PENYULUHAN DAMPAK METODE PENANGKAPAN IKAN DESTRUCTIVE TERHADAP PERIKANAN BERKELANJUTAN Rita .L. Bubun 1, Lely Okmawaty Anwar2 1 Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Kendari/ Kota Kendari 2 Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Kendari/ Kota Kendari JL. KH. Ahmad Dahlan No. 10 Kota Kendari, Tlp/Fax. 0401.3190710 E-mail : 1)[email protected], 2)[email protected] Abstrak Desa Mola Bahari Kecamatan Wangi-wangi merupakan bagian dari segitiga karang dunia yang terdapat di Kabupaten Wakatobi. Substrat perairan didominasi oleh terumbu karang yang memberikan manfaat dalam biodiversiti perairan. Permasalahan yang dihadapi oleh mitra dan disepakati oleh tim pengusul untuk diberikan solusinya yaitu (1) kurangnya informasi mengenai faktor yang menyebabkan penurunan hasil tangkapan ikan; (2) kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai dampak penggunaan destructive terhadap keberlanjutan ekosistem di perairan; (3) minimnya pengetahuan mengenai peraturan, pengawasan dan pengelolaan daerah penangkapan ikan yang berkelanjutan; (4) masyarakat belum memahami teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Prosedur kerja yang dilakukan dalam kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat yaitu (1) perencanaan; (2) pelaksanaan Kegiatan; (3) refleksi. Hasil yang dicapai dalam kegiatan ini yaitu (1) penurunan volume hasil tangkapan ikan di perairan Kecamatan Wangi-wangi disebabkan berkurangnya ekosistem terumbu karang akibat kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan menggunakan bahan peledak oleh nelayan di luar Kecamatan Wangiwangi; (2) metode penangkapan ikan menggunakan destructive menyebabkan kerusakan terumbu karang dan berdampak pada berkurangnya biodiversiti di perairan: (3) sanksi hukum bagi pelaku pemanfaatan sumberdaya perikanan menggunakan bom/bahan peledak diatur dalam Undangundang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yaitu pelaku pemboman akan dikenai hukuman penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah); (4) sero dan bubu dapat digunakan pada daerah penangkapan sekitar karang dalam penerapan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan. Kata kunci : destructive, mola bahari, wangi-wangi 1. PENDAHULUAN Analisis Situasi Illegal fishing merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh wilayah yang sebagian besar adalah peraiarn laut. Faktor yang menyebabkan terjadinya kasus illegal fishing yaitu pengawasan wilayah laut tidak dapat dilakukan dalam waktu bersamaan pada wilayah yang berbeda, dan kurangnya kesadaran dari masyarakat pelaku perikanan mengenai dampak yang dihasilkan dari kegiatan illegal fishing [8]. Illegal fishing tidak hanya melihat pada banyaknya kapal asing yang memanfaatkan sumberdaya perikanan di Indonesia tanpa ijin, namun illegal fishing dapat juga dilakukan oleh masyarakat nelayan dengan penggunaan bahan peledak (destructive). Metode penangkapan ikan dengan destructive merupakan metode penangkapan ikan yang memanfatkan campuran bahan kimia sebagai bahan peledak untuk memperoleh Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 125 hasil tangkapan. Beberapa metode penangkapam dengan destructive fishing dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Metode penangkapan dengan destructive fishing Kabupaten Waktobi merupakan salah satu kabupaten kepulauan di Sulawesi Tenggara yang termasuk dalam pusat segitiga karang dunia sebagai cagar biosfer bumi, memiliki potensi perikanan tangkap yang dapat dimanfaatkan secara bijak. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi [1] menjelaskan bahwa Kabupaten Wakatobi sebagai salah satu basis perikanan tangkap di Sulawesi Tenggara memanfaatkan kawasan 4 mil laut yang dimiliki wilayah ini untuk pemanfaatan perikanan tangkap zona pemanfaatan lokal dan zona pemanfaatan umum. Pemanfaatan lokal (khusus masyarakat lokal), dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kesempatan (nelayan lokal) dalam memanfaatkan sumber potensi kekayaan laut yang ada dengan sarana dan prasarana penunjang kegiatan perikanan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Pemanfaatan umum, bersifat terbuka bagi masyarakat lokal dan luar. Kawasan ini seperti di perairan Pulau Wangi-wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Pulau Binongko dengan luasan zona pemanfaatan lokal (ZPL) sekitar 804.000 Ha dan zona pemanfaatan umum sekitar 495.700 Ha (ZPU). Desa Mola Bahari Kecamatan Wangi-wangi merupakan bagian dari segitiga karang dunia yang terdapat di Kabupaten Wakatobi. Substrat perairan yang didominasi oleh terumbu karang, memberikan manfaat dalam biodiversiti perairan. Kondisi karang yang hidup telah memberikan kesejahteraan bagi masyakat nelayan di Mola Bahari Kecamatan Wangi-wangi. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan yang dilakukan oleh masyarakat yaitu melakukan penangkapan ikan-ikan pelagis dan demersal. Hasil wawancara dengan nelayan setempat, bahwa ikan pelagis yang diperoleh nelayan didominasi oleh jenis ikan kembung. Ikan-ikan demersal yang dihasilkan yaitu ikan kakatua (parrotfish / Scarus croicensis), ikan biji nangka (Upeneus mullocensin), ikan baronang (Siganus Sp), kerapu (Epinephelinae sp) dan ikan dasar lainnya. Kegiatan pengabdian masyarakat ini bermitra dengan dua kelompok nelayan yang berada di Desa Mola Bahari Kecamatan Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi Propinsi Sulawesi Tenggara. Kelompok nelayan masing-masing berjumlah dua belas orang. Hasil wawancara dengan masyarakat nelayan menyebutkan bahwa hasil tangkapan nelayan beberapa waktu terakhir ini mulai mengalami penurunan terutama hasil tangkapan ikan dasar. Kondisi ini menunjukkan bahwa terumbu karang sebagai habitat hidup ikan-ikan dasar tersebut mulai mengalami kerusakan. Kerusakan dari terumbu karang ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan perairan yang mulai tercemar dan kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan dengan menggunakan metode penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan seperti destructive. Harapan masyarakat mitra yaitu (1) memperoleh informasi mengenai dampak yang menyebabkan terjadinya penurunan hasil tangkapan ikan; (2) penyuluhan kepada masyarakat setempat mengenai dampak penggunaan destructive, sebab masih terdapat beberapa masyarakat yang belum menyadari akibat dari metode penangkapan tersebut; (3) memperoleh informasi yang akurat mengenai peraturan dan sanksi dalam penggunaan destructive sebagai alat penangkapan ikan. (4) memperoleh informasi mengenai teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan dan manfaatnya 126 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk Permasalahan Mitra Ancaman keanekaragaman sumberdaya perikanan ikan yaitu adanya kegiatan illgal fishing yang dilakukan dengan menggunakan destructive. Metode penangkapan ikan dengan bahan peledak memberikan dampak yang tidak menguntungkan secara biologi sebab dapat merusak habitat biota laut dan mempengaruhi biodiversiti perairan [4]. Permasalahan yang dihadapi oleh mitra dan disepakati oleh tim pengusul untuk diberikan solusinya yaitu (1) kurangnya informasi mengenai faktor yang menyebabkan penurunan hasil tangkapan ikan; (2) kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai dampak penggunaan destructive terhadap keberlanjutan ekosistem di perairan; (3) minimnya pengetahuan mengenai peraturan, pengawasan dan pengelolaan daerah penangkapan ikan yang berkelanjutan; (4) masyarakat belum memahami mengenai teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Hal ini diketahui dari beberapa aktivitas masyarakat nelayan dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan yaitu : 1. Hasil tangkapan ikan yang diperoleh hanya dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari; 2. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan menggunakan destructive masih digunakan oleh beberapa masyarakat nelayan; 3. Informasi mengenai pengawasan dan pengelolaan daerah penangkapan ikan masih belum teraplikasi dengan baik. Solusi yang ditawarkan Pemanfaatan sumberdaya ikan yang syarat dengan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan merupakan teknologi yang tepat guna menciptakan perikanan tangkap yang berkelanjutan. Kemampuan dan keahlian masyarakat mitra dalam kegiatan pemanfaatn sumberdaya perikanan menggunakan alat tangkap tradisional dapat ditingkatkan secara optimal. Untuk menjadi mitra sebagai masyarakat yang mandiri dan sejahtera, maka permasalahan yang ada dalam masyarakat dan kelompok harus diselesaikan secara bersama. Solusi yang ditawarkan oleh tim pengusul kepada masayarakat nelayan di Desa Mola Bahari Kecamatan Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi yaitu : (1) masyarakat mitra membutuhkan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan hasil tangkapan ikan; (2) masyarakat perlu mendapat informasi mengenai dampak destructive bagi lingkungan yaitu kerusakan habitat karang sebagai produktivitas primer di perairan dan habitat ikan dasar menjadi berkurang, serta berdampak pada kegiatan budidaya karamba dan rumput laut. Apabila kegiatan penangkapan destructive tidak lagi dilakukan oleh nelayan maka peningkatan hasil tangkapan dapat dioptimalkan; (3) masyarakat membutuhkan informasi mengenai peraturan untuk dapat menerapkan sanksi yang berlaku bagi pelaku penangkapan dengan destructive; (4) masyarakat perlu memahami teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan dan perikanan berkelanjutan. 2. METODE PELAKSANAAN Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus 2015. Lokasi kegiatan berada di Desa Mola Bahari Kecamatan Wangi-wangi Selatan Kabupaten Wakatobi Propinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi kegiatan dapat dilihat pada Gambar 2. Metode pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat menggambarkan solusi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat mitra. Metode pelaksanaan yang dilakukan yaitu (1) mengumpulkan masyarakat mitra untuk memberikan informasi faktor-faktor yang menyebabkan penurunan hasil tangkapan ikan di wilayah mitra; (2) memberikan informasi mengenai dampak penggunaan destructive dapat menyebabkan kerusakan lingkungan perairan dan masyarakat yang mengkonsumsi hasil tangkapan tersebut; (3) memberikan informasi mengenai peraturan untuk dapat menerapkan sanksi yang berlaku bagi pelaku penangkapan dengan destructive; (4) Memberikan informasi mengenai teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 127 Gambar 2. Lokasi kegiatan pengabdian masayarakat Prosedur kerja yang dilakukan dalam kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat yaitu (1) Perencanaan; (2) Pelaksanaan Kegiatan; (3) Refleksi. Tahap perencanaan terdiri dari penyusunan program kerja, pendekatan masyarakat mitra, pengumpulan masayarakat mitra yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dan aparat desa. Tahap pelaksanaan kegiatan yaitu melakukan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan sehubungan dengan tema dalam kegiatan ini yaitu “Dampak Metode Penangkapan Ikan Destructive terhadap Perikanan Berkelanjutan”. Tahapan refleksi yaitu melakukan evaluasi terhadap kelebihan dan kekurangan dari kegiatan yang telah dilaksanakan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Desa Mola Bahari terletak di pesisir pantai Kecamatan wangi-wangi dan 100% masyarakat menggantungkan kehidupannya dari hasil tangkapan ikan. Desa Mola Bahari ini dikenal dengan Desa Bajo. Pengabdian masyarakat yang dilaksanakan di Desa Mola Bahari Kecamatan Wangiwangi Kabupaten Wakatobi terdiri dari tiga tahapan yaitu (1) Perencanaan; (2) Pelaksanaan Kegiatan; (3) Refleksi. Tahap perencanaan terdiri dari penyusunan program kerja, pendekatan masyarakat mitra, pengumpulan masayarakat mitra yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dan aparat desa. Tahap pelaksanaan kegiatan yaitu melakukan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan sehubungan dengan tema dalam kegiatan ini yaitu “Dampak Metode Penangkapan Ikan Destructive terhadap Perikanan Berkelanjutan”. Tahapan refleksi yaitu melakukan evaluasi terhadap kelebihan dan kekurangan dari kegiatan yang telah dilaksanakan. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan dalam penyusunan program kerja untuk masyarakat mitra dilakukan berdasarkan hasil observasi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh mitra. Program kerja yang dibuat dalam kegiatan pengabdian masyarakat yaitu mengumpulkan data jumlah masayarkat nelayan di Desa Mola Bahari Kecamatan Wangi-wangi, jenis alat tangkap yang digunakan dalam eksploitasi sumberdaya perikanan dan jenis hasil tangkapan yang dihasilkan. Pendekatan kepada masyarakat mitra dilakukan secara kekeluargaan. Pendekatan ini dilakukan melalui komunikasi awal dengan aparat desa yaitu Kepala Desa Mola Bahari. Kehidupan masyarakat yang memiliki jiwa sosial yang tinggi, memudahkan Tim Pengabdiam Masyarakat memperoleh beberapa informasi yang diperlukan untuk pengembangan kegiatan perikanan di Desa Mola Bahari. Informasi yang diperoleh dalam tahapan ini yaitu gambaran umum Desa Mola Bahari, kegiatan dan kebiasaan masyarakat dalam melakukan pemanfaatan sumberdaya perikanan, keterbatasan informasi mengenai teknologi perikanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta teknologi yang berhubungan dengan pengolahan hasil perikanan. 128 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk Tahap perencanaan selanjutnya yaitu mengumpulkan masyarakat mitra sebagai obyek yang menjadi sasaran dalam kegiatan pengabdian masyarakat. Tujuan dari tahapan ini yaitu untuk mengidentifikasi adanya kelompok nelayan dalam masayarakat di Desa Mola Bahari. Hasil identifikasi ditentukan dua kelompok nelayan yang aktif yaitu Kelompok Nelayan Sejahtera dan Kelompok Nelayan Mandiri. Jumlah masing-masing kelompok nelayan sebanyak dua belas orang. Tahap Pelaksanaan Kegiatan Tahap pelaksanaan kegiatan merupakan aplikasi kegiatan penyuluhan mengenai dampak metode penangkapan ikan destructive terhadap perikanan berkelanjutan. Aplikasi kegiatan yaitu (1) memberikan informasi mengenai kondisi Kabupten Wakatobi yang menjadi salah satu objek wisata bahari di Indonesia dan segitiga karang dunia; (2) memberikan penjelasan kepada masyarakat sasaran mengenai metode penangkapan ikan yang menyebabkan penurunan hasil tangkapan; (3) memberikan informasi mengenai dampak penggunaan destructive dapat menyebabkan kerusakan lingkungan perairan dan masyarakat yang mengkonsumsi hasil tangkapan tersebut; (4) memberikan informasi mengenai peraturan untuk dapat menerapkan sanksi yang berlaku bagi pelaku penangkapan dengan destructive; (5) memberikan informasi mengenai teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan. Dokumentasi pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masayarakat Refleksi Refleksi kegiatan dimaksudkan yaitu mengevaluasi dampak positif dan negatif dari pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat ini. Tujuannya yaitu untuk merekomendasikan tahapan kegiatan pengabdian masayarakat yang dapat dilakukan sehubungan dengan keberlanjutan dan pengembangan kegiatan-kegiatan selanjutnya. Dampak positif dari kegiatan pengabdian masyarakat ini diperoleh informasi mengenai kehidupan masyarakat yang belum dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan secara lestari. Hal ini diperoleh dari informasi bahwa ukuran ikan hasil tangkapan kecil-kecil, terdapat beberapa wilayah karang yang tidak produktif sebab sering terjadi penggunaan destructive oleh nelayan yang berasal dari luar wilayah Perairan Wangi-wangi dan keterbatasan masayarakat dalam pengolahan hasil perikanan. Berdasarkan uraian dampak positif dari kegiatan pengabdian masayarakat, maka perlu dilakukan pengembangan kegiatan yang tidak hanya bersifat penyuluhan kepada masyarakat. Kegiatan selanjutnya yang dapat dilakukan yaitu aplikasi teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan dan penerapan teknologi pengolahan hasil perikanan yang dapat menambah nilai ekonomi masayarakat setempat. 3.2 Pembahasan Desa Mola Bahari merupakan salah satu desa pemekaran di Kecamatan Wangi-wangi Selatan Kabupaten Wakatobi. Pembentukan Desa Mola Bahari termuat di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi Nomor 19 Tahun 2007. Desa Mola Bahari dibagi dalam tiga dusun yaitu Dusun Sambuh, Dusun Bintana dan Dusun Bungeng. Pusat pemerintahan Desa Mola Bahari berada di Dusun Bungeng. Batas wilayah Desa Mola Bahari yaitu Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Mandati I; Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mola Utara; Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Towe; Sebelah Utara berbatasan dengan Laut. Jumlah kepala keluarga di Desa Mola Bahari sebanyak 323 [3]. Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 129 Kegiatan sehari-hari masyarakat mitra di Desa Mola Bahari adalah nelayan. Undang-undang Republik indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan disebutkan bahwa nelayan adalah orang yang mata pencariannya melakukan kegiatan penangkapan ikan. Dalam sistem perikanan tangkap nelayan mempunyai peranan penting sebagai pelaku utama kegiatan penangkapan. Monintja dan Yusfiandayani [5] membagi klasifikasi nelayan berdasarkan waktu yang digunakan untuk operasi penangkapan ikan yaitu nekayan penuh, nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan tambahan. Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/ tanaman air. Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/ binatang air lainnya/tanaman air. Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Kegiatan penangkapan yang dilakukan masayarakat mitra termasuk dalam klasifikasi nelayan penuh sebab seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan. Operasi penangkapan ikan yang dilakukan menggunakan berbagai metode penangkapan ikan dan beragam alat penangkapan ikan sesuai dengan jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Ikan yang menjadi tujuan atau sasaran penangkapan yaitu jenis ikan pelagis dan ikan demersal. Ikan pelagis adalah jenis ikan yang seluruh hidupnya berada pada lapisan permukaan pada kedalaman perairan 0 – 200 meter. Ikan demersal adalah jenis ikan yang seluruh hidupnya berada pada bagian dasar perairan baik laut dangkal maupun laut dalam. Alat penangkapan ikan yang digunakan oleh masyarakat Desa Mola Bahari untuk ikan pelagis adalah jenis pancing layang dan gill net. Alat penangkapan ikan untuk ikan demersal adalah sero dan bubu. Hasil tangkapan ikan pelagis masyarakat mitra adalah jenis ikan tuna dan cakalang. Hasil tangkapan ikan demersal yaitu berbagai jenis ikan kerapu dan gurita. Hasil wawancara dengan responden di Desa Mola Bahari menjelaskan bahwa hasil tangkapan masayarakat nelayan sudah mulai berkurang dan rata-rata berukuran kecil-kecil. Responden juga menginformasikan bahwa kondisi karang sebagai rumah ikan sudah banyak yang rusak akibat penggunaan bahan destructive. Bahan destructive yang sering digunakan adalah bom. Penggunaan bom sebagai alat penangkapan ikan banyak digunakan oleh nelayan yang berasal dari luar wilayah Kecamatan Wangi-wangi. Kegiatan penangkapan masyarakat nelayan yang berasal dari luar Kecamatan Wangi-wangi menjadi salah satu penyebab menurunnya volume hasil tangkapan masyarakat mitra. Metode penangkapan ikan menggunakan bom/bahan peledak yang dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang sebagai rumah bagi ikan-ikan karang. Terumbu karang sebagai bagian dari ekosistem perairan laut memiliki peranan penting dalam produktivitas perimer. Romimohtarto dan Juwana [7], menjelaskan bahwa terumbu karang yang masih hidup dapat bersimbiosis dengan zooxanthella dalam proses fotosintesis. Proses fotosintesis yang berlangsung sepanjang waktu di suatu perairan dapat menghasilakn produktivitas primer yang tinggi sebagai sumber makanan bagi hewan-hewan karang. Kerusakan terumbu karang dapat menyebabkan berkurangnya sumber produktivitas primer dan rumah bagi hewan-hewan karang. FAO (1995) menerbitkan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) atau peraturan perikanan yang bertanggungjawab untuk dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pemanfaatan sumberdaya perikanana secara bertanggungjawab [2]. Salah satu kriteria yang terdapat dalam CCRF disebutkan bahwa alat tangkap yang digunakan harus memberikan dampak minimum terhadap keanekaragamanan sumberdaya hayati (biodiversity). Peraturan tersebut dapat dijelaskan bahwa alat tangkap dengan metode penangkapan ikan menggunakan bom/bahan peledak dapat menjadi salah satu penyebab menurunnya keanekaragaman sumberdaya perikanan di perairan. Metode penangkapan ikan menggunakan bom sebagai salah satu penyebab menurunnya hasil tangkapan ikan dan merusak ekosistem terumbu karang, maka perlu dilakukan pengawasan dan pemberian sanksi terhadap pelaku pemboman. Sanksi bagi pelaku kegiatan penangkapan yang menggunakan bom/bahan peledak diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan [6]. Dalam undang undang tersebut dijelasakan bahwa “Setiap 130 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah)”. Sanksi yang tertuang di dalam undang-undang sangat jelas, namun sosialisasi dan penerapan undang-undang tersebut belum dilaksanakan dengan baik dan benar, sehingga kegiatan penangkapan menggunakan bom/bahan peledak lainnya dapat dengan bebas melakukan eksploitasi secara illegal. Dampak penggunaan destructive (bom/bahan peledak) terjadi pada lingkungan perairan, pelaku bom dan konsumen yang mengkonsumsi hasil tangkapan ikan hasil pemboman. Dampak bagi lingkungan perairan yaitu rusaknya ekosistem terumbu karang, produktivitas primer sebagai sumber makanan berkurang dan hasil tangkapan ikan menurun. Dampak bagi pelaku bom yaitu terjadinya kematian atau cacat seumur hidup akibat terkena bom saat operasi penangkapan dilakukan. Dampak bagi konsumen yang mengkonsumsi hasil tangkapan ikan hasil pemboman yaitu dalam jangka panjang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, akibat dari zat kimia dan bahan berbahaya yang terdapat dalam bom yang masuk kedalam bagian tubuh ikan saat di bom. Hubungan antara hasil tangkapan ikan menggunakan destruktive fishing dengan kesehatan konsumen secara ilmiah belum ada, sehingga masih perlu pengkajian khusus oleh ahli teknologi pengolahan perikanan dan pangan tentang kandungan kimia yang terkadung di dalam ikan yang terkena bom. Dampak metode penangkapan ikan dengan destructive fishing dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Dampak metode penangkapan ikan dengan destructive fishing Masyarakat mitra di Desa Mola Bahari sebagai pelaku utama dalam sistem perikanan tangkap masih belum banyak mengetahui undang-undang dan peraturan mengenai pemanfaatan, pengelolaan dan pengawasan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan. Hal ini disebabkan kurangnya informasi yang sampai kepada masayarakat nelayan mengenai undangundang dan peraturan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan Kegiatan pengabdian masyarakat sebagai salah satu bentuk sosialisasi dan penyuluhan mengenai undangundang dan peraturan tersebut mempunyai peranan penting. Kegiatan pengabdian masyarakat yang dilaksankan oleh perguruan dapat merubah paradigma nelayan mengenai pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Informasi dari perguruan tinggi sebagai lembaga akademis di masyarakat dipandang perlu melakukan kegiatan pengabdian masyarkat sebagai aplikasi dari hasil-hasil penelitian sehubungan dengan perikanan berkelanjutan. Hal ini dapat menjadi rantai informasi dari pemerintah, dan pelaku usaha mengenai undang-undang dan peraturan mengenai pemanfaatan, pengelolaan dan pengawasan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan. Teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan dapat menjadi solusi bagi masyarakat nelayan khususnya di Desa Mola Bahari sebagai mitra dalam kegiatan pengabdian masyarakat. Penggunaan alat tangkap bubu dan sero merupakan alat tangkap yang sesuai untuk di operasikan di daerah terumbu karang. Kedua alat tangkap ini tidak merusak terumbu karang dan hasil tangkapan dapat memenuhi syarat kesehatan. Hasil diskusi dengan kelompok nelayan pada saat pelaksanaan kegiatan penyuluhan diperoleh informasi bahwa perlu dilakukan pengabdian masyarakat dalam Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 131 bentuk pelatihan pembuatan karamba khusus untuk menetaskan telur-telur ikan kerapu. Langkah ini merupakan salah satu metode dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan berkelanjutan. 4. KESIMPULAN Hasil kegiatan pengabdian masayarkat di Desa Mola bahari dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penurunan volume hasil tangkapan ikan di perairan Kecamatan Wangi-wangi disebabkan berkurangnya ekosistem terumbu karang akibat kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan menggunakan bahan peledak oleh nelayan di luar Kecamatan Wangi-wangi. 2. Metode penangkapan ikan menggunakan destructive menyebabkan kerusakan terumbu karang dan berdampak pada pada berkurangnya biodiversiti di perairan. 3. Sanksi hukum bagi pelaku pemanfaatan sumberdaya perikanan menggunakan bom/bahan peledak diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yaitu pelaku pemboman akan dikenai hukuman penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah) . 4. Sero dan bubu dapat digunakan pada daerah penangkapan sekitar karang dalam penerapan teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan berkelanjutan. 5. Kegiatan penyuluhan mengenai dampak metode penangkapan ikan menggunakan destructive melalui lembaga akademisi dengan pendekatan program pengabdian kepada masyarakat, perlu dilakukan dibeberapa titik desa pesisir di Sulawesi Tenggara khususnya dan Indonesia pada umumnya, mengingat masih terdapat kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan menggunakan metode penangkapan destructive fishing. Kegiatan ini sebagai salah satu langkah penyampaian informasi kepada masayarakat nelayan sebagai pelaku utama dalam kegiatan usaha perikanan tangkap untuk perikanan tangkap yang berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] Setyadi, IYW. 2014. Upaya negara Indonesia dalam menangani masalah illegal fishing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum. [Internet]. Dapat diakses pada http://e-journal.uajy.ac.id/id/eprint/5877. [Diunduh tanggal 1 Juni 2015]. (DKP) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wakatobi. 2014. Kawasan Perikanan dan Kelautan Wakatobi [Internet]. Diunduh pada tanggal 1 Juni 2015. Dapat diakses pada http://www.wakatobikab.go.id/statik/ perikanan/ perikanan. Akhtaruzzaman, MD, Alam, MM. 2014. Status and causes destruction of fish diversity of “Ichanoi Beel” one of the floodplains of Bangladesh. International Journal of Fisheries and Aquatic Studies. 1(3): 152-155. (PERDA) Peraturan Daerah Kabupaten Wakatobi. 2007. Pembentukan Desa Mola Bahari Kecamatan Wangi-wangi Selatan. Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi. Monintja, D, Yusfiandayani, R. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan Tangkap. Di dalam: Bengen, DG, editor. Pelatihan Pengelolaan Pesisir Terpadu; 2001 29 Oktober – 3 November; Bogor, Indonesia. Bogor. Pusat Kajian dan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Hlm 56 – 65. Romimohtarto, K, Juwana, S. 2007. Biologi laut. Jakarta. Jambatan. (FAO) Food and Agriculture Organization of The United Nations. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO Fisheries Department. 24p. (internet). (diakses pada Januari 2013). Tersedia pada http://www.fao.org. Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. 132 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk