BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Moral 1. Istilah dan Pengertian Moral

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Moral
1. Istilah dan Pengertian Moral
Menurut Lillie, kata moral berasal dari kata mores (bahasa latin) yang
berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat (Budiningsih, 2004:24).
Moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai manusia atau kesusilaan
adalah tuntutan kodrat manusia (Daroeso, 1986:22). Huky (dalam Daroeso,
1986:22) memahami pengertian moral dengan tiga cara:
a. Moral sebagai tingkah laku manusia yang mendasarkan diri pada
kesadaran bahwa ia terkait oleh keharusan mencapai yang baik menurut
nilai dan norma yang berlaku di lingkunganya.
b. Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup dengan warna
dasar tertentu yang di pegang teguh oleh sekelompok manusia dalam
lingkungan tertentu.
c. Moral adalah ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan
pandangan hidup atau agama tertentu.
(Daroeso, 1986:23) sendiri menyebutkan pengertian moral sebagai
kesusilaan, yaitu keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di
masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.
11
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
12
2. Objek Moral
Sebelum melakukan perbuatan, manusia menentukan sendiri apa yang
akan dikerjakan. Ia telah menentukan sikap, mana yang harus dilaksanakan,
mana yang tidak boleh dilaksanakan. Sikap ini ditentukan oleh kehendak yang
merupakan sikap batin manusia, yang mengamati perbuatan apa yang
dilakukan. Perbuatan yang akan dilakukan merupakan obyek yang ada dalam
suara hati manusia. Menurut (Daroeso, 1986:25) dalam diri manusia ada dua
suara:
a.
Suara hati yang mengarah ke kebaikan.
b.
Suara was-was yang mengajak ke keburukan.
Menurut Driyakarya (Daroeso,1986:26) Meskipun pada dasarnya
manusia itu selalu cenderung berbuat baik, tetapi kesadaran seperti di uraikan
di atas tidaklah datang dengan sendirinya. Kesusilaan harus di ajarkan dengan
contoh yang baik, sehingga dengan demikian dapatlah terbentuk manusia
susila lahir dan bathin.
Kesimpulan dari uraian di atas, bahwa obyek moral adalah tingkah laku
manusia, perbuatan manusia, tindakan manusia, baik secara individual
maupun secara kelompok. (Daroeso, 1986:26) Dalam melakukan perbuatan
tersebut manuisia di dorong oleh tiga unsur, yaitu:
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
13
a. Kehendak yaitu pendorong pada jiwa manusia yang memberi alasan pada
manusia untuk melakukan perbuatan.
b. Perwujudan dari kehendak yang berbentuk cara melakukan perbuatan
dalam segala situasi dan kondisi
c. Perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar dan kesadaran inilah yang
memberikan corak dan warna perbuatan tersebut.
3. Sumber Moral
Sumber moral yang berupa ketentuan-ketentuan yang berlaku dan
mengikat kehidupan manusia atau masyarakat tersebut. Ketentuan-ketentuan
tersebut adalah:
a. Ketentuan agama yang berdasarkan wahyu
b. Ketentuan kodrat dalam diri manusia termasuk ketentuan moral universal,
yaitu moral yang seharusnya.
c. Ketentuan adat istiadat buatan manusia termasuk ketentuan moral yang
berlaku pada suatu waktu.
d. Ketentuan hukum buatan manusia baik hokum adat maupun hukum
negara (Daroeso, 1986:23)
Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan norma-norma dalam suatu
masyarakat sebagai sumbe moral, yaitu norma agama, norma hukum, dan
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
14
adat istiadat. Jika melanggarnya akan di kenai sanksi yang berupa hukuman
oleh negara, diri sendiri, masyarakat atau tuhan (Dareso, 1986:24).
4. Sifat-sifat Moral
Sama halnya dengan nilai, sifat dari moral pun ada yang memiliki
pandangan yang bertentangan dari para filosof. Sebagian dari mereka
mengatakan bahwa moral bersifat objektifvistik-universal dan sebagian
mengatakan bahwa moral itu bersifat relatifvistik-kontekstual.
Moral bersifat objektivistik, artinya baik dan buruk itu bersifat pasti dan
tidak berubah. Perilaku yang baik akan tetap baik, bukan kadang baik dan
kadang tidak baik. Dalam pandangan absolut, baik buruk itu mutlak,
sepenuhnya, dan tanpa syarat. Mencuri sepenuhnya tidak baik dalam keadaan
apapun dan kapanpun. Dalam pandangan universal, prinsip-prinsip moral
yang bersifat obyektifvistik-universal dimaksudkan bahwa prinsip-prinsip
(Daroeso, 1986:23). Dikatakan bahwa menurut Magnis-Susesno (1987) Moral
selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga
bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaiknya
sebagai manusia (Budiningsih, 2004:24).
5. Aliran-aliran moral
Adanya bermacam pendapat tentang filsafat moral atau filsafat
kesusilaan menyebabkan timbulnya aliran-aliran. Ada yang berpendapat
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
15
bahwa kesusilaan itu ditentukan oleh tujuan manusia/hidup terutama hidup
yang mengutamakan kenikmatan hidup. Suatu perbuatan dipandang
memenuhi kesusilaan apabila perbuatan tadi ditujukan untuk mencapai
kenikmatan.
Ada pula yang berpendapat bahwa kesusilaan itu berdasarkan pada
manfaat perbuatan tersebut dan ada yang berpendapat bahwa yang dikatakan
susila ialah yang sesuai dengan agama. Adapun aliran-aliran filsafat moral di
antaranya ialah:
a. Hedonisme.
Ukuran baik dan buruk bagi aliran ini ialah segala perbuatan membawa
kebahagiaan dan kenikmatan yang merupakan tujuan manusia. Yang
dimaksud dengan kebahagiaan ialah suatu keadaan yang tanpa menderita,
yang dapat dicapai dengan akal manusia. Hedonisme dapat digolongkan
dalam dua macam golongan, yaitu:
1) Hedonisme yang egoistik.
Aliran ini merupakan bahwa manusia harus mencari kenikmatan
yang sebesar-besarnya untuk diri sendiri. Sesuatu perbuatan yang
dipilih harus di pertimbangkan apakah perbuatan tersebut mengandung
kenikmatan yang lebih besar bagi dirinya sendiri. Kalua memang
demikian, maka perbuatan tersebut sebaiknya dikerjakan.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
16
2) Hedonisme yang universalistik.
Aliran ini orang dalam hidupnya harus berusaha untuk mencapai
kebahagiaan dan kenikmatan bagi seluruh umat manusia. Baik dan
buruk berdasarkan pada adanya manfaat dan kesenangan bagi semua
orang. Baik apabila membawa kenikmatan semua manusia dan buruk,
apabila membawa penderitaan bagi manusia seluruhnya (Daroeso,
1986:37)
b. Utilitarisme.
Aliran ini mengatakan bahwa yang baik ialah yang ada manfaatnya
atau “utility”. Semua perbuatan manusia harus diarahkan kepada
kemanfaatan, jadi baik dan buruk diukur dari adanya manfaat. Jhon Stuart
Mill, tokoh aliran ini mengatakan:” Kemanfaatan adalah kebahagiaan
untuk jumlah manusia sebanyak-banyaknya”. (Daroeso, 1986:37)
c. Naturalisme.
Menurut aliran ini kebahagiaan manusia dapat dicapai dengan
menuruti panggilan “natur” atau panggilan alam. Sesuatu perbuatan
dikatakan bermoral apabila sesuai dengan panggilan alam. Tugas manusia
di dunia ini adalah memenuhi kebutuhanya untuk memenuhi panggilan
alam, ialah kelangsungan hidup. Gangguan terhadap kelangsungan hidup
akan mengakibatkan hilangnya kebahagiaan (Daroeso, 1986:37).
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
17
d. Vitalisme.
Perbuatan manusia di anggap bermoral ialah apabila perbuatan
tersebut menunjukan daya hidup. Seseorang yang bermoral tinggi ialah
yang dapat menunjukan kekuatanya sebagai seorang yang kuat, seorang
yang istimewa, seorang “ubermensch”. Tokoh dari aliran ini ialah seorang
ahli filsafat jerman Friedrich Nietzsche (1844-1900). Ia mengatakan ada
dua macam moral, yaitu herrenmoral dan Sklaven-moral.
1) Herrenmoral
Nietzsche mengatakan bahwa Herrenmoral adalah moral yang
dipunyai oleh “tuan-tuan besar” atau moral kepunyaan “orang yang
kuat” atau ”moral penguasa”, moral Ubermensch. Seseorang
Ubermensch adalah seseorang yang dapat menentukan hidupnya
sendiri dengan aturan-aturan yang berlaku bagi kelompoknya sendiri.
Ubermensch tidak perlu merasa bersalah dan berdosa dan berdosa
hanya patut bagi anak-anak dan budak. Jadi yang dikatakan moral
penguasa, yaitu moral bagi tuan-tuan ialah semua tindakan yang
disukai, tidak tergantung pada ukuran atau norma yang ada.
2) Sklaven-moral
Pada dasarnya menurut Nietzsche masyarakat itu hanya dua
golongan, yaitu Herren dan Sklaven, tuan dan budak, si kuat dan si
lemah. Golongan lemah hanya patut menjadi budak dari golongan
penguasa dan segala sesuatu yang baik bagi si kuat merupakan
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
18
larangan bagi si lemah. Perbuatan baik bagi si lemah atau si budakbudak ialah selalu mengabdi kepada yang kuat, kepada penguasa.
Golongan Sklaven tidak dibenarkan berbuat yang menentang Herren,
yang boleh bertindak sekehendak sendiri (Daroeso, 1986:38)
e. Theologi
Aliran moral ini mengatakan, bahwa sesuatu perbuatan dikatakan
bermoral yang baik apabila perbuatan tersebut sesuai dengan agama.
Artinya: perbuatan tersebut sesuai dengan perintah Tuhan dan menjauhi
laranganya. Tuntutan kesusilaan dalam hal ini telah di gariskan oleh
agama dan tertulis dalam kitab suci masing-masing agama. Tentunya bagi
masing-masing agama, norma-norma tersebut tidak sama, tetapi dalam
garis besarnya tuntutan kesusilaan dalam agama ada kesamaan (Daroeso,
1986:38).
6. Fungsi dan Peranan Moral
Orang dikatakan bermoral jika tingkah lakunya sesuai dengan normanorma yang terdapat dalam masyarakat, baik norma agama, adat istiadat,
hukum, dan sebagainya.
Moral memegang peranan penting dalam kehidupan manusia yang
berhubungan dengan baik atau buruk terhadap tingkah laku manusia. Tingkah
laku ini mendasarkan diri pada normaa-norma yang berlaku dalam
masyarakat. Seseorang dikatakan bermoral
bilamana orang tersebut
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
19
bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang terdapat dalam masyarakat,
baik norma agama, norma hukum dan sebagainya (Daroeso, 1986:23).
Menurut identitas ukuran manusia yang baik adalah yang mampu memenuhi
ketentuan-ketentuan kodrat yang tertanam dalam dirinya. Ukuran ini tidak
bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat (Daroeso,
1986:23). Ini menunjukan bahwa moral memegang fungsi dan peranan
penting agar manusia dalam setiap perbuatan, tindakan, dan tingkah lakunya
adalah baik dan benar. Dan ini merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya
kemaslahan hidup manusia itu sendiri baik secara individu maupun kelompok.
7. Tahap-tahap Perkembangan Moral Manusia
Melalui
hasil
penelitianya
Kohlberg
(Budiningsih,
2004:27)
menyatakan hal-hal sebagai berikut:
1. Ada prinsip-prinsip moral dasar yang mengatasi niali-nilai moral lainya
dan prinsip-prinsip moral dasar itu merupakan akar dari nilai-nilai moral
lainya.
2. Manusia tetap merupakan subjek yang bebas dengan nilai-nilai yang
berasal dari dirinya sendiri.
3. Dalam bidang penalaran moral ada tahap-tahap perkembangan yang sama
dan universal bagi setiap kebudayaan.
4. Tahap-tahap perkembangan penalaran moral ini banyak ditentukan oleh
factor kognitif atau kematangan intelektual.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
20
Kesimpulan ini ditarik dari penelitianya dengan instrument yang
disebut sebagai “Dilema Moral Heinz”, yaitu sebuah kasus yang merangsang
responden untuk memberikan keputusan-keputusan moral. Adapun tahaptahap perkembangan moral menurut Kohlberg yang disarikan oleh Hardiman
(1987) sebagai berikut:
1. Tingkat Pra-Konvensional
Pada tingkat ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan
kebudayaan dan penilaian baik atau buruk, tetapi ia menafsirkan baik atau
buruk ini dalam rangka maksimalisasi kenikmatan atau akibat-akibat fisik dari
tindakanya
(hukuman
fisik,
penghargaan,
tukar-menukar
kebaikan).
Kecenderungan utamanya dalam interaksi dengan orang lain adalah
menghindari hukuman atau mencapai maksimalisasi kenikmatan (hedonist).
Tingkat ini dibagi 2 tahap:
Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan
Pada tahap ini, baik atau buruknya suatu tindakan ditentukan oleh
akibat-akibat fisik yang akan dialami, sedangkan arti atau nilai manusiawi
tidak diperhatikan. Menghindari hukuman dan kepatuhan buta terhadap
penguasa dinilai baik pada dirinya.
Tahap 2: Orientasi instrumentalistis
Pada tahap ini tindakan seseorang selalu diarahkan untuk memenuhi
kebutuhanya sendiri dengan memperalat orang lain. Hubungan antara manusia
dipandang seperti hubungan dagang. Unsur-unsur keterbukaan, kesalingan
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
21
dan tukar-menukar merupakan prinsip tindaknya dan hal-hal itu ditafsirkan
dengan cara fisik dan pragmatis. Prinsip kesalinganya adalah, “Kamu
mencakar punggungku dan aku akan ganti mencakar punggungmu”.
2.
Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu
di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan bangsanya. Keluarga, masyarakat,
bangsa dinilai memiliki kebenaranya sendiri, karena jika menyimpang dari
kelompok ini akan terisolasi. Maka itu, kecenderungan orang pada tahap ini
adalah
menyesuaikan
diri
dengan
aturan-aturan
masyarakat
dan
mengidentifikasikan dirinya terhadap kelompok sosialnya. Kalau pada tingkat
pra-konvensional perasaan dominan adalah takut, pada tingkat ini perasaan
dominan adalah malu. Tingkat ini terdiri dari 2 tahap:
Tahap 3: Orientasi kerukunan atau orientasi good boy – nice girl
Pada tahap ini orang berpandangan bahwa tingkah laku yang baik adalah
yang menyenangkan atau menolong orang-orang lain serta diakui oleh orangorang lain. Orang cenderung bertindak menurut harapan-harapan lingkungan
sosialnya, sehingga mendapat pengakuan sebagai “orang baik”. Tujuan
utamanya, demi hubungan social yang memuaskan, maka ia pun harus
berperan
sesuai
dengan
harapan-harapan
keluarga,
masyarakat
atau
bangsanya.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
22
Tahap 4: Orientasi ketertiban masyarakat
Pada tahap ini tindakan seseorang didorong oleh keinginanya untuk
menjaga tertib legal. Orientasi seseorang adalah otoritas, peraturan-peraturan
yang ketat dan ketertiban social. Tingkah laku yang baik adalah memenuhi
kewajiban, mematuhi hukum, menghormati otoritas, dan menjaga tertib social
merupakan tindakan moral yang baik pada dirinya.
3. Tingkat Pasca – Konvensional atau Tingkat Otonom
Pada tingkat ini, orang bertindak sebagai subyek hokum dengan
mengatasi hukum yang ada. Orang pada tahap ini sadar bahwa hokum
merupakan kontrak social demi ketertiban dan kesejahteraan umum, maka jika
hukum tidak sesuai dengan martabat manusia, hokum dapat dirumuskan
kembali. Perasaan yang muncul pada tahap ini adalah rasa bersalah dan yang
menjadi ukuran keputusan moral adalah hati nurani. Tingkat ini terdiri dari 2
tahap:
Tahap 5: Orientasi kontrak sosial
Tindakan yang benar pada tahap ini cenderung ditafsirkan sebagai
tindakan yang sesuai dengan kesepakatan umum. Dengan demikian orang ini
menyadari relativitas nilai-nilai pribadi dan pendapat-pendapat pribadi. Ada
kesadaran yang jelas untuk mencapai consensus lewat peraturan-peraturan
procedural.
Di
samping
menekankan
persetujuan
demokratis
dan
konstitusional, tindakan benar juga merupakan nilai-nilai atau pendapat
pribadi. Akibatnya, orang pada tahapan ini menekankan pandangan legal tapi
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
23
juga menekankan kemungkinan mengubah hukum lewat pertimbangan
rasional. Ia menyadari adanya yang mengatasi hukum, yaitu persetujuan bebas
antara pribadi. Jika hukum menghalangi kemanusiaan, maka hukum dapat
diubah.
Tahap 6: Orientasi prinsip etis universal.
Pada tahap ini orang tidak hanya memandang dirinya sebagai subyek
hukum, tetapi juga sebagai pribadi yang harus dihormati. Respect for
personadalah nilai pada tahap ini. Tindakan yang benar adalah tindakan yang
berdasarkan keputusan yang sesuai dengan suara hati dan prinsip moral
universal. Prinsip moral ini abstrak, misalnya; cintailah sesamamu seperti
mencintai dirimu sendiri, dan tingkat konkrit. Didasar lubuk hati terdapat
prinsip universal yaitu keadilaan, kesamaan hak-hak dasar manusia, dan
hormat terhadap martabat manusia sebagai pribadi.
Dari enam tahap tersebut secara ringkas dapat diketahui alasan-alasan
atau motif-motif yang diberikan bagi kepatuhan terhadap peraturan atau
perbuatan moral sebagai berikut:
1.
Tahap I
: patuh pada aturan untuk menghindarkan hukuman.
2.
Tahap II : menyesuaikan diri (conform) untuk mendapatkan ganjaran,
kebaikanya dibalas dan seterusnya.
3.
Tahap III : meneyesuaikan diri untuk menhindarkan ketidak setujuan,
ketidak senangan orang lain.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
24
4.
Tahap IV : menyesuaikan diri untuk menghindarkan penilaian oleh
otoritas resmi dan rasa diri bersalah yang diakibatkanya.
5.
Tahap V : menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat dari orang
netral yang menilai dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat.
6.
Tahap VI : menyesuaikan diri untuk menghindari penghukuman atas diri
sendiri.
8. Pentingnya Pendidikan Moral bagi Peserta Didik
Kata moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti tata cara dalam
kehidupan atau adat istiadat. (Budiningsih, 2004: 5) berpendapat bahwa
remaja dikatakan bermoral jika mereka memiliki kesadaran moral yaitu dapat
menilai hal-hal yang baik dan buruk, hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan serta hal-hal yang etis dan tidak etis.
Banyak orang berpandangan bahwa menurunnya di kalangan remaja
akibat kurang berhasilnya dunia pendidikan di era globalisasi dewasa ini. Itu
semua tidak benar. Pendidikan moral tidak hanya selama dilingkungan
sekolah, melainkan dilingkungan keluargalah awal pendidikan moral terhadap
anak mulai ditanamkan.
Sumber daya manusia yang akan datang adalah anak-anak dan generasi
muda masa kini. Berbicara mengenai pendidikan moral di Indonesia, maka
pemerintah zaman Orde Baru, pendidikan moral dikaitkan dengan nilai-nilai
dasar Pancasila. Hal ini dimaksudkan bahwa sebagai dasar negara, maka
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
25
kedudukan Pancasila merupakan landasan dan falsafah hidup dalam
berbangsa dan bernegara. Karena itu, pendidikan moral ditanamkan pada
peserta didik melalui pemberian mata pelajaran yang diberi nama Pendidikan
Moral Pancasila (PMP) yang kemudian berubah menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Pentingnya pendidikan moral ini,
sehingga ia menjadi mata pelajaran istimewa di samping mata pelajaran
pendidikan agama. Pada waktu itu apabila peserta didik memperoleh nilai
rendah pada kedua mata pelajaran tersebut, menjadi bahan pertimbangan
apakah seseorang naik atau tinggal kelas. Bahkan proses penilaian atas mata
pelajaran khusus pendidikan moral ini, tidak hanya dilihat dari aspek kognitif
semata. Sebaliknya, tingkah laku peserta didik dengan berbagai standar nilai
yang telah ditetapkan menjadi indikator penentu. Pada waktu itu guru agama
dan guru PMP pun sangat dihormati karena dianggap sebagai penentu nasib
para peserta didik. Tapi masa reformasi sekarang kedua mata pelajaran yang
dahulu dianggap maha penting, kini tampak kurang menjadi prioritas serta
menjadi korban kebijakan kurikulum. Menghadapi krisis moral yang sedang
melanda bangsa ini, maka sudah seharusnya Pendidikan mengambil peranan
sebagai benteng moral bangsa.
Dalam undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 bab II pasal 3 tentang
sisdiknas disebutkan tujuan pendidikan nasional berbunyi:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
26
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Hal itu menunjukkan betapa pentingnya pendidikan moral dan
pembangunan karakter bangsa. Pendidikan moral merupakan bagian integral
yang sangat penting dari pendidikan kita. Untuk itu dunia pendidikan harus
mampu menjadi motor penggerak untuk memfasilitasi pembangunan moral
bangsa, sehingga setiap peserta didik mempunyai kesadaran kehidupan
berbangsa dan bernegara yang harmonis dan demokratis dengan tetap
memperhatikan sendi-sendi NKRI dan norma-norma sosial di masyarakat
yang telah menjadi kesepakatan bersama.
Paul suparno, dkk (dalam, Budiningsih, 2004:2) mengemukakan ada
empat model penyampaian pembelajaran moral, yaitu: 1) model sebagai mata
pelajaran teersendiri, 2) model terintergrasi dalam semua bidang studi, 3)
model di luar pengajaran, dan 4) model gabungan. Masing-masing model
memiliki kelebihan dan kelemahan. Jika pembelajaran moral sebagai mata
pelajaran tersendiri, maka diperlukan garis besar program pengajaran (GBPP),
satuan pelajaran/rencana pelajaran, metodologi dan evaluasi pembelajaran
tersendiri dan harus masuk dalam kurikulum dan jadwal terstruktur.
Kelebihan model ini adalah lebih terfokus dan memiliki rencana yang matang
untuk menstruktur pembelajaran dan mengukur hasil belajar siswa. Model ini
akan memberikan kesempatan yang lebih luas kepada guru untuk
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
27
mengembangkan kreativitasnya. Sedangkan kelemahanya, guru bidang studi
lain tidak turut terlibat dan bertanggung jawab. Dengan model ini ada
kecenderungan pembelajaran moral hanya diberikan sebatas pengetahuan
kognitif semata.
Bila pembelajaran moral menggunakan model terintegrasi dalam semua
bidang studi, maka semua guru adalah pengajar moral tanpa kecuali.
Kelebihan model ini adalah, semua guru ikut bertanggung jawab, dan
pembelajaran tidak selalu bersifat informatif-kognitif melainkan bersifat
terapan pada tiap bidang studi. Sedangkan kelemahanya, jika terjadi
perbedaan persepsi tentang nilai-nilai moral di antara guru, maka justru akan
membingungkan siswa. Pembelajaran moral dengan model di luar pengajaran,
dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan di luar pengajaran. Model ini lebih
mengutamakan pengolahan dan penanaman moral melalui suatu kegiatan
untuk membahas dan mengupas nilai-nilai hidup. Anak mendalami nilai-nilai
moral melalui pengalaman-pengalaman konkret, sehingga nilai-nilai moral
tertanam dan terhayati dalam hidupnya. Namun jika pelaksanaan kegiatan
semacam ini hanya dilakukan setahun sekali atau dua kali, maka kurang
memperoleh hasil yang optimal. Pembelajaran moral demikian harus secara
rutin diselenggarakan.
Pembelajaran moral yang dilakukan dengan menggunakan model
gabungan antara model terintegrasi dengan model di luar pengajaran,
memerlukan kerja sama yang baik antara guru sebagai tim pengajar dengan
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
28
pihak-pihak luar yang terkait. Kelebihan model ini, semua guru terlibat dan
secara bersama-sama dapat dan harus belajar dengan pihak luar untuk
mengembangkan diri dan siswanya. Kelemahanya, model ini menuntut
keterlibatan banyak pihak, memerlukan banyak waktu untuk koordinasi,
banyak biaya dan diperlukan kesepahaman yang mendalam apalagi jika
melibatkan pihak luar sekolah. Model pembelajaran moral manapun yang
akan digunakan, diperlukan komitmen bersama antara guru-guru dan
pengelola sekolah juga orang tua, agar pembelajaran sesuai dengan
karakteristik siswa.
B. Globalisasi
1. Pengertian Globalisasi
Globalisasi seperti yang dikatakan oleh Barker 2004 (dalam Suneki,
2012) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi global ekonomi, sosial,
budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh
penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita.
Globalisasi dianggap sebagai proses dimana berbagai peristiwa,
keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa
konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia
yang lain. Proses perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan
bidang teknologi informasi dan komunikasi. Yang akirnya merupakan
penggerak globalisasi. Dari kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
29
sektor-sektor lain dalam kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya dan lain-lain.
Sedangkan menurut Soemardjan (Arfani, 2004) Globalisasi adalah
kecenderungan umum terintegrasinya kehidupan masyarakat domestik/lokal
ke dalam komunitas global di berbagai bidang.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa globalisasi merupakan
sebuah proses menuju sistem kehidupan yang lebih global, terbuka secara luas
dalam berbagai aspek dan segi kehidupan manusia. Baik dibidang ekonomi,
social budaya, teknologi dan sebagainya. Pengaruh globalisasi ini secara
khusus juga dirasakan oleh kalangan remaja sebagai kalangan dari usia panca
roba atau peralihan. Usia yang rentan dengan budaya coba-coba dan
memeiliki rasa keingin tahuan yang cukup besar.
2. Pengaruh Globalisasi (dampak umum Globalisasi)
Menurut pendapat Krsna (dalam Suneki, 2012) Sebagai proses,
globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa,
yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin
dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi
berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi
informasi dan komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi.
Perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
30
berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh
karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan
suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu
pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai
bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya
dan lain- lain. Di sisi lain globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam
bidang kebudayaan, misalnya: hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu
negara, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunnya rasa nasionalisme dan
patriotisme, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong, kehilangan
kepercayaan diri, dan hilangnya moral yang sesuai dengan budaya nasional.
Adapun dampak globalisasi yang berpengaruh bukan hanya terhadap
kehidupan bangsa juga dari moral bangsa indonesia yang terlalu mengikuti
mode luar negeri. Dikalangan pemerintah juga banyak yang ikut-ikutan
didalam produk globalisasi. Korupsi sekarang telah menjadi hal yang biasa
dikalangan pejabat-pejabat tersebut. Sekarang ini krisis moral akibat dampak
globalisasi semakin booming. Hal ini didukung oleh fakta yang menunjukkan
grafik para koruptor yang mengkhawatirkan setiap tahunnya. Milyaran bahkan
triliunan uang negara ludes akibat keserakahan segelintir orang yang memiliki
kepentingan dan kekuasaan yang tidak pernah puas menggerogoti uang negara
yang jumlahnya tidak sedikit. Anehnya hukum dinegara ini yang belum
menganut pada perkembangan globalisasi.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
31
Bagi negara-negara yang sedang berkembang, globalisasi yang
direkayasa negara-negara besar untuk kepentingan ekonomi mereka,
mempunyai dampak yang besar, baik dalam bidang ekonomi, maupun dalam
bidang politik, sosial budaya dan militer. Globalisasi itu setelah krisis moneter
tahun 1997, datang bagaikan air bah yang tidak terbendung karena semua
pertahanan sudah jebol.
Kemajuan di bidang teknologi disatu sisi ikut dinikmati negara-negara
yang sedang berkembang, tetapi disisi yang lain negara-negara yang sedang
berkembang itu harus membayar mahal untuk mendapatkan teknologi yang
diperlukan untuk industri sehingga menjadi tergantung kepada negara-negara
besar. Sementara itu serbuan informasi telah merusak tatanan dan nilai-nilai
sosial-budaya negara-negara yang sedang berkembang yang dipaksa untuk
meniru nilai-nilai barat.
C. Pendidikan Kewarganegaraan
1. Pengertian dan Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Secara Bahasa, istilah “Civic Education” oleh sebagian pakar
menerjemahkan kedalam Bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan
(Azra) dan Pendidikan Kewarganegaraan. Zamroni dkk (dalam taniredja
2009:2) Istilah Pendidikan Kewarganegaraan pada satu sisi identic dengan
Pendidikan Kewarganegaraan. Namun di sisi lain, istilah Pendidikan
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
32
Kewargaan menurut Rosyada (dalam Taniredja 2009:2) secara substansif
tidak saja mendidik generasi muda menjadi warga negara yang cerdas dan
sadar akan hak dan kewajibanya dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan
bernegara
yang
merupakan
penekanan
dalam
istilah
Pendidikan
Kewarganegaraan, melainkan juga membangun kesiapan warga negara
menjadi warga dunia (global society).
Menurut Kerr (dalam Supandi 2010), mengemukakan bahwa
Citizenship education or civics education didefinisikan sebagai berikut:
Citizenship or civics education is construed broadly to encompass the
preparation of young people for their roles and responsibilities as citizens
and, in particular, the role of education (trough schooling, teaching, and
learning) in that preparatory process.
Sementara itu Cogan (dalam Supandi, 2010) mengartikan civic
education sebagai “……the foundational course work in school designed to
prepare young citizens role in their communities in their adult lives”.
Maksudya adalah suatu mata pelajaran dasar di sekolah yang dirancang untuk
mempersiapkan warga negara muda, agar kelak setelah dewasa dapat berperan
aktif dalam masyarakatnya.
Sedangkan Zamroni (dalam Azyumardi, 2003:7) Mengemukakan
bahwa penegertian Pendidikan Kewarganegaraan adalah:
Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga
masyarakat berpikir kritis dan demokratis, melalui aktivitas
menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah
bentuk kehidupan kepada generasi baru, bahwa demokrasi adalah
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
33
bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak hak warga
masyarakat. Demokrasi adalah suatu learning proses yang tidak dapat
begitu saja meniru dari masyarakat lain. Kelangsungan demokrasi
tergantung pada kemampuan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan dirumuskan secara luas untuk mencakup proses penyiapan
generasi muda untuk mengambil peran dan tanggung jawabnya sebagai warga
negara, dan secara khusus, peran pendidikan termasuk di dalamnya
persekolahan, pengajaran dan belajar, dalam proses penyiapan warga negara
tersebut.
PKn di Indonesia di harapkan dapat mempersiapkan peserta didik
menjadi warga negara yang memiliki komitmen yang kuat dan konsisten
untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan
modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukanya
didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme yaitu pada tekad
suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama dibawah satu
negara yang sama, walaupun warga masyarakat tersebut berbeda agama, ras,
etnik, atau golonganya. (Risalah sidang Badan penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia / BPUPKI) dan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia / PPKI).
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali
peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
34
hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan
bela negara menjadi warga negara yang dapat di andalkan oleh bangsa dan
negara (Penjelasan pasal 39 Undang-Undang No 2 Tahun 1989, tentang
Sistem Pendidikan Nasional).
Beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn, antara lain
(Somantri, 2001:158):
a. Hubungan pengetahuan intraseptif (intraceptif knowledge) dengan
pengetahuan ekstraseptif (ekstraceptive knowledge) atau antara agama
dan ilmu.
b. Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional.
c. Disiplin ilmu pendidikan, terutama pendidikan nasional.
d. Disiplin
ilmu-ilmu
sosial,
khususnya
“ide
fundamental”
ILmu
Kewarganegaraan.
e. Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD 1945 dan pandangan
negara serta sejarah perjuangan bangsa.
f. Kegiatan dasar manusia
g. Pengertian Pendidikan IPS.
Ketujuh unsur inilah yang mempengaruhi pengembangan PKn. Karena
pengembangan pendidikan Kewarganegaraan akan mempengaruhi pengertian
PKn sebagai salah satu tujuan Pendidikan IPS. Sehubungan dengan itu, PKn
sebagai salah satu tujuan Pendidikan IPS yang menekankan pada nilai-nilai
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
35
untuk menumbuhkan warga negara yang baik dan patriotic, maka batasan
pengertian PKn dapat dirumuskan sebagai berikut (Somantri, 2001:159):
Pendidikan Kewarganegaraan adalah seleksi dan adaptasi dari lintas
disiplin ilmu-ilmu social, ilmu kewarganegaraan, hummaniora, dan
kegiatan dasar manusia, yang diorganisasikan dan disajikan secara
psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuan Pendidikan
IPS.
Beberapa faktor yang lebih menjelaskan mengenai Pendidikan
Kewarganegaraan antara lain (Somantri, 2001:161):
a. PKn merupakan bagian atau salah satu tujun Pendidikan IPS, yaitu bahan
pendidikanya diorganisasikan secara terpadu (integrated) dari berbagai
disiplin ilmu social, humaniora, dokumen negara, terutama Pancasila, UUD
1945, GBHN, dan perundangan negara, dengan tekanan bahan pendidikan
pada hubungan warga negara dan bahan pendidikan yang berkenaan dengan
bela negara
b. PKn adalah seleksi dan adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial,
humaniora, Pancasila, UUD 1945, dan dokumen negara lainya yang di
organisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pendidikan.
c. PKn dikembangkan secara ilmiah dan psikologis baik untuk tingkat jurusan
PMPKN FPIPS maupun dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar dan
menengah serta perguruan tinggi.
d. Dalam mengembangkan dan melaksanakan PKn, kita harus berpikir secara
integrative, yaitu kesatuan yang utuh dari hubungan antara hubungan
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
36
pengetahuan intraseptif (agama, nilai-nilai) dengan pengetahuan ekstraseptif
(ilmu, kebudayaan Indonesia, tujuan pendidikan Nasional, Pancasila, UUD
1945, GBHN Filsafat
Pendidikan, Psikologi Pendidikan, Pengembangan
Kurikulum disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora kemudian di buat
program pendidikanya yang terdiri atas unsur: (i) tujuan pendidikan, (ii)
bahan pendidikan, (iii) metode pendidikan, (iv) evaluasi.
e. PKn menitik beratkan pada kemampuan dan keterampilan berpikir aktif
warga negara, yang baik (good citizen) dalam suasana demokratis dalam
berbagai masalah kemasyarakatan (civics a ffairs).
f.
Dalam kepustakaan asing PKn sering disebut civics education, yang salah
satu batasanya ialah “seluruh kegiatan sekolah, rumah, dan masyarakat yang
dapat menumbuhkan sistem demokrasi.
Pendapat di atas menjelaskan bahwa PKn memiliki peranan penting,
karena PKn dapat menjadikan siswa sadar akan politik, sikap demokratis, dan
sebagai mata pelajaran wajib di sekolah. PKn sebagai pendidikan nilai dapat
membantu para siswa membantu siswa memilih system nilai yang dipilihnya
dan mengembangkan aspek efektif yang akan ditampilkan dalam perilakunya.
Seperti yang diungkapkan Al-Muchtar (dalam Supandi, 2010) mengemukakan
bahwa:
Pendidikan nilai bertujuan untuk membantu perilaku peserta didik
menumbuhkan dan memperkuat system dipilihnya untuk dijadikan
dasar bagi penampilan perilakunya. Pendidikan nilai bertumpu pada
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
37
pengembangan sikap sikap (afektif) oleh karena itu berbeda dengan
belajar mengajar dengan pendidikan kognitif atau psikomotor.
Pendidikan nilai secara formal di Indonesia diberikan pada mata
pelajaran PPKn yang merupakan pendidikan nilai Pancasila agar dapat
menjadi kepribadian yang fungsional.
2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut (Branson, 1999:7) tujuan civics education adalah partisipasi
yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan
masyarakat baik tingkat lokal, negara bagian, dan nasional. Tujuan
pembelajaran PKn Permendiknas (dalam Sapriya, 2011:315) adalah untuk
memberikan kompetensi sebagai berikut:
a.
Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
b.
Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan berindak secara
cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta
anti-korupsi.
c.
Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainya.
d.
Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara
langsung atau tidal langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
38
Berdasarkan hal tersebut maka tujuan umum pembelajaran PKn adalah
mempersiapkan generasi bangsa yang unggul dan berkepribadian, baik dalam
lingkungan lokal, regional maupun global. Tujuan PKn menurut oleh Djahiri,
(dalam Supandi, 2010) adalah sebagai berikut:
a.
Secara umum Tujuan PKn harus ajeg dan mendukung keberhasilan
pencapain pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa
yang mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti
yang
luhur,
memiliki
kemampuan
pengetahuan
dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
b.
Secara khusus. Tujuan PKn yaitu membina moral yang diharapkan
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari
yaitu perilaku
yang
memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam
masyarkat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perilaku yang
bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung
kerakyatan yang mengutamakan perseorangan dan golongan sehingga
perbedaan pemikiran terhadap atau kepentingan diatasi melalui
musyawarah mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk
mewujudkan keadilan sosial seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan menurut (Arifatul, 2014), Tujuan dari Pendidikan
Kewarganegaraan adalah Untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
39
bernegara, serta membentuk sikap dan perilaku cinta tanah air yang
bersendikan kebudayaan dan filsafat bangsa Pancasila.
Berdasarkan tujuan PKn yang telah dikemukakan diatas, dapat di
asumsikan pada hakikatnya dalam setiap tujuan membekali kemampuan
peserta didik dalam hal tanggung jawabnya sebagai warga negara, yaitu warga
negara yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berpikir
kritis, rasional dan kreatif, berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat,
berbangsa dan bernegara membentuk diri berdasrkan karakter-karakter
masyarakat Indonesia serta membentuk sikap cinta tanah air yang bersendikan
Pancasila agar dapat hidup bersama dengan bangsa lain.
Hampir semua orang sepakat karena telah menjadi pengetahuan umum
khususnya di kaangan komunitas akademik pendidikan kewarganegaraan
(civic/ citizenship education) di Indonesia bahkan di negara lain bahwa tujuan
pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membentuk warga negara yang
baik. Somantri (dalam sapriya 2001:311) melukiskan warga negara yang baik
adalah warga negara yang patriotik, toleran, beragama, demokratis, setia
terhadap bangsa dan negara.
Upaya agar tujuan PKn tersebut tidak hanya bertahan sebagai slogan
saja, maka harus dirinci menjadi tujuan kurikuler (Somantri, 2001:280), yang
meliputi:
a.
Ilmu pengetahuan, meliputi hirarki: fakta, konsep dan generalisasi teori
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
40
b.
Keterampilan intelektual:
1.) Dari keterampilan yang sederhana sampai keterampilan yang
kompleks seperti mengingat, menafsirkan, mengaplikasikan,
menganalisis, mensistensikan dan menilai
2.) Dari
penyelidikan
sampai
kesimpulan
yang
sahih:
(a)
keterampilan bertanya dan mengetahui masalah, (b) keterampilan
merumuskan hipotesis, (c) keterampilan mengumpulkan data, (d)
keterampilan menafsirkan dan menganalisis data, (e) keterampilan
menguji hipotesis, (f) keterampilan merumuskan generalisasi, (g)
keterampilan mengkomunikasikan kesimpulan
c.
Sikap: nilai, kepekaan dan perasaan. Tujuan PKn banyak mengandung
soal-soal afektif karena itu tujuan PKn yang seperti slogan harus dapat
di jabarkan
d.
Ketarmpilan sosial: tujuan umum PKn harus bisa di jabarkan dalam
keterampilan sosial yaitu keterampilan yang memberikan kemungkinan
kepada siswa untuk secara ideology terampil dapat melakukan dan
bersikap cerdas serta bersahabat dalam pergaulan kehidupan seharihari, Duffy (Numan Somantri, 1975:30). Mengkerangkakan tujuan PKn
dalam tujuan yang sudah agak terperinci dimaksudkan agar kita
memperoleh bimbingan dalam merumuskan: (a) konsep dasar, (b)
tujuan intruksional, (c) kontruksi tes beserta penilainya.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
41
Djahiri (dalam Supandi, 2010) mengemukakan bahwa melalui PKn
siswa diharapkan:
a. Memahami dan menguasai secara nalar konsep dan norma
Pancasila sebagai falsafah, dasar ideology dan pandangan hidup
negara RI.
b. Melek konstitusi (UUD 1945) dan hokum yang berlaku dalam
negara RI.
c. Menghayati dan meyakini tatanan dalam moral yang termuat dalam
butir di atas.
Mengamalkan dan membakukan hal-hal di atas sebagai sikap perilaku
diri dan kehidupanya dengan penuh keyakinan dan nalar.
3. Konteks Kelahiran dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan di
Indonesia
Istilah
Pendidikan
Kewarganegaraan
di
Indonesia
mengalami
perkembangan dan perubahan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan Pendidikan
Kewarganegaraan yang lebih dikenal dengan nama Civic Education di
Amerika Serikat menunjukan adanya perluasan dari waktu ke waktu.
Menurut Crehore 1886-1887 (dalam Taniredja, 2009:5) pelajaran
Civics mulai diperkenalkan pada tahun 1790 di Amerika Serikat dalam rangka
“mengamerikakan “bangsa Amerika atau terkenal dengan “theory of
Americanization”. Dalam penerbitan majalah “The Citizen dan “Civics” pada
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
42
tahun 1886, Henry Randall Waite merumuskan Civics dengan “the science of
Citizenship – the relation of man, the individual, to man in organized
collection – the individual in his relation to the state”
Hampir semua definisi mengenai Civics intinya menyebutkan
“government”, hak dan kewajibanya senagai warga dari sebuah negara. Akan
tetapi, arti civics dalam perkembangan selanjutnya bukan hanya meliputi
government saja, kemudian dikenal dengan istilah Community civics,
economic civics dan vocational civics.
Gerakan “Community Civics” pada tahun 1907 di pelopori oleh W. A.
Dunn adalah permulaan dari ingin lebih fungsional pelajaran tersebut bagi
pelajar dengan menghadapkan pelajaran kepada lingkungan atau kehidupan
sehari hari dalam hubunganya dengan ruang lingkup lokal, nasional maupun
internasional. Gerakan “Community Civics“ ini disebabkan pula karena
pelajaran civics pada ketika itu hanya mempelajari konstitusi dan pemerintah
saja, akan tetapi lingkungan sosial kurang di perhatikan.
Hampir bersamaan dengan timbulnya gerakan Community Civics yang
di pelopori oleh W. A. Dunn, ada juga gerakan yang mirip dengan gerakan
Community Civics, yaitu gerakan Civics Education atau banyak pula yang
menyebutnya Citizenship Education, yang alasanya hampir sama dengan
gerakan Community Civics, tetapi dalam beberapa hal dapat diartikan lebih
luas. Rumusan Civic Education menurut Mahoney (dalam Taniredja 2009:7)
adalah sebagai berikut:
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
43
Civic Education includes and involves those teaching; that type of
teaching method; those student activites; those administrative and
supervisory procedure which the school may ultillize purposively to
make for better living together in the democratic way or (synonymously)
to develop better civic behaviors.
Sedangkan Jack Allen 1960:111 (dalam Taniredja 2009:7)
mendifinisikan sebagai berikut:
Citizenship Education, property defined, as that product, of the entire
program of the school, certainly not simply af the social studies
program, and assuredly not merely of a course of civics. But civics has
an important function to perform, it confront the young adolescent for
the first time in his school experience with a complete view of
citizenship function, as rights and responsibilittes in democratic context.
Dari kedua batasan tersebut bahwa civic Education di tandai ciriciri sebagai berikut:
a. Meliputi seluruh program dari sekolah
b. Meliputi
berbagai
macam
kegiatan
mengajar,
yang
dapat
menumbuhkan hidup dan tingkahlaku yang lebih baik dalam
masyarakat demokratis
c. Civic
Education
termasuk
pula
hal-hal
yang
menyangkut
pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-syarat
obyektif hidup bernegara.
NCSS Somantri (dalam Taniredja, 2009:8) merumuskan mengenai
Citizenship Education sebagai berikut:
Citizenship Education is process comprising all the positive influences
which are intended to shape a citizens view to his role in society. It
come partly from formal schooling, partly from parental influence and
partly from learning outside the classroom and the home. Though
Citizenship Education, our youthare helped to gain an understanding of
our national ideals, the common good, and the process of self
government.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
44
Berdasarkan definisi di atas, pengertian tentang Civics Education lebih
tegas, karena bahanya meliputi pengaruh positif dari pendidikan di sekolah,
pendidikan di rumah, dan pendidikandi luar kelas- sekolah. Sehingga dalam
menyusun
program
Civic
Education
unsur-unsur
tersebut
harus
dipertimbangkan, yang diharapkan akan dapat membantu peserta didik untuk
mengetahui, memahami dan mengapresiasikan cita-cita nasional, serta dapat
membuat keputusan-keputusan yang cerdas dan bertanggung jawab dalam
berbagai masalah priibadi, masyarakat dan negara.
Kehadiran program PKn dalam kurikulum sekolah-sekolah di Indonesia
dapat dikatakan masih muda apabila dibandingkan dengan kehadiranya
pelajaran Civics di Amerika Serikat yang sudah diajarkan mulai tahun 1790,
dalam rangka “mengamerikakan bangsa Amerika. Menurut sejarah bangsa
Amerika Serikat berasal dari berbagai bangsa yang dating ke Amerika Serikat,
untuk menjadi bangsa Amerika Serikat. Untuk menyatukan warga negara
Amerika Serikat menjadi satu bangsa, maka pelajaran Civics di ajarkan di
sekolah-sekolah. Dalam taraf tersebut pelajaran Civics membicarakan masalah
government, hak dan kewajiban warga negara dan Civics merupakan bagian
dari Ilmu Politik.
Soemantri (dalam Taniredja, 2009:11) mengemukakan istilah yang
pernah ada dalam kurikulum sekolah di Indonesia, yang mungkin ada
hubunganya dengan istilah dan atau definisi Civics adalah:
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
45
a. Kewarganegaraan (1957) yang isi pelajaranya adalah membahas cara
memperoleh dan kehilangan kewargaan negara.
b. Civics (1961), yang isinya lebih banyak membahas tentang Sejarah
Kebangkitan Nasional, UUD, pidato-pidato politik kenegaraan, yang
terutama di arahkan untuk “nation and character building “Bangsa
Indonesia seperti pada waktu pelaksanaan pelajaran Civics di Amerika
Serikat pada tahun-tahun setelah Declaration of Independence.
c. Pendidikan Kewargaan Negara (1968), sebagaimana yang terdapat dalam
kurikulum SD, SMP dan SMA tahun 1968, istilah yang digunakan adalah
Pendidikan Kewargaan Negara, sedangkan materinya sebagai berikut:
1). SD, pelajaran Sejarah Indonesia, Civics, dan Ilmu Bumi.
2). SMP, program ini mengidentikkan Civics dengan Pendidikan
Kewargaan Negara yang isinya 30% Sejarah Kebangsaan, 30%
kejadian setelah Indonesia merdeka dan 40% UUD.
3). SMA, bahan pelajaran sebagian besar terdiri dari UUD 1945.
Secara historis menurut Rosyada (dalam Taniredja, 2009:11) dalam
tatanan kurikulum pendidikan nasional terdapat mata pelajaran yang secara
khusus mengemban misi pendidikan demokrasi di Indonesia, yaitu Civics
(1957/1962), Pendidikan Kemasyarakatan yang merupakan integrasi Sejarah,
Ilmu Bumi dan Kewargaan Negara (1964), Pendidikan Kewargaan Negara
(1973), Pendidikan Moral Pancasila atau PMP (1975/1984) dan PPKn (1994).
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
46
4. Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan
Nilai dan Moral
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memiliki
misi salah satunya sebagai pendidikan nilai. Dalam proses pendidikan
nasional PKn pada dasarnya merupakan wahana pedagogis pembangunan
watak atau karakter. Dalam konteks pencapaian tujuan pendidikan nasional
PKn secara substansif-pedagogis menyentuh semua esensi semua tujuan
pendidikan nasional mulai dari iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Winataputra, 2008:21):
Pendidikan nilai bertujuan untuk membantu perilaku peserta didik
menumbuhkan dan memperkuat system dipilihnya untuk dijadikan dasar
bagi penampilan perilakunya. Pendidikan nilai secara formal di
Indonesia diberikan pada mata pelajaran PPKn yang merupakan
pendidikan nilai Pancasila agar dapat menjadi kepribadian yang
fungsional.
Peran sekolah sebagai pendidik moral menjadi semakin penting, pada
saat dimana hanya sebagian anak yang mendapatkan pendidikan moral dari
orang tuanya dan peranan lembaga keagamaan semakin kecil. Sebagai
lazimnya suatu bidang studi yang di ajarkan di sekolah, Materi Pendidikan
Kewarganegaraan menurut (Branson,1999:8) harus mencakup tiga komponen,
yaitu Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan), Civic Skills
(kecakapan
kewarganegaraan),
Civic
Dispositions
(watak-watak
kewarganegaraan).
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
47
Komponen mendasar dari ketiga prinsip pembelajaran PKn di atas
salah satunya adalah Civic Disposition (watak-watak kewarganegaraan) yang
mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang penting bagi
pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Watak-watak
kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan, berkembang
secara perlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari dan dialami oleh
seseorang di rumah, sekolah, komunitas, dan organisas-organisasi civil
society. Pengalaman-pengalaman demikian hendaknya membangkitkan
pemahaman bahwasanya demokrasi mensyaratkan adanya pemerintahan
mandiri yang bertanggung jawab dari tiap individu. Karakter privat seperti
tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan
martabat manusia dari setiap individu adalah wajib.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral memiliki
tujuan yang sama dengan menitik beratkan pada peranan pikiran manusia
dalam mengendalikan perilaku moralnya di tengah masyarakat sebagai bagian
dari aturan main dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian seorang warga negara perlu memiliki watak atau
karakter yang mapan, sehingga menjadi sikap dan kebiasaan hidup sehari-hari.
Watak, karakter, sikap atau kebiasaan hidup sehari-hari yang mencerminkan
warga negara yang baik itu misalnya sikap religius, toleran, jujur, adil,
demokratis, menghargai perbedaan, menghormati hukum, menghormati hak
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
48
orang lain, memiliki semangat kebangsaan yang kuat, memiliki rasa
kesetiakawanan sosial, dan lain-lain
D. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
1. Prinsip Dasar Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau perancangan (desain)
sebagai upaya untuk membelajarkan siswa. Itulah sebabnya dalam belajar,
siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar,
tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu,
pembelajaran memusatkan perhatian pada “bagaimana membelajarkan siswa”,
dan bukan “apa yang dipelajari (Hamzah, 2010:2).
Prinsip dasar pembelajaran PKn mengacu pada sejumlah prinsip dasar
pembelajaran. Menurut pendapat Budimasnyah (dalam Supandi,2010) prinsipprinsip pembelajaran tersebut adalah prinsip belajar siswa aktif (student active
learning), kelompok belajar koperatif (cooperative learning), pembelajaran
partisipatorik, dan mengajar yang reaktif (reactive learning). Selanjutnya
keempat prinsip tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Prinsip Belajar Siswa Aktif
Model ini menganut prinsip belajar siswa aktif. Aktivitas siswa hamper
di seluruh proses pembelajaran, dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan
lapangan, dan pelaporan. Dalam fase perencanaan aktivitas siswa terlihat pada
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
49
saat mengidentifikasi masalah dengan menggunakan teknik bursa ide (brainstorming). Setiap siswa boleh menyampaikan masalah yang menarik baginya,
disamping tentu saja yang berkaitan dengan materi pelajaran. Setelah masalah
terkumpul, siswa melakukan voting untuk memilih satu masalah untuk kajian
kelas.
Dalam fase kegiatan lapangan, aktivitas siswa lebih tampak. Dengan berbagai
teknik (misalnya dengan wawancara, pengamatan, kuesioner dan lain-lain)
mereka mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan untuk menjawab
permasalahan yang menjadi kajian kelas mereka. Untuk melengkapi data dan
informasi tersebut, mereka mangambil foto, membuat sketsa, membuat
kliping, bahkan ada kalanganya mengabadikan peristiwa penting dalam video.
b. Kelompok Belajar Kooperatif
Proses pembelajaran PKn juga menerapkan prinsip belajar koopeartif,
yaitu proses pembelajaran yang berbasis kerja sama. Kerjasama yang
dimaksud adalah kerja sama antar siswa dan antar komponen-komponen lain
di sekolah, termasuk kerja sama sekolah dengan orang tua siswa dan lembaga
terkait. Kerja sama antar siswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memeilih
satu masalah untuk bahan kajian bersama.
Dengan komponen-komponen sekolah lainya juga sering kali harus
dilakukan kerja sama. Misalnya pada saat para siswa hendak mengumpulkan
data dan informasi lapangan sepulang dari sekolah, bersamaan waktunya
dengan jadwal latian olah raga yang diundur atau kunjungan lapangan yang
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
50
diubah. Kasus seperti itu memerlukan kerja sama, walaupun dalam lingkup
kecil dan sederhana. Hal serupa juga sering kali terjadi dengan pihak keluarga.
Orang tua perlu juga diberi pemahaman, manakala anaknya pulang agak
terlambat dari sekolah karena melakukan kunjungan lapangan terlebih dahulu.
Sekal lagi, dari peristiwa ini pun tampak perlunya kerjasama antara sekolah
dengan orang tua dalam upaya membangun kesepahaman.
Kerja sama dengan lembaga terkait diperlukan pada saat para siswa
merencanakan mengunjungi lembaga tertentu atau meninjau suatu kawasan
yang menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya mengunjungi dinas
perparkiran. Mengunjungi kantor bupati atau wali kota untuk mengetahui
kebijakan mengenai penertiban pedangan kaki lima. Mengamati dampak
pembuangan limbah pabrik pada suatu kawasan tertentu, dan sebagainya
kegiatan para siswa tentu saja.
c. Pembelajaran Partisipatorik
Selain prinsip pembelajaran di atas PKn juga menganut prinsip dasar
pembelajaran partisipatorik, sebab melalui model ini siswa belajar sambal
melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa
belajar hidup berdemokrasi. Sebab dalam tiap langka ini memiliki makna
yang ada hubunganya dengan praktik hidup berdemokrasi.
Sebagai contoh pada saat memilih masalah untuk kajian kelas memilih
makna bahwa siswa dapat menghargai dan menerima pendapat yang didukung
suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya perdebatan, siswa belajar
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
51
mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menyampaikan
kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap berkepala dingin.
Proses ini mendukung adagium yang menyatakan bahwa “democracy is not in
heredity but learning” (demokrasi itu tidak diwariskan, tetapi dipelajari dan di
alami). Oleh karena itu, mengajarkan demokrasi itu harus dalam suasana yang
demokratis (teaching democracy in and for democracy). Tujuan ini hanya apat
dicapai dengan belajar sambil melakoni atau dengan kata lain harus
menggunakan prinsip belajar partisipatorik.
d. Reactive Teaching
Dalam prinsip ini lebih menekankan bagaimana guru menciptakan
strategi agar murid mempunyai motivasi belajar. Oleh karena itu, guru harus
situasi sehingg materi pelajaran menarik, tidak membosankan. Guru harus
mempunyai sensitifitas yang tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan
pembelajaran sudah membosankan siswa jika hal ini terjadi, guru harus segera
mencari cara untuk menanggulanginya. Iniliah tipe guru yang reaktif itu
diantaranya sebagai berikut:
a). Menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar.
b). Pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang sudah diketahui dan dipahami
c) Selalu berupaya membangkitkan motivasi belajar siswa dengan membuat
materi pelajaran sebagai sesuatu hal yang menarik dan berguna bagi
kehidupan siswa.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
52
d). Segera mengenali materi atau metode pembelajaran yang membuat siswa
bosan. Bila hal ini ditemui, ia segera menanggulanginya.
2. Materi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Materi pembelajaran atau bahan ajar (instructional materials) secara
garis besar terdiri atas pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus
dipelajari siswa dalam rangka mencapai kompetensi yang telah ditentukan.
Secara terperinci materi pembelajaran terdiri atas materi yang bersifat
pengetahuan (fakta, konsep, preposisi, prinsip, teori) materi bersifat
keterampilan (tata cara, prosedur) dan materi yang bersifat nilai (Winarno,
2013:25).
Menurut Margaret (dalam, Winarno, 2013:26) terdapat tiga komponen
utama yang perlu dipelajari dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Dikatakan
sebagai berikut.
What are essential components of a god civic education? There are
three essential components: civic knowledge, civil skills, and civic
disposition. The first essential component of civic education is civic
knowledge that concerned with the content or what citizens ought to
know; the subject democratic society is civic skills: intellectual and
participatory skills. The third essential component of civic education,
civic disposition, refers to the traits of private and public character
essential to the maintenance and improvement of constitutional
democracy.
Ketiga komponen utama Pendidikan kewarganegaraan itu adalah
pengetahuan
kewarganegaraan
(civic
knowledge),
keterampilan
kewarganegaraan (civic skills), dan sikap kewarganegaraan (civic disposition).
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
53
Dalam standar Isi PKn 2006, menurut (Winarno, 2013: 28) materi
pembelajaran PKn sekolah disebut sebagai ruang limgkup PKn. Ruang
lingkup PKn ada delapan (8) meliputi.
a. Persatuan dan kesatuan bangsa
b. Norma, hukum dan peraturan
c. Hak asasi manusia
d. Kebutuhan warga negara
e. Konstitusi negara
f. Kekuasaan dan politik
g. Pancasila
h. Globalisasi
3. Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Strategi pemebelajaran PKn di setiap jenjang sekolah bahkan di
perguruan tinggi sangatlah penting. Hal ini dikarenakan penggunaan strategi
akan memudahkan proses pembelajaran mencapai tujuan PKn yang optimal.
Tanpa strategi yang jelas, proses pembelajaran tidak terarah sehingga tujuan
pembelajaran sulit tercapai dan tidak optimal.
Target pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
selama ini menitik beratkan pada pembekalan yang bersifat hafalan, materinya
terdiri atas doktrin negara, system politik, norma, yuridis formal, hak dan
kewajiban, dan tanggung jawab warga negara yang akhirnya menjadi suatu
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
54
tatanan dari sejumlah kewajiban/keharusan. Pada dasarnya Pendidikan
Kewargangeraan mempunyai hakikat yaitu upaya sadar dan terencana untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan
jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban
dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan
negara, dengan tujuan untuk mewujudkan warga negara sadar bela negara
berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan
jati diri dan moral bangsa dalam peri kehidupan bangsa (Tohir, 2010).
Oleh karena itu diperlukan perubahan-perubahan dari guru dalam
menyikapi hal tersebut. Seperti guru lebih bersifat terbuka, merubah
pandangan terhadap strategi pembelajaran bahwa peserta didik bukan hanya
belajar tentang konsep Pendidikan Kewarganegaraan melainkan juga ber-PKn
atau praktik seperti yang telah dikemukakan di atas. Guru hendaknya
memusatkan kegiatan belajar pada peserta didik, artinya guru berpesan
sebagai fasilitator yaitu pemberi kemudahan bukan sebagai sosok yang tahu
segalanya (manusia serba bisa). Pembelajaran bukan hanya berdasarkan pada
buku teks dan terkekang dalam kelas saja, namun memanfaatkan berbagai
sumber belajar. Selain itu, yang tak kalah pentingnya guru hendaknya kembali
memahami/mengkaji ulang tentang makna dan hakekat mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
55
4. Metode Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Majid (2013:193) dalam bukunya “Strategi Pembelajaran”, bahwa
metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun
tercapai secara optimal. Terdapat beberapa metode dalam pembelajaran PKn
yang dikemukakan Majid (2013:194), antara lain:
a. Ceramah
Pada umumnya metode ceramah dalam pembelajaran merupakan cara
yang digunakan dalam mengembangkan proses pembelajaran melalui cara
penuturan (lecturer). Metode ini bagus jika penggunaanya betul-betul
disiapkan dengan baik, didukung alat dan media, serta memerhatikan batasbatas kemungkinan penggunanya. Hal yang perlu diperhatikan dalam metode
ceramah adalah isi ceramah mudah diterima dan dipahami serta mampu
menstimulasi pendengar (murid) untuk mengikuti dan melakukan sesuatu
yang terdapat dalam isi ceramah.
Beberapa kelebihan dari metode ceramah, antara lain:
1) Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan.
Dikatakan murah karena proses ceramah tidak memerlukan peralatanperalatan yang lengkap, berbeda dengan metode lain. Dikatakan mudah
karena metode ceramah hanya mengandalkan suaru guru sehingga tidak
terlalu memerlukan persiapan yang rumit.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
56
2) Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi
pelajaran yang cukup banyak dapat diringkas atau dijelaskan pokokpokoknya oleh guru dalam waktu singkat.
3) Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan.
Artinya, guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang perlu ditekankan
sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.
4) Melalui ceramah guru dapat mengontrol keadaan kelas karena
sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan
ceramah.
5) Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi
lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam
atau tidak memerlukan persiapan-persiapan yang rumit asalkan siswa
dapat menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru, ceramah
sudah dapat dilakukan.
Di samping beberapa kelebihan di atas, ceramah juga memiliki
beberapa kelemahan, di antaranya:
1) Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas
pada apa yang dikuasai guru. Kelemahan ini memang kelemahan yang
paling dominan karena apa yang diberikan guru adalah apa yang
dikuasainya, sehingga apa yang dikuasai siswa pun akan tergantung pada
apa yang dikuasai guru.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
57
2) Ceramah
yang
tidak
disertai
dengan
dengan
peragaan
dapat
mengakibatkan terjadinya verbalisme.
3) Ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan jika guru
kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik. Sering terjadi, walaupun
secara fisik siswa ada di dalam kelas, tetapi secara mental siswa sama
sekali tidak mengikuti jalanya proses pembelajaran; pikiranya melayang
ke mana-mana, atau siswa mengantuk yang disebabkan oleh gaya bertutur
kata guru yang tidak menarik.
4) Melalui ceramah sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa
sudah mengerti apa yang dijelskan. Walaupun siswa diberi kesempatan
untuk bertanya, kemudian tidak ada seorang pun yang bertanya, hal itu
tidak menjamin siswa seluruhnya sudah paham.
b. Diskusi
Diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada
suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecahkan
suatu permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami
pengetahuan siswa, serta untuk membuat suatu keputusan.
Ada beberapa kelebihan metode diskusi manakala diterapkan dalam
kegiatan belajar mengajar.
1) Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya
dalam memberikan gagasan dan ide-ide.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
58
2) Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi
setiap permasalahan.
3) Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan
secara verbal. Di samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk
menghargai pendapat orang lain.
Selain beberapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan
seperti di bawah ini.
1) Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang
siswa yang memiliki keterampilan berbicara.
2) Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas sehingga kesimpulan
menjadi kabur.
3) Memerlukan waktu yang cukup panjang, dan kadang-kadang tidak sesuai
dengan yang direncanakan.
4) Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional
yang tidak terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa
tersinggung sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.
Bentuk-bentuk diskusi menurut Majid (2013:201) antara lain:
c. Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok atau bekerja dalam situasi kelompok
mengandung pengertian bahwa siswa dalam satu kelas dipandang sabagai satu
kesatuan (kelompok) tersendiri ataupun dibagi atas kelompok-kelompok kecil
(sub-sub kelompok).
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
59
d. Inkuiri
Strategi pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan
menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa
dalam startegi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran,
sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk
belajar.
e. Tanya Jawab
Tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya
komunikasi langsung yang bersifat two way traffic karena pada saat yang
sama terjadi dialog antara guru dan siswa. guru bertanya siswa menjawab atau
siswa bertanya guru menjawab. Metode tanta jawab dimaksudkan untuk
merangsang berpikir siswa dan membimbingnya dalam komunikasi ini terlihat
adanya hubungan timbal balik secara langsung antara guru dan siswa.
5. Media Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Kata media berasal dari Bahasa latin medius yang secara harifah
berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Dengan demikian, media
merupakan pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad,
2007:3). Sedangkan media pembelajaran menurut Shofyan (2010) merupakan
Segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran agar
dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa
sehingga proses interaksi komunikasi edukasi antara guru dan siswa
dapat berlangsung secara tepat dan berdayaguna.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
60
Sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran, media mempunyai
beberapa fungsi. Sudjana (dalam, Syaiful, 2013) merumuskan fungsi media
pembelajaran menjadi enam kategori, sebagai berikut:
a. Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi
tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
b. Penggunaan media pembelajaran merupakan bagian yang integral dari
keseluruhan situasi belajar. Hal ini berarti bahwa media pembelajaran
merupakan salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru.
c. Media pembelajaran dalam pembelajaran, penggunaannya integral dengan
tujuan dari isi pelajaran. Fungsi ini mengandung pengertian bahwa
penggunaan(pemanfaatan) media harus melihaat kepada tujuan dan bahan
ajar.
d. Penggunaan media dalam pengajaran bukan semata-sata sebagai alat
hiburan, dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar
supaya lebih menarik perhatian siswa.
e. Penggunaan
media
dalam
pembelajaran
lebih
diutamakan
untuk
mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam
menangkap pengertian yang diberikan guru.
f. Penggunaan media dalam pembelajaran diutamakan untuk mempertinggi
mutu belajar mengajar. Dengan kata lain, menggunakan media, hasil belajar
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
61
yang dicapai siswa akan tahan lama diingat oleh siswa sehingga mempunyai
nilai tinggi.
Djamarah dan Zain (2010:124) menggolongkan media pembelajaran
menjadi tiga yaitu:
1) Media auditif yaitu media yang mengandalkan kemampuan suara saja,
seperti radio, kaset rekorder.
2) Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indera penglihatan
karena hanya menam pilkan gambar diam seperti film, bingkai, foto,
gambar, atau lukisan.
3) Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur
gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik.
6. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Wand and Brown (Djamarah dan Zain, 2010:50) evaluasi
adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
Berkaitan dengan evaluasi pembelajaran, evaluasi dilakukan pada kegiatan
akhir dalam bentuk refleksi dan praktek pembelajaran. Dalam mengevaluasi
pembelajaran guru sebaiknya mengadakan berbagi macam penilaian. Mulai
dari ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester.
Pasaribu dan Simanjutak (Djamarah dan Zain, 2010:50), menegaskan
bahwa tujuan evaluasi dapat dilihat dari dua segi yaitu:
a. Tujuan umum dari evaluasi adalah:
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
62
1) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan
murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
2) Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman
yang didapat.
3) Menilai metode mengajar yang dipergunakan
b. Tujuan khusus dari evaluasi adalah:
1) Merangsang kegiatan siswa
2) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan
3) Memberikan bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan,
perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan.
7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut (Nizbah, 2013) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian
pembelajaran untuk mencapai suatu kommpetensi dasar yang ditetapkan
dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Terdapat komponen
diantaranya:
a. Identitas mata pelajaran, meliputi:
1) Satuan pendidikan
2) Mata Pelajaran
3) Kelas
4) Semester
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
63
5) Jumlah pertemuan
6) Alokasi waktu
b. Standar kompetensi
c. Kompetensi dasar
d. Indikator pencapaian kompetensi
e. Tujuan pembelajaran
f. Materi ajar
g. Sumber belajar
h. Alokasi waktu
i. Model, pendekatan dan metode pembelajaran
j. Kegiatan pembelajaran
k. Penilaian hasil belajar
E.
Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian peneliti adalah adalah
“Implikasi Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membentuk
Moral Siswa Di Era Globalisasi” (Laela Azka, 2013). Jika dihubungkan
dengan penelitian peneliti, maka kesimpulanya: “Berdasarkan penelitian yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran PKn di SMA Negeri 1
Moga dapat membentuk moral siswa di era globalisasi. Hambatan-hambatan
dalam rangka membentuk moral siswa di era globalisasi ada dua yaitu kendala
internal dan eksternal. Kendala internal adalah kendala yang datang dari
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
64
dalam dari dalam diri siswa. kendala eksternal adalah kendala yang datang
dari lingkungan.
Peneliti mengambil salah satu penelitian relevan yang lain dengan
judul “Peran Pembelajaran PKn dan Kegiatan Kepramukaan Dalam
Membentuk Karakter Siswa Di MAN 1 YOGYAKARTA” (Lysa Hapsari,
2013). Jika dihubungkan dengan penelitian peneliti, maka kesimpulanya:
“Pembelajaran PKn di MAN 1 YOGYAKARTA dapat membentuk karakter
siswa. Namun terletak pada strategi guru dalam menciptakan metode
pembelajaran yang menyenangkan antara lain diskusi, ceramah bervariasi,
membuat film dan bermain peran. Adapun peran guru PKn sebagai fasilitator,
motivator, teladan, dan pendidik walaupun belum sepenuhnya semua peran
dapat dilaksanakan dengan maksimal. Hambatan yang diahadapi guru PKn
dalam pembelajaran diantaranya adalah sulitnya membagi waktu antara
menyelesaikan materi dengan menanamkan nilai-nilai sehingga terbentuk
karakter, kurangnya minat peserta didik dan beraneka ragamnya latar
belakang siswa.
Peran Pembelajaran Pendidikan …, Aris Riyanto, FKIP UMP, 2016
Download