bab iv konsep perancangan

advertisement
BAB IV
KONSEP PERANCANGAN
4.1 Konsep Kontekstual
Proses perancangan sebuah bangunan juga harus memperhatikan aspekaspek yang terdapat pada tapak dan sekitarnya. Bangunan yang didesain sebagus
apapun tidak ada artinya jika tidak kontekstual dengan kondisi tapak di sekelilingnya.
Oleh sebab itu, bangunan sanggar seni musik keroncong ini didesain dengan
menanggapi kondisi tapak yang berada di Kawasan Sriwedari.
4.1.1
Hubungan Fungsi Bangunan dengan Kawasan
Fungsi Kawasan Sriwedari pada awalnya sebagai sarana wisata dan
budaya dengan fungsi utamanya adalah taman bagi raja dan kebun binatang.
Namun kondisinya saat ini cenderung mengalami degradasi fungsi menjadi
kawasan yang didominasi fungsi komersial dengan adanya restoran, PKL,
taman hiburan rakyat, dan area berjualan yang kurang tertata. Pemerintah
Kota Surakarta saat ini telah menyusun Rencana Induk Pengembangan (RIP)
Sriwedari sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi dan tata guna lahan
kawasan sebagai wisata budaya dan ruang publik.
Tabel 4.1 Tata Guna Lahan Eksisting dan RIP
Eksisting
Area komersial
Area terbuka
Area budaya
Area perkantoran
Area hijau
= 30 %
= 25 %
= 20 %
= 20 %
= 5%
Rencana Pengembangan
Area hijau
Area budaya
Area rekreasi
Area komersial
Area perkantoran
= 30 %
= 25 %
= 20 %
= 15 %
= 10 %
Sumber: RIP Kawasan Sriwedari Bappeda Surakarta
Dari tabel di atas terlihat perbedaan yang sangat mencolok. Taman
Sriwedari yang semula didominasi oleh area hijau justru tinggal 5 % saja saat
ini. Area komersial yang seharusnya hanya sebagai fungsi penunjang justru
yang paling mendominasi. Maka berdasarkan konsep tata guna lahan yang
direncanakan, dibuat urutan berdasarkan skala prioritas fungsi bangunan
dalam kawasan di luar area hijau.
77
Tabel 4.2 Prioritas Fungsi Bangunan dalam Kawasan
Prioritas
1
2
3
4
5
6
Bangunan
Gedung Wayang Orang
Museum Radyapustaka
Sanggar Seni Musik
Keroncong
Grha Wisata Niaga
Kios buku/souvenir
Pujasari/ warung makan
Dinas Pariwisata
Fungsi di Kawasan
Cagar budaya nonfisik
Cagar budaya fisik
Fasilitas budaya
Fasilitas konvensi/ komersial
Fasilitas komersial
Fasilitas komersial
Fasilitas kantor pariwisata
Sumber: Analisis Penulis, 2015
Berdasarkan analisis urutan fungsi dalam Kawasan Sriwedari,
Gedung Wayang Orang dan Museum Radyapustaka merupakan prioritas
yang pertama karena memiliki aspek cagar budaya baik fisik maupun
nonfisik. Wayang orang memiliki nilai historis karena sudah sejak lama
dilestarikan di kawasan Sriwedari, walaupun kondisi bangunannya saat ini
sudah tidak layak. Museum juga merupakan bangunan cagar budaya dengan
aset dan arsip yang memiliki nilai historis yang tinggi.
Walaupun musik keroncong belum menjadi cagar budaya di Kota
Surakarta, namun diharapkan bangunan sanggar seni ini akan menjadi
sebuah ikon baru di Kota Surakarta pada umumnya dan Kawasan Sriwedari
pada khususnya. Sanggar seni keroncong merupakan sebuah wadah bagi
para seniman keroncong yang selama ini belum terorganisasi dengan baik,
padahal musik keroncong memiliki potensi budaya yang besar bagi Kota
Surakarta selain wayang orang. Karena fungsinya bukan sebagai fungsi
utama, maka bangunan dibuat tidak mendominasi dan tersamar.
Gambar 4.1 Perletakan Bangunan di Kawasan
Sumber: Analisis Penulis, 2015
Letak site berada di belakang Pendopo Sriwedari. Contoh
penerapannya adalah dengan membuat bangunan lebih horizontal sehingga
ketinggian tidak melebihi bangunan eksisting. Alternatif untuk membuat
78
bangunan lebih tersamar adalah dengan penambahan vegetasi atau
membuat bangunan transparan.
Gambar 4.2 Alternatif Strategi Menyamarkan Sanggar
Sumber: Analisis Penulis, 2015
4.1.2
Hubungan Visual Bangunan dengan Kawasan
Untuk menentukan konsep desain pelingkup bangunan, terlebih
dahulu dilakukan analisis terhadap kondisi sekitar bangunan di dalam
kawasan tentang bagaimana kondisi fisik, tipologi dan keterkaitan bangunan
yang ada. Bangunan sanggar seni musik keroncong yang berada di dalam
Kawasan Sriwedari dikelilingi oleh beberapa bangunan, di bagian barat
adalah Gedung Wayang Orang, di bagian utara terdapat Pendhopo, Grha
Wisata Niaga, Museum Radya Pustaka, Kantor Dinas Pariwisata, serta Pusat
kerajinan.
Gambar 4.3 Bangunan di sekeliling site
Sumber: Analisis Penulis,2015
79
Gambar 4.4 Kondisi Visual Bangunan Sekitar
Sumber: Analisis Penulis,2015.
Berdasarkan analisis kondisi visual bangunan di sekitar site, terdapat
beberapa tahap perkembangan tipologi dari bangunan lama ke bangunan
yang lebih baru. Pengelompokan bangunan lama yaitu Gedung Wayang
Orang dan Museum Radya Pustaka, kemudian penambahan Kantor Dinas
Pariwisata, dan yang paling baru adalah Pendopo dan Grha Wisata Niaga.
Tipologi bangunan Gedung Wayang Orang masih sangat tradisional
dengan bentuk atap limasan. Kemudian pada Gedung Kantor Dinas
Pariwisata tipologi bangunan tradisional dengan pendekatan ke arah
modern. Pada Grha Wisata Niaga tipologi bangunan telah menerapkan
arsitektur modern namun tetap dengan atap limasan dan ornamen-ornamen
tradisional yang dipertahankan. Kesimpulan dari analisis kondisi visual
bangunan di sekitar tapak adalah tipologi bangunan yang mengalami
perkembangan mengikuti perubahan arsitektur dari yang sangat tradisional
hingga semakin modern.
80
Gambar 4.5 Perkembangan Tipologi Bangunan di Kawasan
Sumber: RIP Kawasan Sriwedari Bappeda Surakarta
Dari beberapa bangunan yang ada, diambil salah satu acuan bentuk
yang mendasar yaitu bentuk joglo. Bentuk joglo ini akan diambil elemenelemennya untuk diterapkan ke dalam bangunan. elemen dari joglo yang
akan diterapkan misalnya bentuk berundak-undak atau pembagian kepalabadan-kaki.
4.1.3
Konsep Kontekstual Bangunan dengan Site
SEGARAN
Gambar 4.6 Denah Site
Sumber: Analisis Penulis,2015
Dari analisis pendekatan pemilihan site yang telah dijelaskan di bab
III, didapatkan area site yang merupakan bekas gedung eks bioskop dan resto
Boga yang didemolisi. Site tetap mempertahankan segaran (danau buatan)
yang ada karena segaran merupakan cagar budaya yang harus dilestarikan.
Namun melihat kondisi segaran yang saat ini mengering karena kebocoran
dan kurangnya perawatan, maka akan dilakukan proses rehabilitasi/adaptasi,
yaitu merubah sesuatu agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai.
Yang dimaksud dengan fungsi yang lebih sesuai adalah kegunaan yang tidak
81
menuntut perubahan drastis, atau yang hanya memerlukan sedikit dampak
minimal.
Fungsi segaran dulunya adalah sebagai sarana rekreasi memancing
dan wisata perahu, serta terdapat area pertunjukan seni musik keroncong
dan gamelan di tengah-tengahnya. Saat ini selain kondisinya yang
mengering, fungsinya juga tertutupi oleh adanya Resto Boga yang dibangun
di tengah segaran. Tentu saja hal tersebut menjadi tidak konteksual.
Sebagai respon, segaran akan dimasukkan ke dalam elemen desain
bangunan sanggar seni musik keroncong, dengan tetap mempertahankan
fungsinya sebagai sarana publik dan cagar budaya. Terdapat beberapa
alternatif desain segaran terhadap bangunan, antara lain:
a. Sebagai entrance
Karena pintu masuk berada di bagian timur, maka salah satu
alternatif desain adalah menjadikan segaran sebagai area entrance yang
juga difungsikan sebagai public space.
Gambar 4.7 Contoh elemen air pada entrance
Sumber: http://www.tour-beijing.com dan http://laptopgardener.com
b. Floating Amphitheatre
Alternatif kedua adalah pemanfaatan pulau buatan di tengan
segaran sebagai amphitheatre, yang memberi kesan seolah-olah
amphitheatre tersebut terapung. Alternatif ini sesuai dengan fungsi
awal pulau sebagai area pertunjukan musik keroncong dan musik
gamelan.
82
Gambar 4.8 Contoh floating amphitheatre
Sumber: http://bloximages.newyork1.vip.townnews.com dan
http://zuzanapelikanova.com
c. Elemen Bangunan
Alternatif yang ketiga adalah memasukkan segaran sebagai
elemen di dalam bangunan. Karena segaran cukup luas, maka hanya
sebagian saja yang dimasukkan ke dalam bangunan, sehingga tidak
menenggelamkan fungsi segaran. Selain sebagai daya tarik dan estetika,
memasukkan elemen air ke dalam bangunan bermanfaat untuk proses
pendinginan pasif sehingga dapat mengurangi penggunaan energi untuk
pendingin buatan.
Gambar 4.9 Contoh air sebagai elemen dalam bangunan
Sumber: http://edition.cnn.com dan http://www.stevenholl.com
4.2 Konsep Filosofis
4.2.1
Karakteristik Musik Keroncong
Karakteristik musik keroncong yang akan diterapkan dalam
bangunan adalah Langgam Keroncong. Langgam Keroncong merupakan
musik keroncong yang berkembang di Jawa Tengah dan menjadi ciri khas
musik keroncong gaya Surakarta. Contoh musik langgam keroncong adalah
Bengawan Solo karya Gesang, serta lagu-lagu keroncong milik Waljinah.
Walaupun memiliki sisi tradisional, musik langgam keroncong dapat lebih
beradaptasi dan berimprovisasi dengan musik modern dibandingkan dengan
83
keroncong asli yang memiliki aturan sangat baku. Hal tersebut juga menjadi
poin penting agar bangunan sanggar seni dapat mengikuti perkembangan
jaman.
4.2.1.1 Tangga Nada Pentatonis
Ciri khas Langgam Keroncong terletak pada penggunaan tangga
nada yang berbeda dengan jenis musik keroncong lain karena pada jenis
langgam terdapat adaptasi dari musik tradisional. Perbedaan tersebut
terletak pada penggunaan tangga nada pentatonis, seperti pada gamelan
jawa. Pola skala pada nada pentatonis mayor terdiri dari 5 nada, yaitu:
4.2.1.2 Ritme
Ritme adalah variasi horizontal dan aksen dari suatu suara yang
teratur. Ritme terbentuk dari suara dan diam. Suara dan diam tersebut
digabungkan untuk membentuk pola suara yang berulang untuk
membuat ritme. Ritme memiliki tempo yang teratur, namun dapat
memiliki bermacam-macam jenis. Beberapa ketukan dapat lebih kuat,
lebih lama, lebih pendek, atau lebih pelan dari lainnya. Dalam sebuah
musik, seorang komposer dapat menggunakan banyak ritme berbeda.
Pola ritme yang 2/4 memberikan kesan dinamis, dan membuat
gerak menjadi lebih aktif mengikuti ketukan, terlebih musik yang dipilih
atau di rancang sangat kentara bitnya. Di samping itu jika musik berpola
ritme 4/4 menjadi badan dan torso menjadi lebih tenang. Memiliki
kecenderungan
tubuh
menghayati
alur
geraknya.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Ritme)
Pola ritme pada musik Langgam Keroncong adalah 4/4. Musik
keroncong mengalir dengan penonjolan beat yang khas. Pola ritme ini
sangat nikmat untuk menghayati ungkapan-ungkapan yang bersifat gerak
murni. Melodi musik keroncong sangat menonjolkan ekspresi lirisnya.
4.2.1.3 Tempo
84
Tempo adalah ukuran kecepatan dalam birama lagu23; kecepatan
dalam ukuran langkah tertentu; kecepatan dengan membandingkan
gerak tertentu. Tempo digunakan untuk menyatakan kecepatan yang
tepat atau dianjurkan oleh komposer untuk memainkan atau
menyanyikan sebuah karya musik.
Adapun pembagian ketetapan tempo dalam setiap menit adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.3 Pembagian Ketetapan Tempo
No
Nama Tempo
Keterangan
Langkah tiap
Menit
1
Grave
lambat, berat, tenang, sopan
40 – 44
2
Largo
lambat, lebar, luas
44 – 48
3
Lento
lambat
50 – 54
4
Adagio
54 – 58
5
Larghetto
lambat, lebih lambat dari
andante
lambat, lebar, tak selambat largo
6
Adagietto
lambat, tidak selambat adagio
63 – 69
7
Andante
sedang, langkah santai
69 – 76
8
Andantino
lebih cepat dari andante
76 – 84
58 – 63
9
Maestoso
agung, penuh kemuliaan
84 – 92
10
Moderato
sedang, lebih cepat dari andante
92 – 104
11
Allegreto
mirip namun tak secepat allegro
104 – 112
12
Animato
penuh semangat
116 – 126
13
Allegro
riang, cepat
126 – 138
14
Assai (Allegro Assai)
sangat, amat, banyak
138 – 152
15
Vivace
hidup, lincah, cepat
152 – 168
16
Vivace quasi presto
sangat vivace
168 – 176
17
Presto
cepat
176 – 192
18
Prestissimo
paling cepat
192 – 208
Rittardando (rit.)
semakin lambat
-
Accelerando (accel.)
semakin cepat
-
Sumber : http://binsarspeaks.net/?p=914 diakses 31-03-2015 pukul 23.04 WIB
Tempo yang digunakan dalam musik keroncong pada umumnya
andante sampai dengan moderato. Dalam Langgam Keroncong, pada
contoh Lagu Bengawan Solo, tempo yang digunakan adalah tempo
23
Dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Tempo_(musik), diakses 31-03-2015 pukul 22.37 WIB
85
andante. Tempo yang cenderung lambat ini lebih membawa suasana
damai, tenang, dan tentram.
Tabel 4.4 Analisis Penggambaran Tempo Keroncong
Tempo
Ilustrasi
Andante
Andantimo
Maestoso
Moderato
Sumber: Analisis Penulis, 2015
4.2.1.4 Dinamika
Dinamika adalah tanda untuk memainkan volume nada secara
nyaring atau lembut24. Tanda dinamika umumnya ditulis menggunakan
kata-kata dalam bahasa Italia. Adapun beberapa tanda dinamika yang
umum digunakan adalah :
Tabel 4.5 Pembagian Ketetapan Dinamika
No
Nama Dinamika
Tanda
Keterangan
1
Pianissimo
(pp)
sangat lembut
2
Piano
(p)
lembut
3
Mezzo-piano
(mp)
agak lembut
4
Mezzo-forte
(mf)
agak nyaring
5
Forte
(f)
nyaring
6
Fortissimo
(ff)
sangat nyaring
7
Crescendo
(cresc.)
perlahan menuju nyaring
8
Decrescendo / Diminuendo
(decresc.) / (dim.)
perlahan menuju lembut
9
Sforzando
(sfz.)
aksen yang tegas
Sumber : http://binsarspeaks.net/?p=914 diakses 30-03-2015 pukul 23.17 WIB
Pada elemen ini, yang menjadi penilaian adalah bagaimana
dinamika atau nyaring lembutnya volume nada dalam sebuah musik
mampu menunjukkan bagaimana perasaan yang terkandung, apakah
riang, sedih, datar, atau agresif.
24
Dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Dinamika_%28musik%29, diakses 31-03-2015 pukul 23.10 WIB
86
Pada umumnya dinamika musik keroncong adalah lembut
(piano), sehingga nada-nada dalam musik keroncong mampu membawa
suasana yang tenang, nyaman, dan syahdu bagi pendengarnya.
4.2.1.5 Bentuk dan Pola Lagu
Bentuk lagu langgam keroncong berpola A-A-B-A, seperti pada
contoh lagu Bengawan Solo karya Gesang. Pola A merupakan bagian
verse yang berulang, sedangkan B merupakan chorus. Jumlah birama 32
birama. Intro diambil dari empat birama terakhir, dan coda berupa
kadens lengkap.
Pola lagu langgam keroncong pada contoh lagu Bengawan Solo
adalah sebagai berikut:
Intro
/V . . . / V . . . / I . . . / / I . V . /
Verse 1 / I . . . / IV . V . / I . . . / I . . . / V . . . / V . . . / I . . . / I . V . /
A
Verse 2 / I . . . / IV . V . / I . . . / I . . . / V . . . / V . . . / I . . . / I . . . /
A
Chorus / IV . . . / IV . V . / I . . . / I . . . / II . . . / II . . . / V . . . / V . . . /
B
Verse 3 / I . . . / IV . V . / I . . . / I . . . / V . . . / V . . . / I . . . / I . . . /
A
interlude A’ kemudian vokal masuk B – A’ lalu coda
Coda
/IV . V . / I . . . //
Gambar 4.10 Partitur Lagu Bengawan Solo
Sumber:google.com
87
4.2.2
Penerapan Karakteristik Musik Keroncong dalam Bangunan
If architecture is frozen music, then music is architecture in movement
-auroville’s quoteBangunan sanggar seni ini bertujuan untuk menampilkan musik
keroncong sebagai ikon Kota Surakarta. Maka konsep umum yang diterapkan
dalam bangunan adalah konsep transformasi musik dalam arsitektur, yaitu
penerapan prinsip karakteristik dan nilai-nilai dalam musik keroncong pada
bangunan sanggar seni musik keroncong.
Musik dan arsitektur memiliki prinsip-prinsip yang saling berkaitan.
Prinsip dalam musik itulah yang akan menjadi acuan dalam pembentukan
konsep massa bangunan, fasad, organisasi ruang, pembentukan pengalaman
ruang, serta pengolahan lansekap. Musik dan arsitektur dapat dieksplorasi
melalui perbandingan, misalnya:

Sifat-sifat fisik cahaya dan optik pada arsitektur, dibandingkan dengan
sifat suara dan pendengaran pada musik

Media ekspresi berupa garis, geometri, warna pada arsitektur,
dibandingkan dengan media ekspresi berupa not, nada-nada, ritme
pada musik
Tabel 4.6 Analisis Penerapan Karakter Musik Keroncong dalam Bangunan
Identifikasi karakter
musik keroncong
1.
Penerjemahan
Nada Pentatonis
Acuan:
Interval atau jarak
antar nada pada
musik keroncong
dijadikan acuan
untuk menentukan
ukuran: ketinggian
bangunan, levelling,
atau jarak.
Alternatif penerapan dalam
bangunan
a.
Ketinggian Bangunan
b.
Levelling
c.
Jarak antar massa
88
f.
a.
Sebagai acuan pola
fasad.
a. Penambahan
elemen dengan
ukuran mengikuti
pola interval yang
diulang,
kemudian
dihubungkan
b.
membentuk
kurva
b. Pengurangan
elemen dengan
ukuran mengikuti
pola interval
2.
Bentuk dan Pola
Lagu
Intro
Verse 1 = A
Verse 2 = A
Chorus = B
Verse 3 = A
Interlude
Coda
Penambahan
Pengurangan
Pola lagu untuk
menentukan pola
entrance-buildingout
a.
Pencapaian Langsung
b.
Pencapaian Tidak Langsung
Intro sebagai
pembuka lagu
diterjemahkan
c.
sebagai entrance
atau pola pencapaian
dalam bangunan.
Pencapaian Memutar
89
Lagu yang terdiri dari
4 bagian dengan pola
AABA sebagai acuan
dalam konsep tata
massa.
B (chorus)
merupakan inti dari
lagu diterjemahkan
sebagai main
building, bisa dengan
pembedaan bentuk,
ukuran, material,dll.
Interlude biasanya
berupa iringan
instrumen antar bait
lagu, diterjemahkan
sebagai penghubung
atau sirkulasi antar
ruang/massa.
Coda sebagai akhir
dari lagu
diterjemahkan
sebagai fungsi
penunjang dan
pelengkap sebagai
tujuan akhir dalam
bangunan.
3.
Elemen Musik
Irama 4/4
Tempo andante
(lambat)
Dinamika piano
(lembut)
a.
Pembedaan Ukuran
b.
Solid-void
a.
Ruang sebagai penghubung
b.
Taman sebagai penghubung
a.
Area penunjang sebagai coda
b.
Amphitheatre sebagai coda
a.
Flowing space
Suasana musik
keroncong yang
tenang
diterjemahkan ke
dalam bangunan
dengan desain yang
90
Harmoni (musik
string)
dinamis, mengalir,
dan fleksibel.
b.
Interactive space
www.archdaily.com
http://cargocollective.com
c.
Dynamic building
guidobondielli.com
a.
Irama sama halnya
dengan repetisi
dalam bangunan,
misalnya pada kolom,
bentuk, atap,dll.
Irama 4/4
menimbulkan kesan
mengalir, dapat
ditunjukkan pada
pola fasad.
b.
Repetisi
Pola fasad
91
amber-inn.com
Dominasi musik
string diterjemahkan
menjadi material
ringan seperti kayu
dan logam, serta
dalam penggunaan
struktur misalnya
pada struktur tarik.
a.
Material
www.plancmedia.com
b.
Struktur tarik
www.criatives.com.br
Sumber: Analisis Penulis, 2015
4.3 Konsep Tata Ruang Luar
4.3.1
Konsep Tata Massa Bangunan
Dari penerjemahan karakteristik musik keroncong ke dalam
bangunan didapatkan beberapa alternatif penerapan desain konsep tata
92
massa. Beberapa alternatif tersebut kemudian dianalisa dan dimasukkan ke
dalam site agar sesuai dengan konsep kontekstual bangunan.
Proses pendekatan untuk mendapatkan bentuk arsitektural yang
sesuai dengan konteks, dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya
menggunakan pola grid, pola linier, maupun pola radial.
a. Pola Grid
Peletakan bangunan pada site berdasarkan pola grid tertentu.
Berdasarkan analisis pola bangunan sekitar site, terdapat dua alternatif
grid yaitu alternatif (1) yang menyesuaikan dengan pola orientasi
bangunan di dalam kawasan, dan alternatif (2) menyesuaikan dengan
bentuk site di bagian barat.
Gambar 4.11 Alternatif Pola Grid
Sumber: Analisis Penulis, 2015
b. Pola Linier
Pola linier merupakan serangkaian bentuk yang disusun secara
berurutan di dalam sebuah baris. Penyusunan secara linier dalam site
lebih terorganisasi karena lebih jelas menunjukkan pola mulai dari
entrance-bangunan-keluar. Selain itu pola ini lebih sesuai dengan
alternatif penyusunan pola berdasarkan analisis pola lagu keroncong.
Gambar 4.12 Alternatif Pola Linier
Sumber: Analisa Penulis,2015
93
Alternatif penyusunan massa dengan cara linier adalah bangunan
dibagi menjadi beberapa massa namun tetap saling berhubungan.
Gambar 4.13 Alternatif Penyusunan Massa secara Linier
Sumber: Analisa Penulis,2015
c. Pola Radial
Pada pola radial terdiri dari suatu komposisi yang memusat di
tengah. Massa di tengah sebagai inti dapat diartikan sebagai main
building yang mewadahi fungsi utama. Dalam sanggar seni musik
keroncong, fungsi utama adalah fungsi edukasi dan pelatihan atau
sanggar itu sendiri.
Gambar 4.14 Alternatif Pola Radial
Sumber: Analisa Penulis,2015
Terdapat beberapa alternatif konsep tata massa yang diterapkan
pada site, yaitu:
a. Alternatif 1
Pada tata massa alternatif 1, pola yang digunakan adalah pola
linier dengan pembagian tiga zonasi berdasarkan pola lagu Bengawan
Solo. Pada bagian intro merupakan bagian entrance sebelum ke inti
bangunan. pada bagian intro terdapat area parkir, amphitheatre sebagai
area pertunjukan outdoor, dan segaran sebagai area publik. Area
amphitheatre ditempatkan di pulau buatan di tengah segaran, sehingga
fungsi segaran sebagai ruang publik tidak tertutupi oleh adanya bangunan
sanggar seni ini. Pada bagian inti, bangunan dibagi menjadi 4 massa
94
sesuai pola lagu A-A-B-A. pada bagian coda atau akhiran lagu nantinya
diletakkan fungsi-fungsi penunjang seperti area café, souvenir shop,
wisma,dll.
Gambar 4.15 Tata massa alternatif 2
Sumber: Analisa Penulis,2015
b. Alternatif 2
Pada alternatif tata massa yang kedua, pola yang digunakan
adalah gabungan dari linier dan radial. Pembagian tetap menjadi 3 zonasi
yaitu intro, inti, dan coda. Alur dari awal sampai akhir menggunakan pola
linier sedangkan alur pada bagian inti menggunakan pola radial yang
terpusat pada bangunan utama. Bentuk massa mengadaptasi bentuk
elemen khas keroncong yaitu ukulele.
Perbedaan dengan alternatif 2 adalah peletakan bagian
bangunan di bagian pulau di tengah segaran, namun tidak menghilangkan
fungsi segaran sebagai area publik. Sehingga bagian bangunan dibuat
seakan melayang dengan void di bagian bawah. Area amphiteatre
diletakkan di zona coda sebagai penutup alur pada bangunan.
Gambar 4.16 Tata massa alternatif 3
Sumber: Analisa Penulis,2015
95
4.3.2
Konsep Bentuk
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, musik keroncong
merupakan musik yang berkarakter. Karakternya dapat dirasakan dan dilihat
melalui musik, lirik, dan pembawaannya. Musik keroncong memiliki suasana
yang tenang dan mengalir. Berdasarkan analisis penerjemahan ke dalam
arsitektur, dari penerjemahan irama keroncong, didapatkan konsep massa
yang dinamis dan fleksibel, namun tetap mempertahankan keteraturan,
karena keroncong memiliki pakem tertentu yang harus tetap ada.
a. Alternatif 1
Gambar 4.17 Konsep Bentuk Alternatif 1
Sumber: Analisa Penulis,2015
Pada alternatif 1, Bentuk dasar massa adalah curve atau
lingkaran yang diatur secara dinamis. Bentuk massa merupakan
transformasi dari irama dan tempo musik keroncong yang mengalir.
Selain itu adanya elemen air yang kuat di site menjadi faktor penting
yang mendukung konsep, karena air merupakan elemen yang ringan
dan mengalir sesuai dengan karakter musik keroncong.
b. Alternatif 2
Pada alternatif 2, bentuk dasar massa diperoleh dari adaptasi
bentuk alat musik utama yang menjadi karakter musik keroncong, yaitu
ukulele. Bagian body ukulele merupakan bagian utama yang terdiri dari
sound hole dan bridge. Bagian soundhole ditransformasikan menjadi
innercourt dalam bangunan dan bagian bridge menjadi penghubung
atau sirkulasi antar bangunan.
96
Gambar 4.18 Konsep Bentuk Alternatif 2
Sumber: Analisa Penulis,2015
4.3.3
Konsep Zonasi Ruang Luar
Berdasarkan batasan KDB bangunan, dan untuk memenuhi
kebutuhan ruang dari analisis perkiraan luasan, bangunan dibagi menjadi 2
lantai. Masing-masing lantai dibagi ke dalam beberapa zonasi sesuai fungsi.
a. Alternatif 1
Bangunan utama sebagai point of interest direncanakan terdiri
dari 2 lantai karena mewadahi fungsi utama yaitu sanggar seni dan pusat
komunitas. Massa yang lain direncanakan terdiri dari 1 lantai namun
dengan ketinggian bangunan yang berbeda-beda.
Gambar 4.19 Zonasi Tata Massa Alternatif 2
Sumber: Analisa Penulis,2015
97
b. Alternatif 2
Bangunan utama yang mewadahi fungsi utama sanggar seni dan
pusat komunitas direncanakan terdiri dari dua lantai, sedangkan massa
pendukungnya juga terdiri dari dua lantai namun lantai 1 merupakan
ruangan terbuka yang dimanfaatkan sebagai area publik.
Gambar 4.20 Zonasi Tata Massa Alternatif 3
Sumber: Analisa Penulis,2015
4.3.4
Perbandingan Alternatif
Kedua
alternatif
desain
dianalisis
lagi
berdasarkan
aspek
kontekstual, filosofis, pola massa, dan bentuk sehingga didapatkan kelebihan
dan kekurangan masing-masing seperti pada tabel berikut.
Tabel 4.7 Perbandingan Alternatif Desain
ALTERNATIF 1
KONTEKSTUAL
FILOSOFIS
Bangunan tidak dominan,
lebih tersamar
Penerapan pola lagu
POLA MASSA
Order massa lebih acak
BENTUK
Lebih dinamis, lebih banyak
area terbuka
TOTAL
ALTERNATIF 2
+
+
+
Bangunan mendominasi,
kurang tersamar
Transformasi bentuk
ukulele
Order massa linier lebih
teratur
Lebih massif, terkesan
gigantic
3
+
+
2
Sumber: Analisis Penulis, 2015
98
Berdasarkan analisis, alternatif 1 lebih unggul dibandingkan
alternatif kedua sehingga dipilih alternatif 1 sebagai acuan desain yang akan
dieksplorasi lebih lanjut.
4.3.5
Konsep Fasad
Fasad merupakan elemen yang sangat menentukan citra ruang
sehingga perlu untuk ditentukan tipologi design yang dapat mengakomodasi
kondisi masa kini dengan kebutuhan penciptaan kawasan yang spesifik.
Fasad dapat menjadi media ekspresi yang dapat dirasakan secara langsung
secara visual. Dalam merancang fasad bangunan sanggar seni musik
keroncong, perlu memperhatikan kondisi di dalam kawasan Sriwedari.
Konsep Tipologi fasad di Kawasan Sriwedari menurut Rencana Induk
Pengembangan (RIP) kawasan:

Pemilihan tipologi elemen-elemen fasade bangunan yang akan
diterapkan dalam kawasan perencanaan berdasarkan akulturasi
langgam arsitektur tradisional Jawa Tengah dengan Arsitektur
anggam modern

Tipologi fasad bangunan disesuaikan dengan tema kawasan (wisata
budaya) dan fungsi masing-masing bangunan.

Pada bangunan baru diterapkan akulturasi langgam arsitektur
tradisional Jawa Tengah dengan arsitektur langgam modern,
sedangkan pada bangunan lama yang dipertahankan diterapkan
langgam arsitektur tradisional Jawa Tengah.
Fasad yang diterapkan pada bangunan adalah adaptasi dari elemen-
elemen tradisional yang diterapkan secara modern. elemen yang diterapkan
misalnya ukiran jawa atau transformasi motif batik.
Gambar 4.21 Penggunaan Fasad Batik
Sumber: kalbarjawai.blogspot.com
99
Gambar 4.22 Penggunaan Ukiran Jawa
Sumber: surakarta.go.id
Perencanaan desain fasad sesuai dengan alternatif penerapan
karakteristik musik keroncong yaitu ritme atau irama 4/4 yang memberikan
kesan mengalir dan dinamis.
Gambar 4.23 Contoh Penggunaan Fasad Dinamis
Sumber: Analisis Penulis,2015
4.3.6
Konsep Material
Konsep material menjadi sebuah hal yang penting untuk
menciptakan persepsi visual bagi pengguna bangunan. Material yang dipilih
disesuaikan dengan karakter bangunan. Karakter material berbeda-beda
sesuai dengan suasana yang diinginkan pada bangunan. Beberapa contoh
karakter material yang biasa digunakan menurut Grillo, seperti dalam tabel
berikut.
100
Tabel 4.8 Karakter Material dalam Arsitektur
Material Dasar
Karakter
Limestone
Sederhana dan kuat
Marmer
Kaya, menunjukkan kekuasaan dan
permanensi
Hangat, spesifik, untuk konstruksi kecil,
missal rumah
Praktis, dapat digunakan untuk konstruksi
besar, monumental, komersial, dan
rumah.
Dekoratif, bergaya, memberi efek
teatrikal, menarik, kaya warna.
Ringan, efisien, dingin dank eras, memiliki
garis murni.
Kayu
Batu bata
Stucco
logam
Sumber: Grillo, 1960.
Pada musik keroncong, yang menjadi ciri khas adalah dominasi musik
string dengan alat musik utamanya yaitu ukulele. Musik string memberikan
kesan ringan, mengalir, dan fleksibel. Musik string dapat diterjemahkan ke
dalam penggunaan material bangunan dengan karakter ringan, misalnya
dengan penggunaan material kayu, logam, atau kaca.
Gambar 4.24 Contoh Penggunaan Material Ringan
Sumber: www.plancmedia.com
Suasana keroncong identik dengan suasana yang menenangkan.
Penggunaan material alam seperti batu alam dan memasukkan elemenelemen alam dalam bangunan juga akan menambah kealamian suasana
keroncong. Tidak hanya material, penerapan tekstur misalnya lengkung atau
acak yang disesuaikan dengan suasana yang ingin ditonjolkan. Selain itu
penggunaan warna yang sesuai misalnya warna terang untuk kesan ringan
dan sejuk.
101
4.3.7
Konsep Sirkulasi dan Parkir
Gambar 4.25 Konsep Sirkulasi dan Parkir
Sumber: Analisa Penulis,2015
Penataan sirkulasi berdasarkan 2 jenis pengguna yaitu sirkulasi untuk
kendaraan serta untuk pejalan kaki. Sirkulasi untuk kendaraan dikhususkan
di bagian timur site. Pintu masuk untuk kendaraan berada di sisi timur yang
berbatasan dengan Jalan Museum, sehingga memudahkan akses bagi
kendaraan yang berasal dari jalan Museum maupun jalan Kebangkitan
Nasional.
Karena terdapat di dalam kawasan, maka akan cukup banyak
pengunjung yang juga merupakan pengunjung kawasan Sriwedari, sehingga
dibuat area pedestrian. Pintu masuk di sebelah barat dikhususkan untuk
pejalan kaki. Di bagian utara dan selatan site sebagai pedestrian. Pejalan kaki
tetap bisa melalui pintu utama di sisi timur.
4.3.8
Konsep Lansekap dan Vegetasi
Penataan lansekap difokuskan pada penyediaan ruang terbuka untuk
sarana publik dan area resapan pada tapak. Secara konseptual, perencanaan
lansekap dan vegetasi dapat dimanfaatkan sebagai:
a. Mengurangi beban kebisingan yang masuk pada tapak.
b. Memberi tambahan penghawaan alami.
c. Sebagai pembayang sinar matahari
d. Sebagai penunjuk arah pada tapak.
102
e. Sebagai pembatas ruang pada tapak.
Konsep penataan lansekap dan vegetasi pada site yaitu untuk
mengembalikan konsep awal kawasan sebagai area terbuka hijau dan area
publik. Sehingga area terbuka menjadi aspek dominan pada site dengan
bangunan yang dipecah menjadi beberapa massa.
Konsep penataan vegetasi diambil dari vegetasi yang menjadi
karakteristik taman pada awal didirikan. Vegetasi yang akan dipakai antara
lain adalah pohon cemara, pohon palem raja dengan filosofi jawa “supaya
menjadi pemimpin”, serta pohon sawo kecik dengan filosofi jawa “supaya
selalu becik (baik)”.
Gambar 4.26 Konsep Lansekap dan Vegetasi
Sumber: Analisa Penulis,2015
4.4 Konsep Tata Ruang Dalam
4.4.1
Konsep Zonasi Ruang Dalam
Konsep zonasi ruang dalam bangunan yang terdiri dari 4 massa.
Massa pertama sebagai entrance, lobby, dan ruang workshop yang bersifat
publik. Massa kedua untuk auditorium dengan ketinggian 1 lantai ditambah
mezanine. Massa ketiga merupakan bangunan utama yang menampung
menampung fungsi utama dengan ketinggian dua lantai. Massa terakhir
menampung fasilitas pendukung dan service.
103
Gambar 4.27 Zonasi Ruang Dalam
Sumber: Analisa Penulis,2015
4.4.2
Konsep Pengalaman Ruang
Konsep pengalaman ruang diperoleh melalui kontak panca indera
dengan ruang. Pada bangunan sanggar seni konsep pengalaman ruang terdiri
dari flowing space dan interactive space.
a. Flowing space
Flowing space atau ruang yang mengalir merupakan hasil dari
pembebasan ruang oleh arsitektur modern. Konsep ini merupakan
konsep yang dikembangkan oleh Mies Van der Rohe seperti yang
terlihat pada karyanya German PavilIon International Exhibition di
Barcelona (1929) dan Tugendhat House (1930), dengan ciri-ciri :

Pembagian ruang dengan dinding berdiri sendiri

Atap ditopang oleh kolom baja

Pembagian ruang dengan partisi merupakan perwujudan ide
tentang flexibility
104
Gambar 4.28 Flowing Space
Sumber: Analisis Penulis, 2015
b. Interactive space
Interactive
space
merupakan
ruang-ruang
yang
dapat
menimbulkan interaksi antara sesama pengguna bangunan, antara
pengunjung dan pelaku seni, serta antara pengguna bangunan dengan
musik keroncong itu sendiri.
Gambar 4.29 Interactive Space
Sumber: Archdaily.com
4.4.3
Konsep Ruang Khusus
a. Sirkulasi
Contoh penerapan suasana musik keroncong yang mengalir dan
tenang yang diterapkan ke dalam ruang yang dinamis. Musik keroncong
mempunyai ciri khas tempo lagu yang lambat namun kontras dengan
teknik permainan ukulele yang intens atau cepat. Penerapan tempo
lambat pada bagian dinding yang lengkung, sedangkan permainan
ukulele yang cepat diterapkan dari repetisi sudut, kemudian didukung
dengan penggunaan warna, tekstur dan material yang mendukung
suasana.
105
Gambar 4.30 Karakter Keroncong pada Sirkulasi
Sumber: Analisis Penulis, 2015
b. Galeri Seni
Galeri Seni menjadi salah satu fasilitas yang disediakan untuk
pengunjung yang ingin sekedar tahu mengenai sejarah singkat dan
pengenalan musik keroncong. Galeri seni ini memadukan aspek visual
dan audiovisual, serta juga penerapan interactive learning dimana
pengunjung terlibat. Aspek visual dari beberapa penjelasan dan gambar,
aspek audiovisual dari lagu-lagu keroncong yang diperdengarkan, serta
aspek interactive dari contoh alat musik keroncong misalnya ukulele
yang dapat dicoba dimainkan oleh pengunjung.
Gambar 4.31 Contoh Interactive Gallery (Floating Market Lembang)
Sumber: Dokumentasi Penulis, 2015
Contoh penciptaan suasana ruang yang menerapkan pola ritme
musik keroncong pada alur sirkulasi yang dibuat mengalir dan berlevelling, serta penggunaan material alam pada dinding dan lanta untuk
menambah suasana alami.
106
Gambar 4.32 Karakter Keroncong pada Galeri Seni
Sumber: Analisis Penulis, 2015
c. Auditorium
Terdapat dua format yang dapat dipahami yaitu format
panggung proscenium dan format panggung terbuka (open stage).
Format panggung proscenium memberi kesan bahwa seolah-olah
pertunjukan dilihat melalui sebuah jendela atau lubang. Pembagian
tribun dan panggung sangat jelas dengan adanya pembatas dinding
jendela tersebut. Sedangkan format panggung terbuka menempatkan
panggung dan tribun dalam satu volume tunggal dengan posisi tribun di
depan dan samping bahkan di sekeliling panggung. Pembagian tribun
dan panggung kurang jelas karena hanya menggunakan perbedaan
platform pada panggung yang biasanya lebih tinggi.
Gambar 4.33 Panggung Proscenium (kiri) Panggung Terbuka (kanan)
Sumber: http://www.lcsd.gov.hk
Pertunjukan musik keroncong tidak memerlukan gerakan ke
segala arah seperti pada pertunjukan tari. Musik keroncong hanya
menampilkan satu sisi saja sehingga tipe Panggung Proscenium lebih
sesuai.
107
Contoh penerapan pada bangunan adalah dengan bentuk
lengkung untuk memaksimalkan penglihatan penonton pada panggung,
serta untuk menyesuaikan dengan bentuk dinamis pada bangunan.
Gambar 4.34 Contoh Alternatif Bentuk Auditorium
Sumber: Analisis Penulis, 2015
d. Ruang Kelas
Layout dalam ruang kelas dibedakan menjadi dua yaitu layout
untuk ruang kelas teori yang lebih bersifat satu arah, sehingga
penempatan area pengajar di depan, serta layout untuk ruang kelas
praktek dengan siswa yang mengelilingi pengajar sehingga dapat terjadi
interaksi antara pengajar dan siswa.
PENGAJAR
PENGAJAR
SISWA INSTRUMEN
Gambar 4.35 Contoh Layout Ruang Kelas
Sumber: Analisis Penulis, 2015
Suasana Ruang Kelas diciptakan dari interaksi antara ruang luar
dan ruang dalam sehingga elemen-elemen alam di luar dapat dinikmati
dari dalam kelas. Cara tersebut digunakan untuk memberikan suasana
keroncong yang identik dengan ketenangan.
108
Gambar 4.36 Contoh Suasana Ruang Kelas
Sumber: Google.com dan Montase
e. Ruang Komunitas
Ruang komunitas dibuat lebih fleksibel. Ruang komunitas berada
di innercourt sehingga lebih mudah dicapai dan terlihat oleh pengunjung,
supaya para pengunjung bisa dengan mudah melihat kegiatan dari
komunitas keroncong.
Gambar 4.37 Innercourt
Sumber: Google.com
109
4.5 Konsep Akustik
Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam sebuah bangunan musik
adalah konsep akustik yang harus memenuhi standar perancangan. Konsep akustik
yang baik diterapkan pada beberapa ruang di dalam bangunan sanggar seni yaitu
ruang kelas, studio musik, dan auditorium. 23
a. Akustik pada Ruang Kelas
Persyaratan akustik ruang yang baik harus memenuhi beberapa aspek.
Menurut Doelle (1972), persyaratan dalam ruang untuk mengajar, latihan
pergelaran atau latihan musik adalah:
1) Luas lantai, tinggi, bentuk, dan volume ruang di desain agar memperoleh
dengung, difusi, keseimbangan, dan keterpaduan yang tepat.
2) Jumlah bahan penyerap bunyi yang banyak harus digunakan untuk
membuat ruang-ruang ini cukup mati sehingga daya akustik berlebihan
yang ditimbulkan oleh masing-masing instrumen dapat diredam.
3) Transmisi bunyi yang tidak diinginkan antara ruang-ruang yang digunakan
secara serentak harus direduksi seminimal mungkin.
Gambar 4.38 Akustik pada Ruang Kelas
Sumber: Akustik Lingkungan, Erlangga
b.
Akustik pada Studio Musik
Persyaratan akustik pada ruang studio menurut Doelle (1972) adalah:
1) Ukuran dan bentuk studio yang optimum harus diadakan
2) Derajat difusi yang tinggi harus terjamin
3) Karakteristik dengung harus ideal
23
Doelle (1972) dalam Maharani, Rizka Tiara. 2013. Perancangan Konservatori Musik Kontemporer di
Yogyakarta dengan Pendekatan Akustik dan Musik. JUTAP UGM.
110
4) Bising dan getaran harus dihilangkan
Pada studio rekaman dibutuhkan ruang kontrol dan ruang tracking
dengan lingkungan akustik mati. Luas lantai dan bentuk tergantung pada
pengguna dan alat-alat di dalamnya.
c.
Akustik pada Auditorium
Persyaratan akustik ruang pada auditorium atau ruang pertunjukan
menurut Doelle (1972) adalah:
1) Kekerasan yang cukup, dapat ditempuh dengan cara:

Bentuk gedung pertunjukan didesain agar didapatkan keintiman
antara pengunjung dan sumber bunyi

Lantai tempat penonton duduk dibuat cukup landai atau miring supaya
bunyi lebih mudah diserap.

Sumber bunyi dibuat lebih tinggi agar gelombang bunyi merambat
langsung ke arah pengunjung (tanpa pemantulan).

Sumber bunyi dikelilingi pelingkup yang dapat memantulkan
Gambar 4.39 Akustik pada Auditorium
Sumber: Analisa Penulis,2015

Sumber bunyi dikelilingi pelingkup yang dapat memantulkan bunyi
yang besar untuk memberikan energy pantul pada pengunjung yang
jaraknya jauh. Bentuk permukaan pemantul yang cembung cenderung
menyebarkan gelombang bunyi, sedangkan permukaan yang cekung
cenderung mengumpulkan gelombang bunyi pantul. Untuk ruangan
yang besar, dapat menggunakan pemantul-pemantul bunyi yang besar
untuk optimalisasi bunyi.
111
Gambar 4.40 Pengaturan Pemantul Bunyi
Sumber: Analisa Penulis,2015

Permukaan pantul tambahan harus disediakan untuk mengarahkan
bunyi kembali ke penonton.

Penonton harus berada di daerah yang menguntungkan baik hal
audio maupun visual. Lorong antar tempat duduk tidak boleh
ditempatkan di sepanjang sumbu longitudinal ruang pertunjukan,
dimana kondisi audio dan visual sangat baik.
2) Difusi bunyi yang merata
Pemasangan permukaan tak teratur dalam jumlah yang banyak serta
ukuran yang cukup pada ruang dengan waktu dengung yang agak panjang
akan mempengaruhi suara yang didengar.
3) Pengendalian dengung
Perlu adanya lapisan akustik yang diberikan pada dinding belakang yang
berlawanan dengan sumber bunyi dan di bagian tengah langit-langit
auditorium agar pemantulan bunyi lebih cepat.
4) Eliminasi cacat akustik ruang seperti gema atau gaung dengan cara
pemberian bahan penyerap suara di bagian yang menimbulkan gema.
4.6 Konsep Struktur
Bangunan sanggar seni musik keroncong direncanakan terdiri dari beberapa
massa yang terpisah. Dari beberapa massa ini terdapat satu massa sebagai bangunan
utama yang terdiri dari 2 lantai. Struktur yang digunakan untuk bangunan sanggar seni
musik keroncong berdasarkan karakteristik ruangnya dibedakan menjadi:
a. Struktur Portal
Pada massa yang menampung fungsi sanggar seni dan pusat komunitas
menggunakan struktur portal berdasarkan grid-grid tertentu.
112
b. Struktur Bentang Panjang
Pada massa yang menampung ruang auditorium atau ruang pertunjukan
musik, menggunakan struktur bentang panjang karena ruang-ruang tersebut
membutuhkan ruangan yang bebas kolom.
c. Struktur atap
Atap direncanakan akan menggunakan bentuk yang fluid, mengikuti
konsep transformasi karakter musik keroncong yang mengalir, sehingga struktur
atap yang digunakan adalah truss baja atau juga dengan sistem tarik.
113
Download