1 2 PERAN GURU BK DALAM MENCEGAH TINGKAH LAKU SALAH SUAI PESERTA DIDIK DENGAN MENGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORISTIK DI KELAS VIII SMP NEGERI 35 PADANG By: Florida Fransiska* Ahmad Zaini, S.Ag., M.Pd.** Septya Suarja, M.Pd.*** *Student ** Lecturers Student Guidance and Counseling, STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT This research was motivated by the learners who can not adapt to the learnng enviroment and social development. The purpose of this study describe: 1) The role of teachers BK in preventing behavior one custom learners by using positive reinforcement, 2) The role of teachers BK in preventing behavior one custom learners using negative reinforcement, 3) The role of teachers BK in preventing behavior one custom learners by using punishment. This research were quantitative descriptive. This study population of students of class VIII SMP Negeri 35 Padang amounted to 169 people. Sampling using cluster sampling method, the number of samples 108 people.The data were taken by the questionnaire with percentage technique. Results of the study revealed that: 1) The role of teachers BK in preventing any custom behavior of learners by using positive reinforcement in the category quite well. 2) The role of teachers BK in preventing any custom behavior of learners by using negative reinforcement in the category quite well. 3) The role of teachers BK in preventing any custom behavior of learners by using punishment in the category quite well. Keyword: Teacher role BK, preventing any custom behavior, approach behavioristik Pendahuluan Tingkah laku adalah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu. Tingkah laku terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yang sering disebut dengan rangsangan. Artinya, rangsangan tersebut akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup jika tidak bersosial atau bersama dengan orang lain, dalam hal inilah manusia bertingkah laku sesuai dengan dirinya dan sosialnya. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika seseorang tersebut dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Hal yang paling penting dalam proses belajar mengajar adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pembelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan peserta didik terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Stimulus dan respon dapat diamati, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh peserta didik (respon) harus dapat diamati dan diukur. Menurut Mahmud (2009:31) guru harus dapat memotivasi peserta didik agar bergairah belajar, agar memahami mengapa dan untuk apa ia belajar. Fungsi pendidikan yang semakin bertambah penting ialah membimbing peserta didik mengembangkan sikap dan pola-pola tingkah laku yang dapat diterima dimanapun peserta didik itu berada. Makmun (2012:23) mengemukakan tugas guru antara lain sebagai pengubah perilaku peserta didik (behavioral changes). Oleh karena itu, agar perilaku peserta didik dapat berkembang optimal, tentu saja seorang guru seyogyanya dapat memahami tentang bagaimana proses dan mekanisme terbentuknya perilaku para peserta didiknya. 1 3 Untuk memahami perilaku individu dapat dilihat dari dua pendekatan, yang saling bertolak belakang, yaitu: (1) behaviorisme dan (2) holistik atau humanisme. Kedua pendekatan ini memiliki implikasi yang luas terhadap proses pendidikan, baik untuk kepentingan pembelajaran, pengelolaan kelas, pembimbingan serta berbagai kegiatan pendidikan lainnya. Menurut Skinner (Mahmud, 2009:1) “Pendekatan Behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku dalam cara seseorang berbuat pada situasi tertentu yang dimaksud dengan tingkah laku di sini adalah tingkah laku yang dapat diamati (berpikir dan emosi tidak menjadi perhatian pandangan ini, karena berpikir dan emosi tidak dapat diamati secara langsung. Skinner menyatakan reinforcement itu memperkuat respons atau tingkah laku untuk menekan terjadinya tingkah laku salah suai”. Bagian terpenting dalam pandangan behavioristik adalah memberikan informasi yang berguna, yaitu guru tidak bisa atau tidak pasti dihadapkan pada tingkah laku peserta didik yang dapat diamati seperti, hasil kerja peserta didik menggarap tugas atau tingkah laku dan perbuatan peserta didik di dalam kelas dan pada aspek yang kurang atau tidak dapat diamati secara langsung seperti berpikir abstrak dan sikap. Menurut Hartono & Soedarmadji (2012:119) aliran behavioristik selalu mencoba mengubah tingkah laku manusia secara langsung. Hal ini ditunjukkan dengan cara-cara yang digunakan. Pada dasarnya aliran ini beranggapan bahwa dengan mengajarkan perilaku baru pada manusia, maka kesulitan yang dihadapi akan dapat dihilangkan (extinction). Artinya, modifikasi perilaku yang menyimpang atau yang tidak diinginkan dapat dihilangkan secara permanen dengan cara mengajarkan perilaku baru yang diinginkan. Menurut Tim Penyusun Bahan Ajar Belajar dan Pembelajaran FIP UNP (2012:12) dalam pendekatan behavioristik ini juga bahwa tingkah laku manusia terbentuk melalui stimulus dan respon (S-R), tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Pendekatan behavioristik jika dilihat dari sudut pandang pendidikan di sekolah, jadi belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus (guru) dan respon (peserta didik) atau lebih tepat perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Untuk memahami tingkah laku peserta didik secara tuntas harus memahami hubungan antar stimulus dengan stimulus lainnya, memahami respon itu sendiri, dan berbagai konsekuen yang diakibatkan oleh respon tersebut. Guru-guru sangat menyadari pentingnya motivasi di dalam membimbing belajar peserta didik. Berbagai macam teknik seperti: penghargaan, pujian, piagam prestasi, dan ganjaran telah dipergunakan untuk mendorong peserta didik agar mau belajar. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hall dkk, 1968 (Mahmud, 2009:201) apabila reinforcement diberikan guru atas dasar apa yang telah dilakukan oleh peserta didik, maka tingkah laku mereka akan meningkat baik dan untuk menekan tingkah laku yang tidak diharapkan muncul (salah suai). Reinforcement dapat berupa; memuji, tersenyum, menepuk punggung, mengangguk-angguk, memberi hadiah dan sebagainya. Pemberian reinforcement itu ternyata meningkatkan tingkah laku belajar peserta didik, ketika reinforcement tersebut dihentikan, tingkah laku belajar menurun tetapi ketika reinforcement diberikan lagi, tingkah laku tersebut meningkat lagi. Menurut Mahmud (2009:125) penguatan negatif merupakan suatu stimulus tertentu (yang tidak menyenangkan) ditolak atau dihindari. Penguatan negatif itu dapat memperkuat tingkah laku dengan cara menghindari stimulus yang tidak menyenangkan. Jika suatu perbuatan tertentu menyebabkan seseorang menghindari sesuatu yang tidak menyenangkan, seseorang tersebut cenderung mengulangi perbuatan yang sama apabila pada suatu saat menghadapi situasi yang serupa. Penguatan negatif sering kali disamakan dengan punishment (hukuman). Proses reinforcement (positif ataupun negatif) selalu berupa memperkuat tingkah laku. Sebaliknya punishment atau hukuman mengandung pengurangan atau penekanan tingkah laku. Suatu perbuatan yang diikuti oleh hukuman, kecil kemungkinannya 4 diulangi lagi pada situasi-situasi yang serupa di lain waktu. Hukuman juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu presentation punishment dan removal punishment. Presentation punishment terjadi apabila stimulus yang tidak menyenangkan ditunjukkan atau diberikan. Removal punishment terjadi apabila stimulus tidak ditunjukkan atau diberikan, artinya menghilangkan sesuatu yang menyenangkan atau diinginkan. Menurut Supratiknya (1995:18) penyebab gangguan perilaku adalah proses belajar yang salah (faulty learning). Bentuk kesalahan belajar itu ada dua kemungkinan. Pertama, gagal mempelajari bentuk-bentuk perilaku atau kecakapan adaptif yang diperlukan dalam hidup. Kegagalan ini dapat bersumber dari tidak adanya kesempatan untuk belajar. Kedua, mempelajari tingkah laku maladaptif yang terlanjur terbentuk dapat dihilangkan dengan cara yang bersangkutan ditolong belajar menghilangkannya sekaligus mempelajari tingkah laku baru yang yang lebih menjamin kebahagiaan bagi dirinya sendiri maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Menurut Yusuf & Nurihsan (2011:137) pendekatan behavioristik pada intinya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak sesuai dan pemberian pengalaman belajar yang sesuai yang belum pernah dipelajari. Secara khusus tujuan pendekatan behavioristik adalah membantu klien agar memiliki kemampuan: (1) Memperkuat perilaku adaptif, (2) Memperlemah atau menghilangkan perilaku yang maladaptif, (3) Mengurangi reaksi kecemasan, (4) Memperkuat kapasitas relaksasi, (5) Bersikap asertif, (6) Berhubungan sosial secara efektif, (7) Memperkuat kapasitas pengendalian diri (self control). Dua faktor penyebab kesalahan belajar di atas maka timbul tingkah laku salah suai dalam penyesuaian dengan demikian berbeda dengan perilaku normal. Perbedaan ini tidak terletak pada cara mempelajarinya, tetapi pada tingkatannya yaitu tidak wajar dipandang. Perilaku yang perlu dipertahankan atau dibentuk pada individu adalah perilaku yang bukan sekedar memperoleh kepuasan pada jangka pendek, tetapi perilaku yang tidak menghadapi kesulitan-kesulitan yang lebih luas, dan dalam jangka yang lebih panjang. Pendekatan behavioristik memandang bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk melalui proses pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dengan mengkondisikan atau menciptakan stimulus-stimulus (rangsangan) tertentu dalam lingkungan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tingkah laku salah suai yang terjadi akibat stimulus dan respon tidak sejalan. Tingkah laku salah suai terbentuk melalui proses interaksi dengan lingkungannya, tingkah laku salah suai hakekatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan yang salah. Tingkah laku salah suai dapat terjadi akibat ketidakmampuan dan ketidakefektifan individu dalam menanggapi, menghadapi tuntutan dari lingkungan fisik dan sosial. Bentuk tingkah laku salah suai terlihat dari adanya umpan balik (stimulus dan respon) antara guru dengan peserta didik yang tidak sejalan sehingga memunculkan tingkah laku yang adaptif berlebihan dan perilaku maladaptif pada peserta didik tersebut. Peserta didik merupakan unsur yang terlibat dalam proses belajar di sekolah dan subjek serta objek pencapaian pendidikan oleh karena itu peserta didik hendaknya dapat menyesuiakan diri dengan dengang lingkungan belajar dan sosial baik itu dengan guru maupun dengan teman sebaya ketika proses pembelajaran di kelas. Berdasarkan hasil obervasi pada Praktek Pengalaman Lapangan Bimbingan dan Konseling Sekolah (PPLBKS) di SMP Negeri 35 Padang pada bulan AgustusDesember 2015, terlihat peserta didik yang mengalami masalah dalam belajar dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan belajarnya seperti: Adanya peserta didik yang mengganggu temannya yang sedang konsentrasi belajar, peserta didik yang keluar masuk kelas ketika proses pembelajaran berlangsung, peserta didik yang membuat gaduh dan membuat keributan pada saat proses pembelajaran berlangsung, peserta didik yang berpindah tempat duduk dan berjalan-jalan ketika proses pembelajaran berlangsung, peserta didik yang kurang sopan ketika berkomunikasi dengan guru, peserta didik yang melawan dan menjawab-jawab perkataan guru, peserta didik yang melakukan kegiatan lain ketika guru 5 menerangkan, peserta didik yang tidak memperhatikan guru menerangkan materi pembelajaran dan peserta didik yang mencari perhatian guru. Kemudian berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 28 November 2015 dengan guru BK di SMP Negeri 35 Padang, mengatakan bahwa lingkungan belajar peserta didik tersebut kurang mendukung, tidak adanya umpan balik antara guru dengan peserta didik seperti: peserta didik kurang mendapatkan perhatian, masukan, dukungan dan bimbingan serta pengarahan. Adanya Guru yang kurang membangun hubungan sosial dan menciptakan lingkungan belajar yang efektif dengan peserta didik ketika proses pembelajaran berlangsung. Peserta didik juga juga kurang menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan belajar baik itu dengan teman sebaya maupun dengan guru ketika di dalam kelas. Berdasarkan wawancara dengan peserta didik pada tanggal 14 Desember 2015, diketahui masih ada peserta didik belum merasakan atau mendapatkan dukungan, bimbingan dan arahan serta motivasi dari guru. Lingkungan belajar dan sosial peserta didik yang kurang mendukung dalam perkembangan tingkah laku peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas. Permasalahan ini tidak terlepas dari tanggung jawab guru BK karena guru BK adalah tenaga pendidik yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secar penuh dalam kegiatan Bimbingan dan Konseling terhadapa sejumlah peserta didik. Pelayanan BK di sekolah merupakan kegiatan untuk membantu peserta didik dalam hal membantu perkembangan sosialemosional tetapi juga membantu perkembangan tingkah laku peserta didik dalam lingkungan belajar dan sosial di sekolah. Penelitian ini untuk melihat sejauh mana peran guru BK dalam memberikan respon, memotivasi, dukungan dan pujian serta ganjaran atas tingkah laku pada diri pesertadidik. Melihat dari kenyataan yang ada maka peneliti tertarik untuk mengungkap permasalahan yang ada, melalui suatu penelitian yang berjudul “Peran Guru BK dalam Mencegah Tingkah Laku Salah Suai Peserta Didik dengan Menggunakan Pendekatan Behavioristik di Kelas VIII SMP Negeri 35 Padang”. Berdasarkan identifikasi masalah di atas banyak permasalahan yang timbul, maka peneliti membatasi masalah tersebut sebagai berikut: 1. Peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan penguatan positif. 2. Peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan penguatan negatif. 3. Peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan punishment. Metode Penelitian Jenis data dalam penelitian ini adalah data interval. Menurut Riduwan (2010:85) “Data interval adalah data yang menunjukkan jarak antara satu data dengan data yang lain dan mempunyai bobot yang sama”. Selanjutnya, Bungin (2011:72) mengemukakan variabel interval adalah variabel yang dibangun dari pengukuran sehingga dalam pengukuran tersebut diasumsikan terhadap satuan pengukuran yang sama. Jadi, data yang diintervalkan dalam penelitian ini adalah peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan pendekatan behavioristik di kelas VIII SMP Negeri 35Padang. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Menurut Bungin (2005:132) data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian. Data primer diperoleh dari peserta didik yaitu peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan pendekatan behavioristik di kelas VIII SMP Negeri 35 Padang. Data sekunder adalah adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan. Data sekunder diperoleh dari data Guru BK di SMP Negeri 35 Padang tentang jumlah peserta didik. Data sekunder adalah adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan. Data sekunder diperoleh dari data Guru BK di SMP Negeri 35 Padang tentang jumlah peserta didik. 6 Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, maka digunakan alat pengumpulan data berupa angket.Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan angket adalah sebagai berikut: a. Peneliti membaca berbagi sumber untuk menguatkan kajian teori sehingga memudahkan peneliti dalam mengembangkan instrumen penelitian. b. Penyusunan kisi-kisi angket, terlebih dulu ditetapkan variabel, kemudian menjadi sub variabel, setelah itu menjadi beberapa indikator. Kisi-kisi angket tersebut diturunkan menjadi butir-butir pertanyaan. c. Melakukan judge (penimbangan) oleh tiga orang dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling yaitu Ibu Rila Rahma Mulyani, M.Psi., Psikolog, Bapak Zulfikar, S.Pd.I., M.Pd, dan Ibu Wira Solina, M.Pd. Hasil judge angket dari 73 item awal, diterima sebanyak 72 item dan yang ditolak sebanyak 1 item dengan nomor item 19. d. Selanjutnya melakukan uji coba (validitas) kepada 30 orang peserta didik di luar sampel, yang bertujuan apakah bahasa yang digunakan dalam instrumen dapat dipahami responden. Teknik analisis data yang digunakan adalah persentase untuk mengungkapkan aspek yang diteliti. Data yang diperoleh lalu dibahas dan diinterprestasikan berdasarkan deskriptif analisis, adapun langkahlangkahnya adalah sebagai berikut: 1. Seleksi Seleksi data ini dilakukan untuk mengetahui apakah data tersebut memenuhi syarat atau tidak, penyelesaian ini khusus data yang berasal dari angket. 2. Mengklasifikasikan Data Setelah seleksi data, maka langkah selanjutnya adalah memasukkan data yang telah dikelompokkan dalam sebuah tabel, lalu diolah dengan menggunakan rumus yang telah dikemukakan Yusuf (2007:65) yaitu: P= Keterangan: P = Persentase f = Frekuensi n = Jumlah Responden 100 = Jumlah angka mutlak Setelah data dianalisis dengan rumus persentase, maka dilakukan penafsiran terhadap perolehan hasil penelitian. Untuk menafsirkan data penelitian, digunakan kriteria atau kategori hasil penelitian, menurut Arikunto (2002:224) sebagai berikut: Kriteria pengolahan data: Persentase Kategori 81% -100% Sangat Baik 61% - 80% Baik 41% - 60% Cukup Baik 21% - 40% Kurang Baik 0% - 20% Sangat Kurang Baik Hasil dan Pembahasan 1. Peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan penguatan negatif Berdasarkan hasil penelitian mengenai peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan penguatan positif berada pada kategori cukup baik tertinggi tentang tersenyum dengan jumlah 68 (62,96%), kemudian pujian dengan jumlah 66 (61,11%), mengangguk-angguk dengan jumlah 64 (59,26%), pemberian hadiah dengan jumlah 62 (57,41%), dan menepuk punggung dengan jumlah 54 (50,00%). Menurut Yusuf & Nurihsan (2011:131) penguatan positif memotivasi banyak tingkah laku sehari-hari. Responrespon diikuti oleh hasil yang menyenangkan diperkuat dan cenderung menjadi pola kebiasaan bertingkah laku. Berdasarkan pernyataan di atas maka peran guru BK hendaknya dapat mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan cara memperkuat atau mempertahankan tingkah laku perserta didik dengan cara memberikan respon positif yang menjadi kebiasaan bertingkah laku peserta didik agar dapat menekan tingkah laku salah suai. Peran guru BK dalam pemberian penguatan positif pada peserta didik itu dapat 7 meningkatkan tingkah laku belajar peserta didik. Sehingga guru BK dharapkan agar dapat meningkatkan sikap ramah tamah dengan tersenyum untuk dapat mengembangkan hubungan sosial yang baik dnegan peserta didik. 2. Peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan penguatan negatif Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan penguatan negatif berada pada kategori cukup baik tertinggi tentang menghndari stimulus yang tidak menyenangkan dengan jumlah 56 (51,85%), kemudian mengulangi perbuatan yang sama dengan jumlah 55 (50,93%). Menurut Yusuf & Nurihsan (2011:131) Penguatan negatif terjadi ketika respon diperkuat sering dilakukan, karena diikuti oleh stimulus yang tidak menyenangkan. Reinforcement ini memainkan peranan dalam perkembangan kecenderungan-kecenderungan untuk menolak atau menghindar. Pada umumnya orang cenderung menghindar dari situasi yang kaku, atau masalah pribadi yang sulit. Berdasarkan pernyataan di atas, tampak bahwa peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik berada pada kategori cukup baik tertinggi yaitu menghindari stimulus yang tidak menyenangkan, hal ini disebabkan karena peserta didik didik cenderung mengulangi perbuatan yang sama jika perbuatan tertentu menyebabkan peserta didik menghindari stimulus yang tidak menyenangkan. Sehingga guru BK hendaknya dapat lebih mendekatkan diri dengan peserta didik sehingga mereka dapat merasa nyaman dan terbuka, dengan begitu guru BK akan dengan mudah dapat merubah tingkah laku peserta didik tersebut menjadi lebih baik serta guru BK juga dapat mempertimbangkan dalam memberikan ganjaran atau efek jera atas tingkah laku yang dilakukan peserta didik sesuai dengan atauran dan konsekuensi apa yang akan timbul. 3. Peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan punishment Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan punishment berada pada kategori cukup baik tertinggi yaitu tentang stimulus tidak ditunjukkan (menghilangkan sesuatu yang menyenangkan atau diinginkan) dengan jumlah 58 (53,70%), kemudian stimulus yang tidak menyenangkan ditunjukkan dengan jumlah 45 (41,67%). Menurut Menurut Ahmadi & Supriyono (2013:221) hukuman adalah cara untuk memperbaiki tingkah laku, hukuman hendaknya diterapkan di kelas dengan bijaksana. Hukuman dapat mengatasi tingkah laku yang tak diinginkan dalam waktu singkat untuk itu perlu disertai dengan reinforcement. Hukuman menunjukkan apa yang tak boleh dilakukan peserta didik, sedangkan reward menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh peserta didik. Bukti menunjukkan, bahwa hukuman atas tingkah laku peserta didik yang tak pantas lebih efektif dari pada tidak menghukum. Berdasarkan pernyataan di atas mengenai peran guru BK dalam mencegah tingkah laku peserta didik dengan menggunakan punishment atau hukuman dapat memberikan efek jera atau ganjaran pada peserta didik agar peserta didik akan menyadari konsekuensi yang timbul jika melakukan kesalahan atau aturan terhadap tingkah laku yang diperbuat peserta didik tersebut. Peran guru BK dalam pemberian hukuman seperti stimulus yang tidak menyenangkan ditunjukkan contohnya seperti: guru memberikan tugas tambahan (PR) ketika peserta didik tidak mengerjakan soall latihan saat di sekolah. Hal ini dilakukan guru BK agar peserta didik menyadari akan kesalahan tingkah lakunya dan sebagai bentuk motivasi bagi peserta didik agar dapat meningkatkan tingkah laku yang dapat diterima oleh lingkungan peserta didik tersebut maupun bagi diri peserta didik tersebut. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan pendekatan behavioristik di kelas VIII SMP Negeri 35 8 Padang temuan ini dapat disimpulakan sebagai berikut: 1. Peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan penguatan positif berada pada kategori cukup baik dengan persentase 61,11 sebanyak 66 peserta didik dari 108 peserta didik artinya peran guru BK dapat dikatakan cukup baik dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik. 2. Peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan penguatan negatif berada pada kategori cukup baik dengan persentase 52,78 sebanyak 57 peserta didik dari 108 peserta didik artinya peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dapat dikatakan cukup baik. 3. Peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan punishment berada pada kategori cukup baik dengan persentase 57,41 sebanyak 62 peserta didik dari 108 peserta didik artinya peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai dapat dikatakan cukup baik. 5. berkaitan dengan peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik. Peneliti selanjutnya, agar dapat dijadikan pedoman dan acuan untuk meneliti lebih lanjut khususnya mengenai peran guru BK dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik dengan menggunakan pendekatan behavioristik. KEPUSTAKAAN Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Asdi Mahasatya. Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif (Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya). Jakarta: Kencana Prenada Media. Bungin, Burhan. 2011. Metodelogi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media. Hartono & Soedarmadji, Boy. 2012. Psikologi Konseling. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti mengajukan saran kepada pembaca, yaitu sebagai berikut: 1. Peserta didik, agar dapat mengubah tingkah laku salah suai yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. 2. Guru BK, agar dapat meningkatkan sikap yang ramah tamah dengan tersenyum pada peserta didik dalam membangun hubungan sosial yang baik sebagai bentuk penguatan positif dalam mencegah tingkah laku salah suai peserta didik. 3. Kepala sekolah, agar dapat menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan bimbingan dan konseling. 4. Pengelola program studi bimbingan dan konseling, agar dapat mengembangkan dan menngkatkan kualitas calon guru BK yang profesional, berkarakter cerdas dan memiliki kepribadian yang baik Mahmud, Dimyati. 2009. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Makmun, Abin Syamsuddin. 2012. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Riduwan. 2010. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. .Supratiknya.1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius. Tim Penyusun Bahan Ajar Belajar dan Pembelajaran. 2012. Bahan Ajar Belajar dan Pembelajaran. Padang: FIP UNP. Yusuf, A Muri. 2007. Metode Penelitian. Padang: UNP Press. 9