PENGEMASAN DAN LABELISASI PANGAN HASIL TERNAK Oleh: EKO SAPUTRO, S. Pt KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN BALAI BESAR PELATIHAN PETERNAKAN BATU BATU, 2012 ISBN 978-602-17415-0-4 i KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah, Tuhan (Rabb) semesta alam karena Allah SWT adalah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji. Allah SWT adalah Tuhan (Rabb) yang ditaati, yang memiliki, mendidik, mengatur dan memelihara makhluk-Nya. Berkat rahmat yang diberikan-Nya, penulis mampu menyelesaikan penulisan dan penyusunan bahan ajar ini. Penyusunan bahan ajar ini tidak terlepas dari doa, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Rasa hormat dan ucapan terima kasih tidak akan cukup dan tidak pernah akan mampu menggantikan jasa dan budi beliau: 1. Bapak Dr. drh. Rudy Rawendra, M. App, Sc. selaku Kepala BBPP Batu dan atasan langsung kami selaku calon widyaiswara; 2. Kedua orang tua saya Ayahanda Rusmin (almarhum) dan Ibunda Suwarti; adikadik saya Riyanto, Budi, Annisa dan Netti; serta seluruh keluarga besar di desa Crewek Kab. Grobogan; 3. Istri saya tercinta Astri Karyani, S.Farm, Apt. dan anakku tersayang Yahya Abdullah Arrasyid. 4. Semua pihak, khususnya yang telah membantu penyusunan dan penulisan bahan ajar ini. Semoga Allah SWT membalas dengan yang lebih baik dan lebih banyak. Amiin. Dalam program pendidikan dan pelatihan (diklat), keberadaan bahan ajar memiliki peranan yang penting bagi peserta diklat untuk membantu mengetahui, memahami dan mengaplikasikan materi pembelajaran yang disampaikan oleh widyaiswara. Karakteristik bahan ajar yang khas menjadikannya berbeda dengan buku-buku teks bagi para mahasiswa di perguruan tinggi. Sebuah bahan ajar harus mampu “berdialog” kepada pembacanya. Bahan ajar yang ideal juga dapat menggantikan peran fasilitator dalam menyampaikan substansi mata diklat. Pentingnya sebuah bahan ajar sebagai salah satu alat bantu dalam proses belajar mengajar, disadari sepenuhnya oleh pihak-pihak yang terkait dalam penyelenggaraan diklat. Oleh karena itu bahan ajar selalu identik dengan setiap penyelenggaraan program diklat. Namun demikian, untuk menyusun sebuah bahan ajar yang ideal bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan baik dari segi teknis penulisan maupun substansinya. Bahan ajar ini disusun dengan maksud untuk: 1. Mengatasi keterbatasan waktu, dan ruang peserta diklat; 2. Memudahkan peserta diklat belajar mandiri sesuai kemampuan; ISBN 978-602-17415-0-4 i 3. Memungkinkan peserta diklat untuk mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya. Bahan ajar mata diklat Mengemas Bahan Pangan Hasil Ternak ini berisikan materi-materi pokok pembelajaran yang terdiri dari 4 materi pokok yang satu dengan lainnya saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan untuk memberikan pemahaman yang utuh kepada peserta diklat tentang pengemasan labelisasi pangan (food labeling). Keempat materi pokok tersebut adalah: 1. Pengertian dan Sejarah Pengemasan. 2. Fungsi Pengemasan dan Klasifikasi Kemasan. 3. Jenis-Jenis Bahan Kemasan. 4. Mengemas dan Labelisasi Pangan (Food Labeling) pada Kemasan Pangan Hasil Ternak. Metode pendekatan pembelajaran menggunakan pendekatan belajar orang dewasa (Andragogy), melibatkan partisipasi aktif peserta dengan model Exprential Learning cycle (ELC) atau Alami, Kemukakan, Olah, Simpulkan, Aplikasikan (AKOSA). Materi kognitif disampaikan dengan metode ELC, partisipatif group dan brain storming, sedangkan materi psikomotorik disampaikan dengan praktek dan diskusi. Kompetensi yang ingin dicapai setelah peserta pelatihan mengikuti proses pembelajaran adalah peserta mampu mengaplikasikan pengemasan dan mengidentifikasi label pangan hasil ternak yang baik dan benar sesuai karakteristik bahan dan pengolahannya. .Semoga bahan ajar Mata Diklat Pengemasan dan Labelisasi Pangan Hasil Ternak ini menjadi ilmu yang bermanfaat bagi para pembaca dan menjadi amal jariyah bagi penulis. Kritik dan saran yang membangun dari siapapun sangat saya harapkan untuk kesempurnaan bahan ajar ini. Batu, 9 Oktober 2012 Kepala Balai, Penyusun, Dr. drh. Rudy Rawendra, M.App,Sc Eko Saputro, S. Pt NIP. 19580630 198503 1 001 NIP. 19831009 200912 1 003 ISBN 978-602-17415-0-4 ii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR …….……………….……………………….……………. i DAFTAR ISI ………………………………………………………….………….. iii DAFTAR INFORMASI VISUAL ..……………………………………………… vii Daftar Gambar …………………………………………………..…………… vii Daftar Tabel …………………………………………………….…………… viii BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………… 1 1.1. Latar Belakang ………………………………………….……………… 1 1.2. Deskripsi Singkat ……………………………………………………… 2 1.3. Manfaat Bahan Ajar bagi Peserta ……………………………………. 3 1.4. Tujuan Pembelajaran …………………………………………………. 4 1.5. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ………………………………. 5 1.6. Petunjuk Belajar ………………………………………………………… 5 BAB II PENGERTIAN DAN SEJARAH PENGEMASAN .…………………… 7 2.1. Pengertian Pengemasan ………………………………….……………. 7 2.2. Sejarah Pengemasan ………………………………………………… 9 2.3. Rangkuman……………………………………………………………… 10 2.4. Latihan…………………………………………………………………… 11 BAB III FUNGSI PENGEMASAN DAN KLASIFIKASI KEMASAN……….. 12 3.1. Fungsi Pengemasan …………………………………………………. 12 3.2. Klasifikasi Kemasan …………………………………………………… 17 3.3. Rangkuman……………………………………………………………… 20 3.4. Latihan…………………………………………………………………… 21 BAB IV JENIS-JENIS BAHAN KEMASAN …………………………………… 22 4.1. Keramik ………………………………………………………………….. 22 ISBN 978-602-17415-0-4 iii 4.2. Gelas/kaca ………………………………………………………………. 23 4.3. Logam …..………………………………………………………………… 26 4.4. Aluminium ..…………………………………………………………….. 27 4.5. Kayu ……………………………………………………………………… 30 4.6. Kertas atau Karton …………………………………………………….. 32 4.7. Plastik …………………………………………………………………… 37 4.8. Rangkuman……………………………………………………………… 46 4.9. Latihan…………………………………………………………………… 47 BAB V MENGEMAS DAN LABELISASI PANGAN (FOOD LABELING) PADA KEMASAN PANGAN HASIL TERNAK…………………………. 48 5.1. Mengemas Pangan Hasil Ternak………………………………………… 5.2. Labelisasi Pangan (Food Labeling) Pada Kemasan Pangan Hasil 48 Ternak …………………………………………………………………......... 54 5.3. Rangkuman…………………………………………………………………. 75 5.4. Latihan………………………………………………………………………. 77 BAB VI PENUTUP….…………………………………………………………….. 79 6.1. Kesimpulan…………………………………………………………………. 79 6.2. Implikasi……………………………………………………………………… 79 6.3. Tindak Lanjut………………………………………………………………. 79 DAFTAR PUSTAKA …..………………………………………………………….. 80 BIODATA PENULIS ……………………………………………………………… 82 ISBN 978-602-17415-0-4 iv DAFTAR INFORMASI VISUAL Daftar Gambar Nomor Halaman 1. Diagram Alir Pola Pembelajaran.…………………………. 3 2. Bagian-bagian Botol……………………………………… 23 3. Pola-pola dasar untuk membuat kemasan karton lipat 35 4. Model Kotak Karton Lipat Dari Pengembangan Pola Dasar ………………………………………………………… 5. Berbagai Jenis Kotak Karton Kerdus ………………….. 6. Contoh Pencantuman Tanggal, Bulan dan Tahun Kedaluwarsa …………….........................………………… 35 36 62 7. Logo Sertifikasi Pangan Halal MUI ……………………….. 63 8. Contoh Kode Produksi Pangan…………………………… 65 9. Keterangan tentang Cara Penyiapan/Penggunaan Produk……………………………………………………...... 66 10. Contoh Keterangan tentang Informasi Nilai Gizi ……..… 67 11. Logo Khusus Pangan Iradiasi……………………………… 71 12. Logo Tara Pangan……………………………………........ 74 13. Kode Daur Ulang………………………………………….. 74 ISBN 978-602-17415-0-4 v Daftar Tabel Nomor Halaman 1. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ………….……………….. 2. Kisaran Perbedaan Suhu antara di Luar dan di Dalam Kemasan Tanpa Mengalami Retak Atau Pecah ……….………................... 3. Acuan Label Gizi Produk Pangan …………………………………. ISBN 978-602-17415-0-4 5 26 68 vi BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengemasan disebut juga pembungkusan atau, pewadahan produk untuk memberikan perlindungan. Pengemasan memegang peranan penting dalam penanganan, pendistribusian dan pengawetan bahan pangan. Bahan pangan hasil ternak mudah sekali mengalami kerusakan oleh faktor lingkungan dan sifat alamiah produk, karena itu bahan pangan ini memerlukan penanganan yang baik setelah pasca mortem. Prinsip-prinsip pengolahan perlu diketahui agar dapat menerapkan cara dan penggunaan bahan kemasan yang sesuai dengan produk pangan yang akan dikemas. Untuk mendapatkan hasil yang optimum, maka dalam pengemasan bahan pangan, perlu diketahui sifat dan karakteristik bahan yang akan dikemas, sehingga dapat menentukan jenis kemasan yang akan digunakan. Pengemasan memegang peranan penting dalam pengawetan bahan pangan hasil pertanian yang pada umumnya mudah rusak, karena dengan pengemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan yang disebabkan faktor Iingkungan dan sifat alamiah produk. Kerusakan yang disebabkan faktor Iingkungan, yaitu: kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan pangan, absorbsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan dan penambahan cita rasa yang tidak diinginkan, sedangkan kerusakan yang disebabkan oleh sifat alamiah produk yang dikemas, yaitu pemecahan perubahan-perubahan emulsi. fisik Perubahan-perubahan seperti pelunakan, biokimia mikroorganisme atau karena interaksi antara berbagai dan pencoklatan, kimia karena komponen dalam produk tidak dapat sepenuhnya dicegah dengan pengemasan. Bahan pangan hasil ternak (daging, susu, telur, dan hasil ikutannya) mengandung nutrisi/gizi yang tinggi. Hal ini menyebabkan bahan pangan hasil ternak sangat disukai oleh mikroorganisme sebagai tempat hidupnya. Mikroorganisme tersebut mengakibatkan bahan pangan hasil ternak mudah sekali rusak. Bahan pangan hasil ternak perlu diolah dan diawetkan. Pengolahan bahan pangan hasil ternak selalu diakhiri dengan proses pengemasan. Pengemasan yang baik dan benar akan memperpanjang usia simpan bahan pangan hasil ternak. Bahan ajar ini ditulis dalam rangka untuk memberikan penjelasan tentang pengemasan bahan pangan hasil ternak secara utuh. ISBN 978-602-17415-0-4 1 Banyak keuntungan yang diperoleh melalui pengemasan bahan pangan diantaranya menekan kerusakan dan memberikan daya tarik bagi konsumen, yang pada akhirnya dapat meningkatkan nilai jualnya. Selama penyimpanan akan terjadi penurunan mutu bahan pangan yang dikemas, sehingga pendugaan masa simpan bahan pangan yang dikemas merupakan hal yang perlu mendapat perhatian. Kemasan harus mampu melindungi makanan dan mampu menghambat pengaruh luar. Selama penyimpanan selalu terjadi penurunan mutu bahan pangan . Seberapa besar penurunan mutu makanan dapat ditolerir tergantung dari sifat bahan pangan. Estimasi dan prediksi daya simpan makanan pada kondisi normal dapat ditentukan dengan menggunakan kalibrasi hubungan suhu dan kerusakan. Penurunan mutu dan penentuan masa kedaluwarsa bahan pangan sangat tergantung pada tingkat ekonomi dan sosial masyarakat. Pengemasan daging segar ditujukan untuk mencegah dehidrasi, masuknya bau dan rasa asing dari luar kemasan, tetapi dapat melewatkan oksigen seperlunya ke dalam kemasan sehingga warna merah cerah dapat dipertahankan selama penjualan. Kemasan susu didesain untuk melindungi produk dari kontaminan dan dari pengaruh oksigen. 1.2. DESKRIPSI SINGKAT Mata Pelatihan Mengemas Bahan Pangan Hasil Ternak ini berisikan materimateri pokok pembelajaran yang terdiri dari 5 materi pokok yang satu dengan lainnya saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan untuk memberikan pemahaman yang utuh kepada peserta diklat tentang ilmu pengemasan. Kelima materi pokok tersebut adalah: 5. Pengertian dan Sejarah Pengemasan. 6. Fungsi Pengemasan dan Klasifikasi Kemasan. 7. Jenis-Jenis Bahan Kemasan. 8. Mengemas dan Labelisasi Pangan (Food Labeling) pada Kemasan Pangan Hasil Ternak. Mata Pelatihan Mengemas Bahan Pangan Hasil Ternak ini ditempuh selama 9 jam pembelajaran (JP) dengan waktu 45 menit per JP yang terdiri atas teori, praktek, dan kunjungan lapang. Metode pendekatan pembelajaran menggunakan pendekatan belajar orang dewasa (Andragogy), melibatkan partisipasi aktif peserta dengan model Exprential Learning cycle (ELC) atau Alami, Kemukakan, Olah, Simpulkan, Aplikasikan (AKOSA). Materi kognitif disampaikan dengan metode ELC, partisipatif ISBN 978-602-17415-0-4 2 group dan brain storming, sedangkan materi psikomotorik disampaikan dengan praktek dan diskusi. Jenis metode pelatihan yang digunakan adalah: ceramah, diskusi kelompok, tanya jawab, pemaparan, brainstorming, studi kasus, simulasi, dan praktek di kelas/laboratorium/lapang. Pola pembelajaran dirancang dengan kegiatan pembekalan materi di dalam kelas, pendalaman materi dilanjutkan dengan PKL (Praktek Kerja Lapang) dan penyusunan Rencana Tindak Lanjut (RTL). Pembekalan Pendalaman Diskusi Penyusunan RTL PKL Gambar 1. Diagram Alir Pola Pembelajaran 1.3. MANFAAT BAHAN AJAR BAGI PESERTA Dalam program pendidikan dan pelatihan (diklat), keberadaan bahan ajar memiliki peranan yang penting bagi peserta diklat untuk membantu mengetahui, memahami dan mengaplikasikan materi pembelajaran yang disampaikan oleh widyaiswara. Karakteristik bahan ajar yang khas menjadikannya berbeda dengan buku-buku teks bagi para mahasiswa di perguruan tinggi. Sebuah Bahan ajar harus mampu “berdialog” kepada pembacanya. Bahan ajar yang ideal juga dapat menggantikan peran fasilitator dalam menyampaikan substansi mata diklat. Pentingnya sebuah Bahan ajar sebagai salah satu alat bantu dalam proses belajar mengajar, disadari sepenuhnya oleh pihak-pihak yang terkait dalam penyelenggaraan diklat. Oleh karena itu bahan ajar selalu identik dengan setiap penyelenggaraan program diklat. Namun demikian, untuk menyusun sebuah bahan ajar yang ideal bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan baik dari segi teknis penulisan maupun substansinya. Penulisan bahan ajar yang tidak memenuhi standar serta kaidah-kaidah penulisan yang baik tidak hanya menyulitkan peserta diklat dalam memahami dan mengaplikasikan materi yang disampaikan akan tetapi pada akhirnya juga menyebabkan tidak tercapainya tujuan program diklat secara umum. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas sebuah bahan ajar adalah kompetensi penulis terkait dengan substansi materi bahan ajar. Bahan ajar dimaksudkan untuk: 1. Mengatasi keterbatasan waktu, dan ruang peserta diklat; ISBN 978-602-17415-0-4 3 2. Memudahkan peserta diklat belajar mandiri sesuai kemampuan; 3. Memungkinkan peserta diklat untuk mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya. Bahan ajar ini disusun sesuai dengan kebutuhan belajar dalam sebuah proses pembelajaran, yang memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut: 1. Dapat dipelajari oleh peserta secara mandiri, tanpa bantuan atau seminimum mungkin bantuan dari widyaiswara (self instructional). 2. Mencakup deskripsi dan tujuan mata diklat, batasan-batasan, standar kompetensi yang harus dicapai, kompetensi dasar, indikator keberhasilan peserta, metode, rangkuman, latihan-latihan, yang secara keseluruhan ditulis dan dikemas dalam satu kesatuan yang utuh (self contained). 3. Dapat dipelajari secara tuntas, tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media lain (independent). 4. Memuat alat evaluasi pembelajaran untuk mengukur tingkat kecakapan peserta terhadap bahan ajar (self assessed). 5. Memiliki sistematika penyusunan yang mudah dipahami dengan bahasa yang mudah dan lugas, sehingga dapat dipergunakan sesuai dengan tingkat pengetahuan peserta diklat (user friendly). 1.4. TUJUAN PEMBELAJARAN 1.4.1. Kompetensi Dasar: Peserta mampu mengaplikasikan pengemasan dan mengidentifikasi label pangan hasil ternak yang baik dan benar sesuai karakteristik bahan dan pengolahannya. 1.4.2. Indikator Keberhasilan Peserta diklat dapat: a. Menjelaskan pengertian pengemasan dan sejarah perkembangan pengemasan pangan. b. Menjelaskan fungsi-fungsi pengemasan dan klasifikasi kemasan. c. Mengenal jenis-jenis bahan kemasan. d. Mengaplikasikan pengemasan dan mengidentifikasi label pangan hasil ternak yang baik dan benar sesuai karakteristik bahan dan pengolahannya. ISBN 978-602-17415-0-4 4 1.5. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK Tabel 1. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok Materi Pokok 1. 2. 3. Sub Materi Pokok Pengertian dan Sejarah 1.1. Pengertian Pengemasan Pengemasan 1.2. Sejarah Pengemasan Fungsi Pengemasan dan 2.1. Fungsi Pengemasan Klasifikasi Kemasan 2.2. Klasifikasi Kemasan Jenis-Jenis Bahan Kemasan 3.1. Keramik 3.2. Gelas/Kaca 3.3. Logam 3.4. Aluminium 3.5. Kayu 3.6. Kertas Atau Karton 3.7. Plastik 4. Mengemas dan Labelisasi Pangan 4.1 Mengemas Pangan Hasil Ternak. (Food Labeling) pada Kemasan 4.2 Labelisasi Pangan (Food Labeling) pada Kemasan Pangan Pangan Hasil Ternak. Hasil Ternak. 1.6. PETUNJUK BELAJAR Bahan ajar ini merupakan salah satu alat untuk mencapai Kompetensi Dasar dan Indikator Keberhasilan yang telah ditetapkan pada kurikulum pelatihan bagi peserta diklat yang telah mengikuti proses pembelajaaran. Berikut ini diberikan petunjuk belajar agar Kompetensi Dasar dan Indikator Keberhasilan tercapai secara efisien dan efektif. 1.6.1. Bagi Peserta diklat: a. Peserta diklat memahami legalisasi satuan acara pembelajaran agar mengerti materi pokok, sub materi pokok, buku-buku penunjang, kemampuan dasar, dan indicator keberhasilan belajar. b. Ikuti tahapan-tahapan yang ada dalam bahan ajar ini secara berurutan. c. Baca dan pahami uraian materi secara baik, kemudian jawab soal latihan serta persiapkan semua peralatan dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan praktek. ISBN 978-602-17415-0-4 5 d. Peserta diklat mengikuti kegiatan pembelajaran bersama-sama dengan widyaiswara dalam kelas disertai dengan Tanya jawab untuk memperjelaskan pendalaman materi bahan ajar. e. Catat semua aspek-aspek penting yang anda temukan. f. Diskusikan dengan teman anda, g. Jika menemui kesulitan sebaiknya tanyakan kepada fasilitator. 1.6.2. Bagi Fasilitator: a. Membantu peserta diklat dalam merencanakan proses belajar. b. Membimbing peserta diklat melalui tugas-tugas pelatihan yang dijelaskan dalam tahap belajar. c. Membantu peserta diklat dalam memahami konsep dan praktek. d. Menjawab pertanyaan peserta diklat. e. Membantu peserta diklat untuk menentukan dan mengakses sumber tambahan lain yang diperlukan dalam kegiatan belajar. f. Mengorganisasikan kegiatan belajar dan berlatih kelompok jika diperlukan. g. Merencanakan asisten fasilitator dari tempat kerja untuk membantu jika diperlukan. h. Merencanakan proses penilaian dan menyiapkan perangkatnya. i. Melaksanakan penilaian. j. Menjelaskan kepada peserta diklat tentang sikap, pengetahuan dan ketrampilan dari suatu kompetensi, yang perlu untuk dibenahi k. Merundingkan rencana pembelajaran dan pelatihan selanjutnya. l. Mencatat pencapaian kemajuan peserta diklat. ISBN 978-602-17415-0-4 6 BAB II PENGERTIAN DAN SEJARAH PENGEMASAN Indikator Keberhasilan: Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat menjelaskan pengertian dan sejarah pengemasan. 2.1. PENGERTIAN PENGEMASAN Pengemasan disebut juga pembungkusan atau pewadahan. Pengemasan dapat diartikan juga sebagai usaha perlindungan terhadap produk dari segala macam kerusakan dengan menggunakan kemasan, sehingga pengemasan bertujuan untuk melindungi atau mengawetkan produk agar sampai ke tangan konsumen dalam keadaan baik. Pengertian umum dari kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk kemasan atau tempat yang dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. Menurut BPOM RI (2007), kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Pengemasan menjadi hal yang penting karena akan memudahkan dalam kegiatan transportasi dan penyimpanan. Pengertian transportasi tidak selalu memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain. Akan tetapi bisa juga diartikan memindahkan bahan pangan dari piring atau gelas ke dalam mulut kita. Sebagai contoh: untuk minum diperlukan kemasan atau gelas atau cangkir. Gelas atau cangkir ini juga merupakan salah satu wujud pengemasan. Contoh lain, memindahkan nasi dari piring ke mulut menggunakan sendok, maka sendok berperan sebagai bahan kemasan. Pengemasan juga merupakan salah satu bagian yang penting dalam keseluruhan proses pengolahan pangan di tingkat industri. Tahapan proses pengolahan pangan di tingkat industri umumnya diakhiri dengan tahap pengemasan. Setelah dilakukan serangkaian tahapan proses pengolahan sehingga dihasilkan produk yang baik, kemudian produk tersebut dikemas. Pengemasan yang tidak baik akan dapat merusak produk yang sudah dihasilkan dengan baik. Pengemasan pada akhirnya turut menentukan mutu produk yang dihasilkan. Pengemasan bukan merupakan proses yang berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dalam proses pengolahan , yaitu kegiatan memproduksi atau memodifikasi ISBN 978-602-17415-0-4 7 bahan pangan, kegiatan membentuk kemasan, kegiatan dalam penimbangan bahan pangan, kegiatan menambahkan atau memasukkan gas ke dalam kemasan dan akhirnya penutupan. Oleh karena itu prinsip-prinsip pengolahan perlu diketahui agar dapat menerapkan cara dan penggunaan bahan kemasan yang sesuai dengan produk pangan yang akan dikemas. Pengemasan membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguán fisik (gesekan, benturan, getaran). Pengemasan juga untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentukbentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Kemasan atau kemasan dari segi promosi berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli karena itu, bentuk, warna dan dekorasi dari kemasan perlu diperhatikan dalam perencanaannya. Bahan atau produk pangan bila tidak dikemas dapat mengalami kerusakan akibat serangan binatang (seperti tikus), serangga (seperti kecoa), maupun mikroba (bakteri, kapang dan khamir). Kerusakan bisa terjadi mulai dari bahan pangan sebelum dipanen, setelah dipanen, selama penyimpanan, pada saat transportasi dan distribusi maupun selama penjualan. Adanya mikroba dalam bahan pangan akan mengakibatkan bahan menjadi tidak menarik karena bahan menjadi rusak, terjadi fermentasi atau ditumbuhi oleh kapang. Bakteri yang tumbuh dalam bahan pangan akan mempengaruhi kualitasnya, disamping itu ada kecenderungan menghasilkan senyawa beracun bagi konsumen (manusia), sehingga menimbulkan sakit, bahkan bisa menyebabkan kematian. Industri pangan hendaknya memproduksi bahan pangan yang memiliki kualitas bagus dan aman bila dikonsumsi. Pengemasan bahan pangan ikut berperan dalam menghasilkan produk dengan kualitas baik dan aman bila dikonsumsi. Faktor-taktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu : a. Kerusakan yang sangat ditentukan oleh sifat alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja (perubahan-perubahan fisik, biokimia dan kimia serta mikrobiologis). b. Kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan yang digunakan (kerusakan mekanis, perubahan ISBN 978-602-17415-0-4 8 kadar air bahan pangan, absorpsi dan interaksi dengan oksigen, kehilangan dan penambahan cita rasa yang tidak diinginkan). 2.2. SEJARAH PENGEMASAN Sebelum dibuat oleh manusia, alam juga telah menyediakan kemasan untuk bahan pangan, seperti jagung dengan kelobotnya, buah-buahan dengan kulitnya, buah kelapa dengan sabut dan tempurung, polong-polongan dengan kulit polong dan lain-lain. Manusia juga menggunakan kemasan untuk pelindung tubuh dari gangguan cuaca, serta agar tampak anggun dan menarik. Menurut catatan sejarah, pengemasan telah ada sejak 4000 SM. Pada waktu itu peradaban manusia telah tinggi dengan disertai adanya pertukaran barang niaga antara Mesir dan Mesopotamia, serta Cina dan India. Kosmetika merupakan produk yang lebih dahulu dikemas sebelum bahan pangan. Karena itu pengemasan produk kometika bahkan produk farmasi dewasa ini tampak lebih maju dibandingkan dengan hasil industri lainnya. Penemuan penggunaan kemasan untuk berbagai jenis minyak wangi atau parfum dan kosmetika lainnya dijumpai di makam orang Mesir purba sekitar 3000 SM. Secara tradisional nenek moyang kita menggunakan bahan kemasan alami untuk mewadahi bahan pangan seperti buluh bambu, daun-daunan, pelepah atau kulit pohon, kulit binatang, rongga batang pohon, batu, tanah liat, tulang dan sebagainya. Mulanya, orang menggunakan daun yang lebar sebagai bahan kemasan, seperti daun jati, daun talas, dan daun pisang untuk membungkus daging. Kulit binatang digunakan untuk mengambil atau membawa air, keranjang bambu atau yang sejenis untuk menyimpan atau membawa hasil panen. Pada awal abad ke 19, Napoleon menginginkan bahan pangan yang dapat dibawa oleh tentara dalam jumlah banyak dan aman yang terkemas dengan baik. Kemudian dia menawarkan 12000 france bagi siapa saja yang dapat menemukan suatu teknologi yang dapat membawa bahan pangan dalam jumlah banyak dan aman selama dalam transportasi maupun penyimpanan. Pada tahun 1810, seorang berkebangsaaan Perancis bernama Nicolas Appert memenangkan hadiah tersebut. Dia mengembangkan pengemasan canning proces meskipun pada saat itu untuk pengemasan produk digunakan botol. Pada abad 19, dimana masyarakat di Amerika hidup berpindahpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk bercocok tanam, biasanya mereka menggunakan kereta atau dikenal dengan wagon. Untuk mempertahankan hidupnya sebelum tanaman yang mereka tanam dapat dipanen, maka mereka membawa ISBN 978-602-17415-0-4 9 makanan dalam kaleng. Karena makanan kaleng tersebut dapat tahan lama dan aman dikonsumsi maka sejak itu pula pengembangan pengalengan di Amerika berkembang dengan pesat. Contoh di atas menunjukkan pada kita semua, bahwa pengemasan bahan pangan sangat erat hubungannya dengan kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu makanan harus tersedia kapan saja dan dimana saja di dunia ini. Untuk menyediakan bahan pangan yang tersedia kapan saja dan dimana saja, maka pengemasan menjadi hal yang penting selain teknologi pengolahannya. Meskipun pengemasan sudah lama dilakukan, akan tetapi sebagai cabang ilmu pengetahuan masih muda. Pada abad 19 pengemasan menitik beratkan pada olah seni, selanjutnya berkembang menjadi cabang ilmu pengetahuan yang cukup canggih serta memerlukan beberapa ilmu dasar sebagai pendukung seperti keteknikan, teknologi, kimia, fisika, mekanika, matematik, seni dan ekonomi. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta majunya industri modern memberikan dampak pula pada pengemasan yaitu perkembangan dalam hal bahan dan bentuk kemasan sehingga memperluas horizon dan cakrawala pengemasan hasil pertanian. Penggunaan logam, kaca, kertas, disamping bahan kemas yang bersifat alami seperti kayu, daun, kulit hewan dan lain -lain, bahkan sekarang telah digunakan kemasan dengan variasi pada komposisi atmosfir di dalam kemasan, kemasan aseptik, kemasan transportasi dengan suhu rendah dan lain sebagainya. 2.3. RANGKUMAN Pengemasan dapat diartikan juga sebagai usaha perlindungan terhadap produk dari segala macam kerusakan dengan menggunakan kemasan, sehingga pengemasan bertujuan untuk melindungi atau mengawetkan produk agar sampai ke tangan konsumen dalam keadaan baik. Pengemasan menjadi hal yang penting karena akan memudahkan dalam kegiatan transportasi dan penyimpanan. Prinsipprinsip pengolahan perlu diketahui agar dapat menerapkan cara dan penggunaan bahan kemasan yang sesuai dengan produk pangan yang akan dikemas. Pengemasan bahan pangan ikut berperan dalam menghasilkan produk dengan kualitas baik dan aman bila dikonsumsi. Faktor-taktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu: kerusakan yang sangat ditentukan oleh sifat alamiah dari produk sehingga tidak dapat dicegah dengan pengemasan saja dan ISBN 978-602-17415-0-4 10 kerusakan yang tergantung pada lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan pengemasan. Sebelum dibuat oleh manusia, alam juga telah menyediakan kemasan untuk bahan pangan. Pengemasan telah ada sejak 4000 SM. Secara tradisional nenek moyang kita menggunakan bahan kemasan alami untuk mewadahi Tahun 1810, seorang berkebangsaaan Perancis bernama bahan pangan. Nicolas Appert mengembangkan pengemasan canning proses. Meskipun pengemasan sudah lama dilakukan, akan tetapi sebagai cabang ilmu pengetahuan masih muda. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta majunya industri modern memberikan dampak pula pada pengemasan yaitu perkembangan dalam hal bahan dan bentuk kemasan sehingga memperluas horizon dan cakrawala pengemasan hasil pertanian. 2.4. LATIHAN 2. Sebutkan kata-kata inti yang mencakup arti dan makna dari pengemasan pangan? 3. Teknologi pengemasan modern apa yang paling pertama dikembangkan oleh manusia dan siapa penemunya? 4. Sebutkan bahan kemasan tradisional apa saja yang sekarang masih digunakan di daerah saudara untuk mengemas pangan hasil pertanian (khususnya pangan hasil ternak)? ISBN 978-602-17415-0-4 11 BAB III FUNGSI PENGEMASAN DAN KLASIFIKASI KEMASAN Indikator Keberhasilan: Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat menjelaskan fungsi-fungsi pengemasan dan klasifikasi kemasan. 3.1. FUNGSI PENGEMASAN Fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut dan dipasarkan. Fungsi utama pengemasan adalah mengawetkan dan melindungi produk pangan yang dikemas. Pengemasan melindungi produk dari kerusakan fisik, kimia dan biologi. Kontaminasi fisik, kimia dan biologi dapat diminimalkan dengan pengemasan yang baik. Pengemasan melindungi produk dari lingkungan luar. Uap air dan oksigen dari lingkungan luar yang kontak dengan produk pangan umumnya dapat menyebabkan kerusakan produk terutama produk kering dan produk yang sensitif terhadap oksidasi. Pengemasan dapat menghindarkan produk pangan dari kontak dengan uap air dan oksigen dari lingkungan luar. Cahaya juga dapat mempercepat terjadinya oksidasi. Banyak bahan kemasan yang dapat melindungi produk pangan dari ekspose cahaya. Produk pangan menjadi lebih mudah diangkut, didistribusikan dan disimpan apabila dikemas. Pengemasan memudahkan produk untuk dipindahkan dan ditumpuk. Dalam hal ini pengemasan membuat penggunaan alat angkut dan ruang menjadi lebih efisien.Pengemasan membantu konsumen dapat menggunakan produk dengan baik. Produk yang dikemas lebih mudah dipegang, diambil, dikonsumsi atau disimpan kembali. Hal ini penting terutama untuk produk pangan yang tidak ”sekali habis”, misalnya margarin, kecap, saos, sirup, biskuit, dan sebagainya. Pengemasan memungkinkan produk untuk diberi label. Label merupakan informasi mengenai identitas produk, identitas produsen, serta petunjuk penggunaan produk bagi konsumen. Bagi produsen label dapat menjadi sarana iklan dan promosi, sedangkan bagi konsumen label merupakan informasi penting yang menjadi acuan untuk keputusan membeli atau tidak. ISBN 978-602-17415-0-4 12 Bagi produsen, pengemasan merupakan salah satu komponen biaya. Pada beberapa produk pangan, biaya kemasan dapat mencapai 30-40% dari keseluruhan biaya produksi. Secara ringkas pengemasan mempunyai fungsi antara lain:(1) pengawetan, (2) proteksi terhadap kerusakan fisik, kimia, biologi (3) proteksi terhadap kontaminasi fisik, kimia, biologi, (4) memudahkan distribusi, dan (5) pengenalan produk. Secara umum fungsi pengemasan pada bahan pangan adalah : a. Mengemas produk selama distribusi dari produsen hingga kekonsumen, agar produk tidak tercecer, terutama untuk cairan, pasta atau butiran. b. Melindungi dan mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar ultraviolet, panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk. c. Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui label yang terdapat pada kemasan. d. Meningkatkan efisiensi, misalnya:memudahkan penghitungan (satu kemasan berisi 10, 1 lusin, 1 gross dan seterusnya), memudahkan pengiriman dan penyimpanan. Hal ini penting dalam dunia perdagangan. e. Melindungi pengaruh buruk dari produk di dalamnya, misalnya jika produk yang dikemas berupa produk yang berbau tajam, atau produk berbahaya seperti air keras, gas beracun dan produk yang dapat menularkan warna, maka dengan mengemas produk dapat melindungi produk- produk lain di sekitarnya. f. Memperluas pemakaian dan pemasaran produk, misalnya penjualan kecap dan sirup yang semula dikemas dalam botol gelas, namun sekarang berkembang dengan menggunakan kemasan botol plastik. g. Menambah daya tarik calon pembeli. h. Sebagai sarana informasi dan iklan. i. Memberi kenyamanan bagi konsumen. Fungsi f, g, h dan i merupakan fungsi tambahan dari kemasan, akan tetapi dengan semakin meningkatnya persaingan dalam industri pangan, fungsi tambahan ini justru lebih ditonjolkan, sehingga penampilan kemasan harus betul-betul menarik bagi calon pembeli. Beberapa cara untuk meningkatkan penampilan kemasan: a. Kemasan dibuat dengan beberapa warna dan mengkilat sehingga menarik dan berkesan mewah. ISBN 978-602-17415-0-4 13 b. Kemasan dibuat sedemikian rupa sehingga memberi kesan produk yang dikemas bermutu dan mahal c. Desain kemasan dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi konsumen. d. Desain teknik kemasannya selalu mengikuti teknik mutahir sehingga produk yang dikemas terkesan mengikuti perkembangan terakhir. Di samping fungsi-fungsi di atas, kemasan juga mempunyai peranan penting dalam industri pangan, yaitu : a) sebagai identitas produk; b) media promosi; c) media penyuluhan, seperti memberikan informasi tentang petunjuk cara penggunaan dan manfaat produk yang ada di dalamnya; d) bagi pemerintah kemasan dapat di gunakan sebagai usaha perlindung bagi konsumen; e) kemasan dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang isi/produk, sebagai dasar dalam mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak. Kemasan juga mempunyai beberapa kelemahan, seperti: a. Pengemasan bisa disalahgunakan oleh produsen karena digunakan untuk menutupi kekurangan mutu atau kerusakan produk, mempropagandakan produk secara tidak proporsional atau menyesatkan sehingga menjurus kepada penipuan atau pemalsuan. Sehingga sering disalahgunakan oleh produsen. b. Pengemasan bahan pangan akan meningkatkan biaya produksi. Bahan kemasan yang kontak langsung dengan produk pangan dapat menjadi sumber kontaminasi. Kontaminasi terhadap produk pangan dari bahan kemasan dapat menyebabkan perubahan warna, aroma atau citarasa, bahkan dapat menyebabkan produk pangan menjadi tidak aman dikonsumsi. Beberapa komponen bahan kemasan diketahui bersifat toksik. Bahan kemasan, baik bahan logam, maupun bahan lain seperti plastik, gelas, kertas dan karton harus memenuhi 6 persyaratan utama sebagai bahan kemasan, yaitu: a. Menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lainnya. b. Melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air, oksigen dan penyinaran (cahaya). ISBN 978-602-17415-0-4 14 c. Mempunyai fungsi yang baik, efisien dan ekonomis khususnya dalam proses pengemasan, yaitu selama penempatan bahan pangan ke dal am kemasan kemasan. d. Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan jugam memudahkan dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan dan di stribusi. e. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah dibuang, dan mudah dibentuk atau dicetak. f. Menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas dan makanan di dalamnya agar dapat membantu promosi atau penjualan. Persyaratan tersebut di atas tentu saja tidak dapat seluruhnya dipenuhi oleh bahan kemasan alami, karena itu dengan bantuan teknologi dapat diciptakan bahan kemasan sintetik yang dapat memenuhi sebagian besar dari persyaratan minimal yang diperlukan. Bahan kemasan sintetik produk pangan yang baik harus memenuhi sifat-sifat atau kriteria: (1) tidak toksik, (2) berfungsi sebagai barier terhadap air, (3) barier terhadap oksigen, (4) barier terhadap mikroba, (6) mencegah kehilangan produk, (7) mudah dibuka atau ditutup, (8) tidak merusak lingkungan, (9) memenuhi kebutuhan ukuran, bentuk, dan berat, (10) cocok dengan produk pangan yang dikemas. Mutu bahan pangan yang akan dikemas perlu dipertimbangkan, karena bahan pangan merupakan media yang baik mikroorganisme, disamping itu bagi tumbuh dan berkembangnya perlu diketahui metoda pengolahan yang telah dialami dan kondisi penyimpanan yang diperlukan untuk mempertahankan mutu. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu kemungkinan masuknya komponen beracun dari bahan kemasan ke dalam bahan pangan dan pemindahan bau dan bahan kemasan ke dalam bahan pangan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan, yaitu: etika, sifat produk, analisis pasar, kemasan saingan, kepentingan konsumen, kemasan ekspor. 1. Etika. Pengemasan dituntut untuk memberi informasi yaitu: Kemasan harus memberi kesan yang jujur tentang isinya, tidak boleh meniru desain kemasan pihak lain, tidak membuat desain kemasan yang berlebihan sehingga harganya mahal. Bagi bahan pangan, biaya untuk kemasan umumnya lebih kurang 20% dari harga ISBN 978-602-17415-0-4 15 jualnya, tergantung dari ti ngkat kemudahan yang diperoleh konsumen dari kemasan tersebut. 2. Sifat produk Kemasan harus disesuaikan dengan sifat bahan pangan yang akan dikemas, karena itu pengenalan yang seksama terhadap sifat bahan yang akan dikemas merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam merencanakan kemasan. 3. Analisis pasar Dalam merancang kemasan diperlukan pemasaran dan selera konsumen. pusat-pusat perbelanjaan data yang Iengkap tentang cara Misalnya produk yang (swalayan) dan stratum berpenghasilan tinggi perlu dir ancang kemasan yang akan dipasarkan di konsumen yang sesuai dengan kondisi tersebut. 4. Kemasan saingan Sebelum sampai pada desain terahir, suatu model kemasan perlu diuji coba di pasar dengan menampilkannya diantara kemasan lain (saingan) yang sudah ada. 5. Kepentingan konsumen Sejauh mungkin harus diupayakan agar dapat memenuhi kepentingan konsumen dari segi praktis mau pun psikologis, yaitu dengan menjelaskan tentang cara pemakaian produk, komposisi, batas waktu kadalu warsa, cara penyimpanan dan lain-lain. 6. Kemasan ekspor Kemasan ekspor menghendaki persyaratan yang berbeda dengan kemasan untuk dalam negeri, karena memerlukan kekuatan dan daya proteksi yang lebih besar, disamping itu persyaratan lainnya seperti hukum, bea cukai, selera dan kesenangan konsumen yang berbeda. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas perlu diperhatikan beberapa faktor penentu dalam merancang suatu kemasan, yaitu : penampakan, proteksi, fungsi, harga dan hal -hal yang berkenaan dengan penanganan kemasan setelah produk dikonsumsi; antara lain pendauran ulang, pencemaran lingkungan (biodegradable) dan Pengetahuan terhadap bahan kemasan menjadi sangat penting bagi produsen dan konsumen. Produsen membutuhkan pengetahuan bahan kemasan yang dapat melindungi produk yang dihasilkan, membuat produk lebih menarik, ekonomis, dan aman. Konsumen perlu mengetahui bahan kemasan yang mampu mempertahankan mutu produk, dan aman. ISBN 978-602-17415-0-4 16 Pengemasan diperlukan sesuai dengan kondisi lingkungan bahan makanan dari saat pengemasan hingga konsumen, sehingga pengemasan mempunyai fungsi sebagai berikut: penghalang kontaminan seperti debu, kotoran, dan kontaminan lain termasuk mikrobiologis ; mencegah kehilangan nutrien, penyusutan produk dan kerusakan, misalnya karena bocor ; melindungi produk dari kerusakan fisik, kemis karena pengaruh yang merugikan, misalnya cahaya/sinar, insekta dan rodensia ; melindungi dan memfasilitasi penanganan dan transportasi selama distribusi dan pemasaran ; membantu pelanggan, dan konsumen dalam mengidentifikasi bahan makanan dan menginstruksikan mereka tentang bagaimana menggunakan produk dengan benar, dan ; meningkatkan daya tarik konsumen untuk membeli. 3.2. KLASIFIKASI KEMASAN Kemasan dapat digolongkan berdasarkan berbagai hal antara lain: Frekuensi Pemakaian, Struktur Sistem Kemasan,Sifat Kekakuan Bahan Kemasan, Sifat Perlindungan Terhadap Lingkungan, Dan Tingkat Kesiapan Pakai. 3.2.1 Klasifikasi Kemasan Berdasarkan Frekuensi Pemakaian. Berdasarkan frekuensi pemakaian, maka kemasan dibagi menjadi beberapa macam, yaitu : a. Kemasan sekali pakai (disposable), yaitu kemasan yang langsung dibuang setelah satu kali pakai. Contohnya bungkus plastik untuk es, bungkus permen dan kertas, bungkus yang berasal dari daun-daunan, kaleng hermetis, karton dus. b. Kemasan yang dapat dipakai berulang kali (multi trip), seperti beberapa jenis botol minuman (limun, bir, minuman ringan), botol kecap. Kemasan-kemasan ini umumnya tidak dibuang oleh konsumen, akan tetapi dikembalikan lagi pada agen penjual untuk kemudian dimanfaatkan ulang oleh pabrik. c. Kemasan yang tidak dibuang atau dikembalikan oleh konsumen (semi disposable). Kemasan-kemasan tersebut biasanya digunakan untuk kepentingan lain di rumah konsumen, setelah dipakai, seperti beberapa jenis botol, kemasan dan kaleng (susu, makanan bayi). 3.2.2. Klasifikasi Kemasan Berdasarkan Struktur Sistem Kemasan. Berdasarkan letak atau kedudukan suatu bahan kemasan di dalam sistem kemasan keseluruhan dapat dibedakan atas : ISBN 978-602-17415-0-4 17 a. Kemasan primer, yaitu apabila bahan kemas langsung mewadahi atau membungkus bahan pangan (kaleng susu, botol minuman, bungkus tempe). b. Kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi kelompok-kelompok kemasan lainnya, seperti halnya kotak karton untuk kemasan susu dalam kaleng, kotak kayu untuk kemasan buah-buahan yang sudah dibungkus, kerangjang tempe dan sebagainya. c. Kemasan tersier, kuaterner, yaitu apabila masih diperlukan lagi pengemasan setelah kemasan primer, sekunder, dan tersier (untuk kemasan kuaterner). Umumnya digunakan sebagai pelindung selama pengangkutan. Kemasan sekunder, tersier dan kuartener umumnya digunakan sebagai pelindung selama pengangkutan dari pabrik sampai ke konsumen (kemasan pe ngangkutan). Sedangkan kemasan primer, yaitu kemasan untuk produk yang dibeli oleh konsumen (kemasan konsumen). Kemasan pengangkutan secara umum terdiri dari tujuh tipe, yaitu : a. Peti atau krat yang terbuat dari kayu atau plywood. b. Kotak yang terbuat dari kayu, plywood dan baja. c. Drum yang terbuat dari besi dan alumunium. d. Drum yang terbuat fibre board. e. Peti yang terbuat dari fibre board yang padat dan bergelombang. f. Kantung yang terbuat dari tekstil (yute, katun, linen), kertas dan plastik. g. Karung dan keranjang. Kemasan konsumen secara umum dikelompokan menjadi: a. Kaleng dengan penutupan double seamer. b. Botol dan stoples gelas. c. Kemasan plastik dengan berbagai macam bentuk yang kaku dan agak kaku. d. Tabung yang terbuat dari logam maupun plastik. e. Kotak yang terbuat dari kertas tebal dan karton yang kaku dan dapat dilipat. f. Kemasan dari paper pulp dengan bermacam-macam bentuk. g. Kemasan yang fleksibel yang terbuat dari kertas paper board, plastik tipis, foils, laminats yang digunakan untuk membungkus, kantung, amplop, sachet, pelapis luar dan lain-lain. 3.2.3. Klasifikasi Kemasan Berdasarkan Sifat Kekakuan Bahan Kemasan. Bentuk kemasan berdasarkan kekerasannya terbagi atas : Kemasan kaku (rigid), kemasan semi kaku (semi rigid) dan kemasan lentur (flexible). ISBN 978-602-17415-0-4 18 a. Kemasan fleksibel, yaitu bila bahan kemas mudah dilenturkan tanpa adanya retak atau patah. Bahan kemas pada umumnya tipis, misalnya : plastik, kertas, foil. b. Kemasan kaku, yaitu bila bahan kemas bersifat keras, kaku, tidak tahan lenturan, patah bila dipaksa dibengkokkan. Relatif lebih tebal daripada kemasan fleksibel, misalnya : kayu, gelas dan logam. c. Kemasan semi kaku atau semi fleksibel, yaitu bahan kemas yang memiliki sifatsifat antara kemasan fleksibel dan kemasan kaku, seperti botol plastik (susu, kecap, saus) dan kemasan bahan yang terbentuk pasta. 3.2.4. Klasifikasi Kemasan Berdasarkan Sifat Perlindungan Terhadap Lingkungan. Berdasarkan sifat perlindungan terhadap lingkungan terdapat 3 tipe kemasan, yaitu a. Kemasan hermetis (tahan uap dan gas), yaitu kemasan yang secara sempurna tidak dapat dilalui oleh gas, udara maupun uap air. Selama masih hermetis maka kemasan tersebut juga tidak dapat dilalui oleh bakteri, ragi, kapang dan debu. Kemasan-kemasan yang biasanya digunakan untuk pengemasan secara hermetis adalah kaleng dan botol gelas, tetapi penutupan atau penyumbatan yang salah dapat mengakibatkan kemasan tidak lagi hermetis. Kemasan fleksibel tidak selalu hermetis, karena beberapa diantaranya dapat ditembus uap air atau gas. Kemasan hermetis masih bisa memberikan bau (odor) yang berasal dari kemasan itu sendiri, misalnya pada kemasan kaleng yang tidak berenamel. b. Kemasan tahan cahaya, yaitu kemasan yang tidak bersifat transparan (kemasan logam, kertas, foil). Botol atau kemasan gelas dapat dibuat gelap atau keruh. Kemasan tahan cahaya sangat cocok untuk bahan pangan yang mengandung lemak dan vitamin yang tinggi, serta makanan yang difermentasi (cahaya dapat mengaktifkan reaksi kimia dan aktifitas enzim). c. Kemasan tahan suhu tinggi, jenis kemasan ini digunakan untuk bahan pangan yang memerlukan proses pemanasan, sterilisasi atau pasteurisasi. Umumnya kemasan logam dan gelas. Kemasan fleksibel pada umumnya tidak tahan panas. Perlu diperhatikan agar perbedaan suhu antara bagian dalam dan bagian luar khususnya untuk kemasan logam tidak melebihi 45°C. ISBN 978-602-17415-0-4 19 3.2.5. Klasifikasi Kemasan Berdasarkan Tingkat Kesiapan Pemakaian. Tipe kemasan berdasarkan tingkat kesiapan pakai terbagi dalam : a. Kemasan siap pakai, yaitu bahan kemas yang siap untuk diisi dengan bentuk yang telah sempurna sejak keluar dari pabrik. Contohnya adalah botol, kemasan kaleng dan sebagainya. b. Kemasan siap dirakit atau disebut juga kemasan lipatan, yaitu kemasan yang masih memerlukan tahap perakitan sebelum pengisian, misalnya kaleng yang keluar dari pabrik dalam bentuk lempengan (flat) atau silinder fleksibel, kemasan yang terbuat dari kertas, foil atau plastik. Keuntungan kemasan siap dirakit adalah penghematan ruang dalam pengangkutan serta kebebasan dalam menentukan ukuran. Untuk kemasan sosis dan permen saat ini dapat dijumpai sejenis kemasan yang disebut edible. Jenis kernasan ini berasal dan pati, gelatin atau gum sehingga bisa langsung dimakan dengan produk yang dibungkusnya. 3.3. RANGKUMAN Secara ringkas pengemasan mempunyai fungsi antara lain: (1) pengawetan, (2) proteksi terhadap kerusakan fisik, kimia, biologi (3) proteksi terhadap kontaminasi fisik, kimia, biologi, (4) memudahkan distribusi, dan (5) pengenalan produk. Bahan kemasan sintetik produk pangan yang baik harus memenuhi sifat-sifat atau kriteria: (1) tidak toksik, (2) berfungsi sebagai barier terhadap air, (3) barier terhadap oksigen, (4) barier terhadap mikroba, (6) mencegah kehilangan produk, (7) mudah dibuka atau ditutup, (8) tidak merusak lingkungan, (9) memenuhi kebutuhan ukuran, bentuk, dan berat, (10) cocok dengan produk pangan yang dikemas. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan, yaitu: etika, sifat produk, analisis pasar, kemasan saingan, kepentingan konsumen, dan kemasan ekspor. Produsen membutuhkan pengetahuan bahan kemasan yang dapat melindungi produk yang dihasilkan, membuat produk lebih menarik, ekonomis, dan aman. Konsumen perlu mengetahui bahan kemasan yang mampu mempertahankan mutu produk dan aman. Kemasan dapat digolongkan berdasarkan berbagai hal antara lain: frekuensi pemakaian, struktur sistem kemasan,sifat kekakuan bahan kemas, sifat perlindungan terhadap lingkungan, dan tingkat kesiapan pakai. Berdasarkan frekuensi pemakaian, maka kemasan dibagi menjadi beberapa macam, yaitu: kemasan sekali pakai ISBN 978-602-17415-0-4 20 (disposable), kemasan yang dapat dipakai berulang kali (multi trip), dan kemasan atau kemasan yang tidak dibuang atau dikembalikan oleh konsumen (semi disposable). Berdasarkan letak atau kedudukan suatu bahan kemas di dalam sistem kemasan keseluruhan dapat dibedakan atas: kemasan primer, kemasan sekunder, dan kemasan tersier, kuaterner, dsb. Bentuk kemasan berdasarkan kekerasannya terbagi atas: Kemasan kaku (rigid), kemasan semi kaku (semi rigid) dan kemasan lentur (flexible). Berdasarkan sifat perlindungan terhadap lingkungan terdapat 3 tipe kemasan, yaitu kemasan hermetis (tahan uap dan gas), kemasan tahan cahaya, dan kemasan tahan suhu tinggi. Tipe kemasan berdasarkan tingkat kesiapan pakai terbagi dalam: kemasan siap pakai dan kemasan siap dirakit atau disebut juga kemasan lipatan. 3.4. LATIHAN 1. Sebutkan fungsi-fungsi pengemasan bahan pangan? 2. Sebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan? 3. Jelaskan dengan singkat dan tepat klasifikasi kemasan berdasarkan sifat perlindungan terhadap lingkungan! 4. Apakah kemasan edible itu? Sebutkan aplikasinya dalam pengemasan pangan dan farmasi yang saudara ketahui! ISBN 978-602-17415-0-4 21 BAB IV JENIS-JENIS BAHAN KEMASAN Indikator Keberhasilan: Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat mengenal jenis-jenis bahan kemasan. Bila diperhatikan di pasaran maka untuk jenis produk yang berbeda umumnya jenis bahan kemasan yang digunakan berbeda pula, meskipun ada pula jenis produk yang sama maka jenis bahan kemasan yang digunakan bisa lebih dari satu jenis. Menurut BPOM RI (2007), kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Sebagai contoh: produk susu bubuk, ada yang dikemas langsung dalam aluminium foil, ada juga setelah dikemas dalam aluminium foil kemudian dikemas lagi dalam kardus, tetapi ada pula susu bubuk yang dikemas dalam kaleng. Contoh lain: produk keripik atau chips, produk ini ada yang dikemas dalam kantong plastik, ada pula yang dikemas dalam aluminium foil, ada juga setelah dikemas dalam aluminium foil kemudian dikemas lagi dalam kardus, tetapi ada pula yang dikemas dalam kaleng yang terbuat dari kertas dengan diberi lapisan plastik tipis. Menurut Griffin et al. (1985), bahan kemasan dikelompokkan menjadi empat, yaitu: 1. Keramik, yang termasuk dalam kelompok jenis ini adalah bahan-bahan dari gelas dan keramik. 2. Logam, termasuk plat/ lempengan timah (tinplate) dan aluminium. 3. Bahan alami (dari tanaman), seperti: kayu, serat tanaman dan karet. 4. Plastik. 4.1. KERAMIK Keramik diartikan sebagai bahan yang berasal dari partikel tanah termasuk dari pasir dan lempung. Menurut BPOM RI (2007), keramik adalah barang yang dibuat dari campuran bahan anorganik yang umumnya terbuat dari tanah liat atau mengandung silikat kadar tinggi dan ke dalamnya dapat ditambahkan bahan organik melalui proses pembakaran. Bahan kemasan dari keramik merupakan bahan ISBN 978-602-17415-0-4 22 kemasan tertua. Umumnya bahan kemasan tersebut dalam bentuk botol, guci, pot atau vas bunga. Untuk fermentasi pada pembuatan kecap dan tauco biasanya digunakan kemasan yang berasal dari tanah lempung. Biasanya guci juga digunakan untuk kemasan minuman beralkohol. 4.2. GELAS/KACA Menurut BPOM RI (2007), gelas adalah campuran pasir dengan soda abu (serbuk mineral/pasir putih dengan titik leleh rendah), batu kapur dan pecahan atau limbah atau gelas yang didaur ulang. Bahan gelas terbuat dari 10% tanah lempung, 15% soda abu dan pasir silika sekitar 75%, kadang- kadang digunakan pula sedikit tambahan aluminium oksida, kalium oksida, magnesium oksida dan dicairkan pada suhu 1540 OC. Pembentukan menjadi berbagai bentuk kemasan dari gelas ini dilakukan pada saat adonan masih dalam kondisi semi padat, sehingga memudahkan pembentukan sesuai dengan keinginan (Griffin et al, 1985). Adapun bagian-bagian dari botol dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini. Gambar 2. Bagian-bagian botol Kemasan atau bahan kemasan dari bahan gelas umumnya digunakan untuk mengemas bahan cair seperti parfum, bahan kosmetik (pelembab dan pembersih wajah), pickle (asinan), jam (selai), jelly dan lain-lain. Saat ini juga banyak digunakan untuk mengemas produk-produk padat untuk hiasan ruangan, contoh beberapa macam biji-bijian dikemas dalam satu botol gelas yang sama, biasanya produk ini untuk hiasan atau ornament penataan meja makan. Gambar berikut ini merupakan beberapa contoh produk dengan menggunakan kemasan botol dari bahan gelas. ISBN 978-602-17415-0-4 23 Pengemasan bahan/produk dengan menggunakan bahan gelas, memiliki beberapa keuntungan, yaitu: bersifat inert terhadap bahan kimia, jernih/transparan, tahan terhadap tekanan dari dalam, tahan panas dan relatif murah harganya. 4.2.1. Gelas bersifat inert terhadap bahan kimia Gelas bersifat inert (lambat bereaksi) terhadap bahan kimia dan hampir tidak bereaksi dengan bahan/produk yang dikemas. Sifat inert dari bahan gelas memang relatif, namun hampir setiap bahan gelas tidak bereaksi dan tidak menimbulkan efek dengan bahan kimia. Kecuali asam hidro orik berbentuk cair dapat bereaksi dengan cepat pada suhu kamar (Paine dan Paine, 1992). Disamping itu kemasan gelas dapat digunakan untuk mengemas bahan/produk berbentuk cair, padat dan gas karena mampu mencegah penguapan, kontaminasi bau atau flavor dari luar. Pada suhu kamar, air dan larutan dapat bereaksi dengan gelas tetapi kecepatan reaksinya sangat rendah. Reaksi terjadi akibat adanya ion hydrogen dari air digantikan oleh natrium dari bahan gelas dalam jumlah yang sama. Akibatnya membentuk sodium hidroksida sehingga air atau cairan sedikit bersifat basa. Pada kondisi normal, pembentukan reaksi basa yang sangat kecil tersebut diabaikan, reaksi makin cepat dengan adanya kenaikan suhu, dan proses sterilisasi berulang dengan suhu tinggi menyebabkan pembentukan ion sodium semakin tinggi. Oleh karena itu, untuk produk-produk yang sensitif terhadap basa, seperti obatobatan atau cairan transfus maka digunakan kemasan gelas yang yang diberi perlakuan sulphating dengan cara memasukkan sulfur dioksida ke dalam bahan gelas pada suhu 500OC. Dengan demikian gas yang bersifat asam akan cepat bereaksi dengan sodium pada permukaan bahan gelas membentuk sodium sulfat. Sodium sulfat akan mudah tercuci oleh air. Selain bersifat inert terhadap bahan kimia, gelas juga merupakan barrier (dapat melindungi) penguapan air dan gas. Namun kehilangan uap air dan gas masih dapat terjadi pada saat terjadi proses penutupan botol gelas. 4.2.2. Gelas memiliki sifat jernih Bahan kemasan dari gelas memiliki keunggulan karena bahan gelas bersifat jernih. Dengan demikian pada saat pemasaran produk (terutaman makanan dan minuman), maka konsumen dapat melihat langsung isi/produk dalam botol/ kemasan gelas. Untuk produk- produk yang tidak tahan terhadap cahaya, maka digunakan botol gelas berwarna, umumnya menggunakan warna coklat. ISBN 978-602-17415-0-4 24 4.2.3. Gelas bersifat kaku/kokoh (rigid) Sifat kemasan gelas yang kaku/kokoh (rigid) hampir bisa digunakan untuk mengemas berbagai jenis produk. Hal ini dikarenakan bahan kemasan gelas lebih mudah dalam penanganannya selama proses pengisian, tahan terhadap tekanan dari luar. Kemasan gelas juga sangat baik untuk mengemas produk dengan kondisi vacuum. Sifat kemasan gelas yang kaku/kokoh (rigid) kurang baik untuk mengemas produk powder, seperti bedak dan produk cair untuk bahan saniter, seperti sabun tangan cair, pengharum pakaian cair, lantai cair dan bahan-bahan yang sejenis. Hal ini dikarenakan kemasan gelas tidak dapat berfungsi sebagai dispenser bagi produkproduk tersebut. 4.2.4. Tahan terhadap tekanan dari dalam Bahan kemasan gelas memiliki sifat tahan terhadap tekanan dari dalam. Oleh karena itu kemasan gelas sangat sesuai untuk mengemas minuman berkarbonat, seperti soft drink, bir dan bahan- bahan yang mengandung aerosol. 4.2.5. Tahan terhadap panas Ketahanan bahan kemasan terhadap panas merupakan sifat yang penting selama proses pengemasan. Bahan gelas dapat tahan pada suhu 500 O C. Ketahanan gelas terhadap panas ini akan menguntungkan selama proses: ü Pengisian dalam kondisi panas (hot filling). Pengisian dalam kondisi panas diperlukan untuk mengemas produk-produk yang berbentuk pasta pada suhu kamar, seperti selai kacang (peanut butter), atau untuk menghasilkan hasil kemasan steril. Contoh: pengemasan jam (selai) dilakukan dalam kondisi panas untuk mencegah pertumbuhan kapang. ü Pemasakan atau sterilisasi produk dalam kemasan. Bir biasanya dilakukan pasteurisasi dalam kemasan, dengan demikian untuk mengemas produk ini digunakan bahan kemasan gelas karena tahan terhadap panas. ü Sterilisasi kemasan kosong baik menggunakan uap panas maupun udara panas. Meskipun bahan kemasan gelas dapat tahan terhadap suhu tinggi, namun perbedaan suhu yang mencolok di dalam dan di luar kemasan dapat menyebabkan kemasan gelas retak atau pecah. Ketahanan terhadap perbedaan suhu tersebut dipengaruhi oleh bentuk dan ketebalan kemasan gelas. Adapun kisaran perbedaan ISBN 978-602-17415-0-4 25 suhu antara di luar dan di dalam kemasan tanpa mengalami retak atau pecah dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 2. Kisaran Perbedaan Suhu Antara di Luar dan di dalam Kemasan Tanpa Mengalami Retak atau Pecah Sumber: Paine dan Paine (1993) 4.2.6. Harga kemasan gelas murah Harga kemasan gelas relatif murah, karena botol habis pakai masih bisa digunakan untuk mengemas ulang produk yang sama atau dapat digunakan untuk mengemas produk lain. Akan tetapi pengemasan dengan bahan gelas juga memiliki kelemahan karena bahan gelas bersifat transparan maka produk dalam kemasan harus disimpan pada tempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung (untuk menghindari oksidasi), kemasan gelas relatif berat dan mudah pecah sehingga diperlukan kemasan sekunder untuk melindunginya, bahan gelas merupakan konduktor yang buruk sehingga tidak dapat didinginkan dengan cepat. Bahan kemasan gelas yang mengalami retak atau pecah dapat membahayakan pekerja maupun konsumen. Misalnya saja kemasan gelas selama proses pengolahan mengalami pecah, kemudian ada serpihan/potongan kaca kemasan gelas masuk dalam produk, karena sulit untuk mendeteksi ada tidaknya potongan/serpihan kaca dalam produk, maka produk tersebut akan sangat berbahaya bila tertelan olah konsumen. 4.3. LOGAM Bahan logam yang dimaksud termasuk bahan kemasan yang menggunakan bahan tembaga, perak dan emas atau campuran dari bahan-bahan tersebut. Bahan ISBN 978-602-17415-0-4 26 tersebut dibuat sedemikan rupa sehingga mudah dilakukan pembentukan. Karena emas dan perak relatif mahal maka digunakan pula bahan dari timah, seng, kuningan dan besi tahan karat (stainless steel). Bahan kemasan dari stainless steel banyak digunakan dalam industri pangan karena bahan ini hampir tidak bereaksi dengan bahan pangan. Bahan stainless steel yang beredar di pasaran juga memiliki berbagai kualitas, tergantung dari jenis bahan baku yang digunakan. Pemilihan peralatan atau bahan kemasan dari stainless steel harus hati-hati, karena saat ini banyak peralatan terbuat dari seng atau logam lain kemudian dilapisi dengan stainless steel. Bahan demikian biasanya mudah mengalami korosi atau berkarat terutama pada bagian sambungan atau setelah kontak dengan bahan asam dalam jangka waktu lama. Keuntungan kemasan kaleng untuk makanan dan minuman: a) mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi; b) barrier (pelindung/penahan) yang baik terhadap gas, uap air, jasad renik, debu dan kotoran sehingga cocok untuk kemasan hermetic; c) toksisitasnya relatif rendah meskipun ada kemungkinan migrasi unsur logam ke bahan yang dikemas; d) tahan terhadap perubahan- perubahan atau keadaan suhu yang ekstrim. Bentuk kemasan dari bahan logam yang digunakan untuk bahan pangan yaitu: bentuk kaleng tinplate, kaleng alumunium, bentuk alumunium foil. Kaleng tinplate banyak digunakan dalam industri makanan dan digunakan sebagai komponen utama untuk tutup botol atau jars. Kaleng alumunium banyak digunakan dalam industri minuman. Alumunium foil banyak digunakan sebagai bagian dari kemasan bentuk kantong bersama-sama/dilaminasi dengan berbagai jenis plastik, dan banyak digunakan oleh industri makanan ringan, susu bubuk dan sebagainya. 4.4. ALUMINIUM Bahan kemasan dari aluminium banyak diaplikasikan sebagai bahan kaleng, bahan kemasan yang agak kaku dan bahan kemasan yang fleksibel. Contoh bahan kemasan dari aluminium yang fleksibel adalah aluminium foil. Bahan kemasan dari aluminium foil memiliki kelebihan karena bersifat impermeable (tidak dapat ditembus) oleh cahaya, gas, air, bau dan bahan pelarut yang tidak dimiliki oleh bahan kemasan fleksibel lainnya. Aluminium foil banyak digunakan untuk mengemas produk coklat, bahan-bahan bakery, produk olahan susu, keripik dan lain-lain. Aluminium merupakan logam yang memiliki beberapa keunggulan yaitu lebih ringan daripada baja, mudah dibentuk, tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun, ISBN 978-602-17415-0-4 27 dapat menahan masuknya gas, mempunyai konduktivitas panas yang baik dan dapat didaur ulang. Tetapi penggunaan aluminium sebagai bahan kemasan juga mempunyai kelemahan yaitu kekuatan (rigiditasnya) kurang baik, sukar disolder sehingga sambungannya tidak rapat akibatnya dapat menimbulkan lubang pada kemasan, harganya lebih mahal dan mudah berkarat sehingga harus diberi lapisan tambahan. Reaksi aluminium dengan udara akan menghasilkan aluminium oksida yang merupakan lapisan film yang tahan terhadap korosi dari atmosfer. Penggunaan aluminium sebagai kemasan kemasan, menyebabkan bagian sebelah dalam kemasan tidak dapat kontak dengan oksigen, hal ini menyebabkan terjadinya pengkaratan di bagian dalam kemasan. Untuk mencegah terjadinya karat, maka di bagian dalam dari kemasan aluminium ini harus diberi lapisan enamel. Secara komersial penggunaan aluminium murni tidak menguntungkan, sehingga harus dicampur dengan logam lainnya untuk mengurangi biaya dan memperbaiki daya tahannya terhadap korosi. Logam-logam yang biasanya digunakan sebagai campuran pada pembuatan kemasan aluminium adalah tembaga, magnesium, mangan, khromium dan seng (pada media alkali). 4.4.1. Aluminium foil Aluminium foil adalah bahan kemasan berupa logam aluminum yang padat dan tipis lembaran dengan ketebalan <0.15 mm. Kemasan ini mempunyai tingkat kekerasan dari 0 yaitu sangat lunak, hingga H-n yang berarti keras. Semakin tinggi bilangan H-, maka aluminium foil tersebut semakin keras. Ketebalan dari aluminium foil enentukan sifat protektifnya. Jika kurang tebal, maka foil tersebut dapat dilalui oleh gas dan uap. Pada ketebalan 0.0375 mm, maka permeabilitasnya terhadap uap air = 0, artinya foil tersebut tidak dapat dilalui oleh uap air. Foil dengan ukuran 0.009 mm biasanya digunakan untuk permen dan susu, sedangkan foil dengan ukuran 0.05 mm digunakan sebagai tutup botol multitrip. Sifat-sifat dari aluminium foil adalah hermetis, fleksibel, tidak tembus cahaya sehingga dapat digunakan untuk mengemas bahan-bahan yang berlemak dan bahan-bahan yang peka terhadap cahaya seperti margarin dan yoghurt. Aluminium foil banyak digunakan sebagai bahan pelapis atau laminan. Kombinasi aluminium foil dengan bahan kemasan lain dapat menghasilkan jenis kemasan baru yang disebut dengan retort pouch. Syarat-syarat retort pouch adalah harus mempunyai daya simpan yang tinggi, teknik penutupan mudah, tidak mudah sobek bila tertusuk dan tahan terhadap suhu sterilisasi yang tinggi. ISBN 978-602-17415-0-4 28 Retort pouch mempunyai keunggulan dibanding kaleng, yaitu: a. Memliki luas permukaan lebih besar dibandingkan kaleng dan kemasannya tipis sehingga memungkinkan terjadinya penetrasi. b. Memiliki sifat perambatan panas yang lebih cepat dan lebih efisien. Dengan demikian waktu sterilisasi akan berkurang, maka mutu produk dapat diperbaiki, karena nilai gizinya lebih tinggi dan sifat- sifat sensori seperti rasa, warna dan tekstur dapat dipertahankan. c. Retort pouch lebih disukai konsumen karena praktis dan awet, d. Produk yang telah disterilisasi dalam kemasan retort pouch dapat langsung dikonsumsi tanpa harus dipanaskan. e. Pemanasan cukup mudah, yaitu dengan cara memasukkan kemasan retort pouch ke dalam air mendidih selama 5 menit. f. Dapat dipanaskan dalam microwave oven. 4.4.2. Penggunaan Aluminium untuk Kemasan Bahan Pangan Aluminium dapat digunakan untuk mengemas produk buah-buahan dan sayuran, produk daging, ikan dan kerang-kerangan, produk susu dan minuman. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan kemasan aluminium adalah : a. Untuk produk buah. Aluminium yang digunakan untuk mengemas produk buahbuah harus dilapisi dengan enamel untuk mencegah terjadinya akumulasi gas hidrogen yang dapat menyebabkan terbentuknya gelembung gas dan karat. Penyimpangan warna pada saus apel yang dikemas dengan aluminium, dapat dicegah dengan menambahkan asam askorbat. b. Produk daging. Pengemasan daging dengan kemasan aluminium tidak menyebabkan terjadinya perubahan warna sebagaimana yang terjadi pada logam lain. Produk yang mengandung asam amino dengan sulfur seperti daging dan ikan dapat bereaksi dengan besi dan membentuk noda hitam. Penambahan aluminium yang dipatri pada kaleng tin plate dapat mencegah pembentukan noda karat. c. Ikan dan kerang-kerangan. Pengemasan ikan sarden dalam minyak atau saus tomat dan saus mustard degan kemasan aluminium yang berlapis enamel, maka pH nya tidak boleh >3.0, karena jika lebih besar maka enamel tidak dapat melindungi produk. Pengemasan lobster dengan kaleng aluminium tidak memerlukan kertas perkamen yang biasanya digunakan untuk mencegah ISBN 978-602-17415-0-4 29 perubahan warna pada kaleng tinplate. d. Produk susu. Kemasan aluminium untuk produk susu memerlukan lapisan pelindung, terutama pada susu kental yang tidak manis. Penggunaan aluminium untuk produk-produk susu seperti margarin dan mentega bertujuan untuk melindungi produk dari cahaya dan O2 . e. Minuman. Pengemasan minuman dengan kemasan aluminium harus diberi pelapis, epoksivinil atau epoksi jernih untuk bir dan epoksivinil atau vinil organosol untuk minuman ringan atau minuman berkarbonasi. Pengemasan teh dengan aluminium yang tidak diberi pelapis dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna dan flavor. 4.5. KAYU Kayu umumnya digunakan sebagai container (peti kemas). Kayu banyak digunakan sebagai peti kemas karena dapat dibuat sesuai dengan ukuran yang diinginkan, meskipun tidak sekuat peti kemas yang terbuat dari logam (untuk ketebalan bahan yang sama). Disamping sebagai peti kemas, kayu juga dibuat untuk kemasan atau kemasan telur, tomat, buaah-buahan dan lain-lain. Kemasan dari kayu juga masih banyak dijumpai untuk menyimpan bahan-bahan yang akan difermentasi, dan whey (limbah tahu). Saat ini juga berkembang kemasan produk- produk eksklusif menggunakan bahan kayu dengan bentuk yang unik dan menarik. Bahan kayu untuk kemasan ada yang berasal dari papan kayu, triplek atau dari bahan potongan kayu yang dilem sedemikian rupa sehingga menyerupai papan. Kayu merupakan bahan kemasan tertua yang diketahui oleh manusia, dan secara tradisional digunakan untuk mengemas berbagai macam produk pangan padat dan cair yang sudah dikemas seperti buah-buahan dan sayuran, teh, anggur, bir dan minuman keras. Kayu juga digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pallet, peti atau kotak kayu di negara-negara yang mempunyai sumber kayu alam dalam jumlah banyak. Tetapi saat ini penyediaan kayu untuk pembuatan kemasan juga banyak menimbulkan masalah karena makin langkanya hutan penghasil kayu. Penggunaan kemasan kayu baik berupa peti, tong kayu atau pallet sangat umum di dalam transportasi berbagai komoditas dalam perdagangan internasional. Pengiriman botol gelas di dalam peti kayu dapat melindungi botol dari resiko pecah. Kemasan kayu umumnya digunakan sebagai kemasan tersier untuk melindungi kemasan lain yang ada di dalamnya. Kelebihan kemasan kayu adalah memberikan perlindungan mekanis yang baik terhadap bahan yang dikemas, memberikan bentuk ISBN 978-602-17415-0-4 30 tumpukan yang baik. Penggunaan kemasan kayu untuk anggur dan minumanminuman beralkohol dapat meningkatkan mutu produk karena adanya transfer komponen aroma dari kayu ke produk. Penggunaan peti kayu untuk kemasan teh di beberapa negara juga masih lebih murah dibandingkan bahan kemasan lain. Kelemahan dari penggunaan kayu sebagai kemasan adalah pengetahuan tentang struktur kayu, metode perakitan masih lemah. Hingga saat ini perakitan kemasan kayu masih dilakukan dengan cara yang sederhana, dan jarang sekali dilakukan pengamatan terhadap kandungan air kayu, rancang bangun/disain yang efisien, pengikatan/ pelekatan tidak dengan jenis pengikat dan ukuran yang benar, sehingga dihasilkan kemasan kayu dengan kekuatan yang rendah. Akibatnya nilai ekonomis kemasan kayu menjadi rendah. Walaupun mempunyai kelemahan, tetapi kemasan kayu tetap digunakan pada industri-industri alat berat dan mesin. Kemasan kayu juga tetap merupakan alternatif untuk mengemas buah- buahan,sayur-sayuran dan ikan yaitu dengan kemasan kayu berat- ringan (light-weigh wooden). Peranan kemasan kayu di masa depan masih tetap baik terutama pada aplikasi pallet, dan merupakan salah satu alernatif penting disamping kertas dan plastik. 4.5.1. Aplikasi Kemasan Kayu Untuk Bahan Pangan Kemasan kayu yang berbentuk peti, krat atau tong kayu merupakan bentuk kemasan yang umum untuk pengangkutan berbagai komoditas dalam perdagangan inernasional. Penggunaan peti kayu untuk transportasi botol minuman baik untuk melindungi botol agar tidak pecah. Pengemasan buah segar dalam transportasi hingga saat ini juga masih banyak dilakukan. Kemasan kayu biasanya digunakan sebagai kemasan tersier yaitu kemasan yang digunakan untuk mengemas kemasan lain yang ada di dalamnya. Tanda atau label pada kemasan kayu harus berisi informasi tentang: a. Nama barang yang dikemas. b. Ukuran. c. Isi (jumlah atau volume bahan). d. Mutu Kayu. e. Jenis Kayu. f. Identitas dan nama perusahaan. ISBN 978-602-17415-0-4 31 4.5.2. Pallet Kayu Pallet kayu banyak digunakan untuk transportasi barang dari satu departemen ke departemen lain dalam suatu perusahaan, atau dari produsen ke konsumen. Pallet kayu dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: pallet untuk satu kali perjalanan (expendable pallets) dan pallet yang bersifat permanen atau untuk beberapa kali perjalanan. Pallet permanen bisa tahan sampai 15 bulan. Bagian bawah dari pallet kayu terdiri atas dasar dan kaki kemasan yang biasanya berbentuk datar dan terbuat dari papan yang tersusun teratur dan memiliki jarak tertentu. Kayu pada pallet mempunyai minimum 2 kaki penyangga yang sesuai dengan panjang kemasan. Dasar alas kemasan berupa papan kering dan kuat berukuran tebal. Kaki alas kemasan bisa dilepas atau diikat bersama kemasannya dengan paku. 4.6. KERTAS ATAU KARTON Bahan kertas atau karton banyak digunakan sebagai bahan kemasan. Produk bakery (kue, roti dan pastry) biasanya dikemas dalam kertas atau karton. Karton jarang digunakan langsung sebagai bahan kemasan. Biasanya sebelum dikemas dalam karton, produk pangan dikemas dahulu dalam kemasan plastik, kemasan kaleng, kemasan botol atau kemasan dalam tetra pack. Penggunaan karton sebagai kemasan sekunder biasanya ditujukan untuk melindungi produk dari kerusakan mekanis dan teksis. Disamping itu juga bertujuan untuk memudahkan dalam proses pengangkutan atau transportasi dan penyimpanan. Kemasan kertas merupakan kemasan fleksibel yang pertama sebelum ditemukannya plastik dan aluminium foil. Saat ini kemasan kertas masih banyak digunakan dan mampu bersaing dengan kemasan lain seperti plastik dan logam karena harganya yang murah, mudah diperoleh dan penggunaannya yang luas. Selain sebagai kemasan, kertas juga berfungsi sebagai media komunikator dan media cetak. Kelemahan kemasan kertas untuk mengemas bahan pangan adalah sifatnya yang sensitif terhadap air dan mudah dipengaruhi oleh kelembaban udara lingkungan. Sifat-sifat kemasan kertas sangat tergantung pada proses pembuatan dan perlakuan tambahan pada proses pembuatannya. Kemasan kertas dapat berupa kemasan fleksibel atau kemasan kaku. Beberapa jenis kertas yang dapat ISBN 978-602-17415-0-4 32 digunakan sebagai kemasan fleksibel adalah kertas kraft, kertas tahan lemak (grease proof). Glassin dan kertas lilin (waxed paper) atau kertas yang dibuat dari modifikasi kertas- kertas ini. Kemasan-kemasan kertas yang kaku terdapat dalam bentuk karton, kotak, kaleng berdrum, cawan-cawan yang tahan air, kemasan tetrahedral dan lain-lain, yang dapat dibuat dari paper board (kertas berbentuk papan), kertas laminasi, corrugated board dan berbagai jenis board/papan dari kertas khusus. Kemasan kertas biasanya dibungkus lagi dengan bahan-bahan kemasan lain seperti plastik dan foil logam yang lebih bersifat protektif. 4.6.1. Jenis-jenis Kertas Ada dua jenis kertas utama yang digunakan, yaitu kertas kasar dan kertas lunak. Kertas yang digunakan sebagai kemasan adalah jenis kertas kasar, sedangkan kertas halus digunakan untuk buku dan kertas sampul. Kertas kemasan yang paling kuat adalah kertas kraft dengan warna alami, yang dibuat dari kayu lunak dengan proses sulfatasi. Ada beberapa jenis kertas, antara lain: a. Kertas glasin dan kertas tahan minyak (grease proof). Kertas ini dibuat dengan cara memperpanjang waktu pengadukan pulp sebelum dimasukkan ke mesin pembuat kertas. Penambahan bahan-bahan lain seperti plasticizer bertujuan untuk menambah kelembutan dan kelenturan kertas, sehingga dapat digunakan untuk mengemas bahan-bahan yang lengket. Penambahan antioksidan bertujuan untuk memperlambat ketengikan dan menghambat pertumbuhan jamur atau khamir. Kedua jenis kertas ini mempunyai permukaan seperti gelas dan transparan, mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap lemak, oli dan minyak, tidak tahan terhadap air walaupun permukaan dilapisi dengan bahan tahan air seperti lak dan lilin. Kertas glasin digunakan sebagai bahan dasar laminasi. b. Kertas Perkamen, digunakan untuk mengemas bahan pangan seperti mentega, margarine, biskuit yang berkadar lemak tinggi, keju, ikan (basah, kering atau digoreng), daging (segar, kering, diasap atau dimasak), hasil ternak lain, teh dan kopi. Sifat-sifat kertas perkamen adalah: tahan terhadap lemak, mempunyai kekuatan basah (wet strength) yang baik walaupun dalam air mendidih, permukaannya tidak berserat, tidak berbau, tidak berasa, transparan sehingga sering disebut kertas glasin, tidak mempunyai daya hambat yang baik terhadap gas, kecuali jika dilapisi dengan bahan tertentu. c. Kertas lilin merupakan kertas yang dilapisi oleh lilin parafin. Kertas ini dapat menghambat air, tahan terhadap minyak/oli dan daya rekat panasnya baik. Kertas ISBN 978-602-17415-0-4 33 lilin digunakan untuk mengemas bahan pangan, sabun, tembakau dan lain-lain. d. Daur ulang (Container board). Kertas daur ulang banyak digunakan dalam pembuatan karton beralur. Ada dua jenis kertas daur ulang, yaitu: line board disebut juga kertas kraft yang berasal dari kayu cemara (kayu lunak) dan corrugated medium yang berasal dari kayu keras dengan proses sulfatasi. e. Chipboard dibuat dari kertas Koran bekas dan sisa-sisa kertas. Jika kertas ini dijadikan kertas maka disebut bogus yaitu jenis kertas yang digunakan sebagai pelindung atau bantalan pada barang pecah belah. Kertas chipboard dapat juga digunakan sebagai pembungkus dengan daya rentang yang rendah. Jika akan dijadikan karton lipat, maka harus diberi bahan- bahan tambahan tertentu. f. Kertas plastik dibuat karena keterbatasan sumber selulosa. Kertas ini disebut juga kertas sintetis yang terbuat dari lembaran stirena, mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: daya sobek dan ketahanan lipat yang baik, daya kaku lebih kecil daripada kertas selulosa, sehingga menimbulkan masalah dalam pencetakan label, tidak mengalami perubahan bila terjadi perubahan kelembaban (RH), tahan terhadap lemak, air dan tidak dapat ditumbuhi kapang, dapat dicetak dengan suhu pencetakan yang tidak terlalu tinggi, karena polistirena akan lunak pada suhu 800C. 4.6.2. Bentuk kemasan kertas Bentuk amplop sering digunakan sebagai pembungkus dari kantong kertas. Kantung kertas dapat dibuat secara sederhana oleh industri rumah tangga, tetapi dapat juga dibuat secara pabrikasi. Bentuk lain dari kemasan kertas adalah karton lipat dan kardus. Karton lipat dan kardus merupakan jenis kertas yang populer karena praktis dan murah. Dalam perdagangan disebut juga folding carton (FC) atau karton lipat. Bahan yang banyak digunakan untuk membuat karton lipat adalah cylinder board yang terdiri dari beberapa lapisan, dan bagian tengahnya terbuat dari kertas-kertas daur ulang, sedangkan kedua sisi lainnya berupa kertas koran murni dan bahan murni yang dipucatkan. Untuk memperbaiki sifat-sifat karton lipat, maka dapat dilapisi dengan selulosa asetat dan polivinil klorida (PVC) yang diplastisasi. Kasein yang dicampurkan pada permukaan kertas akan memberikan permukaan cetak yang lebih halus dan putih. Keuntungan dari karton lipat adalah dapat digunakan untuk transportasi, dan dapat dihias dengan bentuk yang menarik untuk barang-barang mewah. Tetapi kelemahannya adalah kecenderungan untuk sobek di bagian tertentu. Model dasar yang paling umum dari karton yang terdiri dari : ISBN 978-602-17415-0-4 34 1) lipatan terbalik (reverse tuck); 2) dasar menutup sendiri (auto-lock bottom; 3) model pesawat terbang (airplane style; 4) model lipatan lurus; 5) model perekatan ujung (seal end); 6) model perkakas dasar (hardware bottom). Dari keenam model dasar ini dikembangkan model-model lain (Gambar 3 dan 4). Gambar 3. Pola-pola dasar untuk membuat kemasan karton lipat. Gambar 4. Model kotak karton lipat dari pengembangan pola dasar Keterangan: Garis putus-putus pada Gambar 3 dan 4, menunjukkan letak lipatan. ISBN 978-602-17415-0-4 35 Pemilihan jenis atau model karton lipat yang akan digunakan sebagai kemasan, tergantung pada jenis produk yang akan dikemas dan permintaan pasar. Pengujian mutu kemasan karton lipat dapat berupa uji jatuh bagi kemasan yang sudah diisi, pengujian tonjolan atau bulge, pengujian kekuatan kompresi dan daya kaku dalam hubungannya dengan kelembaban udara. Penggunaan karton tipis (folding box atau cardboard box ) untuk kemasan, mendapat tambahan bahan-bahan tertentu dan kualitas karton tipis yang dihasilkan tergantung dari jenis bahan tambahan tersebut. Misalnya: untuk bahan pangan yang harus selalu dalam keadaan segar yang disimpan dalam lemari es, maka digunakan karton tipis yang dilapisi Corrugated box (karton kerdus) disebut juga karton bergelombang atau karton beralur terdiri dari 2 macam corrugated sheet, yaitu: kertas kraft (kraft liner) untuk lapisan luar dan dalam kertas medium untuk bagian tengah yang bergelombang. Jenis karton bergelombang yang paling umum adalah jenis RSC (Regular Slotted Container) atau kemasan celah teratur. Jenis-jenis kartton bergelombang dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Berbagai jenis kotak karton kerdus Keterangan : A = Kemasan Celah Teratur (RSC) ISBN 978-602-17415-0-4 36 B = Kemasan Celah Terpusat (CSSC) C = Kemasan Celah TUmpang tindih (FOL) D = Bliss Box E = Pembungkus Buku F = Kotak Laci Tiga Corrugated box tanpa inner (individual box) digunakan sebagai kemasan primer untuk mengemas buah dan sayur, ikan beku dan lain-lain. Untuk pengemasan buah atau sayuran segar, maka pada dinding kotak harus diberi lubang ventilasi. Penggunaan karton bergelombang pada produk yang dikemas dengan botol gelas atau plastik dapat memakai partition divider atau pemisah untuk mencegah terjadinya benturan. 4.7. PLASTIK Penemuan dan pembuatan plastik, pertama kali dilaporkan oleh Dr.Montgomerie pada tahun 1843, yaitu oleh penduduk Malaya dengan cara memanaskan getah karet kemudian dibentuk dengan tangan dan dijadikan sebagai gagang pisau. Pada tahun 1845 J.Peluoze berhasifilm ensintesa sululosa nitrat. Cetakan bahan plastik yang pertama, dipatenkan oleh J.L.Baldwin pada tangal 11 Februari 1862 yang disebut dengan molds for making daguerreotype cases. Cetakan ini kemudian digunakan secara luas untuk membentuk bahan-bahan plastik yang terdiri dari campuran getah karet dengan berbagai bahan pengisi, humektan dan pemplastik. Penemuan selulosa nitrat atau seluloid pertama kali dilakukan oleh Dr. John Wesley Hyatt dari New York yaitu untuk menggantikan bola bilyard yang sebelumnya erbuat dari gading. Seluloid digunakan juga untuk mainan anak-anak, pakaian, cat dan vernis, serta film untuk foto. Tahun 1920 Dr. Leo Hendrik Baekeland (Belgia) menemukan reaksi antara fenol dan formaldehida yang menghasilkan bakelite, dan penemuan ini dianggap sebagai awal industri plastik. Berbagai jenis bahan kemasan plastik baru bermunculan sesudah perang dunia kedua usai. Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintetis sehingga dapat diperoleh sifat-sifat plastik yang diinginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi, dan ekstruksi (Syarief, et al., 1989). ISBN 978-602-17415-0-4 37 Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut amorp, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras dan tegar (Syarief, et al., 1988). Kemasan plastik dapat berbentuk kemasan kaku maupun kemasan yang mudah dibentuk atau fleksibel. Untuk mengemas produk padat dan tidak memerlukan perlindungan khusus maka digunakan plastik yang fleksibel. Contoh produk yang dikemas menggunakan plastik fleksibel yaitu keripik, tahu, tempe dan lain- lain. Sedangkan untuk mengemas produk yang memerlukan perlindungan seperti produk yang berbentuk cair atau pasta maka digunakan plastik yang kaku namun bisa dibentuk, misalnya kemasan dalam bentuk botol, kotak atau jerigen plastik. Kemasan plastik banyak digunakan dengan pertimbangan bahan tersebut mudah dibentuk sesuai dengan keinginan, tidak bersifat korosif (mudah berkarat), tidak memerlukan penanganan khusus. Dalam dunia perdagangan dikenal ada plastik khusus untuk mengemas bahan pangan (food grade) dan plastik untuk mengemas bahan bukan pangan (non-food grade). Oleh karena itu bila akan memilih plastik untuk mengemas bahan dan produk pangan maka harus dipilih yang food grade. Menurut Syarief et al (1989), berdasarkan ketahanan plastik terhadap perubahan suhu, maka plastik dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Thermoplastik, bila plastik meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan suhu, bersifat reversible (dapat kembali ke bentuk semula atau mengeras bila didinginkan). 2. Termoset atau termodursisabel, jenis plastik ini tidak tidak dapat mengikuti perubahan suhu (tidak reversible). Sehingga bila pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan dengan suhu tinggi tidak akan melunakkan jenis plastik ini melainkan akan membentuk arang dan terurai. Karena sifat termoset yang demikian maka bahan ini banyak digunakan sebagai tutup ketel. 4.7.1. Jenis dan Sifat Plastik 4.7.1.1. Politen atau polietilen (PE) ISBN 978-602-17415-0-4 38 Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada suhu 110OC. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01 inchi, yang banyak digunakan sebagai kemasan makanan, karena sifatnya yang thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1970). Jenis plastik ini paling banyak digunakan dalam industri, karena memiliki sifat mudah dibentuk, tahan bahan kimia, jernih dan mudah dilaminasi. PE banyak digunakan untuk mengemas buah-buahan dan sayuran segar, roti, produk pangan beku dan tekstil. Menurut Syarief et al (1989), polietilen memiliki sifat: a. Penampakan bervariasi, dari transparan hingga keruh. b. Mudah dibentuk, lemas dan mudah ditarik. c. Daya rentang tinggi tanpa sobek. d. Meleleh pada suhu 1200C, sehingga banyak digunakan untuk laminasi dengan bahan lain. e. Tidak cocok untuk digunakan mengemas bahan berlemak atau mengandung minyak. f. Tidak cocok untuk mengemas produk beraroma karena transmisi gas cukup tinggi. g. Tahan terhadap asam, basa, alcohol dan deterjen. h. Dapat digunakan untuk menyimpan bahan pada suhu pembekuan hingga -50 OC. i. Kedap air dan uap air. Berdasarkan sifat kedap air dan uap air, ada jenis yaitu: HDPE (high-density polyethylene), MDPE (medium-density polyethylene), LDPE (low-density polyethylene) dan LLDPE (linier low-density polyethylene). HDPE memiliki titik lunak, maupun sifat-sifat lainnya yang lebih tinggi dibandingkan LDPE. LLDPE umumnya lebih kuat dibandingkan dengan LDPE, tetapi sifat lainnya sama dengan LDPE. 4.7.1.1.a. Low Density Polyethylen (LDPE) Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60OC sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas- gas yang lain seperti oksigen, sedangkan jenis plastik HDPE ISBN 978-602-17415-0-4 39 mempunyai sifat lebih kaku, lebih keras, kurang tembus cahaya dan kurang terasa berlemak. 4.7.1.1.b. High Density Polyethylen (HDPE) Pada polietilen jenis low density terdapat sedikit cabang pada rantai antara molekulnya yang menyebabkan plastik ini memiliki densitas yang rendah, sedangkan high density mempunyai jumlah rantai cabang yang lebih sedikit dibanding jenis low density. Dengan demikian, high density memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi. Ikatan hidrogen antar molekul juga berperan dalam menentukan titik leleh plastik (Harper, 1975). 4.7.1.2. Poliester atau Polietilen treptalat (PET) PET banyak digunakan dalam laminasi (pelapisan), terutama untuk bagian luar suatu kemasan sehingga kemasan memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap kikisan dan sobekan. PET banyak digunakan sebagai kantong makanan yang memerlukan perlindungan, seperti buah kering, makanan beku dan permen. PET memiliki sifat : a. Transparan (tembus pandang), bersih dan jernih. b. Memiliki sifat beradaptasi terhadap suhu tinggi (3000C) yang sangat baik. c. Permeabilitas uap air dan gas sangat rendah. d. Tahan terhadap pelarut organic, seperti asam-asam dari buah-buahan, sehingga dapat digunakan untuk mengemas produk sari buah. e. Tidak tahan terhadap asam kuat, fenol dan benzyl alkohol. f. Kuat, tidak mudah sobek. Botol plastik yang menggunakan PET mampu menahan tekanan yang berasal dari minuman berkarbonat. 4.7.1.3. Polipropilen (PP) Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya juga serupa (Brody, 1972). Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap (Winarno dan Jenie, 1983). Monomer polypropilen diperoleh dengan pemecahan secara thermal naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propylene dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah. Dengan menggunakan katalis Natta-Ziegler polypropilen dapat diperoleh dari propilen (Birley, et al., 1988). Polipropilen memiliki sifat-sifat sebagai berikut: ISBN 978-602-17415-0-4 40 a. Ringan, mudah dibentuk, transpasan dan jernih dalam bentuk film . Tetapi dalam bentuk kemasan kaku maka PP tidak transparan. b. Kekuatan terhadap tarikan lebih besar dibandingkan PE. c. Pada suhu rendah akan rapuh. d. Dalam bentuk murni pada suhu 30O C mudah pecah sehingga perlu ditambahkan PE atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan. e. Tidak dapat digunakan untuk kemasan beku. f. Lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga dalam penanganan dan distribusi. g. Permeabilitas uap air rendah permeabilitas gas sedang. h. Tidak baik untuk mengemas produk yang peka terhadap oksigen. i. Tahan terhadap suhu tinggi sampai 150O C, sehingga dapat digunakan untuk mengemas produk pangan yang memerlukan proses sterilisasi. j. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak. k. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzene, silken, toluene, terpentin asam nitrat kuat. 4.7.1.4. Polistiren (PS) Polistiren banyak digunakan untuk mengemas buah-buahan dan sayuran karena memiliki permiabilitas yang tinggi terhadap air dan gas. PS memiliki sifat umum sebagai berikut: a. Lentur dan tidak mudah sobek. b. Titik lebur 88O C, akan melunak pada suhu 90 - 95O C. Tahan terhadap asam dan basa, kecuali asam pengoksidasi. c. Akan terurai dengan ester, keton, hidrokarbon aromatik, klorin dan alkoohol dengan konsentrasi yang tinggi. d. Memiliki permeabilitas yang sangat tinggi terhadap gas dan uap air, sehingga sanagt sesuai untuk mengemas bahan-bahan segar. e. Memiliki afinitas yang tinggi terhadap debu. f. Baik untuk bahan dasar laminasi dengan logam (aluminium). 4.7.1.5. Polivinil Khlorida (PVC) PVC banyak digunakan untuk mengemas mentega, margarine, dan minyak goreng karena tahan terhadap minyak dan memiliki permeabilitas yang rendah terhadap air dan gas. PVC juga digunakan untuk mengemas perangkat keras (hardware), kosmetik, dan obat-obatan. Sifat lain dari PVC, yaitu: tembus pandang, ISBN 978-602-17415-0-4 41 meskipun ada juga yang memiliki permukaaan keruh, tidak mudah sobek dan memiliki kekuatan tarik yang tinggi. 4.7.1.6. Poliviniliden Khlorida (PVDC) PVDC ini sifat permeabilitasnya terhadap air dan gas rendah. Sering digunakan untuk mengemas (wrapping) produk ternak, ham atau produk yang sejenis termasuk keju. Dapat diseal (direkatkan) dengan panas akan tetapi tidak stabil bila dipanaskan pada suhu >600C. 4.7.1.7. Selopan Selopan berasal dari cello = cellulose dan diaphane = transparan). Sellopan memiliki sifat: a. Transparan dan sangat terang. b. Tidak bisa direkatkan dengan panas. c. Tidak larut dalam air atau minyak. d. Tidak dapat dilewati oksigen dan aroma. e. Mudah dilaminasi sebagai pelapis yang baik. f. Mudah sobek dan pada suhu dingin akan mengkerut. 4.7.1.8. Selulose Asetat (CA) Selulose asetat memiliki sifat: a. Sensitif terhadap air. b. Akan terdekomposisi olah asam kuat, basa kuat alkohol dan ester. c. Tidak mudah mengkerut bila dekat api. d. Sangat jernih, mengkilap, agak kaku dan mudah sobek. e. Terhadap benturan maka selulosa asetat lebih tahan dibandingkan HDPE namun lebih lebih lemah bila dibandingkan dengan selulosa propionate. f. Tidak cocok untuk mengemas produk beku karena CA mudah rapuh pada suhu rendah. g. Tahan terhadap minyak atau oli. 4.7.1.9. Selulosa Propionat Selulosa propionate memliki ketahanan terhadap benturan dua kali lebih lebih besar daripada selulosa asetat, transparan, mudah dibentuk dan akan terurai oleh asam kuat, basa alkohol, keton dan ester. 4.7.1.10. Etil Selulosa ISBN 978-602-17415-0-4 42 Etil selulosa memiliki sifat: a. Stabil pada suhu tinggi. b. Tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa c. Tidak dapat menahan uap air dan gas d. Tidak tahan terhadap pelarut organic e. Tahan terhadap minyak dan oli, f. sehingga dapat digunakan untuk g. mengemas mentega, margarine dan minya h. Tidak banyak terpengaruh oleh matahari. 4.7.1.11. Metil Selulosa Metil selulosa banyak digunakan untuk kapsul karena memiliki sifat tahan terhadap minyak nabati dan hewani, dalam keadaan lembab tidak mudah rapuh. Akan tetapi bahan ini bila kontak langsung dengan air akan larut, semakin tinggi suhu maka akan makin banyak yang larut. 4.7.1.12. Nilon atau Polianida (PA) Nilon atau polianinda memiliki sifat sebagai berikut: a. Tidak berasa, tidak berbau, dan tidak beracun; b. Larut dalam asam formal dan fenol; c. Cukup kedap terhadap gas tetapi tidak kedap uap air; d. Tahan terhadap suhu tinggi, sehingga sesuai untuk mengemas produk yang dimasak dalam kemasan seperti nasi instant dan bahan pangan yang mengalami proses sterilisasi. e. Dapat digunakan untuk pengemasan vakum/haMAP. 4.7.1.13. Polikarbonat (PC) Banyak digunakan untuk mengemas jus atau sari buah, bir dan minuman yang sejenis. PC memiliki sifat: a) Transparan dan tidak berbau; b) Sangat kuat dan tahan panas. Cocok untuk produk yang memerlukan proses sterilisasi; c) tahan terhadap asam lemah, zat pereduksi atau pengoksidasi, garam, minyak, lemak dan hidrokarbon alifatik; d) akan terurai oleh alkali, amin, keton, ester hidrokarbon aromatic, dan beberapa alkohol. ISBN 978-602-17415-0-4 43 4.7.1.14. Poli film (Karet Hidrokhlorida) Sifat dari plio film , yaitu: a. Tahan terhadap asam, alkali, lemak dan oli. Cocok untuk mengemas daging dan hasil olahannya. b. Transmisi gas CO2 cukup tinggi untuk sayuran segar. c. Tidak dapat menahan gas. Tidak dapat digunakan untuk mengemas produk yang dipanaskan dalam kemasan. 4.7.1.15. Poliuretan Poliuretan memiliki sifat tidak berbau, tahan oksidasi, tahan terhadap minyak, lemak dan kapang. Poliuretan termasuk jenis bahan kemasan yang fleksibel. 4.7.1.16. Politetra Fluoroetilen (PTFE) Jenis bahan kemasan ini memiliki sifat permukaan licin, bila dipegang seperti ada lapisan lilin dan memiliki kelebihan untuk saling melekat satu sama lain, tahan terhadap suhu dari -100 hingga 2000C. Disamping itu jenis kemasan ini inert terhadap bahan kimia dan tahan terhadap hampir semua jenis bahan kimia. 4.7.2. Pemilihan Kemasan Plastik Untuk Bahan Pangan Sekarang telah terjadi perubahan permintaan konsumen dan pasar akan produk pangan, dimana konsumen menuntut produk pangan yang: bermutu tinggi, dapat disiapkan di rumah, segar, mutu seragam. Hal ini menyebabkan kemasan plastik merupakan pilihan yanng paling tepat, karena dapat memenuhi semua tuntutan konsumen seperti di atas. Jenis- jenis plastik yang ada di pasaran sangat beragam, sehingga perlu pengetahuan yang baik untuk dapat menentukan jenis kemasan plastik yang tepat untuk pengemasan produk pangan. Kesalahan dalam memilih jenis kemasan yang tepat, dapat menyebabkan rusaknya bahan pangan yang dikemas. Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan sebelum memilih jenis kemasan adalah: kemasan tersebut harus dapat melindungi produk dari kerusakan sik dan mekanis, mempunyai daya lindung yang baik terhadap gas dan uap air, harus dapat melindungi dari sinar ultra violet, tahan terhadap bahan kimia. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ini maka kita dapat menentukan jenis kemasan yang sesuai dengan produk yang akan dikemas. 4.7.2.1. Produk Susu ISBN 978-602-17415-0-4 44 Kemasan plastik yang sesuai untuk produk-produk susu adalah LDPE dan HDPE. Kemasan yang baik untuk keju harus yang bersifat kedap terhadap uap air dan gas yang baik, misalnya nilon/ Polietilen, Selulosa, polietilen dan PET/PE. 4.7.2.2. Daging dan Ikan · Daging segar dikemas dengan PVC yang permeabilitasnya terhadap uap air dan gas tinggi. · Daging beku dikemas dengan LDPE dan LDPE nilon. · Unggas dikemas dengan kantung laminasi dari etilen vinil asetat/polietilen (EVA/PE). · Daging masak dan bacon dengan E/PVDC/PA/PT/PETT atau kemasan vakum. · Ikan dan ikan beku dikemas dengan HDPE atau LDPE 4.7.2.3. Produk Roti · Roti yang mengandung humektan dikemas dengan kemasan kedap air. · Roti yang bertekstur renyah dengan kemasan kedap udara. · Cake (bolu) agar tidak kering dan bau apek dikemas dengan selulosa berlapis atau OPP. 4.7.2.4. Makanan Kering dan Seralia Untuk makanan kering dan serealia dikemas dengan kemasan kedap uap air dan gas seperti LDPE berlapis kertas atau LDPE/aluminium foil. 4.7.2.5. Makanan Yang Diolah • Untuk makanan yang stabil seperti selai dan acar kemasan yang digunakan adalah plastik fleksibel dan jika akan diolah lagi digunakan gelas atau kaleng. • Konstruksi lapisan yang dibutuhkan untuk retort pouch adalah bahan-bahan seperti poliester atau poliamida/ aluminium foil/HDPE atau PE- PP kopolimer. • Kemasan sekunder yang digunakan untuk distribusi adalah karton 4.7.2.6. Buah dan Sayur Segar Kemasan yang dipilih adalah kemasan yang mempunyai permeabilitas yang tinggi terhadap CO2 agar dapat mengeluarkan CO2 dari produk sebagai hasil dari proses pernafasan. Jenis kemasan yang sesuai adalah polistiren busa seperi LDPE, EVA, ionomer atau plastik PVC. 4.7.2.7. Kopi ISBN 978-602-17415-0-4 45 · Dikemas dengan kemasan haMAP seperti foil atau poliester yang sudah dimetalisasi dan PE; · Untuk kemasan kopi instan digunakan PVC yang dilapisi dengan PVDC, tapi harganya masih terlalu mahal. 4.7.2.8. Lemak dan Minyak Digunakan kemasan PVC yang bersih dan mengkilap. Pengemasan mentega dan margarin dilakukan dengan polistiren 4.7.2.9. Selai dan Manisan o Dahulu digunakan polistiren dengan pencetakan injeksi. o Saat ini digunakan PVC berbentuk lembaran 4.7.2.10. Minuman Untuk minuman berkarbonasi maka dipilih kemasan yang kuat, tahan tumbukan dan benturan, tidak tembus cahaya dan permeabilitasnya terhadap gas rendah, sehingga jenis kemasan yang sesuai adalah poliakrilonitril. Untuk minuman yang tidak berkarbonasi maka dipilih kemasan berbentuk botol yang mengalami proses ekstrusi yaitu Lamicon yang berasal dari PE dan lamipet (bahan yang mengandung 95% polivinil asetat saponi liasi). 4.7.2.11. Bahan Pangan lain Garam dikemas dengan HDPE karena sifat perlindungannya terhadap kelembaban yang tinggi. Bumbu masak dikemas dengan LDPE yang fleksibel. Makanan beku dengan LDPE dan EVA. 4.8. RANGKUMAN Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Menurut Griffin et al. (1985), bahan kemasan dikelompokkan menjadi empat, yaitu: keramik, yang termasuk dalam kelompok jenis ini adalah bahan-bahan dari gelas dan keramik; logam, termasuk plat/ lempengan timah (tinplate) dan aluminium; bahan alami (dari tanaman), seperti: kayu, serat tanaman dan karet; dan plastik. Bahan kemasan dari keramik merupakan bahan kemasan tertua. Umumnya bahan kemasan tersebut dalam bentuk botol, guci, pot atau vas bunga. Pengemasan bahan/produk dengan menggunakan bahan gelas, memiliki beberapa keuntungan, yaitu: bersifat inert terhadap bahan kimia, jernih/transparan, tahan terhadap tekanan dari dalam, tahan panas dan relatif murah harganya. Bentuk kemasan dari bahan ISBN 978-602-17415-0-4 46 logam yang digunakan untuk bahan pangan yaitu: bentuk kaleng tinplate, kaleng alumunium, dan bentuk alumunium foil. Aluminium foil adalah bahan kemasan berupa logam aluminum yang padat dan tipis lembaran dengan ketebalan <0.15 mm. Alumunium foil banyak digunakan sebagai bagian dari kemasan bentuk kantong bersama-sama/dilaminasi dengan berbagai jenis plastik, dan banyak digunakan oleh industri susu bubuk. Penggunaan aluminium untuk produk-produk susu bertujuan untuk melindungi produk dari cahaya dan O2. Disamping sebagai peti kemas, kayu juga dibuat untuk kemasan atau kemasan telur, tomat, buaah-buahan dan lain-lain. Kemasan dari kayu juga masih banyak dijumpai untuk menyimpan bahan-bahan yang akan difermentasi, dan whey. Kemasan kayu umumnya digunakan sebagai kemasan tersier untuk melindungi kemasan lain yang ada di dalamnya. Ada beberapa jenis kertas, antara lain: kertas glasin dan kertas tahan minyak (grease proof), kertas perkamen, kertas lilin, daur ulang (container board), chipboard, dan kertas plastik. Menurut Syarief et al (1989), berdasarkan ketahanan plastik terhadap perubahan suhu, maka plastik dibagi menjadi dua, yaitu: thermoplastik dan termoset atau termodursisabel. Beberapa jenis plastik yang umumnya digunakan sebagai kemasan pangan diantaranya: Politen atau polietilen (PE) terdiri dari Low Density Polyethylen (LDPE) dan High Density Polyethylen (HDPE); Poliester atau Polietilen treptalat (PET); Polipropilen (PP); Polistiren (PS); Polivinil Khlorida (PVC); Poliviniliden Khlorida (PVDC); Selopan; Selulose Asetat (CA); Selulosa Propionat; Etil Selulosa; Metil Selulosa; Nilon atau Polianida (PA); Polikarbonat (PC); Poli film (Karet Hidrokhlorida); Poliuretan; dan Politetra Fluoroetilen (PTFE). Kemasan plastik yang sesuai untuk produk-produk susu adalah LDPE dan HDPE. Daging segar dikemas dengan PVC yang permeabilitasnya terhadap uap air dan gas tinggi. Daging beku dikemas dengan LDPE dan LDPE nilon. Daging unggas dikemas dengan kantung laminasi dari etilen vinil asetat/polietilen (EVA/PE). Daging masak dan bacon dengan PVDC/PA/PT/PETT atau kemasan vakum. 4.9. LATIHAN 1. Sebutkan jenis-jenis bahan kemasan pangan beserta kelebihan dan kekurangannya! 2. Jelaskan kelebihan dari kemasan gelas sebagai kemasan pangan! 3. Jelaskan jenis-jenis kertas yang digunakan sebagai kemasan pangan beserta karakteristiknya masing-masing! 4. Sebutkan jenis-jenis plastik yang digunakan sebagai bahan kemasan pangan beserta karakteristiknya masing-masing! ISBN 978-602-17415-0-4 47 BAB 5 MENGEMAS DAN MEMBUAT LABEL PANGAN (FOOD LABELLING) PADA KEMASAN PANGAN HASIL TERNAK Indikator Keberhasilan: Setelah mengikuti proses pembelajaran ini, peserta diklat diharapkan dapat mengaplikasikan pengemasan dan mengidentifikasi label pangan hasil ternak yang baik dan benar sesuai karakteristik bahan dan pengolahannya. 5.1. MENGEMAS PANGAN HASIL TERNAK 5.1.1. Memilih Bahan Kemasan Pangan Hasil Ternak 5.1.1.1. Bahan Kemasan Pangan Produk Susu Kemasan produk susu didesain untuk melindungi produk dari kontaminasi oleh debu atau bakteri dan dari pengaruh sinar/cahaya serta oksigen. kemasan produk susu dapat berupa plastik, karton, kaleng dan gelas. Bahan Jenis kemasan produk susu dipilih kemasan gelap karena bersifat tidak tembus cahaya yang mampu melindungi kestabilan isinya. Untuk kemasan plastik biasanya menggunakan roll film dan direkat dengan menggunakan heat sealer. Sedangkan untuk kemasan botol plastik ditutup dengan penutup terbuat dari aluminium foil yang direkatkan pada mulut botol. Botol gelas dapat ditutup dengan menggunakan sumbat mahkota dengan menggunakan tekanan dan akan melekat dengan bentuk lipatan pada mulut botol. a. Plastik untuk Mengemas Produk Susu Jenis kemasan plastik yang biasa digunakan untuk mengemas susu adalah polietilen (PE) dan polistiren (PS) yang bersifat kaku berbentuk botol dan gelas dilengkapi dengan tutup yang bervariasi seperti dibuat dari karton alumunium foil yang direkat pada mulut botol, tutup metal bersekrup atau plastik PE dengan sumbat. Film plastik juga sering digunakan dengan bentuk kemasan kantong. b. Karton untuk Mengemas Produk Susu Pengemasan susu dengan karton dalam bentuk kotak yang diberi lapisan Wax dan plastik polyvinil khlorida (PVC) merupakan kemasan yang praktis dan menarik dengan berbagai bentuk, yaitu: bata segi empat (Zupack, Tetra Gabled), ISBN 978-602-17415-0-4 48 tetra hedral (Tetra Pak), dan bentuk kotak dengan bagian atas dilipat (Tetra Gabled). Susu yang dikemas dalam karton ini menggunakan proses aseptik yaitu produk dan kemasan dipanaskan secara terpisah. Metoda pemanasan digunakan untuk produk cairan, yaitu yang Ultra High Temperatur (UHT) atau High Temperature Short Time (HTST) sehingga dapat bertahan sampai lebih dari 1 bulan. Sistem kemasan ini digunakan pula untuk produk cair dari buah -buahan. c. Kaleng untuk Mengemas Produk Susu Kaleng digunakan untuk mengemas susu yang diproses dengan cara pemanasan konvensional, dimana pemanasan dilakukan setelah susu dimasukkan ke dalam kaleng, sehingga diperlukan kemasan yang kuat untuk mempertahankan produk agar tidak bocor. Jenis kemasan ini juga digunakan untuk produk lainnya yang menggunakan cara pemanasan konvensional. Kemasan kaleng dengan tutup alumunium dan plastik digunakan pula untuk susu bubuk dan berbagai produk tepung lainnya secara aseptik. d. Gelas untuk Mengemas Produk Susu Gelas adalah campuran pasir dengan soda abu (serbuk mineral/pasir putih dengan titik leleh rendah), batu kapur dan pecahan atau limbah atau gelas yang didaur ulang (BPOM RI). Kemasan gelas dalam bentuk botol yang bermulut lebar dan tebal digunakan untuk pengemasan susu cair dan produk susu lainnya seperti yoghurt. Tutup gelas menggunakan bahan kertas alumunium, plastik polyethilen (PE), polypropilen (PP) dan karton. 5.1.1.2. Bahan Kemasan Pangan Produk Daging Pengemasan daging segar ditujukan untuk mencegah dehidrasi dan mencegah masuknya bau dan rasa asing dari luar kemasan, tetapi masih dapat melewatkan oksigen seperlunya ke dalam kemasan sehingga warna merah cerah dapat dipertahankan selama penjualan. Harus diperhatikan juga bahwa oksigen juga dapat menyebabkan ketengikan lemak yang ada pada daging. Oleh karena itu selama transportasi daging menggunakan dua macam bahan kemasan. Kemasan pertama berupa plastik yang memiliki permeabilitas terhadap oksigen yang tinggi yaitu lebih besar dari 200 ml oksigen/100sq.inch/24 jam/atm. Kemasan pertama ini dikemas lagi dalam kemasan kedua dan secara bersama-sama dilakukan evakuasi terhadap kedua kemasan tersebut, ditutup rapat dan dikerutkan dengan pemanasan. Bila saatnya akan dijajakan, kemasan pertama yang berada di dalam kemasan ISBN 978-602-17415-0-4 49 kedua dikeluarkan dan dikerutkan dengan pemanasan. Proses ini mempercepat transfer oksigen ke dalam daging sehingga warna daging menjadi merah cerah. Daging segar dikemas dalam plastik PVC atau Selopan yang mempunyai permeabilitas tinggi, hal ini bertujuan untuk memberikan penampakan daging yang cerah merah. Sedangkan untuk daging beku dapat dipak dengan plastik LDPE. Perekat dapat menggunakan heat sealer. Daging unggas dikemas dalam plastik jenis EVA/PE (etilen vinil asetat/polietilen), sedangkan daging masak/olahan biasa dikemas dengan plastik kedap gas dan uap air seperti PE/PVDC/PA atau PE/PET. Di beberapa negara pengemasan daging banyak digunakan kemas vakum. Cara pengemasan daging segar pada tingkat pengecer ialah menggunakan kombinasi nampan dan plastik pembungkus, yaitu daging diletakkan pada nampan yang cukup kaku dan dibungkus dengan lembaran plastik pembungkus. Terdapat dua macam plastik pembungkus yang digunakan, yaitu yang tidak dapat berkerut dan yang dapat berkerut bila dipanaskan. Hal ini bertujuan agar daging dapat dikemas dengan ketat. Berikut ini ada beberapa jenis nampan yang biasa digunakan untuk mengemas daging segar. a. Meet Packaging Tray Nampan yang digunakan kebanyakan terbuat dan molded pulp atau karton tebal. Nampan ini mudah menyerap air, murah dan kaku, tapi mudah menjadi lemas bila terlalu banyak menyerap air, dan bila dibekukan menyebabkan daging melekat pada nampan dan tidak tembus pandang. Nampan yang terbuat dari busa polystyrene (PS) yang berwarna putih dan nampak bersih lebih menarik, namun tidak dapat menyerap air, karena itu perlu ditambahkan blotter. Sekarang telah digunakan pula nampan yang transparan. Beberapa desain nampan yang dipakai untuk pengemasan daging segar antara lain : a.1. Juice Trough Design Nampan ini didesain dengan bentuk persegi yang dilengkapi dengan palungpalung (trough) dan lubang-lubang jendela. Palung-palung ini berfungsi untuk menampung cairan daging (juice) yang keluar dari daging sehingga dapat terkumpul di dasar nampan tanpa membasahi dagingnya. a.2. Moisture Absorption Construction Nampan ini ditambahkan bahan penyerap air yang dipasang pada dinding nampan, karena nampan ini terbuat dari plastik yang ISBN 978-602-17415-0-4 tidak dapat menyerap air. 50 Bahan yang dipakai umumnya polystyrene (PS) yang transparan dan dibuat cukup kaku dengan dasar transparan sehinga daging yang dikemas dapat mudah terlihat. a.3. Plastic Foam Tray Nampan ini terbuat dari busa plastik polystyrene (PS) dengan dasar nampan yang memungkinkan terjadinya difusi udara dari luar ke dalam kemasan sehingga seluruh permukaan daging dapat kontak dengan udara. b. Plastik pembungkus Plastik cellophan cocok untuk pembungkus daging, agar diperoleh warna daging yang menarik, karena kemasan ini mempunyai permeabilitas terhadap oksigen sebesar 5000 ml oksigen/sq.m/24 jam/atm. Lembaran cellophan ini pada salah satu sisinya dilapisi dengan nitrosellulose agar permeabel terhadap oksigen dan impermeabel terhadap uap air. Pelapisan kedua sisinya tidak dilakukan sebab akan menurunkan permeabilitasnya terhadap oksigen. Plastik cellophan dapat juga dilapisi salah satu sisinya dengan polyethylene (PE) agar tidak mudah koyak, sehingga pengemasan dapat cellophan palstik lain sering digunakan untuk pengemasan diperketat. Selain daging seperti polyethylene (PE) yang cukup dapat melewatkan oksigen dan dapat menahan uap air, tetapi plastik ini mempunyai kelemahan yaitu terjadinya kondensasi uap air disebelah dalam kemasan. Untuk mengatasinya dapat diberikan lubang-lubang kecil. Kelemahan lainnya ialah kurang kuat dan kurang transparan. Dengan cara memodifikasi polyethylene (PE) dengan vynyl asetat dapat dihasilkan plastik yang lebih transparan dan mempunyai permeabilitas terhadap oksigen yang cukup. Untuk mengemas potongan-potongan daging yang lebih besar dan bentuknya tidak teratur, digunakan plastik rubber hydro chlorida polypropylene, irradiated poly ethylene dan polyvinylidine, karena plastik ini dapat berkerut bila dipanaskan sehingga memberikan kenampakan yang ringkas, mudah penangannya dan dapat mengurangi kebutuhan plastik. 5.1.1.3. Bahan Kemasan Pangan Produk Telur a. Karakteristik telur: 1. Telur secara alami sudah terkemas dengan kulit telurnya; 2. Sangat mudah pecah; 3. Masih melangsungkan proses kehidupan; ISBN 978-602-17415-0-4 51 4. Refriggerasi dan pelapisan minyak dapat menurunkan respirasi; 5. Mudah rusak oleh kontaminasi bakteri dan kapang; 6. Sensitif pada bau disekelilingnya. b. Kemasan Telur Utuh 1. Kemasan tradisional ---------- Dus karton lipat untuk 12 telur; 2. Kantung kertas; 3. Kantung plastik fleksibel; 4. Pulpboard box -------- untuk 4 atau 6 butir telur; 5. Kemasan modern ---------- Folding box yang dilengkapi dengan shrink plastik dibagian atasnya.(PVC, PVDC); 6. Kombinasi karton (bagian atas) dan plastik (wadah telur) dengan bentuk kotak yang diberi penyekat; 7. Kotak plastik lengkap dengan tutupnya 8. Molded plastic foam egg carton-------- polystyrene c. Jenis dan bentuk pengemas telur 1. Telur pecah yang dibekukan (Frozen Broken Out Egg) ü Kontainer besar yang terbuat dari kaleng ukuran besar,drum ukuran kecil, spiral wound canister,plastic pail ü PE plastik bags ( untuk bentuk cair --- gambar) 2. Dried Broken Out Eggs (Hasil pengolahan dari telur utuh, kuning telur dan putih telurny) ü Prinsip pengemasannya adalah mencegah kehilangan air dan kontak dengan oksigen. ü Vacum dan gas packaging dalam kaleng atau karton hermitis 5.1.2. Praktek Mengemas Pangan Hasil Ternak 5.1.2.1. Mengemas Pangan Hasil Ternak Secara Manual Dan Semi Manual a. Menyiapkan bahan dan peralatan berikut ini Bahan : Susu Pasteurisasi Permen susu Plastik Botol gelas Tutup Botol/krop ISBN 978-602-17415-0-4 52 Alat : Heat Sealer dan Penutup Botol b. Mengerjakan Prosedur K3 (Keselamatan dan Ketertiban Kerja) berikut ini: 1. Sebelum anda bekerja gunakan pakaian kerja yang bersih, sepatu kerja, dan gunakan tutup kepala dan sarung tangan. 2. Periksalah kondisi bahan baku dan bahan tambahan. Apakah sudah sesuai standar dan jumlahnya terpenuhi? 3. Cek kondisi peralatan yang digunakan. 4. Pada saat anda bekerja, bekerjalah dengan hati-hati sehubungan dengan penggunaan peralatan yang rentan terhadap kerusakan. 5. Pada saat anda bekerja, jagalah ketertiban dan ketenangan di dalam dan diantara kelompok anda. 6. Setelah selesai bekerja, bersihkan meja kerja, peralatan dan lingkungan bekerja. Tempatkan kembali peralatan yang digunakan pada tempat penyimpanan dalam keadaan bersih dan siap digunakan pada kegiatan berikutnya. c. Mengerjakan Prosedur Kerja berikut ini: 1. Siapkan alat dan bahan untuk kegiatan belajar seperti kertas, plastik, dan serta contoh bahan pangan hasil ternak. 2. Lakukan pekerjaan sebagai berikut: 5.1.2.2. Mengemas Permen Susu Beberapa jenis permen/kembang gula biasanya dibungkus secara manual dengan menggunakan 2 lapisan. Lapisan bagian dalam menggunakan kertas berlapis aluminium sedangkan bagian luar menggunakan lapisan plastik. Untuk mengemas permen susu lakukan prosedur kerja sebagai berikut: 1. Buat potongan kertas dan plastik berukuran 4 x 6 cm. 2. Susun kertas dan plastik membentuk dua lapisan, kertas dibagian atas. 3. Permen diletakkan pada bagian tengah atau diatas kertas. 4. Kedua sisi kertas/plastik disatukan kemudian diputar dengan arah berlawanan. 5.1.2.3. Mengemas Susu Pasteurisasi dalam Plastik Ukuran 250 ml (Roll Film) dengan Menggunakan Heat Sealer 1. Siapkan roll plastik atau kantong plastik ukuran kecil. 2. Masukkan 250 ml susu pasteurisasi kedalam kantong plastik terebut. ISBN 978-602-17415-0-4 53 3. Lakukan penutupan dengan menggunakan heat sealer . 5.1.2.4. Mengemas Susu Pasteurisasi Dalam Botol Gelas dengan Penutup Botol 1. Siapkan susu pasteurisasi, botol, tutup botol dan penutup botol. 2. Sterilisasikan botol dan tutupnya dengan cara merebus /mengukus selama 15 menit pada air mendidih. 3. Masukkan susu pasteurisasi ke dalam botol steril. 4. Lakukan penutupan dengan menggunakan penutup botol. 5.2. LABELISASI PANGAN (FOOD LABELLING) PADA KEMASAN PANGAN HASIL TERNAK Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting pengaturan, pembinaan, dan pengawasan di bidang pangan sebagaimana dikehendaki oleh Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Salah satu upaya untuk mencapai tertib pengaturan dibidang pangan adalah melalui pengaturan di bidang label dan iklan pangan, yang dalam prakteknya selama ini belum memperoleh pengaturan sebagaimana mestinya. Banyaknya pangan yang beredar di masyarakat tanpa mengindahkan ketentuan tentang pencantuman label dinilai sudah meresahkan. Perdagangan pangan yang kedaluwarsa, pemakaian bahan pewarna yang tidak diperuntukkan bagi pangan atau perbuatan-perbuatan lain yang akibatnya sangat merugikan masyarakat, bahkan dapat mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa manusia, terutama bagi anak-anak pada umumnya dilakukan melalui penipuan pada label pangan atau melalui iklan. Label dan iklan pangan yang tidak jujur dan atau menyesatkan berakibat buruk terhadap perkembangan kesehatan manusia. Dalam hubungannya dengan masalah label dan iklan pangan maka masyarakat perlu memperoleh informasi yang benar, jelas dan lengkap baik mengenai kuantitas, isi, kualitas maupun hal-hal lain yang diperlukannya mengenai pangan yang beredar di pasaran. Informasi pada label pangan atau melalui iklan sangat diperlukan bagi masyarakat agar supaya masing-masing individu secara tepat dapat menentukan pilihan sebelum membeli dan atau mengkonsumsi pangan. Tanpa adanya informasi yang jelas maka kecurangan-kecurangan dapat terjadi. ISBN 978-602-17415-0-4 54 Perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab bukan semata-mata untuk melindungi kepentingan masyarakat yang mengkonsumsi pangan. Melalui pengaturan yang tepat berikut sanksi-sanksi hukum yang berat, diharapkan setiap orang yang memproduksi pangan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dapat memperoleh perlindungan dan jaminan kepastian hukum. Persaingan dalam perdagangan pangan diatur supaya pihak yang memproduksi pangan dan pengusaha iklan diwajibkan untuk membuat iklan secara benar dan tidak menyesatkan masyarakat melalui pencantuman label dan iklan pangan yang memuat keterangan mengenai pangan dengan jujur. Pemerintah menyadari perkembangan teknologi pangan sangat berpengaruh terhadap pelabelan pangan. Perkembangan tersebut tidak mungkin dicakupi secara keseluruhan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Pangan dan Iklan Pangan. Namun, hal itu tidak mungkin pula untuk dikesampingkan tanpa membuka peluang untuk pengaturan lebih lanjut. Dalam kondisi yang demikian, Peraturan Pemerintah ini sekaligus memerintahkan kepada instansi terkait untuk mengaturnya manakala diperlukan. Sudah barang tentu pengaturannya disesuaikan dengan lingkup tugas dan kewenangan yang melekat pada instansi yang bersangkutan. Tidak hanya masalah yang berhubungan dengan kesehatan saja yang perlu diinformasikan secara benar dan tidak menyesatkan melalui label dan atau iklan pangan, namun perlindungan secara batiniah perlu diberikan kepada masyarakat. Masyarakat Islam merupakan jumlah terbesar dari penduduk Indonesia yang secara khusus dan non diskriminatif perlu dilindungi melalui pengaturan halal. Bagaimanapun juga, kepentingan agama atau kepercayaan lainnya tetap dilindungi melalui tanggungjawab pihak yang memproduksi pangan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan bagi keperluan tersebut. Selain daripada keterangan-keterangan yang wajib dimuat pada label sebagaimana diinginkan oleh Pasal 30 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun1996 tentang Pangan, diatur juga hal-hal yang sekiranya dapat diinformasikan kepada masyarakat. Untuk menampung pengaturan tersebut maka pokok-pokok yang mendasari pengaturan yang berkaitan dengan label tentang nutrisi atau gizi bagi kepentingan kelompok masyarakat tertentu diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Pangan dan Iklan Pangan. Pengaturan selanjutnya diserahkan kepada Menteri Kesehatan yang lebih memahami tentang ISBN 978-602-17415-0-4 55 aspek kesehatan masyarakat, termasuk akibat sampingan pangan tertentu terhadap kesehatan kelompok masyarakat tertentu. Sebagaimana telah diuraikan diatas, pengaruh pangan yang dikonsumsi terhadap kesehatan manusia perlu diwaspadai. Oleh karena itu, iklan tentang pangan perlu secara khusus diatur dan dikendalikan dengan sebaik-baiknya melalui Peraturan Pemerintah. Penggunaan anak-anak berusia di bawah lima tahun secara tegas dilarang untuk mengiklankan pangan yang tidak secara khusus ditujukan untuk konsumsi oleh mereka. Larangan ini sangat diperlukan untuk menghindarkan anakanak terhadap pengaruh iklan yang bersifat negatif atau menyesatkan yang secara mudah diterima oleh anak-anak yang secara alamiah belum mampu membedakan hal-hal yang baik atau yang buruk. Dengan tidak mengesampingkan pengaturan yang sudah ada dalam lingkungan Undang-undang yang mengatur tentang Kesehatan, maka Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan sebagai pelaksanaan dari Undangundang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan merupakan pelengkap terhadap pengaturan yang sudah ada. Tujuan daripada pengaturan tersebut adalah untuk lebih memperkuat jaminan kepastian hukum bagi masyarakat yang mengkonsumsi pangan. Pada akhirnya, keterpaduan tugas di bidang pengawasan dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah sangat tergantung pada kemampuan aparatur negara untuk menghindari timbulnya ekses yang tidak diharapkan. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: Hk 00.05.55.6497 Tentang Bahan Kemasan Pangan menjelaskan bahwa kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus pangan baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Pengertian pangan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indoneasia Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Pangan dan Iklan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Label atau disebut juga etiket adalah tulisan, gambar atau deskripsi lain yang tertulis, dicetak, distensil, diukir, dihias, atau dicantumkan dengan jalan apapun, ISBN 978-602-17415-0-4 56 pada wadah atau pengemas. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 7 tahun 1996, PP No. 69 tahun 1999, dan Keputusan Kepala BPOM RI No. HK 00.05.52.4321 yang dimaksud dengan label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan mengatur bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan Label pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Pencantuman Label dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat dan dibaca. Label berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan. Tujuan pelabelan pada kemasan adalah: 1) memberi informasi tentang isi produk yang diberi label tanpa harus membuka kemasan; 2) sebagai sarana komunikasi antara produsen dan konsumen tentang hal-hal dari produk yang perlu diketahui oleh konsumen, terutama yang kasat mata atau yang tidak diketahui secara fisik; 3) memberi petunjuk yang tepat pada konsumen sehingga diperoleh fungsi produk yang optimum; 4) sarana periklanan bagi konsumen; 5) memberi rasa aman bagi konsumen. Undang-Undang RI No. 7 tahun 1996, PP No. 69 tahun 1999, dan Keputusan Kepala BPOM RI No. HK 00.05.52.4321 menyebutkan bahwa pada label kemasan, khususnya untuk makanan dan minuman, sekurang-kurangnya dicantumkan keterangan-keterangan berikut: 1. Nama produk. 2. Daftar bahan yang digunakan. 3. Berat bersih atau isi bersih. 4. Nama dan alamat produsen atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia. 5. Keterangan tentang halal. 6. Tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa. ISBN 978-602-17415-0-4 57 Selain keterangan-keterangan di atas, untuk pangan olahan tertentu Menteri Kesehatan telah menetapkan pencantuman keterangan lain yang berhubungan dengan kesehatan manusia pada label sesuai dengan PP No. 69 tahun 1999. Yang dimaksud dengan “pangan olahan tertentu” adalah pangan olahan untuk konsumsi bagi kelompok tertentu, misalnya susu formula untuk bayi, pangan yang diperuntukan bagi ibu hamil atau menyusui, pangan khusus bagi penderita penyakit tertentu, atau pangan lain sejenis yang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan kualitas kesehatan manusia. PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan mengatur bahwa keterangan dan atau pernyataan tentang pangan dalam Label harus benar dan tidak menyesatkan, baik mengenai tulisan, gambar, atau bentuk apapun lainnya. Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan yang diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan Label apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak benar dan atau menyesatkan. Keterangan tidak benar adalah suatu keterangan yang isinya bertentangan dengan kenyataan sebenarnya atau tidak memuat keterangan yang diperlukan agar keterangan tersebut dapat memberikan gambaran atau kesan yang sebenarnya tentang pangan. Keterangan yang menyesatkan adalah pernyataan yang berkaitan dengan hal-hal seperti sifat, harga, bahan, mutu, komposisi, manfaat atau keamanan pangan yang meskipun benar dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan benar dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan. Pencantuman pernyataan tentang manfaat pangan bagi kesehatan dalam Label hanya dapat dilakukan apabila didukung oleh fakta ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai peraturan Menteri Kesehatan. Yang dimaksud dengan pernyataan (klaim) tentang manfaat kesehatan adalah pernyataan bahwa produk pangan tertentu mengandung zat gizi dan atau zat non gizi tertentu yang bermanfaat jika dikonsumsi atau tidak boleh dikonsumsi bagi kelompok tertentu, misalnya untuk anak-anak berusia dibawah umur lima tahun, kelompok lanjut usia, ibu hamil dan menyusui, dan sebagainya. Yang dimaksud bahwa pernyataan tersebut hanya dapat dicantumkan pada label atau iklan apabila secara ilmiah hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan adalah, antara lain melalui uji laboratorium atau uji klinis. Setiap orang dilarang mencantumkan pada Label tentang nama, logo atau identitas lembaga yang melakukan analisis tentang produk pangan tersebut. ISBN 978-602-17415-0-4 58 Pada Label dilarang dicantumkan pernyataan atau keterangan dalam bentuk apapun bahwa pangan yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pangan yang berdasarkan fakta ilmiah bermanfaat bagi kesehatan, tidak boleh diiklankan sebagai obat. 5.2.1. Bagian Utama Label Pangan Yang dimaksud dengan “bagian utama label pangan” adalah bagian dari label yang memuat keterangan paling penting untuk diketahui oleh konsumen. Bagian utama Label sekurang-kurangnya memuat keterangan-keterangan: a) nama produk; b) berat bersih atau isi bersih; c) nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia. Selain ketiga keterangan sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan ini, maka keterangan tentang halal dapat dicantumkan pada bagian utama label pangan, agar mudah dilihat dan diketahui oleh masyarakat yang akan membelinya. Bagian utama Label sekurang-kurangnya memuat tulisan tentang keterangan-keterangan di atas dengan teratur, tidak berdesak-desakan, jelas dan dapat mudah dibaca. Dilarang menggunakan latar belakang, baik berupa gambar, warna maupun hiasan lainnya, yang dapat mengaburkan tulisan pada bagian utama Label. Bagian utama Label harus ditempatkan pada sisi kemasan pangan yang paling mudah dilihat, diamati dan atau dibaca oleh masyarakat pada umumnya. Gambar atau logo pada label tidak boleh menyesatkan dalam hal asal, isi, bentuk, komposisi, ukuran atau warna. Misalnya: a) gambar buah tidak boleh dicantumkan bila produk pangan tersebut hanya mengandung perisa buah, b) gambar jamur utuh tidak boleh untuk menggambarkan potongan jamur, c) gambar untuk memperlihatkan makanan di dalam wadah harus tepat dan sesuai dengan isinya. Saran untuk menghidangkan suatu produk dengan bahan lain harus diberi keterangan dengan jelas bila bahan lain tersebut tidak terdapat dalam wadah. Tulisan pada Label Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 mewajibkan agar label ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan atau huruf Latin. ISBN 978-602-17415-0-4 59 Ketentuan ini berlaku mengikat tidak hanya terhadap pangan yang diproduksi di dalam negeri, namun berlaku juga terhadap pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan. Tujuan pengaturan ini dimaksudkan agar informasi tentang pangan dapat dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat, baik dikota maupun didesa-desa. Keterangan pada Label, ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf Latin. Ketentuan ini dimaksudkan agar pangan olahan yang diperdagangkan di Indonesia, harus menggunakan label dalam bahasa Indonesia. Khusus bagi pangan olahan untuk diekspor, dapat dikecualikan dari ketentuan ini. Penggunaan bahasa, angka dan huruf selain bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf Latin diperbolehkan sepanjang tidak ada padanannya atau tidak dapat diciptakan padanannya, atau dalam rangka perdagangan pangan keluar negeri. Huruf dan angka yang tercantum pada Label harus jelas dan mudah dibaca. a. Nama Produk dan atau Nama Dagang Nama produk pangan harus menunjukkan sifat dan atau keadaan yang sebenarnya. Penggunaan nama produk pangan tertentu yang sudah terdapat dalam Standar Nasional Indonesia, dapat diberlakukan wajib dengan keputusan Menteri teknis. Penggunaan nama selain yang termasuk dalam Standar Nasional Indonesia harus menggunakan nama yang lazim atau umum. Dengan perkembangan teknologi di bidang pangan maka terdapat produk pangan tertentu yang tidak atau belum memiliki nama produk, misalnya makanan ringan yang dikenal dengan istilah snacks seperti chiki, tazzos, dan lain-lain. Oleh karena itu cukup dicantumkan nama jenis produk pangan yang bersangkutan, seperti makanan ringan. Ketentuan ini hanya mengijinkan penggunaan bahasa asing secara terbatas, yaitu dalam hal tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Dalam hal produk pangan telah memenuhi persyaratan tentang nama produk pangan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, produk pangan yang bersangkutan dapat menggunakan nama jenis produk pangan yang telah ditetapkan. Dalam hal nama jenis produk pangan belum ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, produk pangan yang bersangkutan dapat menggunakan nama jenis produk pangan yang ditetapkan oleh Menteri teknis sepanjang memenuhi persyaratan bagi penggunaan nama jenis produk pangan yang bersangkutan. ISBN 978-602-17415-0-4 60 Produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia atau Menteri teknis dilarang menggunakan nama jenis produk yang diberikan bagi produk pangan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. b. Keterangan tentang Bahan yang Digunakan / Komposisi Bahan penyusun produk termasuk bahan tambahan makanan yang digunakan harus dicantumkan secara lengkap. Urutannya dimulai dari yang terbanyak, kecuali untuk vitamin dan mineral. Beberapa pengecualiannya adalah untuk komposisi yang diketahui secara umum atau makanan dengan luas permukaan tidak lebih dari 100 cm2, maka ingradien tidak perlu dicantumkan. Keterangan tentang bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan dicantumkan pada Label sebagai daftar bahan secara berurutan dimulai dari bagian yang terbanyak, kecuali vitamin, mineral dan zat penambah gizi lainnya. Nama yang digunakan bagi bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan adalah nama yang lazim digunakan. Dalam hal nama bahan yang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, pencantumannya pada Label hanya dapat dilakukan apabila nama bahan yang bersangkutan telah memenuhi Standar Nasional Indonesia. Air yang ditambahkan harus dicantumkan sebagai komposisi pangan, kecuali apabila air itu merupakan bagian dari bahan yang digunakan. Dengan mencantumkan jumlah air yang digunakan sebagai campuran suatu produk pangan maka setiap orang yang akan mengkonsumsi pangan dapat mengetahui jumlah berat bersih pangan yang bersangkutan. Air atau bahan pada pangan yang mengalami penguapan seluruhnya selama proses pengolahan pangan, tidak perlu dicantumkan. Pencantuman pernyataan pada Label bahwa pangan telah ditambah, diperkaya atau difortifikasi dengan vitamin, mineral, atau zat penambah gizi lain tidak dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan pada saat pengolahan pangan tersebut, dan tidak menyesatkan. Penggunaan kata “tidak menyesatkan” dimaksudkan karena meskipun pengkayaan atau penambahan vitamin, mineral atau zat gizi benar dilakukan pada saat pengolahan, tetapi pencantuman pernyataan atas pengkayaan tersebut masih mungkin tetap dapat menyesatkan misalnya dalam hal untuk jenis pangan yang bersangkutan karena ISBN 978-602-17415-0-4 pola pengkonsumsiannya, 61 pengkayaan tersebut tidak membawa manfaat apapun bagi konsumen kecuali manfaat komersial yang diperoleh produsen. c. Keterangan tentang Berat Bersih atau Isi Bersih Berat bersih atau isi bersih harus dicantumkan dalam satuan metrik : a) dengan ukuran isi untuk makanan cair; b) dengan ukuran ukuran berat untuk makanan padat; c) dengan ukuran isi atau berat untuk makanan semi padat atau kental. Pangan yang menggunakan medium cair harus disertai pula penjelasan mengenai berat bersih setelah dikurangi medium cair. Yang dimaksudkan dengan berat bersih setelah dikurangi medium cair adalah berat bersih pangan dalam keadaan tidak dicampuri air (berat setelah ditiris). Label yang memuat keterangan jumlah takaran saji harus memuat keterangan tentang berat bersih atau isi bersih tiap takaran saji. d. Keterangan tentang Nama dan Alamat Produsen/Importir/Pengemas Nama dan alamat pihak yang memproduksi pangan wajib dicantumkan pada Label. Dalam hal menyangkut pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pada Label wajib pula dicantumkan nama dan alamat pihak yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh informasi tentang produsen asal maupun importir pangan yang bersangkutan di Indonesia. Dalam hal pihak yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia berbeda dari pihak yang mengedarkannya di dalam wilayah Indonesia, pada Label wajib pula dicantumkan nama dan alamat pihak yang mengedarkan tersebut. Ketentuan ini dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh informasi yang lengkap, yaitu baik importir maupun distributor pangan yang bersangkutan. e. Keterangan Kedaluwarsa Gambar 6. Contoh Pencantuman Tanggal, Bulan dan Tahun Kedaluwarsa Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa (Gambar 6) wajib dicantumkan secara jelas pada Label. Pencantuman tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa dilakukan ISBN 978-602-17415-0-4 62 setelah pencantuman tulisan “Baik Digunakan Sebelum”, sesuai dengan jenis dan daya tahan pangan yang bersangkutan. Meskipun keterangan yang digunakan adalah kata “baik digunakan sebelum”, namun hal ini tidak mengurangi makna ketentuan yang menyatakan tentang larangan memperdagangkan pangan yang melampaui saat kedaluwarsanya. Dalam hal produk pangan yang kedaluwarsanya lebih dari 3 (tiga) bulan, diperbolehkan untuk hanya mencantumkan bulan dan tahun kedaluwarsa saja. Dilarang memperdagangkan pangan yang sudah melampaui tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa sebagaimana dicantumkan pada Label. Setiap orang dilarang : a) menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel kembali pangan yang diedarkan; b) menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa pangan yang diedarkan. Permenkes 180/Menkes/Per/IV/1985 menegaskan bahwa tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa wajib dicantumkan secara jelas pada label, setelah pencantuman “baik digunakan sebelum”. Produk pangan yang memiliki umur simpan 3 bulan dinyatakan dalam tanggal, bulan, dan tahun, sedang produk pangan yang memiliki umur simpan lebih dari 3 bulan dinyatakan dalam bulan dan tahun. Beberapa jenis produk yang tidak memerlukan pencantuman tanggal kedaluwarsa: a) sayur dan buah segar, b) minuman beralkohol, c) vinegar/cuka, d) gula/sukrosa, e) bahan tambahan makanan dengan umur simpan lebih dari 18 bulan, f) roti dan kue dengan umur simpan kurang atau sama dengan 24 jam. f. Keterangan Halal Gambar 7. Logo Sertifikasi Pangan Halal MUI ISBN 978-602-17415-0-4 63 Pencantuman tulisan halal (Gambar 4) diatur oleh keputusan bersama Menteri kesehatan dan Menteri Agama No. 427/MENKES/SKB/ VIII/1985. Makanan halal adalah makanan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang terlarang/haram dan atau yang diolah menurut hukum-hukum agama Islam. Produsen yang mencantumkan tulisan halal pada label, bertanggung jawab Islam. Saat ini maka produsen tersebut terhadap halalnya makanan tersebut bagi pemeluk agama kehalalan suatu produk harus melalui suatu prosedur pengujian yang dilakukan oleh tim akreditasi oleh LP POM MUI, BPOM dan Departemen Agama. Pencantuman keterangan halal atau tulisan “halal” pada label pangan merupakan kewajiban apabila pihak yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia menyatakan (mengklaim) bahwa produknya halal bagi umat Islam. Penggunaan bahasa atau huruf selain bahasa Indonesia dan huruf Latin, harus digunakan bersamaan dengan padanannya dalam bahasa Indonesia dan huruf Latin. Keterangan tentang kehalalan pangan tersebut mempunyai arti yang sangat penting dan dimaksudkan untuk melindungi masyarakat yang beragama Islam agar terhindar dari mengkonsumsi pangan yang tidak halal (haram). Kebenaran suatu pernyataan halal pada label pangan tidak hanya dibuktikan dari segi bahan baku, bahan tambahan pangan, atau bahan bantu yang digunakan dalam memproduksi pangan, tetapi harus pula dapat dibuktikan dalam proses produksinya. Pencantuman tulisan halal pada dasarnya bersifat sukarela. Namun setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakannya sebagai produk yang halal, sesuai ketentuan ia wajib mencantumkan tulisan halal pada label produknya. Untuk menghindarkan timbulnya keraguan di kalangan umat Islam terhadap kebenaran pernyataan halal tadi, dan dengan demikian juga untuk kepentingan kelangsungan atau kemajuan usahanya, sudah pada tempatnya bila pangan yang dinyatakannya sebagai halal tersebut diperiksakan terlebih dahulu pada lembaga yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Pemeriksaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan ketentraman dan keyakinan umat Islam bahwa pangan yang akan dikonsumsi memang aman dari segi agama. Lembaga keagamaan dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia. Pedoman ini bersifat umum, dan antara lain meliputi persyaratan bahan, proses atau produknya. ISBN 978-602-17415-0-4 64 5.2.2. Bagian Informasi Label Pangan a. Nomor Pendaftaran Pangan Nomor Pendaftaran Pangan adalah nomor yang diberikan bagi pangan olahan dalam rangka peredaran pangan. Dalam rangka peredaran pangan, bagi pangan olahan yang wajib didaftarkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik produksi dalam negeri maupun yang dimasukkan kedalam wilayah Indonesia, pada label pangan olahan yang bersangkutan harus dicantumkan Nomor Pendaftaran Pangan. Nomor pendaftaran untuk produk dalam negeri diberi kode MD, sedangkan produk luar negeri diberi kode ML. b. Keterangan tentang Kode Produksi Pangan Gambar 8. Contoh Kode Produksi Pangan Kode produksi pangan (Gambar 5) olahan wajib dicantumkan pada Label, wadah atau kemasan pangan, dan terletak pada bagian yang mudah untuk dilihat dan dibaca. Kode produksi, sekurang-kurangnya dapat memberikan penjelasan mengenai riwayat produksi pangan yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan “riwayat produksi” adalah penjelasan mengenai waktu produksi atau rangkaian mata rantai produksi. Kode produksi meliputi: tanggal produksi dan angka atau huruf lain yang mencirikan batch produksi. Produk-produk yang wajib mencantumkan kode produksi adalah: a) produk susu pasteurisasi, sterilisasi, fermentasi dan susu bubuk, b) makanan atau minuman yang mengandung susu, c) makanan bayi, d) makanan kaleng yang dilakukan sterilisasi komersial, e) daging dan hasil olahannya. c. Keterangan tentang Cara Penyimpanan dan Cara Penggunaan Keterangan pada Label tentang pangan olahan yang diperuntukkan bagi bayi, anak berumur dibawah lima tahun, ibu yang sedang hamil atau menyusui, ISBN 978-602-17415-0-4 65 orang yang menjalani diet khusus, orang lanjut usia, dan orang yang berpenyakit tertentu, wajib memuat keterangan tentang peruntukan, cara penggunaan, dan atau keterangan lain yang perlu diketahui, termasuk mengenai dampak pangan tersebut terhadap kesehatan manusia. Gambar 9. Keterangan tentang Cara Penyiapan/Penggunaan Produk Pada Label untuk pangan olahan yang memerlukan penyiapan dan atau penggunaannya dengan cara tertentu, wajib dicantumkan keterangan tentang cara penyiapan dan atau penggunaannya dimaksud (Gambar 6). Pencantuman keterangan tentang tata cara penyiapan dan atau penggunaan pangan olahan perlu dilakukan secara jelas dan mudah dimengerti, khususnya mengenai tata urutannya, agar pangan yang bersangkutan dapat dikonsumsi sesuai dengan tujuannya, serta untuk menghindari adanya kesalahan dalam penyiapannya. Apabila pencantuman keterangan tidak mungkin dilakukan pada Label, maka pencantuman keterangan dimaksud sekurang-kurangnya dilakukan pada wadah atau kemasan Pangan. Dalam hal mutu suatu pangan tergantung pada cara penyimpanan atau memerlukan cara penyimpanan khusus, maka petunjuk tentang cara penyimpanan harus dicantumkan pada label. Informasi tentang cara penyimpanan sangat diperlukan bagi konsumen, karena kekeliruan pada cara penyimpanan dapat mempercepat penurunan mutu pangan atau membuat pangan tertentu tersebut cepat rusak, misalnya untuk pangan yang harus disimpan di tempat yang sejuk akan mengalami penurunan mutu apabila tidak disimpan di dalam lemari es, atau tidak disimpan di tempat yang sejuk. Pada Label untuk pangan yang terbuat dari bahan setengah jadi atau bahan jadi, dilarang dimuat keterangan atau pernyataan bahwa ISBN 978-602-17415-0-4 66 pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar. d. Keterangan tentang Informasi Nilai Gizi Pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada Label wajib dilakukan bagi pangan yang : a) disertai pernyataan bahwa pangan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan ;atau b) dipersyaratkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang mutu dan gizi pangan, wajib ditambahkan vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya. Gambar 10. Contoh Keterangan tentang Informasi Nilai Gizi Keterangan tentang informasi nilai gizi pangan (Gambar 7) dicantumkan dengan urutan : 1. Jumlah keseluruhan energi, dengan perincian berdasarkan jumlah energi yang berasal dari lemak, protein dan karbohidrat; 2. Jumlah keseluruhan lemak, lemak jenuh, kolesterol, jumlah keseluruhan ISBN 978-602-17415-0-4 67 karbohidrat, serat, gula, protein, vitamin, dan mineral. Yang dimaksud dengan jumlah keseluruhan hanya berlaku untuk kalori, lemak dan karbohidrat. Untuk kalori artinya kalori total yang berasal dari lemak, protein dan karbohidrat. Untuk lemak artinya lemak total, sedangkan untuk karbohidrat artinya karbohidrat total. Tabel 3. Acuan Label Gizi Produk Pangan Sumber: Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.52.6291 Jika pelabelan kandungan gizi digunakan pada suatu pangan, maka pada Label untuk pangan tersebut wajib memuat hal-hal berikut : a. ukuran takaran saji; b. jumlah sajian per kemasan; c. kandungan energi per takaran saji; d. kandungan protein per sajian (dalam gram); e. kandungan karbohidrat per sajian (dalam gram) ISBN 978-602-17415-0-4 68 f. kandungan lemak per sajian (dalam gram) g. persentase dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Angka kecukupan gizi atau dikenal dengan istilah Recomended Dietary Allowance of Nutrients merupakan pengertian dibidang gizi yang dianut di Indonesia, yang mendasarkan perhitungannya sesuai dengan pola konsumsi pangan dan kebutuhan gizi manusia Indonesia sendiri, yang dalam hal ini tidak sama dengan yang berlaku di negara-negara lain karena adanya perbedaan geografis, pola makan, dan lain-lain. Cara menghitung persentase dari angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan sebagai berikut: Misalnya produk susu sterilisasi untuk orang dewasa setelah dianalisis di laboratorium ternyata memiliki kandungan protein sejumlah 5 g per kemasan 160 ml. Persentase dari AKG dari protein dihitung dengan cara: Lihat dahulu Nilai Acuan Label Gizi Protein untuk Kelompok Konsumen Umum, yaitu sebesar 60 g, dan rumus untuk menghitung Persentase Gizi dari AKG adalah . Kandungan Gizi Pangan X 100 % Persentase Gizi dari AKG = Nilai Acuan Label Gizi Pangan Persentase Protein dari AKG = 5 g/60 g x 100 % = 8,333 % ~ 8% Pencantuman pernyataan pada Label bahwa pangan merupakan sumber suatu zat gizi tidak dilarang sepanjang jumlah zat gizi dalam pangan tersebut sekurang-kurangnya 10% lebih banyak dari jumlah kecukupan zat gizi sehari yang dianjurkan dalam satu takaran saji bagi pangan tersebut. Larangan pencantuman pernyataan pada label pangan bahwa sesuatu pangan merupakan sumber sesuatu zat gizi tertentu, kecuali bila jumlah zat gizi dalam pangan tersebut sekurangkurangnya 10% dari jumlah zat gizi harian yang dianjurkan dalam satu takaran saji. Ketentuan mengenai jumlah minimal dari suatu zat gizi yang diijinkan diatur di dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Dalam hal belum ada pengaturannya maka Menteri Kesehatan berwenang untuk menetapkan kadar minimal yang wajib dipenuhi dalam produksi pangan tertentu. Pencantuman pernyataan pada Label bahwa pangan mengandung suatu zat gizi lebih unggul dari pada produk pangan yang lain, dilarang. ISBN 978-602-17415-0-4 69 5.2.3. Ketentuan Khusus Tulisan atau pernyataan khusus harus dicantumkan untuk produk-produk berikut: a) susu kental manis, harus mencantumkan tulisan : ”Perhatikan, Tidak cocok untuk bayi”, b) makanan yang mengandung bahan dari babi harus diulis: ”Mengandung Babi”, c) susu dan makanan yang mengandung susu, d) makanan bayi, e) pemanis buatan, f) makanan dengan Iradiasi ditulis: PANGAN IRADIASI dan logo iradiasi, dan g) makanan halal maka tulisan Halal ditulis dalam bahasa Indonesia atau Arab. Persyaratan umum tentang pernyataan khusus (klaim) yang dicantumkan pada label kemasan adalah: a. Tujuan pencantuman informasi gizi untuk memberikan informasi kepada konsumen tentang jumlah zat gizi yang terkandung (bukan petunjuk berapa harus dimakan). b. Tidak boleh menyatakan seolah-olah makanan yang berlabel gizi mempunyai kelebihan daripada makanan yang tidak berlabel. c. Tidak boleh membuat pernyataan adanya nilai khusus, bila nilai khusus tersebut tidak sepenuhnya berasal dari bahan makanan tersebut, tetapi karena dikombinasikan dengan produk lain. Misalnya sereal disebut kaya protein, yang ternyata karena dicampur dengan susu pada saat dikonsumsi. d. Pernyataan bermanfaat bagi kesehatan harus benar-benar didasarkan pada komposisi dan jumlahnya yang dikonsumsi per hari. a. Keterangan Tentang Iradiasi Pangan dan Rekayasa Genetika Pada Label untuk pangan yang mengalami perlakuan iradiasi wajib dicantumkan logo iradiasi pangan (Gambar 8) dan tulisan PANGAN IRADIASI, tujuan iradiasi, dan apabila tidak boleh diiradiasi ulang, wajib dicantumkan tulisan TIDAK BOLEH DIIRADIASI ULANG. Dalam hal pangan yang mengalami perlakuan iradiasi merupakan bahan yang digunakan dalam suatu produk pangan, pada Label cukup dicantumkan keterangan tentang perlakuan iradiasi pada bahan yang diiradiasi tersebut saja. Dengan ketentuan ini tulisan PANGAN IRADIASI tidak perlu dicantumkan pada produk tersebut, melainkan cukup dengan keterangan pada ISBN 978-602-17415-0-4 70 bahan yang digunakan itu saja bahwa bahan yang digunakan tersebut telah mengalami perlakuan diiradiasi. Gambar 11. Logo Khusus Pangan Iradiasi Selain pencantuman tulisan tersebut di atas, pada Label dapat dicantumkan logo khusus pangan iradiasi dan pada Label harus tercantum: a) nama dan alamat penyelenggara iradiasi, apabila iradiasi tidak dilakukan sendiri oleh pihak yang memproduksi pangan; b) tanggal iradiasi dalam bulan dan tahun; c) nama negara tempat iradiasi dilakukan. Pada Label untuk pangan hasil rekayasa genetika wajib dicantumkan tulisan PANGAN REKAYASA GENETIKA. Dalam hal pangan hasil rekayasa genetika merupakan bahan yang digunakan dalam suatu produk pangan, pada Label cukup dicantumkan keterangan tentang pangan rekayasa genetika pada bahan yang merupakan pangan hasil rekayasa genetika tersebut saja. Dengan ketentuan ini tulisan PANGAN REKAYASA GENETIKA tidak perlu dicantumkan pada produk tersebut, melainkan cukup dengan keterangan pada bahan yang digunakan itu saja bahwa bahan yang digunakan tersebut merupakan pangan hasil rekayasa genetika. Selain pencantuman tulisan tersebut, pada Label dapat dicantumkan logo khusus pangan hasil rekayasa genetika. b. Keterangan tentang Pangan Sintetis yang Dibuat dari Bahan Baku Alamiah Pangan yang dibuat dari bahan baku alamiah dapat diberi label yang memuat keterangan bahwa pangan itu berasal dari bahan alamiah tersebut, apabila pangan itu mengandung bahan alamiah yang bersangkutan tidak kurang dari kadar minimal yang ditetapkan dalam Standardisasi Nasional Indonesia. Pangan yang dibuat dari bahan baku alamiah yang telah menjalani proses ISBN 978-602-17415-0-4 71 lanjutan, pada labelnya wajib diberi keterangan yang menunjukkan bahwa bahan yang bersangkutan telah mengalami proses lanjutan. Pada Label untuk pangan yang dibuat tanpa menggunakan atau hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah dilarang mencantumkan pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan seluruhnya dibuat dari bahan alamiah. c. Keterangan tentang Bahan Tambahan Pangan Untuk pangan yang mengandung Bahan Tambahan Pangan, pada Label wajib dicantumkan golongan Bahan Tambahan Pangan. Pencantuman nama golongan Bahan Tambahan Pangan diperlukan agar setiap orang yang mengkonsumsi pangan secara jelas dapat mengetahui jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan yang dipergunakan. Dalam hal Bahan Tambahan Pangan yang digunakan memiliki nama Bahan Tambahan Pangan dan atau kode internasional, pada Label dapat dicantumkan nama Bahan Tambahan dan kode internasional dimaksud, kecuali Bahan Tambahan Pangan berupa pewarna. Kewajiban untuk mencantumkan nomor kode internasional memudahkan bagi setiap orang yang memproduksi ataupun mengkonsumsi pangan tertentu sekaligus memudahkan pengawasannya. Dalam hal Bahan Tambahan Pangan berupa pewarna, selain pencantuman golongan dan nama Bahan Tambahan Pangan, pada Label wajib dicantumkan logo pangan mengandung pewarna makanan dan indeks pewarna yang bersangkutan. Pada Label untuk Bahan Tambahan Pangan wajib dicantumkan : a) tulisan Bahan Tambahan Pangan; b) nama golongan Bahan Tambahan Pangan; nama Bahan Tambahan Pangan, dan atau nomor kode internasional yang dimilikinya. Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan persyaratan tentang Label Bahan Tambahan Pangan diatur oleh Menteri Kesehatan. Peraturan pelaksanaan tersebut, antara lain mengatur tentang hal-hal sebagai berikut : 1. Pangan yang mengandung bahan tambahan pangan golongan anti oksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna dan penguat rasa harus dicantumkan pula nama bahan tambahan pangan, dan nomor indek khusus untuk pewarna; 2. Peringatan misalnya konsumsi berlebihan mempunyai efek laksatif;untuk pemanis buatan aspartam mencantumkan peringatan Fenilketonurik: mengandung fenilalanin; pada label sediaan pemanis buatan dan pangan yang ISBN 978-602-17415-0-4 72 mengandung pemanis buatan mencantumkan tulisan yang menyatakan bahwa pangan tersebut untuk penderita diabetes dan atau orang yang membutuhkan pangan yang berkalori rendah; 3. Untuk sediaan pemanis buatan kesetaraan kemanisan dibandingkan dengan gula; 4. Tulisan mengandung gula dan pemanis buatan, jika pangan tersebut selain mengandung pemanis buatan juga mengandung gula. d. Pencantuman Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang pada Kemasan Pangan dari Plastik Dalam rangka meningkatkan daya saing industri kemasan, melindungi kesehatan, keamanan, keselamatan masyarakat dan lingkungan, serta resiko penggunaan bahan kemasan perlu diatur penggunaan logo tara pangan (Gambar 9) dan kode daur ulang (Gambar 10) pada setiap kemasan pangan dari plastik. Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian telah menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 24 Tahun 2010 tentang Pencantuman Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang pada Kemasan Pangan dari Plastik. Logo tara pangan adalah penandaan yang menunjukkan bahwa suatu kemasan pangan aman digunakan untuk pangan, sedangkan kode daur ulang adalah penandaan yang menunjukkan bahwa suatu kemasan pangan dapat didaur ulang. Setiap kemasan pangan yang diperdagangkan di dalam negeri, yang berasal dari hasil produksi dalam negeri atau impor wajib dicantumkan logo tara pangan atau pernyataan yang menunjukkan kemasan dimaksud aman untuk mengemas pangan dan kode daur ulang. Kode daur ulang terdiri atas penanda jenis bahan baku plastik dan penanda dapat didaur ulang. Ukuran logo tara pangan dan kode daur ulang disesuaikan dengan ukuran kemasan pangan dan harus dapat dilihat dengan jelas. Pencantuman Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang pada kemasan pangan menggunakan bahasa indonesia yang jelas dan mudah dimengerti serta dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas dari kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta terletak pada bagian kemasan pangan yang mudah untuk dilihat. Setiap pelaku usaha yang memproduksi kemasan pangan wajib menyampaikan informasi yang benar mengenai jenis bahan baku plastik untuk kemasan pangan dan mencantumkan Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang pada kemasan pangan. Pembinaan dan pengawasan terhadap para pelaku usaha ISBN 978-602-17415-0-4 73 yang memproduksi kemasan pangan dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Pembina Industri Kementerian Perindustrian. Gambar 12. Logo Tara Pangan Gambar 13. Kode Daur Ulang 5.2.4. Tindakan Bagi Pelanggar Peraturan Setiap orang yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dikenakan tindakan ISBN 978-602-17415-0-4 74 administratif. Tindakan administratif meliputi : a) peringatan secara tertulis; b) larangan untuk mengedarkan untuk sementara waktu dan atau perintah untuk menarik produk pangan dari peredaran; c) pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia; d) penghentian produksi untuk sementara waktu; e) pengenaan denda paling tinggi Rp. 50.000.000.00 (limapuluh juta rupiah), dan atau; f) pencabutan izin produksi atau izin usaha. Pengenaan tindakan administratif hanya dapat dilakukan setelah peringatan tertulis diberikan sebanyak-banyaknya tiga kali. Pengenaan tindakan administratif dilakukan oleh Menteri teknis sesuai dengan kewenangannya berdasarkan masukan dari Menteri Kesehatan. Ketentuan tentang Label sebagaimana dimaksud dalam PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan tidak berlaku bagi : a) pangan yang kemasannya terlalu kecil sehingga tidak mungkin dicantumkan seluruh keterangan dimaksud dalam Peraturan Pemerintah; Pengecualian ini dimaksudkan hanya bagi produk pangan yang kemasannya terlalu kecil, sehingga secara teknis sulit memuat seluruh keterangan yang diwajibkan sebagaimana berlaku bagi produk pangan lainnya, yang lazimnya oleh pihak yang memproduksi pangan yang bersangkutan, pangan tersebut dimasukkan ke dalam kemasan yang lebih besar yang memungkinkan untuk memuat keterangan. Selain itu, dalam produk pangan yang dikemas dalam bentuk yang sangat kecil tersebut tetap perlu dimuat nama dan alamat pihak yang memproduksinya. b) pangan yang dijual dan dikemas secara langsung dihadapan pembeli dalam jumlah kecil-kecil; c) pangan yang dijual dalam jumlah besar (curah). Yang dimaksud dengan pangan dalam jumlah besar (curah) adalah pangan yang dikemas dalam wadah, sehingga volume bersih pangan yang bersangkutan lebih dari 500 liter atau berat bersih pangan yang bersangkutan lebih dari 500 kilogram. 5.3. RANGKUMAN Bahan kemasan produk susu dapat berupa plastik, karton, kaleng dan gelas. Jenis kemasan plastik yang biasa digunakan untuk mengemas susu adalah polietilen ISBN 978-602-17415-0-4 75 (PE) dan polistiren (PS) serta film plastik. Pengemasan susu lebih praktis dan menarik dengan berbagai bentuk menggunakan karton dalam bentuk kotak yang diberi lapisan Win dan plastik polyvinil khlorida (PVC). Kaleng digunakan untuk mengemas susu yang diproses dengan cara pemanasan konvensional, dimana pemanasan dilakukan setelah susu dimasukkan ke dalam kaleng. Kemasan gelas dalam bentuk botol yang bermulut lebar dan tebal digunakan untuk pengemasan susu cair dan produk susu lainnya seperti yoghurt. Tutup gelas menggunakan bahan kertas alumunium, plastik polyethilen (PE), polypropilen (PP) dan karton. Cara mengemas daging segar selama proses transportasi yaitu dikemas menggunakan plastik yang permeabilitasnya terhadap oksigen tinggi kemudian dibungkus kembali dengan plastik dan dikerutkan bersama-sama dengan pemanasan. Jika daging segar akan dijajakan, kemasan plastik yang pertama diambil kemudian plastik yang kedua dikerutkan kembali dengan pemanasan. Hal ini menjaga daging tetap berwarna merah cerah. Cara mengemas daging segar yang lebih sederhana ialah menggunakan kombinasi nampan dan plastik pembungkus. Daging diletakkan pada nampan yang cukup kaku dan dibungkus dengan lembaran plastik pembungkus. Jenis plastik pembungkus yang cocok untuk pembungkus daging, agar diperoleh warna daging yang menarik ialah cellophane karena plastik ini mempunyai permeabilitas terhadap oksigen sebesar 5000 ml oksigen/sq.m/24 jam/atm. Ada beberapa desain nampan (meet packaging tray) yang biasanya digunakan untuk mengemas daging segar diantaranya: juice trough design, moisture absorption construction, dan plastic foam tray Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan Label Pangan pada, di dalam, dan atau di kemasan pangan. Label Pangan berisikan keterangan mengenai pangan sekurang-kurangnya: nama produk; daftar bahan yang digunakan; berat bersih atau isi bersih; nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia; dan tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa. Keterangan pada Label Pangan, ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf Latin atau selain bahasa Indonesia, angka Arab dan huruf Latin dalam rangka perdagangan pangan keluar negeri. Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan ISBN 978-602-17415-0-4 76 tersebut halal bagi umat Islam, bertanggungjawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada Label. Pencantuman keterangan tentang kandungan gizi pangan pada Label Pangan wajib dilakukan bagi pangan yang disertai pernyataan bahwa pangan mengandung vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan. Keterangan pada Label Pangan tentang pangan olahan yang diperuntukkan bagi bayi, anak berumur dibawah lima tahun, ibu yang sedang hamil atau menyusui, orang yang menjalani diet khusus, orang lanjut usia, dan orang yang berpenyakit tertentu, wajib memuat keterangan tentang peruntukan, cara penggunaan, dan atau keterangan lain yang perlu diketahui, termasuk mengenai dampak pangan tersebut terhadap kesehatan manusia. Dalam rangka peredaran pangan, bagi pangan olahan yang wajib didaftarkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik produksi dalam negeri maupun yang dimasukkan kedalam wilayah Indonesia, pada Label Pangan olahan yang bersangkutan harus dicantumkan Nomor Pendaftaran Pangan. Setiap kemasan pangan yang diperdagangkan di dalam negeri, yang berasal dari hasil produksi dalam negeri atau impor wajib dicantumkan logo tara pangan atau pernyataan yang menunjukkan kemasan dimaksud aman untuk mengemas pangan dan kode daur ulang. Setiap pelaku usaha yang memproduksi kemasan pangan wajib menyampaikan informasi yang benar mengenai jenis bahan baku plastik untuk kemasan pangan dan mencantumkan Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang pada kemasan pangan. 5.4. LATIHAN 1. Jelaskan bahan-bahan kemasan pangan untuk mengemas produk susu ! 2. Jelaskan bahan-bahan kemasan pangan untuk mengemas produk daging ! 3. Jelaskan bahan-bahan kemasan pangan untuk mengemas produk telur ! 4. Bagaimana prosedur mengemas susu pasteurisasi dalam plastik dan botol yang baik dan benar? 5. Bagaimana prosedur mengemas permen susu yang baik dan benar? 6. Sebutkanlah peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur tentang pengemasan dan pelabelan pangan! 7. Sebutkan fungsi pelabelan pangan! ISBN 978-602-17415-0-4 77 8. Sebutkan dan jelaskan dengan singkat keterangan-keterangan yang harus ada pada Label Pangan di kemasan pangan hasil ternak! 9. Bagaimana prosedur sertifikasi produk P-IRT di dinas kesehatan dan sertifikasi halal di LPPOM MUI? 10. Sanksi apa yang akan diberikan kepada pelanggar peraturan perundangundangan di Indonesia yang mengatur tentang pengemasan dan pelabelan pangan? ISBN 978-602-17415-0-4 78 BAB VI PENUTUP 6.1. KESIMPULAN Produk hasil ternak yang sudah diolah agar lebih awet dan tahan lama memerlukan proses finishing berupa pengemasan. Pengemasan harus tepat dan benar antara karakteristik dan jenis produk pangan olahan hasil ternak yang akan dikemas dengan pemilihan bahan kemasan pangan yang tersedia di pasaran. Pemahaman tentang karakteristik berbagai bahan kemasan menjadi sangat penting disamping pemahaman tentang cara dan karakter pengolahan pangan hasil ternak. Pengemasan menjadikan produk pangan olahan hasil ternak lebih awet dan tahan lama disimpan. Pengemasan yang diakhiri dengan pemberian label pangan menjadikan produk pangan olahan hasil ternak lebih bernilai secara ekonomis dan meningkatkan daya saing dan harganya di pasaran dibandingkan produk pangan olahan hasil ternak yang tidak dikemas dan dilabel dengan menarik, tepat dan benar. 6.2. IMPLIKASI Produk pangan olahan hasil ternak yang dikemas dan dilabel dengan menarik, tepat dan benar menjadikan produk pangan olahan hasil ternak lebih awet dan tahan lama disimpan; lebih bernilai secara ekonomis; meningkatkan daya saing dan harganya di pasaran. 6.3. TINDAK LANJUT Pentingnya pengemasan dan pelabelan pangan pada produk pangan olahan hasil ternak perlu disampaikan dan disosialisasikan kepada segenap produsen atau pelaku usaha kecil dan menengah yang mengolahnya. Hal itu agar produk pangan olahan hasil ternak menjadi lebih lebih awet dan tahan lama disimpan; lebih bernilai secara ekonomis; meningkatkan daya saing dan harganya di pasaran. ISBN 978-602-17415-0-4 79 DAFTAR PUSTAKA Ahvenainen, R. 2003. Novel food packaging techniques. First Edition. Woodhead Publishing Limited and CRC Press LLC, Boca Raton. Blanchfield, J. R. 2000. Food labeling. Woodhead Publishing Limited and CRC Press LLC, Boca Raton. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G. H. Fleet, M. Wooton. 1985. Film untuk Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Dewan Perwakilan Rakyat RI. 1996. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Jakarta. Direktorat Jenderal Pengolahan Hasil Pertanian. 2006. Pengemasan Produk Hasil Ternak, Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan. 2005. Laporan Bimbingan Teknis Pengemasan Produk Hasil Peternakan, Bandung. Kementerian Perindustrian RI. 2010. Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 24 Tahun 2010 tentang Pencantuman Logo Tara Pangan dan Kode Daur Ulang pada Kemasan Pangan dari Plastik, Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2007. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor : Hk 00.05.55.6497 Tentang Kemasan Pangan, Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2007. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor : Hk 00.05.55.6497 Tentang Kemasan Pangan, Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2003. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No. HK 00.05.52.4321 Tentang Tentang Pedoman Umum Pelabelan Produk Pangan,, Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.06.51.0475 Tentang Tentang Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Labe Pangan, Jakarta. ISBN 978-602-17415-0-4 80 Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia, 1990. Risalah Seminar Pengemasan dan Transportasi dalam Menunjang Pengembangan Industri, Distribusi dalam Negeri dan Ekspor Pangan. S.Fardiaz dan D.Fardiaz (ed). Jakarta. Preston, L.N. 1967. B.AFD Food s. Food Packaging Design Technology, July p.2128. Presiden RI. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indoneasia Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label Pangan dan Iklan Pangan, Jakarta. Sacharow, S. R.C. Griffin. 197 0. Food Packaging. vi Pub. Co., Westport Connecticut Suyitno. 1986. Pengantar Pengemasan. Kursus Singkat Kemasan- an Bahan Pangan. ` PAU Pangan dan Gizi, UGM, Yogyakarta. Syarif, R., S. Santausa dan S. Isyana. 1989. Teknologi Pengemasan pangan. Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU-Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tung, M. A., I. J. Britt, and S. Yada,2000. Packaging Considerations. In : Food shelf life stability : chemical, biochemical, and microbiological changes/edited by N.A. Michael Eskin and David S. Robinson. CRC Press LLC, Boca Raton. ISBN 978-602-17415-0-4 81 BIODATA PENULIS Eko Saputro, S. Pt, penulis bahan ajar ini dilahirkan pada tanggal 9 Oktober 1983 di Grobogan Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Rusmin (almarhum) dan Ibu Suwarti. Pendidikan dasar sampai menengah diselesaikan di kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1993 di SDN 1 Crewek, Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SMPN 1 Kradenan dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 1 Kradenan. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB Angkatan 41 di Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2004. Biaya administrasi serta kebutuhan sarana dan prasarana akademik penulis selama menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dicukupi dari berbagai beastudi yang berhasil diperolehnya. Beastudi tersebut diantaranya beastudi ETOS Dompet Dhuafa Republika untuk biaya masuk dan biaya tahun pertama di IPB; beastudi PERSADA dari alumni mahasiswa Indonesia di Jepang selama setahun pertama di IPB; beastudi KS4 (Karya Salemba Empat) dari alumni mahasiswa UI selama satu tahun di tingkat kedua; beastudi PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) dari DIKTI KEMENDIKNAS RI selama dua tahun di tingkat dua dan tiga; dan beastudi Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) dari DIKTI KEMENDIKNAS RI selama satu tahun di tingkat keempat atau terakhir. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di lembaga kemahasiswaan tingkat fakultas di Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim (FAMM) Al An’Aam Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lembaga kemahasiswaan tingkat universitas di Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al Hurriyyah Institut Pertanian Bogor. Selain organisasi kemahasiswaan di dalam kampus penulis juga aktif di organisasi ekstra kampus yaitu organisasi massa (ORMAS) dan ISBN 978-602-17415-0-4 82 organisasi kepemudaan (OKP) di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat Institut Pertanian Bogor dan KAMMI Daerah Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis juga menjalani aktivitas sebagai asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Pertanian Bogor. Tahun 2009 penulis lulus ujian seleksi CPNS Kementerian Pertanian di STPP Magelang Jawa Tengah dan ditempatkan di Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP) Batu Jawa Timur sebagai Calon Widyaiswara. Penulis, selama 2009-2010 aktif sebagai fungsional umum di Bidang Program dan Evaluasi BBPP Batu. Tahun 2011 ini penulis aktif sebagai fungsional umum di Bidang Penyelenggaraan Pelatihan BBPP Batu. Tahun 2012 penulis diangkat oleh Lembaga Administrasi Negara RI sebagai widyaiswara atas rekomendasi dari Kementerian Pertanian RI. ISBN 978-602-17415-0-4 83