PERANAN EKSPEKTASI EMPATI DAN INTERAKSI DALAM KOMUNIKASI Akom BSI Jakarta Jl. Kayu Jati V No 2, Pemuda Rawamangun, Jakarta-Timur Abstract Communication is a key tool in conveying human intent, purpose, idea or notion. Communication in everyday life has an important role, since the mark with this one baby born into the world, he has to communicate something through tears. While hope, empathy and interaction in communication has an important role in establishing a pattern of communication for people who are social creatures. Abstrak Komunikasi merupakan alat utama manusia dalam menyampaikan maksud, tujuan, ide atau gagasan. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari memiliki peranan penting, Ini di tandai dengan sejak seseorang bayi lahir ke dunia, dia sudah mengkomunikasikan sesuatu lewat tangisannya. Sementara, harapan, empati dan interaksi dalam komunikasi memiliki peran penting dalam membangun pola komunikasi bagi setiap manusia yang merupakan makhluk sosial. Kata kunci: ekspektasi, empati, komunikasi I. PENDAHULUAN Pada dasarnya, manusia adalah mahluk yang bergantung. Sehingga, tidak dapat hidup secara mandiri dan membutuhkan orang lain untuk mengatasi kendala yang ada dalam kehidupannya sehingga manusia dapat disebut sebagai makhluk sosial. Dalam menjalani kehidupan sosial tersebut, seseorang memerlukan sebuah fasilitas serta cara untuk membantunya mempermudah dirinya untuk masuk pada ranah sosial tersebut. Interaksi dan komunikasi, merupakan ungkapan yang kemudian dapat menggambarkan cara serta komunikasi tersebut. Komunikasi merupakan alat utama manusia dalam menyampaikan maksud, tujuan, ide atau gagasan, maka sungguh mustahil manusia tanpa berkomunikasi. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari memiliki peranan penting, Ini di tandai dengan sejak seseorang bayi lahir ke dunia, dia sudah mengkomunikasikan sesuatu lewat tangisannya. Dan begitu pun ketika seseorang itu bertumbuh dan berkembang, dia memerlukan komunikasi dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain. Sehingga dalam berkomunikasi ada yang kita 136 kenal dengan istilah harapan atau ekspektasi yang merujuk pada pola-pola komunikasi yang diantisipasi oleh individu berdasarkan pijakan normatif masingmasing individu atau pijakan kelompok dan digunakan dalam berinteraksi antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dengan demikian, jika kita mampu melakukan interaksi yang baik berdasarkan nilai dan norma yang berlaku dalam satu kelompok atau individu berdasarkan pengharapan, maka kita dapat berempati yakni kemampuan menjadi “diri orang lain”. Artinya mampu menyelaraskan diri dengan orang lain (Sumartono, 2004). Dalam komunikasi, interaksi merupakan salah satu dari model komunikasi yakni model interaksional yang merujuk pada model komunikasi yang dikembangkan oleh ilmuwan sosial yang menggunakan perspektif simbolik. Dalam model interaksi simbolik, orang-orang yang turut serta dalam proses komunikamenampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramal sehingga menolak pernyataan individu adalah pasif dan perilakunya ditentukan oleh kekuatan atau struktur diluar dirinya. Sama halnya dalam pembelajaran, di mana pembelajaran terwujud dalam bentuk interaksi berupa timbal balik secara dinamis antara guru dengan siswa dan atau siswa dengan kondisioning belajarnya. Guru pada saat tertentu berposisi sebagai stimulus yang memancing anak untuk bereaksi sebagai wujud aktivitasnya yang disebut belajar. Dengan demikian, dalam makalah ini akan dibahas mengenai peranan ekspektasi atau pengaharapan, empati dan interaksi dalam komunikasi dan dalam pembelajaran. Tujuannya agar kita mengetahui makna dan proses pengharapan, empati dan interkasi dalam komunikasi serta pembelajaran yang efektif. Dalam hal ini penulis membatasi hanya pada ruang lingkup peranan ekspektasi, empati dan interaksi dalam komunikasi serta kaitannya dengan pembelajaran. II. PEMBAHASAN Ekspektasi atau pengharapan merupakan teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu : a. Harapan ( ) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku. Di mana harapan merupakan probabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian b. Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu c. Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua (Ramkur, 2008). Selain itu terdapat tiga asumsi lain yang menuntut teori ini di antaranya : 1. Harapan mendorong terjadinya interaksi antar manusia. 2. Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari. 3. Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal (West dan L-ynn H, 2008). Berikut ini gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi harapan Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi harapan Dengan demikian, harapan merupakan pemikiran dan perilaku yang diantisipasi dan disetujui dalam percakapan dengan orang lain yang di dalamnya menyangkut perilaku verbal dan nonverbal seseorang. Sementara menurut Tim Levine menyatakan bahwa harapan adalah hasil dari norma-norma sosial, stereotip, rumor, dari komunikator (West dan Lynn H, 2008). Sehingga ekspektasi atau pengharapan pada dasarnya merujuk pada pola-pola komunikasi yang diantisipasi oleh individu berdasarkan pijakan normatif masing-masing individu atau pijakan kelompok. Jika perilaku orang lain menyimpang dari apa yang kita harapkan secara khas, maka suatu pelanggaran pengharapan telah terjadi. Apapun “yang diluar kebiasaan” menyebabkan kita untuk mengambil reaksi khusus (menyangkut) perilaku itu. Sebab, dengan kata lain kita memiliki harapan terhadap tingkah laku apa yang pantas dilakukan orang lain terhadap diri kita. Jika perilaku seseorang, ketika berkomunikasi dengan kita, sesuai atau kurang lebih sama dengan pengharapan kita, maka kita akan merasa nyaman Persoalannya adalah tidak selamanya tingkah laku orang lain sama dengan apa yang kita harapkan. Bila hal ini terjadi, maka akan terjadi gangguan psikologis maupun kognitif dalam diri kita baik yang sifatnya positif ataupun negatif. Suatu pelanggaran dari harapan kita dapat mengganggu ketenangan; hal tersebut dapat menyebabkan bangkitnya suasana dari sejumlah sumber di antaranya : a. Budaya di mana kita tinggal membentuk harapan kita tentang beragam jenis perilaku komunikasi. Pada budaya yang menganut “contact culture” kontak mata lebih banyak terjadi, sentuhan lebih sering, dan zone jarak pribadi jauh lebih kecil dibanding pada budaya 137 yang menganut “noncontact culture”. Konteks Victor Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori di mana interaksi berlangsung juga berdampak motivasi berdasarkan kebutuhan infernal, tiga asumsi pada harapan tentang perilaku orang lain; pokok Vroom dari teorinya adalah sebagai berikut : b. Pengalaman pribadi kita juga mempengaruhi haraa. Setiap individu percaya bahwa bila ia berprilaku pan. Kondisi interaksi kita yang berulang akan dengan cara tertentu, ia akan memperoleh hal termengharapkan terjadinya perilaku tertentu. Jika tentu. Ini disebut sebuah harapan hasil (outcome kawan sekamar kita yang biasanya periang tiba) sebagai penilaian subjektif seseorang tiba berhenti tersenyum ketika kita masuk kamar, atas kemungkinan bahwa suatu hasil tertentu akan kita menghadapi suatu situasi yang jelas berbeda muncul dari tindakan orang tersebut. b. Setiap hasil mempunyai nilai, atau daya tarik bagi dengan harapan. NEV Theory menyatakan bahwa harapan meliputi penilaian tentang perilaku yang orang tertentu. Ini disebut valensi (valence) sebamungkin, layak, sesuai, dan khas untuk suasana gai nilai yang orang berikan kepada suatu hasil tertentu, sesuai tujuan, dan merupakan bagian yang diharapkan. c. Setiap hasil berkaitan dengan suatu persepsi men2003: 178). genai seberapa sulit mencapai hasil tersebut. Ini Menurut Judee Burgon dan Jerold Hale mendisebut harapan usaha ( ) sebagai gatakan bahwa ada dua jenis harapan di antaranya : kemungkinan bahwa usaha seseorang akan menga. Harapan prainteraksional, yakni mencakup jenis hasilkan pencapaian suatu tujuan tertentu. Dengan demikian motivasi dijelaskan denpengetahuan dan keahlian interaksional yang dimiliki oleh komunikator sebelum ia memasuki gan mengombinasikan ketiga prinsip ini, di mana sebuah percakapan. orang akan termotivasi bila ia percaya bahwa : b. Harapan interaksional, yakni merujuk kepada kea. Suatu perilaku tertentu akan menghasilkan hasil mampuan seseorang untuk menjalankan interaksi tertentu. itu sendiri (West dan Lynn H, 2008). b. Hasil tersebut punya nilai positif baginya. Sementara ekspektasi atau harapan dalam pembelac. Hasil tersebut dapat dicapai dengan usaha yang jaan menyangkut Motivasi. Di mana motivasi dapat dilakukan seseorang. diartikan sebagai energi seseorang yang dapat menim- Dengan kata lain motivasi, dalam teori harapan adabulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam lah keputusan untuk mencurahkan usaha. Sehingga melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber seorang pendidik hendaknya dapat memberikan modari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrin- tivasi terhadap peserta didiknya demi meningkatkan sik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). minat dan harapan peserta didik terhadap pengetaSeberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan huan dan perilaku yang sesuai dengan norma-norma banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian setiap ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja peserta didik akan memiliki moral atau akhlak yang maupun dalam kehidupan lainnya. baik. Adapun strategi pendidik dalam memotivasi Kajian tentang motivasi telah sejak lama peserta didik dengan cara : a. Memberikan penghargaan dengan kata-kata . memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan denb. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. gan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) c. Menumbuhkan dan memelihara rasa ingin tahu seseorang. Dalam konteks studi psikologi, motivasi siswa. individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diand. Memberi hadiah / reward untuk prestasi. taranya: e. Memberi hukuman/ punishment yang memacu kia. durasi kegiatan; nerja siswa lebih baik dimasa yang akan datang. b. frekuensi kegiatan; f. Menumbuhkan semangat kompetisi. c. persistensi pada kegiatan; g. Menggunakan media yang sesuai dan menyennangkan. d. ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; h. Memberi nilai agar siswa lebih giat. e. devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; i. Mengemas pembelajaran dengan suasana mef. tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegnarik (menggunakan simulasi/ permainan). iatan yang dilakukan; j. Membantu kesulitan belajar siswa secara individout put) ual ataupun kelompok. yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan; k. Menggunakan metode / pendekatan bervariasi h. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan 138 l. Membentuk kebiasaan belajar yang baik. m. Memberi contoh positif (teladan). n. Berpenampilan dan Berkepribadian yang akan membuat siswa merasa nyaman dalam belajar (Iskandar, 2009). Kebutuhan penanggulangan akan memberikan motivasi dalam belajar banyak faktor dan strategi yang dibutuhkan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, terutama penanggulangan rendahnya motivasi pada anak golongan lemah ekonomi dalam belajar, di antaranya dengan cara : a. Memberikan lebih banyak simulasi (role play). b. Memberi ruang kebebasan anak untuk bermain. c. Memberikan stimulus melalui visualisasi dengan orang lain (Sumartono, 2004). Sementara empati dalam komunikasi atau empathic communication meliputi penyampaian perasaan, kejadian, persepsi atau proses yang menyatakan tidak langsung perubahan sikap atau perilaku penerima. Barnlund mengatakan bahwa komunikasi memberikan fasilitas untuk menampung suasana kreativitas yang tidak perlu ditafsirkan. Di mana komunikasi memberikan bimbingan kepada peserta komunikasi agar saling berbagi asumsi, perspektif, dan pengertian mengenai informasi yang dibicarakan untuk memudahkan proses empati (Wiryanto, 2004). Empati dalam komunikasi juga adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu - prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah langi). kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti Dengan demikian peranan ekspektasi atau harapan terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti dalam memberikan motivasi menjadi berkembang. oleh orang lain. Dan seorang anak didik akan berperilaku sesuai denSecara khusus Covey menaruh kemampuan gan norma dan nilai yang berlaku sehingga ia tidak untuk mendengarkan sebagai salah satu dari tujuh kemelakukan pelanggaran terhadap norma atau pe- biasaan manusia yang sangat efektif, yaitu kebiasaan rilaku, sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (seek baik oleh pendidik atau peserta didik. to build the skills of empathetic listening that inspires 2.1. Empati openness and trust). Inilah yang disebutnya dengan Komunikasi empatik. Dengan memahami dan mendEmpati adalah kemampuan seolah-olah mam- engar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membanpu menjadi diri orang lain. Karena empati berarti kita gun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan mampu membaca pikiran dari sudut pandang orang dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan lain. Di mana kita mampu menyelaraskan diri kita orang lain. dengan orang lain meskipun sebenarnya keinginan Rasa empati akan memampukan kita untuk dakita berbeda dengannya. Empati juga merupakan ak- pat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan selerasi dari sikap proaktif terhadap orang yang kita sikap yang akan memudahkan penerima pesan (retuju. Dengan kata lain empati semacam “kartu trup” ceiver) menerimanya. Oleh karena itu dalam ilmu pekita dalam “mendekatkan diri” kepada orang lain. Se- masaran (marketing) memahami perilaku konsumen bab berempati berarti kita berusaha melakukan proses (consumer's behavior) merupakan keharusan. Denadaptasi dengan orang lain. Di mana kita berusahan gan memahami perilaku konsumen, maka kita dapat mempelajari orang yang ingin kita tuju agar terwujud empati dengan apa yang menjadi kebutuhan, keingikeselarasan, keserasian, dan keharmonisan hubungan nan, minat, harapan dan kesenangan dari konsumen. (Sumartono, 2004). Demikian halnya dengan bentuk komunikasi lainnya, Empati juga berarti munculnya kerelaan diri misalnya komunikasi dalam membangun kerjasama untuk menjelajah dunia orang lain, sebab kita seolah- tim. Kita perlu saling memahami dan mengerti keolah menjadi diri orang lain. Kita berusaha menarik beradaan orang lain dalam tim kita. Rasa empati akan simpati orang lain dengan harapan kita mampu me- menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa resluluhkan hatinya. Dalam berempati, yang dikatakan pek akan membangun kepercayaan yang merupakan orang sukses adalah ketika ia mampu menebarkan unsur utama dalam membangun sebuah teamwork. empati-empati kepada orang lain secara apik tanpa Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau merendahkan diri sendiri dan tanpa merendahkan mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahaorang lain. Sebab empati bukan berarti “menjilat” mi dengan empati calon penerima pesan kita. Sehingtetapi merupakan kepiawaian seseorang dalam mem- ga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa baca dan menyesuaikan diri dengan orang lain. Ka- ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima. rena empati berarti munculnya kesadaran untuk meng 139 Empati bisa juga berarti kemampuan untuk mendengar dan bersikap perseptif atau siap menerima masukan ataupun umpan balik apapun dengan sikap yang positif. Banyak sekali dari kita yang tidak mau mendengarkan saran, masukan apalagi kritik dari orang lain. Padahal esensi dari komunikasi adalah aliran dua arah. Komunikasi satu arah tidak akan efektif manakala tidak ada umpan balik (feedback) yang merupakan arus balik dari penerima pesan. Oleh karena itu dalam kegiatan komunikasi pemasaran above the lines (mass media advertising) diperlukan kemampuan untuk mendengar dan menangkap umpan balik dari audiensi atau penerima pesan komunikasi. Sehingga secara sederhana, empati dapat kan diri sendiri berada pada tempat dan pemahaman yang dimiliki orang lain, mencakup perasaan, hasrat, ide-ide, dan tindakan-tindakannya. Istilah ini awalnya biasa digunakan dengan rujukan khusus pengalaman estetis. Namun belakangan, istilah ini diterapkan lebih luas dalam hubungan interpersonal. Empati dinilai penting perannannya dalam meningkatkan kualitas positif hubungan interpersonal. Dalam artikel milik Bagus Takwin yang mengatakan bahwa dalam psikologi dan psikiatri yang berorientasi humanistik, empati merupakan bagian penting dari teknik konseling. Carl Rogers yang merupakan salah satu tokoh awal yang menunjukkan pentingnya empati dalam proses konseling. Menurutnya, berempati berarti mempersepsi kerangka pikir internal orang lain secara tepat mencakup unsur-unsur emosional dan cara-cara bertingkahlaku, disertai dengan kepedulian seolah-olah diri sendiri adalah orang lain yang sedang dipersepsi tetapi tanpa kehilangan kesadaran sedang mengandaikan sebagai orang lain. Dengan kata lain, berempati adalah mengandaikan diri kita sebagai orang lain tanpa larut secara emosional dalam kondisi orang yang diandaikan. Seorang konselor memerlukan empati untuk memahami kondisi psikis klien yang sedang dibantunya (Cotton, 2001). Sejalan dengan Rogers, Gallo (1989) menyatakan bahwa sebuah respons empatik mengandung baik dimensi kognitif maupun afektif. Istilah empati digunakan paling tidak dalam dua pengertian: a. Sebuah respons kognitif utama untuk memahami bagaimana orang lain merasa; b. Kebersamaan afektif yang setara dengan orang lain. Dengan demikian, empati juga dapat dipahami sebagai pemahaman yang intim bahwa perasaan-perasaan, pikiranpikiran dan motif-motif seseorang dimengerti secara menyeluruh oleh orang lain, disertai 140 disertai ungkapan penerimaan terhadap keadaan orang lain. Dalam perkembangannya, empati menjadi terbukti bagian penting juga dalam proses belajar mengajar. Untuk menjadi pengajar yang efektif, orang perlu memiliki kemampuan ini. Seorang pengajar memerlukan empati untuk memahami kondisi muridnya untuk dapat membantunya belajar dan memperoleh pengetahuan. Pengajar yang tidak memahami perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, motif-motif dan orientasi tindakan muridnya akan sulit untuk membantu dan memfasilitasi kegiatan belajar murid-muridnya (Takwin, 2008). Secara umum, unsur-unsur empati adalah sebagai berikut: a. Imajinasi yang tergantung kepada kemampuan membayangkan; di sini imajinasi berfungsi untuk memungkinkan pengandaian diri seseorang sebagai orang lain. b. Adanya kesadaran terhadap diri sendiri (selfawareness atau self-consciousness); secara khusus pandangan positif terhadap diri sendiri, secara umum penerimaan (dalam arti pengenalan) apa adanya terhadap kelebihan dan kekurangan diri sendiri. c. Adanya kesadaran terhadap orang lain; pengenalan dan perhatian terhadap orang lain; secara khusus pandangan positif terhadap orang lain, secara umum penerimaan apa adanya terhadap kelebihan dan kekurangan orang lain. d. Adanya perasaan, hasrat, ide-ide dan representasi atau hasil tindakan baik pada orang yang berempati maupun pada orang lain sebagai pihak yang diberi empati disertai keterbukaan untuk saling memahami satu sama lain. e. Ketersediaan sebuah kerangka pikir estetis; ini merupakan dasar untuk menampilkan respons yang dianggap pantas dan memadai agar kesesuaian antara orang yang berempati orang yang menjadi sasaran empati dapat tercapai (agar tidak menjadi pelanggaran privasi atau perilaku ‘sok tahu); kerangka pikir estetis selalu tergantung pada budaya, masyarakat dan konteks jaman. f. Ketersediaan sebuah kerangka pikir moral; dalam konteks pendidikan kerangka ini merupakan panduan untuk pembentukan dan pengembangan kompetensi dan karakter guru dan murid; juga tergantung kepada budaya masyarakat dan konteks jaman (Takwin, 2008). Empati, baik untuk pengajar maupun pelajar, semakin diperlukan dalam pendidikan dalam upaya mencapai keberhasilan proses pembelajaran. Jika kita bertanya apa karakteristik dari pelajar yang dari pelajar yang sukses maka banyak ahli psikologi pendidikan menjawab: berpengetahuan, mampu menentukan diri sendiri, strategis dan empatik. Di mana empati, merujuk Jones (1990), penting karena para profesional yang sukses dalam bidang apapun (termasuk dosen sebagai peneliti dan akademisi) menunjuk kemampuan komunikasi agar sukses dalam pekerjaannya. Mereka juga mampu memandang diri sendiri dan dunia dari sudut pandang orang lain. Artinya mereka mampu mencermati dan menilai keyakinan-keyakinan dan keadaan-keadaan orang lain dengan tetap berpegang kepada tujuan mengembangkan pemahaman dan penghargaan. Murid-murid yang sukses pun menunjukkan kemampuan ini. Mereka menilai positif kegiatan berbagi pengalaman dengan orang-orang yang berbeda latar belakang untuk memperkaya diri mereka (Jones, 1990). Dari segi sosial, empati menjadi lebih penting lagi bagi seorang pengajar. Hilangnya empati dapat melahirkan kecenderungan pengajar melakukan abuse dan eksploitasi terhadap murid-muridnya. Tingkah laku agresif guru terhadap murid banyak terjadi karena terhambatnya empati guru. Tugas yang berat dan menyiksa murid, hukuman yang berlebihan, serta ketakpedulian pengajar terhadap apa yang dialami muridnya merupakan tanda-tanda rendahnya empati yang pengajar. Gambar 2: Diagram distorsi pesan Kuatnya empati pada seorang pengajar merupakan indikans dari kesadaran diri, identitas diri yang sehat, penghargaan diri yang terkelola dengan baik, dan kecintaan terhadap diri sendiri dalam arti positif. Di sisi lain, empati menunjukkan juga adanya kematangan kognitif dan afektif dalam memahami orang lain, kemampuan mencintai dan menghargai orang lain, serta kesiapan untuk hidup bersama dan saling mengembangkan dengan orang lain. Empati merupakan ‘tembok karang’ moralitas seorang pengajar, bahwa ia mengajar, mengabdikan dirinya untuk mengembangkan murid-muridnya, bukan untuk memanfaatkan dan mengambil untung dari mereka (Takwin, 2008). 2.2.Interaksi dalam Komunikasi Keterampilan berkomunikasi merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Melalui komunikasi individu akan merasakan kepuasan, kesenangan atau pengetahuan (informasi) yang akan menunjang terhadap perkembangan individu selanjutnya. Dengan pengetahuan atau informasi tersebut maka individu akan memahami dunia, sehingga informasi merupakan jendela untuk seseorang agar dapat berkembang. Kemampuan berkomunikasi pada umumnya berkembang secara otomatis apabila manusia tersebut berada pada komunitasnya. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah dibekali dengan signal-signal komunikatif dan sinyal –sinyal tersebut sifatnya masih pre-lingual (belum berupa bahasa) karena pada periode ini individu belum bergaul erat dengan individu lainnya kecuali bergaul dengan orang tuanya terutama dengan ibunya. Pergaulan antara ibu dan anak pada masa itu sudah terjadi interaksi. Dalam proses interaksi ibunya memahami signal-signal komunikatif yang ditampakkan anaknya dan setiap signal kadang-kadang memiliki makna yang dirasakan oleh bayi yang ingin disampaikan kepada orang terdekatnya yaitu ibunya, contohnya apabila bayi menangis apabila merasakan lapar, sakit, ngompol dsb, tertawa menunjukkan puas, menatap, mengerakkan kaki tangan apabila merasa senang, dan signal-signal tersebut direspon oleh ibunya, misalnya diganti popoknya, diberi susu atau digendong, itu semua merupakan interaksi awal yang didasari oleh signal-signal positif yang dimunculkan oleh bayi. Interaksi dalam komunikasi merupakan proses berlangsungnya penyampaian pesan antara komunikator dengan komunikan. Interaksi dalam komunikasi masuk ke dalam model-model komunikasi yakni model interaksional. Di mana Model interaksional dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di antara para komunikator. Dengan kata lain, komunikasi berlangsung dua arah: dari pengirim dan kepada penerima dan dari penerima kepada pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung (West dan Lynn H, 2008:13). Patut dicatat bahwa model ini menempatkan sumber dan penerima mempunyai kedudukan yang sederajat. Satu elemen yang penting bagi model interkasional adalah umpan balik (feedback), atau tanggapan terhadap suatu pesan. Di mana umpan balik baik berupa verbal atau nonverbal sengaja atau tidak disengaja. Dan dalam model interaksional, umpan balik terjadi setelah pesan diterima tidak pada saat pe 141 san sedang dikirim. Serta elemen terakhir pada model ini adalah bidang pengalaman atau seseorang, atau bagaimana budaya, pengalaman dan keturunan seseorang memengaruhi kemampuannya untuk berkomunikasi satu sama lain (West dan Lynn H, 2008:13). Sebab pada dasarnya esensi komunikasi dalam setiap situasi adalah orang yang saling bertukar pesan dalam rangka mencapai tujuan suatu sasaran. Karena orang yang mempunyai tujuan yang berbeda, latar belakang yang berbeda, kebiasaan dan preferensi yang berbeda, maka komunikasi yang efektif haruslah bersifat interkatif. Di mana interaktif berarti setiap orang ikut akitif dalam mendengarkan dan merespon satu sama lain, masing-masing dari elemen komunikasi ikut berperan dalam menciptakan komunikasi yang interaktif. Dan juga kultur dari pengirim dan penerima komunikasi akan mempengaruhi semua area komunikasi interaktif (Dan O’Hair-Gustav W.Friedrich-Lynda Dee Dixon, 2009: 5-6). Dan inilah yang dilahirkan dari proses interaksi komunikasi. Sementara interaksi yang terjadi dalam pembelajaran yakni interaksi yang terjadi antar guru dan murid bersifat psikopedagogis di mana melihat hubungan yang membantu peserta didik belajar dan berperilaku terpelajar dengan menggunakan Interaksi dua arah yang memfasilitasi perkembangan dan kompetensi akademik. Sebab faktor utama yang mempengaruhi lingkungan belajar adalah guru. Adapun peran guru dalam interaksi pembelajaran di antaranya : a. Mempergunakan beragam teknik secara maksimal sehingga peserta didik dapat mengerjakan tugas secara maksimal b. Kemampuan menyeleksi perilaku yang akan berdampak pada perubahan perilaku positif peserta didik. Bentuk interaksi yang dilakukan yakni guru harus mengembangkan pemahaman dan perilaku secara tegas tentang : a. Hubungan antara mengajar dan disiplin b. Faktor-faktor yang memotivasi peserta didik untuk berbuat c. Perencanaan sistematis mengelola perilaku salah sesuai peserta didik dan sesuai karakteristik kelas. (Yusi, 2008). Dengan demikian, interaksi diantara kedua belah pihak berjalan secara dinamis bertolak dari kondisi awal melalui titik-titik sepanjang garis kontinum hingga akhir kegiatan pembelajaran. Interaksi dinamis guru-siswa dalam pembelajaran dapat terwujud dalam berbagai bentuk hubungan. Interaksi guru-murid dapat mengambil bentuk hubugan langsung, yakni interaksi secara tatap muka. 142 Dalam bentuknya yang lain hubungan guru-siswa bersifat tidak langsung, yakni melalui perantaraan media pembelajaran seperti paket belajar, modul pembelajaran, penyelesaian tugas-tugas terstruktur, dan sejenisnya. Di samping itu interaksi guru-siswa terealisasi pula melalui hubungan yang bersifat campuran. Meskipun guru telah memanfaatkan media pembelajaran, tetapi guru tetap hadir dalam pembelajaran. Pola arus interaksi guru-murid di kelas memiliki berbagai kemungkinan arus komunikasi Sholahuddin, 2010). Sedikitnya menurut H.C Lindgren dalam Raka Joni (1980), ada empat pola arus komunikasi: 1. Komunikasi guru-siswa searah, 2. Komunikasi dua arah -- arus bolak-balik. 3. Komunikasi dua arah antara guru-siswa dan siswa-siswa, 4. Komunikasi optimal total arah. Arus komunikasi dalam pembelajaran ada pula yang membedakan kedalam dua jenis, yakni one way trafdan . Pengaturan materi interaksi, dapat dibedakan dalam beberapa bentuk pengaturan. Pengaturan materi dapat dibedakan menjadi tiga sifat, yakni implisit, eksplisit, dan implikatif. Pengaturan materi secara implisit yakni pengaturan materi yang bersifat terselubung. Makna (meaning) isi komunikasi tersirat dibalik yang tersurat. Sedangkan pengaturan secara eksplisit, bila mana makna isi komunikasi, tersurat secara lahiriah atau tekstual. Sementara pengaturan secara implikatif, yakni pengaturan materi komunikasi yang maknanya hanya dapat ditemukan dari apa yang tersorot oleh proses komunikasi tersebut (Sholahuddin, 2010). III. PENUTUP Dengan demikian, berdasarkan apa yang pemakalah paparkan mengenai peranan ekspektasi, empati dan interaksi dalam komunikasi dan kaitannya dengan pembelajaran, maka didapati kesimpulan sebagai berikut : a. Harapan merupakan pemikiran dan perilaku yang diantisipasi dan disetujui dalam percakapan dengan orang lain yang di dalamnya menyangkut perilaku verbal dan nonverbal seseorang. Menurut Tim Levine menyatakan bahwa harapan adalah hasil dari norma-norma sosial, stereotip, rumor, dari komunikator. Sementara harapan dalam pembelajaran menyangkut motivasi yakni, seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya dalam konteks belajar. b. Empati dalam komunikasi yakni adalah ke- kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Sementara empati dalam kaitannya dengan pembelajaran di sini lebih terkait pada seorang pengajar, saat ia memerlukan empati untuk memahami kondisi muridnya untuk dapat membantunya belajar dan memperoleh pengetahuan. c. Untuk interaksi dalam komunikasi masuk ke dalam model-model komunikasi yakni model interaksional. Saat Model interaksional dikembangkan oleh Wilbur Schramm pada tahun 1954 yang menekankan pada proses komunikasi dua arah di antara para komunikator. Sementara interaksi dalam pembelajaran itu terjadi pada interaksi antara murid dan gurunya dalam proses pembelajaran. dalam Pembelajaran, 2010. Artikel Milik Yusi Riska Yustiana, Proses Interaksi Guru Dan Siswa Dalam Proses Pembelajaran (Tinjauan Psikologi Pendidikan), 2008. Internet : http://www.anakidul.co.cc/2010_04_01_archive. html. Diakses 30 Novemver 2010. http://anik-gurung.tripod.com/id29.html. Diakses 1 Desember 2010. http://permanariansomad.blogspot.com/2009/07/ interaksi-dan-komunikasi.html. Diakses11 November 2010. . DAFTAR PUSTAKA Cotton, K. 2001, “Developing Empathy in Children ries. Northwest Regional Educational Laboratory. , US: McGraw Hill. Iskandar. 2009, Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru. Jones. B. F. 1990. The First Step to School Reform." Restructur, IL: North Central Regional Educational Laboratory. O’Hair-Gustav Dan, W.Friedrich-Lynda Dee Dixon, 2009, Strategic Communication in Business and the Professions, Jakarta, Kencana. Richard West & Turner Lynn H. 2008, Pengantar , Jakarta, Salemba Humanika. Sumartono, 2004. Komunikasi Kasih Sayang. (Jakarta : Alex Media Komputindo). Wiryanto, 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia). Sumber Lain Artikel : Artikel milik Bagus Takwin, Pentingnya Empati dalam Pendidikan. 2008. Artikel milik Ramkur. Motivasi. 2008. Artikel milik Sholahuddin, Interaksi Komunikasi da143