PENGARUH IRRADIASI GAMMA PADA Plasmodium Berghei TERHADAP DAYA TAHAN MENCIT Darlina dan Devita T PTKMR-BATAN ABSTRAK PENGARUH IRRADIASI GAMMA TERHADAP DAYA INFEKSI Plasmodium berghei PADA MENCIT. Pemanfaatan irradiasi gamma untuk menghasilkan vaksin malaria sampai saat ini masih diteliti. Penelitian untuk pengembangan vaksin malaria banyak menggunakan Plasmodium berghei dengan hospesnya mencit sebagai model. Tujuan penelitian ini untuk mencari dosis radiasi yang melemahkan Plasmodium berghei stadium darah sehingga tidak menyebabkan virulensi terhadap mencit Swiss. Penelitian ini merupakan studi awal untuk mendapat bahan dasar vaksin malaria. P. berghei stadium eritositik diirradiasi dengan sinar gamma kemudian disuntikan ke mencit secara intraperitoneal. Efek irradiasi terhadap daya infeksi Plasmodium berghei diamati dengan melihat gejala klinis yang timbul, penurunan berat badan, dan lamanya hidup mencit paska infeksi. Hasilnya menunjukan mencit yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei yang dilemahkan dengan dosis irradiasi 150 dan 175 Gy tidak menunjukan gejala klinis dan penurunan berat badan yang berarti serta umurnya lebih panjang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa 175 Gy merupakan dosis optimal yang melemahkan dan hewan coba mencit dapat bertahan hidup lebih lama setelah imunisasi ulang. Kata kunci: Irradiasi gamma, Plasmodium berghei, vaksin, malaria ABSTRACT THE AFFECT OF GAMMA RADIATION TO Plasmodium berghei VIRULENCE AT MICE. The gamma irradiation benefit for produce malaria vaccine still studied until now. The almost research in malaria vaccine development using Plasmodium berghei and the mice as model. The present studied was aimed look for the dose radiation optimum for reduce virulent Plasmodium berghei at blood stage. The evaluation affect of irradiation dose at Plasmodium berghei with observe the clinic symptom, the reduce body weight, and the mortality of infected mice. The result that mice which infected Plasmodium berghei irradiated dose 150 and 175 Gy show the better outcome than another radiation dose, which were infected mice are not show the significant of clinic symptom and reducing in body weigth, and the longer periode of life in this group. The results showed that 175 Gy was the attenuated-irradiated dose and repeated immunization could increase mice life span. Key words: Gamma irradiation, Plasmodium berghei, vaccine, malaria 1 I. PENDAHULUAN Malaria merupakan salah satu penyakit yang tersebar luas dan paling banyak menimbulkan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi protozoa obligat intraseluler (hemaprotozoa) dari genus plasmodium. Malaria dapat menyerang mulai dari hewan melata, pengerat (rodensia), primata, burung, dan manusia. Dasar biologi plasmodium yang menyerang rodensia sama dengan plasmodium yang menyerang manusia seperti siklus hidup maupun morfologinya, genetik dan pengaturan genomenya, fungsi dan struktur pada kandidat vaksin antigen target sama [1]. Sehingga penelitian berbagai aspek parasitologi, imunologi, dan pengembangan vaksin malaria banyak menggunakan parasit rodensia dan mencit sebagai hospesnya. Selain itu penelitian in vivo pada interaksi parasit dengan hospesnya dapat dilakukan pada parasit rodensia. Plasmodium berghei adalah hemoprotozoa yang menyebabkan penyakit malaria pada rodensia, terutama rodensia kecil. Plasmodium berghei banyak digunakan dalam penelitian pengembangan biologi pada parasit malaria pada manusia karena sudah tersedianya teknologi pembiakan secara in vitro dan pemurnian pada tahapan siklus hidup, pengetahuan pada susunan genom dan pengaturannya, dan sebagainya. Bahkan secara analisis molekuler Plasmodium berghei sama seperti plasmodium yang menginfeksi manusia, [2]. Dengan Model ini kemungkinan dapat dilakukan manipulasi pada hospes sehingga dapat dipelajari perubahan imunologis yang terjadi selama infeksi malaria. Upaya pengembangan vaksin masih terus dilakukan karena pemberantasan malaria sampai saat ini masih menghadapi berbagai kendala diantaranya akibat semakin luasnya plasmodium yang resisten terhadap obat anti malaria dan nyamuk vector yang resisten terhadap berbagai insektisida. Salah satu alternatif untuk menjembatani masalah tersebut adalah tindakan pencegahan terhadap infeksi malaria dengan imunisasi [3]. Vaksin malaria yang secara efektif dapat melindungi tubuh terhadap infeksi dan komplikasi malaria saat ini masih belum ditemukan. Berbagai metode imunisasi sudah pernah dicoba pada beberapa binatang percobaan dengan tujuan untuk mendapatkan proteksi yang optimal terhadap infeksi malaria. Vaksin malaria yang sudah pernah diteliti adalah vaksin terhadap 3 stadium 2 perkembangan plasmodium yaitu vaksin terhadap sporozoit, vaksin terhadap parasit stadium eritrositik bentuk asexual dan bentuk sexual. Vaksin malaria stadium eritrositik digunakan untuk menghambat perkembangan parasit di dalam eritrosit. Gejala klinis malaria yang muncul disebabkan oleh stadium eritrositik melalui produk-produknya yang bersifat antigenic maupun toksik. Vaksin malaria stadium eritrositik ditujukan untuk menghambat perkembangan parasit di dalam eritrosit.serta mengurangi manifestasi klinis yang timbul. Vaksin tersebut umumnya hanya menyebabkan reduksi parsial parasitemia [3]. Pemanfaatan iradiasi gamma untuk menghasilkan suatu immunogen yang potensial sudah banyak diteliti. Pemberian immunogen yang telah diiradiasi oleh sinar gamma ternyata dapat menghasilkan antibodi yang dapat menahan serangan infeksi parasit. Yadev telah membuktikan bahwa pemberian immunisasi lebih dari satu kali Plasmodium berghei yang telah diiradiasi sinar gamma menghasilkan mencit yang lebih bertahan hidup dan mempunyai kekebalan yang lebih besar terhadap penyakit malaria dibandingkan dengan satu kali imunisasi [4]. Pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh besar dosis radiasi pada Plasmodium berghei terhadap daya tahan mencit yang terinfeksi. Dosis radiasi diberikan pada Plasmodium berghei stadium eritrositik. Daya tahan hidup mencit dievaluasi dengan mengamati gejala klinis dan lama hidup mencit. Dipelajari pengaruh dosis radiasi terhadap Plasmodium berghei pada stadium eritrositik, sebagai studi awal untuk mempelajari bahan dasar vaksin. II. BAHAN DAN TATA KERJA Hewan percobaan dipakai mencit (Swiss Webster) dewasa dengan berat 30 hingga 35 gram yang diperoleh dari Lembaga Gizi. Mencit diberi makan pelet dan minum diberikan air ad libitum. Plasmodium berghei ANKA diperoleh dari Departemen kesehatan Jakarta. Mencit (Swiss Webster) Plasmodium berghei ANKA Pengembang biakan parasit dilakukan dengan cara menginfeksikannya ke dalam tubuh mencit. Setiap hari dilakukan pemeriksaan darah dengan cara memotong ujung 3 ekornya. Dibuat hapusan tebal dan tipis dengan menggunakan pewarna Giemsa. Bila jumlah P. Berghei sudah cukup banyak, mencit segera dianastesi dengan eter dan darahnya diambil langsung dari jantung dengan menggunakan alat suntik 1 cc. Darah dicampur dengan anti koagulant (citrat phospat dextrose/CPD), ditampung dalam tabung eppendorf. Tabung tabung tersebut disimpan dalam kondisi suhu es. Selanjutnya dilakukan irradiasi dengan variasi dosis 0, 75, 100, 125, 150, 175 Gy dengan menggunakan ”Irradiator Gamma Cell 220” dengan laju dosis 124,87 Gy/jam, irradiasi ini dilakukan di PATIR-BATAN. Sebelum dilakukan irradiasi jumlah P. Berghei dihitung per 1 cc dengan menggunakan ”hemasitometer”. Inokulasi P. Berghei sebanyak 0,2 – 0,3 cc (± 1 x 106 parasit) dilakukan secara intra peritoneal pada setiap mencit (Gambar 1). Inokulasi ke dua (Booster) dilakukan dengan selang waktu 2 minggu. Pengamatan dilakukan pada hari ke-1 hingga 29 meliputi angka ke matian (mortalitas) dari mencit, gejala klinis yang tampak (berat badan dan keadaan fisik). Gambar 1. Inokulasi Plasmodium berghei yang telah diirradiasi pada mencit secara intraperitoneal III. HASIL DAN PEMBAHASAN Mencit mulai memperlihatkan gejala klinis seminggu setelah inokulasi pertama. Gejala klinis anemia seperti selaput lendir mata, moncong, jari kaki dan ekor yang menjadi pucat, terlihat pada mencit yang terinfeksi dengan Plasmodium berghei yang telah diradiasi dengan dosis 0, 75, 100, 125 Gy (Tabel 1). Anemia terjadi karena sel darah merah yang mengandung parasit akan mengalami hemolisis karena fragilitas osmotIk meningkat. Faktor lain yang menyebabkan anemia karena autohemolisis osmotik dari 4 eritrosit yang berparasit maupun yang tidak berparasit. Hemolisis ini terjadi sebagai respon antigen-antibodi. Otoimun yang menyebabkan destruksi eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi [5]. Tabel 1. Gejala klinis yang timbul pada mencit yang terinfeksi di atas satu minggu paska irradiasi DOSIS RADIASI (Gy) GEJALA Kontrol 75 100 125 150 175 KLINIS Kepucatan +++++ ++++ +++ ++ + selaput mata Kepucatan +++++ ++++ +++ ++ + moncong dan kaki Bulu berdiri + + + + + + + + + +++ ++ + Setelah sel darah merah pecah skizon atau bentuk Plasmodium dalam darah akan keluar dam masuk ke dalam saluran kapiler organ dalam seperti ginjal, usus, hati dan limpa bahkan jaringan otak. Plasmodium yang menyerang ginjal menyebabkan glomerulonefritis akut. Gejala klinis ini terlihat dari cara berjalan kiposis dari mencit yang terinfeksi Plasmodium berghei telah diradiasi dengan dosis 0, 75, 100, 125 Gy. Cara berjalan kiposis ini merupakan salah satu cara menahan rasa sakit di rongga perut [6]. Berbeda pada mencit yang diinfeksi dengan Plasmodium berghei yang diradiasi dengan dosis 150 dan 175 Gy, mencit ini tidak memperlihatkan gejala klinis. Mencit masih dalam kondisi normal dan aktif, dan terlihat rerata berat badan mengalami kenaikan sampai hari ke-29, hal ini mungkin karena dosis radiasi yang diberikan menimbulkan efek melemahkan Plasmodium berghei. Mencit akan menjadi lesu, lemah, dan bulu berdiri serta kehilangan nafsu makan dan minum sehingga kekurangan cairan tubuh, hal ini terlihat dari penurunan berat badan. Setelah seminggu paska infeksi rerata berat badan mencit mengalami fluktuatif, tetapi setelah hari ke 11 hingga menjelang kematian berat badan mengalami penurunan (Gambar 2). 5 Gambar 2. Rerata berat badan mencit yang terinfeksi Plasmodium berghei paska irradiasi Daya tahan hidup mencit selain ditunjukan dari gejala klinis juga ditunjukan dari angka mortalitas mencit. Irradiasi dapat menimbulkan efek melemahkan Plasmodium berghei sehingga mencit yang diinokulasikan Plasmodium berghei yang dilemahkan dapat memberikan respon imun dan meningkatkan daya tahan hidupnya. Daya tahan hidup mencit diperlihatkan grafik pada Gambar 3. Gambar 3. Pengaruh dosis irradiasi pada Plasmodium berghei terhadap lama hidup mencit yang terinfeksi 6 Mencit yang diinokulasi dengan Plasmodium berghei yang tidak dirradiasi (0 Gy) mempunyai rerata daya tahan hidup 12 hari paska inokulasi. Kematian lebih cepat ini disebabkan Plasmodium berghei tidak lemah sehingga dapat berkembang biak serta menginfeksi mencit dengan cepat dan menyebabkan kematian mencit. Mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei yang dirradiasi 75 Gy mempunyai rerata daya tahan hidup 18 hari paska inokulasi pertama dan 3 hari paska inokulasi kedua. Mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei yang dirradiasi 100 Gy mempunyai rerata daya tahan hidup 19 hari paska inokulasi pertama dan 4 hari paska inokulasi kedua. Mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei yang diradiasi 125 Gy mempunyai rerata daya tahan hidup 23 hari paska inokulasi pertama dan 7 hari paska inokulasi kedua. Hal ini menunjukan radiasi sedikit memberikan efek melemahkan hal ini terlihat dari semakin besar dosis yang diberikan semakin lama daya tahan hidupnya. Tetapi efek radiasi tersebut belum cukup menurunkan viabilitas parasit sehingga efek inokulasi ke dua tidak seperti yang diharapkan dapat menimbulkan respon imun tetapi menyebabkan parasit bertambah virulen. Mencit yang diinokulasi dengan Plasmodium berghei dengan dosis radiasi 150 Gy mempunyai rerata daya tahan hidup 28 hari setelah paska inokulasi pertama dan 11 hari paska inokulasi kedua. Mencit yang diinokulasi dengan Plasmodium berghei dengan dosis radiasi 175 Gy mempunyai rerata daya tahan hidup terpanjang yaitu 29 hari setelah paska inokulasi pertama dan 12 hari paska inokulasi kedua. Dari data di atas dapat dilihat dosis 150 dan 175 Gy lebih efektif melemahkan Plasmodium berghei sehingga viabilitas parasit menjadi rendah dan mencit dapat bertahan hidup lebih lama. Pada beberapa strain mencit laboratorium yang terinfeksi Plasmodium berghei menyebabkan kematian dalam waktu 1 hingga 3 minggu paska infeksi dan beberapa binatang menunjukan komplikasi serebral. Faktor luar tambahan dapat mempengaruhi virulensi dari parasit. Plasmodium berghei yang diberi perlakuan tertentu menunjukan penurunan virulensi. Sebagai contoh isolat NK65 yaitu Plasmodium berghei yang dihasilkan dari iradiasi menunjukan penurunan parasitemia pada mencit yang diinokulasi isolat tersebut [7]. 7 IV. KESIMPULAN DAN SARAN Dari pengamatan pengaruh irradiasi gamma terhadap daya infeksi Plasmodium berghei pada mencit menunjukan bahwa irradiasi dapat melemahkan Plasmodium berghei sehingga virulensinya menurun. Semakin besar dosis irradiasi semakin turun viabilitas Plasmodium berghei. Menurunnya viabilitas Plasmodium berghei semakin menurunkan virulensinya sehingga peluang hidup mencit yang terinfeksi semakin besar. Hal ini terlihat pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei yang diirradiasi dengan dosis 150 dan 175 Gy umurnya paling panjang dan kondisinya paling sehat. Pada inokulasi ke dua (ulangan) Plasmodium berghei yang telah diirradiasi diharapkan dapat meningkatkan imunitas si mencit. Plasmodium berghei yang diiradiasi dengan dosis 75 sampai 125Gy memberikan hasil yang sebaliknya hal ini menunjukan dosis yang diberikan belum cukup untuk melemahkan parasit. Pada inokulasi ke-2 Plasmodium berghei yang telah dirradiasi dengan dosis 150 dan 175 Gy terlihat memberikan hasil yang diharapkan hal ini menunjukan dosis irradiasi yang diberikan cukup untuk melemahkan parasit. Dosis radiasi 150 Gy dan 175 Gy merupakan dosis yang optimal untuk melemahkan Plasmodium berghei pada stadium eritrositik. Setelah mengetahui dosis 150 Gy dan 175 Gy memberikan efek melemahkan parasit perlu dilakukan variasi laju dosis agar mendapatkan hasil yang optimal. Perlu dilakukan uji tantang untuk mengetahui apakah inokulasi kedua dapat menimbulkan respon imun mencit. DAFTAR PUSTAKA 1. WARDIARTO, Parasitologi Biologi Parasit Hewan, Jogyakarta, Gajah Mada University Press, 1989. 2. JEKTI, R.P., E.SULAKSONO, S. SUNDARI Y, Pengaruh Pasase Terhadap Gejala Klinis Pada Mencit Strain Swiss Derived yang Diinfeksi Plasmodium berghei ANKA, Cermin Dunia Kedokteran, 106, 34-36. 3. WIJAYANTI, M.A., N. SOERIPTO, SUPARGIYONO, dan L.E. FITRI, Pengaruh Imunisasi Mencit dengan Parasit Stadium Eritrositik Terhadap Infeksi Plasmodium berghei, Berkala Ilmu Kedokteran ,1997, Vol 2, 53-59 4. HOFFMAN, S.L., GOH, M.L., LUKE, T.C., Protection of Humans against Malaria by Immunization with Radiation-attenuated Plasmodium falciparum Sporozoites. The Journal of Infectious Diseases, 2002 , 185: 1155-64. 8 5. HARIJANTO P. N., Malaria; Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan, EGC, 2000. 6. AIKAWA, M., GITIERREZ. Y., Malaria –Pathology, Vector Studies and Culture, New York, Academic Press, 1980, pp 47 – 95 7. CELLUZI, C.M., et al, Immunology 85, 509-515, 1995 9