada akhir tahun
pembukuan, hanya kalau perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan.
Apabila perusahaan tersebut tidak mendapatkan keuntungan atau
mendapat kerugian, maka pemegang saham tidak akan mendapat deviden
dan mengenai ini ada ketentuan hukumnya, yaitu bahwa suatu perusahaan
yang menderita kerugian selama kerugian tersebut belum dapat ditutup,
maka selama ini perusahaan tidak diperbolehkan membayar deviden.
Fungsi dari saham biasa :
1. Sebagai alat untuk membelanjai perusahaan dan terutama sebagai alat
untuk memenuhi kebutuhan akan modal permanen.
2. Sebagai alat untuk menentukan pembagian laba.
3. Sebagai alat untuk mengadakan fusi atau kombinasi dari perusahaan-
perusahaan
4. Sebagai alat menguasai perusahaan.
b. Saham Preferen (Preferred Stock)
Pemegang saham preferen mempunyai beberapa preferensi tertentu di atas
pemegang saham biasa, yaitu dalam hal :
1. Pembagian deviden dari saham preferen diambil lebih dahulu,
kemudian sisanya barulah disediakan untuk saham biasa. Deviden
saham preferen dinyatakan dalam persentase tertentu dari nilai
nominalnya.
2. Pembagian kekayaan, apabila perusahaan dilikuidasi, maka dalam
pembagian kekayaan saham preferen didahulukan dari pada saham
biasa. Tetapi didalam RUPS pemegang saham preferen tidak
mempunyai hak suara.
c. Saham Preferen Kumulatif (Cummulative Preferred Stock)
Saham preferen kumulatif hampir sama dengan saham preferen,
perbedaannya terletak pada adanya hak kumulatif. Besarnya deviden
saham preferen kumulatif dinyatakan dalam presentasi tertentu dari nilai
nominalnya.
Pengertian Earning Per Share (EPS)
Dalam penulisan yang dilakukan oleh Irma Diniarti (2007), Earning Per
Share (EPS) merupakan jumlah keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham
adalah keuntungan setelah dikurangi pajak pendapatan, dengan cara membagi
jumlah keuntungan yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan jumlah
lembar saham biasa yang beredar.
Houston and Brigham (2001) berpendapat, laba per lembar saham atau
EPS adalah kemampuan perusahaan untuk mendistribusikan pendapatan yang
diperoleh kepada pemegang sahamnya. Semakin tinggi kemampuan perusahaan
untuk mendistribusikan pendapatan kepada pemegang saham, mencerminkan
semakin besar keberhasilan usaha yang dilakukannya.
EPS dapat dirumuskan sebagai berikut :
EPS = Laba bersih / ∑ lembar saham yang beredar
Pengertian Return On Equity (ROE)
Menurut Houston and Brigham (2001), Return On Equity (ROE) dapat
dikatakan sebagai kemampuan perusahaan dalam menyediakan laba bagi
pemegang saham atas modal yang telah ditanam oleh investor. Sehingga ROE
merupakan keuntungan bagi pemegang saham.
“Rasio laba bersih sesudah pajak terhadap modal sendiri (Return On
Equity) mengukur tingkat hasil pengembalian dari investasi para pemegang
saham.” (Weston and Copeland, 1999)
Untuk memperoleh ROE menurut Weston and Copeland (1999), maka
dapat digunakan rumus :
ROE = Laba bersih / Modal sendiri * 100%
Pengertian Price Earning Ratio (PER)
Menurut Dyah Ratih Sulistyastuti (2005) “Price Earning Ratio (PER)
adalah ukuran kineja saham yang didasarkan atas perbandingan antara harga
pasar saham terhadap pendapatan perlembar saham (Earning Per Share, EPS)”.
Pertumbuhan laba dan deviden serta expected rate of return dari suatu
saham berubah-ubah nilainya, maka PER diharapkan juga akan berubah sepanjang
waktu berjalan dan pada akhirnya menuju suatu tingkat nilai PER rata-rata dari
saham-saham yang mempunyai tingkat resiko yang sama.
PER adalah mengukur jumlah uang yang akan dibayar oleh investor untuk
setiap rupiah pendapatan perusahaan. Semakin tinggi PER maka semakin besar
kepercayaan investor terhadap masa depan perusahaan.
PER
=
Harga Pasar Saham
Laba Bersih Per Saham (EPS)
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari
laporan keuangan perusahaan dengan rincian sebagai berikut :
1. Harga Saham penutupan (closing price) tahun 2007-2008
2. Total Ekuitas Perusahaan tahun 2007-2008
3. Laba bersih tahun 2007-2008
4. Earning Per Share (EPS) tahun 2007-2008
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode untuk
menganalisis pengaruh Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER),
dan Return On Equity (ROE) terhadap Harga Saham.
PEMBAHASAN
LQ45
Indeks LQ45 terdiri dari 45 saham likuiditas (liquid) tinggi, yang diseleksi melalui
beberapa kriteria pemilihan. Bursa Efek Indonesia secara rutin memantau
perkembangan kinerja komponen saham yang masuk dalam perhitungan indeks
LQ45. Penggantian saham akan dilakukan setiap enam bulan sekali, yaitu pada
bulan Februari dan Agustus. Dalam melakukan penelitian ini penulis memilih
daftar perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia pada periode September 2008 –
Januari 2009.
Earning Per Share (EPS)
Berdasarkan rumus Earning Per Share (EPS) sebagai berikut :
EPS = Laba bersih / ∑ lembar saham yang beredar
Dalam hal ini, besar kecilnya Earning Per Share (EPS) telah diketahui
dalam laporan laba rugi perusahaan. Berikut ini terdapat rata-rata Earning Per
Share (EPS) LQ45 tahun 2007-2008, yaitu sebesar :
Tabel 1
Rata-rata Earning Per Share (EPS)
dari 44 Perusahaan yang telah Go Public (LQ45)
tahun 2007-2008
Rata-rata EPS
Frekuensi
%
IIIII IIIII IIIII IIIII I
21
47,73%
101 – 500
IIIII IIIII IIIII I
16
36,36%
501 – 1000
IIII
4
9,1%
1001 – 2000
II
2
4,54%
2001 ≥ 4000
I
1
2,27%
44
100%
1 – 100
Talli
Jumlah
Dari tabel 4.1 diatas dapat diketahui penyebaran rata-rata nilai EPS pada
perusahaan LQ45 antara 1 – 100 serta jumlah frekuensi rata-rata Earning Per
Share (EPS) sebesar 21 atau sebesar 47,73%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
ada 21 perusahaan yang mampu untuk mendistribusikan pendapatan kepada
pemegang saham dengan baik, hal ini mencerminkan semakin besar keberhasilan
usaha yang dilakukan 21 perusahaan yang ada dalam LQ45.
Earning Per Share (EPS) merupakan keuntungan bagi pemegang saham
setelah dikurangi pajak pendapatan. Semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk
mendistribusikan pendapatan kepada pemegang saham, maka semakin besar
keberhasilan usaha yang dilakukan perusahaan tersebut.
Price Earning Ratio (PER)
Berdasarkan rumus Price Earning Ratio (PER) sebagai berikut :
PER
=
Harga Pasar Saham
Laba Bersih Per Saham (EPS) Untuk mendapatkan PER, maka harus diketahui besarnya harga saham dan
EPS. Tabel berikut ini menyajikan interval besarnya PER pada tiap perusahaan.
Tabel 2
Rata-rata Price Earning Ratio (PER)
dari 44 Perusahaan yang telah Go Public (LQ45)
tahun 2007-2008
Rata-rata PER
1 – 50
Talli
IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII
Frekuensi
%
38
86,36%
IIIII IIIII III
51 – 100
IIII
4
9,1%
101 ≥ 300
II
2
4,54%
44
100%
Jumlah
Dari tabel 4.2 diatas dapat diketahui penyebaran rata-rata nilai PER pada
perusahaan LQ45 antara 1 – 50 serta jumlah frekuensi rata-rata Price Earning
Ratio (PER) sebesar 38 perusahaan atau sebesar 86,36%. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa terdapat 38 perusahaan yang rata-rata
Price Earning Ratio (PER) adalah ukuran kineja saham yang didasarkan
atas perbandingan antara harga pasar saham terhadap pendapatan perlembar
saham (Earning Per Share, EPS). Price Earning Ratio menunjukkan berapa
banyak uang yang harus dibayar oleh investor untuk memperoleh satu satuan
moneter (misalnya dalam rupiah) laba periode berjalan.
Return On Equity (ROE)
Berdasarkan rumus Return On Equity (ROE) sebagai berikut :
ROE =
Laba bersih
* 100%
Modal sendiri
Untuk menghitung ROE, maka harus diketahui besarnya laba bersih dan
modal sendiri. ROE merupakan profitabilitas yang mengukur kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan selama periode tertentu. Tabel
berikut menyajikan besarnya ROE pada tiap perusahaan :
Tabel 3
Rata-rata Return On Equity (ROE)
dari 44 Perusahaan yang telah Go Public (LQ45)
tahun 2007-2008
Rata-rata ROE
Talli
Frekuensi
%
1 – 10
IIIII IIIII I
11
25%
11 – 20
IIIII IIII
9
20,45%
21 – 30
IIIII II
7
15,9%
31 – 40
IIIII II
7
15,9%
41 – 50
IIII
4
9,1%
51 – 60
II
2
4,55%
61 – 70
II
2
4,55%
71 – 80
II
2
4,55%
44
100%
Jumlah
Dari tabel 3 diatas dapat diketahui penyebaran rata-rata nilai EPS pada
perusahaan LQ45 antara 1 – 10 serta jumlah frekuensi rata-rata Return On Equity
(ROE) sebesar 11 atau sebesar 25%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa ada 11
perusahaan pada rata-rata 1 – 10 nilai EPS yang mampu menyediakan laba yang
baik bagi pemegang saham dalam LQ45.
Return On Equity (ROE) merupakan kemampuan perusahaan dalam
menyediakan laba bagi pemegang saham atas modal yang telah ditanam oleh
investor.
Hasil perhitungan di atas menunjukkan ROE pada tahun 2007-2008 selalu
mengalami perubahan. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat
keuntungan yang dicapai perusahaan sehingga kemungkinan suatu perusahaan
dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak. Salah satu cara untuk mengetahui data
berdistribusi normal atau tidak adalah dengan melihat grafik dibawah ini. Bila
titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis, berarti
model regresi telah memenuhi asumsi normalitas, sebaliknya jika titik-titik
menjauhi garis diagonal maka model regresi belum memenuhi asumsi normalitas.
Gambar 1
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa titik-titik mendekati garis
diagonal, berarti gambar diatas telah memenuhi asumsi normalitas serta dapat
disebut juga data tersebut berdistribusi normal.
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas, yaitu adanya ketidaksamaan
varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang
harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala
heteroskedastisitas.
Gambar 2
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa titik-titik tersebut menyebar, maka
gambar diatas telah memenuhi asumsi uji heterokedastisitas yaitu tidak ada kejala
heterokedastisitas.
Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas, yaitu adanya hubungan linear
antar variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi
dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas.
Tabel 4
Coefficientsa
Collinearity
Statistics
Model
1
Tolerance
VIF
(Constant)
PER
.826
1.211
EPS
.607
1.647
ROE
.530
1.885
a. Dependent Variable: HARGA SAHAM
Dari hasil diatas dapat diketahui nilai Variance Inflation Factor (FIV)
kedua variabel, yaitu PER sebesar 1,211, EPS sebesar 1,647 dan ROE sebesar
1,885 lebih kecil dari 5, sehingga dapat disimpulkan bahwa antar variabel
independen tidak terjadi persoalan multikolinearitas.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antara
residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi.
Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model
regresi. Metode pengujian yang sering digunakan adalah dengan uji DurbinWatson (uji DW).
Tabel 5
Model Summaryb
Model
R
1
.797a
R Square
.635
Adjusted R
Square
.608
a. Predictors: (Constant), ROE, PER, EPS
Std. Error of
the Estimate
.85712
DurbinWatson
1.493
Model Summaryb
Model
R
1
.797a
R Square
Adjusted R
Square
.635
.608
Std. Error of
the Estimate
.85712
DurbinWatson
1.493
a. Predictors: (Constant), ROE, PER, EPS
b. Dependent Variable: HRG SHM
Dari hasil output di atas didapat nilai DW yang dihasilkan dari model
regresi adalah 1,493 mendekati angka 2 dengan signifikansi 0,05, maka dapat
dinyatakan bahwa data pengamatan tersebut tidak memiliki autokorelasi.
Analisis Regresi Linier Berganda
Persamaan regresinya sebagai berikut :
Y = 6,264 + 0,09958X1 + 0,001X2 + 0,044X3
Keterangan :
Y
= harga saham
a
= konstanta
X1
= PER
X2
= EPS
X3
= ROE
•
Konstanta sebesar 6,264 artinya jika PER (X1), EPS (X2) dan ROE (X3)
nilainya adalah 0, maka harga saham (Y) nilainya adalah Rp 6,264.
•
Koefisien regresi variabel PER (X1) sebesar 0,09958 artinya jika variabel
independen lain nilainya tetap dan PER mengalami kenaikan 1%, maka
harga saham (Y) akan mengalami kenaikan sebesar Rp 0,09958. Koefisien
bernilai positif artinya terjadi hubungan yang positif antara PER dengan
harga saham, semakin naik PER semakin meningkat harga saham.
•
Koefisien regresi variabel EPS (X2) sebesar 0,001 artinya jika variabel
independen lain nilainya tetap dan EPS mengalami kenaikan 1%, maka
harga saham (Y) akan mengalami peningkatan sebesar Rp 0,001.
Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara EPS
dengan harga saham, semakin naik EPS maka semakin meningkat harga
saham.
•
Koefisien regresi variabel ROE (X3) sebesar 0,044 artinya jika variabel
independen lain nilainya tetap dan ROE mengalami kenaikan 1%, maka
harga saham (Y) akan mengalami peningkatan sebesar Rp 0,044.
Koefisien bernilai positif artinya terjadi hubungan positif antara ROE
dengan harga saham, semakin naik ROE maka semakin meningkat harga
saham.
a. Analisis Korelasi Ganda (R)
R
= 0,797
N
= 44
Dari tabel output yang tertera pada lampiran dapat diketahui bahwa dari 44
data yang digunakan didapat nilai korelasi (R) sebesar 0,797 menujukkan nilai
korelasi semakin mendekati 1 berarti hubungan yang kuat antara PER, EPS dan
ROE terhadap harga saham.
b. Analisis Determinasi (R2)
R Square
= 0,635
Adjusted R Square
= 0,608
Std. Error of The Estimate
= 0,85712
Berdasarkan output tabel SPSS Statistik 17.0 yang terdapat pada lampiran
diperoleh angka R2 (R Square) sebesar 0,635 atau 63,5%. Hal ini menunjukkan
bahwa persentase pengaruh variabel independen (PER, EPS dan ROE) terhadap
variabel dependen (harga saham) sebesar 63,5%. Atau variasi variabel independen
yang digunakan dalam model (PER, EPS dan ROE) mampu menjelaskan sebesar
63,5% variasi dependen (harga saham). Sedangkan sisanya sebesar 36,5%
dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam
model penelitian ini.
Standarrd Error of The Estimate (SEE) adalah suatu ukuran banyaknya
kesalahan model regresi dalam memprediksikan nilai Y. Dari hasil regresi di dapat
nilai 0,85712 atau Rp 0,85712 (satuan harga saham), hal ini berarti banyaknya
kesalahan dalam prediksi harga saham sebesar 0,85712.
c. Uji Koefisien regresi Secara Bersama-sama (Uji F)
Signifikansi α
= 0,05
Tingkat keyakinan
= 95%
df 1
= 3
df2
= n-k-1 = 44-3-1 = 40
F hitung
= 23,206
F tabel
= 2,839
Hipotesis :
Ho
:Tidak ada pengaruh secara signifikan antara PER, EPS dan ROE secara
bersama-sama terhadap harga saham
Ha
:Ada pengaruh secara signifikan antara PER, EPS dan ROE secara
bersama-sama terhadap harga saham.
Ho diterima bila F hitung < F tabel
Ho ditolak bila F hitung > F tabel
Ho diterima
Ho ditolak
Ho ditolak
F tabel= 2,839
F tabel= 2,839
Nilai F hitung > F table, 23,206 > 2,839, maka Ho ditolak artinya ada
pengaruh secara signifikan antara Price Earning Ratio (PER), Earning Per Share
(EPS) dan Reaturn On Equity (ROE) secara bersama-sama terhadap harga saham.
Jadi PER, EPS dan ROE secara bersama-sama berpengaruh terhadap harga saham
pada perusahaan LQ45.
d. Uji Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t)
1. Pengujian Koefisien Regresi Variabel PER
Signifikansi α
= 0,05
T hitung
= 0,032
α
= 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi)
df
= n-k-1 = 44-3-1 = 40
t table
= 2,021
Hipotesis :
Ho
: Secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara PER dengan harga
saham.
Ha
: Secara parsial ada pengaruh signifikan antara PER dengan harga saham.
Ho diterima jika –t tabel > t hitung > t tabel
Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
Ho diterima
Ho ditolak
Ho ditolak
t tabel = -2,021
t tabel = 2,021
Nilai t hitung < t tabel, 0,032 < 2,021 maka Ho diterima, artinya secara
parsial tidak ada pengaruh signifikan antara PER dengan harga saham. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa secara parsial PER tidak ada pengaruh terhadap harga saham
pada perusahaan LQ45. Karena PER menunjukkan berapa banyak uang yang
harus dibayar oleh investor untuk memperoleh laba berjalan serta dapat
mengetahui tingkat harga saham secara umum. Semakin tinggi PER maka
semakin besar kepercayaan investor terhadap masa depan perusahaan.
2. Pengujian Koefisien Regresi Variabel EPS
Signifikansi α
= 0,05
T hitung
= 1,939
α
= 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi)
df
= n-k-1 = 44-3-1 = 40
t table
= 2,021
Hipotesis :
Ho
: Secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara EPS dengan harga
saham.
Ha
: Secara parsial ada pengaruh signifikan antara EPS dengan harga saham.
Ho diterima jika –t tabel > t hitung > t tabel
Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
Ho diterima
Ho ditolak
Ho ditolak
t tabel = -2,021
t tabel = 2,021
Nilai t hitung < t tabel, 1,939 < 2,021 maka Ho diterima, artinya secara
parsial tidak ada pengaruh signifikan antara EPS dengan harga saham. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa secara parsial EPS tidak ada pengaruh terhadap harga saham
pada perusahaan LQ45. Maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk
mendistribusikan pendapatan kepada pemegang saham, mencerminkan semakin
besar keberhasilan usaha yang dilakukan.
3. Pengujian Koefisien Regresi Variabel ROE
Signifikansi α
= 0,05
T hitung
= 4,786
α
= 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi)
df
= n-k-1 = 44-3-1 = 40
t table
= 2,021
Hipotesis :
Ho
: Secara parsial tidak ada pengaruh signifikan antara ROE dengan harga
saham.
Ha
: Secara parsial ada pengaruh signifikan antara ROE dengan harga saham.
Ho diterima jika –t tabel > t hitung > t tabel
Ho ditolak jika –t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel
Ho diterima
Ho ditolak
Ho ditolak
t tabel= 1,989
t tabel= 1,989
Nilai t hitung > t tabel, 4,786 > 2,021 maka Ho ditolak, artinya secara
parsial ada pengaruh signifikan antara ROE dengan harga saham. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa secara parsial ROE ada pengaruh terhadap harga saham pada
perusahaan LQ45. Maka kemampuan perusahaan dalam menyediakan laba bagi
pemegang saham atas modal yang telah ditanam oleh investor memengaruhi harga
saham perusahaan. Angka tersebut menunjukkan seberapa baik manajemen
memanfaatkan investasi para pemegang saham. Sehingga semakin besar ROE
semakin besar pula harga saham karena besarnya ROE memberikan indikasi
bahwa pengembalian yang akan diterima investor akan tinggi sehingga investor
akan tertarik untuk membeli saham tersebut dan hal itu menyebabkan harga pasar
saham cenderung meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Ibrahim Abdullah. 1999. Dictionary Accounting. Jakarta : Maria Grafika.
Baridwan, Zaki. 1995. Intermediate Accounting. Yogyakarta : BPFE.
Eugene F. Brigham. 2001. Manajemen Keuangan. Jakarta : Erlangga.
Gujarati, Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar. Jakarta : Erlangga
H. Dominic. T. 2008. Berinvestasi di Bursa Saham. Jakarta : PT. Gramedia.
Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 2002. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi
ketiga. Yogyakarta : YKPN
J. Fred Weston dan Eugene F. Brigham. 1997. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi 9.
Jakarta : Erlangga.
J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland. 1999. Manajemen Keuangan. Edisi 8. Jakarta :
Bina Rupa Aksara.
Mambuh, H. Hanafi dan Abdul, Halim. 2000. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta :
YKPN.
Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta : Mediakom.
Riyanto, Bambang. 1997. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 3. Yogyakarta :
BPFE.
Sudarmanto, R. Gunawan. 2005. Analisis Regresi Linier Ganda dengan SPSS. Yogyakarta :
Graha Ilmu.
Sugiono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Tarsito.
Download