Chapter II - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 ASAM URAT
2.1.1 Metabolisme
Asam urat adalah produk akhir metabolism purin. Purin (adenin dan guanin)
merupakan konstituen asam nukleat. Di dalam tubuh, perputaran purin terjadi secara
terus menerus seiring dengan sintesis dan penguraian RNA dan DNA, sehingga walaupun
tidak ada asupan purin, tetap terbentuk asam urat dalam jumlah yang subtansial. Asam
urat disintesis terutama dalam hati, dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim xantin
oksidase. Asam urat kemudian mengalir melalui darah ke ginjal, tempat zat ini difiltrasi,
direabsorpsi sebagian, dan disekskresi sebagian sebelum akhirnya diekskresikan melalui
urine. Pada diet rendah purin, ekskresi harian adalah sekitar 0,5 g dan pada diet normal
ekskresinya adalah sekitar 1 g per hari. Daging, leguminosa (tumbuhan polong), dan ragi
merupakan makanan yang banyak mengandung purin.1
Produksi tersebut juga meningkat setara dengan perputaran sel akibat penguraian asamasam nukleat, seperti pada keganasan. Terapi keganasan dengan obat sitolitik dengan
sendirinya menyebabkan peningkatan kadar asam urat selama beberapa hari.1
Pada keadaan-keadaan seperti ini perlu dilakukan tindakan khusus untuk
mencegah gagal ginjal akibat pengendapan urat di ginjal. Gagal ginjal tentu saja
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan asam urat urea, dan kreatinin terakumulasi. Diuretik tiazid dan aspirin dosis
rendah menurunkan ekskresi urat. Alopurinol, probenesid, kortikosteroid, dan aspirin dosis
besar meningkatkan ekskresi urat.1
2.1.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KADAR ASAM URAT DALAM DARAH
Rentang acuan : 4-8,5 mg/dl untuk pria, 2,7-7,3 mg/dl untuk wanita
Peningkatan Produksi, Peningkatan Kadar Serum :1
Mekanisme idiopatik yang berkaitan dengan gout primer
Diet purin yang berlebihan [jeroan, leguminosa, anchovies (sejenis ikan kecil), dll
Pengobatan sitolitik untuk keganasan, terutama leukemia dan limfoma
Polisitemia
Metaplasia mieloid
Psoriasis
Anemia sel sabit
Penurunan Ekskresi, Peningkatan Kadar Serum :1
Ingesti alkohol
Diuretik tiazid
Asidosis laktat
Aspirin dosis <2 g/hari
Ketoasidosis, terutama pada diabetes atau kelaparan
Gagal ginjal, sebab apa pun
Peningkatan Ekskresi, Penurunan Kadar Serum :1
Universitas Sumatera Utara
Probenesid, sulfinpirazon, aspirin dosis lebih dari 4 g/hari
Kortikosteroid dan ACTH
Antikoagulan koumarin
Estrogen
Penurunan Produksi, Penurunan Kadar Serum :1
Allopurinol
Pembentukan asam urat dapat dikurangi dengan pemberian obat-obat yang dapat
menghambat aktifitas xantin oksidase yaitu allopurinol sehingga kadar urat serum
menurun tanpa menyebabkan beban ekskresi pada ginjal.
2.2 STROKE
Berdasarkan defenisi World Health Organization, stroke adalah Gangguan fungsi
serebral yang bersifat fokal atau global, terjadi mendadak dan cepat, berlangsung lebih
dari 24 jam atau menyebabkan kematian, disebabkan semata-mata karena gangguan
pembuluh darah. 5,6
Selain penyebab kematian stroke juga penyebab pertama kecacatan.
Stroke diklasifikasikan dalam dua golongan besar :
- Stroke Iskemik
- Stroke Hemorhagik17
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Stroke Iskemik
Pada stroke iskemik suplai darah kebagian otak berkurang sehingga jaringan otak
mengalami hipoperfusi, hipoksia dan kematian sel akibat kegagalan produksi energi.17
Stroke iskemik dapat disebabkan oleh thrombosis emboli hipoperfusi sistemik dan
thrombosis vena. Stroke emboli terjadi karena adanya emboli yang menyumbat arteri.
Seringkali emboli berasal dari thrombus yang terlepas dari tempat lain tetapi paling sering
berasal dari jantung khususnya pada atrial fibrilasi.18
Hipoperfusi iskemik adalah berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh yang
sering disebabkan oleh kegagalan pompa jantung.18
2.2.2 Stroke Hemorhagik
Stroke
hemorhagik
disebabkan
oleh
perdarahan
intraserebral
dan
perdarahan
subarahnoid.17
2.2.3 Stroke Trombotik
Terdapat 2 jenis stroke trombotik, yaitu 70% mengenai pembuluh darah besar
seperti arteri karotis interna, arteri vertebra dan sirkulus Wilisi dan 30% mengenai
pembuluh darah kecil di dalam jaringan otak atau stroke lakunar. Thrombosis pada
pembuluh darah besar, biasanya terbentuk pada plak aterosklerotik. Aterosklerosis
cenderung terjadi pada tempat penebalan intima, yang dianggap merupakan adaptasi
fisiologis terhadap stress mekanik. Penebalan intima yang difus umumnya jinak, tetapi
penebalan intima yang eksentrik yang sering dijumpai pada bifurkasio atau percabangan
kemudian hari cenderung berkembang menjadi plak aterosklerotik.19
Universitas Sumatera Utara
Menurut teori “response to injury” aterogenesis dimulai oleh cedera minimal yang
kronis pada endotel vaskuler dan diikuti dengan interaksi antara lipid, monosit, trombosit,
limfosit dan sel otot polos. Cedera minimal yang kronis ditandai dengan disfungsi endotel
yaitu perubahan fungsi endotel tanpa perubahan morfologi endotel. Diduga hal ini
terutama disebabkan oleh aliran darah yang turbulens, meskipun factor lain juga berperan
seperti hipertensi, hiperkolesterolemia kompleks imun, vasoactive amine, infeksi virus dan
iritan kimia seperti asap rokok.19
Menurut internet Stroke Center at Washington University yang mengutip dari Hajjar
dan Nicholson, adhesi monosit ke permukaan endotel yang utuh merupakan kejadian
yang mengawali pembentukan lesi aterosklerotik.19
Adhesi ini didahului dengan ekspresi molekul adesi yaitu Vascular cellular adhesion
molecule (VCAM) dan lipid bertanggung jawab dalam aktivasi gen VCAM. Ekspresi VCAM
juga dipengaruhi oleh shear stress. Setelah bermigrasi ke lapisan di bawah endotel,
monosit berubah jadi makrofag yang memfagosit oxidized low density lipoprotein (ox LDL)
sehingga tampak seperti busa sehingga disebut sel busa. Pembentukan ox LDL dipicu
oleh radikal bebas yang dihasilkan oleh makrofag, sel endotel dan sel otot polos. Hati
beperan membersihkan LDL dari sirkulasi karena adanya hepatic receptor, tetapi reseptor
ini tidak dapat menangkap ox LDL. Pada makrofag terdapat scavenger receptor yang
dapat menangkap ox LDL, sehingga terbentuk sel busa. Oxidized LDL berkontribusi pada
aterogenesis melalui 3 jalur yaitu :
-
Bersifat sitotoksik sehingga merusak endotel,
Universitas Sumatera Utara
-
Berfungsi sebagai chemoattractant terhadap monosit yang beredar untuk berkumpul
di tempat plak.
-
Menghambat keluarnya makrofag dari plak19
2.2.4 Stroke Lakunar
Stroke Lakunar atau thrombosis pada pembuluh darah kecil adalah suatu infark
pada area yang berukuran antara 0,5 – 20 mm. Ini terjadi sebagai akibat oklusi arteri kecil
yang menembus struktur jaringan otak. Arteri ini mempunyai diameter antara 40 µ.20
Stroke Lakunar merupakan suatu tipe stroke iskemik yang berlangsung singkat
dengan prognosis baik, meliputi 20% dari seluruh stroke iskemik.20
Menurut Fisher yang dikutip oleh Hinton lesi yang paling sering dijumpai adalah
lipohyalinosis karena kandungan lipid maupun gambarannya mirip hyaline yang
eosinofilik. Lipohyalinosis adalah proses destruksi vaskuler dengan ekspansi vocal, oklusi
trombotik, ekstravasasi perdarahan dan deposit fibrinoit. Apabila proses berlanjut maka
terbentuk mikroaneurisma. Lesi ini sering dijumpai pada percabangan atau bifurkasio,
manifestasi klinis ringan dan hampir sering dijumpai pada pasien hipertensi.20
2.2.5 Stroke Emboli
Emboli yang menyebabkan stroke dapat berasal dari jantung maupun arteri. Stroke
kardio emboli dapat disebabkan oleh atrial fibrilasi, infark miokard baru, katup jantung
prostetik, menyakit katup jantung, endokarditis, mural trombi dan kardiomiopati.18
Universitas Sumatera Utara
Jika terdapat defek pada septum atrium atau ventrikel, maka emboli dari jantung kanan
dapat masuk ke jantung kiri dan sampai ke otak, keadaan ini disebut paradoxical emboli.
Emboli dari arteri dapat berupa emboli kolesterol atau aterotrombotik yang berkembang di
arkus aorta dan arteri ekstrakranial seperti arteri karotis dan arteri vertebra. Pada stroke
emboli, onset cenderung tiba-tiba dan Neuroimaghing menunjukkan adanya gambaran
infark lama pada beberapa area arteri.18
2.2.6 Faktor Risiko Stroke
Yang termasuk faktor risiko stroke adalah keadaan yang memudahkan terjadinya
aterosklerosis seperti :21
- Umur
- Jenis kelamin
- Obesitas abdomen berupa lingkar pinggang laki-laki > 102 cm atau wanita > 88 cm
- Trigliserida > 150 ml/ dl
- Kadar Kolestrol HDL < 40 mg/dl pada laki-laki dan < 50 mg/dl pada wanita
- Tekanan darah > 130/ > 85 mm Hg
- Glukosa darah puasa > 126 mg/ dl
- Perokok
2.2.7 Pembentukan Trombus
Universitas Sumatera Utara
Sebagian besar gejala sindroma koroner akut dan stroke terjadi karena thrombus
yang terbentuk akibat yang robek atau erosi. Pinggir plak yang cenderung mudah rupture
mengandung banyak makrofag dan limfosit, tetapi sedikit sel otot polos. Menurut heistad,
plak yang mudah robek atau vulnerable plaque ditandai dengan fibrous cap yang tipis
antara 60 - 150 µm, inti lipid yang besar yaitu lebih dari 40% volum, dan banyaknya
makrofag yang berisi lipid.22,23
Menurut Davies di samping tanda-tanda itu, pada vulnerable plaque kandungan sel otot
polos sedikit. Jika fibrous cab robek, maka inti lipid yang sangat trombogenik terpapar
darah dalam lumen arteri.24
Pembentukan thrombus ini terjadi karena aktivasi trombosit dan eksprsi faktor
jaringan(tissuefactor=TF) oleh makrofag dan sel otot polos. Tissue faktor akan memicu
proses pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dengan mengaktifkan factor VII. Faktor
VII aktif dapat mengaktifkan faktor X maupun IX yang akhirnya menghasilkan bekuan
fibrin.25
2.2.8 Hubungan Stroke dengan Trombosis Vena
Pada umumnya stroke iskemik terjadi akibat thrombosis arteri. Namun pada kondisi
tertentu thrombosis vena juga biasa dihubungkan dengan stroke.19
Pada thrombosis vena sinus sagitalis superior, dapat terjadi stroke jika tekanan intra vena
lebih tinggi dari tekanan arteri. Infark yang terjadi lebih sering mengalami transformasi
hemorhagis dibandingkan jenis stroke iskemik lain, karena darah akan bocor ke daerah
otak yang rusak. Jika terdapat hubungan antara jantung kanan dan kiri maka emboli yang
Universitas Sumatera Utara
berasal dari thrombosis vena dalam melalui jantung kanan dapat sampai ke jantung kiri
dan dapat menimbulkan stroke kardioembolik.19
Sebaliknya pasien stroke yang mengalami paralisis mempunyai risiko untuk
thrombosis vena karena mobilitasnya terganggu sehingga aliran darah stasis. Seperti
diketahui aliran darah stasis dan hiperkoagulabilitas merupakan faktor yang sangat
berperan untuk terjadinya thrombosis vena.19
2.3 Diabetes Melitus
2.3.1 Defenisi Diabetes Melitus
Diabetes mellitus ( DM ) merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai dengan
adanya hiperglikemi sebagai akibat berkurangnyaproduksi insulin, atau gangguan aktifitas
dari insulin ataupun keduanya. Keadaan ini akan mengakibatkan perubahan – perubahan
metabolisme terhadap karbohidrat, lemak maupun protein.26,27,28,29
2.3.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Ada berbagai klasifikasi DM yang dipakai sekarang ini, seperti klasifikasi DM
menurut American Diabetes Assosiation ( ADA ), World Health Organisation ( WHO ).
Klasifikasi DM yang dipakai di Indonesia menurut Konsensus PERKENI ( Perkumpulan
Endokrin Indonesia ) 2006 sesuai dengan klasifikasi DM menurut ADA 1997.26,38
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi DM menurut PERKENI :26
1. Diabetes mellitus tipe 1 ( destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi
insulin absolute ).
2. Diabetes mellitus tipe 2 ( bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai
devisiensi insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin).
3. DM tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel beta.
b. Defek genetic kerja insulin.
c. Penyakit endokrin pangkreas.
d. Karena obat atau zat kimia
e. Infeksi.
f. Sebab imunologi yang jarang.
g. Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM
4. Diabetes Melitus Gestasional.
2.3.3 Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus
Diagnostic klinis DM umumnya bila ada keluhan khas DM berupa poliuria,
polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Jika di jumpai keluhan yang khas dan pemeriksaan kadar glukosa darah (
KGD ) sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. Hasil
pemeriksaan KGD puasa ≥ 126mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.
Universitas Sumatera Utara
Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan KGD yang baru satu kali saja
abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian
lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik KGD puasa
≥ 126
mg/dl, KGD sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain atau hasil tes toleransi glukosa oral
( TTGO ) yang abnormal.26,31,32,33,34
2.3.4 Diabetes mellitus Tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2, diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( NIDDM ) umumnya ditemukan pada usia
dewasa ( resiko tinggi pada usia di atas 40 tahun ). Jumlah penderita DM tipe 2
diperkirakan 90-95% dari tital penderita DM. Penyebab utama DM tipe 2 adalah adanya
defisiensi insulin dan atau resistensi insulin. Resistensi insulin ditemukan pada lebih 90%
kasus dan merupakan penyebab terbanyak pada DM tipe 2.35,36,37
Akibat dari pada resistensi itu kadar insulin makin lama makin tinggi, hingga timbul
hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia sering sekali ditemukan pada DM tipe 2 apalagi bila
ditemukan bersama-sama dengan obesitas.39,40
Dislipidemia pada DM umumnya ditandai dengan hipertrigliseridemia dan kadar
kolesterol HDL yang rendah. Hipertrigliseridemia disebabkan oleh peningkatan trigliserida
VLDL dan trigliserida-LDL. Resistensi insulin tidak berkaitan dengan perubahan
konsentrasi LDL, tetapi lebih pada peningkatan “small dense” LDL yang sangat
aterogenik.
Universitas Sumatera Utara
Resistensi insulin ternyata berkaitan dengan sejumlah gangguan metabolisme yang
meliputi hiperglikemia, gangguan metabolisme lipid dan lipoprotein, gangguan fibrinolisis
dan hipertensi.40
Diabetes mellitus dapat menyerang segala lapisan umur dan sosial ekonomi.
Sampai saat ini DM memang belum dapat disembuhkan, tetapi kadar glukosa darah
pasien dapat dikendalikan agar selalu dalam keadaan normal atau mendekati normal.26,41
Hiperglikemia kronik pada pasien DM dapat menimbulkan komplikasi pada berbagai
organ tubuh, seperti pada :42
•
Pembuluh darah otak
: stroke
•
Pembuluh darah mata
: retinopati
•
Pembuluh darah jantung
: penyakit jantung koroner (PJK)
•
Pembuluh darah ginjal
: nefropati
•
Pembuluh darah kaki
: luka sukar sembuh
•
Saraf
: neuropati
Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke
arah normal sangat sulit, kerusakan yang sudah terjadi umumnya akan menetap. Oleh
karena itu usaha pencegahan untuk terjadinya komplikasi tersebut akan sangat
bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan.26,41
Universitas Sumatera Utara
Pada penyakit DM, seperti juga pada penyakit lain, usaha pencegahan terjadi atas :
•
Pencegahan primer
•
Pencegahan sekunder : walaupun sudah terjadi penyakit, mencegah agar tidak
: mencegah agar tidak timbul penyakit DM tersebut
timbul komplikasinya
•
Pencegahan tersier
: usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut,
walaupun sudah terjadi komplikasi.26,41,43
2.3.5 Faktor-faktor yang berpengaruh pada terjadinya Diabetes Melitus :
•
Faktor genetik
•
Faktor kegiatan jasmani yang kurang
•
Faktor nutrisi berlebih dan kegemukan
•
Faktor lain, obat, hormone, seperti obat steroid, tiazid dll42
2.3.6 Orang yang mempunyai risiko tinggi untuk mengidap diabetes mellitus :
•
Ibu dengan riwayat melahirkan anak > 4 kg
•
Ibu yang pernah mengidap DM gestasional
•
Anak yang kedua orang tuanya mengidap DM
•
Orang dengan gaya hidup ke arah yang kurang kegiatan jasmani
•
Orang dengan hipertensi, dislipidemia, atau kegemukan42
Universitas Sumatera Utara
2.3.7 Pengelolaan
Pengelolaan DM bertujuan bukan hanya untuk menghilangkan keluhan dan gejala
penyakit, tetapi sekaligus juga untuk mencegah terjadinya komplikasi baik komplikasi
mikrovaskular, makrovaskular, maupun neuropati.26,29,41,43
Tujuan26,29,41,43
a.
Jangka pendek
: menghilangkan keluhan/ gejala DM dan mempertahankan rasa
nyaman
b.
Jangka panjang
: mencegah komplikasi, baik makroangiopati, mikroangiopati
maupun neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas
dan mortalitas DM
c.
Cara
: menormalkan kadar glukosa, lipid dan insulin, serta memantau
segala komplikasi
d.
Kegiatan
: mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan
mandiri
Hal-hal yang perlu dilakukan pada pengelolaan pasien DM26,41,44
•
Anamnesis keluhan dan gejala hiperglikemia maupun keluhan dan gejala komplikasi
•
Pemeriksaan jasmani lengkap
- TB, BB, TD, rabaan nadi kaki
- Tanda neuropati dicari
- Pemeriksaan keadaan kaki, kulit, kuku
- Pemeriksaan visus, funduskopi, lensa, dan katarak
•
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan, tergantung fasilitas yang tersedia :
Universitas Sumatera Utara
- Hb, hitung leukosit, LED, hitung jenis leukosit
- Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan
- Urinalisis rutin, Albumin urin kuantitatif 24 jam atau mikroalbuminuria
- Albumin serum, Kreatinin, SGPT
- Kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida
- EKG, Foto paru, Funduskopi
•
Penyuluhan/ Edukasi sepintas mengenai :
- Apakah penyakit DM itu
- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
- Perencanaan makan
- Kegiatan jasmani
- Obat berkhasiat hipoglkemik dan hipoglikemia
- Penyulit DM
- Perawatan kaki
2.3.7.1 Pilar utama pengelolaan DM41,43
1. Penyuluhan/ Edukasi
2. Perencanaan makan
3. Latihan jasmani
4. Obat berkhasiat hipoglikemik
Pada dasarnya pengelolaan DM tanpa dekompensasi metabolic dimulai dengan
pengaturan makan disertai dengan kegiatan jasmani yang cukup selama beberapa waktu
Universitas Sumatera Utara
(4-8 minggu). Bila setelah itu kadar glukosa darah masih belum dapat memenuhi kadar
sasaran metabolik yang diinginkan (Lihat Sasaran pengendalian glukosa darah), baru
diberikan obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin sesuai dengan indikasi.41
Dalam keadaan dekompensasi metabolik, misalnya ketoasidosis, DM dengan stress
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, insulin atau OHO dapat segera
diberikan. Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan sendiri
dirumah, setelah mendapat pelatihan khusus.41
2.3.7.2 Obat berkhasiat hipoglikemik
Obat hipoglikemik oral (OHO)
Pada umumnya dalam menggunakan obat hipoglikemik oral (OHO), baik golongan
sulfonylurea, metformin, maupun inhibitor glukosidase alfa, harus diperhatikan benar
fungsi hati dan ginjal. Tidak dianjurkan untuk memberikan OHO tersebut pada penderita
dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.44
2.3.7.3 Insulin44
Indikasi penggunaan insulin pada DM tipe 2
•
Ketoasidosis, koma hiperosmolar dan asidosis laktat
•
Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar)
•
Berat badan yang menurun dengan cepat
•
Kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
•
Tidak berhasil dikendalikan dengan OHO atau ada indikasi kontra dengan OHO
Universitas Sumatera Utara
2.3.8 Kriteria pengendalian
Untuk dapat mencegah komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik.
Diabetes mellitus terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya saja yang
baik, tetapi harus secara menyeluruh kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah,
kadar lipid.44
Kriteria pengendalian DM44
Baik
Sedang
Buruk
80-109
110-139
>140
Glukosa darah 2 jam PP (mg/dl) 110-159
160-199
>200
Kolesterol total (mg/dl)
<200
200-239
>240
Kolesterol LDL (mg/dl)
<100
100-129
>130
Kolesterol HDL (mg/dl)
>45
35-45
<35
Trigliserida (mg/dl) dengan PJK
<150
150-199
>200
BMI (IMT) wanita (kg/m2)
18,5-22,9
23-25
>25
BMI (IMT) pria (kg/m2)
29,0-24,9
25-27
<18,5
Tekanan darah (mmHg)
<140/90
140-160/90-
>27
95
<20,0
Glukosa darah puasa (mg/dl)
atau
atau
>160/95
Universitas Sumatera Utara
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi dari
biasa (puasa < 150 mg/dl, dan sesudah makan < 200 mg/dl), demikian pula kadar lipid,
tekanan darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini
dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah
kemungkinan timbulnya efek samping dan interaksi obat. 41,44
Pengelolaan jangka panjang DM dapat dibagi atas 2 : yaitu26,41,44
-
Kontrol glukosa darah
-
Deteksi komplikasi, faktor risiko serta pengelolaannya.
Mengingat diabetes tidak dapat disembuhkan, maka yang penting adalah deteksi dini dan
pengendalian diabetes komplikasinya.26,41,42,43,44
Untuk mencegah terjadinya kecacatan akibat komplikasi DM yang sudah terjadi,
tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar kemudian komplikasi
dapat dikelola dengan baik di samping tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar
glukosa darahnya.26,41,42,43,44
Universitas Sumatera Utara
Download