BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Pemahaman Konsep Sifat-Sifat Cahaya a. Pengertian Pemahaman Taksonomi Bloom mengelompokkan ranah kognitif ke dalam enam kategori. Keenam kategori itu mencakup keterampilan intelektual dari tingkat rendah sampai dengan tingkat tinggi. Dimulai dari tingkat terendah adalah mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Pemahaman masuk dalam tingkatan kedua setelah mengingat. Menurut Winkel (2005: 274), pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dari suatu bacaan, mengubah data yang disajikan dari bentuk tertentu ke bentuk lain, misalnya membuat perkiraan tentang kecenderungan yang tampak dalam data tertentu, seperti grafik. Pendapat lain diungkapkan oleh Daryanto (2012: 106) yang menyatakan bahwa pemahaman yaitu memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Sejalan dengan pendapat tersebut, Sudjana (2009: 24) mengartikan pemahaman merupakan kemampuan menangkap makna atau arti dari sesuatu konsep. Untuk itu perlu adanya hubungan atau pertautan antara konsep dengan makna yang ada dalam konsep tersebut. Tipe hasil belajar pemahaman ini lebih tinggi satu tingkat dari tipe hasil pengetahuan hafalan. Hal ini sesuai dengan Dellsen (2016: 76) dalam Studies in History and Philosophy of Science menyatakan: understanding involves a holistic cognitive state that goes beyond having knowledge of individual propositions, yang dapat diartikan pemahaman melibatkan keadaan proses 9 10 kognitif yang menyeluruh dan saling terkait yang melebihi pada tingkat pengetahuan proposisi individu Menyempurnakan uraian di atas, Sudjana (2009: 24) membedakan pemahaman menjadi tiga kategori, yaitu: 1) Pemahaman terjemahan, yakni kesanggupan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Misalnya mengartikan lambang Pramuka, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, dan lain-lain 2) Pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok, dan lain-lain. 3) Pemahaman ekstrapolasi, yakni kesanggupan melihat di balik yang tertulis, tersirat, dan tersurat, meramalkan sesuatu atau memperluas wawasan. Berdasarkan jenis-jenis pemahaman yang diuraikan Sudjana, maka pemahaman dalam penelitian ini termasuk dalam kategori pemahaman terjemahan karena memahami makna yang terkandung di dalamnya, yakni mengenai konsep sifat-sifat cahaya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk dapat menangkap informasi yang tersaji dan memahami makna yang terkandung di dalam suatu objek sehingga ia dapat menjelaskan atau menguraikan informasi tersebut dengan bahasanya sendiri. Menurut Anderson & Krathwohl (2015: 105) memahami berarti siswa dapat mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer. Dalam pemahaman terdapat beberapa dimensi yang memisahkan antartingkatan pemahaman ke dalam beberapa proses kognitif. Menurut Bloom dalam Anderson & Krathwohl (2015: 100) ada 7 indikator yang dapat dikembangkan dalam tingkatan proses kognitif pemahaman (Understand). Proses-proses kognitif dalam kategori-kategori proses kognitif, indikator dan definisinya ditunjukkan seperti pada Tabel 2.1 di bawah ini: 11 Tabel 2.1. Kategori dan Proses Kognitif Pemahaman Kategori Proses Pemahaman Indikator/ Definisi Proses kognitif Mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru. 1. Menafsirkan a. Mengklarifikasi Mengubah b. Memparafrasakan gambaran (misalnya, angka) c. Merepresentasi jadi bentuk lain (Misalnya, d. Menerjemahkan kata-kata). 2. Mencontohkan a. Mengilustrasikan b. Memberi contoh satu Menemukan bentuk contoh atau ilustrasi tentang konsep atau prinsip 3. Mengklasifika sikan 4. Merangkum a. Mengategorikan Menentukan sesuatu dalam b. Mengelompokkan satu kategori a. Mengabstraksi Mengabstraksikan b. Menggeneralisasi umum atau poin-poin pokok. tema Misalnya menulis ringkasan pendek tentang peristiwaperistiwa pelangi yang ditayangkan dalam video. 5.Menyimpulkan a. Menyarikan Membuat kesimpulan yang b. Mengekstrapolasi logis dari informasi yang c. Menginterpolasi diterima. d. Memprediksi 6. Membanding kan 7. Menjelaskan a. Mengontraskan Menentukan hubungan b. Memetakan antara dua ide, dua objek dan c. Mencocokkan semacamnya. a. Membuat model Membuat model sebab akibat dalam sebuah sistem 12 Memahami merupakan suatu kegiatan mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru. Siswa memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan “baru” dan pengetahuan lama mereka. Lebih tepatnya, pengetahuan yang baru masuk dipadukan dengan skema-skema dan kerangka-kerangka kognitif yang telah ada, sehingga pengetahuan konseptual menjadi dasar untuk memahami. Kategori-kategori pada dimensi proses kognitif merupakan pengklasifikasian proses-proses kognitif siswa secara komprehensif yang terdapat dalam tujuan-tujuan di bidang pendidikan. Berdasarkan Tabel 2.1 dapat diketahui bahwa pada tingkat memahami/ pemahaman terdiri dari 7 kategori proses yang dapat dikembangkan dalam tingkatan proses kognitif pemahaman (understand). Ketujuh kategori proses dalam tingkat pemahaman antara lain: menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan. Dari beberapa kategori proses kognitif ini dapat dijadikan sebagai indikator dari capaian tingkatan pemahaman. Setiap kategori ini terdiri dari dua atau lebih proses kognitif yang lebih spesifik. b. Pengertian Konsep Menurut Hamalik (2014: 162), pengertian konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum. Stimuli adalah objekobjek atau orang (person). Kita menyatakan suatu konsep dengan menyebut “nama” misalnya buku, perang, siswa, wanita cantik, guru-guru yang berdedikasi, dan sebagainya. Semua konsep tersebut menunjuk ke kelas/kategori stimuli. Konsep adalah suatu yang sangat luas. Konsepkonsep tidak terlalu kongruen dengan pengalaman pribadi kita, tetapi menyajikan usaha-usaha manusia untuk mengklasifikasikan pengalaman kita. Sedangkan Winkel (2005: 75) menyatakan bahwa pengertian konsep adalah suatu satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang bercirikan sama, dalam bentuk lambang mental yang penuh gagasan. Objek yang ada 13 berjumlah tak terbatas. Jumlah objek yang demikian banyak dan bervariasi itu, ditempatkan dalam golongan-golongan tertentu, sehingga jumlah objek dan aneka macam variasi dikurangi. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Rosser dalam Dahar (2011: 62) pengertian konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang mempunyai atribut yang sama. Walaupun kita dapat memberikan suatu definisi verbal suatu konsep, suatu definisi tidak mengungkapkan semua hubungan antara konsep itu dengan konsep-konsep yang lain. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian konsep adalah kategori stimuli berupa objek atau orang yang bersifat umum dan merupakan abstraksi mental yang menyajikan usaha manusia untuk mengklasifikasi pengalaman dan berguna untuk membantu proses mengingat menjadi lebih efisien. Pemahaman konsep diperoleh peserta didik dengan cara mengenal, memahami, dan merumuskan data yang menjadi ciri dari suatu konsep. Dengan memahami konsep yang benar maka peserta didik dapat menyerap, memahami, menguasai, dan menyimpan materi yang dipelajarinya dalam angka waktu yang lama. Menurut Sudjana (2009: 24), pemahaman konsep adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan siswa mampu memahami arti dari konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan seseorang untuk dapat menangkap informasi yang tersaji dan memahami makna dari konsep yang terkandung di dalam suatu objek dengan benar. c. Jenis-Jenis Konsep Macam-macam konsep yang kita pelajari tidak terbatas. Konsep panas sangat berbeda dengan konsep relativitas dalam beberapa dimensi. Menurut Flavel dalam Dahar (2011: 62-63) menyarankan bahwa konsepkonsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu sebagai berikut: 14 1) Atribut. Setiap konsep mempunyai sejumlah atribut yang bebeda. Contoh-contoh konsep harus mempunyai atribut yang relevan; termasuk juga atribut yang tidak relevan. Atribut dapat berupa fisik, seperti warna, tinggi, bentuk atau dapat juga berupa fungsional. 2) Struktur. Struktur menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya atribut-atribut itu. Berikut tiga macam struktur yang dikenal a) Konsep konjungtif, yaitu konsep yang di dalamnya terdapat dua / lebih sifat sehingga memenuhi syarat sebagai contoh konsep. b) Konsep disjungtif adalah konsep yang di dalamnya satu dari dua atau lebih sifat harus ada. c) Konsep relasional menyatakan hubungan tertentu antara atribut konsep. Kelas sosial merupakan suatu contoh konsep relasional. Kelas sosial ditentukan oleh hubungan antara pendapatan, pendidikan, jabatan atau pekerjaan, dan faktor-faktor lainnya. 3) Keabstrakan. Konsep-konsep dapat dilihat dan konkret atau konsep itu terdiri atas konsep-konsep lain. 4) Keinklusifan. Ini ditunjukkan pada jumlah jumlah contoh yang terlibat dalam konsep itu. 5) Generalitas atau keumuman. Bila diklasifikasikan, konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat atau subordinatnya. Semakin umum suatu konsep, semakin banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan konsep lainnya. 6) Ketepatan. Ketepatan suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan untuk membedakan contoh dengan noncontoh suatu konsep. 7) Kekuatan. Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang setuju bahwa konsep itu penting Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh jenis konsep, yaitu: atribut, struktur, keabstrakan, keinklusifan, generalitas, ketepatan, dan kekuatan. Berdasarkan jenis-jenis konsep yang telah diuraikan, konsep sifat-sifat cahaya termasuk dalam 15 dimensi ketepatan. Konsep sifat-sifat cahaya memiliki sejumlah aturan yang membedakan antara satu sifat dengan sifat lainnya, misalnya pada salah satu sifat cahaya merambat lurus, benda yang terkena berkas cahaya akan menimbulkan bayangan. Sementara pada sifat cahaya menembus benda bening, maka berkas cahaya yang mengenai benda bening akan diteruskan sehingga tidak menimbulkan bayangan. d. Tinjauan Materi Sifat-Sifat Cahaya Cahaya mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup. Dengan adanya cahaya kita dapat menggunakan indera mata kita untuk melihat benda-benda yang ada di sekitar kita. Tanpa adanya cahaya kehidupan di bumi pun dipastikan tidak dapat berjalan sempurna. Semua makhluk hidup menggantungkan hidupnya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap keberadaan cahaya. Tidak hanya manusia, namun tumbuhan dan hewan pun turut memanfaatkan cahaya untuk melakukan banyak hal. Pada dasarnya cahaya merupakan gelombang elektromagnetik. Di dalam medium yang homogen, cahaya merambat menurut garis lurus dengan kecepatan tertentu. Kecepatan cahaya ini bergantung dari macam medium yang dilaluinya. Banyak bukti yang menunjukkan cahaya berjalan menempuh garis lurus pada berbagai keadaan. Sebagai contoh, sebuah sumber cahaya titik seperti matahari menghasilkan bayangan. Sinar lampu senter tampak merupakan garis lurus. Semua benda yang menghasilkan cahaya disebut sumber cahaya. Biasanya benda yang menghasilkan cahaya disebut benda terang, sedangkan benda yang tidak menghasilkan cahaya disebut benda gelap. Menurut Kartono (2010:112), kita melihat benda dengan salah satu dari dua cara: (1) Benda tersebut merupakan sumber cahaya, seperti bola lampu, berkas api, atau bintang, dimana kita melihat cahaya yang langsung dipancarkan dari sumbernya, atau (2) lebih umum, kita melihat benda dari cahaya yang dipantulkan. Pada kasus kedua ini, cahaya mungkin berasal dari matahari, cahaya buatan, atau api perkemahan. 16 Ada tiga macam berkas cahaya yang berasal dari sumber cahaya. Ketiga berkas cahaya tersebut adalah: 1) Berkas cahaya divergen, yaitu berkas cahaya yang berasal dari satu titik dan memancar ke segala arah. 2) Berkas cahaya konvergen, yaitu cahaya yang berkumpul menuju ke satu titik. 3) Berkas cahaya paralel, yaitu berkas cahaya yang titik kumpulnya terletak di tempat tak terhingga. Ketiga berkas cahaya tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 Macam-macam Berkas Cahaya berikut: 1. Berkas divergen 2. Berkas konvergen 3. Berkas paralel Gambar 2.1. Macam-macam Berkas Cahaya (Sumber:Kartono, 2010: 72) Dalam pembelajaran di SD materi sifat-sifat cahaya terdapat pada Standar Kompetensi (SK) 6. menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model dan pada Kompetensi Dasar (KD) 6.1. mendeskripsikan sifat-sifat cahaya. Cahaya memiliki beberapa sifat yaitu : 1) Cahaya Merambat Lurus Jacobson & Bergman (1980: 399) berpendapat, “Light travels in straight lines.” Artinya cahaya merambat pada garis lurus. Hal tersebut dibuktikan dengan sebuah percobaan “If holes are cut in three pieces of cardboard and lined up at the level of a light, the light can be seen through the holes.”, yaitu jika lubang dibuat pada tiga lembar kertas karton dan diletakkan sejajar pada sorot cahaya, cahaya dapat dilihat melalui lubang karton tersebut. 17 Percobaan yang membuktikan bahwa cahaya merambat lurus dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut: Gambar 2.2. Percobaan Cahaya Merambat Lurus (Sumber: ilmupengetahuanalamkelas5.wordpress.com , 1 Maret 2016) Hal ini membuktikan bahwa cahaya merambat lurus. Bukti lainnya yaitu saat berkas cahaya lampu mobil atau sepeda motor dinyalakan di malam hari maka berkas cahayanya tampak merambat lurus. Selain itu, bayangan benda yang terbentuk karena cahaya matahari juga memiliki bentuk sama dengan bentuk aslinya. Hal ini juga membuktikan bahwa cahaya merambat lurus. 2) Cahaya Menembus Benda Bening Tillery, Enger & Ross (2013: 156) menyatakan “Some materials allow much of the light that falls on them to move though the material without being reflacted, they are called transparan”, yang berarti bahwa beberapa benda memungkinkan cahaya yang jatuh padanya/mengenainya tanpa dipantulkan, benda ini disebut benda tembus pandang atau benda bening. Sejalan dengan pendapat tersebut, Purwanto (2007: 195) menyatakan bahwa benda-benda yang dapat meneruskan cahaya disebut benda bening. Namun, jika cahaya yang merambat mengenai benda sepert kayu, orang, atau pohon, cahaya tersebut tertahan. Hal ini terbukti, ruangan di belakang benda tersebut gelap sehingga terjadi bayangbayang benda. Jadi benda gelap jika terkena cahaya akan membentuk 18 suatu bayangan. Biasanya bayangan yang terbentuk ada dua macam, yaitu bayang-bayang inti (umbra) dan bayang-bayang kabur (penumbra). 3) Cahaya Dapat Dipantulkan Menurut Kartono (2010: 123), ketika cahaya menimpa permukaan benda, sebagian cahaya akan dipantulkan. Sisanya diserap oleh benda (dan diubah menjadi energi panas) atau, jika benda tersebut transparan seperti kaca atau air, sebagian diteruskan. Untuk bendabenda yang sangat mengkilat seperti cermin berlapis perak, lebih dari 95% cahaya bisa dipantulkan. Apabila permukaan benda tersebut merupakan bidang datar, maka menurut hukum pemantulan Snellius : a) Sinar datang, sinar pantul, dan garis normal terletak pada satu bidang datar. b) Sudut datang = sudut pantul. Hukum pemantulan Snellius dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai berikut: Gambar 2.3. Hukum Pemantulan Snellius (Sumber: tips-trikbloger.blogspot.com diakses pada 1 Maret 2016) Pemantulan cahaya ada dua jenis yaitu pemantulan teratur dan pemantulan baur/difus. Jika permukaan benda yang menerima cahaya ternyata tidak rata, maka pemantulan tetap mengikuti hukum Snellius. Pemantulan akan terjadi tidak pada satu arah sehingga sinar pantul arahnya menjadi tidak beraturan. Keadaan ini tergantung pada garis normal setempat. Pemantulan cahaya pada bidang tidak rata akan 19 menghasilkan cahaya baur atau difus. Proses pemantulan teratur dan baur dapat dilihat pada Gambar 2.4 sebagai berikut: a. Pemantulan Teratur b. Pemantulas Baur/Difus Gambar 2.4. Proses Pemantulan Cahaya Teratur dan Difus (Sumber: ardianaputria.wordpress.com diakses pada 1 Maret 2016) Sementara itu, pemantulan teratur terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang rata, licin, dan mengkilap. Permukaan yang mempunyai sifat seperti ini misalnya cermin. Pada Pemantulan ini sinar pantul memiliki arah yang teratur. Kartono (2010: 71) menyatakan bahwa semua benda yang dapat memantulkan sebagian cahaya yang datang disebut cermin. Menurut Jacobson & Bergman (1980: 404), “There are three types of common mirrors, they are plane mirror, convex mirrors, and concave mirrors”. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa cermin terbagi menjadi tiga macam, yaitu: cermin datar, cermin cembung, dan cerming cekung. a) Cermin Datar Jacobson & Bergman (1980: 404) menyatakan “In the plane mirror, which has a flat surface and light is reflected evenly.”Maksudnya adalah pada cermin datar memiliki ciri-ciri permukaan yang datar dan cahaya yang dipantulkan merata. Sifatsifat bayangan yang dibentuk oleh cermin datar yaitu: (1) Ukuran (besar dan tinggi) bayangan sama dengan ukuran benda; (2) Jarak 20 bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin; (3) Kenampakan bayangan berlawanan dengan benda. Misalnya tangan kirimu akan menjadi tangan kanan bayanganmu; (4) Bayangan tegak seperti bendanya; (5) Bayangan bersifat semu atau maya. Artinya bayangan dapat dilihat dalam cermin, tetapi tidak dapat ditangkap oleh layar. b) Cermin Cembung (Konveks) Menurut Jacobson & Bergman (1980: 404), “Convex mirrors are shaped like the outside of a ball. Light that strikes convex mirror is spread out over a wider ara as it is reflacted.” Maksdunya adalah cermin cembung berbentuk seperti bagian luar bola. Cahaya yang dipantulkan oleh cermin cembung dapat melebar atau tersebar (divergen). Cermin cembung bagian mengkilapnya terletak di luar lengkungan. Sifat-sifata bayangan yang dibentuk oleh cermin cembung, yaitu: (1) Bersifat maya, karena titik fokusnya terletak di belakang cermin cembung, titik fokus bersifat maya dan jarak fokusnya bernilai negatif, (2) Tegak, (3) Diperkecil/lebih kecil dari benda yang sesungguhnya. c) Cermin Cekung (Konkaf) Kartono (2010: 75) mengungkapkan bahwa cermin cekung merupakan cermin dengan permukaan lengkung ke dalam yang halus sebagai pemantul. Kelengkungan ini merupakan permukaan bola. Jika cermin cekung mempunyai jari-jari yang panjangnya tak terhingga, maka cermin cekung akan berubah menjadi cermin datar. Sifat-sifat bayangan yang terbentuk pada cermin cekung sangat tergantung pada letak/jarak benda terhadap cermin. (1) Jika benda dekat dengan cermin cekung, bayangan benda bersifat tegak, lebih besar, dan semu (maya). 21 (2) Jika benda jauh dari cermin cekung, bayangan benda bersifat nyata (sejati) dan terbalik. Cermin cekung biasanya digunakan sebagai reflektor pada lampu mobil dan lampu senter. Cermin cekung bersifat mengumpulkan cahaya (konvergen). Itulah sebabnya, dinding lengkung tersebut sering disebut reflektor lampu. Selain digunakan pada lampu senter atau lampu kendaraan bermotor, reflektor juga dipasang pada mikroskop sebagai kaca penerang objek. 4) Cahaya Dapat Dibiaskan Sifat cahaya yang lainnya yaitu dapat dibiaskan. Cahaya akan mengalami pembiasan jika merambat melalui dua media yang kerapatannya berbeda. Pembiasan cahaya adalah pembelokan arah rambat cahaya. Pembelokan arah cahaya itu disebut dengan pembiasan cahaya (refraksi). Jacobson & Bergman (1980: 405) menjelaskan bahwa “Light is bent (refracted) when it passes to a medium with a different density”. Hal ini dapat diartikan bahwa pembiasan cahaya dapat terjadi apabila cahaya melewati medium dengan kerapatan yang berbeda. Sejalan dengan pendapat di atas, Hewitt (2010: 493) menyatakan “Refraction occurs when the average speed of light changes in going from one transparent medium to another.” Maksud dari pernyataan tersebut ialah refraksi/pembelokan cahaya terjadi ketika kecepatan ratarata cahaya berubah dari suatu media bening ke media lainnya. Hal ini sesuai dengan hukum Snellius yang berbunyi: a) Sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak dalam satu bidang datar. b) Sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat dibiaskan mendekati garis normal dan sinar datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat dibiaskan menjauhi garis normal. Proses pembiasan cahaya dapat dilihat pada Gambar 2.5 sebagai berikut: 22 Gambar 2.5. Proses Pembiasan Cahaya (Sumber: dwijunianto.wordpress.com diakses pada 1 Maret 2016) Dalam kehidupan sehari-hari, peristiwa yang menunjukkan bahwa cahaya dapat dibiaskan salah satunya adalah dasar kolam atau sungai yang jernih airnya tampak lebih dangkal dari kedalaman yang sebenarnya. Selain itu, contoh lain akan terlihat pada percobaan pensil yang dimasukkan ke dalam gelas yang berisi air, pensil tersebut akan tampak patah. 5) Cahaya Dapat Diuraikan Cahaya tampak yang berwarna putih dapat diuraikan menjadi berbagai warna dengan panjang gelombang yang berbeda. Penguraian cahaya putih menjadi berbagai warna disebut dispersi cahaya. Menurut Purwanto (2007: 235) Cahaya putih disebut sinar polikromatik, sedangkan cahaya merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu disebut cahaya monokrmatik. Susunan cahaya-cahaya berwarna (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu) yang membentuk cahaya putih disebut spektrum cahaya. Cahaya monokromatik mempunyai panjang gelombang dan frekuensi tertentu yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan in menyebabkan cahaya tersebut terbias dengan sudut bias tertentu yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, masing-masing cahaya monokromatik mempunyai sudut deviasi tertentu. Sudut deviasi adalah 23 sudut yang terbentuk antara perpanjangan sinar yang masuk dan perpanjangan sinar yang keluar prisma. Contoh peristiwa dispersi cahaya di alam adalah terbentuknya pelangi. Hewitt (2010: 495) mengungkapkan “A most spectacular illustration of dispersion is a rainbow. The beautiful colors of rainbow are dispersed from the sunlight by millions of tiny spherical water droplets that act like prism”. Maksudnya ialah sebuah ilustrasi mengenai penguraian cahaya adalah pelangi. Warna-warna yang indah pelangi didispersikan dari cahaya matahari oleh jutaan titik-titik kecil tetesan air yang berperan seperti prisma kaca. Proses penguraian cahaya dapat dilihat pada Gambar 2.6 berikut: Gambar 2.6. Proses Penguraian Cahaya (Sumber: pakguru-fisika.blogspot.com diakses pada 1 Maret 2016) Dari uraian materi di atas, dapat ditarik simpulan bahwa penerapan konsep sifat-sifat cahaya adalah kesanggupan dalam menggunakan gagasan berupa suatu kaidah, ide-ide, metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori yang bersifat umum dalam kehidupan sehari-hari mengenai sifat-sifat cahaya. Konsep sifat-sifat cahaya yang diteliti dalam penelitian ini meliputi sifat cahaya merambat lurus, cahaya menembus benda bening, cahaya dapat dipantulkan, cahaya dapat dibiaskan, dan cahaya dapat diuraikan. 24 2. Hakikat Model Pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) Berbasis Media Video a. Pengertian Model Menurut Dahar (2011: 13) model merupakan suatu analog konseptual yang digunakan untuk menyarankan bagaimana sebaiknya meneruskan penelitian empiris tentang suatu masalah. Sedangkan menurut Marx dalam Dahar (2011: 13) model ialah suatu struktur konseptual yang telah berhasil dikembangkan dalam suatu bidang, dan sekarang diterapkan, terutama untuk membimbing penelitian dan berpikir dalam bidang lain, biasanya dalam bidang yang belum begitu berkembang. Hal ini sejalan dengan pendapat Hosnan (2014: 337) yang menyatakan bahwa model adalah prosedur yang sistematis tentang pola belajar untuk mencapai tujuan belajar serta sebagai pedoman bagi pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Selain pendapat Dahar dan Marx, Anitah (2009: 45) menyatakan bahwa model adalah suatu kerangka berpikir yang dipakai sebagai panduan untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian model adalahsuatu kerangka berpikir yang dipakai sebagai panduan/pedoman untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. b. Pengertian Pembelajaran Winkel dalam Daryanto (2012: 212) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian kejadiankejadian internal yang berlangsung di dalam peserta didik. Sedangkan menurut Daryanto (2012:19) pembelajaran (instruction) merupakan akumulasi dari konsep mengajar (teaching) dan konsep belajar (learning). Penekanannya terletak pada perpaduan antara keduanya, yakni kepada 25 penumbuhan aktivitas subjek didik. Konsep tersebut dapat dipandang sebagai suatu sistem, sehingga dalam sistem belajar ini terdapat komponenkomponen siswa atau peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas dan prosedur serta alat atau media yang harus dipersiapkan. Pendapat lain diungkapkan oleh Chalil dalam Hosnan (2014: 4) bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sudjana (2004: 28) mengemukakan tentang pengertian pembelajaran bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah interaksi dua arah antara guru dan siswa dalam lingkungan belajar dengan memperhatikan materi, kondisi siswa, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi demi mencapai tujuan pembelajaran. c. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Arends dalam Trianto (2015: 51) model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Sejalan dengan pendapat tersebut, Soekamto dalam Shoimin (2014: 23) mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar megajar. Pendapat lain diungkapkan oleh Hosnan (2014:337) bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual/operasional yang melukiskan 26 prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam merencanakan, dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Selain itu, Suprijono (2011: 46) mendefinisikan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Berdasarkan beberapa uraian para ahi di atas, maka dapat disimpulkan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. d. Pengertian Model Pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) Model pembelajaran visual, auditory, kinesthetic atau VAK merupakan anak dari model pembelajaran Quantum yang berprinsip untuk menjadikan situasi belajar menjadi lebih nyaman dan menjanjikan kesuksesan bagi pembelajarnya di masa depan. Pembelajaran model ini mementingkan pengalaman belajar secara langsung dan menyenangkan bagi siswa. Menurut DePorter dalam Shoimin (2014: 226), pengalaman belajar siswa secara langsung dengan cara belajar dengan mengingat (visual), belajar dengan mendengar (auditory), dan belajar dengan gerak dan emosi (kinesthetic). Menurut Herdian dalam Shoimin (2014: 226), model pembelajaran VAK merupakan suatu model pembelajaran yang menganggap pembelajaran akan efektif dengan memerhatikan ketiga hal tersebut (Visual, Auditory, Kinesthetic), dan dapat diartikan bahwa pembelajaran dilaksanakan dengan memanfaatkan potensi siswa yang telah dimilikinya dengan melatih dan mengembangkannya. Sejalan dengan pendapat 27 Herdian, Ngalimun (2014: 168) menyatakan bahwa model pembelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siswa yang telah dimilikinya dengan melatih dan mengembangkannya. Huda (2014: 289) menyimpulkan, gaya belajar VAK adalah gaya belajar multi sensorik yang melibatkan tiga unsur gaya belajar, yaitu penglihatan, pendengaran, dan gerakan. Gaya belajar multi-sensorik ini merepresentasikan bahwa guru sebaiknya tidak hanya mendorong siswa untuk menggunakan satu modalitas saja, tetapi berusaha mengombinasikan semua modalitas tersebut untuk memberi kemampuan yang lebih besar dan menutupi kekurangan yang dimiliki masing-masing siswanya. Pemanfaatan dan pengembangan potensi siswa dalam pembelajaran ini harus memerhatikan kebutuhan dan gaya belajar siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Gilakjani (2012) dalam Journal of Studies in Education “Students learn in many different ways. Some students are visual learners, while other are auditory or kinesthetic learners. Visual learners learn visually by means of charts, graphs, and pictures. Auditory learners learn by listening to lectures and reading. Kinesthetic learners learn by doing. Students can prefer one, two, or three learning styles. Because of these different learning styles, it is important for teachers to incorporate in their curriculum activities related to each of these learning styles so that all students are able to succeed in their classes. While we use all of our senses to take in information, we each seem to have preferences in how we learn best. In order to help all students learn, we need to teach to as many of these preferences as possible.” Dapat diartikan bahwa siswa belajar dengan berbagai cara yang berbeda. Beberapa siswa belajar dengan gaya visual, sedangkan yang lainnya dengan gaya belajar auditory atau kinesthetic. Bagi siswa visual, akan mudah belajar dengan bantuan media seperti menggunakan tabel, grafik, gambar, chart, model, dan semacamnya. Siswa auditory, akan lebih mudah belajar melalui mendengarkan penjelasan guru dan membaca. Sementara siswa dengan tipe kinesthetic, akan mudah belajar sambil melakukan kegiatan tertentu. Siswa dapat memilih dan memiliki satu, dua, 28 atau tiga gaya belajar. Dikarenakan perbedaan beberapa gaya belajar siswa, maka sangat penting bagi guru untuk menggabungkan kegiatan dalam kurikulum mereka terkait dengan masing-masing gaya belajar sehingga semua siswa dapat berhasil dalam kelas mereka. Sementara kita menggunakan semua indera kita untuk mengambil informasi, kita masingmasing memiliki pilihan untuk menentukan mana gaya belajar yang terbaik dan cocok untuk kita. Untuk membantu semua siswa dalam belajar, kita perlu mengajar dengan banyak gaya belajar sehingga memudahkan siswa dalam belajar dengan masing-masing gaya/tipe belajar yang dimilikinya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) merupakan model pembelajaran yang mementingkan pengalaman belajar secara langsung dan menyenangkan bagi siswa dengan memperhatikan gaya belajar multi sensorik yang melibatkan tiga unsur gaya belajar, yaitu penglihatan (visual), pendengaran (auditory), dan gerakan (kinesthetic) untuk mencapai pemahaman dan pembelajaran yang efektif. Sejalan dengan pengertian di atas, peneliti gaya belajar Rita Dunn, dkk dalam Rose & Nicholl (2015: 130-131) mengidentifikasi tiga macam gaya belajar dan komunikasi yang berbeda, yaitu: 1) Tipe Visual ( belajar dengan cara melihat) Visual merupakan belajar dengan melihat dan mengamati, mengaitkan yang sedang dipelajari dengan sesuatu yang kelihatan. Siswa yang belajar dengan menggunakan indera mata biasanya melalui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, menggunakan media/alat peraga, mengingat dengan gambar, lebih suka membaca daripada dibacakan, dan mengingat dengan melihat. Seorang siswa lebih suka melihat gambar atau diagram, suka pertunjukan, peragaan atau menyaksikan video. Ketika membaca atau mengingat-ingat sesuatu, pelajar yang visual tak henti-hentinya membayangkan rupa benda itu. Dalam hal ini metode pengajaran guru sebaiknya lebih banyak dititik beratkan pada peragaan/media, ajak siswa ke objek- 29 objek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarnya di papan tulis. Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar visual misalnya lirikan mata ke atas bila berbicara dan berbicara dengan cepat. Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Siswa cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Siswa berpikir menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas anak visual lebih suka mencatat sampai detail-detailnya untuk mendapatkan informasi. 2) Tipe Auditory (belajar dengan cara mendengar) Auditory merupakan cara belajar dengan cara mendengarkan petunjuk lisan atau belajar dengan cara mendengar. Seorang auditori tidak harus selalu mendengar berkali-kali untuk mengingat sesuatu, tetapi dengan mendengarkan ucapan dirinya sendiri tentang informasi yang harus diingat ke dalam memori seefektif mungkin. Seorang siswa lebih suka mendengarkan kaset audio, ceramah-kuliah, diskusi, debat dan instruksi (perintah) verbal. Alat rekam sangat membantu pembelajaran pelajar tipe auditory. Jika unsur auditory sangat kuat, maka secara otomatis orang tersebut akan membacanya (bukan alam hati) seakan-akan berbicara sendiri dengan dirinya untuk memastikan bahwa orang tersebut dapat memahaminya. Modalitas ini mengakses segala jenis bunyi dan kata yang diucapkan maupun diingat. Musik, nada, irama, rima, dialog internal, dan suara menonjol di sini (DePorter, 2014: 123). Ciri-ciri siswa yang memiliki gaya belajar auditory misalnya lirikan mata ke arah kiri kanan, mendatar bila berbicara dan sedangsedang saja. Berdasarkan hal tersebut, guru sebaiknya harus memperhatikan siswanya sampai pada kesehatan alat pendengarannya 30 sehingga guru dapat memastikan mungkin ada siswa yang memiliki kekurangan dalam hal pendengaran. Anak yang mempunyai gaya belajar auditory dapat belajar dengan cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. 3) Tipe Kinesthetic (belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh ) Kinesthetic merupakan belajar dengan melibatkan anggota tubuh, apa yang sedang dipelajari diperagakan sehingga mereka bisa meraskaan/mengalami sendiri. Siswa yang belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh yaitu: menyentuh orang dan berdiri berdekaan, belajar dengan melakukan, menanggapi dengan fisik, mengingat sambil belajar dan melihat. Bagi siswa kinestetik belajar itu haruslah mengalami dan melakukan. Anak kinestetik sangat perlu bergerak sewaktu mempelajari sesuatu. Ciri-ciri siswa yang lebih dominan memiliki gaya belajar kinestetik misalnya lirikan mata ke bawah bila berbicara lebih lambat. Siswa yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan. Belajar kinestetik berarti belajar dengan menggunakan daya gerak dan emosi yang diciptakan melalui daya ingat. Jadi, dalam proses belajar mengajar berlangsung sebagai ciri pelajaran yang kinestetik akan melakukan kegiatan koordinasi, irama dalam berbicara dapat menanggapi masalah secara emosional. Adapun menurut DePorter & Hernacki (2013: 116-120) banyak ciriciri perilaku lain merupakan petunjuk kecenderungan belajar peserta didik. Ciri-ciri berikut ini akan membantu peserta didik menyesuaikan dengan modalitas belajarnya yang terbaik: 1) Orang-orang dengan Gaya Belajar Visual a) Rapi, teratur, teliti terhadap detail b) Berbicara dengan cepat c) Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik 31 d) Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi e) Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka f) Mengingat apa yang dilihat, daripada yang didengar g) Mengingat dengan asosiasi visual h) Biasanya tidak terganggu oleh keributan i) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering kali minta bantuan orang untuk mengulanginya j) Tekun dan lebih suka membaca daripada dibacakan k) Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek l) Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dalam rapat m) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak n) Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato o) Lebih suka seni daripada musik p) Sering kali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata q) Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memperhatikan 2) Orang-orang dengan Gaya Belajar Auditory a) Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja b) Mudah terganggu oleh keributan c) Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca d) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan e) Dapat menirukan kembali nada, birama dan warna suara 32 f) Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita g) Berbicara dalam irama yang terpola h) Biasanya pembicara yang fasih i) Lebih suka musik daripada seni j) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat k) Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar l) Lebih pandai mengeja keras daripada menuliskannya m) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik 3) Orang-orang dengan Gaya Belajar Kinesthetic a) Berbicara dengan perhatian b) Menanggapi perhatian fisik c) Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka d) Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang e) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak f) Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar g) Belajar melalui memanipulasi dan praktik h) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat i) Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca j) Banyak menggunakan isyarat tubuh k) Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama l) Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang telah pernah berada di tempat itu m) Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi n) Menyukai buku-buku yang berorientasi pada plot- mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca o) Kemungkinan tulisannya jelek p) Ingin melakukan segala sesuatu q) Menyukai permainan yang menyibukkan 33 Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diuraikan bahwa tipe/ gaya belajar siswa ada tiga, yaitu visual (melihat), auditory (mendengar), dan kinesthetic (mendengar) dengan karakteristik masing-masing. Pengetahuan tipe belajar siswa ini akan bermanfaat bagi guru dalam menerapkan pembelajaran individual yang tepat sesuai tipe belajar siswa sehingga pembelajaran akan berlangsung secara efektif dan efisien. Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan dalam pembelajaran klasikal, strategi pembelajaran dapat diterapkan pada ketiga tipe belajar siswa tersebut secara simultan. e. Langkah-Langkah Pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK): Menurut pendapat Shoimin (2014: 227) langkah-langkah dalam pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) adalah sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan (kegiatan pendahuluan) Pada kegiatan pendahuluan, guru memberikan motivasi untuk membangkitkan minat siswa dalam belajar, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang kepada siswa, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk menjadikan siswa lebih siap dalam menerima pelajaran. 2. Tahap Penyampaian (kegiatan inti pada eksplorasi) Pada menemukan kegiatan materi inti, guru pelajaran mengarahkan yang baru siswa secara untuk mandiri, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindra, yang sesuai dengan gaya belajar VAK. Tahap ini biasa disebut eksplorasi. Pada tahap ini siswa mengamati video tentang materi sifat-sifat cahaya untuk mengasah modalitas visual dan auditory. Selanjutnya siswa akan diajak untuk melakukan praktikum pembuktian sifat-sifat cahaya sebagai langkah perwujudan dari modalitas kinesthetic. 34 3. Tahap Pelatihan (kegiatan inti pada elaborasi) Pada tahap pelatihan, guru membantu siswa untuk mengintegrasi dan menyerap pengetahuan serta keterampilan baru dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan gaya belajar VAK. Kegiatan elaborasi dapat dilakukan dengan membuat laporan eksplorasi atau mendiskusikan hasil yang diperoleh pada tahap eksplorasi, kemudian mempresentasikan hasil diskusi dalam praktikum melalui lisan atau tertulis, baik secara individu maupun kelompok. 4. Tahap Penampilan Hasil (kegiatan inti pada konfirmasi) Tahap penampilan hasil merupakan tahap seorang guru membantu siswa dalam menerapkan dan memperluas pengetahuan maupun keterampilan baru yang mereka dapatkan, pada kegiatan belajar sehingga hasil belajar mengalami peningkatan. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi sebagai pemantapan konsep. Pendapat lain diungkapkan oleh Rose & Nicholl (2015: 145) menyatakan bahwa sebaiknya kita mencari kombinasi dari ketiganya. Cara belajar multi-sensori boleh jadi akan menjadi sesederhana dengan tahaptahap berikut ini: (1) membaca dan memvisualisasikan, hal ini berarti anda telah melihatnya; (2) menyusun pertanyaan dan merekam jawaban keraskeras, berarti anda telah mendengarnya; (3) menulis butir-butir penting suatu subjek pada kartu-kartu indeks dan menyusunnya dalam urutan logis berarti anda telah menanganinya secara fisik. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam pembelajaran dengan model Visualization, Auditory, Kinesthetic adalah sebagai berikut: 1. Pada Tahap Persiapan (Pendahuluan) Guru mengkondisikan siswa dan memberikan motivasi supaya siswa dalam keadaan optimal dan siap belajar. 35 2. Tahap Penyampaian (kegiatan inti pada eksplorasi) Pada menemukan kegiatan materi inti, guru pelajaran mengarahkan yang baru siswa secara untuk mandiri, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindra, yang sesuai dengan gaya belajar VAK dengan cara menvisualisasikan materi pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran. Pada tahap ini siswa mengamati video tentang materi sifat-sifat cahaya untuk mengasah modalitas visual dan auditory. Selanjutnya siswa melakukan tanya jawab bersama guru untuk memperdalam materi yang diperolehnya dari tayangan video yang menunjukkan bahwa siswa telah memperhatikan dan mendengar dengan baik. Kemudian siswa melaksanakan kegiatan praktikum pembuktian sifat-sifat cahaya sebagai langkah perwujudan dari modalitas kinesthetic. 3. Tahap Pelatihan (kegiatan inti pada elaborasi) Pada tahap pelatihan, guru membantu siswa untuk mengintegrasi dan menyerap pengetahuan serta keterampilan baru dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan gaya belajar VAK. Kegiatan elaborasi dapat dilakukan dengan membuat laporan eksplorasi atau mendiskusikan hasil yang diperoleh pada tahap eksplorasi, kemudian mempresentasikan hasil diskusi dalam praktikum melalui lisan atau tertulis, baik secara individu maupun kelompok. 4. Tahap Penampilan Hasil (kegiatan inti pada konfirmasi) Tahap penampilan hasil merupakan tahap seorang guru membantu siswa dalam menerapkan dan memperluas pengetahuan maupun keterampilan baru yang mereka dapatkan, pada kegiatan belajar sehingga hasil belajar mengalami peningkatan. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi sebagai pemantapan konsep. 36 f. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) Menurut pendapat Shoimin (2014: 228-229), terdapat kelebihan dan kekurangan dalam model pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK). Kelebihan dari penggunaan model pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) adalah sebagai berikut: 1) Pembelajaran akan lebih efektif karena mengombinasikan ketiga gaya belajar. 2) Mampu melatih dan mengembangkan potensi siswa yang telah dimiliki oleh pribadi masing-masing. 3) Memberikan pengalaman langsung kepada siswa. 4) Mampu melibatkan siswa secara maksimal dalam menemukan dan memahami suatu konsep melalui kegiatan fisik, seperti demonstrasi, percobaan, observasi, dan diskusi aktif. 5) Mampu menjangkau setiap gaya pembelajaran siswa. 6) Siswa yang memiliki kemampuan bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar karena model ini mampu melayani kebutuhan siswa yan memiliki kemampuan di atas rata-rata. Kelemahan dari penggunaan model pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) yaitu tidak banyak orang mampu mengombinasikan ketiga gaya belajar tersebut. Dengan demikian, orang yang hanya mampu menggunakan satu gaya belajar, hanya akan mampu menangkap materi jika menggunakan metode yang lebih memfokuskan kepada salah satu gaya belajar yang didominasi. Solusi yang dapat dilakukan yaitu guru harus lebih memahami dan memperhatikan ketiga gaya belajar yang dimiliki siswa, sehingga dalam pembelajaran ketiga gaya belajar tersebut akan dilibatkan dan dikombinasikan menjadi suatu pembelajaran yang efektif dan dapat meningkatkan pemahaman siswa. Selain itu, penggunaan media pembelajaran harus dimaksimalkan dengan pemilihan media yang lebih beragam dan inovatif serta mendukung dalam proses pembelajaran. 37 Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan model pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dari kelebihan yang telah diuraikan, penggunaan model pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) ini dapat menjadikan pembelajaran lebih efektif karena dengan mengkombinasikan ketiga gaya belajar, dapat memberi pengalaman langsung kepada siswa sehingga dapat meningkatkan keterlibatan dan keaktifan siswa selama pembelajaran. Meskipun banyak kelebihan yang bisa kita ambil dari penggunaan model pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK), namun ada juga kekurangannya yaitu tidak banyak orang mampu mengombinasikan ketiga gaya belajar tersebut. Kekurangan ini dapat diatasi dengan pemahaman guru mengenai gaya belajar siswa yang berbeda-beda dan penggunaan media pembelajaran yang lebih dimaksimalkan. g. Pengertian Media Pembelajaran Kata media berasal dari Bahasa latin, yaitu medius yang secara harafiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Selain itu, kata media juga berasal dari Bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, dan secara harfiah berarti perantara atau pengantar, yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Menurut Santoso S. Hamidjojo dalam Hosnan (2014: 111), media pembelajaran adalah media yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pelajaran yang bermaksud untuk mempertinggi kegiatan belajar mengajar dalam segi mutu. Selain itu, Hosnan (2014: 111) memaparkan bahwa media pendidikan adalah segala sarana atau bentuk komunikasi nonpersonal yang dapat dijadikan sebagai wadah dar informasi pelajaran yang akan disampaikan kepada anak didik serta dapat menarik minat serta perhatian, sehingga tujuan belajar dapat tercapai dengan baik. Media pembelajaran tidak hanya berupa benda saja. Sejalan dengan pendapat di atas, Anitah (2009: 124) menyatakan bahwa media adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang 38 memungkinkan pebelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Menurut Hamdani (2011: 243), media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa, yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Adapun media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran. Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian media yang telah disebutkan di atas, ternyata banyak persamaan. Meskipun diungkapkan dengan redaksi dan cara yang berbeda, namun pengertiannya sama, yaitu bahwa media pembelajaran merupakan suatu alat atau perantara baik berupa fisik maupun non fisik yang dapat mempermudah penyampaian suatu pesan dari satu sumber informasi kepada penerima atau peserta didik dengan menciptakan suasana yang kondusif dan dapat menarik antusiasme siswa untuk dapat mengikuti pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Menurut Hosnan (2014: 111), pada saat seorang guru mendesain suatu program pengajaran, komponen-komponen media pengajaran harus mendasari pemikirannya. Untuk memulai penggunaan media pengajaran, guru bisa memulai dengan menggunakan media yang sederhana, seperti poster, lukisan, foto, radio, tape recorder, dan lain-lain. Penggunaan media audio-visual tersebut sangat membuat komunikasi menjadi lebih efektif karena siswa langsung menangkap apa yang diajarkan guru secara nyata. Selain itu, penggunaan media pembelajaran dapat menimbulkan daya tarik bagi siswa sehingga siswa lebih senang belajar yang pada akhirnya akan memberikan hasil belajar yang lebih baik. Apabila pengajaran disampaikan dengan bantuan alat-alat yang menarik, maka siswa akan merasa senang dan pembelajaran dapat berangsung dengan efektif (Putra, 2013: 29). 39 h. Karakteristik Media Pembelajaran Media pembelajaran memiliki keistimewaan tertentu yang dapat membantu proses pembelajaran. Hussein (2010: 18) dalam International Journal of Learning and Teaching menyatakan: The diversion in ways of learning may be balanced out with the guidance and use of multimedia in the classroom that appeal to learners in multiple ways”, yang dapat diartikan pengalihan cara belajar dapat diimbangi dengan bimbingan dan penggunaan multimedia di kelas yang menarik bagi peserta didik dalam berbagai cara. Karakteristik media dalam pembelajaran menurut Gerlach & Ely dalam Hosnan (2014: 112), terdapat tiga ciri media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. 1) Fixative Property (Ciri Fikastif), ciri ini menggambarkan kemampuan media perekam, menyimpan, melestarikan dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek. Seperti fotografi, video tape, audio tape, disket komputer, dan film. 2) Distribulative Property (Ciri Distributif) memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang dan secara bersamaan disajikan kepada siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu. 3) Manipulative Property (Ciri Manipulatif), kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit. Dengan teknik pengambilan gambar tie-lapse recording, suatu kejadian dapat dipercepat atau bisa juga diperlambat pada saat menayangkan kembali hasil rekaman video. Kemampuan media dari manipulatif memerlukan perhatian sungguh-sungguh karena apabila terjadi kesalahan dalam pengaturan kembali urutan kejadian atau pemotongan bagian yang salah, maka akan terjadi pula kesalahan penafsiran, yang tentu saja akan membingungkan dan bahkan menyesatkan. Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat tiga ciri media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu ciri fiksatif, ciri distributif, dan ciri manipulatif. Dari ketiga ciri tersebut harus dipahami oleh seorang guru sehingga guru dapat menentukan jenis media mana yang sesuai dengan pembelajaran yang akan dilakukan berdasarkan ciri media yang telah diuraikan di atas. 40 i. Media Video Video termasuk dalam media audio visual yang dapat memberikan dimensi lain pada pembelajaran dan selain itu materinya akan lebih efektif menjangkau pebelajar dengan gaya belajar yang berbeda-beda. Video berisi gambar hidup/bergerak yang ditayangkan pada monitor/televisi. Dengan kemajuan teknologi, film/video sudah tidak terbatas lagi karena keduanya dapat ditayangkan di monitor komputer, laptop, ataupun diproyeksikan menggunakan LCD Proyektor. Program video/film biasanya disebut sebagai alat bantu pandang dengar (audio/visual aids/audio visual media). Umumnya program video/film telah dibuat dalam rancangan lengkap, sehingga setiap akhir penayangan, siswa dapat menguasai satu atau lebih kompetensi dasar. Menurut Hosnan (2014: 113), karakteristik media video atau media audio visual yang menampilkan gerak saat ini semakin dikenal di kalangan masyarakat. Media ini berupa rekaman pada pita magnetic melalui kamera video. Meskipun media video hampir sama dengan media film dalam karakteristiknya, tetapi dapat menggantikan film. Karena baik video maupun film mempunyai kelebihan dan kelemahannya. Karakteristik media video adalah mengutamakan objek yang bergerak, berwarna, bersuara, dan didukung oleh efek suara maupun visual, dapat menyajikannya dan tidak memerlukan ruang gelap. Daryanto (2013: 87) menjelaskan bahwa video menambah suatu dimensi baru terhadap pembelajaran. Hal ini karena karakteristik teknologi video yang dapat menyajikan gambar bergerak pada siswa, disamping suara yang menyertainya sehingga siswa merasa seperti berada di suatu tempat yang sama dengan program yang ditayangkan video. Seperti yang diketahui bahwa tingkat retensi (daya serap dan daya ingat) siswa terhadap materi pelajaran dapat meningkat secara signifikan jika proses pemerolehan informasi awalnya lebih besar melalui indera pendengaran dan penglihatan. Hal ini sesuai dengan langkah kegiatan pada penelitian ini, pada kegiatan eksplorasi siswa melaksanakan kegiatan pengamatan video untuk 41 memperoleh informasi/materi pembelajaran sebagai wujud dari gaya belajar visual dan auditory sehingga daya serap dan daya ingat siswa terhadap materi pembelajaran akan lebih meningkat. Menurut Hamdani (2011: 254), video sangat cocok untuk mengajarkan materi dalam ranah perilaku atau psikomotor. Video memaparkan keadaan real dari suatu proses, fenomena atau kejadian sehingga dapat memperkaya pemaparan. Selain itu, menurut Daryanto (2013: 11) dengan penggunaan media video siswa dapat mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi, misalnya terjadinya pelangi. Penggunaan media video juga dapat memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar karena guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar. Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka video dapat didefinisikan sebagai hasil rekaman dari perangkat kamera yang dapat menampilkan gambar bergerak maupun suara yang ada dalam lingkungan sekitarnya dan dapat disimpan maupun dimainkan kembali pada waktu yang akan datang. Pada pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini, setelah pemutaran video pembelajaran dengan materi sifat-sifat cahaya, guru mengadakan kegiatan tanya jawab bersama siswa mengenai materi yang disampaikan melalui tayangan video untuk memperdalam materi. Ketika video diputar seluruh siswa fokus mengamati dan memahami materi pembelajaran. Setelah kegiatan tanya jawab, siswa dibagi dalam kelompok dan mendiskusikan hal-hal yang telah mereka pelajari dari video dan mecoba mempraktikkan atau menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Mereka dalam kelompok harus menuliskan urutan jawaban yang telah diajukan guru. j. Kelebihan dan Kekurangan Media Video Media video dapat digunakan untuk penyampaian materi dalam proses pembelajaran, dengan media video ini juga dapat menarik perhatian siswa dan menumbuhkan motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Media video ini mempunyai beberapa kelebihan. Menurut Arief S. Sadiman (2012:74-75), kelebihan media video antara lain: 42 1) Dapat menarik perhatian untuk periode-periode yang singkat dari rangsangan luar lainnya. 2) Dengan alat perekam pita video sejumlah besar penonton dapat memperoleh informasi dari ahli-ahli/spesialis; 3) Menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang 4) Kamera TV bisa mengamati lebih dekat objek yang sedang bergerak atau objekyang berbahaya seperti harimau; 5) Keras lemah suara yang ada bisa diatur dan disesuaikan bila akan disisipi komentar yang akan didengar; 6) Gambar proyeksi biasa di-“beku”-kan untuk diamati dengan seksama. Guru bisa mengatur di mana dia akan menghentikan gerakan gambar tersebut; kontrol sepenuhnya di tangan guru; dan 7) Ruangan tak perlu digelapkan waktu menyajikannya. Selain mempunyai banyak kelebihan, video juga mempunyai kekurangan. Menurut Arief S. Sadiman (2012: 75), kelemahan penggunaan media video dalam proses belajar mengajar adalah: 1) Perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi mereka jarang dipraktikkan; 2) Sifat komunikasinya bersifat satu arah dan harus diimbangi dengan pencarian bentuk umpan balik yang lain; 3) Kurang mampu menampilkan detail dari objek yang disajikan secara sempurna; dan 4) Memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks. Pendapat di atas didukung oleh Hamdani (2011: 188), kelebihan dari penggunaan media video adalah: 1) Dapat menstimulasi efek gerak 2) Dapat diberi suara maupun warna 3) Tidak memerlukan keahlian khusus dalam penyajiannya 4) Tidak memerlukan ruangan gelap dalam penyajiannya. Secara lebih spesifik dalam hal pendidikan, Hamdani (2011: 254) menyatakan penggunaan video dalam pendidikan memiliki beberapa kelebihan, yaitu: 1) Sistem pembelajaran lebih inovatif dan interaktif. 43 2) Guru akan selalu dituntut untuk kreatif inovatif dalam mencari terobosan pembelajaran. 3) Mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi gambar, atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung guru tercapainya tujuan pembelajaran. 4) Mampu menimbulkan rasa senang selama proses PBM berlangsung. Hal ini akan menambah motivasi siswa selama proses pembelajaran sehingga didapatkan tujuan pembelajaran yang maksimal. 5) Mampu memvisualisasikan materi yang selama ini sulit untuk diterangkan hanya dengan penjelasan atau alat peraga yang konvensional. 6) Media penyimpanan yang relatif gampang dan fleksibel. Sedangkan kekurangan dari penggunaan media video antara lain : 1) Memerlukan peralatan khusus dalam penyajiannya, 2) Memerlukan tenaga listrik 3) Memerlukan keterampilan dan kerja tim dalam pembuatannya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan media video dalam pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dari kelebihan yang telah diuraikan, penggunaan media video dapat meningkatkan keantusiasan siswa dalam proses pembelajaran, penggunaan media video mampu menggabungkan antara teks, gambar, audio, musik, animasi, gambar, atau video dalam satu kesatuan yang saling mendukung guna tercapainya tujuan pembelajaran, mampu memvisualisasikan materi yang selama ini sulit untuk diterapkan hanya dengan penjelasan atau alat peraga yang konvensional sehingga dapat menimbulkan rasa senang dan tertarik selama proses pembelajaran. Penggunaan media video juga memiliki beberapa kelemahan antara lain sifat komunikasinya bersifat satu arah, solusi yang dapat diambil yaitu dengan guru juga memberi penjelasan tambahan yang belum disampaikan dalam tayangan video serta guru aktif memberi pertanyaan sebagai pancingan. Selain itu kekurangan yang lain adalah memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks, jadi hanya sekolah yang memiliki fasilitas yang kompleks saja yang bisa menggunakan media video secara maksimal 44 k. Penerapan Model Pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) berbasis Media Video Model pembelajaran VAK berbasis media video dalam pembelajaran tentang materi sifat-sifat cahaya diterapkan sesuai dengan tahap-tahapan pelaksanaan model pembelajaran VAK yang telah diuraikan sebelumnya dan diintegrasikan dengan penggunaan media video pada setiap pertemuan. Cruse (2006: 5) dalam Using Educational Video in the Classroom menyatakan bahwa “The benefits of video, where much of the content is conveyed visually for visually-oriented learners is immediately apparent. However, video also benefits auditory learners, with its inclusion of sound and speech, and can provide demonstration not otherwise possible in classrooms for tactile learners (kinesthetic learners). Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa manfaat video, di mana banyak dari isi yang disampaikan secara visual untuk pelajar dengan gaya belajar berorientasi visual akan nampak jelas efek visualnya. Namun, video juga manfaat pelajar dngan gaya belajar auditory, dengan dimasukkannya suara dan pidato, dan dapat memberikan demonstrasi yang tidak bisa dihadirkan langsung dalam pembelajaran di kelas untuk pelajar taktil (pelajar kinesthetic) Selain itu, Cruse (2006: 5) juga menyatakan bahwa “In fact, all students, both with and without a strongly dominant modality preference, benefit from instruction that includes video. Pernyataan terebut dapat dinyatakan bahwa, bahkan semua siswa baik dengan dan tanpa modalitas dengan pilihan yang sangat dominan, manfaat dapat diperoleh dari pembelajaran yang menggunakan video. Penggunaan media video yang dipilih disesuaikan dengan sifat-sifat cahaya yang akan diajarkan, sehingga setiap pertemuan media video yang digunakan juga berbeda. Pada tahap persiapan guru memberikan motivasi untuk membangkitkan minat siswa dalam belajar, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang kepada siswa, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk menjadikan siswa lebih siswa lebih siap dalam menerima pelajaran. Pada tahap penyampaian, guru 45 memancing siswa dengan beberapa pertanyaan yang jawabannya harus mereka temukan dalam tayang video, guru mengarahkan siswa untuk menemukan materi pelajaran yang baru secara mandiri, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindra sesuai dengan gaya belajar VAK. Pada tahap ini siswa mengamati video tentang materi sifat-sifat cahaya untuk mengasah modalitas visual dan auditory. Selanjutnya siswa melakukan tanya jawab bersama guru untuk memperdalam materi yang diperolehnya dari tayangan video yang menunjukkan bahwa siswa telah memperhatikan dan mendengar dengan baik. Kemudian siswa melaksanakan kegiatan praktikum pembuktian sifat-sifat cahaya sebagai langkah perwujudan dari modalitas kinesthetic. Pada tahap pelatihan, guru membantu siswa untuk mengintegrasi dan menyerap pengetahuan serta keterampilan baru dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan gaya belajar VAK. Kegiatan ini masuk dalam tahap elaborasi yang dilakukan dengan siswa membuat laporan eksplorasi atau mendiskusikan hasil yang diperoleh pada tahap eksplorasi, kemudian mempresentasikan hasil diskusi dalam praktikum melalui lisan atau tertulis, baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap penampilan hasil merupakan tahap seorang guru membantu siswa dalam menerapkan dan memperluas pengetahuan maupun keterampilan baru yang mereka dapatkan pada kegiatan belajar sehingga hasil belajar mengalami peningkatan. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi sebagai pemantapan konsep. Setelah itu, guru melakukan umpan balik terhadap keseluruhan proses pembelajaran tentang materi sifat-sifat cahaya, memberikan penguatan dan evaluasi kepada setiap siswa untuk memahami sifat-sifat cahaya sesuai yang diperintahkan. 3. Penelitian yang Relevan Sebelum penelitian ini dilaksanakan, telah dilakukan tinjauan terhadap hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Terdapat beberapa penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini, antara lain: 46 a. Penelitian Wahyu Kurniawati (2013) yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran VAK (Visualization, Auditory, and Kinesthetic) terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Kristen Satya Wacana Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2012/2013”. Dalam penelitian Kurniawati menyimpulkan bahwa hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD Kristen Satya Wacana Salatiga dengan menggunakan model pembelajaran VAK (Visulization, Auditory, and Kinesthetic) lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SD dengan menggunakan metode pembelajaran ceramah dan diskusi. Persamaan penelitian Kurniawati (2013) dengan penelitian ini yaitu pada variabel bebas yang menggunakan model pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK). Perbedaannya terdapat pada jenis penelitiannya, pada penelitian Wahyu Kurniawati menggunakan penelitian eksperimen, sedangkan penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Selain itu, pada variabel terikatnya, penelitian yang dilakukan Wahyu Kurniawati yaitu hasil belajar IPA, dan pada penelitian ini yaitu pembelajaran IPA yang lebih spesifik pada pemahaman konsep sifat-sifat cahaya. b. Penelitian Muhammad Faisal Arba’in (2015) yang berjudul “Peningkatan Pemahaman Konsep Sifat-Sifat Cahaya Melalui Model pembelajaran TwoStay Two-Stray Berbasis Eksperimen pada Siswa Kelas V SD Negeri Karangasem II Tahun Ajaran 2014/2015”. Dalam penelitian Arba’in (2015) menyimpukan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Two-Stay Two-Stray Berbasis Eksperimen dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya. Pada siklus I pemahaman konsep sifat-sifat cahaya meningkat menjadi 61,29% , pada siklus II meningkat menjadi 83,87%, dan pada siklus III meningkat lagi menjadi 93,55%. Persamaan penelitian Arba’in (2015) dengan penelitian ini yaitu pada variabel terikatyaitu materi konsep sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V. Sedangkan perbedaannya terdapat pada variabel bebasnya, penelitian yang 47 dilakukan Muhammad Faisal Arba’in yaitu melalui model pembelajaran Two-Stay Two-Stray Berbasis Eksperimen. c. Penelitian Saddam Styawan (2013) yang berjudul “Penggunaan Media Video Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Peristiwa Alam pada Siswa Kelas V SDN 03 Bolon Colomadu Tahun Ajaran 2012/2013”. Dalam Penelitian Styawan (2013) menyimpulkan bahwa dengan menggunakan media video dapat meningkatkan pemahaman konsep peristiwa alam pada siswa kelas V SDN 03 Bolon Tahun Ajaran 2012/2013. Pada siklus I pemahaman konsep peristiwa alam meningkat menjadi 75,86% dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 86,21%. Persamaan penelitian Styawan (2015) dengan penelitian ini yaitu pada variabel bebas yang menggunakan media video. Sedangkan perbedaannya terdapat pada variabel terikatnya, penelitian yang dilakukan Saddam Styawan yaitu pemahaman konsep peristiwa alam. B. Kerangka Berpikir Kondisi awal yang dihadapi siswa kelas V SD Negeri Bangsalan I adalah dalam melaksanakan pembelajaran IPA, guru masih menggunakan metode pembelajaran yang konvensional seperti ceramah, penugasan, dan mencatat, sehingga siswa merasa bosan dan kurang memperhatikan ketika pembelajaran sedang berlangsung. Selain itu, guru kurang dalam penggunaan media pembelajaran karena hanya menggunakan media gambar yang ada pada buku bahan ajar siswa saja. Akibatnya pemahaman konsep materi sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SD Negeri Bangsalan I tergolong rendah, terbukti dari 19 siswa, siswa yang memperoleh nilai di atas 65 sejumlah 5 orang (26%) dan siswa yang memperoleh nilai di bawah 65 sejumlah 14 anak (74%) dengan nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) pada pembelajaran IPA sebesar 65. Berdasarkan kondisi awal tersebut, upaya yang dapat dilakukan guru dalam pembelajaran IPA pada materi sifat-sifat cahaya kelas V SD Negeri Bangsalan I, Teras, Boyolali ialah dengan menerapkan model pembelajaran Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) berbasis media video. Alasan utama pemilihan model Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) berbasis media video adalah model ini 48 memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar langsung dengan bebas menggunakan modalitas yang dimilikinya untuk mencapai pemahaman dan pembelajaran yang efektif karena dikolaborasikan dengan penggunaan media video yang dapat menarik perhatian siswa sehingga siswa tidak merasa bosan dan menjadi lebih aktif selama pembelajaran berlangsung. Pemanfaatan dan pengembangan potensi siswa dalam pembelajaran ini harus memerhatikan kebutuhan dan gaya belajar siswa, baik bagi siswa visual, auditory, maupun kinesthetic. Pada kegiatan eksplorasi, siswa menggali pengetahuan melalui tayangan video pembelajaran yang dapat mengasah modalitas visual dan auditory. Pemberian pengalaman langsung dilakukan melalui kegiatan praktikum pembuktian sifat-sifat cahaya sebagai perwujudan dari gaya belajar/modalitas kinesthetic. Video termasuk dalam media audio visual yang dapat memberikan dimensi lain pada pembelajaran dan selain itu materinya akan lebih efektif menjangkau pebelajar dengan gaya belajar yang berbeda-beda. Penggunaan media video dalam pembelajaran dapat memberikan dimensi lain pada pembelajaran dan selain itu materinya akan lebih efektif menjangkau pebelajar dengan gaya belajar yang berbeda-beda. Karakteristik teknologi video yang dapat menyajikan gambar bergerak pada siswa, disamping suara yang menyertainya sehingga siswa merasa seperti berada di suatu tempat yang sama dengan program yang ditayangkan video. Seperti yang diketahui bahwa tingkat retensi (daya serap dan daya ingat) siswa terhadap materi pelajaran dapat meningkat secara signifikan jika proses pemerolehan informasi awalnya lebih besar melalui indera pendengaran dan penglihatan. Pembelajaran IPA yang awalnya dianggap membosankan bisa dikreasikan menjadi pembelajaran yang lebih menyenangkan dan melibatkan partisipasi siswa secara aktif sehingga siswa pun lebih mudah menyerap dan memahami materi pembelajaran yang diajarkan. Pelaksanaan tindakan ini memerlukan kolaborasi antara peneliti dan guru kelas, model Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) berbasis media video akan diterapkan pada siklus I, dan siklus II yang melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Indikator ketercapaian target sebesar 85%. Pada kondisi akhir dalam penelitian ini dapat diperoleh bahwa dengan model Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) berbasis media video dapat meningkatkan pemahaman 49 konsep sifat-sifat cahaya pada kelas V SD Negeri Bangsalan I, maka kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.7 sebagai berikut: Kondisi Awal Guru mengajar dengan model dan media pembelajaran konvensional Tindakan Kondisi Akhir Pemahaman konsep sifat-sifat cahaya masih rendah (74% siswa nilainya di bawah KKM) Guru menerapkan model Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) berbasis media video dalam pembelajaran materi sifatsifat cahaya. Siklus I 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Observasi 4. Refleksi Melalui model Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK)berbasis media video dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya kelas V SDN Bangsalan I (85% siswa nilai di atas KKM) Siklus II 1. Perencanaan 2. Tindakan 3. Observasi 4. Refleksi Gambar2.7 2.7.Kerangka KerangkaBerpikir Berpikir Gambar C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: Model Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK) berbasis media video dapat meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat cahaya pada siswa kelas V SD Negeri Bangsalan I Tahun Ajaran 2015/2016.