inventarisasi endapan bitumen padat dengan outcrop drilling

advertisement
INVENTARISASI ENDAPAN BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING
DI DAERAH KULISUSU DAN SEKITARNYA
KABUPATEN MUNA, PROVINSI SULAWESI TENGGARA
( LEMBAR PETA : 2211-34, 2211=62, 2311-13, 2311-41)
Oleh:
Asep Suryana
Subdit Batubara, DIM
SARI
Penyelidikan lanjutan endapan bitumen padat di daerah Labuan Kulisusu dimaksudkan untuk mempelajari
keadaan geologi, khususnya mengenai sebaran endapan bitumen padat yang terdapat pada Formasi Winto
sebagai formasi batuan pembawa endapan bitumen padat.. Secara administratif daerah penyelidikan termasuk
kedalam wilayah hukum Kecamatan Wakorumba dan Kecamatan Maligano serta Kecamatan Ereke, Kabupaten
Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara., sedangkan secara geografis terletak pada koordinat 04o 25’ 00’’ sampai 04o
40’ 00’’ Lintang Selatan dan 122o 55’ 00’’ sampai 123o 10’ 00’’ Bujur Timur menempati Lembar Peta
Bakosurtanal No 2211-34(Maligano), 2211-62(Labuan),2311-13 (Waodeburi), 2311-41 (Korolabu).
Daerah penyelidikan merupakan bagian dari Anjungan Tukangbesi-Buton yang sering bersentuhan dengan
Mandala Sulawesi Timur. Secara stratigrafi daerah penyelidikan disusun oleh beberapa formasi batuan yaitu :
Formasi Doole, Formasi Winto, Formasi Ogena, Formasi Tobelo, FormasiTondo, Formasi Sampolakosa,
Formasi Wapulaka dan Endapan Aluvium.
Evaluasi terhadap keadaan geologi daerah penyelidikan dan berdasarkan pada conto batuan yang ditemukan
di lapangan penyelidikan menunjukkan bahwa endapan bitumen padat terdapat pada Formasi Winto dan
Formasi Tondo yang diperkirakan bertindak sebagai satuan batuan pembawa endapan bitumen padat.
Berdasarkan hasil pemetaan geologi menunjukkan bahwa endapan bitumen padat pada Formasi Winto
ditemukan pada lapisan serpih, sedangkan pada Formasi Tondo ditemukan pada batupasir gampingan yang
mempunyai kandungan aspal cukup tinggi. Penyebaran endapan bitumen padat pada Formasi Winto mempunyai
panjang sekitar 5 kilometer berarah Baratdaya – Timurlaut dengan kemiringan antara 30o hingga 60o .
Sedangkan pada Formasi Tondo penyebaran nya setempat-setempat yang mincul pada jalur struktur.
Lapisan serpih yang ditemukan pada Formasi Winto berdasarkan data pemboran terdiri dari banyak lapisan
dan relatif tipis, yaitu antara 5 cm hingga 120 cm yang berselingan dengan batugamping kalkarenit dan
batupasir gampingan.sedangkan lapisan batupasir gampingan Formasi Tondo mempunyai ketebalan antara 2
meter hingga > 5 meter.
Sumberdaya bitumen padat yang terdapat di daerah Labuan Kulisusu dan sekitarnya adalah 11.168.915,75
ton., dimana 2.958.915,75 ton terkandung dalam Formasi Winto dengan kandungan minyak 20 liter/ton - 130
liter/ton, dan 8.210.000,00 ton terkandung dalam Formasi Tondo, dengan kandungan minyak 70. liter/ton - 190.
liter/ton.
Wakaromba, kecamatan Maligano dan kecamatan
Ereke, Kabupaten Muna, adalah dalam rangka
I . PENDAHULUAN
pelaksanaan program kegiatan DIPA tahun anggaran
1.1 Latar Belakang
2005, yang merupakan tindak lanjut inventarisasi
Bitumen padat merupakan salah satu sumberdaya bitumen padat tahun sebelumnya.
energi alternatif yang diperkirakan banyak terdapat di
Indonesia. Endapan ini menempati lingkungan Pelaksanaan kegiatan penyelidikan dimulai sejak 23
pengendapan yang relatif sama dengan lingkungan Mei 2005 sampai dengan tanggal 21Juli 2005 dengan
pengendapan batubara, sehingga keberadaannya hampir anggaran biaya DIPA tahun 2005.
selalu berasosiasi dengan endapan batubara. Oleh
1.2 Maksud dan Tujuan
karena itu, Pemerintah Indonesia melalui Direktorat
Maksud dari penyelidikan endapan bitumen padat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Direktorat
dengan bantuan outcrop drilling adalah untuk
Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral,
menginventarisasi lebih rinci endapan bitumen padat
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral,
dan batuan pengapitnya yang terdapat pada Formasi
kemudian mengadakan program kegiatan inventarisasi
Winto di daerah Labuan Kulisusu, sebagai tindak
endapan bitumen padat , sebagai salah satu upaya
lanjut dari penyelidikan yang telah dilakukan pada
mengantisipasi kebutuhan energi yang semakin
tahun 2004.
meningkat.
Tujuannya adalah agar dapat mengetahui dengan
Kegiatan penyelidikan endapan bitumem padat di
daerah Labuan Kulisusu yang meliputi kecamatan lebih jelas arah pelamparan, kemiringan maupun
PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005
BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA
ketebalan endapan bitumen padat, demikian pula
dengan kualitas dan kuantitasnya, sehingga diharapkan
dapat mengetahui besarnya sumberdaya endapan
bitumen padat yang terdapat di daerah tersebut.
1.3 Lokasi Daerah Penyelidikan
Daerah penyelidikan secara administratif termasuk
dalam wilayah Kecamatan
Wakarumba, Kecamatan Maligano dan Kecamatan
Ereke, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara,
sedangkan secara geografis menempati suatu wilayah
dalam koordinat 4° 25′ 00″ – 4° 40′ 00″ LS dan 122°
55′ 00″ – 123° 10′ 00° BT, dari lembar peta 2311 – 13
(Waodeburi), 2211 – 34 (Maligano), 2211-62
(Labuan), 2311 – 41(Korolabu), peta rupabumi dari
Bakosurtanal (Gambar 1).
Lokasi daerah penyelidikan dapat ditempuh
dengan melalui dua jalur, yaitu jalur laut dan jalur
udara. Untuk jalur laut dapat ditempuh dengan
menggunakan kapal laut jurusan Surabaya – Baubau
(Buton), yang kemudian dilanjutkan dengan perjalanan
darat menuju Maligano atau Ereke dengan waktu
tempuh 5 hingga 7 jam, selanjutnya menggunakan
kapal kayu kurang lebih 5 jam. Untuk jalur udara
daerah penyelidikan dapat ditempuh dengan
menggunakan penerbangan Jakarta - Kendari yang
kemudian dilanjutkan dengan menggunakan kapal
cepat Kendari- Raha. Dari Raha menuju lokasi daerah
penyelidikan
ditempuh
dengan
menggunakan
Speedboat, dengan waktu tempuh lebih kurang 4 jam.
1.4 Keadaan Lingkungan
Daerah penyelidikan sebagian besar merupakan
kawasan perbukitan gamping yang umumnya
ditumbuhi oleh pohon jati dan jenis pohon tropis
lainnya, baik yang tumbuh secara alami maupun
kawasan perkebunan yang dikelola oleh perusahaan.
Pemukiman penduduk sebagian besar menempati
pesisir pantai yang terdiri dari penduduk asli suku
Buton dan suku Muna serta sebagian pendatang dari
Ambon, Makasar dan Jawa. Pesisir barat Buton Utara
ditempati oleh suku Muna, sedangkan pesisir timur
Buton Utara ditempati oleh suku Buton. Sebagian besar
matapencaharian penduduk umumnya sebagai nelayan
sesuai dengan keadaan alamnya yang dikelilingi oleh
laut, dan sebagian kecil penduduk bekerja sebagai
pencari rotan atau petani jambu mete, kopi dan coklat,
yg dikelola secara tradisional.
Seperti umumnya di daerah tropis, daerah
penyelidikan mengalami musim hujan pada bulan
Nopember hingga bulan Mei, dan musim kemarau
berlangsung dari bulan Juni hingga bulan Oktober,
dengan suhu udara maksimum berkisar antara 31o C 34o C, sedangkan suhu minimum berkisar antara 19o C
– 22o C.
Tataguna lahan di daerah penyelidikan umumnya
merupakan kawasan hutan dan sebagian diantaranya
merupakan kawasan hutan lindung yang dijaga
kelestariannya. Kawasan perkebunan yang dikelola
oleh penduduk setempat umumnya di sekitar
pemukiman dan jarang sekali sampai ke pelosok
pedalaman hutan
PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005
1.5 Waktu Penyelidikan
Pelaksanaan pekerjaan lapangan bitumen padat di
daerah Labuan Kulisusu dan sekitarnya, dilakukan
selama 60 hari termasuk pengurusan ijin penyelidikan
untuk memasuki wilayah yang akan dituju. Pengurusan
surat perijinan ini dilakukan mulai dari tingkat provinsi
, kemudian dilanjutkan ke kabupaten dan seterusnya
sampai ke tingkat yang paling bawah yaitu tingkat desa
yang
akan
dikunjungi.
Waktu
penyelidikan
dilaksanakan mulai dari tanggal 23 Mei 2005 hingga
21Juli 2005, dengan pekerjaan meliputi pemetaan
geologi yang dibantu oleh outcrop drilling pada
beberapa lokasi, dan pengambilan conto endapan
bitumen baik dari singkapan batuan maupun pemboran,
dimana conto batuan yang diambil diperlukan untuk
analisa laboratorium.
1.6. Pelaksana dan peralatan
Pelaksana pekerjaan lapangan melibatkan ahli
geologi, teknisi pengukuran dan preparator, serta tim
pemboran. Sebagian besar anggota tim berasal dari Sub
Direktorat Batubara, Direktorat Inventarisasi Sumber
Daya Mineral, yang dibantu oleh satu orang ahli
geologi dari Dinas Pertambangan dan Energi
Kabupaten Muna serta beberapa tenaga setempat yang
turut dalam pekerjaan pemboran dan pemetaan geologi.
Peralatan yang dipergunakan untuk pemetaan
geologi terdiri atas :
- Kompas geologi 2 buah
- Palu geologi 2 buah
- Peta dasar skala 1: 50.000 terbitan
Bakosurtanal
- GPS Garmin 12 CX dan 12 XL
- Alat-alat tulis
- Meteran dan tambang plastik
- Kamera Film
Pemboran inti dilaksanakan dengan memakai 1 alat
mesin bor yang terdiri dari satu unit alat bor merk
Sander, beserta seluruh alat pendukungnya yang terdiri
dari pompa pembilas dan pompa pengantar.
1.7. Penyelidik Terdahulu
Penyelidik terdahulu yang menulis mengenai Pulau
Buton cukup banyak, akan tetapi hampir seluruhnya
menulis mengenai sejarah geologi dan penyelidikan
yang berkaitan dengan sumberdaya aspal di daerah
tersebut, sedangkan yang menulis mengenai endapan
bitumen padat belum banyak dilakukan. Beberapa
penyelidik terdahulu yang menulis mengenai Pulau
Buton dan kemudian dijadikan sebagai acuan
penyelidikan diantaranya adalah :
N. Sikumbang, P. Sanyoto, R.J.B. Supandjono dan
S. Gafoer.dari Puslitbang Geologi Bandung, tahun
1995 yang telah membuat laporan dan peta geologi
Lembar Buton, Sulawesi Tenggara. Peta geologi
tersebut disusun berdasarkan data dari penulis
sebelumnya, antara lain Zwierzcky (1925), Kundig
(1930), Hetzel (1936), Weibel (1941), Van Bemmellen
(1946), Ubhaghs & Zeilmans (1947), Marks (1961),
serta Wiryosujono & Hainim (1975).
BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA
Agus Subarnas dkk (2001), telah membuat laporan
hasil penyelidikan bitumen padat di daerah Pasar Wajo,
dimana hasil penyelidikannya menyebutkan bahwa
endapan bitumen padat terdapat pada Formasi Winto
dan Formasi Sampolakosa.
Asep Suryana dkk (2002), telah membuat laporan
hasil penyelidikan bitumen padat di daerah Sampolawa,
dimana hasil penyelidikannya juga menyebutkan
bahwa endapan bitumen padat terdapat pada Formasi
Winto dan Formasi Sampolakosa..
Asep Suryana dkk (2003), telah membuat laporan
hasil penyelidikan bitumen padat di daerah Kapontori,
dimana hasil penyelidikannya menemukan endapan
bitumen padat berupa aspal di daerah Lawele dan
Lasalimu, yang terdapat pada Formasi Tondo/ Formasi
Sampolakosa.
S.M. Tobing dkk (2004), telah membuat laporan hasil
penyelidikan bitumen padat dengan Outcrop Drilling di
daerah Sampolawa, dimana hasil pemboran Formasi
Winto menyebutkan bahwa lapisan serpih merupakan
sumber bitumen padat di daerah Buton.
Untung Triono dkk (2004), telah membuat laporan
hasil penyelidikan pendahuluan endapan bitumen padat
di daerah Waodeburi dan sekitarnya, dimana hasil
penyelidikan menyebutkan bahwa Formasi Winto dan
Formasi Tondo serta Formasi Sampolakosa sebagai
pembawa bitumen padat.
PT Timah, telah melakukan penyelidikan aspal di
daerah Lasalimu, dimana hasil penyelidikannya juga
digunakan untuk membantu dalam penarikan korelasi
lapisan batupasir aspal.
2. GEOLOGI UMUM
Daerah Buton telah lama dikenal sebagai daerah
penghasil aspal alam yang terdapat di Indonesia.
Pulau Buton merupakan satu bagian dari
Kepulauan Tukangbesi-Buton, dimana para ahli
geologi berpendapat Kepulauan Tukangbesi-Buton ini
sering bersentuhan dengan Mandala Sulawesi Timur.
Mandala Sulawesi Timur terdiri dari gabungan
batuan ultramafik, mafik dan malihan, sedangkan
Kepulauan Tukangbesi-Buton disusun oleh kelompok
batuan sedimen pinggiran benua serta oleh batuan
malihan berumur Permo-Karbon sebagai batuan
alasnya.
Menurut penyelidik terdahulu yaitu N. Sikumbang
dan P. Sanyoto, tektonik yang terdapat di P. Buton
terjadi beberapa kali yang dimulai sejak pra-Eosen.
Pola tektonik yang terdapat di Pulau Buton sukar
untuk ditentukan yang disebabkan oleh seluruh
batuannya telah mengalami beberapa kali perlipatan
dan penyesaran.
Gerak tektonik utama yang membentuk pola
struktur hingga sekarang diperkirakan terjadi pada
Eosen-Oligosen yang membentuk struktur imbrikasi
berarah timurlaut – baratdaya. Tektonik ini
kemungkinan menyebabkan pula terjadinya sesar
mendatar antara Buton Utara dan Buton Tengah
sepanjang
Bubu-Matewe
yang
diperkirakan
berhubungan dengan sesar mendatar Palu-Koro.
Kegiatan tektonik berikutnya terjadi antara Pliosen –
PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005
Plistosen yang mengakibatkan terlipatnya batuan praPliosen
Kegiatan tektonik terakhir terjadi sejak Plistosen
dan masih berlangsung hingga saat ini. Tektonik ini
mengakibatkan terangkatnya P. Buton dan P. Muna
secara perlahan, seirama dengan pembentukan
batugamping terumbu Formasi Wapulaka yang
menunjukkan undak-undak.
2.1.Stratigrafi Regional
Daerah Buton disusun oleh satuan batuan yang
dapat dikelompokan ke dalam batuan Mesozoikum dan
Kenozoikum.
Kelompok batuan Mesozoikum
berumur Trias hingga Kapur Atas, sedangkan
kelompok Kenozoikum berumur Miosen dan Plistosen
(Tabel 1). Kelompok batuan yang termasuk
Mesozoikum terdiri atas Formasi Winto, Formasi
Ogena, Formasi Rumu dan Formasi Tobelo yang
diendapkan dari Trias hingga Kapur Akhir.
Kelompok batuan sedimen yang termasuk
Kenozoikum kemudian menutupi sebagian besar
Buton yang terdiri atas Formasi Tondo, Formasi
Sampolakosa dan Formasi Wapulaka yang diendapkan
pada Miosen Awal hingga Plistosen.
Formasi Winto, merupakan formasi tertua yang
tersingkap di daerah Buton Utara, berumur Trias
Akhir. Ciri litologinya terdiri atas perselingan serpih,
batupasir, konglomerat dan batugamping, mengandung
sisa tumbuhan, kayu terarangkan dan sisipan tipis
batubara dengan lingkungan pengendapan neritik
tengah hingga neritik luar.
Formasi Ogena, berumur Yura Bawah, terdiri atas
batugamping berlapis baik, berwarna kelabu dan ungu
muda serta sisipan napal yang diendapkan dalam
lingkungan laut dalam..
Formasi Rumu terdiri atas kalsilutit, napal,
batulumpur dan kalkarenit, berumur Yura Atas dan
hanya ditemukan di sekitar G. Rumu dengan
lingkungan pengendapan laut dalam.
Formasi Tobelo, terdiri atas kalsilutit/mikrit
dengan warna putih kekuningan, kelabu terang hingga
coklat muda, berlapis baik dan di beberapa tempat
terdapat lapisan atau konkresi rijang. Formasi ini
berumur Kapur Atas hingga Paleosen.
Formasi Tondo terdiri atas konglomerat, batupasir
kerikilan, batupasir dengan sisipan batulanau serta
perselingan batupasir, batulanau dan batulempung.
Bagian bawah formasi terdiri dari batugamping
terumbu yang dikenal sebagai Anggota Batugamping
Formasi Tondo. Kedua satuan batuan ini diperkirakan
mempunyai hubungan stratigrafi menjari yang
berumur Miosen dan diendapkan pada lingkungan
neritik hingga batial bawah. Formasi Tondo
mempunyai hubungan tidak selaras dengan formasi
dibawahnya yaitu Formasi Winto , Formasi Ogena,
Formasi Rumu dan Formasi Tobelo.
Formasi Sampolakosa terletak selaras diatas
Formasi Tondo, dengan batuan penyusunnya terdiri
atas napal, berlapis tebal sampai masif, sisipan
kalkarenit pada bagian tengah dan atas formasi,
berumur Miosen Atas – Pliosen Awal yang diendapkan
dalam lingkungan neritik – batial.
BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA
Formasi Wapulaka terletak selaras diatas Formasi
Sampolakosa akan tetapi pada beberapa bagian
menunjukkan hubungan tidak selaras. Batuan
penyusunnya terdiri atas batugamping terumbu
ganggang dan koral, memperlihatkan undak-undak
pantai purba dan topografi karst, endapan hancuran
terumbu, batukapur, batugamping pasiran, batupasir
gampingan, batulempung dan napal kaya foraminifera
plankton. Formasi ini berumur Plistosen yang
diendapkan dalam lingkungan laguna – litoral.
Aluvium merupakan endapan hasil rombakan saat ini
yang terdiri atas kerikil, kerakal, pasir lumpur dan
gambut hasil endapan sungai, rawa dan pantai.
2.2.Struktur Geologi Regional
Peristiwa tektonik yang terjadi pada Kepulauan
Tukangbesi – Buton menyebabkan terjadinya struktur
perlipatan berupa antiklin dan sinklin, serta struktur
sesar yang terdiri dari sesar naik, sesar normal dan
sesar geser mendatar.
Umumnya struktur berarah timurlaut – baratdaya
di Buton Selatan, kemudian berarah utara – selatan di
Buton Tengah, dan utara-baratlaut hingga selatantenggara di Buton Utara.
Sesar-sesar mendatar umumnya memotong
struktur utama yang merupakan sruktur antiklin
sinklin, dimana secara garis besar struktur antiklin
sinklin berarah relatif sejajar dengan arah
memanjangnya tubuh batuan pra-Tersier.
Peristiwa tektonik yang terjadi berulang-ulang ini
menyebabkan batuan-batuan yang berumur lebih tua
mengalami beberapa kali aktivitas struktur, sehingga
batuan tua umumnya ditemukan pada lokasi dengan
kemiringan lapisan yang relatif tajam. Sedangkan
pada batuan yang lebih muda kemiringan lapisan
relatif lebih landai dibandingkan dengan batuan
berumur tua.
Dalam pelaksanaan kegiatan lapangan, tentu
sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pengumpulan
data sekunder yang diambil dari hasil kegiatan
lapangan terdahulu. Data sekunder ini diperlukan
sebagai panduan dalam pelaksanaan penyelidikan
lapangan seperti peta geologi Lembar Buton hasil
penyelidikan N. Sikumbang dkk, serta laporan
penyelidikan bitumen padat daerah Waodeburi hasil
penyelidikan Untung Triono dkk tahun 2004.
Berdasarkan data penyelidikan tersebut, kemudian
dilakukan penyelidikan lanjutan khususnya di daerah
Labuan, Kabupaten Muna. Pekerjaan yang dilakukan
dilapangan sebagian besar merupakan pemetaan
geologi dan outcrop drilling dengan dibeberapa tempat
dibuat lintasan terukur guna mengetahui ketebalan
formasi yang terdapat di daerah penyelidikan.
Pemetaan geologi permukaan dilakukan dengan
menyusuri sungai-sungai yang terdapat di daerah
penyelidikan, dimana titik berat pekerjaannya adalah
mencari singkapan-singkapan sedimen klastik halus,
terutama serpih dan batupasir yang terisi rembasan
aspal yang mungkin tersingkap di dasar atau tebing
sungai. Singkapan serpih atau batupasir yang
ditemukan kemudian diukur arah jurus dan
kemiringannya serta ditentukan posisinya dengan
bantuan alat Global Positioning System (GPS) Garmin
tipe 12 CX, yang kemudian hasilnya dicatat dan diplot
pada peta dasar 1 : 50.000 dari Bakosurtanal. Pemetaan
ini masih merupakan pemetaan regional sebagai
kelanjutan dari pemetaan tahun 2004, dengan di
beberapa tempat yang dianggap mempunyai kandungan
bitumen padat dilakukan pemboran guna mengetahui
variasi ketebalannya.
Pengamatan singkapan bitumen padat dan litologi
lainnya dilakukan pada seluruh formasi yang terdapat
di daerah penyelidikan, akan tetapi lebih
dikonsentrasikan pada Formasi Winto, Formasi Tondo
dan Formasi Sampolakosa yang diperkirakan
mengandung endapan bitumen padat. Sedangkan untuk
kegiatan pemboran (outcrop drilling) lebih ditekankan
pada formasi batuan yang mengandung serpih bitumen,
dalam hal ini Formasi Winto dan Formasi Tondo
sebagai sasaran pemboran.
Pengambilan conto batuan untuk keperluan analisa
retorting dan analisa petrografi hampir seluruhnya
berasal dari hasil pemboran yang dilakukan pada
singkapan batu serpih yang mengandung bitumen, serta
conto batupasir aspal yang diambil dari singkapan
batuan. Conto batuan tersebut diambil untuk keperluan
analisa laboratorium, dimana tiap “ply sample”
diusahakan mewakili tiap bagian batuan hasil
pemboran yang dipisahkan berdasarkan perbedaan fisik
batuan, terutama perbedaan warna yang diperkirakan
akan menghasilkan kandungan minyak berbeda.
2.3. Indikasi Endapan Bitumen Padat
Dalam
upaya
mengetahui
batuan
yang
mengandung bitumen padat, salah satu cara yang cukup
mudah untuk dilakukan dilapangan adalah dengan
membakar sedikit batuan yang diduga mengandung
bitumen tersebut, dimana batuan yang mengandung
bitumen akan mengeluarkan aroma khas seperti aroma
aspal terbakar.
Secara geologi formasi batuan yang mengandung
endapan bitumen padat dapat terbentuk pada
lingkungan pengendapan danau, laut dangkal – neritik
atau lagun.
Batuan ini biasanya merupakan sedimen klastik halus,
seperti serpih, lanau atau batupasir halus dan sering
berasosiasi atau mengandung sisa-sisa tumbuhan, kayu
terarangkan atau mengandung batubara.
Berdasarkan batasan-batasan tersebut di atas, maka
dapat dilokalisir daerah yang mempunyai indikasi 3.2. Analisa Laboratorium
Seperti telah disebutkan di atas bahwa
kandungan bitumennya, sehingga lebih mempermudah
pengambilan
conto batuan diperlukan untuk analisa
dalam pelaksanaan penyelidikannya.
laboratorium, baik untuk analisa retorting maupun
analisa petrografi. Conto batuan hasil pemboran
3. KEGIATAN PENYELIDIKAN
kemudian diambil sedikit untuk keperluan analisa
3.1. Penyelidikan Lapangan
petrografi, sedangkan sisanya yang terbesar dipakai
untuk analisa retorting.
PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005
BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA
Analisa retorting dimaksudkan untuk mengetahui
kandungan minyak yang terdapat di dalam batuan,
dimana hasil analisa yang diperoleh antara lain
kandungan minyak dalam satuan liter/ton, kandungan
air dalam satuan liter/ton serta berat jenis dalam satuan
gram/ton. Jumlah conto batuan yang dianalisa retort
sebanyak 10 conto dengan 8 buah conto berasal dari
pemboran dan 2 conto dari singkapan batuan.
Analisa petrografi dilakukan untuk membantu
dalam mengetahui kandungan maseral, komposisi, dan
variasinya. Selain itu juga dapat membantu
menentukan tingkat kematangan suatu material
organik, dalam hal ini tingkat kematangan generasi
hidrokarbon melalui reflektan vitrinitnya. Juga dapat
digunakan sebagai data silang terhadap hasil analisa
retorting.
Jumlah conto batuan yang dianalisa petrografi
sebanyak 5 buah conto terdiri dari serpih bitumen dan
batupasir aspal.
Seluruh analisa batuan dilakukan di Laboratorium
Kimia dan Fisika Mineral, Direktorat Inventarisasi
Sumber Daya Mineral.
3.3. Pengolahan Data
Seluruh data yang terkumpul selama kegiatan
lapangan, kemudian diolah untuk mendapatkan
informasi yang diinginkan. Data-data lapangan ini
kemudian lokasinya dimasukan kedalam peta dasar
berikut arah jurus dan kemiringan lapisan serta jenis
batuan juga ketebalannya. Pemasukan data lapangan
ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui seberapa luas
sebaran bitumen padat yang terdapat di daerah
penyelidikan, baik lapisan serpih maupun batupasir
aspal. Dalam pengolahan data lapangan tentunya sangat
tergantung dari data hasil penyelidikan lapangan
dimana semakin rapat data yang diperoleh, akan
semakin baik interpretasi yang dihasilkan. Akan tetapi
dalam pengumpulan data tentunya banyak faktor yang
sangat menentukan baik faktor pelaksana lapangan,
medan lapangan serta singkapan bitumen padat yang
muncul dipermukaan. Berdasarkan data yang
dihasilkan selama kegiatan penyelidikan bitumen padat
daerah Kulisusu, Kabupaten Muna, diperoleh data
pemboran sebanyak 4 lokasi dengan masing-masing
kedalaman bor 25 meter. Pemboran ini ditujukan untuk
mengetahui jumlah lapisan serpih bitumen serta
ketebalannya. Selain data pemboran tentunya terdapat
data-data singkapan batuan serpih bitumen yang sangat
diperlukan untuk penarikan korelasi lapisan batuan.
Endapan bitumen padat yang terdapat di daerah
Kulisusu terdapat dalam 3 lokasi, dimana 1 lokasi
merupakan lapisan serpih bitumen yang terdapat di
sekitar desa Labuan, dan 2 lokasi merupakan endapan
aspal yang terdapat di daerah Maligano dan Tomoahi.
beberapa tempat dapat mencapai lebih dari 70o.
Kenampakan morfologi daerah penyelidikan sebagian
besar dibentuk oleh batugamping dan konglomerat
yang membentuk perbukitan bergelombang. Pada
beberapa tempat menunjukkan morfologi seperti
plateau yang disusun oleh batugamping Wapulaka
dengan kenampakan
berupa undak-undak yang
menempati tepi pantai.
Daerah penyelidikan mempunyai ketinggian ratarata antara 50 meter hingga 400 meter, akan tetapi di
beberapa tempat dapat mencapai ketinggian >1000
meter di atas permukaan laut.
Pola aliran sungai yang berkembang di daerah
penyelidikan umumnya membentuk pola aliran radial
dan sub dendritik, dimana pola aliran ini dikontrol oleh
litologi dan struktur geologi yang terjadi. Stadium erosi
yang umum dijumpai merupakan stadium muda dengan
lembah-lembah terjal dan sempit.
4.1.2. Stratigrafi
Susunan stratigrafi daerah penyelidikan terdiri atas
batuan dengan kisaran umur dari Trias hingga Kuarter.
Satuan batuan tertua adalah Formasi Doole dan
Formasi Winto berumur Trias, yang ditutup secara
tidak selaras oleh satuan batuan dari Formasi Ogena
yang berumur Yura, kemudian Formasi Ogena ditutup
secara tidak selaras oleh Formasi Tobelo yang berumur
Kapur Atas. Di atas Formasi Tobelo diendapkan satuan
batuan berumur Tersier, terdiri atas: Anggota
Batugamping Tondo, Formasi Tondo, Formasi
Sampolakosa dan Formasi Wapulaka serta Endapan
Aluvium.
Formasi Doole,merupakan formasi yang paling tua yang
di jumpai di daerah penyelidikan, tersusun oleh litologi
batuan metamorf berupa kuarsit mikaan, berselingan
dengan filit dan batu sabak, tebal satuan beberapa ratus
meter, diperkirakan berumur Trias sampai Yura,
penyebaran formasi ini meliputi daerah panti Timur Buton
Utara membentuk morfologi perbukitan terjal, singkapan
formasi ini dijumpai di sekitar desa Lakansai.
Formasi Winto, merupakan satuan batuan tua yang
tersingkap di bagian utara barat daerah penyelidikan,
dengan ciri litologi terdiri atas perselingan serpih ,
batugamping kalkarenit dan batupasir gampingan .
Lapisan serpih secara megaskopis merupakan
perlapisan tipis dengan ketebalan antara 5 cm hingga
20 cm, pada beberapa tempat mencapai 1,00 meter,
berwarna abu-abu kecoklatan hingga kehitaman,
mengandung bitumen, sering kali bersisipan batupasir
halus membentuk laminasi, mudah pecah, ringan, dan
kadang dijumpai sisa tumbuhan berwarna coklat
kehitaman.
Batugamping kalkarenit, berwarna abu-abu
kecoklatan, sangat keras, beraroma bitumen/aspal,
ketebalan perlapisan antara 50 cm hingga 3,00 meter,
4. HASIL PENYELIDIKAN
kadang dijumpai fosil seperti kerang.
Batupasir
gampingan,
berwarna
abu-abu
4.1 Geologi Daerah Penyelidikan
kecoklatan, kompak, berbutir halus hingga sedang,
4.1.1. Morfologi
Daerah penyelidikan merupakan daratan terpilah sedang, beraroma bitumen/aspal, ketebalan
berbukit-bukit yang dibagian barat dan bagian timur perlapisan antara 30 cm hingga 1,50 meter, batas antar
dibatasi oleh laut. Kemiringan lereng perbukitan perlapisan tegas.
berkisar antara 20o hingga 50o, akan tetapi pada
PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005
BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA
tenggara. Batuan penyusun Formasi Tondo terdiri atas
konglomerat dan batupasir kerikilan serta batupasir
kasar- halus, batulanau hingga batulempung, dimana
konglomerat menempati bagian paling bawah dengan
ketebalan lebih dari 20 – 30 meter. Kemudian batupasir
kerikilan dan batupasir kasar menutupi konglomerat
secara selaras, dan pada beberapa lapisan batupasir
kasar ditemukan rembasan aspal.
Konglomerat umumnya disusun oleh fragmen batuan
beku dengan matriks berukuran pasir kasar yang
terelaskan dan tidak menunjukkan sruktur perlapisan.
Singkapan perselingan batupasir dan batulempung
sangat baik ditemukan di sepanjang aliran Sungai
Labuan Wolio dan Sungai Siloi dengan ketebalan
mencapai lebih 100 meter.
Batupasir, berwarna abu-abu terang hingga coklat
kehitaman, umumnya membentuk perlapisan dengan
ketebalan 20 cm hingga 1 meter, berbutir halus–kasar,
terpilah sedang, kadang dijumpai rembasan aspal yang
mengisi pori-pori batupasir dengan ketebalan 10 cm
hingga 20 cm.
Batulanau, berwarna abu-abu kecoklatan, kompak
sampai mudah hancur, berlapis tipis agak menyerpih
dengan ketebalan perlapisan antara 2 meter hingga 3
meter.
Batulempung, berwarna abu-abu kehitaman, agak
kompak dengan ketebalan perlapisan 1 meter hingga 2
meter.
Ketebalan Formasi Tondo di daerah ini mencapai
Formasi Ogena, di daerah penyelidikan tersingkap di
bagian utara yang dicirikan oleh batugamping berlapis lebih dari 600 meter, dengan umur formasi Miosen
yang kadang-kadang diselingi dengan napal. Awal – Miosen Tengah.
Batugamping berwarna coklat abu-abu, keras, dengan
ketebalan perlapisan 20 cm hingga 30 cm. Sedangkan Formasi Sampolakosa, didaerah penyelidikan
napal berwarna abu-abu terang, kompak, tebal terutama terdiri atas napal dan batupasir gampingan
perlapisan antara 10 cm hingga 20 cm. Total ketebalan dengan sisipan kalkarenit berlapis tipis.
Napal berwarna abu-abu terang, kompak dan
Formasi Ogena di daerah penyelidikan berkisar antara
umumnya masif sampai berlapis yang dipisahkan oleh
500 meter hingga 1000 meter.
sisipan tipis kalkarenit, dengan ketebalan perlapisan 2
Formasi Tobelo, tersingkap di bagian utara daerah meter hingga lebih dari 5 meter.
Batupasir gampingan berwarna abu-abu terang
penyelidikan yang mengapit Formasi Ogena dibagian
barat dan timur serta menutupinya secara tidak selaras. hingga coklat kehitaman, berbutir halus, kompak,
Ciri litologi formasi ini didominasi oleh batugamping terpilah baik, pada beberapa tempat mengandung
kalsilutit berwarna putih sangat keras dengan sisipan rembasan aspal. Singkapan batupasir gampingan
rijang. Ketebalan Formasi Tobelo di daerah dengan rembasan aspal cukup baik ditemukan di Desa
penyelidikan antara 550 hingga 700 meter, dengan Tomoahi, Desa Jampaka dan Desa Epe, dengan
umur fornasi batuan Yura (berdasarkan penyelidik ketebalan lapisan batupasir mencapai 2 meter hingga
lebih dari 10 meter.
terdahulu).
Batugamping kalkarenit, berwarna kuning
Formasi Tondo, Anggota Batugamping Formasi kecoklatan, kompak, dengan ketebalan perlapisan 10
Tondo, tersingkap di aliran Sungai Labuan Wolio di cm hingga 30 cm.
bagian barat, hulu Sungai Labana dan S Launa di Penyebaran Formasi Sampolakosa di daerah
bagian timur. Formasi ini dicirikan oleh batugamping penyelidikkan menempati bagian barat, bagian tengah
terumbu , mengandung banyak foraminifera bentos dan dan bagian selatan. Akan tetapi berdasarkan hasil
koral. Di bagian barat dan selatan daerah penyelidikan, penyelidikan diketahui bahwa formasi ini tidak
anggota Batugamping Formasi Tondo ini berbatasan seluruhnya mengandung aspal, sehingga lapisan batuan
secara selaras dengan Formasi Sampolakosa, yang diperkirakan mengandung aspal hanya dijumpai
sedangkan di bagian timur berhubungan secara menjari di sekitar Teluk Waodeburi bagian selatan sekitar Desa
dengan Formasi Tondo. Anggota ini menempati bagian Jampaka, Desa Tomoahi dan Desa Epe.
Penyelidik terdahulu menyebutkan bahwa Formasi
paling bawah dari Formasi Tondo yang kemudian
Sampolakosa berumur Miosen Atas hingga Pliosen
ditutup oleh batupasir kerikilan.
Formasi Tondo di daerah penyelidikan menempati Bawah, dengan ketebalan terukur di daerah ini
bagian barat, bagian tengah dan bagian timur yang mencapai 700 meter hingga 800 meter.
tersingkap dengan arah utara – selatan dan baratlaut Perselingan batuan Formasi Winto pada beberapa
lokasi kadang-kadang ditembus oleh rembesan aspal
yang terjadi melalui rekahan-rekahan batuan yang
terdapat di dalam Formasi Winto.
Ketebalan Formasi Winto di daerah penyelidikan
berdasarkan hasil pengukuran lintasan sungai sulit
untuk diketahui mengingat sangat minimnya singkapan
batuan formasi ini yang hampir selalu tertutup oleh
endapan larutan gamping. sedangkan hasil pemboran
sampai kedalaman 25 meter masih merupakan endapan
batuan Formasi Winto. Pada beberapa lintasan
pengukuran batuan serpih telah mengalami pelapukan
yang sangat kuat sehingga sulit untuk mendapatkan
conto serpih dari singkapan batuan. . Umur formasi
menurut penyelidik terdahulu masuk pada Trias Akhir,
dengan lingkungan pengendapan neritik hingga laut
dalam.
Penyebaran Formasi Winto di daerah ini hanya
dijumpai di hulu Sungai Labuan Belanda ditemukan
pada lokasi singkapan ST-1, ST-2, dan ST-3 yang
termasuk kedalam wilayah desa Labuan dan di hulu
Sungai Labuanwolio, ditemukan pada lokasi singkapan
ST-5 , termasuk dalam wilayah desa Labuan Wolio.
Penyebaran formasi ini mempunyai luas lebih kurang
7 km x 2 km, yang tersingkap akibat sesar naik dimana
batas bagian barat dan timur diperkirakan merupakan
kontak tektonik.
PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005
BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA
Formasi Wapulaka, merupakan formasi termuda yang
tersingkap di daerah penyelidikan. Litologi formasi ini
terutama merupakan batugamping terumbu, yang di
bagian bawahnya terdiri atas napal dan batugamping
pasiran.
Batugamping terumbu berwarna putih kekuningan,
yang disusun oleh ganggang atau koral membentuk
undak-undak
pada
pinggiran
pantai
daerah
penyelidikan.
Napal, menempati bagian bawah, berwarna putih
kekuningan kompak yang
berselingan dengan
batupasir gampingan , berwarna abu-abu kekuningan,
kompak serta tidak menunjukkan aroma bitumen.
Penyebaran Formasi Wapulaka di daerah
penyelidikan sebagian besar terdapat di Kecamatan
Ereke pantai timur, penyebarannya mengikuti pola
pantai saat ini, serta sebagian kecil lagi berkembang di
bagaian barat dengan penyebaran yang sangat terbatas
seperti di daerah Maligano. Hubungan stratigrafi
dengan formasi dibawahnya menunjukkan selaras,dan
berdasarkan hasil penyelidikan sebelumnya, formasi ini
diketahui berumur Plistosen.
Endapan Aluvium
Aluvium merupakan endapan termuda terdiri atas
kerakal, kerikil, pasir dan lumpur. Endapan ini masih
terus berlangsung sebagai hasil dari pengikisan sungai
saat ini. Di daerah penyelidikan endapan aluvium
umumnya menempati garis pantai seperti di Teluk
Koro, Kecamatan Ereke dan di pantai utara barat
sekitar Desa Labuan dan Desa Maligano.
4.1.3. Struktur Geologi
Struktur geologi yang berkembang di daerah
penyelidikan umumnya merupakan struktur antiklin
dan sinklin serta beberapa struktur sesar yang terdiri
atas sesar naik dan sesar normal, serta sesar mendatar.
Struktur antiklin – sinklin di daerah penyelidikan
menunjukkan pola Baratlaut – Tenggara hingga Utara –
Selatan. Struktur ini hampir mempengaruhi seluruh
formasi yang terdapat di daerah penyelidikan, dimana
terlihat bahwa seluruh formasi batuan mengalami
perlipatan. Beberapa formasi batuan menunjukkan
sudut kemiringan lapisan yang lebih besar, bahkan
sering dijumpai sebagai lapisan tegak. Hal ini
menunjukkan bahwa peristiwa tektonik yang terjadi di
daerah penyelidikan berlangsung lebih dari satu kali.
Sesar mendatar dijumpai di bagian tengah dan
bagian barat memotong beberapa formasi, diantaranya
Formasi Tobelo, Formasi Tondo, dan Formasi
Sampolakosa. Arah sesar mendatar baratlaut – tenggara
hingga hampir utara – selatan. Sesar ini diperkirakan
terjadi setelah perlipatan antiklin-sinklin terbentuk
lebih dahulu, dimana sesar di beberapa lokasi
memotong sumbu antiklin-sinklin tersebut.
Sesar normal merupakan struktur yang terbentuk
paling akhir sebagai struktur patahan sekunder, dimana
di daerah penyelidikan terdapat di utara G.Wani,
merupakan batas antara Formasi Ogena dan Formasi
Tobelo serta di selatan desa Labuan yang memanjang
utara - selatan dan merupakan batas antara Formasi
Winto dan Formasi Tondo.
PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005
Sesar naik terdapat di bagian utara barat, dimana
sesar ini merupakan kontak batas antara Formasi Winto
dan Formasi Tobelo dengan arah Timurlaut – baratdaya
yang kemudian membelok menjadi utara – selatan
hingga Baratlaut – tenggara. Sedangkan di bagian timur
terdapat pada Formasi Doole dengan arah baratlaut tenggara.
4.2. Potensi Endapan Bitumen Padat
Dalam upaya mendapatkan data yang lebih rinci
mengenai formasi batuan pembawa bitumen padat di
daerah penyelidikan, maka dalam pelaksanaan
penyelidikan kali ini dilakukan dengan bantuan
pemboran.
Kemudian atas dasar hasil penyelidikan tahun 2004
dapat diperkirakan bahwa secara geologi, endapan
bitumen padat yang terdapat di daerah Labuan
Kecamatan Wakorumba Kabupaten Muna, adalah
merupakan batuan sumber bitumen padat yang berupa
serpih coklat kehitaman dari Formasi Winto. Formasi
ini dipastikan adalah merupakan batuan sumber aspal
yang banyak ditemukan di daerah Buton Utara,
Kabupaten Muna. Selain Formasi Winto, di daerah
bagian timur ditemukan rembasan aspal yang
mengendap pada batupasir. Endapan aspal ini
merupakan hasil migrasi dari formasi batuan yang lebih
tua yaitu Formasi Winto. Bertindak sebagai batuan
reservoir endapan bitumen padat di daerah ini adalah
Formasi
Tondo
dan
Formasi
Sampolakosa.
Pelaksanaan pemboran bitumen padat di daerah Labuan
Kulisusu, Kabupaten Muna lebih dititik beratkan pada
Formasi Winto yang dimaksudkan untuk mengetahui
keadaan geologi endapan bitumen padat tersebut baik
arah penyebarannya maupun besarnya kemiringan serta
ketebalan lapisan serpih yang mengandung bitumen
padat tersebut.
Endapan bitumen padat yang terdapat pada
serpih di Desa Labuan Kecamatan Wakorumba
umumnya merupakan sisipan-sisipan tipis yang
berselingan dengan batugamping dan batupasir.
Ketebalan lapisan serpih yang mengandung bitumen
padat pada beberapa lokasi singkapan batuan umumnya
berkisar antara 5 cm hingga 30 cm, seperti yang
ditemukan pada lokasi singkapan ST01, ST02, ST03,
ST04 dan ST 05. Sedangkan data hasil pemboran pada
lokasi bor LB01 dan LB 02 terdapat beberapa lapisan
serpih bitumen yang mempunyai ketebalan lebih dari
1,00 meter. Untuk lokasi pemboran LB 03 dan LB 04
tidak ditemukan lapisan serpih, akan tetapi umumnya
batuan merupakan lapisan lempung dan lanau yang
mempunyai aroma bitumen, sedangkan singkapan
batuannya ditemukan pada lokasi ST06, ST07, dan ST
08.
Data serpih bitumen hasil pemboran serta data
singkapan serpih bitumen kemudian digunakan untuk
melakukan korelasi lapisan bitumen sehingga diperoleh
panjang sebaran lapisan serpih bitumen tersebut. Akan
tetapi dalam menarik korelasi lapisan serpih bitumen
terdapat banyak faktor yang cukup menghambat,
diantaranya adalah ketebalan lapisan serpih yang tipis
serta berselingan dengan batugamping dan batupasir.
Oleh karena banyaknya lapisan serpih bitumen dengan
ketebalan sangat tipis, maka dalam melakukan korelasi
BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA
lapisan hanya diambil beberapa lapisan serpih yang
mempunyai ketebalan > 0,50 meter. Endapan bitumen
padat lainnya merupakan endapan aspal yang mengisi
pori-pori batupasir gampingan pada Formasi
Sampolakosa dan Formasi Tondo. Endapan bitumen
padat tersebut diperkirakan sebagai hasil migrasi
bitumen dari lapisan serpih coklat kehitaman Formasi
Winto. Beberapa conto singkapan batupasir aspal
ditemukan pada lokasi MG03, MG 10, dan E02.
ditemukan pada Formasi Tondo sebagai rembasan
aspal yang mengisi pori-pori batuan. Penyebaran
lapisan serpih bitumen pada Formasi Winto sangat tipis
dan umumnya berselingan dengan batugamping pasiran
dan batupasir gampingan dengan ketebalan lapisan
serpih 5 cm hingga 120 cm. Hasil penyelidikan
lapangan serta pemboran pada 4 lokasi BL 01, BL 02,
BL 03 dan BL 04 dengan kedalaman bor 25 meter,
menunjukkan bahwa sebaran lapisan serpih bitumen
berarah baratdaya – timurlaut dengan kemiringan
mencapai 50o serta panjang penyebaran 5 km.
Hasil Analisa Laboratorium
Conto batuan sebagai hasil penyelidikan lapangan
baik yang berasal dari inti bor maupun singkapan Sumberdaya Bitumen Padat
Berdasarkan hasil perhitungan sumberdaya bitumen
batuan, kemudian dipilih beberapa conto yang
selanjutnya dilakukan analisa laboratorium seperti padat sampai dengan kedalaman 100 meter dapat
diketahui bahwa sumberdaya bitumen padat yang
analisa retorting dan analisa petrografi.
terdapat di daerah Kulisusu dan sekitarnya, Kabupaten
Muna adalah sebesar 11.168.915,75 ton batuan.
Analisa Retorting
Proses analisa retorting ini ditujukan untuk
Hasil perhitungan sumberdaya minyak yang
mengetahui kuantitas minyak yang terkandung di terkandung dalam bitumen padat di daerah Kulisusu
dalam batuan. Hasil pengujian terhadap 10 conto Muna sampai dengan kedalaman 100 meter adalah
batuan yang umumnya terdiri dari batuan serpih dan sebesar 25.660.544,08 barrel.
batupasir gampingan yang mengandung rembasan
aspal, hasilnya menunjukan angka kandungan minyak V. KESIMPULAN
anbtara 20 lt/ton hingga 190 lt/ton.
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di
atas baik hasil studi literatur maupun hasil pekerjaan
Analisa Petrografi
Analisa petrografi dilakukan dengan tujuan sebagai lapangan serta hasil analisa laboratorium, maka dapat
data pendukung analisa retorting batuan. Hasil analisa diambil kesimpulan sebagai berikut :
- Morfologi daerah penyelidikan merupakan
ini paling tidak dapat digunakan antara lain :
- Mengetahui jenis kandungan maseral.
morfologi perbukitan dengan ketinggian 50
- Membantu
dalam
penentuan
tingkat
meter hingga >1000 meter diatas permukaan
kematangan suatu material organik, dalam hal
laut, dengan kemiringan lereng antara 20o
hingga 50o., serta pola aliran sungai yang
ini adalah tingkat kematangan generasi
berkembang membentuk pola aliran sub
hidrokarbon, yaitu melalui reflektan vitrinite.
dendritik hingga radial.
Berdasarkan hasil analisa petrografi terhadap 4
- Endapan
bitumen
padat
di
daerah
conto batuan dari daerah Kulisusu, Kabupaten Muna,
penyelidikan merupakan endapan serpih yang
umumnya merupakan batuan sedimen klastik halus
ditemukan pada Formasi Winto, serta endapan
yang terdiri dari serpih dan batupasir gampingan.
aspal yang ditemukan dalam lapisan batupasir
Kandungan material organik pada conto batuan yang
gampingan Formasi Tondo yang bertindak
dianalisa terdiri dari lamalginit, livtinit, inertinit dan
sebagai “reservoir aspal” hasil migrasi
liptodetrinit. Lamalginit abundant hingga major,
bitumen dari lapisan serpih Formasi Winto.
- Arah sebaran endapan serpih bitumen adalah
berwarna kuning hingga jingga tua. Livtinit ‘abundant’
timurlaut – baratdaya dengan ketebalan
hingga ‘major’, inertinit ‘spare’ sedangkan vitrinit
lapisan antara 5 cm hingga 1,20 meter terdiri
‘rare’ (LB01-1 dan LB02-1.Impregnater bitumen
dari banyak lapisan, terdapat pada blok
‘major’ dan oksida besi ‘abundant’. Pada conto E-02,
Labuan (Blok A), sedangkan endapan aspal
hanya inertinit yang hadir, sementara vitrinit dan
terdapat di Blok B dan Blok C dengan arah
liptinit ‘absent’ dengan impregnated bitumen
sebaran barat laut – tenggara serta ketebalan
‘dominant’.
Tingkat kematangan material organik
terukur 1 meter hingga 2 meter.
(Rvmean) berkisar dari 0,32 % – 0,43 %.
- Hasil pengujian kandungan minyak dengan
“Retort Analysis Methode” yang dilakukan
Interpretasi
Berdasarkan
hasil
penyelidikan
lapangan,
terhadap 10 conto batuan diketahui
diketahui bahwa penyebaran lapisan batuan yang
mempunyai kandungan minyak antara 20
mengandung endapan bitumen padat di daerah Labuan
lt/ton hingga 190 liter/ton batuan.
Kulisusu, Kabupaten Muna menunjukkan penyebaran Sumberdaya bitumen padat yang terdapat di daerah
Kulisusu Muna adalah sebesar 11.168.915,75 ton
Baratdaya – Timurlaut dan Baratlaut – Tenggara.
batuan.
equivalent dengan 25.660.544,08 barrel
minyak.
Endapan bitumen padat di daerah Labuan
ditemukan pada Formasi Winto sebagai batuan serpih
coklat kehitaman, sedangkan di Maligano dan Tomoahi
PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005
BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
Sikumbang,N.,
Sanyoto,
P.,
Supandjono,
R.J.B.
dan
Gafoer,
S.,
1995,
Peta
Geologi Lembar Buton, Sulawesi Tenggara skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian Dan Pengembangan
Geologi.
Yen, The Fu., and Chilingarian 1976, Oil Shale, Development in Petroleum Science, 5. Elsevier Science
Publishing Company, Amsterdam – Oxford
Subarnas, A., 2001, Penyelidikan Pendahuluan Endapan Bitumen Padat Di Daerah Pasar Wajo dan
Sekitarnya, Kab. Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara (Lembar Peta : 2210-62)
Suryana, A, 2002, Inventarisasi Endapan Bitumen Padat di Daerah Sampolawa dan Sekitarnya, Kab.
Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara (Lembar Peta : 2210-33)
Triono, U, 2004, Inventarisasi Endapan Bitumen Padat di Daerah Waodeburi dan Sekitarnya, Kab.
Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara (Lembar Peta : 2211-34, 2211-62, 2311-13 dan 2311-41)
Peta Lokasi Daerah Penyelidikan
PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005
BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA
Peta Geologi dan Sebaran Bitumen Padat Daerah Penyelidikan
PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005
BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA
Download