Fenomena Ahmadiyah dan aborsi di Indonesia

advertisement
Fenomena Ahmadiyah di Indonesia
Oleh: Imam Fauzi
Jurusan Sosiologi dan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang
Tlp: 081226644687/085647846873 (email: [email protected])
Ahmadiyah, adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam
Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889, di sebuah kota kecil yang bernama Qadian di negara
bagian Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, al Masih dan al
Mahdi. Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai "Ahmadi" atau "Muslim Ahmadi",
terbagi menjadi dua kelompok:
1. AhmadiyahQadian
Kelompok pertama ialah "Ahmadiyya Muslim Jama'at" (atau Ahmadiyah Qadian).
Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah
Indonesia, yang telah berbadan hukum sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA
5/23/13 Tgl. 13-3-1953). Di Indonesia dikenal dengan ''Jemaat Ahmadiyah Indonesia''
(berpusat di Bogor), yakni kelompok yang mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad
adalah seorang mujaddid (pembaharu) dan seorang nabi yang tidak membawa syariat baru.
Pokok-Pokok Ajaran Ahmadiyah Qadian sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Mengimani dan meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad, laki-laki kelahiran India yang
mengaku menjadi nabi, adalah nabinya.
Mengimani dan meyakini bahwa "Tadzkirah" yang merupakan kumpulan sajak buatan
Mirza Ghulam Ahmad adalah kitab sucinya. Mereka menganggap bahwa wahyu adalah
yang diturunkan kepada Mirza Ghulam Ahmad.
Mengimani dan meyakini bahwa kitab "Tadzkirah" derajatnya sama dengan Alquran.
Mengimani dan meyakini bahwa wahyu dan kenabian tidak terputus dengan diutusnya
Nabi Muhammad saw. Mereka beranggapan bahwa risalah kenabian terus berlanjut
sampai hari kiamat.
Mengimani dan meyakini bahwa Rabwah dan Qadian di India adalah tempat suci
sebagaimana Mekah dan Madinah.
Mengimani dan meyakini bahwa surga berada di Qadian dan Rabwah. Mereka
menganggap bahwa keduanya sebagai tempat turunnya wahyu.
Wanita Ahmadiyah haram menikah dengan laki-laki di luar Ahmadiyah, namun lakilaki Ahmadiyah boleh menikah dengan wanita di luar Ahmadiyah.
Haram hukumnya salat bermakmum dengan orang di luar Ahmadiyah.
2. Ahmadiyah Lahore
Kelompok kedua ialah "Ahmadiyya Anjuman Isha'at-e-Islam Lahore" (atau
Ahmadiyah Lahore). Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama
Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang mendapat Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April
1930. Anggaran Dasar organisasi diumumkan Berita Negara tanggal 28 November 1986
Nomor 95 Lampiran Nomor 35. Di Indonesia dikenal dengan ''Gerakan Ahmadiyah
Indonesia'' (berpusat di Yogyakarta). Secara umum kelompok ini tidak menganggap Mirza
Ghulam Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekedar mujaddid dari ajaran Islam.
Selengkapnya, Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan bahwa mereka:
a. Percaya pada semua (aqidah) dan hukum-hukum yang tercantum dalam Al Quran dan
Hadits, dan percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama
salaf dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah menurut Salafi ahlus-sunnah wal-jama'ah, dan
yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir.
b. Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi
lagi, baik nabi lama maupun nabi baru.
c. Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwat
kepada siapa pun.
d. Apabila malaikat Jibril membawa ''wahyu nubuwwat'' (wahyu risalat) satu kata saja
kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: ''walâkin rasûlillâhi wa
khâtamun-nabiyyîn'' (QS 33:40), dan berarti membuka pintu ''khatamun-nubuwwat''.
e. Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah ''wahyu nubuwwat'' telah tertutup, akan tetapi
silsilah ''wahyu walayat'' tetap terbuka, agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan
segar.
f. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan
datang auliya Allah, para ''mujaddid'' dan para ''muhaddats'', akan tetapi tidak akan
datang nabi.
g. Mirza Ghulam Ahmad adalah ''mujaddid'' abad 14 H. Dan menurut Hadits, ''mujaddid''
akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi
berkedudukan sebagai ''mujaddid''.
h. Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun
Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa
disebut kafir.
i. Seorang muslim, apabila mengucapkan syahadat kalimah thayyibah, dia tidak boleh
disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah
dan maksiat, tidak bisa disebut kafir.
j. Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan
pengemban misi Nabi Muhammad SAW
Kontroversi Ajaran Ahmadiyah di Indonesia
Menurut sudut pandang umum umat Islam, ajaran Ahmadiyah (Qadian) dianggap
melenceng dari ajaran Islam sebenarnya karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai
nabi yaitu Isa al Masih dan Imam Mahdi, hal yang bertentangan dengan pandangan
umumnya kaum muslim yang mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir
walaupun juga mempercayai kedatangan Isa al Masih dan Imam Mahdi setelah Beliau
saw(Isa al Masih dan Imam Mahdi akan menjadi umat Nabi Muhammad SAW). Perbedaan
Ahmadiyah dengan kaum Muslim pada umumnya adalah karena Ahmadiyah menganggap
bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi telah datang ke dunia ini seperti yang telah
dinubuwwatkan Nabi Muhammad SAW. Namun umat Islam pada umumnya mempercayai
bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi belum turun ke dunia. Sedangkan permasalahanpermasalahan selain itu adalah perbedaan penafsiran ayat-ayat al Quran saja. Ahmadiyah
sering dikait-kaitkan dengan adanya kitab Tazkirah. Sebenarnya kitab tersebut bukanlah
satu kitab suci bagi warga Ahmadiyah, namun hanya merupakan satu buku yang berisi
kumpulan pengalaman ruhani pendiri Jemaat Ahmadiyah, layaknya diary. Tidak semua
anggota Ahmadiyah memilikinya, karena yang digunakan sebagai pegangan dan pedoman
hidup adalah Al Quran-ul-Karim saja. Ada pula yang menyebutkan bahwa Kota suci Jemaat
Ahmadiyah adalah Qadian dan Rabwah. Namun tidak demikian adanya, kota suci Jemaat
Ahmadiyah adalah sama dengan kota suci umat Islam lainnya, yakni Mekkah dan Madinah.
Sedangkan Ahmadiyah Lahore mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah mujaddid
dan tidak disetarakan dengan posisi nabi, sesuai keterangan Gerakan Ahmadiyah Indonesia
(Ahmadiyah Lahore) untuk Indonesia yang berpusat di Yogyakarta.
SKB (Surat Keputusan Bersama) tentang ajaran & gerakan Ahmadiyah
Atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa
Agung Indonesia pada tanggal 9 Juni 2008 telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama,
yang memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang
bertentangan dengan Islam. Keputusan Bersama Menag, Mendagri, Jaksa Agung tentang
Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau anggota anggota pengurus
Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat (nomor: 3 Tahun 2008, nomor:
KEP-033/A/JA/6/2008, nomor: 199 Tahun 2008)
Kesatu:
Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak
menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran
tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang
menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok
ajaran itu.
Kedua: Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota dan/atau
anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama
Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari
pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi
dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.
Ketiga:
Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang
tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum Kesatu
dan Diktum Kedua dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.
Keempat:
Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan
memelihara kerukunan umat beragama serta ketentraman dan ketertiban kehidupan
bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum
terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia
(JAI).
Kelima:
Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana
dimaksud pada Diktum Kesatu dan Diktum Keempat dapat dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keenam:
Memerintahkan kepada aparat pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan
langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan
Keputusan Bersama ini.
Ketujuh:
Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada
tanggal 9 Juni 2008, oleh Menteri Agama, Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri.
Fatwa MUI untuk Ahmadiyah
Tanggal 21-22 Juli 2005, di Bali, berlangsung Dialog Antar Agama Asia Eropa (Asia
Europe Meeting Interfaith Dialogue), di mana MUI termasuk Panitia Penyelenggara,
melahirkan empat butir Deklarasi yang dikenal dengan deklarasi Bali. Keempat butir itu
adalah: 1) Seluruh Agama dan Kepercayaan menganjurkan sikap perdamaian saling
mengasihi dan toleransi di antara umat manusia. 2) Menumbuhkan dan melindungi HAM
serta kebebasan, termasuk hak individu untuk memilih agama atau keyakinan. 3)
Masyarakat yang berbeda agama dan kepercayaan bersatu dan menegaskan tidak akan
menggunakan aksi kekerasan. 4) Perdamaian, keadilan, kasih sayang dan toleransi perlu
dipelihara untuk menciptakan lingkungan kondusif dalam membangun keselarasan
komunitas dan masyarakat internasional. Fatwa MUI tentang Ahmadiyah, terbukti dengan
jelas, sungguh bertentangan dengan Deklarasi Bali tersebut.
Dalam piagam Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) pasal 18 tentang hak asasi manusia
(HAM), yang juga telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia ditegaskan, “setiap orang
mempunyai hak atas kebebasan berpikir, hati nurani, dan agama”. Fatwa MUI tentang
Ahmadiyah, terbukti bertentangan dengan piagam tersebut dan telah melanggarnya karena
ada unsur pemaksaan kepada jama’ah Ahmadiyah Indonesia untuk mengingkari
kepercayaannya dalam beragama dan memaksanya meyakini kepercayaan yang berbeda.
Sila pertama dari Pancasila yakni asas Ketuhanan Yang Maha Esa telah menjabarkan;
1) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan agama dan kepercayaannya
masing-masing menurut kemanusiaan yang adil dan beradab. 2) Hormat menghormati dan
bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbedabeda sehingga terbina kerukunan hidup. 3) Saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. 4) Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan kepada orang lain. Berdasarkan pada penjabaran sila pertama dari Pancasila
tersebut, maka fatwa MUI tentang Ahmadiyah terbukti bertentangan dengan Pancasila,
Karena ia telah melakukan pemaksaan terhadap Jamaah Ahmadiyah untuk mengingkari
kepercayaannya. Pasal 29 ayat 1 dan 2, UUD 45, mengatakan: 1) Negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa. 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu. Penjelasan mengenai pasal tersebut menyatakan: “Kebebasan
beragama adalah salah satu hak yang paling asasi, diantara hak-hak asasi manusia, karena
kebebasan beragama langsung bersumber pada martabat manusia sebagai mahluk ciptaan
Tuhan. Hak kebebasan beragama bukan pemberian negara atau bukan pemberian golongan.
Agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasar keyakinan, sehingga tidak
dapat dipaksakan dan tidak memaksa setiap manusia untuk memeluk dan menganutnya”.
Penutup
Kepercayaan dan keimanan adalah hak prerogatif manusia. Siapa pun tak bisa mengatur
dan memaksakannya. Ini adalah urusan agama yang sangat privatif, merupakan bagian dari
urusan internal agama yang dianutnya. Siapa pun tak berhak mengurusi dan
memaksakannya termasuk negara (pemerintah).
Indonesia merupakan negeri Pancasila yang menganut paham kebhinekaan, bukan
pemerintahan teokrasi yang hanya dimiliki satu agama. Namun demikian, jika Ahmadiyah
yang mengklaim dirinya Islam dan dirasakan oleh umat Islam dengan ormasnya bahwa
ajaran Ahmadiyah melenceng atau tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya,
maka hendaknya Ahmadiyah tidak dibiarkan berkembang apalagi tumbuh menjadi besar di
negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Pemerintah memang mengakui
enam agama yang ada di negara Indonesia, namun dikarenakan Ahmadiyah tidak sesuai
dengan ajaran Islam yang sesungguhnya maka Ahmadiyah bukan merupakan Islam yang
harus di berantas agar tidak menuai pergolakan (disentegrasi) bangsa dan umat.
Fenomena Aborsi
Aborsi adalah berakhirnya masa kehamilan dengan keluarnya janin dari kandungan
sebelum tiba masa kelahiran secara alamiah. Jalan final ini merupakan arah menuju kondisi
yang lebih baik untuk menghindarkan diri dari risiko serta ancaman ketika tidak melakukan
aborsi. Aborsi dipandang sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan etika
budaya ketimuran, karena budaya timur masih memegang kuat agamanya. Jelas bahwa ini
bukan masalah individu lagi, tapi benar-benar masalah sosial karena tidak hanya
menyangkut kesehatan perempuan, tetapi juga menghasilkan dampak serius terhadap
situasi demografis di seluruh negeri dan pada suasana psikologis dalam masyarakat pada
umumnya dan dalam keluarga pada khususnya.
Pertama-tama, akan sangat penting untuk merujuk kepada beberapa data statistik yang
membuktikan bahwa aborsi tidak dapat dilarang, khususnya di negara berkembang dengan
baik. Tapi perlu untuk di garis bawahi bahwa aborsi bukanlah masalah perempuan saja,
namun itu masalah seluruh masyarakat. Untuk membuktikan pernyataan ini akan cukup
untuk menguatkan alasan bahwa lebih dari 1000 serangan kekerasan terhadap klinik aborsi
dan dokter berkomitmen 1977-1991 dan banyak serangan tetap tidak dilaporkan (Grimes,
1991). Jadi, itu berarti bahwa kelompok-kelompok sosial yang pasti sudah siap untuk
mempertahankan kepercayaan mereka antiaborsi bahkan oleh pelanggaran hukum.
Pada saat yang sama, aborsi dapat menyebabkan masalah dalam keluarga yang
merupakan bagian dari masyarakat. Faktanya adalah bahwa sangat penting bagi seorang
wanita untuk memiliki suasana yang mendukung dari bagian dari kerabat terdekat, yakni
suami dan orangtua. Spesialis sangat merekomendasikan mengambil keputusan aborsi oleh
kedua pasangan yang dapat membuat keluarga kuat sedangkan perselisihan dapat
mengakibatkan perceraian. Tetapi juga penting bahwa perempuan tidak dapat dipaksa
untuk aborsi juga. Jadi peran keluarga dalam mengambil keputusan tidak kalah penting
dibandingkan pengaruh masyarakat atau keyakinan pribadi. Dengan mempertimbangkan
semua yang tersebut di atas, perlu untuk mengatakan bahwa aborsi, menjadi fenomena
sosial, memiliki banyak lawan serta pendukung tetapi hanya sebagian kecil yang cukup
radikal dan siap untuk menyangkal titik pandang yang berlawanan. Sebagian besar siap
untuk menerima aborsi walaupun dalam kondisi tertentu. Ini berarti bahwa aborsi harus
disahkan tetapi pada saat yang sama harus diatur secara ketat agar tidak membahayakan
kesehatan wanita atau anak-anak mereka dalam kasus-kasus ketika aborsi mungkin yang
dapat dihindari.
Di kalangan masyrakat menengah, aborsi dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Hal itu
bertentangan dengan nilai budaya yang melekat pada kebiasaan normatif yang menganggap
aborsi merupakan sesuatu yang kejam. Pandangan yang lain datang dari kaum elit yang
menilai aborsi merupakan upaya menyelamatkan kehidupan, khususnya dalam jangka
panjang. Hanya saja, dalam pelaksanananya memerlukan konsekwensi logis. Misalnya,
anak yang lahir hanya menimbulkan konflik dikeluarga yang berujung pada pemilihan jalan
aborsi.
Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.
Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang
diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati. Sedangkan Hajat adalah suatu keadaan di
mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan
mengalami kesulitan besar. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang
membolehkan aborsi adalah Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker
stadium lanjut, TBC dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh
tim dokter. Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
Permasalahan akan muncul apabila menyangkut aborsi provokatus di mana terjadi
aborsi yang dilakukan dengan sengaja. Seorang perempuan terpaksa harus melakukan
aborsi karena keputusan medis. Pengakhiran kehamilan harus dilakukan karena alasan
bahwa kehamilan yang terjadi membahayakan ibunya atau alasan kondisi janin cacat
(aborsi provokatus terapetikus). Seorang perempuan tidak mampu mempertahankan
kehamilannya karena adanya vonis dari dokter terhadap kesehatan dan keselamatan
nyawanya ataupun bayinya. Jenis aborsi ini secara hukum dibenarkan dan mendapat
perlindungan hukum sebagaimana telah diatur dalam pasal 15 ayat (1) dan (2) UndangUndang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992. Ada beberapa hal yang dapat dicermati dari
jenis aborsi ini yaitu bahwa ternyata aborsi dapat dibenarkan secara hukum apabila
dilakukan dengan adanya pertimbangan medis. Dalam hal ini berarti dokter atau tenaga
kesehatan mempunyai hak untuk melakukan aborsi dengan menggunakan pertimbangan
Demi menyelamatkan ibu hamil atau janinnya. Berdasarkan pasal 15 ayat (2) UndangUndang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, tindakan medis (aborsi) sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan
tanggung jawab profesi serta pertimbangan tim ahli.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengkualifikasikan perbuatan
aborsi tersebut sebagai kejahatan terhadap nyawa. Agar dapat membahas secara detail dan
cermat mengenai aborsi provokatus kriminalis, kiranya perlu diketahui bagaimana
konstruksi hukum yang berkaitan dengan tindakan aborsi sebagai kejahatan yang
ditentukan dalam KUHP.
KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d 349:
a. Pasal 229: Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau
menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa
karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
b. Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.
c. Pasal 347:
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama
duabelas. tahun.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan
pidana penjara paling lama limabelas tahun.
d. Pasal 348:
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama
lima tahun enam bulan.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan
pidana penjara tujuh tahun.
e. Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal
347 & 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan
sepertiga & dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan
dilakukan.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a) Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh
orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
b) Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, & jika ibu
hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
c) Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara &
bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
d) Jika yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter,
bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk
berpraktik dapat dicabut.
e) Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup
serta mempertahankan hidupnya.
Kesimpulan
Kasus
Pisau
Kebenaran
umum
(Agama)
Kebenaran
Filsafat
Hak & Kewajiban
(sebagai
wargenegara)
Analisis
Ahmadiyah
Salah
Ontologis:
salah
Epistimologis: subjektif
yang
Intersubjektif
Setiap orang
mempunyai kewajiban
beragama (memeluk
salah satu agama),
setiap orang berhak
memilih agama yang di
kehendaki
Setiap orang harus
beragama sesuai
jenis agama yang
telah diakui oleh
pemerintah.
Pemerintah
mengatur
kebebasan
beragama.
Setiap orang
mempunyai kewajiban
berkeluarga dan
meneruskan keturunan
sesuai aturan yang
berlaku, dan berhak
memilih pasangan
hidup serta
mempertahankan cetra
diri atau nama baik
(kehormatan) hidupnya.
Negara mengatur
tat cara kehidupan
berkeluarga.
Negara mengatur
ketertiban dan
keberlangsungan
hidup anak
Aksiologis:
negatif
Aborsi
Salah
Ontologis:
salah
Epistimologis: subjektif
yang
Intersubjektif
Aksiologis:
negatif
Negara
Penjelasan
Kerangka Analisis (Teori Dialektika Hegel)
Ahmadiyah
Thesis
Ahmadiyah, adalah
gerakan keislaman yang
berasal dari India.
Didirikan oleh Mirza
Ghulam Ahmad
Antithesis
Ahmadiyah Qodiran bukan
bagian dari Agama Islam,
dikarenakan mengimani Mirza
Ghulam Ahmad sebagai nabi
setelah Muhammad SAW
Sinthesis
Tentu saja Ahmadiyah itu Islam, karena
menjalankan ritualitas Islam. Namun
Islamnya bukan islam seperti yang
diyakini oleh sebagian besar pemeluk
Islam kerena mempercayai MGA
sebagai nabi.
Aborsi
Thesis
Aborsi terjadi karena
keadaan sosial yang
tidak mendukung
seseorang untuk hamil
dan punya anak.
Antithesis
Aborsi sebagai pembunuhan
terhadap nyawa tak berdosa.
Terjadi karena keegoisan
orang tua yang tidak mau
bertanggungjawab.
Sinthesis
Aborsi diperbolehkan jika berkaitan
dengan kondisi kesehatan (nyawa) si
Ibu. Dan aborsi dilarang jika hanya di
dasari sikap yang belum siap untuk
mempunyai keturunan, entah dengan
alasan apa pun. Ada UUD yang
mengatur secara tegas.
Download