SNIPTEK 2013 ISBN: 978-602-72850-4

advertisement
SNIPTEK 2013
ISBN: 978-602-72850-4-0
PERANAN EKSPEKTASI (PENGHARAPAN) EMPATI & INTERAKSI DALAM
KOMUNIKASI
Fifit Fitriansyah
Penyiaran
AKOM BSI Jakarta
Jl. Kayu Jati 5, No.2, Pemuda
Rawamangun, Jakarta Timur
[email protected]
ABSTRAK
Komunikasi
adalah
alat
dalam
menyampaikan maksud, tujuan, ide atau gagasan.
Komunikasi dalam kehidupan sehari hari memiliki
peranan yang penting, sejak manusia dalam kandungan
hingga lahir ke dunia , dia sudah berkomunikasi. Sama
halnya dengan harapan, empati dan interaksi dalam
komunikasi memiliki peranan yang penting dalam
membangun pola komunikasi bagi orang orang sebagai
makhluk sosial .
Kata Kunci: Harapan, Empati dan Interaksi dalam
Komunikasi.
ABSTRACT- Communication is a key tool in conveying
human intent, purpose, idea or notion. Communication in
everyday life has an important role, since the mark with
this one baby born into the world, he has to communicate
something through tears. While hope, empathy and
interaction in communication has an important role in
establishing a pattern of communication for people who
are social creatures.
Keywords: Expectation,
Communication.
Empathy,
Interaction
of
PENDAHULUAN
Pada dasarnya, manusia adalah mahluk yang
bergantung. Sehingga, tidak dapat hidup secara mandiri
dan membutuhkan orang lain untuk mengatasi kendala
yang ada dalam kehidupannya sehingga manusia dapat
disebut sebagai makhluk sosial. Dalam menjalani
kehidupan sosial tersebut, seseorang memerlukan
sebuah fasilitas serta cara untuk membantunya
mempermudah dirinya untuk masuk pada ranah sosial
tersebut. Interaksi dan komunikasi, merupakan
ungkapan yang kemudian dapat menggambarkan cara
serta komunikasi tersebut.
Komunikasi merupakan alat utama manusia dalam
menyampaikan maksud, tujuan, ide atau gagasan, maka
sungguh mustahil manusia tanpa berkomunikasi.
Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari memiliki
peranan penting, Ini di tandai dengan sejak seseorang
bayi lahir ke dunia, dia sudah mengkomunikasikan
sesuatu lewat tangisannya. Dan begitu pun ketika
seseorang itu bertumbuh dan berkembang, dia
memerlukan komunikasi dengan dirinya sendiri maupun
dengan orang lain.
Sehingga dalam berkomunikasi ada yang kita kenal
dengan istilah harapan atau ekspektasi yang merujuk
pada pola-pola komunikasi yang diantisipasi oleh
individu berdasarkan pijakan normatif masing-masing
individu atau pijakan kelompok dan digunakan dalam
berinteraksi antara individu yang satu dengan individu
yang lainnya. Dengan demikian, jika kita mampu
melakukan interaksi yang baik berdasarkan nilai dan
norma yang berlaku dalam satu kelompok atau individu
berdasarkan pengharapan, maka kita dapat berempati
yakni kemampuan menjadi “diri orang lain”. Artinya
mampu menyelaraskan diri dengan orang lain.
Dalam komunikasi, interaksi merupakan salah satu
dari model komunikasi yakni model interaksional yang
merujuk pada model komunikasi yang dikembangkan
oleh ilmuwan sosial yang menggunakan perspektif
simbolik. Dalam model interaksi simbolik, orang-orang
yang turut serta dalam proses komunikasi sifatnya aktif,
reflektif dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku
yang rumit dan sulit diramal sehingga menolak
pernyataan individu adalah pasif dan perilakunya
ditentukan oleh kekuatan atau struktur diluar dirinya.
Sama halnya dalam pembelajaran, di mana
pembelajaran terwujud dalam bentuk interaksi berupa
timbal balik secara dinamis antara guru dengan siswa
dan atau siswa dengan kondisioning belajarnya. Guru
pada saat tertentu berposisi sebagai stimulus yang
memancing anak untuk bereaksi sebagai wujud
aktivitasnya yang disebut belajar.
Dengan demikian, dalam penelitian ini akan
dibahas
mengenai
peranan
ekspektasi
atau
pengaharapan, empati dan interaksi dalam komunikasi
dan dalam pembelajaran. Tujuannya agar kita
mengetahui makna dan proses pengharapan, empati dan
interkasi dalam komunikasi serta pembelajaran yang
efektif.
BAHAN DAN METODE
A. Peranan ekspektasi (Pengharapan)
INF-1
ISBN: 978-602-72850-4-0
Ekspektasi atau pengharapan merupakan teori
ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan
teorinya pada tiga konsep penting, yaitu :
A. Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan
yang diberikan terjadi karena prilaku. Di mana
harapan merupakan probabilitas yang memiliki nilai
berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan
hingga satu yang berarti kepastian
B. Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu
mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau
nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu
C. Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari
individu bahwa hasil tingkat pertama akan
dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom
mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai
nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan
persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah
pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin
timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan
positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat
pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan
hasil tingkat ke dua (Ramkur, 2008).
Selain itu terdapat tiga asumsi lain yang
menuntut teori ini di antaranya:
1. Harapan mendorong terjadinya interaksi antar
manusia
2. Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari
3. Orang membuat prediksi mengenai perilaku
nonverbal (West Richard & Turner Lynn H,
2008:158).
Berikut
gambaran
faktor-faktor
yang
mempengaruhi harapan:
Sumber: Hasil penelitian (2013)
Gambar 1: Faktor-Faktor yang mempengaruhi Harapan
Dengan
demikian,
harapan
merupakan
pemikiran dan perilaku yang diantisipasi dan disetujui
dalam percakapan dengan orang lain yang di dalamnya
menyangkut perilaku verbal dna nonverbal seseorang.
Sementara menurut Tim Levine menyatakan bahwa
harapan adalah hasil dari norma-norma sosial, stereotip,
rumor, dari komunikator (West Richard & Turner Lynn
H, 2008:159).
Suatu pelanggaran dari harapan kita dapat
mengganggu
ketenangan;
hal
tersebut
dapat
menyebabkan bangkitnya suasana emosional (Griffin,
2003: 177). Kita mempelajari harapan dari sejumlah
sumber di antaranya:
1. Budaya di mana kita tinggal membentuk harapan
kita tentang beragam jenis perilaku komunikasi.
KOM-2
SNIPTEK 2013
Pada budaya yang menganut “contact culture” kontak
mata lebih banyak terjadi, sentuhan lebih sering, dan
zone jarak pribadi jauh lebih kecil dibanding pada
budaya yang menganut “noncontact culture”.
Konteks di mana interaksi berlangsung juga
berdampak pada harapan tentang perilaku orang
lain;
2. Pengalaman pribadi kita juga mempengaruhi
harapan. Kondisi interaksi kita yang berulang akan
mengharapkan terjadinya perilaku tertentu. Jika
kawan sekamar kita yang biasanya periang tiba-tiba
berhenti tersenyum ketika kita masuk kamar, kita
menghadapi suatu situasi yang jelas berbeda dengan
harapan. NEV Theory menyatakan bahwa harapan
meliputi penilaian tentang perilaku yang mungkin,
layak, sesuai, dan khas untuk suasana tertentu,
sesuai tujuan, dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari partisipan (Griffin, 2003: 178).
Menurut Judee Burgon dan Jerold Hale
mengatakan bahwa ada dua jenis harapan di antaranya:
1) Harapan prainteraksional, yakni mencakup jenis
pengetahuan dan keahlian interaksional yang dimiliki
oleh komunikator sebelum ia memasuki sebuah
percakapan; 2) Harapan interaksional, yakni merujuk
kepada kemampuan seseorang untuk menjalankan
interaksi itu sendiri (West Richard & Turner Lynn H,
2008:159).
Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah
teori motivasi berdasarkan kebutuhan infernal, tiga
asumsi pokok Vroom dari teorinya adalah sebagai
berikut:
1. Setiap individu percaya bahwa bila ia berprilaku
dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal
tertentu. Ini disebut sebuah harapan hasil (outcome
expectancy) sebagai penilaian subjektif seseorang
atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan
muncul dari tindakan orang tersebut.
2. Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi
orang tertentu. Ini disebut valensi (valence) sebagai
nilai yang orang berikan kepada suatu hasil yang
diharapkan.
3. Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi
mengenai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Ini
disebut harapan usaha (effort expectancy) sebagai
kemungkinan bahwa usaha seseorang akan
menghasilkan pencapaian suatu tujuan tertentu.
Sehingga
motivasi
dijelaskan
dengan
mengkombinasikan ketiga prinsip ini, di mana orang
akan termotivasi bila ia percaya bahwa : a) Suatu
perilaku tertentu akan menghasilkan hasil tertentu; b)
Hasil tersebut punya nilai positif baginya; c) Hasil
tersebut dapat dicapai dengan usaha yang dilakukan
seseorang
Dengan kata lain Motivasi, dalam teori harapan
adalah keputusan untuk mencurahkan usaha. Sehingga
seorang pendidik hendaknya dapat memberikan motivasi
terhadap peserta didiknya demi meningkatkan minat dan
harapan peserta didik terhadap pengetahuan dan
SNIPTEK 2013
perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku
di masyarakat. Dengan demikian setiap peserta didik
akan memiliki moral atau akhlak yang baik. Adapun
strategi pendidik dalam memotivasi peserta didik dengan
cara :
1. Memberikan penghargaan dengan kata-kata
2. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik
3. Menumbuhkan & memelihara rasa ingin tahu siswa
4. Memberi Hadiah / Reward untuk prestasi
5. Memberi Hukuman/ Punishment yang memacu
kinerja siswa lebih baik dimasa yang akan datang
6. Menumbuhkan semangat Kompetisi
7. Menggunakan media yang sesuai & menyenangkan
8. Memberi nilai agar siswa lebih giat
9. Mengemas pembelajaran dengan suasana menarik
(menggunakan simulasi/ permainan)
10. Membantu kesulitan belajar siswa secara individual
ataupun kelompok
11. Menggunakan metode / pendekatan bervariasi
12. Membentuk Kebiasaan belajar yang baik
13. Memberi contoh positif (teladan)
14. Berpenampilan & Berkepribadian yang akan
membuat siswa merasa nyaman dalam belajar
(Iskandar, 2009).
B. Empati
Empati adalah kemampuan seolah-olah mampu
menjadi diri orang lain. Karena empati berarti kita
mampu membaca pikiran dari sudut pandang orang lain.
Di mana kita mampu menyelaraskan diri kita dengan
orang lain meskipun sebenarnya keinginan kita berbeda
dengannya. Empati juga merupakan akselerasi dari sikap
proaktif terhadap orang yang kita tuju. Dengan kata lain
empati semacam “kartu trup” kita dalam “mendekatkan
diri” kepada orang lain. Sebab berempati berarti kita
berusaha melakukan proses adaptasi dengan orang lain.
Di mana kita berusahan mempelajari orang yang ingin
kita tuju agar terwujud keselarasan, keserasian, dan
keharmonisan hubungan (Sumartono, 2004: 118).
Empati juga berarti munculnya kerelaan diri
untuk menjelajah dunia orang lain, sebab kita seolah-olah
menjadi diri orang lain. Kita berusaha menarik simpati
orang lain dengan harapan kita mampu meluluhkan
hatinya. Dalam berempati, yang dikatakan orang sukses
adalah ketika ia mampu menebarkan empati-empati
kepada orang lain secara apik tanpa merendahkan diri
sendiri dan tanpa merendahkan orang lain. Sebab empati
bukan berarti “menjilat” tetapi merupakan kepiawaian
seseorang dalam membaca dan menyesuaikan diri
dengan orang lain. Karena empati berarti munculnya
kesadaran untuk menghargai orang lain (Sumartono,
2004: 119).
Sementara empati dalam komunikasi atau
empathic
communication
meliputi
penyampaian
perasaan, kejadian, persepsi atau proses yang
menyatakan tidak langsung perubahan sikap atau
perilaku penerima. Barnlund mengatakan bahwa
komunikasi memberikan fasilitas untuk menampung
ISBN: 978-602-72850-4-0
suasana kreativitas yang tidak perlu ditafsirkan. Di mana
komunikasi memberikan bimbingan kepada peserta
komunikasi agar saling berbagi asumsi, perspektif, dan
pengertian mengenai informasi yang dibicarakan untuk
memudahkan proses empati (Wiryanto, 2004: 42).
Dalam artikel milik Bagus Takwin yang
mengatakan bahwa dalam psikologi dan psikiatri yang
berorientasi humanistik, empati merupakan bagian
penting dari teknik konseling. Carl Rogers yang
merupakan salah satu tokoh awal yang menunjukkan
pentingnya empati dalam proses konseling. Menurutnya,
berempati berarti mempersepsi kerangka pikir internal
orang lain secara tepat mencakup unsur-unsur emosional
dan cara-cara bertingkahlaku, disertai dengan kepedulian
seolah-olah diri sendiri adalah orang lain yang sedang
dipersepsi tetapi tanpa kehilangan kesadaran sedang
mengandaikan sebagai orang lain. Dengan kata lain,
berempati adalah mengandaikan diri kita sebagai orang
lain tanpa larut secara emosional dalam kondisi orang
yang diandaikan. Seorang konselor memerlukan empati
untuk memahami kondisi psikis klien yang sedang
dibantunya (Cotton, 2001).
Sejalan dengan Rogers, Gallo (1989) menyatakan
bahwa sebuah respons empatik mengandung baik
dimensi kognitif maupun afektif. Istilah empati
digunakan paling tidak dalam dua pengertian:
a. sebuah respons kognitif utama untuk memahami
bagaimana orang lain merasa;
b. kebersamaan afektif yang setara dengan orang lain.
Dengan demikian, empati juga dapat dipahami
sebagai pemahaman yang intim bahwa perasaanperasaan, pikiran-pikiran dan motif-motif seseorang
dimengerti secara menyeluruh oleh orang lain,
disertai ungkapan penerimaan terhadap keadaan
orang lain.
Dalam perkembangannya, empati menjadi
terbukti bagian penting juga dalam proses belajar
mengajar. Untuk menjadi pengajar yang efektif, orang
perlu memiliki kemampuan ini. Seorang pengajar
memerlukan empati untuk memahami kondisi muridnya
untuk dapat membantunya belajar dan memperoleh
pengetahuan. Pengajar yang tidak memahami perasaanperasaan, pikiran-pikiran, motif-motif dan orientasi
tindakan muridnya akan sulit untuk membantu dan
memfasilitasi kegiatan belajar murid-muridnya (Takwin,
2008).
Secara umum, unsur-unsur empati adalah
sebagai berikut:
a. Imajinasi yang tergantung kepada kemampuan
membayangkan; di sini imajinasi berfungsi untuk
memungkinkan pengandaian diri seseorang sebagai
orang lain.
b. Adanya kesadaran terhadap diri sendiri (selfawareness atau self-consciousness); secara khusus
pandangan positif terhadap diri sendiri, secara
umum penerimaan (dalam arti pengenalan) apa
adanya terhadap kelebihan dan kekurangan diri
sendiri.
INF-3
ISBN: 978-602-72850-4-0
c.
Adanya kesadaran terhadap orang lain; pengenalan
dan perhatian terhadap orang lain; secara khusus
pandangan positif terhadap orang lain, secara umum
penerimaan apa adanya terhadap kelebihan dan
kekurangan orang lain.
d. Adanya perasaan, hasrat, ide-ide dan representasi
atau hasil tindakan baik pada orang yang berempati
maupun pada orang lain sebagai pihak yang diberi
empati disertai keterbukaan untuk saling memahami
satu sama lain.
e. Ketersediaan sebuah kerangka pikir estetis; ini
merupakan dasar untuk menampilkan respons yang
dianggap pantas dan memadai agar kesesuaian
antara orang yang berempati orang yang menjadi
sasaran empati dapat tercapai (agar tidak menjadi
pelanggaran privasi atau perilaku ‘sok tahu);
kerangka pikir estetis selalu tergantung pada budaya,
masyarakat dan konteks jaman.
f. Ketersediaan sebuah kerangka pikir moral; dalam
konteks pendidikan kerangka ini merupakan
panduan untuk pembentukan dan pengembangan
kompetensi dan karakter guru dan murid; juga
tergantung kepada budaya masyarakat dan konteks
jaman (Takwin, 2008).
Empati, baik untuk pengajar maupun pelajar,
semakin diperlukan dalam pendidikan dalam upaya
mencapai keberhasilan proses pembelajaran. Jika kita
bertanya apa karakteristik dari pelajar yang sukses maka
banyak
ahli
psikologi
pendidikan
menjawab:
berpengetahuan, mampu menentukan diri sendiri,
strategis dan empatik. Di mana empati, merujuk Jones
(1990), penting karena para profesional yang sukses
dalam bidang apapun (termasuk dosen sebagai peneliti
dan akademisi) menunjuk kemampuan komunikasi agar
sukses dalam pekerjaannya. Mereka juga mampu
memandang diri sendiri dan dunia dari sudut pandang
orang lain. Artinya mereka mampu mencermati dan
menilai keyakinan-keyakinan dan keadaan-keadaan
orang lain dengan tetap berpegang kepada tujuan
mengembangkan pemahaman dan penghargaan. Muridmurid yang sukses pun menunjukkan kemampuan ini.
Mereka menilai positif kegiatan berbagi pengalaman
dengan orang-orang yang berbeda latar belakang untuk
memperkaya diri mereka (Jones, 1990).
Kuatnya empati pada seorang pengajar
merupakan indikans dari kesadaran diri, identitas diri
yang sehat, penghargaan diri yang terkelola dengan baik,
dan kecintaan terhadap diri sendiri dalam arti positif. Di
sisi lain, empati menunjukkan juga adanya kematangan
kognitif dan afektif dalam memahami orang lain,
kemampuan mencintai dan menghargai orang lain, serta
kesiapan
untuk
hidup
bersama
dan
saling
mengembangkan dengan orang lain. Empati merupakan
‘tembok karang’ moralitas seorang pengajar, bahwa ia
mengajar, mengabdikan dirinya untuk mengembangkan
murid-muridnya, bukan untuk memanfaatkan dan
mengambil untung dari mereka (Takwin, 2008).
KOM-4
SNIPTEK 2013
C. Interaksi dalam Komunikasi
Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu
kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu.
Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan,
kesenangan atau pengetahuan (informasi) yang akan
menunjang
terhadap
perkembangan
individu
selanjutnya. Dengan pengetahuan atau informasi
tersebut maka individu akan memahami dunia, sehingga
informasi merupakan jendela untuk seseorang agar dapat
berkembang.
Kemampuan
berkomunikasi
pada
umumnya berkembang secara otomatis apabila manusia
tersebut berada pada komunitasnya.
Interaksi dalam komunikasi merupakan proses
berlangsungnya penyampaian pesan antara komunikator
dengan komunikan. Dan interaksi dalam komunikasi
masuk ke dalam model-model komunikasi yakni model
interaksional.
Di
mana
Model
interaksional
dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954
yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di
antara para komunikator. Dengan kata lain, komunikasi
berlangsung dua arah: dari pengirim dan kepada
penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses
melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi selalu
berlangsung (West Richard & Turner Lynn H, 2008:13).
Patut dicatat bahwa model ini menempatkan
sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang
sederajat. Satu elemen yang penting bagi model
interkasional adalah umpan balik (feedback), atau
tanggapan terhadap suatu pesan. Di mana umpan balik
baik berupa verbal atau nonverbal sengaja atau tidak
disengaja. Dan dalam model interaksional, umpan balik
terjadi setelah pesan diterima tidak pada saat pesan
sedang dikirim. Serta elemen terakhir pada model ini
adalah bidang pengalaman atau field of experience
seseorang, atau bagaimana budaya, pengalaman dan
keturunan seseorang memengaruhi kemampuannya
untuk berkomunikasi satu sama lain (West Richard &
Turner Lynn H, 2008:13). Model komunikasi
interaksional dalam gambar berikut :
Sumber: Hasil penelitian (2013)
Gambar 2: Model Komunikasi Interaksional
Sebab pada dasarnya esensi komunikasi dalam
setiap situasi adalah orang yang saling bertukar pesan
dalam rangka mencapai tujuan suatu sasaran. Karena
orang yang mempunyai tujuan yang berbeda, latar
belakang yang berbeda, kebiasaan dan preferensi yang
berbeda, maka komunikasi yang efektif haruslah bersifat
interkatif. Di mana interaktif berarti setiap orang ikut
akitif dalam mendengarkan dan merespon satu sama lain,
SNIPTEK 2013
masing-masing dari elemen komunikasi ikut berperan
dalam menciptakan komunikasi yang interaktif. Dan juga
kultur dari pengirim dan penerima komunikasi akan
mempengaruhi semua area komunikasi interaktif (Dan
O’Hair-Gustav W.Friedrich-Lynda Dee Dixon, 2009: 5-6).
Dan inilah yang dilahirkan dari proses interaksi
komunikasi.
Sementara interaksi yang terjadi dalam
pembelajaran yakni interaksi yang terjadi antar guru dan
murid bersifat
psikopedagogis di mana melihat
hubungan yang membantu peserta didik belajar dan
berperilaku terpelajar dengan menggunakan Interaksi
dua arah yang memfasilitasi perkembangan dan
kompetensi akademik. Sebab factor utama yang
mempengaruhi lingkungan belajar adalah guru.
Adapun
peran
guru
dalam
interaksi
pembelajaran di antaranya: 1) Mempergunakan beragam
teknik secara maksimal sehingga peserta didik dapat
mengerjakan tugas secara maksimal; 2) Kemampuan
menyeleksi perilaku yang akan berdampak pada
perubahan perilaku positif peserta didik.
Bentuk interaksi yang dilakukan: a) Guru harus
mengembangkan pemahaman dan perilaku secara tegas
tentang : 1) Hubungan antara mengajar dan disiplin; 2)
Faktor-faktor yang memotivasi peserta didik untuk
berbuat; 3) Perencanaan sistematis mengelola perilaku
salah sesuai peserta didik dan sesuai karakteristik kelas.
(Yusi, 2008).
Dengan demikian, interaksi diantara kedua belah
pihak berjalan secara dinamis bertolak dari kondisi awal
melalui titik-titik sepanjang garis kontinum hingga akhir
kegiatan pembelajaran. Interaksi dinamis guru-siswa
dalam pembelajaran dapat terwujud dalam berbagai
bentuk hubungan. Interaksi guru-murid dapat
mengambil bentuk hubungan langsung, yakni interaksi
secara tatap muka. Dalam bentuknya yang lain hubungan
guru-siswa bersifat tidak langsung, yakni melalui
perantaraan media pembelajaran seperti paket belajar,
modul
pembelajaran,
penyelesaian
tugas-tugas
terstruktur, dan sejenisnya. Di samping itu interaksi
guru-siswa terealisasi pula melalui hubungan yang
bersifat campuran. Meskipun guru telah memanfaatkan
media pembelajaran, tetapi guru tetap hadir dalam
pembelajaran. Pola arus interaksi guru-murid di kelas
memiliki berbagai kemungkinan arus komunikasi.
(Sholahuddin, 2010).
Sedikitnya menurut H.C Lindgren dalam Raka
Joni (1980), ada empat pola arus komunikasi: (1)
komunikasi guru-siswa searah, (2) komunikasi dua arah - arus bolak-balik; (3) komunikasi dua arah antara gurusiswa dan siswa-siswa,; (4) komunikasi optimal total
arah.
Arus komunikasi dalam pembelajaran ada pula
yang membedakan kedalam dua jenis, yakni one way
traffic comunication dan two way traffic comunication.
Pengaturan materi interaksi, dapat dibedakan dalam
beberapa bentuk pengaturan. Pengaturan materi dapat
dibedakan menjadi tiga sifat, yakni implisit, eksplisit, dan
ISBN: 978-602-72850-4-0
implikatif. Pengaturan materi secara implisit yakni
pengaturan materi yang bersifat terselubung. Makna
(meaning) isi komunikasi tersirat dibalik yang tersurat.
Sedangkan pengaturan secara eksplisit, bila mana makna
isi komunikasi, tersurat secara lahiriah atau tekstual.
Sementara pengaturan secara implikatif, yakni
pengaturan materi komunikasi yang maknanya hanya
dapat ditemukan dari apa yang tersorot oleh proses
komunikasi tersebut Sholahuddin, 2010)
Metode penelitian yang digunakan adalah
Penelitian Deskriptif, dengan maksud untuk memperoleh
gambaran tentang fenomena, untuk kemudian dianalisis
berdasarkan pengamatan atau penemuan yang ada di
lapangan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan
sebagai berikut: 1) Observasi; 2) studi kepustakaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekspektasi atau pengharapan pada dasarnya
merujuk pada pola-pola komunikasi yang diantisipasi
oleh individu berdasarkan pijakan normatif masingmasing individu atau pijakan kelompok. Jika perilaku
orang lain menyimpang dari apa yang kita harapkan
secara khas, maka suatu pelanggaran pengharapan telah
terjadi. Apapun “yang diluar kebiasaan” menyebabkan
kita untuk mengambil reaksi khusus (menyangkut)
perilaku itu. Sebab, dengan kata lain kita memiliki
harapan terhadap tingkah laku
apa yang pantas
dilakukan orang lain terhadap diri kita. Jika perilaku
seseorang, ketika berkomunikasi dengan kita, sesuai atau
kurang lebih sama dengan pengharapan kita, maka kita
akan merasa nyaman baik secara fisik maupun
psikologis.
Persoalannya adalah tidak selamanya tingkah
laku orang lain sama dengan apa yang kita harapkan. Bila
hal ini terjadi, maka akan terjadi gangguan psikologis
maupun kognitif dalam diri kita baik yang sifatnya positif
ataupun negatif. Sementara ekspektasi atau harapan
dalam pembelajaan menyangkut Motivasi. Di mana
motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi)
seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi
dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan,
baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri
(motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu
akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku
yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja
maupun dalam kehidupan lainnya.
Kajian tentang motivasi telah sejak lama
memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik,
manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan
kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi)
seseorang. Dalam konteks studi psikologi, motivasi
individu dapat dilihat dari beberapa indikator,
diantaranya: 1) durasi kegiatan; 2) frekuensi kegiatan; 3)
persistensi pada kegiatan; 4) ketabahan, keuletan dan
kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan
INF-5
ISBN: 978-602-72850-4-0
kesulitan; 5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai
tujuan; 6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan
kegiatan yang dilakukan; 7) tingkat kualifikasi prestasi
atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang
dilakukan; 8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Kebutuhan penanggulangan akan memberikan
motivasi dalam belajar banyak faktor dan startegi yang
dibutuhkan sebagaimana yang telah disebutkan di atas,
terutama penanggulangan rendahnya motivasi pada anak
golongan lemah ekonomi dalam belajar, di antaranya
dengan cara: 1) Memberikan lebih banyak simulasi (role
play); 2) Memberi ruang kebebasan anak untuk bermain;
3) Memberikan stimulus melalui visualisasi dengan
memberikan tontonan film-film yang mendidik dan
membuat anak senang (seperti film laskar pelangi).
Dengan demikian peranan ekspektasi atau
harapan dalam memberikan motivasi menjadi
berkembang. Dan seorang anak didik akan berperilaku
sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku sehingga ia
tidak melakukan pelanggaran terhadap norma atau
perilaku, sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan
baik oleh pendidik atau peserta didik.
Empati dalam komunikasi juga adalah
kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada
situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah
satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati
adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau
mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau
dimengerti oleh orang lain.
Secara khusus Covey menaruh kemampuan
untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan
manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan untuk
mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to
Understand -understand then be understood to build the
skills of empathetic listening that inspires openness and
trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi
Empatik. Dengan memahami dan mendengar orang lain
terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan
kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun
kerjasama atau sinergi dengan orang lain.
Rasa empati akan memampukan kita untuk
dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan
sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver)
menerimanya. Oleh karena itu dalam ilmu pemasaran
(marketing) memahami perilaku konsumen (consumer's
behavior) merupakan keharusan. Dengan memahami
perilaku konsumen, maka kita dapat empati dengan apa
yang menjadi kebutuhan, keinginan, minat, harapan dan
kesenangan dari konsumen. Demikian halnya dengan
bentuk komunikasi lainnya, misalnya komunikasi dalam
membangun kerjasama tim. Kita perlu saling memahami
dan mengerti keberadaan orang lain dalam tim kita. Rasa
empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan
rasa respek akan membangun kepercayaan yang
merupakan unsur utama dalam membangun sebuah
teamwork.
Dengan demikian, sebelum kita membangun
komunikasi atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti
KOM-6
SNIPTEK 2013
dan memahami dengan empati calon penerima pesan
kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat
tersampaikan tanpa ada halangan psikologis atau
penolakan dari penerima.
Empati bisa juga berarti kemampuan untuk
mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima
masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap
yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau
mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang
lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua
arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala
tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus
balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam
kegiatan komunikasi pemasaran above the lines (mass
media advertising) diperlukan kemampuan untuk
mendengar dan menangkap umpan balik dari audiensi
atau penerima pesan komunikasi.
Sehingga secara sederhana, empati dapat
didefinisikan sebagai kemampuan untuk membayangkan
diri sendiri berada pada tempat dan pemahaman yang
dimiliki orang lain, mencakup perasaan, hasrat, ide-ide,
dan tindakan-tindakannya. Istilah ini awalnya biasa
digunakan dengan rujukan khusus pengalaman estetis.
Namun belakangan, istilah ini diterapkan lebih luas
dalam hubungan interpersonal. Empati dinilai penting
perannannya dalam meningkatkan kualitas positif
hubungan interpersonal.
Dari segi sosial, empati menjadi lebih penting
lagi bagi seorang pengajar. Hilangnya empati dapat
melahirkan kecenderungan pengajar melakukan abuse
dan eksploitasi terhadap murid-muridnya. Tingkah laku
agresif guru terhadap murid banyak terjadi karena
terhambatnya empati guru. Tugas yang berat dan
menyiksa murid, hukuman yang berlebihan, serta
ketakpedulian pengajar terhadap apa yang dialami
muridnya merupakan tanda-tanda rendahnya empati
yang pengajar.
Pada dasarnya, sejak manusia dilahirkan,
manusia sudah dibekali dengan signal-signal komunikatif
dan signal–signal tersebut sifatnya masih pre-lingual
(belum berupa bahasa) karena pada periode ini individu
belum bergaul erat dengan individu lainnya kecuali
bergaul dengan orang tuanya terutama dengan ibunya.
Pergaulan antara ibu dan anak pada masa itu sudah
terjadi interaksi. Dalam proses interaksi ibunya
memahami signal-signal komunikatif yang ditampakkan
anaknya dan setiap signal kadang-kadang memiliki
makna yang dirasakan oleh bayi yang ingin disampaikan
kepada orang terdekatnya yaitu ibunya, contohnya
apabila bayi menangis apabila merasakan lapar, sakit,
ngompol dsb, tertawa menunjukkan puas, menatap,
mengerakkan kaki tangan apabila merasa senang, dan
signal-signal tersebut direspon oleh ibunya, misalnya
diganti popoknya, diberi susu atau digendong, itu semua
merupakan interaksi awal yang didasari oleh signalsignal positif yang dimunculkan oleh bayi.
Sementara interaksi yang terjadi dalam
pembelajaran yakni interaksi yang terjadi antar guru dan
SNIPTEK 2013
murid bersifat
psikopedagogis di mana melihat
hubungan yang membantu peserta didik belajar dan
berperilaku terpelajar dengan menggunakan Interaksi
dua arah yang memfasilitasi perkembangan dan
kompetensi akademik. Sebab factor utama yang
mempengaruhi lingkungan belajar adalah guru.
Adapun
peran
guru
dalam
interaksi
pembelajaran di antaranya: 1) Mempergunakan beragam
teknik secara maksimal sehingga peserta didik dapat
mengerjakan tugas secara maksimal; 2) Kemampuan
menyeleksi perilaku yang akan berdampak pada
perubahan perilaku positif peserta didik.
Dengan demikian, harapan, empati dan interaksi
dalam komunkasi adalah satu kebutuhan yang selalu
berkesinambungan dalam diri manusia sebagai makhluk
sosial.
KESIMPULAN
Dengan demikian, berdasarkan apa yang
pemakalah paparkan mengenai peranan ekspektasi,
empati dan interaksi dalam komunikasi dan kaitannya
dengan pembelajaran, maka didapati kesimpulan sebagai
berikut :
1. Harapan merupakan pemikiran dan perilaku yang
diantisipasi dan disetujui dalam percakapan dengan
orang lain yang di dalamnya menyangkut perilaku
verbal dan nonverbal seseorang. Menurut Tim Levine
menyatakan bahwa harapan adalah hasil dari normanorma sosial, stereotip, rumor, dari komunikator.
Sementara
harapan
dalam
pembelajaran
menyangkut motivasi yakni, seberapa kuat motivasi
yang dimiliki individu akan banyak menentukan
terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya
dalam konteks belajar.
2. Empati dalam komunikasi yakni adalah kemampuan
kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau
kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Sementara
empati dalam kaitannya dengan pembelajaran di sini
lebih terkait pada seorang pengajar, di mana ia
memerlukan empati untuk memahami kondisi
muridnya untuk dapat membantunya belajar dan
memperoleh pengetahuan.
3. Untuk interaksi dalam komunikasi masuk ke dalam
model-model komunikasi yakni model interaksional.
ISBN: 978-602-72850-4-0
Di mana Model interaksional dikembangkan oleh
Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan
pada proses komunikasi dua arah di antara para
komunikator.
Sementara
interaksi
dalam
pembelajaran itu terjadi pada interaksi antara murid
dan gurunya dalam proses pembelajaran.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada orang tua, kerabat, teman dan
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
sehingga penelitian ini selesai dilakukan
REFERENSI
Cotton, K. (2001). “Developing Empathy in Children and
Youth.” School Improvement Research Series.
Northwest Regional Educational Laboratory.
EM Griffin, (2003). At First Look at Communication, US:
McGraw Hill.
Iskandar. (2009). Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi
Bru.
Jones. B. F. (1990). "The New Definition of Learning: The
First Step to School Reform." Restructuring to
Promote Learning in America’s Schools. A Guide
Book. Elmhurst, IL: North Central Regional
Educational Laboratory.
O’Hair-Gustav Dan, W.Friedrich-Lynda Dee Dixon, (2009).
Strategic Communication in Business and the
Professions. Jakarta: Kencana.
Richard West & Turner Lynn H. (2008). Pengantar Teori
Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta:
Salemba Humanika.
Takwin. Bagus. “Pentingnya Empati dalam Pendidikan”
2008.
Wiryanto, (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:
PT
Gramedia
Widiasarana
Indonesia.
INF-7
Download