BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Struktur Pengendalian Internal
1. Struktur Pengendalian Internal
Istilah internal control menjadi makin populer setelah disahkannya
Foreign Corrupt Practice Act of 1977 di USA yang mempengaruhi Security
Exchange Act 1934 bahwa perusahaan-perusahaan harus menyelenggarakan
pembukuan secara lengkap dan aman (terkontrol). Ada sanksi hukum bagi
perusahaan yang tidak taat (comply). Pada awalnya sebagai suatu topik
profesional istilah kontrol internal memang hanya menyangkut bidang
akuntansi, khususnya kecermatan pembukuan (book-keeping) yang lebih
bersifat control, terutama ditujukan untuk menghindari clerical error dan
kesalahan pencatatan. Dalam perkembangannya kemudian, istilah internal
control digunakan dalam pengertian yang lebih luas, yaitu sebagai mekanisme
untuk mendukung kebijakan perusahaan, pengamanan aset perusahaan,
pendukung mutu operasi dan sebagai persyaratan dicapainya tujuan
perusahaan, Sanyoto dan Henny (2007:69-70).
Romney dan Steinbert (2006:229) mengemukakan pengendalian
internal adalah: Rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan
untuk menjaga aset, memberikan informasi yang akurat dan andal,
mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong
kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
7
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) (2011:319.2),
mendefinisikan pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan
oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang didesain
untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan
tujuan berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan
efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku.
Pengertian Pengendalian Internal ( Internal Control System ) menurut
Singleton, Hall (2007:19) adalah sebagai berikut:
Terdiri atas kebijakan, praktik dan prosedur yang digunakan oleh
perusahaan untuk mencapai empat tujuan umum:
1. Mengamankan aktiva perusahaan
2. Memastikan akurasi dan keandalan berbagai catatan dan informasi
akuntansi
3. Menyebarluaskan efisiensi dalam operasi perusahaan
4. Mengukur ketaatan dengan berbagai kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan oleh pihak manajemen.
Pada tahun 1992, Committee of Sponsoring Organization of the
Tradeway Commission (COSO) mengeluarkan definisi pengendalian internal
yang dinyatakan dalam buku Romney dan Steinbart (2006:230) sebagai
berikut : pengendalian internal sebagai proses yang diimplementasikan oleh
dewan komisaris, pihak manajemen, dan mereka yang berada di bawah arahan
8
keduanya, untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa tujuan pengendalian
dicapai dengan pertimbangan hal-hal berikut:
1. Efektivitas dan efisiensi operasional organisasi
2. Keandalan pelaporan keuangan
3. Kesesuaian dengan hukum dan peraturan yang berlaku
Secara umum pengendalian didefinisikan sebagai suatu sistem yang
menjamin bahwa suatu pelaksanaan sesuai dengan rencana, mencegah
penyimpangan-penyimpangan dan jika terjadi maka dapat segera dikoreksi
terhadap penyimpangan-penyimpangan tersebut serta mendorong ditaatinya
kebijaksanaan pimpinan yang telah ditetapkan.
2. Tujuan Struktur Pengendalian Internal
Alasan mengapa perusahaan perlu memiliki suatu struktur pengendalian
internal adalah untuk menjamin tercapainya tujuan yang telah direncanakan
oleh pemilik perusahaan. Untuk dapat mencapai tujuan perusahaan tersebut
maka dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan harus
diawasi, dan pengawasan ini merupakan suatu usaha untuk mencegah atau
setidaknya mengurangi terjadinya penyimpangan atau kesalahan yang
berakibat merugikan perusahaan.
Tujuan struktur pengendalian internal menurut Sanyoto dan Henny
(2007: 134) dari kaca-pandang terkini dan yang mencakup lingkup yang lebih
luas pada hakekatnya adalah :
9
1. Melindungi harta milik perusahaan
Pengamanan
atas
berbagai
harta
benda
(termasuk
catatan
pembukuan/file/database) menjadi semakin penting dengan adanya
komputer. Data/informasi yang begitu banyaknya yang disimpan di dalam
media komputer seperti magnetic tape, disket, USB, yang dapat dirusak
apabila tidak diperhatikan pengamanannya.
2. Mendorong kecermatan dan kehandalan data dan pelaporan akuntansi
Pimpinan hendaklah memiliki informasi yang benar/tepat dalam rangka
melaksanankan kegiatannya. Mengingat bahwa berbagai jenis informasi
dipergunakan untuk bahan mengambil keputusan sangat penting artinya,
karena itu suatu mekanisme atau sistem yang dapat mendukung penyajian
informasi yang akurat sangat diperlukan oleh pimpinan perusahaan
3. Efektivitas dan efisiensi usaha
Pengawasan dalam suatu organisasi merupakan alat untuk mencegah
penyimpangan tujuan/rencana organisasi, mencegah penghamburan usaha,
menghindarkan pemborosan dalam setiap segi dunia usaha dan
mengurangi setiap jenis penggunaan sumber-sumber yang ada secara tidak
efisien.
4. Mendorong ditaatinya kebijakan manajemen yang telah digariskan dan
aturan-aturan (termasuk undang-undang) yang ada
Pimpinan menyusun tata cara dan ketentuan yang dapat dipergunakan
untuk mencapai tujuan perusahaan. Struktur pengendalian internal berarti
10
memberikan
jaminan
yang
layak
bahwa
kesemuanya
itu
telah
dilaksanakan oleh karyawan perusahaan.
Sedangkan tujuan pengendalian internal menurut Warren Reeve Fess
(2006:236) adalah sebagai berikut:
1. Aktiva dilindungi dan digunakan untuk pencapaian tujuan usaha
2. Informasi bisnis akurat
3. Karyawan mematuhi peraturan dan ketentuan
3. Unsur-unsur Pengendalian Internal
Untuk memenuhi tujuan-tujuan pengendalian internal bagi perusahaan,
terdapat unsur-unsur pokok sistem pengendalian internal yang menunjang
perbaikan suatu sistem dalam suatu perusahaan, yang menurut Mulyadi
(2001:164-172) adalah sebagai berikut:
a. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara
tegas
Pembagian tanggung jawab fungsional dalam organisasi ini didasarkan
pada prinsip-prinsip berikut ini:
1) Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpangan dari fungsi
akuntansi
2) Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh dalam
melakukan suatu tahap akuntansi
b. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan terhadap kekayaan, utang,
pendapatan dan biaya. Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas
11
dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui
terjadinya transaksi tersebut.
c. Praktek yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit
organisasi
Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan prosedur
pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan dilaksanakan dengan baik jika
tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam
pelaksanaannya.
Cara-cara yang ditempuh perusahaan dalam menciptakan praktek yang
sehat adalah:
1) Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus
dipertanggung jawabkan oleh pihak yang berwenang.
2) Pemeriksaan mendadak
3) Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh
satu orang karyawan atau satu orang karyawan atau satu unit
organisasi, tanpa ada campur tangan dari orang atau unit organisasi
lain.
4) Perputaran jabatan
5) Keharusan pengambilan cuti oleh karyawan yang berhak
6) Secara periodik dilakukan pencocokan fisik kekayaan dengan
catatannya
7) Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek
efektivitas unsur-unsur sistem pengendalian internal yang lain
12
d. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawab
Bagaimana baiknya struktur organisasi, sistem organisasi, dan prosedur
pencatatannya, serta berbagai cara yang ditetapkan untuk mendorong
praktek yang sehat, semuanya sangat tergantung kepada manusia yang
melaksanakannya. Diantara empat unsur pokok pengendalian internal
diatas, unsur mutu karyawan merupakan unsur pengendalian yang paling
penting. Jika perusahaan mempunyai karyawan yang kompeten dan jujur,
unsur pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas minimum dan
perusahaan tetap mampu menghasilkan pertanggung jawaban keuangan
yang diandalkan.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan unsur-unsur pokok
struktur pengendalian internal yaitu terdiri dari empat aspek: Struktur
organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas, Sistem
wewenang dan prosedur pencatatan terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan
biaya, praktek yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit
organisasi dan karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawab.
Adapun keempat aspek tersebut merupakan suatu elemen-elemen yang
memiliki peranan sangat penting dalam suatu perusahaan dan elemen yang
tidak dapat dipisahkan.
13
4. Komponen-komponen Pengendalian Internal
Komponen-komponen yang terdapat dalam pengendalian internal
menurut Committee of Sponsoring Organization (COSO) sebagaimana dalam
bukunya Sanyoto dan Henny (2007:144) adalah sebagai berikut:
a. Control Environment ( Lingkungan Pengendalian )
b. Risk Assessment ( Penafsiran Resiko )
c. Control Activities ( Aktivitas Pengendalian )
d. Information and Communication ( Komunikasi dan Informasi )
e. Monitoring ( Pemantauan )
Komponen-komponen pengendalian internal tersebut diatas, merupakan
proses yang diperlukan untuk mencapai tujuan pengendalian internal. Kelima
komponen pengendalian internal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Lingkungan Pengendalian (control environment)
Komponen yang berperan dalam membangun atmosfer (iklim) yang
kondusif bagi para karyawan mengenai kesadaran pentingnya kontrol
sehingga dapat menciptakan suasana yang dapat membuat karyawan dapat
menjalan dan menyelesaikan tugas kontrol dan tanggungjawabnya masingmasing. Control environment merupakan hal dasar (fondasi) bagi
komponen COSO yang lain. Manajemen harus paham pentingnya
pengendalian internal, memberi contoh, dan memberikan dukungan, serta
menyampaikannya kepada seluruh karyawan. Sub-component control
environtmen terdiri dari :
1) Integritas dan nilai etika (integrity and ethical values)
14
Integritas atau kejujuran dan nilai-nilai etika merupakan dasar
pengendalian yang dilaksanakan oleh manajemen dalam mengurangi
dan meredam tindakan penyelewengan yang dilakukan oleh individu
dalam perusahaan.
2) Komitmen terhadap kompetensi (commitment to competence)
Komitmen terhadap kompetensi adalah pengetahuan dan keahlian
yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tiap individu dan
merupakan pertimbangan manajemen tentang tingkat kompeten untuk
pekerjaan tertentu dan bagaimana tingkat tersebut diubah menjadi
keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan.
3) Partisapasi dewan komisaris atau komite audit (board of directors or
audit committee participation)
Suatu kesatuan pengendalian dipengaruhi oleh dewan direksi atau
komite audit. Komite audit yang independen dibebani tanggung jawab
untuk mengawasi proses pelaporan keuangan yang mencakup
pengendalian internal, dan ketaatan terhadap undang-undang dan
peraturan yang ditetapkan.
4) Falsafah manajemen dan gaya operasi (management’s philosophy and
operation style)
Manajemen melalui aktivitasnya memberikan pengarahan yang jelas
kepada karyawannya mengenai pentingnya pengendalian. Falsafah
manajemen dan gaya operasi menjangkau tentang karakteristik yang
luas.
Karakteristik
tersebut
15
meliputi:
Pendekatan
pemimpin
perusahaan dalam mengambil keputusan dan memantau risiko usaha,
sikap dan tindakan pimpinan perusahaan untuk mencapai anggaran
laba dan sasaran operasi lainnya serta pelaporan keuangan.
5) Struktur Organisasi (organization structure)
Struktur organisasi mencerminkan garis tanggung jawab dan
wewenang dalam perusahaan. Pemahaman akan struktur organisasi
memungkinkan auditor memahami manajemen dan unsur-unsur fungsi
dalam perusahaan.
6) Penetapan wewenang dan tanggung jawab (Assignment of authority
and responsibility)
Penetapan wewenang dan tanggung jawab adalah penetapan metodemetode seperti memorandum manajemen puncak tentang pentingnya
pengendalian dan hal-hal yang berkaitan dengan pengedalian, rencana
organisasi, operasi formal, uraian tugas karyawan dan kebajikan yang
berhubungan dengannya, dokumen kebijakan dan mencakup perilaku
karyawan seperti pertentangan keputusan dan petunjuk resmi
mengenai perilaku.
7) Kebijakan sumber daya manusia dan praktiknya (Human resouce
policies and practices)
Pegawai yang kompeten dan dapat dipercaya penting artinya bagi
pengendalian internal. Dengan adanya pegawai yang dapat dipercaya,
pengandalian lainnya dapat dikurangi. Kebijakan sumber daya
manuasia berkaitan dengan pengangkatan, pengevaluasian, pelatihan,
16
promosi, dan kompensasi pegawai merupakan bagian penting dalam
pengendalian internal.
b. Penafsiran Resiko (risk assessment)
Bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko
yang berhubungan dengan persiapan laporan keuangan yang disajikan
berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Risiko-risiko dapat
timbul dalam keadaan-keadaan sebagai berikut:
1) Perubahan dalam lingkungan operasi perusahaan (changes in operating
environment)
Perubahan peraturan atau lingkungan operasi dapat mengakibatkan
perubahan dalam tekanan persaingan dan risiko yang berbeda secara
signifikan.
2) Karyawan baru (new personal)
Karyawan baru mungkin memiliki pandangan atau pengertian yang
lain atas pengendalian internal yang sedang diterapkan dalam
perusahaan.
3) Sistem informasi baru (new or revamped information systems)
Perubahan dalam sistem informasi dapat merubah risiko yang
berhubungan dengan pengendalian internal.
4) Pertumbuhan yang pesat
Pertumbuhan pesat operasi perusahaan dapat meningkatkan risiko
sebagai akibat dari pengendalian sudah tidak berfungsi secara tidak
memadai.
17
5) Teknologi baru (new technology)
Teknologi yang diterapkan pada proses kegiatan usaha atau sistem
informasi dapat merubah risiko yang sebelumnya telah diperkirakan
oleh pengendalian internal.
6) Lingkungan, produk, atau kegiatan baru (new lines, product, or
activities)
Bidang usaha atau transaksi yang dikenal secara samar oleh
perusahaan akan menimbulkan risiko baru yang sebelumnya telah
diperkirakan oleh pengendalian internal.
7) Restrukturisasi perusahaan (corporate restructurings)
Penyusunan kembali dalam tubuh perusahaan dapat disertai dengan
pengurangan staf dan perubahan dalam pemisahan tugas yang bisa
merubah risiko yang berkaitan dengan pengendalian internal.
8) Operasi perusahaan secara international (foreign operation)
Perluasan daerah usaha menimbulkan risiko yang dapat menimbulkan
dampak terhadap pengendalian internal.
9) Keputusan akuntansi (accounting pronouncement)
Penerapan
atau
perubahan
prinsip-prinsip
akuntansi
dapat
menimbulkan risiko dalam mempersiapkan laporan keuangan.
c. Aktivitas pengendalian (control activities)
Aktivitas pengendalian tediri atas kebijakan dan prosedur yang diperlukan
untuk meredam risiko dalam pencapaian tujuan perusahaan. Pada
umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin berhubungan dengan
18
audit dapat dikategorikan sebagai kebijakan dan prosedur yang
menyangkut:
1) Tinjauan pelaksanaan kerja (performance reviews)
Aktivitas pengendalian internal dilaksanakan dengan mengadakan
tinjauan pelaksanaan kerja, yaitu dengan cara membandingkan antara
pelaksanaan kerja sebenarnya dengan anggaran, peramalan dan
periode tinjauan kerja sebelumnya, serta analisi yang telah
dilaksanakan dan tindakan koreksi yang telah dilaksanakan.
2) Pengolahan informasi (information processing)
Berbagai tindakan pengendalian dilaksanakan dengan memeriksa
tingkat keakuratan, kelengkapan, dan otorisasi transaksi. Aktivitas
pengendalian sistem informasi terdiri atas:
a) Pengendalian umum
Pada umumnya merupakan pengendalian terhadap operasi pusat
data akuisisi dan pemeliharaan sistem software, akses keamanan,
serta pengembangan dan pemeliharaan sistem aplikasi.
b) Pengendalian aplikasi
Dilakukan terhadap pengolahan aplikasi individu, pengendalian ini
menjamin bahwa transaksi yang dilaksanakan telah sah, telah
diotorisasi dengan benar, dan telah diolah secara akurat dan
lengkap.
19
3) Pengendalian fisik (physical controls)
Aktivitas pengendalian ini dilaksanakan terhadap fisik atas aktiva,
untuk menjaga aktiva dari perbedaan perhitungan antara catatan
dengan hasil perhitungan fisik, menghindari pencurian aktiva.
Aktivitas ini mendukung persiapan pelaporan keuangan, dan
pelaksanan audit.
4) Pemisahan tugas (segregation of duties)
Tujuan utama pemisahan tugas adalah untuk menghindari timbulnya
kesalahan yang disengaja atau tidak dalam pengotorisasian transaksi,
pencatatan transaksi, dan pemeliharaan aset.
d. Komunikasi dan Informasi (information and communication)
Tujuan dari sistem informasi akuntansi perusahaan adalah untuk
mengidentifikasi,
mengumpulkan,
mengklasifikasi,
mencatat,
dan
melaporkan transaksi-transaksi, dan menjaga kebenaran aset yang
bersangkutan. Sistem informasi akuntansi setiap perusahaan terdiri dari
banyak sub komponen, umumnya berupa transaksi seperti penjualan dan
pembelian. Untuk kelompok transaksi tersebut, sistem akuntansi harus
memenuhi enam tujuan audit yang berhubungan dengan transaksi, yaitu:
existence, completeness, accuracy, classification, timing, posting, and
summarization.
e. Pemantauan (monitoring)
Pemantauan merupakan tindak lanjut yang digunakan sebagai tambahan
terhadap keempat unsur lainnya yang dibuat untuk memberikan keyakinan
20
memadai bahwa tujuan tertentu telah tercapai. Pemantauan berkenaan
dengan penilaian keefektivan yang terus menerus pada desain dan operasi
pengendalian internal sehingga dapat disesuaikan dengan perubahan
lingkungan.
5. Keterbatasan Pengendalian Internal
Untuk mencapai suatu tujuan dari struktur pengendalian internal
tidaklah mudah dilaksanakan. Bagaimanapun baiknya pengendalian internal
dalam suatu perusahaan, tidaklah menjamin sepenuhnya apa yang menjadi
tujuan perusahaan dapat dicapai. Hal ini disebabkan karena pengendalian
internal
memiliki
keterbatasan-keterbatasan
yang
dapat
melemahkan
pengendalian internal tersebut. Oleh karena itu bukan suatu hal yang mungkin,
apabila dalam perusahaan yang memiliki pengendalian internal yang memadai
masih juga terjadi kesalahan atau penyelewengan.
Keterbatasan pengendalian internal seperti yang dikemukakan oleh
Sanyoto Gondodiyoto dan Henny Hendarti (2007:129) sebagai berikut :
a. Kolusi
Pengendalian internal mengusahakan agar persekongkolan dapat dihindari
sejauh mungkin, misalnya dengan mengharuskan giliran bertugas,
larangan dalam menjalankan tugas-tugas yang bertentengan oleh mereka
yang mempunyai hubungan kekeluargaan, keharusan mengambil cuti dan
seterusnya. Akan tetapi pengendalian internal tidak dapat menjamin bahwa
persekongkolan tidak terjadi
21
b. Perubahan
Struktur pengendalian internal pada suatu organisasi harus selalu
diperbarui sesuai dengan perkembangan kondisi dan teknologi.
c. Kelemahan manusia
Banyak kebobolan terjadi pada sistem pengendalian internal yang secara
teoritis sudah baik. Hal tersebut dapat terjadi karena lemahnya
pelaksanaan yang dilakukan oleh personil yang bersangkutan. Oleh karena
itu personil yang paham dan kompeten untuk menjalankannya merupakan
salah satu unsur terpenting dalam pengendalian internal.
d. Azas biaya - manfaat
Pengendalian juga harus mempertimbangkan biaya dan kegunaannya.
Biaya untuk mengendalikan hal – hal tertentu mungkin melebihi
kegunaannya, atau manfaat tidak sebanding dengan biaya yang
dikeluarkan (cost-benefit analysis). Mengenai pengendalian internal,
seringkali dihadapi dilema antara menyusun sistem pengendalian yang
komprehensif sedemikian rupa dengan biaya yang relatif menjadi makin
mahal, atau seoptimal mungkin dengan risiko, biaya dan waktu yang
memadai.
B. Sistem Penjualan Kredit
Cara perusahaan untuk memperoleh laba yang maksimal dengan
meningkatkan volume penjualan dilakukan dengan memberikan kemudahan
kepada pelanggan untuk mendapatkan produk perusahaan yaitu dengan
22
menerapkan kebijakan penjualan secara kredit. Penjualan kredit dilakukan
oleh perusahaan dengan mengirimkan barang atau jasa sesuai dengan pesanan
kepada pelanggan sehingga pelanggan tersebut mempunyai tagihan (piutang)
kepada perusahaan. Tagihan (piutang) ini harus dibayar sesuai dengan
kesepakatan antara perusahaan dan pelanggan tersebut.
Untuk menjaga agar penjualan kredit dapat berjalan dengan baik dan
dapat melindungi perusahaan dari suatu penyelewengan dalam pelaksanaan
transaksi ini maka perusahaan membutuhkan suatu sistem penjualan kredit.
1. Fungsi-fungsi yang Terkait
Dalam sistem penjualan kredit, harus dilaksanakan oleh beberapa
karyawan yang terkait dengan transaksi penjualan kredit. Menurut Mulyadi
(2001:211) fungsi-fungsi yang terkait dalam sistem penjualan kredit adalah :
1. Fungsi penjualan
Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk
menerima surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk
menambahkan informasi yang belum ada pada surat order tersebut.
2. Fungsi kredit
Fungsi ini berada dibawah fungsi keuangan yang dalam transaksi
penjualan kredit, bertanggung jawab untuk meneliti status kredit
pelanggan dan memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan.
23
3. Fungsi gudang
Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk
menyimpan barang dan menyiapkan barang yang dipesan oleh pelanggan,
serta menyerahkan barang ke fungsi pengiriman.
4. Fungsi pengiriman
Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk
menyerahkan barang atas dasar surat order pengiriman yang diterimanya
dari fungsi penjualan.
5. Fungsi penagihan
Dalam transaksi penjualan kredit, fungsi ini bertanggung jawab untuk
membuat dan mengirimkan faktur penjualan kepada pelanggan, serta
menyediakan copy faktur bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan
oleh fungsi akuntansi.
6. Fungsi akuntansi
Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang timbul dari
transaksi penjualan kredit dan membuat serta mengirimkan pernyataan
piutang kedapa para debitur, serta membuat laporan penjualan. Di samping
itu, fungsi ini juga bertanggung jawab untuk mencatat harga pokok
persediaan yang dijual ke dalam kartu persediaan.
2. Dokumen yang Digunakan
Dalam pelaksanaan transaksi penjualan kredit ada berbagai dokumen
yang
digunakan
agar
kebenaran
transaksi
24
penjualan
kredit
dapat
dipertanggungjawabkan. Dokumen-dokumen ini yang berfungsi sebagai bukti
bahwa suatu transaksi penjualan kredit telah dilaksanakan. Adapun dokumen
yang digunakan dalam sistem penjualan kredit menurut Mulyadi (2001:314)
adalah:
1. Surat order pengiriman dan tembusannya
2. Faktur dan tembusannya
3. Rekapitulasi harga pokok penjualan
4. Bukti memorial
Surat order dan tembusannya merupakan dokumen pokok untuk
memproses transaksi penjualan kredit. Surat ini dibuat oleh fungsi penjualan
yang berisi mengenai produk yang dipesan oleh pelanggan. Setelah dibuat
oleh fungsi penjualan kemudian surat order pengiriman didistribusikan kepada
fungsi-fungsi yang terkait dalam sistem penjualan kredit. Tembusan surat
order pengiriman terdiri dari Surat Order Pengiriman lembar pertama,
Tembusan Kredit (Credit Copy), Surat Pengakuan (Acknowledgement Copy),
Surat Muat (Bill of Lading), Slip Pembungkus (Packing Slip), Tembusan
Gudang (Warehouse Copy), Arsip Pengendalian Pengiriman (Sales Order
Follow – up Copy ), dan Arsip Index Silang (Cross-index File Copy).
Faktur penjualan merupakan dokumen yang dipakai sebagai dasar untuk
mencatat timbulnya piutang. Dokumen ini dibuat oleh fungsi penagihan yang
kemudian juga didistribusikan kepada fungsi-fungsi yang terkait dalam sistem
penjualan kredit. Berbagai tembusan dari faktur penjualan adalah Faktur
Penjualan (Customer’s Copies), Tembusan Piutang (Account Receivable
25
Copy), Tembusan Jurnal Penjualan (Analysis Copy), dan Tembusan Wiraniaga
(Salesperson Copy).
Rekapitulasi harga pokok penjualan adalah dokumen yang digunakan
untuk menghitung total harga pokok produk yang dijual selama periode
akuntansi tertentu. Data yang dicantumkan dalam rekapitulasi harga pokok
penjualan berasal dari kartu persediaan.
Dokumen yang terkahir digunakan adalah bukti memorial yang
merupakan dokumen sumber untuk dasar pencatatan ke dalam jurnal umum.
Bukti memorial juga merupakan dokumen sumber untuk mencatat harga
pokok yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.
3. Catatan Akuntansi yang Digunakan
Catatan akuntansi dalam suatu perusahaan adalah sesuatu yang penting
karena dari catatan akuntansi ini perusahaan dapat mengetahui transaksitransaksi yang terjadi dalam perusahaan dalam periode tertentu. Catatan
akuntansi yang digunakan dalam sistem penjualan kredit menurut Mulyadi
(2001:218) adalah :
1. Jurnal penjualan
2. Kartu piutang
3. Kartu persediaan
4. Kartu gudang
5. Jurnal umum
26
Catatan akuntansi yang digunakan pertama kali adalah jurnal penjualan.
Jurnal penjualan ini digunakan untuk mencatat terjadinya penjualan barang
dalam perusahaan.
Kartu piutang juga digunakan sebagai catatan akuntansi. Catatan
akuntansi ini digunakan untuk mencatat jumlah piutang dari masing-masing
pelanggan yang timbul sebagai akibat transaksi penjualan kredit.
Selain itu catatan akuntansi yang digunakan adalah Kartu Persediaan.
Kartu ini digunakan untuk mencatat mutasi setiap jenis persediaan.
Kartu Gudang merupakan catatan akuntansi yang juga digunakan. Kartu
ini dipakai untuk mencatat mutasi barang yang tersimpan dalam gudang.
Kartu ini dibuat oleh fungsi gudang.
Catatan akuntasi yang terakhir digunakan adalah jurnal umum yang
digunakan untuk mencatat harga pokok persediaan barang yang dijual selama
periode tertentu.
4. Jaringan yang Membentuk Sistem Penjualan Kredit
Suatu sistem terdiri dari prosedur-prosedur yang saling berkaitan. Oleh
karena itu sistem penjualan kredit juga dibentuk dari jaringan prosedurprosedur yang saling berkaitan. Menurut Mulyadi (2001:219) jaringan yang
membentuk sistem penjualan kredit antara lain:
1. Prosedur order penjualan
2. Prosedur persetujuan kredit
3. Prosedur pengiriman
27
4. Prosedur penagihan
5. Prosedur pencatatan piutang
6. Prosedur distribusi penjualan
7. Prosedur pencatatan harga pokok penjualan
Prosedur order penjualan ini dilakukan oleh fungsi penjualan. Fungsi ini
yang bertugas menerima order dari pelanggan serta membuat surat order
pengiriman. Surat order pengiriman ini kemudian didistribusikan kepada
fungsi-fungsi yang terkait dalam sistem penjualan.
Prosedur persetujuan kredit terjadi pada saat fungsi penjualan meminta
otorisasi kredit untuk pelanggan yang ingin membeli produk perusahaan
secara kredit kepada fungsi kredit.
Dalam prosedur pengiriman ini, fungsi pengiriman memeriksa barang
yang disiapkan oleh bagian gudang dan mencocokannya dengan Surat Order
Pengiriman. Kemudian fungsi pengiriman ini mengirimkan barang kepada
pelanggan sesuai dengan Surat Order Pengiriman.
Prosedur penagihan ini dilakukan oleh bagian penagihan yaitu dengan
membuat faktur penjualan dan mengirimkannya kepada pelanggan. Selain
dikirimkan ke pelanggan faktur penjualan juga didistribusikan kepada fungsi
akuntansi.
Prosedur pencatatan piutang dilakukan oleh fungsi akuntansi yaitu
dengan mencatat jumlah piutang kedalam kartu piutang untuk masing-masing
pelanggan. Pencatatan piutang ini didasari Faktur Penjualan serta Surat Order
Pengiriman.
28
Prosedur distribusi penjualan ini dilakukan oleh fungsi akuntansi
dengan mendistribusikan data penjualan menurut informasi yang diperlukan
manajemen. Informasi yang dibutuhkan manajemen adalah jumlah penjualan
dan harga pokok penjualan dalam satu periodik.
Prosedur pencatatan harga pokok penjualan dilakukan oleh fungsi
akuntansi. Prosedur ini dilakukan dengan mencatat secara periodik total harga
pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.
C. Piutang
1. Pengertian Piutang
Setiap transaksi kredit, pada dasarnya melibatkan dua pihak. Pihak
pertama adalah pihak kreditur yang menjual barang atau jasa. Penjualan
tersebut akan menimbulkan piutang bagi kreditur. Pihak kedua adalah pihak
debitur yang melakukan pembelian, sehingga menimbulkan hutang bagi
pembeli tersebut.
Piutang merupakan tagihan kepada perorangan atau organisai yang
timbul dari penjualan barang atau jasa secara kredit. Piutang dagang baru
dapat menghasilkan penerimaan kas jika sudah membayar sebagaimana
mestinya, perusahaan akan menanggung kerugian dan hal tersebut harus
dicantumkan dalam laporan rugi laba sebagai kerugian karena tidak
tertagihnya piutang.
Pengertian piutang itu sendiri (receivable) adalah semua klaim dalam
bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan, atau
29
organisasi lainnya. Piutang biasanya memiliki bagian yang signifikan dari
total aktiva lancar perusahaan (warren, 2006:404). Sedangkan pengertian
menurut Kieso
piutang dagang (trade receivables) adalah jumlah yang
terutang oleh pelanggan untuk barang dan jasa yang telah diberikan sebagai
bagian dari operasi bisnis normal (Kieso, 2007:347)
Piutang adalah kebiasaan bagi perusahaan untuk memberikan
kelonggaran kepada pelanggannya pada waktu melakukan penjualan
(Soemarso SR 2002:368), kelonggaran-kelonggaran yang diberikan biasanya
dalam bentuk memperbolehkan langganan membayar kemudian atas
penjualan barang dan jasa yang dilakukan.
Piutang dagang adalah elemen modal kerja yang selalu dalam keadaan
berputar secara terus menerus dalam rantai perputaran modal kerja yaitu kas –
inventori – piutang – kas ( Bambang Riyanto 2001:85 ).
Penjualan barang-barang dan jasa-jasa dari perusahaan saat ini banyak
dilakukan dengan cara kredit, sehingga ada tenggang waktu sejak penyerahaan
barang dan jasa sampai saat diterimanya uang. Dalam tenggang waktu, penjual
mempunyai target kepada pembeli. Penjualan kredit tersebut pada akhirnya
akan menimbulkan hak penagihan atau piutang kepada langganan atau klien.
Piutang dagang pada umumnya dikelompokan sebagai aktiva lancar,
yaitu jika piutang itu diharapkan dapat ditagih dalam jangka waktu tidak lebih
dari satu tahun atau lebih dari satu siklus kegiatan normal perusahaan. Dalam
perusahaan, piutang dagang mempunyai tingkat likuiditas yang tinggi,
sehingga dalam hal ini perusahaan dituntut untuk melakukan pengendalian
30
piutang dalam prosedur yang tepat, manajemen yang baik dan dilaporkannya
dalam laporan keuangan seperti yang diatur dalam Standar Akuntansi
Keuangan. Apabila pengendalian piutang kurang tepat, maka dapat
mengakibatkan besarnya piutang yang tak tertagih.
Secara umum piutang didefinisikan merupakan kebiasaan bagi
perusahaan untuk memberikan kelonggaran kepada langganannya pada waktu
melakukan penjualan. Kelonggaran yang diberikan biasanya dalam bentuk
memperbolehkan langganan kemudian atas barang atau jasa dilakukan.
Penjualan dengan syarat demikian disebut dengan penjualan kredit. Adanya
syarat jual beli yang menunjukan penjualan kredit, misalnya 2/10, n/30.
Klasifikasi piutang dalam laporan keuangan menurut Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI,2007:9.3) adalah sebagai berikut:
Menurut sumber terjadinya, piutang digolongkan dalam dua kategori
yaitu piutang usaha dan piutang lain-lain. Piutang usaha meliputi piutang yang
timbul karena penjualan produk atau penyerahan jasa dalam rangka kegiatan
usaha normal perusahaan. Piutang yang timbul dari transaksi diluar kegiatan
usaha normal perusahaan digolongkan sebagai piutang lain-lain.
Ini diharapkan dapat tertagih dalam satu tahun atau siklus usaha jangka
waktu tertagihnya. Dalam kasus demikian, jumlah piutang usaha yang jangka
waktu penagihannya lebih dari satu atau siklus usaha normal, harus
diungkapkan dalam catatan laporan keuangan.
31
2. Klasifikasi Piutang
Banyak perusahaan menjual secara kredit agar dapat menjual banyak
produk atau jasa. Warren Reeve Fess (2005:392) mengklasifikasikan piutang
menjadi tiga kelompok :
1. Piutang usaha
Transaksi paling umum yang menciptakan piutang adalah penjualan
barang dan jasa secara kredit. Piutang akan dicatat dengan mendebit akun
piutang usaha. Piutang usaha semacam ini normalnya diperkirakan akan
tertagih dalam waktu yang relatif pendek, seperti 30 atau 60 hari. Piutang
usaha diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar.
2. Wesel Tagih
Wesel tagih adalah jumlah yang terutang bagi pelanggan disaat perusahaan
telah menerbitkan surat hutang formal. Sepanjang wesel tagih diperkirakan
akan tertagih dalam setahun, maka biasanya diklasifikasikan dalam neraca
sebagai aktiva lancar. Wesel biasanya digunakan untuk periode kredit
lebih dari 60 hari.
3. Piutang Lain-lain
Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Jika
piutang ini diharapkan akan tertagih dalam waktu satu tahun, maka
piutang tersebut diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Jika penagihannya
lebih dari satu tahun, maka piutang diklasifikasikan sebagai aktiva tidak
lancar dan dilaporkan di bawah judul investasi. Piutang lain-lain ini
32
meliputi piutang bunga, piutang pajak, dan piutang dari pejabat atau
karyawan perusahaan.
D. Sistem Pengendalian Piutang
Piutang merupakan unsur yang paling penting dalam sebagian besar
neraca perusahaan. Prosedur yang wajar dan cara pengamanan yang cukup
terhadap piutang ini adalah penting bukan saja untuk keberhasilan perusahaan,
tetapi juga untuk memelihara hubungan dengan para pelanggan. Tentunya
yang dimaksudkan dengan piutang bukan hanya piutang para pelanggan tetapi
juga meliputi piutang kepada para pegawai, wesel tagih, piutang klaim biaya
transport, piutang klaim asuransi, saldo debet perkiraan piutang, piutang
perusahaan afiliasi, dan lain-lain. Namun piutang para pelanggan merupakan
yang terpenting dalam jumlah totalnya.
Masalah umum yang dihadapi perusahaan adalah sering terjadi
penagihan piutang yang telah jatuh tempo tidak selalu tertagih seluruhnya dan
jika keadaan ini berlangsung dalam jangka lama maka modal perusahaan akan
semakin kecil.
Tentunya fungsi perencenan akan turut mempertimbangkan jumlah
yang akan tertanam dalam piutang, dan mengukur jumlah tersebut dengan
membandingkannya terhadap modal yang tersedia serta hubungannya dengan
penjualan.
Pengendalian piutang sebenarnya dimulai sebelum adanya persetujuan
untuk mengirimkan barang dagangan, sampai setelah penyiapan dan
33
penerbitan faktur, dan berakhir dengan penagihan hasil penjualan. Prosedur
pengendalian piutang tersebut erat hubungannya dengan pengendalian
penerimaan kas di satu pihak dan pengendalian persediaan di lain pihak.
Piutang merupakan mata rantai diantara keduannya.
Menurut James D. Willson dan John B. Campbell yang diterjemahkan
oleh Tjintjin F. Tjendera (2002:418), ditinjau dari cari pendekatan manajemen
preventif maka ada tiga bidang pengendalian yang umum pada titik mana
dapat diambil tindakan untuk mewujudkan pengendalian piutang. Ketiga
bidang tersebut adalah :
1. Pemberian Kredit Dagang
Kebijakan kredit dan syarat penjualan harus tidak menghalangi penjualan
kepada para pelanggannya yang sehat keadaan keuangannya, dan juga
tidak boleh menimbulkan kerugian yang besar karena adanya piutang
sangsi yang berlebihan.
2. Penagihan (collections)
Apabila telah diberikan kredit, harus dilakukan setiap usaha untuk
memperoleh pembayaran yang sesuai dengan syarat penjualan dalam
waktu yang wajar.
3. Penetapan dan Penyelenggaraan Pengendalian Internal yang Layak
Meskipun
prosedur
pemberian
kredit
dan
penagihan
telah
diadministrasikan dengan baik atau dilakukan secara wajar, ini tidak
menjamin adanya pengendalian piutang. Yaitu tidak menjamin ataupun
dapat memastikan, bahwa semua penyerahan memang difaktur, atau
34
difaktur sebagaimana mestinya, kepada para pelanggan dan bahwa
penerimaan benar-benar masuk ke dalam rekening bank perusahaan. Harus
diberlakukan suatu sistem pengendalian internal yang memadai.
1. Fungsi Departemen Kredit
Oleh karena controller kadang-kadang yang bertanggung jawab untuk
memberikan persetujuan kredit, dan karena hubungan antara departemen
akuntansi dan departemen kredit selalu erat, maka harus ditetapkan dengan
pasti fungsi departemen kredit. Dalam pengertiannya yang luas, manajer
kredit harus menstimulasi usaha penjualan dengan cara pemberian kredit
secara tepat dan menekan kerugian piutang sangsi sehingga sekecil mungkin.
Dalam pengertian lain, manajer kredit akan memberikan setelah pemeriksaan
yang matang menunjukan bahwa hal tersebut dapat dibenarkan, dan kemudian
menagih piutang.
James D. Willson John B. Campbell yang diterjemahkan oleh Tjintjin
F. Tjendera (2002 :419) memberikan suatu daftar yang lebih terperinci
mengenai tugas dari manajer kredit adalah sebagai berikut:
1. Penetapan Kebijaksanaan Kredit
Ini melibatkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
a) Derajat resiko bagaimanakah yang akan diterima ?
b) Bagaimana ketatnya syarat kredit harus diberlakukan ?
c) Kebijaksanaan-kebijaksanaan penyesuaian apakah yang akan diikuti ?
35
2. Penyelidikan Kredit
Ini memerlukan prosedur yang kontiniu untuk memperoleh dan
menganalisa informasi mengenai tanggung jawab para pelanggan sekarang
dan yang prospektif
3. Persetujuan Kredit
Ini memerlukan prosedur melalui mana departemen kredit menyetujui
kredit atas para pelanggan baru dan meneruskan pemberian kredit dagang
kepada para pelanggan lama
4. Penetapan Batas Kredit
Biasanya persetujuan dibatasi sampai suatu jumlah tertentu, dari harus
dirancang rencana untuk mengecek pemberian kredit pada titik ini, atau
setidak-tidaknya untuk memberitahu kepada yang berwenang bilamana
batas tersebut telah dicapai.
5. Pelaksanaan Syarat Diskon
Diskon yang ditawarkan untuk pembayaran segera sering diambil oleh
para pelanggan setelah masa diskon yang diperkenankan. Haus ditetapkan
suatu kebijaksanaan dan prosedur untuk memberlakukan syarat diskon.
6. Metode Penagihan
Harus diatur langkah-langkah penagihan yang pasti untuk piutang-piutang
yang lambat dan tertunggak. Ini meliputi penjadwalan pengiriman surat
penagihan, prosedur tindak lanjut, dan lain-lain.
7. Penyesuaian Kredit
36
Ini meliputi penyelesaian piutang, partisipasi dalam komisi kredit, dan
mewakili perusahaan dalam urusan pengawasan kurator dan kepailitan
8. Persetujuan Penghapusan Piutang
Tanggung jawab untuk menghapuskan piutang harus diprakarsai oleh
departemen kredit, meskipun persetujuan terakhir perlu melalui kepala
bagian keuangan atau controller, ditinjau dari segi kepentingan
pengendalian internal akuntansi yang baik
9. Catatan Kredit
Dalam pelaksanaan tugas tersebut diatas, perlu diselenggarakan berbagai
catatan kredit disamping catatan pembukuan finansial.
2. Pengukuran Efisien Departemen Kredit
Setiap manajer kredit menghargai adanya kebutuhan dan penggunaan
data objektif dalam mengukur efisiensi departemennya sendiri. Salah satu
fungsi staff controller adalah untuk memberikan bantuan seperti itu. Jelas
bahwa tolak ukur tersebut mempunyai pengaruh langsung atas pengendalian
piutang, karena dapat menyediakan kepada manajer kredit sarana untuk
memperbaiki pelaksanaannya.
Salah satu alat tersebut adalah standar untuk mengukur biaya setiap
fungsi, disamping itu, indeks-indeks atau standar-standar lain yang lazim
dipergunakan adalah sebagai berikut, sebagaimana oleh James D. Willson &
John B. Campbell yang diterjemahkan oleh Tjintjin F. Tjendera (2002 :420) :
37
1. Hubungan Penjualan Kredit dengan Penjualan Tunai
Selama suatu periode waktu tertentu, informasi seperti itu dapat
memberikan beberapa indikasi mengenai pengaruh kebijaksanaan kredit
pada volume penjualan. Data tersebut bahkan lebih berguna apabila dapat
diperoleh informasi yang setara untuk jenis industri yang bersangkutan
atau untuk perusahaan lain yang sejenis. Data demikian dapat dirinci untuk
menyediakan informasi menurut daerah, saluran distribusi, atau jenis
penjualan kredit.
2. Hubungan Kerugian Piutang Sangsi dengan Penjualan Kredit
Kerugian yang tinggi dapat menunjukan kebijaksanaan kredit yang terlalu
longgar.
3. Prosentase Penagihan
Ini menunjukan hubungan antara jumlah piutang yang ditagih selama
suatu periode dengan saldo piutang pada awal periode.
4. Umur Rata-rata Piutang
5. Prosentase Penunggakan
Ini mengukur banyaknya debitur dan jumlah piutang yang telah jatuh
tempo
6. Prosentase penolakan
Data seperti ini biasannya disiapkan oleh staff departemen kredit sendiri,
yang menunjukan proporsi permintaan kredit yang ditolak.
38
3. Persyaratan Pengendalian Internal
Banyaknya penyerahan barang pada umumnya menimbulkan suatu
bahaya yang selalu dihadapi, yaitu bahwa barang tersebut tidak dibebankan
sebagaimana mestinya pada perkiraan debitur. Selain itu, meskipun telah
disiapkan suatu faktur, tetapi bisa saja pelanggan difaktur dengan suatu jumlah
yang tidak benar karena perbedaan kuantitas penyerahan, harga, dan hasil
perkalian. Kejadian seperti itu dapat terjadi karena kesalahan pembukuan atau
karena kecurangan. Akan tetapi kebanyakan pelanggan tidak akan melapor
bila dia terlalu rendah dibebani. Oleh karena itu controller harus meyakinkan
bahwa telah ditetapkan prosedur yang layak dan wajar untuk mengurangi
resiko tersebut menjadi sekecil mungkin.
Berbagai praktek ternyata berguna dalam menghadapi keadaan seperti
dikemukakan diatas. Beberapa praktek yang lebih lazim adalah sebagai
berikut, yang diuraikan oleh James D. Willson & John B. Campbell yang
diterjemahkan oleh Tjintjin F. Tjendera (2002:426) :
1. Faktur
kepada
pelanggan
pengiriman/penyerahan
oleh
dibandingkan
seorang
pegawai
dengan
yang
memo
independen.
Perbandingan ini meliputi baik kuantitas maupun uraian mengenai barangbarang yang diserahkan
2. Semua barang yang dikeluarkan dari perusahaan harus mempunyai memo
penyerahan/pengiriman. Lebih baik memo tersebut diberi nomor lebih
dahulu, dan seorang pegawai yang independen harus ditugaskan untuk
39
memastikan bahwa semua nomor dipertanggungjawabkan sebagaimana
mestinya.
3. Harga pada faktur dicek secara independen terhadap daftar harga, begitu
pula harus dicek semua perkalian dan penjumlahan pada faktur
4. Secara periodik perincian piutang dicek terhadap perkiraan buku besar dan
direkonsiliasikan, lebih baik oleh seorang pemeriksa internal atau oleh
pegawai lain yang independen
5. Pengiriman laporan bulanan dan permintaan konfimasi kepada pelanggan
harus dilakukan secara mendadak oleh pihk ketiga yang independen
6. Semua tugas pengurusan kas harus dipisahkan dari tugas penyelenggaraan
catatan / pembukuan piutang
7. Semua penyesuaian khusus untuk diskon, retur, atau potongan-potongan
lain mempunyai persetujuan khusus.
8. Harus diselenggarakan suatu catatan khusus mengenai semua piutang
sangsi yang dihapuskan, dan harus dilakukan suatu tindak lanjut yang
tetap atas piutang seperti ini untuk dapat memperkecil bahaya adanya
penerimaan, tetapi yang tidak dibukukan
9. Secara sampling, lembaran penerimaan dapat dibandingkan dengan
perkiraan piutang dan laporan pengiriman/penyerahan
10. Faktur dapat dikirimkan kepada pelanggan melalui unit tersendiri
40
Download