DAFTAR ISI

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Masa Nifas
a. Pengertian
Merupakan masa yang dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alat- alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas berlangsung kira- kira 6 minggu atau 42 hari (Hadijono
dalam Saifuddin, 2010). Akan tetapi, seluruh organ kandungan baru
pulih kembali seperti sebelum hamil, dalam waktu 3 bulan setelah
bersalin (Fredy, 2015).
Tujuan asuhan masa nifas adalah menjaga kesehatan ibu dan
bayinya baik secara fisik maupun psikologis ; melaksanakan skrining
secara komprehensif, deteksi dini, mengobati, atau merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu maupun bayi ; memberikan pendidikan kesehatan
diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi
serta perawatan bayi sehari- hari ; memberikan pelayanan Keluarga
Berencana (KB) ; mendapatkan kesehatan emosi (Maritalia, 2012).
Tahapan masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu periode
immediate postpartum yang merupakan masa segera setelah plasenta
lahir sampai dengan 24 jam, lalu periode early postpartum yaitu masa
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
24 jam – 1 minggu postpartum, dan periode late postpartum yang
merupakan masa 1 – 6 minggu postpartum (Saleha, 2009).
b. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
1) Pengerutan rahim (involusi)
Setelah janin dilahirkan, fundus uteri kira- kira setinggi pusat
kemudian segera setelah plasenta lahir, tinggi fundus uteri 2 jari di
bawah pusat. Pada hari ke-5 postpartum uterus kurang lebih
setinggi pertengahan simfisis pusat. Sesudah 12 hari uterus tidak
dapat diraba lagi (Wiknjosastro, 2005).
Lokhea adalah sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina
pada masa nifas (Wiknjosastro, 2005). Lokhea Rubra (Cruenta)
keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa postpartum.
Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar,
jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo
(rambut bayi), dan mekonium. Lokhea Sanguinolenta berwarna
merah kecoklatan dan berlendir, serta berlangsung dari hari ke-4
sampai hari ke-7 postpartum. Lokhea Serosa berwarna kuning
kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan robekan atau
laserasi plasenta, keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14. Lokhea
Alba mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir
serviks dan serabut jaringan yang mati dan dapat berlangsung
selama 2-6 minggu postpartum. Bila terjadi infeksi, akan keluar
cairan nanah berbau busuk yang disebut Lokhea Purulenta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
Sedangkan
lokhea
yang
tidak
lancar
keluarnya
disebut
Lochiostatis. Total jumlah rata- rata pengeluaran lokhea sekitar
240 – 270 ml (Rukiyah, 2010).
2) Perubahan Tanda Vital
Tekanan darah normal untuk systole berkisar antara 110 – 140
mmHg dan 60 – 80 untuk diastole. Segera setelah melahirkan,
banyak wanita mengalami peningkatan sementara tekanan darah
sistolik dan diastolik, yang kembali secara spontan ke tekanan
darah sebelum hamil selama beberapa hari. Risiko hipertensi
maupun preeklamsia postpartum perlu diperhatikan jika terjadi
signifikansi peningkatan tekanan darah pasca persalinan (Maritalia,
2012).
Suhu maternal kembali normal sesudah 2 jam pertama
postpartum dari suhu yang sedikit meningkat selama periode
intrapartum dan akan stabil dalam 24 jam pertama postpartum
(Saleha, 2009).
Denyut nadi, yang meningkat selama persalinan akhir
(bradikardia), kembali normal setelah beberapa jam pertama
postpartum dan fungsi pernapasan kembali pada rentang normal
wanita selama jam pertama postpartum (Varney et al, 2007).
3) Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Setelah janin dilahirkan, hubungan sirkulasi janin melalui
plasenta akan terputus sehingga volume darah ibu relatif akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
meningkat. Keadaan ini terjadi secara cepat dan mengakibatkan
beban kerja jantung sedikit meningkat namun hal tersebut segera
diatasi oleh sistem homeostatis tubuh dengan mekanisme
kompensasi berupa timbulnya homokonsentrasi sehingga volume
darah akan kembali normal (Maritalia, 2012). 1 - 2 minggu setelah
persalinan, volume darah telah hampir kembali ke nilainya ketika
tidak hamil (Cunningham et al, 2013).
c. Perawatan masa nifas
Perawatan awal (6 jam postpartum) dengan ambulasi dini. Kemudian
dilakukan perawatan lanjut postpartum (Saleha, 2009).
Perawatan lanjut postpartum:
1) Evaluasi tanda-tanda vital
Setelah dipindahkan, pasien dievaluasi secara teratur minimal
sekali dalam satu jam atau jika ibu miliki suatu masalah kesehatan
dan tekanan darah, nadi, suhu, jumlah urine, jumlah perdarahan,
serta status fundus uteri diperiksa setiap 4 jam (Saleha, 2009).
2) Anjurkan mobilisasi dini
Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur
24 - 48 jam postpartum. Mobilisasi memicu perbaikan sirkulasi,
membuat napas dalam, dan menstimulasi kembali fungsi
gastrointestinal normal (Prawirohardjo, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
3) Penuhi kebutuhan nutrisi
Anjurkan ibu untuk tetap mengkonsumsi makanan sehat seperti
selama kehamilan. Ibu nifas memerlukan tambahan 500 kalori
perhari. Masalah diet perlu mendapat perhatian yang serius karena
dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan
mempengaruhi susunan air susu (Saifuddin, 2010)
4) Lakukan pembersihan alat kelamin, perut dan kaki ibu
Ganti alas tidur yang sudah kotor dan bersihkan dari darah pada
tubuhnya. Cucilah tangan dan kenakan sarung tangan untuk
menyentuh alat kelamin ibu. Bersihkan kelamin dengan lembut,
gunakan air bersih dan kain steril. Cuci dari atas ke bawah
menjauhi vagina (Saleha, 2009).
5) Lakukan evaluasi perdarahan
Menurut Saleha (2009) untuk mengetahui muncul tidaknya
perdarahan hebat, lakukan hal-hal berkut ini:
a) Rasakan rahim untuk melihat apakah dia berkontraksi. Periksa
setelah 5 atau 10 menit selama 1 jam. Untuk 1 atau 2 jam
berikutnya, periksa setiap 15 sampai 30 menit. Jika rahim keras
berarti kontraksi berlangsung baik.
b) Periksa
pembalut
ibu
untuk
melihat
seberapa
sering
mengeluarkan darah, jika mencapai 500 ml (sekitar 2 cangkir)
berarti perdarahan terlalu berlebihan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
c) Periksa denyut nadi dan tekanan darah setiap jam. Perhatikan
juga tanda-tanda syok.
6) Bantu ibu menyusui
Menyusui adalah cara terbaik bagi ibu dan bayinya. Sedikit
waktu untuk menyusui masih lebih baik daripada tidak sama sekali.
Anjurkan ibu meningkatkan istirahat dan asupan cairan. Pastikan
ibu dapat menyusui bayinya dengan nyaman dan posisi
penempelan dan benar (Saifuddin, 2010)
7) Lakukan pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan yaitu hemoglobin,
hematokrit, dan protein urin. Biasanya akan terdapat penurunan
hemoglobin 2%. Apabila hemoglobin dibawah 8%, pertimbangkan
untuk transfusi (Saifuddin, 2010). Hematokrit secara rutin diukur
pada pagi hari setelah pembedahan atau saat terjadi oligouria atau
tanda-tanda lain yang mengisyaratkan hipovolemia (Cunningham
et al, 2013). Pemeriksaan protein urin juga perlu dilakukan apabila
terdapat hasil diatas normal pada pemeriksaan tekanan darah.
Karena dapat merujuk pada kasus preeklamsia sampai eklamsia
(Angsar dalam Saifuddin, 2010).
8) Anjurkan ibu untuk istirahat
Pastikan kebutuhan ibu akan tidur dan istirahat diutamakan agar
dapat memulihkan keadaan ibu (Rukiyah dkk, 2010)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
9) Lakukan perawatan gabung
Pasien dapat dirawat gabung jika tidak ibu dan bayi dalam keadaan
normal dan ibu dapat memberikan ASI dalam posisi tidur atau
duduk (Hadijono dalam Saifuddin, 2010).
10) Memulangkan pasien
Kecuali apabila timbul penyulit pada masa nifas, pasien
umumnya dipulangkan pada hari ketiga postpartum (Cunningham
et al, 2013). Pasien diminta datang untuk kontrol setelah 7 hari
pasien pulang. Pasien perlu segera datang bila terdapat perdarahan,
demam, dan nyeri perut berlebihan (Hadijono dalam Saifuddin,
2008).
d. Komplikasi pada masa nifas
1) Infeksi nifas
Infeksi nifas merupakan infeksi bakteri yang berasal dari saluran
reproduksi selama persalinan maupun masa nifas (Varney et al,
2007).
2) Perdarahan dan hipertensi dalam masa nifas
a) Perdarahan karena hiperplasia glandularis yang dapat terjadi
berhubungan dengan siklus anovulatorius dalam nifas.
b) Perubahan dinding pembuluh darah. Pada golongan ini tidak
ditemukan sisa plasenta, endometritis ataupun luka.
c) Secara patogenesis hipertensi, peningkatan tekanan yang terjadi
pada dinding dalam pembuluh darah. Dapat mengakibatkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
perubahan dinding pembuluh darah jadi menipis yang berisiko
terjadi kebocoran tempat lewatnya komponen darah tersebut
(Cunningham et al, 2013).
3) Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih memiliki tanda dan gejala yang hampir
serupa dengan beberapa infeksi nifas lainnya dan dapat bervariasi
tergantung pada infeksi tersebut berupa sistisis ringan atau
pielonefritis (Varney et al, 2007).
4) Patologi menyusui
Patologi menyusui disebabkan laktasi yang kurang lancar sehingga
menyebabkan terjadinya bendungan di payudara (Suradi dalam
Saifuddin, 2010).
2. Hipertensi Nifas
a. Definisi
Hipertensi adalah timbulnya tekanan darah ≥ 140/90 mmHg tidak
disertai proteinuria atau oedema pada umur kehamilan sebelum 20
minggu atau lebih dan atau pada masa nifas (Cunningham et al, 2013).
Hipertensi yang terjadi pada masa nifas mencakup hipertensi
gestasional (karena kehamilan), hipertensi kronik (meningkatnya
tekanan darah sebelum usia kehamilan 20 minggu), dan hipertensi
yang terjadi secara akut pada waktu nifas (Angsar dalam Saifuddin,
2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
b. Insidensi
Hipertensi pada masa nifas terjadi sebanyak 5 – 10% dari kasus
patologi ibu nifas lainnya (Cunningham et al, 2013).
c. Etiologi
Penyebab hipertensi pada masa nifas secara pasti tidak diketahui
(Indriyani, 2013). Kondisi stress dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah karena saat seseorang dalam kondisi stress akan terjadi
pengeluaran beberapa hormon yang akan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah, pelepasan renin, dan pengeluaran cairan lambung
yang
berlebihan.
Kondisi
stress
yang
terus
menerus
dapat
menyebabkan komplikasi hipertensi pula (Kowalak, 2011).
d. Patofisiologi
Menurut Kowalak (2011) pada hipertensi nifas terjadi penurunan
aliran darah dan perfusi uterus. Hal ini merangsang pelepasan renin
uterus secara berlebihan. Renin uterus yang di keluarkan akan
mengalir bersama darah sampai organ hati. Renin bereaksi dengan
angiotensinogen dan mengubahnya menjadi angiotensin I.
Angiotensin I berubah menjadi angiotensin II di dalam paru- paru.
Angiontensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit dan
meningkatkan tekanan arteriol. Angiotensin II juga menstimulasi
korteks adrenal agar menyekresi hormon aldosteron. Sekresi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
aldosteron inilah yang menyebabkan retensi natrium, meningkatkan
volume dan tekanan darah.
Na+ berkurang
Tekanan
darah naik
Volume darah
RENIN
turun
Vaso
Volume darah
konstriksi
naik
Tekanan
darah turun
Angiotensin
Retensi Na+
I ---ACE--  II
Aldosteron
Gambar 2.1 Bagan Patofisiologi Hipertensi.
Sumber: Tan Hoan dan Kirana, 2007
e. Klasifikasi Hipertensi
1) Hipertensi gestasional
Yaitu hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan atau
toksemia (Sartono, 2005). Diagnosis hipertensi ditegakkan pada
perempuan yang memiliki tekanan darah ≥140/90 mmHg untuk
pertama kalinya setelah pertengahan kehamilan. Jika tidak timbul
sindrom preeklamsia dan hipertensi menghilang pada 12 minggu
postpartum, diagnosis diganti menjadi hipertensi transisional
(Cunningham et al, 2013).
2) Sindrom preeklamsia dan eklamsia
Preeklamsia
merupakan
penyakit
dengan
tanda-
tanda
to user yang timbul karena kehamilan
hipertensi, edema, commit
dan proteinuria
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
dan umumnya terjadi pada trimester 3 (Cunningham et al, 2013).
Eklamsia yang didefinisikan sebagai satu atau lebih kejang
menyeluruh atau koma dalam kondisi preeklamsia tanpa ada
kondisi neurologis lain, dianggap sebagai tahap akhir preeklamsia
(Norwitz, Schorge, 2008).
3) Sindrom preeklamsia yang tumpang tindih pada hipertensi kronis
Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau hitung
trombosit
<100.000/μL
pada
perempuan
yang
mengalami
hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu
(Indriyani, 2013).
4) Hipertensi kronis
Hipertensi biasanya sudah terjadi pada waktu sebelum hamil dan
menetap setelah 12 minggu postpartum dengan TD ≥140/90
mmHg (Angsar dalam Saifuddin, 2010)
5) Hipertensi sementara
Terjadi selama persalinan atau segera setelah melahirkan,
kemudian hilang (Sartono, 2005)
f. Faktor Predisposisi
Menurut Indriyani (2013), faktor predisposisi hipertensi nifas antara
lain:
1) Keturunan
2) Usia; biasanya terjadi pada usia >35 tahun
3) Kebiasaan makan yang banyak mengandung garam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
4) Obesitas
5) Stress
g. Faktor Risiko
Menurut Saifuddin (2010) faktor risiko hipertensi nifas antara lain:
1) Primigravida
2) Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, gemeli, diabetes
mellitus, makrosomia
3) Riwayat keluarga
4) Riwayat hipertensi sebelumnya
5) Obesitas
h. Diagnosis Hipertensi
Secara empiris apabila pengukuran tekanan darah sistolik melebihi
140 mmHg atau tekanan diastolik melebihi 90 mmHg. Pengukuran
tekanan darah dilakukan sekurang- kurangnya 2 kali selang 4 jam
(Cunningham et al, 2013).
i. Prognosis Hipertensi
Tekanan darah tinggi yang terus menerus akan meningkatkan
beban kerja jantung karena terjadi peningkatan resistensi terhadap
ejeksi ventrikel kiri. Akhirnya kondisi ini mengakibatkan terjadinya
kerusakan pembuluh darah, gangguan pada jantung, cedera retina,
gagal ginjal, dan stroke (Kowalak, 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
j. Penatalaksanaan
Menurut Robson dan Waugh (2012) penatalaksanaan hipertensi
postpartum yakni:
1) Observasi keadaan umum, pengukuran vital sign, pemeriksaan
laboratorium, pengeluaran pervaginam, kontraksi uterus, masalah
pada payudara, pengawasan intake dan output cairan dan makanan
(Sulistyawati, 2009).
2) Kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi untuk
pemberian antihipertensi dan infus yang aman untuk ibu nifas,
yakni nifedipin dari
golongan antagonis kalsium sebagai
vasodilator. Penggunaan per oral 3 kali sehari 10 – 20 mg.
Nifedipin dapat dikombinasikan dengan obat golongan beta-bloker,
seperti Labetalol per IV dengan dosis Labetalol awal 50 mg dan
selanjutnya 25 – 50 mg atau dengan infus 20 mg/jam (Sartono,
2005) serta pemberian infus RL atau Dekstrosa 5% (Saifuddin,
2010). Pemberian antihipertensi untuk penderita hipertensi kronis
dilakukan apabila tekanan darah mencapai >160/110 mmHg
(WHO, 2013).
3) Atasi cemas. Mengkaji penyebab cemas, melibatkan keluarga
dalam mengkaji penyebab cemas dan alternatif penanganannya,
serta berikan dukungan mental dan spiritual pada pasien dan
keluarga (Sulistyawati, 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
4) Pemberian KIE mengenai gizi, personal hygiene, istirahat,
ambulasi bertahap, tanda bahaya, hubungan seksual, senam nifas,
KB yang sesuai dengan pengontrolan tekanan darah, perawatan
bayi, dan perawatan payudara (Sulistyawati, 2009).
Obat penunjang untuk rawat jalan atau inap:
1)
Vitamin B Komplek
2)
Vitamin C atau Vitamin E
3)
Zat besi
k. Tanda dan Gejala
Menurut Indriyani (2013) tanda dan gejala hipertensi pada masa nifas
yaitu:
1) Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
2) Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau lebih dan kenaikan
tekanan darah diastolik 15 mmHg atau lebih
3) Sakit kepala daerah frontal disertai rasa tegang pada tengkuk
4) Anoreksi, mual, nyeri epigastrik
5) Mudah lelah dan sukar tidur
l. Komplikasi Hipertensi
1) Menurut Purwatiningsih dan Fatmawati (2010) komplikasi
hipertensi pasca bersalin meliputi perdarahan otak, edeme paru,
kelainan mata, nekrosis hati, dan kelainan ginjal.
2) Stroke yang dapat terjadi pasca bersalin. Gejala klinisnya sama
dengan yang terlihat pada pasien tidak hamil (Krisnadi, 2012).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
B. Teori Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan terdiri atas 7 langkah yang berurutan, yang dimulai
dengan pengumpulan data sampai dengan evaluasi (Sulistyawati, 2009).
1. Langkah I: Pengumpulan/ Penyajian Data Dasar Secara Lengkap
Data yang diperlukan untuk studi kasus pada ibu nifas dengan hipertensi
meliputi:
a. Data Subjektif
1) Umur
Umur pasien sangat diperlukan untuk mengetahui faktor risiko
dari penyakit yang dideritanya. Faktor umur sangat berpengaruh
terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur, maka
semakin tinggi risiko hipertensi yang didapat. Hal ini disebabkan
oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi
jantung, pembuluh darah, dan hormon (Julianti, 2005)
2) Pekerjaan
Pekerjaan
dapat
menunjukan
keadaan
ekonomi
yang
mempengaruhi permasalahan keluarga. Misalnya stress yang
dialami dalam kehidupan sehari- hari dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah (Wikjnosastro, 2005)
3) Riwayat Pasien
a) Keluhan Utama
Penulis menanyakan apakah pasien mengalami nyeri kepala
hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
kenaikan progresif tekanan darah (Angsar dalam Saifuddin,
2010).
b) Riwayat kebidanan
(1) Riwayat Keluarga Berencana
Data
kontrasepsi
ini
diperlukan
apa
yang
untuk
pernah
mengetahui
metode
digunakan.
Apakah
berhubungan dan dapat memicu peningkatan tekanan darah
(Varney et al, 2006).
(2) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu.
Data yang diperlukan adalah tentang berapa kali klien
hamil,
kelainan
atau
komplikasi
pada
kehamilan,
persalinan, dan nifas yang lalu, adakah permasalahan yang
berhubungan dengan persalinan saat ini. Kemudian
ditanyakan saat ini kehamilan yang ke berapa, usia
kehamilan, tanggal persalinan, tempat persalinan, jenis
persalinan, penolong persalinan. Ditanyakan pula keadaan
anak, jenis kelamin, berat dan panjang badan, permasalahan
pasca persalinan, seperti perdarahan, syok haemoragik,
masalah menyusui, atau komplikasi-komplikasi yang lain
(Hidayat dan Wildan, 2010)
(3) Riwayat persalinan sekarang.
Data yang perlu dikaji antara lain Hari Pertama Haid
Terakhir (HPHT), Hari Perkiraan Lahir (HPL), Antenatal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
Care (ANC) meliputi keluhan, apakah ibu telah mengalami
tekanan darah tinggi disertai bengkak pada ekstremitas atas
atau bawah sejak hamil, tempat dan frekuensi, imunisasi
Tetanus Toksoid (TT), apakah mendapat obat hipertensi
selama hamil, serta penyuluhan kesehatan yang pernah
didapat selama hamil (Hidayat dan Wildan, 2010).
c) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi:
(1) Riwayat kesehatan sekarang, apakah pasien mengalami
nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium dan kenaikan progresif tekanan darah (Angsar
dalam Saifuddin, 2010).
(2) Riwayat kesehatan yang lalu, apakah pasien pernah
mengalami hipertensi sebelum dan selama kehamilan serta
apakah ibu pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya
(Varney et al, 2006).
(3) Riwayat kesehatan keluarga, dalam kasus ini dikaji apakah
ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat hipertensi
(Varney et al, 2006).
d) Pola makan dan minum
Beberapa hal yang perlu dikaji adalah menu, frekuensi,
banyaknya, pantangan. Penulis juga harus memperoleh data
mengenai kebiasaan pasien mencukupi kebutuhan cairannya,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
apalagi pada masa nifas sangat dibutuhkan cairan yang cukup.
Yang perlu ditanyakan tentang pola minum adalah frekuensi,
jumlah per hari dan jenis minuman (Sulistyawati, 2009).
e) Pola istirahat dan aktivitas
Istirahat sangat diperlukan oleh ibu postpartum untuk
pemulihan dari persalinan sedangkan aktivitas berguna bagi
tubuh terutama untuk melatih gerak tubuh dan mencegah
pembekuan pada pembuluh darah di tungkai (Sulistyawati,
2009).
b. Data Objektif
Untuk melengkapi data dalam menegakkan diagnosa, peneliti harus
mengetahui data objektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi (Sulistyawati, 2009).
1) Pemeriksaan umum
Pada
pemeriksaan
umum
dilakukan
pengkajian
untuk
mengetahui keadaan umum dan kesadaran, kontraksi uterus,
pengeluaran pervaginam, TFU, dan pengukuran tanda-tanda vital
meliputi tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi. Tekanan darah
pada ibu nifas dengan hipertensi yaitu sistolik ≥ 140 mmHg atau
diastolik ≥ 90 mmHg (Angsar dalam Saifuddin, 2010).
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik biasanya dapat membantu menegakkan
diagnosis, namun pada kasus hipertensi tidak ditemukan tanda
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
pasti saat pemeriksaan fisik. Hanya saja komplikasinya dapat
terlihat tanda-tanda seperti edema paru yaitu napas pendek,
sianosis dan pada mata terdapat edema serta kelainan mata (Angsar
dalam Saifuddin, 2010).
c. Data penunjang
Menurut Edwin (2013) pasien dengan hipertensi nifas perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa:
1) Analisis
urin,
proteinuria
biasanya
menunjukkan
adanya
preeklampsia yang terjadi bersamaan dengan hipertensi kronik.
2) Pemeriksaan darah mencakup hemoglobin, hematokrit pada
hipertensi hematokrit meningkat karena hipovolemia, hitung
trombosit diduga kadar menurun pada hipertensi.
3) Fungsi ginjal dengan mencatat peningkatan kreatinin serum.
4) Fungsi hati untuk melihat peningkatan LDH, SGOT, dan SGPT.
2. Langkah II: Interpretasi Data Dasar
a. Diagnosa Kebidanan.
Diagnosa dalam studi kasus ini : Ny. X tahun PxAx nifas dengan
hipertensi.
Diagnosa tersebut ditegakkan berdasarkan data subyektif dan obyektif.
1) Subyektif:
a) Ibu mengatakan telah melahirkan secara spontan.
b) Ibu mengatakan sakit kepala
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
c) Ibu mengatakan kaku pada tengkuk dan nyeri ulu hati menetap
(Varney et al, 2007).
2) Obyektif:
a) Hipertensi dengan tekanan darah 140/900 mmHg atau lebih,
diukur minimal 2 kali dengan jarak waktu 4 jam pada keadaan
istirahat.
b) Oligouria, urin 400 ml/24 jam atau kurang.
c) Adanya HELLP Syndrome (H=Hemolysis, ELL=Elevated Liver
Enzym, P=Low Platelet Count) (Maryunani dan Yulianingsih,
2009).
b.
Masalah. Masalah yang dapat terjadi pada ibu nifas dengan hipertensi
adalah ibu cemas (tidak tenang) dengan keadaannya yaitu nyeri kepala
menetap (Varney et al, 2006).
c.
Kebutuhan. Kebutuhan pada ibu nifas dengan hipertensi menurut
Varney (2006) antara lain:
1) Bedrest total dengan posisi semi fowler serta menjauhkan ibu dari
rangsangan cahaya.
2) Mengobservasi tekanan darah ibu tiap 1 jam.
3) Motivasi untuk tetap tenang.
4) Memberikan
informasi
pada
penanganannya.
commit to user
ibu
tentang
hipertensi
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
3. Langkah III: Identifikasi Diagnosa dan Antisipasi Masalah Potensial.
Hipertensi postpartum dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah,
gangguan pada jantung, cedera retina, gagal ginjal, dan stroke (Kowalak,
2011). Tindakan antisipasi yang dilakukan bidan adalah menganjurkan ibu
melakukan tirah baring serta mengobservasi tanda-tanda vital secara
teratur tiap 1 jam sekali (Varney et al, 2006).
4. Langkah IV: Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera.
Tindakan segera yang dapat dilakukan oleh bidan pada kasus ibu nifas
dengan hipertensi adalah kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri
ginekologi untuk menentukan jenis tindakan atau terapi yang akan
dilakukan pada ibu nifas dengan hipertensi, yaitu dalam penanganan
hipertensi dalam hal monitoring balance cairan, diet yang tepat, pemberian
obat antihipertensi (Saifuddin, 2010).
5. Langkah V: Perencanaan Asuhan yang Menyeluruh.
Rencana asuhan untuk ibu nifas dengan hipertensi meliputi:
a. Lakukan observasi keadaan umum. Melakukan pengukuran vital sign,
pemeriksaan laboratorium, pengeluaran pervaginam, kontraksi uterus,
masalah pada payudara, pengawasan intake dan output cairan dan
makanan (Sulistyawati, 2009).
b. Berikan konseling mobilisasi dini (Soleha, 2009).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
c. Atasi cemas. Mengkaji penyebab cemas, melibatkan keluarga dalam
mengkaji penyebab cemas dan alternatif penanganannya, serta berikan
dukungan mental dan spiritual pada pasien dan keluarga (Sulistyawati,
2009).
d. Lakukan kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi
yaitu:
1) Berikan
antihipertensi.
Sangat
penting
untuk
membantu
menstabilkan tekanan darah (Sartono, 2005).
2) Berikan terapi sirkulasi berupa infus RL atau Dekstrosa 5%
(Saifuddin, 2010).
6. Langkah VI: Pelaksanaan Asuhan dengan Efisien dan Aman.
Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh pada ibu nifas dengan
hipertensi seperti yang telah diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan
secara efisien dan aman. Realisasi dari perencanaan dapat dilakukan oleh
bidan dalam tindakan mandiri, kolaborasi dan pengawasan, pasien atau
anggota keluarga yang lain (Salmah et al, 2006).
7. Langkah V: Evaluasi
Pada evaluasi asuhan kebidanan dikatakan efektif jika ibu nifas dengan
hipertensi keadaan umumnya baik, tekanan darah >140/90 mmHg secara
menetap dan teratasi keluhannya sehingga hipertensi tidak berlanjut ke
komplikasi yang lebih serius (Varney et al, 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
C. Follow Up Data Perkembangan Klien
Data perkembangan dibutuhkan untuk mengetahui kemajuan keadaan pasien.
Untuk mengetahui apa yang telah dilakukan tenaga kesehatan melalui proses
berpikir sistematis, didokumentasikan dalam bentuk SOAP yaitu:
1. S (Subyektif)
: Mendokumentasikan hasil
pengumpulan
data
ibu
nifas dengan hipertensi melalui anamnesa sebagai
langkah 1 Varney. Untuk data subyektif dikaji keluhankeluhan yang dirasakan ibu, apakah ibu masih merasakan
pusing atau nyeri kepala (Prawirohardjo, 2008).
2. O (Obyektif)
: Data obyektif yang
dikaji meliputi pemeriksaan
umum yang terdiri dari data keadaan umum ibu,
kesadaran, vital sign (tekanan darah, nadi, suhu, dan
respirasi) dan pemeriksaan khusus, yang terdiri dari data
palpasi abdomen dan data penunjang yang dapat berupa
pemeriksaan laboratorium protein urine, hematokrit,
hemoglobin dan trombosit (Varney et al, 2007).
3. A (Asessment) : Mendokumentasikan hasil analisis dan interpretasi
terhadap data subyektif dan obyektif Ny.X dengan
hipertensi, dalam:
a. Diagnosis/masalah
b. Antisipasi diagnosis/masalah potensial
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
c. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter,
konsultasi/kolaborasi dan atau rujukan sebagai langkah 2
Varney (Salmah et al, 2006).
4. P (Plan)
:
Menggambarkan pendokumentasian tindakan dan
evaluasi perencanaan pada ibu nifas Ny.X dengan
hipertensi
berupa
pemantauan
kontraksi
uterus,
serta
tanda-
pengeluaran
tanda
vital,
pervaginam,
melanjutkan kolaborasi dengan dokter spesialis obstetri
dan ginekologi, dan pemberian KIE mengenai gizi,
personal hygiene, istirahat, ambulasi bertahap, tanda
bahaya, hubungan seksual, senam nifas, KB, perawatan
bayi, dan perawatan payudara berdasarakan analisis
sebagai langkah 3, 4, 5, 6, 7 Varney (Varney et al, 2006).
commit to user
Download