Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya

advertisement
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
Profesi Konselor dalam Kurikulum 2013 dan Permasalahannya
Mungin Eddy Wibowo
Univeristas Negeri Semarang
Email: [email protected]
Artikel diterima: 18 April 2017; direvisi 4 Mei 2017; disetujui 5 Juni 2017
ABSTRACT
Implementation of the 2013 curriculum will create problems for high
school learners who can not afford in choosing the right direction of
subject groups and subjects appropriately, so that will cause difficulties
in learning and tendency to fail in learning. The determination of the
direction of the subject group and the subjects should be in accordance
with the general basic skills (intelligence), talents, interests and
preferences of each learner so that the learning process goes well and the
tendency to succeed in learning. Therefore, the guidance and counseling
service in the direction of the subject group and the subject is very
necessary for the learner to be able to make choices according to his
potential ability and the possibility of success in learning.
Keywords: profession; counselor; curriculum
PENDAHULUAN
Indonesia melakukan inovasi pendidikan melalui implementasi kurikulum 2013 dalam
menghadapi tantangan internal maupun eksternal, serta menghadapi tuntutan perkembangan
zaman yang menuntut adanya penyempurnaan pola pikir dan penguatan tata kelola kurikulum
serta pendalaman dan perluasan materi pembelajaran. Dalam hal pembelajaran yang tidak kalah
pentingnya adalah perlunya penguatan proses pembelajaran dan penyesuaian beban belajar agar
dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan.
Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan
pendidikan yang mengacu kepada delapan Standar Nasional Pendidikan, yaitu standar
kompetensi lulusan, standar isi, standar proses,standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar pengelolaan, standar sarana dan prasarana, standar biaya, dan standar penilaian
pendidikan. Tantangan internal lainnya terkait dengan faktor perkembangan penduduk Indonesia
dilihat dari pertimbangan penduduk usia produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia
produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
63
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
orang tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai
puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Oleh sebab itu tantangan
besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar sumberdaya manusia usia produktif
yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi sumberdaya manusia yang memiliki
kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi beban.
Melalui pendidikan bermutu diharapkan sumber daya manusia usia produktif akan menjadi
generasi emas Indonesia pada tahun 2045 . Mengapa dikatakan Generasi Emas Indonesia ?
Karena merupakan generasi penerus bangsa yang pada periode tersebut adalah sangat produktif,
sangat berharga dan sangat bernilai, sehingga perlu dikelola dan dimanfaatkan dengan baik agar
berkualitas menjadi insan yang berkarakter, insan yang cerdas, dan insan yang kompetitif, serta
menjadi bonus demografi.
Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan tantangan
masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat, perkembangan
pengetahuan dan pedagogi,serta berbagai fenomena negatif yang mengemuka. Tantangan masa
depan antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah
lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan infromasi,kebangkitan industri kreatif dan
budaya,dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Di era global akan terjadi
perubahan-perubahan yang cepat. Hubungan komunikasi,informasi,transformasi menjadikan satu
sama lain menjadi dekat sebagai akibat dari revolusi industri dan hasil pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Kompetensi masa depan yang diperlukan dalam menghadapi arus globalisasi antara lain
berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi,kemampuan berpikir jernih dan kritis, kemampuan
mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan,kemampuan menjadi warga negara yang
bertanggungjawab, kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang
berbeda, dan kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal. Disamping itu generasi
Indonesia juga harus memiliki minat luas dalam kehidupan, memiliki kesiapan untuk bekerja,
memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan memiliki rasa tanggungjawab terhadap
lingkungan.
Tujuan pendidikan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
64
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Sejalan dengan arahan undang-undang tersebut, telah pula
ditetapkan visi pendidikan tahun 2025 yaitu menciptakan insan Indonesia yang cerdas dan
kompetitif. Yang dimaksud cerdas disini adalah cerdas komprehensif, yaitu cerdas spiritual dan
cerdas sosial/emosional dalam ranah sikap, cerdas intelektual dalam ranah pengetahuan, dan
cerdas kinestetis dalam ranah keterampilan.
Dengan demikian kurikulum 2013 adalah dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan
insan Indonesia sebagai generasi emas supaya memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan
warganegara yang produktif, kreatif,inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada
kehidupan bermasyarakat,berbangsa,bernegara dan peradaban dunia. Kurikulum adalah metode
untuk
dapat
membawa
insan
Indonesia
memiliki
kompetensi
sikap,pengetahuan,dan
keterampilan sehingga dapat menjadi pribadi dan warga negara yang produktif, kreatif, inovatif,
dan afektif.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum berbasis kompetensi
adalah “outcomes-based curriculum” dan oleh karena itu pengembangan kurikulum diarahkan
pada pencapaian kompetensi yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan. Struktur
kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, beban belajar, dan kalender pendidikan. Mata
pelajaran terdiri atas: (1) mata pelajaran wajib diikuti oleh seluruh peserta didik di satu satuan
pendidikan pada setiap satuan pendidikan. (2) mata pelajaran pilihan yang diikuti oleh peserta
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
65
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
didik sesuai dengan pilihan mereka. Kedua kelompok mata pelajaran tersebut (wajib dan pilihan)
dikembangkan dalam kegiatan intra kurikuler. Sedangkan kegiatan pembelajaran lain
dikembangkan dalam ekstra kurikuler.
Kurikulum 2013 menekankan pembinaan generasi muda dan seluruh warga negara untuk
menjadi manusia-manusia yang cerdas dan berkarakter, cinta tanah air dan bangsa yang berPancasila dan ber-Bhineka Tunggal Ika dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
Undang-Undang Dasar 1945. Kurikulum 2013 mengarahkan peserta didik belajar lebih giat, rajin
dan penuh disiplin, menjangkau materi pelajaran yang lebih kaya dan bervariasi sesuai dengan
potensi dan minat mereka. Kurikulum baru ini diharapkan mampu menghasilkan insan Indonesia
yang produktif, kreatif, inovatif, efektif, melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan
yang terintegrasikan. Untuk itu semua, peran pendidik, terutama peran para guru dan para guru
Bimbingan dan Konseling atau Konselor sangatlah penting untuk mendorong, menunjang dan
mengangkat aktivitas belajar peserta didik setinggi-tingginya.
Implementasi Kurikulum 2013 mengamanatkan adanya pelayanan bimbingan dan konseling
yang
didalamnya termasuk pelayanan arah peminatan peserta didik. Dalam implementasi
kurikulum 2013 substansi bimbingan dan konseling disiapkan untuk memfasilitasi satuan
pendidikan dalam mewujudkan proses pendidikan yang memperhatikan dan menjawab ragam
kemampuan, kebutuhan, dan minat sesuai dengan karakteristik peserta didik. Khusus untuk
SMA/MA dan SMK/MAK) bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk membantu satuan
pendidikan dalam memfasilitasi peserta didik dalam memilih dan menetapkan program
peminatan akademik bagi peserta didik SMA/MA dan peminatan vokasi bagi peserta didik
SMK/MAK serta pemilihan mata pelajaran lintas peminatan khusus bagi peserta didik
SMA/MA. Selain itu bimbingan dan konseling juga dimaksudkan untuk memfasilitasi guru
bimbingan dan konseling (Guru BK) atau konselor sekolah untuk menangani dan membantu
peserta didik yang secara individual mengalami masalah psikologis atau psikososial, seperti sulit
berkonsentrasi, rasa cemas, dan gejala perilaku menyimpang.
Pelayanan Peminatan Peserta Didik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan
terintegrasi dalam program pelayanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan pada
khususnya dan program pendidikan di satuan pendidikan pada umumnya, untuk jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Artinya, program pelayanan bimbingan dan konseling dan
program pendidikan pada satuan pendidikan yang lengkap dan penuh harus memuat kegiatan
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
66
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
pelayanan arah peminatan dan pendalaman
mata pelajaran pada peserta didik. Upaya ini
mengacu kepada manajemen satuan pendidikan dan program pelaksanaan kurikulum, khususnya
terkait dengan peminatan akademik, peminatan penjurusan, peminatan pendalaman
mata
pelajaran dan lintas mata pelajaran, dan peminatan studi lanjutan. Program bimbingan dan
konseling dengan pelayanan peminatan bagi peserta didik itu sepenuhnya berada di bawah
tanggung jawab Guru BK atau Konselor di setiap satuan pendidikan. Guru BK atau konselor
melalui pelayanan bimbingan dan konseling membantu peserta didik memilih dan menentukan
minat kelompok mata pelajaran, minat lintas mata pelajaran dan minat pendalaman mata
pelajaran berdasarkan potensi diri (kekuatan) dan kemungkinan keberhasilannya. Oleh karena itu
Guru BK atau Konselor harus dapat membantu peserta untuk menemukan kekuatannya, yang
berupa kemampuan dasar umum (kecerdasan), bakat, kemampuan akademik, minat,dan
kecenderungan peserta didik,serta dukungan moral dari orang tua. Sedangkan pelayanan
pendalaman materi mata pelajaran bagi peserta didik sepenuhnya tanggung jawab Guru Mata
Pelajaran terkait dengan bidang studinya atau mata pelajaran yang diampunya.
Pelayanan Peminatan Peserta Didik merupakan kegiatan bimbingan dan konseling yang
amat penting dan menentukan kesuksesan dalam belajar, perkembangan dan masa depan masingmasing peserta didik. Untuk itu, pelaksanaannya memerlukan Guru BK atau Konselor yang
kompeten dan profesional dalam menjalankan tugas, fungsi dan peran profesionalnya membantu
peserta didik dalam memilih dan menentukan arah peminatan secara tepat untuk keberhasilan
dalam belajar. Hal ini terkait secara langsung dengan konstruk dan isi Kurikulum Tahun 2013
yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui
penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi.
Pelayanan BK di SD/MI dilakukan oleh Guru Kelas untuk membantu peserta didik
menanamkan minat belajar, mengatasi masalah minat belajar dan mengalami kesulitan belajar
secara antisipatif (preemptive). Sedangkan pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan
oleh Guru BK atau konselor di SMP/MTs diarahkan untuk membantu peserta didik
memantapkan minat belajar dan menentukan minat untuk melakukan pilihan studi lanjut antara
SMA/MA dan SMK berdasarkan pada kemampuan dasar umum (kecerdasan),bakat, minat,dan
kecenderungan arah pilihan masing-masing peserta didik.
Pada jenjang pendidikan menengah umum yaitu di SMA/MA, Guru BK atau Konselor
membantu peserta didik menentukan minat terhadap kelompok mata pelajaran pilihan yang
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
67
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
tersedia, menentukan mata pelajaran pilihan di luar mata pelajaran kelompok minatnya, dan
menentukan minat pendalaman materi mata pelajaran untuk mendapatkan kesempatan mengikuti
mata kuliah di perguruan tinggi,selama peserta didik yang bersangkutan berada di kelas XII dan
atas kerjasama sekolah dengan perguruan tinggi. Pada jenjang pendidikan menengah
kejuruan,yaitu di SMK, Guru BK atau Konselor membantu peserta didik menentukan minat
dalam memilih program keahlian yang tersedia, dan menentukan mata pelajaran keahlian pilihan
di luar mata pelajaran program keahlian minatnya. Guru BK atau Konselor di SMA/MA dan
SMK membantu peserta didik menentukan minatnya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi
sesuai dengan potensi dan kecenderungan pilihan masing-masing peserta didik.
Guru BK atau Konselor melalui pelayanan bimbingan dan konsleing dalam kurikulum 2013
mempunyai fungsi dan peranan untuk membantu peserta didik dalam memilih dan menentukan
minat terhadap kelompok mata pelajaran pilihan yang tersedia, menentukan mata pelajaran
pilihan di luar mata pelajaran kelompok minatnya, dan menentukan minat pendalaman materi
mata pelajaran berdasarkan kekuatan dan kemungkinan keberhasilan studinya. Oleh karena itu
Guru BK atau Konselor bekerjasama dengan Guru Mata Pelajaran, Guru Wali Kelas
mengidentifikasi kemampuan, bakat, minat,dan kecenderungan pilihan masing-masing peserta
didik serta dukungan dari orang tua sehingga akan dapat menjalani kehidupan dalam belajar
yang sesuai dengan kekuatan dirinya, efektif, bermakna, kreatif, menyenangkan, dan dinamis
serta kemungkinan keberhasilan tinggi.
Pelayanan bimbingan dan konseling peminatan peserta didik terhadap pilihan peminatan
kelompok mata pelajaran yang tersedia, peminatan lintas mata pelajaran dan peminatan
pendalaman mata pelajaran memberikan kesempatan yang cukup luas bagi peserta didik untuk
menempatkan diri pada jalur yang lebih tepat dalam rangka penyelesaian studi secara terarah,
sukses, dan jelas dalam arah pendidikan selanjutnya. Wilayah peminatan kelompok
mata
pelajaran ini, dalam keseluruhan program pendidikan satuan pendidikan menengah merupakan
bidang pelayanan BK yang menjadi wilayah tugas pokok Guru BK atau Konselor dalam
kerangka keseluruhan program pelayanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan.
Sedangkan pendalaman materi mata pelajaran merupakan bidang pelayanan pembelajaran yang
menjadi wilayah tugas pokok Guru Mata Pelajaran dalam kerangka keseluruhan program
pembelajaran pada satuan pendidikan.
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
68
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
PROFESI KONSELOR
Konselor adalah tenaga profesional yang memiliki kualifikasi profesional spesialis dalam
bidang bimbingan dan konseling yang diakui dan dengan akreditasi di bidang itu. Konselor
menjalankan peran yang berbeda dengan psikoterapis. Peran primer konselor adalah
melaksanakan konseling, baik konseling individual, konseling kelompok, konseling keluarga,
konseling karir, konseling pendidikan, konsultasi dengan guru, konsultasi dengan orang tua, dan
evaluasi layanan bimbingan dan konseling, serta menfasilitasi rujukan ke lembaga atau ahli di
luar lingkungan sekolah. Dari segi perkembangan, peran konselor sekolah pada tiap tingkatan
adalah unik, namun semuanya terfokus pada hubungan interpersonal dan intrapersonal. Konselor
yang bekerja di sekolah harus fleksibel dan berkemampuan dalam mengetahui bagaimana cara
bekerja dengan anak-anak, orang tua, dan personil sekolah lainnya yang kadang dari berbagai
lingkungan dan mempunyai sudut pandang yang berbeda pula. Konselor harus memahami situasi
apa yang paling tepat ditangani dengan cara apa (melalui konseling, konsultasi, dan sebagainya).
Di Indonesia , konselor sebagai salah satu jenis tenaga kependidikan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1
Angka 6 dinyatakan bahwa “pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai
guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan
lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan
pendidikan”. Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008
tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor dinyatakan bahwa “Konselor
adalah tenaga pendidik profesional yang telah menyelesaikan pendidikan akademik strata satu
(S-1) program studi Bimbingan dan Konseling dan program Pendidikan Profesi Konselor dari
perguruan tinggi penyelenggara program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.”
Sedangkan dalam Pperaturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah
dinyatakan bahwa “Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik minimal
Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan telah lulus Pendidikan
Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor.” dan “Guru Bimbingan dan Konseling
adalah pendidik yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang
Bimbingan dan Konseling dan memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling”.
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
69
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
Konselor sebagai pendidik profesional melakukan pelayanan konseling sebagai salah satu
upaya pendidikan untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai
dengan tahap-tahap perkembangan dan tuntutan lingkungan. Konseling sebagai profesi bantuan
diperuntukan bagi individu-individu normal yang sedang menjalani proses perkembangan sesuai
dengan tahap-tahap perkembangan agar mencapai perkembangan optimal, kemandirian dan
kebahagiaan
dalam
menjalani
berbagai
kehidupan.
Konseling
membantu
individu
mengaktualisasikan dirinya secara optimal dalam aspek kecerdasan intelektual, kecerdasan
emosional, kecerdasan spiritual, kecerdasan sosial, dan kecerdasan kinestetik, sehingga akan
dapat diwujudkannya manusia yang berhasil sebagai pribadi mandiri (mahluk individu), sebagai
elemen dari sistem sosial yang saling berinteraksi dan mendukung satu sama lain (mahluk
sosial), dan sebagai pemimpin bagi terwujudnya kehidupan yang lebih baik di muka bumi
(mahluk Tuhan). Konseling sebagai profesi bantuan (helping profession) adalah konsep yang
melandasi peran dan fungsi konselor di masyarakat dewasa ini.
Profesi konselor sebagai profesi bantuan adalah profesi yang anggota-anggotanya dilatih
khusus dan memiliki lisensi atau sertifikat untuk melakukan sebuah layanan unik dan dibutuhkan
oleh masyarakat, yaitu layanan konseling. Konselor melaksanakan konseling untuk membantu
individu-individu normal yang sedang menjalani proses perkembangan sesuai dengan tahaptahap perkembangan agar mencapai perkembangan optimal, kemandirian dan kebahagiaan dalam
menjalani berbagai kehidupan. Konselor menggunakan keterampilan konseling dengan maksud
dan tujuan utama membantu individu-indivudu (klien) mengembangkan keterampilan pribadi
dan kekuatan batin (inner strength) agar mereka dapat menciptakan kebahagiaan di dalam
kehidupannya sendiri dan orang lain (Nelson-Jones,2003). Konselor membantu klien untuk
menolong dirinya sendiri dengan menggunakan keterampilan konseling untuk mengembangkan
kapasitas klien dalam menggunakan potensi manusianya, baik sekarang maupun di masa datang.
Konselor sebagai profesi bantuan bertugas membantu manusia mencapai tingkat
perkembangan yang lebih tinggi atau optimal, dan mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Manusia adalah segalagalanya bagi pelayanan konseling. Ini berarti bahwa hakikat tujuan konseling harus bertolak dari
sistem nilai dan kehidupan yang menjadi rujukan manusia yang ada dalam sistem kehidupan
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
70
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
tersebut. Teori dan konsep konseling yang dikuasai konselor didasarkan pada sistem kehidupan
sosial dan budaya tertentu belum tentu berlaku bagi sistem kehidupan sosial dan budaya lain,
untuk itu diperlukan perspektif sosiologis tentang hakikat tujuan konseling dan kehidupan
individu yang hendak dilayani.
Konselor sebagai profesi yang bersifat membantu memiliki landasan ilmu dan teknologi
serta wilayah praktek yang jelas yang dapat dibedakan dengan profesi-profesi lain yang bersifat
membantu. Ilmu dan teknologi merupakan dasar dan andalan bagi konselor untuk
terselenggaranya pelayanan profesi konseling, yang diarahkan, dibimbing dan dijaga oleh kode
etik yang secara khusus disusun untuk profesi tersebut. Konselor sebagai profesi bantuan,
fondasi bagi konselor sebagai disiplin ilmu diperoleh dari disiplin keilmuan psikologi.
Kontribusi psikologi meliputi teori dan proses konseling, asesmen standar, teknik konseling
individu dan kelompok, dan pengembangan karier serta teori-teori pengambilan keputusan.
Wilayah spesialisasi bidang psikologi memiliki kontribusi lebih jauh untuk bangunan
pengetahuan yang diatasnya para konselor bekerja. Utamanya, bangunan ini dibentuk oleh
psikologi pendidikan dan studi-studinya tentang teori belajar, pertumbuhan dan perkembangan
manusia dan implikasinya bagi lingkup pendidikan. Psikologi sosial membantu konselor
mengerti pengaruh-pengaruh situasi sosial bagi individu,termasuk pengaruh lingkungan dan
perilaku tertentu. Psikologi ekologis menyoroti studi lingkungan dan bagaimana individu
mencerap, dibentuk dan mempengaruhi lingkungannya. Psikologi perkembangan membantu
konselor memahami mengapa dan bagaimana individu tumbuh dan berubah sepanjang hidup
mereka.
Kita harus mengakui jika ikatan disipliner terkuat bagi profesi konselor adalah dengan
bidang psikologi, namun kita juga harus mengakui kontribusi penting ilmu-ilmu lain bagi profesi
konseling, sebagai contoh, sosiologi memberi kontribusi bagi pengertian tentang kelompokkelompok manusia dan pengaruhnya terhadap pranata dan perubahan sosial. Antropologi
menyediakan bagi para konselor pemahaman tentang budaya-budaya manusia, yang pada
gilirannya menyediakan rambu-rambu bagi cara bersikap dan memandang anggota-anggotanya.
Biologi membantu konselor memahami organisme manusia dan keunikannya. Sedangkan profesi
kesehatan membuat kita sadar pentingnya kesejahteraan hidup dan pencegahan dari penyakit,
penyimpangan dan gangguan baik mental maupun fisik (Gibson & Mitchel1995: 29).
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
71
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
Konselor di Indonesia harus mempunyai dasar keilmuan pendidikan yang kuat, karena
”Konselor” sebagai salah satu jenis tenaga kependidikan dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan membantu
konselor memahami proses pemberdayaan dan pembudayaan manusia yang sedang berkembang
menuju kepribadian mandiri untuk dapat membangun dirinya sendiri dan masyarakat. Melalui
pendidikan konselor membantu manusia berkembang ke arah bagaimana dia harus menjadi dan
berada, karena pendidikan harus bertolak dari pemahaman tentang hakikat manusia. Pendidikan
berupaya memahami manusia dalam segala hal aktualisasinya, kemungkinannya, dan
pemikirannya, bahkan memahami perubahan yang dapat diharapkan terjadi pada diri manusia.
PERAN KONSELOR DALAM KURIKULUM 2013
Konselor mempunyai peranan penting dalam seting pendidikan dalam setiap jenis dan
jenjang pendidikan, dengan tujuan agar siswa mampu mandiri dan berkembang secara optimal
sesuai dengan tahap-tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan
dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga,
pendidikan, status sosial-ekonomi) serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya khususnya
lingkungan pendidikan di sekolah. Dukungan semua pihak yang ada di sekolah terutama
dukungan kepala sekolah sangat menentukan terwujudnya peranan konselor dalam seting
pendidikan seperti yang diharapkan, yaitu
mampu membantu sisswa menjadi insan yang
berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi,pilihan,
penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan lingkungannya.
Siswa seperti ini adalah siswa mandiri yang memiliki kemampuan untuk memahami diri sendiri
dan lingkungannya secara tepat dan obyektif, menerima diri sendiri dan lingkungannya secara
positif dan dinamis, mampu mengambil keputusan secara tepat dan bijaksana, mengarahkan diri
sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu, serta akhirnya mampu mewujudkan diri sendiri
secara optimal. Ini semua dalam rangka untuk menunjang tujuan pendidikan yang dituangkan
dalam setiap kurikulum pendidikan sejak tahun 1975 sampai dengan kurikulum tahun 2013, yang
arahnya pada pengembangan pribadi, pengembangan kepampuan sosial, pengembangan
kemampuan belajar, dan pengembangan karir, sehingga keempat dimensi kemanusiaan individu
yaitu dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan, dan dimensi
keberagamaan dapat berkembang dengan optimal.
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
72
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
Pada tahun 2013, kurikulum 2006 (KTSP) disempurnakan dan dikembangkan yang dikenal
dengan sebutan Kurikulum 2013. Hal dilatarbelakangi bahwa pada Abad ke-21, setiap peserta
didik dihadapkan pada situasi kehidupan yang kompleks, penuh peluang dan tantangan serta
ketidakmenentuan. Dalam konstelasi kehidupan tersebut setiap peserta didik memerlukan
berbagai kompetensi hidup untuk berkembang secara efektif, produktif dan bermartabat serta
bermaslahat bagi diri sendiri dan lingkungannya.Pengembangan kompetensi hidup memerlukan
sistem layanan pendidikan pada satuan pendidikan yang tidak hanya mengandalkan layanan
pembelajaran matapelajaran/bidang studi dan manajemen saja, tetapi juga layanan khusus yang
bersifat psiko-edukatif melalui layanan bimbingan dan konseling. Konselor mempunyai peranan
penting dalam berbagai aktivitas bimbingan dan konseling dalam upaya untuk mengembangkan
potensi dan kompetensi hidup peserta didik/konseli yang efektif serta memfasilitasi mereka
secara sistematik, terprogram, dan kolaboratif agar setiap peserta didik/konseli
betul-betul
mencapai kompetensi perkembangan atau pola perilaku yang diharapkan.
Kurikulum 2013 memuat program peminatan peserta didik yang merupakan suatu proses
pemilihan dan pengambilan keputusan oleh peserta didik yang didasarkan atas pemahaman
potensi diri dan peluang yang ada pada satuan pendidikan. Muatan peminatan peserta didik
meliputi peminatan kelompok matapelajaran, matapelajaran, lintas peminatan, pendalaman
peminatan dan ekstra kurikuler. Dalam konteks tersebut, peranan konselor melalui layanan
bimbingan dan konseling membantu peserta didik untuk memahami, menerima, mengarahkan,
mengambil keputusan, dan merealisasikan keputusan dirinya secara bertanggungjawab sehingga
mencapai kesuksesan, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam kehidupannya. Di samping itu,
peran konselor melalui kegiatan bimbingan dan konseling membantu peserta didik/konseli
dalam memilih, meraih dan mempertahankan karir untuk mewujudkan kehidupan yang produktif
dan sejahtera.
Sesuai dengan arah dan spirit Kurikulum 2013, paradigma bimbingan dan konseling
memandang bahwa setiap peserta didik/konseli memiliki potensi untuk berkembang secara
optimal. Perkembangan optimal bukan sebatas tercapainya prestasi sesuai dengan kapasitas
intelektual dan minat yang dimiliki, melainkan sebagai sebuah kondisi perkembangan yang
memungkinkan peserta didik mampu mengambil pilihan dan keputusan secara sehat dan
bertanggungjawab serta memiliki daya adaptasi tinggi terhadap dinamika kehidupan yang
dihadapinya.
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
73
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
Setiap peserta didik/konseli satu dengan lainnya berbeda dalam hal kecerdasan, bakat,
minat, kepribadian, kondisi fisik dan latar belakang keluarga serta pengalaman belajarnya.
Perbedaan tersebut menggambarkan adanya variasi kebutuhan pengembangan secara utuh dan
optimal melalui layanan bimbingan dan konseling.Layanan bimbingan dan konseling mencakup
kegiatan yang bersifat pencegahan, perbaikan dan penyembuhan, pemeliharaan dan
pengembangan.
Layanan bimbingan dan konseling dalam implementasi kurikulum 2013 dilaksanakan oleh
konselor atau Guru BK sesuai dengan tugas pokoknya dalam upaya membantu tercapainya
tujuan pendidikan nasional, dan khususnya membantu peserta didik/konseli mencapai
perkembangan diri yang optimal, mandiri, sukses, sejahtera dan bahagia dalam kehidupannya.
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kolaborasi dan sinergisitas kerja antara konselor atau
guru bimbingan dan konseling, guru matapelajaran, pimpinan sekolah/madrasah, staf
administrasi, orang tua, dan pihak lainyang dapat membantu kelancaran proses dan
pengembangan peserta didik/konseli secara utuh dan optimal dalam bidang pribadi, sosial,
belajar, dan karir.
Tujuan dikembangkan Kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia Indonesia
agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Peranan konselor sekolah dalam upaya mewujudkan
tujuan kurikulum 2013 melalui kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling, dipertegas dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar
dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas /Madrasah Aliyah dan Nomor 70 Tahun 2013
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan terkait dengan
Pilihan Kelompok Peminatan,Pilihan Matapelajaran Lintas Kelompok Peminatan dan
Pendalaman Mata Pelajaran, dimana Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor mempunyai
peran penting dalam membantu peserta didik dalam memilih dan menetapkan arah peminatan
terkait dengan pilihan kelompok peminatan, lintas kelompok peminatan, dan pendalaman mata
pelajaran dalam rangka persiapan masuk perguruan tinggi.
Lebih lanjut, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81A Tahun 2013
tentang Implementasi Kurikulum. Pada Pasal 1 dinyatakan bahwa Implementasi kurikulum pada
sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
74
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
(SMP/MTs), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), dan sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK) dilakukan secara bertahap mulai tahun
pelajaran 2013/2014. Bimbingan dan konseling disiapkan untuk memfasilitasi satuan pendidikan
dalam mewujudkan proses pendidikan yang memperhatikan dan menjawab ragam kemampuan,
kebutuhan, dan minat sesuai dengan karakteristik peserta didik. Khusus untuk SMA/MA dan
SMK/MAK) bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk membantu satuan pendidikan dalam
memfasilitasi peserta didik dalam memilih dan menetapkan program peminatan akademik bagi
peserta didik SMA/MA dan peminatan vokasi bagi peserta didik SMK/MAK serta pemilihan
mata pelajaran lintas peminatan khusus bagi peserta didik SMA/MA. Selain itu bimbingan dan
konseling juga dimaksudkan untuk memfasilitasi guru bimbingan dan konseling (guru BK) atau
dkonselor sekolah untuk menangani dan membantu peserta didik yang secara individual
mengalami masalah psikologis atau psikososial, seperti sulit berkonsentrasi, rasa cemas, dan
gejala perilaku menyimpang.
Dalam rangka implementasi Kurikulum 2013, peranan konselor di sekolah dipertegas lagi
dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan Nomor 111
Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam
peraturan menteri tersebut dinyatakan bahwa (a) dalam rangka pengembangan kompetensi hidup,
peserta didik memerlukan sistem layanan pendidikan di satuan pendidikan yang tidak hanya
mengandalkan layanan pembelajaran mata pelajaran/bidang studi dan manajemen,tetapi juga
layanan bantuan khusus yang bersifat psiko-edukatif melalui layanan bimbingan dan konseling;
(b) setiap peserta didik satu dengan yang lainnya berbeda kecerdasan, bakat, minat, kepribadian,
kondisi fisik dan latar belakang keluarga serta pengalaman belajar yang menggambarkan adanya
perbedaan masalah yang dihadapi peserta didik sehingga memerlukan layanan Bimbingan dan
Konseling; (c) kurikulum 2013 mengharuskan peserta didik menentukan peminatan akademik,
vokasi, dan pilihan lintas peminatan serta pendalaman peminatan yang memerlukan layanan
bimbingan dan konseling. Pelayanan Bimbingan dan Konseling yang dilakukan oleh Konselor
sekolah atau Guru Bimbingan dan Konseling adalah upaya sistematis, obyektif, logis, dan
berkelanjutan serta terprogram untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli untuk
mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Konselor adalah pendidik profesional yang
berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan
Konseling dan telah lulus pendidikan profesi guru Bimbingan dan Konseling/Konselor.
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
75
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
Sedangkan yang dimaksud Guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang berkualifikasi
akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling dan
memiliki kompetensi di bidang Bimbingan dan Konseling.
Peranan Guru BK atau Konselor yaitu pengembangan kompetensi hidup, memfasilitasi
pertumbuhan perkembangan peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam
kehidupannya, pemahaman diri dan lingkungan; penyesuaian diri dengan diri sendiri dan
lingkungan; penyaluran pilihan pendidikan, pekerjaan, dan karir;pencegahan timbulnya
masalah;perbaikan dan penyembuhan;pemeliharaan kondisi pribadi dan situasi yang kondusif
untuk perkembangan diri konseli;pengembangan potensi optimal; advokasi diri terhadap
perlakuan diskriminatif; dan membangun adaptasi pendidik dan tenaga kependidikan terhadap
program dan aktivitas pendidikan sesuai dengan latar belakang pendidikan, bakat, minat,
kemampuan, kecepatan belajar, dan kebutuhan konseli
Khusus peranan konselor sekolah dalam pendidikan menengah terkait dengan peminatan
peserta didik diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan Nomor 64
Tahun 2014 tentang Peminatan pada Pendidikan Menengah. Dalam peraturan tersebut
dinyatakan peminatan akademik, peminatan kejuruan, lintas minat dan pendalaman minat untuk
satuan pendidikan menengah yaitu Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), dan
Sekolah Menengah kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK). Peminatan pada
SMA/MA memilik tujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan
kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta didik sesuai
dengan minat, bakat, dan/atau kemampuan akademik dalam sekelompok mata pelajaran
keilmuan. Peminatan pada SMK/MAK memiliki tujuan untuk memberikan kesempatan kepada
peserta didik mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi
keterampilan peserta didik sesuai dengan minat, bakat, dan/atau kemampuan dalam bidang
kejuruan, program kejuruan, dan paket kejuruan. Dalam peraturan Menteri ini peranan Guru
Bimbingan dan Konseling/Konselor di SMP/MTs,SMA/MA, dan SMK/MAK sangat penting dan
strategis untuk membantu peserta didik dalam pemilihan dan pengambilan keputusan arah
peminatan kepada peserta didik agar mampu mengembangkan kompetensi sikap, kompetensi
pengetahuan, dan kompetensi keterampilan sesuai dengan minat, bakat, dan/atau kemampuan
akademik dalam sekelompok mata pelajaran keilmuan.
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
76
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
Pelayanan bimbingan dan konseling
peminatan peserta didik merupakan peluang dan
sekaligus tantangan yang begitu besar bagi Guru BK atau Konselor, untuk menjalankan
tugas,peran,fungsi dan tanggungjawab yang diamanatkan dalam kurikulum 2013. Untuk itu Guru
BK atau Konselor perlu mencermati secara mendalam makna peminatan dalam kurikulum 2013
dan melaksanakan tugas, tanggungjawab,dan peran profesi secara kompeten demi kemartabatan
dan public trust suatu profesi bimbingan dan konseling. Ini merupakan kesempatan dan peluang
yang baik untuk menunjukkan bahwa Guru BK atau Konselor melalui pelayanan bimbingan dan
konseling akan mampu menunjukan peran dan fungsinya dalam membantu peserta didik dalam
memilih dan menentukan peminatan kelompok mata pelajaran,peminatan lintas mata pelajaran
dan peminatan pendalaman mata pelajaran sesuai dengan kondisi potensi peserta didik sehingga
akan membantu kelancaran dan keberhasilan dalam belajar. The right man on the right place
akan dapat diwujudkan, kemungkinan untuk berhasil dalam belajar tinggi. Pelayanan peminatan
peserta didik berada dalam wilayah manajemen bimbingan dan konseling dan bagian dari
manajemen satuan pendidikan secara menyeluruh.
PERMASALAHAN PROFESI KONSELOR DALAM KURIKULUM 2013
Konselor sebagai pendidik dan sebagai jabatan profesional dipandang sebagai bagian atau
komponen dari suatu sistem sosial. “Sistem sosial” di sini diartikan sebagai suatu kelompok
individu yang hidup dan berinteraksi satu sama lain dalam masyarakat sekolah, yaitu dengan
guru mata pelajaran, kepala sekolah, tenaga administrasi, dan juga siswa.. Jaringan hubungan di
antara
komponen-komponen sistem sosial tersebut membentuk suatu struktur sosial yang
teratur; di dalamnya ada posisi-posisi. Posisi yang satu dapat dibedakan dari posisi lainnya,
yaitu posisi guru mata pelajaran, posisi kepala sekolah, posisi tenaga administrasi, dan posisi
siswa di sekolah menurut fungsi yang ditentukan kelompok, dan tiap posisi mempunyai hak dan
kewajiban masing-masing.
Setiap fungsi selalu diikuti oleh peranan. Tak ada posisi tanpa peranan, dan tak ada peranan
tanpa posisi.Pada umumnya peranan didefinisikan sebagai tingkah laku individu untuk
mewujudkan hak dan kewajibannya sesuai dengan posisi individu tersebut.
Jadi peranan
menunjuk pada hak dan kewajiban, sdecara normatif diakui sebagai pola tingkah laku yang
diberi posisi. Di dalam praktek tiap individu menduduki banyak posisi, jadi dengan sendirinya
banyak peranan yang dipegangnya.
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
77
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
Bila konselor memikul kewajiban dan tanggung jawab posisinya di sekolah, maka konselor
tersebut dikatakan telah melaksanakan peranannya. Peranan konselor mengandung harapan dan
pengakuan dari anggota kelompok sosial di sekolah. Peranan konselor dapat didefinisikan
berbagai harapan dan arah untuk bertingkah laku sesuai dengan posisinya. Jadi semacam “blue
print” tingkah laku konselor.
Konselor sebagai pemegang harapan bukanlah pihak yang pasif, konselor melakukan
interaksi sosial dengan individu lainnya yang mengamati dan menyambutnya. Bila suatu unit
sosial berfungsi, maka individu lainnya menaruh harapan dan tingkah laku tertentu dari konselor.
Harapan-harapan itu muncul karena pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain yang
berinteraksi langsung dari pemegang peran. Suatu peranan selalu berbeda dengan peranan
lainnya, tidak mungkin ada peranan yang sama persis. Peranan konselor berbeda dengan peranan
guru mata pelajaran, berbeda dengan peranan kepala sekolah, berbeda dengan peranan tenaga
administrasi, dan juga berbeda dengan peranan siswa di sekolah. Peranan yang dipegang
konselor memberikan stempel atas pola tingkah laku pemegangnya yaitu konselor. Persepsi
pemegang peranan tentang hak dan kewajiban yang memilikinya, menentukan sampai berapa
jauh sesuatu peranan menjadi terinternasisasi.
Konflik peranan konselor bisa terjadi,karena adanya harapan-harapan yang tidak harmonis.
Konflik peranan adalah suatu situasi di mana kewajiban suatu posisi dikonfrontasikan dengan
harapan-harapan yang bertentangan. Ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan konselor
dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya dapat menimbulkan konflik peranan.
Konselor mengalami konflik peranan karena (a) konselor menerima tugas yang tidak sesuai
dengan kewajibannya, (b) konselor mengharapkan sesuatu sesuai dengan peranannya,tetapi
harapan itu bertentangan peraturan yang berlaku, (c) lingkungan sosial tertentu memberikan
peranan yang berbeda dengan seharusnya, (d) adanya tugas rangkap yang memaksa konselor
melakukan doble peranan yang bertentangan.
Peranan konselor menunjukkan harapan dan arah tingkah laku, serta berhubungan dengan
tujuan atau akhir sesuatu proses. Tingkah laku konselor yang sesuai dengan peranannya
ditentukan oleh faktor dari dalam dirinya dan ditentukan pula oleh pihak-pihak di luar dirinya.
Faktor-faktor luar yang menentukan peranan konselor adalah antara lain (a) administrator, (b)
guru mata pelajaran, (c) siswa, (d) orang tua, (e) kelompok profesional, dan (f) teman sejawat
konselor sendiri. Sedangkan faktor internal yang menentukan konselor adalah (a) disposisi
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
78
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
kebutuhan,(b) sikap-sikap, (c) nilai-nilai, (d) pengalaman hidup, dan (e) latihan profesional. Jadi
tingkah laku konselor merupakan perpaduan antara harapan yang diterima dari luar, dan
karakteristik pribadinya.
Peranan konselor makin nyata dan makin mantap untuk menunjang pencapaian tujuan
pendidikan di setiap satuan,jenjang dan jenis pendidikan. Bimbingan dan konseling dalam
Kurikulum 2013 disiapkan untuk menfasilitasi satuan pendidikan dalam mewujudkan proses
pendidikan yang memperhatikan dan menjawab ragam kemampuan, kebutuhan, dan minat sesuai
dengan karakteristik peserta didik. Khusus untuk SMA/MA dan SMK/MAK bimbingan dan
konseling dimaksudkan untuk membantu satuan pendidikan dalam menfasilitasi peserta didik
dalam memilih dan menetapkan program peminatan akademik bagi peserta didik SMA/MA dan
peminatan vokasi bagi peserta didik SMK/MAK serta pemilihan mata pelajaran lintas peminatan
khusus bagi peserta didik di SMA/MA. Selain itu bimbingan dan konseling juga dimaksudkan
untuk menfasilitasi konselor sekolah atau guru bimbingan dan konseling untuk menangani dan
membantu peserta didik yang secara individual mengalami masalah psikologis atau psikososial,
seperti sulit berkonsentrasi, rasa cemas, dan gejala perilaku menyimpang.
Idealnya, peran konselor melalui pelayanan bimbingan dan konseling dapat diwujudkan
dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Namun dalam kenyataannya masih belum optimal, karena
berbagai kendala dalam implementasinya di sekolah, yaitu antara lain: (a) pemahaman kepala
sekolah terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling masih kurang, sehingga dukungan dan
fasilitasi pelaksanaan bimbingan dan konseling rendah; (b) banyak konselor sekolah tidak bisa
melaksanakan bimbingan dan konseling karena tidak diberi waktu khusus untuk bertatap muka
dengan siswa dalam kelas maupun di luar kelas, padahal regulasi mengatur dua jam pelajaran
untuk kegiatan bimbingan dan konseling; (c) sarana dan prasarana untuk kegiatan bimbingan dan
konseling di sekolah belum sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan; (d) konflik
peran bagi konselor masih banyak terjadi, yaitu adanya konselor yang menerima tugas atau
memberikan peranan yang berbeda dengan seharusnya, adanya tugas rangkap yang memaksa
konselor melakukan dobel peranan yang bertentangan; (e) konselor yang mencurahkan waktu
untuk kegiatan lain dari pada untuk kegiatan profesional sebagai konselor; (f) peranan konselor
di sekolah kurang memungkinkan sebagai agen perubahan yang efektif; (g) konselor sekolah
masih banyak yang tidak jelas dalam mengidentifikasikan dirinya dengan jabatan, yaitu adanya
yang lebih dekat dengan psikolog, sebagai administrator, padahal konselor harus memiliki
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
79
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
identitas sendiri sebagai konselor; (h) adanya konselor sekolah yang tidak berlatar belakang
bimbingan dan konseling, sehingga peranannya menjadi kontra produktif, karena melakukan
mal-praktek akibat tidak memiliki konsep, ilmu, keterampilan, dan kepribadian yang mendukung
terhadap profesi konselor;(i) konselor sekolah kurang melakukan kerjasama dengan suluruh staf
sekolah,dan bekerja sebagai team-worker sehingga kurang bisa mengoptimalkan peranannya
secara professional; (j) pemahaman konselor terhadap kurikulum 2013 masih kurang sehingga
belum mampu memberdayakan dirinya secara baik; (h) pendidikan dan pelatihan bagi guru BK
atau konselor sekolah terkait dengan pelaksanaan bimbingan dan konseling dalam implementasi
kurikulum 2013 sangat terbatas baik dari segi jumlah maupun kualitas pendidikan dan pelatihan.
Konselor mempunyai peranan penting dalam seting pendidikan dalam setiap jenis dan
jenjang pendidikan, dengan tujuan agar siswa mampu mandiri dan berkembang secara optimal
sesuai dengan tahap-tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan
dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga,
pendidikan, status sosial-ekonomi) serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya khususnya
lingkungan pendidikan di sekolah. Namun,masih kurang adanya dukungan semua pihak yang
ada di sekolah terutama dukungan kepala sekolah sangat menentukan terwujudnya peranan
konselor dalam seting pendidikan seperti yang diharapkan, yaitu mampu membantu siswa
menjadi insan yang berguna dalam kehidupannya yang memiliki berbagai wawasan, pandangan,
interpretasi,pilihan, penyesuaian, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri sendiri dan
lingkungannya. Siswa seperti ini adalah siswa mandiri yang memiliki kemampuan untuk
memahami diri sendiri dan lingkungannya secara tepat dan obyektif, menerima diri sendiri dan
lingkungannya secara positif dan dinamis, mampu mengambil keputusan secara tepat dan
bijaksana, mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu, serta akhirnya
mampu mewujudkan diri sendiri secara optimal. Ini semua dalam rangka untuk menunjang
tujuan pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum tahun 2013, yang arahnya pada
pengembangan pribadi, pengembangan kepampuan sosial, pengembangan kemampuan belajar,
dan pengembangan karir, sehingga keempat dimensi kemanusiaan individu yaitu dimensi
keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan, dan dimensi keberagamaan dapat
berkembang dengan optimal.
Di Indonesia, Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling pada satuan pendidikan diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
80
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa
Bimbingan dan konseling sebagai layanan profesional pada satuan pendidikan dilakukan oleh
tenaga pendidik profesional yaitu Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling. Konselor
adalah seseorang yang berkualifikasi akademik Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang
bimbingan dan konseling dan telah lulus Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/
Konselor. Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling yang dihasilkan
Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan (LPTK) dapat ditugasi sebagai Guru Bimbingan dan
Konseling untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan.
Permasalahannya, Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor yang bertugas pada satuan
pendidikan belum memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang ditentukan, sehingga
hasilnya belum speerti yang diharapkan atau terjadi adanya kontra-produktif. Oleh karena itu
secara bertahap perlu ditingkatkan kualifikasi akademik dan kompetensinya sehingga mencapai
standar yang ditentukan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor yaitu
Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus Pendidikan
Profesi Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor.
Disamping itu, juga masih banyak konselor yang belum menyadari bahwa untuk menjadi
konselor yang efektif perlu untuk melakukan peningkatan diri melalui proses belajar sehingga
mampu memberikan pelayanan konseling yang bermanfaat bagi pihak yang dilayani. Menjadi
konselor adalah sebuah proses seumur hidup (Gladding,2009). Proses ini terus berlangsung
melampaui pendidikan formal dan termasuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang terkait dengan
bidang konseling dan kegiatan organisasi profesi. Konselor harus terus belajar untuk
mendapatkan Continuing Educational Units agar terus mendapatkan pembaharuan informasi
mengenai konseling, mendapatkan supervisi untuk memastikan pelayanan konseling yang
sempurna. Studi lanjut merupakan sebuah kebutuhan bagi semua konselor terutama setelah lulus
program sarjana dan pendidikan profesi, meneruskan ke program master dan program doktor
konseling. dasar pertimbangannya adalah karena ide-ide baru dalam konseling dan praktik dalam
konseling terhadap individu atau masyarakat dalam berbagai jenis populasi layanan konseling
terus berubah dari waktu ke waktu dan harus terus dievaluasi, digabungkan, dan apabila perlu,
dikuasai. Konselor yang berhenti membaca buku-buku konseling atau berhenti/jarang
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
81
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
menghadiri seminar, workshop,konvensi mengenai konseling, akan cepat ketinggalan zaman
dalam memberikan layanan keahlian konseling.
Pengembangan diri berkelanjutan merupakan wujud dari Profesionalisasi Guru BK atau
Konselor dalam rangka menjadikan dirinya kompeten dalam menjalankan tugas-tugas profesi
bimbingan dan konseling pada umumnya,dan khususnya pelayanan peminatan peserta didik
dalam kaitannya dengan pelayanan bimbingan dan konseling yang diamanatkan dalam
kurikulum 2013. Kompetensi Guru dan Kompetensi Guru BK atau Konselor meliputi:
Kompetensi Pedagogik; Kompetensi Kepribadian; Kompetensi Sosial; dan Kompetensi
Profesional. Dalam Permendiknas Nomor 27 Tahun 2008 tentang SKAKK ada 17 (tujuh belas)
kompetensi, maka dapat disebut sebagai “Kompetensi Pola 17” yang
dirinci menjadi 76
kompetensi.
PENUTUP
Konseling sebagai bagian integral dari sistem pendidikan di sekolah memiliki peranan
penting dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Pendidikan dapat memanfaatkan
konseling sebagai mitra kerja dalam melaksanakan tugasnya sebagai rangkaian upaya pemberian
bantuan. Konseling menyediakan unsur-unsur di luar individu yang dapat dipergunakan untuk
memperkembangkan diri (Crow & Crow, 1960). Mengacu kepada pernyataan tersebut, dalam
arti luas konseling dapat dianggap sebagai bentuk upaya pendidikan, dan dalam arti sempit
konseling dapat dianggap sebagai teknik yang memungkinkan individu menolong dirinya
sendiri. Perkembangan dan kemandirian individu dipentingkan dalam proses konseling yang
sekaligus merupakan proses pendidikan. Untuk dapat berkembang dengan baik dan mandiri,
individu memerlukan pengetahuan dan keterampilan, jasmani dan rohani yang sehat, serta
kemampuan penerapan nilai dan norma-norma hidup kemasyarakatan.
Pelayanan bimbingan dan konseling arah peminatan kelompok mata pelajaran dan mata
pelajaran penting dalam implementasi kurikulum 2013 karena adanya pilihan peminatan ke
SMA/MA/SMK, pilihan peminatan kelompok mata pelajaran di SMA/MA dan pilihan
peminatan kelompok program keahlian di SMK.Guru BK atau Konselor melalui pelayanan BK
membantu siswa dalam memilih dan menentukan arah peminatan kelompok mata pelajaran
berdasarkan kekuatan dan kemungkinan keberhasilan studinya. Oleh karena itu Guru BK atau
Konselor bekerjasama dengan Guru Mata Pelajaran, Guru Wali Kelas mengidentifikasi
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
82
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
kemampuan, bakat, minat, dan kecenderungan pilihan masing-masing siswa serta dukungan dari
orang tua sehingga akan dapat menjalani kehidupan dalam belajar yang sesuai dengan kekuatan
dirinya, efektif, bermakna, kreatif, menyenangkan, dan dinamis serta kemungkinan keberhasilan
tinggi.
Dalam kurikulum 2013, upaya pelayanan bimbingan dan konseling untuk arah peminatan
kelompok mata pelajaran dan mata pelajaran pertama-tama dimaksudkan untuk memenuhi
kepentingan siswa dalam rangka perkembangan dan kesuksesan mereka secara optimal, sesuai
dengan kemampuan dasar umum (kecerdasan), bakat, minat, dan kecenderungan pilihan masingmasing siswa, khususnya berkenaan dengan peminatan akademik, kejuruan, dan studi lanjutan.
Untuk itu, semua pihak perlu mencari jalan terbaik bagi terwujudnya tujuan pendidikan dengan
meletakkan kepentingan peserta didik sebagai hal yang paling dominan. Dalam hal ini, peran
guru BK atau Konselor sebagai semacam “penasihat akademik” siswa merupakan posisi sentral
dalam kerjasama dengan pimpinan satuan pendidikan, para Guru Mata Pelajaran, Guru Wali
Kelas, beserta orang tua siswa.
Upaya pelayanan Bimbingan dan Konseling berkaitan dengan pelayanan arah peminatan
kelompok
mata pelajaran dan
mata pelajaran merupakan bagian pelayanan unggul yang
menjadi kewajiban satuan pendidikan melaksanakannya untuk memfasilitasi pengembangan
potensi semua siswa secara optimal. Pelayanan unggul yang dimaksudkan itu merupakan
jaminan bagi diraihnya mutu yang tinggi bagi upaya pendidikan yang dilaksanakan semua pihak.
Secara khusus, pelayanan arah peminatan kelompok mata pelajaran dan mata pelajaran bagi
siswa merupakan bagian dari pelayanan bimbingan dan konseling secara menyeluruh, yang
mana pelayanan bimbingan dan konseling itu merupakan bagian dari pelayanan unggul yang
dimaksudkan itu. Implementasi kurikulum 2013 memberi peluang dan peran yang begitu besar
dan sekaligus tantangan bagi Guru BK atau konselor agar dapat menjalankan profesi bimbingan
dan konseling secara bermartabat sehingga akan dapat membantu peserta didik memilih dan
menentukan arah peminatan sesuai dengan kemampuan,bakat,minat dan kecenderungan masingmasing peserta didik. Jika Guru BK atau konselor dapat menjalankan tugas mulia ini dengan
baik maka profesi BK akan terjadi public trust dan kemartabatan profesi dapat diwujudkan.
Konselor harus mampu mengembangkan kekuatan pribadi, yaitu dapat mengatakan sesuatu
yang sulit dan membuat keputusan yang tidak populer, fleksibel dalam melakukan pendekatan
dalam konseling, mampu menetapkan batasan yang beralasan dan mematuhinya untuk
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
83
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
menetapkan hubungan yang baik dan menggunakan waktu dan tenaga secara efisien, dapat tetap
menjaga jarak dengan klien, untuk tidak terbawa emosi yang timbul pada waktu konseling,
konselor harus mampu mengembangkan pribadi yang hangat, kehangatan mempunyai makna
sebagi satu kondisi yang mampu menjadi pihak yang ramah, peduli, dan dapat menghibur orang
lain, mendapatkan kehangatan yang cukup dalam kehidupan pribadinya, sehingga mampu
berbagi dengan orang lain, mampu membedakan antara kehangatan dan kelembaban, tidak
menakutkan dan membiarkan orang merasa nyaman dengan kehadirannya, memiliki sentuhan
manusiawi yang mendalam terhadap kemanusiaan dirinya.
Salah satu elemen penting dalam perkembangan konselor, bukan hanya pada masa
pendidikan, tetapi juga sepanjang karir konselor,adalah penggunaan supervisi yang efektif dan
tepat. Adalah syarat bagi sebagian besar asosiasi profesional bahwa konselor yang mereka
akreditasi harus menerima supervisi reguler dari seseorang yang cakap dalam melakukan
konseling. Supervisi adalah salah satu cara untuk meningkatkan keahlian konseling profesional.
Supervisi adalah proses interaktif dan evaluatif, di mana seseorang dengan kemampuan dan
pengalaman yang lebih baik mengawasi orang dengan pengetahuan dan keahlian yang lebih
rendah,
untuk
meningkatkan
kemampuan
profesional
dari
yunior
ini
(Bernard
&
Goodyear,2004). Supervisi adalah sebuah pengalaman fasilitatif yang menggabungkan belajar
secara didaktik, dengan pengalaman dalam konteks hubungan pengembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional Pendidikan (2008). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27
Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Jakarta:
BSNP.
Belkin, G.S. (1975). Practical Counseling in The School. Dubuque, Iowa:W.C.Brown Company
Publishers.
Bernard,J.M.,& Goodyear,R.K. (2004). Fundamentals of Clinical Supervision. Noston:Allym &
Bacon.
Blocher,D.H. (1987). The Professional Counselor. New York: Macmillan Publishing Company.
Crow,L.D. & Crow,A. (1960). An Introduction to Guidance. New York: American Book
Company.
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
84
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Pattimura
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan
Volume 1 Nomor 2, Juli 2017. Halaman 63-85
Erford T.Bradley (Editor) (2004). Professional School Counseling A Handbook of Theories,
Programs & Practices. Texas: PRO-ED An International Publisher.
Gladding.T.Samuel. (2009). Counseling: A Comprehensive Profession. New Jersey: Pearson
Education.Inc.
John McLeod.(2009). An Introduction to Counselling.England: McGraw-Hill Education.
McCully,C.H. (1963). Challenge for Change in Counselor Education. Minneapolis: Buergess
Publishing Company.
Nelson R. & Jones. (2010). Practical Counseling and Helping Skills.London: SAGE
Publications.Ltd.
Nekrug ED (2007). The World of the Counselor :An Introduction to the Counseling Profession.
USA: Thomson Brooks/Cole.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta:Depdiknas
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2007 tentang Guru.Jakarta: Depdiknas.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor. Jakarta: Depdiknas.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta
:Depdikbud.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013
tentang Implementasi Kurikulum. Jakarta: Depdikbud.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan
Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdikbud.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun 2014 tentang Peminatan Pada
Pendidikan Menengah.Jakarta: Depdikbud.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta:
Depdiknas.
Copyright © 2017 - Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan – All Rights Reserved
85
Download