BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian Moral Menurut Lillie, kata moral berasal dari kata mores (bahasa latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat (Budiningsih, 2004:24). Moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau kesusilaan adalah tuntutan kodrat manusia (Daroeso, 1986:22). Huky (dalam Daroeso, 1986:22) memahami pengertian moral dengan tiga cara: a. Moral sebagai tingkah laku manusia yang mendasarkan diri pada kesadaran bahwa ia terkait oleh keharusan mencapai yang baik menurut nilai dan norma yang berlaku di lingkunganya. b. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup dengan warna dasar tertentu yang di pegang teguh oleh sekelompok manusia dalam lingkungan tertentu. c. Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan pandangan hidup atau agama tertentu. (Daroeso, 1986:23) sendiri menyebutkan pengertian moral sebagai kesusilaan, yaitu keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar. 11 Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 12 2. Objek Moral Sebelum melakukan perbuatan, manusia menentukan sendiri apa yang akan dikerjakan. Ia telah menentukan sikap, mana yang harus dilaksanakan, mana yang tidak boleh dilaksanakan. Sikap ini ditentukan oleh kehendak yang merupakan sikap batin manusia, yang mengamati perbuatan apa yang dilakukan. Perbuatan yang akan dilakukan merupakan obyek yang ada dalam suara hati manusia. Menurut (Daroeso, 1986:25) dalam diri manusia ada dua suara: a. Suara hati yang mengarah ke kebaikan. b. Suara was-was yang mengajak ke keburukan. Menurut Driyakarya (Daroeso,1986:26) Meskipun pada dasarnya manusia itu selalu cenderung berbuat baik, tetapi kesadaran seperti di uraikan di atas tidaklah datang dengan sendirinya. Kesusilaan harus di ajarkan dengan contoh yang baik, sehingga dengan demikian dapatlah terbentuk manusia susila lahir dan bathin. Kesimpulan dari uraian di atas, bahwa obyek moral adalah tingkah laku manusia, perbuatan manusia, tindakan manusia, baik secara individual maupun secara kelompok. (Daroeso, 1986:26) Dalam melakukan perbuatan tersebut manuisia di dorong oleh tiga unsur, yaitu: Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 13 a. Kehendak yaitu pendorong pada jiwa manusia yang memberi alasan pada manusia untuk melakukan perbuatan. b. Perwujudan dari kehendak yang berbentuk cara melakukan perbuatan dalam segala situasi dan kondisi c. Perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar dan kesadaran inilah yang memberikan corak dan warna perbuatan tersebut. 3. Sumber Moral Sumber moral yang berupa ketentuan-ketentuan yang berlaku dan mengikat kehidupan manusia atau masyarakat tersebut. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah: a. Ketentuan agama yang berdasarkan wahyu b. Ketentuan kodrat dalam diri manusia termasuk ketentuan moral universal, yaitu moral yang seharusnya. c. Ketentuan adat istiadat buatan manusia termasuk ketentuan moral yang berlaku pada suatu waktu. d. Ketentuan hukum buatan manusia baik hokum adat maupun hukum negara (Daroeso, 1986:23) Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan norma-norma dalam suatu masyarakat sebagai sumbe moral, yaitu norma agama, norma hukum, dan Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 14 adat istiadat. Jika melanggarnya akan di kenai sanksi yang berupa hukuman oleh negara, diri sendiri, masyarakat atau tuhan (Dareso, 1986:24). 4. Sifat-sifat Moral Sama halnya dengan nilai, sifat dari moral pun ada yang memiliki pandangan yang bertentangan dari para filosof. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa moral bersifat objektifvistik-universal dan sebagian mengatakan bahwa moral itu bersifat relatifvistik-kontekstual. Moral bersifat objektivistik, artinya baik dan buruk itu bersifat pasti dan tidak berubah. Perilaku yang baik akan tetap baik, bukan kadang baik dan kadang tidak baik. Dalam pandangan absolut, baik buruk itu mutlak, sepenuhnya, dan tanpa syarat. Mencuri sepenuhnya tidak baik dalam keadaan apapun dan kapanpun. Dalam pandangan universal, prinsip-prinsip moral yang bersifat obyektifvistik-universal dimaksudkan bahwa prinsip-prinsip (Daroeso, 1986:23). Dikatakan bahwa menurut Magnis-Susesno (1987) Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaiknya sebagai manusia (Budiningsih, 2004:24). 5. Aliran-aliran moral Adanya bermacam pendapat tentang filsafat moral atau filsafat kesusilaan menyebabkan timbulnya aliran-aliran. Ada yang berpendapat Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 15 bahwa kesusilaan itu ditentukan oleh tujuan manusia/hidup terutama hidup yang mengutamakan kenikmatan hidup. Suatu perbuatan dipandang memenuhi kesusilaan apabila perbuatan tadi ditujukan untuk mencapai kenikmatan. Ada pula yang berpendapat bahwa kesusilaan itu berdasarkan pada manfaat perbuatan tersebut dan ada yang berpendapat bahwa yang dikatakan susila ialah yang sesuai dengan agama. Adapun aliran-aliran filsafat moral di antaranya ialah: a. Hedonisme. Ukuran baik dan buruk bagi aliran ini ialah segala perbuatan membawa kebahagiaan dan kenikmatan yang merupakan tujuan manusia. Yang dimaksud dengan kebahagiaan ialah suatu keadaan yang tanpa menderita, yang dapat dicapai dengan akal manusia. Hedonisme dapat digolongkan dalam dua macam golongan, yaitu: 1) Hedonisme yang egoistik. Aliran ini merupakan bahwa manusia harus mencari kenikmatan yang sebesar-besarnya untuk diri sendiri. Sesuatu perbuatan yang dipilih harus di pertimbangkan apakah perbuatan tersebut mengandung kenikmatan yang lebih besar bagi dirinya sendiri. Kalua memang demikian, maka perbuatan tersebut sebaiknya dikerjakan. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 16 2) Hedonisme yang universalistik. Aliran ini orang dalam hidupnya harus berusaha untuk mencapai kebahagiaan dan kenikmatan bagi seluruh umat manusia. Baik dan buruk berdasarkan pada adanya manfaat dan kesenangan bagi semua orang. Baik apabila membawa kenikmatan semua manusia dan buruk, apabila membawa penderitaan bagi manusia seluruhnya (Daroeso, 1986:37) b. Utilitarisme. Aliran ini mengatakan bahwa yang baik ialah yang ada manfaatnya atau “utility”. Semua perbuatan manusia harus diarahkan kepada kemanfaatan, jadi baik dan buruk diukur dari adanya manfaat. Jhon Stuart Mill, tokoh aliran ini mengatakan:” Kemanfaatan adalah kebahagiaan untuk jumlah manusia sebanyak-banyaknya”. (Daroeso, 1986:37) c. Naturalisme. Menurut aliran ini kebahagiaan manusia dapat dicapai dengan menuruti panggilan “natur” atau panggilan alam. Sesuatu perbuatan dikatakan bermoral apabila sesuai dengan panggilan alam. Tugas manusia di dunia ini adalah memenuhi kebutuhanya untuk memenuhi panggilan alam, ialah kelangsungan hidup. Gangguan terhadap kelangsungan hidup akan mengakibatkan hilangnya kebahagiaan (Daroeso, 1986:37). Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 17 d. Vitalisme. Perbuatan manusia di anggap bermoral ialah apabila perbuatan tersebut menunjukan daya hidup. Seseorang yang bermoral tinggi ialah yang dapat menunjukan kekuatanya sebagai seorang yang kuat, seorang yang istimewa, seorang “ubermensch”. Tokoh dari aliran ini ialah seorang ahli filsafat jerman Friedrich Nietzsche (1844-1900). Ia mengatakan ada dua macam moral, yaitu herrenmoral dan Sklaven-moral. 1) Herrenmoral Nietzsche mengatakan bahwa Herrenmoral adalah moral yang dipunyai oleh “tuan-tuan besar” atau moral kepunyaan “orang yang kuat” atau ”moral penguasa”, moral Ubermensch. Seseorang Ubermensch adalah seseorang yang dapat menentukan hidupnya sendiri dengan aturan-aturan yang berlaku bagi kelompoknya sendiri. Ubermensch tidak perlu merasa bersalah dan berdosa dan berdosa hanya patut bagi anak-anak dan budak. Jadi yang dikatakan moral penguasa, yaitu moral bagi tuan-tuan ialah semua tindakan yang disukai, tidak tergantung pada ukuran atau norma yang ada. 2) Sklaven-moral Pada dasarnya menurut Nietzsche masyarakat itu hanya dua golongan, yaitu Herren dan Sklaven, tuan dan budak, si kuat dan si lemah. Golongan lemah hanya patut menjadi budak dari golongan penguasa dan segala sesuatu yang baik bagi si kuat merupakan Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 18 larangan bagi si lemah. Perbuatan baik bagi si lemah atau si budakbudak ialah selalu mengabdi kepada yang kuat, kepada penguasa. Golongan Sklaven tidak dibenarkan berbuat yang menentang Herren, yang boleh bertindak sekehendak sendiri (Daroeso, 1986:38) e. Theologi Aliran moral ini mengatakan, bahwa sesuatu perbuatan dikatakan bermoral yang baik apabila perbuatan tersebut sesuai dengan agama. Artinya: perbuatan tersebut sesuai dengan perintah Tuhan dan menjauhi laranganya. Tuntutan kesusilaan dalam hal ini telah di gariskan oleh agama dan tertulis dalam kitab suci masing-masing agama. Tentunya bagi masing-masing agama, norma-norma tersebut tidak sama, tetapi dalam garis besarnya tuntutan kesusilaan dalam agama ada kesamaan (Daroeso, 1986:38). 6. Fungsi dan Peranan Moral Orang dikatakan bermoral jika tingkah lakunya sesuai dengan normanorma yang terdapat dalam masyarakat, baik norma agama, adat istiadat, hukum, dan sebagainya. Moral memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang berhubungan dengan baik atau buruk terhadap tingkah laku manusia. Tingkah laku ini mendasarkan diri pada normaa-norma yang berlaku dalam masyarakat. Seseorang dikatakan bermoral bilamana orang tersebut Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 19 bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang terdapat dalam masyarakat, baik norma agama, norma hukum dan sebagainya (Daroeso, 1986:23). Menurut identitas ukuran manusia yang baik adalah yang mampu memenuhi ketentuan-ketentuan kodrat yang tertanam dalam dirinya. Ukuran ini tidak bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat (Daroeso, 1986:23). Ini menunjukan bahwa moral memegang fungsi dan peranan penting agar manusia dalam setiap perbuatan, tindakan, dan tingkah lakunya adalah baik dan benar. Dan ini merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya kemaslahan hidup manusia itu sendiri baik secara individu maupun kelompok. 7. Tahap-tahap Perkembangan Moral Manusia Melalui hasil penelitianya Kohlberg (Budiningsih, 2004:27) menyatakan hal-hal sebagai berikut: 1. Ada prinsip-prinsip moral dasar yang mengatasi niali-nilai moral lainya dan prinsip-prinsip moral dasar itu merupakan akar dari nilai-nilai moral lainya. 2. Manusia tetap merupakan subjek yang bebas dengan nilai-nilai yang berasal dari dirinya sendiri. 3. Dalam bidang penalaran moral ada tahap-tahap perkembangan yang sama dan universal bagi setiap kebudayaan. 4. Tahap-tahap perkembangan penalaran moral ini banyak ditentukan oleh factor kognitif atau kematangan intelektual. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 20 Kesimpulan ini ditarik dari penelitianya dengan instrument yang disebut sebagai “Dilema Moral Heinz”, yaitu sebuah kasus yang merangsang responden untuk memberikan keputusan-keputusan moral. Adapun tahaptahap perkembangan moral menurut Kohlberg yang disarikan oleh Hardiman (1987) sebagai berikut: 1. Tingkat Pra-Konvensional Pada tingkat ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan kebudayaan dan penilaian baik atau buruk, tetapi ia menafsirkan baik atau buruk ini dalam rangka maksimalisasi kenikmatan atau akibat-akibat fisik dari tindakanya (hukuman fisik, penghargaan, tukar-menukar kebaikan). Kecenderungan utamanya dalam interaksi dengan orang lain adalah menghindari hukuman atau mencapai maksimalisasi kenikmatan (hedonist). Tingkat ini dibagi 2 tahap: Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan Pada tahap ini, baik atau buruknya suatu tindakan ditentukan oleh akibat-akibat fisik yang akan dialami, sedangkan arti atau nilai manusiawi tidak diperhatikan. Menghindari hukuman dan kepatuhan buta terhadap penguasa dinilai baik pada dirinya. Tahap 2: Orientasi instrumentalistis Pada tahap ini tindakan seseorang selalu diarahkan untuk memenuhi kebutuhanya sendiri dengan memperalat orang lain. Hubungan antara manusia dipandang seperti hubungan dagang. Unsur-unsur keterbukaan, kesalingan Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 21 dan tukar-menukar merupakan prinsip tindaknya dan hal-hal itu ditafsirkan dengan cara fisik dan pragmatis. Prinsip kesalinganya adalah, “Kamu mencakar punggungku dan aku akan ganti mencakar punggungmu”. 2. Tingkat Konvensional Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan bangsanya. Keluarga, masyarakat, bangsa dinilai memiliki kebenaranya sendiri, karena jika menyimpang dari kelompok ini akan terisolasi. Maka itu, kecenderungan orang pada tahap ini adalah menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dan mengidentifikasikan dirinya terhadap kelompok sosialnya. Kalau pada tingkat pra-konvensional perasaan dominan adalah takut, pada tingkat ini perasaan dominan adalah malu. Tingkat ini terdiri dari 2 tahap: Tahap 3: Orientasi kerukunan atau orientasi good boy – nice girl Pada tahap ini orang berpandangan bahwa tingkah laku yang baik adalah yang menyenangkan atau menolong orang-orang lain serta diakui oleh orangorang lain. Orang cenderung bertindak menurut harapan-harapan lingkungan sosialnya, sehingga mendapat pengakuan sebagai “orang baik”. Tujuan utamanya, demi hubungan social yang memuaskan, maka ia pun harus berperan sesuai dengan harapan-harapan keluarga, masyarakat atau bangsanya. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 22 Tahap 4: Orientasi ketertiban masyarakat Pada tahap ini tindakan seseorang didorong oleh keinginanya untuk menjaga tertib legal. Orientasi seseorang adalah otoritas, peraturan-peraturan yang ketat dan ketertiban social. Tingkah laku yang baik adalah memenuhi kewajiban, mematuhi hukum, menghormati otoritas, dan menjaga tertib social merupakan tindakan moral yang baik pada dirinya. 3. Tingkat Pasca – Konvensional atau Tingkat Otonom Pada tingkat ini, orang bertindak sebagai subyek hokum dengan mengatasi hukum yang ada. Orang pada tahap ini sadar bahwa hokum merupakan kontrak social demi ketertiban dan kesejahteraan umum, maka jika hukum tidak sesuai dengan martabat manusia, hokum dapat dirumuskan kembali. Perasaan yang muncul pada tahap ini adalah rasa bersalah dan yang menjadi ukuran keputusan moral adalah hati nurani. Tingkat ini terdiri dari 2 tahap: Tahap 5: Orientasi kontrak sosial Tindakan yang benar pada tahap ini cenderung ditafsirkan sebagai tindakan yang sesuai dengan kesepakatan umum. Dengan demikian orang ini menyadari relativitas nilai-nilai pribadi dan pendapat-pendapat pribadi. Ada kesadaran yang jelas untuk mencapai consensus lewat peraturan-peraturan procedural. Di samping menekankan persetujuan demokratis dan konstitusional, tindakan benar juga merupakan nilai-nilai atau pendapat pribadi. Akibatnya, orang pada tahapan ini menekankan pandangan legal tapi Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 23 juga menekankan kemungkinan mengubah hukum lewat pertimbangan rasional. Ia menyadari adanya yang mengatasi hukum, yaitu persetujuan bebas antara pribadi. Jika hukum menghalangi kemanusiaan, maka hukum dapat diubah. Tahap 6: Orientasi prinsip etis universal. Pada tahap ini orang tidak hanya memandang dirinya sebagai subyek hukum, tetapi juga sebagai pribadi yang harus dihormati. Respect for personadalah nilai pada tahap ini. Tindakan yang benar adalah tindakan yang berdasarkan keputusan yang sesuai dengan suara hati dan prinsip moral universal. Prinsip moral ini abstrak, misalnya; cintailah sesamamu seperti mencintai dirimu sendiri, dan tingkat konkrit. Didasar lubuk hati terdapat prinsip universal yaitu keadilaan, kesamaan hak-hak dasar manusia, dan hormat terhadap martabat manusia sebagai pribadi. Dari enam tahap tersebut secara ringkas dapat diketahui alasan-alasan atau motif-motif yang diberikan bagi kepatuhan terhadap peraturan atau perbuatan moral sebagai berikut: 1. Tahap I : patuh pada aturan untuk menghindarkan hukuman. 2. Tahap II : menyesuaikan diri (conform) untuk mendapatkan ganjaran, kebaikanya dibalas dan seterusnya. 3. Tahap III : meneyesuaikan diri untuk menhindarkan ketidak setujuan, ketidak senangan orang lain. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 24 4. Tahap IV : menyesuaikan diri untuk menghindarkan penilaian oleh otoritas resmi dan rasa diri bersalah yang diakibatkanya. 5. Tahap V : menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat dari orang netral yang menilai dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat. 6. Tahap VI : menyesuaikan diri untuk menghindari penghukuman atas diri sendiri. 8. Pentingnya Pendidikan Moral bagi Peserta Didik Kata moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat. (Budiningsih, 2004: 5) berpendapat bahwa remaja dikatakan bermoral jika mereka memiliki kesadaran moral yaitu dapat menilai hal-hal yang baik dan buruk, hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta hal-hal yang etis dan tidak etis. Banyak orang berpandangan bahwa menurunnya di kalangan remaja akibat kurang berhasilnya dunia pendidikan di era globalisasi dewasa ini. Itu semua tidak benar. Pendidikan moral tidak hanya selama dilingkungan sekolah, melainkan dilingkungan keluargalah awal pendidikan moral terhadap anak mulai ditanamkan. Sumber daya manusia yang akan datang adalah anak-anak dan generasi muda masa kini. Berbicara mengenai pendidikan moral di Indonesia, maka pemerintah zaman Orde Baru, pendidikan moral dikaitkan dengan nilai-nilai dasar Pancasila. Hal ini dimaksudkan bahwa sebagai dasar negara, maka Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 25 kedudukan Pancasila merupakan landasan dan falsafah hidup dalam berbangsa dan bernegara. Karena itu, pendidikan moral ditanamkan pada peserta didik melalui pemberian mata pelajaran yang diberi nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang kemudian berubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Pentingnya pendidikan moral ini, sehingga ia menjadi mata pelajaran istimewa di samping mata pelajaran pendidikan agama. Pada waktu itu apabila peserta didik memperoleh nilai rendah pada kedua mata pelajaran tersebut, menjadi bahan pertimbangan apakah seseorang naik atau tinggal kelas. Bahkan proses penilaian atas mata pelajaran khusus pendidikan moral ini, tidak hanya dilihat dari aspek kognitif semata. Sebaliknya, tingkah laku peserta didik dengan berbagai standar nilai yang telah ditetapkan menjadi indikator penentu. Pada waktu itu guru agama dan guru PMP pun sangat dihormati karena dianggap sebagai penentu nasib para peserta didik. Tapi masa reformasi sekarang kedua mata pelajaran yang dahulu dianggap maha penting, kini tampak kurang menjadi prioritas serta menjadi korban kebijakan kurikulum. Menghadapi krisis moral yang sedang melanda bangsa ini, maka sudah seharusnya Pendidikan mengambil peranan sebagai benteng moral bangsa. Dalam undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 bab II pasal 3 tentang sisdiknas disebutkan tujuan pendidikan nasional berbunyi: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 26 berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal itu menunjukkan betapa pentingnya pendidikan moral dan pembangunan karakter bangsa. Pendidikan moral merupakan bagian integral yang sangat penting dari pendidikan kita. Untuk itu dunia pendidikan harus mampu menjadi motor penggerak untuk memfasilitasi pembangunan moral bangsa, sehingga setiap peserta didik mempunyai kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan tetap memperhatikan sendi-sendi NKRI dan norma-norma sosial di masyarakat yang telah menjadi kesepakatan bersama. Paul suparno, dkk (dalam, Budiningsih, 2004:2) mengemukakan ada empat model penyampaian pembelajaran moral, yaitu: 1) model sebagai mata pelajaran teersendiri, 2) model terintergrasi dalam semua bidang studi, 3) model di luar pengajaran, dan 4) model gabungan. Masing-masing model memiliki kelebihan dan kelemahan. Jika pembelajaran moral sebagai mata pelajaran tersendiri, maka diperlukan garis besar program pengajaran (GBPP), satuan pelajaran/rencana pelajaran, metodologi dan evaluasi pembelajaran tersendiri dan harus masuk dalam kurikulum dan jadwal terstruktur. Kelebihan model ini adalah lebih terfokus dan memiliki rencana yang matang untuk menstruktur pembelajaran dan mengukur hasil belajar siswa. Model ini akan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada guru untuk Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 27 mengembangkan kreativitasnya. Sedangkan kelemahanya, guru bidang studi lain tidak turut terlibat dan bertanggung jawab. Dengan model ini ada kecenderungan pembelajaran moral hanya diberikan sebatas pengetahuan kognitif semata. Bila pembelajaran moral menggunakan model terintegrasi dalam semua bidang studi, maka semua guru adalah pengajar moral tanpa kecuali. Kelebihan model ini adalah, semua guru ikut bertanggung jawab, dan pembelajaran tidak selalu bersifat informatif-kognitif melainkan bersifat terapan pada tiap bidang studi. Sedangkan kelemahanya, jika terjadi perbedaan persepsi tentang nilai-nilai moral di antara guru, maka justru akan membingungkan siswa. Pembelajaran moral dengan model di luar pengajaran, dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan di luar pengajaran. Model ini lebih mengutamakan pengolahan dan penanaman moral melalui suatu kegiatan untuk membahas dan mengupas nilai-nilai hidup. Anak mendalami nilai-nilai moral melalui pengalaman-pengalaman konkret, sehingga nilai-nilai moral tertanam dan terhayati dalam hidupnya. Namun jika pelaksanaan kegiatan semacam ini hanya dilakukan setahun sekali atau dua kali, maka kurang memperoleh hasil yang optimal. Pembelajaran moral demikian harus secara rutin diselenggarakan. Pembelajaran moral yang dilakukan dengan menggunakan model gabungan antara model terintegrasi dengan model di luar pengajaran, memerlukan kerja sama yang baik antara guru sebagai tim pengajar dengan Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 28 pihak-pihak luar yang terkait. Kelebihan model ini, semua guru terlibat dan secara bersama-sama dapat dan harus belajar dengan pihak luar untuk mengembangkan diri dan siswanya. Kelemahanya, model ini menuntut keterlibatan banyak pihak, memerlukan banyak waktu untuk koordinasi, banyak biaya dan diperlukan kesepahaman yang mendalam apalagi jika melibatkan pihak luar sekolah. Model pembelajaran moral manapun yang akan digunakan, diperlukan komitmen bersama antara guru-guru dan pengelola sekolah juga orang tua, agar pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa. B. Globalisasi 1. Pengertian Globalisasi Globalisasi seperti yang dikatakan oleh Barker 2004 (dalam Suneki, 2012) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita. Globalisasi dianggap sebagai proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain. Proses perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi dan komunikasi. Yang akirnya merupakan penggerak globalisasi. Dari kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 29 sektor-sektor lain dalam kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Sedangkan menurut Soemardjan (Arfani, 2004) Globalisasi adalah kecenderungan umum terintegrasinya kehidupan masyarakat domestik/lokal ke dalam komunitas global di berbagai bidang. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa globalisasi merupakan sebuah proses menuju sistem kehidupan yang lebih global, terbuka secara luas dalam berbagai aspek dan segi kehidupan manusia. Baik dibidang ekonomi, social budaya, teknologi dan sebagainya. Pengaruh globalisasi ini secara khusus juga dirasakan oleh kalangan remaja sebagai kalangan dari usia panca roba atau peralihan. Usia yang rentan dengan budaya coba-coba dan memeiliki rasa keingin tahuan yang cukup besar. 2. Pengaruh Globalisasi (dampak umum Globalisasi) Menurut pendapat Krsna (dalam Suneki, 2012) Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 30 berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya. Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain. Di sisi lain globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan, misalnya: hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong, kehilangan kepercayaan diri, dan hilangnya moral yang sesuai dengan budaya nasional. Adapun dampak globalisasi yang berpengaruh bukan hanya terhadap kehidupan bangsa juga dari moral bangsa indonesia yang terlalu mengikuti mode luar negeri. Dikalangan pemerintah juga banyak yang ikut-ikutan didalam produk globalisasi. Korupsi sekarang telah menjadi hal yang biasa dikalangan pejabat-pejabat tersebut. Sekarang ini krisis moral akibat dampak globalisasi semakin booming. Hal ini didukung oleh fakta yang menunjukkan grafik para koruptor yang mengkhawatirkan setiap tahunnya. Milyaran bahkan triliunan uang negara ludes akibat keserakahan segelintir orang yang memiliki kepentingan dan kekuasaan yang tidak pernah puas menggerogoti uang negara yang jumlahnya tidak sedikit. Anehnya hukum dinegara ini yang belum menganut pada perkembangan globalisasi. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 31 Bagi negara-negara yang sedang berkembang, globalisasi yang direkayasa negara-negara besar untuk kepentingan ekonomi mereka, mempunyai dampak yang besar, baik dalam bidang ekonomi, maupun dalam bidang politik, sosial budaya dan militer. Globalisasi itu setelah krisis moneter tahun 1997, datang bagaikan air bah yang tidak terbendung karena semua pertahanan sudah jebol. Kemajuan di bidang teknologi disatu sisi ikut dinikmati negara-negara yang sedang berkembang, tetapi disisi yang lain negara-negara yang sedang berkembang itu harus membayar mahal untuk mendapatkan teknologi yang diperlukan untuk industri sehingga menjadi tergantung kepada negara-negara besar. Sementara itu serbuan informasi telah merusak tatanan dan nilai-nilai sosial-budaya negara-negara yang sedang berkembang yang dipaksa untuk meniru nilai-nilai barat. C. Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian dan Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan Secara Bahasa, istilah “Civic Education” oleh sebagian pakar menerjemahkan kedalam Bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan (Azra) dan Pendidikan Kewarganegaraan. Zamroni dkk (dalam taniredja 2009:2) Istilah Pendidikan Kewarganegaraan pada satu sisi identic dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Namun di sisi lain, istilah Pendidikan Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 32 Kewargaan menurut Rosyada (dalam Taniredja 2009:2) secara substansif tidak saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibanya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan penekanan dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan, melainkan juga membangun kesiapan warga negara menjadi warga dunia (global society). Menurut Kerr (dalam Supandi 2010), mengemukakan bahwa Citizenship education or civics education didefinisikan sebagai berikut: Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens and, in particular, the role of education (trough schooling, teaching, and learning) in that preparatory process. Sementara itu Cogan (dalam Supandi, 2010) mengartikan civic education sebagai “……the foundational course work in school designed to prepare young citizens role in their communities in their adult lives”. Maksudya adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakatnya. Sedangkan Zamroni (dalam Azyumardi, 2003:7) Mengemukakan bahwa penegertian Pendidikan Kewarganegaraan adalah: Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 33 bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak hak warga masyarakat. Demokrasi adalah suatu learning proses yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain. Kelangsungan demokrasi tergantung pada kemampuan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi. Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya persekolahan, pengajaran dan belajar, dalam proses penyiapan warga negara tersebut. PKn di Indonesia di harapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukanya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama dibawah satu negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut berbeda agama, ras, etnik, atau golonganya. (Risalah sidang Badan penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia / BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia / PPKI). Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 34 hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara menjadi warga negara yang dapat di andalkan oleh bangsa dan negara (Penjelasan pasal 39 Undang-Undang No 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional). Beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn, antara lain (Somantri, 2001:158): a. Hubungan pengetahuan intraseptif (intraceptif knowledge) dengan pengetahuan ekstraseptif (ekstraceptive knowledge) atau antara agama dan ilmu. b. Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional. c. Disiplin ilmu pendidikan, terutama pendidikan nasional. d. Disiplin ilmu-ilmu sosial, khususnya “ide fundamental” ILmu Kewarganegaraan. e. Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD 1945 dan pandangan negara serta sejarah perjuangan bangsa. f. Kegiatan dasar manusia g. Pengertian Pendidikan IPS. Ketujuh unsur inilah yang mempengaruhi pengembangan PKn. Karena pengembangan pendidikan Kewarganegaraan akan mempengaruhi pengertian PKn sebagai salah satu tujuan Pendidikan IPS. Sehubungan dengan itu, PKn sebagai salah satu tujuan Pendidikan IPS yang menekankan pada nilai-nilai Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 35 untuk menumbuhkan warga negara yang baik dan patriotic, maka batasan pengertian PKn dapat dirumuskan sebagai berikut (Somantri, 2001:159): Pendidikan Kewarganegaraan adalah seleksi dan adaptasi dari lintas disiplin ilmu-ilmu social, ilmu kewarganegaraan, hummaniora, dan kegiatan dasar manusia, yang diorganisasikan dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan Pendidikan IPS. Beberapa faktor yang lebih menjelaskan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan antara lain (Somantri, 2001:161): a. PKn merupakan bagian atau salah satu tujun Pendidikan IPS, yaitu bahan pendidikanya diorganisasikan secara terpadu (integrated) dari berbagai disiplin ilmu social, humaniora, dokumen negara, terutama Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan perundangan negara, dengan tekanan bahan pendidikan pada hubungan warga negara dan bahan pendidikan yang berkenaan dengan bela negara b. PKn adalah seleksi dan adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, Pancasila, UUD 1945, dan dokumen negara lainya yang di organisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. c. PKn dikembangkan secara ilmiah dan psikologis baik untuk tingkat jurusan PMPKN FPIPS maupun dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah serta perguruan tinggi. d. Dalam mengembangkan dan melaksanakan PKn, kita harus berpikir secara integrative, yaitu kesatuan yang utuh dari hubungan antara hubungan Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 36 pengetahuan intraseptif (agama, nilai-nilai) dengan pengetahuan ekstraseptif (ilmu, kebudayaan Indonesia, tujuan pendidikan Nasional, Pancasila, UUD 1945, GBHN Filsafat Pendidikan, Psikologi Pendidikan, Pengembangan Kurikulum disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora kemudian di buat program pendidikanya yang terdiri atas unsur: (i) tujuan pendidikan, (ii) bahan pendidikan, (iii) metode pendidikan, (iv) evaluasi. e. PKn menitik beratkan pada kemampuan dan keterampilan berpikir aktif warga negara, yang baik (good citizen) dalam suasana demokratis dalam berbagai masalah kemasyarakatan (civics a ffairs). f. Dalam kepustakaan asing PKn sering disebut civics education, yang salah satu batasanya ialah “seluruh kegiatan sekolah, rumah, dan masyarakat yang dapat menumbuhkan sistem demokrasi. Pendapat di atas menjelaskan bahwa PKn memiliki peranan penting, karena PKn dapat menjadikan siswa sadar akan politik, sikap demokratis, dan sebagai mata pelajaran wajib di sekolah. PKn sebagai pendidikan nilai dapat membantu para siswa membantu siswa memilih system nilai yang dipilihnya dan mengembangkan aspek efektif yang akan ditampilkan dalam perilakunya. Seperti yang diungkapkan Al-Muchtar (dalam Supandi, 2010) mengemukakan bahwa: Pendidikan nilai bertujuan untuk membantu perilaku peserta didik menumbuhkan dan memperkuat system dipilihnya untuk dijadikan dasar bagi penampilan perilakunya. Pendidikan nilai bertumpu pada Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 37 pengembangan sikap sikap (afektif) oleh karena itu berbeda dengan belajar mengajar dengan pendidikan kognitif atau psikomotor. Pendidikan nilai secara formal di Indonesia diberikan pada mata pelajaran PPKn yang merupakan pendidikan nilai Pancasila agar dapat menjadi kepribadian yang fungsional. 2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan Menurut (Branson, 1999:7) tujuan civics education adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan nasional. Tujuan pembelajaran PKn Permendiknas (dalam Sapriya, 2011:315) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut: a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan berindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti-korupsi. c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainya. d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidal langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 38 Berdasarkan hal tersebut maka tujuan umum pembelajaran PKn adalah mempersiapkan generasi bangsa yang unggul dan berkepribadian, baik dalam lingkungan lokal, regional maupun global. Tujuan PKn menurut oleh Djahiri, (dalam Supandi, 2010) adalah sebagai berikut: a. Secara umum Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan pencapain pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki kemampuan pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. b. Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarkat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan perseorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran terhadap atau kepentingan diatasi melalui musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan menurut (Arifatul, 2014), Tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah Untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 39 bernegara, serta membentuk sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan dan filsafat bangsa Pancasila. Berdasarkan tujuan PKn yang telah dikemukakan diatas, dapat di asumsikan pada hakikatnya dalam setiap tujuan membekali kemampuan peserta didik dalam hal tanggung jawabnya sebagai warga negara, yaitu warga negara yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berpikir kritis, rasional dan kreatif, berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, berbangsa dan bernegara membentuk diri berdasrkan karakter-karakter masyarakat Indonesia serta membentuk sikap cinta tanah air yang bersendikan Pancasila agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain. Hampir semua orang sepakat karena telah menjadi pengetahuan umum khususnya di kaangan komunitas akademik pendidikan kewarganegaraan (civic/ citizenship education) di Indonesia bahkan di negara lain bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membentuk warga negara yang baik. Somantri (dalam sapriya 2001:311) melukiskan warga negara yang baik adalah warga negara yang patriotik, toleran, beragama, demokratis, setia terhadap bangsa dan negara. Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 2001:280), yang meliputi: a. Ilmu pengetahuan, meliputi hirarki: fakta, konsep dan generalisasi teori Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 40 b. Keterampilan intelektual: 1.) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan, menganalisis, mensistensikan dan menilai 2.) Dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih: (a) keterampilan bertanya dan mengetahui masalah, (b) keterampilan merumuskan hipotesis, (c) keterampilan mengumpulkan data, (d) keterampilan menafsirkan dan menganalisis data, (e) keterampilan menguji hipotesis, (f) keterampilan merumuskan generalisasi, (g) keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan c. Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung soal-soal afektif karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat di jabarkan d. Ketarmpilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa di jabarkan dalam keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan kepada siswa untuk secara ideology terampil dapat melakukan dan bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan seharihari, Duffy (Numan Somantri, 1975:30). Mengkerangkakan tujuan PKn dalam tujuan yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar, (b) tujuan intruksional, (c) kontruksi tes beserta penilainya. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 41 Djahiri (dalam Supandi, 2010) mengemukakan bahwa melalui PKn siswa diharapkan: a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma Pancasila sebagai falsafah, dasar ideology dan pandangan hidup negara RI. b. Melek konstitusi (UUD 1945) dan hokum yang berlaku dalam negara RI. c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam butir di atas. Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku diri dan kehidupanya dengan penuh keyakinan dan nalar. 3. Konteks Kelahiran dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia Istilah Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia mengalami perkembangan dan perubahan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan Pendidikan Kewarganegaraan yang lebih dikenal dengan nama Civic Education di Amerika Serikat menunjukan adanya perluasan dari waktu ke waktu. Menurut Crehore 1886-1887 (dalam Taniredja, 2009:5) pelajaran Civics mulai diperkenalkan pada tahun 1790 di Amerika Serikat dalam rangka “mengamerikakan “bangsa Amerika atau terkenal dengan “theory of Americanization”. Dalam penerbitan majalah “The Citizen dan “Civics” pada Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 42 tahun 1886, Henry Randall Waite merumuskan Civics dengan “the science of Citizenship – the relation of man, the individual, to man in organized collection – the individual in his relation to the state” Hampir semua definisi mengenai Civics intinya menyebutkan “government”, hak dan kewajibanya senagai warga dari sebuah negara. Akan tetapi, arti civics dalam perkembangan selanjutnya bukan hanya meliputi government saja, kemudian dikenal dengan istilah Community civics, economic civics dan vocational civics. Gerakan “Community Civics” pada tahun 1907 di pelopori oleh W. A. Dunn adalah permulaan dari ingin lebih fungsional pelajaran tersebut bagi pelajar dengan menghadapkan pelajaran kepada lingkungan atau kehidupan sehari hari dalam hubunganya dengan ruang lingkup lokal, nasional maupun internasional. Gerakan “Community Civics“ ini disebabkan pula karena pelajaran civics pada ketika itu hanya mempelajari konstitusi dan pemerintah saja, akan tetapi lingkungan sosial kurang di perhatikan. Hampir bersamaan dengan timbulnya gerakan Community Civics yang di pelopori oleh W. A. Dunn, ada juga gerakan yang mirip dengan gerakan Community Civics, yaitu gerakan Civics Education atau banyak pula yang menyebutnya Citizenship Education, yang alasanya hampir sama dengan gerakan Community Civics, tetapi dalam beberapa hal dapat diartikan lebih luas. Rumusan Civic Education menurut Mahoney (dalam Taniredja 2009:7) adalah sebagai berikut: Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 43 Civic Education includes and involves those teaching; that type of teaching method; those student activites; those administrative and supervisory procedure which the school may ultillize purposively to make for better living together in the democratic way or (synonymously) to develop better civic behaviors. Sedangkan Jack Allen 1960:111 (dalam Taniredja 2009:7) mendifinisikan sebagai berikut: Citizenship Education, property defined, as that product, of the entire program of the school, certainly not simply af the social studies program, and assuredly not merely of a course of civics. But civics has an important function to perform, it confront the young adolescent for the first time in his school experience with a complete view of citizenship function, as rights and responsibilittes in democratic context. Dari kedua batasan tersebut bahwa civic Education di tandai ciriciri sebagai berikut: a. Meliputi seluruh program dari sekolah b. Meliputi berbagai macam kegiatan mengajar, yang dapat menumbuhkan hidup dan tingkahlaku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis c. Civic Education termasuk pula hal-hal yang menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-syarat obyektif hidup bernegara. NCSS Somantri (dalam Taniredja, 2009:8) merumuskan mengenai Citizenship Education sebagai berikut: Citizenship Education is process comprising all the positive influences which are intended to shape a citizens view to his role in society. It come partly from formal schooling, partly from parental influence and partly from learning outside the classroom and the home. Though Citizenship Education, our youthare helped to gain an understanding of our national ideals, the common good, and the process of self government. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 44 Berdasarkan definisi di atas, pengertian tentang Civics Education lebih tegas, karena bahanya meliputi pengaruh positif dari pendidikan di sekolah, pendidikan di rumah, dan pendidikandi luar kelas- sekolah. Sehingga dalam menyusun program Civic Education unsur-unsur tersebut harus dipertimbangkan, yang diharapkan akan dapat membantu peserta didik untuk mengetahui, memahami dan mengapresiasikan cita-cita nasional, serta dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai masalah priibadi, masyarakat dan negara. Kehadiran program PKn dalam kurikulum sekolah-sekolah di Indonesia dapat dikatakan masih muda apabila dibandingkan dengan kehadiranya pelajaran Civics di Amerika Serikat yang sudah diajarkan mulai tahun 1790, dalam rangka “mengamerikakan bangsa Amerika. Menurut sejarah bangsa Amerika Serikat berasal dari berbagai bangsa yang dating ke Amerika Serikat, untuk menjadi bangsa Amerika Serikat. Untuk menyatukan warga negara Amerika Serikat menjadi satu bangsa, maka pelajaran Civics di ajarkan di sekolah-sekolah. Dalam taraf tersebut pelajaran Civics membicarakan masalah government, hak dan kewajiban warga negara dan Civics merupakan bagian dari Ilmu Politik. Soemantri (dalam Taniredja, 2009:11) mengemukakan istilah yang pernah ada dalam kurikulum sekolah di Indonesia, yang mungkin ada hubunganya dengan istilah dan atau definisi Civics adalah: Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 45 a. Kewarganegaraan (1957) yang isi pelajaranya adalah membahas cara memperoleh dan kehilangan kewargaan negara. b. Civics (1961), yang isinya lebih banyak membahas tentang Sejarah Kebangkitan Nasional, UUD, pidato-pidato politik kenegaraan, yang terutama di arahkan untuk “nation and character building “Bangsa Indonesia seperti pada waktu pelaksanaan pelajaran Civics di Amerika Serikat pada tahun-tahun setelah Declaration of Independence. c. Pendidikan Kewargaan Negara (1968), sebagaimana yang terdapat dalam kurikulum SD, SMP dan SMA tahun 1968, istilah yang digunakan adalah Pendidikan Kewargaan Negara, sedangkan materinya sebagai berikut: 1). SD, pelajaran Sejarah Indonesia, Civics, dan Ilmu Bumi. 2). SMP, program ini mengidentikkan Civics dengan Pendidikan Kewargaan Negara yang isinya 30% Sejarah Kebangsaan, 30% kejadian setelah Indonesia merdeka dan 40% UUD. 3). SMA, bahan pelajaran sebagian besar terdiri dari UUD 1945. Secara historis menurut Rosyada (dalam Taniredja, 2009:11) dalam tatanan kurikulum pendidikan nasional terdapat mata pelajaran yang secara khusus mengemban misi pendidikan demokrasi di Indonesia, yaitu Civics (1957/1962), Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan integrasi Sejarah, Ilmu Bumi dan Kewargaan Negara (1964), Pendidikan Kewargaan Negara (1973), Pendidikan Moral Pancasila atau PMP (1975/1984) dan PPKn (1994). Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 46 4. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Nilai dan Moral Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memiliki misi salah satunya sebagai pendidikan nilai. Dalam proses pendidikan nasional PKn pada dasarnya merupakan wahana pedagogis pembangunan watak atau karakter. Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan nasional PKn secara substansif-pedagogis menyentuh semua esensi semua tujuan pendidikan nasional mulai dari iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Winataputra, 2008:21): Pendidikan nilai bertujuan untuk membantu perilaku peserta didik menumbuhkan dan memperkuat system dipilihnya untuk dijadikan dasar bagi penampilan perilakunya. Pendidikan nilai secara formal di Indonesia diberikan pada mata pelajaran PPKn yang merupakan pendidikan nilai Pancasila agar dapat menjadi kepribadian yang fungsional. Peran sekolah sebagai pendidik moral menjadi semakin penting, pada saat dimana hanya sebagian anak yang mendapatkan pendidikan moral dari orang tuanya dan peranan lembaga keagamaan semakin kecil. Sebagai lazimnya suatu bidang studi yang di ajarkan di sekolah, Materi Pendidikan Kewarganegaraan menurut (Branson,1999:8) harus mencakup tiga komponen, yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills (kecakapan kewarganegaraan), Civic Dispositions (watak-watak kewarganegaraan). Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 47 Komponen mendasar dari ketiga prinsip pembelajaran PKn di atas salah satunya adalah Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan) yang mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Watak-watak kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan, berkembang secara perlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari dan dialami oleh seseorang di rumah, sekolah, komunitas, dan organisas-organisasi civil society. Pengalaman-pengalaman demikian hendaknya membangkitkan pemahaman bahwasanya demokrasi mensyaratkan adanya pemerintahan mandiri yang bertanggung jawab dari tiap individu. Karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral memiliki tujuan yang sama dengan menitik beratkan pada peranan pikiran manusia dalam mengendalikan perilaku moralnya di tengah masyarakat sebagai bagian dari aturan main dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian seorang warga negara perlu memiliki watak atau karakter yang mapan, sehingga menjadi sikap dan kebiasaan hidup sehari-hari. Watak, karakter, sikap atau kebiasaan hidup sehari-hari yang mencerminkan warga negara yang baik itu misalnya sikap religius, toleran, jujur, adil, demokratis, menghargai perbedaan, menghormati hukum, menghormati hak Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 48 orang lain, memiliki semangat kebangsaan yang kuat, memiliki rasa kesetiakawanan sosial, dan lain-lain D. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 1. Prinsip Dasar Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu, pembelajaran memusatkan perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan “apa yang dipelajari (Hamzah, 2010:2). Prinsip dasar pembelajaran PKn mengacu pada sejumlah prinsip dasar pembelajaran. Menurut pendapat Budimasnyah (dalam Supandi,2010) prinsipprinsip pembelajaran tersebut adalah prinsip belajar siswa aktif (student active learning), kelompok belajar koperatif (cooperative learning), pembelajaran partisipatorik, dan mengajar yang reaktif (reactive learning). Selanjutnya keempat prinsip tersebut dijelaskan sebagai berikut: a. Prinsip Belajar Siswa Aktif Model ini menganut prinsip belajar siswa aktif. Aktivitas siswa hamper di seluruh proses pembelajaran, dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan lapangan, dan pelaporan. Dalam fase perencanaan aktivitas siswa terlihat pada Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 49 saat mengidentifikasi masalah dengan menggunakan teknik bursa ide (brainstorming). Setiap siswa boleh menyampaikan masalah yang menarik baginya, disamping tentu saja yang berkaitan dengan materi pelajaran. Setelah masalah terkumpul, siswa melakukan voting untuk memilih satu masalah untuk kajian kelas. Dalam fase kegiatan lapangan, aktivitas siswa lebih tampak. Dengan berbagai teknik (misalnya dengan wawancara, pengamatan, kuesioner dan lain-lain) mereka mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang menjadi kajian kelas mereka. Untuk melengkapi data dan informasi tersebut, mereka mangambil foto, membuat sketsa, membuat kliping, bahkan ada kalanganya mengabadikan peristiwa penting dalam video. b. Kelompok Belajar Kooperatif Proses pembelajaran PKn juga menerapkan prinsip belajar koopeartif, yaitu proses pembelajaran yang berbasis kerja sama. Kerjasama yang dimaksud adalah kerja sama antar siswa dan antar komponen-komponen lain di sekolah, termasuk kerja sama sekolah dengan orang tua siswa dan lembaga terkait. Kerja sama antar siswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memeilih satu masalah untuk bahan kajian bersama. Dengan komponen-komponen sekolah lainya juga sering kali harus dilakukan kerja sama. Misalnya pada saat para siswa hendak mengumpulkan data dan informasi lapangan sepulang dari sekolah, bersamaan waktunya dengan jadwal latian olah raga yang diundur atau kunjungan lapangan yang Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 50 diubah. Kasus seperti itu memerlukan kerja sama, walaupun dalam lingkup kecil dan sederhana. Hal serupa juga sering kali terjadi dengan pihak keluarga. Orang tua perlu juga diberi pemahaman, manakala anaknya pulang agak terlambat dari sekolah karena melakukan kunjungan lapangan terlebih dahulu. Sekal lagi, dari peristiwa ini pun tampak perlunya kerjasama antara sekolah dengan orang tua dalam upaya membangun kesepahaman. Kerja sama dengan lembaga terkait diperlukan pada saat para siswa merencanakan mengunjungi lembaga tertentu atau meninjau suatu kawasan yang menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya mengunjungi dinas perparkiran. Mengunjungi kantor bupati atau wali kota untuk mengetahui kebijakan mengenai penertiban pedangan kaki lima. Mengamati dampak pembuangan limbah pabrik pada suatu kawasan tertentu, dan sebagainya kegiatan para siswa tentu saja. c. Pembelajaran Partisipatorik Selain prinsip pembelajaran di atas PKn juga menganut prinsip dasar pembelajaran partisipatorik, sebab melalui model ini siswa belajar sambal melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa belajar hidup berdemokrasi. Sebab dalam tiap langka ini memiliki makna yang ada hubunganya dengan praktik hidup berdemokrasi. Sebagai contoh pada saat memilih masalah untuk kajian kelas memilih makna bahwa siswa dapat menghargai dan menerima pendapat yang didukung suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya perdebatan, siswa belajar Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 51 mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menyampaikan kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap berkepala dingin. Proses ini mendukung adagium yang menyatakan bahwa “democracy is not in heredity but learning” (demokrasi itu tidak diwariskan, tetapi dipelajari dan di alami). Oleh karena itu, mengajarkan demokrasi itu harus dalam suasana yang demokratis (teaching democracy in and for democracy). Tujuan ini hanya apat dicapai dengan belajar sambil melakoni atau dengan kata lain harus menggunakan prinsip belajar partisipatorik. d. Reactive Teaching Dalam prinsip ini lebih menekankan bagaimana guru menciptakan strategi agar murid mempunyai motivasi belajar. Oleh karena itu, guru harus situasi sehingg materi pelajaran menarik, tidak membosankan. Guru harus mempunyai sensitifitas yang tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan pembelajaran sudah membosankan siswa jika hal ini terjadi, guru harus segera mencari cara untuk menanggulanginya. Iniliah tipe guru yang reaktif itu diantaranya sebagai berikut: a). Menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar. b). Pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang sudah diketahui dan dipahami c) Selalu berupaya membangkitkan motivasi belajar siswa dengan membuat materi pelajaran sebagai sesuatu hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan siswa. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 52 d). Segera mengenali materi atau metode pembelajaran yang membuat siswa bosan. Bila hal ini ditemui, ia segera menanggulanginya. 2. Materi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Materi pembelajaran atau bahan ajar (instructional materials) secara garis besar terdiri atas pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci materi pembelajaran terdiri atas materi yang bersifat pengetahuan (fakta, konsep, preposisi, prinsip, teori) materi bersifat keterampilan (tata cara, prosedur) dan materi yang bersifat nilai (Winarno, 2013:25). Menurut Margaret (dalam, Winarno, 2013:26) terdapat tiga komponen utama yang perlu dipelajari dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Dikatakan sebagai berikut. What are essential components of a god civic education? There are three essential components: civic knowledge, civil skills, and civic disposition. The first essential component of civic education is civic knowledge that concerned with the content or what citizens ought to know; the subject democratic society is civic skills: intellectual and participatory skills. The third essential component of civic education, civic disposition, refers to the traits of private and public character essential to the maintenance and improvement of constitutional democracy. Ketiga komponen utama Pendidikan kewarganegaraan itu adalah pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan sikap kewarganegaraan (civic disposition). Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 53 Dalam standar Isi PKn 2006, menurut (Winarno, 2013: 28) materi pembelajaran PKn sekolah disebut sebagai ruang limgkup PKn. Ruang lingkup PKn ada delapan (8) meliputi. a. Persatuan dan kesatuan bangsa b. Norma, hukum dan peraturan c. Hak asasi manusia d. Kebutuhan warga negara e. Konstitusi negara f. Kekuasaan dan politik g. Pancasila h. Globalisasi 3. Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Strategi pemebelajaran PKn di setiap jenjang sekolah bahkan di perguruan tinggi sangatlah penting. Hal ini dikarenakan penggunaan strategi akan memudahkan proses pembelajaran mencapai tujuan PKn yang optimal. Tanpa strategi yang jelas, proses pembelajaran tidak terarah sehingga tujuan pembelajaran sulit tercapai dan tidak optimal. Target pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan selama ini menitik beratkan pada pembekalan yang bersifat hafalan, materinya terdiri atas doktrin negara, system politik, norma, yuridis formal, hak dan kewajiban, dan tanggung jawab warga negara yang akhirnya menjadi suatu Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 54 tatanan dari sejumlah kewajiban/keharusan. Pada dasarnya Pendidikan Kewargangeraan mempunyai hakikat yaitu upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara, dengan tujuan untuk mewujudkan warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam peri kehidupan bangsa (Tohir, 2010). Oleh karena itu diperlukan perubahan-perubahan dari guru dalam menyikapi hal tersebut. Seperti guru lebih bersifat terbuka, merubah pandangan terhadap strategi pembelajaran bahwa peserta didik bukan hanya belajar tentang konsep Pendidikan Kewarganegaraan melainkan juga ber-PKn atau praktik seperti yang telah dikemukakan di atas. Guru hendaknya memusatkan kegiatan belajar pada peserta didik, artinya guru berpesan sebagai fasilitator yaitu pemberi kemudahan bukan sebagai sosok yang tahu segalanya (manusia serba bisa). Pembelajaran bukan hanya berdasarkan pada buku teks dan terkekang dalam kelas saja, namun memanfaatkan berbagai sumber belajar. Selain itu, yang tak kalah pentingnya guru hendaknya kembali memahami/mengkaji ulang tentang makna dan hakekat mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 55 4. Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Majid (2013:193) dalam bukunya “Strategi Pembelajaran”, bahwa metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Terdapat beberapa metode dalam pembelajaran PKn yang dikemukakan Majid (2013:194), antara lain: a. Ceramah Pada umumnya metode ceramah dalam pembelajaran merupakan cara yang digunakan dalam mengembangkan proses pembelajaran melalui cara penuturan (lecturer). Metode ini bagus jika penggunaanya betul-betul disiapkan dengan baik, didukung alat dan media, serta memerhatikan batasbatas kemungkinan penggunanya. Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ceramah adalah isi ceramah mudah diterima dan dipahami serta mampu menstimulasi pendengar (murid) untuk mengikuti dan melakukan sesuatu yang terdapat dalam isi ceramah. Beberapa kelebihan dari metode ceramah, antara lain: 1) Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan. Dikatakan murah karena proses ceramah tidak memerlukan peralatanperalatan yang lengkap, berbeda dengan metode lain. Dikatakan mudah karena metode ceramah hanya mengandalkan suaru guru sehingga tidak terlalu memerlukan persiapan yang rumit. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 56 2) Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi pelajaran yang cukup banyak dapat diringkas atau dijelaskan pokokpokoknya oleh guru dalam waktu singkat. 3) Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan. Artinya, guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang perlu ditekankan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. 4) Melalui ceramah guru dapat mengontrol keadaan kelas karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah. 5) Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam atau tidak memerlukan persiapan-persiapan yang rumit asalkan siswa dapat menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru, ceramah sudah dapat dilakukan. Di samping beberapa kelebihan di atas, ceramah juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya: 1) Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru. Kelemahan ini memang kelemahan yang paling dominan karena apa yang diberikan guru adalah apa yang dikuasainya, sehingga apa yang dikuasai siswa pun akan tergantung pada apa yang dikuasai guru. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 57 2) Ceramah yang tidak disertai dengan dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. 3) Ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan jika guru kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik. Sering terjadi, walaupun secara fisik siswa ada di dalam kelas, tetapi secara mental siswa sama sekali tidak mengikuti jalanya proses pembelajaran; pikiranya melayang ke mana-mana, atau siswa mengantuk yang disebabkan oleh gaya bertutur kata guru yang tidak menarik. 4) Melalui ceramah sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelskan. Walaupun siswa diberi kesempatan untuk bertanya, kemudian tidak ada seorang pun yang bertanya, hal itu tidak menjamin siswa seluruhnya sudah paham. b. Diskusi Diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan. Ada beberapa kelebihan metode diskusi manakala diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. 1) Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya dalam memberikan gagasan dan ide-ide. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 58 2) Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi setiap permasalahan. 3) Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan secara verbal. Di samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain. Selain beberapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan seperti di bawah ini. 1) Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa yang memiliki keterampilan berbicara. 2) Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas sehingga kesimpulan menjadi kabur. 3) Memerlukan waktu yang cukup panjang, dan kadang-kadang tidak sesuai dengan yang direncanakan. 4) Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang tidak terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa tersinggung sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran. Bentuk-bentuk diskusi menurut Majid (2013:201) antara lain: c. Kerja Kelompok Metode kerja kelompok atau bekerja dalam situasi kelompok mengandung pengertian bahwa siswa dalam satu kelas dipandang sabagai satu kesatuan (kelompok) tersendiri ataupun dibagi atas kelompok-kelompok kecil (sub-sub kelompok). Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 59 d. Inkuiri Strategi pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam startegi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk belajar. e. Tanya Jawab Tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic karena pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. guru bertanya siswa menjawab atau siswa bertanya guru menjawab. Metode tanta jawab dimaksudkan untuk merangsang berpikir siswa dan membimbingnya dalam komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara langsung antara guru dan siswa. 5. Media Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kata media berasal dari Bahasa latin medius yang secara harifah berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Dengan demikian, media merupakan pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad, 2007:3). Sedangkan media pembelajaran menurut Shofyan (2010) merupakan Segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa sehingga proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat dan berdayaguna. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 60 Sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran, media mempunyai beberapa fungsi. Sudjana (dalam, Syaiful, 2013) merumuskan fungsi media pembelajaran menjadi enam kategori, sebagai berikut: a. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif. b. Penggunaan media pembelajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi belajar. Hal ini berarti bahwa media pembelajaran merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru. c. Media pembelajaran dalam pembelajaran, penggunaannya integral dengan tujuan dari isi pelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa penggunaan(pemanfaatan) media harus melihaat kepada tujuan dan bahan ajar. d. Penggunaan media dalam pengajaran bukan semata-sata sebagai alat hiburan, dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa. e. Penggunaan media dalam pembelajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru. f. Penggunaan media dalam pembelajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar. Dengan kata lain, menggunakan media, hasil belajar Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 61 yang dicapai siswa akan tahan lama diingat oleh siswa sehingga mempunyai nilai tinggi. Djamarah dan Zain (2010:124) menggolongkan media pembelajaran menjadi tiga yaitu: 1) Media auditif yaitu media yang mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, kaset rekorder. 2) Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan karena hanya menam pilkan gambar diam seperti film, bingkai, foto, gambar, atau lukisan. 3) Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik. 6. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Wand and Brown (Djamarah dan Zain, 2010:50) evaluasi adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Berkaitan dengan evaluasi pembelajaran, evaluasi dilakukan pada kegiatan akhir dalam bentuk refleksi dan praktek pembelajaran. Dalam mengevaluasi pembelajaran guru sebaiknya mengadakan berbagi macam penilaian. Mulai dari ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester. Pasaribu dan Simanjutak (Djamarah dan Zain, 2010:50), menegaskan bahwa tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi yaitu: a. Tujuan umum dari evaluasi adalah: Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 62 1) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan. 2) Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat. 3) Menilai metode mengajar yang dipergunakan b. Tujuan khusus dari evaluasi adalah: 1) Merangsang kegiatan siswa 2) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan 3) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan, perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan. 7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Menurut (Nizbah, 2013) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai suatu kommpetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Terdapat komponen diantaranya: a. Identitas mata pelajaran, meliputi: 1) Satuan pendidikan 2) Mata Pelajaran 3) Kelas 4) Semester Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 63 5) Jumlah pertemuan 6) Alokasi waktu b. Standar kompetensi c. Kompetensi dasar d. Indikator pencapaian kompetensi e. Tujuan pembelajaran f. Materi ajar g. Sumber belajar h. Alokasi waktu i. Model, pendekatan dan metode pembelajaran j. Kegiatan pembelajaran k. Penilaian hasil belajar E. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian peneliti adalah adalah “Implikasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membentuk Moral Siswa Di Era Globalisasi” (Laela Azka, 2013). Jika dihubungkan dengan penelitian peneliti, maka kesimpulanya: “Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PKn di SMA Negeri 1 Moga dapat membentuk moral siswa di era globalisasi. Hambatan-hambatan dalam rangka membentuk moral siswa di era globalisasi ada dua yaitu kendala internal dan eksternal. Kendala internal adalah kendala yang datang dari Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016 64 dalam dari dalam diri siswa. kendala eksternal adalah kendala yang datang dari lingkungan. Peneliti mengambil salah satu penelitian relevan yang lain dengan judul “Peran Pembelajaran PKn dan Kegiatan Kepramukaan Dalam Membentuk Karakter Siswa Di MAN 1 YOGYAKARTA” (Lysa Hapsari, 2013). Jika dihubungkan dengan penelitian peneliti, maka kesimpulanya: “Pembelajaran PKn di MAN 1 YOGYAKARTA dapat membentuk karakter siswa. Namun terletak pada strategi guru dalam menciptakan metode pembelajaran yang menyenangkan antara lain diskusi, ceramah bervariasi, membuat film dan bermain peran. Adapun peran guru PKn sebagai fasilitator, motivator, teladan, dan pendidik walaupun belum sepenuhnya semua peran dapat dilaksanakan dengan maksimal. Hambatan yang diahadapi guru PKn dalam pembelajaran diantaranya adalah sulitnya membagi waktu antara menyelesaikan materi dengan menanamkan nilai-nilai sehingga terbentuk karakter, kurangnya minat peserta didik dan beraneka ragamnya latar belakang siswa. Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016