SNIPTEK 2013 ISBN: 978-602-72850-4-0 PERANAN EKSPEKTASI (PENGHARAPAN) EMPATI & INTERAKSI DALAM KOMUNIKASI Fifit Fitriansyah Penyiaran AKOM BSI Jakarta Jl. Kayu Jati 5, No.2, Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur [email protected] ABSTRAK Komunikasi adalah alat dalam menyampaikan maksud, tujuan, ide atau gagasan. Komunikasi dalam kehidupan sehari hari memiliki peranan yang penting, sejak manusia dalam kandungan hingga lahir ke dunia , dia sudah berkomunikasi. Sama halnya dengan harapan, empati dan interaksi dalam komunikasi memiliki peranan yang penting dalam membangun pola komunikasi bagi orang orang sebagai makhluk sosial . Kata Kunci: Harapan, Empati dan Interaksi dalam Komunikasi. ABSTRACT- Communication is a key tool in conveying human intent, purpose, idea or notion. Communication in everyday life has an important role, since the mark with this one baby born into the world, he has to communicate something through tears. While hope, empathy and interaction in communication has an important role in establishing a pattern of communication for people who are social creatures. Keywords: Expectation, Communication. Empathy, Interaction of PENDAHULUAN Pada dasarnya, manusia adalah mahluk yang bergantung. Sehingga, tidak dapat hidup secara mandiri dan membutuhkan orang lain untuk mengatasi kendala yang ada dalam kehidupannya sehingga manusia dapat disebut sebagai makhluk sosial. Dalam menjalani kehidupan sosial tersebut, seseorang memerlukan sebuah fasilitas serta cara untuk membantunya mempermudah dirinya untuk masuk pada ranah sosial tersebut. Interaksi dan komunikasi, merupakan ungkapan yang kemudian dapat menggambarkan cara serta komunikasi tersebut. Komunikasi merupakan alat utama manusia dalam menyampaikan maksud, tujuan, ide atau gagasan, maka sungguh mustahil manusia tanpa berkomunikasi. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari memiliki peranan penting, Ini di tandai dengan sejak seseorang bayi lahir ke dunia, dia sudah mengkomunikasikan sesuatu lewat tangisannya. Dan begitu pun ketika seseorang itu bertumbuh dan berkembang, dia memerlukan komunikasi dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Sehingga dalam berkomunikasi ada yang kita kenal dengan istilah harapan atau ekspektasi yang merujuk pada pola-pola komunikasi yang diantisipasi oleh individu berdasarkan pijakan normatif masing-masing individu atau pijakan kelompok dan digunakan dalam berinteraksi antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dengan demikian, jika kita mampu melakukan interaksi yang baik berdasarkan nilai dan norma yang berlaku dalam satu kelompok atau individu berdasarkan pengharapan, maka kita dapat berempati yakni kemampuan menjadi “diri orang lain”. Artinya mampu menyelaraskan diri dengan orang lain. Dalam komunikasi, interaksi merupakan salah satu dari model komunikasi yakni model interaksional yang merujuk pada model komunikasi yang dikembangkan oleh ilmuwan sosial yang menggunakan perspektif simbolik. Dalam model interaksi simbolik, orang-orang yang turut serta dalam proses komunikasi sifatnya aktif, reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramal sehingga menolak pernyataan individu adalah pasif dan perilakunya ditentukan oleh kekuatan atau struktur diluar dirinya. Sama halnya dalam pembelajaran, di mana pembelajaran terwujud dalam bentuk interaksi berupa timbal balik secara dinamis antara guru dengan siswa dan atau siswa dengan kondisioning belajarnya. Guru pada saat tertentu berposisi sebagai stimulus yang memancing anak untuk bereaksi sebagai wujud aktivitasnya yang disebut belajar. Dengan demikian, dalam penelitian ini akan dibahas mengenai peranan ekspektasi atau pengaharapan, empati dan interaksi dalam komunikasi dan dalam pembelajaran. Tujuannya agar kita mengetahui makna dan proses pengharapan, empati dan interkasi dalam komunikasi serta pembelajaran yang efektif. BAHAN DAN METODE A. Peranan ekspektasi (Pengharapan) INF-1 ISBN: 978-602-72850-4-0 Ekspektasi atau pengharapan merupakan teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu : A. Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku. Di mana harapan merupakan probabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian B. Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu C. Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua (Ramkur, 2008). Selain itu terdapat tiga asumsi lain yang menuntut teori ini di antaranya: 1. Harapan mendorong terjadinya interaksi antar manusia 2. Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari 3. Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal (West Richard & Turner Lynn H, 2008:158). Berikut gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi harapan: Sumber: Hasil penelitian (2013) Gambar 1: Faktor-Faktor yang mempengaruhi Harapan Dengan demikian, harapan merupakan pemikiran dan perilaku yang diantisipasi dan disetujui dalam percakapan dengan orang lain yang di dalamnya menyangkut perilaku verbal dna nonverbal seseorang. Sementara menurut Tim Levine menyatakan bahwa harapan adalah hasil dari norma-norma sosial, stereotip, rumor, dari komunikator (West Richard & Turner Lynn H, 2008:159). Suatu pelanggaran dari harapan kita dapat mengganggu ketenangan; hal tersebut dapat menyebabkan bangkitnya suasana emosional (Griffin, 2003: 177). Kita mempelajari harapan dari sejumlah sumber di antaranya: 1. Budaya di mana kita tinggal membentuk harapan kita tentang beragam jenis perilaku komunikasi. KOM-2 SNIPTEK 2013 Pada budaya yang menganut “contact culture” kontak mata lebih banyak terjadi, sentuhan lebih sering, dan zone jarak pribadi jauh lebih kecil dibanding pada budaya yang menganut “noncontact culture”. Konteks di mana interaksi berlangsung juga berdampak pada harapan tentang perilaku orang lain; 2. Pengalaman pribadi kita juga mempengaruhi harapan. Kondisi interaksi kita yang berulang akan mengharapkan terjadinya perilaku tertentu. Jika kawan sekamar kita yang biasanya periang tiba-tiba berhenti tersenyum ketika kita masuk kamar, kita menghadapi suatu situasi yang jelas berbeda dengan harapan. NEV Theory menyatakan bahwa harapan meliputi penilaian tentang perilaku yang mungkin, layak, sesuai, dan khas untuk suasana tertentu, sesuai tujuan, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari partisipan (Griffin, 2003: 178). Menurut Judee Burgon dan Jerold Hale mengatakan bahwa ada dua jenis harapan di antaranya: 1) Harapan prainteraksional, yakni mencakup jenis pengetahuan dan keahlian interaksional yang dimiliki oleh komunikator sebelum ia memasuki sebuah percakapan; 2) Harapan interaksional, yakni merujuk kepada kemampuan seseorang untuk menjalankan interaksi itu sendiri (West Richard & Turner Lynn H, 2008:159). Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan kebutuhan infernal, tiga asumsi pokok Vroom dari teorinya adalah sebagai berikut: 1. Setiap individu percaya bahwa bila ia berprilaku dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal tertentu. Ini disebut sebuah harapan hasil (outcome expectancy) sebagai penilaian subjektif seseorang atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan muncul dari tindakan orang tersebut. 2. Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi orang tertentu. Ini disebut valensi (valence) sebagai nilai yang orang berikan kepada suatu hasil yang diharapkan. 3. Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Ini disebut harapan usaha (effort expectancy) sebagai kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menghasilkan pencapaian suatu tujuan tertentu. Sehingga motivasi dijelaskan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip ini, di mana orang akan termotivasi bila ia percaya bahwa : a) Suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu; b) Hasil tersebut punya nilai positif baginya; c) Hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan seseorang Dengan kata lain Motivasi, dalam teori harapan adalah keputusan untuk mencurahkan usaha. Sehingga seorang pendidik hendaknya dapat memberikan motivasi terhadap peserta didiknya demi meningkatkan minat dan harapan peserta didik terhadap pengetahuan dan SNIPTEK 2013 perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian setiap peserta didik akan memiliki moral atau akhlak yang baik. Adapun strategi pendidik dalam memotivasi peserta didik dengan cara : 1. Memberikan penghargaan dengan kata-kata 2. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik 3. Menumbuhkan & memelihara rasa ingin tahu siswa 4. Memberi Hadiah / Reward untuk prestasi 5. Memberi Hukuman/ Punishment yang memacu kinerja siswa lebih baik dimasa yang akan datang 6. Menumbuhkan semangat Kompetisi 7. Menggunakan media yang sesuai & menyenangkan 8. Memberi nilai agar siswa lebih giat 9. Mengemas pembelajaran dengan suasana menarik (menggunakan simulasi/ permainan) 10. Membantu kesulitan belajar siswa secara individual ataupun kelompok 11. Menggunakan metode / pendekatan bervariasi 12. Membentuk Kebiasaan belajar yang baik 13. Memberi contoh positif (teladan) 14. Berpenampilan & Berkepribadian yang akan membuat siswa merasa nyaman dalam belajar (Iskandar, 2009). B. Empati Empati adalah kemampuan seolah-olah mampu menjadi diri orang lain. Karena empati berarti kita mampu membaca pikiran dari sudut pandang orang lain. Di mana kita mampu menyelaraskan diri kita dengan orang lain meskipun sebenarnya keinginan kita berbeda dengannya. Empati juga merupakan akselerasi dari sikap proaktif terhadap orang yang kita tuju. Dengan kata lain empati semacam “kartu trup” kita dalam “mendekatkan diri” kepada orang lain. Sebab berempati berarti kita berusaha melakukan proses adaptasi dengan orang lain. Di mana kita berusahan mempelajari orang yang ingin kita tuju agar terwujud keselarasan, keserasian, dan keharmonisan hubungan (Sumartono, 2004: 118). Empati juga berarti munculnya kerelaan diri untuk menjelajah dunia orang lain, sebab kita seolah-olah menjadi diri orang lain. Kita berusaha menarik simpati orang lain dengan harapan kita mampu meluluhkan hatinya. Dalam berempati, yang dikatakan orang sukses adalah ketika ia mampu menebarkan empati-empati kepada orang lain secara apik tanpa merendahkan diri sendiri dan tanpa merendahkan orang lain. Sebab empati bukan berarti “menjilat” tetapi merupakan kepiawaian seseorang dalam membaca dan menyesuaikan diri dengan orang lain. Karena empati berarti munculnya kesadaran untuk menghargai orang lain (Sumartono, 2004: 119). Sementara empati dalam komunikasi atau empathic communication meliputi penyampaian perasaan, kejadian, persepsi atau proses yang menyatakan tidak langsung perubahan sikap atau perilaku penerima. Barnlund mengatakan bahwa komunikasi memberikan fasilitas untuk menampung ISBN: 978-602-72850-4-0 suasana kreativitas yang tidak perlu ditafsirkan. Di mana komunikasi memberikan bimbingan kepada peserta komunikasi agar saling berbagi asumsi, perspektif, dan pengertian mengenai informasi yang dibicarakan untuk memudahkan proses empati (Wiryanto, 2004: 42). Dalam artikel milik Bagus Takwin yang mengatakan bahwa dalam psikologi dan psikiatri yang berorientasi humanistik, empati merupakan bagian penting dari teknik konseling. Carl Rogers yang merupakan salah satu tokoh awal yang menunjukkan pentingnya empati dalam proses konseling. Menurutnya, berempati berarti mempersepsi kerangka pikir internal orang lain secara tepat mencakup unsur-unsur emosional dan cara-cara bertingkahlaku, disertai dengan kepedulian seolah-olah diri sendiri adalah orang lain yang sedang dipersepsi tetapi tanpa kehilangan kesadaran sedang mengandaikan sebagai orang lain. Dengan kata lain, berempati adalah mengandaikan diri kita sebagai orang lain tanpa larut secara emosional dalam kondisi orang yang diandaikan. Seorang konselor memerlukan empati untuk memahami kondisi psikis klien yang sedang dibantunya (Cotton, 2001). Sejalan dengan Rogers, Gallo (1989) menyatakan bahwa sebuah respons empatik mengandung baik dimensi kognitif maupun afektif. Istilah empati digunakan paling tidak dalam dua pengertian: a. sebuah respons kognitif utama untuk memahami bagaimana orang lain merasa; b. kebersamaan afektif yang setara dengan orang lain. Dengan demikian, empati juga dapat dipahami sebagai pemahaman yang intim bahwa perasaanperasaan, pikiran-pikiran dan motif-motif seseorang dimengerti secara menyeluruh oleh orang lain, disertai ungkapan penerimaan terhadap keadaan orang lain. Dalam perkembangannya, empati menjadi terbukti bagian penting juga dalam proses belajar mengajar. Untuk menjadi pengajar yang efektif, orang perlu memiliki kemampuan ini. Seorang pengajar memerlukan empati untuk memahami kondisi muridnya untuk dapat membantunya belajar dan memperoleh pengetahuan. Pengajar yang tidak memahami perasaanperasaan, pikiran-pikiran, motif-motif dan orientasi tindakan muridnya akan sulit untuk membantu dan memfasilitasi kegiatan belajar murid-muridnya (Takwin, 2008). Secara umum, unsur-unsur empati adalah sebagai berikut: a. Imajinasi yang tergantung kepada kemampuan membayangkan; di sini imajinasi berfungsi untuk memungkinkan pengandaian diri seseorang sebagai orang lain. b. Adanya kesadaran terhadap diri sendiri (selfawareness atau self-consciousness); secara khusus pandangan positif terhadap diri sendiri, secara umum penerimaan (dalam arti pengenalan) apa adanya terhadap kelebihan dan kekurangan diri sendiri. INF-3 ISBN: 978-602-72850-4-0 c. Adanya kesadaran terhadap orang lain; pengenalan dan perhatian terhadap orang lain; secara khusus pandangan positif terhadap orang lain, secara umum penerimaan apa adanya terhadap kelebihan dan kekurangan orang lain. d. Adanya perasaan, hasrat, ide-ide dan representasi atau hasil tindakan baik pada orang yang berempati maupun pada orang lain sebagai pihak yang diberi empati disertai keterbukaan untuk saling memahami satu sama lain. e. Ketersediaan sebuah kerangka pikir estetis; ini merupakan dasar untuk menampilkan respons yang dianggap pantas dan memadai agar kesesuaian antara orang yang berempati orang yang menjadi sasaran empati dapat tercapai (agar tidak menjadi pelanggaran privasi atau perilaku ‘sok tahu); kerangka pikir estetis selalu tergantung pada budaya, masyarakat dan konteks jaman. f. Ketersediaan sebuah kerangka pikir moral; dalam konteks pendidikan kerangka ini merupakan panduan untuk pembentukan dan pengembangan kompetensi dan karakter guru dan murid; juga tergantung kepada budaya masyarakat dan konteks jaman (Takwin, 2008). Empati, baik untuk pengajar maupun pelajar, semakin diperlukan dalam pendidikan dalam upaya mencapai keberhasilan proses pembelajaran. Jika kita bertanya apa karakteristik dari pelajar yang sukses maka banyak ahli psikologi pendidikan menjawab: berpengetahuan, mampu menentukan diri sendiri, strategis dan empatik. Di mana empati, merujuk Jones (1990), penting karena para profesional yang sukses dalam bidang apapun (termasuk dosen sebagai peneliti dan akademisi) menunjuk kemampuan komunikasi agar sukses dalam pekerjaannya. Mereka juga mampu memandang diri sendiri dan dunia dari sudut pandang orang lain. Artinya mereka mampu mencermati dan menilai keyakinan-keyakinan dan keadaan-keadaan orang lain dengan tetap berpegang kepada tujuan mengembangkan pemahaman dan penghargaan. Muridmurid yang sukses pun menunjukkan kemampuan ini. Mereka menilai positif kegiatan berbagi pengalaman dengan orang-orang yang berbeda latar belakang untuk memperkaya diri mereka (Jones, 1990). Kuatnya empati pada seorang pengajar merupakan indikans dari kesadaran diri, identitas diri yang sehat, penghargaan diri yang terkelola dengan baik, dan kecintaan terhadap diri sendiri dalam arti positif. Di sisi lain, empati menunjukkan juga adanya kematangan kognitif dan afektif dalam memahami orang lain, kemampuan mencintai dan menghargai orang lain, serta kesiapan untuk hidup bersama dan saling mengembangkan dengan orang lain. Empati merupakan ‘tembok karang’ moralitas seorang pengajar, bahwa ia mengajar, mengabdikan dirinya untuk mengembangkan murid-muridnya, bukan untuk memanfaatkan dan mengambil untung dari mereka (Takwin, 2008). KOM-4 SNIPTEK 2013 C. Interaksi dalam Komunikasi Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau pengetahuan (informasi) yang akan menunjang terhadap perkembangan individu selanjutnya. Dengan pengetahuan atau informasi tersebut maka individu akan memahami dunia, sehingga informasi merupakan jendela untuk seseorang agar dapat berkembang. Kemampuan berkomunikasi pada umumnya berkembang secara otomatis apabila manusia tersebut berada pada komunitasnya. Interaksi dalam komunikasi merupakan proses berlangsungnya penyampaian pesan antara komunikator dengan komunikan. Dan interaksi dalam komunikasi masuk ke dalam model-model komunikasi yakni model interaksional. Di mana Model interaksional dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di antara para komunikator. Dengan kata lain, komunikasi berlangsung dua arah: dari pengirim dan kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung (West Richard & Turner Lynn H, 2008:13). Patut dicatat bahwa model ini menempatkan sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang sederajat. Satu elemen yang penting bagi model interkasional adalah umpan balik (feedback), atau tanggapan terhadap suatu pesan. Di mana umpan balik baik berupa verbal atau nonverbal sengaja atau tidak disengaja. Dan dalam model interaksional, umpan balik terjadi setelah pesan diterima tidak pada saat pesan sedang dikirim. Serta elemen terakhir pada model ini adalah bidang pengalaman atau field of experience seseorang, atau bagaimana budaya, pengalaman dan keturunan seseorang memengaruhi kemampuannya untuk berkomunikasi satu sama lain (West Richard & Turner Lynn H, 2008:13). Model komunikasi interaksional dalam gambar berikut : Sumber: Hasil penelitian (2013) Gambar 2: Model Komunikasi Interaksional Sebab pada dasarnya esensi komunikasi dalam setiap situasi adalah orang yang saling bertukar pesan dalam rangka mencapai tujuan suatu sasaran. Karena orang yang mempunyai tujuan yang berbeda, latar belakang yang berbeda, kebiasaan dan preferensi yang berbeda, maka komunikasi yang efektif haruslah bersifat interkatif. Di mana interaktif berarti setiap orang ikut akitif dalam mendengarkan dan merespon satu sama lain, SNIPTEK 2013 masing-masing dari elemen komunikasi ikut berperan dalam menciptakan komunikasi yang interaktif. Dan juga kultur dari pengirim dan penerima komunikasi akan mempengaruhi semua area komunikasi interaktif (Dan O’Hair-Gustav W.Friedrich-Lynda Dee Dixon, 2009: 5-6). Dan inilah yang dilahirkan dari proses interaksi komunikasi. Sementara interaksi yang terjadi dalam pembelajaran yakni interaksi yang terjadi antar guru dan murid bersifat psikopedagogis di mana melihat hubungan yang membantu peserta didik belajar dan berperilaku terpelajar dengan menggunakan Interaksi dua arah yang memfasilitasi perkembangan dan kompetensi akademik. Sebab factor utama yang mempengaruhi lingkungan belajar adalah guru. Adapun peran guru dalam interaksi pembelajaran di antaranya: 1) Mempergunakan beragam teknik secara maksimal sehingga peserta didik dapat mengerjakan tugas secara maksimal; 2) Kemampuan menyeleksi perilaku yang akan berdampak pada perubahan perilaku positif peserta didik. Bentuk interaksi yang dilakukan: a) Guru harus mengembangkan pemahaman dan perilaku secara tegas tentang : 1) Hubungan antara mengajar dan disiplin; 2) Faktor-faktor yang memotivasi peserta didik untuk berbuat; 3) Perencanaan sistematis mengelola perilaku salah sesuai peserta didik dan sesuai karakteristik kelas. (Yusi, 2008). Dengan demikian, interaksi diantara kedua belah pihak berjalan secara dinamis bertolak dari kondisi awal melalui titik-titik sepanjang garis kontinum hingga akhir kegiatan pembelajaran. Interaksi dinamis guru-siswa dalam pembelajaran dapat terwujud dalam berbagai bentuk hubungan. Interaksi guru-murid dapat mengambil bentuk hubungan langsung, yakni interaksi secara tatap muka. Dalam bentuknya yang lain hubungan guru-siswa bersifat tidak langsung, yakni melalui perantaraan media pembelajaran seperti paket belajar, modul pembelajaran, penyelesaian tugas-tugas terstruktur, dan sejenisnya. Di samping itu interaksi guru-siswa terealisasi pula melalui hubungan yang bersifat campuran. Meskipun guru telah memanfaatkan media pembelajaran, tetapi guru tetap hadir dalam pembelajaran. Pola arus interaksi guru-murid di kelas memiliki berbagai kemungkinan arus komunikasi. (Sholahuddin, 2010). Sedikitnya menurut H.C Lindgren dalam Raka Joni (1980), ada empat pola arus komunikasi: (1) komunikasi guru-siswa searah, (2) komunikasi dua arah - arus bolak-balik; (3) komunikasi dua arah antara gurusiswa dan siswa-siswa,; (4) komunikasi optimal total arah. Arus komunikasi dalam pembelajaran ada pula yang membedakan kedalam dua jenis, yakni one way traffic comunication dan two way traffic comunication. Pengaturan materi interaksi, dapat dibedakan dalam beberapa bentuk pengaturan. Pengaturan materi dapat dibedakan menjadi tiga sifat, yakni implisit, eksplisit, dan ISBN: 978-602-72850-4-0 implikatif. Pengaturan materi secara implisit yakni pengaturan materi yang bersifat terselubung. Makna (meaning) isi komunikasi tersirat dibalik yang tersurat. Sedangkan pengaturan secara eksplisit, bila mana makna isi komunikasi, tersurat secara lahiriah atau tekstual. Sementara pengaturan secara implikatif, yakni pengaturan materi komunikasi yang maknanya hanya dapat ditemukan dari apa yang tersorot oleh proses komunikasi tersebut Sholahuddin, 2010) Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Deskriptif, dengan maksud untuk memperoleh gambaran tentang fenomena, untuk kemudian dianalisis berdasarkan pengamatan atau penemuan yang ada di lapangan. Teknik pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut: 1) Observasi; 2) studi kepustakaan. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekspektasi atau pengharapan pada dasarnya merujuk pada pola-pola komunikasi yang diantisipasi oleh individu berdasarkan pijakan normatif masingmasing individu atau pijakan kelompok. Jika perilaku orang lain menyimpang dari apa yang kita harapkan secara khas, maka suatu pelanggaran pengharapan telah terjadi. Apapun “yang diluar kebiasaan” menyebabkan kita untuk mengambil reaksi khusus (menyangkut) perilaku itu. Sebab, dengan kata lain kita memiliki harapan terhadap tingkah laku apa yang pantas dilakukan orang lain terhadap diri kita. Jika perilaku seseorang, ketika berkomunikasi dengan kita, sesuai atau kurang lebih sama dengan pengharapan kita, maka kita akan merasa nyaman baik secara fisik maupun psikologis. Persoalannya adalah tidak selamanya tingkah laku orang lain sama dengan apa yang kita harapkan. Bila hal ini terjadi, maka akan terjadi gangguan psikologis maupun kognitif dalam diri kita baik yang sifatnya positif ataupun negatif. Sementara ekspektasi atau harapan dalam pembelajaan menyangkut Motivasi. Di mana motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi psikologi, motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya: 1) durasi kegiatan; 2) frekuensi kegiatan; 3) persistensi pada kegiatan; 4) ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan INF-5 ISBN: 978-602-72850-4-0 kesulitan; 5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; 6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; 7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; 8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan. Kebutuhan penanggulangan akan memberikan motivasi dalam belajar banyak faktor dan startegi yang dibutuhkan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, terutama penanggulangan rendahnya motivasi pada anak golongan lemah ekonomi dalam belajar, di antaranya dengan cara: 1) Memberikan lebih banyak simulasi (role play); 2) Memberi ruang kebebasan anak untuk bermain; 3) Memberikan stimulus melalui visualisasi dengan memberikan tontonan film-film yang mendidik dan membuat anak senang (seperti film laskar pelangi). Dengan demikian peranan ekspektasi atau harapan dalam memberikan motivasi menjadi berkembang. Dan seorang anak didik akan berperilaku sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku sehingga ia tidak melakukan pelanggaran terhadap norma atau perilaku, sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan baik oleh pendidik atau peserta didik. Empati dalam komunikasi juga adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to Understand -understand then be understood to build the skills of empathetic listening that inspires openness and trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi Empatik. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver) menerimanya. Oleh karena itu dalam ilmu pemasaran (marketing) memahami perilaku konsumen (consumer's behavior) merupakan keharusan. Dengan memahami perilaku konsumen, maka kita dapat empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan kesenangan dari konsumen. Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam membangun kerjasama tim. Kita perlu saling memahami dan mengerti keberadaan orang lain dalam tim kita. Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun sebuah teamwork. Dengan demikian, sebelum kita membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti KOM-6 SNIPTEK 2013 dan memahami dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima. Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam kegiatan komunikasi pemasaran above the lines (mass media advertising) diperlukan kemampuan untuk mendengar dan menangkap umpan balik dari audiensi atau penerima pesan komunikasi. Sehingga secara sederhana, empati dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk membayangkan diri sendiri berada pada tempat dan pemahaman yang dimiliki orang lain, mencakup perasaan, hasrat, ide-ide, dan tindakan-tindakannya. Istilah ini awalnya biasa digunakan dengan rujukan khusus pengalaman estetis. Namun belakangan, istilah ini diterapkan lebih luas dalam hubungan interpersonal. Empati dinilai penting perannannya dalam meningkatkan kualitas positif hubungan interpersonal. Dari segi sosial, empati menjadi lebih penting lagi bagi seorang pengajar. Hilangnya empati dapat melahirkan kecenderungan pengajar melakukan abuse dan eksploitasi terhadap murid-muridnya. Tingkah laku agresif guru terhadap murid banyak terjadi karena terhambatnya empati guru. Tugas yang berat dan menyiksa murid, hukuman yang berlebihan, serta ketakpedulian pengajar terhadap apa yang dialami muridnya merupakan tanda-tanda rendahnya empati yang pengajar. Pada dasarnya, sejak manusia dilahirkan, manusia sudah dibekali dengan signal-signal komunikatif dan signal–signal tersebut sifatnya masih pre-lingual (belum berupa bahasa) karena pada periode ini individu belum bergaul erat dengan individu lainnya kecuali bergaul dengan orang tuanya terutama dengan ibunya. Pergaulan antara ibu dan anak pada masa itu sudah terjadi interaksi. Dalam proses interaksi ibunya memahami signal-signal komunikatif yang ditampakkan anaknya dan setiap signal kadang-kadang memiliki makna yang dirasakan oleh bayi yang ingin disampaikan kepada orang terdekatnya yaitu ibunya, contohnya apabila bayi menangis apabila merasakan lapar, sakit, ngompol dsb, tertawa menunjukkan puas, menatap, mengerakkan kaki tangan apabila merasa senang, dan signal-signal tersebut direspon oleh ibunya, misalnya diganti popoknya, diberi susu atau digendong, itu semua merupakan interaksi awal yang didasari oleh signalsignal positif yang dimunculkan oleh bayi. Sementara interaksi yang terjadi dalam pembelajaran yakni interaksi yang terjadi antar guru dan SNIPTEK 2013 murid bersifat psikopedagogis di mana melihat hubungan yang membantu peserta didik belajar dan berperilaku terpelajar dengan menggunakan Interaksi dua arah yang memfasilitasi perkembangan dan kompetensi akademik. Sebab factor utama yang mempengaruhi lingkungan belajar adalah guru. Adapun peran guru dalam interaksi pembelajaran di antaranya: 1) Mempergunakan beragam teknik secara maksimal sehingga peserta didik dapat mengerjakan tugas secara maksimal; 2) Kemampuan menyeleksi perilaku yang akan berdampak pada perubahan perilaku positif peserta didik. Dengan demikian, harapan, empati dan interaksi dalam komunkasi adalah satu kebutuhan yang selalu berkesinambungan dalam diri manusia sebagai makhluk sosial. KESIMPULAN Dengan demikian, berdasarkan apa yang pemakalah paparkan mengenai peranan ekspektasi, empati dan interaksi dalam komunikasi dan kaitannya dengan pembelajaran, maka didapati kesimpulan sebagai berikut : 1. Harapan merupakan pemikiran dan perilaku yang diantisipasi dan disetujui dalam percakapan dengan orang lain yang di dalamnya menyangkut perilaku verbal dan nonverbal seseorang. Menurut Tim Levine menyatakan bahwa harapan adalah hasil dari normanorma sosial, stereotip, rumor, dari komunikator. Sementara harapan dalam pembelajaran menyangkut motivasi yakni, seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya dalam konteks belajar. 2. Empati dalam komunikasi yakni adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Sementara empati dalam kaitannya dengan pembelajaran di sini lebih terkait pada seorang pengajar, di mana ia memerlukan empati untuk memahami kondisi muridnya untuk dapat membantunya belajar dan memperoleh pengetahuan. 3. Untuk interaksi dalam komunikasi masuk ke dalam model-model komunikasi yakni model interaksional. ISBN: 978-602-72850-4-0 Di mana Model interaksional dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di antara para komunikator. Sementara interaksi dalam pembelajaran itu terjadi pada interaksi antara murid dan gurunya dalam proses pembelajaran. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih kepada orang tua, kerabat, teman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu sehingga penelitian ini selesai dilakukan REFERENSI Cotton, K. (2001). “Developing Empathy in Children and Youth.” School Improvement Research Series. Northwest Regional Educational Laboratory. EM Griffin, (2003). At First Look at Communication, US: McGraw Hill. Iskandar. (2009). Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Bru. Jones. B. F. (1990). "The New Definition of Learning: The First Step to School Reform." Restructuring to Promote Learning in America’s Schools. A Guide Book. Elmhurst, IL: North Central Regional Educational Laboratory. O’Hair-Gustav Dan, W.Friedrich-Lynda Dee Dixon, (2009). Strategic Communication in Business and the Professions. Jakarta: Kencana. Richard West & Turner Lynn H. (2008). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika. Takwin. Bagus. “Pentingnya Empati dalam Pendidikan” 2008. Wiryanto, (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. INF-7