2 oksidasi radikal bebas dan stress nitrative (Wang et al. 2010). Sementara itu, turunan flavonoid (flavonolignan) merupakan agen potensial antihepatotoksik (Ifeanyi 2012). Mengingat laju metabolisme ayam petelur yang tinggi, maka ayam petelur perlu diberikan imbuhan pakan. Imbuhan pakan yang diberikan ke ayam petelur diharapkan dapat memperbaiki fungsi fisiologisnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati status fisiologis ayam petelur yang diberi imbuhan pakan ekstrak etanol daun kemangi melalui pengamatan variabel gambaran darah merah. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk mengamati status fisiologis ayam petelur yang diberi ekstrak etanol daun kemangi melalui pengamatan variabel gambaran darah merah. Berbagai variabel penghitungan darah yang terangkum dalam penghitungan darah lengkap dapat memberikan informasi mengenai status kesehatan ayam yang dicekok ekstrak etanol daun kemangi. Manfaat Manfaat penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun kemangi terhadap status fisiologis ayam petelur yang tergambar melalui gambaran darah merah. Penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya mengenai pemberian ekstrak etanol daun kemangi pada ayam petelur. TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam petelur mempunyai keunggulan, yaitu laju pertumbuhannya sangat pesat dibanding ayam kampung. Ayam petelur mampu memanfaatkan ransum pakan sangat baik (Sudarmono 2003). Peningkatan kandungan energi pakan ayam petelur dapat meningkatkan performans pada semua umur ayam petelur (Frikha et al. 2009). Periode bertelur ayam petelur dapat berlangsung selama 13-14 bulan atau hingga ayam berumur 19-20 bulan. Ayam petelur mulai produksi telur pada umur 18 minggu atau 4.5 bulan. Ayam petelur mempunyai kemampuan berproduksi antara 250-280 butir/tahun dengan bobot telur antara 50-60 g/butir (Sudarmono 2003). Selama periode bertelur, ayam petelur mudah mengalami cekaman. Perkembangan variasi ayam petelur terjadi sangat pesat. Beberapa tahun terakhir, ayam petelur organik telah dikembangkan. Ayam petelur organik untuk produksi telur organik harus dipelihara menggunakan pencahayaan alami (Gunnarson et al. 2008). Perubahan fisiologis ayam petelur bergantung pada sistem pemeliharaannya. Ayam petelur yang dikandangkan memiliki pola makan dan 3 istirahat yang lebih tinggi daripada ayam yang dipelihara secara ekstensif. Ayam petelur yang dipelihara secara organik mempunyai status kesejahteraan yang lebih baik daripada ayam petelur yang dipelihara secara anorganik. Status kekebalan aktivitas bakterisidal menunjukkan nilai yang tinggi pada ayam organik dan nilai haptoglobin yang rendah pada ayam petelur organik. Limfosit pada ayam organik memiliki nilai yang tinggi sehingga mengurangi rasio heterofil per limfosit (H/L) dalam ayam organik (Mugnai et al. 2011). Darah Darah merupakan cairan yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Darah terdiri atas plasma dan sel-sel darah. Sel-sel darah terdiri atas butir darah merah atau eritrosit, butir darah putih atau leukosit, dan keping darah atau trombosit. Perubahan fisiologis tubuh dapat mengakibatkan gambaran darah juga berubah. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan secara internal dan eksternal. Perubahan secara internal dapat berupa pertambahan umur, status gizi, kesehatan, stres, siklus estrus, dan suhu tubuh. Sementara itu, perubahan secara eksternal dapat disebabkan oleh infeksi dan perubahan suhu lingkungan (Mugi 2003). Butir darah merah merupakan bagian dari darah yang mempunyai fungsi utama sebagai pembawa hemoglobin. Hemoglobin berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru menuju jaringan (Guyton & Hall 2006). Butir darah merah terdiri atas 61% air, 32% protein, 7% karbohidrat, dan 0.4% air (Weiss & Wardrop 2010). Butir darah merah bangsa burung berbentuk oval dan memiliki inti. Butir darah merah dewasa yang berbentuk sel elips berukuran antara 12–6 µm banyak terdapat di pembuluh darah perifer. Eritropoiesis (pembentukan butir darah merah) unggas terjadi di intravaskular atau intrasinusoidal. Rubrisite (butir darah merah muda) terkadang dapat ditemukan pada darah perifer pada unggas sehat. Butir darah merah unggas mempunyai sitoplasma eosinofilik yang homogen dan inti sel dengan pola kromatin kental (Weiss & Wardrop 2010). Hematokrit atau packed cell volume (PCV) adalah persentase butir darah merah yang ada dalam darah (Guyton & Hall 2006). Hal ini berarti apabila hewan memiliki nilai hematokrit 40 berarti jumlah butir darah merah pada hewan tersebut adalah 40% dan sisanya adalah plasma darah 60%. Darah yang diberi antikoagulan dan kemudian disentrifugasi akan memisahkan bagian darah berdasarkan bobotnya. Butir-butir darah akan mengendap sedangkan plasma darah akan berada di atasnya. Pada darah normal, butir-butir darah akan menempati 0.45 bagian dari volume keseluruhan yang disebut hematokrit. Nilai hematokrit sangat bervariasi bergantung pada aktivitas tubuh, ketinggian tempat, dan anemia. Hematokrit termasuk dalam parameter yang digunakan untuk menilai keadaan anaemia suatu hewan. Meningkatnya persentase hematokrit dapat disebabkan oleh leukosis limfoid (Al-Sadi dan Hussein 2010). Jumlah butir darah merah berpengaruh langsung pada nilai hematokrit. Terjadinya perubahan butir darah merah memiliki pola yang sama dengan kandungan hematokrit. Hal ini dapat dipahami karena persentase hematokrit tersebut merupakan kandungan butir darah merah dibandingkan volume darah total (Kusnadi 2008). 4 Hemoglobin merupakan komponen butir darah merah yang berfungsi sebagai pengikat oksigen. Sintesis hemoglobin dimulai dalam proerythroblasts dan terus menerus dibentuk sampai ke tahap retikulosit dari proses pembentukan butir darah merah (Guyton & Hall 2006). Hemoglobin terdiri atas kompleks protein besi-porfirin. Kompleks protein besi–porfirin,termasuk mioglobin dan heme, mengandung enzim katalase, peroksidase, dan sitokrom (Weiss & Wardrop 2010). Hemoglobin yang terkandung dalam butir darah merah tidak terpengaruh oleh penambahan arginin pada pakan ayam petelur (Al-Hassani dan Ali 2011). Sistem pemeliharaan organik mempunyai nilai jumlah butir darah merah tinggi, hemoglobin, dan nilai hematokrit (Mugnai et al. 2011). Kemangi Menurut Pitojo (1996), tanaman kemangi termasuk dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Amaranthaceae, famili Labiatae, genus Ocimum, dan spesies Ocimum basilicum forma citratum. Kemangi merupakan jenis tanaman yang banyak terdapat di Indonesia. Menurut Deschamps dan Simon (2006), tanaman kemangi dapat tumbuh di daerah tropis maupun subtropis. Kemangi mempunyai tingkat kesesuaian lingkungan cukup tinggi, mampu tumbuh di daerah dengan curah hujan tinggi antara 1500–400 mm/tahun dan di berbagai macam jenis tanah pada ketinggian antara 5–1500 m dpl. Tanaman kemangi memiliki rasa agak manis, bersifat dingin, berbau harum, dan menyegarkan (Hariana 2008). Tanaman kemangi mempunyai khasiat menghilangkan bau badan dan mulut, air susu ibu (ASI) kurang lancar (Rosadi 2007), penambah selera makan karena adanya aroma yang dihasilkan daun kemangi (Wahyuni dan Hadipoentyanti 2006), untuk menghangatkan badan dan menghilangkan batuk (Dasgupta et al. 2004). Tanaman kemangi mengandung berbagai jenis senyawa yang bermanfaat bagi tubuh. Berdasarkan penelitian sebelumnya, tanaman kemangi mengandung komponen utama minyak atsiri, senyawa linalool, eugenol, metil khavikol, kardinen, 3-karen, a-humulen, sitral, dan trans-karofillen. Minyak atsiri yang terdapat pada daun dan buah kemangi inilah yang memberikan aroma khas dan memiliki banyak khasiat. Minyak atsiri yang terdapat pada daun kemangi berkhasiat sebagai antijamur (Gunardi dan Dewi 2010) dan aromaterapi (Muchtaridi 2008). Minyak atsiri daun kemangi juga memiliki aktivitas antibakteri (Maryati et al. 2007; Stanko et al. 2010). Selain itu, kemangi juga mengandung senyawa flavonoid (Vieira et al. 2003). Flavonoid bermanfaat sebagai antiradikal bebas (Wang et al. 2010). METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Desa Tegalwaru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan selama 3 bulan yang dimulai dari bulan April sampai Juni 2012.