1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan

advertisement
Bab I
I.1
Pendahuluan
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang rawan bencana. Setidaknya secara faktual 83
persen kawasan Indonesia, baik secara alamiah maupun karena salah urus
merupakan daerah rawan bencana.1 Indonesia memiliki banyak wilayah yang
rawan bencana, baik bencana alam maupun bencana yang disebabkan oleh ulah
manusia. Bencana dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi
geografis, geologis, iklim maupun faktor-faktor lain seperti keragaman sosial,
budaya dan politik.
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada
pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia,
lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Kondisi tersebut sangat
berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi,
tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di
dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di negara-negara lain seperti
Amerika Serikat.
Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat
menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah
yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering
mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan
oleh gempa-gempa tektonik disepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif
lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu 1600–2000 terdapat 105 kejadian
tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, sembilan
persen oleh letusan gunung berapi dan satu persen oleh tanah longsor. Wilayah
1 Walhi, Menari di Republik Bencana: Indonesia Belum Juga Waspada. www.walhi.or.id, 30 Januari
2006
1
pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami
terutama pantai Barat Sumatera, pantai Selatan Pulau Jawa, pantai utara dan
selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian
Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi.
Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Data bencana
dari BAKORNAS PB menyebutkan bahwa antara tahun 2003-2005 telah terjadi
1.429 kejadian bencana, dimana bencana hidrometeorologi merupakan bencana
yang paling sering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian bencana di
Indonesia. Dari total bencana hidrometeorologi, yang paling sering terjadi adalah
banjir (34,1 persen dari total kejadian bencana di Indonesia) diikuti oleh tanah
longsor (16 persen). Meskipun frekuensi kejadian bencana geologi (gempa bumi,
tsunami dan letusan gunung berapi) hanya 6,4 persen, bencana ini telah
menimbulkan kerusakan dan korban jiwa yang besar, terutama akibat gempa bumi
yang diikuti tsunami di Provinsi NAD dan Sumut tanggal 26 Desember 2004 dan
gempa bumi besar yang melanda Pulau Nias, Sumut pada tanggal 28 Maret 2005.2
Tsunami yang menimbulkan kerusakan terbesar dan terluas dalam sejarah dunia
terjadi di kawasan Samudera Hindia akibat gempa bumi 8,9 Skala Richter di
sekitar Pulau Simeuleu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tanggal
26 Desember 2004. Tsunami ini meluluhlantakkan Kota Banda Aceh, pantai Barat
Provinsi NAD serta Pulau Nias. Pengaruh dan kerusakan juga dialami negaranegara di Kawasan Samudera Hindia seperti Thailand, Malaysia, Andaman dan
Nicobar, Srilanka bahkan sampai pantai Afrika Timur. Untuk Provinsi NAD dan
Pulau Nias (Sumatera Utara) korban meninggal mencapai 165.862 (termasuk
37.066 orang yang dinyatakan hilang). Total kerugian ditaksir mencapai 41
Trilyun Rupiah, belum termasuk kerugian tidak langsung seperti gangguan pada
proses produksi dan perekonomian masyarakat.3
2 UNDP dan Pemerintah Republik Indonesia, Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana
2006-2009. Kementerian Perencanaan Nasional/Bappenas dengan Badan Koordinasi Nasional
Penanganan Bencana, 2006. Hal 2
3 Ibid, hal II 4-5
2
Gempa Bumi besar melanda Pulau Nias hanya berselang sekitar 3 bulan setelah
dilanda tsunami yaitu pada tanggal 28 Maret 2005. Gempa berkekuatan 8,2 Skala
Richter yang terjadi di laut sekitar Pulau Nias ini tidak menimbulkan tsunami
tetapi menyebabkan kerusakan yang luas di Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias
Selatan di Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Simeulue (Provinsi NAD).
Korban jiwa di kedua provinsi tersebut tercatat 915 orang dan sebagian besar dari
Pulau Nias. Dampak lain gempa ini adalah terjadinya penurunan tanah di Kota
Singkil.4
Dalam sebuah laporan singkat, hari pertama ketika gempa Nias terjadi, hanya
terlihat aparat TNI dari komando kewilayahan, walaupun jumlahnya masih sangat
sedikit langsung melakukan tanggap darurat dengan mendirikan barak-barak dan
posko bantuan serta kesehatan.5 Meskipun Gempa Nias berbeda dengan bencana
lain karena sedikitnya perhatian nasional dan internasional terhadap Nias. Gempa
dengan kekuatan 8,2 SR ini walaupun dapat dikatakan sangat besar, tetapi oleh
pemerintah tetap digolongkan sebagai ‘bencana daerah’. Untuk menolong warga
Nias yang menjadi korban gempa, pemerintah Singapura langsung mengirimkan
tiga helikopter Chinook beserta satuan militer untuk evakuasi medis, menyusul
sebuah pesawat transport C-130 yang membawa pasukan tambahan dan logistik.6
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 mengatur bahwa tugas TNI selain
melaksanakan Operasi Militer untuk Perang (OMP) juga melaksanakan Operasi
Militer Selain Perang (OMSP). Termasuk membantu menanggulangi akibat
bencana alam dan membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (SAR).
Namun pemerintah belum mengoptimalkan pelibatan TNI dalam membantu
penanggulangan bencana dan tugas SAR.7
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI Bab III ayat (7) disebutkan
bahwa tugas TNI adalah melaksanakan Operasi Militer Selain Perang.
4 Ibid, hal II 5
5 www.maprok.org, 16 April 2005
6 Majalah TEMPO No. 06/XXXIV/04 - 10 April 2005
7 Majalah Patriot, Edisi 20 Maret 2007
3
Diantaranya adalah membantu menanggulangi akibat bencana dan membantu
SAR. Namun dalam Undang-Undang tentang TNI Bab VI Pasal 17 ayat (1)
disebutkan kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada
pada Presiden. Selanjutnya dalam pasal yang sama ayat (2) disebutkan bahwa
dalam hal pengerahan kekuatan TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Presiden harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sementara ini
pelibatan TNI dalam membantu menanggulangi bencana dan kecelakaan boleh
dikatakan tidak pernah melalui prosedur sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2004.
Beberapa pihak menganggap bahwa penanganan bencana alam masih lamban dan
banyak bantuan yang tidak sampai atau bantuan menyalahi sasaran8. Seperti pada
pasca bencana Nias, muncul keluhan masyarakat bahwa penanganan pemerintah
pusat dan bantuan terhadap korban gempa di Nias sangat lamban dan tidak
terkoordinasi, masih banyak korban tewas akibat tertimpa reruntuhan bangunan
yang belum di evakuasi, akibat lambannya penanganan proses evakuasi terhadap
korban gempa menimbulkan kekecewaan masyarakat atas respon bencana Nias9.
Hal senada dikemukakan oleh Menteri Sosial (saat itu), Bachtiar Chamsyah
bahwa koordinasi ditingkatan daerah sangat lemah dan tidak bisa memaksimalkan
bantuan dari pusat”.10
Keterlibatan TNI melakukan kegiatan OMSP ini hanya berdasarkan pertimbangan
kedaruratan dan kegiatan ini tidak akan dipermasalahkan oleh pihak lain apabila
selama pelaksanannya tidak ditemukan persoalan atau dampak yang merugikan,
namun persoalan akan muncul apabila dalam pelaksanaannya terjadi preduce atau
hal-hal di luar kapasitas TNI sehingga dampaknya bisa merugikan nama baik TNI
sendiri. Contohnya adalah ketika Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam
kunjungan kerjanya pasca bencana gempa di Bengkulu bulan 17 September 2007,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan kekecewaannya (marah) di
depan Gubernur Bengkulu beserta jajaran Muspida TK I Bengkulu, bahwa
8 March 26th, 2007 by towitowi in Gempa Nias 2005
9 Metro TV hari Jumat dan Sabtu (01/4 dan 02/4 - 2005)
10 Sinar Harapan, 31 Maret 2005
4
penanganan bencana Bengkulu Lamban.11
Secara tidak langsung ekspresi
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini merupakan teguran bagi TNI yang
notabene juga merupakan salah satu komponen yang terlibat dalam penanganan
bencana di daerah.
I.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan yang ada,
pertama bahwa belum ada Undang-Undang yang mengatur pelibatan tugas OMSP
TNI dalam penanggulangan bencana dan yang kedua yaitu selama ini TNI telah
melaksanakan
tugas
OMSP
terkait
penanggulangan
bencana
meskipun
kenyataanya belum ada Undang-Undang yang mengatur tentang Mekanisme dan
Prosedur Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Bencana.
I.3
Pertanyaan Penelitian
Penelitian ini akan menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1.
Apa yang menjadi tugas OMSP TNI menurut UU yang berlaku sekarang?
2.
Bagaimana TNI melaksanakan tugas OMSP dalam penanggulangan
bencana?
3.
Hambatan apa yang dihadapi TNI dalam penanggulangan bencana?
4.
Apa saja yang perlu diusulkan terkait tugas OMSP TNI dalam
penanggulangan bencana ke depan?
I.4
Batasan Masalah
Mengingat keterlibatan TNI dalam penanggulangan bencana cakupannya cukup
luas, maka penelitian ini hanya akan fokus pada pelaksanaan tugas OMSP TNI
pasca bencana gempa di Nias yang diimplementasikan melalui Operasi Bhakti
TNI. Di samping itu, pembahasan akan dibatasi pada kajian substansi persoalan
(content analysis) bukan pada kajian hukum (normative analysis).
11 SCTV, Liputan 6, tanggal 17 September, 2007; Tempo, 18 September 2007
5
I.5
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1.
Mengidentifikasi tugas OMSP TNI sesuai UU yang berlaku
2.
Untuk
mengidentifikasi
pelaksanaan
tugas
OMSP
TNI
dalam
penanggulangan bencana di Nias.
3.
Mengidentifikasi hambatan yang dihadapi TNI dalam penanggulangan
bencana di Nias.
4.
Mengusulkan rekomendasi kebijakan terkait tugas OMSP TNI dalam
rangka peningkatan kinerja TNI ke depan menanggulangi akibat bencana.
I.6
Sasaran
Sasaran umum dalam penulisan tesis ini adalah menghasilkan suatu usulan
sebagai rekomendasi untuk tugas OMSP TNI dalam rangka peningkatan kinerja
TNI ke depan menanggulangi akibat bencana sehingga apabila terjadi bencana,
TNI dapat melaksanakan tugas bersama unsur terkait sesuai dengan UU dan
harapan masyarakat. Sasaran khusus dalam penulisan ini, bahwa keterlibatan TNI
dalam penanggulangan bencana menjadi jelas sehingga diharapkan tugas OMSP
ini bisa dilaksanakan secara profesional tanpa mengabaikan tugas pokok Operasi
Militer untuk Perang (OMP) artinya tugas TNI dalam OMP dan OMSP dapat
berjalan seimbang dan selaras sehingga profesionalitas TNI dapat terwujud.
I.7
Landasan Pemikiran
Sesuai dengan UU No. 34 tahun 2002 bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI)
sebagai Alat Pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan pertahanan negara yaitu : mempertahankan kedaulatan
dan keutuhan wilayah, melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa,
melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) maupun ikut serta dalam
6
tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.
Tugas TNI tersebut
dipertegas lagi dalam UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI, bahwa tugas pokok
TNI adalah Operasi Militer untuk Perang (OMP) dalam rangka menghadapi
kekuatan negara lain dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) dalam rangka
menjamin kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.
Tugas TNI dalam OMSP diantaranya membantu menanggulangi akibat bencana
alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan, dalam pelaksanaannya
TNI harus memiliki legitimasi hukum serta keputusan politik yang harus
dipedomani, sehingga adanya kepastian hukum. Kondisi tersebut di atas sebagai
akibat perubahan atas tugas TNI selalu dalam koridor hukum dan politik, oleh
sebab itu diperlukan landasan hukum agar setiap tindakan TNI ini memiliki dasar
dalam melaksanakan tugas.
Gambar: I.1: Logika Berfikir
Sumber: Diolah sendiri
7
Berdasarkan logika berpikir di atas, Tugas OMSP (Operasi Militer Selain Perang)
TNI khususnya dalam membantu menanggulangi akibat bencana, dalam
pelaksanaannya TNI harus memiliki legitimasi hukum serta keputusan politik
yang harus dipedomani, sehingga adanya kepastian hukum.
Dalam rangka
menjamin kelancaran pelaksanaan tugas memerlukan perangkat piranti lunak yang
memadai untuk memperjelas garis komando, pengendalian dan koordinasi.
Kegiatan TNI dalam penanggulangan bencana alam sejogyanya mencerminkan
prinsip-prinsip yang telah diatur dalam aturan formal sesuai UU. Permasalahan
yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas menjadi masukan untuk selanjutnya
melakukan upaya dan rekomendasi terhadap pengambilan kebijakan, strategi dan
implementansi dalam rangka peningkatan kinerja TNI dalam penanggulangan
bencana di masa yang akan datang.
Konteks penanganan bencana di atas
tentunya tidak bersifat linier mengingat kondisi ancaman bencana sifatnya
dinamis sehingga konteks ini lebih bersifat proses yang berlanjut secara terus
menerus.
I.8
Struktur Penulisan
Tesis ini akan di tulis dengan beberapa pembabakan.
Bab 1 adalah pendahuluan yang berisi latar belakang alasan, urgensi dan
signifikansi peneliti memilih tema tugas OMSP TNI, tujuan dan maksud
penelitian, sasaran, kerangka pemikiran dan metodologi penelitian serta struktur
penulisan.
Bab 2 secara khusus akan membahas tentang prinsip-prinsip OMSP dan prinsipprinsip manajemen bencana. Dalam prinsip-prinsip OMSP ini akan termaktub
berbagai hal tentang bagaimana OMSP diberlakukan sebagai sebuah aktivitas
kemanusiaan, OMSP dalam aktivitas yang berkaitan dengan penanganan bencana
alam, serta prinsip-prinsip OMSP sesuai dengan Buku Putih Pertahanan dan
Doktrin Tridek. Adapun prinsip-prinsip manajemen bencana meliputi tahap-tahap
dalam penanggulangan bencana yaitu: Mitigasi, Kesiap-siagaan, Rehabilitasi dan
Rekonstruksi.
8
Bab 3 berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, teknik
pengumpulan data, sumber data dan kerangka penelitian.
Bab 4 berisi tentang pelaksanaan Operasi Militer Selain Perang TNI pasca
bencana di Nias meliputi kegiatan TNI dalam tahap tanggap darurat dan
pemulihan Nias akibat gempa bumi. Dalam bab ini menggambarkan berbagai
temuan dan fakta lapangan yang terkait pelaksanaan tugas OMSP TNI dalam
penanganan gempa bumi di Nias.
Bab 5 berisi tentang analisa pelaksanaan tugas Operasi Militer Selain Perang TNI,
hambatan, usulan tentang tugas TNI terkait penanggulangan bencana.
Bab 6 berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan dalam hal ini adalah
sebuah solusi atas fakta-fakta dan prinsip-prinsip yang ada. Sedangkan saran lebih
pada bagaimana mengatasi berbagai kesulitan dan masalah dalam melakukan
penelitian seperti ini.
9
Download