BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Relasi Sosial.
Didalam kehidupan sehari–hari tentunya manusia tidak dapat lepas dari
hubungan antara satu dengan yang lainnya, ia akan selalu perlu untuk mencari
individu ataupun kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun bertukar pikiran.
Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang memungkinkan
mereka mengguanakan kemampuan berpikir mereka yang khusus itu. Manusia
mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan dalam kemampuan mereka
berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang memungkinkan mereka menguji
serangkaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif mereka,
dan kemudian memilih satu di antara serangkaian peluang tindakan itu (Mead,
2003:289). Mead menekankan arti penting perilaku terbuka (overt) atau objektif,
dan perilaku tertutup (covert) atau subjektif. Dikemukakannya sebuah contoh;
bilamana orang membatasi sesuatu hal yang riil, maka batasan-batasan subjektif
tentang sesuatu itu juga akan memiliki konsekuensi-konsekuensi yang riil.
Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekamto didalam pengantar sosiologi,
interaksi sosial merupakan kunci rotasi semua kehidupan sosial. Dengan tidak
adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin
ada kehidupan bersama. Jika hanya fisik yang saling berhadapan antara satu sama
lain, tidak dapat menghasilkan suatu bentuk kelompok sosial yang dapat saling
berinteraksi. Maka dari itu dapat disebutkan bahwa interaksi merupakan dasar dari
suatu bentuk proses sosial karena tanpa adanya interaksi sosial, maka kegiatan–
kegiatan antar satu individu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi.
Pengertian interaksi sosial menunjuk pada hubungan-hubungan sosial
yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara
kelompok-kelompok, maupun antara orang perorangan dengan kelompok
(Johnson,1988: 214). Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada
saat itu. Mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan
mungkin berkelahi. Interkasi yang terjadi antar kelompok-kelompok manusia,
12
Universitas Sumatera Utara
misalnya pada kumpulan buruh kerah putih dengan kumpulan buruh kerah biru,
peperangan antar etnis, pertikaian kelompok masyarakat dengan kelompok
masyarakat lain, pertemuan para senat mahasiswa perguruan tinggi se-Indonesia,
pertemuan perguruan tinggi dengan Pemerintah Daerah setempat dan lain-lain.
Interaksi sosial menghasilkan relasi sosial yang tercipta melalui proses kontak
sosial berupa komunikasi, baik antar perorangan, antara perorangan dengan
kelompok, maupun antar kelompok. Dari proses inilah nantinya tercipta berbagai
bentuk dari interaksi dari yang telah dilakukan, baik itu terciptanya kerjasama,
kompromi, sikap harmoni, akomodasi, maupun terjadinya persaingan.
Kerjasama timbul karena orientasi perorangan terhadap kelompoknya
(yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan out-group-nya).
Kerjasama akan bertambah kuat jika ada
hal-hal yang
menyinggung
anggota/perorangan lainnya. Fungsi Kerjasama digambarkan oleh Charles
H.Cooley ”kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai
kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai
cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan
tersebut;
kesadaran
akan
adanya
kepentingan-
kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting
dalam kerjasama yang berguna”
oleh karenanya relasi sosial selalu
membutuhkan interaksi sosial agar kemudian mampu tercipta sebuah kerjasama
yang baik antara organisasi yang saling memiliki tujuan yang sama dan saling
membutuhkan satu sama lain.
Kerjasama merupakan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau
kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk
kerjasama tersebut berkembang jika individu yang ada dapat digerakan untuk
mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut
dikemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Dibalik terciptanya suatu
kerjasama maka kita tidak boleh lupa bahwa harus ada iklim yang menyenangkan
dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan
selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerjasama
agar rencananya dapat terlaksana dengan baik. Hal ini sangat masuk akal untuk
13
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan bagaimana didalam interaksi sosial harus bisa menciptakan sebuah
situasi kerjasama yang baik karena kerjasama akan menjaga intensitas interaksi
sosial yang telah tercipta sebelumnya.
Kemudian, kebutuhan adanya akomodasi dipergunakan dalam dua arti :
menujuk pada suatu keadaan dan untuk menujuk pada suatu proses. Akomodasi
menunjuk pada keadaan berarti bahwa adanya suatu keseimbangan dalam
interaksi antar perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya
dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk
meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai
kestabilan. Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu perngertian yang
digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam
hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi.
Maksudnya, sebagai suatu proses dimana orang atau kelompok manusia yang
mulanya saling bertentangan, mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi
ketegangan-ketegangan. Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan
pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan
identitasnya.
Tujuan Akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang
dihadapinya dan tujuan yang ingin dicapai diantaranya yaitu :
a. Untuk mengurangi pertentangan antar individu atau kelompok sebagai
akibat dari perbedaan paham.
b. Mencegah terjadinya konflik yang terjadi antar individu ataupun
kelompok. untuk sementara waktu atau secara temporer
c. Memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok sosial yang
memiliki perbedaan dibidang nilai sosial dan norma sosial.
d. Mengusahakan peleburan antar kelompok sosial yang terpisah menjadi
satu sehingga mampu mencapai tujuan secara bersama-sama.
14
Universitas Sumatera Utara
Akomodasi dilakukan untuk memberikan ruang aspirasi bagi kelompokkelompok sosial yang terlibat didalam tujuan yang sama, karena akomodasi
mampu menampung segala kebutuhan yang diperlukan oleh seluruh kelompok
yang terlibat agar kemudian dapat dicari solusi yang tepat bagi semuanya.
Sehingga diharapkan berakhir pada munculnya sikap saling toleransi dan harmoni
didalam organisasi yang menjadi wadah bagi kelompok-kelompok yang tergabung
didalamnya, mengurangi potensi kecemburuan dan konflik antar kelompok, serta
menciptakan sifat saling kompromi dalam memecahkan berbagai dinamika yang
terjadi didalamnya.
2.2
Relasi Kekuasaan.
Kekuasaan sering diidentikkan dengan bagaimana individu ataupun
kelompok dalam memegang kendali pihak-pihak yang ingin dikuasainya, hal ini
lazim saat ini mengingat adanya sebuah istilah “memimpin dan dipimpin”. Secara
kasat mata semua individu maupun kelompok memiliki keinginan untuk
memimpin dan memiliki kekuasaan terutama kekuasaan absolut. Seperti yang
dinyatakan oleh Max Weber yang melihat kekuasaan sebagai kemampuan untuk
memaksakan kehendak meskipun sebenarnya mendapat tentangan dari orang
lain 6 . Dahrendorf (1959: 173) menyatakan bahwa didalam setiap asosiasi yang
ditandai oleh pertentangan terdapat ketegangan diantara mereka yang ikut dalam
struktur kekuasaan, dan yang tunduk pada struktur itu. Maka kepentingan yang
dimaksud oleh Dahrendorf mungkin bersifat manifes (disadari) atau bersifat laten
(kepentingan potensial).
Kepentingan laten disini adalah tingkah laku potensil (undercurrents
behavior), yang telah ditentukan bagi seseorang karena dia menduduki peranan
tertentu, tetapi masih belum disadari. Menurut Dahrendorf (1959: 2006),
pertentangan kelas harus dilihat sebagai kelompok-kelompok pertentangan yang
berasal dari struktur kekuasaan asosiasi-asosiasi yang terkoordinir secara pasti.
Kelompok-kelompok yang bertentangan itu, sekali mereka ditetapkan sebagai
kelompok kepentingan, maka akan terlibat dalam pertentangan yang niscaya akan
6
http://iissholiha.blogspot.co.id/2012/01/marx-weber.html (diakses 01 November 2016 pukul
20.49 WIB.
15
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan perubahan struktur sosial. Max Weber juga mengemukakan
beberapa bentuk wewenang
dalam hubungan manusia yang juga menyangkut
hubungan dengan kekuasaan.
Dalam setiap hubungan antar manusia maupun antar kelompok sosial, kita
selalu menyimpulkan pengertian tentang kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan
terdapat disemua bidang kehidupan, kekuasaan mencakup kemampuan untuk
memerintah (agar yang diperintah patuh) dan juga untuk memberi keputusan–
keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan–
tindakan pihak lain. Max Weber berpendapat bahwa kekuasaan (power) adalah
kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan
kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan–tindakan
perlawanan dari orang atau golongan tertentu. Hak milik kebendaan dan kedudukan
adalah sumber kekuasaan.
Birokrasi juga merupakan salah satu sumber kekuasaan, disamping
kemampuan khusus dalam bidang ilmu pengetahuan ataupun atas dasar peraturan
hukum yang tertentu. Jadi kekuasaan terdapat dimana–mana, dalam hubungan sosial
maupun didalam organisasi–organisasi sosial. (Soekanto, 2003 : 268). Menurut
Weber, wewenang adalah kemampuan untuk mencapai tujuan–tujuan tertentu
yang diterima secara formal oleh anggota masyarakat. Sedangkan kekuasaan
dikonsepsikan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
mempengaruhi orang lain tanpa menghubungkannya dengan
penerimaan
sosialnya yang formal. Dengan kata lain, kekuasaan adalah kemampuan untuk
mempengaruhi atau menentukan sikap orang lain sesuai dengan keinginan pemilik
kekuasaan.
Kekuasaan dan wewenang menurut Dahrendorf (dalam George Ritzer;
1985: 31) senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah
dalam setiap struktur. Karena wewenang itu adalah sah, maka setiap individu
yang tidak tunduk terhadap wewenang yang ada, akan terkena sanksi. Dengan
demikian masyarakat disebut oleh Dahrendorf sebagai persekutuan yang
terkoordinasi secara paksa. Kekuasaan itu selalu memisahkan dengan tegas antara
penguasa dan yang dikuasai, maka akibatnya dalam masyarakat selalu terdapat
16
Universitas Sumatera Utara
dua golongan yang saling bertentangan. Masing-masing golongan dipersatukan
oleh ikatan kepentingan nyata yang bertentangan secara substansial dan secara
langsung di antara golongan-golongan itu. Pertentangan itu terjadi dalam situasi
golongan yang berkuasa berusaha mempertahankan status quo sedangkan
golongan yang
dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan.
Pertentangan kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan dalam setiap struktur.
Dahrendorf (dalam Poloma, 1992 : 137) juga menegaskan bahwa
pertentangan yang terjadi harus dilihat sebagai kelompok-kelompok pertentangan
yang berasal dari struktur kekuasaan asosiasi-asosiasi yang terkoordinir secara
pasti. Jika kelompok yang bertentangan itu ditetapkan sebagai kelompok
kepentingan, maka mereka akan terlibat dalam pertentangan yang niscaya akan
menimbulkan perubahan struktur sosial. Kelompok kepentingan ini memiliki
struktur, organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok
kepentingan ini yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat.
Kemudian terdapat mata rantai anatara konflik dan perubahan sosial, konflik ini
memimpin ke arah perubahan dan pembangunan. Dalam situasi konflik,
kelompok ini akan terlihat melakukan tindakan-tindakan untuk mengadakan
perubahan dalam struktur sosial. Kalau konflik itu terjadi secara hebat, maka
perubahan yang timbul akan bersifat radikal. Begitu juga jika konflik itu disertai
oleh penggunaan kekerasan maka perubahan struktural akan lebih efektif.
Oleh karena itu perlunya menciptakan suatu relasi kekuasaan yang baik
dapat menghindari dari adanya kecemburuan sosial, mengikis kepentingan
sektoral, menyamakan persepsi dan mendahulukan tujuan yang sama yang
hendaknya diciptakan oleh semua kelompok yang terlibat, baik kelompok yang
memimpin maupun yang sedang dipimpin. Dinamika relasi ini sering menjadi
titik berat dalam setiap terciptanya sebuah relasi kekuasaan yang baik. Sehingga
perlu langkah dan cara-cara yang konkret dalam menciptakan relasi kekuasaan
yang baik antara kelompok-kelompok yang terlibat didalam satu gerakan.
Sehingga dapat meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan dan tercapainya
tujuan bersama yang diutamakan oleh seluruh kelompok yang telibat.
17
Universitas Sumatera Utara
Download