BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Mikrohabitat dan Relung Semua

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Mikrohabitat dan Relung
Semua makhluk hidup termasuk serangga menempati suatu tempat untuk
hidupnya. Setiap spesies serangga menempati tempat yang cocok untuk tempat
hidupnya. Tempat-tempat tersebut merupakan tempat fisik yang disebut habitat.
Suatu speies serangga herbivor biasanya tidak menempati semua bagian tanaman,
tetapi hanya bagian-bagian tanaman tertentu saja yang ditempatinya. Tempat yang
demikian disebut mikrohabitat. Suatu spesies serangga hama yang menempati
suatu habitat akan melakukan sesuatu di dalamnya, misalnya bagaimana serangga
hama mentransformasikan energi, bagaimana perilakunya, bagaimana serangga
hama menanggapi lingkungan fisik dan biotiknya dan bagaimana serangga hama
dibatasi aktifitasnya oleh spesies lainnya. Suatu habitat yang sekaligus
memperhitungkan apa yang dilakukan di sana disebut relung ekologik spesies
tersebut (Oka, 2005).
Relung ekologi adalah status fungsional hewan itu dalam habitat yang
ditempati berdasarkan adaptasi fisiologi, struktural dan perilaku. Untuk
membatasi dimensi biotik relung ekologi, pemisahan relung ekologi yang akan
diamati adalah pemisahan relung makan dan relung aktivitas serangga hama.
Relung makan meliputi status fungsional serangga hama berdasarkan makanannya
pada bagian tanaman sawi. Relung aktivitas meliputi status fungsional serangga
hama tersebut berdasarkan waktu aktif pada siang atau malam hari (Odum, 1993).
9
2. 2. Serangga Hama
Jika ekosistem pertanian (tanaman budidaya) sebagai sumber makanan bagi
serangga fitofagus berlimpah, maka populasi serangga fitofagus akan meningkat
dengan cepat, sedang faktor pengendali dan pertumbuhan populasi musuh alami
belum tentu dapat mengimbangi populasi serangga fitofagus. Kondisi tersebut
menimbulkan populasi serangga fitofagus meledak dan dikategorikan sebagai
hama (Sakti, 1994 dalam Oka, 2005).
Serangga dapat dikatakan hama apabila ia mengurangi kualitas dan
kuantitas makanan, pakan ayam, pakan ternak, tanaman serat, merusak hasil
selama panen, pengolahan pemasaran, penyimpanan dan selama penggunaan
dengan mentransformasikan penyakit kepada manusia atau tanaman dan hewan
yang yang berguna bagi manusia. (Oka, 2005).
Hama salah satu musuh utama tanaman yang kerap mengganggu,
gejalanya dimulai dari kerusakan kecil sampai pada tingkat kerusakan berat.
Hama maupun penyakit yang menyerang tanaman sebenarnya adalah pemangsa,
di mana ada makanan, ke sanalah mereka sebenarnya bisa diantisipasi.
Terdapatnya hama pada tanaman tersebut akan mengakibatkan pertumbuhan
tanaman terganggu, dan berujung kepada produktivitas tanaman tersebut menurun
bahkan akan menyebabkan gagal panen sama sekali.
Menurut Rukmana dan Sugandi (1997) kehidupan dan perkembangan
serangga hama tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor, meliputi faktor dalam
yang dimiliki jenis serangga itu sendiri dan faktor luar yaitu kondisi lingkungan
tempat serangga hama melakukan aktivitasnya.
10
1. Faktor Dalam Serangga
Faktor dalam yang mempengaruhi perkembangan serangga hama tanaman
meliputi :
a. Kemampuan berkembang biak
Tinggi rendahnya kemampuan berkembang biak dipengaruhi oleh kecepatan
berkembang biak dan perbandingan kelamin. Semakin banyak jumlah kelamin
betina maka kecepatan berkembangbiaknya semakin tinggi. Waktu perkembangan
serangga hama umumnya relatif pendek sehingga kemampuan berkembang
biaknya juga tinggi.
b. Sifat mempertahankan diri
Serangga
hama
tanaman
mempunyai
alat
kemampuan
untuk
mempertahankan diri terhadap gangguan lain di sekitarnya dan terhadap kondisi
lingkungan. Bentuk mempertahankan diri tiap serangga hama tanaman berbedabeda baik secara perilaku, kimiawi, maupun struktural atau kombinasi.
c. Umur imago
Umur imago mempengaruhi peningkatan populasi serangga hama,
semakin lama umur imago betina semakin banyak pula kesempatan untuk
bertelur. Bila kondisi lingkungan mendukung imago bisa mencapai umur
maksimal.
11
2. Faktor Luar atau Kondisi lingkungan
Populasi serangga hama bersifat dinamis, jumlah populasi tersebut bisa
naik, bisa turun, atau tetap seimbang, tergantung pada kondisi lingkungan. Bila
kondisi lingkungan sesuai, maka populasi serangga hama akan berkembang pesat,
begitu pula sebaliknya bila kondisi lingkungan tidak sesuai maka populasi
serangga hama akan menurun. Faktor lingkungan yang mempengaruhi
perkembangan serangga hama meliputi :
a. Iklim
1) Suhu
Serangga hama pada tanaman umumnya bersifat poikilotermal, suhu
tubuh serangga sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Setiap serangga
memiliki kisaran suhu tertentu, diluar kisaran suhu yang ideal serangga akan
mati kedinginan dan kepanasan. Untuk melakukan aktivitas, masing-masing
serangga hama mempunyai suhu optimal yang berbeda-beda. Suhu optimal
o
bagi serangga hama kebanyakan adalah 26
C, pada suhu optimum
kemampuan berkembang sangat besar.
2) Kelembaban
Kelembaban besar pengaruhnya terhadap serangga hama, bila
kelembaban sesuai dengan kebutuhan hidup, serangga hama tersebut akan
dapat beraktivitas secara maksimal. Tiap serangga mempunyai kisaran
kelembaban yang berbeda.
12
3) Cahaya
Cahaya merupakan salah satu faktor ekologi yang besar pengaruhnya
terhadap kehidupan hama tanaman, ada beberapa serangga hama yang aktif
pada saat tidak ada cahaya atau malam hari (nokturnal), ada pula serangga
hama yang aktif pada siang hari (diurnal). Hal ini yang menyebabkan
serangga memilih relung waktu yang berbeda, antara serangga satu dengan
yang lainnya.
4) Curah hujan
Air merupakan kebutuhan primer bagi setiap makhluk hidup, begitu
pula bagi serangga hama tanaman. Namun bila air berlebihan akan berakibat
tidak baik terhadap perkembangbiakan dan pertumbuhan serangga hama
tersebut.
5) Angin
Angin berpengaruh terhadap perkembangan serangga hama, terutama
dalam proses penyebaran, angin dapat membantu penyebaran serangga hama
tersebut.
b. Tanaman Inang
Tanaman inang merupakan tanaman yang menjadi makanan dan tempat
tinggal serangga hama. Bila tanaman yang disukai terdapat dalam jumlah banyak,
populasi serangga cepat meningkat, sebaliknya bila berjumlah sedikit populasi
serangga hama akan menurun. Selain jumlah, sifat tanaman pun mempengaruhi
perkembangan serangga hama. Ada beberapa tanaman yang tahan terhadap
gangguan hama (resisten), ada pula tanaman yang tidak tahan (peka) terhadap
13
gangguan serangga hama. Tanaman yang resisten biasanya menderita kerusakan
yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan tanaman yang peka pada
keadaan tingkat populasi serangga dan lingkungan yang sama. Pada tanaman yang
resisten kehidupan dan perkembangbiakan hama akan terhambat.
2.3
Kutu Anjing (Phyllotreta vittata F.)
2.3.1 Morfologi Phyllotreta vittata
Sistematika Phyllotreta vittata
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Arthropoda
Subphylum
: Atelocerata
Kelas
: Insecta
Subkelas
: Pterygota
Ordo
: Coleoptera
Famili
: Chrysomelidae
Subfamily
: Alticinae
Genus
: Phyllotreta
Spesies
: Phyllotreta vitata F. (Boror, 1996)
Serangga hama ini dikenal dengan kumbang anjing atau leaf beetle, anggota
famili Chrysomelidae itu spesifik merusak sawi, petsai, kubis, lobak, dan anggota
cruciferae lainnya. Literatur yang diterbitkan sebelum dekade 1980 menyebutnya
sebagai makhluk endemik Benua Amerika. Namun, kumbang dengan panjang 2
mm itu kini umum ditemui di kebun petani Indonesia. Phyllotreta vitata menjadi
14
penyebab kegagalan tumbuhnya bibit, kerusakan daun dan bunga, bahkan sampai
merusak akar. Awalnya kutu dewasa memakan tanaman muda di bagian kotiledon
dan batang, setelah itu mereka bertelur di tanah di dekatnya Telur segera menetas
menjadi larva dan merusak akar, caranya dengan membuat lubang di batang lalu
memakannya dari dalam sampai ke akar. Kerusakan pada daun terlihat pada
lubang-lubang kecil yang ditinggalkan. Namun serangannya pada bunga bisa
membuat hasil panen berkurang. Kumbang ini banyak ditemukan di daerah
dataran rendah dan agak jarang di dataran tinggi. Phyllotreta vitata sangat aktif
terutama saat suhu panas mencapai puncaknya (Widodo, 2010).
2.3.1
Siklus hidup
Di Bogor, daur hidup kumbang ini 3-4 minggu. Kumbang betina akan
meletakkan telur secara berkelompok pada kedalaman 1-3 cm di dalam tanah.
Larva yang menetas akan merusak bagian pangkal tanaman dekat permukaan
tanah. Saat membentuk pupa, Phyllotreta vitata akan masuk ke dalam tanah di
kedalaman 5 cm.
Betina meletakkan telur
secara berkelompok di tanah
Larva menetas dan menuju
tanaman untuk mengorok jaringan
dalam batang sampai akar
Kumbang dewasa
keluar dari pupa dan menyerang
tunas, daun, dan bunga
Memasuki fase
pupa, pindah ke
dalam tanah
Gambar 2.1 Siklus Hidup Phyllotreta vittata
15
2.3.3 Penanggulangan
a) Mekanis
Pada serangan ringan, kumbang dipungut dan dimusnahkan begitu terlihat.
b) Kimiawi
Menyemprotkan matador 25 EC dan Alika 247 ZC, insektisida racun
kontak berbahan aktif lamda sihalotrin; Confidor 5 WP dengan bahan
aktif imidakloropid dengan konsentrasi sesuai yang tertera di tabel.
c) Budidaya
Balik tanah dan biarkan terkena sinar matahari sebelum penanaman,
lakukan pengolahan. Bersihkan gulma dan serasah dari lahan dan
sekitarnya.
2.4 Insektisida
Untuk menekan kehadiran hama serangga bahkan mengendalikan
populasinya supaya tidak berkembang semakin banyak digunakan insektisida.
Insektisida merupakan bahan racun sehingga dapat juga meracuni manusia.
Derajat peracunannya sangat bervariasi sangat dipengaruhi oleh jenis insektisida
maupun organisme yang diracuni. Insektisida dapat meracuni semua sasaran,
serangga yang bukan jenis sasaran insektisida, jenis binatang lain, dan juga
manusia. Residu insektisida di lingkungan merupakan akibat dari penggunaan
atau aplikasi langsung dari insektisida yang ditujukan pada sasaran tertentu seperti
pada tanaman dan tanah. (Untung, 1996).
16
Insektisida yang digunakan pada tanaman sawi ini adalah jenis deltametrin
dengan merek dagang Decis ® 2,5 ec. Decis adalah insektisida non sistemik,
yang bekerja pada serangga dengan cara kontak langsung dengan saluran
pencernaan. Decis menguasai spektrum besar dari serangga hama yang berbeda
seperti Lepidoptera, Homoptera, dan Coleoptera. decis juga aktif untuk beberapa
serangga hama dari kelas lain seperti Hemiptera (hama), Orthoptera (belalang),
Diptera (lalat) dan Thysanoptera (thrips). Sekarang ini hampir semua pyrethroid
terdiri atas beberapa isomers yang aktif dan tidak aktif. Bahan decis yang aktif
hanya terdiri atas satu isomer, yaitu isomer murni d-cis selalu lebih baik dan
paling efektif digunakan untuk melakukan perawatan pada tanaman daripada
campuran optik isomer untuk melakukan perawatan pada tanaman ( Pavan, 1999).
Keunggulan dari decis ini memiliki pengaruh knock down atau
menjatuhkan serangga dengan cepat dengan tingkat toksisitas rendah bagi
manusia akan tetapi mudah terurai oleh sinar ultraviolet. Meskipun daya
mematikan Decis sangat tinggi dan sangat sedikit menghadapi masalah
lingkungan, namun insektisida Decis menghadapi permasalah utama yaitu
percepatan perkembangan strain hama baru yang tahan terhadap insektisida Decis
(Ishii, 1992).
17
2.5 Biologi Tanamana sawi Hijau
2.5.1
Morfologi Tanaman Sawi Hijau
Sawi hijau termasuk tanaman sayuran daun dari keluarga Cruciferae yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Daerah asal tanaman sawi diduga dari
Tiongkok (Cina) dan Asia Timur. Caisin dikenal oleh petani dengan sebutan sawi
hijau alias sawi bakso yang paling banyak dijajakan di pasar-pasar dewasa ini.
Batangnya panjang, tegap dan daunnya berwarna hijau. Daun-daun tanamannya
lebar dan berbentuk pipih. Warna tangkai daun putih
atau hijau muda
(Departemen Pertanian Liptan, 2001).
Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang
cukup lengkap sehingga apabila dikonsumsi sangat baik untuk mempertahankan
kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam sawi hijau
dapat disajikan pada tabel berikut:
Zat
Kandungan Gizi
Air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Ca
P
Fe
K
Mg
Na
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin B2
Vitamin C
Gizi
(g/ 100 gr)
95
1,2
0,2
1,2
0,01
0,03
0,02
0,1
0,02
0,01
0,58
0,04
0,07
0,53
Tabel 2. 1. Kandungan Gizi Tanaman Sawi hijau (g/ 100gr)
Sumber : Haryanto, dkk.,2003.
18
2.5.2
Tinjauan Umum Tanaman Sawi Hijau
Sistematika tanaman sawi hijau adalah sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Class
: Dicotyledonae
Ordo
: Rheaodales
Famili
: Cruciferae
Genus
: Brassica
Spesies
: Brassica juncea L. (Haryanto dkk, 2003).
Tanaman sawi hijau berakar serabut yang tumbuh dan berkembang secara
menyebar ke
semua arah di sekitar permukaan tanah, perakarannya sangat
dangkal pada kedalaman sekitar 5 cm. Tanaman sawi hijau tidak memiliki akar
tunggang, perakaran tanaman sawi hijau dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik pada tanah yang gembur, subur, tanah mudah menyerap air, dan kedalaman
tanah cukup dalam.
Batang (Caulis) sawi hijau pendek sekali dan beruas-ruas, sehingga
hampir tidak kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan
penopang daun. Sawi hijau berdaun lonjong, halus, tidak berbulu dan tidak
berkrop. Pada umumnya pola pertumbuhan daunnya berserak (roset) hingga sukar
membentuk krop. Tanaman sawi hijau umumnya mudah berbunga secara alami,
baik di daratan tinggi maupun dataran rendah. Struktur bunga sawi tersusun dalam
tangkai bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang (tinggi) dan bercabang
banyak. Tiap kuntum bunga terdiri atas empat helai daun kelopak, empat helai
19
daun mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari, dan satu
buah putik yang berongga dua. Buah sawi hijau termasuk tipe buah polong, yakni
bentuknya memanjang dan berongga. Tipe buah (polong) berisi 2-8 butir biji
(Rukmana, 2007). Biji sawi hijau berbentuk bulat, berukuran kecil, permukaanya
licin dan mengkilap, agak keras, dan berwarna coklat kehitaman (Cahyono, 2003).
2.5.3
Pertumbuhan Tanaman Sawi Hijau
Pertumbuhan tanaman sawi hijau harus memenuhi beberapa syarat
tumbuhnya:
1) Iklim
Daerah penanaman yang cocok untuk pertumbuhan tanaman sawi hijau
adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai 1200 meter dpl. Namun, biasanya
tanaman ini dibudidayakan di daerah yang berketinggian 100-500 m dpl. Sebagian
besar daerah-daerah di Indonesia memenuhi syarat ketinggian tersebut. Tanaman
sawi hijau dapat melakukan fotosintetis dengan memerlukan energi yang cukup,
cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlukan tanaman untuk proses
fotosintesis. Dalam proses fotosintesis sawi hijau memerlukan cahaya matahari
tinggi (Cahyono, 2003).
Menurut Rukamana (2007) kondisi iklim yang
dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman sawi hijau adalah daerah yang
mempunyai suhu malam hari 15,6 0C dan siang harinya 21,1 0C serta penyinaran
matahari antara 10-13 jam per hari. Meskipun demikian, beberapa varietas sawi
yang tahan (toleran) terhadap suhu panas, dapat tumbuh dan berproduksi dengan
baik di daerah yang suhunya antara 27 0-32 0C. Kelembaban udara yang sesuai
20
untuk pertumbuhan tanaman sawi hijau yang optimal berkisar antara 80%-90%.
Tanaman sawi hijau tergolong tanaman yang tahan terhadap hujan, sehingga
penanaman pada musim hujan masih bisa memberikan hasil yang cukup baik.
Curah hujan yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman sawi hijau adalah 10001500 mm/tahun. Daerah yang memiliki curah hujan sekitar 1000-1500 mm/tahun
dapat dijumpai di dataran tinggi pada ketinggian 1000-1500 mm/dpl. Akan tetapi
tanaman sawi tidak tahan terhadap air yang menggenang (Cahyono, 2003).
2) Tanah
Tanah yang cocok untuk ditanami sawi hijau adalah tanah yang gembur,
banyak mengandung humus, subur serta pembuangan airnya baik. Derajat
keasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6
sampai pH 7. Sifat biologis tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman sawi
hijau adalah tanah yang banyak mengandung bahan organik (humus) dan
bermacam-macam unsur hara yang berguna untuk pertumbuhan tanaman, serta
pada tanah terdapat jasad renik tanah atau organisma tanah pengurai bahan
organik sehingga dengan demikan sifat biologis tanah yang baik akan
meningkatkan pertumbuhan tanaman (Cahyono, 2003).
Download