IDENTITAS SOSIAL TOKOH UTAMA DALAM

advertisement
IDENTITAS SOSIAL TOKOH UTAMA DALAM NOVEL ENTROK
KARYA OKKY MANDASARI
Dika Swastika¹
Djoko Saryono²
Nita Widiati²
Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang 5, Malang 65145 http://sastra.um.ac.id
e-mail: [email protected]
Abstrac:The research aimed to describe social identity of the main characters in
Entrok novel written by Okky Mandasari. This research use descriptive qualitative
research with art sociology approach. Data sourced by Entrok novel, main data
sourced by verbal data including textual units which is sentences that contain social
identity of the main characters in novel. The result of research shows there are social
identity with sub-aspects etnosentrism, social prejudice, competition and
discrimination in group, stereotype, uniformity and conformity, integrity of group.
Each that sub-aspects, reseacher divided in few indicators. Indicators have subaspects that has determined.
.
Keyword: social identity, figure, and novel.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan identitas sosial tokoh utama
dalam novel Entrok karya Okky Mandasari. Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian kualitatif dengan pendekatan sosiologi sastra. Data bersumber dari novel
Entrok, data utama berasal dari data verbal, yaitu unit-unit teks yang berbentuk
kalimat atau rangkaian kalimat yang mengandung identitas sosial tokoh utama
dalam novel.Hasil penelitian menunjukkan identitas sosial terdapat enam subaspek,
yaitu etnosentrisme, prasangka sosial, kompetisi dan diskriminasi antarkelompok,
stereotip,uniformitas dan konformitas, dan keterpaduan kelompok. Masing-masing
dari subaspek tersebut, peneliti membagi kembali data yang ditemukan menjadi
beberapa indikator disetiap subaspek yang telah ditentukan.
Kata kunci :identitas sosial, tokoh, dan novel.
Dalam novel Entrok karya Okky Mandasari terdapat dua tokoh utama,
yaitu Marni dan Rahayu. Marni seorang pekerja keras, dan menjadi orang kaya di
desanya. Kekayaan Marni menimbulkan penilaian yang negatif dari lingkungan
sosialnya, ia dianggap memiliki pesugihan atau memelihara tuyul.
¹Dika Swastika adalah mahasiswa Program Studi S1 Bahasa dan Sastra Indonesia.
²Djoko Saryono dan Nita Widiati adalah dosen pembimbing; tenaga pendidik di jurusan Sastra
Indonesia.
1
Marni memiliki keyakinan pada leluhur, ia selalu berdoa dan meminta
segala sesuatu kepada leluhur. Hal tersebut membuatnya harus dibenci oleh
anaknya sendiri, yaitu Rahayu. Saat kecil, Rahayu masih menyembah leluhur
seperti ibunya. Seiring berjalannya waktu, ia belajar agama baru di sekolah dan
mendapat cemooh mengenai ibunya. Hal tersebut membuat Rahayu berpindah ke
agama islam, dan membenci ibunya.
Tokoh utama tersebut akan diteliti berdasarkan identitas sosial.Walgito,
(2011:109) menyatakan identitas sosial berkaitan dengan keadaan orang yang
dilihat oleh pihak lain. Identitas sosial seperti halnya konsep diri timbul melalui
interaksi dengan orang lain. Berdasarkan uraian tersebut, novel Entrok karya
Okky Mandasari penting untuk dikaji melalui identitas sosial.Teori yang berkaitan
dengan identitas sosial adalah sosiologi sastra, yaitu sastra sebagai cerminan
kehidupan masyarakat.
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini sebagai berikut.Pertama,
penelitian Eva Leiliyanti tahun 2012 mengenai Konstruksi Identitas Perempuan
dalam Majalah Cosmopolitan.Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa majalah
membingkai target pembacanya ke dalam konstruksi identitas yang berlabelkan
“fun fearless female”.Kedua, penelitian Retnowati tahun 2012 mengenai
Pembentukan Identitas Tokoh Ian dalam Novel 5cm Karya Donny Dhirgantoro:
tinjauanPsikologi Sastra. Penelitian tersebut menjelaskan latar sosial yang
digambarkan dengan kehidupan masyarakat yang modern. Ketiga, penelitian
Dhanianti Fitri tahun 2006 mengenai Identitas Seksual Tokoh Ika dan Anggi
dalam Novel Sepasang Remaja Lesbian di Persimpangan Jalan Karya Ernest J.K
Wen. Hasil dari penelitian tersebut adalah gambaran mengenai struktur novel dan
menunjukkan bahwa identitas seksual Ika dan Anggi mengalami beberapa
tahapan.Dari ketiga penelitian tersebut, identitas yang belum terungkap salah
satunya adalah identitas sosial.
Penelitian di atasmenjadi acuan bagi peneliti umtuk meneliti identitas.
Identitas yang belum dikaji oleh peneliti di atas adalah identitas sosial, sehingga
penelitian ini berfokus pada identitas sosial. Identitas sosial penting untuk dikaji
lebih mendalam, karena identitas sosial seseorang dapat terbentuk karena adanya
lingkungan sosial. Selain itu, identitas sosial dapat memengaruhi sifat dan
2
perilaku seseorang dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan norma sosial
yang berlaku. Dengan demikian, berdasarkan identitas yang belum diteliti dapat
terungkap identitas social dalam novel Entrok karya Okky Mandasari.
METODE
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Peneliti mengacu pada
penelitian kualitatif dengan pendekatan sosial sastra dan menggunakan tafsiran
teks sosial. Menurut Jane Richie (dalam Moleong, 2010:6), penelitian kualitatif
adalah upaya untuk menyajikan dunia sosial, dan prespektifnya di dalam dunia,
dari
segi
konsep,
perilaku,
persepsi,
dan
persoalan
manusia
yang
diteliti.Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi sastra.Menurut
Eagleton (dalam Fananie, 2002:132), sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang
objek studinya berupa aktivitas sosial manusia.Sastra adalah karya seni yang
merupakan ekspresi kehidupan manusia. Oleh sebab itu, antara karya sastra
dengan sosiologi sebenarnya merupakan dua bidang yang berbeda, tetapi
keduanya saling melengkapi.
Data berupa satuan-satuan jelas yang menunjukkan adanya identitas sosial
tokoh utama dalam novel Entrok karya Okky Mandasari.Wujud data penelitian ini
berupa kalimat dan rangkaian kalimat yang mengandung identitas sosial yang
terdapat dalam novel Entrok karya Okky Mandasari. Berikut contoh data (1), (2),
dan (3) yang digunakan dalam penelitian.
(1) Nduk, terserah apa penginmu. Yang penting coba nyuwun sama Mbah Ibu Bumi
Bapa Kuasa. Semua kejadian hanya terjadi kalau Dia yang menginginkan
(2) Katanya, semua yang ada di dunia milik Mbah Ibu Bumi Bapa Kuasa. Dialah
yang punya kuasa untuk memberikan atau tidak memberikan yang kita inginkan.
(3) “Rezeki dari Mbah Ibu Bumi lewatnya di sini”.
Sumber data dalam penelitian ini novel Entrok karya Okky Mandasari
yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama cetakan kedua pada tahun
2015. Tebal novel 288 halaman, dengan sampul belakang berwarna hijau, sampul
depan bergambar punggung wanita dan tulisan judul berwarna hijau.
Langkah pengumpulan data dilakukan dengan teknik (1) membaca, (2)
menandai, (3) mengidentifikasi, dan (4) kodifikasi data.Pada penelitian ini
instrumen yang digunakan adalah (1) menetapkan, (2) menjaring, dan (3)
3
menelaah data. Selain itu, peneliti bertindak sebagai (1) perencana, (2) pelaksana,
(3) pengumpulan data, dan (4) pelapor hasil hasil penelitian.Instrumen penelitian
(dalam Moleong, 2010:168), adalah alat yang digunakan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data.Instrumen teknik pengambilan data yang digunakan berupa
panduan pengumpulan data. Panduan pengumpulan data merupakan alat yang
digunakan peneliti untuk membantu mengumpulkan data.
Analisis data dalam penelitian ini ada empat tahap. Pertama reduksi,
reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal
yang penting, dicari tema dan polanya. Kedua, penyajian data, penyajian data
dilakukan dengan teks yang bersifaat naratif untuk memudahkan pemahaman apa
yang terjadi.Ketiga, penafsiran data,merupakan proses menjelaskan tentang arti
yang
sebenarnya
dari
materi
yang
dipaparkan.
Keempat,
penarikan
kesimpulanmerupakan proses menyimpulkan hasil penelitian yang telah
dilakukan. Penarikan kesimpulan juga merupakan pengecekan kesesuaian antara
data dengan pernyataan pada fokus penelitian.
HASIL
Berdasarkan analisis data ditemukan identitas sosial tokoh utama yang
meliputi
etnosentrisme,
prasangka
sosial,
kompetisi
dan
diskriminasi
antarkelompok, stereotip, uniformitas dan konformitas, dan keterpaduan
kelompok.
Etnosentrisme
Etnosentrisme tokoh Marni memiliki 5 indikator dan tokoh Rahayu 3
indikator.Berikut adalah beberapa contoh etnosentrisme tokoh utama dalam novel
Entrok.
(1) “bukan masalah kuat-nggak kuat, Nduk. Ini masalah ilok-railok-pantasnggak pantas.Ngak ada perempuan nguli”.
(2) Kalau Simbok sudah menyebut ilok-ra ilok, itu berarti pakem yang sudah
tidak bisa dibantah lagi.
(3) Tentu saja duniaku yang benar. Aku mendapatkannya di sekolah, yang kata
ibu sendiri tempat kumpulnya orang pintar.
4
Kutipan (1), (2), dan (3) di atas merupakan kalimat yang berisikan
etnosentrisme tokoh Marni dan Rahayu yang menyatakan kebenaran akan budaya
yang dianutnya. Budaya tersebut mereka yakini adalah budaya yang paling benar
di antara budaya-budaya lain, sehingga kalimat tersebut termasuk ke dalam sifat
etnosentrisme.
Prasangka Sosial
Prasangka sosial tokoh Marni terdapat 6 indikator dan tokoh Rahayu
terdapat 3 indikator.Berikut beberapa contoh prasangka sosial tokoh utama dalam
novel Entrok.
(4)
Lalu untuk apa saja uang yang didapat dari berjualan sepanjang hari?
Kalau mereka juga tidur di pasar pada malam hari, buat apa uang yang mereka
dapat pula pada siang hari?
(5)
Nyai Wedana menjadi pelanggan tetapku. Setiap butuh kuli, dia akan
memanggilku. Mungkin karena kasihan, melihat ada perempuan nguli.
(6)
Aku membenci Ibu, Dia orang berdosa.
Aku membenci Ibu.Kata orang, dia memelihara tuyul.
Aku membenci Ibu, karena dia menyembah leluhur.
Aku malu, Ibu.
Kutipan (4), (5), dan (6) merupakan kalimat yang berisi mengenai
prasangka sosial tokoh Marni dan Rahayu terhadap lingkungan sekitar mereka,
termasuk lingkungan keluarga. Mereka menilai sesuai apa yang mereka rasakan
dan penilaian tersebut berdampak bagi sikap pribadinya terhadap orang atau
lingkungan yang diprasangkainya, sehingga hal tersebut dapat dikategorikan ke
dalam prasangka sosial.
Kompetisi dan Diskriminasi Antarkelompok
Kompetisi dan diskriminasi antarkelompok tokoh Marni terdapat 6
indikator dan Rahayu 3 indikator, tetapi pada tokoh Rahayu tidak ditemukan
aspek kompetisi.
Berikut
beberapa contoh kompetisi dan diskriminasi
antarkelompok tokoh utama dalam novel Entrok.
(7) Aku ingin punya entrok berenda. Entrok sutra bertatahkan intan dan
permata.Aku ingin semua orang kagum, menatapku dengan iri.Aku juga ingin
ada orang yang membuatku merasa begitu bahagia. Mengantarkanku ke kerajaan
indah
5
(8) Simbok berkata aku tak akan mendapat uang. Kebiasaan di pasar, buruhburuh perempuan diupahi dengan bahan makanan.Beda dengan kuli laki-laki
yang diupahi dengan uang”.
(9)
“lihat, Bu. Ini KTP-ku. Ini KTP Ibu. Beda, to?”
“tapi tulisan ini hanya ada di KTP-ku, Bu. Ini ciri untuk orang yang pernah
dipenjara seperti aku.”
“lha kowe kan bukan PKI to, Nduk. Buyutmu, mbah-mu, ibu-bapakmu, ndak
ada yang PKI.Kowe masih bayi waktu ada geger PKI.”
Kutipan (7) merupakan kompetisi pada tokoh Marni, tujuan dari kompetisi
adalah untuk meningkatkan harga diri seseorang.Kutipan (8) dan (9) merupakan
bentuk diskriminasi terhadap kaum tertentu, yaitu kaum perempuan dan kaum
PKI.Diskriminasi tersebut berdampak bagi kaum yang didiskriminasikan,
sehingga mempersempit kegiatan sehari-hari dan menjadi dipandang sebelah mata
oleh masyarakat.Oleh karena itu, diskriminasi merupakan salah satu bentuk
identitas sosial yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
Stereotip
Stereotip pada tokoh Marni memiliki 2 indikator dan tokoh Rahayu
memiliki 3 indikator.Berikut beberapa contoh stereotip tokoh utama dalam novel
Entrok.
(10)
Tapi coba lihat, begitu buruh-buruh perempuan itu sampai di rumah.
Mereka harus mengerjakan semua pekerjaan yang ada, mengambil air dari
sumber dengan menempuh perjalanan naik turun. Berat satu jun yang berisi
penuh air sama saja dengan satu goni berisi singkong. Tidak ada laki-laki yang
mengambil air, katanyaitu urusan perempuan. Ya jelas lebih enak nguli daripada
ngambil air. Nguli diupahi duitu, sementara mengambil air tidak pernah
mendapat apa-apa.
(11)
Tapi aku juga malu. Malu mengetahui ibuku lintah darat, pengisap
darah orang susah. Tak terasa air mata juga membasahi pipikku.
(12)
Hari-hari berjalan sangat lambat sejak itu. Makin banyak omongan
orang tentang Ibu seiring makin banyak uang yang dikumpulkan.
Kutipan (10), (11), dan (12) di atas merupakan stereotip pada tokoh Marni
dan Rahayu.Stereotip adalah penilaian secara subjektif terhadap seseorang atau
kelompok hanya karena berasal dari kelompok yang dikategorikan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa dalam identitas sosial timbul sifat stereotip dalam
masyarakat dalam berkehidupan sosial, sehingga masyarakat saling menilai satu
sama lainnya.
6
Uniformitas dan Konformitas
Uniformitas dan konformitas pada tokoh Marni terdapat 3 indikator dan
tokoh Rahayu 3 indikator.Berikut adalah beberapa contoh uniformitas dan
konformitas tokoh utama dalam novel Entrok.
(13)
“meski belum pernah bekerja di pasar, aku sudah bisa mengupas
singkong yang dibawa Simbok ke rumah. Tanpa diajari lagi, aku dan Simbok
saling berlomba mengupas singkong sebanyak-banyaknya.
(14)
Selama bertahun-tahun kami selalu bertengkar. Tak pernah ada satu
jembatan yang bisa menghubungkan pikiranku dengan ibu.
(15)
Sama tidak mengertinya, bagaimana Ibu tetap percaya pada arwah
leluhur-leluhurnya dan memberi mereka makanan setiap hari kelahiran Ibu.
Ah… kenapa kami begitu berbeda?
Kutipan (13) merupakan uniformitas tokoh Marni, kalimat tersebut
menggambarkan keadaan keseragaman antarindividu yaitu antara ibu dan
anak.Kutipan (14) dan (15) merupakan konformitas tokoh Rahayu, yaitu
perubahan sikap seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial.Sikap Rahayu
berubah terhadap ibunya, terutama dalam hal keyakinan.
Keterpaduan Kelompok
Keterpaduan kelompok pada tokoh Marni terdapat 2 indikator dan tpada
tokoh Rahayu terdapat 1 indikator.Berikut beberapa contoh kalimat keterpaduan
kelompok pada tokoh utama dalam novel Entrok.
(16)
Tak butuh waktu lama aku sudah punya langganan-langganan tetap.
Ada Bu Jujuk, istri pesuruh kantor kecamatan, Bu Ningsih yang suaminya
juragan bata, tiga istri guru, juga semua istri pejabat kelurahan.
(17)
Organisasi dan pengajian-pengajian itu mulai menyita waktuku. Bukan
sekedar pengajian yang membahas surga dan neraka, tapi tentang martabat
manusia.
(18)
Di pengajian ini, kami juga membahas tentang mayat-mayat itu.
Tubuh-tubuh tak bernyawa yang katanya maling, rampok, gali, pembunuh, atau
preman.
Kutipan (16), (17), dan (18) di atas merupakan kalimat keterpaduan
kelompok tokoh dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.Pada tokoh Marni,
keterpaduan kelompok ditunjukkan saat melaksanakan pekerjaan.Pada tokoh
Rahayu, dijelaskan dalam keadaan berkelompok atau berorganisasi.Hal tersebut
menjelaskan bahwa, keterpaduan kelompok adalah salah satu aspek yang
mendukung pembentukan identitas sosial seseorang.
7
IDENTITAS SOSIAL
Identitas sosial berkaitan dengan keadaan orang yang dilihat oleh pihak
lain. Identitas sosial seperti halnya konsep diri timbul melalui interaksi dengan
orang lain. Apabila dua orang baru pertama kali bertemu, masing-masing
berusaha untuk sebanyak mungkin mengetahui tentang masing-masing pihak.
Identitas sosial merupakan konsekuensi interaksi, dan melalui identitas sosial
orang menjadi bagian dari hubungan sosial di antara orang-orang (Walgito,
2011:109). Sarwono (1999:90-92)dalam upaya untuk menjelaskan prasangka,
diskriminasi, konflik antarkelompok, dan perubahan sosial. Identitas sosial dapat
dilihat dari beberapa aspek, yaitu antara lain ; etnosentrisme, prasangka sosial,
kompetisi
dan
diskriminasi
antarkelompok,
stereotip,
uniformitas
dan
konformitas, dan keterpaduan kelompok. Identitas sosial seseorang ikut
membentuk konsep diri dan memungkinkan orang tersebut menempatkan diri
pada posisi tertentu dalam jaringan hubungan-hubungan sosial yang rumit.
Etnosentrisme
Etnosentrisme secara negatif menghakimi bagian-bagian dari kultur lain
dengan standar kultur diri sendiri. Sikap atau perilaku etnosentris timbul karena
seseorang terlalu percaya akan keunggulan kultur diri sendiri dan memandang
rendah kultur lain (Adhiputra, 2013:83-84). Terdapat lima indikator pada tokoh
Marni dan empat indikator pada tokoh Rayahu yang menunjukkan etnosentrisme.
Lima indikator pada tokoh Marni, yaitu (1) menganggap agamanya yang terbaik,
(2) cara menyembah leluhur, (3) budaya sebagai aturan atau pedoman, (4)
etnosentrisme positif, dan (5) etnosentrisme yang ditujukan kepada Marni. Tokoh
Rahayu terdapat tiga indikator yang ditemukan, yaitu (1) menganggap agamnya
terbaik, (2) cara menyikapi budaya lain, dan (3) sikap penyesuaian Rahayu
terhadap budaya yang dianutnya.
Penemuan beberapa indikator yang telah disebutkan tersebut sesuai
dengan pendapat Isaacs (1993: 194 dan 198), yang mengatakan bahwa agama
telah memberikan kepada anggota dari setiap kelompok suatu ikatan yang kuat
untuk kepercayaan tradisional yang dihayati bersama tentang eksistensi
kebudayaan mereka. Agama menurut perannya sebagai salah satu unsur utama
8
dari identitas kelompok dasar, dan menyebabkan suatu kelompok bermusuhan
dengan yang lainnya. Hal tersebut juga berlaku bagi kedua tokoh yang memiliki
sifat etnosentrisme dalam menilai masyarakat sekitar mereka. Etnosentrisme dapat
menyebabkan terhalangnya sebuah komunikasi antarindividu atau antarkelompok,
karena masing-masing individu meyakini keberanan sebuah keyakinan yang
dimilikinya. Komunikasi yang terhalang tersebut menciptakan perselisihan
antarindividu, karena dalam menilai tidak ada individu yang berdiskusi dan saling
memahami keyakinan masing-masing.
Prasangka Sosial
Menurut Myres (dalam Sarwono, 2002:268), prasangka sosial adalah
penilaian terhadap kelompok atau seseorang individu yang terutama didasarkan
pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangka sosial ditujukan pada
orang atau kelompok yang berbeda dengannya. Prasangka sosial memiliki kualitas
suka dan tidak suka pada objek yang diprasangkainya, dan kondisi ini akan
memengaruhi
tindakan
atau
perilaku
seseorang
yang
berprasangka
tersebut.Terdapat enam indikator pada tokoh Marni dan tiga indikator pada tokoh
Rahayu pada data yang menunjukkan prasangka sosial. Kesembilan indikator
tersebut yaitu (1) prasangka terhadap lingkungan keluarga, (2) prasangka terhadap
lingkungan pasar, (3) prasangka yang ditujukan kepada Marni perihal sumber
kekayaan, (4) prasangka lingkungan masyarakat terhadap Marni, (5) prasangka
yang ditujukan kepada Marni dari lingkungan keluarga, (6) prasangka Marni
terhadap sebuah aturan dan adat, (7) prasangka Rahayu terhadap lingkungan
keluarga, (8) prasangka sosial terhadap kelompok luar, dan (9) prasangka yang
ditujukan kepada Rahayu.
Beberapa indikator yang telah disebutkan didukung oleh beberapa
pendapat para ahli, yaitu antara lain menurut Baron dan Byrne (dalam Sarwono,
2002:267), prasangka adalah sikap yang negatif terhadap kelompok tertentu atau
seseorang, semata-mata karena keanggotaannya dalam kelompok tertentu.
Prasangka timbul karena penilaian yang tidak berdasar dan pengambilan sikap
sebelum menilai dengan cermat, sehingga terjadi penyimpangan padangan dari
kenyataan yang sesungguhnya. Selain itu, prasangka, seperti halnya dengan sikap,
9
dapat juga positif. Hanya saja prasangka yang positif biasanya tidak menimbulkan
masalah dalam hubungan antarpribadi atau antarkelompok. Prasangka adalah
masalah sosial karena yang utama dari sikap ini adalah dampaknya pada
hubungan antarpribadi atau antarkelompok. Selain pendapat Baron dan Byrne,
Beck (dalam Hanurawan, 2007:47) berpendapat bahwa prasangka dapat
didefinisikan sebagai sejenis sikap yang ditujukan kepada anggota suatu
kelompok tertentu berdasarkan pada ciri-ciri anggota kelompok itu. Prasangka
sebagai suatu sikap sering kali mengarah pada evaluasi yang bersifat negatif.
Selain berprasangka terhadap lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat
sekitar, kedua tokoh juga diprasangkai oleh lingkungan masyarakat sekitar.
Prasangka sosial yang ditujukan kepada kedua tokoh datang dari lingkungan
masyarakat sekitar melalui interaksi sosial atau pun melalui sikap dan perilaku
kedua tokoh terhadap lingkungan masyarakat saat bersosialisasi. Pendapat
selanjutnya dikemukakan oleh Gerungan (1983:168),yang menyatakan bahwa
prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan
manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang ebrlainan dengan golongan
orang yang berprasangka itu. Prasangka sosial terdiri atas sikap-sikap sosial yang
negatif terhadap golongan lain dan memengaruhi tingkah lakunya terhadap
golongan manusia lain.
Kompetisi dan Diskriminasi Antarkelompok
Kompetisi merupakan suatu cara yang digunakan oleh anggota kelompok
untuk meningkatkan harga dirinya dengan membandingkan kelompoknya dengan
kelompok lain dan menganggap kelompok sendiri lebih baik dan pada kelompok
lain.Doob (dalam Liliweri, 2005 : 218)lebih jauh mengakui bahwa diskriminasi
merupakan perilaku yang ditujukan untuk mencegah kelompok, atau membatasi
kelompok lain yang berusaha memiliki atau mendapatkan sumber daya secara
teoritis.Terdapat enam indikator pada tokoh Marni dan tiga indikator pada tokoh
Rahayu yang mencerminkan kompetisi dan diskriminasi antarkelompok. Keempat
indikator pada tokoh Marni yang menunjukkan kompetisi dan diskriminasi antar
kelompok yaitu (1) kompetisi, (2) diskriminasi terhadap kaum atau golongan
tertentu (perempuan, priyayi, dan laki-laki), (3) diskriminasi terhadap tokoh
10
Marni, (4) diskriminasi terhadap etnis Tionghoa, (5) diskriminasi halus, dan (6)
diskriminasi terhadap golongan PKI.Ketiga indikator pada tokoh Rahayu yang
menunjukkan diskriminasi antarkelompok yaitu (1) diskriminasi halus, (2)
diskriminasi terhadap orang miskin, dan (3) diskriminasi terhadap golongan
PKI.Pada tokoh Rahayu, tidak terdapat data yang menunjukkan adanya kompetisi.
Indikator yang ditemukan dalam penelitian sesuai dengan pendapat
Hanurawan (2007:47), yang mengatakan bahwa reaksi yang negatif dalam
kompetisi dipicu oleh situasi yang negatif juga dalam kompetisi itu sendiri, bukan
oleh faktor-faktor lain. Kompetisi dapat bersifat positif, jika dalam kompetisi
memicu hal yang positif. Pengertian diskriminasi yang diungkapkan Hanurawan
(2007:47) adalah perilaku negatif yang diarahkan kepada anggota-anggota suatu
kelompok sosial berdasarkan pada keanggotaan mereka terhadap kelompok
tersebut. Pendapat lain yang sesuai dengan indikator yang telah ditemukan adalah
pendapat Gerungan (1983:168), yaitu perasaan negatif lambat laun menyatakan
dirinya dalam tindakan-tindakan yang diskriminatif terhadap orang-orang yang
termasuk golongan yang diprasangkainya, tanpa terdapat alasan yang objektif
pada pribadi orang yang dikenakan tindakan diskriminatif.
Stereotip
Liliwery (2005 : 207-208) menyatakan bahwa stereotip adalah pemberian
sifat tertentu terhadap seseorang berdasarkan kategori yang bersifat subjektif,
hanya karena dia berasal dari kelompok itu. Sering kali keberadaan individu
dalam suatu kelompok telah dikategorisasikan dan selalu teridentifikasikan
dengan mudah melalui karakter tertentu, misalnya perilaku dan kebiasaan
bertindak.Terdapat dua indikator pada tokoh Marni dan tiga indikator pada tokoh
Rahayu.Kedua indikator pada tokoh Marni yaitu (1) stereotip terhadap kaum
priyayi dan kaum laki-laki, dan (2) stereotip yang ditujukan kepada Marni dari
lingkungan masyarakat.Ketiga indikator pada tokoh Rahayu meliputi (1) stereotip
yang ditujukan kepada lingkungan keluarga, (2) stereotip terhadap lingkungan
masyarakat, dan (3) stereotip positif.
Pendapat beberapa ahli mendukung penemuan indikator dalam penelitian,
yaitu antara lain pendapat Adhiputra dan Gerungan. Adhiputra (2013:86)
11
mengatakan bahwa stereotip menyebabkan kita berasumsi bahwa suatu keyakinan
yang dipegang dengan teguh adalah kebenaran tentang semua orang dalam suatu
kelompok, sedangkan Gerungan (1983:169-170) berpendapat bahwa stereotip
berbentuk padanya berdasarkan keterangan-keterangan yang kurang lengkap dan
bersifat subjektif, gambaran stereotip mudah berubah serta cenderung untuk
dipertahankan orang yang berprasangka.
Uniformitas dan Konformitas
Uniformitas adalah hal atau keadaan dimana keseragaman antara individu
satu dengan individu lain, dan bahkan antarakelompok satu dengan kelompok
lainnya.Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial ketika seseorang
mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang
ada, atau perilaku sama dengan orang lain yang didorong oleh keinginan sendiri.
Kelompok yang kecil lebih memungkinkan konformitas daripada kelompok yang
besar.Konformitas
merupakan
gejala
yang
universal,
tetapi
bervariasi
antarbudaya.Terdapat tiga indikator pada tokoh Marni dan tiga indikator pada
Rahayu. Tiga indikator pada tokoh Marni yaitu (1) uniformitas antarindividu, (2)
konformitas yang merubah sikap atas dorongan keinginan dalam diri, dan (3)
konformitas agar samadengan norma sosial di lingkungan masyarakat.
Tigaindikator pada tokoh Rahayu meliputi (1) konformitas yang merubah sikap
atas dorongan dalam diri, (2) uniformitas antarindividu, dan (3) konformitas tokoh
Rahayu agar seragam dengan lingkungan sosial.
Terdapat beberapa ahli yang mendukung penemuan indikator di atas, yaitu
antara lainKieler (dalam Sarwono, 1999:172) yang menyatakan bahwa
konformitas adalah perubahan perilaku atau keyakinan karena adanya tekanan dari
kelompok, baik yang sungguh-sungguh ada mau pun yang dibayangkan saja.
Selain pendapat Kieler, Suranto (2010:117-118) juga berpendapat bahwa
konformitas adalah kecenderungan bersikap dan berperilaku sama atau sesuai,
sebagaimana mayoritas anggota kelompok. Faktor-faktor sosial dan budaya pada
struktur dan fungsi sosial, nilai dan norma budaya, serta bahasa-bahasa adat
kebiasaan masyarakat yang menajdi pedoman, kaidah dan petunjuk tentang
bagaimana mereka seharusnya berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
12
sebab itu, pola perilaku komunikasi seseorang dari sebuah kelompok sosial yang
sama, biasanya bersifat konformitas.
Keterpaduan Kelompok
Keterpaduan
kelompok
kelompok.Keterpaduan
yaitu
merupakan
keserasian
sikap
atau
perasaan
keikatan
sifat
antar
antaranggota
kelompok.Semakin kuat rasa keterpaduan atau keikatan tersebut, semakin besar
pengaruhnya pada perilaku individu (Sarwono, 1999:183).Terdapat dua indikator
pada tokoh Marni dan satu indikator pada tokoh Rahayu.Kedua indikator tokoh
Marni
yaitu (1) keterpaduan
kelompok antarindividu, (2) keterpaduan
antarindividu dengan kelompok.Indikator yang terdapat pada tokoh Rahayu yaitu
keterpaduan kelompok dalam organisaasi.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitianidentitas sosial tokoh utama dalam novel Entrok
karya Okky Mandasari, ditemukan identitas sosial sebagai berikut. Pertama,
etnosentrisme, dalam penelitian ditemukan etnosentrisme yang menganggap
budayanya adalah yang terbaik dan sikap atau perilaku etnosentrisme timbul
karena seseorang terlalu percaya akan keunggulan kultur diri sendiri dan
memandang rendah kultur lain. Kedua prasangka sosial, prasangka sosial yang
ditemukan pada penelitian mengacu kepada penilaian terhadap individu atau
golongan yang didasarkan pada keanggotaan individu dan golongan tersebut.
Ketiga kompetisi dan diskriminasi antarkelompok, subaspek ini ditemukan adanya
kompetisi yaitu upaya yang ditempuh terkait dengan peningkatan harga diri
individu, sedangkan diskriminasi merupakan sikap mengecam individu lain atau
golongan lain. Pada tokoh Rahayu tidak ditemukan data yang menunjukkan
kompetisi, oleh karena itu pada tokoh Rahayu hanya menjabarkan mengenai
diskriminasi. Keempat stereotip, dalam penelitian ditemukan stereotip yang
pertama kali muncul dari lingkungan keluarga. Stereotip pada kedua tokoh
dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat sekitar, sehingga berdampak bagi
penilaian terhadap lingkungan keluarga. Kelima uniformitas dan konformitas,
13
dalam penelitian ini uniformitas berhubungan dengan keseragaman keadaan
antarindividu, pada setiap tokoh memiliki keseragaman terhadap individu lain.
Pada konformitas ditemukan adanya dorongan keinginan dalam diri sendiri untuk
menjadi sama seperti norma yang berlaku dalam lingkungan masyarakat. Selain
dorongan diri sendiri, pengaruh orang-orang sekitar juga memengaruhi perubahan
sifat dan sikap tokoh. Terakhir keterpaduan kelompok, penelitian ini ditemukan
keterpaduan antarindividu, keterpaduan individu dengan kelompok, dan
keterpaduan kelompok. Keterpaduan tersebut dijalin oleh masing-masing tokoh
karena tokoh Marni maupun Rahayu merasa nyaman dengan kelompoknya,
sehingga terbentuk keterpaduan yang serasi.
Sejalan dengan simpulan di atas, dapat dikemukakan saran berikut ini.
Kepada penulis sastra, dapat menciptakan karya tulis yang di dalamnya
terkandung cerminan kehidupan masyarakat, sehingga karya sastra akan menjadi
lebih baik dan bermanfaat bagi para pembaca. Selain itu, kepada pembaca sastra
diharapkan bagi pembaca sastra untuk lebih cerdas dalam memilih bacaan. Para
pembaca diharapkan dapat lebih memahami isi bacaan yang tersirat mau pun yang
tersurat dalam sebuah karya sastra. Lebih lanjut kepada peneliti selanjutnya
disarankan untuk meneliti lebih banyak mengenai identitas sosial, karena identitas
sosial penting untuk dikaji. Terakhir, kepada pengajar sastra disarankan lebih
banyak mengapresiasi sastra khususnya novel yang berkaitan dengan aspek sosial.
DAFTAR RUJUKAN
Adhiputra, A.G.N. 2013.Konseling Lintas Budaya. Yogyakarta: Graha Ilmu
Barnhouse, Tiffany Ruth. 1988. Identitas Wanita. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta:
CAPS
Fananie, Zainuddin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta: Muhhamadiyah University
Press
Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gerungan. 1983. Psychologi-Sosial. Jakarta: PT Eiesco
Hanurawan, Fattah. 2007. Pengantar Psikologi Sosial.Malang: Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Isaacs, H.R. 1993. Pemujaan Terhadap Kelompok Etnis (identitas kelompok dan
perubahan politik). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Kurniawan, Heru. 2012. Teori, Metode, dan Aplikasi Sosiologi
Sastra.Yogyakarta: Graha Ilmu
Liliwery, A. 2005.Prasangka dan Konflik.Yogyakarta: LKIS
14
Mandasari, Okky. 2015. Entrok. Jakarta: PT Gramedia
Moleong, L. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Robert, A.B. & Byrne, D. 2004.Psikologi Sosial Edisi kesepuluh Jilid I. Jakarta:
Erlangga
Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra; Perkenalan Awal
Terhadap Ilmu Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sangidu. 2004. Penelitian Sastra, Pendekatan Teori Sastra, Metode, Teknik, dan
Kiat. Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Barat UGM
Sarwono, S.W. 2002. Psikologi Sosial (individu dan teori-teori psikologi sosial).
Jakarta: Balai Pustaka
Sarwono, S.W. 1999. Psikologi Sosial (psikologi kelompok dan psikologi
terapan). Jakarta: Balai Pustaka
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung:
Penerbit Alfabet.
Suranto, A.W. 2010. Komunikasi Sosial Budaya.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wellek,Warren. 2013. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia
Walgito, Bimo. 2011. Teori-Teori Psikologi Sosial. Yogyakarta: Penerbit Andi
15
Download