I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Teh (Camellia sinensis (L.) O

advertisement
I.
1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teh (Camellia sinensis (L.) O Kuntze) bukan merupakan tanaman asli
Indonesia. Teh mulai diperkenalkan pada tahun 1686 oleh Dr. Andreas Cleyer di
bawah kolonialisme Belanda (Sinabutar, 2013). Secara umum pengembangan
teh mempunyai prospek
yang cerah ditinjau dari harga, ekspor dan
pengembangan produk. Disamping produk yang bersifat konvensional seperti
daun teh kering untuk minuman atau penyegar, teh juga dapat diproses untuk
bahan keperluan industri farmasi dan suplemen, campuran makanan, bahan
industri komestik serta bahan biopestisida.
Peranan komoditas teh dalam perekonomian di Indonesia cukup strategis.
Industri teh Indonesia pada tahun 1999 diperkirakan menyerap sekitar 300.000
pekerja dan menghidupi sekitar 1,2 juta jiwa (Suprihatini, 2005). Sektor tanaman
perkebunan menyumbang PDB atas harga berlaku pada tahun 2013 sebesar
174,638 triliun rupiah, meningkat dibandingkan pada tahun 2011 dan 2012
sebesar 153,709 triliun rupiah dan 162,543 triliun rupiah (Ditjenbun, 2015). Dari
besaran nilai tersebut komoditas teh dan kopi menyumbang 5% atau sekitar 7,99
triliun rupiah pada tahun 2012 (Cakrabawa & Sabarella, 2013).
Meskipun memiliki prospek yang cerah, produksi teh Indonesia masih kalah
jauh dari negara-negara lainya. Menurut data FAO, Indonesia menempati
peringkat ke-8 produksi teh dunia pada tahun 2010-2011 dengan total produksi
146.371 ton. Peringkat pertama produksi teh dunia masih ditempati oleh China
dengan total produksi 1.553.888,5 ton dan kemudian disusul oleh India dan
Kenya sebesar 978.957,5 ton dan 388.459 ton (Sinabutar, 2013). Selain
kapasitas produksi teh yang masih cukup rendah, permasalahan lain yang
dihadapi menurut Suprihatini (2005) adalah daya saing teh Indonesia di pasar teh
dunia yang cukup lemah yang tercermin dari angka faktor persaingan yang
bertanda negatif (-0,211). Oleh karena itu, agar mampu bersaing dengan negara
lain harus ada peningkatan kapasitas produksi dan perbaikan mutu teh Indonesa.
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas
produksi pucuk teh dan mutu teh adalah dengan pemupukan. Pemupukan
bertujuan untuk meningkatkan daya dukung lahan untuk perkembangan dan
pertumbuhan tanaman teh. Pengusahaan intensif lahan untuk perkebunan teh
akan menguras hara yang tersedia dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dengan pemupukan empat kali setahun pada delapan klon unggul di
kebun PT. Pagilaran akan didapatkan produksi pucuk yang stabil sepanjang
tahun (Kasim, 2007). Meskipun tidak terdapat korelasi nyata antara kadar hara
dalam daun teh dengan produksi pucuk teh, tetapi terdapat kecenderungan
bahwa peningkatan kadar hara N daun akan diikuti dengan kenaikan produksi
pucuk dan sebaliknya peningkatan kadar P dan K daun justru diikuti penurunan
produksi pucuk teh (Yuwono et al., 2000). Pemupukan diketahui sangat
mempengaruhi kualitas teh yang dihasilkan. Menurut Owuor & Odhiambo (1994)
dosis aplikasi nirogen yang tinggi dan interval pemetikan yang panjang akan
mengurangi kandungan teaflavin dan kecerahan larutan teh hitam.
Respon pertumbuhan dan hasil tanaman teh maupun kualitas pucuk yang
dihasilkan terhadap pemupukan berbeda-beda baik antar varietas maupun antar
klon. Sriyadi et al. (1995) menyatakan bahwa ketinggian tempat, cuaca,
pemupukan, dan intensitas cahaya merupakan faktor penentu komposisi kimia
dalam daun teh. Kandungan polyfenol teh sinensis lebih rendah dari teh
assamica. Kandungan polyfenol teh assamica dapat mencapai 20-30 %,
sedangkan teh sinensis hanya 15- 17 %. Hasil penelitian Wibowo (1987)
menunjukkan bahwa meski tidak terdapat perbedaan yang signifikan, rerata hasil
pucuk basah teh klon TRI 2025 lebih tinggi dibandingkan klon Cin 143 dengan
perlakuan pemupukan sulfur. Menurut Sriyadi & Astika (1995) klon unggul pada
dasarnya berasal dari satu perdu mempunyai sifat kurang elastis, sehingga
sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Potensi klon TRI 2024 sangat
rendah pada lahan marginal, tetapi pada lahan yang subur mampu menghasilkan
pucuk per satuan luas lebih tinggi dibanding klon TRI 2025.
Mengingat begitu pentingnya pemupukan bagi tanaman teh, maka
pengelolaan pupuk harus dilakukan dengan baik agar unsur-unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman tersedia dan tercukupi pada saat diperlukan.
Pengelolaan pupuk yang efektif dan efisien dapat dilakukan melalui sistem
“pemupukan empat tepat” yaitu tepat dosis, tepat cara, tepat waktu, dan tepat
jenis. Metode penempatan pupuk merupakan salah satu faktor penentu efisiensi
aplikasi pupuk. Hasil penelitian Polthanee & Tre-loges (2002) pada tanamn
kedelai menunjukkan bahwa metode penempatan pupuk mempunyai efek
signifikan pada pertumbuhan dan hasil kedelai. Pemupukan dengan sistem
larikan (banding) memberikan hasil luas daun per tanaman, bobot kering tajuk
total, densitas panjang akar, jumlah polong per tanaman, dan hasil biji yang lebih
tinggi daripada pemupukan dengan cara disebar (broadcast). Aplikasi urea
secara FDP (fertilizer deep placement, kedalaman 7-10 cm), signifikan
meningkatkan hasil gabah 100-3000 kg ha-1 dibanding aplikasi secara broadcast
(Singh et al., 2010).
2.
Perumusan Masalah
Standar operasional pemupukan pada tanaman teh adalah dengan cara
menempatkan pupuk pada lubang-lubang yang telah disiapkan diantara barisan
perdu teh. Lubang yang telah berisi pupuk selanjutnya ditutup kembali dengan
tanah. Metode penempatan pupuk dengan cara demikian tidak memunculkan
kendala pada blok kebun yang berada pada tahun pangkas (TP) 1. Kendala
teknis akan muncul pada saat aplikasi pupuk dilakukan pada blok kebun yang
memasuki TP 2-4. Pada TP 2-4, petugas yang mengaplikasikan pupuk
mengalami kesulitan karena struktur kanopi sudah sangat rapat sehingga
banyak ditemukan aplikasi pupuk yang tidak sesuai, misalnya disebar di
permukaan lahan, dimasukkan ke dalam lubang tanpa ditutup kembali atau
bahkan tidak dipupuk.
Pemberian
pupuk
dengan
metode
yang
tidak
sesuai
standar
operasional diduga menyebabkan efisiensi pemupukan menjadi rendah karena
pupuk hilang sebelum diserap tanaman. Akibatnya nutrisi menjadi tidak tersedia
atau tidak mencukupi saat dibutuhkan tanaman teh. Menurut Wibowo (1986),
kehilangan total N di tempat terbuka pada perlakuan pemupukan secara
disebarkan umumnya lebih besar daripada dibenamkan 5 cm. Kehilangan N
dipertanaman pada umumnya berasal dari penguapan NH3, denitrifikasi,
peruraian HNO2 secara kimia, pelindian, terangkut dalam bentuk sisa tanaman,
berbentuk gas dari tajuk, dan hanyut di dalam air limpasan.
Pertumbuhan dan hasil merupakan respon tanaman yang dapat
digunakan sebagai indikator tepat tidaknya pemupukan. Karena pada
prinsipnya kenampakan (fenotif) pada tanaman merupakan refleksi dari unsur
hara yang diserap oleh tanaman baik jumlah, jenis maupun interaksinya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan pucuk tergantung pada laju
fotosintesis daun pemeliharaan dan perkembangan pucuk itu sendiri.
Persentase N yang diserap dari pupuk di pucuk dan daun ketiga tanaman teh
secara langsung berhubungan dengan ketersediaan N di tanah (Netto, 2007).
Beberapa parameter fisiologis dan agronomis tanaman teh dapat digunakan
untuk menduga pengaruh pemupukan.
Respon ini akan berbeda-beda antar klon. Menurut Netto (2007)
terdapat variasi kandungan N, P dan K pada tanaman karet (Havea
brasiliensis) yang mengindikasikan terdapat variasi genetik dalam penyerapan
nutrisi mineral. Defisiensi nutrisi menekan laju fotosintesis dan terdapat korelasi
yang positif antar kandungan N daun dengan laju fotosintesis. Sedangkan
menurut Kasim (2007) klon yang produksi pucuknya tinggi juga memiliki ANR
yang tinggi. Klon TRI 2025, TRI 2024, dan PS 1 tergolong klon peringkat daya
hasil tinggi kaitanya dengan aktivitas nitrat reduktase yaitu 3,5- 6 kg/ plot
dibandingkan dengan klon Cin 81 dan Kiara 8 yang termasuk klon dengan
peringkat daya hasil rendah yaitu sebesar 2- 2,49 kg/ plot (Hartiko, 1988).
Pengaruh sifat genetik pada ANR muncul jika nutrisi dan air tersedia cukup bagi
tanaman.
3.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.
Mempelajari respon fisiologis dan agronomis tiga klon teh terhadap variasi
metode penempatan pupuk.
2.
Menentukan metode penempatan pupuk yang paling optimal untuk
memperbaiki aktivitas fisiologis maupun agronomis tiga klon teh.
3.
4.
Merakit sebuah metode cepat untuk mengevaluasi kegiatan pemupukan.
Manfaat Penelitian
Hingga saat ini metode evaluasi secara cepat untuk menentukan tepat
tidaknya aplikasi pupuk yang dilakukan belum ada. Oleh karenanya, penelitian ini
dipandang penting untuk mengembangkan metode evaluasi cepat terhadap
kegiatan pemupukan dan mendeteksi apakah kegiatan pemupukan dilakukan
dengan tepat ataukah tidak.
5.
Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai metode pemupukan (fertilizer placement) pada
tanaman teh belum pernah dilakukan. Namun penelitian ini telah banyak
dilakukan pada tanaman lain seperti Fertilizer Placement Effects on Soil Nitrogen
and Use by Drip-irrigated and Plastic-mulched Tomatoes (Cook & Sanders,
1990), The Effect of N Fertilizer Placement, Formulation, Timing and Rate on the
Agronomic Performance in Wheat (Lemke & Hahn, 2003), Minimizing Nitrogen
Leaching from Furrow Irrigation through Novel Fertilizer Placement and Soil
Surface Management Strategies(Siyal et al., 2012), Effects of Soaking Seed and
Fertilizer Placement on Growth and Yield of Soybean Grown After Rice in the
Post-monsoon Season in Khon Kaen Province (Polthanee & Tre-loges, 2002).
Penelitian metode pemupukan pada tanaman teh yang pernah dikerjakan adalah
Pemakaian Pupuk Daun pada Tanaman Teh Sebagai Alternatif Cara Pemupukan
Selama Musim Kering di Kebun Pagilaran (Yudono & Muljanto, 2000).
Download