PENGEMASAN DAN LABELISASI PANGAN HASIL TERNAK

advertisement
PENGEMASAN DAN LABELISASI
PANGAN HASIL TERNAK
Oleh:
EKO SAPUTRO, S. Pt
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
BALAI BESAR PELATIHAN PETERNAKAN BATU
BATU, 2012
ISBN 978-602-17415-0-4
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah, Tuhan (Rabb) semesta
alam karena Allah SWT adalah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji. Allah
SWT adalah Tuhan (Rabb) yang ditaati, yang memiliki, mendidik, mengatur dan
memelihara makhluk-Nya. Berkat rahmat yang diberikan-Nya, penulis mampu
menyelesaikan penulisan dan penyusunan bahan ajar ini.
Penyusunan bahan ajar ini tidak terlepas dari doa, bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Rasa hormat dan ucapan terima kasih tidak akan cukup dan
tidak pernah akan mampu menggantikan jasa dan budi beliau:
1. Bapak Dr. drh. Rudy Rawendra, M. App, Sc. selaku Kepala BBPP Batu dan
atasan langsung kami selaku calon widyaiswara;
2. Kedua orang tua saya Ayahanda Rusmin (almarhum) dan Ibunda Suwarti; adikadik saya Riyanto, Budi, Annisa dan Netti; serta seluruh keluarga besar di desa
Crewek Kab. Grobogan;
3. Istri saya tercinta Astri Karyani, S.Farm, Apt. dan anakku tersayang Yahya
Abdullah Arrasyid.
4. Semua pihak, khususnya yang telah membantu penyusunan dan penulisan
bahan ajar ini.
Semoga Allah SWT membalas dengan yang lebih baik dan lebih banyak. Amiin.
Dalam program pendidikan dan pelatihan (diklat), keberadaan bahan ajar
memiliki peranan yang penting bagi peserta diklat untuk membantu mengetahui,
memahami dan mengaplikasikan materi pembelajaran yang disampaikan oleh
widyaiswara. Karakteristik bahan ajar yang khas menjadikannya berbeda
dengan buku-buku teks bagi para mahasiswa di perguruan tinggi. Sebuah bahan
ajar harus mampu “berdialog” kepada pembacanya. Bahan ajar yang ideal juga
dapat menggantikan peran fasilitator dalam menyampaikan substansi mata diklat.
Pentingnya sebuah bahan ajar sebagai salah satu alat bantu dalam proses
belajar mengajar, disadari sepenuhnya oleh pihak-pihak yang terkait dalam
penyelenggaraan diklat. Oleh karena itu bahan ajar selalu identik dengan
setiap penyelenggaraan program diklat. Namun demikian, untuk menyusun
sebuah bahan ajar yang ideal bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan baik dari
segi teknis penulisan maupun substansinya.
Bahan ajar ini disusun dengan maksud untuk:
1. Mengatasi keterbatasan waktu, dan ruang peserta diklat;
2. Memudahkan peserta diklat belajar mandiri sesuai kemampuan;
ISBN 978-602-17415-0-4
i
3. Memungkinkan peserta diklat untuk mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil
belajarnya.
Bahan ajar mata diklat Mengemas Bahan Pangan Hasil Ternak ini berisikan
materi-materi pokok pembelajaran yang terdiri dari 4 materi pokok yang satu dengan
lainnya saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan untuk memberikan
pemahaman yang utuh kepada peserta diklat tentang pengemasan labelisasi pangan
(food labeling). Keempat materi pokok tersebut adalah:
1. Pengertian dan Sejarah Pengemasan.
2. Fungsi Pengemasan dan Klasifikasi Kemasan.
3. Jenis-Jenis Bahan Kemasan.
4. Mengemas dan Labelisasi Pangan (Food Labeling) pada Kemasan Pangan Hasil
Ternak.
Metode pendekatan pembelajaran menggunakan pendekatan belajar orang
dewasa (Andragogy), melibatkan partisipasi aktif peserta dengan model Exprential
Learning cycle (ELC) atau Alami, Kemukakan, Olah, Simpulkan, Aplikasikan
(AKOSA). Materi kognitif disampaikan dengan metode ELC, partisipatif group dan
brain storming, sedangkan materi psikomotorik disampaikan dengan praktek dan
diskusi. Kompetensi yang ingin dicapai setelah peserta pelatihan mengikuti proses
pembelajaran
adalah
peserta
mampu
mengaplikasikan
pengemasan
dan
mengidentifikasi label pangan hasil ternak yang baik dan benar sesuai karakteristik
bahan dan pengolahannya.
.Semoga bahan ajar Mata Diklat Pengemasan dan Labelisasi Pangan Hasil
Ternak ini menjadi ilmu yang bermanfaat bagi para pembaca dan menjadi amal
jariyah bagi penulis. Kritik dan saran yang membangun dari siapapun sangat saya
harapkan untuk kesempurnaan bahan ajar ini.
Batu, 9 Oktober 2012
Kepala Balai,
Penyusun,
Dr. drh. Rudy Rawendra, M.App,Sc
Eko Saputro, S. Pt
NIP. 19580630 198503 1 001
NIP. 19831009 200912 1 003
ISBN 978-602-17415-0-4
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR …….……………….……………………….…………….
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………….…………..
iii
DAFTAR INFORMASI VISUAL ..………………………………………………
vii
Daftar Gambar …………………………………………………..……………
vii
Daftar Tabel …………………………………………………….……………
viii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………
1
1.1. Latar Belakang ………………………………………….………………
1
1.2. Deskripsi Singkat ………………………………………………………
2
1.3. Manfaat Bahan Ajar bagi Peserta …………………………………….
3
1.4. Tujuan Pembelajaran ………………………………………………….
4
1.5. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ……………………………….
5
1.6. Petunjuk Belajar …………………………………………………………
5
BAB II PENGERTIAN DAN SEJARAH PENGEMASAN .……………………
7
2.1. Pengertian Pengemasan ………………………………….…………….
7
2.2. Sejarah Pengemasan …………………………………………………
9
2.3. Rangkuman………………………………………………………………
10
2.4. Latihan……………………………………………………………………
11
BAB III FUNGSI PENGEMASAN DAN KLASIFIKASI KEMASAN………..
12
3.1. Fungsi Pengemasan ………………………………………………….
12
3.2. Klasifikasi Kemasan ……………………………………………………
17
3.3. Rangkuman………………………………………………………………
20
3.4. Latihan……………………………………………………………………
21
BAB IV JENIS-JENIS BAHAN KEMASAN ……………………………………
22
4.1. Keramik …………………………………………………………………..
22
ISBN 978-602-17415-0-4
iii
4.2. Gelas/kaca ……………………………………………………………….
23
4.3. Logam …..…………………………………………………………………
26
4.4. Aluminium ..……………………………………………………………..
27
4.5. Kayu ………………………………………………………………………
30
4.6. Kertas atau Karton ……………………………………………………..
32
4.7. Plastik ……………………………………………………………………
37
4.8. Rangkuman………………………………………………………………
46
4.9. Latihan……………………………………………………………………
47
BAB V MENGEMAS DAN LABELISASI PANGAN (FOOD LABELING)
PADA KEMASAN PANGAN HASIL TERNAK………………………….
48
5.1. Mengemas Pangan Hasil Ternak…………………………………………
5.2. Labelisasi Pangan (Food Labeling) Pada Kemasan Pangan Hasil
48
Ternak ………………………………………………………………….........
54
5.3. Rangkuman………………………………………………………………….
75
5.4. Latihan……………………………………………………………………….
77
BAB VI PENUTUP….……………………………………………………………..
79
6.1. Kesimpulan………………………………………………………………….
79
6.2. Implikasi………………………………………………………………………
79
6.3. Tindak Lanjut……………………………………………………………….
79
DAFTAR PUSTAKA …..…………………………………………………………..
80
BIODATA PENULIS ………………………………………………………………
82
ISBN 978-602-17415-0-4
iv
DAFTAR INFORMASI VISUAL
Daftar Gambar
Nomor
Halaman
1.
Diagram Alir Pola Pembelajaran.………………………….
3
2.
Bagian-bagian Botol………………………………………
23
3.
Pola-pola dasar untuk membuat kemasan karton lipat
35
4.
Model Kotak Karton Lipat Dari Pengembangan Pola
Dasar …………………………………………………………
5.
Berbagai Jenis Kotak Karton Kerdus …………………..
6.
Contoh Pencantuman Tanggal, Bulan dan Tahun
Kedaluwarsa …………….........................…………………
35
36
62
7.
Logo Sertifikasi Pangan Halal MUI ………………………..
63
8.
Contoh Kode Produksi Pangan……………………………
65
9.
Keterangan tentang Cara Penyiapan/Penggunaan
Produk……………………………………………………......
66
10.
Contoh Keterangan tentang Informasi Nilai Gizi ……..…
67
11.
Logo Khusus Pangan Iradiasi………………………………
71
12.
Logo Tara Pangan……………………………………........
74
13.
Kode Daur Ulang…………………………………………..
74
ISBN 978-602-17415-0-4
v
Daftar Tabel
Nomor
Halaman
1.
Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ………….………………..
2.
Kisaran Perbedaan Suhu antara di Luar dan di Dalam Kemasan
Tanpa Mengalami Retak Atau Pecah ……….………...................
3.
Acuan Label Gizi Produk Pangan ………………………………….
ISBN 978-602-17415-0-4
5
26
68
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Pengemasan disebut juga pembungkusan atau, pewadahan produk untuk
memberikan perlindungan. Pengemasan memegang peranan penting dalam
penanganan, pendistribusian dan pengawetan bahan pangan. Bahan pangan hasil
ternak mudah sekali mengalami kerusakan oleh faktor lingkungan dan sifat alamiah
produk, karena itu bahan pangan ini memerlukan penanganan yang baik setelah
pasca mortem. Prinsip-prinsip pengolahan perlu diketahui agar dapat menerapkan
cara dan penggunaan bahan kemasan yang sesuai dengan produk pangan yang
akan dikemas. Untuk mendapatkan hasil yang optimum, maka dalam pengemasan
bahan pangan, perlu diketahui sifat dan karakteristik bahan yang akan dikemas,
sehingga dapat menentukan jenis kemasan yang akan digunakan.
Pengemasan memegang peranan penting dalam pengawetan bahan pangan
hasil pertanian yang pada umumnya mudah rusak, karena dengan pengemasan
dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan yang disebabkan faktor
Iingkungan dan sifat alamiah produk. Kerusakan yang disebabkan faktor Iingkungan,
yaitu: kerusakan mekanis, perubahan kadar
air
bahan pangan, absorbsi dan
interaksi dengan oksigen, kehilangan dan penambahan cita rasa yang tidak
diinginkan, sedangkan kerusakan yang disebabkan oleh sifat alamiah produk yang
dikemas,
yaitu
pemecahan
perubahan-perubahan
emulsi.
fisik
Perubahan-perubahan
seperti
pelunakan,
biokimia
mikroorganisme atau karena interaksi antara berbagai
dan
pencoklatan,
kimia
karena
komponen dalam produk
tidak dapat sepenuhnya dicegah dengan pengemasan.
Bahan pangan hasil ternak (daging, susu, telur, dan hasil ikutannya)
mengandung nutrisi/gizi yang tinggi. Hal ini menyebabkan bahan pangan hasil ternak
sangat disukai oleh mikroorganisme sebagai tempat hidupnya. Mikroorganisme
tersebut mengakibatkan bahan pangan hasil ternak mudah sekali rusak. Bahan
pangan hasil ternak perlu diolah dan diawetkan. Pengolahan bahan pangan hasil
ternak selalu diakhiri dengan proses pengemasan. Pengemasan yang baik dan
benar akan memperpanjang usia simpan bahan pangan hasil ternak. Bahan ajar ini
ditulis dalam rangka untuk memberikan penjelasan tentang pengemasan bahan
pangan hasil ternak secara utuh.
ISBN 978-602-17415-0-4
1
Banyak keuntungan yang diperoleh melalui pengemasan bahan pangan
diantaranya menekan kerusakan dan memberikan daya tarik bagi konsumen, yang
pada akhirnya dapat meningkatkan nilai jualnya. Selama penyimpanan akan terjadi
penurunan mutu bahan pangan yang dikemas, sehingga pendugaan masa simpan
bahan pangan yang dikemas merupakan hal yang perlu mendapat perhatian.
Kemasan harus mampu melindungi makanan dan mampu menghambat pengaruh
luar. Selama penyimpanan selalu terjadi penurunan mutu bahan pangan . Seberapa
besar penurunan mutu makanan dapat ditolerir tergantung dari sifat bahan pangan.
Estimasi dan prediksi daya simpan makanan pada kondisi normal dapat ditentukan
dengan menggunakan kalibrasi hubungan suhu dan kerusakan.
Penurunan mutu dan penentuan masa kedaluwarsa bahan pangan sangat
tergantung pada tingkat ekonomi dan sosial masyarakat. Pengemasan daging segar
ditujukan
untuk mencegah
dehidrasi, masuknya bau dan rasa asing dari luar
kemasan, tetapi dapat melewatkan oksigen seperlunya ke dalam kemasan sehingga
warna merah cerah dapat dipertahankan selama penjualan. Kemasan susu didesain
untuk melindungi produk dari kontaminan dan dari pengaruh oksigen.
1.2. DESKRIPSI SINGKAT
Mata Pelatihan Mengemas Bahan Pangan Hasil Ternak ini berisikan materimateri pokok pembelajaran yang terdiri dari 5 materi pokok yang satu dengan lainnya
saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan untuk memberikan pemahaman yang
utuh kepada peserta diklat tentang ilmu pengemasan. Kelima materi pokok tersebut
adalah:
5. Pengertian dan Sejarah Pengemasan.
6. Fungsi Pengemasan dan Klasifikasi Kemasan.
7. Jenis-Jenis Bahan Kemasan.
8. Mengemas dan Labelisasi Pangan (Food Labeling) pada Kemasan Pangan Hasil
Ternak.
Mata Pelatihan Mengemas Bahan Pangan Hasil Ternak ini ditempuh selama 9
jam pembelajaran (JP) dengan waktu 45 menit per JP yang terdiri atas teori, praktek,
dan kunjungan lapang. Metode pendekatan pembelajaran menggunakan pendekatan
belajar orang dewasa (Andragogy), melibatkan partisipasi aktif peserta dengan
model Exprential Learning cycle (ELC) atau Alami, Kemukakan, Olah, Simpulkan,
Aplikasikan (AKOSA). Materi kognitif disampaikan dengan metode ELC, partisipatif
ISBN 978-602-17415-0-4
2
group dan brain storming, sedangkan materi psikomotorik disampaikan dengan
praktek dan diskusi.
Jenis metode pelatihan yang digunakan adalah: ceramah, diskusi kelompok,
tanya jawab, pemaparan, brainstorming, studi kasus, simulasi, dan praktek di
kelas/laboratorium/lapang.
Pola
pembelajaran
dirancang
dengan
kegiatan
pembekalan materi di dalam kelas, pendalaman materi dilanjutkan dengan PKL
(Praktek Kerja Lapang) dan penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL).
Pembekalan
Pendalaman Diskusi
Penyusunan
RTL
PKL
Gambar 1. Diagram Alir Pola Pembelajaran
1.3. MANFAAT BAHAN AJAR BAGI PESERTA
Dalam program pendidikan dan pelatihan (diklat), keberadaan bahan ajar
memiliki peranan yang penting bagi peserta diklat untuk membantu mengetahui,
memahami dan mengaplikasikan materi pembelajaran yang disampaikan oleh
widyaiswara.
Karakteristik
bahan ajar
yang
khas
menjadikannya
berbeda
dengan buku-buku teks bagi para mahasiswa di perguruan tinggi. Sebuah Bahan
ajar harus mampu “berdialog” kepada pembacanya. Bahan ajar yang ideal juga
dapat menggantikan peran fasilitator dalam menyampaikan substansi mata diklat.
Pentingnya sebuah Bahan ajar sebagai salah satu alat bantu dalam proses
belajar mengajar, disadari sepenuhnya oleh pihak-pihak yang terkait dalam
penyelenggaraan diklat. Oleh karena itu bahan ajar selalu identik dengan
setiap penyelenggaraan
program diklat. Namun
demikian,
untuk
menyusun
sebuah bahan ajar yang ideal bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan baik dari
segi teknis penulisan maupun substansinya.
Penulisan bahan ajar yang tidak memenuhi standar serta kaidah-kaidah
penulisan yang baik tidak hanya menyulitkan peserta diklat dalam memahami
dan mengaplikasikan materi yang disampaikan akan tetapi pada akhirnya juga
menyebabkan tidak tercapainya tujuan program diklat secara umum. Faktor lain
yang mempengaruhi kualitas sebuah bahan ajar adalah kompetensi penulis
terkait dengan substansi materi bahan ajar.
Bahan ajar dimaksudkan untuk:
1. Mengatasi keterbatasan waktu, dan ruang peserta diklat;
ISBN 978-602-17415-0-4
3
2. Memudahkan peserta diklat belajar mandiri sesuai kemampuan;
3. Memungkinkan peserta diklat untuk mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil
belajarnya.
Bahan ajar ini disusun sesuai dengan kebutuhan belajar dalam sebuah
proses pembelajaran, yang memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut:
1. Dapat dipelajari oleh peserta secara mandiri, tanpa bantuan atau seminimum
mungkin bantuan dari widyaiswara (self instructional).
2. Mencakup
deskripsi
dan
tujuan
mata
diklat,
batasan-batasan,
standar
kompetensi yang harus dicapai, kompetensi dasar, indikator keberhasilan
peserta, metode, rangkuman, latihan-latihan, yang secara keseluruhan ditulis
dan dikemas dalam satu kesatuan yang utuh (self contained).
3. Dapat dipelajari secara tuntas, tidak tergantung pada media lain atau tidak
harus digunakan bersama-sama dengan media lain (independent).
4. Memuat alat evaluasi pembelajaran untuk mengukur tingkat kecakapan
peserta terhadap bahan ajar (self assessed).
5. Memiliki sistematika penyusunan yang mudah dipahami dengan bahasa yang
mudah dan lugas, sehingga dapat dipergunakan sesuai dengan tingkat
pengetahuan peserta diklat (user friendly).
1.4. TUJUAN PEMBELAJARAN
1.4.1. Kompetensi Dasar:
Peserta mampu mengaplikasikan pengemasan dan mengidentifikasi label pangan
hasil ternak yang baik dan benar sesuai karakteristik bahan dan pengolahannya.
1.4.2. Indikator Keberhasilan
Peserta diklat dapat:
a. Menjelaskan pengertian pengemasan dan sejarah perkembangan pengemasan
pangan.
b. Menjelaskan fungsi-fungsi pengemasan dan klasifikasi kemasan.
c. Mengenal jenis-jenis bahan kemasan.
d. Mengaplikasikan pengemasan dan mengidentifikasi label pangan hasil ternak
yang baik dan benar sesuai karakteristik bahan dan pengolahannya.
ISBN 978-602-17415-0-4
4
1.5. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK
Tabel 1. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
Materi Pokok
1.
2.
3.
Sub Materi Pokok
Pengertian dan Sejarah
1.1. Pengertian Pengemasan
Pengemasan
1.2. Sejarah Pengemasan
Fungsi Pengemasan dan
2.1. Fungsi Pengemasan
Klasifikasi Kemasan
2.2. Klasifikasi Kemasan
Jenis-Jenis Bahan Kemasan
3.1. Keramik
3.2. Gelas/Kaca
3.3. Logam
3.4. Aluminium
3.5. Kayu
3.6. Kertas Atau Karton
3.7. Plastik
4.
Mengemas dan Labelisasi Pangan
4.1 Mengemas Pangan Hasil Ternak.
(Food Labeling) pada Kemasan
4.2 Labelisasi Pangan (Food
Labeling) pada Kemasan Pangan
Pangan Hasil Ternak.
Hasil Ternak.
1.6. PETUNJUK BELAJAR
Bahan ajar ini merupakan salah satu alat untuk mencapai Kompetensi Dasar
dan Indikator Keberhasilan yang telah ditetapkan pada kurikulum pelatihan bagi
peserta diklat yang telah mengikuti proses pembelajaaran. Berikut ini diberikan
petunjuk belajar agar Kompetensi Dasar dan Indikator Keberhasilan tercapai secara
efisien dan efektif.
1.6.1. Bagi Peserta diklat:
a. Peserta diklat memahami legalisasi satuan acara pembelajaran agar mengerti
materi pokok, sub materi pokok, buku-buku penunjang, kemampuan dasar,
dan indicator keberhasilan belajar.
b. Ikuti tahapan-tahapan yang ada dalam bahan ajar ini secara berurutan.
c. Baca dan pahami uraian materi secara baik, kemudian jawab soal latihan
serta persiapkan semua peralatan dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan
praktek.
ISBN 978-602-17415-0-4
5
d. Peserta diklat mengikuti kegiatan pembelajaran bersama-sama dengan
widyaiswara dalam kelas disertai dengan Tanya jawab untuk memperjelaskan
pendalaman materi bahan ajar.
e. Catat semua aspek-aspek penting yang anda temukan.
f. Diskusikan dengan teman anda,
g. Jika menemui kesulitan sebaiknya tanyakan kepada fasilitator.
1.6.2. Bagi Fasilitator:
a. Membantu peserta diklat dalam merencanakan proses belajar.
b. Membimbing peserta diklat melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan
dalam tahap belajar.
c. Membantu peserta diklat dalam memahami konsep dan praktek.
d. Menjawab pertanyaan peserta diklat.
e. Membantu peserta diklat untuk menentukan dan mengakses sumber
tambahan lain yang diperlukan dalam kegiatan belajar.
f. Mengorganisasikan kegiatan belajar dan berlatih kelompok jika diperlukan.
g. Merencanakan asisten fasilitator dari tempat kerja untuk membantu jika
diperlukan.
h. Merencanakan proses penilaian dan menyiapkan perangkatnya.
i. Melaksanakan penilaian.
j.
Menjelaskan kepada peserta diklat tentang sikap, pengetahuan dan
ketrampilan dari suatu kompetensi, yang perlu untuk dibenahi
k. Merundingkan rencana pembelajaran dan pelatihan selanjutnya.
l. Mencatat pencapaian kemajuan peserta diklat.
ISBN 978-602-17415-0-4
6
BAB II
PENGERTIAN DAN SEJARAH PENGEMASAN
Indikator Keberhasilan:
Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat
menjelaskan pengertian dan sejarah pengemasan.
2.1.
PENGERTIAN PENGEMASAN
Pengemasan disebut juga pembungkusan atau pewadahan. Pengemasan
dapat diartikan juga sebagai usaha perlindungan terhadap produk dari segala
macam kerusakan dengan
menggunakan
kemasan,
sehingga
pengemasan
bertujuan untuk melindungi atau mengawetkan produk agar sampai ke tangan
konsumen dalam keadaan
baik.
Pengertian umum dari kemasan adalah suatu
benda yang digunakan untuk kemasan atau tempat yang dapat memberikan
perlindungan sesuai dengan tujuannya. Menurut BPOM RI (2007), kemasan pangan
adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan baik
yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.
Pengemasan menjadi hal yang penting karena akan memudahkan dalam
kegiatan transportasi dan penyimpanan. Pengertian transportasi tidak selalu
memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain. Akan tetapi bisa juga diartikan
memindahkan bahan pangan dari piring atau gelas ke dalam mulut kita. Sebagai
contoh: untuk minum diperlukan kemasan atau gelas atau cangkir. Gelas atau
cangkir ini juga merupakan salah satu wujud pengemasan. Contoh lain,
memindahkan nasi dari piring ke mulut menggunakan sendok, maka sendok
berperan sebagai bahan kemasan.
Pengemasan juga merupakan salah satu bagian yang penting dalam
keseluruhan proses pengolahan pangan di tingkat industri.
Tahapan proses
pengolahan pangan di tingkat industri umumnya diakhiri dengan tahap pengemasan.
Setelah dilakukan serangkaian tahapan proses pengolahan sehingga dihasilkan
produk yang baik, kemudian produk tersebut dikemas. Pengemasan yang tidak baik
akan dapat merusak produk yang sudah dihasilkan dengan baik. Pengemasan pada
akhirnya turut menentukan mutu produk yang dihasilkan.
Pengemasan bukan merupakan proses yang berdiri sendiri, tetapi merupakan
bagian dalam proses pengolahan , yaitu kegiatan memproduksi atau memodifikasi
ISBN 978-602-17415-0-4
7
bahan pangan, kegiatan membentuk kemasan, kegiatan dalam penimbangan bahan
pangan, kegiatan menambahkan atau memasukkan gas ke dalam kemasan dan
akhirnya penutupan. Oleh karena itu prinsip-prinsip pengolahan perlu diketahui agar
dapat menerapkan cara dan penggunaan bahan kemasan yang sesuai dengan
produk pangan yang akan dikemas.
Pengemasan membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi
bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta
gangguán fisik
(gesekan, benturan, getaran).
Pengemasan juga untuk
menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentukbentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi.
Kemasan atau kemasan dari segi promosi berfungsi sebagai perangsang atau daya
tarik pembeli karena itu, bentuk, warna dan dekorasi dari kemasan perlu diperhatikan
dalam perencanaannya.
Bahan atau produk pangan bila tidak dikemas dapat mengalami kerusakan
akibat serangan binatang (seperti tikus), serangga (seperti kecoa), maupun mikroba
(bakteri, kapang dan khamir). Kerusakan bisa terjadi mulai dari bahan pangan
sebelum dipanen, setelah dipanen, selama penyimpanan, pada saat transportasi dan
distribusi maupun selama penjualan. Adanya mikroba dalam bahan pangan akan
mengakibatkan bahan menjadi tidak menarik karena bahan menjadi rusak, terjadi
fermentasi atau ditumbuhi oleh kapang. Bakteri yang tumbuh dalam bahan pangan
akan mempengaruhi kualitasnya, disamping itu ada kecenderungan menghasilkan
senyawa beracun bagi konsumen (manusia), sehingga menimbulkan sakit, bahkan
bisa menyebabkan kematian. Industri pangan hendaknya memproduksi bahan
pangan yang memiliki kualitas bagus dan aman bila dikonsumsi. Pengemasan bahan
pangan ikut berperan dalam menghasilkan produk dengan kualitas baik dan aman
bila dikonsumsi.
Faktor-taktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan
dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu :
a. Kerusakan yang sangat ditentukan oleh sifat alamiah dari produk sehingga tidak
dapat dicegah dengan pengemasan saja (perubahan-perubahan fisik, biokimia
dan kimia serta mikrobiologis).
b. Kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat
dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan
ISBN 978-602-17415-0-4
8
kadar air bahan pangan, absorpsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan dan
penambahan cita rasa yang tidak diinginkan).
2.2. SEJARAH PENGEMASAN
Sebelum dibuat oleh manusia, alam juga telah menyediakan kemasan untuk
bahan pangan, seperti jagung dengan kelobotnya, buah-buahan dengan kulitnya,
buah kelapa dengan sabut dan tempurung, polong-polongan dengan kulit polong dan
lain-lain. Manusia juga menggunakan kemasan untuk pelindung tubuh dari gangguan
cuaca, serta agar tampak anggun dan menarik.
Menurut catatan sejarah, pengemasan telah ada sejak 4000 SM. Pada waktu
itu peradaban manusia telah tinggi dengan disertai adanya pertukaran barang niaga
antara Mesir dan Mesopotamia, serta Cina dan India. Kosmetika merupakan produk
yang lebih dahulu dikemas sebelum bahan pangan. Karena itu pengemasan produk
kometika bahkan produk farmasi dewasa ini tampak
lebih maju dibandingkan
dengan hasil industri lainnya. Penemuan penggunaan kemasan untuk berbagai jenis
minyak wangi atau parfum dan kosmetika lainnya dijumpai di makam orang Mesir
purba sekitar 3000 SM.
Secara tradisional nenek moyang kita menggunakan bahan kemasan alami
untuk mewadahi
bahan pangan seperti buluh bambu, daun-daunan, pelepah atau
kulit pohon, kulit binatang, rongga batang pohon, batu, tanah liat, tulang dan
sebagainya. Mulanya, orang menggunakan daun yang lebar sebagai bahan
kemasan, seperti daun jati, daun talas, dan daun pisang untuk membungkus daging.
Kulit binatang digunakan untuk mengambil atau membawa air, keranjang bambu
atau yang sejenis untuk menyimpan atau membawa hasil panen. Pada awal abad ke
19, Napoleon menginginkan bahan pangan yang dapat dibawa oleh tentara dalam
jumlah banyak dan aman yang terkemas dengan baik. Kemudian dia menawarkan
12000 france bagi siapa saja yang dapat menemukan suatu teknologi yang dapat
membawa bahan pangan dalam jumlah banyak dan aman selama dalam transportasi
maupun penyimpanan. Pada tahun 1810, seorang berkebangsaaan Perancis
bernama Nicolas Appert memenangkan hadiah tersebut. Dia mengembangkan
pengemasan canning proces meskipun pada saat itu untuk pengemasan produk
digunakan botol. Pada abad 19, dimana masyarakat di Amerika hidup berpindahpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk bercocok tanam, biasanya mereka
menggunakan kereta atau dikenal dengan wagon. Untuk mempertahankan hidupnya
sebelum tanaman yang mereka tanam dapat dipanen, maka mereka membawa
ISBN 978-602-17415-0-4
9
makanan dalam kaleng. Karena makanan kaleng tersebut dapat tahan lama dan
aman dikonsumsi maka sejak itu pula pengembangan pengalengan di Amerika
berkembang dengan pesat. Contoh di atas menunjukkan pada kita semua, bahwa
pengemasan bahan pangan sangat erat hubungannya dengan kelangsungan hidup
manusia. Oleh karena itu makanan harus tersedia kapan saja dan dimana saja di
dunia ini. Untuk menyediakan bahan pangan yang tersedia kapan saja dan dimana
saja, maka pengemasan menjadi hal yang penting selain teknologi pengolahannya.
Meskipun pengemasan sudah lama dilakukan, akan tetapi sebagai cabang
ilmu pengetahuan masih muda. Pada abad 19 pengemasan menitik beratkan pada
olah seni, selanjutnya berkembang menjadi cabang ilmu pengetahuan yang cukup
canggih serta memerlukan beberapa ilmu
dasar sebagai pendukung
seperti
keteknikan, teknologi, kimia, fisika, mekanika, matematik, seni dan ekonomi.
Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta majunya
industri modern memberikan dampak pula pada pengemasan yaitu perkembangan
dalam hal bahan dan bentuk kemasan sehingga memperluas horizon dan cakrawala
pengemasan hasil pertanian. Penggunaan logam, kaca, kertas, disamping bahan
kemas yang bersifat alami seperti kayu, daun, kulit hewan dan lain -lain, bahkan
sekarang telah digunakan kemasan dengan variasi pada komposisi atmosfir di dalam
kemasan, kemasan aseptik, kemasan transportasi dengan suhu rendah dan lain
sebagainya.
2.3.
RANGKUMAN
Pengemasan dapat diartikan juga sebagai usaha perlindungan terhadap
produk dari segala macam kerusakan dengan menggunakan kemasan, sehingga
pengemasan bertujuan untuk melindungi atau mengawetkan produk agar sampai ke
tangan konsumen dalam keadaan
baik. Pengemasan menjadi hal yang penting
karena akan memudahkan dalam kegiatan transportasi dan penyimpanan. Prinsipprinsip pengolahan perlu diketahui agar dapat menerapkan cara dan penggunaan
bahan
kemasan
yang sesuai dengan produk pangan yang akan dikemas.
Pengemasan bahan pangan ikut berperan dalam menghasilkan produk dengan
kualitas baik dan aman bila dikonsumsi. Faktor-taktor yang mempengaruhi
kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat
dibagi dalam dua golongan utama yaitu: kerusakan yang sangat ditentukan oleh sifat
alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja dan
ISBN 978-602-17415-0-4
10
kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol
dengan pengemasan.
Sebelum dibuat oleh manusia, alam juga telah menyediakan kemasan untuk
bahan pangan. Pengemasan telah ada sejak 4000 SM. Secara tradisional nenek
moyang kita menggunakan bahan kemasan alami untuk mewadahi
Tahun
1810,
seorang
berkebangsaaan
Perancis
bernama
bahan pangan.
Nicolas
Appert
mengembangkan pengemasan canning proses. Meskipun pengemasan sudah lama
dilakukan, akan tetapi sebagai cabang ilmu pengetahuan masih muda. Adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta majunya industri
modern
memberikan dampak pula pada pengemasan yaitu perkembangan dalam hal bahan
dan bentuk kemasan sehingga memperluas horizon dan cakrawala pengemasan
hasil pertanian.
2.4.
LATIHAN
2. Sebutkan kata-kata inti yang mencakup arti dan makna dari pengemasan
pangan?
3. Teknologi pengemasan modern apa yang paling pertama dikembangkan oleh
manusia dan siapa penemunya?
4. Sebutkan bahan kemasan tradisional apa saja yang sekarang masih digunakan di
daerah saudara untuk mengemas pangan hasil pertanian (khususnya pangan
hasil ternak)?
ISBN 978-602-17415-0-4
11
BAB III
FUNGSI PENGEMASAN DAN KLASIFIKASI KEMASAN
Indikator Keberhasilan:
Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat
menjelaskan fungsi-fungsi pengemasan dan klasifikasi kemasan.
3.1. FUNGSI PENGEMASAN
Fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan
melindungi produk dari kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan,
diangkut dan dipasarkan. Fungsi utama pengemasan adalah mengawetkan dan
melindungi
produk pangan yang dikemas. Pengemasan melindungi produk dari
kerusakan fisik, kimia dan biologi. Kontaminasi fisik, kimia dan biologi dapat
diminimalkan dengan pengemasan yang baik. Pengemasan melindungi produk dari
lingkungan luar. Uap air dan oksigen dari lingkungan luar yang kontak dengan
produk pangan umumnya dapat menyebabkan kerusakan produk terutama
produk kering dan produk yang sensitif terhadap oksidasi. Pengemasan dapat
menghindarkan produk pangan dari kontak dengan uap air dan oksigen dari
lingkungan luar.
Cahaya juga dapat mempercepat terjadinya oksidasi. Banyak
bahan kemasan yang dapat melindungi produk pangan dari ekspose cahaya.
Produk pangan menjadi lebih mudah diangkut, didistribusikan dan disimpan
apabila dikemas. Pengemasan memudahkan produk untuk dipindahkan dan
ditumpuk. Dalam hal ini pengemasan membuat penggunaan alat angkut dan ruang
menjadi lebih efisien.Pengemasan membantu konsumen dapat menggunakan
produk dengan baik. Produk yang dikemas lebih mudah dipegang, diambil,
dikonsumsi atau disimpan kembali. Hal ini penting terutama untuk produk pangan
yang tidak ”sekali habis”, misalnya margarin, kecap, saos, sirup, biskuit, dan
sebagainya.
Pengemasan memungkinkan produk untuk diberi label. Label merupakan
informasi mengenai identitas produk, identitas produsen, serta petunjuk penggunaan
produk bagi konsumen.
Bagi produsen label dapat menjadi sarana iklan dan
promosi, sedangkan bagi konsumen label merupakan informasi penting yang
menjadi acuan untuk keputusan membeli atau tidak.
ISBN 978-602-17415-0-4
12
Bagi produsen, pengemasan merupakan salah satu komponen biaya. Pada
beberapa produk pangan, biaya kemasan dapat mencapai 30-40% dari keseluruhan
biaya produksi.
Secara ringkas pengemasan mempunyai fungsi antara lain:(1) pengawetan,
(2) proteksi terhadap kerusakan fisik, kimia, biologi (3) proteksi terhadap kontaminasi
fisik, kimia, biologi, (4) memudahkan distribusi, dan (5) pengenalan produk. Secara
umum fungsi pengemasan pada bahan pangan adalah :
a. Mengemas produk selama distribusi dari produsen hingga kekonsumen, agar
produk tidak tercecer, terutama untuk cairan, pasta atau butiran.
b. Melindungi dan mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar ultraviolet,
panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan
mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk.
c. Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat
komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui label yang terdapat pada
kemasan.
d. Meningkatkan efisiensi, misalnya:memudahkan penghitungan (satu kemasan
berisi 10, 1 lusin, 1 gross dan seterusnya), memudahkan pengiriman dan
penyimpanan. Hal ini penting dalam dunia perdagangan.
e. Melindungi pengaruh buruk dari produk di dalamnya, misalnya jika produk yang
dikemas berupa produk yang berbau tajam, atau produk berbahaya seperti air
keras, gas beracun dan produk yang dapat menularkan warna, maka dengan
mengemas produk dapat melindungi produk- produk lain di sekitarnya.
f. Memperluas pemakaian dan pemasaran produk, misalnya penjualan kecap dan
sirup yang semula dikemas dalam botol gelas, namun sekarang berkembang
dengan menggunakan kemasan botol plastik.
g. Menambah daya tarik calon pembeli.
h. Sebagai sarana informasi dan iklan.
i. Memberi kenyamanan bagi konsumen.
Fungsi f, g, h dan i merupakan fungsi tambahan dari kemasan, akan tetapi
dengan semakin meningkatnya persaingan dalam industri pangan, fungsi tambahan
ini justru lebih ditonjolkan, sehingga penampilan kemasan harus betul-betul menarik
bagi calon pembeli. Beberapa cara untuk meningkatkan penampilan kemasan:
a. Kemasan dibuat dengan beberapa warna dan mengkilat sehingga menarik dan
berkesan mewah.
ISBN 978-602-17415-0-4
13
b. Kemasan dibuat sedemikian rupa sehingga memberi kesan produk yang dikemas
bermutu dan mahal
c. Desain kemasan dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi konsumen.
d. Desain teknik kemasannya selalu mengikuti teknik mutahir sehingga produk yang
dikemas terkesan mengikuti perkembangan terakhir.
Di samping fungsi-fungsi di atas, kemasan juga mempunyai peranan penting
dalam industri pangan, yaitu :
a) sebagai identitas produk;
b) media promosi;
c) media penyuluhan, seperti memberikan informasi tentang petunjuk cara
penggunaan dan manfaat produk yang ada di dalamnya;
d) bagi pemerintah kemasan dapat di gunakan sebagai usaha perlindung bagi
konsumen;
e) kemasan dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang isi/produk, sebagai
dasar dalam mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak.
Kemasan juga mempunyai beberapa kelemahan, seperti:
a. Pengemasan bisa disalahgunakan oleh produsen karena digunakan untuk
menutupi kekurangan mutu atau kerusakan produk, mempropagandakan produk
secara tidak proporsional atau menyesatkan sehingga menjurus kepada
penipuan atau pemalsuan. Sehingga sering disalahgunakan oleh produsen.
b. Pengemasan bahan pangan akan meningkatkan biaya produksi.
Bahan kemasan yang kontak langsung dengan produk pangan dapat menjadi
sumber kontaminasi. Kontaminasi terhadap produk pangan dari bahan kemasan
dapat menyebabkan perubahan warna, aroma atau citarasa, bahkan dapat
menyebabkan produk pangan menjadi tidak aman dikonsumsi. Beberapa komponen
bahan kemasan diketahui bersifat toksik.
Bahan kemasan, baik bahan logam, maupun bahan lain seperti plastik, gelas,
kertas dan karton harus memenuhi 6 persyaratan utama sebagai bahan kemasan,
yaitu:
a. Menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap
kotoran dan kontaminasi lainnya.
b. Melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air, oksigen
dan penyinaran (cahaya).
ISBN 978-602-17415-0-4
14
c. Mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis khususnya dalam proses
pengemasan, yaitu selama
penempatan bahan pangan ke dal am kemasan
kemasan.
d. Mempunyai
kemudahan dalam membuka atau menutup dan
jugam
memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan dan di stribusi.
e. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar
yang ada, mudah dibuang, dan mudah dibentuk atau dicetak.
f. Menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas dan makanan di
dalamnya agar dapat membantu promosi atau penjualan.
Persyaratan tersebut di atas tentu saja tidak dapat seluruhnya dipenuhi oleh
bahan kemasan alami, karena itu dengan bantuan teknologi dapat diciptakan bahan
kemasan sintetik yang dapat memenuhi sebagian besar dari persyaratan minimal
yang diperlukan. Bahan kemasan sintetik produk pangan yang baik harus memenuhi
sifat-sifat atau kriteria: (1) tidak toksik, (2) berfungsi sebagai barier terhadap air, (3)
barier terhadap oksigen, (4)
barier terhadap mikroba, (6) mencegah kehilangan
produk, (7) mudah dibuka atau ditutup, (8) tidak merusak lingkungan, (9) memenuhi
kebutuhan ukuran, bentuk, dan berat, (10) cocok dengan produk pangan yang
dikemas.
Mutu bahan pangan yang akan dikemas perlu dipertimbangkan, karena
bahan pangan merupakan
media yang baik
mikroorganisme, disamping itu
bagi tumbuh dan berkembangnya
perlu diketahui metoda pengolahan
yang
telah
dialami dan kondisi penyimpanan yang diperlukan untuk mempertahankan mutu.
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu kemungkinan masuknya komponen
beracun dari bahan kemasan ke dalam bahan pangan dan pemindahan bau dan
bahan kemasan ke dalam bahan pangan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan,
yaitu: etika, sifat produk, analisis pasar, kemasan saingan, kepentingan konsumen,
kemasan ekspor.
1. Etika.
Pengemasan dituntut untuk memberi informasi yaitu: Kemasan harus memberi
kesan yang jujur tentang isinya, tidak boleh meniru desain kemasan pihak lain,
tidak membuat desain kemasan yang berlebihan sehingga harganya mahal. Bagi
bahan pangan, biaya untuk kemasan umumnya lebih kurang 20% dari harga
ISBN 978-602-17415-0-4
15
jualnya, tergantung
dari ti ngkat kemudahan
yang
diperoleh konsumen dari
kemasan tersebut.
2. Sifat produk
Kemasan harus disesuaikan dengan sifat bahan pangan yang akan dikemas,
karena itu pengenalan yang seksama terhadap sifat bahan yang akan dikemas
merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam merencanakan kemasan.
3. Analisis pasar
Dalam merancang kemasan diperlukan
pemasaran dan selera konsumen.
pusat-pusat
perbelanjaan
data yang
Iengkap tentang cara
Misalnya produk yang
(swalayan)
dan
stratum
berpenghasilan tinggi perlu dir ancang kemasan yang
akan dipasarkan di
konsumen
yang
sesuai dengan kondisi
tersebut.
4. Kemasan saingan
Sebelum sampai pada desain terahir, suatu model kemasan perlu diuji coba di
pasar dengan menampilkannya diantara kemasan lain (saingan) yang sudah ada.
5. Kepentingan konsumen
Sejauh mungkin harus diupayakan agar dapat memenuhi kepentingan konsumen
dari segi praktis mau pun psikologis, yaitu dengan menjelaskan tentang cara
pemakaian produk, komposisi, batas waktu kadalu warsa, cara penyimpanan dan
lain-lain.
6. Kemasan ekspor
Kemasan ekspor menghendaki persyaratan yang berbeda dengan kemasan untuk
dalam negeri, karena memerlukan kekuatan dan daya proteksi yang lebih besar,
disamping itu persyaratan lainnya seperti hukum, bea cukai, selera dan
kesenangan konsumen yang berbeda.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas perlu diperhatikan beberapa faktor
penentu dalam merancang suatu kemasan, yaitu : penampakan, proteksi, fungsi,
harga dan hal -hal yang berkenaan dengan penanganan kemasan setelah produk
dikonsumsi; antara lain pendauran ulang, pencemaran lingkungan (biodegradable)
dan Pengetahuan terhadap bahan kemasan menjadi sangat penting bagi produsen
dan konsumen. Produsen membutuhkan pengetahuan bahan kemasan yang dapat
melindungi produk yang dihasilkan, membuat produk lebih menarik, ekonomis, dan
aman. Konsumen perlu mengetahui bahan kemasan yang mampu mempertahankan
mutu produk, dan aman.
ISBN 978-602-17415-0-4
16
Pengemasan diperlukan sesuai dengan kondisi lingkungan bahan makanan
dari saat pengemasan hingga konsumen, sehingga pengemasan mempunyai fungsi
sebagai berikut: penghalang kontaminan seperti debu, kotoran, dan kontaminan lain
termasuk mikrobiologis ; mencegah kehilangan nutrien, penyusutan produk dan
kerusakan, misalnya karena bocor ; melindungi produk dari kerusakan fisik, kemis
karena pengaruh yang merugikan, misalnya cahaya/sinar, insekta dan rodensia ;
melindungi dan memfasilitasi penanganan dan transportasi selama distribusi dan
pemasaran ; membantu pelanggan, dan konsumen dalam mengidentifikasi bahan
makanan dan menginstruksikan mereka tentang bagaimana menggunakan produk
dengan benar, dan ; meningkatkan daya tarik konsumen untuk membeli.
3.2. KLASIFIKASI KEMASAN
Kemasan dapat digolongkan berdasarkan berbagai hal antara lain: Frekuensi
Pemakaian, Struktur Sistem Kemasan,Sifat Kekakuan Bahan Kemasan, Sifat
Perlindungan Terhadap Lingkungan, Dan Tingkat Kesiapan Pakai.
3.2.1 Klasifikasi Kemasan Berdasarkan Frekuensi Pemakaian.
Berdasarkan frekuensi pemakaian, maka kemasan dibagi menjadi beberapa
macam, yaitu :
a. Kemasan sekali pakai (disposable), yaitu kemasan yang langsung dibuang
setelah satu kali pakai. Contohnya bungkus plastik untuk es, bungkus permen
dan kertas, bungkus yang berasal dari daun-daunan, kaleng hermetis, karton
dus.
b. Kemasan yang dapat dipakai berulang kali (multi trip), seperti beberapa jenis
botol minuman (limun, bir, minuman ringan), botol kecap. Kemasan-kemasan
ini umumnya tidak dibuang oleh konsumen, akan tetapi dikembalikan lagi pada
agen penjual untuk kemudian dimanfaatkan ulang oleh pabrik.
c. Kemasan yang tidak dibuang atau dikembalikan oleh konsumen (semi
disposable).
Kemasan-kemasan
tersebut
biasanya
digunakan
untuk
kepentingan lain di rumah konsumen, setelah dipakai, seperti beberapa jenis
botol, kemasan dan kaleng (susu, makanan bayi).
3.2.2. Klasifikasi Kemasan Berdasarkan Struktur Sistem Kemasan.
Berdasarkan letak atau kedudukan suatu bahan kemasan di dalam sistem
kemasan keseluruhan dapat dibedakan atas :
ISBN 978-602-17415-0-4
17
a. Kemasan primer, yaitu apabila bahan kemas langsung mewadahi
atau
membungkus bahan pangan (kaleng susu, botol minuman, bungkus tempe).
b. Kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi
kelompok-kelompok kemasan lainnya, seperti halnya kotak karton untuk
kemasan susu dalam kaleng, kotak kayu untuk kemasan buah-buahan yang
sudah dibungkus, kerangjang tempe dan sebagainya.
c. Kemasan tersier, kuaterner, yaitu apabila masih diperlukan lagi pengemasan
setelah kemasan primer, sekunder, dan tersier (untuk kemasan kuaterner).
Umumnya digunakan sebagai pelindung selama pengangkutan.
Kemasan sekunder, tersier dan kuartener umumnya digunakan sebagai
pelindung selama pengangkutan dari pabrik sampai ke konsumen (kemasan pe
ngangkutan). Sedangkan kemasan primer, yaitu kemasan untuk produk yang dibeli
oleh konsumen (kemasan konsumen).
Kemasan pengangkutan secara umum terdiri dari tujuh tipe, yaitu :
a. Peti atau krat yang terbuat dari kayu atau plywood.
b. Kotak yang terbuat dari kayu, plywood dan baja.
c. Drum yang terbuat dari besi dan alumunium.
d. Drum yang terbuat fibre board.
e. Peti yang terbuat dari fibre board yang padat dan bergelombang.
f. Kantung yang terbuat dari tekstil (yute, katun, linen), kertas dan plastik.
g. Karung dan keranjang.
Kemasan konsumen secara umum dikelompokan menjadi:
a. Kaleng dengan penutupan double seamer.
b. Botol dan stoples gelas.
c. Kemasan plastik dengan berbagai macam bentuk yang kaku dan agak kaku.
d. Tabung yang terbuat dari logam maupun plastik.
e. Kotak yang terbuat dari kertas tebal dan karton yang kaku dan dapat dilipat.
f. Kemasan dari paper pulp dengan bermacam-macam bentuk.
g. Kemasan yang fleksibel yang terbuat dari kertas paper board, plastik tipis,
foils, laminats yang digunakan untuk membungkus, kantung, amplop, sachet,
pelapis luar dan lain-lain.
3.2.3. Klasifikasi Kemasan Berdasarkan Sifat Kekakuan Bahan Kemasan.
Bentuk kemasan berdasarkan kekerasannya terbagi atas : Kemasan kaku
(rigid), kemasan semi kaku (semi rigid) dan kemasan lentur (flexible).
ISBN 978-602-17415-0-4
18
a. Kemasan fleksibel, yaitu bila bahan kemas mudah dilenturkan tanpa adanya
retak atau patah. Bahan kemas pada umumnya tipis, misalnya : plastik, kertas,
foil.
b. Kemasan kaku, yaitu bila bahan kemas bersifat keras, kaku, tidak tahan
lenturan, patah bila dipaksa dibengkokkan. Relatif lebih tebal daripada kemasan
fleksibel, misalnya : kayu, gelas dan logam.
c. Kemasan semi kaku atau semi fleksibel, yaitu bahan kemas yang memiliki sifatsifat antara kemasan fleksibel dan kemasan kaku, seperti botol plastik (susu,
kecap, saus) dan kemasan bahan yang terbentuk pasta.
3.2.4. Klasifikasi Kemasan Berdasarkan Sifat Perlindungan Terhadap
Lingkungan.
Berdasarkan sifat perlindungan terhadap lingkungan terdapat 3 tipe kemasan,
yaitu
a. Kemasan hermetis (tahan uap dan gas), yaitu kemasan yang secara sempurna
tidak dapat dilalui oleh gas, udara maupun uap air. Selama masih hermetis
maka kemasan tersebut juga tidak dapat dilalui oleh bakteri, ragi, kapang dan
debu. Kemasan-kemasan yang biasanya digunakan untuk pengemasan secara
hermetis adalah kaleng dan botol gelas, tetapi penutupan atau penyumbatan
yang salah dapat mengakibatkan kemasan tidak lagi hermetis. Kemasan
fleksibel tidak selalu hermetis, karena beberapa diantaranya dapat ditembus
uap air atau gas. Kemasan hermetis masih bisa memberikan bau (odor) yang
berasal dari kemasan itu sendiri, misalnya pada kemasan kaleng yang tidak
berenamel.
b. Kemasan tahan cahaya, yaitu kemasan
yang tidak bersifat transparan
(kemasan logam, kertas, foil). Botol atau kemasan gelas dapat dibuat gelap
atau keruh. Kemasan tahan cahaya sangat cocok untuk bahan pangan yang
mengandung lemak dan vitamin yang tinggi, serta makanan yang difermentasi
(cahaya dapat mengaktifkan reaksi kimia dan aktifitas enzim).
c. Kemasan tahan suhu tinggi, jenis kemasan ini digunakan untuk bahan pangan
yang memerlukan proses pemanasan, sterilisasi atau pasteurisasi. Umumnya
kemasan logam dan gelas. Kemasan fleksibel pada umumnya tidak tahan
panas. Perlu diperhatikan agar perbedaan suhu antara bagian dalam dan
bagian luar khususnya untuk kemasan logam tidak melebihi 45°C.
ISBN 978-602-17415-0-4
19
3.2.5. Klasifikasi Kemasan Berdasarkan Tingkat Kesiapan Pemakaian.
Tipe kemasan berdasarkan tingkat kesiapan pakai terbagi dalam :
a. Kemasan siap pakai, yaitu bahan kemas yang siap untuk diisi dengan bentuk
yang telah sempurna sejak keluar dari pabrik. Contohnya adalah botol,
kemasan kaleng dan sebagainya.
b. Kemasan siap dirakit atau disebut juga kemasan lipatan, yaitu kemasan yang
masih memerlukan tahap perakitan sebelum pengisian, misalnya kaleng yang
keluar dari pabrik dalam bentuk lempengan (flat) atau silinder fleksibel,
kemasan yang terbuat dari kertas, foil atau plastik. Keuntungan kemasan siap
dirakit adalah penghematan ruang dalam pengangkutan serta kebebasan dalam
menentukan ukuran.
Untuk kemasan sosis dan permen saat ini dapat dijumpai sejenis kemasan
yang disebut
edible. Jenis kernasan ini berasal dan pati, gelatin atau gum
sehingga bisa langsung dimakan dengan produk yang dibungkusnya.
3.3.
RANGKUMAN
Secara ringkas pengemasan mempunyai fungsi antara lain: (1) pengawetan,
(2) proteksi terhadap kerusakan fisik, kimia, biologi (3) proteksi terhadap kontaminasi
fisik, kimia, biologi, (4) memudahkan distribusi, dan (5) pengenalan produk. Bahan
kemasan sintetik produk pangan yang baik harus memenuhi sifat-sifat atau kriteria:
(1) tidak toksik, (2) berfungsi sebagai barier terhadap air, (3) barier terhadap oksigen,
(4) barier terhadap mikroba, (6) mencegah kehilangan produk, (7) mudah dibuka
atau ditutup, (8) tidak merusak lingkungan, (9) memenuhi kebutuhan ukuran, bentuk,
dan berat, (10) cocok dengan produk pangan yang dikemas. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan, yaitu: etika,
sifat produk,
analisis pasar, kemasan saingan, kepentingan konsumen, dan kemasan ekspor.
Produsen membutuhkan pengetahuan bahan kemasan yang dapat melindungi
produk yang dihasilkan, membuat produk lebih menarik, ekonomis, dan aman.
Konsumen perlu mengetahui bahan kemasan yang mampu mempertahankan mutu
produk dan aman.
Kemasan dapat digolongkan berdasarkan berbagai hal antara lain: frekuensi
pemakaian, struktur sistem kemasan,sifat kekakuan bahan kemas, sifat perlindungan
terhadap lingkungan, dan tingkat kesiapan pakai. Berdasarkan frekuensi pemakaian,
maka kemasan dibagi menjadi beberapa macam, yaitu: kemasan sekali pakai
ISBN 978-602-17415-0-4
20
(disposable), kemasan yang dapat dipakai berulang kali (multi trip), dan kemasan
atau kemasan yang tidak dibuang atau dikembalikan oleh konsumen (semi
disposable). Berdasarkan letak atau kedudukan suatu bahan kemas di dalam sistem
kemasan keseluruhan dapat dibedakan atas: kemasan primer, kemasan sekunder,
dan kemasan tersier, kuaterner, dsb. Bentuk kemasan berdasarkan kekerasannya
terbagi atas: Kemasan kaku (rigid), kemasan semi kaku (semi rigid) dan kemasan
lentur (flexible). Berdasarkan sifat perlindungan terhadap lingkungan terdapat 3 tipe
kemasan, yaitu kemasan hermetis (tahan uap dan gas), kemasan tahan cahaya, dan
kemasan tahan suhu tinggi. Tipe kemasan berdasarkan tingkat kesiapan pakai
terbagi dalam: kemasan siap pakai dan kemasan siap dirakit atau disebut
juga
kemasan lipatan.
3.4.
LATIHAN
1. Sebutkan fungsi-fungsi pengemasan bahan pangan?
2. Sebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan?
3. Jelaskan dengan singkat dan tepat klasifikasi kemasan berdasarkan sifat
perlindungan terhadap lingkungan!
4. Apakah kemasan edible itu? Sebutkan aplikasinya dalam pengemasan pangan
dan farmasi yang saudara ketahui!
ISBN 978-602-17415-0-4
21
BAB IV
JENIS-JENIS BAHAN KEMASAN
Indikator Keberhasilan:
Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat
mengenal jenis-jenis bahan kemasan.
Bila diperhatikan di pasaran maka untuk jenis produk yang berbeda umumnya
jenis bahan kemasan yang digunakan berbeda pula, meskipun ada pula jenis produk
yang sama maka jenis bahan kemasan yang digunakan bisa lebih dari satu jenis.
Menurut BPOM RI (2007), kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk
mewadahi dan/atau membungkus pangan baik yang bersentuhan langsung dengan
pangan maupun tidak. Sebagai contoh: produk susu bubuk, ada yang dikemas
langsung dalam
aluminium foil, ada juga setelah dikemas dalam aluminium foil
kemudian dikemas lagi dalam kardus, tetapi ada pula susu bubuk yang dikemas
dalam kaleng. Contoh lain: produk keripik atau chips, produk ini ada yang dikemas
dalam kantong plastik, ada pula yang dikemas dalam aluminium foil, ada juga
setelah dikemas dalam aluminium foil kemudian dikemas lagi dalam kardus, tetapi
ada pula yang dikemas dalam kaleng yang terbuat dari kertas dengan diberi lapisan
plastik tipis.
Menurut Griffin et al. (1985), bahan kemasan dikelompokkan menjadi empat,
yaitu:
1. Keramik, yang termasuk dalam kelompok jenis ini adalah bahan-bahan dari gelas
dan keramik.
2. Logam, termasuk plat/ lempengan timah (tinplate) dan aluminium.
3. Bahan alami (dari tanaman), seperti: kayu, serat tanaman dan karet.
4. Plastik.
4.1.
KERAMIK
Keramik diartikan sebagai bahan yang berasal dari partikel tanah termasuk
dari pasir dan lempung. Menurut BPOM RI (2007), keramik adalah barang yang
dibuat dari campuran bahan anorganik yang umumnya terbuat dari tanah liat atau
mengandung silikat kadar tinggi dan ke dalamnya dapat ditambahkan bahan organik
melalui proses pembakaran. Bahan kemasan dari keramik merupakan bahan
ISBN 978-602-17415-0-4
22
kemasan tertua. Umumnya bahan kemasan tersebut dalam bentuk botol, guci, pot
atau vas bunga. Untuk fermentasi pada pembuatan kecap dan tauco biasanya
digunakan kemasan yang berasal dari tanah lempung. Biasanya guci juga digunakan
untuk kemasan minuman beralkohol.
4.2.
GELAS/KACA
Menurut BPOM RI (2007), gelas adalah campuran pasir dengan soda abu
(serbuk mineral/pasir putih dengan titik leleh rendah), batu kapur dan pecahan atau
limbah atau gelas yang didaur ulang. Bahan gelas terbuat dari 10% tanah lempung,
15% soda abu dan pasir silika sekitar 75%, kadang- kadang digunakan pula sedikit
tambahan aluminium oksida, kalium oksida, magnesium oksida dan dicairkan pada
suhu 1540 OC.
Pembentukan menjadi berbagai bentuk kemasan dari gelas ini dilakukan pada
saat adonan masih dalam kondisi semi padat, sehingga memudahkan pembentukan
sesuai dengan keinginan (Griffin et al, 1985). Adapun bagian-bagian dari botol dapat
dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 2. Bagian-bagian botol
Kemasan atau bahan kemasan dari bahan gelas umumnya digunakan untuk
mengemas bahan cair seperti parfum, bahan kosmetik (pelembab dan pembersih
wajah), pickle (asinan), jam (selai), jelly dan lain-lain. Saat ini juga banyak digunakan
untuk mengemas produk-produk padat untuk hiasan ruangan, contoh beberapa
macam biji-bijian dikemas dalam satu botol gelas yang sama, biasanya produk ini
untuk hiasan atau ornament penataan meja makan. Gambar berikut ini merupakan
beberapa contoh produk dengan menggunakan kemasan botol dari bahan gelas.
ISBN 978-602-17415-0-4
23
Pengemasan bahan/produk dengan menggunakan bahan gelas, memiliki
beberapa keuntungan, yaitu: bersifat inert terhadap bahan kimia, jernih/transparan,
tahan terhadap tekanan dari dalam, tahan panas dan relatif murah harganya.
4.2.1. Gelas bersifat inert terhadap bahan kimia
Gelas bersifat inert (lambat bereaksi) terhadap bahan kimia dan hampir tidak
bereaksi dengan bahan/produk yang dikemas. Sifat inert dari bahan gelas memang
relatif, namun hampir setiap bahan gelas tidak bereaksi dan tidak menimbulkan efek
dengan bahan kimia. Kecuali asam hidro orik berbentuk cair dapat bereaksi dengan
cepat pada suhu kamar (Paine dan Paine, 1992). Disamping itu kemasan gelas
dapat digunakan untuk mengemas bahan/produk berbentuk cair, padat dan gas
karena mampu mencegah penguapan, kontaminasi bau atau flavor dari luar.
Pada suhu kamar, air dan larutan dapat bereaksi dengan gelas tetapi
kecepatan reaksinya sangat rendah. Reaksi terjadi akibat adanya ion hydrogen dari
air digantikan oleh natrium dari bahan gelas dalam jumlah yang sama. Akibatnya
membentuk sodium hidroksida sehingga air atau cairan sedikit bersifat basa.
Pada kondisi normal, pembentukan reaksi basa yang sangat kecil tersebut
diabaikan, reaksi makin cepat dengan adanya kenaikan suhu, dan proses sterilisasi
berulang dengan suhu tinggi menyebabkan pembentukan ion sodium semakin tinggi.
Oleh karena itu, untuk produk-produk yang sensitif terhadap basa, seperti obatobatan atau cairan transfus maka digunakan kemasan gelas yang yang diberi
perlakuan sulphating dengan cara memasukkan sulfur dioksida ke dalam bahan
gelas pada suhu 500OC. Dengan demikian gas yang bersifat asam akan cepat
bereaksi dengan sodium pada permukaan bahan gelas membentuk sodium sulfat.
Sodium sulfat akan mudah tercuci oleh air.
Selain bersifat inert terhadap bahan kimia, gelas juga merupakan barrier
(dapat melindungi) penguapan air dan gas. Namun kehilangan uap air dan gas
masih dapat terjadi pada saat terjadi proses penutupan botol gelas.
4.2.2. Gelas memiliki sifat jernih
Bahan kemasan dari gelas memiliki keunggulan karena bahan gelas bersifat
jernih. Dengan demikian pada saat pemasaran produk (terutaman makanan dan
minuman), maka konsumen dapat melihat langsung isi/produk dalam botol/ kemasan
gelas. Untuk produk- produk yang tidak tahan terhadap cahaya, maka digunakan
botol gelas berwarna, umumnya menggunakan warna coklat.
ISBN 978-602-17415-0-4
24
4.2.3. Gelas bersifat kaku/kokoh (rigid)
Sifat kemasan gelas yang kaku/kokoh (rigid) hampir bisa digunakan untuk
mengemas berbagai jenis produk. Hal ini dikarenakan bahan kemasan gelas lebih
mudah dalam penanganannya selama proses pengisian, tahan terhadap tekanan
dari luar. Kemasan gelas juga sangat baik untuk mengemas produk
dengan kondisi vacuum.
Sifat kemasan gelas yang kaku/kokoh (rigid) kurang baik untuk mengemas
produk powder, seperti bedak dan produk cair untuk bahan saniter, seperti sabun
tangan cair, pengharum pakaian cair, lantai cair dan bahan-bahan yang sejenis. Hal
ini dikarenakan kemasan gelas tidak dapat berfungsi sebagai dispenser bagi produkproduk tersebut.
4.2.4. Tahan terhadap tekanan dari dalam
Bahan kemasan gelas memiliki sifat tahan terhadap tekanan dari dalam. Oleh
karena itu kemasan gelas sangat sesuai untuk mengemas minuman berkarbonat,
seperti soft drink, bir dan bahan- bahan yang mengandung aerosol.
4.2.5. Tahan terhadap panas
Ketahanan bahan kemasan terhadap panas merupakan sifat yang penting
selama proses pengemasan. Bahan gelas dapat tahan pada suhu 500
O
C.
Ketahanan gelas terhadap panas ini akan menguntungkan selama proses:
ü Pengisian dalam kondisi panas (hot filling). Pengisian dalam kondisi panas
diperlukan untuk mengemas produk-produk yang berbentuk pasta pada suhu
kamar, seperti selai kacang (peanut butter), atau untuk menghasilkan hasil
kemasan steril. Contoh: pengemasan jam (selai) dilakukan dalam kondisi panas
untuk mencegah pertumbuhan kapang.
ü Pemasakan atau sterilisasi produk dalam kemasan. Bir biasanya dilakukan
pasteurisasi dalam kemasan, dengan demikian untuk mengemas produk ini
digunakan bahan kemasan gelas karena tahan terhadap panas.
ü Sterilisasi kemasan kosong baik menggunakan uap panas maupun udara panas.
Meskipun bahan kemasan gelas dapat tahan terhadap suhu tinggi, namun
perbedaan suhu yang mencolok di dalam dan di luar kemasan dapat menyebabkan
kemasan gelas retak atau pecah. Ketahanan terhadap perbedaan suhu tersebut
dipengaruhi oleh bentuk dan ketebalan kemasan gelas. Adapun kisaran perbedaan
ISBN 978-602-17415-0-4
25
suhu antara di luar dan di dalam kemasan tanpa mengalami retak atau pecah dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. Kisaran Perbedaan Suhu Antara di Luar dan di dalam Kemasan
Tanpa Mengalami Retak atau Pecah
Sumber: Paine dan Paine (1993)
4.2.6. Harga kemasan gelas murah
Harga kemasan gelas relatif murah, karena botol habis pakai masih bisa
digunakan untuk mengemas ulang produk yang sama atau dapat digunakan untuk
mengemas produk lain. Akan tetapi pengemasan dengan bahan gelas juga memiliki
kelemahan karena bahan gelas bersifat transparan maka produk dalam kemasan
harus disimpan pada tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung (untuk
menghindari oksidasi), kemasan gelas relatif berat dan mudah pecah sehingga
diperlukan kemasan sekunder untuk melindunginya, bahan gelas merupakan
konduktor yang buruk sehingga tidak dapat didinginkan dengan cepat. Bahan
kemasan gelas yang mengalami retak atau pecah dapat membahayakan pekerja
maupun konsumen. Misalnya saja kemasan gelas selama proses pengolahan
mengalami pecah, kemudian ada serpihan/potongan kaca kemasan gelas masuk
dalam produk, karena sulit untuk mendeteksi ada tidaknya potongan/serpihan kaca
dalam produk, maka produk tersebut akan sangat berbahaya bila tertelan olah
konsumen.
4.3.
LOGAM
Bahan logam yang dimaksud termasuk bahan kemasan yang menggunakan
bahan tembaga, perak dan emas atau campuran dari bahan-bahan tersebut. Bahan
ISBN 978-602-17415-0-4
26
tersebut dibuat sedemikan rupa sehingga mudah dilakukan pembentukan. Karena
emas dan perak relatif mahal maka digunakan pula bahan dari timah, seng, kuningan
dan besi tahan karat (stainless steel). Bahan kemasan dari stainless steel banyak
digunakan dalam industri pangan karena bahan ini hampir tidak bereaksi dengan
bahan pangan. Bahan stainless steel yang beredar di pasaran juga memiliki berbagai
kualitas, tergantung dari jenis bahan baku yang digunakan. Pemilihan peralatan atau
bahan kemasan dari stainless steel harus hati-hati, karena saat ini banyak peralatan
terbuat dari seng atau logam lain kemudian dilapisi dengan stainless steel. Bahan
demikian biasanya mudah mengalami korosi atau berkarat terutama pada bagian
sambungan atau setelah kontak dengan bahan asam dalam jangka waktu lama.
Keuntungan kemasan kaleng untuk makanan dan minuman:
a) mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi;
b) barrier (pelindung/penahan) yang baik terhadap gas, uap air, jasad renik, debu
dan kotoran sehingga cocok untuk kemasan hermetic;
c) toksisitasnya relatif rendah meskipun ada kemungkinan migrasi unsur logam ke
bahan yang dikemas;
d) tahan terhadap perubahan- perubahan atau keadaan suhu yang ekstrim.
Bentuk kemasan dari bahan logam yang digunakan untuk bahan pangan
yaitu: bentuk kaleng tinplate, kaleng alumunium, bentuk alumunium foil. Kaleng
tinplate banyak digunakan dalam industri makanan dan digunakan sebagai
komponen utama untuk tutup botol atau jars. Kaleng alumunium banyak digunakan
dalam industri minuman. Alumunium foil banyak digunakan sebagai bagian dari
kemasan bentuk kantong bersama-sama/dilaminasi dengan berbagai jenis plastik,
dan banyak digunakan oleh industri makanan ringan, susu bubuk dan sebagainya.
4.4.
ALUMINIUM
Bahan kemasan dari aluminium banyak diaplikasikan sebagai bahan kaleng,
bahan kemasan yang agak kaku dan bahan kemasan yang fleksibel. Contoh bahan
kemasan dari aluminium yang fleksibel adalah aluminium foil. Bahan kemasan dari
aluminium foil memiliki kelebihan karena bersifat impermeable (tidak dapat ditembus)
oleh cahaya, gas, air, bau dan bahan pelarut yang tidak dimiliki oleh bahan kemasan
fleksibel lainnya. Aluminium foil banyak digunakan untuk mengemas produk coklat,
bahan-bahan bakery, produk olahan susu, keripik dan lain-lain.
Aluminium merupakan logam yang memiliki beberapa keunggulan yaitu lebih
ringan daripada baja, mudah dibentuk, tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun,
ISBN 978-602-17415-0-4
27
dapat menahan masuknya gas, mempunyai konduktivitas panas yang baik dan dapat
didaur ulang. Tetapi penggunaan aluminium sebagai bahan kemasan juga
mempunyai kelemahan yaitu kekuatan (rigiditasnya) kurang baik, sukar disolder
sehingga sambungannya tidak rapat akibatnya dapat menimbulkan lubang pada
kemasan, harganya lebih mahal dan mudah berkarat sehingga harus diberi lapisan
tambahan. Reaksi aluminium dengan udara akan menghasilkan aluminium oksida
yang merupakan lapisan film yang tahan terhadap korosi dari atmosfer. Penggunaan
aluminium sebagai kemasan kemasan, menyebabkan bagian sebelah dalam
kemasan tidak dapat kontak dengan oksigen, hal ini menyebabkan terjadinya
pengkaratan di bagian dalam kemasan. Untuk mencegah terjadinya karat, maka di
bagian dalam dari kemasan aluminium ini harus diberi lapisan enamel.
Secara komersial penggunaan aluminium murni tidak menguntungkan,
sehingga harus dicampur dengan logam lainnya untuk mengurangi biaya dan
memperbaiki daya tahannya terhadap korosi. Logam-logam yang biasanya
digunakan sebagai campuran pada pembuatan kemasan aluminium adalah
tembaga, magnesium, mangan, khromium dan seng (pada media alkali).
4.4.1. Aluminium foil
Aluminium foil adalah bahan kemasan berupa logam aluminum yang padat
dan tipis lembaran dengan ketebalan <0.15 mm. Kemasan ini mempunyai tingkat
kekerasan dari 0 yaitu sangat lunak, hingga H-n yang berarti keras. Semakin tinggi
bilangan H-, maka aluminium foil tersebut semakin keras. Ketebalan dari aluminium
foil enentukan sifat protektifnya. Jika kurang tebal, maka foil tersebut dapat dilalui
oleh gas dan uap. Pada ketebalan 0.0375 mm, maka permeabilitasnya terhadap uap
air = 0, artinya foil tersebut tidak dapat dilalui oleh uap air. Foil dengan ukuran 0.009
mm biasanya digunakan untuk permen dan susu, sedangkan foil dengan ukuran 0.05
mm digunakan sebagai tutup botol multitrip.
Sifat-sifat dari aluminium foil adalah hermetis, fleksibel, tidak tembus cahaya
sehingga dapat digunakan untuk mengemas bahan-bahan yang berlemak dan
bahan-bahan yang peka terhadap cahaya seperti margarin dan yoghurt. Aluminium
foil banyak digunakan sebagai bahan pelapis atau laminan. Kombinasi aluminium foil
dengan bahan kemasan lain dapat menghasilkan jenis kemasan baru yang disebut
dengan retort pouch. Syarat-syarat retort pouch adalah harus mempunyai daya
simpan yang tinggi, teknik penutupan mudah, tidak mudah sobek bila tertusuk dan
tahan terhadap suhu sterilisasi yang tinggi.
ISBN 978-602-17415-0-4
28
Retort pouch mempunyai keunggulan dibanding kaleng, yaitu:
a. Memliki luas permukaan lebih besar dibandingkan kaleng dan kemasannya tipis
sehingga memungkinkan terjadinya penetrasi.
b. Memiliki sifat perambatan panas yang lebih cepat dan lebih efisien. Dengan
demikian waktu sterilisasi akan berkurang, maka mutu produk dapat diperbaiki,
karena nilai gizinya lebih tinggi dan sifat- sifat sensori seperti rasa, warna dan
tekstur dapat dipertahankan.
c.
Retort pouch lebih disukai konsumen karena praktis dan awet,
d. Produk yang telah disterilisasi dalam kemasan retort pouch dapat langsung
dikonsumsi tanpa harus dipanaskan.
e. Pemanasan cukup mudah, yaitu dengan cara memasukkan kemasan retort
pouch ke dalam air mendidih selama 5 menit.
f.
Dapat dipanaskan dalam microwave oven.
4.4.2. Penggunaan Aluminium untuk Kemasan Bahan Pangan
Aluminium dapat digunakan untuk mengemas produk buah-buahan dan
sayuran, produk daging, ikan dan kerang-kerangan, produk susu dan minuman.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan kemasan aluminium
adalah :
a. Untuk produk buah. Aluminium yang digunakan untuk mengemas produk buahbuah harus dilapisi dengan enamel untuk mencegah terjadinya akumulasi gas
hidrogen yang dapat menyebabkan terbentuknya gelembung gas dan karat.
Penyimpangan warna pada saus apel yang dikemas dengan aluminium, dapat
dicegah dengan menambahkan asam askorbat.
b. Produk daging. Pengemasan daging dengan kemasan aluminium tidak
menyebabkan terjadinya perubahan warna sebagaimana yang terjadi pada
logam lain. Produk yang mengandung asam amino dengan sulfur seperti daging
dan ikan dapat bereaksi dengan besi dan membentuk noda hitam. Penambahan
aluminium yang dipatri pada kaleng tin plate dapat mencegah pembentukan
noda karat.
c. Ikan dan kerang-kerangan. Pengemasan ikan sarden dalam minyak atau saus
tomat dan saus mustard degan kemasan aluminium yang berlapis enamel, maka
pH nya tidak boleh >3.0, karena jika lebih besar maka enamel tidak dapat
melindungi produk. Pengemasan lobster dengan kaleng aluminium tidak
memerlukan kertas perkamen yang biasanya digunakan untuk mencegah
ISBN 978-602-17415-0-4
29
perubahan warna pada kaleng tinplate.
d. Produk susu. Kemasan aluminium untuk produk susu memerlukan lapisan
pelindung, terutama pada susu kental yang tidak manis. Penggunaan aluminium
untuk produk-produk susu seperti margarin dan mentega bertujuan untuk
melindungi produk dari cahaya dan O2 .
e. Minuman. Pengemasan minuman dengan kemasan aluminium harus diberi
pelapis, epoksivinil atau epoksi jernih untuk bir dan epoksivinil atau vinil
organosol untuk minuman ringan atau minuman berkarbonasi. Pengemasan teh
dengan aluminium yang tidak diberi pelapis dapat menyebabkan terjadinya
perubahan warna dan flavor.
4.5.
KAYU
Kayu umumnya digunakan sebagai container (peti kemas). Kayu banyak
digunakan sebagai peti kemas karena dapat dibuat sesuai dengan ukuran yang
diinginkan, meskipun tidak sekuat peti kemas yang terbuat dari logam (untuk
ketebalan bahan yang sama). Disamping sebagai peti kemas, kayu juga dibuat untuk
kemasan atau kemasan telur, tomat, buaah-buahan dan lain-lain. Kemasan dari kayu
juga masih banyak dijumpai untuk menyimpan bahan-bahan yang akan difermentasi,
dan whey (limbah tahu). Saat ini juga berkembang kemasan produk- produk eksklusif
menggunakan bahan kayu dengan bentuk yang unik dan menarik.
Bahan kayu untuk kemasan ada yang berasal dari papan kayu, triplek atau
dari bahan potongan kayu yang dilem sedemikian rupa sehingga menyerupai papan.
Kayu merupakan bahan kemasan tertua yang diketahui oleh manusia, dan secara
tradisional digunakan untuk mengemas berbagai macam produk pangan padat dan
cair yang sudah dikemas seperti buah-buahan dan sayuran, teh, anggur, bir dan
minuman keras. Kayu juga digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pallet,
peti atau kotak kayu di negara-negara yang mempunyai sumber kayu alam dalam
jumlah banyak. Tetapi saat ini penyediaan kayu untuk pembuatan kemasan juga
banyak menimbulkan masalah karena makin langkanya hutan penghasil kayu.
Penggunaan kemasan kayu baik berupa peti, tong kayu atau pallet sangat
umum di dalam transportasi berbagai komoditas dalam perdagangan internasional.
Pengiriman botol gelas di dalam peti kayu dapat melindungi botol dari resiko pecah.
Kemasan kayu umumnya digunakan sebagai kemasan tersier untuk melindungi
kemasan lain yang ada di dalamnya. Kelebihan kemasan kayu adalah memberikan
perlindungan mekanis yang baik terhadap bahan yang dikemas, memberikan bentuk
ISBN 978-602-17415-0-4
30
tumpukan yang baik. Penggunaan kemasan kayu untuk anggur dan minumanminuman beralkohol dapat meningkatkan mutu produk karena adanya transfer
komponen aroma dari kayu ke produk. Penggunaan peti kayu untuk kemasan teh di
beberapa negara juga masih lebih murah dibandingkan bahan kemasan lain.
Kelemahan dari penggunaan kayu sebagai kemasan adalah pengetahuan
tentang struktur kayu, metode perakitan masih lemah. Hingga saat ini perakitan
kemasan kayu masih dilakukan dengan cara yang sederhana, dan jarang sekali
dilakukan pengamatan terhadap kandungan air kayu, rancang bangun/disain yang
efisien, pengikatan/ pelekatan tidak dengan jenis pengikat dan ukuran yang benar,
sehingga dihasilkan kemasan kayu dengan kekuatan yang rendah. Akibatnya nilai
ekonomis kemasan kayu menjadi rendah.
Walaupun mempunyai kelemahan, tetapi kemasan kayu tetap digunakan pada
industri-industri alat berat dan mesin. Kemasan kayu juga tetap merupakan alternatif
untuk mengemas buah- buahan,sayur-sayuran dan ikan yaitu dengan kemasan kayu
berat- ringan (light-weigh wooden). Peranan kemasan kayu di masa depan masih
tetap baik terutama pada aplikasi pallet, dan merupakan salah satu alernatif penting
disamping kertas dan plastik.
4.5.1. Aplikasi Kemasan Kayu Untuk Bahan Pangan
Kemasan kayu yang berbentuk peti, krat atau tong kayu merupakan bentuk
kemasan yang umum untuk pengangkutan berbagai komoditas dalam perdagangan
inernasional. Penggunaan peti kayu untuk transportasi botol minuman baik untuk
melindungi botol agar tidak pecah. Pengemasan buah segar dalam transportasi
hingga saat ini juga masih banyak dilakukan. Kemasan kayu biasanya digunakan
sebagai kemasan tersier yaitu kemasan yang digunakan untuk mengemas kemasan
lain yang ada di dalamnya.
Tanda atau label pada kemasan kayu harus berisi informasi tentang:
a. Nama barang yang dikemas.
b. Ukuran.
c. Isi (jumlah atau volume bahan).
d. Mutu Kayu.
e. Jenis Kayu.
f. Identitas dan nama perusahaan.
ISBN 978-602-17415-0-4
31
4.5.2. Pallet Kayu
Pallet kayu banyak digunakan untuk transportasi barang dari satu departemen
ke departemen lain dalam suatu perusahaan, atau dari produsen ke konsumen.
Pallet kayu dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: pallet untuk satu kali perjalanan
(expendable pallets) dan pallet yang bersifat permanen atau untuk beberapa kali
perjalanan.
Pallet permanen bisa tahan sampai 15 bulan. Bagian bawah dari pallet kayu
terdiri atas dasar dan kaki kemasan yang biasanya berbentuk datar dan terbuat dari
papan yang tersusun teratur dan memiliki jarak tertentu. Kayu pada pallet
mempunyai minimum 2 kaki penyangga yang sesuai dengan panjang kemasan.
Dasar alas kemasan berupa papan kering dan kuat berukuran tebal. Kaki alas
kemasan bisa dilepas atau diikat bersama kemasannya dengan paku.
4.6.
KERTAS ATAU KARTON
Bahan kertas atau karton banyak digunakan sebagai bahan kemasan. Produk
bakery (kue, roti dan pastry) biasanya dikemas dalam kertas atau karton. Karton
jarang digunakan langsung sebagai bahan kemasan. Biasanya sebelum dikemas
dalam karton, produk pangan dikemas dahulu dalam kemasan plastik, kemasan
kaleng, kemasan botol atau kemasan dalam tetra pack.
Penggunaan karton sebagai kemasan sekunder biasanya ditujukan untuk
melindungi produk dari kerusakan mekanis dan teksis. Disamping itu juga bertujuan
untuk
memudahkan
dalam
proses
pengangkutan
atau
transportasi
dan
penyimpanan.
Kemasan kertas merupakan kemasan
fleksibel yang pertama sebelum
ditemukannya plastik dan aluminium foil. Saat ini kemasan kertas masih banyak
digunakan dan mampu bersaing dengan kemasan lain seperti plastik dan logam
karena harganya yang murah, mudah diperoleh dan penggunaannya yang luas.
Selain sebagai kemasan, kertas juga berfungsi sebagai media komunikator dan
media cetak. Kelemahan kemasan kertas untuk mengemas bahan pangan adalah
sifatnya yang sensitif terhadap air dan mudah dipengaruhi oleh kelembaban udara
lingkungan.
Sifat-sifat kemasan kertas sangat tergantung pada proses pembuatan dan
perlakuan tambahan pada proses pembuatannya. Kemasan kertas dapat berupa
kemasan
fleksibel atau kemasan kaku. Beberapa jenis kertas yang dapat
ISBN 978-602-17415-0-4
32
digunakan sebagai kemasan
fleksibel adalah kertas kraft, kertas tahan lemak
(grease proof). Glassin dan kertas lilin (waxed paper) atau kertas yang dibuat dari
modifikasi kertas- kertas ini. Kemasan-kemasan kertas yang kaku terdapat dalam
bentuk karton, kotak, kaleng
berdrum, cawan-cawan yang tahan air, kemasan
tetrahedral dan lain-lain, yang dapat dibuat dari paper board (kertas berbentuk
papan), kertas laminasi, corrugated board dan berbagai jenis board/papan dari
kertas khusus. Kemasan kertas biasanya dibungkus lagi dengan bahan-bahan
kemasan lain seperti plastik dan foil logam yang lebih bersifat protektif.
4.6.1. Jenis-jenis Kertas
Ada dua jenis kertas utama yang digunakan, yaitu kertas kasar dan kertas
lunak. Kertas yang digunakan sebagai kemasan adalah jenis kertas kasar,
sedangkan kertas halus digunakan untuk buku dan kertas sampul. Kertas kemasan
yang paling kuat adalah kertas kraft dengan warna alami, yang dibuat dari kayu
lunak dengan proses sulfatasi. Ada beberapa jenis kertas, antara lain:
a. Kertas glasin dan kertas tahan minyak (grease proof). Kertas ini dibuat dengan
cara memperpanjang waktu pengadukan pulp sebelum dimasukkan ke mesin
pembuat kertas. Penambahan bahan-bahan lain seperti plasticizer bertujuan untuk
menambah kelembutan dan kelenturan kertas, sehingga dapat digunakan untuk
mengemas bahan-bahan yang lengket. Penambahan antioksidan bertujuan untuk
memperlambat ketengikan dan menghambat pertumbuhan jamur atau khamir.
Kedua jenis kertas ini mempunyai permukaan seperti gelas dan transparan,
mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap lemak, oli dan minyak, tidak tahan
terhadap air walaupun permukaan dilapisi dengan bahan tahan air seperti lak dan
lilin. Kertas glasin digunakan sebagai bahan dasar laminasi.
b. Kertas Perkamen, digunakan untuk mengemas bahan pangan seperti mentega,
margarine, biskuit yang berkadar lemak tinggi, keju, ikan (basah, kering atau
digoreng), daging (segar, kering, diasap atau dimasak), hasil ternak lain, teh dan
kopi. Sifat-sifat kertas perkamen adalah: tahan terhadap lemak, mempunyai
kekuatan basah (wet strength) yang baik walaupun dalam air mendidih,
permukaannya tidak berserat, tidak berbau, tidak berasa, transparan sehingga
sering disebut kertas glasin, tidak mempunyai daya hambat yang baik terhadap
gas, kecuali jika dilapisi dengan bahan tertentu.
c. Kertas lilin merupakan kertas yang dilapisi oleh lilin parafin. Kertas ini dapat
menghambat air, tahan terhadap minyak/oli dan daya rekat panasnya baik. Kertas
ISBN 978-602-17415-0-4
33
lilin digunakan untuk mengemas bahan pangan, sabun, tembakau dan lain-lain.
d. Daur ulang (Container board). Kertas daur ulang banyak digunakan dalam
pembuatan karton beralur. Ada dua jenis kertas daur ulang, yaitu: line board
disebut juga kertas kraft yang berasal dari kayu cemara (kayu lunak) dan
corrugated medium yang berasal dari kayu keras dengan proses sulfatasi.
e. Chipboard dibuat dari kertas Koran bekas dan sisa-sisa kertas. Jika kertas ini
dijadikan kertas maka disebut bogus yaitu jenis kertas yang digunakan sebagai
pelindung atau bantalan pada barang pecah belah. Kertas chipboard dapat juga
digunakan sebagai pembungkus dengan daya rentang yang rendah. Jika akan
dijadikan karton lipat, maka harus diberi bahan- bahan tambahan tertentu.
f. Kertas plastik dibuat karena keterbatasan sumber selulosa. Kertas ini disebut juga
kertas sintetis yang terbuat dari lembaran stirena, mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut: daya sobek dan ketahanan lipat yang baik, daya kaku lebih kecil daripada
kertas selulosa, sehingga menimbulkan masalah dalam pencetakan label, tidak
mengalami perubahan bila terjadi perubahan kelembaban (RH), tahan terhadap
lemak, air dan tidak dapat ditumbuhi kapang, dapat dicetak dengan suhu
pencetakan yang tidak terlalu tinggi, karena polistirena akan lunak pada suhu
800C.
4.6.2. Bentuk kemasan kertas
Bentuk amplop sering digunakan sebagai pembungkus dari kantong kertas.
Kantung kertas dapat dibuat secara sederhana oleh industri rumah tangga, tetapi
dapat juga dibuat secara pabrikasi. Bentuk lain dari kemasan kertas adalah karton
lipat dan kardus. Karton lipat dan kardus merupakan jenis kertas yang populer
karena praktis dan murah. Dalam perdagangan disebut juga folding carton (FC) atau
karton lipat. Bahan yang banyak digunakan untuk membuat karton lipat adalah
cylinder board yang terdiri dari beberapa lapisan, dan bagian tengahnya terbuat dari
kertas-kertas daur ulang, sedangkan kedua sisi lainnya berupa kertas koran murni
dan bahan murni yang dipucatkan. Untuk memperbaiki sifat-sifat karton lipat, maka
dapat dilapisi dengan selulosa asetat dan polivinil klorida (PVC) yang diplastisasi.
Kasein yang dicampurkan pada permukaan kertas akan memberikan permukaan
cetak yang lebih halus dan putih. Keuntungan dari karton lipat adalah dapat
digunakan untuk transportasi, dan dapat dihias dengan bentuk yang menarik untuk
barang-barang mewah. Tetapi kelemahannya adalah kecenderungan untuk sobek di
bagian tertentu. Model dasar yang paling umum dari karton yang terdiri dari :
ISBN 978-602-17415-0-4
34
1) lipatan terbalik (reverse tuck);
2) dasar menutup sendiri (auto-lock bottom;
3) model pesawat terbang (airplane style;
4) model lipatan lurus;
5) model perekatan ujung (seal end);
6) model perkakas dasar (hardware bottom).
Dari keenam model dasar ini dikembangkan model-model lain (Gambar 3 dan
4).
Gambar 3. Pola-pola dasar untuk membuat kemasan karton lipat.
Gambar 4. Model kotak karton lipat dari pengembangan pola dasar
Keterangan:
Garis putus-putus pada Gambar 3 dan 4, menunjukkan letak lipatan.
ISBN 978-602-17415-0-4
35
Pemilihan jenis atau model karton lipat yang akan digunakan sebagai
kemasan, tergantung pada jenis produk yang akan dikemas dan permintaan pasar.
Pengujian mutu kemasan karton lipat dapat berupa uji jatuh bagi kemasan yang
sudah diisi, pengujian tonjolan atau bulge, pengujian kekuatan kompresi dan daya
kaku dalam hubungannya dengan kelembaban udara.
Penggunaan karton tipis (folding box atau cardboard box ) untuk kemasan,
mendapat tambahan bahan-bahan tertentu dan kualitas karton tipis yang dihasilkan
tergantung dari jenis bahan tambahan tersebut. Misalnya: untuk bahan pangan yang
harus selalu dalam keadaan segar yang disimpan dalam lemari es, maka digunakan
karton tipis yang dilapisi Corrugated box (karton kerdus) disebut juga karton
bergelombang atau karton beralur terdiri dari 2 macam corrugated sheet, yaitu:
kertas kraft (kraft liner) untuk lapisan luar dan dalam kertas medium untuk bagian
tengah yang bergelombang.
Jenis karton bergelombang yang paling umum adalah jenis RSC (Regular
Slotted Container) atau kemasan celah teratur. Jenis-jenis kartton bergelombang
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Berbagai jenis kotak karton kerdus
Keterangan :
A = Kemasan Celah Teratur (RSC)
ISBN 978-602-17415-0-4
36
B = Kemasan Celah Terpusat (CSSC)
C = Kemasan Celah TUmpang tindih (FOL)
D = Bliss Box
E = Pembungkus Buku
F = Kotak Laci Tiga
Corrugated box tanpa inner (individual box) digunakan sebagai kemasan
primer untuk mengemas buah dan sayur, ikan beku dan lain-lain. Untuk pengemasan
buah atau sayuran segar, maka pada dinding kotak harus diberi lubang ventilasi.
Penggunaan karton bergelombang pada produk yang dikemas dengan botol gelas
atau plastik dapat memakai partition divider atau pemisah untuk mencegah terjadinya
benturan.
4.7.
PLASTIK
Penemuan
dan
pembuatan
plastik,
pertama
kali
dilaporkan
oleh
Dr.Montgomerie pada tahun 1843, yaitu oleh penduduk Malaya dengan cara
memanaskan getah karet kemudian dibentuk dengan tangan dan dijadikan sebagai
gagang pisau. Pada tahun 1845 J.Peluoze berhasifilm ensintesa sululosa nitrat.
Cetakan bahan plastik yang pertama, dipatenkan oleh J.L.Baldwin pada tangal 11
Februari 1862 yang disebut dengan molds for making daguerreotype cases. Cetakan
ini kemudian digunakan secara luas untuk membentuk bahan-bahan plastik yang
terdiri dari campuran getah karet dengan berbagai bahan pengisi, humektan dan
pemplastik.
Penemuan selulosa nitrat atau seluloid pertama kali dilakukan oleh Dr. John
Wesley Hyatt dari New York yaitu untuk menggantikan bola bilyard yang sebelumnya
erbuat dari gading. Seluloid digunakan juga untuk mainan anak-anak, pakaian, cat
dan vernis, serta film untuk foto. Tahun 1920 Dr. Leo Hendrik Baekeland (Belgia)
menemukan reaksi antara fenol dan formaldehida yang menghasilkan bakelite, dan
penemuan ini dianggap sebagai awal industri plastik. Berbagai jenis bahan kemasan
plastik baru bermunculan sesudah perang dunia kedua usai.
Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam
perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintetis sehingga dapat diperoleh
sifat-sifat plastik yang diinginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi, dan ekstruksi
(Syarief, et al., 1989).
ISBN 978-602-17415-0-4
37
Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni
rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer
yang
akan membentuk
rantai
yang
sangat
panjang.
Bila
rantai
tersebut
dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami
maka disebut amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang
lebih keras dan tegar (Syarief, et al., 1988).
Kemasan plastik dapat berbentuk kemasan kaku maupun kemasan yang
mudah dibentuk atau fleksibel. Untuk mengemas produk padat dan tidak
memerlukan perlindungan khusus maka digunakan plastik yang fleksibel. Contoh
produk yang dikemas menggunakan plastik fleksibel yaitu keripik, tahu, tempe dan
lain- lain. Sedangkan untuk mengemas produk yang memerlukan perlindungan
seperti produk yang berbentuk cair atau pasta maka digunakan plastik yang kaku
namun bisa dibentuk, misalnya kemasan dalam bentuk botol, kotak atau jerigen
plastik.
Kemasan plastik banyak digunakan dengan pertimbangan bahan tersebut
mudah dibentuk sesuai dengan keinginan, tidak bersifat korosif (mudah berkarat),
tidak memerlukan penanganan khusus. Dalam dunia perdagangan dikenal ada
plastik khusus untuk mengemas bahan pangan (food grade) dan plastik untuk
mengemas bahan bukan pangan (non-food grade). Oleh karena itu bila akan memilih
plastik untuk mengemas bahan dan produk pangan maka harus dipilih yang food
grade.
Menurut
Syarief et al (1989), berdasarkan ketahanan plastik terhadap
perubahan suhu, maka plastik dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Thermoplastik, bila plastik meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti
perubahan suhu, bersifat reversible (dapat kembali ke bentuk semula atau
mengeras bila didinginkan).
2. Termoset atau termodursisabel, jenis plastik ini tidak tidak dapat mengikuti
perubahan suhu (tidak reversible). Sehingga bila pengerasan telah terjadi maka
bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan dengan suhu tinggi tidak akan
melunakkan jenis plastik ini melainkan akan membentuk arang dan terurai.
Karena sifat termoset yang demikian maka bahan ini banyak digunakan sebagai
tutup ketel.
4.7.1. Jenis dan Sifat Plastik
4.7.1.1. Politen atau polietilen (PE)
ISBN 978-602-17415-0-4
38
Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan
fleksibel, mempunyai
kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Dengan pemanasan akan
menjadi lunak dan mencair pada suhu 110OC. Berdasarkan sifat permeabilitasnya
yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai ketebalan
0.001 sampai 0.01 inchi, yang banyak digunakan sebagai kemasan makanan,
karena sifatnya yang thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat
kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1970). Jenis plastik ini paling banyak
digunakan dalam industri, karena memiliki sifat mudah dibentuk, tahan bahan kimia,
jernih dan mudah dilaminasi. PE banyak digunakan untuk mengemas buah-buahan
dan sayuran segar, roti, produk pangan beku dan tekstil. Menurut Syarief et al
(1989), polietilen memiliki sifat:
a. Penampakan bervariasi, dari transparan hingga keruh.
b. Mudah dibentuk, lemas dan mudah ditarik.
c. Daya rentang tinggi tanpa sobek.
d. Meleleh pada suhu 1200C, sehingga banyak digunakan untuk laminasi dengan
bahan lain.
e. Tidak cocok untuk digunakan mengemas bahan berlemak atau mengandung
minyak.
f. Tidak cocok untuk mengemas produk beraroma karena transmisi gas cukup
tinggi.
g. Tahan terhadap asam, basa, alcohol dan deterjen.
h. Dapat digunakan untuk menyimpan bahan pada suhu pembekuan hingga -50 OC.
i. Kedap air dan uap air.
Berdasarkan sifat kedap air dan uap air, ada jenis yaitu: HDPE (high-density
polyethylene), MDPE (medium-density polyethylene), LDPE (low-density polyethylene) dan LLDPE (linier low-density polyethylene). HDPE memiliki titik lunak,
maupun sifat-sifat lainnya yang lebih tinggi dibandingkan LDPE. LLDPE umumnya
lebih kuat dibandingkan dengan LDPE, tetapi sifat lainnya sama dengan LDPE.
4.7.1.1.a. Low Density Polyethylen (LDPE)
Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel
dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60OC sangat resisten terhadap
senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang
baik bagi gas- gas yang lain seperti oksigen, sedangkan jenis plastik HDPE
ISBN 978-602-17415-0-4
39
mempunyai sifat lebih kaku, lebih keras, kurang tembus cahaya dan kurang terasa
berlemak.
4.7.1.1.b. High Density Polyethylen (HDPE)
Pada polietilen jenis low density terdapat sedikit cabang pada rantai antara
molekulnya yang menyebabkan plastik ini memiliki densitas yang rendah, sedangkan
high density mempunyai jumlah rantai cabang yang lebih sedikit dibanding jenis low
density. Dengan demikian, high density memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras,
buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Ikatan hidrogen antar molekul juga
berperan dalam menentukan titik leleh plastik (Harper, 1975).
4.7.1.2. Poliester atau Polietilen treptalat (PET)
PET banyak digunakan dalam laminasi (pelapisan), terutama untuk bagian
luar suatu kemasan sehingga kemasan memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap
kikisan dan sobekan. PET banyak digunakan sebagai kantong makanan yang
memerlukan perlindungan, seperti buah kering, makanan beku dan permen. PET
memiliki sifat :
a. Transparan (tembus pandang), bersih dan jernih.
b. Memiliki sifat beradaptasi terhadap suhu tinggi (3000C) yang sangat baik.
c. Permeabilitas uap air dan gas sangat rendah.
d. Tahan terhadap pelarut organic, seperti asam-asam dari buah-buahan, sehingga
dapat digunakan untuk mengemas produk sari buah.
e. Tidak tahan terhadap asam kuat, fenol dan benzyl alkohol.
f. Kuat, tidak mudah sobek. Botol plastik yang menggunakan PET mampu menahan
tekanan yang berasal dari minuman berkarbonat.
4.7.1.3. Polipropilen (PP)
Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga
serupa (Brody, 1972). Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap
yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan
cukup mengkilap (Winarno dan Jenie, 1983).
Monomer polypropilen diperoleh dengan pemecahan secara thermal naphtha
(distalasi minyak kasar) etilen, propylene dan homologues yang lebih tinggi
dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah. Dengan menggunakan katalis
Natta-Ziegler polypropilen dapat diperoleh dari propilen (Birley, et al., 1988).
Polipropilen memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
ISBN 978-602-17415-0-4
40
a. Ringan, mudah dibentuk, transpasan dan jernih dalam bentuk film . Tetapi dalam
bentuk kemasan kaku maka PP tidak transparan.
b. Kekuatan terhadap tarikan lebih besar dibandingkan PE.
c. Pada suhu rendah akan rapuh.
d. Dalam bentuk murni pada suhu 30O C mudah pecah sehingga perlu ditambahkan
PE atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan.
e. Tidak dapat digunakan untuk kemasan beku.
f. Lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga dalam penanganan dan
distribusi.
g. Permeabilitas uap air rendah permeabilitas gas sedang.
h. Tidak baik untuk mengemas produk yang peka terhadap oksigen.
i. Tahan terhadap suhu tinggi sampai 150O C, sehingga dapat digunakan untuk
mengemas produk pangan yang memerlukan proses sterilisasi.
j.
Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak.
k. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzene, silken, toluene, terpentin
asam nitrat kuat.
4.7.1.4. Polistiren (PS)
Polistiren banyak digunakan untuk mengemas buah-buahan dan sayuran
karena memiliki permiabilitas yang tinggi terhadap air dan gas. PS memiliki sifat
umum sebagai berikut:
a. Lentur dan tidak mudah sobek.
b. Titik lebur 88O C, akan melunak pada suhu 90 - 95O C. Tahan terhadap asam dan
basa, kecuali asam pengoksidasi.
c. Akan terurai dengan ester, keton, hidrokarbon aromatik, klorin dan alkoohol
dengan konsentrasi yang tinggi.
d. Memiliki permeabilitas yang sangat tinggi terhadap gas dan uap air, sehingga
sanagt sesuai untuk mengemas bahan-bahan segar.
e. Memiliki afinitas yang tinggi terhadap debu.
f. Baik untuk bahan dasar laminasi dengan logam (aluminium).
4.7.1.5. Polivinil Khlorida (PVC)
PVC banyak digunakan untuk mengemas mentega, margarine, dan minyak
goreng karena tahan terhadap minyak dan memiliki permeabilitas yang rendah
terhadap air dan gas. PVC juga digunakan untuk mengemas perangkat keras
(hardware), kosmetik, dan obat-obatan. Sifat lain dari PVC, yaitu: tembus pandang,
ISBN 978-602-17415-0-4
41
meskipun ada juga yang memiliki permukaaan keruh, tidak mudah sobek dan
memiliki kekuatan tarik yang tinggi.
4.7.1.6. Poliviniliden Khlorida (PVDC)
PVDC ini sifat permeabilitasnya terhadap air dan gas rendah. Sering
digunakan untuk mengemas (wrapping) produk ternak, ham atau produk yang
sejenis termasuk keju. Dapat diseal (direkatkan) dengan panas akan tetapi tidak
stabil bila dipanaskan pada suhu >600C.
4.7.1.7. Selopan
Selopan berasal dari cello = cellulose dan diaphane = transparan). Sellopan
memiliki sifat:
a. Transparan dan sangat terang.
b. Tidak bisa direkatkan dengan panas.
c. Tidak larut dalam air atau minyak.
d. Tidak dapat dilewati oksigen dan aroma.
e. Mudah dilaminasi sebagai pelapis yang baik.
f. Mudah sobek dan pada suhu dingin akan mengkerut.
4.7.1.8. Selulose Asetat (CA)
Selulose asetat memiliki sifat:
a. Sensitif terhadap air.
b. Akan terdekomposisi olah asam kuat, basa kuat alkohol dan ester.
c. Tidak mudah mengkerut bila dekat api.
d. Sangat jernih, mengkilap, agak kaku dan mudah sobek.
e. Terhadap benturan maka selulosa asetat lebih tahan dibandingkan HDPE namun
lebih lebih lemah bila dibandingkan dengan selulosa propionate.
f. Tidak cocok untuk mengemas produk beku karena CA mudah rapuh pada suhu
rendah.
g. Tahan terhadap minyak atau oli.
4.7.1.9. Selulosa Propionat
Selulosa propionate memliki ketahanan terhadap benturan dua kali lebih lebih
besar daripada selulosa asetat, transparan, mudah dibentuk dan akan terurai oleh
asam kuat, basa alkohol, keton dan ester.
4.7.1.10. Etil Selulosa
ISBN 978-602-17415-0-4
42
Etil selulosa memiliki sifat:
a. Stabil pada suhu tinggi.
b. Tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa
c. Tidak dapat menahan uap air dan gas
d. Tidak tahan terhadap pelarut organic
e. Tahan terhadap minyak dan oli,
f. sehingga dapat digunakan untuk
g. mengemas mentega, margarine dan minya
h. Tidak banyak terpengaruh oleh matahari.
4.7.1.11. Metil Selulosa
Metil selulosa banyak digunakan untuk kapsul karena memiliki sifat tahan
terhadap minyak nabati dan hewani, dalam keadaan lembab tidak mudah rapuh.
Akan tetapi bahan ini bila kontak langsung dengan air akan larut, semakin tinggi
suhu maka akan makin banyak yang larut.
4.7.1.12. Nilon atau Polianida (PA)
Nilon atau polianinda memiliki sifat sebagai berikut:
a. Tidak berasa, tidak berbau, dan tidak beracun;
b. Larut dalam asam formal dan fenol;
c. Cukup kedap terhadap gas tetapi tidak kedap uap air;
d. Tahan terhadap suhu tinggi, sehingga sesuai untuk mengemas produk yang
dimasak dalam kemasan seperti nasi instant dan bahan pangan yang mengalami
proses sterilisasi.
e. Dapat digunakan untuk pengemasan vakum/haMAP.
4.7.1.13. Polikarbonat (PC)
Banyak digunakan untuk mengemas jus atau sari buah, bir dan minuman yang
sejenis. PC memiliki sifat:
a) Transparan dan tidak berbau;
b) Sangat kuat dan tahan panas. Cocok untuk produk yang memerlukan proses
sterilisasi;
c) tahan terhadap asam lemah, zat pereduksi atau pengoksidasi, garam, minyak,
lemak dan hidrokarbon alifatik;
d) akan terurai oleh alkali, amin, keton, ester hidrokarbon aromatic, dan beberapa
alkohol.
ISBN 978-602-17415-0-4
43
4.7.1.14. Poli film (Karet Hidrokhlorida)
Sifat dari plio film , yaitu:
a. Tahan terhadap asam, alkali, lemak dan oli. Cocok untuk mengemas daging dan
hasil olahannya.
b. Transmisi gas CO2 cukup tinggi untuk sayuran segar.
c. Tidak dapat menahan gas. Tidak dapat digunakan untuk mengemas produk yang
dipanaskan dalam kemasan.
4.7.1.15. Poliuretan
Poliuretan memiliki sifat tidak berbau, tahan oksidasi, tahan terhadap minyak,
lemak dan kapang. Poliuretan termasuk jenis bahan kemasan yang fleksibel.
4.7.1.16. Politetra Fluoroetilen (PTFE)
Jenis bahan kemasan ini memiliki sifat permukaan licin, bila dipegang seperti
ada lapisan lilin dan memiliki kelebihan untuk saling melekat satu sama lain, tahan
terhadap suhu dari -100 hingga 2000C. Disamping itu jenis kemasan ini inert
terhadap bahan kimia dan tahan terhadap hampir semua jenis bahan kimia.
4.7.2. Pemilihan Kemasan Plastik Untuk Bahan Pangan
Sekarang telah terjadi perubahan permintaan konsumen dan pasar akan
produk pangan, dimana konsumen menuntut produk pangan yang: bermutu tinggi,
dapat disiapkan di rumah, segar, mutu seragam.
Hal ini menyebabkan kemasan plastik merupakan pilihan yanng paling tepat,
karena dapat memenuhi semua tuntutan konsumen seperti di atas. Jenis- jenis
plastik yang ada di pasaran sangat beragam, sehingga perlu pengetahuan yang baik
untuk dapat menentukan jenis kemasan plastik yang tepat untuk pengemasan
produk pangan. Kesalahan dalam memilih jenis kemasan yang tepat, dapat
menyebabkan rusaknya bahan pangan yang dikemas.
Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan sebelum memilih jenis
kemasan adalah: kemasan tersebut harus dapat melindungi produk dari kerusakan
sik dan mekanis, mempunyai daya lindung yang baik terhadap gas dan uap air,
harus dapat melindungi dari sinar ultra violet, tahan terhadap bahan kimia.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ini maka kita dapat menentukan
jenis kemasan yang sesuai dengan produk yang akan dikemas.
4.7.2.1.
Produk Susu
ISBN 978-602-17415-0-4
44
Kemasan plastik yang sesuai untuk produk-produk susu adalah LDPE dan
HDPE. Kemasan yang baik untuk keju harus yang bersifat kedap terhadap uap air
dan gas yang baik, misalnya nilon/ Polietilen, Selulosa, polietilen dan PET/PE.
4.7.2.2. Daging dan Ikan
·
Daging segar dikemas dengan PVC yang permeabilitasnya terhadap uap air dan
gas tinggi.
·
Daging beku dikemas dengan LDPE dan LDPE nilon.
·
Unggas dikemas dengan kantung laminasi dari etilen vinil asetat/polietilen
(EVA/PE).
·
Daging masak dan bacon dengan E/PVDC/PA/PT/PETT atau kemasan vakum.
·
Ikan dan ikan beku dikemas dengan HDPE atau LDPE
4.7.2.3. Produk Roti
·
Roti yang mengandung humektan dikemas dengan kemasan kedap air.
·
Roti yang bertekstur renyah dengan kemasan kedap udara.
·
Cake (bolu) agar tidak kering dan bau apek dikemas dengan selulosa berlapis
atau OPP.
4.7.2.4. Makanan Kering dan Seralia
Untuk makanan kering dan serealia dikemas dengan kemasan kedap uap air
dan gas seperti LDPE berlapis kertas atau LDPE/aluminium foil.
4.7.2.5. Makanan Yang Diolah
•
Untuk makanan yang stabil seperti selai dan acar kemasan yang digunakan
adalah plastik fleksibel dan jika akan diolah lagi digunakan gelas atau kaleng.
•
Konstruksi lapisan yang dibutuhkan untuk retort pouch adalah bahan-bahan
seperti poliester atau poliamida/ aluminium foil/HDPE atau PE- PP kopolimer.
•
Kemasan sekunder yang digunakan untuk distribusi adalah karton
4.7.2.6. Buah dan Sayur Segar
Kemasan yang dipilih adalah kemasan yang mempunyai permeabilitas yang
tinggi terhadap CO2 agar dapat mengeluarkan CO2 dari produk sebagai hasil dari
proses pernafasan. Jenis kemasan yang sesuai adalah polistiren busa seperi LDPE,
EVA, ionomer atau plastik PVC.
4.7.2.7. Kopi
ISBN 978-602-17415-0-4
45
·
Dikemas dengan kemasan haMAP seperti foil atau poliester yang sudah
dimetalisasi dan PE;
·
Untuk kemasan kopi instan digunakan PVC yang dilapisi dengan PVDC, tapi
harganya masih terlalu mahal.
4.7.2.8. Lemak dan Minyak
Digunakan kemasan PVC yang bersih dan mengkilap. Pengemasan mentega dan
margarin dilakukan dengan polistiren
4.7.2.9. Selai dan Manisan
o Dahulu digunakan polistiren dengan pencetakan injeksi.
o Saat ini digunakan PVC berbentuk lembaran
4.7.2.10. Minuman
Untuk minuman berkarbonasi maka dipilih kemasan yang kuat, tahan
tumbukan dan benturan, tidak tembus cahaya dan permeabilitasnya terhadap gas
rendah, sehingga jenis kemasan yang sesuai adalah poliakrilonitril. Untuk minuman
yang tidak berkarbonasi maka dipilih kemasan berbentuk botol yang mengalami
proses ekstrusi yaitu Lamicon yang berasal dari PE dan lamipet (bahan yang
mengandung 95% polivinil asetat saponi liasi).
4.7.2.11. Bahan Pangan lain
Garam dikemas dengan HDPE karena sifat perlindungannya terhadap
kelembaban yang tinggi. Bumbu masak dikemas dengan LDPE yang
fleksibel.
Makanan beku dengan LDPE dan EVA.
4.8.
RANGKUMAN
Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi
dan/atau
membungkus pangan baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun
tidak. Menurut Griffin et al. (1985), bahan kemasan dikelompokkan menjadi empat,
yaitu: keramik, yang termasuk dalam kelompok jenis ini adalah bahan-bahan dari
gelas dan keramik; logam, termasuk plat/ lempengan timah (tinplate) dan aluminium;
bahan alami (dari tanaman), seperti: kayu, serat tanaman dan karet; dan plastik.
Bahan kemasan dari keramik merupakan bahan kemasan tertua. Umumnya bahan
kemasan tersebut dalam bentuk botol, guci, pot atau vas bunga. Pengemasan
bahan/produk dengan menggunakan bahan gelas, memiliki beberapa keuntungan,
yaitu: bersifat inert terhadap bahan kimia, jernih/transparan, tahan terhadap tekanan
dari dalam, tahan panas dan relatif murah harganya. Bentuk kemasan dari bahan
ISBN 978-602-17415-0-4
46
logam yang digunakan untuk bahan pangan yaitu: bentuk kaleng tinplate, kaleng
alumunium, dan bentuk alumunium foil. Aluminium foil adalah bahan kemasan
berupa logam aluminum yang padat dan tipis lembaran dengan ketebalan <0.15 mm.
Alumunium foil banyak digunakan sebagai bagian dari kemasan bentuk
kantong bersama-sama/dilaminasi dengan berbagai jenis plastik, dan banyak
digunakan oleh industri susu bubuk. Penggunaan aluminium untuk produk-produk
susu bertujuan untuk melindungi produk dari cahaya dan O2. Disamping sebagai peti
kemas, kayu juga dibuat untuk kemasan atau kemasan telur, tomat, buaah-buahan
dan lain-lain. Kemasan dari kayu juga masih banyak dijumpai untuk menyimpan
bahan-bahan yang akan difermentasi, dan whey. Kemasan kayu umumnya
digunakan sebagai kemasan tersier untuk melindungi kemasan lain yang ada di
dalamnya. Ada beberapa jenis kertas, antara lain: kertas glasin dan kertas tahan
minyak (grease proof), kertas perkamen, kertas lilin, daur ulang (container board),
chipboard, dan kertas plastik. Menurut Syarief et al (1989), berdasarkan ketahanan
plastik terhadap perubahan suhu, maka plastik dibagi menjadi dua, yaitu:
thermoplastik dan termoset atau termodursisabel. Beberapa jenis plastik yang
umumnya digunakan sebagai kemasan pangan diantaranya: Politen atau polietilen
(PE) terdiri dari Low Density Polyethylen (LDPE) dan High Density Polyethylen
(HDPE); Poliester atau Polietilen treptalat (PET); Polipropilen (PP); Polistiren (PS);
Polivinil Khlorida (PVC); Poliviniliden Khlorida (PVDC); Selopan; Selulose Asetat
(CA); Selulosa Propionat; Etil Selulosa; Metil Selulosa; Nilon atau Polianida (PA);
Polikarbonat (PC);
Poli
film
(Karet Hidrokhlorida);
Poliuretan;
dan Politetra
Fluoroetilen (PTFE). Kemasan plastik yang sesuai untuk produk-produk susu adalah
LDPE dan HDPE. Daging segar dikemas dengan PVC yang permeabilitasnya
terhadap uap air dan gas tinggi. Daging beku dikemas dengan LDPE dan LDPE
nilon.
Daging unggas dikemas dengan kantung laminasi dari etilen vinil
asetat/polietilen (EVA/PE). Daging masak dan bacon dengan PVDC/PA/PT/PETT
atau kemasan vakum.
4.9.
LATIHAN
1. Sebutkan jenis-jenis bahan kemasan pangan beserta kelebihan dan
kekurangannya!
2. Jelaskan kelebihan dari kemasan gelas sebagai kemasan pangan!
3. Jelaskan jenis-jenis kertas yang digunakan sebagai kemasan pangan beserta
karakteristiknya masing-masing!
4. Sebutkan jenis-jenis plastik yang digunakan sebagai bahan kemasan pangan
beserta karakteristiknya masing-masing!
ISBN 978-602-17415-0-4
47
BAB 5
MENGEMAS DAN MEMBUAT LABEL PANGAN (FOOD LABELLING)
PADA KEMASAN PANGAN HASIL TERNAK
Indikator Keberhasilan:
Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat
mengaplikasikan pengemasan dan mengidentifikasi label pangan hasil ternak yang
baik dan benar sesuai karakteristik bahan dan pengolahannya.
5.1.
MENGEMAS PANGAN HASIL TERNAK
5.1.1. Memilih Bahan Kemasan Pangan Hasil Ternak
5.1.1.1.
Bahan Kemasan Pangan Produk Susu
Kemasan produk susu didesain untuk melindungi produk dari kontaminasi
oleh debu atau bakteri dan dari pengaruh sinar/cahaya serta oksigen.
kemasan produk susu dapat berupa plastik, karton, kaleng
dan gelas.
Bahan
Jenis
kemasan produk susu dipilih kemasan gelap karena bersifat tidak tembus cahaya
yang mampu melindungi kestabilan isinya. Untuk kemasan plastik biasanya
menggunakan roll film dan direkat dengan menggunakan heat sealer. Sedangkan
untuk kemasan botol plastik ditutup dengan penutup terbuat dari aluminium foil yang
direkatkan pada mulut botol. Botol gelas dapat ditutup dengan menggunakan sumbat
mahkota dengan menggunakan tekanan dan akan melekat dengan bentuk lipatan
pada mulut botol.
a. Plastik untuk Mengemas Produk Susu
Jenis kemasan plastik yang biasa digunakan untuk mengemas susu adalah
polietilen (PE) dan polistiren (PS) yang bersifat kaku berbentuk botol dan gelas
dilengkapi dengan tutup yang bervariasi seperti dibuat dari karton alumunium foil
yang direkat pada mulut botol, tutup metal bersekrup atau plastik PE dengan sumbat.
Film plastik juga sering digunakan dengan bentuk kemasan kantong.
b. Karton untuk Mengemas Produk Susu
Pengemasan susu dengan karton dalam bentuk kotak yang diberi lapisan
Wax dan plastik polyvinil khlorida (PVC) merupakan kemasan yang praktis dan
menarik dengan berbagai bentuk, yaitu: bata segi empat (Zupack, Tetra Gabled),
ISBN 978-602-17415-0-4
48
tetra
hedral
(Tetra
Pak), dan bentuk kotak dengan bagian atas dilipat (Tetra
Gabled). Susu yang dikemas dalam karton ini menggunakan proses aseptik yaitu
produk dan kemasan
dipanaskan secara terpisah. Metoda pemanasan
digunakan untuk produk
cairan, yaitu
yang
Ultra High Temperatur (UHT) atau High
Temperature Short Time (HTST) sehingga dapat bertahan sampai lebih dari 1 bulan.
Sistem kemasan ini digunakan pula untuk produk cair dari buah -buahan.
c. Kaleng untuk Mengemas Produk Susu
Kaleng digunakan untuk mengemas susu
yang
diproses dengan cara
pemanasan konvensional, dimana pemanasan dilakukan setelah susu dimasukkan
ke dalam kaleng, sehingga diperlukan kemasan yang kuat untuk mempertahankan
produk agar tidak bocor. Jenis kemasan ini juga digunakan untuk produk lainnya
yang menggunakan cara pemanasan konvensional. Kemasan kaleng dengan tutup
alumunium dan plastik digunakan pula untuk susu bubuk dan berbagai produk
tepung lainnya secara aseptik.
d. Gelas untuk Mengemas Produk Susu
Gelas adalah campuran pasir dengan soda abu (serbuk mineral/pasir putih
dengan titik leleh rendah), batu kapur dan pecahan atau limbah atau gelas yang
didaur ulang (BPOM RI). Kemasan gelas dalam bentuk botol yang bermulut lebar
dan tebal digunakan untuk
pengemasan susu cair dan produk susu lainnya seperti
yoghurt. Tutup gelas menggunakan bahan kertas alumunium, plastik polyethilen
(PE), polypropilen (PP) dan karton.
5.1.1.2.
Bahan Kemasan Pangan Produk Daging
Pengemasan daging segar ditujukan untuk mencegah
dehidrasi dan
mencegah masuknya bau dan rasa asing dari luar kemasan, tetapi masih dapat
melewatkan oksigen seperlunya ke dalam kemasan sehingga warna merah cerah
dapat dipertahankan selama penjualan. Harus diperhatikan juga bahwa oksigen juga
dapat menyebabkan ketengikan lemak yang
ada pada daging. Oleh karena itu
selama transportasi daging menggunakan dua macam bahan kemasan. Kemasan
pertama berupa plastik yang memiliki permeabilitas terhadap oksigen yang tinggi
yaitu lebih besar dari 200 ml oksigen/100sq.inch/24 jam/atm. Kemasan pertama ini
dikemas lagi dalam kemasan kedua dan secara bersama-sama dilakukan evakuasi
terhadap kedua kemasan tersebut, ditutup rapat dan dikerutkan dengan pemanasan.
Bila saatnya akan dijajakan, kemasan pertama yang berada di dalam kemasan
ISBN 978-602-17415-0-4
49
kedua
dikeluarkan dan dikerutkan dengan pemanasan. Proses ini mempercepat
transfer oksigen ke dalam daging sehingga warna daging menjadi merah cerah.
Daging segar dikemas dalam plastik PVC atau Selopan yang mempunyai
permeabilitas tinggi, hal ini bertujuan untuk memberikan penampakan daging yang
cerah merah. Sedangkan untuk daging beku dapat dipak dengan plastik LDPE.
Perekat dapat menggunakan heat sealer. Daging unggas dikemas dalam plastik
jenis EVA/PE (etilen vinil asetat/polietilen), sedangkan daging masak/olahan biasa
dikemas dengan plastik kedap gas dan uap air seperti PE/PVDC/PA atau PE/PET.
Di beberapa negara pengemasan daging banyak digunakan kemas vakum.
Cara
pengemasan
daging
segar
pada tingkat
pengecer ialah
menggunakan kombinasi nampan dan plastik pembungkus, yaitu daging diletakkan
pada nampan yang cukup kaku dan dibungkus dengan lembaran plastik
pembungkus. Terdapat dua macam plastik pembungkus yang digunakan, yaitu yang
tidak dapat berkerut dan yang dapat berkerut bila dipanaskan. Hal ini bertujuan agar
daging dapat dikemas dengan ketat. Berikut ini ada beberapa jenis nampan yang
biasa digunakan untuk mengemas daging segar.
a. Meet Packaging Tray
Nampan yang digunakan kebanyakan terbuat dan molded pulp atau karton
tebal. Nampan ini mudah menyerap air, murah dan kaku, tapi mudah menjadi lemas
bila terlalu banyak menyerap air, dan bila dibekukan menyebabkan daging melekat
pada nampan dan tidak tembus pandang. Nampan yang terbuat dari busa
polystyrene (PS) yang berwarna putih dan nampak bersih lebih menarik, namun
tidak dapat menyerap air, karena itu perlu ditambahkan blotter.
Sekarang telah
digunakan pula nampan yang transparan. Beberapa desain nampan yang dipakai
untuk pengemasan daging segar antara lain :
a.1. Juice Trough Design
Nampan ini didesain dengan bentuk persegi yang dilengkapi dengan palungpalung (trough) dan lubang-lubang jendela. Palung-palung ini berfungsi untuk
menampung cairan daging (juice) yang keluar dari daging sehingga dapat terkumpul
di dasar nampan tanpa membasahi dagingnya.
a.2. Moisture Absorption Construction
Nampan ini ditambahkan bahan penyerap air yang dipasang pada dinding
nampan, karena nampan ini terbuat dari plastik yang
ISBN 978-602-17415-0-4
tidak dapat menyerap air.
50
Bahan yang dipakai umumnya polystyrene (PS) yang transparan dan dibuat cukup
kaku dengan dasar transparan sehinga daging yang dikemas dapat mudah terlihat.
a.3. Plastic Foam Tray
Nampan ini terbuat dari busa plastik polystyrene (PS) dengan dasar nampan
yang memungkinkan terjadinya difusi udara dari luar ke dalam kemasan sehingga
seluruh permukaan daging dapat kontak dengan udara.
b. Plastik pembungkus
Plastik cellophan cocok untuk pembungkus daging, agar diperoleh warna
daging yang menarik, karena
kemasan
ini
mempunyai permeabilitas terhadap
oksigen sebesar 5000 ml oksigen/sq.m/24 jam/atm. Lembaran cellophan ini pada
salah satu sisinya dilapisi dengan nitrosellulose agar permeabel terhadap oksigen
dan impermeabel terhadap uap air. Pelapisan kedua sisinya tidak dilakukan sebab
akan menurunkan permeabilitasnya terhadap oksigen.
Plastik cellophan dapat juga dilapisi salah satu sisinya dengan polyethylene
(PE) agar tidak mudah koyak, sehingga pengemasan dapat
cellophan palstik lain
sering digunakan untuk pengemasan
diperketat. Selain
daging
seperti
polyethylene (PE) yang cukup dapat melewatkan oksigen dan dapat menahan uap
air, tetapi plastik ini mempunyai kelemahan yaitu terjadinya kondensasi uap air
disebelah dalam kemasan. Untuk mengatasinya dapat diberikan lubang-lubang
kecil. Kelemahan lainnya ialah kurang kuat dan kurang transparan. Dengan cara
memodifikasi polyethylene (PE) dengan vynyl asetat dapat dihasilkan plastik yang
lebih transparan dan mempunyai permeabilitas terhadap oksigen yang cukup.
Untuk mengemas potongan-potongan daging
yang
lebih besar
dan
bentuknya tidak teratur, digunakan plastik rubber hydro chlorida polypropylene,
irradiated poly ethylene dan polyvinylidine, karena plastik ini dapat berkerut bila
dipanaskan sehingga memberikan kenampakan yang ringkas, mudah penangannya
dan dapat mengurangi kebutuhan plastik.
5.1.1.3.
Bahan Kemasan Pangan Produk Telur
a. Karakteristik telur:
1. Telur secara alami sudah terkemas dengan kulit telurnya;
2. Sangat mudah pecah;
3. Masih melangsungkan proses kehidupan;
ISBN 978-602-17415-0-4
51
4. Refriggerasi dan pelapisan minyak dapat menurunkan respirasi;
5. Mudah rusak oleh kontaminasi bakteri dan kapang;
6. Sensitif pada bau disekelilingnya.
b. Kemasan Telur Utuh
1. Kemasan tradisional ---------- Dus karton lipat untuk 12 telur;
2. Kantung kertas;
3. Kantung plastik fleksibel;
4. Pulpboard box -------- untuk 4 atau 6 butir telur;
5. Kemasan modern ---------- Folding box yang dilengkapi dengan shrink plastik
dibagian atasnya.(PVC, PVDC);
6. Kombinasi karton (bagian atas) dan plastik (wadah telur) dengan bentuk kotak
yang diberi penyekat;
7. Kotak plastik lengkap dengan tutupnya
8. Molded plastic foam egg carton-------- polystyrene
c. Jenis dan bentuk pengemas telur
1. Telur pecah yang dibekukan (Frozen Broken Out Egg)
ü Kontainer besar yang terbuat dari kaleng ukuran besar,drum ukuran kecil,
spiral wound canister,plastic pail
ü PE plastik bags ( untuk bentuk cair --- gambar)
2. Dried Broken Out Eggs (Hasil pengolahan dari telur utuh, kuning telur dan
putih telurny)
ü
Prinsip pengemasannya adalah mencegah kehilangan air dan kontak
dengan oksigen.
ü
Vacum dan gas packaging dalam kaleng atau karton hermitis
5.1.2. Praktek Mengemas Pangan Hasil Ternak
5.1.2.1. Mengemas Pangan Hasil Ternak Secara Manual Dan Semi Manual
a. Menyiapkan bahan dan peralatan berikut ini
Bahan :
Susu Pasteurisasi
Permen susu
Plastik
Botol gelas
Tutup Botol/krop
ISBN 978-602-17415-0-4
52
Alat : Heat Sealer dan Penutup Botol
b. Mengerjakan Prosedur K3 (Keselamatan dan Ketertiban Kerja) berikut ini:
1. Sebelum anda bekerja gunakan pakaian kerja yang bersih, sepatu kerja, dan
gunakan tutup kepala dan sarung tangan.
2. Periksalah kondisi bahan baku dan bahan tambahan. Apakah sudah sesuai
standar dan jumlahnya terpenuhi?
3. Cek kondisi peralatan yang digunakan.
4. Pada saat anda bekerja, bekerjalah dengan hati-hati sehubungan dengan
penggunaan peralatan yang rentan terhadap kerusakan.
5. Pada saat anda bekerja, jagalah ketertiban dan ketenangan di dalam dan
diantara kelompok anda.
6. Setelah selesai bekerja, bersihkan meja kerja, peralatan dan lingkungan
bekerja. Tempatkan kembali peralatan yang digunakan pada tempat
penyimpanan dalam keadaan bersih dan siap digunakan pada kegiatan
berikutnya.
c. Mengerjakan Prosedur Kerja berikut ini:
1. Siapkan alat dan bahan untuk kegiatan belajar seperti kertas, plastik, dan
serta contoh bahan pangan hasil ternak.
2. Lakukan pekerjaan sebagai berikut:
5.1.2.2. Mengemas Permen Susu
Beberapa jenis permen/kembang gula biasanya dibungkus secara manual dengan
menggunakan 2 lapisan. Lapisan bagian dalam menggunakan kertas berlapis
aluminium sedangkan bagian luar menggunakan lapisan plastik. Untuk mengemas
permen susu lakukan prosedur kerja sebagai berikut:
1. Buat potongan kertas dan plastik berukuran 4 x 6 cm.
2. Susun kertas dan plastik membentuk dua lapisan, kertas dibagian atas.
3. Permen diletakkan pada bagian tengah atau diatas kertas.
4. Kedua sisi kertas/plastik disatukan kemudian diputar dengan arah berlawanan.
5.1.2.3.
Mengemas Susu Pasteurisasi dalam Plastik Ukuran 250 ml (Roll Film)
dengan Menggunakan Heat Sealer
1. Siapkan roll plastik atau kantong plastik ukuran kecil.
2. Masukkan 250 ml susu pasteurisasi kedalam kantong plastik terebut.
ISBN 978-602-17415-0-4
53
3. Lakukan penutupan dengan menggunakan heat sealer .
5.1.2.4.
Mengemas Susu Pasteurisasi Dalam Botol Gelas dengan Penutup
Botol
1. Siapkan susu pasteurisasi, botol, tutup botol dan penutup botol.
2. Sterilisasikan botol dan tutupnya dengan cara merebus /mengukus selama 15
menit pada air mendidih.
3. Masukkan susu pasteurisasi ke dalam botol steril.
4. Lakukan penutupan dengan menggunakan penutup botol.
5.2.
LABELISASI PANGAN (FOOD LABELLING) PADA KEMASAN PANGAN
HASIL TERNAK
Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab
merupakan salah satu tujuan penting pengaturan, pembinaan, dan pengawasan di
bidang pangan sebagaimana dikehendaki oleh Undang-undang Nomor 7 Tahun
1996 tentang Pangan. Salah satu upaya untuk mencapai tertib pengaturan dibidang
pangan adalah melalui pengaturan di bidang label dan iklan pangan, yang dalam
prakteknya selama ini belum memperoleh pengaturan sebagaimana mestinya.
Banyaknya pangan yang beredar di masyarakat tanpa mengindahkan
ketentuan tentang pencantuman label dinilai sudah meresahkan. Perdagangan
pangan yang kedaluwarsa, pemakaian bahan pewarna yang tidak diperuntukkan
bagi pangan atau perbuatan-perbuatan lain yang akibatnya sangat merugikan
masyarakat, bahkan dapat mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa manusia,
terutama bagi anak-anak pada umumnya dilakukan melalui penipuan pada label
pangan atau melalui iklan. Label dan iklan pangan yang tidak jujur dan atau
menyesatkan berakibat buruk terhadap perkembangan kesehatan manusia.
Dalam hubungannya dengan masalah label dan iklan pangan maka
masyarakat perlu memperoleh informasi yang benar, jelas dan lengkap baik
mengenai kuantitas, isi, kualitas maupun hal-hal lain yang diperlukannya mengenai
pangan yang beredar di pasaran. Informasi pada label pangan atau melalui iklan
sangat diperlukan bagi masyarakat agar supaya masing-masing individu secara tepat
dapat menentukan pilihan sebelum membeli dan atau mengkonsumsi pangan. Tanpa
adanya informasi yang jelas maka kecurangan-kecurangan dapat terjadi.
ISBN 978-602-17415-0-4
54
Perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab bukan semata-mata
untuk melindungi kepentingan masyarakat yang mengkonsumsi pangan. Melalui
pengaturan yang tepat berikut sanksi-sanksi hukum yang berat, diharapkan setiap
orang yang memproduksi pangan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah
Indonesia untuk diperdagangkan dapat memperoleh perlindungan dan jaminan
kepastian hukum. Persaingan dalam perdagangan pangan diatur supaya pihak yang
memproduksi pangan dan pengusaha iklan diwajibkan untuk membuat iklan secara
benar dan tidak menyesatkan masyarakat melalui pencantuman label dan iklan
pangan yang memuat keterangan mengenai pangan dengan jujur.
Pemerintah menyadari perkembangan teknologi pangan sangat berpengaruh
terhadap pelabelan pangan. Perkembangan tersebut tidak mungkin dicakupi secara
keseluruhan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label
Pangan dan Iklan Pangan. Namun, hal itu tidak mungkin pula untuk dikesampingkan
tanpa membuka peluang untuk pengaturan lebih lanjut. Dalam kondisi yang
demikian, Peraturan Pemerintah ini sekaligus memerintahkan kepada instansi terkait
untuk mengaturnya manakala diperlukan. Sudah barang tentu pengaturannya
disesuaikan dengan lingkup tugas dan kewenangan yang melekat pada instansi
yang bersangkutan.
Tidak hanya masalah yang berhubungan dengan kesehatan saja yang perlu
diinformasikan secara benar dan tidak menyesatkan melalui label dan atau iklan
pangan, namun perlindungan secara batiniah perlu diberikan kepada masyarakat.
Masyarakat Islam merupakan jumlah terbesar dari penduduk Indonesia yang secara
khusus
dan
non
diskriminatif
perlu
dilindungi
melalui
pengaturan
halal.
Bagaimanapun juga, kepentingan agama atau kepercayaan lainnya tetap dilindungi
melalui tanggungjawab pihak yang memproduksi pangan atau memasukkan pangan
ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan bagi keperluan tersebut.
Selain daripada keterangan-keterangan yang wajib dimuat pada label
sebagaimana diinginkan oleh Pasal 30 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun1996
tentang Pangan, diatur juga hal-hal yang sekiranya dapat diinformasikan kepada
masyarakat. Untuk menampung pengaturan tersebut maka pokok-pokok yang
mendasari pengaturan yang berkaitan dengan label tentang nutrisi atau gizi bagi
kepentingan kelompok masyarakat tertentu diatur di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor
69 Tahun 1999 Tentang Label Pangan dan Iklan Pangan. Pengaturan
selanjutnya diserahkan kepada Menteri Kesehatan yang lebih memahami tentang
ISBN 978-602-17415-0-4
55
aspek kesehatan masyarakat, termasuk akibat sampingan pangan tertentu terhadap
kesehatan kelompok masyarakat tertentu.
Sebagaimana telah diuraikan diatas, pengaruh pangan yang dikonsumsi
terhadap kesehatan manusia perlu diwaspadai. Oleh karena itu, iklan tentang
pangan perlu secara khusus diatur dan dikendalikan dengan sebaik-baiknya melalui
Peraturan Pemerintah. Penggunaan anak-anak berusia di bawah lima tahun secara
tegas dilarang untuk mengiklankan pangan yang tidak secara khusus ditujukan untuk
konsumsi oleh mereka. Larangan ini sangat diperlukan untuk menghindarkan anakanak terhadap pengaruh iklan yang bersifat negatif atau menyesatkan yang secara
mudah diterima oleh anak-anak yang secara alamiah belum mampu membedakan
hal-hal yang baik atau yang buruk.
Dengan tidak mengesampingkan pengaturan yang sudah ada dalam
lingkungan Undang-undang yang mengatur tentang Kesehatan, maka Peraturan
Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan sebagai pelaksanaan dari Undangundang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan merupakan pelengkap terhadap
pengaturan yang sudah ada. Tujuan daripada pengaturan tersebut adalah untuk
lebih memperkuat jaminan kepastian hukum bagi masyarakat yang mengkonsumsi
pangan.
Pada akhirnya, keterpaduan tugas di bidang pengawasan dalam pelaksanaan
Peraturan Pemerintah sangat tergantung pada kemampuan aparatur negara untuk
menghindari timbulnya ekses yang tidak diharapkan.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor: Hk 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan menjelaskan bahwa
kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi
dan/atau
membungkus pangan baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun
tidak. Pengertian pangan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indoneasia Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Pangan dan Iklan Pangan adalah
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain
yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan
makanan atau minuman.
Label atau disebut juga etiket adalah tulisan, gambar atau deskripsi lain yang
tertulis, dicetak, distensil, diukir, dihias, atau dicantumkan dengan jalan apapun,
ISBN 978-602-17415-0-4
56
pada wadah atau pengemas. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 7 tahun 1996, PP
No. 69 tahun 1999, dan Keputusan Kepala BPOM RI No. HK 00.05.52.4321 yang
dimaksud dengan label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang
berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan
pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian
kemasan pangan.
PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan mengatur bahwa
setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam
wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan Label pada, di dalam,
dan atau di kemasan pangan. Pencantuman Label dilakukan sedemikian rupa
sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta
terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca. Label
berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan.
Tujuan pelabelan pada kemasan adalah:
1) memberi informasi tentang isi produk yang diberi label tanpa harus membuka
kemasan;
2) sebagai sarana komunikasi antara produsen dan konsumen tentang hal-hal dari
produk yang perlu diketahui oleh konsumen, terutama yang kasat mata atau yang
tidak diketahui secara fisik;
3) memberi petunjuk yang tepat pada konsumen sehingga diperoleh fungsi produk
yang optimum;
4) sarana periklanan bagi konsumen;
5) memberi rasa aman bagi konsumen.
Undang-Undang RI No. 7 tahun 1996, PP No. 69 tahun 1999, dan Keputusan
Kepala BPOM RI No. HK 00.05.52.4321 menyebutkan bahwa pada label kemasan,
khususnya untuk makanan dan minuman, sekurang-kurangnya dicantumkan
keterangan-keterangan berikut:
1. Nama produk.
2. Daftar bahan yang digunakan.
3. Berat bersih atau isi bersih.
4. Nama dan alamat produsen atau memasukkan pangan ke dalam wilayah
Indonesia.
5. Keterangan tentang halal.
6. Tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa.
ISBN 978-602-17415-0-4
57
Selain keterangan-keterangan di atas, untuk pangan olahan tertentu Menteri
Kesehatan telah menetapkan pencantuman keterangan lain yang berhubungan
dengan kesehatan manusia pada label sesuai dengan PP No. 69 tahun 1999. Yang
dimaksud dengan “pangan olahan tertentu” adalah pangan olahan untuk konsumsi
bagi kelompok tertentu, misalnya susu formula untuk bayi, pangan yang diperuntukan
bagi ibu hamil atau menyusui, pangan khusus bagi penderita penyakit tertentu, atau
pangan lain sejenis yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan
kualitas kesehatan manusia.
PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan mengatur bahwa
keterangan dan atau pernyataan tentang pangan dalam Label harus benar dan tidak
menyesatkan, baik mengenai tulisan, gambar, atau bentuk apapun lainnya. Setiap
orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan yang
diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan Label apabila keterangan atau
pernyataan tersebut tidak benar dan atau menyesatkan. Keterangan tidak benar
adalah suatu keterangan yang isinya bertentangan dengan kenyataan sebenarnya
atau tidak memuat keterangan yang diperlukan agar keterangan tersebut dapat
memberikan gambaran atau kesan yang sebenarnya tentang pangan. Keterangan
yang menyesatkan adalah pernyataan yang berkaitan dengan hal-hal seperti sifat,
harga, bahan, mutu, komposisi, manfaat atau keamanan pangan yang meskipun
benar dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai
pangan yang bersangkutan benar dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan
pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan.
Pencantuman pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan dalam
Label hanya dapat dilakukan apabila didukung oleh fakta ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan sesuai peraturan Menteri Kesehatan. Yang dimaksud
dengan pernyataan (klaim) tentang manfaat kesehatan adalah pernyataan bahwa
produk pangan tertentu mengandung zat gizi dan atau zat non gizi tertentu yang
bermanfaat jika dikonsumsi atau tidak boleh dikonsumsi bagi kelompok tertentu,
misalnya untuk anak-anak berusia dibawah umur lima tahun, kelompok lanjut usia,
ibu hamil dan menyusui, dan sebagainya. Yang dimaksud bahwa pernyataan
tersebut hanya dapat dicantumkan pada label atau iklan apabila secara ilmiah hal
tersebut dapat dipertanggungjawabkan adalah, antara lain melalui uji laboratorium
atau uji klinis. Setiap orang dilarang mencantumkan pada Label tentang nama, logo
atau identitas lembaga yang melakukan analisis tentang produk pangan tersebut.
ISBN 978-602-17415-0-4
58
Pada Label dilarang dicantumkan pernyataan atau keterangan dalam bentuk
apapun bahwa pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat. Ketentuan
ini berlaku juga terhadap pangan yang berdasarkan fakta ilmiah bermanfaat bagi
kesehatan, tidak boleh diiklankan sebagai obat.
5.2.1. Bagian Utama Label Pangan
Yang dimaksud dengan “bagian utama label pangan” adalah bagian dari label
yang memuat keterangan paling penting untuk diketahui oleh konsumen. Bagian
utama Label sekurang-kurangnya memuat keterangan-keterangan:
a) nama produk;
b) berat bersih atau isi bersih;
c) nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam
wilayah Indonesia.
Selain ketiga keterangan sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan ini,
maka keterangan tentang halal dapat dicantumkan pada bagian utama label pangan,
agar mudah dilihat dan diketahui oleh masyarakat yang akan membelinya. Bagian
utama Label sekurang-kurangnya memuat tulisan tentang keterangan-keterangan di
atas dengan teratur, tidak berdesak-desakan, jelas dan dapat mudah dibaca.
Dilarang menggunakan latar belakang, baik berupa gambar, warna maupun
hiasan lainnya, yang dapat mengaburkan tulisan pada bagian utama Label. Bagian
utama Label harus ditempatkan pada sisi kemasan pangan yang paling mudah
dilihat, diamati dan atau dibaca oleh masyarakat pada umumnya. Gambar atau logo
pada label tidak boleh menyesatkan dalam hal asal, isi, bentuk, komposisi, ukuran
atau warna. Misalnya:
a) gambar buah tidak boleh dicantumkan bila produk pangan tersebut hanya
mengandung perisa buah,
b) gambar jamur utuh tidak boleh untuk menggambarkan potongan jamur,
c) gambar untuk memperlihatkan makanan di dalam wadah harus tepat dan sesuai
dengan isinya.
Saran untuk menghidangkan suatu produk dengan bahan lain harus diberi
keterangan dengan jelas bila bahan lain tersebut tidak terdapat dalam wadah.
Tulisan pada Label
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 mewajibkan agar label ditulis
dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan atau huruf Latin.
ISBN 978-602-17415-0-4
59
Ketentuan ini berlaku mengikat tidak hanya terhadap pangan yang diproduksi di
dalam negeri, namun berlaku juga terhadap pangan yang dimasukkan ke dalam
wilayah Indonesia untuk diperdagangkan. Tujuan pengaturan ini dimaksudkan agar
informasi tentang pangan dapat dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat, baik
dikota maupun didesa-desa.
Keterangan pada Label, ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa
Indonesia, angka Arab dan huruf Latin. Ketentuan ini dimaksudkan agar pangan
olahan yang diperdagangkan di Indonesia, harus menggunakan label dalam bahasa
Indonesia. Khusus bagi pangan olahan untuk diekspor, dapat dikecualikan dari
ketentuan ini.
Penggunaan bahasa, angka dan huruf selain bahasa Indonesia, angka Arab
dan huruf Latin diperbolehkan sepanjang tidak ada padanannya atau tidak dapat
diciptakan padanannya, atau dalam rangka perdagangan pangan keluar negeri.
Huruf dan angka yang tercantum pada Label harus jelas dan mudah dibaca.
a. Nama Produk dan atau Nama Dagang
Nama produk pangan harus menunjukkan sifat dan atau keadaan yang
sebenarnya. Penggunaan nama produk pangan tertentu yang sudah terdapat dalam
Standar Nasional Indonesia, dapat diberlakukan wajib dengan keputusan Menteri
teknis. Penggunaan nama selain yang termasuk dalam Standar Nasional Indonesia
harus menggunakan nama yang lazim atau umum. Dengan perkembangan teknologi
di bidang pangan maka terdapat produk pangan tertentu yang tidak atau belum
memiliki nama produk, misalnya makanan ringan yang dikenal dengan istilah snacks
seperti chiki, tazzos, dan lain-lain. Oleh karena itu cukup dicantumkan nama jenis
produk pangan yang bersangkutan, seperti makanan ringan. Ketentuan ini hanya
mengijinkan penggunaan bahasa asing secara terbatas, yaitu dalam hal tidak ada
padanannya dalam bahasa Indonesia.
Dalam hal produk pangan telah memenuhi persyaratan tentang nama produk
pangan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, produk pangan yang
bersangkutan dapat menggunakan nama jenis produk pangan yang telah ditetapkan.
Dalam hal nama jenis produk pangan belum ditetapkan dalam Standar Nasional
Indonesia, produk pangan yang bersangkutan dapat menggunakan nama jenis
produk pangan yang ditetapkan oleh Menteri teknis sepanjang memenuhi
persyaratan bagi penggunaan nama jenis produk pangan yang bersangkutan.
ISBN 978-602-17415-0-4
60
Produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar
Nasional Indonesia atau Menteri teknis dilarang menggunakan nama jenis produk
yang diberikan bagi produk pangan yang telah memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.
b. Keterangan tentang Bahan yang Digunakan / Komposisi
Bahan penyusun produk termasuk bahan tambahan makanan yang digunakan
harus dicantumkan secara lengkap. Urutannya dimulai dari yang terbanyak, kecuali
untuk vitamin dan mineral. Beberapa pengecualiannya adalah untuk komposisi yang
diketahui secara umum atau makanan dengan luas permukaan tidak lebih dari 100
cm2, maka ingradien tidak perlu dicantumkan.
Keterangan tentang bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses
produksi pangan dicantumkan pada Label sebagai daftar bahan secara berurutan
dimulai dari bagian yang terbanyak, kecuali vitamin, mineral dan zat penambah gizi
lainnya. Nama yang digunakan bagi bahan yang digunakan dalam kegiatan atau
proses produksi pangan adalah nama yang lazim digunakan.
Dalam hal nama bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi
pangan telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, pencantumannya pada
Label hanya dapat dilakukan apabila nama bahan yang bersangkutan telah
memenuhi Standar Nasional Indonesia. Air yang ditambahkan harus dicantumkan
sebagai komposisi pangan, kecuali apabila air itu merupakan bagian dari bahan yang
digunakan. Dengan mencantumkan jumlah air yang digunakan sebagai campuran
suatu produk pangan maka setiap orang yang akan mengkonsumsi pangan dapat
mengetahui jumlah berat bersih pangan yang bersangkutan. Air atau bahan pada
pangan yang mengalami penguapan seluruhnya selama proses pengolahan pangan,
tidak perlu dicantumkan.
Pencantuman pernyataan pada Label bahwa pangan telah ditambah,
diperkaya atau difortifikasi dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lain tidak
dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan pada saat pengolahan pangan
tersebut,
dan
tidak
menyesatkan.
Penggunaan
kata
“tidak
menyesatkan”
dimaksudkan karena meskipun pengkayaan atau penambahan vitamin, mineral atau
zat gizi benar dilakukan pada saat pengolahan, tetapi pencantuman pernyataan atas
pengkayaan tersebut masih mungkin tetap dapat menyesatkan misalnya dalam hal
untuk
jenis
pangan
yang
bersangkutan
karena
ISBN 978-602-17415-0-4
pola
pengkonsumsiannya,
61
pengkayaan tersebut tidak membawa manfaat apapun bagi konsumen kecuali
manfaat komersial yang diperoleh produsen.
c. Keterangan tentang Berat Bersih atau Isi Bersih
Berat bersih atau isi bersih harus dicantumkan dalam satuan metrik :
a) dengan ukuran isi untuk makanan cair;
b) dengan ukuran ukuran berat untuk makanan padat;
c) dengan ukuran isi atau berat untuk makanan semi padat atau kental.
Pangan yang menggunakan medium cair harus disertai pula penjelasan mengenai
berat bersih setelah dikurangi medium cair. Yang dimaksudkan dengan berat bersih
setelah dikurangi medium cair adalah berat bersih pangan dalam keadaan tidak
dicampuri air (berat setelah ditiris). Label yang memuat keterangan jumlah takaran
saji harus memuat keterangan tentang berat bersih atau isi bersih tiap takaran saji.
d. Keterangan tentang Nama dan Alamat Produsen/Importir/Pengemas
Nama dan alamat pihak yang memproduksi pangan wajib dicantumkan pada
Label. Dalam hal menyangkut pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia,
pada Label wajib pula dicantumkan nama dan alamat pihak yang memasukkan
pangan ke dalam wilayah Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan agar konsumen
dapat memperoleh informasi tentang produsen asal maupun importir pangan yang
bersangkutan di Indonesia. Dalam hal pihak yang memasukkan pangan ke dalam
wilayah Indonesia berbeda dari pihak yang mengedarkannya di dalam wilayah
Indonesia, pada Label wajib pula dicantumkan nama dan alamat pihak yang
mengedarkan
tersebut.
Ketentuan
ini
dimaksudkan
agar
konsumen
dapat
memperoleh informasi yang lengkap, yaitu baik importir maupun distributor pangan
yang bersangkutan.
e. Keterangan Kedaluwarsa
Gambar 6. Contoh Pencantuman Tanggal, Bulan dan Tahun Kedaluwarsa
Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa (Gambar 6) wajib dicantumkan secara
jelas pada Label. Pencantuman tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa dilakukan
ISBN 978-602-17415-0-4
62
setelah pencantuman tulisan “Baik Digunakan Sebelum”, sesuai dengan jenis dan
daya tahan pangan yang bersangkutan.
Meskipun keterangan yang digunakan
adalah kata “baik digunakan sebelum”, namun hal ini tidak mengurangi makna
ketentuan yang menyatakan tentang larangan memperdagangkan pangan yang
melampaui saat kedaluwarsanya. Dalam hal produk pangan yang kedaluwarsanya
lebih dari 3 (tiga) bulan, diperbolehkan untuk hanya mencantumkan bulan dan tahun
kedaluwarsa saja.
Dilarang memperdagangkan pangan yang sudah melampaui tanggal, bulan
dan tahun kedaluwarsa sebagaimana dicantumkan pada Label. Setiap orang
dilarang :
a) menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel kembali pangan yang
diedarkan;
b) menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa pangan yang diedarkan.
Permenkes 180/Menkes/Per/IV/1985 menegaskan bahwa tanggal, bulan dan
tahun kedaluwarsa wajib dicantumkan secara jelas pada label, setelah pencantuman
“baik digunakan sebelum”. Produk pangan yang memiliki umur simpan 3 bulan
dinyatakan dalam tanggal, bulan, dan tahun, sedang produk pangan yang memiliki
umur simpan lebih dari 3 bulan dinyatakan dalam bulan dan tahun. Beberapa jenis
produk yang tidak memerlukan pencantuman tanggal kedaluwarsa:
a) sayur dan buah segar,
b) minuman beralkohol,
c) vinegar/cuka,
d) gula/sukrosa,
e) bahan tambahan makanan dengan umur simpan lebih dari 18 bulan,
f) roti dan kue dengan umur simpan kurang atau sama dengan 24 jam.
f. Keterangan Halal
Gambar 7. Logo Sertifikasi Pangan Halal MUI
ISBN 978-602-17415-0-4
63
Pencantuman tulisan halal (Gambar 4)
diatur oleh keputusan bersama
Menteri kesehatan dan Menteri Agama No. 427/MENKES/SKB/ VIII/1985. Makanan
halal
adalah makanan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang
terlarang/haram dan atau yang
diolah
menurut
hukum-hukum agama Islam.
Produsen yang mencantumkan tulisan halal pada label,
bertanggung jawab
Islam. Saat ini
maka produsen tersebut
terhadap halalnya makanan tersebut bagi pemeluk agama
kehalalan suatu produk
harus melalui suatu prosedur pengujian
yang dilakukan oleh tim akreditasi oleh
LP POM MUI,
BPOM dan Departemen
Agama.
Pencantuman keterangan halal atau tulisan “halal” pada label pangan
merupakan kewajiban apabila pihak yang memproduksi dan atau memasukkan
pangan ke dalam wilayah Indonesia menyatakan (mengklaim) bahwa produknya
halal bagi umat Islam. Penggunaan bahasa atau huruf selain bahasa Indonesia dan
huruf Latin, harus digunakan bersamaan dengan padanannya dalam bahasa
Indonesia dan huruf Latin. Keterangan tentang kehalalan pangan tersebut
mempunyai arti yang sangat penting dan dimaksudkan untuk melindungi masyarakat
yang beragama Islam agar terhindar dari mengkonsumsi pangan yang tidak halal
(haram). Kebenaran suatu pernyataan halal pada label pangan tidak hanya
dibuktikan dari segi bahan baku, bahan tambahan pangan, atau bahan bantu yang
digunakan dalam memproduksi pangan, tetapi harus pula dapat dibuktikan dalam
proses produksinya.
Pencantuman tulisan halal pada dasarnya bersifat sukarela. Namun setiap
orang yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah
Indonesia untuk diperdagangkan menyatakannya sebagai produk yang halal, sesuai
ketentuan ia wajib mencantumkan tulisan halal pada label produknya. Untuk
menghindarkan timbulnya keraguan di kalangan umat Islam terhadap kebenaran
pernyataan halal tadi, dan dengan demikian juga untuk kepentingan kelangsungan
atau kemajuan usahanya, sudah pada tempatnya bila pangan yang dinyatakannya
sebagai halal tersebut diperiksakan terlebih dahulu pada lembaga yang telah
diakreditasi
oleh
Komite
Akreditasi
Nasional
(KAN).
Pemeriksaan
tersebut
dimaksudkan untuk memberikan ketentraman dan keyakinan umat Islam bahwa
pangan yang akan dikonsumsi memang aman dari segi agama.
Lembaga
keagamaan dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia. Pedoman ini bersifat umum,
dan antara lain meliputi persyaratan bahan, proses atau produknya.
ISBN 978-602-17415-0-4
64
5.2.2. Bagian Informasi Label Pangan
a. Nomor Pendaftaran Pangan
Nomor Pendaftaran Pangan adalah nomor yang diberikan bagi pangan olahan
dalam rangka peredaran pangan. Dalam rangka peredaran pangan, bagi pangan
olahan yang wajib didaftarkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, baik produksi dalam negeri maupun yang dimasukkan kedalam
wilayah Indonesia, pada label pangan olahan yang bersangkutan harus dicantumkan
Nomor Pendaftaran Pangan. Nomor pendaftaran untuk produk dalam negeri diberi
kode MD, sedangkan produk luar negeri diberi kode ML.
b. Keterangan tentang Kode Produksi Pangan
Gambar 8. Contoh Kode Produksi Pangan
Kode produksi pangan (Gambar 5) olahan wajib dicantumkan pada Label,
wadah atau kemasan pangan, dan terletak pada bagian yang mudah untuk dilihat
dan dibaca. Kode produksi, sekurang-kurangnya dapat memberikan penjelasan
mengenai riwayat produksi pangan yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan
“riwayat produksi” adalah penjelasan mengenai waktu produksi atau rangkaian mata
rantai produksi.
Kode produksi meliputi: tanggal produksi dan angka atau huruf lain yang
mencirikan batch produksi. Produk-produk yang wajib mencantumkan kode produksi
adalah:
a) produk susu pasteurisasi, sterilisasi, fermentasi dan susu bubuk,
b) makanan atau minuman yang mengandung susu,
c) makanan bayi,
d) makanan kaleng yang dilakukan sterilisasi komersial,
e) daging dan hasil olahannya.
c. Keterangan tentang Cara Penyimpanan dan Cara Penggunaan
Keterangan pada Label tentang pangan olahan yang diperuntukkan bagi
bayi, anak berumur dibawah lima tahun, ibu yang sedang hamil atau menyusui,
ISBN 978-602-17415-0-4
65
orang yang menjalani diet khusus, orang lanjut usia, dan orang yang berpenyakit
tertentu, wajib memuat keterangan tentang peruntukan, cara penggunaan, dan atau
keterangan lain yang perlu diketahui, termasuk mengenai dampak pangan tersebut
terhadap kesehatan manusia.
Gambar 9. Keterangan tentang Cara Penyiapan/Penggunaan Produk
Pada Label untuk pangan olahan yang memerlukan penyiapan dan atau
penggunaannya dengan cara tertentu, wajib dicantumkan keterangan tentang cara
penyiapan dan atau penggunaannya dimaksud (Gambar 6). Pencantuman
keterangan tentang tata cara penyiapan dan atau penggunaan pangan olahan perlu
dilakukan secara jelas dan mudah dimengerti, khususnya mengenai tata urutannya,
agar pangan yang bersangkutan dapat dikonsumsi sesuai dengan tujuannya, serta
untuk menghindari adanya kesalahan dalam penyiapannya. Apabila pencantuman
keterangan tidak mungkin dilakukan pada Label, maka pencantuman keterangan
dimaksud sekurang-kurangnya dilakukan pada wadah atau kemasan Pangan.
Dalam hal mutu suatu pangan tergantung pada cara penyimpanan atau
memerlukan cara penyimpanan khusus, maka petunjuk tentang cara penyimpanan
harus dicantumkan pada label. Informasi tentang cara penyimpanan sangat
diperlukan bagi konsumen, karena kekeliruan pada cara penyimpanan dapat
mempercepat penurunan mutu pangan atau membuat pangan tertentu tersebut
cepat rusak, misalnya untuk pangan yang harus disimpan di tempat yang sejuk akan
mengalami penurunan mutu apabila tidak disimpan di dalam lemari es, atau tidak
disimpan di tempat yang sejuk. Pada Label untuk pangan yang terbuat dari bahan
setengah jadi atau bahan jadi, dilarang dimuat keterangan atau pernyataan bahwa
ISBN 978-602-17415-0-4
66
pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar.
d. Keterangan tentang Informasi Nilai Gizi
Pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada Label
wajib dilakukan bagi pangan yang :
a) disertai pernyataan bahwa pangan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat
gizi lainnya yang ditambahkan ;atau
b) dipersyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di bidang mutu dan gizi pangan, wajib ditambahkan vitamin, mineral, dan
atau zat gizi lainnya.
Gambar 10. Contoh Keterangan tentang Informasi Nilai Gizi
Keterangan tentang informasi nilai gizi pangan (Gambar 7) dicantumkan
dengan urutan :
1. Jumlah keseluruhan energi, dengan perincian berdasarkan jumlah energi yang
berasal dari lemak, protein dan karbohidrat;
2. Jumlah keseluruhan lemak, lemak jenuh, kolesterol, jumlah keseluruhan
ISBN 978-602-17415-0-4
67
karbohidrat, serat, gula, protein, vitamin, dan mineral.
Yang dimaksud dengan jumlah keseluruhan hanya berlaku untuk kalori, lemak dan
karbohidrat. Untuk kalori artinya kalori total yang berasal dari lemak, protein dan
karbohidrat. Untuk lemak artinya lemak total, sedangkan untuk karbohidrat artinya
karbohidrat total.
Tabel 3. Acuan Label Gizi Produk Pangan
Sumber: Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor: HK.00.05.52.6291
Jika pelabelan kandungan gizi digunakan pada suatu pangan, maka pada
Label untuk pangan tersebut wajib memuat hal-hal berikut :
a. ukuran takaran saji;
b. jumlah sajian per kemasan;
c. kandungan energi per takaran saji;
d. kandungan protein per sajian (dalam gram);
e. kandungan karbohidrat per sajian (dalam gram)
ISBN 978-602-17415-0-4
68
f. kandungan lemak per sajian (dalam gram)
g. persentase dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan.
Angka kecukupan gizi atau dikenal dengan istilah
Recomended Dietary
Allowance of Nutrients merupakan pengertian dibidang gizi yang dianut di Indonesia,
yang mendasarkan perhitungannya sesuai dengan pola konsumsi pangan dan
kebutuhan gizi manusia Indonesia sendiri, yang dalam hal ini tidak sama dengan
yang berlaku di negara-negara lain karena adanya perbedaan geografis, pola
makan, dan lain-lain.
Cara menghitung persentase dari angka kecukupan gizi (AKG) yang
dianjurkan sebagai berikut:
Misalnya produk susu sterilisasi untuk orang dewasa setelah dianalisis di
laboratorium ternyata memiliki kandungan protein sejumlah 5 g per kemasan 160 ml.
Persentase dari AKG dari protein dihitung dengan cara:
Lihat dahulu Nilai Acuan Label Gizi Protein untuk Kelompok Konsumen Umum, yaitu
sebesar 60 g, dan rumus untuk menghitung Persentase Gizi dari AKG adalah
.
Kandungan Gizi Pangan
X 100 %
Persentase Gizi dari AKG =
Nilai Acuan Label Gizi Pangan
Persentase Protein dari AKG = 5 g/60 g x 100 %
= 8,333 % ~ 8%
Pencantuman pernyataan pada Label bahwa pangan merupakan sumber
suatu zat gizi tidak dilarang sepanjang jumlah zat gizi dalam pangan tersebut
sekurang-kurangnya 10% lebih banyak dari jumlah kecukupan zat gizi sehari yang
dianjurkan dalam satu takaran saji bagi pangan tersebut. Larangan pencantuman
pernyataan pada label pangan bahwa sesuatu pangan merupakan sumber sesuatu
zat gizi tertentu, kecuali bila jumlah zat gizi dalam pangan tersebut sekurangkurangnya 10% dari jumlah zat gizi harian yang dianjurkan dalam satu takaran saji.
Ketentuan mengenai jumlah minimal dari suatu zat gizi yang diijinkan diatur di dalam
Standar Nasional Indonesia (SNI). Dalam hal belum ada pengaturannya maka
Menteri Kesehatan berwenang untuk menetapkan kadar minimal yang wajib dipenuhi
dalam produksi pangan tertentu. Pencantuman pernyataan pada Label bahwa
pangan mengandung suatu zat gizi lebih unggul dari pada produk pangan yang lain,
dilarang.
ISBN 978-602-17415-0-4
69
5.2.3. Ketentuan Khusus
Tulisan atau pernyataan khusus harus dicantumkan untuk produk-produk
berikut:
a) susu kental manis, harus mencantumkan tulisan : ”Perhatikan, Tidak cocok untuk
bayi”,
b) makanan yang mengandung bahan dari babi harus diulis: ”Mengandung Babi”,
c) susu dan makanan yang mengandung susu,
d) makanan bayi,
e) pemanis buatan,
f) makanan dengan Iradiasi ditulis: PANGAN IRADIASI dan logo iradiasi, dan
g) makanan halal maka tulisan Halal ditulis dalam bahasa Indonesia atau Arab.
Persyaratan umum tentang pernyataan khusus (klaim) yang dicantumkan
pada label kemasan adalah:
a. Tujuan pencantuman informasi gizi untuk memberikan informasi kepada
konsumen tentang jumlah zat gizi yang terkandung (bukan petunjuk berapa harus
dimakan).
b. Tidak boleh menyatakan seolah-olah makanan yang berlabel gizi mempunyai
kelebihan daripada makanan yang tidak berlabel.
c. Tidak boleh membuat pernyataan adanya nilai khusus, bila nilai khusus tersebut
tidak sepenuhnya berasal dari bahan makanan tersebut, tetapi karena
dikombinasikan dengan produk lain. Misalnya sereal disebut kaya protein, yang
ternyata karena dicampur dengan susu pada saat dikonsumsi.
d. Pernyataan bermanfaat bagi kesehatan harus benar-benar didasarkan pada
komposisi dan jumlahnya yang dikonsumsi per hari.
a. Keterangan Tentang Iradiasi Pangan dan Rekayasa Genetika
Pada Label untuk pangan yang mengalami perlakuan iradiasi wajib
dicantumkan logo iradiasi pangan (Gambar 8) dan tulisan PANGAN IRADIASI, tujuan
iradiasi, dan apabila tidak boleh diiradiasi ulang, wajib dicantumkan tulisan TIDAK
BOLEH DIIRADIASI ULANG. Dalam hal pangan yang mengalami perlakuan iradiasi
merupakan bahan yang digunakan dalam suatu produk pangan, pada Label cukup
dicantumkan keterangan tentang perlakuan iradiasi pada bahan yang diiradiasi
tersebut saja. Dengan ketentuan ini tulisan PANGAN IRADIASI tidak perlu
dicantumkan pada produk tersebut, melainkan cukup dengan keterangan pada
ISBN 978-602-17415-0-4
70
bahan yang digunakan itu saja bahwa bahan yang digunakan tersebut telah
mengalami perlakuan diiradiasi.
Gambar 11. Logo Khusus Pangan Iradiasi
Selain pencantuman tulisan tersebut di atas, pada Label dapat dicantumkan
logo khusus pangan iradiasi dan pada Label harus tercantum:
a) nama dan alamat penyelenggara iradiasi, apabila iradiasi tidak dilakukan sendiri
oleh pihak yang memproduksi pangan;
b) tanggal iradiasi dalam bulan dan tahun;
c) nama negara tempat iradiasi dilakukan.
Pada Label untuk pangan hasil rekayasa genetika wajib dicantumkan
tulisan PANGAN REKAYASA GENETIKA. Dalam hal pangan hasil rekayasa genetika
merupakan bahan yang digunakan dalam suatu produk pangan, pada Label cukup
dicantumkan keterangan tentang pangan rekayasa genetika pada bahan yang
merupakan pangan hasil rekayasa genetika tersebut saja. Dengan ketentuan ini
tulisan PANGAN REKAYASA GENETIKA tidak perlu dicantumkan pada produk
tersebut, melainkan cukup dengan keterangan pada bahan yang digunakan itu saja
bahwa bahan yang digunakan tersebut merupakan pangan hasil rekayasa genetika.
Selain pencantuman tulisan tersebut, pada Label dapat dicantumkan logo khusus
pangan hasil rekayasa genetika.
b. Keterangan tentang Pangan Sintetis yang Dibuat dari Bahan Baku Alamiah
Pangan yang dibuat dari bahan baku alamiah dapat diberi label yang
memuat keterangan bahwa pangan itu berasal dari bahan alamiah tersebut, apabila
pangan itu mengandung bahan alamiah yang bersangkutan tidak kurang dari kadar
minimal yang ditetapkan dalam Standardisasi Nasional Indonesia.
Pangan yang dibuat dari bahan baku alamiah yang telah menjalani proses
ISBN 978-602-17415-0-4
71
lanjutan, pada labelnya wajib diberi keterangan yang menunjukkan bahwa bahan
yang bersangkutan telah mengalami proses lanjutan. Pada Label untuk pangan yang
dibuat tanpa menggunakan atau hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah
dilarang
mencantumkan
pernyataan
atau keterangan
bahwa
pangan
yang
bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alamiah.
c. Keterangan tentang Bahan Tambahan Pangan
Untuk pangan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan, pada Label
wajib dicantumkan golongan Bahan Tambahan Pangan. Pencantuman nama
golongan
Bahan
Tambahan
Pangan
diperlukan
agar
setiap
orang
yang
mengkonsumsi pangan secara jelas dapat mengetahui jenis-jenis Bahan Tambahan
Pangan yang dipergunakan.
Dalam hal Bahan Tambahan Pangan yang digunakan memiliki nama Bahan
Tambahan Pangan dan atau kode internasional, pada Label dapat dicantumkan
nama Bahan Tambahan dan kode internasional dimaksud, kecuali Bahan Tambahan
Pangan berupa pewarna. Kewajiban untuk mencantumkan nomor kode internasional
memudahkan bagi setiap orang yang memproduksi ataupun mengkonsumsi pangan
tertentu sekaligus memudahkan pengawasannya. Dalam hal Bahan Tambahan
Pangan berupa pewarna, selain pencantuman golongan dan nama Bahan
Tambahan Pangan, pada Label wajib dicantumkan logo pangan mengandung
pewarna makanan dan indeks pewarna yang bersangkutan.
Pada Label untuk Bahan Tambahan Pangan wajib dicantumkan :
a) tulisan Bahan Tambahan Pangan;
b) nama golongan Bahan Tambahan Pangan; nama Bahan Tambahan Pangan, dan
atau nomor kode internasional yang dimilikinya.
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan persyaratan tentang Label Bahan
Tambahan Pangan diatur oleh Menteri Kesehatan. Peraturan pelaksanaan tersebut,
antara lain mengatur tentang hal-hal sebagai berikut :
1.
Pangan yang mengandung bahan tambahan pangan golongan anti oksidan,
pemanis buatan, pengawet, pewarna dan penguat rasa harus dicantumkan pula
nama bahan tambahan pangan, dan nomor indek khusus untuk pewarna;
2.
Peringatan misalnya konsumsi berlebihan mempunyai efek laksatif;untuk
pemanis
buatan
aspartam
mencantumkan
peringatan
Fenilketonurik:
mengandung fenilalanin; pada label sediaan pemanis buatan dan pangan yang
ISBN 978-602-17415-0-4
72
mengandung pemanis buatan mencantumkan tulisan yang menyatakan bahwa
pangan tersebut untuk penderita diabetes dan atau orang yang membutuhkan
pangan yang berkalori rendah;
3.
Untuk sediaan pemanis buatan kesetaraan kemanisan dibandingkan dengan
gula;
4.
Tulisan mengandung gula dan pemanis buatan, jika pangan tersebut selain
mengandung pemanis buatan juga mengandung gula.
d. Pencantuman Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang pada Kemasan
Pangan dari Plastik
Dalam rangka meningkatkan daya saing industri kemasan, melindungi
kesehatan, keamanan, keselamatan masyarakat dan lingkungan, serta resiko
penggunaan bahan kemasan perlu diatur penggunaan logo tara pangan (Gambar 9)
dan kode daur ulang (Gambar 10) pada setiap kemasan pangan dari plastik.
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah menetapkan Peraturan Menteri
Perindustrian RI No. 24 Tahun 2010 tentang Pencantuman Logo Tara Pangan dan
Kode Daur Ulang pada Kemasan Pangan dari Plastik.
Logo tara pangan adalah penandaan yang menunjukkan bahwa suatu
kemasan pangan aman digunakan untuk pangan, sedangkan kode daur ulang
adalah penandaan yang menunjukkan bahwa suatu kemasan pangan dapat didaur
ulang. Setiap kemasan pangan yang diperdagangkan di dalam negeri, yang berasal
dari hasil produksi dalam negeri atau impor wajib dicantumkan logo tara pangan atau
pernyataan yang menunjukkan kemasan dimaksud aman untuk mengemas pangan
dan kode daur ulang. Kode daur ulang terdiri atas penanda jenis bahan baku plastik
dan penanda dapat didaur ulang. Ukuran logo tara pangan dan kode daur ulang
disesuaikan dengan ukuran kemasan pangan dan harus dapat dilihat dengan jelas.
Pencantuman Logo
Tara Pangan dan Kode Daur Ulang pada kemasan pangan
menggunakan bahasa indonesia yang jelas dan mudah dimengerti serta dilakukan
sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur
atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat.
Setiap
pelaku
usaha
yang
memproduksi
kemasan
pangan
wajib
menyampaikan informasi yang benar mengenai jenis bahan baku plastik untuk
kemasan pangan dan mencantumkan Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang
pada kemasan pangan. Pembinaan dan pengawasan terhadap para pelaku usaha
ISBN 978-602-17415-0-4
73
yang memproduksi kemasan pangan dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pembina
Industri Kementerian Perindustrian.
Gambar 12. Logo Tara Pangan
Gambar 13. Kode Daur Ulang
5.2.4. Tindakan Bagi Pelanggar Peraturan
Setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dikenakan tindakan
ISBN 978-602-17415-0-4
74
administratif. Tindakan administratif meliputi :
a) peringatan secara tertulis;
b) larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk
menarik produk pangan dari peredaran;
c) pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia;
d) penghentian produksi untuk sementara waktu;
e) pengenaan denda paling tinggi Rp. 50.000.000.00 (limapuluh juta rupiah), dan
atau;
f) pencabutan izin produksi atau izin usaha.
Pengenaan tindakan administratif hanya dapat dilakukan setelah peringatan tertulis
diberikan sebanyak-banyaknya tiga kali. Pengenaan tindakan administratif dilakukan
oleh Menteri teknis sesuai dengan kewenangannya berdasarkan masukan dari
Menteri Kesehatan.
Ketentuan tentang Label sebagaimana dimaksud dalam PP No. 69 tahun
1999 tentang Label dan Iklan Pangan tidak berlaku bagi :
a) pangan yang kemasannya terlalu kecil sehingga tidak mungkin dicantumkan
seluruh keterangan dimaksud dalam Peraturan Pemerintah;
Pengecualian ini dimaksudkan hanya bagi produk pangan yang kemasannya
terlalu kecil, sehingga secara teknis sulit memuat seluruh keterangan yang
diwajibkan sebagaimana berlaku bagi produk pangan lainnya, yang lazimnya
oleh pihak yang memproduksi pangan yang bersangkutan, pangan tersebut
dimasukkan ke dalam kemasan yang lebih besar yang memungkinkan untuk
memuat keterangan. Selain itu, dalam produk pangan yang dikemas dalam
bentuk yang sangat kecil tersebut tetap perlu dimuat nama dan alamat pihak
yang memproduksinya.
b) pangan yang dijual dan dikemas secara langsung dihadapan pembeli dalam
jumlah kecil-kecil;
c) pangan yang dijual dalam jumlah besar (curah). Yang dimaksud dengan pangan
dalam jumlah besar (curah) adalah pangan yang dikemas dalam wadah,
sehingga volume bersih pangan yang bersangkutan lebih dari 500 liter atau berat
bersih pangan yang bersangkutan lebih dari 500 kilogram.
5.3. RANGKUMAN
Bahan kemasan produk susu dapat berupa plastik, karton, kaleng dan gelas.
Jenis kemasan plastik yang biasa digunakan untuk mengemas susu adalah polietilen
ISBN 978-602-17415-0-4
75
(PE) dan polistiren (PS) serta film
plastik. Pengemasan susu lebih praktis dan
menarik dengan berbagai bentuk menggunakan karton dalam bentuk kotak yang
diberi lapisan Win dan plastik polyvinil khlorida (PVC). Kaleng digunakan untuk
mengemas susu yang diproses dengan cara pemanasan konvensional, dimana
pemanasan dilakukan setelah susu dimasukkan ke dalam kaleng. Kemasan gelas
dalam bentuk botol yang bermulut lebar dan tebal digunakan untuk
pengemasan
susu cair dan produk susu lainnya seperti yoghurt. Tutup gelas menggunakan bahan
kertas alumunium, plastik polyethilen (PE), polypropilen (PP) dan karton.
Cara mengemas daging segar selama proses transportasi yaitu dikemas
menggunakan plastik yang permeabilitasnya terhadap oksigen tinggi kemudian
dibungkus
kembali
dengan
plastik
dan
dikerutkan
bersama-sama
dengan
pemanasan. Jika daging segar akan dijajakan, kemasan plastik yang pertama
diambil kemudian plastik yang kedua dikerutkan kembali dengan pemanasan. Hal ini
menjaga daging tetap berwarna merah cerah. Cara mengemas daging segar yang
lebih sederhana ialah menggunakan kombinasi nampan dan plastik pembungkus.
Daging diletakkan pada nampan yang cukup kaku dan dibungkus dengan lembaran
plastik pembungkus. Jenis plastik pembungkus yang cocok untuk pembungkus
daging, agar diperoleh warna daging yang menarik ialah cellophane karena plastik
ini mempunyai permeabilitas terhadap oksigen sebesar 5000 ml oksigen/sq.m/24
jam/atm. Ada beberapa desain nampan (meet packaging tray) yang biasanya
digunakan untuk mengemas daging segar diantaranya: juice trough design, moisture
absorption construction, dan plastic foam tray
Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke
dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan Label Pangan
pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Label Pangan berisikan keterangan
mengenai pangan sekurang-kurangnya: nama produk; daftar bahan yang digunakan;
berat bersih atau isi bersih; nama dan alamat pihak yang memproduksi atau
memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia; dan tanggal, bulan dan tahun
kedaluwarsa. Keterangan pada Label Pangan, ditulis atau dicetak dengan
menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf Latin atau selain bahasa
Indonesia, angka Arab dan huruf Latin dalam rangka perdagangan pangan keluar
negeri. Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke
dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan
ISBN 978-602-17415-0-4
76
tersebut halal bagi umat Islam, bertanggungjawab atas kebenaran pernyataan
tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada Label.
Pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada Label Pangan
wajib dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan bahwa pangan mengandung
vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan. Keterangan pada Label
Pangan tentang pangan olahan yang diperuntukkan bagi bayi, anak berumur
dibawah lima tahun, ibu yang sedang hamil atau menyusui, orang yang menjalani
diet khusus, orang lanjut usia, dan orang yang berpenyakit tertentu, wajib memuat
keterangan tentang peruntukan, cara penggunaan, dan atau keterangan lain yang
perlu diketahui, termasuk mengenai dampak pangan tersebut terhadap kesehatan
manusia.
Dalam rangka peredaran pangan, bagi pangan olahan yang wajib didaftarkan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik produksi dalam
negeri maupun yang dimasukkan kedalam wilayah Indonesia, pada Label Pangan
olahan yang bersangkutan harus dicantumkan Nomor Pendaftaran Pangan.
Setiap kemasan pangan yang diperdagangkan di dalam negeri, yang berasal
dari hasil produksi dalam negeri atau impor wajib dicantumkan logo tara pangan atau
pernyataan yang menunjukkan kemasan dimaksud aman untuk mengemas pangan
dan kode daur ulang. Setiap pelaku usaha yang memproduksi kemasan pangan
wajib menyampaikan informasi yang benar mengenai jenis bahan baku plastik untuk
kemasan pangan dan mencantumkan Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang pada
kemasan pangan.
5.4.
LATIHAN
1. Jelaskan bahan-bahan kemasan pangan untuk mengemas produk susu !
2. Jelaskan bahan-bahan kemasan pangan untuk mengemas produk daging !
3. Jelaskan bahan-bahan kemasan pangan untuk mengemas produk telur !
4. Bagaimana prosedur mengemas susu pasteurisasi dalam plastik dan botol yang
baik dan benar?
5. Bagaimana prosedur mengemas permen susu yang baik dan benar?
6. Sebutkanlah peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang
pengemasan dan pelabelan pangan!
7. Sebutkan fungsi pelabelan pangan!
ISBN 978-602-17415-0-4
77
8. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat keterangan-keterangan yang harus ada
pada Label Pangan di kemasan pangan hasil ternak!
9. Bagaimana prosedur sertifikasi produk P-IRT di dinas kesehatan dan sertifikasi
halal di LPPOM MUI?
10. Sanksi apa yang akan diberikan kepada pelanggar peraturan perundangundangan di Indonesia yang mengatur tentang pengemasan dan pelabelan
pangan?
ISBN 978-602-17415-0-4
78
BAB VI
PENUTUP
6.1. KESIMPULAN
Produk hasil ternak yang sudah diolah agar lebih awet dan tahan lama
memerlukan proses finishing berupa pengemasan. Pengemasan harus tepat dan
benar antara karakteristik dan jenis produk pangan olahan hasil ternak yang akan
dikemas dengan pemilihan bahan kemasan pangan yang tersedia di pasaran.
Pemahaman tentang karakteristik berbagai bahan kemasan menjadi sangat penting
disamping pemahaman tentang cara dan karakter pengolahan pangan hasil ternak.
Pengemasan menjadikan produk pangan olahan hasil ternak lebih awet dan tahan
lama disimpan. Pengemasan yang diakhiri dengan pemberian label pangan
menjadikan produk pangan olahan hasil ternak lebih bernilai secara ekonomis dan
meningkatkan daya saing dan harganya di pasaran dibandingkan produk pangan
olahan hasil ternak
yang tidak dikemas dan dilabel dengan menarik, tepat dan
benar.
6.2. IMPLIKASI
Produk pangan olahan hasil ternak yang dikemas dan dilabel dengan
menarik, tepat dan benar menjadikan produk pangan olahan hasil ternak lebih awet
dan tahan lama disimpan; lebih bernilai secara ekonomis; meningkatkan daya saing
dan harganya di pasaran.
6.3. TINDAK LANJUT
Pentingnya pengemasan dan pelabelan pangan pada produk pangan olahan
hasil ternak perlu disampaikan dan disosialisasikan kepada segenap produsen atau
pelaku usaha kecil dan menengah yang mengolahnya. Hal itu agar produk pangan
olahan hasil ternak menjadi lebih lebih awet dan tahan lama disimpan; lebih bernilai
secara ekonomis; meningkatkan daya saing dan harganya di pasaran.
ISBN 978-602-17415-0-4
79
DAFTAR PUSTAKA
Ahvenainen, R.
2003. Novel food packaging techniques. First Edition. Woodhead
Publishing Limited and CRC Press LLC, Boca Raton.
Blanchfield, J. R. 2000. Food labeling. Woodhead Publishing Limited and CRC
Press LLC, Boca Raton.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G. H. Fleet, M. Wooton. 1985. Film untuk Pangan.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Dewan Perwakilan Rakyat RI. 1996. Undang-Undang
Republik
Indonesia Nomor
7 Tahun 1996 tentang Pangan, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengolahan Hasil Pertanian. 2006. Pengemasan Produk Hasil
Ternak, Jakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2005. Laporan Bimbingan Teknis Pengemasan
Produk Hasil Peternakan, Bandung.
Kementerian Perindustrian RI. 2010. Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 24
Tahun 2010 tentang Pencantuman Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang
pada Kemasan Pangan dari Plastik, Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2007. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor : Hk
00.05.55.6497 Tentang Kemasan Pangan, Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2007. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor : Hk
00.05.55.6497 Tentang Kemasan Pangan, Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2003. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No. HK
00.05.52.4321
Tentang
Tentang Pedoman Umum Pelabelan Produk
Pangan,, Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No.
HK.00.06.51.0475 Tentang Tentang Pedoman Pencantuman Informasi Nilai
Gizi Pada Labe Pangan, Jakarta.
ISBN 978-602-17415-0-4
80
Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia, 1990. Risalah Seminar Pengemasan
dan Transportasi dalam Menunjang Pengembangan Industri, Distribusi
dalam Negeri dan Ekspor Pangan. S.Fardiaz dan D.Fardiaz (ed). Jakarta.
Preston, L.N. 1967. B.AFD Food s. Food Packaging Design Technology, July p.2128.
Presiden RI. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indoneasia Nomor 69 Tahun
1999 Tentang Label Pangan dan Iklan Pangan, Jakarta.
Sacharow, S. R.C. Griffin. 197 0. Food Packaging. vi Pub. Co., Westport Connecticut
Suyitno. 1986. Pengantar Pengemasan. Kursus Singkat Kemasan- an Bahan
Pangan. ` PAU Pangan dan Gizi, UGM, Yogyakarta.
Syarif, R., S. Santausa dan S. Isyana. 1989.
Teknologi Pengemasan pangan.
Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU-Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Tung, M. A., I. J. Britt, and S. Yada,2000.
Packaging Considerations. In : Food
shelf life stability : chemical, biochemical, and microbiological changes/edited
by N.A. Michael Eskin and David S. Robinson. CRC Press LLC, Boca Raton.
ISBN 978-602-17415-0-4
81
BIODATA PENULIS
Eko Saputro, S. Pt, penulis bahan ajar ini dilahirkan
pada tanggal 9 Oktober 1983 di Grobogan Jawa Tengah.
Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari
pasangan Bapak Rusmin (almarhum) dan Ibu Suwarti.
Pendidikan dasar sampai menengah diselesaikan di
kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan Jawa Tengah.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1993 di SDN 1
Crewek, Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan
pada tahun 1999 di SMPN 1 Kradenan dan pendidikan lanjutan menengah atas
diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 1 Kradenan.
Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB Angkatan 41 di Program Studi
Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2004.
Biaya administrasi serta kebutuhan sarana dan prasarana akademik penulis
selama menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dicukupi dari berbagai
beastudi yang berhasil diperolehnya. Beastudi tersebut diantaranya beastudi ETOS
Dompet Dhuafa Republika untuk biaya masuk dan biaya tahun pertama di IPB;
beastudi PERSADA dari alumni mahasiswa Indonesia di Jepang selama setahun
pertama di IPB; beastudi KS4 (Karya Salemba Empat) dari alumni mahasiswa UI
selama satu tahun di tingkat kedua; beastudi PPA (Peningkatan Prestasi Akademik)
dari DIKTI KEMENDIKNAS RI selama dua tahun di tingkat dua dan tiga; dan
beastudi Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) dari DIKTI KEMENDIKNAS RI selama
satu tahun di tingkat keempat atau terakhir.
Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di lembaga kemahasiswaan tingkat
fakultas di Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim
(FAMM) Al An’Aam Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lembaga
kemahasiswaan tingkat universitas di Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al Hurriyyah
Institut Pertanian Bogor. Selain organisasi kemahasiswaan di dalam kampus penulis
juga aktif di organisasi ekstra kampus yaitu organisasi massa (ORMAS) dan
ISBN 978-602-17415-0-4
82
organisasi kepemudaan (OKP) di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI) Komisariat Institut Pertanian Bogor dan KAMMI Daerah Bogor. Selama
mengikuti pendidikan, penulis juga menjalani aktivitas sebagai asisten mata kuliah
Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Pertanian Bogor.
Tahun 2009 penulis lulus ujian seleksi CPNS Kementerian Pertanian di STPP
Magelang Jawa Tengah dan ditempatkan di Balai Besar Pelatihan Peternakan
(BBPP) Batu Jawa Timur sebagai Calon Widyaiswara. Penulis, selama 2009-2010
aktif sebagai fungsional umum di Bidang Program dan Evaluasi BBPP Batu. Tahun
2011 ini penulis aktif sebagai fungsional umum di Bidang Penyelenggaraan Pelatihan
BBPP Batu. Tahun 2012 penulis diangkat oleh Lembaga Administrasi Negara RI
sebagai widyaiswara atas rekomendasi dari Kementerian Pertanian RI.
ISBN 978-602-17415-0-4
83
Download