28 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penilaian Kinerja 2.1.1 Definisi Penilaian Kinerja Kinerja merupakan hasil kerja yang dihasilkan oleh karyawan atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi. Kinerja pegawai merupakan suatu hal yang sangat penting dalam organisasi untuk mencapai tujuannya, sehingga berbagai kegiatan harus dilakukan organisasi untuk meningkatkannya. Salah satu diantaranya ialah melalui penilaian kinerja. Penilaian kinerja merupakan suatu proses di dalam organisasi untuk menilai kinerja karyawannya. Penilaian kinerja menurut Dessler (1997) bisa didefinisikan sebagai prosedur yang meliputi penetapan standar kerja, penilaian aktual karyawan dalam hubungan dengan standar-standar ini dan memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau tersulut berkinerja lebih tinggi lagi. 2.1.2 Tujuan dan Kegunaan Penilaian Kinerja Tujuan dilakukannya penilaian kinerja adalah untuk memberikan feedback kepada karyawan dalam upaya memperbaiki tampilan kerjanya dan upaya untuk meningkatkan produktivitas organisasi dan secara khusus berkaitan dengan berbagai 29 kebijaksanaan terhadap karyawan seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan. Kegunaan dari penilaian kinerja adalah sebagai berikut : 1. Perbaikan kinerja memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui feedback yang diberikan. 2. Penyesuaian gaji dapat dipakai sebagai informasi untuk mengkompensasi karyawan secara layak sehingga dapat memotivasi mereka. 3. Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukannya penempatan pegawai sesuai dengan keahliannya. 4. Pelatihan dan pengembangan, yaitu melalui penilaian dapat diketahui kelemahan-kelemahan dari pegawai sehingga dapat dilakukannya program pelatihan dan pengembangan yang lebih efektif. 5. Perencanaan karir, yaitu organisasi dapat memberikan bantuan perencanaan karir bagi pegawai dan menyelaraskannya dengan kepentingan organisasi. 6. Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan, yaitu unjuk kerja yang tidak baik menunjukkan adanya kelemahan dalam penempatan sehingga dapat dilakukan perbaikan. 7. Dapat mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain pekerjaan, yaitu kekurangan kinerja perancangan jabatan. akan menunjukkan adanya kekurangan dalam 30 8. Meningkatkan adanya perlakuan kesempatan yang sama pada pegawai, yaitu dengan dilakukannya penilaian yang objektif berarti meningkatkan perlakuan yang adil bagi pegawai. 9. Dapat membantu pegawai mengatasi masalah yang bersifat eksternal, yaitu dengan penilaian unjuk kerja atasan akan mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya unjuk kerja yang jelek, sehingga atasan dapat membantu menyelesaikannya. 10. Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya manusia, yaitu dengan diketahuinya unjuk kerja pegawai secara keseluruhan, ini akan menjadi inforrmasi sejauh mana fungsi sumber daya manusia berjalan dengan baik atau tidak. 2.1.3 Elemen dan Proses Penilaian Kinerja Selanjutnya bilamana penilaian unjuk kerja harus dikaitkan dengan usaha pencapaian unjuk kerja yang diharapkan, maka sebelumnya harus ditentukan tujuantujuan setiap pekerjaan, kemudian penentuan standar atau dimensi-dimensi kerja serta ukurannya, diikuti dengan penentuan metode penilaian, pelaksanaan, dan evaluasi. Proses tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1. 31 Penentuan Sasaran Penentuan Standar/ukuran Penentuan Metode dan Pelaksanaan Penilaian Evaluasi Penilaian Gambar 2.1 Langkah-langkah Penilaian Kinerja Sumber : (Efendi, 2002) 1. Penentuan sasaran Penentuan sasaran harus spesifik, terukur, menantang dan didasarkan pada waktu tertentu. Di samping itu, perlu pula diperhatikan proses penentuan sasaran tersebut, yaitu diharapkan sasaran tugas individu dirumuskan bersama-sama antara atasan dan bawahan. Setiap sasaran yang diturunkan atau diterjemahkan dari sasaran yang lebih tinggi. Jadi sasaran unit adalah bagian dari sasaran organisasi. 2. Penentuan standar kerja Pentingnya penilaian kinerja menghendaki penilaian tersebut harus benar-benar objektif, yaitu mengukur kinerja karyawan yang sesungguhnya 32 yang disebut job related. Artinya, pelaksanaan penilaian harus mencerminkan pelaksanaan kinerja yang sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang mencerminkan keberhasilan pelaksanaan pekerjaan. Untuk itu sistem penilaian kinerja harus : a. Mempunyai standar Mempunyai standar berarti mempunyai dimensi-dimensi yang menunjukkan perilaku kerja yang sedang dinilai, yang umumnya diterjemahkan dari sasaran kerja. Misalnya hasil kerja berupa barang yang dihasilkan, kualitas dan kuantitas, kehadiran di tempat kerja, kepatuhan terhadap peraturan atau prosedur, dan lain-lain. b. Memiliki ukuran yang dapat dipercaya Memiliki ukuran yang dapat dipercaya berarti bilamana digunkan oleh orang lain atau beberapa orang dalam waktu yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang sama. c. Mudah digunakan Mudah digunakan berarti harus praktis dan mudah dipahami oleh penilai dan yang dinilai. 3. Penentuan metode dan pelaksanaan penilaian Metode yang dimaksudkan adalah pendekatan atau cara serta perlengkapan yang digunakan seperti formulir dan pelaksanaannya. 33 4. Evaluasi penilaian Evaluasi penilaian merupakan pemberian umpan balik kepada karyawan mengenai aspek-aspek kinerja yang harus diubah dan dipertahankan serta berbagai tindakan yang harus diambil, baik oleh organisasi maupun karyawan dalam upaya perbaikan kinerja pada masa yang akan datang. 2.1.4 Metode Penilaian Kinerja Secara praktis banyak metode penilaian yang dilakukan, yang sudah barang tentu berbeda-beda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Keseluruhan metode tersebut secara garis besar dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu : 1. Penilaian yang berorientasi pada masa lalu Metode penilaian yang berorientasi pada masa lalu diartikan dan didefinisikan sebagai penilaian perilaku kerja yang dilakukan pada masa lalu sebelum penilaian dilakukan. Dengan mengevaluasi prestasi kerja di masa lalu, para karyawan mengarahkan kepada perbaikan-perbaikan prestasi. Teknik-teknik penilaian tersebut antara lain : a. Rating Scale Rating scale adalah penilaian yang didasarkan pada suatu skala tertentu dari rendah sampai tinggi. Faktor-faktor yang dipilih dalam metode ini biasanya terbagi ke dalam dua jenis yaitu yang berhubungan dengan pekerjaan (jumlah dan mutu pekerjaan) dan yang berhubungan dengan karakteristik pribadi (inisiatif, kemampuan menyesuaikan diri, kerja sama). Formulir penilaian diisi dengan menandai tanggapan yang paling sesuai untuk 34 setiap dimensi pelaksanaan kerja. Tanggapan-tanggapan penilai bisa diberikan dengan nilai-nilai numerik agar memungkinkan skor rata-rata dihitung dan diperbandingkan di antara para karyawan. Kelebihan metode rating scale ini adalah tidak mahal dalam penyusunan dan administrasinya, tidak memakan waktu dan dapat diterapkan untuk jumlah karyawan yang besar. Selain kelebihan-kelebihan tersebut, metode ini juga mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah sulit menentukan kriteria yang relevan dengan pelaksanaan kerja. Apalagi kalau formulir akan diterapkan untuk semua pekerjaan. Suatu kriteria penting bagi pekerjaan tertentu mungkin tidak tercakup dalam formulir penilaian. Dan bila kriteria prestasi kerja tertentu sulit diidentifikasikan, formulir bisa berisi variabel-variabel kepribadian yang tidak relevan dan mengurangi arti penilaian. Hasilnya adalah formulir dan prosedur yang distandarisasi tidak selalu berhubungan dengan pelaksanaan kerja. Evaluasi deskriptif juga dapat diinterprestasikan dengan sangat bervariasi oleh para penilai. Atau dengan kata lain, tipe penilaian ini merupakan peralatan penilaian yang subyektif. Bias penilai cenderung tercermin dalam metode skala penilaian. b. Checklist Checklist adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar unjuk kerja yang sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian penilai memeriksa apakah sudah memenuhi atau melakukannya. Standar-standar unjuk kerja 35 misalnya pegawai hadir atau pulang tepat waktu, pegawai bersedia bilamana diminta untuk lebur, pegawai patuh pada atasan, dan lain-lain. Penilai disini adalah atasan langsung. Kelebihan metode checklist ialah ekonomis, mudah administrasinya, latihan bagi penilai terbatas dan terstandarisasi. Kelemahannya meliputi penggunaan kriteria kepribadian di samping kriteria prestasi kerja, kemungkinan terjadinya bias penilai (terutama half effect), interpretasi salah terhadap item-item checklist dan tidak memungkinkan penilai memberikan penilaian relatif. c. Critical Incident Technique Critical Incident Technique adalah penilaian yang didasarkan pada perilaku khusus yang dilakukan di tempat kerja, baik perilaku yang baik maupun perilaku yang tidak baik. Penilaian dilakukan dengan observasi langsung ke tempat kerja, kemudian mencatat perilaku-perilaku kritis yang tidak baik atau baik, dan mencatat tanggal dan waktu terjadinya perilaku tersebut. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada karyawan, dan mengurangi kesalahan kesan akhir. Kelemahan metode ini ialah bahwa atasan sering tidak berminat mencatat peristiwa-peristiwa kritis atau cenderung mengada-ada, dan bersikap subyektif. 36 d. Skala penilaian berjangkarkan perilaku Skala penilaian berjangkarkan perilaku (behaviorally anchored rating scale – BARS) mengkombinasikan manfaat penilaian berdasarkan kuantitas dan penilaian insiden kritis, penilaian naratif dengan menjangkari sebuah skala berdasarkan kuantitas dengan contoh perilaku-perilaku spesifik dari kinerja yang baik dan jelek (Dessler, 1997). Dengan menggunakan BARS, perilaku kerja yang diperoleh dari critical incident perilaku efektif dan tidak efektif diuraikan secara obyektif. Orang-orang yang sangat memahami satu pekerjaan tertentu mengidentifikasi komponen-komponen utama dari pekerjaan itu. Kemudian, mereka menyusun peringkat dan menvalidasi perilaku spesifik untuk tiap-tiap komponen tadi. e. Observasi dan tes unjuk kerja Observasi dan tes unjuk kerja adalah penilaian yang dilakukan melalui tes dilapangan. Metode ini memerlukan ongkos yang besar dan kurang praktis. f. Metode perbandingan kelompok Metode perbandingan kelompok dilakukan dengan membandingkan seorang karyawan dengan rekan sekerjanya. Penilaian ini biasanya dilakukan oleh penyelia atau atasan langsung. Berbagai metode perbandingan kelompok diantaranya adalah : 37 • Pemeringkatan (ranking method) Pemeringkatan yaitu keseluruhan karyawan dalam suatu kelompok diurutkan dari yang terbaik hingga yang terburuk. Departemen personalia dapat mengetahui karyawan tertentu yang lebih baik daripada yang lain, tetapi tidak mengetahui berapa besar perbedaan prestasi kerja mereka. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk menentukan faktor-faktor pembanding. Kelebihan dari metode ini adalah menyangkut kemudahan administrasi dan penjelasannya. • Pengelompokkan pada klasifikasi yang sudah ditentukan (Grading atau forced distributions) Pada metode ini penilaian memisah-misahkan atau ”menyortir” para karyawan ke dalam berbagai klasifikasi yang berbeda. Biasanya suatu proporsi tertentu harus diletakkan pada setiap kategori. • Metode pemberian poin (point allocation method) Metode ini merupakan bentuk lain metode grading. Penilaian diberikan sejumlah nilai total untuk dialokasikan di antara para karyawan dalam kelompok. Para karyawan yang lebih baik diberi nilai lebih besar daripada karyawan dengan prestasi lebih jelek. Kebaikan metode alokasi nilai adalah bahwa penilai dapat mengevaluasi perbedaan relatif di antara para karyawan. 38 2. Penilaian yang berorientasi pada masa depan Metode ini dapat diartikan dengan penilaian akan potensi seorang pegawai untuk melakukan pekerjaan pada masa yang akan datang. Metode penilaianpenilaian ini terdiri dari : a. Penilaian diri sendiri Penilaian diri sendiri adalah penilaian pegawai untuk diri sendiri dengan harapan pegawai tersebut dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. Pelaksanaannya, organisasi atau atasan penilai mengemukakan harapan-harapan yang diinginkan dari pegawai pada pegawai, tujuan organisasi, dan tantangantantangan yang dihadapi organisasi. Kemudian berdasarkan informasi tersebut pegawai dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku yang perlu diperbaiki. Salah satu kebaikan dari metode ini adalah dapat mencegah terjadinya perilaku membenarkan diri (defensive behavior). Metode ini disebut pendekatan masa depan, sebab pegawai akan memperbaiki diri dalam rangka melakukan tugas-tugas untuk masa yang akan datang dengan lebih baik. b. Management By Objective (MBO) Management by objective adalah sebuah program manajemen yang melibatkan pegawai dalam pengambilan keputusan untuk menentukan sasaran-sasaran yang dicapainya, yang dapat dilakukan melalui prosedur: atasan menginformasikan tujuan yang akan dicapai unit kerjanya yang merupakan terjemahan dari unit kerjanya dari yang lebih atas, dan tentunya 39 dengan tantangan-tantangan yang mungkin dihadapi dalam pencapaian tujuan tersebut. Kemudian, setiap individu menentukan tujuan masing-masing yang dirundingkan dengan atasan dalam periode waktu tertentu, berikut tantangantantangan yang mungkin dihadapi dan bagaimana cara mengatasi tantangan tersebut. Dalam proses pencapaian tujuan, atasan dapat membantu dalam bentuk memberi umpan balik. Pada akhir periode yang ditentukan, atasan dan bawahan melakukan evaluasi tentang pencapaian tujuan tersebut. MBO sebagai metode penilaian kinerja pada masa yang akan datang. Di sini kinerja seseorang akan dinilai melalui tujuan-tujuan yang ditetapkannya serta pencapaian tujuan tersebut. MBO memperlihatkan potensi seseorang dalam pelaksanaan tugas yang lebih besar tanggung jawabnya pada masa yang akan datang melalui pencapaian tujuan tersebut. Kelebihan dari metode ini sebagimana tersirat di dalamnya adalah standar unjuk kerja jelas, ukuran kinerja juga jelas, dapat dipahami oleh atasan dan bawahan, dapat memotivasi karyawan, dan menunjukkan bimbingan dan dukungan yang akan diberikan dalam peningkatan unjuk kerja serta pengembangan pegawai. Kelemahan utama dari metode ini sering kali tujuantujuan yang ditentukan oleh para pegawai bisa terlalu sederhana. c. Penilaian secara psikologis Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan oleh para ahli psikologi untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan intelektual, motivasi, dan 40 lain-lain yang bersifat psikologis. Penilaian ini biasanya dilakukan melalui serangkaian tes psikologi seperti tes kecerdasan, tes kecerdasan emosional, dan tes kepribadian, yang dilakukan melalui wawancara atau tes-tes tulis d. Assessment centre Assessment centre atau pusat penilaian adalah penilaian yang dilakukan melalui serangkaian teknik penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar. Proses pelaksanaannya dilakukan dengan interview mendalam, tes psikologi, pemeriksaan latar belakang, penilaian rekan kerja dan menstimulasikan pekerjaan dalam bentuk mengambil keputusan dari suatu masalah untuk mengetahui kekuatan-kekuatan, kelemahan-kelemahan dari potensi seseorang. Assessment centre biasanya dilakukan di suatu tempat yang terpisah dari tempat kerja dan membutuhkan waktu yang lama serta biaya yang besar. 2.1.5 Pelaksanaan Penilaian Kinerja Siapakah yang sebaiknya melakukan penilaian terhadap kinerja karyawan? Terdapat beberapa alternatif pilihan untuk melakukan penilaian, yaitu : 1. Penilaian yang dilakukan oleh atasan terdekat Penilaian atasan masih tetap merupakan inti dari sistem penilaian. Mendapatkan penilaian seseorang atasan itu relatif rendah dan juga sangat masuk akal. Para atasan merupakan posisi terbaik untuk mengobservasikan dan 41 mengevaluasi kinerja bawahannya dan bertanggung jawab untuk kinerja orang tersebut. 2. Menggunakan penilaian rekan kerja Penilaian atas seorang karyawan oleh rekan kerjanya dapat menjadi efektif dalam meramalkan keberhasilan manajemen masa depan. Penilaian rekan kerja bermanfaat dalam meramal siapa yang akan dipromosikan. 3. Komite penilaian Banyak atasan yang menggunakan komite penilai untuk mengevaluasi karyawan. Komite-komite ini biasanya terkomposisi dari atasan terdekat karyawan dan tiga atau empat atasan lainnya. Bisa menggunakan berbagai macam penilai bisa menguntungkan. Walaupun bisa ada ketidakcocokan dalam penilaian yang dibuat oleh para atasan individual, penilaian gabungan cenderung menjadi lebih handal, lebih jujur dan absah. Beberapa penilai dapat membantu menghapuskan masalah-masalah seperti prasangka di pihak penilai individual. Selanjutnya, bila ada perbedaan dalam penilaian para penilai, itu biasanya berasal dari kenyataan bahwa para penilai pada level yang berbeda sering mengamati faset-faset yang berbeda dari kinerja seorang karyawan. 4. Penilaian diri Penilaian diri karyawan atas kinerja juga kadang-kadang digunakan (biasanya dalam hubungan dengan penilaian para atasan). Masalah dasar dengan semua ini adalah bahwa karyawan biasa menilai diri mereka sendiri lebih tinggi daripada 42 mereka dinilai para atasan atau rekan kerja. Para atasan yang menuntut penilaian diri hendaknya tahu bahwa penilaian mereka dan penilaian diri bisa menonjolkan perbedaan penilai dan orang yang dinilai. 5. Penilaian dilakukan oleh bawahan Banyak perusahaan yang saat ini membiarkan bawahannya menilai kinerja atasan mereka, suatu proses yang banyak disebut umpan balik dari bawah. Proses tersebut membantu manajemen puncak mendiagnosis gaya manajemen, mengidentifikasi masalah-masalah orang yang potensial, dan mengambil tindakan perbaikan dengan para manajer individual sebagaimana dituntut. Penilaian bawahan tersebut terutama bermanfaat bila digunakan lebih untuk tujuan pengembangan daripada tujuan evaluatif. 6. Umpan balik 3600 Banyak perusahaan yang telah memperluas gagasan umpan balik ke atas ke dalam apa yang mereka sebut umpan balik 3600. Informasi kinerja disini dikumpulkan disekeliling karyawan, dari para atasannya, bawahannya, rekan kerja, dan pelanggan internal atau eksternal. Umpan balik umumnya lebih digunakan untuk pelatihan dan pengembangan daripada untuk peningkatan upah. 2.1.6 Periode Penilaian Periode penilaian adalah lamanya waktu untuk mengobservasi kinerja seorang karyawan. Evaluasi atas kinerja biasanya dilakukan secara berkala dalam interval waktu tertentu. Pada sebagian besar organisasi, penilaian dilakukan satu atau dua kali dalam setahun. 43 2.2 Kompetensi 2.2.1 Pengertian Kompetensi Menurut McClelland (1973), kriteria pengukuran kemampuan yang lebih mengutamakan kemampuan akademik dan pengetahuan semata tidak dapat dijadikan alat prediksi kesuksesan individu dalam pekerjaan maupun kehidupannya dan sering bias terhadap minoritas, jenis kelamin dan faktor sosial ekonomi. Hal lain yang dapat dijadikan pedoman dalam memprediksi kesuksesan seorang individu dalam pekerjaan maupun kehidupannya yaitu melalui kompetensi. Kompetensi mengandung pengertian karakteristik seseorang yang berpengaruh pada kinerja. Karakteristik tersebut dapat berupa pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, perilaku dan sifat yang terdapat pada diri seseorang serta berpengaruh terhadap pekerjaannya. Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi sebagai ”An underlying characteristic of individual that is causally related to criterion referenced effective and/or superior performance in a job or situation”. Berdasarkan definisi tersebut, kata “underlying characteristic” mengandung arti bahwa kompetensi adalah bagian kepribadian yang melekat pada diri seseorang serta perilaku yang diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas serta pekerjaan. “Causally related” mengandung arti bahwa kompetensi memiliki persyaratan yang dapat digunakan untuk memprediksi penyebab suatu keberhasilan. Sedangkan kata “criterion referenced” mengandung arti 44 bahwa kompetensi sebenarnya memprediksi siapa yang berkinerja baik dan kurang baik, yang diukur dari kriteria atau standar yang digunakan. 2.2.2 Kompetensi Sebagai Karakteristik Individu Yang Melekat (Underlying characteristic) Sebagai karakteristik individu yang melekat, kompetensi nampak pada cara berperilaku di tempat kerja seseorang. Spencer (1973) mengemukakan bahwa kompetensi dapat bersumber dari lima jenis sumber kompetensi yang berbeda, yaitu : 1. Motif Motif adalah sesuatu yang secara konsisten menjadi dorongan, pikiran atau keinginan seseorang yang menyebabkan munculnya suatu tindakan. Motif akan mengarahkan dan menyeleksi sikap menjadi tindakan atau mewujudkan tujuan sehingga berbeda dari yang lain. 2. Karakter dan unsur bawaan Karakter dan unsur bawaan seseorang dapat mempengaruhi prestasi di tempat kerja. Karakter dan unsur bawaan ini dapat berupa bawaan fisik (seperti postur tubuh, penglihatan yang baik, dan lain-lain) maupun bawaan sifat yang dimiliki seseorang (seperti kemampuan mengendalikan emosi). 3. Konsep diri Konsep diri seseorang mencakup gambaran atas diri sendiri, sikap dan nilainilai yang diyakininya. Misalnya seseorang yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi menggambarkan dirinya sebagai orang yang dapat mencapai sesuatu yang diharapkan. 45 4. Pengetahuan Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengukuran pada aspek ini dapat dilakukan dengan menggunakan tes pengetahuan (knowledge test). Tes ini mempunyai kelemahan karena hanya mampu mengukur seseorang dalam memilih jawaban yang paling benar, tetapi tidak mampu melihat apakah seseorang tersebut dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. 5. Ketrampilan Ketrampilan adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Dari kelima karakteristik kompetensi tersebut, kompetensi pengetahuan dan kompetensi ketrampilan cenderung bersifat lebih nyata dan mudah untuk dikembangkan dengan pelatihan. Sedangkan motif, karakter atau unsur bawaan dan konsep diri cenderung lebih tersembunyi dan sulit untuk dinilai dan dikembangkan. 2.2.3 Kompetensi Sebagai Hubungan Sebab Akibat Spencer (1993) juga menjelaskan aspek penting kedua adalah bahwa kompetensi dapat digunakan untuk memprediksi kinerja dengan lebih baik. Hal ini didasarkan pada teori perilaku klasik (kausalitas) yang menjelaskan sebab akibat antara niat, tindakan dan hasil seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.2 46 Gambar 2.2 Model Kausalitas antara Niat, Tindakan dan Hasil Sumber : (Spencer & Spencer, 1993) Tindakan seseorang berasal dari adanya keinginan atau niat untuk berbuat sesuatu yang dipengaruhi oleh motif, karakter atau unsur bawaan dan konsep diri serta pengetahuan dari individu. Jadi niat mendorong tindakan seseorang. Tindakan yang dilakukan sesuai dengan tuntutan pekerjaan atau permasalahan yang dihadapi didasari oleh ketrampilan yang dimiliki. Perilaku terampil ini pada akhirnya memberikan hasil kerja yang sering kali digunakan sebagai ukuran kinerja dalam bekerja. 2.2.4 Kompetensi Sebagai Kinerja Sukses atau Kinerja Superior Kriteria yang digunakan dalam kompetensi menurut Spencer (1993) adalah : 1. Kinerja superior Kinerja superior yaitu kinerja di atas rata-rata. Tingkatan ini biasa dicapai oleh satu yang terbaik dari sepuluh orang total populasi atau 10% terbaik dari karyawan yang ada. 47 2. Kinerja efektif Kinerja efektif yaitu kinerja minimal yang harus dimiliki oleh seseorang dalam bekerja. 2.2.5 Model Kompetensi Menurut Spencer & Spencer (1993) Tabel 2.1 Model Kompetensi berdasarkan Spencer & Spencer No 1 Kelompok Kompetensi Achievement and Action 2 Helping and Human Service 3 Impact and Influence 4 Managerial 5 Cognitive 6 Personal Effectiveness 7 Personal Competencies (Unique Competencies) Kompetensi Kode Achievement orientation Concern for order, quality & accurancy Initiative Information seeking Interpersonal understanding Customer service orientation Impact and influence Organizational awareness Relationship building Developing Others Directiveness Teamwork and Cooperation Team Leadership Analytical Thinking Conceptual Thinking Expertise Self Control Self Confidence Flexibility Organizational Commitment Occupational Preference Acurate Self-Assesment Affiliative Interest Writing Skills Visioning ACH CO INT ANFO IU CSO IM OA BR DEV DIR TW TL AT CT EXP SCT SCF FLX OC UC1 UC2 UC3 UC5 UC6 48 8 Unusual Personal Competencies Concentrete Style of Learning and Communication UC7 Low Fear or Rejection UC8 Thoroughness UC9 Positive Expectation of Others UC4 Dinamic Structural Visualization Broad-based Technical Knowledge - I. Achievement and Action • Achievement Orientation (ACH) Yaitu derajat kepedulian seseorang terhadap pekerjaannya, sehingga terdorong untuk berusaha bekerja baik di atas standar yang telah ditentukan. Terbagi menjadi 3 dimensi, yaitu : 1. Intensitas dan kelengkapan tindakan 2. Besarnya pengaruh atau dampak dari usaha yang dilakukan 3. Inovasi, yaitu usaha untuk membuat sesuatu yang baru, berbeda, baik berupa tindakan maupun ide dalam konteks pekerjaan dan organisasi. 49 • Concern for order, Quality and Accuracy (CO) Berkaitan dengan dorongan dalam diri seseorang untuk mengurangi ketidakpastian di lingkungan sekitarnya, khususnya berkaitan dengan pengaturan kerja, instruksi, informasi dan data. • Initiative Yaitu dorongan bertindak untuk melebihi tindakan yang dibutuhkan atau yang dituntut dari pekerjaan, misalnya melakukan sesuatu tanpa menunggu perintah terlebih dahulu. Tindakan ini dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan hasil pekerjaan, menghindari timbulnya suatu masalah dan menciptakan peluang baru. Terbagi ke dalam 2 dimensi, yaitu : 1. Dimensi waktu, berkisar dari keputusan yang diambil untuk waktu lampau, sekarang atau peluang masa yang akan datang. 2. Usaha ekstra yang dilakukan yang berhubungan dengan tugas dalam suatu pekerjaan. • Information Seeking (INFO) Besarnya usaha tambahan yang dikeluarkan untuk mengumpulkan informasi lebih banyak. Information Seeking meliputi : 1. Menggali atau menekankan pada informasi yang tepat atau resolusi dari ketidakpastian dengan mengajukan serangkaian pertanyaan. 50 2. Meneliti peluang-peluang yang potensial atau mengamati informasi yang beraneka ragam yang mungkin berguna di masa yang akan datang. 3. Terlibat langsung dalam situasi yang terkait dengan pekerjaan. II. Helping and Human Services • Interpersonal Understanding (IU) Kemampuan memahami dan mendengarkan hal-hal yang tidak diungkapkan dengan perkataan biasa berupa pemahaman atas perasaan, keinginan atau pemikiran orang lain. Terbagi atas 2 dimensi : 1. Kedalaman dalam memahami orang lain, berkisar dari memahami alasan yang terungkapkan atau emosi yang jelas sampai yang tersembunyi, untuk perilaku yang terus menerus. 2. Tanggapan terhadap keluhan yaitu sejumlah usaha yang dikeluarkan untuk mendengarkan dan memberikan tanggapan terhadap masalah orang lain. • Costumer Services Orientation (CSO) Keinginan untuk menolong atau melayani pelanggan atau orang lain dalam memenuhi keinginannya. Meliputi dimensi : 51 1. Intensitas dan kelengkapan dari usaha dan perhatian pada kebutuhan konsumen. 2. Inisiatif untuk membantu atau melayani/memenuhi kepentingan orang lain. III. Impact and Influences • Impact and Influence (IMP) Tindakan membujuk, meyakinkan dan mempengaruhi atau tindakan yang mengesankan sehingga orang lain mau mendukung rencana kerjanya. Indikator dari kompetensi ini adalah : 1. Mengantisipasi dampak dari tindakan atau detail lainnya akan citra orang lain terhadapnya. 2. Tertarik dengan alasan, data, fakta dan bilangan. 3. Menggunakan contoh-contoh konkret, bantuan visual, peragaan, dan lain-lain. 4. Mendukung terciptanya koalisi politik, membangun dukungan di belakang layar untuk ide-ide baru. 5. Dengan sengaja memberikan atau menyembunyikan informasi untuk maksud-maksud tertentu. 6. Menggunakan kemampuan berkelompok untuk memimpin dan mengatur kelompok. 52 Terbagi atas 2 dimensi, yaitu : 1. Jumlah dan tingkat kesulitan tindakan. 2. Luasnya pengaruh yang ditimbulkan. • Organization Awarness (OA) Kemampuan untuk memahami hubungan kekuasaan atau posisi dalam organisasi tempat ia bekerja atau organisasi lain, seperti konsumen, pemasok, dan lain sebagainya. Terbagi atas 2 dimensi : 1. Kedalaman dan pemahaman mengenai organisasi. 2. Luasnya pemahaman organisasi. • Relationship Building (RB) Besarnya usaha untuk menjalin atau membina hubungan sosial agar tetap hangat dan akrab. Terbagi atas 2 dimensi : 1. Intensitas yang dilakukan untuk mempengaruhi orang lain. 2. Luasnya dampak dalam membangun hubungan. IV. Managerial • Developing Others (DEV) Tindakan untuk mengajarkan atau mendorong pengembangan orang lain. Terdiri dari 2 dimensi : 53 1. Intensitas ke arah pengembangan dan kelengkapan tindakan pengembangan. 2. Jumlah dan level orang yang didorong pengembangannya. • Directness (DIR) Kemampuan untuk memerintah dan mengarahkan orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai posisi dan kewenangannya. Terbagi atas 2 dimensi : 1. Intensitas pengarahan. 2. Banyaknya dan tingkatan orang yang diarahkan. • Team Work (TW) Dorongan dan kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, menjadi bagian dari suatu kelompok dalam melaksanakan suatu tugas. Terbagi atas 3 dimensi : 1. Intensitas dan kesungguhan dalam mendukung kerja sama. 2. Ukuran tim atau kelompok. 3. Besarnya usaha/inisiatif dalam membina kerja sama. • Team Leader Keinginan dan kemampuan untuk berperan sebagai pemimpin kelompok, biasanya ditunjukkan dalam posisi otoritas formal. Terbagi menjadi 2 dimensi : 1. Kekuatan peran kepemimpinan. 54 2. Ukuran tim atau kelompok yang dipimpin. V. Cognitive • Analytical Thinking Kemampuan untuk memahami situasi dengan cara menguraikan masalah menjadi bagian-bagian yang lebih rinci atau mengamati akibat suatu keadaan tahap demi tahap berdasarkan pengalaman masa lalu. Terbagi atas 2 dimensi : 1. Kompleksitas analisis. 2. Ukuran permasalahan yang dianalisa. • Conceptual Thinking (CT) Kemampuan memahami suatu situasi atau masalah dengan cara memandangnya sebagai satu kesatuan yang terintegrasi mencakup kemampuan mengidentifikasi pola keterkaitan antara masalah yang tidak tampak dengan jelas, atau kemampuan mengidentifikasikan permasalahan utama yang mendasar dalam situasi yang kompleks. Terbagi menjadi 2 dimensi : 1. Kompleksitas dan keaslian konsep/gagasan. 2. Ukuran permasalahan yang dihadapi. 55 • Expertise (EXP) Bidang pengetahauan yang terkait dengan pekerjaan (dapat teknik, manajerial, profesional) dan motivasi untuk menggunakan, mengembangkan dan membagikan pengetahuannya yang terkait dengan pekerjaan kepada orang lain. Terbagi atas 4 dimensi : 1. Kedalaman pengetahuan 2. Lingkup kepakaran 3. Penguasaan keilmuan 4. Penyebaran pengetahuan/keahlian yang dimiliki. VI. Personel Effectiveness • Self Control (SCT) Kemampuan mengendalikan emosi diri sehingga mencegah melakukan tindakan-tindakan yang negatif pada saat menghadapi tantangan atau penolakan orang lain pada saat bekerja di bawah tekanan. • Self Confidence (SCF) Keyakinan seseorang terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan. Terbagi atas 2 dimensi : 1. Kepercayaan diri dalam menghadapi tantangan dan resiko. 56 2. Tanggung jawab yang diambil dalam menghadapi kegagalan. • Flexibility (FLX) Kemampuan untuk menyesuaikan diri dan bekerja secara efektif pada berbagai situasi, dengan berbagai rekan atau kelompok yang berbeda, kemampuan untuk memahami dan menghargai perbedaan dan pandangan yang bertentangan atas suatu isu. Terbagi atas 2 dimensi : 1. Besarnya perubahan yang dilakukan untuk beradaptasi. 2. Kecepatan dalam bertindak. • Organizational Commitment (OC) Kemampuan untuk mengaitkan apa yang diperbuat dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi, berbuat sesuatu untuk mempromosikan tujuan organisasi atau untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan menempatkan misi organisasi di atas keinginan diri sendiri atau peran profesionalnya. 2.2.6 Model Kompetensi Menurut PDI (Personnel Decisions International) dalam Davis, et.,al (1996) Menurut PDI dalam Davis, et., al (1996) terdapat sembilan kelompok besar kompetensi, yaitu : 57 I. Administrative Skills • Establish Plans Kemampuan untuk menyusun rencana jangka pendek sampai jangka panjang yang representatif, komprehensif, realistis, efektif dalam mencapai tujuan serta mengintergrasikan upaya perencanaan berbagai satuan kerja. • Structure and Staff Kemampuan untuk membentuk organisasi atau tim yang efektif dan produktif, baik dalam tugas-tugas rutin maupun tugas-tugas insidentil, membangun tim yang kuat serta melakukan pembinaan atau pengembangan terhadap pegawai atau staf. • Develops system and process Kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengimplementasikan sistem, proses atau prosedur yang efektif untuk melaksanakan pekerjaan. • Manage execution Kemampuan memikul tanggung jawab, mendelegasikan tugas dan wewenang, memberdayakan orang lain menghilangkan mengatasi hambatan, mengalokasikan sumber daya yang dibutuhkan, mengkoordinasikan upaya kerja pada saat yang diperlukan, memantau kemajuan. 58 • Work efficiently Mengalokasikan waktu secara efisien, menangani tugas ganda dan prioritas yang ketat secara efisien, memproses dokumen, mengelola rapat secara efisien. II. Communication Skills • Speak effectively Berbicara dengan jelas dalam mengekspresikan diri di kelompok dan pembicaraan dua pihak. • Foster open communication Kemampuan untuk menciptakan atmosfir yang memiliki arus informasi berkualitas tinggi, lancar dan tepat waktu antara dirinya dengan orang lain, mendukung mengekspresikan gagasan dan pendapat secara terbuka. • Listen to others Secara aktif memberi perhatian dan membangun pemahaman atas pendapat dan pertanyaan orang lain, pendengar yang baik dalam kelompok. • Deliver presentation Kemampuan untuk menyiapkan dan menyampaikan presentasi dengan lancar dan jelas, membawakan diri dengan baik di depan kelompok. 59 • Prepare written communication Menyampaikan informasi dengan jelas dan efektif baik melalui dokumen formal maupun informal, meninjau ulang dan mengedit tulisan secara konstruktif. III. Self Management Skills • Act with integrity Menunjukkan kepimimpinan yang berprinsip dan memiliki etika bisnis, menunjukkan kekonsistenan dalam prinsip, nilai dan perilaku, membangun kepercayaan dengan orang lain melalui komitmen. • Demonstrate adaptability Kemampuan untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan yang menantang setiap hari dengan penuh keyakinan, dapat menunjukkan fleksibilitas terhadap penentuan prioritas pekerjaan dan berbagai perubahan yang cepat. • Develop oneself Kemampuan seseorang dalam belajar dari pengalaman-pengalaman masa lalu dan aktif mengembangkan kemampuan diri. IV. Thinking Skills • Think strategically Kemampuan untuk memperhitungkan faktor-faktor internal dan eksternal yang luas dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan, 60 mengidentifikasi strategi yang kritis dan bernilai dan menetapkan prioritas upaya tim menurut kekritisan tadi, menggunakan informasi tentang situasi nasional, regional dan internasional dalam mengambil keputusan, mengenali kesempatan-kesempatan strategis untuk mencapai keberhasilan, menyesuaikan tindakan dan keputusan agar fokus pada isu-isu strategis kritis. • Analyze issues Mengumpulkan informasi yang relevan secara sistematis, memperhitungkan isu-isu atau faktor-faktor dalam suatu lingkup yang luas, menangkap kerumitan dan memahami keterkaitan antar masalah atau isu, mencari masukan dari yang lain, menggunakan logika yang akurat dalam analisis. • Use sound judgement Common sense yang baik dikombinasikan dengan analisis yang akurat dan lengkap berbekal informasi yang dimiliki dan kecerdasan sehingga mampu membuat keputusan dalam kondisi yang tidak pasti. • Innovate Kemampuan untuk membangun solusi yang kreatif, membangun gagasan baru, keluar dari status quo, mengenali kebutuhan akan pendekatan baru atau modifikasi pendekatan, membawa perspektif dan pendekatan sekaligus, dan mengkombinasikan dengan cara yang kreatif. 61 V. Inter – personal Skills • Build relationship Kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain secara terbuka dan ramah, menunjukkan minat dan perhatian yang jujur terhadap orang lain, memulai dan mengembangkan hubungan dengan orang lain sebagai suatu prioritas penting. • Display organizational savvy Kemampuan mengembangkan hubungan yang seimbang dengan orang lain, memahami agenda dan perspektif orang lain, mengenali dan secara efektif menyeimbangkan minat dan kebutuhan kelompok dengan minat dan kebutuhan organisasi yang lebih luas. • Leverage network Kemampuan untuk mengidentifikasi dan membina keterkaitan dengan stakeholder utama yang menunjukkan suatu fungsi dari tingkatan yang luas cakupannya, menggunakan jaringan informal untuk melaksanakan sesuatu, membangun jaringan eksternal yang kuat dengan orang yang berada dalam profesi yang berkaitan. • Value diversity Menunjukkan hormat dan penghargaan terhadap setiap orang tanpa memandang budaya, ras, usia, gender dan sebagainya. 62 • Manage disagreement Membawa permasalahan dan konflik menjadi terbuka dan berusaha menyelesaikan secara kolaboratif, membangun konsesus. VI. Leadership Skills • Provide direction Mengemukakan pengembangan visi bersama, memberikan arahan dan prioritas yang jelas. • Lead courageously Kemampuan untuk melangkah ke depan untuk menghadapi isu sulit, menempatkan diri pada suatu posisi yang berurusan dengan persoalan penting. • Influence others Kemampuan menyampaikan gagasan sendiri dengan tegas sehingga dapat membujuk orang lain atau mendapat dukungan dan komitmen dari orang lain, memobilisasi orang lain untuk mengambil tindakan. • Foster teamwork Membangun strategi dalam tim secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi atau memecahkan masalah, mendorong kolaborasi antar anggota tim dan antar tim, menggunakan tim untuk mengatasi isu yang relevan. 63 • Motivate others Kemampuan untuk mendorong dan memberdayakan orang lain, menciptakan antusiasme dan perasaan ingin maju. • Coach and develop others Secara akurat menilai kekuatan dan kebutuhan pengembangan pegawai, memberi umpan balik tepat waktu dan spesifik dan memberi bimbingan yang sangat membantu, memberikan penugasan dan kesempatan yang menantang untuk berkembang. • Champion change Kemampuan untuk menentang status quo dan menghasilkan inisiatif baru, bertindak sebagai katalis bagi perubahan dan menstimulasikan orang lain untuk berubah, meratakan jalan untuk perubahan yang diperlukan, mengelola pelaksanaannya secara efektif. VII. Organizational Knowledge • Use quantitative data Kemampuan untuk menggunakan data kuantitatif secara efektif untuk pengelolaan. • Use technical / functional expertise Kemampuan memiliki pengetahuan keprofesionalan yang mutakhir, dipandang sebagai pakar dalam bidang teknis. 64 • Know the business Menunjukkan pemahaman isu yang relevan terhadap oragnisasi yang luas, menjaga agar pengetahuan ini mutakhir, memiliki dan menggunakan pengetahuan lintas fungsi. VIII. Organizational Strategy Skills • Manage profitability Kemampuan untuk mengelola pekerjaan sehingga dapat memberikan profit bagi organisasi, membuat keputusan-keputusan yang dapat memberi nilai tambah bagi keuangan organisasi. • Commit to quality Kemampuan untuk mempertahankan standar kualitas dari produk dan jasa yang dihasilkan, dapat mengelola kualitas. • Focus on costumer needs Kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan stakeholder, bertindak untuk memenuhi kebutuhan stakeholder dan secara kontinu mencari cara untuk kepuasan stakeholder. • Promote corporate citizenship Kemampuan untuk mendorong penggunaan sumber daya manusia dengan bijaksana, bekerja berdasarkan isu masyarakat yang relevan dengan usaha. 65 • Recognize global implication Usaha untuk memahami isu, trend dan perspektif berbagai budaya dan negara, mengenali bahwa apa yang berlaku di suatu negara tidak akan berlaku di negara lain, mempertimbangkan perbedaan budaya dan geografis dalam strategi dan pendekatan. IX. Motivation Skills • Drive for result Merupakan dorongan untuk mencapai hasil dan berhasil, mendorong sense of urgency, teguh melawan hambatan dan perlawanan. • Show work commitment Menetapkan standar kinerja yang tinggi, mengejar tujuan yang agresif dan bekerja keras untuk mencapainya. 2.3 Metode Cut-off Point Sebuah nilai cut-off menggambarkan hasil standar dalam pemilihan proses dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang memenuhi syarat secara obyektif. Dalam menentukan nilai cut-off, pengambil keputusan menentukan level yang harus dimiliki oleh faktor yang akan diolah dalam pengolahan data selanjutnya. Nilai cut-off dikumpulkan dari sekumpulan orang yang mempunyai pemahaman yang baik tentang 66 posisi atau jabatan yang akan dinilai dan level hasil pekerjaan yang diharapkan. Biasanya atasan adalah orang yang cocok untuk memberikan nilai cut-off. Langkah-langkah yang dilakukan untuk memastikan tingkat kepentingan kriteria adalah sebagai berikut : 1. Membagikan kuesioner yang berisikan kriteria-kriteria ke sejumlah Pengambil Keputusan (PK) yang sudah memiliki pengalaman di bidang inventory untuk memberikan penilaian. 2. Penilaian terhadap kriteria-kriteria yang ada dibagi menjadi 3, yaitu : • Elemen yang dinilai sangat penting (very important) diberi skor 3. • Elemen yang dinilai cukup penting (somewhat important) diberi skor 2. • Elemen yang dinilai tidak penting (not important) diberi skor 1. 3. Seluruh penilaian Pengambil Keputusan (PK) kemudian dikumpulkan dan kemudian dihitung nilai rata-rata untuk tiap kriteria. 4. Nilai rata-rata ini adalah nilai untuk masing-masing kriteria, kemudian seluruh kriteria diurutkan dari nilai tertinggi sampai nilai terendah. 5. Perhitungan nilai cut-off dengan menggunakan rumus : Natural Cut − Off Po int = Maximum score + min imum score 2 6. Kriteria-kriteria yang memiliki nilai di bawah Cut-Off Point akan dibuang dari perhitungan dan model AHP. Contoh perhitungan, misalkan teridentifikasi lima kriteria dalam pemilihan vendor untuk sistem telekomunikasi, yaitu: Kualitas Pelayanan, Pengalaman Vendor, Lead 67 Time Pengantaran, Reputasi Vendor dan Garansi. Untuk menerapkan metode cut-off point maka disebarkan kuesioner kepada 20 orang yang ahli di bidang tersebut dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini : Tabel 2.2 Contoh Penerapan Metode Cut-Off Point Kriteria memilih vendor Kualitas Pelayanan Pengalaman Vendor Lead Time Pengantaran Reputasi Vendor Garansi Jumlah Responden Sangat Cukup Tidak Penting Penting Penting Bobot = Bobot = Bobot = 3 2 1 18 2 0 15 3 2 7 5 3 8 9 7 Total Repond en Tota l Nilai Ratarata 20 20 58 53 2,9 2,65 5 20 42 6 20 39 10 20 33 Nilai Rata-rata Terbesar Nilai Rata-rata Terkecil Nilai Cut-Off 2,1 1,95 1,65 2,9 1,65 2,275 Sumber : (Arisandhy, 2004) Perhitungan nilai cut-off : Natural Cut − Off Po int = 2.9 + 1.65 = 2.275 2 Kriteria-kriteria yang memiliki nilai di bawah Cut-Off Point akan dibuang. Maka kriteria-kriteria Lead Time Pengantaran, Reputasi Vendor dan Garansi tidak akan diperhitungkan dalam memilih vendor sistem telekomunikasi. 68 2.4 Analytical Hierarchy Process (AHP) 2.4.1 Prinsip AHP AHP (Analitycal Hierarchy Process) dikembangkan oleh Prof. Thomas L. Saaty, seorang guru besar matematika dari University of Pittsburgh pada tahun 1970. Metode ini merupakan alat bantu sistem pendukung keputusan yang dinilai luas untuk penyelesaian masalah atau problem keputusan multikriteria. Metode ini mensintesis perbandingan ”judgement” pengambil keputusan yang berpasangan pada setiap level hierarki keputusan. Caranya dengan menetapkan bobot prioritas relatif setiap elemen keputusan, dimana bobot ini merepresentasikan intensitas preferensi atas keputusan. (Saaty, 1993) Terdapat 3 prinsip utama dalam AHP, yaitu : 1. Penyusunan Struktur Hierarki AHP berdasarkan pada asumsi bahwa ketika menghadapi suatu pengambilan keputusan kompleks, manusia akan bereaksi secara alamiah dengan memisahmisahkan (clustering) setiap elemen keputusan berdasarkan karakteristik umumnya. Setiap permasalahan disusun ke dalam unsur-unsur pembentuknya dan dibagi lagi ke dalam beberapa bagian. Proses ini akan terus dilakukan hingga permasalahan tidak lagi dianggap kompleks dan dapat dipecahkan dengan terlebih dahulu mencari pemecahan untuk setiap unsur yang ada. Keseluruhan proses tersebut membentuk pola bertingkat yang disebut struktur hierarki. 69 2. Penentuan Prioritas AHP memecahkan masalah dengan membangun suatu hierarki dari elemenelemen keputusan dan kemudian melakukan perbandingan antara setiap pasangan yang mungkin dalam setiap cluster (sebagai suatu matriks) atas dasar preferensi atau analisis ilmiah. Proses ini selanjutnya akan membentuk pembobotan untuk setiap elemen di dalam suatu cluster (disebut juga level hierarki). 3. Konsistensi Logis Dalam membandingkan beberapa objek, manusia mempunyai kemampuan untuk berpikir logis dan konsisten. Sebagai contoh, bila seseorang lebih menyukai susu daripada teh, namun lebih menyukai kopi daripada susu maka secara logis dapat disimpulkan bahwa orang itu lebih menyukai kopi daripada teh. Sifat logis dan konsisten ini juga terdapat dalam AHP dan dinamakan rasio konsistensi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan proses penjabaran hierarki tujuan, yaitu (Suryadi, 2000) : 1. Pada saat penjabaran tujuan ke dalam sub tujuan, harus diperhatikan apakah setiap aspek dari tujuan yang lebih tinggi tercakup dalam sub tujuan tersebut. 2. Meskipun hal tersebut terpenuhi, perlu menghindari terjadinya pembagian yang terlampau banyak, baik dalam arah horizontal maupun vertikal. 3. Untuk itu sebelum menetapkan suatu tujuan untuk menjabarkan hierarki tujuan yang lebih rendah, maka dilakukan tes kepentingan, :Apakah suatu tindakan/hasil yang terbaik akan diperoleh bila tujuan tersebut tidak dilibatkan dalam proses evaluasi?”. 70 Kegunaan AHP adalah kemampuannya dalam pengukuran kriteria intangible bersama dengan kriteria tangible melalui skala rasio. Di dalam AHP, skala rasio 1 sampai 9 digunakan untuk memberikan preferensi relatif antara 2 alternatif. Skala ini dapat dipertanggungjawabkan untuk alasan-alasan berikut ini (Saaty, 1998; Arisandhy, 2004) : 1. Kemampuan manusia untuk membuat perbedaan kualitatif secara baik disajikan dalam 5 atribut : equal, weak, strong, very strong dan absolute. Kompromi antara atribut-atribut yang berdekatan dapat dibuat apabila kepresisian besar. 2. Ada metode yang sering digunakan untuk menilai sesuatu dengan (reflection), ketidakpedulian (indifference), dan tinggi (high), yang menghasilkan 9 buah perbedaan. 3. Otak manusia memiliki batasan psikologi 7 ± 2 item untuk melakukan perbandingan berpasangan secara serentak. Kapasitas ini berhubungan dengan jumlah jari. Karena hal tersebut, maka ke-9 skala penilaian ini akan tepat untuk melakukan perbandingan antara item. 2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan AHP AHP mempunyai kelebihan, yaitu : 1. Fleksibel AHP dapat secara fleksibel digunakan untuk menyelesaikan beragam jenis masalah yang tidak terstruktur. 71 2. Mereduksi Komplektisitas AHP menggabungkan pendekatan deduktif dan sistem untuk digunakan secara komperhensif dalam meninjau masalah yang kompleks. 3. Melihat Ketergantungan Elemen AHP dapat menyelesaikan masalah dengan elemen-elemen yang saling bergantung. 4. Penyusunan Hierarki AHP dapat meniru kemampuan manusia dalam menyusun struktur masalah ke dalam hierarki. 5. Pengukuran AHP dapat menghasilkan skala pengukuran (bobot) untuk elemen-elemen kualitatif dan abstrak. 6. Konsistensi AHP memberikan analisis konsistensi dalam penilaian kesesuaian data dan hierarki yang merupakan refleksi atas logika manusia. 7. Sintesis AHP menghasilkan pertimbangan dan penilaian menyeluruh untuk setiap alternatif. Selain kelebihan, AHP juga mempunyai kekurangan, yaitu : 1. Membutuhkan partisipasi pihak yang benar-benar mengetahui permasalahan yang real yang ada, khususnya dalam membangun hierarki permasalahan. 72 2. Jika dalam pengambilan masalah multipartisipan terdapat perbedaan yang sangat ekstrim (dapat dilihat dari hasil analisis konsistensi), maka AHP tidak dapat langsung diterapkan dan perlu dilakukan suatu usaha untuk menyatukan pendapat/masalah. 3. AHP tidak dapat ditinjau dari segi statistik murni atau distribusi peluang karena pengambilan sampel tidak acak dan dapat dilakukan secara single partisipan maupun multipartisipan. 2.4.3 Penyusunan Struktur Hierarki Masalah Agar pemecahan masalah yang kompleks lebih mudah, maka suatu permasalahan dapat disusun ke dalam suatu struktur tertentu yang mengidentifikasikan hubungan kausal antar elemen-elemen suatu masalah yang tersusun dalam rangkaian dimana setiap tingkat merupakan kelompok elemen yang homogen. Atau dapat dikatakan juga bahwa struktur hierarki AHP adalah kumpulan elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat/level. Dimana setiap level mencakup beberapa elemen yang homogen. Pada dasarnya, struktur hierarki dibagi menjdi dua jenis, yaitu: 1. Hierarki Struktural Yaitu hierarki yang menyusun sistem kompleks ke dalam elemen-elemennya berdasarkan sistem elemen tersebut, misalnya dimensi, berat, dan lain-lain. 73 2. Hierarki Fungsional Yaitu hierarki yang menyusun sistem kompleks ke dalam elemen-elemennya berdasarkan fungsi elemen tersebut. Misalnya organisasi suatu perusahaan dapat dibagi ke dalam fungsi desain dan lain-lain. Pada tingkat paling atas dari hierarki dinyatakan tujuan/sasaran dari faktor dan formulir yang akan dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Kriteria-kriteria yang dibentuk harus sesuai dengan tujuan permasalahan, oleh karena itu harus mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Lengkap Suatu set disebut lengkap bila set ini dapat menunjukkan seberapa jauh seluruh tujuan dapat dicapai. Dengan kata lain, dengan mengetahui tingkat pencapaian kriteria, pengambil keputusan dapat mempunyai gambaran yang jika berkenaan dengan seberapa jauh tujuan tersebut dapat dicapai. Bila set kriteria yang ada, mungkin tetap akan muncul rasa tidak puas dengan hasil analisis tersebut. Hal ini terjadi karena sebenarnya ada beberapa aspek yang belum dimasukkan dalam analisis. Jadi kelengkapan set kriteria amatlah penting untuk memperoleh suatu keputusan yang baik. 2. Operasional Set kriteria yang dipilh haruslah operasional. Hal ini mencakup beberapa pengertian, diantaranya yaitu bahwa set tersebut harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga ia dapat benar-benar menghayati implikasinya 74 terhadap alternatif yang ada. Selain itu, bila tujuan analisis keputusan ini adalah juga untuk meyakinkan pihak lain, maka set kriteria ini harus dapat digunakan sebagai sarana untuk memberikan penjelasan atau untuk berkomunikasi. Operasional juga mencakup sifat dapat diukur. Sifat yang dapat diukur ini adalah untuk : • Memperoleh distribusi kemungkinan dari tingkat pencapaian kriteria yang mungkin diperoleh (untuk keputusan dalam ketidakpastian). • Mengungkapkan preferensi pengambil keputusan atas tingkat pencapaian kriteria. 3. Independen Dalam penentuan set kriteria, sedapat mungkin agar tidak terdapat kriteria yang mempunyai pengertian yang sama. Atau dengan kata lain, satu kriteria dengan kriteria lainnya tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria dengan maksud yang sama. Kriteria harus ditentukan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi perhitungan ulang. 4. Minimum Dalam penentuan set kriteria, perlu diusahakan agar jumlah kriteria yang ditentukan adalah seminimal mungkin. Karena semakin banyak kriteria maka semakin sukar untuk dihayati dengan baik. Selain itu, perhitungan yang diperlukan dalam analisis akan meningkat dengan bertambahnya jumlah kriteria. Dalam beberapa hal mungkin diperlukan kombinasi dua atau lebih 75 kriteria menjadi satu kriteria. Hal ini menjadikan jumlah kriteria berkurang dan perhitungan yang dilakukan lebih mudah. Hal-hal yang menjadi pegangan di dalam menyusun struktur hierarki (Arisandhy, 2004) : 1. Sebaiknya pembagian horizontal dan vertikal tidak terlalu banyak. 2. Kriteria harus dapat mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan. 3. Setiap elemen tidak saling tumpang tindih dan harus dihilangkan pengulangan elemen untuk suatu maksud yang sama. 4. Elemen pada tingkat paling rendah harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif (skala obyektif), dan dapat juga dikomunikasikan. 5. Karena setiap elemen akan dibandingkan dengan elemen lain dalam suatu sub sistem hierarki yang sama, maka elemen-elemen tersebut haruslah setara dalam kualitas. 6. Perlu dipikirkan apakah suatu tindakan atau hasil terbaik akan diperoleh bila tujuan tersebut dilibatkan dalam proses evaluasi. 2.4.4 Langkah dan Prosedur AHP Langkah-langkah yang dilakukan dalam menggunakan metode AHP secara umum adalah sebagai berikut : 1. Mendefinisikan suatu masalah dan menetapkan tujuan. Bila AHP digunakan untuk memilih suatu alternatif, maka pada tahap ini dilakukan pengembangan alternatif. 76 2. Menyusun masalah ke dalam hierarki. Tujuan yang paling utama ditempatkan pada tingkat tertinggi dalam hierarki. Tingkat selanjutnya adalah penjabaran tujuan tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih rinci. Pembuatan struktur hierarki diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatifalterbatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Proses pembuatan hierarki tidak mempunyai pola atau aturan tertentu, tetapi tergantung pada kemampuan pemahaman masalah dari pihak analisis. Jumlah judgement seluruhnya berjumlah sebanyak n (n-1)/2, n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. Misalnya terdapat suatu sub sistem hierarki dengan suatu kriteria C dan sejumlah n elemen di bawahnya, A1 sampai An seperti terlihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Struktur Hierarki dalam Proses Sumber : (Suryadi, 2000) 77 3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah untuk setiap tingkat pada hierarki. Susunan hierarki didapatkan dengan melakukan perbandingan antar elemen dalam setiap tingkat. Proses penyusunan dilakukan dengan sebuah matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan ”judgement” dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Tabel 2.3 Matriks Perbandingan Berpasangan C A1 A2 A3 A1 a11 a12 a13 a2n A2 a21 a22 a23 a1n A3 a31 a32 a33 a3n an1 an2 an3 ann … An … An Sumber : (Suryadi, 2000) Matriks pada Tabel 2.3 adalah matriks perbandingan berpasangan Matriks tersebut dihasilkan dari suatu sistem hierarki sebagai berikut : Nilai aij adalah nilai perbandingan berpasangan elemen Ai terhadp Aj yang menyatakan hubungan : • Seberapa jauh tingkat kepentingan Ai bila dibandingkan dengan Aj, atau 78 • Seberapa banyak kontribusi Ai terhadap kriteria C dibandingkan Aj, atau • Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap Ai dibandingkan Aj, atau • Seberapa jauh dominasi Ai dibandingkan Aj Bila diketahui nilai aij maka secara teoritis aji =1. Saat menetapkan skala kuantitaif 1 sampai dengan 9 untuk menilai perbandingan tingkat kepantingan suatu elemen terhadap elemen lain yang diperlihatkan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Intensitas Kepentingan Keterangan 1 Kedua elemen sama pentingnya 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya 7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya 9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan Penjelasan Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan 79 Jika untuk aktivitas I mendapat satu angka Kebalikan dibanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai kebalikannya dibanding dengan i Sumber : (Suryadi, 2000) 4. Perhitungan Bobot Elemen Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor W = [W1 ,W2 , W3 ...Wn ]. Nilai Wn menyatakan bobot relatif kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada susunan sistem tersebut. Pada situasi penilaian yang sempurna (teoritis) maka didapatkan hubungan : aik = aij . a jk untuk semua i, j, k (1) Dari matriks yang diperoleh yang konsisten, dengan demikian nilai perbandingan yang didapatkan dari partisipan berdasarkan tabel, yaitu aij dapat dinyatakan di dalam vektor W sebagai : aij = wi / w j i, j = 1, 2, 3, ..., n (2) Dari persamaan (2) dapat dibuat persamaan berikut : aij . w j / wi = 1 i = 1, 2, 3, ..., n (3) Atau n ∑ j =1 n ∑ j =1 aij . w j / wi = n i = 1, 2, 3, ..., n (4) aij . w j = n wi i = 1, 2, 3, ..., n (5) 80 Yang dinyatakan dengan : AW=nW (6) W adalah vektor eigen dari matriks A dengan nilai eigen n. Bila ditulis secara lengkap maka persamaan tersebut akan terlihat seperti pada persamaan berikut ini : W1 ⎡W1 W2 ⎢ W1 ⎢W2 W2 ⎢ W W2 ⎢ ... 1 ... ⎢ W W n n ⎢ W2 ⎣ W1 ⎤ Wn ⎥ ⎥ ... W2 ⎥ Wn ... ... ⎥⎥ Wn ⎥ Wn ⎦ ... W1 ⎡W1 ⎤ ⎡W1 ⎤ ⎢W ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ 2 ⎥ = n ⎢W2 ⎥ ⎢ ... ⎥ ⎢ ... ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣Wn ⎦ ⎣Wn ⎦ (7) Variabel n pada persamaan di atas dapat digantikan dengan sebuah vektor λ, sebagai berikut : A W =λ W λ = λ1 , λ 2 , ..., λ n (8) Setiap λ yang memenuhi persamaan (8) di atas dinamakan sebagai nilai eigen, sedangkan vektor yang memenuhi persamaan (8) tersebut dinamakan sebagai vektor eigen. Bila matriks A adalah matriks yang konsisten, maka semua nilai eigen bernilai 0 kecuali satu yang bernilai sama dengan n. Bila matriks A adalah matriks yang tidak konsisten, variasi kecil atas aij akan membuat nilai eigen value terbesar λ maks, tetap dengan n dan nilai eigen lainnya mendekati nol. Nilai λ maks dapat dicari dengan rumus : A W = λmaks . W (9) 81 5. Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap subsistem. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa urutan prioritas yang dihasilkan masih berada dalam batas-batas preferensi yang logis. Bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara perbandingan berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal sebagai berikut : a. Hubungan kardinal : Ai , j . A j ,k = Ai ,k b. Hubungan ordinal : Ai > Aj, Aj > Ak, maka Ai > Ak Hubungan di atas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut : Bila elemen A diberi nilai dua kali elemen B, maka nilai elemen B adalah 1 2 elemen A. Tetapi konsistensi ini tidak berlaku bila terdapat banyak elemen yang harus dibandingkan. Karena keterbatasan kemampuan numerik manusia maka prioritas yang diberikan untuk sekumpulan elemen tidaklah selalu konsisten secara logis. Misalnya A adalah 5 kali lebih penting dari D, B 3 kali lebih penting dari D, dan C 3 kali lebih penting dari B, maka kita tidak akan dengan mudah untuk menentukan bahwa secara numerik, C adalah 9 7 lebih penting dari A. Hal ini berkaitan dengan sifat penerangan AHP sendiri, yaitu bahwa penilaian dalam AHP dilakukan berdasarkan pengalaman dan pemahaman yang bersifat 82 kualitatif dan subyektif. Sehingga secara numerik terdapat kemungkinan suatu rangkaian penilaian menyimpang secara logis. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan Consistensy Index (CI). CI = (λmaks − n ) (n − 1) Keterangan : λmaks = nilai eigen value maksimum n = ukuran matriks CI dari matriks random dengan skala penilaian 1 sampai dengan 9 beserta kebalikannya disebut Random Index (RI). Tabel 2.5 Random Index untuk Ordo matriks Ukuran Indeks Random Matriks (Inkonsistensi) 1 0 2 0 3 0,58 4 0,9 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1,45 10 1,49 11 1,51 12 1,48 13 1,56 14 1,57 15 1,59 Sumber : (Suryadi, 2000) 83 Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai Consistensy Ratio (CR). CR = CI RI Hasil penilaian yang diterima adalah matriks yang mempunyai perbandingan konsistensi lebih kecil atau sama dengan 10% (CR ≤ 0.1). Jika lebih besar dari angka 10% berarti penilaian yang telah dilakukan bersifat random dan perlu diperbaiki. 2.4.5 Penilaian Perbandingan Multi Partisipan Penilaian yang melibatkan banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. AHP hanya membutuhkan satu jawaban untuk satu matriks berpasangan. Jadi semua jawaban partisipan harus dirataratakan, dengan menggunakan metode perataan geometris (geometric Mean Theory). Perataan geometris menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat nilai n untuk tiap pasangan. Untuk mendapatkan satu nilai tertentu dari semua nilai tersebut, maka masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain, kemudian hasil perkalian tersebut dipangkatkan dengan (1/n). Secara sistematis, dapat dituliskan sebagai berikut : Aij = n Z 1 xZ 2 x...xZ n Dimana : Aij = Nilai rata-rata perbandingan antara kriteria Ai dengan Aj untuk partisipan. 84 Z i = Nilai perbandingan antara kriteria Ai dengan Aj untuk partisipan ke-i i = 1, 2, 3, ..., n n = Jumlah partisipan.