INVENTARISASI ENDAPAN BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DI DAERAH KULISUSU DAN SEKITARNYA KABUPATEN MUNA, PROVINSI SULAWESI TENGGARA ( LEMBAR PETA : 2211-34, 2211=62, 2311-13, 2311-41) Oleh: Asep Suryana Subdit Batubara, DIM SARI Penyelidikan lanjutan endapan bitumen padat di daerah Labuan Kulisusu dimaksudkan untuk mempelajari keadaan geologi, khususnya mengenai sebaran endapan bitumen padat yang terdapat pada Formasi Winto sebagai formasi batuan pembawa endapan bitumen padat.. Secara administratif daerah penyelidikan termasuk kedalam wilayah hukum Kecamatan Wakorumba dan Kecamatan Maligano serta Kecamatan Ereke, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara., sedangkan secara geografis terletak pada koordinat 04o 25’ 00’’ sampai 04o 40’ 00’’ Lintang Selatan dan 122o 55’ 00’’ sampai 123o 10’ 00’’ Bujur Timur menempati Lembar Peta Bakosurtanal No 2211-34(Maligano), 2211-62(Labuan),2311-13 (Waodeburi), 2311-41 (Korolabu). Daerah penyelidikan merupakan bagian dari Anjungan Tukangbesi-Buton yang sering bersentuhan dengan Mandala Sulawesi Timur. Secara stratigrafi daerah penyelidikan disusun oleh beberapa formasi batuan yaitu : Formasi Doole, Formasi Winto, Formasi Ogena, Formasi Tobelo, FormasiTondo, Formasi Sampolakosa, Formasi Wapulaka dan Endapan Aluvium. Evaluasi terhadap keadaan geologi daerah penyelidikan dan berdasarkan pada conto batuan yang ditemukan di lapangan penyelidikan menunjukkan bahwa endapan bitumen padat terdapat pada Formasi Winto dan Formasi Tondo yang diperkirakan bertindak sebagai satuan batuan pembawa endapan bitumen padat. Berdasarkan hasil pemetaan geologi menunjukkan bahwa endapan bitumen padat pada Formasi Winto ditemukan pada lapisan serpih, sedangkan pada Formasi Tondo ditemukan pada batupasir gampingan yang mempunyai kandungan aspal cukup tinggi. Penyebaran endapan bitumen padat pada Formasi Winto mempunyai panjang sekitar 5 kilometer berarah Baratdaya – Timurlaut dengan kemiringan antara 30o hingga 60o . Sedangkan pada Formasi Tondo penyebaran nya setempat-setempat yang mincul pada jalur struktur. Lapisan serpih yang ditemukan pada Formasi Winto berdasarkan data pemboran terdiri dari banyak lapisan dan relatif tipis, yaitu antara 5 cm hingga 120 cm yang berselingan dengan batugamping kalkarenit dan batupasir gampingan.sedangkan lapisan batupasir gampingan Formasi Tondo mempunyai ketebalan antara 2 meter hingga > 5 meter. Sumberdaya bitumen padat yang terdapat di daerah Labuan Kulisusu dan sekitarnya adalah 11.168.915,75 ton., dimana 2.958.915,75 ton terkandung dalam Formasi Winto dengan kandungan minyak 20 liter/ton - 130 liter/ton, dan 8.210.000,00 ton terkandung dalam Formasi Tondo, dengan kandungan minyak 70. liter/ton - 190. liter/ton. Wakaromba, kecamatan Maligano dan kecamatan Ereke, Kabupaten Muna, adalah dalam rangka I . PENDAHULUAN pelaksanaan program kegiatan DIPA tahun anggaran 1.1 Latar Belakang 2005, yang merupakan tindak lanjut inventarisasi Bitumen padat merupakan salah satu sumberdaya bitumen padat tahun sebelumnya. energi alternatif yang diperkirakan banyak terdapat di Indonesia. Endapan ini menempati lingkungan Pelaksanaan kegiatan penyelidikan dimulai sejak 23 pengendapan yang relatif sama dengan lingkungan Mei 2005 sampai dengan tanggal 21Juli 2005 dengan pengendapan batubara, sehingga keberadaannya hampir anggaran biaya DIPA tahun 2005. selalu berasosiasi dengan endapan batubara. Oleh 1.2 Maksud dan Tujuan karena itu, Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Maksud dari penyelidikan endapan bitumen padat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, Direktorat dengan bantuan outcrop drilling adalah untuk Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, menginventarisasi lebih rinci endapan bitumen padat Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, dan batuan pengapitnya yang terdapat pada Formasi kemudian mengadakan program kegiatan inventarisasi Winto di daerah Labuan Kulisusu, sebagai tindak endapan bitumen padat , sebagai salah satu upaya lanjut dari penyelidikan yang telah dilakukan pada mengantisipasi kebutuhan energi yang semakin tahun 2004. meningkat. Tujuannya adalah agar dapat mengetahui dengan Kegiatan penyelidikan endapan bitumem padat di daerah Labuan Kulisusu yang meliputi kecamatan lebih jelas arah pelamparan, kemiringan maupun PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005 BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA ketebalan endapan bitumen padat, demikian pula dengan kualitas dan kuantitasnya, sehingga diharapkan dapat mengetahui besarnya sumberdaya endapan bitumen padat yang terdapat di daerah tersebut. 1.3 Lokasi Daerah Penyelidikan Daerah penyelidikan secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Wakarumba, Kecamatan Maligano dan Kecamatan Ereke, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara, sedangkan secara geografis menempati suatu wilayah dalam koordinat 4° 25′ 00″ – 4° 40′ 00″ LS dan 122° 55′ 00″ – 123° 10′ 00° BT, dari lembar peta 2311 – 13 (Waodeburi), 2211 – 34 (Maligano), 2211-62 (Labuan), 2311 – 41(Korolabu), peta rupabumi dari Bakosurtanal (Gambar 1). Lokasi daerah penyelidikan dapat ditempuh dengan melalui dua jalur, yaitu jalur laut dan jalur udara. Untuk jalur laut dapat ditempuh dengan menggunakan kapal laut jurusan Surabaya – Baubau (Buton), yang kemudian dilanjutkan dengan perjalanan darat menuju Maligano atau Ereke dengan waktu tempuh 5 hingga 7 jam, selanjutnya menggunakan kapal kayu kurang lebih 5 jam. Untuk jalur udara daerah penyelidikan dapat ditempuh dengan menggunakan penerbangan Jakarta - Kendari yang kemudian dilanjutkan dengan menggunakan kapal cepat Kendari- Raha. Dari Raha menuju lokasi daerah penyelidikan ditempuh dengan menggunakan Speedboat, dengan waktu tempuh lebih kurang 4 jam. 1.4 Keadaan Lingkungan Daerah penyelidikan sebagian besar merupakan kawasan perbukitan gamping yang umumnya ditumbuhi oleh pohon jati dan jenis pohon tropis lainnya, baik yang tumbuh secara alami maupun kawasan perkebunan yang dikelola oleh perusahaan. Pemukiman penduduk sebagian besar menempati pesisir pantai yang terdiri dari penduduk asli suku Buton dan suku Muna serta sebagian pendatang dari Ambon, Makasar dan Jawa. Pesisir barat Buton Utara ditempati oleh suku Muna, sedangkan pesisir timur Buton Utara ditempati oleh suku Buton. Sebagian besar matapencaharian penduduk umumnya sebagai nelayan sesuai dengan keadaan alamnya yang dikelilingi oleh laut, dan sebagian kecil penduduk bekerja sebagai pencari rotan atau petani jambu mete, kopi dan coklat, yg dikelola secara tradisional. Seperti umumnya di daerah tropis, daerah penyelidikan mengalami musim hujan pada bulan Nopember hingga bulan Mei, dan musim kemarau berlangsung dari bulan Juni hingga bulan Oktober, dengan suhu udara maksimum berkisar antara 31o C 34o C, sedangkan suhu minimum berkisar antara 19o C – 22o C. Tataguna lahan di daerah penyelidikan umumnya merupakan kawasan hutan dan sebagian diantaranya merupakan kawasan hutan lindung yang dijaga kelestariannya. Kawasan perkebunan yang dikelola oleh penduduk setempat umumnya di sekitar pemukiman dan jarang sekali sampai ke pelosok pedalaman hutan PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005 1.5 Waktu Penyelidikan Pelaksanaan pekerjaan lapangan bitumen padat di daerah Labuan Kulisusu dan sekitarnya, dilakukan selama 60 hari termasuk pengurusan ijin penyelidikan untuk memasuki wilayah yang akan dituju. Pengurusan surat perijinan ini dilakukan mulai dari tingkat provinsi , kemudian dilanjutkan ke kabupaten dan seterusnya sampai ke tingkat yang paling bawah yaitu tingkat desa yang akan dikunjungi. Waktu penyelidikan dilaksanakan mulai dari tanggal 23 Mei 2005 hingga 21Juli 2005, dengan pekerjaan meliputi pemetaan geologi yang dibantu oleh outcrop drilling pada beberapa lokasi, dan pengambilan conto endapan bitumen baik dari singkapan batuan maupun pemboran, dimana conto batuan yang diambil diperlukan untuk analisa laboratorium. 1.6. Pelaksana dan peralatan Pelaksana pekerjaan lapangan melibatkan ahli geologi, teknisi pengukuran dan preparator, serta tim pemboran. Sebagian besar anggota tim berasal dari Sub Direktorat Batubara, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, yang dibantu oleh satu orang ahli geologi dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Muna serta beberapa tenaga setempat yang turut dalam pekerjaan pemboran dan pemetaan geologi. Peralatan yang dipergunakan untuk pemetaan geologi terdiri atas : - Kompas geologi 2 buah - Palu geologi 2 buah - Peta dasar skala 1: 50.000 terbitan Bakosurtanal - GPS Garmin 12 CX dan 12 XL - Alat-alat tulis - Meteran dan tambang plastik - Kamera Film Pemboran inti dilaksanakan dengan memakai 1 alat mesin bor yang terdiri dari satu unit alat bor merk Sander, beserta seluruh alat pendukungnya yang terdiri dari pompa pembilas dan pompa pengantar. 1.7. Penyelidik Terdahulu Penyelidik terdahulu yang menulis mengenai Pulau Buton cukup banyak, akan tetapi hampir seluruhnya menulis mengenai sejarah geologi dan penyelidikan yang berkaitan dengan sumberdaya aspal di daerah tersebut, sedangkan yang menulis mengenai endapan bitumen padat belum banyak dilakukan. Beberapa penyelidik terdahulu yang menulis mengenai Pulau Buton dan kemudian dijadikan sebagai acuan penyelidikan diantaranya adalah : N. Sikumbang, P. Sanyoto, R.J.B. Supandjono dan S. Gafoer.dari Puslitbang Geologi Bandung, tahun 1995 yang telah membuat laporan dan peta geologi Lembar Buton, Sulawesi Tenggara. Peta geologi tersebut disusun berdasarkan data dari penulis sebelumnya, antara lain Zwierzcky (1925), Kundig (1930), Hetzel (1936), Weibel (1941), Van Bemmellen (1946), Ubhaghs & Zeilmans (1947), Marks (1961), serta Wiryosujono & Hainim (1975). BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA Agus Subarnas dkk (2001), telah membuat laporan hasil penyelidikan bitumen padat di daerah Pasar Wajo, dimana hasil penyelidikannya menyebutkan bahwa endapan bitumen padat terdapat pada Formasi Winto dan Formasi Sampolakosa. Asep Suryana dkk (2002), telah membuat laporan hasil penyelidikan bitumen padat di daerah Sampolawa, dimana hasil penyelidikannya juga menyebutkan bahwa endapan bitumen padat terdapat pada Formasi Winto dan Formasi Sampolakosa.. Asep Suryana dkk (2003), telah membuat laporan hasil penyelidikan bitumen padat di daerah Kapontori, dimana hasil penyelidikannya menemukan endapan bitumen padat berupa aspal di daerah Lawele dan Lasalimu, yang terdapat pada Formasi Tondo/ Formasi Sampolakosa. S.M. Tobing dkk (2004), telah membuat laporan hasil penyelidikan bitumen padat dengan Outcrop Drilling di daerah Sampolawa, dimana hasil pemboran Formasi Winto menyebutkan bahwa lapisan serpih merupakan sumber bitumen padat di daerah Buton. Untung Triono dkk (2004), telah membuat laporan hasil penyelidikan pendahuluan endapan bitumen padat di daerah Waodeburi dan sekitarnya, dimana hasil penyelidikan menyebutkan bahwa Formasi Winto dan Formasi Tondo serta Formasi Sampolakosa sebagai pembawa bitumen padat. PT Timah, telah melakukan penyelidikan aspal di daerah Lasalimu, dimana hasil penyelidikannya juga digunakan untuk membantu dalam penarikan korelasi lapisan batupasir aspal. 2. GEOLOGI UMUM Daerah Buton telah lama dikenal sebagai daerah penghasil aspal alam yang terdapat di Indonesia. Pulau Buton merupakan satu bagian dari Kepulauan Tukangbesi-Buton, dimana para ahli geologi berpendapat Kepulauan Tukangbesi-Buton ini sering bersentuhan dengan Mandala Sulawesi Timur. Mandala Sulawesi Timur terdiri dari gabungan batuan ultramafik, mafik dan malihan, sedangkan Kepulauan Tukangbesi-Buton disusun oleh kelompok batuan sedimen pinggiran benua serta oleh batuan malihan berumur Permo-Karbon sebagai batuan alasnya. Menurut penyelidik terdahulu yaitu N. Sikumbang dan P. Sanyoto, tektonik yang terdapat di P. Buton terjadi beberapa kali yang dimulai sejak pra-Eosen. Pola tektonik yang terdapat di Pulau Buton sukar untuk ditentukan yang disebabkan oleh seluruh batuannya telah mengalami beberapa kali perlipatan dan penyesaran. Gerak tektonik utama yang membentuk pola struktur hingga sekarang diperkirakan terjadi pada Eosen-Oligosen yang membentuk struktur imbrikasi berarah timurlaut – baratdaya. Tektonik ini kemungkinan menyebabkan pula terjadinya sesar mendatar antara Buton Utara dan Buton Tengah sepanjang Bubu-Matewe yang diperkirakan berhubungan dengan sesar mendatar Palu-Koro. Kegiatan tektonik berikutnya terjadi antara Pliosen – PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005 Plistosen yang mengakibatkan terlipatnya batuan praPliosen Kegiatan tektonik terakhir terjadi sejak Plistosen dan masih berlangsung hingga saat ini. Tektonik ini mengakibatkan terangkatnya P. Buton dan P. Muna secara perlahan, seirama dengan pembentukan batugamping terumbu Formasi Wapulaka yang menunjukkan undak-undak. 2.1.Stratigrafi Regional Daerah Buton disusun oleh satuan batuan yang dapat dikelompokan ke dalam batuan Mesozoikum dan Kenozoikum. Kelompok batuan Mesozoikum berumur Trias hingga Kapur Atas, sedangkan kelompok Kenozoikum berumur Miosen dan Plistosen (Tabel 1). Kelompok batuan yang termasuk Mesozoikum terdiri atas Formasi Winto, Formasi Ogena, Formasi Rumu dan Formasi Tobelo yang diendapkan dari Trias hingga Kapur Akhir. Kelompok batuan sedimen yang termasuk Kenozoikum kemudian menutupi sebagian besar Buton yang terdiri atas Formasi Tondo, Formasi Sampolakosa dan Formasi Wapulaka yang diendapkan pada Miosen Awal hingga Plistosen. Formasi Winto, merupakan formasi tertua yang tersingkap di daerah Buton Utara, berumur Trias Akhir. Ciri litologinya terdiri atas perselingan serpih, batupasir, konglomerat dan batugamping, mengandung sisa tumbuhan, kayu terarangkan dan sisipan tipis batubara dengan lingkungan pengendapan neritik tengah hingga neritik luar. Formasi Ogena, berumur Yura Bawah, terdiri atas batugamping berlapis baik, berwarna kelabu dan ungu muda serta sisipan napal yang diendapkan dalam lingkungan laut dalam.. Formasi Rumu terdiri atas kalsilutit, napal, batulumpur dan kalkarenit, berumur Yura Atas dan hanya ditemukan di sekitar G. Rumu dengan lingkungan pengendapan laut dalam. Formasi Tobelo, terdiri atas kalsilutit/mikrit dengan warna putih kekuningan, kelabu terang hingga coklat muda, berlapis baik dan di beberapa tempat terdapat lapisan atau konkresi rijang. Formasi ini berumur Kapur Atas hingga Paleosen. Formasi Tondo terdiri atas konglomerat, batupasir kerikilan, batupasir dengan sisipan batulanau serta perselingan batupasir, batulanau dan batulempung. Bagian bawah formasi terdiri dari batugamping terumbu yang dikenal sebagai Anggota Batugamping Formasi Tondo. Kedua satuan batuan ini diperkirakan mempunyai hubungan stratigrafi menjari yang berumur Miosen dan diendapkan pada lingkungan neritik hingga batial bawah. Formasi Tondo mempunyai hubungan tidak selaras dengan formasi dibawahnya yaitu Formasi Winto , Formasi Ogena, Formasi Rumu dan Formasi Tobelo. Formasi Sampolakosa terletak selaras diatas Formasi Tondo, dengan batuan penyusunnya terdiri atas napal, berlapis tebal sampai masif, sisipan kalkarenit pada bagian tengah dan atas formasi, berumur Miosen Atas – Pliosen Awal yang diendapkan dalam lingkungan neritik – batial. BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA Formasi Wapulaka terletak selaras diatas Formasi Sampolakosa akan tetapi pada beberapa bagian menunjukkan hubungan tidak selaras. Batuan penyusunnya terdiri atas batugamping terumbu ganggang dan koral, memperlihatkan undak-undak pantai purba dan topografi karst, endapan hancuran terumbu, batukapur, batugamping pasiran, batupasir gampingan, batulempung dan napal kaya foraminifera plankton. Formasi ini berumur Plistosen yang diendapkan dalam lingkungan laguna – litoral. Aluvium merupakan endapan hasil rombakan saat ini yang terdiri atas kerikil, kerakal, pasir lumpur dan gambut hasil endapan sungai, rawa dan pantai. 2.2.Struktur Geologi Regional Peristiwa tektonik yang terjadi pada Kepulauan Tukangbesi – Buton menyebabkan terjadinya struktur perlipatan berupa antiklin dan sinklin, serta struktur sesar yang terdiri dari sesar naik, sesar normal dan sesar geser mendatar. Umumnya struktur berarah timurlaut – baratdaya di Buton Selatan, kemudian berarah utara – selatan di Buton Tengah, dan utara-baratlaut hingga selatantenggara di Buton Utara. Sesar-sesar mendatar umumnya memotong struktur utama yang merupakan sruktur antiklin sinklin, dimana secara garis besar struktur antiklin sinklin berarah relatif sejajar dengan arah memanjangnya tubuh batuan pra-Tersier. Peristiwa tektonik yang terjadi berulang-ulang ini menyebabkan batuan-batuan yang berumur lebih tua mengalami beberapa kali aktivitas struktur, sehingga batuan tua umumnya ditemukan pada lokasi dengan kemiringan lapisan yang relatif tajam. Sedangkan pada batuan yang lebih muda kemiringan lapisan relatif lebih landai dibandingkan dengan batuan berumur tua. Dalam pelaksanaan kegiatan lapangan, tentu sebelumnya terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data sekunder yang diambil dari hasil kegiatan lapangan terdahulu. Data sekunder ini diperlukan sebagai panduan dalam pelaksanaan penyelidikan lapangan seperti peta geologi Lembar Buton hasil penyelidikan N. Sikumbang dkk, serta laporan penyelidikan bitumen padat daerah Waodeburi hasil penyelidikan Untung Triono dkk tahun 2004. Berdasarkan data penyelidikan tersebut, kemudian dilakukan penyelidikan lanjutan khususnya di daerah Labuan, Kabupaten Muna. Pekerjaan yang dilakukan dilapangan sebagian besar merupakan pemetaan geologi dan outcrop drilling dengan dibeberapa tempat dibuat lintasan terukur guna mengetahui ketebalan formasi yang terdapat di daerah penyelidikan. Pemetaan geologi permukaan dilakukan dengan menyusuri sungai-sungai yang terdapat di daerah penyelidikan, dimana titik berat pekerjaannya adalah mencari singkapan-singkapan sedimen klastik halus, terutama serpih dan batupasir yang terisi rembasan aspal yang mungkin tersingkap di dasar atau tebing sungai. Singkapan serpih atau batupasir yang ditemukan kemudian diukur arah jurus dan kemiringannya serta ditentukan posisinya dengan bantuan alat Global Positioning System (GPS) Garmin tipe 12 CX, yang kemudian hasilnya dicatat dan diplot pada peta dasar 1 : 50.000 dari Bakosurtanal. Pemetaan ini masih merupakan pemetaan regional sebagai kelanjutan dari pemetaan tahun 2004, dengan di beberapa tempat yang dianggap mempunyai kandungan bitumen padat dilakukan pemboran guna mengetahui variasi ketebalannya. Pengamatan singkapan bitumen padat dan litologi lainnya dilakukan pada seluruh formasi yang terdapat di daerah penyelidikan, akan tetapi lebih dikonsentrasikan pada Formasi Winto, Formasi Tondo dan Formasi Sampolakosa yang diperkirakan mengandung endapan bitumen padat. Sedangkan untuk kegiatan pemboran (outcrop drilling) lebih ditekankan pada formasi batuan yang mengandung serpih bitumen, dalam hal ini Formasi Winto dan Formasi Tondo sebagai sasaran pemboran. Pengambilan conto batuan untuk keperluan analisa retorting dan analisa petrografi hampir seluruhnya berasal dari hasil pemboran yang dilakukan pada singkapan batu serpih yang mengandung bitumen, serta conto batupasir aspal yang diambil dari singkapan batuan. Conto batuan tersebut diambil untuk keperluan analisa laboratorium, dimana tiap “ply sample” diusahakan mewakili tiap bagian batuan hasil pemboran yang dipisahkan berdasarkan perbedaan fisik batuan, terutama perbedaan warna yang diperkirakan akan menghasilkan kandungan minyak berbeda. 2.3. Indikasi Endapan Bitumen Padat Dalam upaya mengetahui batuan yang mengandung bitumen padat, salah satu cara yang cukup mudah untuk dilakukan dilapangan adalah dengan membakar sedikit batuan yang diduga mengandung bitumen tersebut, dimana batuan yang mengandung bitumen akan mengeluarkan aroma khas seperti aroma aspal terbakar. Secara geologi formasi batuan yang mengandung endapan bitumen padat dapat terbentuk pada lingkungan pengendapan danau, laut dangkal – neritik atau lagun. Batuan ini biasanya merupakan sedimen klastik halus, seperti serpih, lanau atau batupasir halus dan sering berasosiasi atau mengandung sisa-sisa tumbuhan, kayu terarangkan atau mengandung batubara. Berdasarkan batasan-batasan tersebut di atas, maka dapat dilokalisir daerah yang mempunyai indikasi 3.2. Analisa Laboratorium Seperti telah disebutkan di atas bahwa kandungan bitumennya, sehingga lebih mempermudah pengambilan conto batuan diperlukan untuk analisa dalam pelaksanaan penyelidikannya. laboratorium, baik untuk analisa retorting maupun analisa petrografi. Conto batuan hasil pemboran 3. KEGIATAN PENYELIDIKAN kemudian diambil sedikit untuk keperluan analisa 3.1. Penyelidikan Lapangan petrografi, sedangkan sisanya yang terbesar dipakai untuk analisa retorting. PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005 BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA Analisa retorting dimaksudkan untuk mengetahui kandungan minyak yang terdapat di dalam batuan, dimana hasil analisa yang diperoleh antara lain kandungan minyak dalam satuan liter/ton, kandungan air dalam satuan liter/ton serta berat jenis dalam satuan gram/ton. Jumlah conto batuan yang dianalisa retort sebanyak 10 conto dengan 8 buah conto berasal dari pemboran dan 2 conto dari singkapan batuan. Analisa petrografi dilakukan untuk membantu dalam mengetahui kandungan maseral, komposisi, dan variasinya. Selain itu juga dapat membantu menentukan tingkat kematangan suatu material organik, dalam hal ini tingkat kematangan generasi hidrokarbon melalui reflektan vitrinitnya. Juga dapat digunakan sebagai data silang terhadap hasil analisa retorting. Jumlah conto batuan yang dianalisa petrografi sebanyak 5 buah conto terdiri dari serpih bitumen dan batupasir aspal. Seluruh analisa batuan dilakukan di Laboratorium Kimia dan Fisika Mineral, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral. 3.3. Pengolahan Data Seluruh data yang terkumpul selama kegiatan lapangan, kemudian diolah untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Data-data lapangan ini kemudian lokasinya dimasukan kedalam peta dasar berikut arah jurus dan kemiringan lapisan serta jenis batuan juga ketebalannya. Pemasukan data lapangan ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui seberapa luas sebaran bitumen padat yang terdapat di daerah penyelidikan, baik lapisan serpih maupun batupasir aspal. Dalam pengolahan data lapangan tentunya sangat tergantung dari data hasil penyelidikan lapangan dimana semakin rapat data yang diperoleh, akan semakin baik interpretasi yang dihasilkan. Akan tetapi dalam pengumpulan data tentunya banyak faktor yang sangat menentukan baik faktor pelaksana lapangan, medan lapangan serta singkapan bitumen padat yang muncul dipermukaan. Berdasarkan data yang dihasilkan selama kegiatan penyelidikan bitumen padat daerah Kulisusu, Kabupaten Muna, diperoleh data pemboran sebanyak 4 lokasi dengan masing-masing kedalaman bor 25 meter. Pemboran ini ditujukan untuk mengetahui jumlah lapisan serpih bitumen serta ketebalannya. Selain data pemboran tentunya terdapat data-data singkapan batuan serpih bitumen yang sangat diperlukan untuk penarikan korelasi lapisan batuan. Endapan bitumen padat yang terdapat di daerah Kulisusu terdapat dalam 3 lokasi, dimana 1 lokasi merupakan lapisan serpih bitumen yang terdapat di sekitar desa Labuan, dan 2 lokasi merupakan endapan aspal yang terdapat di daerah Maligano dan Tomoahi. beberapa tempat dapat mencapai lebih dari 70o. Kenampakan morfologi daerah penyelidikan sebagian besar dibentuk oleh batugamping dan konglomerat yang membentuk perbukitan bergelombang. Pada beberapa tempat menunjukkan morfologi seperti plateau yang disusun oleh batugamping Wapulaka dengan kenampakan berupa undak-undak yang menempati tepi pantai. Daerah penyelidikan mempunyai ketinggian ratarata antara 50 meter hingga 400 meter, akan tetapi di beberapa tempat dapat mencapai ketinggian >1000 meter di atas permukaan laut. Pola aliran sungai yang berkembang di daerah penyelidikan umumnya membentuk pola aliran radial dan sub dendritik, dimana pola aliran ini dikontrol oleh litologi dan struktur geologi yang terjadi. Stadium erosi yang umum dijumpai merupakan stadium muda dengan lembah-lembah terjal dan sempit. 4.1.2. Stratigrafi Susunan stratigrafi daerah penyelidikan terdiri atas batuan dengan kisaran umur dari Trias hingga Kuarter. Satuan batuan tertua adalah Formasi Doole dan Formasi Winto berumur Trias, yang ditutup secara tidak selaras oleh satuan batuan dari Formasi Ogena yang berumur Yura, kemudian Formasi Ogena ditutup secara tidak selaras oleh Formasi Tobelo yang berumur Kapur Atas. Di atas Formasi Tobelo diendapkan satuan batuan berumur Tersier, terdiri atas: Anggota Batugamping Tondo, Formasi Tondo, Formasi Sampolakosa dan Formasi Wapulaka serta Endapan Aluvium. Formasi Doole,merupakan formasi yang paling tua yang di jumpai di daerah penyelidikan, tersusun oleh litologi batuan metamorf berupa kuarsit mikaan, berselingan dengan filit dan batu sabak, tebal satuan beberapa ratus meter, diperkirakan berumur Trias sampai Yura, penyebaran formasi ini meliputi daerah panti Timur Buton Utara membentuk morfologi perbukitan terjal, singkapan formasi ini dijumpai di sekitar desa Lakansai. Formasi Winto, merupakan satuan batuan tua yang tersingkap di bagian utara barat daerah penyelidikan, dengan ciri litologi terdiri atas perselingan serpih , batugamping kalkarenit dan batupasir gampingan . Lapisan serpih secara megaskopis merupakan perlapisan tipis dengan ketebalan antara 5 cm hingga 20 cm, pada beberapa tempat mencapai 1,00 meter, berwarna abu-abu kecoklatan hingga kehitaman, mengandung bitumen, sering kali bersisipan batupasir halus membentuk laminasi, mudah pecah, ringan, dan kadang dijumpai sisa tumbuhan berwarna coklat kehitaman. Batugamping kalkarenit, berwarna abu-abu kecoklatan, sangat keras, beraroma bitumen/aspal, ketebalan perlapisan antara 50 cm hingga 3,00 meter, 4. HASIL PENYELIDIKAN kadang dijumpai fosil seperti kerang. Batupasir gampingan, berwarna abu-abu 4.1 Geologi Daerah Penyelidikan kecoklatan, kompak, berbutir halus hingga sedang, 4.1.1. Morfologi Daerah penyelidikan merupakan daratan terpilah sedang, beraroma bitumen/aspal, ketebalan berbukit-bukit yang dibagian barat dan bagian timur perlapisan antara 30 cm hingga 1,50 meter, batas antar dibatasi oleh laut. Kemiringan lereng perbukitan perlapisan tegas. berkisar antara 20o hingga 50o, akan tetapi pada PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005 BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA tenggara. Batuan penyusun Formasi Tondo terdiri atas konglomerat dan batupasir kerikilan serta batupasir kasar- halus, batulanau hingga batulempung, dimana konglomerat menempati bagian paling bawah dengan ketebalan lebih dari 20 – 30 meter. Kemudian batupasir kerikilan dan batupasir kasar menutupi konglomerat secara selaras, dan pada beberapa lapisan batupasir kasar ditemukan rembasan aspal. Konglomerat umumnya disusun oleh fragmen batuan beku dengan matriks berukuran pasir kasar yang terelaskan dan tidak menunjukkan sruktur perlapisan. Singkapan perselingan batupasir dan batulempung sangat baik ditemukan di sepanjang aliran Sungai Labuan Wolio dan Sungai Siloi dengan ketebalan mencapai lebih 100 meter. Batupasir, berwarna abu-abu terang hingga coklat kehitaman, umumnya membentuk perlapisan dengan ketebalan 20 cm hingga 1 meter, berbutir halus–kasar, terpilah sedang, kadang dijumpai rembasan aspal yang mengisi pori-pori batupasir dengan ketebalan 10 cm hingga 20 cm. Batulanau, berwarna abu-abu kecoklatan, kompak sampai mudah hancur, berlapis tipis agak menyerpih dengan ketebalan perlapisan antara 2 meter hingga 3 meter. Batulempung, berwarna abu-abu kehitaman, agak kompak dengan ketebalan perlapisan 1 meter hingga 2 meter. Ketebalan Formasi Tondo di daerah ini mencapai Formasi Ogena, di daerah penyelidikan tersingkap di bagian utara yang dicirikan oleh batugamping berlapis lebih dari 600 meter, dengan umur formasi Miosen yang kadang-kadang diselingi dengan napal. Awal – Miosen Tengah. Batugamping berwarna coklat abu-abu, keras, dengan ketebalan perlapisan 20 cm hingga 30 cm. Sedangkan Formasi Sampolakosa, didaerah penyelidikan napal berwarna abu-abu terang, kompak, tebal terutama terdiri atas napal dan batupasir gampingan perlapisan antara 10 cm hingga 20 cm. Total ketebalan dengan sisipan kalkarenit berlapis tipis. Napal berwarna abu-abu terang, kompak dan Formasi Ogena di daerah penyelidikan berkisar antara umumnya masif sampai berlapis yang dipisahkan oleh 500 meter hingga 1000 meter. sisipan tipis kalkarenit, dengan ketebalan perlapisan 2 Formasi Tobelo, tersingkap di bagian utara daerah meter hingga lebih dari 5 meter. Batupasir gampingan berwarna abu-abu terang penyelidikan yang mengapit Formasi Ogena dibagian barat dan timur serta menutupinya secara tidak selaras. hingga coklat kehitaman, berbutir halus, kompak, Ciri litologi formasi ini didominasi oleh batugamping terpilah baik, pada beberapa tempat mengandung kalsilutit berwarna putih sangat keras dengan sisipan rembasan aspal. Singkapan batupasir gampingan rijang. Ketebalan Formasi Tobelo di daerah dengan rembasan aspal cukup baik ditemukan di Desa penyelidikan antara 550 hingga 700 meter, dengan Tomoahi, Desa Jampaka dan Desa Epe, dengan umur fornasi batuan Yura (berdasarkan penyelidik ketebalan lapisan batupasir mencapai 2 meter hingga lebih dari 10 meter. terdahulu). Batugamping kalkarenit, berwarna kuning Formasi Tondo, Anggota Batugamping Formasi kecoklatan, kompak, dengan ketebalan perlapisan 10 Tondo, tersingkap di aliran Sungai Labuan Wolio di cm hingga 30 cm. bagian barat, hulu Sungai Labana dan S Launa di Penyebaran Formasi Sampolakosa di daerah bagian timur. Formasi ini dicirikan oleh batugamping penyelidikkan menempati bagian barat, bagian tengah terumbu , mengandung banyak foraminifera bentos dan dan bagian selatan. Akan tetapi berdasarkan hasil koral. Di bagian barat dan selatan daerah penyelidikan, penyelidikan diketahui bahwa formasi ini tidak anggota Batugamping Formasi Tondo ini berbatasan seluruhnya mengandung aspal, sehingga lapisan batuan secara selaras dengan Formasi Sampolakosa, yang diperkirakan mengandung aspal hanya dijumpai sedangkan di bagian timur berhubungan secara menjari di sekitar Teluk Waodeburi bagian selatan sekitar Desa dengan Formasi Tondo. Anggota ini menempati bagian Jampaka, Desa Tomoahi dan Desa Epe. Penyelidik terdahulu menyebutkan bahwa Formasi paling bawah dari Formasi Tondo yang kemudian Sampolakosa berumur Miosen Atas hingga Pliosen ditutup oleh batupasir kerikilan. Formasi Tondo di daerah penyelidikan menempati Bawah, dengan ketebalan terukur di daerah ini bagian barat, bagian tengah dan bagian timur yang mencapai 700 meter hingga 800 meter. tersingkap dengan arah utara – selatan dan baratlaut Perselingan batuan Formasi Winto pada beberapa lokasi kadang-kadang ditembus oleh rembesan aspal yang terjadi melalui rekahan-rekahan batuan yang terdapat di dalam Formasi Winto. Ketebalan Formasi Winto di daerah penyelidikan berdasarkan hasil pengukuran lintasan sungai sulit untuk diketahui mengingat sangat minimnya singkapan batuan formasi ini yang hampir selalu tertutup oleh endapan larutan gamping. sedangkan hasil pemboran sampai kedalaman 25 meter masih merupakan endapan batuan Formasi Winto. Pada beberapa lintasan pengukuran batuan serpih telah mengalami pelapukan yang sangat kuat sehingga sulit untuk mendapatkan conto serpih dari singkapan batuan. . Umur formasi menurut penyelidik terdahulu masuk pada Trias Akhir, dengan lingkungan pengendapan neritik hingga laut dalam. Penyebaran Formasi Winto di daerah ini hanya dijumpai di hulu Sungai Labuan Belanda ditemukan pada lokasi singkapan ST-1, ST-2, dan ST-3 yang termasuk kedalam wilayah desa Labuan dan di hulu Sungai Labuanwolio, ditemukan pada lokasi singkapan ST-5 , termasuk dalam wilayah desa Labuan Wolio. Penyebaran formasi ini mempunyai luas lebih kurang 7 km x 2 km, yang tersingkap akibat sesar naik dimana batas bagian barat dan timur diperkirakan merupakan kontak tektonik. PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005 BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA Formasi Wapulaka, merupakan formasi termuda yang tersingkap di daerah penyelidikan. Litologi formasi ini terutama merupakan batugamping terumbu, yang di bagian bawahnya terdiri atas napal dan batugamping pasiran. Batugamping terumbu berwarna putih kekuningan, yang disusun oleh ganggang atau koral membentuk undak-undak pada pinggiran pantai daerah penyelidikan. Napal, menempati bagian bawah, berwarna putih kekuningan kompak yang berselingan dengan batupasir gampingan , berwarna abu-abu kekuningan, kompak serta tidak menunjukkan aroma bitumen. Penyebaran Formasi Wapulaka di daerah penyelidikan sebagian besar terdapat di Kecamatan Ereke pantai timur, penyebarannya mengikuti pola pantai saat ini, serta sebagian kecil lagi berkembang di bagaian barat dengan penyebaran yang sangat terbatas seperti di daerah Maligano. Hubungan stratigrafi dengan formasi dibawahnya menunjukkan selaras,dan berdasarkan hasil penyelidikan sebelumnya, formasi ini diketahui berumur Plistosen. Endapan Aluvium Aluvium merupakan endapan termuda terdiri atas kerakal, kerikil, pasir dan lumpur. Endapan ini masih terus berlangsung sebagai hasil dari pengikisan sungai saat ini. Di daerah penyelidikan endapan aluvium umumnya menempati garis pantai seperti di Teluk Koro, Kecamatan Ereke dan di pantai utara barat sekitar Desa Labuan dan Desa Maligano. 4.1.3. Struktur Geologi Struktur geologi yang berkembang di daerah penyelidikan umumnya merupakan struktur antiklin dan sinklin serta beberapa struktur sesar yang terdiri atas sesar naik dan sesar normal, serta sesar mendatar. Struktur antiklin – sinklin di daerah penyelidikan menunjukkan pola Baratlaut – Tenggara hingga Utara – Selatan. Struktur ini hampir mempengaruhi seluruh formasi yang terdapat di daerah penyelidikan, dimana terlihat bahwa seluruh formasi batuan mengalami perlipatan. Beberapa formasi batuan menunjukkan sudut kemiringan lapisan yang lebih besar, bahkan sering dijumpai sebagai lapisan tegak. Hal ini menunjukkan bahwa peristiwa tektonik yang terjadi di daerah penyelidikan berlangsung lebih dari satu kali. Sesar mendatar dijumpai di bagian tengah dan bagian barat memotong beberapa formasi, diantaranya Formasi Tobelo, Formasi Tondo, dan Formasi Sampolakosa. Arah sesar mendatar baratlaut – tenggara hingga hampir utara – selatan. Sesar ini diperkirakan terjadi setelah perlipatan antiklin-sinklin terbentuk lebih dahulu, dimana sesar di beberapa lokasi memotong sumbu antiklin-sinklin tersebut. Sesar normal merupakan struktur yang terbentuk paling akhir sebagai struktur patahan sekunder, dimana di daerah penyelidikan terdapat di utara G.Wani, merupakan batas antara Formasi Ogena dan Formasi Tobelo serta di selatan desa Labuan yang memanjang utara - selatan dan merupakan batas antara Formasi Winto dan Formasi Tondo. PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005 Sesar naik terdapat di bagian utara barat, dimana sesar ini merupakan kontak batas antara Formasi Winto dan Formasi Tobelo dengan arah Timurlaut – baratdaya yang kemudian membelok menjadi utara – selatan hingga Baratlaut – tenggara. Sedangkan di bagian timur terdapat pada Formasi Doole dengan arah baratlaut tenggara. 4.2. Potensi Endapan Bitumen Padat Dalam upaya mendapatkan data yang lebih rinci mengenai formasi batuan pembawa bitumen padat di daerah penyelidikan, maka dalam pelaksanaan penyelidikan kali ini dilakukan dengan bantuan pemboran. Kemudian atas dasar hasil penyelidikan tahun 2004 dapat diperkirakan bahwa secara geologi, endapan bitumen padat yang terdapat di daerah Labuan Kecamatan Wakorumba Kabupaten Muna, adalah merupakan batuan sumber bitumen padat yang berupa serpih coklat kehitaman dari Formasi Winto. Formasi ini dipastikan adalah merupakan batuan sumber aspal yang banyak ditemukan di daerah Buton Utara, Kabupaten Muna. Selain Formasi Winto, di daerah bagian timur ditemukan rembasan aspal yang mengendap pada batupasir. Endapan aspal ini merupakan hasil migrasi dari formasi batuan yang lebih tua yaitu Formasi Winto. Bertindak sebagai batuan reservoir endapan bitumen padat di daerah ini adalah Formasi Tondo dan Formasi Sampolakosa. Pelaksanaan pemboran bitumen padat di daerah Labuan Kulisusu, Kabupaten Muna lebih dititik beratkan pada Formasi Winto yang dimaksudkan untuk mengetahui keadaan geologi endapan bitumen padat tersebut baik arah penyebarannya maupun besarnya kemiringan serta ketebalan lapisan serpih yang mengandung bitumen padat tersebut. Endapan bitumen padat yang terdapat pada serpih di Desa Labuan Kecamatan Wakorumba umumnya merupakan sisipan-sisipan tipis yang berselingan dengan batugamping dan batupasir. Ketebalan lapisan serpih yang mengandung bitumen padat pada beberapa lokasi singkapan batuan umumnya berkisar antara 5 cm hingga 30 cm, seperti yang ditemukan pada lokasi singkapan ST01, ST02, ST03, ST04 dan ST 05. Sedangkan data hasil pemboran pada lokasi bor LB01 dan LB 02 terdapat beberapa lapisan serpih bitumen yang mempunyai ketebalan lebih dari 1,00 meter. Untuk lokasi pemboran LB 03 dan LB 04 tidak ditemukan lapisan serpih, akan tetapi umumnya batuan merupakan lapisan lempung dan lanau yang mempunyai aroma bitumen, sedangkan singkapan batuannya ditemukan pada lokasi ST06, ST07, dan ST 08. Data serpih bitumen hasil pemboran serta data singkapan serpih bitumen kemudian digunakan untuk melakukan korelasi lapisan bitumen sehingga diperoleh panjang sebaran lapisan serpih bitumen tersebut. Akan tetapi dalam menarik korelasi lapisan serpih bitumen terdapat banyak faktor yang cukup menghambat, diantaranya adalah ketebalan lapisan serpih yang tipis serta berselingan dengan batugamping dan batupasir. Oleh karena banyaknya lapisan serpih bitumen dengan ketebalan sangat tipis, maka dalam melakukan korelasi BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA lapisan hanya diambil beberapa lapisan serpih yang mempunyai ketebalan > 0,50 meter. Endapan bitumen padat lainnya merupakan endapan aspal yang mengisi pori-pori batupasir gampingan pada Formasi Sampolakosa dan Formasi Tondo. Endapan bitumen padat tersebut diperkirakan sebagai hasil migrasi bitumen dari lapisan serpih coklat kehitaman Formasi Winto. Beberapa conto singkapan batupasir aspal ditemukan pada lokasi MG03, MG 10, dan E02. ditemukan pada Formasi Tondo sebagai rembasan aspal yang mengisi pori-pori batuan. Penyebaran lapisan serpih bitumen pada Formasi Winto sangat tipis dan umumnya berselingan dengan batugamping pasiran dan batupasir gampingan dengan ketebalan lapisan serpih 5 cm hingga 120 cm. Hasil penyelidikan lapangan serta pemboran pada 4 lokasi BL 01, BL 02, BL 03 dan BL 04 dengan kedalaman bor 25 meter, menunjukkan bahwa sebaran lapisan serpih bitumen berarah baratdaya – timurlaut dengan kemiringan mencapai 50o serta panjang penyebaran 5 km. Hasil Analisa Laboratorium Conto batuan sebagai hasil penyelidikan lapangan baik yang berasal dari inti bor maupun singkapan Sumberdaya Bitumen Padat Berdasarkan hasil perhitungan sumberdaya bitumen batuan, kemudian dipilih beberapa conto yang selanjutnya dilakukan analisa laboratorium seperti padat sampai dengan kedalaman 100 meter dapat diketahui bahwa sumberdaya bitumen padat yang analisa retorting dan analisa petrografi. terdapat di daerah Kulisusu dan sekitarnya, Kabupaten Muna adalah sebesar 11.168.915,75 ton batuan. Analisa Retorting Proses analisa retorting ini ditujukan untuk Hasil perhitungan sumberdaya minyak yang mengetahui kuantitas minyak yang terkandung di terkandung dalam bitumen padat di daerah Kulisusu dalam batuan. Hasil pengujian terhadap 10 conto Muna sampai dengan kedalaman 100 meter adalah batuan yang umumnya terdiri dari batuan serpih dan sebesar 25.660.544,08 barrel. batupasir gampingan yang mengandung rembasan aspal, hasilnya menunjukan angka kandungan minyak V. KESIMPULAN anbtara 20 lt/ton hingga 190 lt/ton. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas baik hasil studi literatur maupun hasil pekerjaan Analisa Petrografi Analisa petrografi dilakukan dengan tujuan sebagai lapangan serta hasil analisa laboratorium, maka dapat data pendukung analisa retorting batuan. Hasil analisa diambil kesimpulan sebagai berikut : - Morfologi daerah penyelidikan merupakan ini paling tidak dapat digunakan antara lain : - Mengetahui jenis kandungan maseral. morfologi perbukitan dengan ketinggian 50 - Membantu dalam penentuan tingkat meter hingga >1000 meter diatas permukaan kematangan suatu material organik, dalam hal laut, dengan kemiringan lereng antara 20o hingga 50o., serta pola aliran sungai yang ini adalah tingkat kematangan generasi berkembang membentuk pola aliran sub hidrokarbon, yaitu melalui reflektan vitrinite. dendritik hingga radial. Berdasarkan hasil analisa petrografi terhadap 4 - Endapan bitumen padat di daerah conto batuan dari daerah Kulisusu, Kabupaten Muna, penyelidikan merupakan endapan serpih yang umumnya merupakan batuan sedimen klastik halus ditemukan pada Formasi Winto, serta endapan yang terdiri dari serpih dan batupasir gampingan. aspal yang ditemukan dalam lapisan batupasir Kandungan material organik pada conto batuan yang gampingan Formasi Tondo yang bertindak dianalisa terdiri dari lamalginit, livtinit, inertinit dan sebagai “reservoir aspal” hasil migrasi liptodetrinit. Lamalginit abundant hingga major, bitumen dari lapisan serpih Formasi Winto. - Arah sebaran endapan serpih bitumen adalah berwarna kuning hingga jingga tua. Livtinit ‘abundant’ timurlaut – baratdaya dengan ketebalan hingga ‘major’, inertinit ‘spare’ sedangkan vitrinit lapisan antara 5 cm hingga 1,20 meter terdiri ‘rare’ (LB01-1 dan LB02-1.Impregnater bitumen dari banyak lapisan, terdapat pada blok ‘major’ dan oksida besi ‘abundant’. Pada conto E-02, Labuan (Blok A), sedangkan endapan aspal hanya inertinit yang hadir, sementara vitrinit dan terdapat di Blok B dan Blok C dengan arah liptinit ‘absent’ dengan impregnated bitumen sebaran barat laut – tenggara serta ketebalan ‘dominant’. Tingkat kematangan material organik terukur 1 meter hingga 2 meter. (Rvmean) berkisar dari 0,32 % – 0,43 %. - Hasil pengujian kandungan minyak dengan “Retort Analysis Methode” yang dilakukan Interpretasi Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan, terhadap 10 conto batuan diketahui diketahui bahwa penyebaran lapisan batuan yang mempunyai kandungan minyak antara 20 mengandung endapan bitumen padat di daerah Labuan lt/ton hingga 190 liter/ton batuan. Kulisusu, Kabupaten Muna menunjukkan penyebaran Sumberdaya bitumen padat yang terdapat di daerah Kulisusu Muna adalah sebesar 11.168.915,75 ton Baratdaya – Timurlaut dan Baratlaut – Tenggara. batuan. equivalent dengan 25.660.544,08 barrel minyak. Endapan bitumen padat di daerah Labuan ditemukan pada Formasi Winto sebagai batuan serpih coklat kehitaman, sedangkan di Maligano dan Tomoahi PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005 BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. Sikumbang,N., Sanyoto, P., Supandjono, R.J.B. dan Gafoer, S., 1995, Peta Geologi Lembar Buton, Sulawesi Tenggara skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi. Yen, The Fu., and Chilingarian 1976, Oil Shale, Development in Petroleum Science, 5. Elsevier Science Publishing Company, Amsterdam – Oxford Subarnas, A., 2001, Penyelidikan Pendahuluan Endapan Bitumen Padat Di Daerah Pasar Wajo dan Sekitarnya, Kab. Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara (Lembar Peta : 2210-62) Suryana, A, 2002, Inventarisasi Endapan Bitumen Padat di Daerah Sampolawa dan Sekitarnya, Kab. Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara (Lembar Peta : 2210-33) Triono, U, 2004, Inventarisasi Endapan Bitumen Padat di Daerah Waodeburi dan Sekitarnya, Kab. Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara (Lembar Peta : 2211-34, 2211-62, 2311-13 dan 2311-41) Peta Lokasi Daerah Penyelidikan PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005 BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA Peta Geologi dan Sebaran Bitumen Padat Daerah Penyelidikan PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN SUBDIT BATUBARA – 2005 BITUMEN PADAT – KALISUSU MUNA