119 POTENSI BUAH RIMBANG (Solanium torvum Swartz)

advertisement
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
POTENSI BUAH RIMBANG (Solanium torvum Swartz) SEBAGAI PENURUN
KADAR GLUKOSA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS DIABETES
Mimi Aria1 & Afdhil Arel1
1STIFI
Perintis Padang
email: [email protected]
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian uji efek buah rimbang (Solanium torvum Swartz terhadap
penurunan kadar glukosa dan kolesterol total darah tikus diabetes. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz)
terhadap penurunan kadar glukosa sekaligus sebagai penurun kolesterol tikus diabetes yang
diinduksi dengan deksametason. Aktivitas antidiabetes dan antikolesterol diujikan kepada
tikus yang dipuasakan selama 16 jam sebelum pengujian dan diberi air secara ad libitum.
Kemudian dilakukan pengambilan cuplikan darah dan diukur kadar glukosa dan kolesterol
total darah yang hasilnya ditetapkan sebagai kadar glukosa dan kolesterol total darah awal.
Setelah itu semua tikus tersebut diinduksi dengan deksametason sodium fosfat 10 mg/kg
secara subcutan. Selanjutnya pada hari ke-7 dilakukan lagi pemeriksaan terhadap kadar
glukosa dan kolesterol total darah. Kemudian setelah tikus dinyatakan positif hiperglikemia
dan hiper kolesterol maka tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok yang masing-masing
kelompoknya terdiri dari 5 ekor. Selanjutnya diberi larutan glukosa dan sediaan uji serta
pembanding secara peroral sesuai alokasinya selama 14 hari berikutnya. Kadar glukosa dan
kolesterol total darah tikus diukur lagi pada hari ke-14 dan 21 setelah diinduksi. Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak etanol buah
rimbang dapat menurunkan kadar glukosa dan kadar kolesterol total darah tikus putih jantan
hiperglikemia yang diberi sediaan uji 200 mg, 400 mg dan 800 mg/kg BB apabila
dibandingkan dengan kontrol. Semakin lama pemberian ekstrak maka semakin baik pula
kemampuan ekstrak buah rimbang tersebut dalam menurunkan kadar glukosa dan kolesterol
total darah tikus jantan hiperglikemia.
Kata kunci: Glukosa, kolesterol, deksametason, Solanum torvum Swartz
PENDAHULUAN
Di antara penyakit degeneratif, diabetes
adalah salah satu penyakit yang tidak
menular yang akan meningkat jumlahnya di
masa datang. Perserikatan Bangsa-Bangsa
(WHO) membuat perkiraan bahwa pada
tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas
umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan
dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada
tahun 2025, jumlah itu akan membengkak
menjadi 300 juta orang (Sudoyo et al., 2009).
Diabetes melitus (DM) merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia (glukosa darah
melebihi batas normal) yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (Sudoyo et al., 2009). Pada
penderita DM juga mengalami abnormalitas
metabolisme lemak. Aktivitas lipolisis
(pemecahan lemak) tidak terkendali,
menyebabkan tingginya kadar asam lemak
bebas, trigliserida (hipertrigliseridemia) dan
kolesterol
(hiperkolesterolemia)
yang
memicu resiko komplikasi kardiovaskuler
seperti, atherosklerosis, hipertensi, serangan
jantung dan kebutaan (Marieb, 1997).
Kasus diabetes yang terbanyak
dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2 yang
ditandai dengan adanya gangguan sekresi
119
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
insulin ataupun gangguan kerja insulin
(resistensi insulin) pada organ target terutama
hati dan otot. Selain pada otot, resistensi
insulin juga terjadi pada jaringan adiposa
sehingga merangsang proses lipolisis dan
meningkatkan asam lemak bebas (Sudoyo et
al., 2009).
Deksametason (glukokortikoid sintetik)
sebagai obat anti-inflamasi yang banyak
beredar di masyarakat umumnya digunakan
untuk terapi inflamasi pada persendian atau
arthritis rheumatoid dan alergi. Harganya
yang murah dan mudah mendapatkannya
mengakibatkan obat ini masih menjadi
andalan untuk terapi penyakit tersebut dan
sering disalah gunakan. Pada kasus
Chusing’s
syndrome,
kelebihan
glukokortikoid telah menimbulkan banyak
masalah seperti resisten insulin, diabetes,
osteoporosis,
sepsis
dan
penyakit
kardiovaskuler
(Katzung,
2002).
Glukokortikoid ini merangsang pembentukan
glukosa
melalui
peningkatan
sekresi
hormone glukagon dimana glukagon akan
merangsang pembentukan glukosa dari
simpanannya berupa glikogen di otot dan
hati, disamping itu hormon ini menurunkan
pengambilan dan penggunaan glukosa,
sehingga mengakibatkan peningkatan kadar
glukosa darah (hiperglikemia) (Nugroho,
2012).
Keadaan hiperglikemia yang terjadi
memberi dampak yang buruk terhadap
jaringan yang secara jangka panjang
menimbulkan komplikasi kronis dari
diabetes. Tingginya kadar glukosa darah
yang diikuti oleh peningkatan kolesterol
(hiperkolesteromia)
dan
trigliserida
(hiperlipidemia) bertanggung jawab terhadap
kerusakan jaringan secara langsung melalui
peningkatan pembentukan radikal bebas
(Sudoyo et al., 2009). Peningkatan radikal
bebas ini dapat mengakibatkan kerusakan
sel-sel terutama sel β-pankreas.
Terapi DM diberikan kepada penderita
dengan target dapat menurunkan kadar
glukosa darah menjadi normal, dan dapat
mengurangi
resiko
komplikasi
kardiovaskular. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka dikembangkan terapi DM
yang dapat mengendalikan metabolisme
glukosa
dan
dapat
mengendalikan
meabolisme lemak.
Salah satu ramuan tradisional dari
Thailand yang digunakan untuk mengobati
penderita DM adalah ramuan dari buah
Solanum torvum Swartz atau buah rimbang.
Namun di Indonesia, ekstrak buah rimbang
belum dimanfaatkan sebagai ramuan
antidiabetik. Menurut Ghandi et al.a (2011)
ekstrak metanol buah rimbang mengandung
senyawa fenolik yang memiliki potensi tinggi
sebagai sumber alami antioksidan dan obat
antidiabetes dan telah diujikan pada tikus
diabetes
yang
diinduksi
dengan
streptozotocin. Pada penelitian sebelumnya
diketahui bahwa buah S. torvum mengandung
suatu senyawa fenolik yang dapat
meregenerasi sel β-pankreas, memperbaiki
perpindahan glukosa pada GLUT4 dan
inhibitor α-glukosidase (Ghandi, 2011b;
Takashi, 2010), sedangkan penelitian tentang
efek buah rimbang terhadap metabolisme
lemak pada DM belum pernah dilakukan.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti
mencoba melakukan penelitian untuk
mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
buah rimbang (Solaum torvumSwartz)
terhadap kadar glukosa dan kolesterol total
darah pada tikus diabetes yang diinduksi
dengan deksametason.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan lebih
kurang 6 bulan di Laboratorium Penelitian
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI)
YP-Padang.
Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan adalah timbangan
analitik, kandang tikus, timbangan hewan,
Alat pengukur glukosa (Gluco Dr™) dan
kolesterol (Easy Touch®GCU), pipet mikro,
gelas ukur, sonde (spuit oral), tisue,batang
120
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
pengaduk, rotary evaporator, lumpang dan
stamfer.
Bahan
Bahan yang digunakan adalah buah
rimbang (Solanum torvum Swartz) segar,
etanol 96%, Na CMC, deksametason sodium
fosfat (dexamethasone® 5mg/ml), kit
glukosa darah, kit kolesterol (mengandung
kolesterol esterase, kolesterol oksidase, fenol,
4-aminoantipyrine, peroksidase dan bufer).
Persiapan Hewan Percobaan
Dalam penelitian ini digunakan tikus
putih jantan sebagai hewan percobaan. Tikus
dipilih dengan usia 2-3 bulan dan berat badan
± 150 – 200 gram sebanyak 25 ekor. Tikus
25 ekor ini dibagi menjadi 5 kelompok besar,
dimana tiap-tiap kelompok terdiri dari 5 ekor
tikus. Sebelum diperlakukan tikus diadaptasi
selama 7 hari dengan diberi makan dan
minum secara ad libitum. Tikus yang
digunakan adalah tikus yang sehat dan tidak
menunjukan perubahan berat badan berarti
(deviasi maksimal 10%) serta secara visual
menunjukan perilaku yang normal.
Prosedur Penelitian
Pengambilan sampel
Sampel buah rimbang (Solanum
torvum Swartz) segar yang diperoleh dari
daerah Sulit air,Kabupaten Solok, Sumatera
Barat.
Identifikasi sampel
Identifikasi sampel dilakukan di
Herbarium Universitas Andalas Jurusan
Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Andalas
Padang.
Pembuatan ekstrak etanol buah rimbang
(Solanum torvum Swartz)
Buah rimbang (Solanium torvum
Swartz) yang telah dibersihkan dan dibelah,
kemudian dimasukkan ke dalam botol
maserasi dan tambahkan etanol 96% sampai
sampel terendam. Maserasi dilakukan selama
5 hari sambil sesekali di aduk, setelah 5 hari
disaring maka didapat maserat I, ampasnya
direndam lagi dengan etanol 96%. Proses
ekstraksi
dilakukan sampai 3 kali
pengulangan sehingga didapat maserat II dan
III. Lalu disatukan dan dipekatkan dengan
rotary evaporator sampai didapat ekstrak
kental yang tidak dapat dituang.
Pemeriksaan pendahuluan kandungan
kimia (Depkes, 1995)
Ekstrak kental dari buah rimbang
(Solanum torvum Swartz) dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml
aquadest dan 5 ml kloroform asetat,
dibiarkan sampai terbentuk 2 lapisan, lapisan
air dan kloroform (Harborne, 1987).
 Uji Flavonoid (Metode “Sianidin Test”)
Ambil lapisan air 1 – 2 tetes, teteskan
pada plat tetes lalu tambahkan serbuk
Mg dan HCl (p), terbentuknya warna
merah menandakan adanya flavonoid.
 Uji Saponin
Ambil lapisan air, kocok kuat – kuat
dalam tabung reaksi, terbentuknya busa
yang permanen
(±
15
menit)
menunjukkan adanya saponin.
 Uji Terpenoid dan Steroid (Metode
“Simes”)
Ambil sedikit lapisan kloroform
tambahkan norit, tambahkan H2SO4 (p),
tambahkan asam asetat anhidrat,
terbentuknya
warna
biru
ungu
menandakan adanya steroid, sedangkan
bila
terbentuk
warna
merah
menunjukkan adanya terpenoid.
 Uji Alkaloid (Metode “Culvenore –
Fristgerald”)
Ambil sedikit lapisan kloroform
tambahkan 10 ml kloroform amoniak
0,05 N, aduk perlahan tambahkan
beberapa tetes H2SO4 2N kemudian
dikocok perlahan, biarkan memisah.
Lapisan asam ditambahkan beberapa
tetes pereaksi mayer, reaksi positif
alkaloid ditandai dengan adanya kabut
putih hingga gumpalan putih.
Penetapan susut pengeringan (Depkes,
1995)
Tata krus porselen yang telah
dikeringkan selama 30 menit didalam oven
pada suhu 105º C, kemudian ditimbang
ekstrak sebanyak 1 gram, dimasukkan
121
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
kedalam krus porselen dan ditimbang.
Kemudian dengan perlahan krus digoyang
agar ekstrak merata. Dimasukkan kembali
kedalam oven, dibuka tutupnya dan dibiarkan
tutup tetap berada didalam oven. Krus berisi
ekstrak dipanaskan pada suhu 105º C selama
1 jam. Kemudian dikeluarkan dan
didinginkan
didalam
desikator
lalu
ditimbang. Dilakukan pengulangan seperti
cara yang sama dengan diatas, sampai
diperoleh berat konstan.
Perencanaan dosis uji
1. Dosis buah rimbang
Dosis uji yang direncanakan adalah
200 mg/kg/hari, 400 mg/kg/hari, 800
mg/kg/hari. Dosis ini diperoleh dari
penelitian sebelumnya(Ghandi et al., 2011a).
2. Dosis deksametason
Dosis deksametason yang digunakan
adalah dosis yang dapat menimbulkan
keadaan hiperglikemia yaitu 10 mg/kg/hari
(Shalam, 2006).
Pembuatan sedian uji
Suspensi ekstrak buah rimbang
Sediaan uji dibuat dengan cara
disuspensikan ekstrak etanol buah rimbang
dengan Na CMC 0.5 %. Caranya Na CMC
ditimbang sebanyak 50 mg dikembangkan
dengan air panas 20 x berat Na CMC, dan
digerus homogen. Kemudian dimasukkan
ekstrak etanol buah rimbang yang telah
ditimbang sesuai dengan konsentrasi yang
digunakan, kemudian dicukupkan volume
larutan dengan aquadest 10 ml.
Pembuatan sediaan pembanding
Glibenklamid untuk pembanding uji
antihiperglikemia diberikan dalam bentuk
suspensi dengan Na CMC sesuai dosis efektif
pada manusia, yaitu 5 mg, yang
dikonversikan ke 200 gram bb tikus (0,18),
sehingga dosis yang digunakan adalah 0,9
mg/200 g bb tikus. Simvastatin untuk
pembanding antikolesterol juga diberikan
dalam bentuk suspensi dengan Na CMC
sesuai dosis efektif pada manusia, yaitu 10
mg, yang dikonversikan ke 200 gram bbtikus
(0,18), sehingga dosis yang digunakan adalah
1,8 mg/200 g bb tikus.
Pemberian Perlakuan Pada Hewan
Percobaan
Tikus dipuasakan selama 16 jam
sebelum pengujian dan diberi air secara ad
libitum. Kemudian dilakukan pengambilan
cuplikan darah pada 30 ekor tikus dan
dilakukan uji kadar glukosa dan kolesterol
total darah yang ditetapkan sebagai kadar
glukosa dan kolesterol total darah awal.
Setelah itu, semua tikus tersebut diinduksi
dengan deksametason sodium fosfat 10
mg/kg secara subcutan. Selanjutnya pada
hari ke-7 dilakukan lagi pemeriksaan
terhadap kadar glukosa dan kolesterol total
darah. Setelah tikus dinyatakan positif
hiperglikemia maka tikus dikelompokkan
menjadi 6 kelompok, diantaranya adalah:
Kelompok
Kelompok I
Perlakuan
Kelompok kontrol yang diberi larutan glukosa dan larutan pembawa Na
CMC secara peroral selama 14 hari berikutnya.
Kelompok II diberi larutan glukosa dan suspensi sediaan uji dengan dosis 400 mg/kg
secara peroral selama 14 hari berikutnya.
Kelompok III diberi larutan glukosa dan suspensi sediaan uji dengan dosis 400 mg/kg
secara peroral selama 14 hari berikutnya.
Kelompok IV diberi larutan glukosa dan suspensi sediaan uji dengan dosis 800 mg/kg
secara peroral selama 14 hari berikutnya.
Kelompok V diberi larutan glukosa dan suspensi sediaan pembanding (glibenklamid) 0,9
mg/200 g bb tikus selama 14 hari berikutnya.
Kelompok VI diberi larutan glukosa dan suspensi sediaan pembanding (Simvastatin) 1,8
mg/200 g bb tikus selama 14 hari berikutnya.
122
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
Kadar glukosa dan kolesterol total darah
tikus diukur lagi pada hari ke-14 dan 21
untuk mengetahui pengaruh pemberian
larutan pembawa, sediaan uji dan
pembanding pada tikus diabetes.
Analisis data
Data hasil penelitian diolah dengan
uji analisa variansi (ANOVA) dua arah
dengan program SPSS 17.
HASIL DAN DISKUSI
Hasil
Setelah dilakukan pengujian terhadap efek
buah rimbang sebagai antihiperglikemia
terhadap tikus putih jantan hiperglikemia
yang diinduksi deksametason dan glukosa,
maka didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Kadar glukosa darah (mg/dl) rata-rata
tikus putih jantan kelompok I (kontrol Na.
CMC 0,5%), II (dosis ekstrak 200 mg/kg bb),
III (dosis ekstrak 400 mg/kg bb), IV (dosis
ekstrak 800 mg/kg bb), dan V (gilibenklamid
4,5 mg/kg bb) adalah:
- Pada hari ke-0 adalah 89,3; 85,7; 90,3;
86,67; 85,3
- Pada hari ke-7 adalah 143,3; 139,7;
143,1; 144,3; 140,7
- Pada hari ke-14 adalah 142,3; 131,7;
129,0; 118,0; 128.7
- Pada hari ke-21 adalah 140,3; 125,3;
118,3; 104,7; 99,0
2. Kadar kolesterol total (mg/dl) rata-rata
tikus putih jantan kelompok I (kontrol Na.
CMC
0,5%), II (dosis ekstrak 200 mg/kg bb), III
(dosis ekstrak 400 mg/kg bb), IV (dosis
ekstrak
800 mg/kg bb), dan VI (simvastatin 9
mg/kg bb) adalah:
- Pada hari ke-0 adalah 152,3; 154,0;
149,3; 155,0; 153,3
- Pada hari ke-7 adalah 235,7; 236,0;
236,3; 235,7; 238,0
- Pada hari ke-14 adalah 228,0; 219,0;
215,3; 210,3; 203,3
- Pada hari ke-21 adalah 218,3; 209,7;
193,0; 185,7; 169,6
Diskusi
Hewan percobaan yang digunakan
adalah tikus putih jantan karena mempunyai
volume darah yang lebih banyak dan mudah
untuk
ditangani.
Sebelum
dilakukan
pengujian, terlebih dahulu hewan percobaan
diaklimatisasi untuk penyesuaian diri hewan
percobaan terhadap lingkungan sekitarnya.
Setelah diaklimatisasi, pada hari ke-0
darah diambil untuk pemeriksaan glukosa
darah awal sebelum tikus diperlakukan
sehingga dapat dibandingkan dengan kadar
glukosa darah setelah perlakuan, kemudian
dilanjutkan dengan menginduksi semua
hewan percobaan menggunakan penginduksi
deksametason 5 mg/ kg BB secara subcutan
selama 4 hari dan pemberian glukosa 10%
dengan dosis 1 g/kg BB secara per oral
selama 3 hari. Pemberian glukosa setelah
pemberian deksametason bertujuan untuk
memaksimalkan kenaikan glukosa darah,
mencegah terjadinya hipoglikemia hingga
kematian pada hewan percobaan karena
penghentian deksametason secara mendadak.
Hiperglikemia pada hewan percobaan
disebabkan karena pemakaian deksametason
(glukokortikoid) dosis tinggi atau jangka
panjang dapat menghambat ambilan glukosa
oleh sel-sel otot sehingga meningkatkan
kadar glukosa darah yang menyebabkan
sekresi insulin meningkat dan lipolisis juga
meningkat. Walaupun sekresi insulin
meningkat, tapi hal tersebut tidak dapat
meminimalisir terjadinya lipolisis yang
menyebabkan asam lemak dan gliserol
terakumulasi didalam aliran darah. Keadaan
ini dapat menimbulkan kegagalan kerja
insulin yang diiringi dengan timbunya gejalagejala diabetes (Katzung, 2002).
Selain itu kadar insulin yang tinggi
dalam darah juga tidak mampu menurunkan
kadar glukosa darah, hal ini bisa disebabkan
karena
reseptor
insulin
melakukan
pengaturan
sendiri
akibat
keadaan
hiperinsulinemia
yaitu
berkurangnya
123
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
sensitifitas reseptor terhadap insulin. Jika
reseptor insulin kurang sensitif pada tahap
post reseptor, maka hal ini akan
mengakibatkan GLUT-4 yang berada di
sitoplasma sel tidak dapat pindah ke
membran sel untuk membawa glukosa masuk
ke dalam sel sehingga terjadi peningkatan
kadar glukosa darah (Nugroho, 2012).
Berdasarkan
hal
tersebut,
peneliti
menggunakan deksametason 5 mg/ kg BB
yang dibantu dengan pemberian glukosa 10
% sebagai penginduksi.
Ekstrak
etanol
buah
rimbang
diberikan selama 14 hari, yang dimulai dari
hari ke-8 setelah hewan percobaan diinduksi
sampai hari ke-21 dan pemeriksaan kadar
glukosa darah dilakukan pada hari ke-14 (7
hari setelah pemberian ekstrak) dan hari ke21 (14 hari setelah pemberian ekstrak).
Setelah dilakukan pengukuran kadar glukosa
darah pada hari ke-21 didapatkan penurunan
kadar glukosa darah mendekati normal
apabila dibandingkan dengan kadar glukosa
darah awal (hari ke-0). Sedangkan kadar
glukosa darah pada kelompok kontrol tidak
terlihat terjadinya penurunan yang berarti
dalam waktu 14 hari walaupun kenaikan
kadar glukosa darah yang diakibatkan oleh
pemakaian deksametason dosis tinggi atau
jangka panjang bersifat reversibel.
Setelah dilakukan pengujian dapat
dilihat hasil uji statistik pengukuran kadar
glukosa darah pada hari ke-14 (7 hari setelah
pemberian sediaan uji) menggunakan analisa
variasi satu arah. Dari pengujian tersebut
didapatkan hasil pemberian ekstrak etanol
buah rimbang berpengaruh terhadap kadar
glukosa darah kelompok yang diberikan
sediaan uji secara bermakna dibandingkan
kelompok kontrol pada p<0,05. Setelah itu
lanjutkan dengan uji Duncan dan didapatkan
hasil dosis 800 mg/kg BB yang diberikan
pada kelompok IV berbeda nyata dengan
kelompok I, II, III, dan V. Artinya dosis 800
mg/kg BB lebih efektif pada hari ke-14,
sedangkan dosis 200 dan 400 mg/kg BB
memberikan efek yang sama dengan
pembanding.
Selain itu analisa variasi satu arah
juga dilakukan pada hari ke-21 (14 hari
setelah pemberian sediaan uji). Dari
pengujian
tersebut
didapatkan
hasil
pemberian ekstrak etanol buah rimbang
berpengaruh terhadap kadar glukosa darah
kelompok yang diberikan sediaan uji secara
bermakna dibandingkan kelompok kontrol
pada p<0,05 kemudian dilanjutkan dengan
uji Duncan dan didapatkan hasil kadar
glukosa darah pada kelompok IV tidak
berbeda dengan kelompok V dan berbeda
nyata dengan kelompok I, II, dan III. Artinya
dosis 800 mg/kg BB memberikan efek yang
sama dengan pembanding pada hari ke-21,
tetapi berbeda dengan dosis 200 dan 400
mg/kg BB yang memberikan efek sama.
Hasil penelitian yang telah dilakukan
juga memperlihatkan adanya peningkatan
kadar kolesterol total darah pada kelompok
kontrol dengan pemberian deksametason
dibandingkan dengan kadar kolesterol total
sebelum perlakuan (normal). Hal ini
menunjukkan bahwa tikus hiperglikemia
memiliki kadar kolesterol total yang tinggi
dibandingkan sebelum diberi perlakuan.
Kondisi hiperglikemia dapat menyebabkan
ketidak seimbangan metabolisme lemak.
Aktivitas lipolisis yang tinggi akan
menghasilkan asam lemak yang tinggi pula.
Proses glukoneogenesis yang meningkat
menyebabkan akumulasi badan keton dalam
darah. Kandungan asam lemak yang tinggi
dapat merangsang sintesis kolesterol.
Hormon insulin yang mengalami penurunan
fungsi menyebabkan aktivitas enzim
lipoprotein lipase juga menurun. Akibatnya,
pemecahan lipoprotein darah juga menurun.
Padahal kolesterol disirkulasi dalam darah
dalam bentuk lipoprotein.
Jika dilihat dari hasil uji statistik
analisa satu arah (ANOVA) pada hari ke-14
(7 hari setelah pemberian sediaan uji) setelah
pemberian sediaan uji terlihat perbedaan
yang signifikan dinyatakan dengan p<0,05
antara kelompok yang diberi sediaan uji dan
pembanding terhadap kelompok kontrol.
Setelah dilakukan uji Duncan maka
didapatkan hasil bahwa kelompok kontrol
berbeda nyata dengan kelompok yang diberi
sediaan uji dan pembanding. Artinya pada
kelompok kontrol memiliki kadar kolesterol
124
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
total yang lebih tinggi dibandingkan dengan
semua kelompok, sedangkan pada kelompok
II tidak berbeda nyata dengan kelompok
dosis III dan penurunan kadar kolesterol total
pada kelompok dosis III tidak berbeda nyata
dengan kelompok dosis IV, tetapi pada
kelompok VI (simvastatin) saling berbeda
nyata dengan kelompok dosis IV, kelompok
dosis III, kelompok dosis II, dan kelompok I
(kontrol). Artinya pembanding simvastatin
pada hari ke 14 atau 7 hari setelah pemberian
sediaan uji sudah dapat menurunkan kadar
kolesterol total darah secara baik di
bandingkan dengan kelompok sediaan uji.
Hal ini karena mekanisme kerja
simvastatin sudah terlihat dan terstandar
dalam nenurunkan kadar kolesterol, yaitu
dengan menghambat kerja enzim HMG-CoA
reductase sehingga tidak terjadi proses
reduksi HMG-CoA menjadi mevalonat yang
merupakan prekusor sterol kolesterol,
sehingga produksi kolesterol terhambat dan
terjadi penurunan yang berarti pada kadar
kolesterol total maupun kolesterol LDL
(Sudoyo et al., 2009).
Pada hari ke 21 (14 hari setelah
pemberian sediaan uji) kelompok VI
(simvastatin)
berbeda
nyata
dengan
kelompok dosis IV, kelompok dosis III,
kelompok dosis II dan kelompok I (kontrol),
tetapi kelompok dosis IV tidak berbeda nyata
dengan kelompok dosis III dan kelompok
dosis II tidak berbeda nyata terhadap
kelompok I (kontrol) karena terletak pada
subset yang sama. Pada kelompok IV dan III
berbeda nyata terhadap kelompok I (kontrol).
Artinya secara statistik pada kelompok dosis
800 mg/kg bb dan 400 mg/kg bb sudah dapat
memberikan efek penurunan kadar kolesterol
total yang sama pada hari ke-14 dan 21,
maka dari itu dosis yang dianjurkan pada
penelititan ini adalah dosis ekstrak 400
mg/kg bb karena dosis yang digunakan lebih
aman dan lebih sedikit efek sampingnya di
bandingkan dengan dosis yang lebih besar
(dosis ekstrak 800 mg/kg bb). Sedangkan
pada kelompok dosis 200 mg/kg bb belum
cukup memenuhi target kerja obat yaitu
reseptornya sehingga efeknya masih kurang.
Mekanisme kerja ekstrak buah
rimbang dalam menurunkan kolesterol total
secara detail (seperti pada penurunan kadar
glukosa darah) belum diketahui dan
penelitian yang telah mengkaji mengenai hal
tersebut belum pernah dilakukan. Namun
diperkirakan bahwa mekanisme penurunan
koleterol total ekstrak buah rimbang
mengikuti kerja hormon insulin. Pada
penelitian sebelumnya diketahui bahwa buah
rimbang mengandung senyawa fenolik yang
tinggi, senyawa fenolik yang terkandung
dalam buah rimbang berfungsi sebagai
antioksidan yang dapat meregenerasi sel βpankreas dan menstimulasi perpindahan
GLUT 4 dari sitoplasma kepermukaan sel
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam
sel(Ghandi et al., 2011b). Hal ini dapat
menjelaskan, pemberian buah rimbang pada
penderita diabetes dapat menurunkan kadar
gula darah sekaligus dapat memperbaiki
profil lipid darah, karena peran senyawa
fenolik
dalam
buah
rimbang.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Ekstrak etanol buah rimbang dapat
menurunkan kadar glukosa dan kadar
kolesterol total darah tikus putih jantan
hiperglikemia yang diberi sediaan uji 200
mg, 400 mg dan 800 mg/kg BB apabila
dibandingkan dengan kontrol. Tetapi
penurunan kadar glukosa darah yang
paling efektif dari ketiga dosis diberikan
oleh dosis 800 mg/kg BB, sedangkan
terhadap penurunan kadar kolesterol total
darah antara dosis 400 mg/kg BB dan 800
mg/Kg BB memiliki efek yang sama
secara stitistik.
2. Semakin lama pemberian ekstrak maka
semakin baik pula kemampuan ekstrak
buah rimbang tersebut dalam menurunkan
kadar glukosa dan kolesterol total darah
tikus jantan hiperglikemia.
125
Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada DIPA DP2M Dikti
atas terlaksananya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen kesehatan Republik Indonesia,
1995, Materia Medika Indonesia, (Jilid
IV), Depkes RI, Jakarta.
Ghandhi, G. R., S. Ignacimuthu, M. G.
Paulraj,
P. Sasikumar, 2011b,
Antihyperglycemic
Activity
and
Antidiabetic Effect of Methyl Caffeate
Isolated from Solanum torvum Swartz.
fruit in Streptozotocin Induced Diabetic
Rats, Eur J Pharmacol, 670 (2-3):62331.
Ghandi, G. R., S. Ignacimuthu, M. G.
Paulraj, 2011a, Solanum torvum Swartz.
fruit Containing Phenolic Compounds
Shows Antidiabetic and Antioxidant
Effects in Streptozotocin Induced
Diabetic Rats, Food and Chemical
Toxicology, 49 (11): 2725-2733.
Harbone, J. B., 1987, Metoda Fisikokimia
Penuntun Cara Modrn Menganalisis
Tumbuhan, Terbitan Kedua, ITB,
Bandung.
Katzung, G. B., 2002, Farmakologi Dasar
dan Klinik, Edisi 10, Salemba Media,
Jakarta.
Marieb, E. N., 1997, Human Anatomy and
Physiology,
Edisi
4,
Benjamin/Cummings
Science
Publishing, USA.
Nugroho, E. A., 2012, Farmakologi ObatObat Penting dalam Pembelajaran
Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan,
Jakarta.
Shalam, M. D., Harish, M. S., Farhana, S. A.,
2006, Prevention of Dexsamethason
and
Fructose
Induced
Insulin
Resistence in Rats by SH-01D a Herbal
preparation, Indian J Pharmacol, 38
(6): 419-422.
Sudoyo, W. A., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, K., Setiati, S., Editor,
2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid III, Edisi V, Internal Publishing,
Jakarta.
Takashi, K., Yoshioka, Y., Kato, E., Iida, O.,
Keizo, H., and, Kawabata, J., 2010,
Methyl Caffeat as an α-Glucosidase
Inhibitor fron Solanum torvum Fruit
and The Activity of Related
Compound,
Biosci,
Biotechnol,
Biochem, 74 (4): 741-745.
126
Download