LAMPIRAN 1 Konsekuensi Perpajakan Bagi Pemekaran Usaha

advertisement
LAMPIRAN 1
Konsekuensi Perpajakan Bagi Pemekaran Usaha Yang Memenuhi Syarat
Perlakuan Terhadap Induk Perusahaan (Parent Company)
o Tidak Ada Keuntungan Atau Kerugian Akibat Pengalihan Harta
Induk perusahaan tidak memperoleh keuntungan atau kerugian atas pengalihan
sebagian hartanya kepada anak perusahaan baru dalam rangka pemekaran usaha yang
memenuhi syarat. Oleh karenanya induk perusahan tidak terhutang pajak penghasilan
dari pengalihan harta tersebut, termasuk pajak penghasilan sebesar 5% atas pengalihan
hak atas tanah dan bangunan.
o Pajak Pertambahan Nilai
Induk perusahan terutang pajak pertambahan nilai atas pengalihan harta kepada
anak perusahaan dengan dasar pengenaan pajak sebesar nilai buku.
o Nilai Buku Fiskal Saham Anak Perusahaan (Subsidiary Company)
Induk perusahaan harus mencatat nilai buku fiskal saham anak perusahaan yang
diterimanya sama dengan nilai buku fiskal dari harta yang dialihkan kepada anak
perusahaan, setelah dikurangi dengan jumlah utang yang dialihkan kepada anak
perusahaan.
Pelakuan Terhadap Anak Perusahaan (Subsidiary Company)
o Tidak Ada Keuntungan Ataupun Kerugian Atas Perolehan Harta
o Anak Perusahaan Tidak Memperoleh Keuntungan Atau Kerugian Dari Perolehan
Harta Induk Perusahaan Dalam Rangka Pemekaran Usaha Yang Memenuhi Syarat
o Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB)
Anak perusahan terhutang BPHTB sebesar 5% atas perolehan hak atas tanah dan
bangunan dari peralihan harta.
LAMPIRAN 2
Kondisi Internal
Sampai dengan Q3 2006, secara konsolidasi Telkom Group berhasil membukukan
operating revenue sebesar Rp 13.2 Triliun, meningkat sebesar 23% dibanding Q (triwulan) yang
sama tahun 2005 dan meningkat sebesar 8.4% dibanding Q2 2006.
23%
Gambar L-2.1 Consolidated Operating Revenue
Gambar L-2.2 Outlook Pencapaian Revenue
Pertumbuhan tahunan (Y-Y growth) di Q3 2006 yang mencapai 23% ini lebih tinggi
dibanding pertumbuhan tahunan Q1 2005 yang mencapai 20.9% (Q1 2005 dibanding Q1 2004).
Hal ini menunjukkan bahwa secara konsolidasi perusahaan dapat mempertahankan bahkan
meningkatkan pertumbuhan triwulanannya secara baik.
Apabila dibandingkan dengan target Q3 2006, pencapaian revenue Telkom consolidated
hingga Q3 2006 ini (Rp 37.2 Triliun) mencapai 98% dibanding target yang sebesar 37.9 Triliun.
Tidak tercapainya target revenue hingga Q3 ini terutama disebabkan tidak tercapainya revenue
fixed phone, IDD, dan data & internet.
Hingga Q3 2006 ini, revenue fixed wireline hanya mencapai 80.7% dari target. Tidak
tercapainya revenue fixed wireline terutama disebabkan oleh pencapaian fixed wireless yang
hanya sebesar 58.4% dari target. Revenue IDD hingga Q3 2006 hanya mencapai 86% sementara
revenue data & internet hanya mencapai 67% dari target yang ditetapkan.
Dengan menggunakan perbandingan antara pencapaian Q3 2005 dan pencapaian akhir
tahun 2005 dengan pencapaian Q3 2006 maka pada akhir tahun 2006 diproyeksikan pencapaian
revenue perusahaan di akhir tahun 2006 hanya akan mencapai 99.2% dari target yang ditetapkan
sebesar Rp 52 Triliun.
Revenue sebesar Rp 37.2 Triliun yang diperoleh Telkom Group hingga Q3 2006 ini
56.1%-nya disumbangkan oleh anak perusahaan Telkomsel. Kontribusi Telkomsel terhadap
pendapatan konsolidasi mengalami peningkatan dibanding kontribusinya hingga Q3 2005 yang
hanya sebesar 48.2% dari total pendapatan konsolidasi. Hal ini menunjukkan bahwa secara
keseluruhan pendapatan seluler mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibanding bisnis telkom
yang lain.
YTD
Q3
Gambar L-2.3 Kontribusi Revenue Telkom Group YTD Q3 2005
YTD
Q3
Gambar L-2.1 Kontribusi Revenue Telkom Group YTD Q3 2005
Dibandingkan dengan para pesaingnya hingga Q3 2006 ini pertumbuhan tahunan Telkom
Group yang sebesar 23.4% adalah angka yang relatif cukup besar. Hingga Q3 2006 ini Indosat
Group berhasil mencapai operating revenue sebesar 8.87 Triliun Rupiah atau meningkat sebesar
1.4% dibanding pencapaian hingga Q3 2005. Sementara hingga Q3 2006, XL berhasil
memperoleh revenue sebesar 3.34 Triliun Rupiah atau meningkat sebesar 54% dibanding Q3
2005.
Table L-2.1. Revenue Growth
Company
TLKM Group
ISAT Group
Excelcomindo
Operating Revenue
YTD Q3 2005
30,154
8,746
2,165
% Change
YTD Q3 2006
37,200
8,872
3,334
23.4%
1.4%
54.0%
Secara pertumbuhan XL merupakan perusahaan dengan pertumbuhan revenue yang
paling tinggi diantara 3 besar operator telekomunikasi Indonesia sementara Telkom Group
berada di urutan kedua. Akan tetapi secara absolut nilai revenue XL yang relatif kecil
menyebabkan secara keseluruhan revenue share Telkom Group justru semakin meningkat.
Hingga Q3 2006 revenue share Telkom Group diantara 3 operator terbesar ini sudah mencapai
75% yang berarti meningkat dibanding revenue share hingga Q3 2005 yang hanya sebesar 73%.
Secara absolut besarnya penambahan revenue Telkom Group hampir mencapai dua kali
lipat total revenue XL. Dengan keuangan yang relatif sangat besar ini Telkom Group memiliki
keunggulan kompetitif yang apabila dapat dimanfaatkan secara benar dapat menjadi kekuatan
yang sangat dominan untuk memenangkan persaingan bisnis.
Dari sisi operating expenses terlihat bahwa hingga Q3 2006 ini operating expenses
Telkom Group (termasuk depresiasi & amortisasi) mengalami pertumbuhan tahunan sebesar
14%. Dibandingkan dengan pesaing terdekatnya pertumbuhan operating expenses Telkom Group
berada di tengah-tengah antara ISAT Group dan Excelcomindo.
Table L-2.2 Perbandingan Operating Expenses
Company
TLKM Group
ISAT Group
Excelcomindo
Operating Expenses
YTD Q3 2005
17,544
5,886
1,691
% Change
YTD Q3 2006
20,017
6,425
2,537
14.1%
9.2%
50.0%
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa perbandingan antara pertumbuhan opertaing
revenue dan operating expenses di Telkom Group memiliki angka yang lebih baik dibanding 2
pesaing utamanya. Di Telkom Group, pertumbuhan revenuenya masih 1.65 kali pertumbuhan
operating expensesnya, sementara di ISAT nilainya 0.15 dan di Excelcomindo nilainya 1.
Dengan kondisi ini maka dapat diindikasikan bahwa Telkom Group memiliki performansi yang
lebih baik dari sisi profitabilitas dibanding 2 pesaing utamanya.
Hal tersebut diatas dapat dilihat dari kenyataan bahwa secara konsolidasi baik net income
maupun EBITDA perusahaan mengalami pertumbuhan tahunan (Y-Y growth) yang lebih baik
dibanding 2 pesaing utamanya. Dari sisi EBITDA secara konsolidasi pada Q3 2006 ini terjadi
peningkatan tahunan sebesar 33%, sementara dari sisi net income peningkatan tahunannya
mencapai 63%.
Table L-2.3 Y-Y Profitability Growth
Company
TLKM Group
ISAT Group
Excelcomindo
Operating Expenses
YTD Q3 YTD Q3
2005
2006
18,425
24,498
5,079
5,095
1,307
1,920
% Change
33.0%
0.3%
46.9%
Operating Expenses
YTD Q3 YTD Q3 % Change
2005
2006
5,667
9,222
62.7%
1,018
927
-8.9%
(339)
501
n.a
Dengan kapasitas kas yang sangat besar (tercermin dari besarnya EBITDA) serta
pertumbuhan yang sangat signifikan, secara teoritis perusahaan akan dapat melakukan investasi
jauh lebih baik dibanding pesaingnya. Peningkatan investasi diharapkan dapat meningkatkan
kapasitas alat produksi dan atau melakukan investasi baru dalam bisnis yang memiliki
pertumbuhan dan margin yang baik sehingga memungkinkan perusahaan untuk tumbuh lebih
cepat dibanding pesaingnya.
LAMPIRAN 3
Competition Landscape 2007 – 2011
Perkembangan bisnis dalam industri telekomunikasi tahun 2007 – 2011 dapat diprediksi sebagai
berikut:
™ Bisnis fixed tumbuh sebesar 6% dari tahun 2007-2011, dengan driver pertumbuhan
tertinggi pada bisnis fixed wireless yang diperkirakan akan tumbuh 33%. Total revenue
pada tahun 2011 diestimasikan akan mencapai 27,657 Trilyun Rupiah, porsi terbesar ada
pada jasa fixed wireline yaitu sebesar 15,262 Trilyun Rupiah, dengan pertumbuhan
terbesar pada bisnis fixed wireless yang akan tumbuh menjadi 6,902 Trilyun Rupiah di
tahun 2011.
Gambar L-3.1 Prediksi Bisnis Fixed
Gambar L-3.2 Prediksi Bisnis Wireless
™ Bisnis wireless tumbuh sebesar 11,4% dari tahun 2007 – 2011, dengan driver
pertumbuhan tertinggi pada bisnis mobile broadband yang diperkirakan akan tumbuh
16,3%. Total revenue bisnis multimedia pada tahun 2011 diestimasikan akan mencapai
28,226 Trilyun Rupiah, secara umum bisnis broadband lebih merata dalam hal revenue
sharenya dan pertumbuhan broadband akan sangat diperngaruhi oleh sistem dan besaran
tarif yang diberikan.
LAMPIRAN 4
Analisis CAPEX
Fungsi CAPEX punya peranan penting dalam menentukan performasi perusahaan ke
depan. Posisi penyerapan CAPEX 2006 PT TELKOM unconsolidated sampai dengan Q3
(Triwulan III) 2006 masih sangat rendah yaitu dari total CAPEX Rp 6,8 Trilyun, baru terserap
Rp 1,16 trilyun atau 17% dari total budget. Sesuai alokasi budget CAPEX 2006 diisi FWN
mempunyai alokasi budget terbesar yaitu 29,4% dari total budget CAPEX. Namun tingkat
penyerapan CAPEX untuk divisi FWN adalah yang terendah dimana hingga Q3 2006 baru
menyerap 7% dari budget yang dialokasikan yaitu sebesar Rp 2,079 trilyun.
Gambar L-4.1 Tingkat Penyerapan CAPEX 2006
Rendahnya angka penyerapan CAPEX PT TELKOM unconsolidated merupakan hal
yang cukup mengeganggu karena dapat mengakibatkan berkurangnya pertumbuhan perusahaan
ke depan.penyerapan yang rendah akan mengakibatkan produktifitas menjadi lambat dan pada
akhirnya akan berpengaruh pada revenue perusahaan.
Kemungkinan beberapa penyebab yang dapat diidentifikasi adalah:
• Implementasi tranformasi organisasi di tahun 2006 memerlukan proses transisi yang
berpengaruh pada penyerapan CAPEX.
• Kebijakan anggaran berkaitan dengan proses redistribusi dan realokasi anggaran (RAA)
menjadi lebih kompleks mengingat danya sentralisasi procurement dan perubahan PO –
DC, diamping kebijakan CAPEX traking yang belum optimal.
• Kebijakan pengadaan yang berlaku sudah tidak sesuai dengan kondisi organisasi, fungsi
perencanaan untuk menetapkan BoQ tidak akurat, proses procurement menjadi lambat
oleh kebijakan sentralisasi, serta manajemen vendor yang tidak optimal.
LAMPIRAN 5
SDM dan Organisasi
Jumlah karyawan PT TELKOM dari tahun 2000 sampai dengan Q3 2006
(triwulan III tahun 2006) mengalami penurunan sebesar 26,4%. Penurunan jumlah
tersebut merupakan bukti keberhasilan program multi exit terutama program pensiun dini
selama periode 2003 – 2005 (thau 2006 tidak ada program pension dini). Jumlah
karyawan pada Q3 2006 dibandingkan Q2 2006 terjadi penurunan jumlah sebesar 0,5%.
Gambar L-5.1 Jumlah Karyawan Telkom 2000-Q3 2006 (dalam ribuan)
Hasil survey karyawan tahun 2006 diperoleh Employee Statisfaction Index (ESI) sebesar
80,7% dan Employee Disatisfaction Index sebesar 11,8%.
LAMPIRAN 6
Analisa Performansi Keuangan
Pendapatan Usaha Kotor (Gross Operating Revenue)
Jumlah pendapatan usaha kotor TelkomFlexi pada Triwulan IV – 2006 adalah sebesar Rp
1.575 Milyar. Jumlah pendapatan kotor terbesar dikontribusi oleh jasa telephony (PSB,
abonemen, local, SLJJ dan kerjasama koperasi) sebesar Rp 1.249 Milyar atau berkontribusi
sebanyak 46%. Kontributor terbesar kedua adalah pendapatan interkoneksi atau panggilan ke
operator lain (OLO) yaitu sebesar Rp 1.120 Milyar atau berkontribusi 41%. Pendapatan SMS
dan internet masing-masing sebesar Rp 294 Milyar dan 50 Milyar dan berkontribusi masingmasing sebesar 11% dan 2%.
Pendapatan usaha kotor secara umum hanya tercapai 74% dari target Triwulan IV – 2006
RKAP sebesar 3.651 Milyar. Secara rinci pencapaian untuk tiap-tiap pos pendapatan Flexi pada
Triwulan IV – 2006 adalah sebagai berikut :
-
Pendapatan telephony sebesar Rp 1.249 Milyar atau tercapai 57% dari target dari target
sebesar Rp 2.182 Milyar
-
Pendapatan interkoneksi atau panggilan ke OLO sebesar Rp 1.120 Milyar atau tercapai
97% dari target sebesar Rp 1.149 Milyar
-
Pendapatan SMS sebesar Rp 294 Milyar atau mencapai 131% dari target sebesar 224
Milyar
-
Pendapatan internet sebesar Rp 50 Milyar atau tercapai 52% dari target Rp 96 Milyar
Beban Usaha (Operating Expense)
Beban usaha pada Triwulan IV – 2006 adalah sebesar Rp 1.643 Milyar atau 21% diatas
realisasi periode yang sama pada tahun lalu yaitu sebesar Rp 1.356 Milyar. Realisasi beban usaha
tercapai 56% dari target RKAP 2006 (Rp 2.929 Milyar). Rendahnya pencapaian beban usaha
terutama disebabkan oleh rendahnya penyerapan biaya O&M, BUA, dan Pemasaran yang
masing-masing terserap 32%, 71%, dan 78% dari budget.
™ Beban SDM (Personnel)
Beban SDM (Personnel) adalah sebesar Rp 281 Milyar atau tumbuh sebesar 82%
diatas realisasi Triwulan IV – 2005 sebesar Rp 154 Milyar. Pencapaian beban SDM
terhadap budget adalah sebesar 111%.
™ Beban Penyusutan (Depreciation)
Beban Penyusutan (Depreciation) adalah sebesar Rp 547 Milyar atau meningkat sebesar
46% diatas realisasi Triwulan IV – 2005 sebesar Rp 374 Milyar. Peningkatan beban
depresiasi ini disebabkan adanya penambahan infrastruktur alat produksi.
Pencapaian beban penyusutan terhadap budget Triwulan – 2006 RKAP adalah sebesar 160%.
Tingginya pencapaian penyusutan terhadap budget disebabkan adanya percepatan depresiasi
perangkat CDMA di divre 2 & 3 yang akan diganti/ write off seiring dengan migrasi
frekuensi dari 1900 MHz ke 800 MHz dan perbedaan estimasi (under stimate) atas rencana
beban penyusutan, hal ini terkait dengan nilai kapitalisasi aktiva tetap PO#1 dan PO#2 2005
yang baru selesai disepakati dengan vendor pada Januari 2006.
™ Beban Operasi, Pemeliharaan dan Jasa Telekomunikasi (Operation Maintenance &
Telecomm Services)
Beban Operasi, Pemeliharaan dan Jasa Telekomunikasi (Operation Maintenance &
Telecomm Services) atau O&M adalah sebesar Rp 698 Milyar atau 1% di atas realisasi
Triwulan IV – 2005 sebesar Rp 692 Milyar.
Pencapaian beban O&M adalah sebesar 32% terhadap budget RKAP 2006 (Rp 2.177
Milyar), hal ini terutama disebabkan oleh belum terealisasinya beban penggantian terminal
pelanggan akibat migrasi frekuensi di DIVRE 2 & 3 dimana telah dianggarkan pada tahun
2006 sebesar Rp 1.12 Trilyun.
™ Beban Umum dan Administrasi (General and Administrative)
Beban Umum dan Administrasi (General and Administrative) atau BUA adalah sebesar
Rp 47 Milyar atau naik sebesar 44% di bawah realisasi Triwulan IV – 2005 sebesar Rp 33
Milyar. Realisasi BUA mencapai 71% dari budget Triwulan IV – 2006 RKAP 2006 (Rp 67
Milyar).
™ Beban Pemasaran (Marketing)
Beban Pemasaran (Marketing) adalah sebesar Rp 70 Milyar atau lebih rendah 31% di
bawah realisasi Triwulan IV – 2005 sebesar Rp 103 Milyar. Penyerapan beban marketing
adalah sebesar 78% dari anggaran RKAP Triwulan IV – 2006 sebesar Rp 90 Milyar.
Rendahnya
penyerapan
anggaran
marketing
adalah
disebabkan
oleh
belum
terimplementasinya secara menyeluruh program-program marketing Telkom Flexi baik yang
bersifat retensi, akuisisi maupun penetrasi.
EBITDA
Laba sebelum beban depresiasi, bunga dan pajak (EBITDA) pada Triwulan IV – 2006
adalah sebesar Rp 1.347 Milyar, meingkat secara signifikan sebesar 365% dibandingkan dengan
realisasi Triwulan IV – 2005 yaitu 290 Milyar. EBITDA Margin terhadap pendapatan usaha
bersih TelkomFlexi (over net operating revenue) pada periode ini mencapai 55,1% jauh lebih
baik dibandingkan dengan EBITDA margin pada periode yang sama pada tahun lalu yang hanya
mencapai 22,8%.
Pencapaian EBITDA adalah sebesar 200% dari budget sebesar Rp 675 Milyar dengan
pencapaian EBITDA margin (over net operating revenue) sebesar 55,1% terhadap budget
EBITDA margin Triwulan IV – 2006 sebesar 20,7%.
Laba Usaha (Operating Income/ EBIT)
Laba Usaha TelkomFlexi pada Triwulan IV – 2006 adalah sebesar Rp 800,8 Milyar,
meningkat tajam dari realisasi Triwulan IV – 2005 yang masih negative -84 Milyar. Mulai
positifnya laba usaha menunjukkan bahwa bisnis TelkomFlexi sudah menguntungkan.
Penghasilan (beban) lain-lain/Other Incomes (Charges)
Pendapatan lain-lain bersih TelkomFlexi pada Triwulan IV – 2006 adalah sebesar
negative Rp 35 Milyar, sedikit lebih baik (walaupun tetap negative) dari realisasi Triwulan IV –
2005 yaitu sebesar negative Rp 176 Milyar. Pembukuan negative pendapatan lain-lain adalah
dikarenakan oleh lebih rendahnya laba bersih selisih kurs yang membukukan laba sebesar Rp
132 Milyar dibandingkan dengan beban bunga bersih yang harus dikeluarkan yaitu sebesar Rp
167 Milyar.
Menguatnya kurs Rupiah terhadap USD dari Rp 9,830 (Kurs tengah BI) pada akhir tahun
2005 menjadi Rp 9,020 (Kurs tengah BI) pada akhir 2006 mengakibatkan adanya keuntungan
selisih kurs. Terjadinya pendapatan (kerugian) selisih kurs dan beban bunga adalah dikarenakan
sebagian pembiayaan belanja modal TelkomFlexi menggunakan pinjaman dalam mata uang
asing USD terutama untuk mendanai belanja modal infrastruktur dari vendor Samsung yang
menggunakan pinjaman dari Korean-Exim dengan drawdown (penarikan hutang) sampai akhir
tahun 2005 mencapai USD 117 juta.
Pajak Penghasilan (Tax)
Pajak penghasilan TelkomFlexi sampai Triwulan IV – 2006 diestimasikan sebesar Rp
230 Milyar. Pembayaran pajak mulai terlihat sejak Triwulan I – 2006 dengan mulai positif-nya
pendapatan sebelum pajak (Income before tax/ EBT) yang mencapai Rp 461.65 Milyar, jauh
meningkat jika dibandingkan dengan pendapatan sebelum pajak pada periode yang sama di tahun
2005 yaitu sebesar negative Rp 90.51 Milyar.
Laba Bersih (Net Income)
TelkomFlexi membukukan laba bersih (Net Income) sebesar Rp 536 Milyar, meningkat
tajam jika dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu yang masih
membukukan negative Rp 260 Milyar.
Gambar L-6.1 Trend Performasi Financial Telkom Flexi
a) Performansi Operasi Flexi
Market share
Market share pelanggan wireless dan pelanggan fixed wireless sampai dengan Desember 2006
adalah sebagai berikut :
ƒ
Market share pelanggan Flexi mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 7,85% pada
posisi akhir tahun 2005 menjadi 6,14% pada Desember 2006 dalam lingkup industri wireless
secara keseluruhan. Sedangkan dalam lingkup industry fixed wireless, market share Flexi
menurun sangat signifikan (hampir 14%) dari 84,62% pada posisi akhir 2005 menjadi
70.85% pada Desember 2006. Meskipun sampai dengan Desember 2006 jumlah pelanggan
Flexi mengalami kenaikan sebesar 3% dibandingkan dengan Desember 2005, namun
pertumbuhan pelanggan operator lain lebih tinggi dari Flexi sehingga terjadi penurunan
market share pelanggan Flexi yang cukup signifikan. Produk (operator) lain yang mengalami
penurunan market share pada Desember 2006 hanyalah StarOne dan Indosat GSM,
sedangkan di Industri rata-rata mengalami kenaikan jumlah market share pelanggan seperti :
Telkomsel meningkat 4,4%, Esia meningkat 1,2%, XL meningkat 0,74% dan Mobile-8
meningkat 0,26% posisi sampai dengan Desember 2006.
Gambar L-6.2 Market Share Wireless
Gambar L-6.3 Market Share Fixed Wireless
ƒ
Menurunnya market share pelanggan Flexi perlu segera diantisipasi dengan melakukan
percepatan pembangunan BTS untuk meningkatkan coverage, kualitas performansi, serta
percepatan proses migrasi frekuensi. Di samping itu upaya-upaya pengembangan produk/
value added service yang baru serta upaya penetrasi pasar yang lebih gencar diharapkan
dapat meningkatkan market share pelanggan Flexi pada waktu mendatang.
LAMPIRAN 7
Addresable Market
Addresable market adalah jumlah populasi atau household yang mempunyai kemampuan
secara financial untuk mengkonsumsi layanan yang diberikan oleh operator
-
Fixed Wireline
Sebagian besar dari addressable market fixed wireline diproyeksikan tidak akan
‘terlayani’ oleh industry. Pasar fixed wireline di Indonesia memiliki pertumbuhan yang
cukup signifikan (CAGR 17%), namun supply industry terhadap pasar ini diproyeksikan
hanya tumbuh dengan CAGR 2%.
-
Fixed Wireless
Sebagai industry yang sangat atraktif, masih cukup banyak addressable market fixed
wireless yang tidak terlayani oleh industry. Fixed wireless di Indonesia memiliki
pertumbuhan sebesar CAGR 8% sedangkan industry fixed wireless sendiri diproyeksikan
tumbuh CAGR 38%.
Gambar L-7.1 Market Fixed
Gambar L-7.2 Market Wireless
-
Industri Mobile
Merupakan industri yang sangat kompetitif dengan tingkat pemenuhan pasar yang sangat
tinggi, pasar selular di Indonesia memiliki pertumbuhan sebesar CAGR 17%.
LAMPIRAN 8
Pertanyaan In-Depth Interview
1. Bagaimana corporate policy mengenai pemisahan Divisi FWA dari PT
TELKOM?
2. Aktivitas apa saja yang ada di dalam proses spin off?
3. Siapa yang bertanggung jawab atas pengendalian resiko spin off?
4. Resiko-resiko apa saja yang teridentifikasi oleh PT TELKOM dalam
merealisasikan kebijakan spin off ini?
5. Apakah PT TELKOM telah mengalokasikan anggaran untuk me-mitigasi resikoresiko yang ada?
6. Sejauh mana kesiapan karyawan PT TELKOM dalam menerima corporate policy
ini?
7. Faktor apa saja yang memberatkan PT TELKOM untuk mengeksekusi spin off
ini?
8. Apakah waktu yang tepat untuk spin off berpengaruh terhadap reputasi
perusahaan?
9. Apakah PT TELKOM akan memperhitungkan aspek transfer aset dalam
menentukan value perusahaan?
10. Bagaimana proses manajemen resiko di PT TELKOM?
11. Bagaimana PT TELKOM mengidentifikasi, melakukan pengukuran, dan
memitigasi resiko-resiko dalam menjalankan bisnisnya?
12. Bagaimana tiap-tiap lini bisnis menghadapi pressures of performance yang selalu
menjadi tuntutan shareholder?
13. Apa saja ekspansi bisnis yang akan dilakukan PT TELKOM pada saat ini dan
kedepannya? (rate of expansion)
14. Bagaimana kompetensi dan pengalaman pekerja kunci yang menjadi andalan PT
TELKOM? (Inexperience of key employees)
15. Apakah ada penghargaan bagi karyawan yang mempunyai inovasi yang bisa
memberikan nilai tambah bagi perusahaan? (reward for entrepreneurial risk
taking)
16. Bagaimana para petinggi PT TELKOM menyikapi adanya berita buruk tentang
perusahaan? (executive resistance to bad news)
17. Bagaimana tingkat persaingan internal yang ada di tiap lini bisnis untuk
meningkatkan nilai perusahaan? (level of internal competition)
18. Bagaimana dengan tingkat kompleksitas dan kerumitan transaksi bisnis yang
dilakukan PT TELKOM? (transaction complexity and velocity)
19. Bagaimna PT TELKOM melakukan pengukuran performasi untuk tiap-tiap lini
bisnis yang ada? Apakah sama atau berbeda? (gap in diagnostic performance
measures)
20. Dengan struktur yang ada apakah pengambilan keputusan sudah dinilai efektif
dan efisian secara struktural? (degree of decentralization decision making)
21. Apakah PT TELKOM telah mempersiapkan bisnis lain pengganti Telkom Flexi?
LAMPIRAN 9
Key Risk Indicator
Definisi dan Contoh:
Gambar L-9.1 Definisi
Gambar L-9.2 Example Key Risk Indicator
Gambar L-9.3 Form Kontrol Resiko Kecelakaan
Gambar L-9.4 Laporan Kecelakaan Kerja
LAMPIRAN 10
Sumber Pembiayaan Resiko
Sumber dana untuk membiayai resiko-resiko yang telah teridentifikasi dan bagaimana
mengalokasikannya dapat dilihat dari ilustrasi gambar L-10.1 yang berguna untuk menutupi efek
dari unexpected losses yang dialami perusahaan.
Gambar L-10.1 Risk Financing Treatment
LAMPIRAN 11
Komposisi Pemegang Saham1
Modal Dasar Perseroan:
Satu lembar saham Seri A Dwiwarna, dan 79.999.999.999 lembar saham Seri B (saham biasa)
Pemegang Saham Treasuri TELKOM dan Saham Treasury pada tanggal 31 Desember
2007
Pemerintah Republik Indonesia
Publik
Sub Total ditempatkan, diterbitkan, dan
disetor penuh
Saham Treasuri (Saham yang dibeli
kembali)
Total
Saham Seri A
Dwiwarna
1
Saham Seri B
%
(Saham Biasa)
10.320.470.711 51,82
9.594.788.068 48,18
1
19.915.258.779 100,00
1
244.740.500
-
20.159.999.279
-
Pemerintah Republik Indonesia memiliki satu lembar saham Seri A Dwiwarna, yang
memiliki hak suara istimewa. Hak-hak material dan batasan-batasan yang terdapat pada Saham
Biasa, juga berlaku pada Saham Dwiwarna, kecuali Pemerintah tidak dapat mengalihkan saham
Dwiwarna dan Pemerintah memiliki hak veto berkaitan dengan pengangkatan dan pemberhentian
Dewan Komisaris dan Direksi dan perubahan Anggaran Dasar Perusahaan, termasuk perubahan
untuk menggabungkan atau membubarkan Perusahaan sebelum masa berlakunya berakhir,
menambah atau mengurangi modal dasar dan mengurangi saham yang dipesan (subscribed
capital)
1
http://www.telkom.co.id/hubungan-investor/kepemilikan-saham/
Pemegang Saham TELKOM dengan Kepemilikan lebih dari 5% dan Jumlah Saham yang
Dimiliki Dewan Komisaris dan Direksi, sampai dengan 31 Desember 2007
Jenis
Saham
Seri A
Seri B
Seri B
Seri B
Seri B
Identitas Orang atau Kelompok
Pemerintah
Pemerintah
JPMCB US Resident (Norbax Inc)
The Bank of New York
Direksi
Jumlah Saham yang
Dimiliki
1
10.320.470.711
1.691.164.849
1.733.904.616
23.112
Persentase
saham (%)
51,82
8,49
8,71
<0,01
Pemegang Saham TELKOM dengan kepemilikan kurang dari 5%, sampai dengan 31
Desember 2007
Jenis
Saham
Seri B
Seri B
Seri B
Seri B
Seri B
Seri B
Seri B
Seri B
Seri B
Seri B
Seri B
Seri B
Seri B
Identitas Orang atau
Kelompok
Perorangan Indonesia
Karyawan - Lokal
Koperasi
Yayasan
Dana Pensiun
Asuransi
Bank
Perseroan Terbatas
Badan Usaha Lain
Danareksa
Reksadana
Perorangan Asing
Badan Usaha Asing
Jumlah
Jumlah Saham yang
Persentase Saham
Dimiliki
(%)
205.385.486
1,03
15.941.446
0,08
661.720
0,00
7.602.860
0,04
144.475.260
0,73
149.814.540
0,75
242.376
0,00
347.558.357
1,75
4.320
0,00
32.000
0,00
283.813.000
1,43
4.787.064
0,02
5.009.400.174
25,15
6.169.718.603
30,98
LAMPIRAN 12
Usulan Struktur Manajemen Spin Off
Keterangan :
BOC: Board of Committee
RMC: Risk Management Committee
Job Desk RMC:
•
Mengidentifikasi resiko-resiko yang potensial terjadi pada
proses spin off.
•
Memberikan tambahan SOP (standard operational procedure)
yang terkait dengan manajemen resiko untuk tiap WG (working group).
•
Mengukur resiko-resiko yang telah teridentifikasi.
•
Merencanakan treatment apa yang tepat bagi setiap resiko yang
telah terukur.
•
Menerapkan self assessment risk pada seluruh elemen yang ada
dalam proses spin off.
•
Memonitor secara berkala resiko-resiko yang mungkin terjadi
untuk dapat ditangani secara cepat dan tepat.
•
Menganggarkan dana untuk membiayai unexpected loses yang
terjadi.
Download