bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dewasa ini interaksi antar negara merupakan hal yang tidak bisa dihindari
dan hampir dilakukan oleh setiap negara di dunia, interaksi tersebut biasanya
tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara
terjadi dikarenakan adanya perbedaan faktor produksi yang dimiliki masingmasing negara untuk dimanfaatkan secara langsung (Porter, 1990). Lebih lanjut,
Porter menambahkan bahwa negarayang ingin unggul di dalam perdagangan
internasional harus memiliki empat hal yang mendasar, yakni: faktor produksi
yang mapan, institusional yang baik, adanya industri pendukung yang dapat
mendukung produksi, serta kondisi persaingan strategis dan struktur industri
dalam negeri.
Pada era globalisasi perdagangan dewasa ini, kondisi persaingan semakin
ketatdimana
masing-masing
negara
salingmembuka
pasarnya.
Adanya
keterbukaan pasar tersebut mencerminkan adanya perdagangan bebas, di mana
dalam kasus perdagangan bebas antar negara ASEAN secara khusus
menyebabkan negara-negara ASEAN bersaing satu sama lain dalam kancah
1
internasional, dan daya saing selanjutnya benar-benar menjadi kunci bagi setiap
negara dalam mengembangkan produk-produknya yang akan diekspor.
Daya saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan
suatu negara di dalam perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan
ekspor dan impor yang menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB.
Daya saing ekspor merupakan suatu indikator dari kemampuan suatu negara untuk
memasok barang dan jasa dengan harga yang lebih baik dari pemasok potensial
lainnya, dengan setidaknya mendapatkan pengembalian dari sumber daya yang
digunakan (Frohberg dan Hartmann, 1997; Nonejad dan Zamani, 2013).
Daya saing suatu negara mencerminkan kemampuan “bertahan” dengan
tetap kompetitif di dalam arus perekonomian global (Bappenas, 2009). Dengan
kata lain, daya saing produk juga dapat diartikan dengan kemampuan suatu
produk untuk bertahan dengan tetap kompetitif di dalam perekonomian global
dengan harga yang lebih baik dari produk potensial lainnya. Pada sebagian besar
kasus, daya saing menjelaskan sebagian besar pertumbuhan ekspor, dan
pertumbuhan ekspor yang pesat meningkatkan daya saing (Ariff dan Hill,1985).
Tingkat daya saing suatu negara dalam perdagangan internasional
padadasarnya
ditentukan
komparatif(comparative
(competitive
oleh
dua
advantage)
advantage).Keunggulan
faktor,
dan
yaitu
faktor
komparatif
faktor
keunggulan
dapat
keunggulan
kompetitif
diukur
salah
satunyadengan menggunakan Revealed Symmetric Comparative Advantage
(RSCA)yang membandingkanpangsa pasar ekspor komoditas atau produk tertentu
di pasar dunia, di mana ekspor produk-produk tersebut diklasifikasikan dengan
2
pengklasifikasian ekspor dengan Standard International Trade Classification
(SITC) sebagai berikut (Changjun, 2001):1
SITC 0-4
: produk primer (primary products);
SITC 0
: makanan olahan (processed foods);
SITC 1
: minuman dan tembakau (beverages and tobacco);
SITC 2
: bahan mentah (crude materials);
SITC 3
: bahan bakar yang dimurnikan (refined fuels);
SITC 4
: minyak nabati dan hewani (animal and vegetabel oils);
SITC 5-8
: manufaktur (manufactures);
SITC 5
: bahan kimia (chemicals);
SITC 6
: bahan produksi (manufactured materials);
SITC 7
: mesin dan perlengkapan (machinery and equipment);
SITC 8
: barang yang selesai diproduksi (finished manufactures);
SITC 9
: transaksi dan komoditas yang tidak diklasifikasikan.
Suatu negara yang dikatakan memiliki keunggulan komparatif atau
kompetitif menunjukkan keunggulan baik dalam potensi alam, penguasaan
teknologi, maupun kemampuan manajerial dalam aktivitas ekonomi. Keunggulan
komparatif bersifat dinamis, suatu negara yang memiliki keunggulan komparatif
di sektor tertentu secara potensial harus mampu mempertahankan dan bersaing
dengan negara lain (Oktaviani et al., 2010).
Pada kasus negara-negara ASEAN, semakin tinggi keunggulan komparatif
untuk produk tertentu, semakin tinggi kemungkinan negara tersebut sebagai
negara pengekspor (Widodo, 2007), hal tersebut sejalan dengan teori keunggulan
komparatif Ricardo di mana suatu negara akan mendapatkan keuntungan apabila
mengekspor barang yang memiliki keunggulan komparatif, semakin tinggi
keunggulan komparatif untuk produk tertentu dalam suatu negara, maka semakin
1
Penelitian ini menggunakan pembagian produk menurut Changjun (2001), di mana terdiri
dari produk primer (produk pertanian dan pertambangan) dan produk manufaktur.
3
tinggi kemungkinan negara tersebut untuk menjadi pengekspor dan memperoleh
keuntungan (Krugman, 2009). Akan tetapi Changjun (2001) menemukan fakta
bahwa suatu negara yang tidak memiliki keunggulan komparatif sekalipun dapat
mengekspor sebuah produk, hal tersebut sejalan dengan teori Heckscher Ohlin di
mana negara tersebut akan melakukan ekspor karena negara tersebut memiliki
factor endowment (kepemilikan faktor-faktor produksi seperti modal dan tenaga
kerja) yang relatif banyak dan murah, serta factor intensity(labor intensity/ capital
intensity) (Krugman, 2009).
Perdagangan internasional dilakukan suatu negara pada dasarnya untuk
memperoleh keuntungan. Keuntungan
yang diperoleh dari perdagangan
internasional terutama dari kegiatan ekspor salah satunya dapat meningkatkan
pendapatan suatu negara secara keseluruhan terutama jika terjadi peningkatan
volume dan nilai ekspor serta proses pembangunan yang semakin maju. Hal ini
membuktikan sebuah teori di mana ekspor adalah mesin perekonomian (exports
are engine of growth) (Salvatore, 2004). Aktivitas ekspor merupakan indikator
yang baik dalam mengukur kinerja perekonomian suatu negara. Semakin tinggi
proporsi ekspor maka akan semakin mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan.
Beckerman dan Vernon mengatakan bahwa awal percepatan pertumbuhan
yangdiakibatkan oleh ekspansi ekspor melalui efisiensi dan alokasi daya saing
internasional yang ditingkatkan, akan mendorong babak baru ekspansi ekspor dan
membuka jalan untuk pembangunan (Gabriele,2006). Dengan ekspansi ekspor
melalui efisiensi dan alokasi yang tepat diharapkan dapat mendorong babak baru
4
dalam perekonomian suatu negara sehingga dapat membuka jalan untuk
pembangunan ekonomi.
ASEAN dengan pasar lebih dari 600 juta konsumen dan PDB yang
dikombinasikan sekitar US$ 3 triliun telah menjadi kawasan yang stabil, makmur
dan berdaya saing tinggi, menawarkan masa depan kepada rakyatnya untuk
meningkatkan kemakmuran dan stabilitasnya (AEC, 2015). Dengan adanya
perdagangan bebas antar negara ASEAN menyebabkan antar negara ASEAN
dapat menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara anggota ASEAN lain,
sehingga kompetisi akan semakin ketat. Berikut perkembangan ekspor ASEAN-5
yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Filipina.
Gambar 1.1 Perkembangan Keunggulan Komparatif dan Ekspor ASEAN-5,
1995-2014
Keunggulan
Komparatif
Rendah
Sumber: UNComtrade (2015), diolah
Gambar 1.1 menggambarkan perkembangan keunggulan komparatif
(indeks RCA) dari rata-rata semua produk ekspor ASEAN-5, di mana keunggulan
komparatif produk ekspor ASEAN-5 tidak terlalu berfluktuatif. Dalam beberapa
tahun terakhir (setelah tahun 2005), daya saing produk ekspor ASEAN-5
cenderung meningkat atau bisa dikatakan memiliki daya saing produk ekspor
5
yang cukup tinggi. Sedangkan jika dilihat perkembangan ekspor di kawasan
ASEAN-5 cukup berfluktuatif, di mana ekspor pasca krisis tahun 2008 justru
menunjukkan pertumbuhan yang negatif.
Sebelumnya telah disinggung bahwa daya saing dapat menggambarkan
aktivitas ekspor suatu negara, artinya peningkatan daya saing produk ekspor suatu
negara akan meningkatkan pertumbuhan ekspor negara tersebut. Namun gambar
di atas belum mencerminkan hal tersebut, peningkatan keunggulan komparatif
(daya saing) produk ekspor ASEAN-5 beberapa tahun terakhir justru tidak
berjalan beriringan dengan pertumbuhan ekspornya yang justru cenderung
melambat bahkan negatif.
Gambar 1.2Perkembangan Ekspor ASEAN-5, 1995-2014 (Juta US$)
600000.00
400000.00
200000.00
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
0.00
Indonesia
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Sumber: Worldbank (2015), diolah
Gambar 1.2 menggambarkan perkembangan ekspor di kawasan ASEAN-5
yang naik setiap tahun, meskipun pada tahun 2009, ekspor ASEAN-5 telah
mengalami penurunan sebagai dampak dari krisis keuangan global. Namun, posisi
Indonesia di ASEAN-5 selalu berada di peringkat ke-4 dibawah Singapura,
6
Malaysia dan Thailand. Hal tersebut memperlihatkan bahwa Indonesia selama ini
kurang serius dalam menggenjot ekspornya, berbeda dengan Malaysia dan
Thailand yang empat tahun belakangan saling mengejar, yang menunjukkan
adanya keinginan masing-masing negara tersebut untuk unggul dalam
perekonomian.
Aktivitas ekspor merupakan suatu indikator yang baik dalam mengukur
kinerja perekonomian suatu negara. Semakin tinggi proporsi ekspor maka akan
semakin mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Gambar 1.3 Perkembangan PDB ASEAN-5, 1995-2014 (Juta US$)
1000000.00
800000.00
600000.00
400000.00
200000.00
0.00
Indonesia
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Sumber: Worldbank (2015), diolah
Pada Gambar 1.3 terlihat perbedaan yang besar antara PDB Indonesia
sebagai negara dengan PDB tertinggi dengan negara ASEAN-5 lainnya (Thailand,
Malaysia, Singapura dan Filipina), hal ini mengimplikasikan bahwa Indonesia
sebenarnya bisa menjadi negara yang mendominasi perekonomian di ASEAN
khususnya untuk kegiatan ekspor, namun kenyataannya tidak seperti itu. PDB
yang tinggi di Indonesia tidak merefleksikan ekspor yang tinggi pula. Pada
7
Gambar 1.1 sebelumnya, ekspor Indonesia masih jauh dibawah Singapura,
Malaysia, dan Thailand.
Perdagangan bebas antar negara ASEAN yang telah dicanangkan dari
tahun 1992 diharapkan dapat meningkatkan perdagangan antar negara ASEAN,
sehingga nantinya masing-masing negara dapat menerima keuntungan dari adanya
perdagangan tersebut. Perdagangan intra-ASEAN meningkat pada kecepatan yang
lebih cepat, dengan tingkat pertumbuhan tahunan rata-rata 10,5%, dibandingkan
perdagangan ASEAN keseluruhan (9,2%) atau perdagangan ekstra-ASEAN
(8,9%) selama periode tersebut 1995 dan 2014. Total perdagangan mengalami
kenaikan empat kali lipat dari US$ 109 miliar pada tahun 1995 menjadi US$ 428
miliar pada 2014. Perdagangan intra-ASEAN telah melonjaklebih dari empat kali
lipat pada periode yang sama dari US$ 15 miliar menjadi US$ 60 miliar,
sedangkan perdagangan ekstra-ASEANtumbuh lebih dari tiga kali lipat, dari US$
47 miliar menjadi US$ 161 miliar, berikut disajikan pada Gambar 1.4.
Gambar 1.4 Perkembangan Total Perdagangan dan Perdagangan IntraASEAN, 1995-2014 (Milyar US$)
600.00
Total Trade
Extra-ASEAN
Intra-ASEAN
500.00
400.00
300.00
200.00
100.00
0.00
1 9 9 51 9 9 61 9 9 71 9 9 81 9 9 92 0 0 02 0 0 12 0 0 22 0 0 32 0 0 42 0 0 52 0 0 62 0 0 72 0 0 82 0 0 92 0 1 02 0 1 12 0 1 22 0 1 32 0 1 4
Sumber: Asian Development Bank (2015), diolah
8
Kinerja perdagangan suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap perdagangan seperti yang telah disinggung
sebelumnya adalah pertumbuhan ekonomi dan daya saing. Faktor lain yang turut
berpengaruh terhadap perdagangan adalah kebijakan yang dapat mempengaruhi
perdagangan seperti nilai tukar dan tingkat suku bunga. Nilai tukar menjadi
penting sebagai alat transaksi dan juga sebagai alat ukur nilai suatu produk atau
komoditas. Pada tahap ini, nilai tukar selanjutnya menjadi variabel yang
diperhatikan dalam perdagangan internasional. Nilai tukar memiliki dampak yang
sangat kuat terhadap kondisi makro ekonomi, terhadap inflasi, terutama terhadap
produk impor, atau barang input yang komponen luar negerinya sangat besar.
Selain itu adanya pergerakan nilai tukar terhadap mata uang lain juga berpengaruh
terhadap harga barang relatif yang diperdagangkan. Singkatnya, nilai tukar dengan
perdagangan hubungannya negatif, artinya jika nilai tukar (real exchange rate)
tinggi, maka barang-barang luar negeri relatif lebih murah, dan barang-barang
domestik relatif lebih mahal sehingga ekspor neto (neraca perdagangan) lebih
kecil (Mankiw, 2012).
Berdasarkan penjelasandi atas, maka penelitian ini sangat relevan untuk
melihat sejauh mana daya saing produk ekspor ASEAN-5 dan variabel-variabel
yang mempengaruhi ekspor tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan ekspor
ASEAN-5.
9
1.2
Rumusan Masalah
Daya saing ekspor mempunyai peranan yang sangat penting karena daya
saing merupakan salah satu kunci yang dapat menentukan keberhasilan suatu
negara di dalam perdagangan internasional. Berdasarkan data dalam latar
belakang menunjukkan bahwa tren daya saing ASEAN-5 yang tidak terlalu
berfluktuatif bahkan cenderung meningkat (berdaya saing tinggi) dalam beberapa
tahun terakhir diikuti oleh tren ekspor yang berfluktuatif dan negatif
(pertumbuhannya melambat) pada beberapa tahun terakhir.
Hasil empiris yang menunjukkan bahwa daya saing yang ditentukan oleh
faktor
keunggulan
komparatif
dan
pengaruhnya
terhadap
perdagangan
internasional khususnya ekspor masih kontroversial. Oleh sebab itu, penelitian
mengenai pengaruh daya saing ekspor terhadap ekspor ASEAN-5 penting untuk
dilakukan.
1.3
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitiannya
adalah sebagai berikut:
1. Seperti apa daya saing produk ekspor ASEAN-5 tahun 1995, 2005 dan 2014?
2. Bagaimana posisi produk ekspor negara-negara ASEAN-5 berdasarkan
pangsa ekspor, pertumbuhan ekspor dan indeks keunggulan komparatif tahun
1995, 2005 dan 2014?
3. Apakah daya saing, PDB negara ASEAN-5, dan nilai tukar riil
berpengaruhterhadap ekspor ASEAN-5 selama periode 1995-2014?
10
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Membandingkan daya saing ekspor negara-negara ASEAN-5 tahun 1995,
2005 dan 2014.
2. Menganalisis posisi produk ekspor negara-negara ASEAN-5 berdasarkan
pangsa ekspor, pertumbuhan ekspor dan indeks keunggulan komparatif tahun
1995, 2005 dan 2014.
3. Sejauh mana daya saing, PDB negara ASEAN-5, dan nilai tukar riil
mempengaruhi ekspor ASEAN-5 selama periode 1995-2014.
1.5
Manfaat Penelitian
Selain untuk melihat posisi dan daya saing ekspor, serta untuk melihat
pengaruh antara daya saing,PDB negara ASEAN-5, dan nilai tukar riil terhadap
ekspor ASEAN-5, penelitian ini juga dapat memberikan tambahan informasi,
wawasan dan referensi bagi akademisi di masa yang akan datang.
Bagi pembuat kebijakan, penelitian ini dapat dijadikan referensi tentang
posisi produk ekspor ASEAN-5 khususnya Indonesia yang dilihat dari pangsa
pasar dan pertumbuhan ekspornya, serta hubungan antara daya saing dengan
ekspor secara khusus untuk menentukan arah strategi dan kebijakan kedepan,
kaitannya dengan kebijakan guna memacu produk ekspor Indonesia ke negaranegara ASEAN.
Penelitian ini juga dapat digunakan bagi stakeholders terutama pelaku
ekspor sebagai referensi yang digunakan untuk menentukan arah kebijakan,
11
strategi kebijakan dan juga arah produktivitas barang untuk mendorong ekspor
Indonesia.
1.6
Sistematika Penulisan
Proposal Penelitian ini disusun dengan sistematika 5 Bab yang terdiri dari:
BAB I Pendahuluan, BAB II Tinjauan Pustaka, BAB III Metodologi Penelitian.
BAB I
: PENDAHULUAN
Menguraikan latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah penelitian,
pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika
penulisan.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA
Menguraikan landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran teoritis dan
mencoba menarik suatu hipotesis penelitian.
BAB III
: METODE PENELITIAN
Menguraikan tentang data penelitian, metode analisis, serta sistematika penelitian.
BAB IV
: HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Menguraikan hasil analisis dari pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan.
Hasil analisis RSCA, BCG matriks dan Regresi panel data dengan Common Effect
juga disajikan dalam bab ini.
BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN
Menjelaskan ringkasan hasil analisis penelitian. Selain itu saran-saran untuk
kebijakan masing-masing negara.
12
Download