Fenomena Ahmadiyah di Indonesia Oleh: Imam Fauzi Jurusan Sosiologi dan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang Tlp: 081226644687/085647846873 (email: [email protected]) Ahmadiyah, adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889, di sebuah kota kecil yang bernama Qadian di negara bagian Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, al Masih dan al Mahdi. Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai "Ahmadi" atau "Muslim Ahmadi", terbagi menjadi dua kelompok: 1. AhmadiyahQadian Kelompok pertama ialah "Ahmadiyya Muslim Jama'at" (atau Ahmadiyah Qadian). Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang telah berbadan hukum sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953). Di Indonesia dikenal dengan ''Jemaat Ahmadiyah Indonesia'' (berpusat di Bogor), yakni kelompok yang mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaharu) dan seorang nabi yang tidak membawa syariat baru. Pokok-Pokok Ajaran Ahmadiyah Qadian sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. Mengimani dan meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad, laki-laki kelahiran India yang mengaku menjadi nabi, adalah nabinya. Mengimani dan meyakini bahwa "Tadzkirah" yang merupakan kumpulan sajak buatan Mirza Ghulam Ahmad adalah kitab sucinya. Mereka menganggap bahwa wahyu adalah yang diturunkan kepada Mirza Ghulam Ahmad. Mengimani dan meyakini bahwa kitab "Tadzkirah" derajatnya sama dengan Alquran. Mengimani dan meyakini bahwa wahyu dan kenabian tidak terputus dengan diutusnya Nabi Muhammad saw. Mereka beranggapan bahwa risalah kenabian terus berlanjut sampai hari kiamat. Mengimani dan meyakini bahwa Rabwah dan Qadian di India adalah tempat suci sebagaimana Mekah dan Madinah. Mengimani dan meyakini bahwa surga berada di Qadian dan Rabwah. Mereka menganggap bahwa keduanya sebagai tempat turunnya wahyu. Wanita Ahmadiyah haram menikah dengan laki-laki di luar Ahmadiyah, namun lakilaki Ahmadiyah boleh menikah dengan wanita di luar Ahmadiyah. Haram hukumnya salat bermakmum dengan orang di luar Ahmadiyah. 2. Ahmadiyah Lahore Kelompok kedua ialah "Ahmadiyya Anjuman Isha'at-e-Islam Lahore" (atau Ahmadiyah Lahore). Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang mendapat Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930. Anggaran Dasar organisasi diumumkan Berita Negara tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35. Di Indonesia dikenal dengan ''Gerakan Ahmadiyah Indonesia'' (berpusat di Yogyakarta). Secara umum kelompok ini tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekedar mujaddid dari ajaran Islam. Selengkapnya, Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan bahwa mereka: a. Percaya pada semua (aqidah) dan hukum-hukum yang tercantum dalam Al Quran dan Hadits, dan percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama salaf dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah menurut Salafi ahlus-sunnah wal-jama'ah, dan yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir. b. Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi, baik nabi lama maupun nabi baru. c. Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwat kepada siapa pun. d. Apabila malaikat Jibril membawa ''wahyu nubuwwat'' (wahyu risalat) satu kata saja kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: ''walâkin rasûlillâhi wa khâtamun-nabiyyîn'' (QS 33:40), dan berarti membuka pintu ''khatamun-nubuwwat''. e. Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah ''wahyu nubuwwat'' telah tertutup, akan tetapi silsilah ''wahyu walayat'' tetap terbuka, agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan segar. f. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang auliya Allah, para ''mujaddid'' dan para ''muhaddats'', akan tetapi tidak akan datang nabi. g. Mirza Ghulam Ahmad adalah ''mujaddid'' abad 14 H. Dan menurut Hadits, ''mujaddid'' akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai ''mujaddid''. h. Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa disebut kafir. i. Seorang muslim, apabila mengucapkan syahadat kalimah thayyibah, dia tidak boleh disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah dan maksiat, tidak bisa disebut kafir. j. Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan pengemban misi Nabi Muhammad SAW Kontroversi Ajaran Ahmadiyah di Indonesia Menurut sudut pandang umum umat Islam, ajaran Ahmadiyah (Qadian) dianggap melenceng dari ajaran Islam sebenarnya karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi yaitu Isa al Masih dan Imam Mahdi, hal yang bertentangan dengan pandangan umumnya kaum muslim yang mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir walaupun juga mempercayai kedatangan Isa al Masih dan Imam Mahdi setelah Beliau saw(Isa al Masih dan Imam Mahdi akan menjadi umat Nabi Muhammad SAW). Perbedaan Ahmadiyah dengan kaum Muslim pada umumnya adalah karena Ahmadiyah menganggap bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi telah datang ke dunia ini seperti yang telah dinubuwwatkan Nabi Muhammad SAW. Namun umat Islam pada umumnya mempercayai bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi belum turun ke dunia. Sedangkan permasalahanpermasalahan selain itu adalah perbedaan penafsiran ayat-ayat al Quran saja. Ahmadiyah sering dikait-kaitkan dengan adanya kitab Tazkirah. Sebenarnya kitab tersebut bukanlah satu kitab suci bagi warga Ahmadiyah, namun hanya merupakan satu buku yang berisi kumpulan pengalaman ruhani pendiri Jemaat Ahmadiyah, layaknya diary. Tidak semua anggota Ahmadiyah memilikinya, karena yang digunakan sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah Al Quran-ul-Karim saja. Ada pula yang menyebutkan bahwa Kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah Qadian dan Rabwah. Namun tidak demikian adanya, kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah sama dengan kota suci umat Islam lainnya, yakni Mekkah dan Madinah. Sedangkan Ahmadiyah Lahore mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah mujaddid dan tidak disetarakan dengan posisi nabi, sesuai keterangan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore) untuk Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. SKB (Surat Keputusan Bersama) tentang ajaran & gerakan Ahmadiyah Atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung Indonesia pada tanggal 9 Juni 2008 telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam. Keputusan Bersama Menag, Mendagri, Jaksa Agung tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau anggota anggota pengurus Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat (nomor: 3 Tahun 2008, nomor: KEP-033/A/JA/6/2008, nomor: 199 Tahun 2008) Kesatu: Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran itu. Kedua: Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW. Ketiga: Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum Kesatu dan Diktum Kedua dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya. Keempat: Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketentraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Kelima: Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada Diktum Kesatu dan Diktum Keempat dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keenam: Memerintahkan kepada aparat pemerintah dan pemerintah daerah untuk melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan Bersama ini. Ketujuh: Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Juni 2008, oleh Menteri Agama, Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri. Fatwa MUI untuk Ahmadiyah Tanggal 21-22 Juli 2005, di Bali, berlangsung Dialog Antar Agama Asia Eropa (Asia Europe Meeting Interfaith Dialogue), di mana MUI termasuk Panitia Penyelenggara, melahirkan empat butir Deklarasi yang dikenal dengan deklarasi Bali. Keempat butir itu adalah: 1) Seluruh Agama dan Kepercayaan menganjurkan sikap perdamaian saling mengasihi dan toleransi di antara umat manusia. 2) Menumbuhkan dan melindungi HAM serta kebebasan, termasuk hak individu untuk memilih agama atau keyakinan. 3) Masyarakat yang berbeda agama dan kepercayaan bersatu dan menegaskan tidak akan menggunakan aksi kekerasan. 4) Perdamaian, keadilan, kasih sayang dan toleransi perlu dipelihara untuk menciptakan lingkungan kondusif dalam membangun keselarasan komunitas dan masyarakat internasional. Fatwa MUI tentang Ahmadiyah, terbukti dengan jelas, sungguh bertentangan dengan Deklarasi Bali tersebut. Dalam piagam Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) pasal 18 tentang hak asasi manusia (HAM), yang juga telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia ditegaskan, “setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berpikir, hati nurani, dan agama”. Fatwa MUI tentang Ahmadiyah, terbukti bertentangan dengan piagam tersebut dan telah melanggarnya karena ada unsur pemaksaan kepada jama’ah Ahmadiyah Indonesia untuk mengingkari kepercayaannya dalam beragama dan memaksanya meyakini kepercayaan yang berbeda. Sila pertama dari Pancasila yakni asas Ketuhanan Yang Maha Esa telah menjabarkan; 1) Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut kemanusiaan yang adil dan beradab. 2) Hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbedabeda sehingga terbina kerukunan hidup. 3) Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. 4) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain. Berdasarkan pada penjabaran sila pertama dari Pancasila tersebut, maka fatwa MUI tentang Ahmadiyah terbukti bertentangan dengan Pancasila, Karena ia telah melakukan pemaksaan terhadap Jamaah Ahmadiyah untuk mengingkari kepercayaannya. Pasal 29 ayat 1 dan 2, UUD 45, mengatakan: 1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu. Penjelasan mengenai pasal tersebut menyatakan: “Kebebasan beragama adalah salah satu hak yang paling asasi, diantara hak-hak asasi manusia, karena kebebasan beragama langsung bersumber pada martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Hak kebebasan beragama bukan pemberian negara atau bukan pemberian golongan. Agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasar keyakinan, sehingga tidak dapat dipaksakan dan tidak memaksa setiap manusia untuk memeluk dan menganutnya”. Penutup Kepercayaan dan keimanan adalah hak prerogatif manusia. Siapa pun tak bisa mengatur dan memaksakannya. Ini adalah urusan agama yang sangat privatif, merupakan bagian dari urusan internal agama yang dianutnya. Siapa pun tak berhak mengurusi dan memaksakannya termasuk negara (pemerintah). Indonesia merupakan negeri Pancasila yang menganut paham kebhinekaan, bukan pemerintahan teokrasi yang hanya dimiliki satu agama. Namun demikian, jika Ahmadiyah yang mengklaim dirinya Islam dan dirasakan oleh umat Islam dengan ormasnya bahwa ajaran Ahmadiyah melenceng atau tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya, maka hendaknya Ahmadiyah tidak dibiarkan berkembang apalagi tumbuh menjadi besar di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Pemerintah memang mengakui enam agama yang ada di negara Indonesia, namun dikarenakan Ahmadiyah tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya maka Ahmadiyah bukan merupakan Islam yang harus di berantas agar tidak menuai pergolakan (disentegrasi) bangsa dan umat. Fenomena Aborsi Aborsi adalah berakhirnya masa kehamilan dengan keluarnya janin dari kandungan sebelum tiba masa kelahiran secara alamiah. Jalan final ini merupakan arah menuju kondisi yang lebih baik untuk menghindarkan diri dari risiko serta ancaman ketika tidak melakukan aborsi. Aborsi dipandang sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan etika budaya ketimuran, karena budaya timur masih memegang kuat agamanya. Jelas bahwa ini bukan masalah individu lagi, tapi benar-benar masalah sosial karena tidak hanya menyangkut kesehatan perempuan, tetapi juga menghasilkan dampak serius terhadap situasi demografis di seluruh negeri dan pada suasana psikologis dalam masyarakat pada umumnya dan dalam keluarga pada khususnya. Pertama-tama, akan sangat penting untuk merujuk kepada beberapa data statistik yang membuktikan bahwa aborsi tidak dapat dilarang, khususnya di negara berkembang dengan baik. Tapi perlu untuk di garis bawahi bahwa aborsi bukanlah masalah perempuan saja, namun itu masalah seluruh masyarakat. Untuk membuktikan pernyataan ini akan cukup untuk menguatkan alasan bahwa lebih dari 1000 serangan kekerasan terhadap klinik aborsi dan dokter berkomitmen 1977-1991 dan banyak serangan tetap tidak dilaporkan (Grimes, 1991). Jadi, itu berarti bahwa kelompok-kelompok sosial yang pasti sudah siap untuk mempertahankan kepercayaan mereka antiaborsi bahkan oleh pelanggaran hukum. Pada saat yang sama, aborsi dapat menyebabkan masalah dalam keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat. Faktanya adalah bahwa sangat penting bagi seorang wanita untuk memiliki suasana yang mendukung dari bagian dari kerabat terdekat, yakni suami dan orangtua. Spesialis sangat merekomendasikan mengambil keputusan aborsi oleh kedua pasangan yang dapat membuat keluarga kuat sedangkan perselisihan dapat mengakibatkan perceraian. Tetapi juga penting bahwa perempuan tidak dapat dipaksa untuk aborsi juga. Jadi peran keluarga dalam mengambil keputusan tidak kalah penting dibandingkan pengaruh masyarakat atau keyakinan pribadi. Dengan mempertimbangkan semua yang tersebut di atas, perlu untuk mengatakan bahwa aborsi, menjadi fenomena sosial, memiliki banyak lawan serta pendukung tetapi hanya sebagian kecil yang cukup radikal dan siap untuk menyangkal titik pandang yang berlawanan. Sebagian besar siap untuk menerima aborsi walaupun dalam kondisi tertentu. Ini berarti bahwa aborsi harus disahkan tetapi pada saat yang sama harus diatur secara ketat agar tidak membahayakan kesehatan wanita atau anak-anak mereka dalam kasus-kasus ketika aborsi mungkin yang dapat dihindari. Di kalangan masyrakat menengah, aborsi dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Hal itu bertentangan dengan nilai budaya yang melekat pada kebiasaan normatif yang menganggap aborsi merupakan sesuatu yang kejam. Pandangan yang lain datang dari kaum elit yang menilai aborsi merupakan upaya menyelamatkan kehidupan, khususnya dalam jangka panjang. Hanya saja, dalam pelaksanananya memerlukan konsekwensi logis. Misalnya, anak yang lahir hanya menimbulkan konflik dikeluarga yang berujung pada pemilihan jalan aborsi. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat. Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati. Sedangkan Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh tim dokter. Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu. Permasalahan akan muncul apabila menyangkut aborsi provokatus di mana terjadi aborsi yang dilakukan dengan sengaja. Seorang perempuan terpaksa harus melakukan aborsi karena keputusan medis. Pengakhiran kehamilan harus dilakukan karena alasan bahwa kehamilan yang terjadi membahayakan ibunya atau alasan kondisi janin cacat (aborsi provokatus terapetikus). Seorang perempuan tidak mampu mempertahankan kehamilannya karena adanya vonis dari dokter terhadap kesehatan dan keselamatan nyawanya ataupun bayinya. Jenis aborsi ini secara hukum dibenarkan dan mendapat perlindungan hukum sebagaimana telah diatur dalam pasal 15 ayat (1) dan (2) UndangUndang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992. Ada beberapa hal yang dapat dicermati dari jenis aborsi ini yaitu bahwa ternyata aborsi dapat dibenarkan secara hukum apabila dilakukan dengan adanya pertimbangan medis. Dalam hal ini berarti dokter atau tenaga kesehatan mempunyai hak untuk melakukan aborsi dengan menggunakan pertimbangan Demi menyelamatkan ibu hamil atau janinnya. Berdasarkan pasal 15 ayat (2) UndangUndang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, tindakan medis (aborsi) sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan tim ahli. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengkualifikasikan perbuatan aborsi tersebut sebagai kejahatan terhadap nyawa. Agar dapat membahas secara detail dan cermat mengenai aborsi provokatus kriminalis, kiranya perlu diketahui bagaimana konstruksi hukum yang berkaitan dengan tindakan aborsi sebagai kejahatan yang ditentukan dalam KUHP. KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d 349: a. Pasal 229: Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah. b. Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. c. Pasal 347: 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama duabelas. tahun. 2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun. d. Pasal 348: 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara tujuh tahun. e. Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 & 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga & dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan. Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa: a) Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara. b) Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, & jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara. c) Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara & bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara. d) Jika yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk berpraktik dapat dicabut. e) Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta mempertahankan hidupnya. Kesimpulan Kasus Pisau Kebenaran umum (Agama) Kebenaran Filsafat Hak & Kewajiban (sebagai wargenegara) Analisis Ahmadiyah Salah Ontologis: salah Epistimologis: subjektif yang Intersubjektif Setiap orang mempunyai kewajiban beragama (memeluk salah satu agama), setiap orang berhak memilih agama yang di kehendaki Setiap orang harus beragama sesuai jenis agama yang telah diakui oleh pemerintah. Pemerintah mengatur kebebasan beragama. Setiap orang mempunyai kewajiban berkeluarga dan meneruskan keturunan sesuai aturan yang berlaku, dan berhak memilih pasangan hidup serta mempertahankan cetra diri atau nama baik (kehormatan) hidupnya. Negara mengatur tat cara kehidupan berkeluarga. Negara mengatur ketertiban dan keberlangsungan hidup anak Aksiologis: negatif Aborsi Salah Ontologis: salah Epistimologis: subjektif yang Intersubjektif Aksiologis: negatif Negara Penjelasan Kerangka Analisis (Teori Dialektika Hegel) Ahmadiyah Thesis Ahmadiyah, adalah gerakan keislaman yang berasal dari India. Didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad Antithesis Ahmadiyah Qodiran bukan bagian dari Agama Islam, dikarenakan mengimani Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi setelah Muhammad SAW Sinthesis Tentu saja Ahmadiyah itu Islam, karena menjalankan ritualitas Islam. Namun Islamnya bukan islam seperti yang diyakini oleh sebagian besar pemeluk Islam kerena mempercayai MGA sebagai nabi. Aborsi Thesis Aborsi terjadi karena keadaan sosial yang tidak mendukung seseorang untuk hamil dan punya anak. Antithesis Aborsi sebagai pembunuhan terhadap nyawa tak berdosa. Terjadi karena keegoisan orang tua yang tidak mau bertanggungjawab. Sinthesis Aborsi diperbolehkan jika berkaitan dengan kondisi kesehatan (nyawa) si Ibu. Dan aborsi dilarang jika hanya di dasari sikap yang belum siap untuk mempunyai keturunan, entah dengan alasan apa pun. Ada UUD yang mengatur secara tegas.