Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014 POTENSI BUAH RIMBANG (Solanium torvum Swartz) SEBAGAI PENURUN KADAR GLUKOSA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS DIABETES Mimi Aria1 & Afdhil Arel1 1STIFI Perintis Padang email: [email protected] ABSTRAK Telah dilakukan penelitian uji efek buah rimbang (Solanium torvum Swartz terhadap penurunan kadar glukosa dan kolesterol total darah tikus diabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz) terhadap penurunan kadar glukosa sekaligus sebagai penurun kolesterol tikus diabetes yang diinduksi dengan deksametason. Aktivitas antidiabetes dan antikolesterol diujikan kepada tikus yang dipuasakan selama 16 jam sebelum pengujian dan diberi air secara ad libitum. Kemudian dilakukan pengambilan cuplikan darah dan diukur kadar glukosa dan kolesterol total darah yang hasilnya ditetapkan sebagai kadar glukosa dan kolesterol total darah awal. Setelah itu semua tikus tersebut diinduksi dengan deksametason sodium fosfat 10 mg/kg secara subcutan. Selanjutnya pada hari ke-7 dilakukan lagi pemeriksaan terhadap kadar glukosa dan kolesterol total darah. Kemudian setelah tikus dinyatakan positif hiperglikemia dan hiper kolesterol maka tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok yang masing-masing kelompoknya terdiri dari 5 ekor. Selanjutnya diberi larutan glukosa dan sediaan uji serta pembanding secara peroral sesuai alokasinya selama 14 hari berikutnya. Kadar glukosa dan kolesterol total darah tikus diukur lagi pada hari ke-14 dan 21 setelah diinduksi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa ekstrak etanol buah rimbang dapat menurunkan kadar glukosa dan kadar kolesterol total darah tikus putih jantan hiperglikemia yang diberi sediaan uji 200 mg, 400 mg dan 800 mg/kg BB apabila dibandingkan dengan kontrol. Semakin lama pemberian ekstrak maka semakin baik pula kemampuan ekstrak buah rimbang tersebut dalam menurunkan kadar glukosa dan kolesterol total darah tikus jantan hiperglikemia. Kata kunci: Glukosa, kolesterol, deksametason, Solanum torvum Swartz PENDAHULUAN Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu penyakit yang tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang (Sudoyo et al., 2009). Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (glukosa darah melebihi batas normal) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Sudoyo et al., 2009). Pada penderita DM juga mengalami abnormalitas metabolisme lemak. Aktivitas lipolisis (pemecahan lemak) tidak terkendali, menyebabkan tingginya kadar asam lemak bebas, trigliserida (hipertrigliseridemia) dan kolesterol (hiperkolesterolemia) yang memicu resiko komplikasi kardiovaskuler seperti, atherosklerosis, hipertensi, serangan jantung dan kebutaan (Marieb, 1997). Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2 yang ditandai dengan adanya gangguan sekresi 119 Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014 insulin ataupun gangguan kerja insulin (resistensi insulin) pada organ target terutama hati dan otot. Selain pada otot, resistensi insulin juga terjadi pada jaringan adiposa sehingga merangsang proses lipolisis dan meningkatkan asam lemak bebas (Sudoyo et al., 2009). Deksametason (glukokortikoid sintetik) sebagai obat anti-inflamasi yang banyak beredar di masyarakat umumnya digunakan untuk terapi inflamasi pada persendian atau arthritis rheumatoid dan alergi. Harganya yang murah dan mudah mendapatkannya mengakibatkan obat ini masih menjadi andalan untuk terapi penyakit tersebut dan sering disalah gunakan. Pada kasus Chusing’s syndrome, kelebihan glukokortikoid telah menimbulkan banyak masalah seperti resisten insulin, diabetes, osteoporosis, sepsis dan penyakit kardiovaskuler (Katzung, 2002). Glukokortikoid ini merangsang pembentukan glukosa melalui peningkatan sekresi hormone glukagon dimana glukagon akan merangsang pembentukan glukosa dari simpanannya berupa glikogen di otot dan hati, disamping itu hormon ini menurunkan pengambilan dan penggunaan glukosa, sehingga mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) (Nugroho, 2012). Keadaan hiperglikemia yang terjadi memberi dampak yang buruk terhadap jaringan yang secara jangka panjang menimbulkan komplikasi kronis dari diabetes. Tingginya kadar glukosa darah yang diikuti oleh peningkatan kolesterol (hiperkolesteromia) dan trigliserida (hiperlipidemia) bertanggung jawab terhadap kerusakan jaringan secara langsung melalui peningkatan pembentukan radikal bebas (Sudoyo et al., 2009). Peningkatan radikal bebas ini dapat mengakibatkan kerusakan sel-sel terutama sel β-pankreas. Terapi DM diberikan kepada penderita dengan target dapat menurunkan kadar glukosa darah menjadi normal, dan dapat mengurangi resiko komplikasi kardiovaskular. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dikembangkan terapi DM yang dapat mengendalikan metabolisme glukosa dan dapat mengendalikan meabolisme lemak. Salah satu ramuan tradisional dari Thailand yang digunakan untuk mengobati penderita DM adalah ramuan dari buah Solanum torvum Swartz atau buah rimbang. Namun di Indonesia, ekstrak buah rimbang belum dimanfaatkan sebagai ramuan antidiabetik. Menurut Ghandi et al.a (2011) ekstrak metanol buah rimbang mengandung senyawa fenolik yang memiliki potensi tinggi sebagai sumber alami antioksidan dan obat antidiabetes dan telah diujikan pada tikus diabetes yang diinduksi dengan streptozotocin. Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa buah S. torvum mengandung suatu senyawa fenolik yang dapat meregenerasi sel β-pankreas, memperbaiki perpindahan glukosa pada GLUT4 dan inhibitor α-glukosidase (Ghandi, 2011b; Takashi, 2010), sedangkan penelitian tentang efek buah rimbang terhadap metabolisme lemak pada DM belum pernah dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti mencoba melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah rimbang (Solaum torvumSwartz) terhadap kadar glukosa dan kolesterol total darah pada tikus diabetes yang diinduksi dengan deksametason. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan lebih kurang 6 bulan di Laboratorium Penelitian Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STIFI) YP-Padang. Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, kandang tikus, timbangan hewan, Alat pengukur glukosa (Gluco Dr™) dan kolesterol (Easy Touch®GCU), pipet mikro, gelas ukur, sonde (spuit oral), tisue,batang 120 Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014 pengaduk, rotary evaporator, lumpang dan stamfer. Bahan Bahan yang digunakan adalah buah rimbang (Solanum torvum Swartz) segar, etanol 96%, Na CMC, deksametason sodium fosfat (dexamethasone® 5mg/ml), kit glukosa darah, kit kolesterol (mengandung kolesterol esterase, kolesterol oksidase, fenol, 4-aminoantipyrine, peroksidase dan bufer). Persiapan Hewan Percobaan Dalam penelitian ini digunakan tikus putih jantan sebagai hewan percobaan. Tikus dipilih dengan usia 2-3 bulan dan berat badan ± 150 – 200 gram sebanyak 25 ekor. Tikus 25 ekor ini dibagi menjadi 5 kelompok besar, dimana tiap-tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Sebelum diperlakukan tikus diadaptasi selama 7 hari dengan diberi makan dan minum secara ad libitum. Tikus yang digunakan adalah tikus yang sehat dan tidak menunjukan perubahan berat badan berarti (deviasi maksimal 10%) serta secara visual menunjukan perilaku yang normal. Prosedur Penelitian Pengambilan sampel Sampel buah rimbang (Solanum torvum Swartz) segar yang diperoleh dari daerah Sulit air,Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Identifikasi sampel Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Universitas Andalas Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Andalas Padang. Pembuatan ekstrak etanol buah rimbang (Solanum torvum Swartz) Buah rimbang (Solanium torvum Swartz) yang telah dibersihkan dan dibelah, kemudian dimasukkan ke dalam botol maserasi dan tambahkan etanol 96% sampai sampel terendam. Maserasi dilakukan selama 5 hari sambil sesekali di aduk, setelah 5 hari disaring maka didapat maserat I, ampasnya direndam lagi dengan etanol 96%. Proses ekstraksi dilakukan sampai 3 kali pengulangan sehingga didapat maserat II dan III. Lalu disatukan dan dipekatkan dengan rotary evaporator sampai didapat ekstrak kental yang tidak dapat dituang. Pemeriksaan pendahuluan kandungan kimia (Depkes, 1995) Ekstrak kental dari buah rimbang (Solanum torvum Swartz) dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml aquadest dan 5 ml kloroform asetat, dibiarkan sampai terbentuk 2 lapisan, lapisan air dan kloroform (Harborne, 1987). Uji Flavonoid (Metode “Sianidin Test”) Ambil lapisan air 1 – 2 tetes, teteskan pada plat tetes lalu tambahkan serbuk Mg dan HCl (p), terbentuknya warna merah menandakan adanya flavonoid. Uji Saponin Ambil lapisan air, kocok kuat – kuat dalam tabung reaksi, terbentuknya busa yang permanen (± 15 menit) menunjukkan adanya saponin. Uji Terpenoid dan Steroid (Metode “Simes”) Ambil sedikit lapisan kloroform tambahkan norit, tambahkan H2SO4 (p), tambahkan asam asetat anhidrat, terbentuknya warna biru ungu menandakan adanya steroid, sedangkan bila terbentuk warna merah menunjukkan adanya terpenoid. Uji Alkaloid (Metode “Culvenore – Fristgerald”) Ambil sedikit lapisan kloroform tambahkan 10 ml kloroform amoniak 0,05 N, aduk perlahan tambahkan beberapa tetes H2SO4 2N kemudian dikocok perlahan, biarkan memisah. Lapisan asam ditambahkan beberapa tetes pereaksi mayer, reaksi positif alkaloid ditandai dengan adanya kabut putih hingga gumpalan putih. Penetapan susut pengeringan (Depkes, 1995) Tata krus porselen yang telah dikeringkan selama 30 menit didalam oven pada suhu 105º C, kemudian ditimbang ekstrak sebanyak 1 gram, dimasukkan 121 Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014 kedalam krus porselen dan ditimbang. Kemudian dengan perlahan krus digoyang agar ekstrak merata. Dimasukkan kembali kedalam oven, dibuka tutupnya dan dibiarkan tutup tetap berada didalam oven. Krus berisi ekstrak dipanaskan pada suhu 105º C selama 1 jam. Kemudian dikeluarkan dan didinginkan didalam desikator lalu ditimbang. Dilakukan pengulangan seperti cara yang sama dengan diatas, sampai diperoleh berat konstan. Perencanaan dosis uji 1. Dosis buah rimbang Dosis uji yang direncanakan adalah 200 mg/kg/hari, 400 mg/kg/hari, 800 mg/kg/hari. Dosis ini diperoleh dari penelitian sebelumnya(Ghandi et al., 2011a). 2. Dosis deksametason Dosis deksametason yang digunakan adalah dosis yang dapat menimbulkan keadaan hiperglikemia yaitu 10 mg/kg/hari (Shalam, 2006). Pembuatan sedian uji Suspensi ekstrak buah rimbang Sediaan uji dibuat dengan cara disuspensikan ekstrak etanol buah rimbang dengan Na CMC 0.5 %. Caranya Na CMC ditimbang sebanyak 50 mg dikembangkan dengan air panas 20 x berat Na CMC, dan digerus homogen. Kemudian dimasukkan ekstrak etanol buah rimbang yang telah ditimbang sesuai dengan konsentrasi yang digunakan, kemudian dicukupkan volume larutan dengan aquadest 10 ml. Pembuatan sediaan pembanding Glibenklamid untuk pembanding uji antihiperglikemia diberikan dalam bentuk suspensi dengan Na CMC sesuai dosis efektif pada manusia, yaitu 5 mg, yang dikonversikan ke 200 gram bb tikus (0,18), sehingga dosis yang digunakan adalah 0,9 mg/200 g bb tikus. Simvastatin untuk pembanding antikolesterol juga diberikan dalam bentuk suspensi dengan Na CMC sesuai dosis efektif pada manusia, yaitu 10 mg, yang dikonversikan ke 200 gram bbtikus (0,18), sehingga dosis yang digunakan adalah 1,8 mg/200 g bb tikus. Pemberian Perlakuan Pada Hewan Percobaan Tikus dipuasakan selama 16 jam sebelum pengujian dan diberi air secara ad libitum. Kemudian dilakukan pengambilan cuplikan darah pada 30 ekor tikus dan dilakukan uji kadar glukosa dan kolesterol total darah yang ditetapkan sebagai kadar glukosa dan kolesterol total darah awal. Setelah itu, semua tikus tersebut diinduksi dengan deksametason sodium fosfat 10 mg/kg secara subcutan. Selanjutnya pada hari ke-7 dilakukan lagi pemeriksaan terhadap kadar glukosa dan kolesterol total darah. Setelah tikus dinyatakan positif hiperglikemia maka tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok, diantaranya adalah: Kelompok Kelompok I Perlakuan Kelompok kontrol yang diberi larutan glukosa dan larutan pembawa Na CMC secara peroral selama 14 hari berikutnya. Kelompok II diberi larutan glukosa dan suspensi sediaan uji dengan dosis 400 mg/kg secara peroral selama 14 hari berikutnya. Kelompok III diberi larutan glukosa dan suspensi sediaan uji dengan dosis 400 mg/kg secara peroral selama 14 hari berikutnya. Kelompok IV diberi larutan glukosa dan suspensi sediaan uji dengan dosis 800 mg/kg secara peroral selama 14 hari berikutnya. Kelompok V diberi larutan glukosa dan suspensi sediaan pembanding (glibenklamid) 0,9 mg/200 g bb tikus selama 14 hari berikutnya. Kelompok VI diberi larutan glukosa dan suspensi sediaan pembanding (Simvastatin) 1,8 mg/200 g bb tikus selama 14 hari berikutnya. 122 Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014 Kadar glukosa dan kolesterol total darah tikus diukur lagi pada hari ke-14 dan 21 untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan pembawa, sediaan uji dan pembanding pada tikus diabetes. Analisis data Data hasil penelitian diolah dengan uji analisa variansi (ANOVA) dua arah dengan program SPSS 17. HASIL DAN DISKUSI Hasil Setelah dilakukan pengujian terhadap efek buah rimbang sebagai antihiperglikemia terhadap tikus putih jantan hiperglikemia yang diinduksi deksametason dan glukosa, maka didapatkan hasil sebagai berikut: 1. Kadar glukosa darah (mg/dl) rata-rata tikus putih jantan kelompok I (kontrol Na. CMC 0,5%), II (dosis ekstrak 200 mg/kg bb), III (dosis ekstrak 400 mg/kg bb), IV (dosis ekstrak 800 mg/kg bb), dan V (gilibenklamid 4,5 mg/kg bb) adalah: - Pada hari ke-0 adalah 89,3; 85,7; 90,3; 86,67; 85,3 - Pada hari ke-7 adalah 143,3; 139,7; 143,1; 144,3; 140,7 - Pada hari ke-14 adalah 142,3; 131,7; 129,0; 118,0; 128.7 - Pada hari ke-21 adalah 140,3; 125,3; 118,3; 104,7; 99,0 2. Kadar kolesterol total (mg/dl) rata-rata tikus putih jantan kelompok I (kontrol Na. CMC 0,5%), II (dosis ekstrak 200 mg/kg bb), III (dosis ekstrak 400 mg/kg bb), IV (dosis ekstrak 800 mg/kg bb), dan VI (simvastatin 9 mg/kg bb) adalah: - Pada hari ke-0 adalah 152,3; 154,0; 149,3; 155,0; 153,3 - Pada hari ke-7 adalah 235,7; 236,0; 236,3; 235,7; 238,0 - Pada hari ke-14 adalah 228,0; 219,0; 215,3; 210,3; 203,3 - Pada hari ke-21 adalah 218,3; 209,7; 193,0; 185,7; 169,6 Diskusi Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan karena mempunyai volume darah yang lebih banyak dan mudah untuk ditangani. Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu hewan percobaan diaklimatisasi untuk penyesuaian diri hewan percobaan terhadap lingkungan sekitarnya. Setelah diaklimatisasi, pada hari ke-0 darah diambil untuk pemeriksaan glukosa darah awal sebelum tikus diperlakukan sehingga dapat dibandingkan dengan kadar glukosa darah setelah perlakuan, kemudian dilanjutkan dengan menginduksi semua hewan percobaan menggunakan penginduksi deksametason 5 mg/ kg BB secara subcutan selama 4 hari dan pemberian glukosa 10% dengan dosis 1 g/kg BB secara per oral selama 3 hari. Pemberian glukosa setelah pemberian deksametason bertujuan untuk memaksimalkan kenaikan glukosa darah, mencegah terjadinya hipoglikemia hingga kematian pada hewan percobaan karena penghentian deksametason secara mendadak. Hiperglikemia pada hewan percobaan disebabkan karena pemakaian deksametason (glukokortikoid) dosis tinggi atau jangka panjang dapat menghambat ambilan glukosa oleh sel-sel otot sehingga meningkatkan kadar glukosa darah yang menyebabkan sekresi insulin meningkat dan lipolisis juga meningkat. Walaupun sekresi insulin meningkat, tapi hal tersebut tidak dapat meminimalisir terjadinya lipolisis yang menyebabkan asam lemak dan gliserol terakumulasi didalam aliran darah. Keadaan ini dapat menimbulkan kegagalan kerja insulin yang diiringi dengan timbunya gejalagejala diabetes (Katzung, 2002). Selain itu kadar insulin yang tinggi dalam darah juga tidak mampu menurunkan kadar glukosa darah, hal ini bisa disebabkan karena reseptor insulin melakukan pengaturan sendiri akibat keadaan hiperinsulinemia yaitu berkurangnya 123 Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014 sensitifitas reseptor terhadap insulin. Jika reseptor insulin kurang sensitif pada tahap post reseptor, maka hal ini akan mengakibatkan GLUT-4 yang berada di sitoplasma sel tidak dapat pindah ke membran sel untuk membawa glukosa masuk ke dalam sel sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah (Nugroho, 2012). Berdasarkan hal tersebut, peneliti menggunakan deksametason 5 mg/ kg BB yang dibantu dengan pemberian glukosa 10 % sebagai penginduksi. Ekstrak etanol buah rimbang diberikan selama 14 hari, yang dimulai dari hari ke-8 setelah hewan percobaan diinduksi sampai hari ke-21 dan pemeriksaan kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke-14 (7 hari setelah pemberian ekstrak) dan hari ke21 (14 hari setelah pemberian ekstrak). Setelah dilakukan pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke-21 didapatkan penurunan kadar glukosa darah mendekati normal apabila dibandingkan dengan kadar glukosa darah awal (hari ke-0). Sedangkan kadar glukosa darah pada kelompok kontrol tidak terlihat terjadinya penurunan yang berarti dalam waktu 14 hari walaupun kenaikan kadar glukosa darah yang diakibatkan oleh pemakaian deksametason dosis tinggi atau jangka panjang bersifat reversibel. Setelah dilakukan pengujian dapat dilihat hasil uji statistik pengukuran kadar glukosa darah pada hari ke-14 (7 hari setelah pemberian sediaan uji) menggunakan analisa variasi satu arah. Dari pengujian tersebut didapatkan hasil pemberian ekstrak etanol buah rimbang berpengaruh terhadap kadar glukosa darah kelompok yang diberikan sediaan uji secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol pada p<0,05. Setelah itu lanjutkan dengan uji Duncan dan didapatkan hasil dosis 800 mg/kg BB yang diberikan pada kelompok IV berbeda nyata dengan kelompok I, II, III, dan V. Artinya dosis 800 mg/kg BB lebih efektif pada hari ke-14, sedangkan dosis 200 dan 400 mg/kg BB memberikan efek yang sama dengan pembanding. Selain itu analisa variasi satu arah juga dilakukan pada hari ke-21 (14 hari setelah pemberian sediaan uji). Dari pengujian tersebut didapatkan hasil pemberian ekstrak etanol buah rimbang berpengaruh terhadap kadar glukosa darah kelompok yang diberikan sediaan uji secara bermakna dibandingkan kelompok kontrol pada p<0,05 kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan dan didapatkan hasil kadar glukosa darah pada kelompok IV tidak berbeda dengan kelompok V dan berbeda nyata dengan kelompok I, II, dan III. Artinya dosis 800 mg/kg BB memberikan efek yang sama dengan pembanding pada hari ke-21, tetapi berbeda dengan dosis 200 dan 400 mg/kg BB yang memberikan efek sama. Hasil penelitian yang telah dilakukan juga memperlihatkan adanya peningkatan kadar kolesterol total darah pada kelompok kontrol dengan pemberian deksametason dibandingkan dengan kadar kolesterol total sebelum perlakuan (normal). Hal ini menunjukkan bahwa tikus hiperglikemia memiliki kadar kolesterol total yang tinggi dibandingkan sebelum diberi perlakuan. Kondisi hiperglikemia dapat menyebabkan ketidak seimbangan metabolisme lemak. Aktivitas lipolisis yang tinggi akan menghasilkan asam lemak yang tinggi pula. Proses glukoneogenesis yang meningkat menyebabkan akumulasi badan keton dalam darah. Kandungan asam lemak yang tinggi dapat merangsang sintesis kolesterol. Hormon insulin yang mengalami penurunan fungsi menyebabkan aktivitas enzim lipoprotein lipase juga menurun. Akibatnya, pemecahan lipoprotein darah juga menurun. Padahal kolesterol disirkulasi dalam darah dalam bentuk lipoprotein. Jika dilihat dari hasil uji statistik analisa satu arah (ANOVA) pada hari ke-14 (7 hari setelah pemberian sediaan uji) setelah pemberian sediaan uji terlihat perbedaan yang signifikan dinyatakan dengan p<0,05 antara kelompok yang diberi sediaan uji dan pembanding terhadap kelompok kontrol. Setelah dilakukan uji Duncan maka didapatkan hasil bahwa kelompok kontrol berbeda nyata dengan kelompok yang diberi sediaan uji dan pembanding. Artinya pada kelompok kontrol memiliki kadar kolesterol 124 Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014 total yang lebih tinggi dibandingkan dengan semua kelompok, sedangkan pada kelompok II tidak berbeda nyata dengan kelompok dosis III dan penurunan kadar kolesterol total pada kelompok dosis III tidak berbeda nyata dengan kelompok dosis IV, tetapi pada kelompok VI (simvastatin) saling berbeda nyata dengan kelompok dosis IV, kelompok dosis III, kelompok dosis II, dan kelompok I (kontrol). Artinya pembanding simvastatin pada hari ke 14 atau 7 hari setelah pemberian sediaan uji sudah dapat menurunkan kadar kolesterol total darah secara baik di bandingkan dengan kelompok sediaan uji. Hal ini karena mekanisme kerja simvastatin sudah terlihat dan terstandar dalam nenurunkan kadar kolesterol, yaitu dengan menghambat kerja enzim HMG-CoA reductase sehingga tidak terjadi proses reduksi HMG-CoA menjadi mevalonat yang merupakan prekusor sterol kolesterol, sehingga produksi kolesterol terhambat dan terjadi penurunan yang berarti pada kadar kolesterol total maupun kolesterol LDL (Sudoyo et al., 2009). Pada hari ke 21 (14 hari setelah pemberian sediaan uji) kelompok VI (simvastatin) berbeda nyata dengan kelompok dosis IV, kelompok dosis III, kelompok dosis II dan kelompok I (kontrol), tetapi kelompok dosis IV tidak berbeda nyata dengan kelompok dosis III dan kelompok dosis II tidak berbeda nyata terhadap kelompok I (kontrol) karena terletak pada subset yang sama. Pada kelompok IV dan III berbeda nyata terhadap kelompok I (kontrol). Artinya secara statistik pada kelompok dosis 800 mg/kg bb dan 400 mg/kg bb sudah dapat memberikan efek penurunan kadar kolesterol total yang sama pada hari ke-14 dan 21, maka dari itu dosis yang dianjurkan pada penelititan ini adalah dosis ekstrak 400 mg/kg bb karena dosis yang digunakan lebih aman dan lebih sedikit efek sampingnya di bandingkan dengan dosis yang lebih besar (dosis ekstrak 800 mg/kg bb). Sedangkan pada kelompok dosis 200 mg/kg bb belum cukup memenuhi target kerja obat yaitu reseptornya sehingga efeknya masih kurang. Mekanisme kerja ekstrak buah rimbang dalam menurunkan kolesterol total secara detail (seperti pada penurunan kadar glukosa darah) belum diketahui dan penelitian yang telah mengkaji mengenai hal tersebut belum pernah dilakukan. Namun diperkirakan bahwa mekanisme penurunan koleterol total ekstrak buah rimbang mengikuti kerja hormon insulin. Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa buah rimbang mengandung senyawa fenolik yang tinggi, senyawa fenolik yang terkandung dalam buah rimbang berfungsi sebagai antioksidan yang dapat meregenerasi sel βpankreas dan menstimulasi perpindahan GLUT 4 dari sitoplasma kepermukaan sel sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel(Ghandi et al., 2011b). Hal ini dapat menjelaskan, pemberian buah rimbang pada penderita diabetes dapat menurunkan kadar gula darah sekaligus dapat memperbaiki profil lipid darah, karena peran senyawa fenolik dalam buah rimbang. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Ekstrak etanol buah rimbang dapat menurunkan kadar glukosa dan kadar kolesterol total darah tikus putih jantan hiperglikemia yang diberi sediaan uji 200 mg, 400 mg dan 800 mg/kg BB apabila dibandingkan dengan kontrol. Tetapi penurunan kadar glukosa darah yang paling efektif dari ketiga dosis diberikan oleh dosis 800 mg/kg BB, sedangkan terhadap penurunan kadar kolesterol total darah antara dosis 400 mg/kg BB dan 800 mg/Kg BB memiliki efek yang sama secara stitistik. 2. Semakin lama pemberian ekstrak maka semakin baik pula kemampuan ekstrak buah rimbang tersebut dalam menurunkan kadar glukosa dan kolesterol total darah tikus jantan hiperglikemia. 125 Prosiding Seminar Nasional dan Workshop “Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV” tahun 2014 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada DIPA DP2M Dikti atas terlaksananya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Departemen kesehatan Republik Indonesia, 1995, Materia Medika Indonesia, (Jilid IV), Depkes RI, Jakarta. Ghandhi, G. R., S. Ignacimuthu, M. G. Paulraj, P. Sasikumar, 2011b, Antihyperglycemic Activity and Antidiabetic Effect of Methyl Caffeate Isolated from Solanum torvum Swartz. fruit in Streptozotocin Induced Diabetic Rats, Eur J Pharmacol, 670 (2-3):62331. Ghandi, G. R., S. Ignacimuthu, M. G. Paulraj, 2011a, Solanum torvum Swartz. fruit Containing Phenolic Compounds Shows Antidiabetic and Antioxidant Effects in Streptozotocin Induced Diabetic Rats, Food and Chemical Toxicology, 49 (11): 2725-2733. Harbone, J. B., 1987, Metoda Fisikokimia Penuntun Cara Modrn Menganalisis Tumbuhan, Terbitan Kedua, ITB, Bandung. Katzung, G. B., 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 10, Salemba Media, Jakarta. Marieb, E. N., 1997, Human Anatomy and Physiology, Edisi 4, Benjamin/Cummings Science Publishing, USA. Nugroho, E. A., 2012, Farmakologi ObatObat Penting dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan, Jakarta. Shalam, M. D., Harish, M. S., Farhana, S. A., 2006, Prevention of Dexsamethason and Fructose Induced Insulin Resistence in Rats by SH-01D a Herbal preparation, Indian J Pharmacol, 38 (6): 419-422. Sudoyo, W. A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, K., Setiati, S., Editor, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V, Internal Publishing, Jakarta. Takashi, K., Yoshioka, Y., Kato, E., Iida, O., Keizo, H., and, Kawabata, J., 2010, Methyl Caffeat as an α-Glucosidase Inhibitor fron Solanum torvum Fruit and The Activity of Related Compound, Biosci, Biotechnol, Biochem, 74 (4): 741-745. 126