swamp peat forest in midle mahakam river

advertisement
Ilustrasi Wilayah Mahakam Tengah
Fasilitasi dan Advokasi Kesiapan Masyarakat dan Pemerintah Lokal
Dalam Kerangka Potensi Proyek REDD+ Di Mahakam Tengah
Kabupaten Kutai Kartanegara,
Kalimantan Timur
Foto-Foto: Bioma dan Penta Sumberdaya
KATA PENGANTAR
REDD+ (Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi hutan dan lahan gambut Plus) merupakan mekanisme insentif ekonomi yang
diberikan kepada negara berkembang untuk mendorong pengelolaan hutan berkelanjutan dalam rangka pengurangan emisi karbon.
Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dengan luas tutupan lahan berhutan lebih dari 1,7 juta ha dan lahan bergambut lebih dari 250 ribu
hektar berpeluang besar untuk menerapkan REDD+. Di Tingkat Propinsi, Kukar juga tercatat sebagai emiter terbesar dibandingkan
kabupaten/kota lain di Kalimantan Timur. Emisinya yang dominan berasal dari penggunaan dan pembukaan lahan mengindikasikan bahwa
Kukar berkepentingan menjalankan program REDD+ untuk mengurangi emisi yang cukup besar dengan menurunkan tingkat deforestasi dan degradasi hutan
secara signifikan Kukar juga berkepentingan untuk terlibat dalam kontribusi menekan laju pemanasan global karena termasuk kabupaten yang rentan
terhadap dampak perubahan iklim.
REDD+ akan dikembangkan dalam kerangka pembangunan rendah karbon dan ekonomi hijau untuk memastikan bahwa upaya penanganan perubahan iklim
dari sektor pemanfaatan dan penggunaan lahan dilakukan sejalan dengan kebijakan dan kebutuhan pembangunan berkelanjutan di Kukar. Kawasan
Mahakam Tengah yang terletak di sekitar danau-danau besar dan sekaligus merupakan kawasan terbesar dari hamparan lahan basah bergambut, oleh
Pemerintah Kukar diajukan sebagai salah satu model konservasi untuk kegiatan REDD+. Komitmen tersebut diungkapkan oleh Bupati Kukar dalam
pertemuan internasioanal parapihak (COP) ke 18 di Dubai pada Desember 2012 lalu. Untuk mewujudkan komitmen ini Pemkab Kukar telah melakukan
beberapa langkah termasuk mengalokasikan lahan seluas lebih dari 70 ribu hektare di dalam Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) di Mahakam Tengah
dalam Surat Keputusan Bupati untuk dilindungi.
Foto-foto dalam dokumen ini merupakan ilustrasi kondisi aktual dari wilayah Mahakam Tengah yang diperoleh selama proses fasilitasi yang dilakukan
Yayasan Bioma bekerjasama dengan Clinton Foundation dan Pemerintah Kabupaten Kukar dalam rangka inisiasi REDD+ di Kutai Kartanegara beserta
capaiannya. Ilustrasi ini mencakup beberapa tema/topik yang menggambarkan kondisi terkini kawasan gambut dan danau, aktifits masyarakat terkait
pemanfaatan lahan, pertanian dan perekonomian. Ilustrasi ini juga memuat tentang potensi keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang terdapat
di kawasan Mahakam Tengah. Dokumen foto ini merupakan salah satu dari serangkaian dokumen lain yang tidak terpisah dari hasil kegiatan yang dilakukan
semenjak Juni 2012 hingga April 2013. Dokumen lain yang terkait yaitu Laporan Akhir Fasilitasi, Tipologi Sosekbud di Mahakam Tengah, Tipologi Biofisik
Wilayah Mahakam Tengah, Album Peta, dan Kumpulan Makalah Kegiatan REDD+ Di Mahakam Tengah.
Atas tersusunnya dokumen peta ini, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan kontribusinya. Semoga dokumen ini
bermanfaat.
Samarinda, Mei 2013
Direktur Eksekutif Yayasan Bioma
Akhmad Wijaya, MP
Secara keseluruhan kawasan gambut Mahakam Tengah
memiliki luasan 500.000 ha. Kawasan ini terbentuk dari
tanah lempung sepanjang tepi sungai Mahakam dan anakanak sungainya, danau gambut dangkal, daerah banjir
musiman, daerah tergenang dan hutan gambut yang luas.
Mengandung kurang lebih 500 juta ton carbon gambut.
(Chokkalingam et al.unpublished manuscript cited in
Chokkalingam et al, 2005)
Kondisi Umum Tutupan Hutan Rawa Gambut
Mahakam Tengah
Wilayah Mahakam Tengah sebagian besar kawasannya berupa lahan
basah rawa riparian dan rawa bergambut di sekitar danau-danau besar
dari anak-anak sungai terbesar Sungai Mahakam yang bermuara di
kawasan ini
Wilayah Mahakam Tengah pernah dilanda
bencana kebakaran besar pada dua periode
El Nino yaitu pada periode 1982-1983 dan
periode 1997-1998. (Lennertz and Panzer
1983, Siegert et al. 2001).
Komunitas tumbuhan secara umum didominasi oleh gulma
mengambang (terutama Salvinia sp dan Eichhornia crassipes.,
Mimosa pigra dan Polygonum barbatum). Di lahan bergambut
vegetasi yang dominan yaitu Kahoi (Shorea belangeran), Pelai
(Alstonia sp), Gelam (Melaleuca galam), Renghas (Gluta sp),
Terentang (Dillenia sp), Ketiau, Beluma, dan Gemor
*foto: bioma-penta
Danau Jempang
Danau Semayang
Danau Siran
Di wilayah mahakam tengah, terdapat 3 danau besar, Danau
Jempang (15.000 ha) yang berada di wilayah Kabupaten Kutai Barat.
Danau Semayang (13.000 ha) dan Danau Melintang (11.000 ha), yang
keduanya masuk dalam wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Disamping itu terdapat pula beberapa danau kecil seperti Danau
Siran, Danau Liang Buaya, Danau Loa Kang, Danau Wis, Danau Padam
Api, Danau Jintan, Danau Belempung, Danau Berambai dan Danau
Mensangat
Danau Melintang
Berdasarkan survey biodiversity assessment yang dilakukan oleh PT
PENTA, 2012, ancaman terbesar yang dihadapi adalah ekspansi secara
besar-besaran dari perkebunan kelapa sawit.
Sementara ancaman lain yaitu kebakaran hutan terjadi sejak adanya
pemukiman penduduk dan perkembangannya, baik perkembangan
untuk pemukiman ataupun pertanian.
Kanal yang dibuat oleh perusahaan sawit
Salah satu pembibitan sawit
yang secara aktual di
lapangan sudah tidak ada
aktifitas
Camp milik perusahaan sawit yang
terletak di Desa Kupang Baru dan salah
satu pembibitan yang terletak di Desa
Enggelam
Danau dan sungai di Mahakam Tengah
merupakan sumber ikan bagi melayan di
wilayah ini. Masyarakat menggunakan
berbagai jenis alat tangakap ikan
tradisional. Pada gambar ini
memperlihatkan tiga lokasi penangkapan
ikan: sungai, danau dan rawa
Sungai merupakan sarana transportasi utama bagi masyarakat di wilayah Mahakam Tengah. Sungaisungai tersebut diantaranya Sungai Kedang Pahu, Sungai Belayan, Sungai Kelinjau, Sungai Kedang
Kepala dan Sungai Kedang Rantau
Wilayah Mahakam Tengah secara
umum mengalami fluktuasi volume
air yang absolut antara musim
kemarau dengan musim basah
hujan. Pada musim hujan, sebagai
besar daratan wilayah mahakam
tengah akan tergenang air.
Pada musim kemarau, masyarakat
memanfaatkannya untuk aktifitas
pertanian seperti berladang dan
pertanian lahan basah.
Kondisi umum desa Muara Siran yang
memiliki luas 42.415 ha (SK. Bupati,
thn 2012). Desa ini kurang lebih 20
menit perjalanan dengan “ketinting”
dari ibukota kecamatan Muara Kaman
dan dihuni oleh sekitar 1.379 jiwa
yang terdiri dari 724 laki-laki dan 655
perempuan. Profil Muara Siran,
2012)
Pemandangan desa Melintang yang terletak di Danau Melintang, Kecamatan Muara Wis. Penghasilan utama
masyarakat desa ini adalah dari menangkap ikan. Hampir 95% penduduk desa Melintang adalah nelayan
yang berusaha di daerah danau Melintang atau Semayang. Hasil tangakpan ikan biasanya dijual untuk
konsumsi lokal dan dikirim ke luar desa.
Desa Muara Enggelam dihuni oleh
698 jiwa, yang terdiri dari 375 lakilaki dan 323 perempuan. Jarak desa
ini dari kota kecamatan sekitar 20
km, namun hanya dapat ditempuh
oleh ketinting. Sebagian besar
masyarakat desa Muara Enggelam
adalah nelayan. (Monografi Desa,
2012)
Desa Kupang Baru pada awalnya berada di
daerah yang dinamakan Sedendam, tidak jauh di
hulu Sungai Kedang Kepala. Perpindahan desa
mengakibatkan perpecahan diantara
masyarakatnya, sebagian memilih ke hilir dan
menjadi desaa Kupang Baru sekarang, sebagian
ke hulu dan sekarang menjadi dusun Puan Sallib
atau Mekar Sari
Desa Kupang Baru
Jumlah penduduk Desa Kupang Baru dan
Dusun Puan Salib sebanyak 875 jiwa dan
terdiri dari 502 laki-laki dan 373 perempuan.
Mayoritas penduduk desa adalah nelayan,
baik di desa Kupang Baru maupun Dusun
Puan Salib
Dusun Puan Salib
Hutan rawa gambut tropis yang terletak antara desa Muara Siran dan Kupang Baru di
Sungai Kedang Kepala. Wilayah ini merupakan tempat masyarakat mencari ikan dengan
menggunakan peralatan tradisional seperti Hempang, bubu, dll
Aktifitas nelayan setelah menangkap ikan dan siap dijual ke
pengumpul di desa Semayang
Wilayah Mahakam Tengah merupakan sumber ikan yang penting bagi
masyarakat lokal, dan merupakan penyuplai ikan asin bagi wilayah Jawa
(Zehrfeld et.al. 1985 cited in MacKinnon et al. 1996). land.
Kaum perempuan di Desa Semayang sedang
memproses ikan hasil tangkapan untuk
kemudian dijadikan ikan asin dan kemudian
dijual kepada pedagang perantara. Beberapa
jenis ikan yang biasanya diolah adalah ikan
Toman, Baung dan Haruan.
Ikan asin dikeringkan dengan memanfaatkan sinar matahari.
Setelah ikan kering maka siap dijual baik untuk konsumen
lokal maupun dijual ke luar daerah. Waktu pengeringan ikan
biasanya sekitar dua hari, tergantung kepada cuaca.
Ikan lais biasanya dimasak dengan sistem pengasapan,
dan dikenal dengan ikan asap. Sistem pemasakan ini
memakan waktu hingga 12 jam sampai ikan siap untuk
dijual.
Hempang sawaran, alat penangkap ikan yang
prinsip kerjanya sama dengan bubu, yaitu
menjebak ikan yang masuk kedalam alat
sehingga tidak bisa lagi keluar.
Hempang
biasanya terbuat dari bambu dan disusun keliling
pada areal yang banyak ikan menyerupai pagar.
Biasanya alat ini digunakan di daerah
rawa/gambut. Alat ini digunakan untuk waktu
yang lama pada satu tempat, dan setiap 1 atau 2
hari akan diperiksa.
Bubu adalah alat tangkap ikan tradisional yang
terbuat dari bambu, biasa digunakan oleh
masyarakat nelayan di wilayah Mahakam Tengah.
Bubu memiliki satu lubang yang dinamakan
“mata” karena bentuknya yang menyerupai mata.
Jika ikan masuk melalui lubang ini maka akan
terjebak di dalam bubu dan tidak bisa keluar.
Membuat Ketinting– perahu yang biasanya digunakan
oleh masyarakat khususunya di wilayah Mahakam
Tengah. Biasanya terbuat dari kayu rengas (Gluta
Rengas L.)
Masyarakat yang tinggal di Desa Bukit Jering sebagian besar merupakan pembuat
kapal kayu. Kayu yang digunakan adalah kayu ulin, salah satu jenis kayu keras. Tapi
setelah masuknya industri perkebunan sawit di wilayah desa, sebagian besar
masyarakat beralih menjadi pekerja di perekebunan sawit. Sebagian merupakan
pemilik plasma dan sebagaian hanya pekerja saja.
Hanya sebagian kecil saja yang masih menjadi nelayan.
Sarang burung memiliki nilai ekonomi
yang tinggi. Sebagian masyarakat yang
memiliki biaya dapat memilih usaha
sarang burung sebagai alternatif
sumber penghidupan, hal ini
dikarenakan usaha ini memerlukan
investasi yang besar serta jangka waktu
yang lama.
Kaum perempuan di desa Muara
Siran dan Puan Salib sedang
mempersiapkan dan memintal daun
pandan untuk dibuat “seraung”, yaitu
topi tradisional yang dapat ditemukan
hampir di seluruh wilayah
Kalimantan.
Beberapa masyarakat masih menjadikan usaha kayu sebagai
sumber mata pencaharian walaupun berbahaya. Hal ini
dilakukan karena tidak ada alternatif symber penghidupan lain
yang dapat dikerjakan sesuai dengan keahlian mereka.
*foto: bioma-penta
Berbagai aktifitas ekonomi masyarakat
Banjir seperti ini dapat terjadi dua kalli
dalam setahun dan semakin meningkat
baik intensitas maupun kuantitasnya.
Namun hal ini sudah merupakan hal
biasa bagi masyarakat di desa Sedulang
Leptoptilos javanicus
Egretta eulophotes
Egretta alba
Beberapa jenis burung yang banyak ditemui di
wilayah Mahakam Tengah,
seperti di Sungai Kedang Kepala, Sungai Kedang
Rantau, Sungai Sabintulung dan di daerah danau
Semayang, Melintang dan Danau Siran
Egretta garzetta
*foto: bioma-penta
Beberapa jenis burung ini dapat
dengan mudah ditemukan di area
gambut di mahakam tengah
Jenis ular lain yang dapat ditemui di
wilayah rawa Mahakam Tengah
diantaranya: ular kobra (Ophiophagus
hannah), ular piton (Python
reticulatus), ular pucuk (Ahaetulla
prasin) dan lain-lain.
Homolopsis buccata
Ular Kadut (Homolopsis buccata) dapat
dengan mudah dijumpai di daerah
rawa. Biasanya masyarakat
menemukan ular ini pada saat
menangkap ikan. Ular inipun menjadi
tangkapan masyarakt untuk dijual
kulitnya.
Varanus Nebulosus
*foto: bioma-penta
Cakaran Helarctos malayanus
Sarang Pongo Pygmaeus
Gesekan tanduk Cervus unicolor
Dari survey biodiversity dapat
ditemukan jejak-jejak keberadaan
hewan-hewan penting seperti
orangutan, beruang madu, rusa
sambar dan bekantan.
Proboscis monkey
*foto: bioma-penta
Dua jenis satwa endemik dilindungi khas Kalimantan
Buaya Limuran (lokal) –Crocodylus siamensis
Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris)
*foto: google
Berukung (Barbichihys laevi)
Biawan (Helostoma temminckii)
Lais (Cryptopterus micronema)
Patin (Pangasius nasutus)
Pepuyu (Anabus testudencus)
Sepat (Trichogaster trighopterus)
Beberapa jenis ikan yang biasa dimanfaatkan oleh masyarakat di wilayah Mahakam Tengah baik untuk
konsumsi ataupun diolah menjadi ikan asin ataupun dijual sebagai ikan segar
*foto: penta
Shorea balangeran (Kahoi) dapat ditemukan pada hampir semua wilayah
Mahakam Tengah. Masyarakat biasanya menggunakan kayu ini untuk kebutuhan
perumahan. Selain itu banyak juga terdapat kayu yang biasa tumbuh di lahan
basah seperti kayu galam (Meulaleuca Sp), Kayu Pulai (Alstonia scholaris), kayu
gemor dan kedemba (Antocephalus cadamba)
*foto: bioma-penta
Nepenthes Ampullaria
Nepenthes rafflesiana
Nepenthes gracilis
*foto: penta
Nepenthes reindwardtiana
Sunset di Danau Semayang
Sunset dengan warna keemasan di Sungai Kedang Rantau, dekat dengan Desa Tunjungan William J. Clinton Foundation
383 Dorchester Avenue, Suite 400
Boston, MA 02127
Yayasan Biosfer Manusia (BIOMA)
Jl. AW Syahrani – Perum Ratindo Griya Permai Blok F.7-8, Samarinda 75124
Kalimantan Timur. Telp./Fax.: +62-541-739864, e-mail: [email protected]
Kabupaten Kutai Kartanegara
Jl. .Walter Monginsidi, Tenggarong – Kalimantan Timur
Telp.(0541) 661085, 662066
Fax. (0541) 662056
Website : http://www.kutaikartanegarakab.go.id/
Download