2 tinjauan pustaka

advertisement
3
2
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Kayu Kuning (Coscinium fenestratum)
Kayu kuning atau akar kuning (Coscinium fenestratum) merupakan salah
satu tumbuhan obat yang sering digunakan masyarakat sebagai obat tradisional.
Kayu kuning merupakan tumbuhan liana yang merambat pada pohon atau
tumbuhan lain yang ada di sekitarnya. Menurut Forman (1986) tumbuhan kayu
kuning merupakan liana besar dengan kayu dan getah berwarna kuning.
Tumbuhan kayu kuning tumbuh merambat dan membentuk kelompok-kelompok
pada beberapa pohon rambatan atau tumbuhan lainnya, sehingga sulit untuk
dibedakan antara individu satu dengan lainnya.
Ada beberapa jenis pohon yang juga terdapat dihabitat kayu kuning, seperti
bambu, palem dan tumbuhan lainnya. Jenis-jenis pohon yang menjadi pohon
rambatan antara lain adalah Alstonia iwahigensis, Macaranga beccariana, Ficus
sp, Tristaniaopsis whitiana, Shorea leavis dan Apnema sp. Dahan merambat yang
biasanya digunakan sebagai obat dan mengandung beberapa jenis alkaloid seperti
beberine, palmatine dan jatrorrhizine (Liu et al. 1982).
2.1.1 Klasifikasi
Coscinium fenestratum diklasifikasikan sebagai berikut menurut Dey (1984)
dalam Joy (1998) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Subkelas
: Thalamiflorae
Ordo
: Ranales
Famili
: Menispermaceae
Genus
: Coscinium
Spesies
: Coscinium fenestratum
2.1.2 Morfologi
Coscinium fenestratum merupakan tumbuhan dengan kayu dan getah
berwarna kuning (Forman 1986). Tumbuhan ini dapat merambat lebih dari 10 m
pada pohon atau tumbuhan lain disekitarnya. Batang tumbuhan ini licin dengan
4
warna abu-abu dan diameter terbesar yang ditemukan adalah 4,6 cm. Kulit bagian
dalam berwarna kuning seperti pada Gambar 1, memiliki daun yang peltate
berwarna abu-abu di bagian bawah dan tidak berbulu. Anakan kayu kuning
tumbuh mengelompok. Benih (biji) kayu kuning yang diamati berbentuk agak
bulat (subglobose). Menurut Noerhidayah et al. (2008) biji ini memiliki diameter
sekitar 2 cm dan berwarna coklat seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 1 Tanaman kayu kuning (Tushar et al. 2008).
Gambar 2 Biji tanaman kayu kuning (Tushar et al. 2008).
2.1.3 Kegunaan
Tanaman ini sangat popular di Thailand, dikenal sebagai agen untuk
detoksifikasi dan digunakan untuk menstabilkan tekanan darah, menurunkan
kadar gula darah serta kolesterol darah (Dechwisissakul et al. 2000; Rungsimakan
2001). Berbagai studi farmakologi menunjukkan bahwa Coscinium fenestratum
5
memiliki fungsi antifungi, antikapang, antibakteri, aktivitas antiproliferatif dan
hipotensif, dan sebagainya (Namba et al. 1985; Hattori et al. 1995).
2.1.4 Kandungan Kayu Kuning
Isoquinone alkaloid (berberine, palmatine, tetrahydropalmatine crebanine,
jatrorhizine, dan sebagainya) adalah kandungan utama dari bagian akar dan batang
kayu kuning (Liu et al. 1982; Rojsanga et al. 2010). Selain mengandung alkaloid,
Coscinium fenestratum juga diketahui memiliki kandungan phenol, tannin,
flavonoid dan terpenoid (Kumar et al. 2007).
2.2
Mencit (Mus musculus)
Mencit (Mus musculus) adalah hewan percobaan yang termasuk dalam ordo
rodensia. Hewan ini terlihat lebih kecil dari tikus laboratorium. Mencit merupakan
hewan coba yang sangat ekonomis dan efisien karena cepat berbiak, mudah
dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat
anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Daerah penyebaran
mencit didunia cukup luas, mulai dari daerah beriklim dingin, sedang, dan panas
(Malole dan Pramono 1989). Berikut peta penyebaran mencit didunia yang
ditandai dengan warna merah, menurut IUCN (2011):
Gambar 3 Daerah penyebaran mencit di dunia.
Klasifikasi mencit menurut Depkes (2011) adalah:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
6
Sub Filum
: Vertebrata
Kelas
: Mammalia
Subkelas
: Theria
Ordo
: Rodentia
Sub ordo
: Myomorpha
Famili
: Muridae
Sub famili
: Murinae
Genus
: Mus
Spesies
: Mus musculus
Data biologis mencit menurut Malole dan Pramono (1989) akan dipaparkan
sebagai berikut:
Tabel 1
Data biologis mencit
Kriteria
Nilai
Berat jantan dewasa
20 – 40 gram
Berat lahir
0.5 – 1.5 gram
Lama hidup
1.5 – 3 tahun
Konsumsi makanan
15 g/100 g/hari
Konsumsi air minum
15 mL/100 g/hari
Lama kebuntingan
19 – 21 hari
Jumlah anak per kelahiran
10 – 12
Temperatur
36.5 – 38.0 0 C
Jumlah pernapasan
94 – 163/menit
Detak jantung
325 – 780/ menit
Volume darah
76 – 80 mg/kg
Tekanan darah
113 – 147/81 – 106 mmHg
Jumlah sel darah merah
7.0 – 12.5 x 106
Nama lain dari mencit adalah tikus rumah (di Inggris), Souris Domestique di
Perancis, Ratón Casero di Spanyol (IUCN 2011). Mencit merupakan hewan
komensal yang dapat ditemukan dekat pemukiman manusia, peternakan, gudang,
dinding, dan bangunan-bangunan lain. Hewan ini memiliki hidung runcing dan
badan yang kecil, antara 6-10 cm. Ekor mencit biasanya sama atau lebih panjang
7
sedikit dari kepala dan badan, tak berambut, sekitar 7-11 cm. Telinga hewan ini
tegak, besar untuk ukuran binatang 15mm/kurang (Depkes 2011).
2.3
Malaria
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan
ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Penyakit ini telah dikenal sejak zaman Yunani
dengan gejala khas dan mudah dikenali, seperti demam yang naik turun disertai
menggigil, dan splenomegali (Pribadi et al. 2000). Ada empat spesies malaria
yang dapat menginfeksi manusia, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium
vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Plasmodium vivax dan
Plasmodium falciparum merupakan spesies yang paling sering menginfeksi
manusia, namun Plasmodium falciparum adalah yang paling ganas dan seringkali
berakibat fatal (Noble dan Noble 1989). Selain pada manusia, ada jenis
Plasmodium lain yang menginfeksi hewan yaitu, Plasmodium rodhaini pada
simpanse di Afrika, Plasmodium brasilianum pada kera di Amerika, Plasmodium
berghei pada mencit, Plasmodium gallinaceum pada ayam, dan masih banyak lagi
yang lain (Ashadi dan Handayani 1992; Pribadi et al. 2000; Levine 1995).
Penyebaran malaria di dunia sangat luas yakni antara garis bujur 60° di
utara dan 40° di selatan yang meliputi lebih dari 100 negara yang beriklim tropis
dan sub tropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3
miliar atau 41 % dari penduduk dunia (WHO 2000). Setiap tahun jumlah kasus
malaria berjumlah 300-500 juta dan mengakibatkan 1,5 sampai dengan 2,7 juta
kematian, terutama di Afrika sub Sahara. Wilayah di dunia yang kini sudah bebas
malaria adalah Eropa, Amerika Utara, sebagian besar Timur Tengah, sebagian
besar Karibia, sebagian besar Amerika Selatan, Australia dan Cina (Harijanto
2000). Penyebaran malaria didunia akan diperlihatkan melalui gambar dibawah
ini.
8
Gambar 4 Penyebaran penyakit malaria di dunia (CDC 2011).
Malaria banyak dijumpai di luar Pulau Jawa-Bali terutama didaerah
Indonesia bagian timur dan pada beberapa daerah malaria masih sering
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Selama periode 2000–2004, angka
endemis malaria di seluruh tanah air cenderung menunjukkan peningkatan. Di
Pulau Jawa dan Bali, Annual parasite insidence (API) selama periode waktu
1995–2000 per 1000 penduduk meningkat pesat dari 0,07 (1995), 0,08 (1996),
0,12 (1997), 0,30 (1998), 0,52 (1999), dan 0,81 (2000). Tahun 2002 API turun
dari 0,47 dan menjadi 0,32 pada tahun 2003 per 1000 penduduk (Achmadi 2004).
KLB malaria selama periode 1998–2003 telah menyerang di 15 propinsi yang
meliputi 84 desa endemis dengan jumlah penderita 27.000 dengan 368 kematian
(Depkes 2003).
2.4
Plasmodium berghei
Plasmodium berghei adalah salah satu parasit malaria yang menginfeksi
hewan rodensia (Thomas 1983). Plasmodium berghei bersifat virulen, cenderung
menginvasi sel darah merah di semua umur dan persentase sel yang terinfeksi
dapat melampaui 50%. Skizogoni banyak terjadi pada organ dalam (hati, limpa,
dan sumsum tulang) dan kelainan patologis pada organ tersebut sering ditandai
dengan adanya pigmen malaria yang dideposit di organ menyebabkan warna
organ menjadi kelabu atau kehitaman, proliferasi sel retikulo-endotelial, blokade
kapiler oleh eritrosit terinfeksi, perdarahan perivaskular akibat kerusakan endotel
dan degenerasi parenkim (Manson dan Bell 1987).
9
Klasifikasi Plasmodium berghei menurut Levine (1995):
Kingdom
: Protista
Subkingdom
: Protozoa
Filum
: Apicomplexa
Kelas
: Sporozoasida
Subkelas
: Coccidiasina
Ordo
: Eucoccidiorida
Subordo
: Haemospororina
Famili
: Plasmodiidae
Genus
: Plasmodium
Spesies
: Plasmodium berghei
Daur hidup dari Plasmodium berghei akan diperlihatkan pada Gambar 5
dibawah ini berikut dengan keterangannya.
Gambar 5 Siklus hidup Plasmodium berghei (CDC 2011).
Siklus ini memiliki fase seksual dan aseksual. Fase seksual terjadi pada
tubuh nyamuk Anopheles betina yang disebut fase gametogoni, sedangkan fase
aseksual berlangsung pada tubuh inang (manusia). Makrogametosit (betina) dan
mikrogametosit (jantan) akan dibentuk pada fase seksual Plasmodium.
Mikrogamet dan makrogamet ini akan berfertilisasi dan membentuk zigot. Zigot
ini membentuk ookinet yang akan membentuk ookista dan pecah, mengeluarkan
10
sporozoit. Sporozoit akan menuju ke saliva nyamuk sehingga dapat masuk
kedalam tubuh manusia ketika nyamuk tersebut menggigit.
Schizont dibentuk dari sporozoit yang masuk ke tubuh inang, hal ini terjadi
pada fase aseksual di tubuh inang. Schizont ini nantinya akan pecah dan
mengeluarkan merozoit. Merozoit ini akan kembali menginfeksi sel darah merah,
membentuk suatu vakuol besar berisi sitoplasma sel dengan cara invaginasi lalu
mengambil bagian-bagian sitoplasma pada sel darah merah. Siklus akan terus
berulang pada sel darah merah inang (Levine 1995).
Parasit ini tidak hanya membentuk schizont saja di darah, ada sebagian
parasit yang akan membentuk gametosit. Gametosit ini akan termakan oleh
nyamuk ketika menghisap darah, dan siklus seksual pun dimulai. Gambar 6
menunjukkan bentuk sel darah merah pada berbagai tahap siklus hidup yang
berbeda dari Plasmodium.
Gambar 6 Berbagai bentuk sel darah merah yang terserang Plasmodium
(CDC 2011)
11
2.5
Sel Darah Putih (Leukosit)
Sel darah putih atau sering disebut leukosit adalah bagian darah yang
mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap
zat-zat asing (Effendi 2003). Leukosit dibentuk sebagian di sumsum tulang
(granulosit, monosit dan limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan
sel-sel plasma) (Guyton dan Hall 1997). Jika dilihat melalui mikroskop cahaya
maka akan terlihat adanya sel darah putih yang memiliki granula spesifik
(granulosit) dan yang tidak memiliki granula (agranulosit) (Bellanti 1993).
Leukosit dengan granula spesifik dibedakan menjadi tiga jenis yaitu netrofil,
eosinofil, dan basofil, sedangkan leukosit agranuler dibagi menjadi monosit dan
limfosit (Ganong 2002). Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui
proses diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara
sel-sel endotel, menembus kedalam jaringan penyambung (Effendi 2003). Berikut
adalah nilai normal sel darah putih pada mencit menurut Malole dan Pramono
(1989):
Tabel 2
Nilai normal sel darah putih mencit
Kriteria
Nilai
Jumlah sel darah putih
6 – 15 x 103
Netrofil
10 – 40%
Limfosit
55 – 95%
Eosinofil
0 – 4%
Monosit
0.1 – 3.5%
Basofil
0 – 0.3%
2.5.1 Netrofil
Netrofil merupakan 70% dari keseluruhan jumlah leukosit yang bersirkulasi.
Biasanya netrofil berada di sistem sirkulasi dalam waktu kurang dari 48 jam,
sebelum akhirnya bermigrasi ke jaringan (Baratawidjaya 2006). Netrofil adalah
sel-sel matang yang dapat menyerang dan menghancurkan bakteri serta virus
dalam sirkulasi darah. Sebuah sel netrofil dapat memfagosit 5 sampai 20 bakteri
sebelum sel netrofil itu sendiri menjadi inaktif. Netrofil menyerang dan
12
membunuh bakteri dengan cara fagosit serta melepaskan bakterisidal (Guyton dan
Hall 1997).
Netrofil disebut sebagai garis pertahanan pertama karena bergerak cepat
ketika ada antigen dan dapat dengan segera menghancurkannya, namun
sayangnya tidak dapat bertahan lama. Netrofil memiliki sediaan cadangan energi
yang terbatas yang tidak dapat diisi kembali. Hal ini menyebabkan netrofil cepat
lelah dan biasanya hanya mampu melakukan fagosit secara terbatas. Untuk
mengatasi hal ini ada garis pertahanan kedua yaitu fagositik mononuklear
(makrofag) (Tizard 1988). Gambar dibawah ini memperlihatkan netrofil.
Gambar 7 Netrofil (Weiss dan Wardrop 2010).
2.5.2 Eosinofil
Sel darah putih kedua pada sistem myeloid adalah eosinofil, disebut
eosinofil karena granul sitoplasmik leukosit ini menyerap eosin (pewarna merah).
Eosinofil berkembang di sumsum tulang sebelum bermigrasi ke aliran darah dan
beredar selama 30 menit. Eosinofil kemudian akan bermigrasi ke jaringan dan
tetap berada disana sampai 12 hari. Jumlah eosinofil dalam darah bervariasi
menurut jumlah infeksi parasit. Eosinofil tidak sekuat netrofil dalam melakukan
fagosit, namun leukosit jenis ini memiliki granul sitoplasmik mengandung arginin,
peroksidase, lisofosfolipase, dan protein kationik. Kandungan didalam granul
dapat membunuh larva beberapa parasit dengan merusak kutikulanya (Tizard
1988). Gambar 8 menunjukkan eosinofil diantara sel darah merah.
Gambar 8 Eosinofil (Weiss dan Wardrop 2010).
13
2.5.3 Basofil
Jumlah basofil adalah yang paling sedikit diantara sel darah putih, yaitu
sekitar 0,5% dari leukosit. Granul sitoplasmanya berasosiasi kuat dengan zat
warna yang bersifat basofili seperti hematoksilin. Basofil memiliki fungsi yang
serupa dengan sel mast, yaitu membangkitkan proses peradangan akut pada
tempat deposisi antigen (Tizard 1988). Bentuk basofil akan diperlihatkan pada
gambar dibawah ini.
Gambar 9 Basofil (Weiss dan Wardrop 2010).
2.5.4 Monosit
Monosit adalah makrofag muda yang terdapat di aliran darah. Biasanya
jumlahnya 5% dari keseluruhan jumlah leukosit. Makrofag dewasa dapat
ditemukan dalam jaringan ikat yang disebut histiosit, di perbatasan sinusoid hati
atau biasa disebut sel Kupffer, pada otak disebut mikroglia, dan pada paru-paru
disebut makrofag alveol. Sel ini memiliki sitoplasma yang berisi banyak lisosom
dan retikulum endoplasmik. Terkadang beberapa makrofag menyatu, membentuk
sel raksasa bernukleus banyak dengan tujuan mengurung partikel besar yang tidak
dapat ditelan oleh sel tunggal.
Tugas utama makrofag adalah melakukan fagosit dan menghancurkan
partikel asing maupun jaringan mati, serta mengolah bahan asing tersebut untuk
membangkitkan sistem tanggap kebal. Selain itu, makrofag juga dapat mengatur
reaksi tanggap kebal, membuat protein dari sistem komplemen, dan mengeluarkan
bahan yang mempengaruhi proses perbarahan. Fagositosis yang dilakukan
makrofag tidak terbatas hanya pada mikroorganisme dan tanggap kebal, namun
juga pada netrofil yang rusak (Tizard 1988). Gambar 10 menunjukkan bentuk
monosit.
14
Gambar 10 Monosit (Weiss dan Wardrop 2010).
2.5.5 Limfosit
Limfosit merupakan unsur kunci yang dapat mengaktifkan berbagai
mekanisme pertahanan tubuh. Sel ini dapat dibentuk di sumsum tulang, kelenjar
limfe, limpa, dan timus dengan sel prekursor yang berasal dari sumsum tulang.
Limfosit memasuki pembuluh darah melalui pembuluh limfe. Limfosit yang ada
di darah perifer hanya sekitar 2% saja dari keseluruhan jumlah limfosit,
sedangkan sisanya terdapat pada organ limfoid (Ganong 2002).
Sel limfosit merupakan sel yang berperan utama dalam sistem imun
spesifik, sel T pada imunitas seluler dan sel B pada imunitas humoral. Sel T dan
sel B berasal dari prekursor yang dibentuk dalam sumsum tulang. Sel B matang
dalam sumsum tulang, sedangkan progenitor sel T bermigrasi dan matang di timus
(Baratawidjaja 2006). Berikut akan ditunjukkan gambar limfosit mencit diantara
sel darah merah dan platelet.
Gambar 11 Limfosit (Weiss dan Wardrop 2010).
Download