Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011 PENGAMATAN HEMATOLOGI PADA MENCIT PASCA INFEKSI Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA STADIUM ERITROSITIK Tur Rahardjo, Siti Nurhayati, dan Darlina Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN ABSTRAK PENGAMATAN HEMATOLOGI PADA MENCIT PASCA INFEKSI Plasmodium berghei IRADIASI GAMMA STADIUM ERITROSITIK. Program pemberantasan malaria terkendala oleh semakin meluasnya plasmodium yang resisten terhadap obat. Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut adalah pemberian vaksin. Teknik nuklir dapat dimanfaatkan untuk pembuatan bahan vaksin karena lebih menguntungkan dimana respon imunnya lebih kuat dalam inang pasca pemberian vaksin iradiasi. Pada dosis iradiasi yang optimum mikroorganisme tidak mampu melakukan replikasi dan tidak menimbulkan infeksi. Hilangnya kemampuan infektif dari parasit tersebut memungkinkan untuk memperoleh bahan yang layak untuk pembuatan vaksin. Telah dilakukan pengamatan pengaruh radiasi gamma terhadap hematologi mencit pasca infeksi Plasmodium berghei iradiasi pada stadium eritrositik. Sebanyak 84 ekor mencit Swiss webster dibagi dalam 4 kelompok perlakuan yaitu diinfeksi P. berghei strain ANKA iradiasi Kontrol positif (+), 150, 175 Gy dan kontrol negatif (tanpa parasit iradiasi). Pengamatan hematologi meliputi jumlah sel lekosit, eritrosit, limfosit absolut, hematrokrit, dan trombosit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dosis iradiasi 150 Gy yang paling dapat mempertahankan jumlah sel hematologi inang tetap dalam batas-batas normal pasca infeksi P. berghei. Diharapkan dalam pengembangan bahan vaksin iradiasi dapat ditemukan suatu sistem yang optimal dimana patogen kehilangan kemampuan reproduktif dan virulensi akibat iradiasi sinar gamma, tetapi masih mampu memicu respon imun dan tetap dapat mempertahankan viabilitas, aktivitas metabolik dan profil antigeniknya. Kata kunci : malaria, vaksin, Plasmodium sp, hematologi, radiasi pengion. ABSTRACT HEMATOLOGICAL OBSERVATION IN MOUSE POST INFECTED WITH GAMMA IRRADIATED Plasmodium berghei OF ERYTHROCYTIC STADIUM. The program of eradication of malaria faced an obstacle due to the spread of drug resistant plasmodium. One alternative to overcome this problem is providing a vaccine. Nuclear technique can be used to create vaccine materials because it is more benefit where stronger immune response is found in host post treated with irradiated vaccine. At an optimal dose of irradiation microorganism could not replicate and not infectious. The loss of infectivity of these parasite provides an opportunity to obtain a material for vaccine creation. The observation of the effects of gamma rays on haematology cells of mouse post infected with irradiated Plasmodium berghei at erythrocitic stage hass been done. 84 Swiss webster mice were divided into 4 treatment groups each was infected ANKA strain of P. Berghei irradiated with control (+), 150, 175 Gy and control (-) (without irradiated parasite). Haematological observation included the number of leucocyte, erythrocyte cells, absolute lymphocyte, hematrocrit, and thrombocyte. Results showed that irradiation of 150 Gy was the most effective dose in maintaining the haematological cells of host still in normal range post infection with P. berghei. It was hoped that in the development of irradiated malaria vaccine we found an optimal system where pathogens are lost their competency in reproductive and virulence caused by gamma ray exposures, but it still elicit an immune response and maintain its viability, metabolic activity and antigenic profiles. Keywords : malaria, vaccine, Plasmodium sp, haematology, ionizing radiation. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI, Pusarpedal-KLH 107 Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011 Malaria adalah penyakit yang dapat I. PENDAHULUAN Sebagai negara tropis Indonesia masih bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh penyakit protozoa genus Plasmodium yang ditandai endemik malaria dimana 15 juta orang dengan demam, anemia dan pembesaran terinfeksi malaria setiap tahunnya [1]. Lebih limpa, sedangkan menurut ahli lain malaria dari 90 juta penduduk Indonesia tinggal di adalah daerah endemik malaria. Dari sekitar 30 juta disebabkan kasus malaria setiap tahun, hanya sekitar 10% menyerang eritrosit dan ditandai dengan saja yang mendapat pengobatan di fasilitas ditemukannya bentuk aseksual didalam darah, kesehatan. Pada tahun 2000 diperkirakan dengan gejala demam, menggigil, anemia, terjadi 30.000 kematian akibat malaria. splenomegali yang dapat berlangsung akut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 ataupun kronik [4]. merupakan tempat penyebaran penyakit oleh infeksi parasit Plasmodium yang yang memperkirakan prevalensi malaria sebesar Spesies utama dari jenis plasmodium 850,2 per 100.000 penduduk dengan angka yang menyebabkan penyakit malaria pada tertinggi di Gorontalo dan angka kematian manusia yaitu P. ovale, P. malariae, P. vivax, akibat malaria adalah 11 per 100.000 untuk dan P. falciparum. Yang terakhir ini terkenal laki-laki dan 8 per 100.000 untuk perempuan paling ganas, sebab bisa mengakibatkan [2]. Dibandingkan dengan tahun 2004, kematian balita karena dapat menyebabkan jumlah kasus malaria tercatat bertambah infeksi sebesar 41,5% pada tahun 2005. Angka menyebabkan kematian, selain itu juga kejadian malaria terbesar terjadi di propinsi memiliki daya resistensi yang tinggi terhadap propinsi bagian timur Indonesia. Di Irian obat. Secara alami Plasmodium sp. ditularkan Jaya tercatat 16.771 kasus malaria pada kepada manusia oleh vektor Anopheles sp pertengahan tahun 2004, sedangkan di Jawa betina. Parasit yang ditularkan lewat nyamuk paling tidak terdapat 660 kasus dimana ini biasanya masuk ke hati dan berubah malaria merupakan penyakit yang timbul menjadi merozoites, masuk ke aliran darah, kembali (reemerging disease). Di Aceh, menginfeksi melalui Program Roll Back Malaria akut dan sel berat, darah bahkan merah, dapat dan berkembang biak. Beberapa tanda dan gejala Partnership berhasil mendiagnosa sebanyak utama 20.440 kasus malaria. Laporan terakhir menggigil, demam tinggi, sakit kepala, menyebutkan 1,8 juta kasus malaria di anemia, pembesaran limfa, dan gagal ginjal. seluruh yang Sebelum gejala panas tinggi dan flu muncul, bertambah signifikan menjadi 2,5 juta pada inkubasi parasit terjadi selama 10-14 hari [5]. Indonesia pada 2006, dari penyakit malaria adalah 2007 [3]. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI, Pusarpedal-KLH 108 Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011 Anemia adalah penyebab penting dari morbilitas dan mortalitas pada penderita dengan infeksi P.falsiparum dari tahapan perkembangan plasmodium masih perlu dikaji lebih lanjut. dan Berbagai penelitian membuktikan bahwa multifaktorial pelemahan pathogen dengan iradiasi lebih dengan elemen destruksi meningkat dan baik daripada pemanasan. Pengaruh dosis defektif produksi eritrosit karena iradiasi mempunyai mekanisme akut bentuk semua terhadap daya infeksi parasit umur eritrosit dapat terserang baik yang dievaluasi dari periode prepaten, persentase eritrosit berparasit maupun tidak berparasit parasitemia, dan mortalitas mencit.7 Hasil mengalami hemolisis sehingga waktu hidup studi awal menunjukkan bahwa dosis iradiasi eritrosit 75-125 Gy belum mampu melemahkan diperpendek dan mempercepat perkembangan anemi terutama anemi tipe plasmodium, hemolitik, dan parasitemia yang terus meningkat (virulensi) pemeriksaan dan semua mencit mati pada hari ke 16-22 normokrom, megaloblastik aplastik dengan hematologi dapat diketahui penderita malaria hal ini ditunjukkan oleh paska inokulasi pertama [9]. dan P. berghei merupakan model yang trombositopenia [6]. Infeksi P.falciparum sangat cocok untuk penelitian perkembangan dapat pula memyebabkan pembesaran limpa, biologi parasit malaria sekaligus untuk hati dan kerusakan pada ginjal karena limpa memperoleh memainkan dalam kemajuan penelitian malaria seperti telah mengeluarkan eritrosit berparasit sehingga diketahuinya teknologi untuk pengkulturan pembesaran limpa sering ditemukan pada secara in vitro termasuk penyempurnaan kasus malaria akut dan kronis dan merupakan metode kultur dan cara sinkronisasi, dan suatu tanda karakteristik dari malaria [7]. cara-cara memproduksi serta memurnikan mengalami hemoglobinemia peranan penting vaksin ditunjang dengan Berdasarkan percobaan pada parasit berbagai tahap siklusnya dalam skala besar atau bakteri dan sel ragi diketahui bahwa [10]. Telah dilakukan pengukuran pengaruh vaksin iradiasi lebih efektif karena mampu radiasi gamma terhadap hematologi mencit menstimulasi respon protektif dari sel imun pasca infeksi plasmodium berghei iradiasi (sel T) melalui protein toll-like receptor dan pada stadium eritrositik dan tujuan penelitian tidak perlu disimpan dalam ruang dingin. ini untuk mengetahui parameter hematologi Hoffman SL. dkk [8] menyatakan bahwa pada inang pasca pemberian bahan vaksin stadium yang paling efektif untuk mengatasi iradiasi stadium eritrositik. malaria sporozoit adalah menggunakan yang diiradiasi stadium dengan dosis optimal antara 150 – 200 Gy. Dosis sinar gamma optimal dan efektif untuk setiap II . BAHAN DAN METODE Sebanyak 90 ekor mencit Swiss Webster, berumur 2 bulan, dengan berat PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI, Pusarpedal-KLH 109 Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011 tubuh 0,35 kg yang diperoleh dari kemudian diinokulasikan dengan kandidat Kementerian Kesehatan Jakarta dikarantina bahan vaksin P.berghei di kandang hewan Laboratorium Biomedika iradiasi gamma dosis 0 (kontrol positip), 150 selama sekitar 7 hari, dipantau fisik berat Gy, badan, mata, telinga, makanan, minum dan parasitemia untuk setiap ekor dan kesehatan dengan standar pemeliharaan. negatif tidak diinfeksi palsmodium berghei Kemudian secara iradiasi, kemudian dilakukan pengamatan intraperitoneum (IP) dengan P. berghei strain parasitimianya selama 3, 6, 9, 12, 15, 18 hari ANKA sebanyak 6 ekor mencit dan pasca infeksi dilakukan pengamatan parasitimia pada hari- Untuk diinokulasikan 175 Gy ANKA sebanyak pemeriksaan pasca 1x107/mm3 kontrol hematologi hari ke 2, 3, 6, 9, 12, 15, dan 18 hari pasca setelah imunisasi kandidat bahan vaksin P. infeksi. Setelah parasitemianya mencapai berghei pasca iradiasi gamma, darah mencit lebih dari 25% darah mencit diambil dari diambil jantung kemudian darah diiradiasi dengan ditambahkan dosis 150, 175 Gy di Fasilitas Iradiasi dilakukan Gamma Cell 220 PATIR BATAN pada laju darah lengkap sesuai prosedur standard dosis 979,58 Gy/jam dan kontrol (tanpa meliputi parasit). Darah ini digunakan untuk imunisasi hematokrit, dengan perlakuan sebagai berikut. monosit dan granulosit. Pemeriksaan ini Sebanyak 84 ekor mencit Swiss sebanyak 1 ml, antikoagulan, pemeriksaan hemoglobin trombosit kemudian dikocok lalu hematologi atau (Hb), eritrosit, lekosit, limfosit, dilakukan pada hari-hari ke 3, 6, 9, 12, 15, Webster umur 2,5 bulan dibagi dalam 4 dan 18 pasca imunisasi kandidat bahan kelompok setiap kelompok sebanyak 18 ekor vaksin P. berghei strain ANKA. Tabel 1. Variasi dosis iradiasi gamma Plasmodium berghei untuk masing-masing kelompok. Kelompok Dosis iradiasi gamma pada Plasmodium berghei A. (18 ekor) 0 (Kontrol positif dengan plasmodium ) B. (18ekor) 150 Gy C. (18 ekor) 175 Gy Kontrol ( 18 ekor) Kontrol negatif ( tanpa plasmodium ) PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI, Pusarpedal-KLH 110 Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011 18, III. HASIL DAN PEMBAHASAN Data pemeriksaan hematologi mencit pasca infeksi P. berghei strain ANKA iradiasi dari kontol positif -175 Gy disajikan pada Gambar 1. Hasil pengukuran kadar Hb rerata mencit pada hari ke-3 sampai hari ke18 relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol negatif (darah tak terinfeksi) dan mengalami masing-masing penurunan kelompok berarti mencit dari yang diinfeksi P. Berghei pasca iradiasi. Untuk dosis 0 (kontrol positip) dan 175 Gy kadar Hb mulai menurun pada hari ke-6 hingga ke- tetapi untuk dosis 150 Gy bila dibandingkan dengan kontrol negatif tidak mengalami penurunan. Hasil uji stastistik menunjukan kadar Hb rerata per hari pada kelompok perlakuan dosis 0 (kontrol positip) dan 175 Gy bila dibandingkan dengan kontrol negatif pada hari ke-18 menunjukan distribusi data normal perbedaan antar dosis dikatakan sedangkan bermakna untuk karena dosis (p<0,05), 150Gy bila dibandingkan dengan kontrol negatif tidak menunjukan perbedaan bermakna karna (p>0,05). Gambar 1. Rerata kadar Hb (gr/dl) darah mencit pasca infeksi P. berghei ANKA iradiasi. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI, Pusarpedal-KLH 111 Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011 Pada Gambar 2 disajikan jumlah rerata 7,86x106/mm3 dibandingkan dengan kontrol eritrosit mencit pasca penyuntikan P. berghei negatif dan penurunan jumlah eritrosit terus iradiasi. Bila dibandingkan dengan kontrol berlangsung hingga hari ke-18 pasca infeksi pada hari ke-3 – 18 terlihat menurun untuk sebesar 1,06x106/mm3 dan 1,81x106/mm3. semua kelompok pasca infeksi P. berghei Hasil uji stastistik menunjukan rerata jumlah iradiasi dosis 0( kontrol positif), 150 Gy dan eritrosit mencit pada kelompok perlakuan 175 Gy mengalami penurunan pada hari ke- kontrol positif dosis 150 Gy dan 175 Gy pada 3. Untuk kelompok kontrol positif, 150 Gy hari ke-18 bila dibandingkan dengan kontrol dan 175 Gy terlihat negatif 6,27x106/mm3 mencapai jum lah eritrosit/m m 3 eritrosit penurunan jumlah menunjukkan dan bermakna (p<0,05). 6 9 perbedaan yang 10 8 6 4 2 0 hari ke 3 kontrol (- ) 12 Kontrol (+) 15 150 Gy 18 175 Gy Gambar 2. Rerata jumlah eritrosit (/mm3) darah mencit pasca infeksi P. berghei ANKA iradiasi. H e m a to k rit /% 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 h a ri k e 3 ko ntro l (- ) 6 9 K o ntro l (+) 12 15 150 Gy 18 175 Gy Gambar 3. Rerata hematokrit (%) darah mencit pasca infeksi P. berghei ANKA iradiasi. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI, Pusarpedal-KLH 112 Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011 Tampak pada Gambar 3 hasil rerata hari ke-18 tidak menunjukan perbedaan yang hematokrit darah mencit pada hari ke-6 bermakna (p>0,05). sampai trombosit pada hari ke-6 pasca infeksi dengan hari ke-18 mengalami Penurunan jumlah penurunan bila dibandingkan dengan kontrol plasmodium disebabkan oleh anemia yang untuk untuk biasanya disertai dengan penurunan jumlah kelompok kontrol positif dosis 150 Gy trombosit (trombositopenia) karna terjadinya memperlihatkan infeksi. semua kelompok dosis penurunan hematokrit sebesar 33,15% hingga hari ke-18 sebesar Plasmodium dalam eritrosit 8,8%, demikian pula untuk dosis 175 Gy mendegradasi hemoglobin menjadi Free mengalami penurunan pada hari ke-6 sebesar Ferriprotoporfirin, Reactive Oxygen Spesies 41,1% dan pada hari ke-12 sebesar 14,4%, (ROS) dan globin. ROS sebagai oxidative untuk dosis 150 Gy sama dengan kontrol stress negatif menginduksi perubahan membran eritrosit tidak mengalami penurunan yang terhadap dan bahwa jumlah hematokrit pada meningkatkan fragilitas eritrosit [10]. Hal ini dosis menyebabkan hemolisis intravaskular yang 150 Gy dan 175 Gy bila dibandingkan dapat terjadi pada eritrosit mengandung dengan kontrol negatif pada hari ke-18 tidak parasit, eritrosit tidak berparasit dan eritrosit menunjukkan perbedaan yang bermakna yang disalut komplemen. Eritrosit berparasit (p>0,05). menjadi kurang mampu mengubah bentuk kelompok perlakuan kontrol positif Jumlah rerata trombosit terlihat pada Gambar 4. neutrofil dapat berarti. Hasil uji stastistik menunjukkan mencit mengaktivasi plasmodium sehingga (deformability) dan pembentukan rouleoux Bila dibandingkan dengan terganggu sehingga menyebabkan blokade kontrol negatif untuk seluruh kelompok pembuluh darah kecil. Penghancuran eritrosit kontrol positif, dosis150 Gy dan 175 Gy pada berparasit maupun tidak berparasit terjadi umumnya memperlihatkan penurunan bila secara dibandingkan dengan kontrol negatif, jumlah splenomegali. [11]. Pembentukan eritrosit trombosit mulai hari ke-3 sampai hari ke-18 juga terganggu (diseritropoiesis), karena pasca infeksi plasmodium berghei sekitar depresi sumsum tulang. Hal ini menyebabkan 354x106 mm3 pada kontrol positif untuk retikulosit tidak dilepaskan dalam peredaran dosis 150 Gy sebesar 719.3x106 mm3 dan perifer selama fase akut. Sebagian free 6 3 cepat sehingga mengakibatkan 532.6x10 mm pada dosis 175 Gy. Hasil uji ferriprotoporfirin diubah menjadi pigmen stastistik menunjukan rerata jumlah trombosit hemozoin mencit pada kelompok perlakuan kontrol plasmodium, positif, dosis 150 Gy dan 175 Gy bila plasmodium. Sebagian lagi dikeluarkan dari dibandingkan dengan kontrol negatif pada vakuola makanan lalu dihancurkan oleh PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI, Pusarpedal-KLH dalam karena vakuola toksik makanan terhadap 113 Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011 enzim akan menjebabkan anemi terutama mengalami peningkatan yang sangat tinggi anemi tipe hemolitik, normokrom, aplastik dan untuk dosis 150 Gy bila dibandingkan dan megaloblastik [12]. dengan kontrol negatif tidak jauh berbeda. Hasil uji stastistik menunjukan rerata jumlah Pada penelitian ini jumlah leukosit lekosit per hari pada kelompok perlakuan juga ditentukan karena leukosit merupakan kontrol positif dan dosis 175 Gy bila salah faktor pertahanan terhadap infeksi. dibandingkan dengan kontrol pada hari ke-18 Jumlah rerata lekosit mencit tampak pada menunjukan Gambar 5. Bila dibandingkan dengan kontrol positif, t r o m b o s it /m m 3 kontrol dosis 175 yang bermakna (p<0,05), sedangkan untuk dosis 150 Gy bila pada hari ke-3 – 18 terlihat jumlah lekosit untuk perbedaan dibandingkan dengan kontrol negatif tidak Gy menunjukan perbedaan bermakna (p>0,05). 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 h a ri k e 3 6 k o n tr o l ( - ) 9 12 K o n tr o l ( + ) 15 150 Gy 18 175 Gy Gambar 4. Rerata jumlah trombosit (/mm3) darah mencit pasca infeksi P. berghei ANKA Iradiasi lekosit/m m 3 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 h ari ke 3 6 kontrol (- ) 9 K ontrol (+) 12 15 150 Gy 18 175 Gy Gambar 5. Rerata jumlah lekosit (/mm3) mencit pasca infeksi P. berghei iradiasi. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI, Pusarpedal-KLH 114 Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011 Gambar 6 menunjukan jumlah rerata limposit dari kelompok mencit dosis 175 Gy disebabkan karna daya infeksi yang plasmodium dosis 150 Gy lebih lambat. kontrol Gambar 7 memperlihatkan hasil rerata per positif, dosis 150 dan 175 Gy. Bila hari jumlah monosit seluruh kelompok dibandingkan dengan kontrol negatif jumlah mencit yang diberi infeksi plasmodium limposit pada kontrol positif dan dosis 175 berghei iradiasi. Bila dibandingkan dengan Gy mengalami peningkatan dari hari ke-6 kontrol sampai dengan hari ke-18 sedangkan untuk kontrol positif dan dosis 150 Gy tidak mengalami peningkatan. dosis 150 Gy jumlah monosit lebih rendah Hasil uji stastistik menunjukan rerata jumlah daripada kelompok kontrol positif dan dosis limfosit per hari pada kelompok perlakuan 175 Gy. kontrol positif dan dosis 175 Gy bila rerata dibandingkan dengan kontrol negatif pada kelompok perlakuan untuk kontrol positif hari ke-18 menunjukan perbedaan yang dan dosis 175 Gy bila dibandingkan dengan bermakna(p<0,05), sedangkan untuk dosis kontrol negatif pada hari ke-18 menunjukkan 150 Gy bila dibandingkan dengan kontrol perbedaan yang negatif sedangkan untuk terinfeksi plasmodium berghei tidak menunjukkan perbedaan mengalami peningkatan untuk dosis 175 Gy. Untuk Hasil uji stastistik menunjukkan jumlah limfosit per bermakna dosis 150 hari pada (p<0,05), Gy bila bermakna (p>0,05). Peningkatan jumlah dibandingkan dengan kontrol negatif tidak limfosit untuk dosis 150 Gy lebih lambat dila menunjukkan perbedaan bermakna (p>0,05). limfosit/mm3 dibandingkan dengan kontrol positif dan 40 35 30 25 20 15 10 5 0 hari ke 3 kontrol (- ) 6 9 12 Kontrol (+) 15 150 Gy 18 175 Gy Gambar 6. Rerata jumlah limfosit (/mm3) mencit pasca infeksi P. berghei iradiasi PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI, Pusarpedal-KLH 115 Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011 monosit/mm3 5 4 3 2 1 0 hari ke 3 6 kontrol (- ) 9 Kontrol (+) 12 15 18 150 Gy 175 Gy Gambar 7. Rerata jumlah monosit (/mm3) mencit pasca Infeksi P. berghei iradiasi. Gambar 8 hasil mengalami peningkatan yang cukup tinggi. pengukuran rerata jumlah granulosit mencit Perbandingan rata-rata jumlah granulosit per pasca infeksi plasmodium berghei kontrol hari pada kelompok perlakuan kelompok positif, dosis 150 Gy dan 175 Gy. Bila kontrol positif dan dosis 175 Gy dan kontrol dibandingkan dengan kontrol negatif tampak negatif. Berdasarkan Gambar 8, pada hari ke- jumlah granulosit mengalami peningkatan 18 rata-rata jumlah granulosit kelompok mulai hari ke-3 sampai hari ke-18 pasca perlakuan lebih tinggi dari kelompok kontrol pemberian negatif, infeksi memperlihatkan plasmodium berghei menunjukkan perbedaan yang iradiasi. Tetapi untuk kelompok pemberian bermakna (p<0,05) sedangkan untuk dosis dosis 150 Gy tidak mengalami perubahan 150 Gy bila dibandingkan dengan kontrol bila dibandingkan dengan kontrol negatif negatif sedangkan kontrol positif dan dosis 175 Gy bermakna (p>0,05). tidak menunjukan perbedaan Gambar 8. Rerata jumlah granulosit (/mm3) mencit pasca Infeksi P. berghei iradiasi. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI, Pusarpedal-KLH 116 Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011 Tingginya jumlah leukosit, monosit 2. DEPARTEMEN KESEHATAN, Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada 2015. 3. ANONIM, Malaria cases in Indonesia increases to about 3 M in 2007: Health Official Says, Jakarta Post, January 21, 2008. 4. SOENARLAN dan GANDAHUSADA, S., The Fight against malaria in Indonesia Jakarta; National institute of Health Research and Development,1990 jumlah limfosit, monosit dan granulosit. 5. IV. KESIMPULAN WEATHERALL, D.J., ABDULLA, S., The anemia of Plasmodium falciparum malaria, BMB, 38, 147-151, 1982. 6. ROBERT, C., PEYROL, S., POUVELLE, B., GAY-ANDRIEU, F., GYSIN, J. Ultrastructural aspects of plasmodium falciparum infected erythrocyte adherence to endothelial cells of saimiri brain microvascular culture, Am J Trop Med Hyg 1996; 54 (2);169-177. 7. NUSSENZWEIG, R. et al., Protective immunity produced by the injection of x-irradiated sporozoites of Plasmodium berghei. Nature, 216, 160, 1967. 8. DARLINA dan TETRIANA, D., Daya infeksi Plasmodium berghei stadium eritrositik yang diiradiasi sinar gamma, Prosiding Pertemuan Ilmiah PTKMR Jakarta, 2007. 9. HOFFMAN, S.L., GOH, M.L., LUKE, T.C., Protection of humans against malaria by immunization with radiationattenuated Plasmodium falciparum, The Journal of Infectious Diseases, 185, 1155 – 1164, 2002. dan granulosit berkorelasi dengan tingginya tingkat infeksi. Jumlah leukosit setelah pemberian sediaan uji sejalan dengan hasil pemeriksaan parasitemia. Kelompok kontrol negatif menunjukkan kadar leukosit yang paling tinggi menandakan banyaknya jumlah parasit yang menginfeksi. Meningkatnya jumlah lekosit diikuti dengan meningkatnya Dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil pemeriksaan hematologi darah mencit yang diberi P. berghei ANKA stadium eritrositik yang dilemahkan dengan iradiasi gamma kontrol positif, dosis 150 Gy dan 175 Gy menunjukkan bahwa dosis 150 Gy adalah dosis yang optimal untuk melemahkan P. berghei ANKA karena merupakan dosis yang mampu mempertahankan rerata jumlah sel hematologi mencit tetap dalam batas-batas normal. Hal ini juga didukung oleh uji statistik yang menunjukkan bahwa untuk dosis 150 Gy bila dibandingkan dengan kontrol positif dan dosis 175 Gy serta kontrol negatif (tak terinfeksi) menunjukkan perbedaan bermakna (p>0,05). DAFTAR PUSTAKA 1. WORLD HEALTH ORGANIZATION, Initiative forVaccine Research, State the art of vaccine research and development, 2005, http:/www.who. int/ vaccinesdocuments. 10. DEMICHELI, M.C., REIS, B.S., GOES, A.M., DE ANDRADE, A.S.R., Paracoccidioides brasiliensis: attenuation of yeast cells by gamma irradiation, Mycoses, 49(3), 184-189, 2006. 11. TETRIANA, D. Mengendalikan Malaria Dengan Teknik Nuklir, Buletin Alara, PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI, Pusarpedal-KLH 117 Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VII Jakarta, 6-7 Juli 2011 Volume 8 Nomor 3, April 2007,151 – 154 12. SYAIFUDIN, M., NURHAYATI, S. dan TETRIANA, D., Pengembangan Vaksin Malaria Dengan Radaiasi Pengion, Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008 ISBN : 978-979-1165-74-7 IV-98 TANYA JAWAB 1. Penanya : Zubaidah Alatas. Pertanyaan : Bila sudah diperoleh dosis optimal, apa tujuannya melakukan pengujian lebih lanjut terhadap dosis yang maksimal? Jawaban : Untuk memastikan dosis optimal yang sudah diperoleh aman dari segi klinis. PTKMR-BATAN, BAPETEN, KEMENKES-RI, Pusarpedal-KLH 118