Benchmarking Kualitas Daya Industri Baja

advertisement
Benchmarking Kualitas Daya
Industri Baja
PENGARAH
Dr. Ir. Marzan Aziz Iskandar, M.Sc.
Kepala BPPT
Dr. Ir. Unggul Priyanto, M.Sc.
Deputi Kepala Bidang TIEM
PENANGGUNG JAWAB
Dr. M.A.M. Oktaufik, M.Sc.
Direktur PTKKE
TIM PENYUSUN
Dr. Ferdi Armansyah
Prof. Dr. Ir. Hamzah Hilal, M.Sc.
Ir. Ifanda, M.Sc.
Ir. Achmad Hasan, M.Eng.
Ir. M. Iksan
Dra. Endang Sri Hariatie
Budi Ismoyo, S.T.
Suhraeni Syafei ,S.T.
A. Putri Mayasari, A.Md.
Kornelis Kopong Ola, S.T.
Agus Suhendra, A.Md.
Desain Cover : AWeS
INFORMASI
Bidang Rekayasa Sistem
Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE)
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung BPPT II, lantai 20
Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340
Tlp. (021) 316 9754
Fax. (021) 316 9765
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR............................................................................ ii
Pengantar ................................................................................... iii
BAB-1 PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Produksi Besi Spons (Direct Reduction Plant) .............................. 2
1.2 Produksi Slab Baja (Slab Steel Plant) ......................................... 3
1.3 Produksi Billet Baja (Billet Steel Plant) ...................................... 4
1.4 Produksi Pengerolan Baja Lembaran Panas (Hot Strip Mill) .............. 5
1.5 Produksi Pengerolan Baja Lembaran Dingin (Cold Rolling Mill ) ......... 6
1.6 Produksi Batang Kawat Baja (Wire Rod) .................................... 6
1.7 Hot Strip Mill (HSM) .............................................................. 8
1.8 Proses Produksi Baja ............................................................. 8
BAB-2 GEJALA KUALITAS DAYA DAN EFEK TERHADAP PERALATAN ............... 10
2.1.
Tinjauan Umum ............................................................... 10
2.2.
Uraian Rinci Gangguan Kualitas Daya Yang Terjadi
Pada Industri Baja ...................................................................... 10
2.2.1. Faktor Daya ................................................................... 10
2.2.2.
Fluktuasi Tegangan ...................................................... 10
2.2.3.
Ketidakseimbangan Arus Beban ....................................... 11
2.2.4.
Ketidakseimbangan Tegangan ......................................... 11
2.2.5.
Harmonisa dan Interharmonisa........................................ 12
2.2.6.
Harmonik Arus ........................................................... 14
BAB-3 KAJIAN RISIKO DAN DAMPAK BIAYA ............................................. 15
3.1. Kajian Resiko ..................................................................... 15
3.2. Dampak Biaya Akibat Gangguan Kualitas Daya .............................. 16
BAB-4 SOLUSI MASALAH KUALITAS DAYA .............................................. 19
4.1.
Solusi Masalah Faktor Daya ................................................. 19
4.1.1 PF controller ................................................................ 19
4.1.2 Capasitor Bank .............................................................. 20
4.2.
Solusi Masalah Fluktuasi Tegangan ........................................ 21
4.2.1 Ferroresonant Transformer ................................................ 21
4.1.2 Uninterruptible Power Supply ............................................. 21
4.1.3 Dip-Proof Inverters .......................................................... 24
4.3.
Solusi Masalah Ketidakseimbangan Arus Beban ......................... 25
4.4.
Solusi Masalah Ketidakseimbangan Tegangan ........................... 25
4.5.
Solusi Masalah Harmonisa ................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 28
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Proses reformasi gas dengan metode katalis ......................... 3
Gambar 1.2. Skema proses produksi besi spons ...................................... 3
Gambar 1.3. Skema proses produksi wire rod rolling ................................ 7
Gambar 2.1. Single line Diagram PT. Krakatau Steel Tbk .......................... 11
Gambar 2.2. Hasil pengukuran ketidakseimbangan tegangan pada 26 Mei 2011
PT. Krakatau Steel Tbk dengan alat ukur Hioki tipe 3196 ......................... 12
Gambar 2.3. Sebuah ilustrasi bentuk tegangan fundamental dan harmonisa .. 13
Gambar 2.4. Hasil pengukuran tegangan harmonisa pada 26 Mei 2011 PT.
Krakatau Steel Tbk dengan alat ukur Hioki tipe 3196 .............................. 13
Gambar 2.5. Hasil pengukuran arus harmonisa pada 26 Mei 2011 PT. Krakatau
Steel Tbk .................................................................................... 14
Gambar 3.1. Persentase Jenis Gangguan di Industri Logam ....................... 16
Gambar 4.1. Respon keluaran CVT untuk variasi tegangan masukan ............ 21
Gambar 4.2. Penggunaan UPS konfigurasi tunggal ................................. 22
Gambar 4.3. Penggunaan UPS konfigurasi tunggal dengan penyearah ........... 23
Gambar 4.4. Konfigurasi UPS Kerja Paralel ........................................... 23
Gambar 4.5. Dip Proof Inverter ......................................................... 25
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
ii
Pengantar
Pasar baja di Indonesia diperkirakan naik 7,9% di 2012 menjadi 10,25 juta ton
dibanding 2011. Jika harga baja dunia—menurut Middle East Steel—mencapai
US$ 690-720 per ton di Januari 2012, maka pasar baja di Indonesia ditaksir
senilai US$ 7,38 miliar atau Rp 66,4 triliun pada tahun ini. Nilai pasar baja di
Indonesia dihitung tim redaksi duniaindustri.com berdasarkan data World Steel
yang disesuaikan dengan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan
Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA). Harga baja yang
digunakan merujuk pada data Middle East Steel—lembaga riset baja—yang
menyebutkan harga baja canai panas (hot rolled coils/HRC) yang menjadi
patokan harga baja dunia mencapai US$ 690-720 per ton.
Nilai pasar baja di Indonesia di 2012 diperkirakan naik 4,2% dibanding
2011 sebesar Rp 63,7 triliun. Peningkatan dipicu oleh konsumsi baja di sektor
konstruksi dan manufaktur yang diperkirakan naik sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi yang diramalkan bisa mencapai 6,5%. Sektor konstruksi diperkirakan
tumbuh 7,3%, sedangkan dan sektor manufaktur ditargetkan tumbuh di atas
6,5%. Khusus kebutuhan baja di dalam negeri, selain ditopang pertumbuhan
ekonomi, konsumsi baja juga didorong oleh peningkatan produksi otomotif.
Indonesia termasuk salah satu konsumen sekaligus produsen baja yang besar.
Namun yang terjadi saat ini, produksi baja nasional tidak pernah seimbang
dengan konsumsi kebutuhan dalam negeri.
World Steel Association menyatakan produksi baja di Indonesia berkisar
antara 3,5 – 4,2 juta ton per tahun sepanjang 2005-2009. Dengan produksi
sebesar itu, Indonesia menempati urutan ke-34 produsen baja terbesar di
dunia. Asosiasi Baja Dunia merekap data produksi baja dari 170 perusahaan
baja skala besar, termasuk 18 dari 20 perusahaan baja terbesar di dunia. Data
produksi baja dari Asosiasi Baja Dunia merepresentasikan 85% produksi baja
global. Pada tahun ini, Kementerian Perindustrian menargetkan produksi baja
nasional diperkirakan mencapai 6-6,5 juta ton. Sehingga masih terjadi defisit
pasokan baja di dalam negeri mencapai 3-3,5 juta ton. Defisit pasokan itu
terpaksa harus dipenuhi dari impor.
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
iii
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
BAB-1
PENDAHULUAN
PT Krakatau Steel adalah perusahaan baja terbesar di Indonesia. BUMN yang
berlokasi di Cilegon, Banten ini didirikan pada tanggal 31 Agustus 1970. Produk
yang dihasilkan adalah baja lembaran panas, baja lembaran dingin, dan baja
batang kawat. Hasil produk ini pada umumnya merupakan bahan baku untuk
industri lanjutannya. BUMN ini merupakan produsen baja yang tercatat di
Bursa Efek Indonesia, menjadi pemimpin pasar baja di Indonesia. KS menguasai
41% pasar baja canai panas (hot rolled coils/HRC) di Indonesia pada 2011.
Total permintaan HRC di Indonesia pada 2011 mencapai 3,6 juta ton.
KS juga memimpin pasar baja canai dingin (cold rolled coils/CRC) di
Indonesia dengan pangsa pasar 24% di 2011. Total permintaan baja jenis CRC
di Indonesia pada 2011 mencapai 1,7 juta ton data dari CRU Strategies Limited
( perusahaan riset dan informasi investasi ). Untuk baja jenis CRC, KS menjadi
pemimpin pasar dengan kapasitas produksi 850 ribu ton per tahun di 2011,
diikuti PT Essar Indonesia dengan kapasitas 400 ribu ton per tahun, PT Little
Giant Steel yang berkapasitas 230 ribu ton, dan PT Raja Besi yang berkapasitas
produksi 150 ribu ton.
Proses kegiatan produksi bijih besi berkaitan dengan cara pengolahan dan
hasil berbagai produk, dengan bentuk proses dari bahan baku hingga hasil.
Untuk melakukan berbagai proses produksi tersebut PT. Krakatau Steel
melakukan beberapa kegiatan produksi, yaitu :
a. Produksi Besi Spons ( Direct Reduction Plant )
b. Produksi Slab Baja ( Slab Steel Plant )
c. Produksi Billet Baja ( Billet steel Plant )
d. Produksi Pengerolan Baja Lembaran Panas ( Hot Strip Mill )
e. Produksi Pengerolan Baja Lembaran Dingin ( Cold Rolling Mill )
f. Produksi Batang Kawat Baja ( Wire Rod )
g. Produksi Hot Strip Mill ( HSM )
1
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
1.1 Produksi Besi Spons (Direct Reduction Plant)
Merupakan proses yang mengolah bijih besi (pellet) menjadi sponge iron (besi
spons). Bahan baku pokok pembuatan besi spons adalah bijih besi (pellet) yang
masih harus diimport karena dalam produksi memerlukan pellet yang
berkualitas tinggi. Pellet ini diimport dari negara penghasil pellet berkualitas,
seperti Brasil, Swedia, dan India. Pabrik ini terdiri dari 4 (empat) buah modul
dengan kapasitas terpasang masing-masing 500.000 ton/tahun sehingga
kapasitas total 2.000.000 ton/tahun. Setiap modul terdiri dari 4 (empat)
reaktor, kapasitas tiap-tiap reaktor 300 ton/charge.
Besi spons yang dihasilkan merupakan produk dari hasil proses reduksi
langsung. Proses ini pada dasarnya adalah proses pengambilan oksigen dari
oksida-oksida besi pada temperatur dibawah titik lebur besi maupun oksidanya
yaitu antara 10000C sampai 15000C. Sebagai bahan pereduksi digunakan gas
reduktor yang terdiri dari campuran suatu proses reformasi gas alam (CH 4 dan
lainnya) dengan metode katalis (Gambar 1.1).
Pellet bijih besi itu diangkut dengan ban berjalan (belt conveyor) dan
dimasukkan ke dalam bejana reaktor. Dalam bejana reaktor itu lalu dialirkan
gas reduktor yang mengandung unsur kimia CO dan H 2. Proses yang terjadi
pada reaktor adalah sebagai berikut :
a. Pengisian
b. Pendinginan kurang lebih sampai 600C
c. Reduksi Primer kurang lebih 10500C
d. Reduksi Sekunder kurang lebih 10500C
Proses produksi memerlukan waktu 12 jam dalam satu periode. Dengan
cara demikian, maka bijih besi yang semula tidak mengandung karbon, kini
memiliki komposisi Fe (min 80%) dan C (1,5 - 3%) dan unsur lainnya. Proses
produksi pada pabrik besi spons dapat dilihat pada
2
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
Gambar 1.1 Proses reformasi gas dengan metode katalis
Gambar 1.2 Skema proses produksi besi spons
1.2 Produksi Slab Baja (Slab Steel Plant)
SSP merupakan proses pengolahan besi spons dan scrap menjadi bahan
setengah jadi yaitu baja slab. Bahan baku dilebur dalam suatu dapur yang
disebut Electric Arc Furnace (EAF) selama kurang lebih 90 menit. Seteleh
bahan baku dilebur dan dengan ditambahkan bahan-bahan paduan, maka baja
cair siap untuk dicetak di Continuous Casting Machine. Pabrik Slab Baja
menghasilkan slab baja dengan ukuran tebal 200 mm, lebar 850 - 1480 mm,
panjang maksimum 12.000 mm, dan berat maksimum 30 ton. Produksi Slab
Baja terdiri dari 4 EAF masing-masing berkapasitas 20 ton dan dua unit mesin
tuang kontinyu. Pabrik Slab Baja berkapasitas 1.000.000 ton/tahun, dimana
3
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
bahan bakunya utamanya adalah sponge iron. Selain itu ada Pabrik SSP II
dengan kapasitas 1,2 ton/tahun.
Secara garis besar proses produksinya adalah : Besi spons diisikan dalam
dapur listrik menggunakan continuous feeding. Selain spons dapur listrik diisi
dengan scrap atau besi tua dan batu kapur secukupnya. Kesemuanya itu
dilebur sampai menjadi baja cair dalam suhu kurang lebih 1650 0C. Sebagai
sumber panasnya berasal dari energi listrik yang dialirkan melalui elektroda
listrik yang membara. Dengan menggunakan mesin penggerak, kemudian baja
cair ditampung dalam ladle. Pada saat menuang ke ladle ditambahkan pula
ramuan campuran yaitu Ferro Alloy yang terdiri dari beberapa jenis logam
antara lain C, Mn, S, P, dan sebagainya, sesuai dengan komposisi yang
diinginkan, selain itu dilakukan pengadukan agar campurannya merata. Mulamula ladle diangkat dengan mesin derek (overhead crane) dan didudukkan
dalam mesin tuang. Di bawah ladle diletakkan tundish / pinggang besar. Di
bawah tundish terdapat mould (mulut cetakan). Tundish berfungsi sebagai
corong untuk mengalirkan baja cair dari ladle ke mould. Apabila semuanya
siap maka operator akan membuka tutup lubang di ladle hingga baja cair
mengalir secara berkesinambungan.
Sebuah mesin potong (shearing line) akan mengikuti gerakan slab sambil
memotongnya menurut panjang yang ditentukan. Setelah dibersihkan kerakkerak yang ada pada permukaan lalu dibiarkan mendingin dalam slab area.
1.3 Produksi Billet Baja (Billet Steel Plant)
Produksi Billet menghasilkan baja lempengan (Billet). Bahan baku utama yang
digunakan yaitu besi spons, scrap, dan batu kapur yang semuanya dilebur
dalam dapur listrik (Electric Arc Furnace) kemudian dicetak. Pabrik Billet Baja
ini mampu memproduksi billet baja dari berbagai jenis kelas baja. Hasil dari
Billet Steel Plant mempunyai spesifikasi ukuran :
a. Panjang = 6 m, 10 m, 12 mm
b. Penampang = 110 x 110 mm, 100 x 100 mm, 120 x 120 mm
Kapasitas produksi pabrik ini 500.000 ton billet baja/tahun. Perlengkapan
dari pabrik billet baja antara lain :
a. 4 buah dapur listrik (EAF)
b. 4 buah mesin tuang kontinyu dan masing-masing mempunyai 4 jalur
percetakan billet.
4
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
Pada proses pembuatan baja batangan di pabrik billet ini sama seperti
pada pabrik slab baja, hanya saja yang berbeda adalah bentuk cetakannya.
Produk baja ini dipakai sebagai bahan baku Wire Rod, bar, dan section mill.
1.4 Produksi Pengerolan Baja Lembaran Panas (Hot Strip Mill)
Proses Pengerolan Baja Lembaran panas atau Hot Strip Mill (HSM) merupakan
pabrik yang menghasilkan baja lembaran tipis dengan proses pemanasan
sampai dengan ± 12500C, yang merupakan pemrosesan lanjutan dari baja
lembaran yang dihasilkan oleh pabrik slab baja. Hasil produksi dalam bentuk
gulungan atau coil. Adapun dimensi yang diproses dengan ukuran :
a. Lebar
:  650 – 2080 mm
b. Tebal
:  1,80 – 25
mm
c. Berat max :  30 ton per gulung
Proses Pengerolan Baja Lembaran Panas atau Hot Strip Mill (HSM)
mempunyai kapasitas produksi 2 juta ton/tahun. Perlengkapan utama proses
ini antara lain :
a. Dua buah dapur pemanas dengan kapasitas 300 ton/jam dengan bahan bakar
gas alam.
b. Sebuah sizing press yang digunakann untuk pengatur lebar.
c. Sebuah fourhigh finishing stand yang dilengkapi dengan flange edger roll dan
watedesclaler dengan tekanan air 400 bar.
d. Lima buah finish stand yang dilengkapi dengan alat ukur pengontrol secara
otomatis lebar, tebal dan temperatur strip.
e. Dua buah measuring house.
f. Sebuah down coiler lengkap dengan conveyor.
g. Dua jalur mesin pemotong digunakan untuk pemotong stilling/recoiling
untuk strip yang tebalnya kurang dari 10 mm. Dan pemotong dan trimming
plate dengan tebal 4 - 25 mm.
Slab ditempatkan pada roller table di depan furnace siap untuk diroll.
Mula-mula slab disemprot lagi untuk menghilangkan kerak akibat oksidasi di
dalam furnace dengan cara dilewatkan water descaler dan disemprot air
bertekanan 150 bar. Setelah itu dikirim ke routhing stand diroll bolak-balik
dari ketebalan  300 mm menjadi  20 - 40 mm. Pada finishing stand diroll
kembali untuk mendapat ketebalan yang direncanakan. Keluar dari finishing
5
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
stand melewati roller table dan didinginkan dengan semburan air. Pada proses
yang terakhir baja lembaran dingin diproses lagi menjadi ukuran yang sesuai
dengan permintaan konsumen.
1.5 Produksi Pengerolan Baja Lembaran Dingin (Cold Rolling Mill )
Proses Pengerolan Baja Lembaran Dingin atau Cold Rolling Mill (CRM)
merupakan proses yang menghasilkan baja lembaran tipis dengan proses tarik
dan tekan, yang merupakan proses lanjutan dari lembaran baja yang dihasilkan
oleh pabrik pengerolan baja lembaran panas. Hasil produksi dalam bentuk
gulungan atau coil yang lebih tipis dari pabrik HSM. Kapasitas dari pabrik CRM
yaitu 650 ribu ton/tahun.
Lembaran baja keluaran dari HSM ditipiskan lagi di CRM sesuai pesanan
konsumen. Proses yang dilalui dimulai dengan pembersihan dengan dilintaskan
ke dalam tangki berisi larutan HCL pekat. Selanjutnya ditipiskan dengan
mendapat perlakuan dingin di Tandem Cold Reduction Mill sampai 92% dari
ketebalan semula. Proses selanjutnya adalah pemanasan dengan sistem BAF
dan CAL guna dihasilkan produk yang sesuai dengan permintaan konsumen dan
yang terakhir dilakukan adalah perataan lembaran pada temper mill. Coil yang
dihasilkan berukuran :
a. Lebar = 600 – 1300 mm
b. Tebal = 0,18 – 3 mm
1.6 Produksi Batang Kawat Baja (Wire Rod)
Proses produksi batang kawat atau Wire Rod
merupakan proses yang
memproduksi batang kawat baja. Pabrik batang kawat memproduksi 200 ribu
ton/tahun batang kawat baja dengan variasi produk :
a. Batang kawat karbon rendah
b. Batang kawat untuk elektroda las
c. Batang kawat untuk cold heading
Diameter dari batang kawat yang dihasilkan antara lain 5,5 mm, 8 mm,
10 mm, dan 12 mm. Peralatan utama proses ini adalah :
a. Sebuah furnace dengan kapasitas 60 ton/jam.
b. 2 buah konveyor pendingin.
c. 2 buah mesin untuk merapikan atau mengompakkan gulungan dan
mengikatnya.
6
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
d. 2 buah looper layer untuk menggulung batang kawat.
Hasil pada proses ini berukuran :
a. Penampang = 110 x 110 mm
b. panjang = 10.000 mm
c. berat = 900 kg
Bahan baku billet disimpan di tempat penyimpanan yaitu billet yard.
Dengan magnetic crane, billet lalu diangkat sebelum dimasukkan ke heating
furnace. Di sini dilakukan penimbangan, pencatatan, pemeriksaan secara
visual serta pengaturan posisi billet sebelum masuk furnace. Dengan perantara
roller table, billet kemudian dimasukkan ke dalam furnace untuk dipanaskan
kembali sampai temperatur 1200 OC. Pengeluaran billet dilakukan dengan alat
pendorong yang disebut billet injector. Billet yang keluar dari furnace
dimasukkan ke roughing stand, intermediate stand, dan finishing stand,
produk didinginkan dengan air lalu digulung dengan loop layer.
Gulungan-gulungan diangkut dengan konveyor menuju packingan dan
bundling, didinginkan secara alami. Sebagian produk ini diambil untuk dites
baik kualitas maupun ukurannya apakah sudah memenuhi standar atau belum.
Produk-produk pabrik batang kawat ini merupakan bahan baku bagi pabrikpabrik seperti mur, baut, kawat las, tali baja, kawat, paku dan sebagainya.
Gambar 1.2. Skema proses produksi wire rod rolling
7
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
1.7 Hot Strip Mill (HSM)
Proses produksi ini selesai dibangun pada tahun 1983 dengan teknologi
pengerolan SMS (Schloemann Siemag) dari Jerman. Proses ini memproduksi
baja lembaran berupa coil, plat, dan sheet. Bahan baku utama dari produksi
ini adalah baja slab yang dihasilkan oleh divisi SSP untuk kemudian dilakukan
proses pengerolan panas (milling). Kapasitas produksi pabrik ini 2 juta ton per
tahun dan dikendalikan secara otomatis dengan control set up komputer.
Dengan demikian produk yang dihasilkan dijamin memiliki kualitas yang tinggi
(LR, JIS & Sertifikasi Internasional lainnya seperti ISO), baik dalam hal
kekuatan mekanik, toleransi ukuran maupun kualitas bentuk (shape).
Pada produksi baja lembaran panas terdapat 2 furnace yang berfungsi
untuk memanaskan slab, roughing mill, 6 finishing stand dan 2 buah coiler.
Pabrik ini memanfaatkan sumber radioaktif untuk mengukur ketebalan dan
profil strip untuk mengatur posisi slab dalam furnace. Selain itu juga proses
ini menghasilkan strip dengan ketebalan 2 mm sampai dengan 25 mm, lebar
500 mm sampai 2080 mm.
1.8 Proses Produksi Baja
Slab dibersihkan dahulu dari scale menggunakan water discaller yang
kemudian melalui cold roller table slab dibawa ke reheating furnace untuk
dipanaskan sampai temperatur 1260oC. Setelah mencapai temperatur tersebut,
slab dikeluarkan menggunakan ekstraktor dan selanjutnya dikirim ke sizing
press melalui hot roller table. Sebelum memasuki sizing press, slab
dibersihkan dahulu menggunakan water discaller dengan tekanan 200 bar
untuk menghilangkan terak pada slab. Setelah dibersihkan, slab direduksi
kelebarannya di sizing press pada suhu 1160oC. Selanjutnya, oleh work roll
table slab akan dibawa ke roughing mill untuk direduksi lebar dan tebalnya.
Pengerolan di roughing mill dilakukan minimal tiga kali gerakan pass untuk
selanjutnya dilanjutkan pengerolan di finishing mill menggunakan work roll
tabel vorband. Selama perjalanan, vorband / transfer bar ( slab hasil
pengerolan di roughing mill ) dilewatkan pada Thermo panel untuk menjaga
temperaturnya. Di finishing mill, transfer bar akan dirol secara bertahap
menggunakan enam buah stand finishing mill sampai mencapai ketebalan yang
diperlukan. Setelah keluar dari stand finishing mill, transfer bar yang telah
berubah menjadi strip disensor tebal dan lebarnya menggunakan sinar laser
pada measuring house. Selanjutnya strip didinginkan menggunakan laminar
cooling. Strip yang sudah sesuai dengan program kemudian dibawa ke down
coiler untuk digulung menjadi coil. Suhu kerja di down coiler sekitar 650oC
8
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
agar strip dapat digulung dengan baik. Setelah strip digulung menjadi coil
maka diadakan pemotongan sample strip untuk diteliti dan dicek.
Pasokan listrik industri baja diperoleh dari PLN dan juga pembangkit
listrik yang dikelola sendiri oleh perusahaan baja tersebut. Suatu sistem
tenaga listrik tidak pernah beroperasi pada tegangan dan frekuensi yang
konstan. Pada awalnya kebanyakan peralatan listrik tetap dapat beroperasi
dengan baik walaupun terjadi sedikit deviasi tegangan dan frekuensi dari harga
nominalnya. Pada pabrik dan fasilitas industri modern, banyak perangkat listrik
dan elektronika yang dimasukkan ke dalam sistem otomasi proses.
Programmable Logic Controllers (PLC), Adjustable-Speed Drives (ASD), motor
energi efisien, mesin-mesin CNC serta berbagai perangkat elektronika daya
telah meningkatkan kualitas produk dan menurunkan biaya produksi yang harus
dibebankan kepada pembeli produk. Namun, berbagai perangkat otomatis di
atas juga berpotensi menimbulkan permasalahan kelistrikan karena
sensitifitasnya yang tinggi, berbeda dengan peralatan dari generasi terdahulu
yang mempunyai toleransi lebih tinggi terhadap variasi tegangan dan frekuensi.
Akibat dari semakin banyaknya jumlah peralatan yang sensitif ini, pemilik
proses industri sering mengalami gangguan proses dan terhentinya produksi
tanpa penyebab yang jelas.
Banyak gangguan pada proses produksi yang seharusnya dapat dicegah.
Dengan pengetahuan mengenai berbagai permasalahan kualitas daya, pihak
produsen di sektor industri akan dapat mengidentifikasi penyebab dari
gangguan yang terjadi dan mengambil tindakan untuk memperbaiki hingga
mencegah berulangnya permasalahan. Benchmark kualitas daya di industri
baja diperlukan untuk menetapkan seberapa besar nilai gangguan yang bisa
ditoleransi agar proses produksi tetap optimal.
9
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
BAB-2
GEJALA KUALITAS DAYA DAN EFEK TERHADAP PERALATAN
2.1. Tinjauan Umum
Kualitas daya listrik merujuk pada berbagai fenomena elektromagnetik yang
dicirikan melalui tegangan dan arus pada suatu waktu tertentu dan pada lokasi
tertentu pada sistem tenaga. Penambahan peralatan elektronik dapat
menyebabkan gangguan elektromagnetik, atau dapat menjadi peka terhadap
fenomena ini.
2.2. Uraian Rinci Gangguan Kualitas Daya Yang Terjadi Pada Industri Baja
2.2.1. Faktor Daya
Merupakan pergeseran fasa antara tegangan dan arus yang didapatkan dari
perkalian bilangan kompleksnya. Faktor daya dapat bersifat leading (arus
mendahului tegangan) dan dapat juga lagging (arus tertinggal dari tegangan).
Faktor daya leading disebabkan oleh beban yang bersifat kapasitif, dan faktor
daya lagging disebabkan oleh beban yang bersifat induktif. Faktor daya yang
rendah dapat menyebabkan peningkatan rugi-rugi pada saluran, tidak
optimalnya kontrak daya (kVA) dan biaya tambahan akibat denda faktor daya.
2.2.2. Fluktuasi Tegangan
Merupakan rentang perubahan tegangan maksimum dan minimum. Besarnya
tegangan sangat berpengaruh terhadap pengoperasian peralatan. Apabila
tegangan yang disuplai ke beban melebihi tegangan nominalnya, maka akan
terjadi over voltage dan kemungkinan terjadinya gradien tegangan lebih besar
dan bisa menyebabkan discharge. Sebaliknya bila tegangannya rendah jauh
melebihi tegangan nominalnya, maka akan berakibat tidak berfungsinya
peralatan listrik dengan baik dan juga dapat menyebabkan arus lebih.
Fluktuasi tegangan menunjukkan karakteristik fluktuasi beban konsumen,
semakin rendah fluktuasi tegangan menunjukkan kondisi beban cukup baik.
10
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
2.2.3. Ketidakseimbangan Arus Beban
Idealnya arus masing-masing fasa sebaiknya sama besar. Apabila arus fasa
tidak seimbang, maka akan berakibat terhadap pemanasan peralatan terutama
pada transformator dan motor.
2.2.4. Ketidakseimbangan Tegangan
Voltage unbalance (Ketidakseimbangan Tegangan) dapat diperkirakan ketika
penyimpangan maksimum rata-rata dari tegangan 3 fasa atau arus, dibagi
dengan rata-rata tegangan tiga-tahap atau arus yang dinyatakan dalam persen.
Kondisi tak seimbang lebih sering disebabkan oleh variasi dari beban. Ketika
beban satu fasa dengan fasa lain berbeda, maka saat itulah kondisi tak
seimbang terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh impendansi, type beban,
atau jumlah beban berbeda satu fasa dengan fasa lain. Misal satu fasa dengan
beban motor satu fasa, fasa lain dengan heater dan satunya dengan beban
lampu atau kapasitor.
G
PLN
KDL
G
G
1
1
1
1
AD 150kV
others
AH 30kV
SSP I
AN 30kV
BSP
AJ
AM 30kV
30kV
SSP II
HSM
AL 30kV
AF 30kV
ROUGHING & FINISHING MILL
Gambar 2.1. Single line Diagram PT. Krakatau Steel Tbk
Besarnya kerugian yang diakibatkan oleh Voltage unbalance dapat
dihitung dengan cara :
Kerugian akibat ketidakseimbangan tegangan = 2 % x Daya
11
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
Gambar 2.2. Hasil pengukuran ketidakseimbangan tegangan pada 26 Mei 2011 PT.
Krakatau Steel Tbk dengan alat ukur Hioki tipe 3196
Terlihat bahwa ketidakseimbangan tegangan terbesar 1,34% dan terendah
0,60%, sedangkan untuk ketidakseimbangan arus terbesar 7,53% dan terendah
1,34%
2.2.5. Harmonisa dan Interharmonisa
Harmonisa merupakan salah satu gangguan kualitas daya berupa tegangan
sinusoidal yang frekuensinya merupakan kelipatan bilangan bulat dari tegangan
fundamentalnya, misalnya pada tegangan fundamental 50 Hz, maka tegangan
harmonisa ketiga akan memiliki frekuensi 3x50 Hz atau 150 Hz). Distorsi
harmonisa eksis karena karakteristik nonlinier peralatan dan beban pada
sistem tenaga listrik. Distorsi arus dan tegangan harmonisa ini dapat
menyebabkan: pemanasan berlebih pada peralatan berputar, transformatortransformator, dan konduktor-konduktor pembawa arus, kegagalan atau
operasi prematur alat pelindung (seperti sekring-sekring), dan ketidak tepatan
meteran (pengukuran).
12
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
Gambar 2.3. Sebuah ilustrasi bentuk tegangan fundamental dan harmonisa
Tegangan harmonisa pada umumnya disebabkan oleh penggunaan
peralatan yang memiliki beban non-linier seperti VSD (variable speed drives)
dan SCR (Silicon Controlled Rectifiers). Selain itu penyebab lain harmonic
dapat berasal dari peralatan yang menggunakan inti besi (iron core) seperti
trafo and motor induksi.Gangguan harmonisa dapat ditanggulangi dengan
penggunaan filter atau trafo sebagai komponen urutan nol (zero sequence
components)
Gambar 2.4. Hasil pengukuran tegangan harmonisa pada 26 Mei 2011 PT. Krakatau
Steel Tbk dengan alat ukur Hioki tipe 3196
Dari hasil pengukuran tersebut harmonisa yang dihasilkan masih
memenuhi standart
13
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
2.2.6. Harmonik Arus
Merupakan gelombang distorsi yang merusak bentuk gelombang fundamental
(sinusoidal) arus, sehingga bentuk gelombang arus menjadi buruk (tidak
sinusoidal murni). Penyebab utamanya adalah adanya peralatan listrik yang
bersifat non linier, seperti komputer, inverter, UPS, DC Drive dan battery
chargers. Adanya haronik arus ini dapat menyebabkan beberapa kerugian pada
peralatan di antaranya overheating, penurunan life time peralatan dan rugirugi energi
Gambar 2.5. Hasil pengukuran arus harmonisa pada 26 Mei 2011 PT. Krakatau Steel
Tbk
Terlihat bahwa THD arus yang dihasilkan masih dibawah yang
dipersyaratkan (5%), dan THD arus masing-masing fasa terlihat tidak seimbang
14
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
BAB-3
KAJIAN RISIKO DAN DAMPAK BIAYA
Permasalahan kualitas daya yang berkaitan dengan interaksi antara jaringan
distribusi dengan sistem milik konsumen adalah suatu yang dapat dicegah. Hasil
survei terhadap konsumen besar yang mendapatkan suplai listriknya dari sisi
tegangan tinggi melalui jaringan transmisi maupun distribusi menunjukkan
bahwa kualitas suplai daya listrik tidak banyak dipermasalahkan, sementara
survei terhadap konsumen yang lebih kecil pada sisi tegangan rendah
menunjukkan banyaknya keluhan mengenai kualitas suplai daya listrik mereka.
Tiga perubahan besar terhadap karakteristik beban konsumen dan sistem
distribusi tenaga listrik telah mengubah komposisi persamaan kualitas daya
yaitu:
a. Makin tingginya sensitifitas komponen dan peralatan terhadap variasi-variasi
kualitas daya
b. Tersambungannya beban-beban sensitif pada jaringan secara luas serta
berbagai proses otomasi.
c. Makin meningkatnya jumlah beban yang menggunakan
elektronika daya pada proses konversi daya listrik.
perangkat
3.1. Kajian Resiko
Permasalahan kualitas daya merupakan penyimpangan kelistrikan karena daya
listrik yang disalurkan ke peralatan menyebabkan kerusakan ataupun
kejanggalan operasi pada perangkat elektronika ataupun peralatan listrik lainnya.
Gejala yang lazim timbul antara lain berupa:
a. Terputusnya operasi atau padamnya peralatan tanpa sebab yang jelas
b. Kerusakan atau kegagalan peralatan yang tidak menentu
c. Kendali kinerja proses yang kacau
d. Terhentinya alur proses produksi serta kesalahan data yang tak menentu
e. Pemanasan komponen-komponen listrik.
Pada gambar 16 diberikan suatu hasil survey di Eropa yang
memperlihatkan bahwa pada industri logam jenis gangguan interupsion pendek
15
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
yang paling sering terjadi ( 53,33% ), kemudian menyusul jenis gangguan
transient ( 26,67%) dan interupsion panjang ( 16% ).
Secara umum pada sektor industri, biaya yang timbul akibat terhentinya
suatu proses produksi sangatlah bervariasi karena sangat beragamnya kategori
produk yang dihasilkan dan tingkat ketelitian yang dibutuhkan dari tiap peralatan
serta variasi fenomena gangguan kualitas daya seperti ditunjukkan pada
gambar 16. Menentukan biaya tahunan terkait kualitas daya sangatlah rumit,
dan memang pada kenyataannya hanya mungkin untuk diperkirakan. Biaya
yang disebabkan permasalahan kualitas daya juga sangat bergantung pada
jenis permasalahannya, sistem jaringan pelayanan listrik yang ada, serta tipe,
ukuran, dan karakteristik kinerja elektromekanik dari peralatan ukur yang
digunakan
Gambar 3.1. Persentase Jenis Gangguan di Industri Logam
3.2. Dampak Biaya Akibat Gangguan Kualitas Daya
Baik atau buruknya kualitas daya tidak akan terlepas dari biaya. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, salah satu bagian penting dari penentuan biaya yang
terkait kualitas daya adalah menentukan apa yang sedang terkena gangguan
dan di mana, atau pada aspek operasi bisnis apa sajakah biaya ini muncul.
16
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
Beberapa penelitian jangka panjang mengungkapkan efek dari biaya
tersembunyi maupun yang dapat diidentifikasi, pada pihak penyedia tenaga
listrik maupun dari pihak pelanggannya.
Biaya yang dapat diidentifikasi biasanya berhubungan dengan tegangan
sag serta kejanggalan layanan listrik sementara atau lebih lama. Biaya
teridentifikasi biasa disebut sebagai biaya langsung yang mencakup biaya jam
kerja, biaya bahan terbuang, produk yang rusak, biaya pengulangan pekerjaan,
biaya pemrograman ulang atau penggantian data yang hilang, dan biaya
peralatan manufaktur yang rusak.
Sedangkan biaya tersembunyi biasa disebut sebagai biaya tak langsung.
Biaya ini merefleksikan biaya kegagalan penjualan, biaya kerusakan awal
peralatan, biaya produk di luar spesifikasi, biaya dampak pengejaran jadwal
pengiriman, dan biaya berhubungan dengan penurunan reputasi karena
kegagalan pengiriman.
Beberapa persamaan telah dikembangkan untuk mengidentifikasikan
perkiraan secara kasar biaya yang terkait dengan gangguan terhadap berbagai
proses, dilihat dari sudut pandang cash-flow. Biaya teridentifikasi dan biaya
tersembunyi yang akan ditentukan haruslah mencakup hal-hal sebagai berikut:
Total Biaya Gangguan Daya (TBGD) = ( A + B + C + D ) dalam Rupiah
dimana:
A = upah kerja karyawan yang terlibat (Rp.)
B = kerugian produk yang disebabkan oleh gangguan daya (Rp.)
C = biaya restart (Rp.)
D = biaya tersembunyi (Rp.)
Nilai A , B , C dan D dapat ditentukan sebagai berikut:
A=ExFx(G+H)
B=IxJ
C=KxLx(G+H)+MxJ
D=NxO
dimana:
E = jumlah karyawan produktif yang terlibat
F=
jangka waktu terjadinya gangguan (jam)
G = upah dasar per jam bagi karyawan yang terlibat (Rp.)
17
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
H = biaya overhead per jam per karyawan yang terlibat (Rp.)
I = kerugian jumlah unit produk yang disebabkan oleh gangguan
J = biaya kerugian/perbaikan per unit produk yang disebabkan oleh
gangguan
K = waktu restart (jam)
L = jumlah karyawan terlibat dalam proses restart
M=
jumlah unit peralatan yang rusak karena proses restart
N = jumlah elemen biaya tersembunyi
O = Rp./elemen biaya tersembunyi
Studi kasus yang terjadinya gangguan kualitas daya listrik pada PT.
Krakatau Steel Tbk menyebabkan PT. Krakatau Steel Tbk mengalami outage
selama 15 – 45 menit. Kapasitas produksi PT. Krakatau Steel Tbk adalah
850.000 ton per tahun atau sekitar 98 ton per jam. Nilai produk Baja adalah Rp
15.360.000,- per Ton. Total nilai kerugian sekitar Rp. 1.505.250.000 per jam
(belum termasuk peralatan yang rusak, jika ada, dan perlambatan proses
produksi yang total nilai kerugiannya bisa mencapai dua kali dari nilai di atas).
18
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
BAB-4
SOLUSI MASALAH KUALITAS DAYA
4.1. Solusi Masalah Faktor Daya
Ada beberapa cara untuk memperbaiki faktor daya dan meminimalkan daya
nyata yang diambil dari sumber listrik :
a. Mengurangi daya reactive lagging dari beban
b. Mengkompensasi daya reactive lagging dengan memasok daya reactive
leading ke power system
Salah satu cara untuk memperbaiki faktor daya adalah dengan memasang
kompensasi kapasitif menggunakan kapasitor. Pada konsumen level industri
istilah ini lebih dikenal dengan sebutan pemasangan power factor correction
(PFC). Seperti yang dijelaskan sebelumnya kapasitor adalah komponen listrik
yang menghasilkan daya reaktif pada jaringan dimana dia tersambung.
Pemasangan PFC disini sama artinya dengan pemasangan PF controller dan
capacitor bank (kumpulan dari kapasitor-kapasitor yang dipasang secara
paralel).
4.1.1
PF controller
Fungsi PF controller adalah untuk mengatur switching step-step capacitor bank
sesuai dengan nilai kompensasi daya reaktifnya (Qc) yang diperlukan untuk
mencapai target faktor daya (PF) idealnya atau yang telah ditentukan. PF
controller bekerja berdasarkan sensing parameter yang disebut C/k faktor
yang diperoleh dari input tegangan dan arus. Ada 2 cara untuk mensetting
faktor C/k, yaitu secara automatic dan manual. Cara automatic mensetting
C/k dapat dilakukan dengan cara mengaktifkan mode automatic pada
perhitungan C/k pada PF controller. Cara setting ini akan tergantung pada 4
parameter, yaitu :
a. Nilai tegangan kerja kapasitor Un
b. Skala arus (rasio CT yang dipakai)
c. Konfigurasi jaringan, 3 phasa atau 1 phasa
d. Rating kapasitor step pertama
19
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
PF controller secara otomatis akan mengeset nilai C/k apabila ada
perubahan pada 4 parameter diatas. Untuk cara manual dapat dilakukan
dengan mengacu pada perhitungan berikut :
𝐶
𝑘 = 0,62 𝑥
𝑄 𝑥 1000
3 𝑥𝑈𝑥𝑘
dimana,
Q = reactive 3-phase power of one step (kVAR)
U = system voltage (V)
k = CT ratio
4.1.2 Capasitor Bank
Capacitor bank adalah kumpulan kapasitor yang digunakan untuk memberikan
kompensasi reactive power (Qc). Kebutuhan kompensasi reactive power (Qc)
yang dibutuhkan untuk mencapai power factor (p.f) dapat dihitung
berdasarkan formula :
𝑄𝑐 = 𝑃𝑜 . tan 𝜑1 − tan 𝜑2
dimana :
Qc = kompensasi reactive power yang dibutuhkan (kVAR)
Kapasitor yang akan digunakan untuk memperkecil atau memperbaiki PF
penempatannya ada dua cara :
a. Cara terpusat kapasitor ditempatkan pada:
 Sisi primer atau sekunder transformator

Pada bus pusat pengontrol
b. Cara terbatas kapasitor ditempatkan pada :
 Feeder kecil

Pada rangkaian cabang

Langsung pada beban
Keuntungan lain dari meningkatnya faktor daya :
a. Mengurangi overheat peralatan
b. Usia pakai peralatan bisa lebih lama
c. Mengurangi kehilangan energi dan kerugian operasional
d. Energi yang tersedia meningkat
20
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
e. Mengurangi penurunan tegangan
4.2. Solusi Masalah Fluktuasi Tegangan
4.2.1 Ferroresonant Transformer
Kebanyakan permasalahan voltage sag dalam system tenaga listrik dapat
diatasi dengan ferroresonant transformers atau biasa disebut constant-voltage
transformers (CVTs). CVT cocok diterapkan pada beban tegangan rendah.
Tidak seperti pada transformator konvensional, inti transformer boleh menjadi
jenuh (saturated) dengan fluks maknetis, untuk menjaga agar tegangan
keluaran tetap konstan selama terjadi variasi tegangan masukan seperti kurang
tegangan, tegangan lebih dan distorsi harmonisa.
CVT pada umumnya merupakan transformator satu fasa dengan rasio 1:1.
Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, CVT harus didesain sedikitnya dua kali
arus beban. Gambar 17 memperlihakan contoh tipikal keluaran dari
ferroresonant transformer terhadap beban. Harus juga diperhatikan bahwa
CVT ini tidak menyimpan energi.
Oleh karena itu, CVT ini hanya
menyelesaikan masalah voltage sag, bukan interupsi.
Gambar4.1. Respon keluaran CVT untuk variasi tegangan masukan
4.1.2 Uninterruptible Power Supply
Untuk melayani beban-beban kritis yang tidak boleh terjadi pemutusan di
industri dipergunakan UPS. UPS bukan hanya diperuntukkan melayani bebanbeban yang sangat penting (kritis) saja, tetapi juga mengisolir beban-beban
tersebut dari gangguan listrik seperti swell, sag, impuls dan variasi tegangan
yang mungkin saja terjadi
21
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
4.1.2.1 Konfingurasi Tunggal
Konfigurasi tunggal merupakan salah konfigurasi yang banyak digunakan
karena bentuknya sederhana dan tidak terlalu banyak komponen yang
digunakan, seperti terlihat pada gambar 18.
AC
Input
UPS Unit
Battery
Charger
Inverter
Static
Switch
Manual
Bypass
Switch
Load
Alternative
Batter
y
Source
Gambar 4.2. Penggunaan UPS konfigurasi tunggal
Prinsip kerja dari sistem ini dapat dijelaskan bahwa daya AC masuk yang
disearahkan oleh rectifier/battery charger. Pengaturan daya DC didasarkan
pada keperluan pengisian battery dan keperluan daya yang masuk ke inverter.
Inverter ini berfungsi mengubah arus searah menjadi arus bolak balik yang
dibutuhkan oleh beban yang melewati static switch. Pada kondisi normal,
langsung menyuplai beban yang melewati manual switch. Tapi bila terjadi
gangguan pada inverter, maka secara otomatis statis switch merubah posisinya
ke sumber alternatif. Namun untuk tujuan pemeliharaan, posisi manual switch
harus diubah agar suplai daya ke beban dapat diperoleh dari sumber alternatif.
Apabila sumber utama mengalami gangguan, maka secara otomatis
kebutuhan daya disuplai dari bank battery yang melewati inverter, terus ke
static switch hingga melewati manual switch.
Ada dua fungsi utama inverter pada UPS yaitu :
a. Mengubah arus searah menjadi arus bolak balik dengan kandungan
harmonisa (THD) kurang dari 5% atau lebih kecil.
b. Mengatur besar tegangan keluaran agar sesuai dengan tegangan kerja dari
beban. Biasanya berkisar  2% dari tegangan normal.
4.1.2.2 Konfigurasi Tunggal dengan Penyearah
Konfigurasi dari jenis ini berbeda dengan yang pertama di atas. Perbedaanya
terletak pada adanya rectifier yang dipasang secara tersendiri. Recitifier di
sini hanya berfungsi untuk melayani kebutuhan daya yang masuk ke inverter
22
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
dan bukan untuk pengisian battery. Sebuah dioda atau tyristor dipasang untuk
mem-blocking atau mengisolir rectifier dari battery. Sebuah battery charger
dipasang untuk melayani beban DC secara langsung dan juga untuk mengisi
bank battery. Konfigurasi UPS jenis ini dapat dilihat pada gambar 19.
AC
Input
UPS Unit
Static
Switch
Rectifier
Manual
Bypass
Switch
Load
Invert
Blocking
er
Dioda
Battery
Charger
DC Load
Alternative
Source
Batte
ry
Gambar 4.3. Penggunaan UPS konfigurasi tunggal dengan penyearah
Walaupun demikian kedua sistem ini masih memiliki kekurangan. Apabila
terjadi kerusakan pada inverternya, maka suplai daya dari rectifier dan
battery ke beban AC tidak dapat dilakukan.
4.1.2.3 UPS yang Bekerja Paralel
Konfigurasi rangkaian UPS jenis ini dapat menutupi kekurangan dari jenis
pertama dan kedua. Sistemnya adalah dua buah UPS dipasang secara paralel
untuk melayani satu beban kritis. Tingkat keandalannya adalah dua kali lebih
baik dari pada tipe yang pertama. Sistem konfigurasinya dapat dilihat pada
gambar 20.
UPS Unit
Battery
ACharger
Inverter
A
A
Static
Interrupter
A
Static
Switch
AC
Input
Battery
Charger
B
Inverter
B
UPS Unit
B
Manual
Bypass
Switch
Load
Static
Interrupter
B
Alternative
Source
Gambar 4.4. Konfigurasi UPS Kerja Paralel
Batte
ry
23
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
Setiap inverter didesain untuk mampu melayani beban pada kondisi
normal. Pada waktu operasi normal kedua inverter tersebut dibuat interlock
antara satu dengan lainnya, agar tidak bekerja secara paralel. Namun bila ada
salah satu inverter mengalami kegagalan maka secara otomatis beban dilayani
oleh inverter lainnya. Static inverter dipasang untuk mengamankan inverter
dari gangguan yang mungkin terjadi pada beban. Static switch berfungsi
disamping untuk memindahkan beban dari inverter satu dengan yang lainnya,
juga untuk mengamankan inverter dari gangguan di beban atau terjadi inrush
pada beban yang melebihi dari kapasitas inverter.
Konfigurasi dari sistem UPS yang digunakan di industri sangat tergantung
dari tingkat keandalan sistem yang diinginkan. Untuk beban-beban penting
namun tidak terlalu kriris, konfigurasi pertama adalah pilihan yang sudah
memadai. Namun untuk beban-beban yang sangat kritis yang tidak boleh sama
sekali ada pemutusan daya, maka biasanya digunakan konfigurasi terakhir,
walaupun agak sedikit mahal dibanding dengan yang lainnya.
4.1.3 Dip-Proof Inverters
Dip-Proof Inverter (DPI) adalah suatu alat baru yang cara kerjanya secara terus
menerus mengkoreksi tegangan AC yang datang untuk mengisi bus kapasitor DC.
Saat terdeteksi adanya tegangan sag yang nilainya dibawah nilai yang sudah
disetel, maka daya yang datang akan diputus dan DPI akan menghasilkan
output gelombang persegi pada beban selama sekitar 1 sampai 3 detik. Waktu
lama beban yang dapat disuplai dihitung berdasarkan pada daya sesungguhnya
dengan energi yang tersimpan di dalam suatu bagian DPI.
Karena DPI tidak mempunyai battery maka peralatan ini adalah alat yang
rendah biaya pemeliharaannya. Rata-rata umur dari kapasitor adalah 12 tahun.
DPI ini juga ringkas dan ringan jika dibandingkan dengan CVT ataupun UPS.
Seperti terlihat pada gambar 21
24
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
Gambar 4.5 Dip Proof Inverter
4.3. Solusi Masalah Ketidakseimbangan Arus Beban
Kondisi tidak seimbang lebih sering disebabkan oleh variasi dari beban. Ketika
beban satu fasa dengan fasa lain berubah, maka saat itulah kondisi tak
seimbang terjadi. Hal ini mungkin disebabkan impedansi, tipe beban, atau
jumlah beban berbeda satu fasa dengan fasa lain. Misal satu fasa dengan
beban motor dan fasa lain dengan heater dan satunya dengan beban lampu
atau kapasitor.
Jika motor hanya satu fasa saja yang berfungsi pada motor tiga fasa, akan
berakibat motor over heating karena arus menjadi sangat besar, sedang
kemampuan output turun. Ketika motor beroperasi pada beban penuh
sedangkan yang berfungsi hanya satu fasa, maka motor mengalami stall
kemudian stop atau berhenti. Dalam kondisi stall, timbullah arus listrik yang
sangat besar (over current) dan menghasilkan kenaikan panas yang besar dan
cepat. Jika proteksi motor tidak bekerja maka kerusakan stator dan rotor akan
hangus (over heating). Pada dasarnya ketidakseimbangan ini dapat disebabkan
oleh ketidakseimbangan beban satu fasa, sambungan rusak, atau kerusakan
regulator tegangan. Masing-masing harus diselidiki untuk menghilangkan
sumber ketidakseimbangan tersebut.
4.4. Solusi Masalah Ketidakseimbangan Tegangan
Cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah peralatan mengalami
panas berlebih karena ketidakseimbangan tegangan adalah dengan
menghilangkan ketidakseimbangan tersebut atau dengan kata lain perlu
adanya EMS ( Energy Manage System ). Pada dasarnya ketidakseimbangan ini
25
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
dapat disebabkan oleh tidak seimbangnya beban satu fasa, koneksi rusak, atau
kerusakan regulator tegangan. Masing-masing kemungkinan harus diselidiki
untuk menghilangkan sumber ketidakseimbangan tersebut.
Proteksi seharusnya dipasang disetiap phase agar lebih aman. Langkah
pertama test tegangan tak seimbang yaitu dengan mengukur tegangan antar
line di terminal mesin. Juga ukurlah arus di tiap fasa, karena arus tak
seimbang bahkan dapat mencapai 6 -10 kali lebih besar dari tegangan tak
seimbang.
Tegangan tak seimbang kebanyakan disebabkan oleh distribusi beban
tidak sama satu fasa dengan fasa lain, cara memperbaiki ialah dengan
mengurangi beban fasa yang ketinggian dan menambahkan beban pada fasa
rendah, sehingga menghasilkan beban yang sedapat mungkin seimbang. Beban
yang paling umum pada satu phase ialah dari beban penerangan (lighting),
mesin las (welder) dan motor.
Jika ketidakseimbangan tegangan disebabkan oleh motor dan tidak bisa
dihilangkan, motor harus derated (dioperasikan lebih rendah dari
kemampuannya) untuk melindungi agar motor bisa bertahan lebih lama. Diluar
itu, perlu juga diperhatiikan ketika motor distart, motor memerlukan daya
awal yang sangat tinggi, mungkin dapat mencapai beberapa kali atau lebih dari
5 kali. Arus tinggi menimbulkan panas dan thermal shock, sehingga jika ini
dilakukan ber-kali2 dan tanpa ada jedah waktu, maka berakibat sangat buruk
terhadap winding motor, overheating. Sehingga sangatlah perlu mendapat
perhatian serius perihal start dan stop semua motor listrik agar kerusakan fatal
dapat dihindari.
4.5. Solusi Masalah Harmonisa
Pengaruh arus harmonisa pada fasilitas perangkat listrik dapat dikurangi
dengan beberapa cara. Salah satu metode adalah dengan menambahkan filter
harmonisa untuk mengalihkan arus harmonisa dari peralatan yang ada. Metode
kedua adalah dengan menambah reaktor atau transformator isolasi pada
feeders yang terhubung ke beban yang menghasilkan harmonisa. Metode ketiga
adalah dengan mengisolasi beban harmonisa dari peralatan yang sensitif
lainnya sehingga tingkat harmonisa pada beban sensitif tersebut menjadi lebih
rendah yang disebabkan adanya impedansi sistem antara sumber harmonisa
dan beban sensitif.
Filter arus-harmonisa mencegah arus harmonisa disebabkan oleh beban
non-sinusoidal masuk kembali ke jaringan listrik. Filter dapat diterapkan juga
26
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
pada gardu untuk mencegah arus harmonisa, atau filter tersebut diinstal
paralel dengan beban individu untuk melindungi pengaruh sistem
pendistribusian pembangkit listrik. Filter harmonisa juga memberikan manfaat
untuk meningkatkan power factor karena adanya kapasitansi didalam filter.
Beberapa aplikasi yang membutuhkan Filter arus-harmonisa :
a. Adjustable speed drives (ASD)
b. Mesin las and pengisi battery
c. Komputer
d. Consumer electronics
Isolation transformer dan line reactor juga dapat digunakan untuk
mengurangi efek harmonisa pada sistem distribusi tenaga listrik. Aplikasi
paling umum dari line reaktor adalah dengan ASD. Seperti disebutkan
sebelumnya, line reactor akan menurunkan kemungkinan ASD mengalami
kegagalan pada kondisi overvoltage saat terpengaruhi capacitor-switching
transient. Selain manfaat ini, reaktansi perangkat ini akan meredam
harmonisa yang dihasilkan oleh ASD.
Isolation Transformer memberikan reaktansi untuk meredam harmonisa
dengan cara yang sama dengan line reactor. Sebagai tambahan reaktansi
terhadap sirkuit, kebanyakan isolation transformer akan mengeliminasi
harmonisa ketiga. Isolation transformer biasanya terdapat sebuah delta
winding. Salah satu karakteristik trafo dengan delta winding adalah bahwa
arus zero-sequence tidak dapat melewati the winding. Arus zero-sequence
mengandung arus pentanahan maupun arus harmonisa ketiga, sehingga
penerapan perangkat ini mengisolasi feeder dari harmonisa ketiga dan
kesalahan pentanahan yang dihasilkan saat pembebanan.
27
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Benchmarking Kualitas Daya di Industri Baja
DAFTAR PUSTAKA
IEEE Std 1159-1995, ―IEEE Recommended Practice for Monitoring Electric
Power Quality‖, The Institute of Electrical and Electronics Engineers, Inc., NY,
USA, 1995.
IEEE Std 1100-1999 (Emerald Book), ―IEEE Recommended Practice For
Powering & Grounding Electronic Equipment‖, The Institute of Electrical and
Electronics Engineers, Inc., NY, USA, 1999.
Power Quality Solutions
Commission: 2000.
for
Industrial
Customers,
California
Energy
Power Quality: Customer Financial Impact/Risk Assessment Tool; BC Hydro
Power Smart; Vancouver, BC; March 2005.
IEC publications are available from IEC Sales Department, Case Postale 131, 3,
rue de Varemb., CH-1211, Gen•ve 20, Switzerland Suisse
IEC publications are also available in the United States from the Sales
Department, American National Standards Institute,West 42nd Street, 13th
Floor, New York, NY 10036, USA
IEEE publications are available from the Institute of Electrical and Electronics
Engineers, 445 Hoes Lane, P.O. Box 1331, Piscataway,NJ 08855-1331, USA
IEEE Recommended Practice for Emergency and Standby Power Systems for
Industrial and Commercial Applications [IEEE Orange Book]; IEEE Std 446-1995;
IEEE, Inc. ; New York, 1996.
28
Pusat Tekonologi Konversi dan Konservasi Energi (PTKKE) - BPPT
Download