Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) PENILAIAN INTENSIFIKASI DAN EKSTENSIFIKASI UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Fierly Oktifauziah [email protected] Farida Idayati Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya ABSTRACT The aim this research is to find out and to analyze how much the achievement level of the original local revenue in the city of Surabaya then to know and to analyze all efforts which have been done by the department of revenue and financial management in improving local revenue intensively and extensively; as well as to know and to analyze some factors which which both hold up and support intensively and extensively to the original local revenue of Surabaya city. Qualitative research is type of reseach which is The data analysis technique is using qualitative method. The result of this research is: (1) local tax gives bigger contribution when it is compared to local retribution to the original local revenue, (2) during the years of 2009-2012 the realization of original local revenue which was generated by the department of revenue and financial management did not meet the target, (3) some factors are intensively and extensively supported, they are, (a) proactive system which means the officers performs billing collection to the delinquent tax; (b) sending a warning letter payment to the nearest UPTD office (local tax office), (d) improving counseling activity to the society, (4) some factors holding up intensively and extensively are, (a) the lack of knowledge of the society about the payment procedure, (b) incapable in determining sanction. Keywords: intensive, extensive, original local revenue, and local autonomy. ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar tingkat pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surabaya, mengetahui dan menganalisis upaya-upaya yang dilakukan oleh dinas pendapatan dan pengelolaan keuangan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya melalui intensifikasi dan ekstensifikasi serta mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mendukung dan menghambat intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan teknik analisis data yang digunakan dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pajak daerah memberikan kontribusi yang lebih besar bila dibandingkan dengan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). (2) Selama tahun 2009-2012 realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan tidak memenuhi target. (3) Faktor-faktor pendukung intensifikasi dan ekstensifikasi adalah: (a) Sistem jemput bola dalam arti petugas melakukan penagihan terhadap penunggak pembayaran pajak; (b) Memberikan surat peringatan terhadap para penunggak wajib pajak, (c) Memberikan informasi terkait kemudahan pembayaran pajak melalui UPTD terdekat, (d) Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat, (4) Faktor-faktor penghambat intensifikasi dan ekstensifikasi adalah: (a) Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang prosedur pembayaran, (b) Belum mampu menetapkan sanksi. Kata kunci: intensifikasi, ekstensifikasi, pendapatan asli daerah dan otonomi daerah PENDAHULUAN Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat serta melaksanakan pembangunan daerah, maka daerah membutuhkan sumbersumber penerimaan yang cukup memadai. Sumber-sumber penerimaan daerah ini dapat berasal dari bantuan dan sumbangan pemerintah pusat maupun penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Namun, perlu digaris bawahi bahwa tidak semua daerah memiliki kekayaan alam. Hal ini tentu akan membuat daerah yang kaya akan potensi daerah yang 1 Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 2 dimiliki akan semakin maju yang mana tentunya bertolak belakang bagi daerah yang memiliki potensi yang kurang. Berlakunya Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.33 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, mengandung makna bahwa terjadi perubahan sistem pemerintahan di Indonesia dari kecenderungan sentralistik menjadi desentralisasi. Perubahan tersebut terkait dengan penyerahan wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dibidang administrasi, politik, dan fiskal. Pemerintah daerah diberikan kekuasaan menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Melalui Undang-Undang tersebut akan dicapai desentralisasi fiskal, yang akan mendatangkan dua manfaat yaitu: menciptakan dan mendorong partisipasi, kreatifitas dan prakarsa masyarakat daerah dalam pembangunan daerah serta pemerataan hasil-hasil pembangunan, memperbaiki alokasi sumber daya produktif daerah melalui pergeseran peran pengambil keputusan publik kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah. Dalam Ketentuan Umum Undang-Undang Otonomi Daerah tahun 2004 disebutkan bahwa yang dimaksud otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah diatur sendiri oleh pemerintah daerah sendiri sesuai dengan pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No.32 tahun 2004. Sejalan dengan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelengaraan dan pembangunan didaerahnya merupakan ciri utama yang menunjukkan daerah otonom mampu berotonomi. Sumbersumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara maksimal, namun harus tetap pada koridor peraturan perundanga-undangan yang berlaku. Diharapkan tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat akan semakin mengecil dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian terbesar penyandang dana dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. Dapat dikatakan bahwa salah satu tolak ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah sumbangan PAD terhadap total penerimaan daerah. Kemandirian daerah di bidang keuangan salah satunya bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mampu dihimpun oleh daerah yang bersangkutan. Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dengan adanya tuntutan otonomi yang makin luas mendorong daerah untuk semakin meningkatkan penerimaannya yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin besar penerimaan daerah dari kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini semakin besar pula tingkat pelaksanaan otonomi daerah pada daerah yang bersangkutan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini diharapkan dapat meningkat secara ril, untuk itu perlu dilakukan penelitian terhadap setiap jenis Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik itu pajak daerah, retribusi daerah dan hasil-hasil penerimaan daerah serta usaha-usaha daerah lainnya yang sah. Kota Surabaya sebagai bagian dari Propinsi Jawa Timur tentunya memerlukan dana yang cukup besar dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan daerah di berbagai sektor. Dana pembangunan tersebut diusahakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah dan bersumber dari penerimaan pemerintah daerah Kota Surabaya itu sendiri. Sumber pembiayaan kebutuhan pemerintah yang mana biasa dikenal dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari pengolahan sumber daya yang dimiliki daerah di samping penerimaan dari pemerintah propinsi, pemerintah pusat serta penerimaan daerah lainnya. Sejalan dengan upaya untuk mengingkatkan serta menggali sumber-sumber penerimaan daerah, maka Pemerintah Daerah Kota Surabaya berusaha secara aktif untuk meningkatkan serta menggali sumber-sumber penerimaan daerah terutama penerimaan yang berasal dari Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 3 daerah sendiri. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dalam pembiayaan pembangunan daerah. Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tentunya tidak terlepas dan peranan masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan pembagian keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Dengan perkataan lain, ketergantungan pada bantuan pusat harus seminimal mungkin (Bastian, 2006:358). Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan sumber penerimaan dari daerah sendiri perlu terus ditingkatkan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan, sehingga kemandirian dan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan. Atas dasar hal tersebut di atas, maka dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk mengungkapkan dan menganalisis Penilaian intensifikasi dan ekstensifikasi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut: (1) Seberapa besar tingkat pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surabaya?, (2) Upaya-upaya apa yang harus dilakukan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya melalui intensifikasi dan ekstensifikasi?, (3) Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya?. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui dan menganalisis seberapa besar tingkat pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surabaya, (2) Mengetahui dan menganalisis upaya-upaya yang dilakukan oleh dinas pendapatan dan pengelolaan keuangan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, (3) Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mendukung dan menghambat intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya. TINJAUAN TEORETIS Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 pasal 1 Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bastian (2006:203) menyatakan bahwa pemerintahan daerah adalah kepala daerah berserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah. Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 pasal 1 menyebutkan dalam menjalankan roda kegiatan pemerintah daerah dipimpin oleh Gubernur, Bupati, Walikota dan Perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Lebih lanjut menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Menurut pasal 23 ayat (1) tentang Pemeritahan Daerah, hak dan kewajiban daerah diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintah daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah (APBD) yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya, yang dimaksud dengan hak daerah sesuai dengan pasal 21 UU Nomor 32 Tahun 2004 meliputi: (1) Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; (2) Memilih pimpinan daerah; (3) Mengelola aparatur daerah; (4) Mengelola kekayaan daerah; (5) Memungut pajak daerah dan retribusi di daerah; (6) Mendapatkan bagian daru hasil mengelola sumber daya alam dan sumber daya yang berada di daerah; (7) Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah; (8) Mendapatkan hak lain yang diatur dalam perundang-undangan. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 4 Otonomi Daerah Otonomi (autonomy) secara etimologi berasal dari bahasa yunani. Auto berarti sendiri dan nomous berarti hukum atau peraturan. Menurut Bastian (2006:338) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (5) UndangUndang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah ialah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah membuka kesempatan yang seluasluasnya bagi daerah untuk mengaktualisasikan segala potensi terbaiknya secara optimal. Dengan begitu, setiap daerah niscaya memiliki satu atau beberapa keunggulan tertentu relative terhadap daerah lainnya (Bastian, 2006:356). Ada beberapa asas penting dalam Undang-Undang Otonomi Daerah yang perlu dipahami, yaitu (Bastian, 2006:338): (1) Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah tonomi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; (2) Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah; (3) Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan; (4) Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam rangka Negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transfaran dengan memperhatikan potensi, kondisi, serta kebutuhan darah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawan keuangannya. Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah Dalam Undang-Undang No.32 tahun 2004 terkandung tiga prinsip dasar pelaksanaan otonomi daerah, yaitu: (1) Prinsip otonomi seluas-seluasnya; (2) Prinsip otonomi nyata; (3) Prinsip otonomi yang bertanggung jawab. Darto (2005:11), tujuan dan maksud diselenggarakannya otonomi daerah adalah: (1) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat; (2) untuk mambangun kerjasama antar daerah dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah; (3) untuk menjamin keserasian hubungan antar daerah dengan pemerintahan (pusat). Tujuan yang ketiga ini diarahkan untuk terjamin dan terpeliharanya keutuhan wilayah Negara dan tatap tegaknya Negara kesatuan Republik Indonesia. Tiga Prinsip dasar dan tujuan otonomi daerah diatas menempatkan kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan utama dari dilaksanakannya otonomi daerah. Kesejahteraan masyarakat tanpa adanya kemandirian daerah menjadikan otonomi hanya sebagai konsep dangkal yang tidak membumi. Karena itu kemandirian daerah menjadi persyaratan utama terjadinya otonomi daerah (Darto, 2005:14). Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah mengatur dasardasar hubungan pemerintahan pusat dan daerah dalam rangka otonomi daerah. Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, dasar-dasar hubungan tersebut diselenggarakan proporsional sehingga saling menunjang. Menurut Kuncoro (2004:2), dasar-dasar hubungan Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 5 pusat dan daerah ialah: (1) Desentralisasi mengantung arti penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintahan pusat atau daerah tingkat agtasnya kepada daerah; (2) Dekonsentralisasi yang berarti pelimpahan wewenangan dari pemerintah atau kepada wilayah tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat didaerahnya; (3) Tugas pembantuan yang berarti pengkoordinasian prinsip desentralisasi dan dekonsentralisasi oleh kepala daerah yang memiliki fungsi ganda sebagai penguasa tunggal didaerahnya dan wakil pemerintahan pusat didaerahnya. Desentralisasi Desentralisasi berasal dari bahasa latin yaitu kata de yang berarti lapas dan centrum yang berarti pusat, sehingga desentralisasi secara sederhana dapat digambarkan sebagai kebalikan dari sentralisasi. Sentralisasi berarti pusat, maka desentralisasi adalah lepas dari pusat, namun dalam hal ini bukan berarti pemerintah daerah lepas dari pemerintahan pusat tetapi lebih diartikan menjauh dari pusat. Desentralisasi berdasarkan pasal 1 ayat (7) Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Rondinelli (dalam Bastian, 2006:331) desentralisasi sebagai perpindahan kewenangan atau pembagian kekuasaan dalam perencanaan pemerintah, manajemen, dan pengambilan keputusan dari tingkat nasional ke tingkat daerah. Pendapat lain yang terkait dengan desentralisasi dan kekuasaan dikemukakan oleh Smith (dalam Bastian, 2006:331), yakni sebagai pola hubungan kekuasaan di berbagai tingkat pemerintahan. Keuntungan dari penerapan desentralisasi menurut Sarudajang (2006:62) adalah: (1) Mengurangi tertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintah; (2) Dalam menghadapi masalah yang mendesak yang membutuhkan tindakan cepat, daerah tidak perlu menunggu instruksi dari pemerintah pusat; (3) Dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk karena setiap keputusan dapat diambil dan segera dilaksanakan; (4) Dapat dibedajkan dan pengkhususan yang berguna bagi kepentingan tertentu; (5) Mengurangi kesewenang-wenangan dari pemerintah pusat; (6) Dari segi psikologis, desentralisasi dapat memberikan kewenangan memutuskan yang lebih besar kepada daerah; (7) Akan dapat memperbaiki kualitas pelayanan karena lebih dekat dengan masyarakat yang dilayani. Selain keuntungan-keuntungan di atas, menurut Kaho (2005:13-14) desentralisasi juga mempunyai kerugian yaitu: (1) Besarnya organ-organ pemerintah, menyebabkan struktur pemerintahan akan bertambah kompleks sehingga akan mempersulit koordinasi. Selain itu juga berakibat makin banyak aparatur negara atau pegawwai negeri, yang mana hal itu mengakibatkan makin besarnya anggaran pengeluaran rutin sehingga anggaran pengeluaran untuk pembangunan makin berkurang, (2) Keseimbangan dan keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan daerah dapat lebih mudah terganggu; (3) Kekhususan mengenai desentralisasi teritorial, dapat mendorong timbulnya “daerah-isme”; (4) Pengambilan keputusan memerlukan waktu yang lama karena memerlukan perundingan yang bertele-tele. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Dalam kaitan dengan peningkatan pendapatan khususnya Pendapatan Asli Daerah maka kebijakan yang perlu ditempuh adalah dalam bentuk intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan sehingga diarapkan Pendapatan Asli Daerah akan lebih berperan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai kebijaksanaan pemerintah daerah dalam langkah intensifikasi maupun ekstensifikasi pemungutan retribusi daerah. Intensifikasi berasal dari kata intensif yang berarti sungguh-sungguh (giat secara mendalam) untuk memperoleh efek yang maksimal, terutama untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam waktu yang sangkat singkat. Jadi intensifikasi adalah perihal peningkatan kegiatan yang lebih hebat (kamus besar Bahasa Indonesia, 2006:223). Sedangkan menurut (Halim, 2007:113) intensifikasi adalah suatu upaya, tindakan atau usaha-usaha untuk Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 6 memperbesar penerimaan sehingga dapat tercapai atau terealisasinya target yang diinginkan atau anggaran yang telah ditetapkan dalam APBD sebelumnya dengan cara melakukan pemungutan yang lebih giat, ketat, dan teliti. Tunliu (2008) Intensifikasi PAD adalah suatu tindakan atau usaha-usaha untuk memperbesar penerimaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebih giat, ketat, dan teliti. Ekstensifikasi berasal dari kata ekstensif yang berarti bersifat menjangkau secara luas. Jadi ekstensifikasi adalah perluasan terhadap sesuatu misalnya: tanah, ruang, waktu, jalan dan sebagainya (kamus besar Bahasa Indonesia, 2006:223). Halim (2008:117) extensifikasi adalah langkah perluasan atau penambahan jenis pendapatan daerah yang dapat di pungut selain dari pendapatan yang ada. Ekstensifikasi adalah usaha-usaha untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah yang baru. Namun, dalam upaya ekstensifikasi ini, khususnya yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah, tidak boleh bertentangan dengan kebijakan pokok nasional, yakni pungutan pajak dan retribusi daerah yang dilaksanakan tidak semata-mata untuk menggali pendapatan daerah berupa sumber penerimaan yang memadai, tetapi juga untuk melaksanakan fungsi fiskal lainnya agar tidak memberatkan bagi masyarakat. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak dan Retribusi Halim (2008:147) Intensifikasi pajak dan retribusi daerah diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh pemerintah kota/kabupaten untuk meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi daerah yang biasanya diaplikasikan dalam bentuk: (1) Perubahan Tarif Pajak dan retribusi daerah; (2) Peningkatan pengelolaan pajak dan retribusi daerah. Selanjutnya dikatakan bahwa Ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah merupakan suatu kebijakan yang dilakukan oleh daerah kota/kabupaten dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak daerah melalui penciptaan sumber-sumber pajak dan retribusi daerah. Kegiatan investasi memberikan kontribusi yang sangat besar dan baik terhadap upaya peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah pada khususnya dan penerimaan pendapatan asli daerah pada umumnya. Untuk itu, kegiatan investasi mutlak diusahakan oleh pemerintah kota/kabupaten melalui kebijakan-kebijakan sebagai berikut: (a) Menciptakan daya tarik dan iklim yang kondusif bagi investor lokal maupun investor asing untuk menanamkan/ menginvestasikan modalnya di kota/ kabupaten; (b) Memberi kemudahan bagi investor lokal maupun investor asing untuk menanamkan/menginvestasikan modalnya di daerah dengan menghilangkan biro-krasi yang berbelit-belit. Tunliu (2008) bahwa usaha-usaha intensifikasi dalam hal pajak dan retribusi daerah misalnya dapat dilakukan sebagai berikut: (1) Menetapkan target atau wajib setor minimum (wasmin) kepada unit dinas pendapatan di daerah- daerah untuk setup jenis pajak dan retribusi daerah; (2) Memperluas jumlah wajib pajak; (3) Berusaha memperpendek jarak antara wajib pajak dengan fiskus; (4) Meningkatkan kemampuan aparatur dinas; (5) Mengadakan koordinasi secara internal dan eksternal baik vertikal maupun horizontal; (6) Selalu meninjau dan mengajukan perubahan tarif yang dianggap kurang memadai dengan kenyataan. Secara umum upaya yang perlu dilakukan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara (a) Memperluas basis penerimaan; (b) Memperkuat proses pemungutan; (c) Meningkatkan pengawasan; (d) Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan; Selain intensifikasi, upaya yang dapat ditempuh daerah untuk meningkatkan PAD adalah dengan melakukan ekstensifikasi pajak yaltu melalui kebijaksanaan pemerintah untuk memberikan kewenangan perpajakan (taxing power) yang lebih besar kepada daerah pada masa mendatang. Bagi Kabupaten / Kota perlu diberikan kewenangan untuk menetapkan dasar pengenaan pajak (tax base) dan tarif sampai dengan batas tertentu Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 7 Pendapat lain dari Suwarno dalam Tunliu (2008) dikatakan bahwa Intensifikasi PAD adalah suatu tindakan atau usaha-usaha untuk memperbesar penerimaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebih giat, ketat, dan teliti. Ekstensifikasi adalah usaha-usaha untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah yang baru. Namun, dalam upaya ekstensifikasi ini, khususnya yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah, tidak boleh bertentangan dengan kebijakan pokok nasional, yakni pungutan pajak dan retribusi daerah yang dilaksanakan tidak semata-mata untuk menggali pendapatan daerah berupa sumber penerimaan yang memadai, tetapi juga untuk melaksanakan fungsi fiskal lainnya agar tidak memberatkan bagi masyarakat. Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2009:132) pendapatan asli daerah merupakan keseluruhan penerimaaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang kemudian dipergunakan untuk menutupi segala pengeluaran daerah. Halim (2007:94) pendapatan asli daerah (PAD) merupakan penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dan sumber-sumber didalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pendapatan asli daerah merupakan sumber penerimaan daerah asli daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat. Samudra (2005:51) sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pengertian dalam arti sempit, karena penerimaan asli daerah adalah peneriman dari pungutan pajak daerah, retribusi daerah, hasil dari perusahaan daerah, dan lainnya yang merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah itu yang digali atau dihasilkan oleh daerah yang bersangkutan dan merupakan pula pendapatan daerah yang sah. Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah Menurut undang-undang No. 33 tahun 2004 pasal 6, sumber-sumber pendapatan asli daerah terdiri dari: 1) Pajak daerah. Jenis-jenis pajak daerah berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, yaitu: Jenis Pajak provinsi terdiri atas: (a) Pajak Kendaraan Bermotor; (b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; (c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; (d) Pajak Air Permukaan; (e) Pajak Rokok; Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: (a) Pajak Hotel. (b) Pajak Restoran; (c) Pajak Hiburan; (d) Pajak Reklame; (e) Pajak Penerangan Jalan; (f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; (g) Pajak Parkir; (h) Pajak Air Tanah; (i) Pajak Sarang Burung Walet; (j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; 2) Retribusi daerah; Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 pasal 18 menyebutkan jenis retribusi daerah untuk propinsi antara lain : (a) Retribusi pelayanan kesehatan; (b) Retribusi pemakaian kekayaan daerah; (c) Retribusi penggantian biaya cetak peta; (d) Retribusi pengujuan kapal perikanan Selanjutnya jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten / kota meliputi: (a) Retribusi pelayanan kesehatan; (b) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan; (c) Retribusi penggantian biaya cetak KTP; (d) Retribusi pelayanan pasar; (e) Retribusi pengujian kendaraan bermotor; (f) Retribusi jasa usaha rumah potong hewan; 3) Keuntungan perusahaan daerah dan hasil pengelolahan kekayaan daerah; 4) Lain-lain pendapatan yang sah Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 8 Efektifitas Pendapatan Asli Daerah Kata efektif berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Kata efektif berarti berhasil, tepat dan manjur. Efektifitas pada umumnya digunakan sebagai ukuran keberhasilan usaha dan kegiatan dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan. Pengertian efektifitas berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin besar realisasi penerimaan PAD dibanding target penerimaan PAD, maka dapat dikatakan semakin efektif, begitu pula sebaliknya. Formula yang digunakan adalah (Halim, 2008:234) Rasio Efektifitas Realisasi Penerimaan PAD Target Penerimaan PAD yang Ditetapkan Berdasarkan Potensi Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai sebesar satu atau 100 persen. Semakin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik sebab realisasi penerimaan PAD melebihi dari target yang ditentukan. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2008:20) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana operasional keuangan Pemda, dimana pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud. Berdasarkan Permendagri No 13 Tahun 2006 Pasal 21, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Sony (2005: 92) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam satu tahun anggaran APBD meliputi: (1) Hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih; (2) Kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih; (3) Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Peran Pendapatan Asli Daerah Dalam APBD Pada dasarnya besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) itu menjadi defisit atau surplus hal ini bisa membuktikan apakah daerah itu berhasil atau tidaknya dalam pelaksanaan penyelenggaraan otonominya. Menurut Kansil dan Christine (2002:15) peran Pendapatan Asli Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah: (1) Menentukan dan menetapkan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat daerah yang bersangkutan; (2) Merupakan sarana untuk mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab; (3) Memberi isi dan arti dari tanggung jawab pemerintah daerah; (4) Merupakam sarana untuk melaksanakan pengawasan terhadap daerah dengan cara mudah Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 9 dan berhasil; (5) Merupakan pemberian kuasa yang sah untuk melakukan penyelenggaraan keuangan daerah di dalam batas-batas tertentu. Penelitian Terdahulu Adi (2006) meneliti “ Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah”. Berdasarkan hasil penelitian menyimpulkan (a) Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan PAD. Sayangnya pertumbuhan ekonomi pemda kabupaten dan kota masih kecil, akibatnya penerimaan PAD-nya pun kecil. Terkait dengan PAD, penerimaan yang menjadi andalan adalah retribusi dan pajak daerah. Tingginya retribusi bisa jadi merupakan indikasi semakin tingginya itikad pemerintah untuk memberikan layanan publik yang lebih berkualitas. Belanja pembangunan diarahkan pada sektor yang langsung dinikmati oleh publik; (b) Belanja pembangunan memberikan dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi. Tunliu (2008) meneliti “Pengaruh Intensifikasi Dan Ekstensifikasi Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Guna Mewujudkan Kemandirian Keuangan”. Berdasarkan hasil penelitian menyimpulkan: upaya yang harus dilakukan oleh Pemda untuk meningkatkan PAD adalah: Pertama, memperluas basis penerimaan; Kedua, memperkuat proses pemungutan; Ketiga, meningkatkan pengawasan. Keempat, meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan; Kelima, meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik. Charnain (2011) meneliti “Kebijakan Intensikasi dan Ekstensifikasi Retribusi Daerah Pada PAD Kota Malang”. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa (1) Faktor yang mendukung penerimaan retribusi adalah: kesadaran para pedagang dalam pembayaran retribusi pasar, pengawasan yang lebih intensif, tingkat koordinasi yang baik antar pengelola baik intern maupun ekstern; (2) Faktor yang menghambat penerimaan retribusi daerah adalah sarana prasarana dan fasilitas yang kurang baik seperti keamanan kurang tertib, kesadaran SDM, petugas parkir yang nakal petugas menaikkan tarif tidak sesuai Perda, tidak tertibnya juru parkir dalam menyetorkan kewajibanya, Kustiawan dan Solikin (2011) meneliti “Upaya Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Asli Daerah Melalui Peningkatan Kualitas Aparatur Pemerintahan Daerah”. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan: (1) Dalam melaksanakan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, salah satu syarat yang diperlukan adalah tersedianya sumber-sumber pembiayaan dari dalam sendiri yaitu berupa dana perimbangan juga sumber pembiayaan dari dalam sendiri yaitu dari Pendapatan Asli Daerah (PAD); (2) Pengelolaan PAD yang baik adalah pengelolaan PAD yang mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring dengan perkembangan perekonomian (3) Dalam kaitannya dengan kualitas aparatur pemerintah daerah, terdapat tujuh unsur yang perlu diperhatikan sebagai berikut: pendidikan dan pelatihan, magang, promosi, rotasi, pemberhentian, kesesuaian kerja, kompetensi kerja. METODA PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini bermaksud untuk mengetahui dan mendeskripsikan implementasi kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi terkait dengan PAD serta bagaimana usaha-usaha untuk meningkatnya. Pengamatan dilakukan dengan menganalisis data yang ada untuk kemudian diambil suatu simpulan berdasarkan kajian teoretis. Menurut Bungin (2008:6) pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang menggunakan data berupa kalimat tertulis atau lisan, perilaku, fakta atau fenomenafenomena, pengetahuan, dan obyek studi melalui pengamatan dilapangan. Alasan Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 10 digunakan penelitian kualitatif adalah: (1) Kesimpulan tidak dapat digeneralisasikan karena penelitian tidak menggunakan sampel tetapi dengan penelitian tunggal; (2) Tidak bertujuan menguji hipotesis Gambaran Obyek Penelitian Obyek penelitian pada penulisan ini adalah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya yang beralamat di Jalan Jimerto No. 25-27 Surabaya. Penelitian ini telah dilakukan di Pemerintah Kota Surabaya dengan mengambil data di Dinas Pendapatan Daerah Kota Surabaya, dengan pertimbangan antara lain adalah: (1) Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka keuangan daerah merupakan faktor yang paling penting; (2) Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan merupakan salah satu dinas yang ada di Pemerintah Kota Surabaya, yang berfungsi memberikan kontribusi terhadap keuangan daerah. Jenis Data Dalam penelitian ini jenis dan sumber data yang dikumpulkan serta yang digunakan adalah: (1) Data Primer, merupakan data dan informasi yang secara langsung berhubungan dengan penelitian ini, data dikumpulkan dari sumber intern Dinas Pendapatan dengan melakukan wawancara dengan Bagian Bendahara Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya mengenai: upaya-upaya yang dilakukan dalam peningkatan PAD, efektivitas terkait dengan intensifikasi dan ekstensifikasi dalam meningkatkan pendapatan asli daerah selama ini dapat dikatakan optimal; (2) Data Sekunder, merupakan data yang berasal dari hasil penelitian kepustakaan, literatur kuliah, serta literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber data Di dalam penelitian ini data yang digunakan bersumber dari: (1) Sumber intern, yaitu orang maupun instansi yang menjadi obyek penelitian, yang meliputi kepala dinas maupun pegawai di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya khususnya Dinas Pendapatan Kota Surabaya; (2) Sumber ekstern, yaitu buku kepustakaan yang memuat teori-teori yang relevan di skripsi ini. Teknik Pengumpulan Data Data merupakan faktor yang sangat penting dalam pembuatan suatu karya ilmiah yang mempunyai manfaat untuk mengetahui dan memperoleh gambaran tentang suatu persoalan atau keadaan, selain itu data dapat juga dijadikan sebagai dasar dalam membuat keputusan untuk memecahkan suatu persoalan. Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini akan dikumpulkan melalui observasi, kegiatan wawancara, dokumentasi serta metode penelusuran data online dengan jalan mengumpulkan teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan sebagai landasan teori. Satuan Kajian 1. Intensifikasi PAD adalah suatu tindakan usaha-usaha untuk memperbesar penerimaaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebih giat, ketat dan teliti. Dalam hal ini Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya melakukan sistem jemput bola dalam arti petugas melakukan penagihan terhadap penungga pembayaran pajak serta memberikan surat peringatan terhadap para penunggak wajib pajak. 2. Ekstensifikasi PAD adalah usaha-usaha menggali sumber-sumber PAD yang baru, namun tidak bertentangan dengan kebijakan pokok nasional, yaitu pungutan pajak daerah yang dilaksanakan tidak semata-mata untuk menggali pendapatan daerah berupa sumber penerimaan yang memadai, tetapi juga melaksanakan fungsi fiskal lainnya agar tidak memberatkan bagi masyarakat. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 11 3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, hasil perusahaan milik daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah, dimana pemungutan berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya melalui Pemerintah Kota mengadakan peninjauan terhadap perundang-undangan yang berlaku kemudian melakukan penyesuaian terhadap tarif sesuai dengan kemampuan masyarakat sesuai dengan Peraturan Daerah yang berlaku yang sebelumnya telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 4. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundang-undangan. Teknik Analisis Data Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif dengan analisis secara kualitatif. Metode kualitatif merupakan serangkaian observasi dimana setiap observasi yang terdapat pada sampel atau populasi tergolong pada salah satu dari kelas-kelas yang eksklusif secara bersama-sama (mutual exclusive) dan kemungkinan tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka (Soeratno dan Arsyad 2003:7). Oleh sebab itu, metode kualitatif pada penelitian ini dapat disimpulkan merupakan metode dengan pengumpulan data yang berwujud informasi tentang keterangan baik secara tertulis maupun lisan yang diperoleh dalam suatu pengamatan atau penelitian, yaitu mengenai intensifikasi dan ekstensifikasi terkait dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya. Kemudian dari data yang terkumpul tersebut diolah menjadi kalimat yang dapat menjelaskan suatu permasalahan, kemudian diperoleh hasil pengolahan data yang dibandingkan dengan teori yang ada, dimana teori tersebut menunjang pelaksanaan penelitian. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perda yang Berkaitan dengan Pajak Daerah Berikut ini adalah serangkaian Perda-perda yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Surabaya yang berkaitan dengan potensi penerimaan dari sektor pajak daerah yang berkaitan dengan kontribusi pembentukan PAD (Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya) tersaji pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Peraturan Daerah Terkait dengan Pajak Daerah No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8 9 Dasar Hukum Perda No. 09 Tahun 2003 Perda No. 02 Tahun 2003 Perda No. 08 Tahun 2003 Perda No. 09 Tahun 2002 Perda No. 01 Tahun 2009 Perda No. 08 tahun 2006 Perda No. 10 Tahun 2010 Perda No. 11 Tahun 2010 Perda No. 16 Tahun 2003 Tentang Pajak Hotel Pajak Restoran Pajak Penerangan jalan Pajak Hiburan Pajak Parkir Pajak Reklame Pajak Bumi & Bangunan Pajak Bea Hak Atas Tanah & Bangunan Pajak Air Bawah Tanah dan AP Sumber: Buku Himpunan Perda Pemkot Surabaya Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 12 Pembahasan Dengan adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah-langkah yang perlu diambil dengan cara menggali segala kemungkinan sumber keuangannya sendiri sesuai dengan dan dalam batas-batas peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk merealisasikan pelaksanaan Otonomi Daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung pada peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu Pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Kota Surabaya sebagai bagian dan Propinsi Jawa Timur tentunya memerlukan dana yang cukup besar dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan daerah di berbagai sektor. Sejalan dengan upaya untuk meningkatkan serta menggali sumber-sumber penerimaan daerah, maka Pemerintah Daerah Kota Surabaya berusaha secara aktif untuk meningkatkan serta menggali sumber-sumber penerimaan daerah terutama penerimaan yang berasal dari daerah sendiri. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dalam pembiayaan pembangunan daerah. Tingkat Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Surabaya adalah pajak daerah, retribusi daerah, keuntungan perusahaan daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah, lain-lain pendapatan yang sah. Berikut ini penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama tahun 2009-2012 tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya Tahun 2009-2010 Uraian Tahun 2009 Tahun 2010 Pendapatan Asli Daerah Target (Rp) 882,616,888,643 Realisasi (Rp) 809,795,526,042 Target (Rp) 1,059,891,415,591 Realisasi (Rp) 908,647,775,730 Hasil Pajak Daerah 486,582,620,000 442,852,257,428 581,581,810,000 525,403,484,538 Pajak Hotel 100,756,473,000 87,442,034,451 115,021,000,000 100,508,232,155 Pajak Restoran 103,899,977,000 94,758,955,098 117,000,000,000 115,459,616,842 Pajak Hiburan 26,086,945,000 22,887,628,368 29,000,000,000 26,612,846,480 Pajak Reklame Pajak Penerangan Jalan Pajak Parkir 85,250,000,000 75,599,591,275 119,000,000,000 98,705,063,186 152,809,225,000 146,240,506,576 179,810,810,000 165,055,792,194 17,800,000,000 15,923,541,660 21,750,000,000 19,061,933,681 Pajak Air Bawah Tanah - - - - Pajak Bumi & Bangunan - - - - Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan Hasil Retribusi Daerah - - - - 244,573,056,153 164,247,724,956 288,713,893,269 183,312,246,927 43,601,522,306 43,324,809,284 63,581,595,595 63,304,547,606 107,859,890,184 159,370,734,364 126,014,116,727 136,627,496,659 Hasil Pengelolaan Kek. Daerah yg dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 13 Tabel 3 Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya Tahun 2011-2012 Uraian Tahun 2011 Tahun 2012 Pendapatan Asli Daerah Target (Rp) 2,139,625,575,460 Realisasi (Rp) 1,886,514,301,581 Target (Rp) 2,341,265,681,882 Realisasi (Rp) 2,279,613,848,833 Hasil Pajak Daerah 1,691,550,000,000 1,488,358,147,753 1,909,562,850,000 1,852,977,636,887 Pajak Hotel 117,500,000,000 108,205,704,969 118,319,197,000 126,540,958,476 Pajak Restoran 124,000,000,000 131,138,493,688 159,769,677,000 172,882,689,664 Pajak Hiburan 29,500,000,000 29,896,451,597 32,794,821,000 35,403,716,528 Pajak Reklame 126,000,000,000 90,232,362,728 112,998,024,000 117,601,450,951 Pajak Penerangan Jalan 188,800,000,000 192,089,354,040 248,555,729,000 224,323,267,329 25,250,000,000 21,841,038,427 26,000,000,000 27,286,524,344 500,000,000 - 1,241,370,000 1,297,629,300 Pajak Bumi & Bangunan 710,000,000,000 498,640,108,489 790,613,785,000 572,292,265,076 Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan Hasil Retribusi Daerah 370,000,000,000 416,314,633,814 419,270,247,000 575,349,135,219 265,797,243,579 209,834,317,888 203,721,977,378 183,482,993,435 Hasil Pengelolaan Kek. Daerah yg dipisahkan Lain-lain PAD yang sah 77,019,175,680 75,962,115,306 97,652,321,173 97,696,057,373 105,259,156,201 112,359,720,634 130,328,533,331 145,457,161,138 Pajak Parkir Pajak Air Bawah Tanah Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 dapat diketahui bahwa selama tahun 2009-2012 realisasi Pendapatan Asli Daerah tidak tercapai rata-rata realisasi Pendapatan Asli Daerah selama tahun 2009-2012 berkisar antara 85,70% - 97,37%. Pada tahun tahun 2009 target Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 882,616,888,643 teralisasi sebesar Rp 809,795,526,042, demikian juga di tahun 2010 target Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 1,059,891,415,591 teralisasi Rp 908,647,775,730,- untuk tahun 2011 target Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp2,139,625,575,460 teralisasi sebesar Rp1,886,514,301,581. Tahun 2012 target Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp2,341,265,681,882 terealisasi sebesar Rp 2,279,613,848,833,-. Namun demikian sosialisasi ini bisa berdampak lebih baik dan berhasil dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya, jika masyarakat juga menyadari pentingnya Pajak daerah maupun retribusi. Karena pada hakikatnya, pajak daerah dan retiribusi yang dipungut oleh Pemerintah Kota Surabaya dari masyarakat, semata-mata digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan seluruh masyarakat yang ada di Kota Surabaya baik untuk fasilitas kesehatan, infrastruktur maupun dukungan fasilitas pendidikan. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 14 Tabel 4 Pencapaian Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya Tahun 2009-2012 (dalam Rupiah) No Uraian 1 Tahun 2009 Hasil Pajak Daerah Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Jumlah PAD 2 Tahun 2010 Hasil Pajak Daerah Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Jumlah PAD 3 Tahun 2011 Hasil Pajak Daerah Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Jumlah PAD 4 Tahun 2012 Hasil Pajak Daerah Hasil Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Lain-lain PAD yang sah Jumlah PAD Target Realisasi % 486,582,620,000 244,573,056,153 43,601,522,306 442,852,257,428 164,247,724,956 43,324,809,294 91.01 67.16 99.37 107,859,890,184 882,616,888,643 159,370,734,364 809,795,526,042 147.76 91.75 581,581,810,000 288,713,893,269 63,581,595,595 525,403,484,538 183,312,246,927 63,304,547,606 90.34 63.49 99.56 126,014,116,727 1,059,891,415,591 136,627,496,659 908,647,775,730 108.42 85.73 1,691,550,000,000 265,797,243,579 77,019,175,680 1,488,358,147,753 87.99 209,834,317,888 78.95 75,962,115,306 98.63 105,259,156,201 2,139,625,575,460 112,359,720,634 106.75 1,886,514,301,581 88.17 1,909,562,850,000 203,721,977,378 97,652,321,173 1,852,977,636,887 97.04 183,482,993,435 90.07 97,696,057,373 100.04 130,328,533,331 2,341,265,681,882 145,457,161,138 111.61 2,279,613,848,833 97.37 Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya Berdasarkan pada Tabel 4 diketahui selama tahun 2009-2012 realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan tidak memenuhi target pada tahun 2009 target PAD yang diharapkan sebesar Rp 882,616,888,643,terealisasi Rp 809,795,526,042 atau terealisasi sebesar 91,75%, pada tahun 2010 target PAD yang diharapkan sebesar Rp 1,059,891,415,591,- terealisasi Rp 908,647,775,730 atau terealisasi sebesar 85,73%, pada tahun 2011 juga belum bisa memenuhi target PAD dari yang ditargetkan sebesar Rp 2,139,625,575,460 teralisasi sebesar Rp 1,886,514,301,581 atau terealisasi 88,17%. Demikian juga pada tahun 2012 target PAD belum bisa terpenuhi dari Rp 2,341,265,681,882,- teralisasi Rp 2,279,613,848,833 atau sebesar 97,37%,- Walaupun target Pendapatan Asli Daerah (PAD selama 2010-2012 tidak tercapai realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD selalu menunjukkan peningkatan. Peningkatan Jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terus meningkat disebabkan oleh sumber-sumber Pendapatan Asli Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 15 Daerah (PAD) terus meningkat terutama pajak daerah dan retribusi daerah yang memiliki realisasi tertinggi dari sumber Pendapatan Asli Daerah lainnya. Adanya peningkatan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama tahun 20092012 tidak terlepas dari usaha Pemerintah Kota Surabaya untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah, dimana pelaksanaannya dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi salah satunya dengan adanya dukungan prasarana dan sumber daya manusia serta penyiapan penanganan pajak yang handal dan transparan sehingga tahun 2009-2012 realisasi pendapatan asli daerah dari sektor pajak daerah mengalami peningkatan. Sebagaimana juga diutarakan oleh Bapak Agus Faizal Bagian Kas dan Keuangan Seksi Akuntansi sebagai berikut: ”Berdasarkan kondisi di saat ini dapat diketahui bahwa penerimaan pajak daerah sudah optimal, hal ini menunjukkan bahwa efektivitas pemungutan pajak daerah yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Surabaya sudah efektif hal tersebut terbukti dengan meningkatnya pendapatan asli daerah dari sektor pajak daerah, bahwa penerimaan asli daerah dari sektor pajak daerah mendominasi pendapatan asli daerah yang melebihi 50%. Demikian hal dengan retribusi daerah dapat dioptimalkan penerimaannya dari beberapa komponen retribusi daerah yang realisasi tidak memenuhi target yang dianggarkan” (Wawancara Tgl 22 Oktober 2013). Target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya antara tahun 20092011sebagaimana yang tersaji pada Tabel 5 di atas menunjukkan peningkatan yang cukup besar tidak terlepas dari usaha Pemerintah Kota Surabaya dalam otonomi di bidang keuangan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dalam usaha untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Surabaya. Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan yang dibentuk oleh berbagai macam sektor ekonomi, yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi di suatu daerah. Indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan yang telah dicapai dan berguna untuk menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Ka. Seksi Neraca Wilayah & Analisis Statistik BPS Kota Surabaya, Bapak H. Moch. Sonhaji, BSc., MSc., bahwa: “Salah satu ukuran keberhasilan pembangunan suatu daerah adalah tingkat pertumbuhan ekonominya. Dengan asumsi bahwa dengan pertumbuhan yang tinggi akan menyerap tenaga kerja yang tinggi pula, yang pada hakekatnya meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat, sehingga pertumbuhan yang tinggi tersebut dapat mewujudkan kehidupan seluruh masyarakat (Wawancara Tgl 10 Januari 2014). Angka pertumbuhan ekonomi di peroleh dari berita resmi statistik BPS Provinsi Jawa Timur secara global pada tahun 2011-2012 akan dijelaskan pada Tabel 5 berikut Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 16 Tabel 5 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Lapangan Usaha 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PDRB Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Kontruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komuniksi Keuangan, Persew, dan Js Perush Jasa-jasa Sumber: Berita Resmi Statistik Jawa Timur 2012 2.25 5.09 6.27 8.08 10.18 9.69 13.01 7.69 5.18 7.19 Tahun 2011 1.64 4.85 5.96 5.65 8.99 9.69 9.86 7.87 5.82 7.11 2010 1.61 4.35 5.91 4.64 8.29 8.75 7.98 6.12 6.12 6.95 2009 1.57 3.24 5.77 3.53 8.26 7.54 6.44 5.36 5.36 6.78 Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa perekonomian Kota Surabaya Tahun 2012 lebih baik dari tahun sebelumnya. Dengan kemampuan otonominya yang semakin lebih baik dibuktikan dengan berbagai peningkatan dalam sector pendukung PDRB. Dari seluruh sektor pendukung PDRB Kota Surabaya diatas, sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh paling cepat yaitu sebesar 13,01%, diikuti sektor kontruksi sebesar 10,18% dan sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 9,08%. Untuk lebih jelasnya berikut adalah grafik PDRB kota Surabaya periode tahun 2009-2012: 300 264.33 235.03 250 200 150 100 176.44 154.24 75.73 81 101.67 94.74 50 0 2009 2010 2011 2012 PDRB atas dasar harga berlaku (dalam Trilyun Rupiah) PDRB atas dasar harga konstan (dalam Trilyun Rupiah) Sumber: Berita Resmi Statistik Jawa Timur Gambar 1 Grafik PDRB kota Surabaya periode tahun 2009-2012 Grafik diatas menjelaskan bahwa kota Surabaya pada periode tahun 2009-2012 mengalami pertumbuhan ekonomi yang meningkat tiap tahunnya, hal ini jelas akan membawa dampak positif kepada iklim investasi kota Surabaya. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi otomatis akan menarik para investor untuk menanamkan modalnya di Surabaya Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh paling cepat diikuti sektor kontruksi dan sektor listrik, gas dan air bersih. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 17 Upaya-Upaya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Ketergantungan kepada bantuan Pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD khususnya pajak dan retribusi daerah harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, optimalisasi sumber-sumber PAD yaitu pajak daerah dan retribusi daerah perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Untuk itu diperlukan intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan obyek pendapatan. Berkaitan dengan upaya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi melalui pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya menurut Bapak Agus Faizal Bagian Kas dan Keuangan Seksi Akuntansi sudah cukup baik hal tersebut dapat diketahui dari: 1) Pemerintah kota sudah mengefektifkan sistem pengendalian dan pengawasan dilapangan; 2) Pemerintah kota sudah mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai untuk operasional dilapangan; 3) Pemerintah kota sudah mengupayakan tidak adanya birokrasi terhadap pelayanan pemungutan pajak daerah; 4) Pemerintah kota mengupayakan tersedianya pelayanan yang prima terhadap masyarakat dalam pemungutan pajak; 5) Pemerintah kota sudah mengefektifkan pemberlakuan sangsi bagi penunggak pajak. Upaya-upaya yang di lakukan dalam meningkatan penerimaan retribusi dan pajak daerah terkait dengan Pendapatan Asli Daerah di Kota Surabaya adalah melalui intensifikasi dan ektensifikasi antara lain: 1. Upaya Intensifikasi Intensifikasi Pendapatan Asli Daerah adalah suatu tindakan usaha-usaha untuk memperbesar penerimaaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebih giat, ketat dan teliti. Dalam upaya intensifikasi tersebut adalah: Selain itu upaya intensifikasi pendapatan asli daerah dapat dilaksanakan melalui kegiatan baik mencakup aspek kelembagaannya, aspek ketatalaksanaanya maupun aspek personalianya. Sedangkan upaya ekstensifikasi masih dimungkinkan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 dan kebijaksanaan pokok nasional. Upaya intensifikasi akan mencakup aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek personalianya, yang pelaksanaannya melalui kegiatan sebagai berikut: a) Menyesuaikan/ memperbaiki aspek kelembagaan/ organisasi pengelola pendapatan asli daerah (dinas pendapatan daerah), berikut perangkatnya sesuai dengan kebutuhan yang terus berkembang, yaitu dengan cara menerapkan secara optimal sistem dan prosedur administrasi pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan pendapatan lain-lain yang diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999. Dengan berlakunya sistem dan prosedur tersebut, organisasi dinas pendapatan daerah yang merupakan unsur pelaksana pemerintah daerah dalam bidang pendapatan daerah, tidak lagi berorientasi pada sektor atau bidang pungutan tetapi berorientasi pada fungsi-fungsi dalam organisasinya yaitu fungsi pendaftaran dan pendataan, fungsi penetapan, fungsi pembukuan dan pelaporan, fungsi penagihan serta fungsi perencanaan dan pengendalian operasional; b) Memberikan dampak ke arah peningkatan pendapatan asli daerah; c) Memperbaiki/menyesuaikan aspek ketatalaksanaan, baik administrasi maupun operasional; d) Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian; e) Peningkatan sumber daya manusia pengelola PAD; f) Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat membayar pajak dan retribusi. 2. Upaya Ekstensifikasi Ekstensifikasi Pendapatan Asli Daerah adalah usaha-usaha menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang baru, namun tidak bertentangan dengan kebijakan pokok Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 18 nasional, yaitu pungutan pajak daerah yang dilaksanakan tidak semata-mata untuk menggali pendapatan daerah berupa sumber penerimaan yang memadai, tetapi juga melaksanakan fungsi fiskal lainnya agar tidak memberatkan bagi masyarakat. Salah satunya melalui pengkajian jenis retribusi baru yang tidak kotra produktif terhadap kinerja perekonomian daerah. Upaya ekstensifikasi yang dilakukan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan adalah: a) Melakukan pengembangan atau menggali jenis-jenis pungutan yang baru dengan mengadakan pertukaran informasi dengan DISPENDA tingkat dua seindonesia; b) Mengadakan peninjauan terhadap perundang-undangan yang berlaku kemudian melakukan penyesuaian terhadap tarip sesuai dengan kemampuan masyarakat; c) Mengikuti studi banding ke daerah lain guna menambah wawasan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). 3. Meminimalkan kebocoran pemungutan pajak melalui peningkatan system pemungutan, sistem pengendalian, dan pengawasan atas pemungutan pendapatan asli daerah untuk terciptanya efektifitas dan efisiensi serta peningkatan kesejahteraan pegawai melalui pemberian insentif biaya pemungutan. Faktor Pendukung dan Penghambat intensifikasi dan ekstensifikasi Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Sesuai dengan prinsip kesatuan bahwa pemerintah daerah merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat, atas dasar tersebut maka kemandirian daerah dalam rumah tangganya tidak ditafsirkan bahwa setiap pemerintah daerah harus dapat membiayai seluruh pengeluaran dari Pendapatan Asli Daerah (PAD-nya) sebagai tindak lanjut dari pemberian otonomi kepada daerah agar dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam meningkatkann daya guna dan hasil guna dalam pelaksanaan pemerintah di daerah. Maka upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah mutlak diperlukan untuk mengantisipasi pelaksanaan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Pemerintah kota Surabaya dalam usaha untuk mengembangkan dan membangun daerahnya telah berupaya untuk meningkatkan sumber- sumber pendapatan asli daerahnya sesuai potensi yang dimiliki. Upaya tersebut dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi sumbersumber PAD, agar peningkatan target setiap tahunnya dapat diikuti dengan pencapaian realisasi secara konsisten. Sejalan dengan hal tersebut ada beberapa faktor yang mendukung maupun faktor yang penghambat intensifikasi dan ekstensifikasi adalah sebagai berikut: 1. Faktor Pendukung intensifikasi dan ekstensifikasi Faktor pendukung intensifikasi dan ekstensifikasi di dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah: a) Sistem jemput bola dalam arti petugas melakukan penagihan terhadap penungga pembayaran pajak; b) Memberikan surat peringatan terhadap para penunggak wajib pajak; c) Memberikan informasi terkait kemudahan pembayaran pajak melalui UPTD terdekat; d) Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat secara terpadu agar peningkatan kesadaran wajib pungut (WP) melalui penyuluhan secara terpadu agar dapat meningkatkan penerimaan daerah; e) Peningkatan skill sumber daya manusia melalui pelatihan, penataran, kursus-kursus dan sejenisnya khususnya dalam bidang keuangan; f) Peningkatan sarana transportasi berupa mobil untuk menunjang intensifikasi pelaksanaan pungutan. 2. Faktor Penghambat intensifikasi dan ekstensifikasi Faktor penghambat intensifikasi dan ekstensifikasi di dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah: a) Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang prosedur pembayaran; b) Belum mampu menetapkan sanksi Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 19 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian, analisis dan pembahasan yang berkaitan intensifikasi dan ekstensifikasi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Tujuan yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah adalah (a) Untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar tingkat tingkat pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surabaya; (b) Untuk mengetahui dan menganalisis upaya-upaya yang dilakukan oleh dinas pendapatan dan pengelolaan keuangan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya melalui intensifikasi dan ekstensifikasi; (c) Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mendukung dan menghambat intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya; 2) Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan studi lapangan, sedangkan teknik analisis data yang digunakan penulis adalah metode kualitatif dengan mencari, mengumpulkan, kemudian mengolah data yang ada hubungannya dengan intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD); 3) Pajak daerah memberikan kontribusi yang lebih besar bila dibandingkan dengan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), oleh karenanya kemampuan melaksanakan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dapat diukur dari besarnya kotribusi yang dapat diberikan oleh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PAD, semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh pajak daerah maupun retribusi daerah terhadap PAD berarti semakin baik pelaksanaan pemungutan pajak daerah maupun retribusi daerah; 4) Selama tahun 2009-2012 realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan tidak memenuhi target. Walaupun target PAD selama 2009-2012 tidak tercapai realisasi PAD selalu menunjukkan peningkatan. Adanya peningkatan realisasi PAD selama tahun 2009-2012 tidak terlepas dari usaha Pemerintah Kota Surabaya untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah, dimana pelaksanaannya dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi; 5) Faktor-faktor pendukung terkait dengan intensifikasi dan ekstensifikasi adalah: (a) Sistem jemput bola dalam arti petugas melakukan penagihan terhadap penungga pembayaran pajak; (b) Memberikan surat peringatan terhadap para penunggak wajib pajak; (c) Memberikan informasi terkait kemudahan pembayaran pajak melalui UPTD terdekat; (d) Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat; 6) Faktor-faktor penghambat terkait dengan intensifikasi dan ekstensifikasi adalah: (a) Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang prosedur pembayaran; (b) Belum mampu menetapkan sanksi. Saran Pemerintah kota harus tetap berusaha untuk menekankan peningkatan komponen PAD dibandingkan komponen lainnya sehingga diharapkan dapat memperkuat kemandirian pemerintah kota tersebut dalam memacu pertumbuhan pendapatan daerah dan pertumbuhan ekonomi di daerah. Pemerintah Kota Surabaya perlu menghitung secara cermat berapa besarnya pendapatan yang diterima sehingga dapat diketahui apakah kegiatan pemungutan pendapatan tersebut efisien atau tidak karena meskipun pemerintah Kota Surabaya berhasil merealisasikan penerimaan pendapatan sesuai dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan itu kurang memiliki arti apabila biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan target penerimaan pendapatan lebih besar dari realisasi pendapatan yang diterimanya. Pajak daerah dan retribusi daerah yang merupakan komponen dari Pendapatan Asli Daerah harus terus ditingkatkan lagi karena memiliki potensi yang baik dimasa mendatang. Oleh karena itu penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah nantinya diharapkan dapat memberikan sumbangan yang besar dalam pembangunan daerah. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014) 20 Keterbatasan Keterbatasan utama yang terdapat dalam penelitian ini adalah hasil yang diperoleh masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu untuk penelitian tentang intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) masih jauh dari harapan dikarenakan keterbatasan kebutuhan pemberian informasi data yang sangat terbatas. DAFTAR PUSTAKA Adi, P. H. 2006. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah. Simposium Nasional Akuntansi 9. 23-26 Agustus. Padang. Andayani, W. 2007. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Banyumedia Publishing. Malang. Bastian, I. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Bungin, B. 2008. Penelitian Kualitatif Komunikasi Ekonomi. Penerbit Kencana Prenada Media Group. Yogyakarta. Charnain, D.R. 2011. Kebijakan Intensikasi dan Ekstensifikasi Retribusi Daerah Pada PAD Kota Malang Tahun. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Malang. Malang. Darto, M. 2005. Otonomi Daerah, Civil Society dan Kemandirian Daerah, Telaah Ulang Otonomi Daerah Perspektif social–Ekonomi. Equilibrium. Jurnal Ekonomi dan Kemasyarakatan (3)1: 8-21 Halim, A. 2008. Akuntansi Keuangan Daearah. Edisi Revisi. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Indrianto, N. dan B. Supomo. 2006. Metodelogi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi Dan Manajemen. Edisi Pertama. Penerbit. BPFE. Yogyakarta. Kaho, J. R. 2005. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia Identifikasi Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Penerbit Raja Grafindo Persada. Jakarta. Kansil, C. dan Christine. 2002. Pemerintahan Di Indonesia, Hukum Administrasi Daerah. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2006. Penerbit. Balai Pustaka. Jakarta Kuncoro, M. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Penerbit Erlangga. Jakarta. Kustiawan, M. dan I. Solikin. 2011. Upaya Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Asli Daerah Melalui Peningkatan Kualitas Aparatur Pemerintahan Daerah. http://www.intensifikasidanekstensifikasi.com. 27 Juli 2013 (11.11). Mardiasmo. 2009. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta. Nurcholis, H. 2005. Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Edisi Pertama. Penerbit Grasindo. Jakarta. Sarundajang, 2006, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah. Edisi Keenam. Penerbit Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Siahaan, M. P. 2007. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Suandy, E. 2008. Hukum Pajak. Edisi Keempat. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Ke Sepuluh. Penerbit Alfabeta. Bandung. Soeratno dan L. Arsyad. 2003. Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Revisi. STIM YKPN. Yogyakarta. Tunliu, J.J. 2008. Pengaruh Intensifikasi dan Ekstensifikasi Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Guna Mewujudkan Kemandirian Keuangan Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kota Kupang-NTT). Tesis. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tentang Pemerintah Daerah. ____________ Nomor 33 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.