1 penilaian intensifikasi dan ekstensifikasi untuk meningkatkan

advertisement
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
PENILAIAN INTENSIFIKASI DAN EKSTENSIFIKASI UNTUK
MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
Fierly Oktifauziah
[email protected]
Farida Idayati
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT
The aim this research is to find out and to analyze how much the achievement level of the original local revenue
in the city of Surabaya then to know and to analyze all efforts which have been done by the department of
revenue and financial management in improving local revenue intensively and extensively; as well as to know
and to analyze some factors which which both hold up and support intensively and extensively to the original
local revenue of Surabaya city. Qualitative research is type of reseach which is The data analysis technique is
using qualitative method. The result of this research is: (1) local tax gives bigger contribution when it is
compared to local retribution to the original local revenue, (2) during the years of 2009-2012 the realization of
original local revenue which was generated by the department of revenue and financial management did not
meet the target, (3) some factors are intensively and extensively supported, they are, (a) proactive system which
means the officers performs billing collection to the delinquent tax; (b) sending a warning letter payment to the
nearest UPTD office (local tax office), (d) improving counseling activity to the society, (4) some factors holding
up intensively and extensively are, (a) the lack of knowledge of the society about the payment procedure, (b)
incapable in determining sanction.
Keywords: intensive, extensive, original local revenue, and local autonomy.
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis seberapa besar tingkat pencapaian
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surabaya, mengetahui dan menganalisis upaya-upaya yang
dilakukan oleh dinas pendapatan dan pengelolaan keuangan dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) khususnya melalui intensifikasi dan ekstensifikasi serta mengetahui dan menganalisis
faktor-faktor yang mendukung dan menghambat intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif
dengan teknik analisis data yang digunakan dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: (1) Pajak daerah memberikan kontribusi yang lebih besar bila dibandingkan dengan retribusi
daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). (2) Selama tahun 2009-2012 realisasi Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan tidak
memenuhi target. (3) Faktor-faktor pendukung intensifikasi dan ekstensifikasi adalah: (a) Sistem
jemput bola dalam arti petugas melakukan penagihan terhadap penunggak pembayaran pajak; (b)
Memberikan surat peringatan terhadap para penunggak wajib pajak, (c) Memberikan informasi
terkait kemudahan pembayaran pajak melalui UPTD terdekat, (d) Meningkatkan kegiatan
penyuluhan kepada masyarakat, (4) Faktor-faktor penghambat intensifikasi dan ekstensifikasi adalah:
(a) Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang prosedur pembayaran, (b) Belum mampu
menetapkan sanksi.
Kata kunci: intensifikasi, ekstensifikasi, pendapatan asli daerah dan otonomi daerah
PENDAHULUAN
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan peningkatan pelayanan kepada
masyarakat serta melaksanakan pembangunan daerah, maka daerah membutuhkan sumbersumber penerimaan yang cukup memadai. Sumber-sumber penerimaan daerah ini dapat
berasal dari bantuan dan sumbangan pemerintah pusat maupun penerimaan yang berasal
dari daerah sendiri. Namun, perlu digaris bawahi bahwa tidak semua daerah memiliki
kekayaan alam. Hal ini tentu akan membuat daerah yang kaya akan potensi daerah yang
1
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
2
dimiliki akan semakin maju yang mana tentunya bertolak belakang bagi daerah yang
memiliki potensi yang kurang.
Berlakunya Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang No.33 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, mengandung makna bahwa terjadi perubahan sistem pemerintahan di
Indonesia dari kecenderungan sentralistik menjadi desentralisasi. Perubahan tersebut terkait
dengan penyerahan wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dibidang administrasi, politik, dan fiskal. Pemerintah daerah diberikan
kekuasaan menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Melalui Undang-Undang tersebut
akan dicapai desentralisasi fiskal, yang akan mendatangkan dua manfaat yaitu: menciptakan
dan mendorong partisipasi, kreatifitas dan prakarsa masyarakat daerah dalam
pembangunan daerah serta pemerataan hasil-hasil pembangunan, memperbaiki alokasi
sumber daya produktif daerah melalui pergeseran peran pengambil keputusan publik
kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah. Dalam Ketentuan Umum Undang-Undang
Otonomi Daerah tahun 2004 disebutkan bahwa yang dimaksud otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
sempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Otonomi daerah diatur sendiri oleh pemerintah daerah sendiri sesuai
dengan pasal 2 ayat 2 Undang-Undang No.32 tahun 2004. Sejalan dengan kemampuan
keuangan daerah untuk membiayai penyelengaraan dan pembangunan didaerahnya
merupakan ciri utama yang menunjukkan daerah otonom mampu berotonomi. Sumbersumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara maksimal, namun harus tetap
pada koridor peraturan perundanga-undangan yang berlaku. Diharapkan tingkat
ketergantungan terhadap pemerintah pusat akan semakin mengecil dan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) harus menjadi bagian terbesar penyandang dana dalam penyelenggaraan
pemerintah dan pembangunan daerah. Dapat dikatakan bahwa salah satu tolak ukur dalam
pelaksanaan otonomi daerah adalah sumbangan PAD terhadap total penerimaan daerah.
Kemandirian daerah di bidang keuangan salah satunya bersumber dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yang mampu dihimpun oleh daerah yang bersangkutan. Sumber
pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam
wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah. Dengan adanya tuntutan otonomi yang makin luas mendorong daerah
untuk semakin meningkatkan penerimaannya yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Semakin besar penerimaan daerah dari kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini
semakin besar pula tingkat pelaksanaan otonomi daerah pada daerah yang bersangkutan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini diharapkan dapat meningkat secara ril, untuk itu perlu
dilakukan penelitian terhadap setiap jenis Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik itu pajak
daerah, retribusi daerah dan hasil-hasil penerimaan daerah serta usaha-usaha daerah
lainnya yang sah.
Kota Surabaya sebagai bagian dari Propinsi Jawa Timur tentunya memerlukan dana
yang cukup besar dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan daerah di berbagai
sektor. Dana pembangunan tersebut diusahakan sepenuhnya oleh pemerintah daerah dan
bersumber dari penerimaan pemerintah daerah Kota Surabaya itu sendiri. Sumber
pembiayaan kebutuhan pemerintah yang mana biasa dikenal dengan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) berasal dari pengolahan sumber daya yang dimiliki daerah di samping
penerimaan dari pemerintah propinsi, pemerintah pusat serta penerimaan daerah lainnya.
Sejalan dengan upaya untuk mengingkatkan serta menggali sumber-sumber penerimaan
daerah, maka Pemerintah Daerah Kota Surabaya berusaha secara aktif untuk meningkatkan
serta menggali sumber-sumber penerimaan daerah terutama penerimaan yang berasal dari
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
3
daerah sendiri. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat dalam pembiayaan pembangunan daerah.
Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tentunya tidak terlepas
dan peranan masing-masing komponen Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah
(PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan
pembagian keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem
pemerintahan negara. Dengan perkataan lain, ketergantungan pada bantuan pusat harus
seminimal mungkin (Bastian, 2006:358). Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan
sumber penerimaan dari daerah sendiri perlu terus ditingkatkan untuk penyelenggaraan
pemerintahan dan kegiatan pembangunan, sehingga kemandirian dan otonomi daerah yang
luas, nyata dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan. Atas dasar hal tersebut di atas, maka
dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk mengungkapkan dan menganalisis Penilaian
intensifikasi dan ekstensifikasi untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya. Berdasarkan latar belakang di
atas, maka dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut: (1) Seberapa besar tingkat
pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surabaya?, (2) Upaya-upaya apa yang
harus dilakukan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya melalui
intensifikasi dan ekstensifikasi?, (3) Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat
intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya?.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui dan menganalisis seberapa besar
tingkat pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Surabaya, (2) Mengetahui dan
menganalisis upaya-upaya yang dilakukan oleh dinas pendapatan dan pengelolaan
keuangan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya melalui
intensifikasi dan ekstensifikasi, (3) Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang
mendukung dan menghambat intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Kota Surabaya.
TINJAUAN TEORETIS
Pemerintahan Daerah
Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 pasal 1 Pemerintahan Daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bastian (2006:203) menyatakan
bahwa pemerintahan daerah adalah kepala daerah berserta perangkat daerah otonom yang
lain sebagai badan eksekutif daerah. Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004
pasal 1 menyebutkan dalam menjalankan roda kegiatan pemerintah daerah dipimpin oleh
Gubernur, Bupati, Walikota dan Perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah
daerah. Lebih lanjut menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Menurut pasal 23 ayat
(1) tentang Pemeritahan Daerah, hak dan kewajiban daerah diwujudkan dalam bentuk
rencana kerja pemerintah daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan
pembiayaan daerah (APBD) yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan hak daerah sesuai dengan pasal 21 UU Nomor 32
Tahun 2004 meliputi: (1) Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya; (2)
Memilih pimpinan daerah; (3) Mengelola aparatur daerah; (4) Mengelola kekayaan daerah;
(5) Memungut pajak daerah dan retribusi di daerah; (6) Mendapatkan bagian daru hasil
mengelola sumber daya alam dan sumber daya yang berada di daerah; (7) Mendapatkan
sumber-sumber pendapatan lain yang sah; (8) Mendapatkan hak lain yang diatur dalam
perundang-undangan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
4
Otonomi Daerah
Otonomi (autonomy) secara etimologi berasal dari bahasa yunani. Auto berarti sendiri
dan nomous berarti hukum atau peraturan. Menurut Bastian (2006:338) otonomi daerah
adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (5) UndangUndang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, bahwa yang dimaksud dengan
otonomi daerah ialah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah membuka kesempatan yang seluasluasnya bagi daerah untuk mengaktualisasikan segala potensi terbaiknya secara optimal.
Dengan begitu, setiap daerah niscaya memiliki satu atau beberapa keunggulan tertentu
relative terhadap daerah lainnya (Bastian, 2006:356).
Ada beberapa asas penting dalam Undang-Undang Otonomi Daerah yang perlu
dipahami, yaitu (Bastian, 2006:338): (1) Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintah oleh pemerintah kepada daerah tonomi dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia; (2) Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah
kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah; (3) Tugas
pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa serta dari daerah
ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, dan prasarana
serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan; (4) Perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam rangka
Negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan
transfaran dengan memperhatikan potensi, kondisi, serta kebutuhan darah, sejalan dengan
kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan
tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawan keuangannya.
Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah
Dalam Undang-Undang No.32 tahun 2004 terkandung tiga prinsip dasar pelaksanaan
otonomi daerah, yaitu: (1) Prinsip otonomi seluas-seluasnya; (2) Prinsip otonomi nyata; (3)
Prinsip otonomi yang bertanggung jawab. Darto
(2005:11),
tujuan
dan
maksud
diselenggarakannya otonomi daerah adalah: (1) untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat; (2) untuk mambangun kerjasama antar daerah dalam usaha
untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah; (3)
untuk menjamin keserasian hubungan antar daerah dengan pemerintahan (pusat). Tujuan
yang ketiga ini diarahkan untuk terjamin dan terpeliharanya keutuhan wilayah Negara dan
tatap tegaknya Negara kesatuan Republik Indonesia. Tiga Prinsip dasar dan tujuan otonomi
daerah diatas menempatkan kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan utama dari
dilaksanakannya otonomi daerah. Kesejahteraan masyarakat tanpa adanya kemandirian
daerah menjadikan otonomi hanya sebagai konsep dangkal yang tidak membumi. Karena
itu kemandirian daerah menjadi persyaratan utama terjadinya otonomi daerah (Darto,
2005:14).
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah mengatur dasardasar hubungan pemerintahan pusat dan daerah dalam rangka otonomi daerah. Dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah, dasar-dasar hubungan tersebut diselenggarakan
proporsional sehingga saling menunjang. Menurut Kuncoro (2004:2), dasar-dasar hubungan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
5
pusat dan daerah ialah: (1) Desentralisasi mengantung arti penyerahan urusan pemerintahan
dari pemerintahan pusat atau daerah tingkat agtasnya kepada daerah; (2) Dekonsentralisasi
yang berarti pelimpahan wewenangan dari pemerintah atau kepada wilayah tingkat atasnya
kepada pejabat-pejabat didaerahnya; (3) Tugas pembantuan yang berarti pengkoordinasian
prinsip desentralisasi dan dekonsentralisasi oleh kepala daerah yang memiliki fungsi ganda
sebagai penguasa tunggal didaerahnya dan wakil pemerintahan pusat didaerahnya.
Desentralisasi
Desentralisasi berasal dari bahasa latin yaitu kata de yang berarti lapas dan centrum
yang berarti pusat, sehingga desentralisasi secara sederhana dapat digambarkan sebagai
kebalikan dari sentralisasi. Sentralisasi berarti pusat, maka desentralisasi adalah lepas dari
pusat, namun dalam hal ini bukan berarti pemerintah daerah lepas dari pemerintahan pusat
tetapi lebih diartikan menjauh dari pusat. Desentralisasi berdasarkan pasal 1 ayat (7)
Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Rondinelli (dalam Bastian, 2006:331) desentralisasi sebagai perpindahan
kewenangan atau pembagian kekuasaan dalam perencanaan pemerintah, manajemen, dan
pengambilan keputusan dari tingkat nasional ke tingkat daerah. Pendapat lain yang terkait
dengan desentralisasi dan kekuasaan dikemukakan oleh Smith (dalam Bastian, 2006:331),
yakni sebagai pola hubungan kekuasaan di berbagai tingkat pemerintahan.
Keuntungan dari penerapan desentralisasi menurut Sarudajang (2006:62) adalah: (1)
Mengurangi tertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintah; (2) Dalam menghadapi masalah
yang mendesak yang membutuhkan tindakan cepat, daerah tidak perlu menunggu instruksi
dari pemerintah pusat; (3) Dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk karena setiap
keputusan dapat diambil dan segera dilaksanakan; (4) Dapat dibedajkan dan pengkhususan
yang berguna bagi kepentingan tertentu; (5) Mengurangi kesewenang-wenangan dari
pemerintah pusat; (6) Dari segi psikologis, desentralisasi dapat memberikan kewenangan
memutuskan yang lebih besar kepada daerah; (7) Akan dapat memperbaiki kualitas
pelayanan karena lebih dekat dengan masyarakat yang dilayani.
Selain keuntungan-keuntungan di atas, menurut Kaho (2005:13-14) desentralisasi
juga mempunyai kerugian yaitu: (1) Besarnya organ-organ pemerintah, menyebabkan
struktur pemerintahan akan bertambah kompleks sehingga akan mempersulit koordinasi.
Selain itu juga berakibat makin banyak aparatur negara atau pegawwai negeri, yang mana
hal itu mengakibatkan makin besarnya anggaran pengeluaran rutin sehingga anggaran
pengeluaran untuk pembangunan makin berkurang, (2) Keseimbangan dan keserasian
antara bermacam-macam kepentingan dan daerah dapat lebih mudah terganggu; (3)
Kekhususan mengenai desentralisasi teritorial, dapat mendorong timbulnya “daerah-isme”;
(4) Pengambilan keputusan memerlukan waktu yang lama karena memerlukan perundingan
yang bertele-tele.
Intensifikasi dan Ekstensifikasi
Dalam kaitan dengan peningkatan pendapatan khususnya Pendapatan Asli Daerah
maka kebijakan yang perlu ditempuh adalah dalam bentuk intensifikasi dan ekstensifikasi
pemungutan sehingga diarapkan Pendapatan Asli Daerah akan lebih berperan. Untuk
mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai kebijaksanaan pemerintah daerah dalam
langkah intensifikasi maupun ekstensifikasi pemungutan retribusi daerah.
Intensifikasi berasal dari kata intensif yang berarti sungguh-sungguh (giat secara
mendalam) untuk memperoleh efek yang maksimal, terutama untuk mencapai hasil yang
diinginkan dalam waktu yang sangkat singkat. Jadi intensifikasi adalah perihal peningkatan
kegiatan yang lebih hebat (kamus besar Bahasa Indonesia, 2006:223). Sedangkan menurut
(Halim, 2007:113) intensifikasi adalah suatu upaya, tindakan atau usaha-usaha untuk
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
6
memperbesar penerimaan sehingga dapat tercapai atau terealisasinya target yang
diinginkan atau anggaran yang telah ditetapkan dalam APBD sebelumnya dengan cara
melakukan pemungutan yang lebih giat, ketat, dan teliti. Tunliu (2008) Intensifikasi PAD
adalah suatu tindakan atau usaha-usaha untuk memperbesar penerimaan dengan cara
melakukan pemungutan yang lebih giat, ketat, dan teliti.
Ekstensifikasi berasal dari kata ekstensif yang berarti bersifat menjangkau secara
luas. Jadi ekstensifikasi adalah perluasan terhadap sesuatu misalnya: tanah, ruang, waktu,
jalan dan sebagainya (kamus besar Bahasa Indonesia, 2006:223). Halim (2008:117)
extensifikasi adalah langkah perluasan atau penambahan jenis pendapatan daerah yang
dapat di pungut selain dari pendapatan yang ada. Ekstensifikasi adalah usaha-usaha untuk
menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah yang baru. Namun, dalam upaya
ekstensifikasi ini, khususnya yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah, tidak
boleh bertentangan dengan kebijakan pokok nasional, yakni pungutan pajak dan retribusi
daerah yang dilaksanakan tidak semata-mata untuk menggali pendapatan daerah berupa
sumber penerimaan yang memadai, tetapi juga untuk melaksanakan fungsi fiskal lainnya
agar tidak memberatkan bagi masyarakat.
Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak dan Retribusi
Halim (2008:147) Intensifikasi pajak dan retribusi daerah diartikan sebagai suatu
usaha yang dilakukan oleh pemerintah kota/kabupaten untuk meningkatkan penerimaan
pajak dan retribusi daerah yang biasanya diaplikasikan dalam bentuk: (1) Perubahan Tarif
Pajak dan retribusi daerah; (2) Peningkatan pengelolaan pajak dan retribusi daerah.
Selanjutnya dikatakan bahwa Ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah merupakan suatu
kebijakan yang dilakukan oleh daerah kota/kabupaten dalam upaya meningkatkan
penerimaan pajak daerah melalui penciptaan sumber-sumber pajak dan retribusi daerah.
Kegiatan investasi memberikan kontribusi yang sangat besar dan baik terhadap upaya
peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah pada khususnya dan penerimaan
pendapatan asli daerah pada umumnya. Untuk itu, kegiatan investasi mutlak diusahakan
oleh pemerintah kota/kabupaten melalui kebijakan-kebijakan sebagai berikut:
(a)
Menciptakan daya tarik dan iklim yang kondusif bagi investor lokal maupun investor asing
untuk menanamkan/ menginvestasikan modalnya di kota/ kabupaten; (b) Memberi
kemudahan
bagi
investor
lokal
maupun
investor
asing
untuk
menanamkan/menginvestasikan modalnya di daerah dengan menghilangkan biro-krasi yang
berbelit-belit.
Tunliu (2008) bahwa usaha-usaha intensifikasi dalam hal pajak dan retribusi daerah
misalnya dapat dilakukan sebagai berikut: (1) Menetapkan target atau wajib setor minimum
(wasmin) kepada unit dinas pendapatan di daerah- daerah untuk setup jenis pajak dan
retribusi daerah; (2) Memperluas jumlah wajib pajak; (3) Berusaha memperpendek jarak
antara wajib pajak dengan fiskus; (4) Meningkatkan kemampuan aparatur dinas; (5)
Mengadakan koordinasi secara internal dan eksternal baik vertikal maupun horizontal; (6)
Selalu meninjau dan mengajukan perubahan tarif yang dianggap kurang memadai dengan
kenyataan. Secara umum upaya yang perlu dilakukan pemerintah daerah dalam rangka
meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak dan
retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara (a) Memperluas basis
penerimaan; (b) Memperkuat proses pemungutan; (c) Meningkatkan pengawasan; (d)
Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan;
Selain intensifikasi, upaya yang dapat ditempuh daerah untuk meningkatkan PAD
adalah dengan melakukan ekstensifikasi pajak yaltu melalui kebijaksanaan pemerintah
untuk memberikan kewenangan perpajakan (taxing power) yang lebih besar kepada daerah
pada masa mendatang. Bagi Kabupaten / Kota perlu diberikan kewenangan untuk
menetapkan dasar pengenaan pajak (tax base) dan tarif sampai dengan batas tertentu
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
7
Pendapat lain dari Suwarno dalam Tunliu (2008) dikatakan bahwa Intensifikasi PAD adalah
suatu tindakan atau usaha-usaha untuk memperbesar penerimaan dengan cara melakukan
pemungutan yang lebih giat, ketat, dan teliti.
Ekstensifikasi adalah usaha-usaha untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli
daerah yang baru. Namun, dalam upaya ekstensifikasi ini, khususnya yang bersumber dari
pajak daerah dan retribusi daerah, tidak boleh bertentangan dengan kebijakan pokok
nasional, yakni pungutan pajak dan retribusi daerah yang dilaksanakan tidak semata-mata
untuk menggali pendapatan daerah berupa sumber penerimaan yang memadai, tetapi juga
untuk melaksanakan fungsi fiskal lainnya agar tidak memberatkan bagi masyarakat.
Pendapatan Asli Daerah
Menurut Mardiasmo (2009:132) pendapatan asli daerah merupakan keseluruhan
penerimaaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang kemudian dipergunakan untuk menutupi segala pengeluaran daerah.
Halim (2007:94) pendapatan asli daerah (PAD) merupakan penerimaan yang diperoleh
daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya yang dipungut berdasarkan peraturan
daerah sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku yang meliputi pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan
milik daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 33 tahun 2004 pendapatan asli daerah
adalah penerimaan yang diperoleh daerah dan sumber-sumber didalam daerahnya sendiri
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pendapatan asli daerah merupakan sumber penerimaan daerah asli
daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai
pembangunan dan usaha-usaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari
pemerintah pusat. Samudra (2005:51) sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
pengertian dalam arti sempit, karena penerimaan asli daerah adalah peneriman dari
pungutan pajak daerah, retribusi daerah, hasil dari perusahaan daerah, dan lainnya yang
merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah itu yang digali atau dihasilkan oleh daerah
yang bersangkutan dan merupakan pula pendapatan daerah yang sah.
Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah
Menurut undang-undang No. 33 tahun 2004 pasal 6, sumber-sumber pendapatan asli
daerah terdiri dari: 1) Pajak daerah. Jenis-jenis pajak daerah berdasarkan Undang-Undang
No. 28 Tahun 2009, yaitu: Jenis Pajak provinsi terdiri atas: (a) Pajak Kendaraan Bermotor; (b)
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; (c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; (d) Pajak
Air Permukaan; (e) Pajak Rokok; Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas: (a) Pajak Hotel. (b)
Pajak Restoran; (c) Pajak Hiburan; (d) Pajak Reklame; (e) Pajak Penerangan Jalan; (f) Pajak
Mineral Bukan Logam dan Batuan; (g) Pajak Parkir; (h) Pajak Air Tanah; (i) Pajak Sarang
Burung Walet; (j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; 2) Retribusi daerah;
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 pasal 18 menyebutkan jenis retribusi daerah untuk
propinsi antara lain : (a) Retribusi pelayanan kesehatan; (b) Retribusi pemakaian kekayaan
daerah; (c) Retribusi penggantian biaya cetak peta; (d) Retribusi pengujuan kapal perikanan
Selanjutnya jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten / kota meliputi: (a) Retribusi
pelayanan kesehatan; (b) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan; (c) Retribusi
penggantian biaya cetak KTP; (d) Retribusi pelayanan pasar; (e) Retribusi pengujian
kendaraan bermotor; (f) Retribusi jasa usaha rumah potong hewan; 3) Keuntungan
perusahaan daerah dan hasil pengelolahan kekayaan daerah; 4) Lain-lain
pendapatan
yang sah
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
8
Efektifitas Pendapatan Asli Daerah
Kata efektif berarti terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu
perbuatan. Kata efektif berarti berhasil, tepat dan manjur. Efektifitas pada umumnya
digunakan sebagai ukuran keberhasilan usaha dan kegiatan dalam pencapaian sasaran yang
telah ditetapkan. Pengertian efektifitas berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu
operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut
mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat
yang merupakan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Rasio efektifitas
menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang
direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.
Semakin besar realisasi penerimaan PAD dibanding target penerimaan PAD, maka dapat
dikatakan semakin efektif, begitu pula sebaliknya. Formula yang digunakan adalah (Halim,
2008:234)
Rasio Efektifitas 
Realisasi Penerimaan PAD
Target Penerimaan PAD yang Ditetapkan Berdasarkan Potensi
Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang
dicapai sebesar satu atau 100 persen. Semakin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan
kemampuan daerah yang semakin baik sebab realisasi penerimaan PAD melebihi dari
target yang ditentukan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Menurut Halim (2008:20) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah
rencana operasional keuangan Pemda, dimana pada satu pihak menggambarkan perkiraan
pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek
daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan dan
sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran
yang
dimaksud. Berdasarkan Permendagri No 13 Tahun 2006 Pasal 21, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu)
tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Sony (2005: 92) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan
tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam satu tahun
anggaran APBD meliputi: (1) Hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan nilai
kekayaan bersih; (2) Kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai
kekayaan bersih; (3) Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang
akan diterima kembali, baik tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun
anggaran berikutnya.
Peran Pendapatan Asli Daerah Dalam APBD
Pada dasarnya besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat mempengaruhi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) itu menjadi defisit atau surplus hal ini
bisa membuktikan apakah daerah itu berhasil atau tidaknya dalam pelaksanaan
penyelenggaraan otonominya. Menurut Kansil dan Christine (2002:15) peran Pendapatan
Asli Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah: (1)
Menentukan dan menetapkan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat daerah yang
bersangkutan; (2) Merupakan sarana untuk mewujudkan otonomi yang nyata dan
bertanggung jawab; (3) Memberi isi dan arti dari tanggung jawab pemerintah daerah; (4)
Merupakam sarana untuk melaksanakan pengawasan terhadap daerah dengan cara mudah
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
9
dan berhasil; (5) Merupakan pemberian kuasa yang sah untuk melakukan penyelenggaraan
keuangan daerah di dalam batas-batas tertentu.
Penelitian Terdahulu
Adi (2006) meneliti “ Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja
Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah”. Berdasarkan hasil penelitian menyimpulkan
(a) Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai
dampak yang signifikan terhadap peningkatan PAD. Sayangnya pertumbuhan ekonomi
pemda kabupaten dan kota masih kecil, akibatnya penerimaan PAD-nya pun kecil. Terkait
dengan PAD, penerimaan yang menjadi andalan adalah retribusi dan pajak daerah. Tingginya
retribusi bisa jadi merupakan indikasi semakin tingginya itikad pemerintah untuk
memberikan layanan publik yang lebih berkualitas. Belanja pembangunan diarahkan pada
sektor yang langsung dinikmati oleh publik; (b) Belanja pembangunan memberikan dampak
yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi.
Tunliu (2008) meneliti “Pengaruh Intensifikasi Dan Ekstensifikasi Terhadap
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Guna Mewujudkan Kemandirian Keuangan”.
Berdasarkan hasil penelitian menyimpulkan: upaya yang harus dilakukan oleh Pemda untuk
meningkatkan PAD adalah: Pertama, memperluas basis penerimaan; Kedua, memperkuat
proses pemungutan; Ketiga, meningkatkan pengawasan. Keempat, meningkatkan efisiensi
administrasi dan menekan biaya pemungutan; Kelima, meningkatkan kapasitas penerimaan
melalui perencanaan yang lebih baik. Charnain (2011) meneliti “Kebijakan Intensikasi dan
Ekstensifikasi Retribusi Daerah Pada PAD Kota Malang”. Berdasarkan hasil penelitian ini
ditemukan bahwa (1) Faktor yang mendukung penerimaan retribusi adalah: kesadaran para
pedagang dalam pembayaran retribusi pasar, pengawasan yang lebih intensif, tingkat
koordinasi yang baik antar pengelola baik intern maupun ekstern; (2) Faktor yang
menghambat penerimaan retribusi daerah adalah sarana prasarana dan fasilitas yang kurang
baik seperti keamanan kurang tertib, kesadaran SDM, petugas parkir yang nakal petugas
menaikkan tarif tidak sesuai Perda, tidak tertibnya juru parkir dalam menyetorkan
kewajibanya,
Kustiawan dan Solikin (2011) meneliti “Upaya Intensifikasi dan Ekstensifikasi
Pendapatan Asli Daerah Melalui Peningkatan Kualitas Aparatur Pemerintahan Daerah”.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan: (1) Dalam melaksanakan otonomi daerah yang
luas, nyata dan bertanggung jawab, salah satu syarat yang diperlukan adalah tersedianya
sumber-sumber pembiayaan dari dalam sendiri yaitu berupa dana perimbangan juga
sumber pembiayaan dari dalam sendiri yaitu dari Pendapatan Asli Daerah (PAD); (2)
Pengelolaan PAD yang baik adalah pengelolaan PAD yang mampu meningkatkan
penerimaan daerah secara berkesinambungan seiring dengan perkembangan perekonomian
(3) Dalam kaitannya dengan kualitas aparatur pemerintah daerah, terdapat tujuh unsur yang
perlu diperhatikan sebagai berikut: pendidikan dan pelatihan, magang, promosi, rotasi,
pemberhentian, kesesuaian kerja, kompetensi kerja.
METODA PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian
deskriptif kualitatif, karena penelitian ini bermaksud untuk mengetahui dan
mendeskripsikan implementasi kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi terkait dengan
PAD serta bagaimana usaha-usaha untuk meningkatnya. Pengamatan dilakukan dengan
menganalisis data yang ada untuk kemudian diambil suatu simpulan berdasarkan kajian
teoretis. Menurut Bungin (2008:6) pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang
menggunakan data berupa kalimat tertulis atau lisan, perilaku, fakta atau fenomenafenomena, pengetahuan, dan obyek studi melalui pengamatan dilapangan. Alasan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
10
digunakan penelitian kualitatif adalah: (1) Kesimpulan tidak dapat digeneralisasikan karena
penelitian tidak menggunakan sampel tetapi dengan penelitian tunggal; (2) Tidak bertujuan
menguji hipotesis
Gambaran Obyek Penelitian
Obyek penelitian pada penulisan ini adalah Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan Kota Surabaya yang beralamat di Jalan Jimerto No. 25-27 Surabaya. Penelitian ini
telah dilakukan di Pemerintah Kota Surabaya dengan mengambil data di Dinas Pendapatan
Daerah Kota Surabaya, dengan pertimbangan antara lain adalah: (1) Seiring dengan
diberlakukannya otonomi daerah, maka keuangan daerah merupakan faktor yang paling
penting; (2) Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan merupakan salah satu dinas yang
ada di Pemerintah Kota Surabaya, yang berfungsi memberikan kontribusi terhadap
keuangan daerah.
Jenis Data
Dalam penelitian ini jenis dan sumber data yang dikumpulkan serta yang digunakan
adalah: (1) Data Primer, merupakan data dan informasi yang secara langsung berhubungan
dengan penelitian ini, data dikumpulkan dari sumber intern Dinas Pendapatan dengan
melakukan wawancara dengan Bagian Bendahara Dinas Pendapatan dan Pengelolaan
Keuangan Kota Surabaya mengenai: upaya-upaya yang dilakukan dalam peningkatan PAD,
efektivitas terkait dengan intensifikasi dan ekstensifikasi dalam meningkatkan pendapatan
asli daerah selama ini dapat dikatakan optimal; (2) Data Sekunder, merupakan data yang
berasal dari hasil penelitian kepustakaan, literatur kuliah, serta literatur-literatur lainnya
yang berhubungan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi dalam meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah (PAD).
Sumber data
Di dalam penelitian ini data yang digunakan bersumber dari: (1) Sumber
intern, yaitu orang maupun instansi yang menjadi obyek penelitian, yang meliputi kepala
dinas maupun pegawai di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya khususnya Dinas
Pendapatan Kota Surabaya; (2) Sumber ekstern, yaitu buku kepustakaan yang memuat
teori-teori yang relevan di skripsi ini.
Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan faktor yang sangat penting dalam pembuatan suatu karya ilmiah
yang mempunyai manfaat untuk mengetahui dan memperoleh gambaran tentang suatu
persoalan atau keadaan, selain itu data dapat juga dijadikan sebagai dasar dalam membuat
keputusan untuk memecahkan suatu persoalan. Data-data yang diperlukan dalam penelitian
ini akan dikumpulkan melalui observasi, kegiatan wawancara, dokumentasi serta metode
penelusuran data online dengan jalan mengumpulkan teori-teori yang berhubungan dengan
permasalahan sebagai landasan teori.
Satuan Kajian
1. Intensifikasi PAD adalah suatu tindakan usaha-usaha untuk memperbesar penerimaaan
dengan cara melakukan pemungutan yang lebih giat, ketat dan teliti. Dalam hal ini Dinas
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya melakukan sistem jemput bola
dalam arti petugas melakukan penagihan terhadap penungga pembayaran pajak serta
memberikan surat peringatan terhadap para penunggak wajib pajak.
2. Ekstensifikasi PAD adalah usaha-usaha menggali sumber-sumber PAD yang baru,
namun tidak bertentangan dengan kebijakan pokok nasional, yaitu pungutan pajak
daerah yang dilaksanakan tidak semata-mata untuk menggali pendapatan daerah berupa
sumber penerimaan yang memadai, tetapi juga melaksanakan fungsi fiskal lainnya agar
tidak memberatkan bagi masyarakat.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
11
3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, hasil perusahaan
milik daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah, dimana pemungutan berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
hal ini Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya melalui Pemerintah
Kota mengadakan peninjauan terhadap perundang-undangan yang berlaku kemudian
melakukan penyesuaian terhadap tarif sesuai dengan kemampuan masyarakat sesuai
dengan Peraturan Daerah yang berlaku yang sebelumnya telah disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
4. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan perundang-undangan.
Teknik Analisis Data
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif
dengan analisis secara kualitatif. Metode kualitatif merupakan serangkaian observasi
dimana setiap observasi yang terdapat pada sampel atau populasi tergolong pada salah satu
dari kelas-kelas yang eksklusif secara bersama-sama (mutual exclusive) dan kemungkinan
tidak dapat dinyatakan dalam angka-angka (Soeratno dan Arsyad 2003:7). Oleh sebab itu,
metode kualitatif pada penelitian ini dapat disimpulkan merupakan metode dengan
pengumpulan data yang berwujud informasi tentang keterangan baik secara tertulis
maupun lisan yang diperoleh dalam suatu pengamatan atau penelitian, yaitu mengenai
intensifikasi dan ekstensifikasi terkait dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Dinas
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya. Kemudian dari data yang
terkumpul tersebut diolah menjadi kalimat yang dapat menjelaskan suatu permasalahan,
kemudian diperoleh hasil pengolahan data yang dibandingkan dengan teori yang ada,
dimana teori tersebut menunjang pelaksanaan penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Perda yang Berkaitan dengan Pajak Daerah
Berikut ini adalah serangkaian Perda-perda yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota
Surabaya yang berkaitan dengan potensi penerimaan dari sektor pajak daerah yang
berkaitan dengan kontribusi pembentukan PAD (Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya)
tersaji pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1
Peraturan Daerah Terkait dengan Pajak Daerah
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7
8
9
Dasar Hukum
Perda No. 09 Tahun 2003
Perda No. 02 Tahun 2003
Perda No. 08 Tahun 2003
Perda No. 09 Tahun 2002
Perda No. 01 Tahun 2009
Perda No. 08 tahun 2006
Perda No. 10 Tahun 2010
Perda No. 11 Tahun 2010
Perda No. 16 Tahun 2003
Tentang
Pajak Hotel
Pajak Restoran
Pajak Penerangan jalan
Pajak Hiburan
Pajak Parkir
Pajak Reklame
Pajak Bumi & Bangunan
Pajak Bea Hak Atas Tanah & Bangunan
Pajak Air Bawah Tanah dan AP
Sumber: Buku Himpunan Perda Pemkot Surabaya
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
12
Pembahasan
Dengan adanya otonomi daerah, maka pemerintah daerah diberikan wewenang
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Langkah-langkah yang perlu
diambil dengan cara menggali segala kemungkinan sumber keuangannya sendiri sesuai
dengan dan dalam batas-batas peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk
merealisasikan pelaksanaan Otonomi Daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah
tergantung pada peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini diharapkan dan
diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di
daerah. Oleh karena itu Pemerintah daerah harus dapat mengupayakan peningkatan
penerimaan yang berasal dari daerah sendiri sehingga akan memperbesar tersedianya
keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan.
Kota Surabaya sebagai bagian dan Propinsi Jawa Timur tentunya memerlukan dana
yang cukup besar dalam menyelenggarakan kegiatan pembangunan daerah di berbagai
sektor. Sejalan dengan upaya untuk meningkatkan serta menggali sumber-sumber
penerimaan daerah, maka Pemerintah Daerah Kota Surabaya berusaha secara aktif untuk
meningkatkan serta menggali sumber-sumber penerimaan daerah terutama penerimaan
yang berasal dari daerah sendiri. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi ketergantungan
pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dalam pembiayaan pembangunan daerah.
Tingkat Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sumber-sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD) kota Surabaya adalah pajak daerah, retribusi daerah, keuntungan perusahaan
daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah, lain-lain pendapatan yang sah. Berikut ini
penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama tahun 2009-2012 tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2
Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya
Tahun 2009-2010
Uraian
Tahun 2009
Tahun 2010
Pendapatan Asli Daerah
Target (Rp)
882,616,888,643
Realisasi (Rp)
809,795,526,042
Target (Rp)
1,059,891,415,591
Realisasi (Rp)
908,647,775,730
Hasil Pajak Daerah
486,582,620,000
442,852,257,428
581,581,810,000
525,403,484,538
Pajak Hotel
100,756,473,000
87,442,034,451
115,021,000,000
100,508,232,155
Pajak Restoran
103,899,977,000
94,758,955,098
117,000,000,000
115,459,616,842
Pajak Hiburan
26,086,945,000
22,887,628,368
29,000,000,000
26,612,846,480
Pajak Reklame
Pajak Penerangan Jalan
Pajak Parkir
85,250,000,000
75,599,591,275
119,000,000,000
98,705,063,186
152,809,225,000
146,240,506,576
179,810,810,000
165,055,792,194
17,800,000,000
15,923,541,660
21,750,000,000
19,061,933,681
Pajak Air Bawah Tanah
-
-
-
-
Pajak Bumi & Bangunan
-
-
-
-
Bea Perolehan Hak Atas
Tanah & Bangunan
Hasil Retribusi Daerah
-
-
-
-
244,573,056,153
164,247,724,956
288,713,893,269
183,312,246,927
43,601,522,306
43,324,809,284
63,581,595,595
63,304,547,606
107,859,890,184
159,370,734,364
126,014,116,727
136,627,496,659
Hasil Pengelolaan Kek.
Daerah yg dipisahkan
Lain-lain PAD yang sah
Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
13
Tabel 3
Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah
Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya
Tahun 2011-2012
Uraian
Tahun 2011
Tahun 2012
Pendapatan Asli Daerah
Target (Rp)
2,139,625,575,460
Realisasi (Rp)
1,886,514,301,581
Target (Rp)
2,341,265,681,882
Realisasi (Rp)
2,279,613,848,833
Hasil Pajak Daerah
1,691,550,000,000
1,488,358,147,753
1,909,562,850,000
1,852,977,636,887
Pajak Hotel
117,500,000,000
108,205,704,969
118,319,197,000
126,540,958,476
Pajak Restoran
124,000,000,000
131,138,493,688
159,769,677,000
172,882,689,664
Pajak Hiburan
29,500,000,000
29,896,451,597
32,794,821,000
35,403,716,528
Pajak Reklame
126,000,000,000
90,232,362,728
112,998,024,000
117,601,450,951
Pajak Penerangan Jalan
188,800,000,000
192,089,354,040
248,555,729,000
224,323,267,329
25,250,000,000
21,841,038,427
26,000,000,000
27,286,524,344
500,000,000
-
1,241,370,000
1,297,629,300
Pajak Bumi & Bangunan
710,000,000,000
498,640,108,489
790,613,785,000
572,292,265,076
Bea Perolehan Hak Atas
Tanah & Bangunan
Hasil Retribusi Daerah
370,000,000,000
416,314,633,814
419,270,247,000
575,349,135,219
265,797,243,579
209,834,317,888
203,721,977,378
183,482,993,435
Hasil Pengelolaan Kek.
Daerah yg dipisahkan
Lain-lain PAD yang sah
77,019,175,680
75,962,115,306
97,652,321,173
97,696,057,373
105,259,156,201
112,359,720,634
130,328,533,331
145,457,161,138
Pajak Parkir
Pajak Air Bawah Tanah
Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya
Berdasarkan Tabel 2 dan Tabel 3 dapat diketahui bahwa selama tahun 2009-2012
realisasi Pendapatan Asli Daerah tidak tercapai rata-rata realisasi Pendapatan Asli Daerah
selama tahun 2009-2012 berkisar antara 85,70% - 97,37%. Pada tahun tahun 2009 target
Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 882,616,888,643 teralisasi sebesar Rp 809,795,526,042,
demikian juga di tahun 2010 target Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 1,059,891,415,591
teralisasi Rp 908,647,775,730,- untuk tahun 2011 target Pendapatan Asli Daerah sebesar
Rp2,139,625,575,460 teralisasi sebesar Rp1,886,514,301,581. Tahun 2012 target Pendapatan
Asli Daerah sebesar Rp2,341,265,681,882 terealisasi sebesar Rp 2,279,613,848,833,-. Namun
demikian sosialisasi ini bisa berdampak lebih baik dan berhasil dalam meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya, jika masyarakat juga menyadari pentingnya Pajak
daerah maupun retribusi. Karena pada hakikatnya, pajak daerah dan retiribusi yang
dipungut oleh Pemerintah Kota Surabaya dari masyarakat, semata-mata digunakan untuk
kemakmuran dan kesejahteraan seluruh masyarakat yang ada di Kota Surabaya baik untuk
fasilitas kesehatan, infrastruktur maupun dukungan fasilitas pendidikan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
14
Tabel 4
Pencapaian Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya
Tahun 2009-2012
(dalam Rupiah)
No
Uraian
1
Tahun 2009
Hasil Pajak Daerah
Hasil Retribusi Daerah
Hasil
Pengelolaan
Kekayaan
Daerah yang dipisahkan
Lain-lain PAD yang sah
Jumlah PAD
2
Tahun 2010
Hasil Pajak Daerah
Hasil Retribusi Daerah
Hasil
Pengelolaan
Kekayaan
Daerah yang dipisahkan
Lain-lain PAD yang sah
Jumlah PAD
3
Tahun 2011
Hasil Pajak Daerah
Hasil Retribusi Daerah
Hasil
Pengelolaan
Kekayaan
Daerah yang dipisahkan
Lain-lain PAD yang sah
Jumlah PAD
4
Tahun 2012
Hasil Pajak Daerah
Hasil Retribusi Daerah
Hasil
Pengelolaan
Kekayaan
Daerah yang dipisahkan
Lain-lain PAD yang sah
Jumlah PAD
Target
Realisasi
%
486,582,620,000
244,573,056,153
43,601,522,306
442,852,257,428
164,247,724,956
43,324,809,294
91.01
67.16
99.37
107,859,890,184
882,616,888,643
159,370,734,364
809,795,526,042
147.76
91.75
581,581,810,000
288,713,893,269
63,581,595,595
525,403,484,538
183,312,246,927
63,304,547,606
90.34
63.49
99.56
126,014,116,727
1,059,891,415,591
136,627,496,659
908,647,775,730
108.42
85.73
1,691,550,000,000
265,797,243,579
77,019,175,680
1,488,358,147,753 87.99
209,834,317,888
78.95
75,962,115,306
98.63
105,259,156,201
2,139,625,575,460
112,359,720,634
106.75
1,886,514,301,581 88.17
1,909,562,850,000
203,721,977,378
97,652,321,173
1,852,977,636,887 97.04
183,482,993,435
90.07
97,696,057,373
100.04
130,328,533,331
2,341,265,681,882
145,457,161,138
111.61
2,279,613,848,833 97.37
Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya
Berdasarkan pada Tabel 4 diketahui selama tahun 2009-2012 realisasi Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan tidak
memenuhi target pada tahun 2009 target PAD yang diharapkan sebesar Rp 882,616,888,643,terealisasi Rp 809,795,526,042 atau terealisasi sebesar 91,75%, pada tahun 2010 target PAD
yang diharapkan sebesar Rp 1,059,891,415,591,- terealisasi Rp 908,647,775,730 atau terealisasi
sebesar 85,73%, pada tahun 2011 juga belum bisa memenuhi target PAD dari yang
ditargetkan sebesar Rp 2,139,625,575,460 teralisasi sebesar Rp 1,886,514,301,581 atau
terealisasi 88,17%. Demikian juga pada tahun 2012 target PAD belum bisa terpenuhi dari Rp
2,341,265,681,882,- teralisasi Rp 2,279,613,848,833 atau sebesar 97,37%,- Walaupun target
Pendapatan Asli Daerah (PAD selama 2010-2012 tidak tercapai realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD selalu menunjukkan peningkatan. Peningkatan Jumlah Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang terus meningkat disebabkan oleh sumber-sumber Pendapatan Asli
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
15
Daerah (PAD) terus meningkat terutama pajak daerah dan retribusi daerah yang memiliki
realisasi tertinggi dari sumber Pendapatan Asli Daerah lainnya.
Adanya peningkatan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama tahun 20092012 tidak terlepas dari usaha Pemerintah Kota Surabaya untuk mendukung pelaksanaan
otonomi daerah, dimana pelaksanaannya dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi
salah satunya dengan adanya dukungan prasarana dan sumber daya manusia serta
penyiapan penanganan pajak yang handal dan transparan sehingga tahun 2009-2012
realisasi pendapatan asli daerah dari sektor pajak daerah mengalami peningkatan.
Sebagaimana juga diutarakan oleh Bapak Agus Faizal Bagian Kas dan Keuangan
Seksi Akuntansi sebagai berikut:
”Berdasarkan kondisi di saat ini dapat diketahui bahwa penerimaan pajak
daerah sudah optimal, hal ini menunjukkan bahwa efektivitas pemungutan
pajak daerah yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Surabaya sudah efektif
hal tersebut terbukti dengan meningkatnya pendapatan asli daerah dari
sektor pajak daerah, bahwa penerimaan asli daerah dari sektor pajak daerah
mendominasi pendapatan asli daerah yang melebihi 50%. Demikian hal
dengan retribusi daerah dapat dioptimalkan penerimaannya dari beberapa
komponen retribusi daerah yang realisasi tidak memenuhi target yang
dianggarkan” (Wawancara Tgl 22 Oktober 2013).
Target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya antara tahun 20092011sebagaimana yang tersaji pada Tabel 5 di atas menunjukkan peningkatan yang cukup
besar tidak terlepas dari usaha Pemerintah Kota Surabaya dalam otonomi di bidang
keuangan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dalam usaha
untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi Pemerintah Kota Surabaya.
Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan yang dibentuk oleh berbagai macam
sektor ekonomi, yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat perubahan ekonomi
yang terjadi di suatu daerah. Indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan
pembangunan yang telah dicapai dan berguna untuk menentukan arah pembangunan di
masa yang akan datang. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Ka. Seksi Neraca Wilayah &
Analisis Statistik BPS Kota Surabaya, Bapak H. Moch. Sonhaji, BSc., MSc., bahwa:
“Salah satu ukuran keberhasilan pembangunan suatu daerah adalah tingkat
pertumbuhan ekonominya. Dengan asumsi bahwa dengan pertumbuhan
yang tinggi akan menyerap tenaga kerja yang tinggi pula, yang pada
hakekatnya meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat, sehingga
pertumbuhan yang tinggi tersebut dapat mewujudkan kehidupan seluruh
masyarakat (Wawancara Tgl 10 Januari 2014).
Angka pertumbuhan ekonomi di peroleh dari berita resmi statistik BPS Provinsi
Jawa Timur secara global pada tahun 2011-2012 akan dijelaskan pada Tabel 5 berikut
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
16
Tabel 5
Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha
Lapangan Usaha
1
2
3
4
5
6
7
8
9
PDRB
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Kontruksi
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan Komuniksi
Keuangan, Persew, dan Js Perush
Jasa-jasa
Sumber: Berita Resmi Statistik Jawa Timur
2012
2.25
5.09
6.27
8.08
10.18
9.69
13.01
7.69
5.18
7.19
Tahun
2011
1.64
4.85
5.96
5.65
8.99
9.69
9.86
7.87
5.82
7.11
2010
1.61
4.35
5.91
4.64
8.29
8.75
7.98
6.12
6.12
6.95
2009
1.57
3.24
5.77
3.53
8.26
7.54
6.44
5.36
5.36
6.78
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa perekonomian Kota Surabaya Tahun 2012 lebih
baik dari tahun sebelumnya. Dengan kemampuan otonominya yang semakin lebih baik
dibuktikan dengan berbagai peningkatan dalam sector pendukung PDRB. Dari seluruh
sektor pendukung PDRB Kota Surabaya diatas, sektor pengangkutan dan komunikasi
tumbuh paling cepat yaitu sebesar 13,01%, diikuti sektor kontruksi sebesar 10,18% dan
sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 9,08%. Untuk lebih jelasnya berikut adalah grafik
PDRB kota Surabaya periode tahun 2009-2012:
300
264.33
235.03
250
200
150
100
176.44
154.24
75.73
81
101.67
94.74
50
0
2009
2010
2011
2012
PDRB atas dasar harga berlaku (dalam Trilyun Rupiah)
PDRB atas dasar harga konstan (dalam Trilyun Rupiah)
Sumber: Berita Resmi Statistik Jawa Timur
Gambar 1
Grafik PDRB kota Surabaya periode tahun 2009-2012
Grafik diatas menjelaskan bahwa kota Surabaya pada periode tahun 2009-2012
mengalami pertumbuhan ekonomi yang meningkat tiap tahunnya, hal ini jelas akan
membawa dampak positif kepada iklim investasi kota Surabaya. Dengan meningkatnya
pertumbuhan ekonomi otomatis akan menarik para investor untuk menanamkan modalnya
di Surabaya Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh paling cepat diikuti sektor
kontruksi dan sektor listrik, gas dan air bersih.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
17
Upaya-Upaya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan untuk Meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah
Ketergantungan kepada bantuan Pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD
khususnya pajak dan retribusi daerah harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar,
yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sebagai prasyarat
mendasar dalam sistem pemerintahan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, optimalisasi
sumber-sumber PAD yaitu pajak daerah dan retribusi daerah perlu dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Untuk itu diperlukan intensifikasi dan
ekstensifikasi subyek dan obyek pendapatan.
Berkaitan dengan upaya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi melalui
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Surabaya menurut Bapak Agus Faizal Bagian Kas dan Keuangan Seksi Akuntansi sudah
cukup baik hal tersebut dapat diketahui dari: 1) Pemerintah kota sudah mengefektifkan
sistem pengendalian dan pengawasan dilapangan; 2) Pemerintah kota
sudah
mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai untuk operasional
dilapangan; 3) Pemerintah kota sudah mengupayakan tidak adanya birokrasi terhadap
pelayanan pemungutan pajak daerah; 4) Pemerintah kota mengupayakan tersedianya
pelayanan yang prima terhadap masyarakat dalam pemungutan pajak; 5) Pemerintah kota
sudah mengefektifkan pemberlakuan sangsi bagi penunggak pajak. Upaya-upaya yang di
lakukan dalam meningkatan penerimaan retribusi dan pajak daerah terkait dengan
Pendapatan Asli Daerah di Kota Surabaya adalah melalui intensifikasi dan ektensifikasi
antara lain:
1. Upaya Intensifikasi
Intensifikasi Pendapatan Asli Daerah adalah suatu tindakan usaha-usaha untuk
memperbesar penerimaaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebih giat, ketat dan
teliti. Dalam upaya intensifikasi tersebut adalah: Selain itu upaya intensifikasi pendapatan
asli daerah dapat dilaksanakan melalui kegiatan baik mencakup aspek kelembagaannya,
aspek ketatalaksanaanya maupun aspek personalianya. Sedangkan upaya ekstensifikasi
masih dimungkinkan sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 34
tahun 2000 dan kebijaksanaan pokok nasional. Upaya intensifikasi akan mencakup aspek
kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek personalianya, yang pelaksanaannya
melalui kegiatan sebagai berikut: a) Menyesuaikan/ memperbaiki aspek kelembagaan/
organisasi pengelola pendapatan asli daerah (dinas pendapatan daerah), berikut
perangkatnya sesuai dengan kebutuhan yang terus berkembang, yaitu dengan cara
menerapkan secara optimal sistem dan prosedur administrasi pajak daerah, retribusi daerah
dan penerimaan pendapatan lain-lain yang diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999. Dengan berlakunya sistem dan prosedur
tersebut, organisasi dinas pendapatan daerah yang merupakan unsur pelaksana pemerintah
daerah dalam bidang pendapatan daerah, tidak lagi berorientasi pada sektor atau bidang
pungutan tetapi berorientasi pada fungsi-fungsi dalam organisasinya yaitu fungsi
pendaftaran dan pendataan, fungsi penetapan, fungsi pembukuan dan pelaporan, fungsi
penagihan serta fungsi perencanaan dan pengendalian operasional; b) Memberikan dampak
ke arah peningkatan pendapatan asli daerah; c) Memperbaiki/menyesuaikan aspek
ketatalaksanaan, baik administrasi maupun operasional; d) Peningkatan Pengawasan dan
Pengendalian; e) Peningkatan sumber daya manusia pengelola PAD; f) Meningkatkan
kegiatan penyuluhan kepada masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat
membayar pajak dan retribusi.
2. Upaya Ekstensifikasi
Ekstensifikasi Pendapatan Asli Daerah adalah usaha-usaha menggali sumber-sumber
Pendapatan Asli Daerah yang baru, namun tidak bertentangan dengan kebijakan pokok
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
18
nasional, yaitu pungutan pajak daerah yang dilaksanakan tidak semata-mata untuk
menggali pendapatan daerah berupa sumber penerimaan yang memadai, tetapi juga
melaksanakan fungsi fiskal lainnya agar tidak memberatkan bagi masyarakat. Salah satunya
melalui pengkajian jenis retribusi baru yang tidak kotra produktif terhadap kinerja
perekonomian daerah. Upaya ekstensifikasi yang dilakukan Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan adalah: a) Melakukan pengembangan atau menggali jenis-jenis
pungutan yang baru dengan mengadakan pertukaran informasi dengan DISPENDA tingkat
dua seindonesia; b) Mengadakan peninjauan terhadap perundang-undangan yang berlaku
kemudian melakukan penyesuaian terhadap tarip sesuai dengan kemampuan masyarakat; c)
Mengikuti studi banding ke daerah lain guna menambah wawasan untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
3. Meminimalkan kebocoran pemungutan pajak melalui peningkatan system pemungutan,
sistem pengendalian, dan pengawasan atas pemungutan pendapatan asli daerah untuk
terciptanya efektifitas dan efisiensi serta peningkatan kesejahteraan pegawai melalui
pemberian insentif biaya pemungutan.
Faktor Pendukung dan Penghambat intensifikasi dan ekstensifikasi
Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Sesuai dengan prinsip kesatuan bahwa
pemerintah daerah merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pemerintah pusat,
atas dasar tersebut maka kemandirian daerah dalam rumah tangganya tidak ditafsirkan
bahwa setiap pemerintah daerah harus dapat membiayai seluruh pengeluaran dari
Pendapatan Asli Daerah (PAD-nya) sebagai tindak lanjut dari pemberian otonomi kepada
daerah agar dapat mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam
meningkatkann daya guna dan hasil guna dalam pelaksanaan pemerintah di daerah. Maka
upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah mutlak diperlukan
untuk mengantisipasi pelaksanaan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Pemerintah
kota Surabaya dalam usaha untuk mengembangkan dan membangun daerahnya telah
berupaya untuk meningkatkan sumber- sumber pendapatan asli daerahnya sesuai potensi
yang dimiliki. Upaya tersebut dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi sumbersumber PAD, agar peningkatan target setiap tahunnya dapat diikuti dengan pencapaian
realisasi secara konsisten. Sejalan dengan hal tersebut ada beberapa faktor yang mendukung
maupun faktor yang penghambat intensifikasi dan ekstensifikasi adalah sebagai berikut:
1. Faktor Pendukung intensifikasi dan ekstensifikasi
Faktor pendukung intensifikasi dan ekstensifikasi di dalam meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah: a) Sistem jemput bola dalam arti petugas melakukan
penagihan terhadap penungga pembayaran pajak; b) Memberikan surat peringatan terhadap
para penunggak wajib pajak; c) Memberikan informasi terkait kemudahan pembayaran
pajak melalui UPTD terdekat; d) Meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada masyarakat
secara terpadu agar peningkatan kesadaran wajib pungut (WP) melalui penyuluhan secara
terpadu agar dapat meningkatkan penerimaan daerah; e) Peningkatan skill sumber daya
manusia melalui pelatihan, penataran, kursus-kursus dan sejenisnya khususnya dalam
bidang keuangan; f) Peningkatan sarana transportasi berupa mobil untuk menunjang
intensifikasi pelaksanaan pungutan.
2. Faktor Penghambat intensifikasi dan ekstensifikasi
Faktor penghambat intensifikasi dan ekstensifikasi di dalam meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah: a) Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
prosedur pembayaran; b) Belum mampu menetapkan sanksi
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
19
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian, analisis dan pembahasan yang berkaitan intensifikasi dan
ekstensifikasi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah pada Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Tujuan
yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah adalah (a) Untuk mengetahui dan
menganalisis seberapa besar tingkat tingkat pencapaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) di
Kota Surabaya; (b) Untuk mengetahui dan menganalisis upaya-upaya yang dilakukan oleh
dinas pendapatan dan pengelolaan keuangan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) khususnya melalui intensifikasi dan ekstensifikasi; (c) Untuk mengetahui dan
menganalisis faktor-faktor yang mendukung dan menghambat intensifikasi dan
ekstensifikasi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya; 2) Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan studi
lapangan, sedangkan teknik analisis data yang digunakan penulis adalah metode kualitatif
dengan mencari, mengumpulkan, kemudian mengolah data yang ada hubungannya dengan
intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD); 3) Pajak daerah
memberikan kontribusi yang lebih besar bila dibandingkan dengan retribusi daerah
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), oleh karenanya kemampuan melaksanakan
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dapat diukur dari besarnya kotribusi yang
dapat diberikan oleh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PAD, semakin besar
kontribusi yang dapat diberikan oleh pajak daerah maupun retribusi daerah terhadap PAD
berarti semakin baik pelaksanaan pemungutan pajak daerah maupun retribusi daerah; 4)
Selama tahun 2009-2012 realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh Dinas
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan tidak memenuhi target. Walaupun target PAD
selama 2009-2012 tidak tercapai realisasi PAD selalu menunjukkan peningkatan. Adanya
peningkatan realisasi PAD selama tahun 2009-2012 tidak terlepas dari usaha Pemerintah
Kota Surabaya untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah, dimana pelaksanaannya
dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi; 5) Faktor-faktor pendukung terkait
dengan intensifikasi dan ekstensifikasi adalah: (a) Sistem jemput bola dalam arti petugas
melakukan penagihan terhadap penungga pembayaran pajak; (b) Memberikan surat
peringatan terhadap para penunggak wajib pajak; (c) Memberikan informasi terkait
kemudahan pembayaran pajak melalui UPTD terdekat; (d) Meningkatkan kegiatan
penyuluhan kepada masyarakat; 6) Faktor-faktor penghambat terkait dengan intensifikasi
dan ekstensifikasi adalah: (a) Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang prosedur
pembayaran; (b) Belum mampu menetapkan sanksi.
Saran
Pemerintah kota harus tetap berusaha untuk menekankan peningkatan komponen
PAD dibandingkan komponen lainnya sehingga diharapkan dapat memperkuat
kemandirian pemerintah kota tersebut dalam memacu pertumbuhan pendapatan daerah
dan pertumbuhan ekonomi di daerah.
Pemerintah Kota Surabaya perlu menghitung secara cermat berapa besarnya
pendapatan yang diterima sehingga dapat diketahui apakah kegiatan pemungutan
pendapatan tersebut efisien atau tidak karena meskipun pemerintah Kota Surabaya berhasil
merealisasikan penerimaan pendapatan sesuai dengan target yang ditetapkan, namun
keberhasilan itu kurang memiliki arti apabila biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan
target penerimaan pendapatan lebih besar dari realisasi pendapatan yang diterimanya.
Pajak daerah dan retribusi daerah yang merupakan komponen dari Pendapatan
Asli Daerah harus terus ditingkatkan lagi karena memiliki potensi yang baik dimasa
mendatang. Oleh karena itu penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah nantinya
diharapkan dapat memberikan sumbangan yang besar dalam pembangunan daerah.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
20
Keterbatasan
Keterbatasan utama yang terdapat dalam penelitian ini adalah hasil yang diperoleh
masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu untuk penelitian tentang intensifikasi dan
ekstensifikasi terhadap peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) masih jauh dari harapan
dikarenakan keterbatasan kebutuhan pemberian informasi data yang sangat terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, P. H. 2006. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan
dan Pendapatan Asli Daerah. Simposium Nasional Akuntansi 9. 23-26 Agustus.
Padang.
Andayani, W. 2007. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Banyumedia Publishing. Malang.
Bastian, I. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Bungin, B. 2008. Penelitian Kualitatif Komunikasi Ekonomi. Penerbit Kencana Prenada Media
Group. Yogyakarta.
Charnain, D.R. 2011. Kebijakan Intensikasi dan Ekstensifikasi Retribusi Daerah Pada PAD
Kota Malang Tahun. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Malang. Malang.
Darto, M. 2005. Otonomi Daerah, Civil Society dan Kemandirian Daerah, Telaah Ulang
Otonomi Daerah Perspektif social–Ekonomi. Equilibrium. Jurnal Ekonomi dan
Kemasyarakatan (3)1: 8-21
Halim, A. 2008. Akuntansi Keuangan Daearah. Edisi Revisi. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Indrianto, N. dan B. Supomo. 2006. Metodelogi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi Dan
Manajemen. Edisi Pertama. Penerbit. BPFE. Yogyakarta.
Kaho, J. R. 2005. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia Identifikasi Faktor-faktor
Yang Mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Penerbit Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Kansil, C. dan Christine. 2002. Pemerintahan Di Indonesia, Hukum Administrasi Daerah.
Penerbit Sinar Grafika. Jakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2006.
Penerbit. Balai Pustaka. Jakarta
Kuncoro, M. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Kustiawan, M. dan I. Solikin. 2011. Upaya Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Asli
Daerah Melalui Peningkatan Kualitas Aparatur Pemerintahan Daerah.
http://www.intensifikasidanekstensifikasi.com. 27 Juli 2013 (11.11).
Mardiasmo. 2009. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Nurcholis, H. 2005. Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Edisi Pertama.
Penerbit Grasindo. Jakarta.
Sarundajang, 2006, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah. Edisi Keenam. Penerbit Pustaka
Sinar Harapan. Jakarta.
Siahaan, M. P. 2007. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Penerbit PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Suandy, E. 2008. Hukum Pajak. Edisi Keempat. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Bisnis, Cetakan Ke Sepuluh. Penerbit Alfabeta. Bandung.
Soeratno dan L. Arsyad. 2003. Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Revisi.
STIM YKPN. Yogyakarta.
Tunliu, J.J. 2008. Pengaruh Intensifikasi dan Ekstensifikasi Terhadap Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah Guna Mewujudkan Kemandirian Keuangan Daerah (Studi
Kasus Pada Pemerintah Daerah Kota Kupang-NTT). Tesis. Program Pascasarjana
Universitas Brawijaya Malang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tentang Pemerintah Daerah.
____________ Nomor 33 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
Download