Untitled - Jurnal Ilmiah Mahasiswa

advertisement
1
2
PERAN GURU BK DALAM MENCEGAH TINGKAH LAKU SALAH SUAI PESERTA
DIDIK DENGAN MENGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORISTIK
DI KELAS VIII SMP NEGERI 35 PADANG
By:
Florida Fransiska*
Ahmad Zaini, S.Ag., M.Pd.**
Septya Suarja, M.Pd.***
*Student
** Lecturers
Student Guidance and Counseling, STKIP PGRI Sumatera Barat
ABSTRACT
This research was motivated by the learners who can not adapt to the learnng enviroment
and social development. The purpose of this study describe: 1) The role of teachers BK in
preventing behavior one custom learners by using positive reinforcement, 2) The role of teachers
BK in preventing behavior one custom learners using negative reinforcement, 3) The role of
teachers BK in preventing behavior one custom learners by using punishment.
This research were quantitative descriptive. This study population of students of class
VIII SMP Negeri 35 Padang amounted to 169 people. Sampling using cluster sampling method,
the number of samples 108 people.The data were taken by the questionnaire with percentage
technique.
Results of the study revealed that: 1) The role of teachers BK in preventing any custom
behavior of learners by using positive reinforcement in the category quite well. 2) The role of
teachers BK in preventing any custom behavior of learners by using negative reinforcement in the
category quite well. 3) The role of teachers BK in preventing any custom behavior of learners by
using punishment in the category quite well.
Keyword: Teacher role BK, preventing any custom behavior, approach behavioristik
Pendahuluan
Tingkah laku adalah perbuatan yang
dilakukan seseorang pada situasi tertentu.
Tingkah laku terjadi apabila ada sesuatu
yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi,
yang sering disebut dengan rangsangan.
Artinya,
rangsangan
tersebut
akan
menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu.
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa
hidup jika tidak bersosial atau bersama
dengan orang lain, dalam hal inilah manusia
bertingkah laku sesuai dengan dirinya dan
sosialnya.
Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika seseorang tersebut dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Hal
yang paling penting dalam proses belajar
mengajar adalah input yang berupa stimulus
dan output yang berupa respon. Stimulus
adalah apa saja yang diberikan guru kepada
pembelajar, sedangkan respon berupa reaksi
atau tanggapan peserta didik terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Proses yang terjadi antara stimulus dan
respon tidak penting untuk diperhatikan
karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Stimulus dan respon dapat diamati,
oleh karena itu apa yang diberikan
oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima
oleh peserta didik (respon) harus dapat
diamati dan diukur.
Menurut Mahmud (2009:31) guru
harus dapat memotivasi peserta didik agar
bergairah belajar, agar memahami mengapa
dan untuk apa ia belajar. Fungsi pendidikan
yang semakin bertambah penting ialah
membimbing peserta didik mengembangkan
sikap dan pola-pola tingkah laku yang dapat
diterima dimanapun peserta didik itu berada.
Makmun (2012:23) mengemukakan
tugas guru antara lain sebagai pengubah
perilaku peserta didik (behavioral changes).
Oleh karena itu, agar perilaku peserta didik
dapat berkembang optimal, tentu saja
seorang guru seyogyanya dapat memahami
tentang bagaimana proses dan mekanisme
terbentuknya perilaku para peserta didiknya.
1
3
Untuk memahami perilaku individu dapat
dilihat dari dua pendekatan, yang saling
bertolak belakang, yaitu: (1) behaviorisme
dan (2) holistik atau humanisme. Kedua
pendekatan ini memiliki implikasi yang luas
terhadap proses pendidikan, baik untuk
kepentingan pembelajaran, pengelolaan
kelas, pembimbingan serta berbagai kegiatan
pendidikan lainnya.
Menurut Skinner (Mahmud,
2009:1) “Pendekatan Behavioristik, belajar
adalah perubahan tingkah laku dalam cara
seseorang berbuat pada situasi tertentu yang
dimaksud dengan tingkah laku di sini adalah
tingkah laku yang dapat diamati (berpikir
dan emosi tidak menjadi perhatian
pandangan ini, karena berpikir dan emosi
tidak dapat diamati secara langsung. Skinner
menyatakan reinforcement itu memperkuat
respons atau tingkah laku untuk menekan
terjadinya tingkah laku salah suai”. Bagian
terpenting dalam pandangan behavioristik
adalah memberikan informasi yang berguna,
yaitu guru tidak bisa atau tidak pasti
dihadapkan pada tingkah laku peserta didik
yang dapat diamati seperti, hasil kerja
peserta didik menggarap tugas atau tingkah
laku dan perbuatan peserta didik di dalam
kelas dan pada aspek yang kurang atau tidak
dapat diamati secara langsung seperti
berpikir abstrak dan sikap.
Menurut Hartono & Soedarmadji
(2012:119) aliran behavioristik selalu
mencoba mengubah tingkah laku manusia
secara langsung. Hal ini ditunjukkan dengan
cara-cara yang digunakan. Pada dasarnya
aliran ini beranggapan bahwa dengan
mengajarkan perilaku baru pada manusia,
maka kesulitan yang dihadapi akan dapat
dihilangkan (extinction). Artinya, modifikasi
perilaku yang menyimpang atau yang tidak
diinginkan dapat dihilangkan secara
permanen dengan cara mengajarkan perilaku
baru yang diinginkan.
Menurut Tim Penyusun Bahan Ajar
Belajar dan Pembelajaran FIP UNP
(2012:12) dalam pendekatan behavioristik
ini juga bahwa tingkah laku manusia
terbentuk melalui stimulus dan respon (S-R),
tingkah laku manusia dikendalikan oleh
ganjaran
(reward)
atau
penguatan
(reinforcement) dari lingkungan.
Pendekatan behavioristik jika dilihat
dari sudut pandang pendidikan di sekolah,
jadi belajar adalah perubahan dalam tingkah
laku sebagai akibat dari interaksi antara
stimulus (guru) dan respon (peserta didik)
atau lebih tepat perubahan yang dialami
peserta didik dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara sebagai
hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Untuk memahami tingkah laku peserta didik
secara tuntas harus memahami hubungan
antar stimulus dengan stimulus lainnya,
memahami respon itu sendiri, dan berbagai
konsekuen yang diakibatkan oleh respon
tersebut.
Guru-guru
sangat
menyadari
pentingnya motivasi di dalam membimbing
belajar peserta didik. Berbagai macam
teknik seperti: penghargaan, pujian, piagam
prestasi, dan ganjaran telah dipergunakan
untuk mendorong peserta didik agar mau
belajar.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Hall dkk, 1968 (Mahmud, 2009:201) apabila
reinforcement diberikan guru atas dasar apa
yang telah dilakukan oleh peserta didik,
maka tingkah laku mereka akan meningkat
baik dan untuk menekan tingkah laku yang
tidak diharapkan muncul (salah suai).
Reinforcement dapat berupa; memuji,
tersenyum,
menepuk
punggung,
mengangguk-angguk, memberi hadiah dan
sebagainya. Pemberian reinforcement itu
ternyata meningkatkan tingkah laku belajar
peserta didik, ketika reinforcement tersebut
dihentikan, tingkah laku belajar menurun
tetapi ketika reinforcement diberikan lagi,
tingkah laku tersebut meningkat lagi.
Menurut
Mahmud
(2009:125)
penguatan negatif merupakan suatu stimulus
tertentu (yang tidak menyenangkan) ditolak
atau dihindari. Penguatan negatif itu dapat
memperkuat tingkah laku dengan cara
menghindari
stimulus
yang
tidak
menyenangkan. Jika suatu perbuatan tertentu
menyebabkan
seseorang
menghindari
sesuatu
yang
tidak
menyenangkan,
seseorang tersebut cenderung mengulangi
perbuatan yang sama apabila pada suatu saat
menghadapi situasi yang serupa. Penguatan
negatif sering kali disamakan dengan
punishment
(hukuman).
Proses
reinforcement (positif ataupun negatif)
selalu berupa memperkuat tingkah laku.
Sebaliknya punishment atau hukuman
mengandung pengurangan atau penekanan
tingkah laku. Suatu perbuatan yang diikuti
oleh hukuman, kecil kemungkinannya
4
diulangi lagi pada situasi-situasi yang serupa
di lain waktu.
Hukuman juga dapat dibedakan
menjadi dua yaitu presentation punishment
dan removal punishment. Presentation
punishment terjadi apabila stimulus yang
tidak menyenangkan ditunjukkan atau
diberikan. Removal punishment terjadi
apabila stimulus tidak ditunjukkan atau
diberikan, artinya menghilangkan sesuatu
yang menyenangkan atau diinginkan.
Menurut Supratiknya
(1995:18)
penyebab gangguan perilaku adalah proses
belajar yang salah (faulty learning). Bentuk
kesalahan belajar itu ada dua kemungkinan.
Pertama, gagal mempelajari bentuk-bentuk
perilaku atau kecakapan adaptif yang
diperlukan dalam hidup. Kegagalan ini dapat
bersumber dari tidak adanya kesempatan
untuk belajar. Kedua, mempelajari tingkah
laku maladaptif yang terlanjur terbentuk
dapat dihilangkan dengan cara yang
bersangkutan
ditolong
belajar
menghilangkannya sekaligus mempelajari
tingkah laku baru yang yang lebih menjamin
kebahagiaan bagi dirinya sendiri maupun
dalam hubungannya dengan orang lain.
Menurut
Yusuf
&
Nurihsan
(2011:137) pendekatan behavioristik pada
intinya terdiri atas proses penghapusan hasil
belajar yang tidak sesuai dan pemberian
pengalaman belajar yang sesuai yang belum
pernah dipelajari. Secara khusus tujuan
pendekatan behavioristik adalah membantu
klien agar memiliki kemampuan: (1)
Memperkuat
perilaku
adaptif,
(2)
Memperlemah atau menghilangkan perilaku
yang maladaptif, (3) Mengurangi reaksi
kecemasan, (4) Memperkuat kapasitas
relaksasi, (5) Bersikap asertif, (6)
Berhubungan sosial secara efektif, (7)
Memperkuat kapasitas pengendalian diri
(self control).
Dua faktor penyebab kesalahan
belajar di atas maka timbul tingkah laku
salah suai dalam penyesuaian dengan
demikian berbeda dengan perilaku normal.
Perbedaan ini tidak terletak pada cara
mempelajarinya, tetapi pada tingkatannya
yaitu tidak wajar dipandang. Perilaku yang
perlu dipertahankan atau dibentuk pada
individu adalah perilaku yang bukan sekedar
memperoleh kepuasan pada jangka pendek,
tetapi perilaku yang tidak menghadapi
kesulitan-kesulitan yang lebih luas, dan
dalam jangka yang lebih panjang.
Pendekatan
behavioristik
memandang
bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk
melalui proses pembiasaan dan penguatan
(reinforcement) dengan mengkondisikan
atau
menciptakan
stimulus-stimulus
(rangsangan) tertentu dalam lingkungan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa tingkah laku salah suai
yang terjadi akibat stimulus dan respon
tidak sejalan. Tingkah laku salah suai
terbentuk melalui proses interaksi dengan
lingkungannya, tingkah laku salah suai
hakekatnya terbentuk dari cara belajar atau
lingkungan yang salah. Tingkah laku salah
suai dapat terjadi akibat ketidakmampuan
dan ketidakefektifan individu dalam
menanggapi, menghadapi tuntutan dari
lingkungan fisik dan sosial. Bentuk tingkah
laku salah suai terlihat dari adanya umpan
balik (stimulus dan respon) antara guru
dengan peserta didik yang tidak sejalan
sehingga memunculkan tingkah laku yang
adaptif berlebihan dan perilaku maladaptif
pada peserta didik tersebut.
Peserta didik merupakan unsur yang
terlibat dalam proses belajar di sekolah dan
subjek serta objek pencapaian pendidikan
oleh karena itu peserta didik hendaknya
dapat menyesuiakan diri dengan dengang
lingkungan belajar dan sosial baik itu
dengan guru maupun dengan teman sebaya
ketika proses pembelajaran di kelas.
Berdasarkan hasil obervasi pada
Praktek Pengalaman Lapangan Bimbingan
dan Konseling Sekolah (PPLBKS) di SMP
Negeri 35 Padang pada bulan AgustusDesember 2015, terlihat peserta didik yang
mengalami masalah dalam belajar dan tidak
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
belajarnya seperti: Adanya peserta didik
yang mengganggu temannya yang sedang
konsentrasi belajar, peserta didik yang
keluar masuk kelas
ketika proses
pembelajaran berlangsung, peserta didik
yang membuat gaduh dan membuat
keributan pada saat proses pembelajaran
berlangsung, peserta didik yang berpindah
tempat duduk dan berjalan-jalan ketika
proses pembelajaran berlangsung, peserta
didik
yang
kurang
sopan
ketika
berkomunikasi dengan guru, peserta didik
yang melawan dan menjawab-jawab
perkataan guru, peserta didik yang
melakukan kegiatan lain ketika guru
5
menerangkan, peserta didik yang tidak
memperhatikan guru menerangkan materi
pembelajaran dan peserta didik yang
mencari perhatian guru.
Kemudian
berdasarkan
hasil
wawancara pada tanggal 28 November 2015
dengan guru BK di SMP Negeri 35 Padang,
mengatakan bahwa lingkungan belajar
peserta didik tersebut kurang mendukung,
tidak adanya umpan balik antara guru
dengan peserta didik seperti: peserta didik
kurang mendapatkan perhatian, masukan,
dukungan dan bimbingan serta pengarahan.
Adanya Guru yang kurang membangun
hubungan
sosial
dan
menciptakan
lingkungan belajar yang efektif dengan
peserta didik ketika proses pembelajaran
berlangsung. Peserta didik juga juga kurang
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial
dan belajar baik itu dengan teman sebaya
maupun dengan guru ketika di dalam kelas.
Berdasarkan wawancara dengan
peserta didik pada tanggal 14 Desember
2015, diketahui masih ada peserta didik
belum merasakan atau mendapatkan
dukungan, bimbingan dan arahan serta
motivasi dari guru. Lingkungan belajar dan
sosial peserta didik yang kurang mendukung
dalam perkembangan tingkah laku peserta
didik dalam proses pembelajaran di kelas.
Permasalahan ini tidak terlepas dari
tanggung jawab guru BK karena guru BK
adalah tenaga pendidik yang mempunyai
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak
secar penuh dalam kegiatan Bimbingan dan
Konseling terhadapa sejumlah peserta didik.
Pelayanan BK di sekolah merupakan
kegiatan untuk membantu peserta didik
dalam hal membantu perkembangan sosialemosional
tetapi
juga
membantu
perkembangan tingkah laku peserta didik
dalam lingkungan belajar dan sosial di
sekolah. Penelitian ini untuk melihat sejauh
mana peran guru BK dalam memberikan
respon, memotivasi, dukungan dan pujian
serta ganjaran atas tingkah laku pada diri
pesertadidik.
Melihat dari kenyataan yang ada
maka peneliti tertarik untuk mengungkap
permasalahan yang ada, melalui suatu
penelitian yang berjudul “Peran Guru BK
dalam Mencegah Tingkah Laku Salah Suai
Peserta Didik dengan Menggunakan
Pendekatan Behavioristik di Kelas VIII SMP
Negeri 35
Padang”.
Berdasarkan identifikasi masalah di
atas banyak permasalahan yang timbul,
maka peneliti membatasi masalah tersebut
sebagai berikut:
1. Peran guru BK dalam mencegah
tingkah laku salah suai peserta didik
dengan
menggunakan
penguatan
positif.
2. Peran guru BK dalam mencegah
tingkah laku salah suai peserta didik
dengan
menggunakan
penguatan
negatif.
3. Peran guru BK dalam mencegah
tingkah laku salah suai peserta didik
dengan menggunakan punishment.
Metode Penelitian
Jenis data dalam penelitian ini adalah
data interval. Menurut Riduwan (2010:85)
“Data
interval
adalah
data
yang
menunjukkan jarak antara satu data dengan
data yang lain dan mempunyai bobot yang
sama”. Selanjutnya, Bungin (2011:72)
mengemukakan variabel interval adalah
variabel yang dibangun dari pengukuran
sehingga dalam pengukuran tersebut
diasumsikan terhadap satuan pengukuran
yang sama. Jadi, data yang diintervalkan
dalam penelitian ini adalah peran guru BK
dalam mencegah tingkah laku salah suai
peserta
didik
dengan
menggunakan
pendekatan behavioristik di kelas VIII SMP
Negeri 35Padang.
Sumber data dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder.
Menurut Bungin (2005:132) data primer
adalah data yang langsung diperoleh dari
sumber data pertama di lokasi penelitian
atau objek penelitian. Data primer diperoleh
dari peserta didik yaitu peran guru BK
dalam mencegah tingkah laku salah suai
peserta
didik
dengan
menggunakan
pendekatan behavioristik di kelas VIII SMP
Negeri 35 Padang. Data sekunder adalah
adalah data yang diperoleh dari sumber
kedua atau sumber sekunder dari data yang
kita butuhkan. Data sekunder diperoleh dari
data Guru BK di SMP Negeri 35 Padang
tentang jumlah peserta didik. Data sekunder
adalah adalah data yang diperoleh dari
sumber kedua atau sumber sekunder dari
data yang kita butuhkan. Data sekunder
diperoleh dari data Guru BK di SMP Negeri
35 Padang tentang jumlah peserta didik.
6
Untuk memperoleh data dalam
penelitian ini, maka digunakan alat
pengumpulan data berupa angket.Adapun
langkah-langkah yang dilakukan dalam
penyusunan angket adalah sebagai berikut:
a. Peneliti membaca berbagi sumber untuk
menguatkan kajian teori sehingga
memudahkan
peneliti
dalam
mengembangkan instrumen penelitian.
b. Penyusunan kisi-kisi angket, terlebih
dulu ditetapkan variabel, kemudian
menjadi sub variabel, setelah itu menjadi
beberapa indikator. Kisi-kisi angket
tersebut diturunkan menjadi butir-butir
pertanyaan.
c. Melakukan judge (penimbangan) oleh
tiga orang dosen Program Studi
Bimbingan dan Konseling yaitu Ibu Rila
Rahma Mulyani, M.Psi., Psikolog,
Bapak Zulfikar, S.Pd.I., M.Pd, dan Ibu
Wira Solina, M.Pd. Hasil judge angket
dari 73 item awal, diterima sebanyak 72
item dan yang ditolak sebanyak 1 item
dengan nomor item 19.
d. Selanjutnya
melakukan
uji
coba
(validitas) kepada 30 orang peserta didik
di luar sampel, yang bertujuan apakah
bahasa yang digunakan dalam instrumen
dapat dipahami responden.
Teknik analisis data yang digunakan
adalah persentase untuk mengungkapkan
aspek yang diteliti. Data yang diperoleh lalu
dibahas dan diinterprestasikan berdasarkan
deskriptif
analisis,
adapun
langkahlangkahnya adalah sebagai berikut:
1. Seleksi
Seleksi data ini dilakukan untuk
mengetahui apakah data tersebut
memenuhi
syarat
atau
tidak,
penyelesaian ini khusus data yang
berasal dari angket.
2. Mengklasifikasikan Data
Setelah seleksi data, maka langkah
selanjutnya adalah memasukkan data
yang telah dikelompokkan dalam sebuah
tabel, lalu diolah dengan menggunakan
rumus yang telah dikemukakan Yusuf
(2007:65) yaitu:
P=
Keterangan:
P
= Persentase
f
= Frekuensi
n
= Jumlah Responden
100 = Jumlah angka mutlak
Setelah data dianalisis dengan rumus
persentase, maka dilakukan penafsiran
terhadap perolehan hasil penelitian. Untuk
menafsirkan data penelitian, digunakan
kriteria atau kategori hasil penelitian,
menurut Arikunto (2002:224) sebagai
berikut:
Kriteria pengolahan data:
Persentase
Kategori
81% -100%
Sangat Baik
61% - 80%
Baik
41% - 60%
Cukup Baik
21% - 40%
Kurang Baik
0% - 20%
Sangat
Kurang Baik
Hasil dan Pembahasan
1. Peran guru BK dalam mencegah tingkah
laku salah suai peserta didik dengan
menggunakan penguatan negatif
Berdasarkan
hasil
penelitian
mengenai peran guru BK dalam mencegah
tingkah laku salah suai peserta didik dengan
menggunakan penguatan positif berada pada
kategori cukup baik tertinggi tentang
tersenyum dengan jumlah 68 (62,96%),
kemudian pujian dengan jumlah 66
(61,11%), mengangguk-angguk dengan
jumlah 64 (59,26%), pemberian hadiah
dengan jumlah 62 (57,41%), dan menepuk
punggung dengan jumlah 54 (50,00%).
Menurut
Yusuf
&
Nurihsan
(2011:131) penguatan positif memotivasi
banyak tingkah laku sehari-hari. Responrespon
diikuti
oleh
hasil
yang
menyenangkan diperkuat dan cenderung
menjadi pola kebiasaan bertingkah laku.
Berdasarkan pernyataan di atas maka
peran guru BK hendaknya dapat mencegah
tingkah laku salah suai peserta didik dengan
cara memperkuat atau mempertahankan
tingkah laku perserta didik dengan cara
memberikan respon positif yang menjadi
kebiasaan bertingkah laku peserta didik agar
dapat menekan tingkah laku salah suai.
Peran guru BK dalam pemberian penguatan
positif pada peserta didik itu dapat
7
meningkatkan tingkah laku belajar peserta
didik. Sehingga guru BK dharapkan agar
dapat meningkatkan sikap ramah tamah
dengan
tersenyum
untuk
dapat
mengembangkan hubungan sosial yang baik
dnegan peserta didik.
2. Peran guru BK dalam mencegah tingkah
laku salah suai peserta didik dengan
menggunakan penguatan negatif
Berdasarkan hasil penelitian dapat
dilihat bahwa peran guru BK dalam
mencegah tingkah laku salah suai peserta
didik dengan menggunakan penguatan
negatif berada pada kategori cukup baik
tertinggi tentang menghndari stimulus yang
tidak menyenangkan dengan jumlah 56
(51,85%), kemudian mengulangi perbuatan
yang sama dengan jumlah 55 (50,93%).
Menurut
Yusuf
&
Nurihsan
(2011:131) Penguatan negatif terjadi ketika
respon diperkuat sering dilakukan, karena
diikuti
oleh
stimulus
yang
tidak
menyenangkan. Reinforcement ini
memainkan peranan dalam perkembangan
kecenderungan-kecenderungan
untuk
menolak atau menghindar. Pada umumnya
orang cenderung menghindar dari situasi
yang kaku, atau masalah pribadi yang sulit.
Berdasarkan pernyataan di atas,
tampak bahwa peran guru BK dalam
mencegah tingkah laku salah suai peserta
didik berada pada kategori cukup baik
tertinggi yaitu menghindari stimulus yang
tidak menyenangkan, hal ini disebabkan
karena peserta didik didik cenderung
mengulangi perbuatan yang sama jika
perbuatan tertentu menyebabkan peserta
didik menghindari stimulus yang tidak
menyenangkan.
Sehingga
guru
BK
hendaknya dapat lebih mendekatkan diri
dengan peserta didik sehingga mereka dapat
merasa nyaman dan terbuka, dengan begitu
guru BK akan dengan mudah dapat merubah
tingkah laku peserta didik tersebut menjadi
lebih baik serta guru BK juga dapat
mempertimbangkan dalam memberikan
ganjaran atau efek jera atas tingkah laku
yang dilakukan peserta didik sesuai dengan
atauran dan konsekuensi apa yang akan
timbul.
3. Peran guru BK dalam mencegah tingkah
laku salah suai peserta didik dengan
menggunakan punishment
Berdasarkan hasil penelitian dapat
dilihat bahwa peran guru BK dalam
mencegah tingkah laku salah suai peserta
didik dengan menggunakan punishment
berada pada kategori cukup baik tertinggi
yaitu tentang stimulus tidak ditunjukkan
(menghilangkan sesuatu yang
menyenangkan atau diinginkan) dengan
jumlah 58 (53,70%), kemudian stimulus
yang tidak menyenangkan ditunjukkan
dengan jumlah 45 (41,67%).
Menurut Menurut Ahmadi &
Supriyono (2013:221) hukuman adalah cara
untuk memperbaiki tingkah laku, hukuman
hendaknya diterapkan di kelas dengan
bijaksana. Hukuman dapat mengatasi
tingkah laku yang tak diinginkan dalam
waktu singkat untuk itu perlu disertai
dengan
reinforcement.
Hukuman
menunjukkan apa yang tak boleh dilakukan
peserta
didik,
sedangkan
reward
menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh
peserta didik. Bukti menunjukkan, bahwa
hukuman atas tingkah laku peserta didik
yang tak pantas lebih efektif dari pada tidak
menghukum.
Berdasarkan pernyataan di atas
mengenai peran guru BK dalam mencegah
tingkah laku peserta didik dengan
menggunakan punishment atau hukuman
dapat memberikan efek jera atau ganjaran
pada peserta didik agar peserta didik akan
menyadari konsekuensi yang timbul jika
melakukan kesalahan atau aturan terhadap
tingkah laku yang diperbuat peserta didik
tersebut. Peran guru BK dalam pemberian
hukuman seperti stimulus yang tidak
menyenangkan
ditunjukkan
contohnya
seperti: guru memberikan tugas tambahan
(PR) ketika peserta didik tidak mengerjakan
soall latihan saat di sekolah. Hal ini
dilakukan guru BK agar peserta didik
menyadari akan kesalahan tingkah lakunya
dan sebagai bentuk motivasi bagi peserta
didik agar dapat meningkatkan tingkah laku
yang dapat diterima oleh lingkungan peserta
didik tersebut maupun bagi diri peserta didik
tersebut.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan tentang peran guru BK dalam
mencegah tingkah laku salah suai peserta
didik dengan menggunakan pendekatan
behavioristik di kelas VIII SMP Negeri 35
8
Padang temuan ini dapat disimpulakan
sebagai berikut:
1. Peran guru BK dalam mencegah
tingkah laku salah suai peserta didik
dengan menggunakan penguatan positif
berada pada kategori cukup baik
dengan persentase 61,11 sebanyak 66
peserta didik dari 108 peserta didik
artinya peran guru BK dapat dikatakan
cukup baik dalam mencegah tingkah
laku salah suai peserta didik.
2. Peran guru BK dalam mencegah
tingkah laku salah suai peserta didik
dengan
menggunakan
penguatan
negatif berada pada kategori cukup
baik dengan persentase 52,78 sebanyak
57 peserta didik dari 108 peserta didik
artinya peran guru BK dalam
mencegah tingkah laku salah suai
peserta didik dapat dikatakan cukup
baik.
3. Peran guru BK dalam mencegah
tingkah laku salah suai peserta didik
dengan menggunakan punishment
berada pada kategori cukup baik
dengan persentase 57,41 sebanyak 62
peserta didik dari 108 peserta didik
artinya peran guru BK dalam
mencegah tingkah laku salah suai dapat
dikatakan cukup baik.
5.
berkaitan dengan peran guru BK dalam
mencegah tingkah laku salah suai
peserta didik.
Peneliti selanjutnya, agar dapat
dijadikan pedoman dan acuan untuk
meneliti lebih lanjut khususnya
mengenai peran guru BK dalam
mencegah tingkah laku salah suai
peserta didik dengan menggunakan
pendekatan behavioristik.
KEPUSTAKAAN
Arikunto, Suharsimi.
2002. Prosedur
Penelitian
Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta:
Asdi Mahasatya.
Bungin,
Burhan.
2005.
Metodologi
Penelitian
Kuantitatif
(Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik serta Ilmu-ilmu Sosial
Lainnya).
Jakarta:
Kencana
Prenada Media.
Bungin, Burhan.
2011.
Metodelogi
Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
Kencana Prenada Media.
Hartono & Soedarmadji, Boy. 2012.
Psikologi
Konseling.
Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh, peneliti mengajukan saran kepada
pembaca, yaitu sebagai berikut:
1. Peserta didik, agar dapat mengubah
tingkah laku salah suai yang dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain.
2. Guru BK, agar dapat meningkatkan
sikap yang ramah tamah dengan
tersenyum pada peserta didik dalam
membangun hubungan sosial yang baik
sebagai bentuk penguatan positif dalam
mencegah tingkah laku salah suai
peserta didik.
3. Kepala
sekolah,
agar
dapat
menyediakan sarana dan prasarana
untuk menunjang kegiatan bimbingan
dan konseling.
4. Pengelola program studi bimbingan
dan
konseling,
agar
dapat
mengembangkan dan menngkatkan
kualitas calon guru BK yang
profesional, berkarakter cerdas dan
memiliki kepribadian yang baik
Mahmud,
Dimyati.
2009.
Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta: BPFE
Yogyakarta.
Makmun, Abin
Syamsuddin.
2012.
Psikologi Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Riduwan. 2010. Belajar Mudah Penelitian
untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta.
.Supratiknya.1995.
Mengenal
Perilaku
Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.
Tim Penyusun Bahan Ajar Belajar dan
Pembelajaran. 2012. Bahan Ajar
Belajar dan Pembelajaran. Padang:
FIP UNP.
Yusuf, A
Muri. 2007. Metode
Penelitian. Padang: UNP
Press.
9
Download