Developing Knowledge Community: Quintuple Helix and Beyond Diterbitkan oleh: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta ©2017 i Developing Knowledge Community: Quintuple Helix and Beyond ISBN: 978-602-50218-0-0 Editor: Dhyah Ayu Retno Widyastuti, M.Si. Ina Nur Ratriyana, M.A. Rebekka Rismayanti, M.A. Layouter & Desain Cover: Nicholas Pratama Haryo Sarjono Kristianus Yosefat Livinus Gunawan Diterbitkan oleh: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta Alamat: Gedung Bunda Teresa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari No. 6 Yogyakarta 55281 Telp.: (0274) 487711, Fax.: (0274) 487748 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit ii KATA PENGANTAR Rektor Universitas Atma Yogyakarta Dunia makin cepat bergerak memasuki abad Artificial Intelegence (Kecerdasan Buatan), yang melingkupi aspek Kesehatan, Autonomous Vehicles (AVs), Pendidikan, 3D Printing, Agrikultur dan Pekerjaan atau profesi-profesi lainnya. Dunia menyambut Revolusi Industri ke-4, Era Eksponensial yang begitu eksplosif. Masyarakat atau negara-negara demokrasi berjalan melalui evolusi bersama subsistem masyarakat di mana interaksi pembelajaran terjadi untuk mengikuti dasar pemikiran pembangunan berkelanjutan. Pengetahuan yang maju, plural dan inovatif, juga menerapkan dasar pemikiran pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks inilah aspek lingkungan mewakili heliks kelima. Apabila Triple Helix berfokus pada "hubungan universitas-industri-pemerintah". Helix Quadruple membingkai Triple Helix dalam konteks "publik berbasis media dan budaya". Quintuple Helix akhirnya menyematkan Helix Quadruple (dan Helix Triple) dalam konteks lingkungan atau lingkungan alam. Oleh karena itu, Quintuple Helix memiliki potensi untuk dijadikan kerangka analisis pembangunan berkelanjutan dan ekologi sosial, dengan konseptualisasi pengetahuan dan inovasi ke lingkungan. (David F. J. Campbell, 2012). Dalam kondisi dunia memasuki era new order saat ini, dengan indikasi serba cair dan tak terprediksi, model Quintuple Helix muncul, untuk memperluas sinergi antara interaksi sosial, industri, akademis, lingkungan, dan pemerintah guna mencapai kesejahteraan masyarakat. Universitas Atma Jaya Yogyakarta sebagai Agen Quintuple Helix merasa terpanggil untuk menjadi pelopor bagi kemunculan perubahan pola pikir masyarakat yang berkontribusi bagi keberlanjutan inovasi yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Akhirnya, selaku Rektor UAJY, saya berharap agar konferensi Nasional dengan tema “Developing Knowledge Community: Quintuple Helix and Beyond” ini menjadi wahana bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dalam mengabdi dan melayani kepentingan umat manusia beserta dengan nilai-nilai kemanusiaannya yang dijunjung tinggi, sebagaimana ditegaskan oleh Albert Einstein bahwa, “The human spirit must prevail over technology”. Selamat berkonferensi. Yogyakarta, 7 September 2017 Dr. Gregorius Sri Nurhartanto, SH. LL.M. iii KATA PENGANTAR Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta Dalam rangka menyambut event akademik Conference on Media, Communication, and Sociology (COMICOS) 2017 ini, ada empat kata kunci yang hendak saya sampaikan, yaitu perguruan tinggi, inovasi, masyarakat berpengetahuan, dan pembangunan berkelanjutan. Perguruan tinggi menjadi kata kunci yang pertama karena dari lembaga inilah muncul pengetahuan-pengetahuan baru melalui aktivitas penelitian tenaga pendidiknya dalam rangka Tri Dharma Perguruan Tinggi. Demikian pula dengan inovasi. Temuan baru juga amat bergantung pada hasil penelitian. Dari sinilah, kita menjadi maklum banyak harapan terkait dengan pengetahuan dan inovasi dilekatkan pada lembaga perguruan tinggi. Dewasa ini ketika persoalan pembangunan masyarakat dihadapkan pada isu lingkungan dan masih berkutat pada pembangunan yang tidak memperhatikan aspek rekayasa sosial maka diperlukan inovasi dalam pembangunan masyarakat. Aspek lingkungan dan faktor sosial yang tidak diperhatikan menjadi ancaman bagi sebuah upaya peningkatan hidup masyarakat yang berkelanjutan. Kottak dalam Cernea (1988) mengemukakan bahwa rekayasa sosial sesungguhnya sama pentingnya dengan pertimbangan teknis dan keuangan. Dengan mengambil tema “Developing Knowledge Community: Quintuple Helix and Beyond” diharapkan konferensi dapat bermanfaat untuk membangun masyarakat berpengetahuan dan dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan. COMICOS dengan demikian merupakan wahana bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) untuk mewujudkan masyarakat berpengetahuan dan dalam menghasilkan temuan sosial yang bermanfaat. Tidak hanya itu, dalam konteks tersebut, melalui kerjasama, FISIP UAJY juga berupaya untuk menjadi pusat sinergi antara pemerintah; industri; dan perguruan tinggi. Akhir kata, selamat berkoferensi. Semoga bermanfaat. Salam COMICOS. Yogyakarta, 7 September 2017 Dr. MC Ninik Sri Rejeki, M.Si. iv KATA PENGANTAR Ketua Panitia Penyelenggara COMICOS 2017 Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta Knowledge community menunjukkan suatu bentuk transformasi sosial dalam masyarakat yang dengan menggunakan dorongan inovasi dan kreativitas mampu mengiringi perkembangan arus globalisasi. Dalam proses perwujudannya tentu peran serta dan keterlibatan dari berbagai pilar baik pemerintah, industri, universitas, dan masyarakat sipil menjadi hal yang sangat penting. Pemerintah hadir dan memberikan dorongan bagi terciptanya inovasi baik dalam tataran lokal, nasional, bahkan internasional. Realitasnya tidak bisa dipungkiri bahwa industri, korporasi dan bisnis terutama terkait dengan sistem ekonomi untuk menciptakan modal ekonomi serta memberi ruang dalam perwujudan demokratisasi menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilannya. Di sisi lain, universitas berperan dalam menyediakan dan melakukan pengembangan potensi sumber daya serta menjadi lahan untuk melakukan inovasi melalui pengembangan riset dan mengimplementasikannya di dalam lingkungan masyarakat. Oleh karenanya bahwa pelibatan komunitas masyarakat menjadi satu hal yang tidak terabaikan. Hal ini seiring dengan partisipasinya sebagai masyarakat sipil dalam pembangunan yakni untuk menumbuhkembangkan modal sosial guna menciptakan berbagai inovasi baru dengan memperhatikan sensitivitas terhadap lingkungan. Seperti halnya sebuah evolusi, ada proses, tantangan dan hambatan, begitu pula dalam pengembangan knowledge community. Proses penciptaan pemahaman dan pengetahuan baru yang mengarah pada inovasi dan kreativitas ini memunculkan dinamika tersendiri dan menjadi suatu kajian menarik dalam ranah akademisi dari berbagai disiplin ilmu. Atas dasar kondisi ini, Conference on Media , Communications and Sociology (COMICOS) 2017 mengusung tema “Developing Knowledge Community: Quintuple Helix and Beyond”. Konferensi nasional ini menjadi satu ajang untuk berdiskusi, memotret proses dan peran dari masing-masing pilar pada model quintuple helix terutama dalam perspektif ilmu sosial dan ilmu komunikasi. Harapannya bahwa COMICOS 2017 mampu berkontribusi dalam membangun inovasi untuk menciptakan pengetahuan yang menjadi basis pembangunan yang berkelanjutan. Salam COMICOS Yogyakarta, 7 September 2017 Dhyah Ayu Retno Widyastuti, M.Si. v Menanggapi Tantangan Penciptaan Pengetahuan Sebuah pengantar Yanuar Nugroho Jika ada satu hal yang menandai kemajuan jaman ini, barang kali itu adalah ‘penciptaan pengetahuan’. Kesadaran manusia hari ini telah mencapai tahap di mana pengetahuan dipandang sebagai substansi dasar penumpu seluruh dinamika hidupbersama. Sektor pengetahuan (knowledge sector) menjadi penggerak ekonomi (knowledge-based economy), sosial (knowledge based society), hingga politik dan pengambilan keputusan (knowledge-based policymaking) serta budaya (knowledge-based culture). Namun di sisi lain, debat akademik yang mendalam mengenai bagaimana dan actor utama apa yang berkontribusi pada pengetahuan diciptakan seolah sudah mencapai titik nadir. Konsep ‘Triple Helix” dicetuskan pertama kalinya oleh Etzkowitz dan Leydesdorff tujuh belas tahun yang lalu dalam memahami peran negara, pendidikan tinggi, dan industri untuk menjelaskan inovasi, perkembangan teknologi, dan transfer pengetahuan (2000: 118). Sejakitu, helix ke-4, ke-5 dan seterusnya bermunculan – dengan seluruh reasoning-nya.Namun, secara filosofis, sebenarnya tidak ada yang baru: bahwa pengetahuan memang tidak tercipta secara monolitik, apalagi terpusat. Pengetahuan selalu multi dimensional, dan penciptaannya terdistribusi, melibatkan banyak aktor. Lantas apa yang baru? Selainmunculnya helix ke-n (dan tentu aktor dan dimensike-n pula), satu faktor penting adalah perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi (ICTs) serta media. Sementara kita sudah tahu bahwa teknologi bukan sekedar alat untuk mencipta pengetahuan, mungkin tak banyak yang tahu, bahwa corak pengetahuan amat ditentukan teknologi. Bahkan apa yang kini mendera kita sebagai ‘post-truth’ – di mana fakta tak lagi relevan dibandingkan keyakinan dan perasaan pribadi dalam membentuk ‘pengetahuan’, meski acap kali berisi ketidak benaran (hoax)— justru tanpa sengaja teramplifikasi oleh teknologi komunikasi dan media. Itu mengapa penting merefleksikan perkembangan penciptaan pengetahuan itu saat ini, di sini, di COMICOS – Conferenceon Media, Communication and Sociology, 2017 – khususnya dalam konteks Indonesia. Ragam permasalahan dan tantangan di republik ini akan memperkaya kedalaman refleksi – jika dan hanya jika secara substansi kita semua membuka diri, Selamat berkonferensi. Selamat berbagi gagasan, selamat mendalami esensi. Yanuar Nugroho Honorary Research Fellow, University of Manchester, Inggris Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) Deputi II Kepala Staf Kepresidenan RI Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Budaya, dan Ekologi Strategis vi Meningkatkan Interaksi antara Produser Pengetahuan dan Pembuat Kebijakan melalui Knowledge Communities: Pengalaman dari Knowledge Sector Initiative Hans Antlov, Knowledge Sector Initiative, Jakarta Program Knowledge Sector Initiative (KSI)1telah memanfaatkan Knowledge Communitysebagai mekanisme untuk memperbaiki interaksi antara pembuat kebijakan dengan produsen pengetahuan mengenai isu kebijakan, yang merupakan hambatan kunci bagi sektor pengetahuan yang sehat. Tujuannya adalah untuk mempertemukan produsen pengetahuan, pengguna pengetahuan dan organisasi perantara, dengan mendorong mereka untuk bekerja sama dan berinteraksi dengan pemangku kepentingan lainnya yang memiliki beragam perspektif dan kepentingan di dalam Knowledge Community. Peningkatan jangkauan pandangan, perspektif serta bukti-bukti dapatmemperkaya dialog kebijakan, dan dalam jangka panjang akan menghasilkan kebijakan yang lebih baik. KSI mendefinisikan Knowledge Communitysebagai ekosistem yang bersifat adaptif yang terdiri dari individu maupun organisasi yang memiliki kepentingan terhadap produksi, intermediasi dan pemanfaatan pengetahuan mengenai suatu isu kebijakan. Knowledge Communitymencakup individu dan organisasi dari sektor publik, swasta dan masyarakat warga (civil society) yang terlibat secara aktif dalam produksi, transmisi, permintaan dan pemanfaatan semua jenis pengetahuan dan bukti yang berkontribusi terhadap proses kebijakan publik. Keanggotaannya bersifat cair, karena prioritas individu dan organisasi dapat bergeser ke arah atau menjauh dari fokus komunitas pengetahuan tersebut. Knowledge Communitymemberikan ruang serta kesempatan untuk keragaman pengetahuan dan pandangan demi berlangsungnya proses bukti-menjadi-kebijakan. Demi mencapai tujuan tersebut, KSI mendirikan tiga Knowledge Communitypada tahun 2015, yang bekerja di seputar isu-isu tentang pelaksanaan Undang-Undang Desa (UU 6/2014), Reformasi Birokrasi dan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (UU. 5/2014), serta Riset dan Pendidikan Tinggi. Presentasi ini akan membahas perancangan dan pencapaian Knowledge Communityini serta tantangan-tantangan yang dihadapi dalam pengelolaannya. 1 Knowledge Sector Initiative adalah program kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Australia untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam mengatasi tantangann kunci dalam pembangunan melalui kebijakan publik yang lebih baik dengan memanfaatkan penelitian, analisis serta bukti dengan lebih baik. vii Posisi dan Peran Korporasi Media dan Masyarakat Sipil dalam Pengembangan Masyarakat Berpengetahuan Abdul Rokhim Korporasi media berperan penting dalam penguatan masyarakat sipil. Apalagi, lanskap media di Indonesia menunjukkan adanya dominasi kelompok media. Karena itu, potensi munculnya pemusatan produksi dan pemaknaan informasi sangat besar. Melejitnya penggunaan social media membuat lanskap media di Indonesia semakin dinamis. Muncul fenomena divergensi antara news media dan social media. Bahwa pola konsumsi news yang semakin berbeda antara yang terjadi di media dan social media, butuh dipahami konsekuensinya. Karena berekses terhadap cara produk, jasa, bahkan bisnis dikemas promosinya. Pola konsumsi news di kalangan pengguna social media mengakibatkan audiens tak merasa perlu membedakan antara pesan percakapan, berita gosip, opini, dan karya jurnalistik yang serius. Akibatnya, pengaruh news media maupun social media terhadap persepsi dan preferensi audiens cenderung melemah. Situasi terakhir itu memaksa konglomerasi media bertransformasi. Melalui sinergi manajemen dan konten, kelompok media mendorong media-medianya sebagai jelmaan ”idea”. Peran media harus menjadi moderator, tak sekadar mediator. Media kini tak bisa sekadar asyik menyuarakan pendapatnya sendiri. Sebab, publisher kini adalah ”milik” user and content creator. Media saat ini tak hanya harus kompeten menyampaikan informasi. Tetapi juga harus mengedukasi bahkan mempersuasi dan menggulirkan prakarsa publik. Penggerak idea perubahan. Pendorong spirit perbaikan, kontrol sosial, dan transparansi. Peran baru itu, selain menguatkan peran dan fungsi, juga faktor trust dan integritas media, adalah aspek krusial pengoptimasi engagement media dengan audiensnya. Media yang menulis berita dan mengulas kejadian peristiwa sudah biasa. Namun, media yang mampu memobilisasi idea serta bisa menggerakan publik secara impresif dan determinan, itu baru istimewa. Sebab, cuma media yang trusted dan berintegritas di mata publik yang bisa mewujudkannya. (*) viii Daftar Isi Halaman judul i Kata Pengantar Rektor Universitas Atma Jaya Yogyakarta iii Kata Pengantar Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik iv Kata Pengantar Ketua Panitia Penyelenggara COMICOS 2017 v Kata Pengantar Yanuar Nugroho vi Kata Pengantar Hans Antlov vii Kata Pengentar Abdul Rokhim viii Daftar Isi ix SUB TEMA INDUSTRI KREATIF DAN ENTERPRENEURSHIP 1 Distro Betawi: Wujud Eksistensi Orang Betawi Masa Kini 3 Halimatusa'diah, M.Si. Perubahan Model Bisnis Travel di Era Ekonomi Digital (Conventional, 37 Existing & Future) Christiany Juditha, S. Sos., MA.,Ressi Dwiana, S.Sos, MA. Peranan Media Online Terhadap Perkembangan UMKM di Bekas 67 Lokalisasi Dolly Surabaya Ivan Divya Fauzan, Piola Surya Anggreini, Ade Kusuma, S.Sos.M.Med.Kom Aktivitas Komunitas Bandung Creatif City Forum (BCCF) dalam 89 Mengembangkan Industri Kreatif Di Kota Bandung Dr. Iwan Koswara, Kismiyati El Karimah, M.Si Hardwork Comparisons As Part Of The Work Ethic On The SMMes In 109 Tasikmalaya, Cianjur, Cirebon Hanny Hafiar, Diana Harding, Yus Dinain, Ahmad Gimmy Konsep Triple Heliks dan syndrome Ketergantungan Pelaku UMKM 121 Dr. Dra. Mamik Indaryani, MS., Kertati Sumekar, Suparnyo, Budi Gunawan ix Optimalisasi Tol Laut sebagai Alternatif Penunjang Kelancaran 143 Pengangkutan Barang dan Jasa Guna Mendukung AEC Dr. Elfrida Ratnawati Gultom, S.H., M.Hum., M.Kn. Potret Keluarga Indonesia di Media Sosial 169 Tribuana Tungga Dewi, M.Si. SUB TEMA INOVASI DALAM TEKNOLOGI INFORMASI DAN 191 KOMUNIKASI Knowledge Community in Innovation: Borderless Special Interest Group 193 Co-Create Knowledge and Barrier Nithia Kumar Kasava, M.Sc., MRAeS, Ike Devi Sulistyaningtyas, M.Si. Innovation of Communication of Activities of Leaders’ Based on ICT in 205 Public Organization (Case Study of the Diffusion of Innovation of Electronic Agenda in ANRI) Tiara Kharisma, S.I.Kom. Analisis Isi Kampanye Kandidat Gubernur Jakarta Periode Desember 235 2016- Februari 2017 pada Facebook dan Instagram Mungky Diana Sari, M.I.K., Algooth Putranto, M.I.K, Christiani Ajeng Riyanti, M.I.Kom. Komodifikasi dalam Fenomena Selebgram dan Bisnis Endorse Instagram 257 Mellysa Widyastuti, S.I.Kom. Adaptasi Praktik Jurnalisme Naratif di Media Digital: Mengemas Narasi Panjang dalam Format Digital Formas Juitan Lase, S.Sos., M.I.Kom. x 285 SUB TEMA DINAMIKA MEDIA, BUDAYA, DAN MASYARAKAT 317 Dinamika Kelompok dalam Proses Komunikasi Organisasi Perhimpunan 319 Perempuan Pekerja Seks Yogyakarta Erwin Rasyid, S.I.Kom., M.Sc (Cand) Analisis Marxist Iklan PT. Freeport Indonesia 342 Wulan Purnama Sari, S.I.Kom., M.Si. Komunikasi Lingkungan pada Budaya Priangan "Nyacar Lembur" 357 Aat Ruchiat Nugraha, M.Si., Dr. Iriana Bakti Media Lokal dalam Memberitakan Korupsi (Analisis Framing Berita 377 Korupsi Dana PERSIBA Bantul di Surat Kabar Kedaulatan Rakyat, Tribun Jogja, Harian Jogja, Bernas Jogja, dan Radar Jogja) Olivia Lewi Pramesti, M.A., Pupung Arifin, M.Si. Peran Media Massa dalam Perubahan Budaya dan Perilaku 415 Masyarakat untuk Peduli dengan Konservasi Tumbuhan Fitria Rizki Wijaya, S.Sos., M.I.Kom. Radio Komunitas Jawa di Kota Medan: Dari Ekspresi Diri Ke Ajang 431 Silaturahmi Anggy Denok Sukmawati, M.A. Media Asing dan Perda Aceh: Pro Kontra Pemberitaan Hukum Cambuk 453 Gay di Aceh Reni Juliani, S.I.Kom., M.I.Kom. Kearifan Komunikasi Komunitas Adat Bayan dalam Perayaan Maulid 485 Nabi di Kabupaten Lombok Utara Dr. Kadri, M.Si. xi Strategi Media dalam Era Konvergensi 503 Sandi Jaya Saputra, S.I.Kom., MS.n, Drs. Sahat Sahala Tua Saragih, M.I.Kom. Berkota dan Menjalani Narasi Urban: Studi Kasus Revitalisasi Kawasan 511 Malioboro Gabriela Laras Dewi Swastika, S.I.Kom, M.A. Budaya Masyarakat Jaton Menjaga Kerukunan dengan Masyarakat 549 Minahasa Suzy Azeharie, MA., M.Phil. Analisis Pemberitaan Pemilihan Presiden Amerika Serikat Antara 567 Donald Trump & Hillary Clinton di Surat Kabar. (Studi Analisis Framing Pemberitaan Pemilihan Presiden Amerika Serikat Antara Donald Trump dan Hillary Clinton Surat Kabar Kompas, Surta Kabar Republika dan Surat Kabar Jawa Pos edisi 1 Oktober – 8 November 2016) Dani Kurniawan, SI.Kom. Verifikasi Media: Cara Dewan Pers Memerangi Berita Palsu (Hoax) 577 Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si., Nunik Maharani Hartoyo, S.Sos., M.Comn&MediaSt(Mon)., Justito Adiprasetio, S.Sos., M.A., M.Z. Al Faqih Konsepsi Perempuan Indonesia dalam Refleksi Kritis 600 Anastasia Yuni Widyaningrum, S.Sos., M.Med.Kom., Noveina Silviyani Dugis, S.Sos., M.A. KAMPANYE POLITIK DI ERA 2.0 (Analisis Resepsi Pemilih Pemula Terhadap “Meme” sebagai Media Kampanye Politik Pemilihan Bupati Sumbawa Periode 2016-2021 Melalui Media Sosial) Miftahul Arzak, S.I.Kom., M.A. xii 627 Kaum Muda, Identitas, dan Media Baru: Analisis Semiotika Video 667 YouTube Karin Novilda Lidwina Mutia Sadasri, SIP., M.A. Implementasi Pengelolaan Website Desa Peraih Destika Award dalam 687 Program Desa Broadband Terpadu Indonesia Puji Hariyanti, S.Sos., M.I.Kom., Sumekar Tanjung, S.Sos., M.A. FILM DOKUMENTER "TARIAN CACI", MEDIA PENGETAHUAN 713 BUDAYA TRADISIONAL DALAM INDUSTRI KREATIF DI INDONESIA (Analisis Perspektif pada Festival Film Dokumenter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) Ikbal Rachmat, MT., Abdurrahman Jemat, MS. SUB TEMA MASYARAKAT DAN PERUBAHAN SOSIAL 751 Konflik Sosial dan Gerakan Sosial Masyarakat 753 Aprilyanti Pratiwi, S.S., M.I.Kom. Rasionalitas Komunikasi dalam Eksistensi Majelis Masyarakat Maiyah 791 Ayu Adriyani, S.Sos., Mochammad Imron Rosyidi, S.I.K. Pengaruh Inovasi, Sosialisasi dan Sistem Sosial Terhadap Tingkat 812 Pengolahan Informasi Pemuda pada Program PSP3 Dwi Rohma Wulandari, S.I.Kom., M.I.Kom DILEMA PEMBANGUNAN FLY OVER1 SIMPANG SURABAYA DAN UNDERPASS2 SIMPANG BEURAWE KOTA BANDA ACEH: ANTARA PUSAT PENATAAN RUANG KOTA DAN ‘PEMBONGKARAN URBAN’ Nurkhalis 837 Analisis Peran Tradisi Nyaer Terhadap Dinamika Perilaku Sosial di 855 Lombok Andri Kurniawan, S.SosI., M.Sos. xiii Literasi Budaya Sunda pada Individu Tionghoa di Garut, Jawa Barat 887 Dr. Santi Susanti, S.Sos.,M.I.Kom. Perancangan Model Komunikasi Kesehatan bagi Remaja Disabilitas 911 Tuna Grahita untuk Menunjang Pembangunan Sosial di Pangandaran Dr. Yanti Setianti, S.Sos.,M.Si., Dr. Hanny Hafiar, S.Sos., M.Si., Trie Damayanti, S.Sos., M.Si., Aat Ruchiat N, S.Sos., M.Si. SUB TEMA ETIKA, REGULASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK 927 Internal Communication about Delivery of Public Policy of the Openness 929 of Public Information in Government Agencies: Case in National Archives of the Republic of Indonesia Tiara Kharisma, S.I.Kom, Dunia Sensor dan Moral Bangsa 953 Sinta Paramita, SIP., M.A. Civil Society and Media Policy: Studi Eksploratif Partisipasi Masyarakat 967 Sipil dalam Perubahan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik Mufti Nurlatifah, S.IP., M.A. Analisis Peran KPI Dalam Menjalankan Amanat Pasal 5 Ayat (1) 996 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers Terhadap Tayangan Berita DI TELEVISI (Studi Kasus Pada Program NET 5 di NET TV) Lutfiq Firly, Wenny Maya Arlena, M.Si. Etika Komunikasi dalam Kajian Cyberbullying Dr.Feliza Zubair, dra.M.Si., Dr.Yustikasari,S.Sos,M.Si. xiv 1005 Produksi, Sirkulasi, dan Konsumsi Media Alternatif Berbasis TIK (Kasus 1016 Mojok.Co) Dr. Nina Widyawati Regulasi tentang Iklan Rokok di Media Penyiaran Tidak Melindungi 1031 Anak dan Remaja Dr. Nina Mutmainnah Armando, Hendriyani SUB TEMA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN NILAI 1055 KEBERLANJUTAN Transformasi Komunikasi Kebencanaan Menuju Masyarakat Sadar 1057 Bencana Mochamad Rochim, S.Sos., M.Si., Dede Lilis Ch, S.Sos., M.Si., Nova Yuliati, S.Sos., M.I.Kom. Menggagas Pengembangan Pariwisata Budaya Berbasis Partisipasi 1083 Komunitas di Kawasan Lasem Jawa Tengah Muntadliroh, S.I.Kom. Dinamika Komunikasi dalam Program Translokasi 1111 Ade Putranto Prasetyo Wijiharto Tunggali, S.I.Kom., M.A. Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas dan Perubahan Struktur 1127 Kelembagaan Sosial dan Ekonomi Masyarakat di Indonesia (Kajian Teoritis Kepustakaan) Drs. Suharsono, M.Si. Rancangan Model Komunikasi Resiko dalam Konteks Kesehatan (Studi 1145 Eksploratif Pengomunikasian Resiko Vaksin 5 Dasar Lengkap di Wilayah Pedesaan) Yun Fitrahyati Laturrakhmi, S.I.Kom., M.I.Kom, Sinta Swastikawara, S.I.Kom., M.I.Kom, Nilam Wardasari, S.I.Kom., M.I.Kom. xv Difusi Inovasi dan Adopsi IVA Test dan Sadarnis Screening : Pemenuhan 1177 Hak Perempuan Miskin Atas Akses Layanan Pencegahan Kanker Serviks dan Payudara Dr. Tri Hastuti Nur Rochimah Efektifitas Model Komunikasi Berbasis Masyarakat dalam 1197 Mengembangkan Teknologi Informasi dan Komunikasi di Desa Dr. Dedeh Fardiah, Dr. Rini Rinawati, Dr. Ferry Darmawan Pengembangan Green Urban Development Kota Surabaya 1219 Yusuf Hariyoko, S.A.P., M.A.P., Anggraeny Puspaningtyas, S.AP., M.A.P. Kajian Strategi Pengelolaan Sumberdaya Laut pada Masyarakat Adat 1245 dalam Kawasan Kaombo di Wabula Kabupaten Buton Dewi Anggraini, S.Sos, M.Si., Dr. La Ode Muh Umran, M.Si. Dampak Kampanye Energi Terbarukan pada Masyarakat Pemulung di 1261 Kampung Mandiri Energi Kota Kendari Dr. M. Najib Husain, S.Sos., M.Si., Marsia Sumule, S.Sos, M.Si Peran Media Baru dalam Pemberdayaan Masyarakat 1275 Ilham Gemiharto, S.Sos., M.Si., Drs. Hadi Suprapto Arifin, M.Si. Dinamika Komunikasi Quintuple Helix Dalam pengelolaan Sampah 1297 Mandiri di Kabupaten Garut Dr. Herlina Agustin, Dr. Dadang Rahmat Hidayat, M.Si., SH., Gumgum Gumilar, M.Si. Jaringan Komunikasi Dalam Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat di Kabupaten Bantul xvi 1309 Titi Antin, S.Sos., M.Si., Hermin Indah Wahyuni Pola Jaringan Komunikasi Pemberdayaan Komunitas Pemulung 1331 "MARDIKO" di TPST Piyungan Wuri Rahmawati, M.Sc. xvii e-Proceeding | COMICOS 2017 SUBTEMA INDUSTRI KREATIF DAN ENTERPRENEURSHIP 1 e-Proceeding | COMICOS 2017 2 e-Proceeding | COMICOS 2017 DISTRO BETAWI: WUJUD EKSISTENSI ORANG BETAWI MASA KINI Halimatusa’diah Peneliti Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI Email: [email protected] Abstrak Berbicara tentang Betawi, maka serangkaian narasi yang muncul dalam imaginasi tentang Betawi adalah Betawi yang pemalas, tidak berpendidikan, dan stereotype negatif lainnya. Sebagai kelompok etnik lokal di Jakarta, Betawi memang seakan tenggelam, kalah bersaing dengan pendatang, dan tidak menjadi tuan rumah di wilayahnya sendiri. Namun, di tengah-tengah potret buram tentang Betawi tersebut, kini bermunculan industri-industri kreatif yang mengusung simbol- simbol budaya Betawi. Dengan argumen bahwa sudah saatnya Betawi bangkit dan berdiri sejajar dengan pendatang, mereka kemudian melakukan komodifikasi budaya dengan mendirikan distro- distro Betawi. Di tangan mereka, simbol-simbol budaya Betawi diekspresikan melalui caracara yang kreatif sebagai mode ekspresi identitas budaya di ruang sosial yang multietnik. Apa yang menyebabkan mereka bangkit untuk meneguhkan identitasnya di tengahtengah heterogenitas masyarakat Jakarta dan dominasi pendatang? Melalui pendekatan kualitatif, Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fenomena kemunculan industriindustri kreatif Betawi ini. Wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumentasi digunakan sebagai metode pengumpulan data untuk mendapatkan deskripsi yang mendalam mengenai fenomena yang dikaji. Penelitian ini menemukan bahwa hadirnya industri-industri kreatif Betawi saat ini adalah sebagai bentuk perlawanan terselubung terhadap stereotype yang dilekatkan pada mereka. Selain itu, hal ini juga merupakan upaya mereka untuk membangun narasi baru tentang Betawi, yakni Betawi yang kreatif, tidak malas, dan mampu bersaing dengan pendatang. Simbol-simbol budaya Betawi dihadirkan melalui cara-cara yang kreatif sebagai upaya menghadirkan kembali identitas Betawi di tengah-tengah heterogenitas masyarakat Jakarta dan dominasi pendatang. Kata kunci: Betawi, Stereotip, Komodifikasi Budaya, Eksistensi Identitas Budaya PENDAHULUAN Salah satu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia yang majemuk adalah praktik pembedaan dalam masyarakat yang berujung pada diskriminasi, stereotip, rasisme. Praktik pembedaan tersebut, muncul akibat ketidakjelasan peranan suatu etnik dalam masyarakat. Adanya perbedaan di tengah keberagaman masyarakat, memperkuat kebutuhan untuk dapat mengidentifikasi diri dalam lingkungannya. 3 e-Proceeding | COMICOS 2017 Identitas menjadi suatu hal yang penting bagi manusia untuk memberikan kejelasan siapa diri mereka, apa peran dalam hidup, dan posisi mereka untuk menjalin relasi dengan manusia lainnya serta dalam lingkungan masyarakatnya (Woordward, 1997:1). Kendati masyarakat multikultural mendasarkan diri pada ideologi perbedaan dalam keberagaman, namun tidak bisa dipungkiri bahwa praktikpraktik negatif atas dasar hal tersebut masih dapat ditemui. Untuk itu, diperlukan perjuangan bagi seorang individu maupun kelompok yang berpotensi sebagai pihak yang tidak diuntungkan untuk bertahan di tengah masyarakatnya yang beragam. Hal tersebut menjadi permasalahan dan tantangan yang besar bagi setiap individu dan kelompok, sehingga mereka termotivasi untuk dapat menemukan dan menunjukkan identitasnya di tengah keragaman masyarakat yang multicultural. Jakarta merupakan salah satu kota yang multikultural di Indonesia. Sebagai kota metropolitan dan menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial dan budaya, berbagai peluang yang ditawarkan di Jakarta merupakan magnet yang menjadi daya tarik bagi ribuan pendatang yang setiap tahun mengalir masuk ke ibukota. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 menunjukkan ada lebih dari 30 etnis yang mendiami Jakarta (BPS 2010). Arus masuk penduduk dari bermacam-macam etnis secara besar-besaran telah terjadi sejak tahun 1950-an, dimulai dengan program pembangunan untuk menjadikan Jakarta sebagai Kota Metropolitan dan untuk membuatnya setara dengan ibu kota bangsa-bangsa yang besar seperti Bangkok, Singapura, atau Manila. Pembangunan, dianggap merupakan suatu kebutuhan, untuk memberikan kenyamanan bagi pengusaha dan wisatawan asing dan mampu bersaing dengan Singapura atau ibu kota lainnya (Blackburn, 2013: 294). Namun sayangnya, agenda modernisasi Jakarta, tidak 4 e-Proceeding | COMICOS 2017 dibarengi dengan upaya menjaga etnik lokal dan budayanya. Perlahan namun pasti, etnik lokal di Jakarta semakin tersingkir oleh derasnya pembangunan. Sebagai etnik local di Jakarta, orang Betawi harus mengikhlaskan tanahnya untuk dijadikan gedunggedung bertingkat dan pusat kegiatan politik dan ekonomi. Padahal, hilangnya tanah menyebabkan hilangnya mata pencaharian Betawi yang notabene sebagai petani. Hilang tanah, juga menyebabkan hilang berbagai ritual budaya Betawi yang semakin lama dapat menyebabkan terkikisnya identitas budaya Betawi. Tidak hanya sampai di situ, derasnya arus pembangunan membuka peluang kerja yang luas. Akibatnya, migrasi penduduk menjadi hal yang tak terelakkan. Para pendatang kemudian berkembang menjadi lebih dominan, khususnya dalam bidang ekonomi dan hal ini berimplikasi pada kemunduran orang Betawi sebagai etnik lokal. Orang Betawi semakin tenggelam dalam gemerlapnya Jakarta dan kalah bersaing dengan pendatang. Hal ini juga disadari oleh orang Betawi sendiri, seperti ungkapan berikut: “kita ini sebagai penduduk aslinya kan selalu mengalah. Lagipula, mereka yang berada di kota ini kan para penggede. Sedangkan orang-orang Betawi mayoritas pendidikannya hanya sampai SMA. Ada pula yang sampai tingkat akademi, tetapi kan tidak sehebat orang- orang luar.” (Benyamin S, dalam Jakarta milik perantau, dalam Majalah Seribu Wajah Jakarta: edisi khusus 454 tahun Jakarta, h. 39) Dalam sejarah panjang “tertidur lama’ kini kita melihat munculnya beragam kegiatan kebetawian dalam ruang-ruang sosial di Jakarta. Gejala yang paling tampak, antara lain meningkatnya beragam kegiatan-kegiatan ke-Betawi-an. Kita bisa melihat misalnya, kegiatan- kegiatan seperti Festival Budaya Betawi yang meningkat tajam dalam 5 tahun belakangan ini. jika tahun 2010 hanya sekitar dua puluh perayaan festival Betawi, namun tahun 2015, jumlah ini kian meningkat menjadi sekitar enam puluhan 5 e-Proceeding | COMICOS 2017 perayaan festival di berbagai sudut kota Jakarta1. Selain itu, media-media tentang Betawi (misal, majalahbetawi.com, orangbetawi.com, kampungbetawi.com, Betawikita.id) dan gerakan literasi Betawi (missal, Betawi Kita, Gelatik, Baca Betawi) juga marak bermunculan. Salah satu yang cukup menarik perhatian masyarakat adalah kehadiran distrodistro Betawi. Distro-distro Betawi hampir sebagian besar dikelola oleh sekelompok generasi-generasi muda Betawi. Di tangan mereka, Simbol-simbol Betawi yang dikomodifikasikan dan ditransformasikan secara kreatif melalui bentuk-bentuk kekinian. Apa yang mereka lakukan adalah upaya untuk membuat sebuah terobosan dengan menghadirkan Betawi di tengah-tengah masyarakat Jakarta yang telah di dominasi oleh budaya-budaya modern dan anak-anak muda yang semakin lupa akan budaya Betawi sebagai budaya lokal di Jakarta2. Salah satu Distro Betawi yang konsisten dalam upaya untuk menghadirkan simbol-simbol budaya Betawi dalam setiap produknya adalah Betawi Punye Distro (BPD). Menariknya, pengelola BPD merupakan sekelompok anak-anak muda yang memiliki profesi masing-masing. Artinya, mereka bukan menjadikan BPD sebagai sumber mata pencaharian utamanya. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, untuk kepentingan apa BPD didirikan? Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fenomena kemunculan distro-distro Betawi di Jakarta. Dalam ranah akademis, upaya yang dilakukan oleh sekelompok anak muda Betawi ini dapat dipandang 1 Pengamatan awal penulis yang didapat dari berbagai media online sebagai bangkitnya sense of collectivisme dan upaya untuk menegosiasikan identitas dan merespon ketersingkiran mereka di tengah keragaman masyarakat 6 e-Proceeding | COMICOS 2017 Jakarta. Kajian tentang kelompok etnik local dalam merespon ketersingkiran mereka memang bukanlah kasus yang khas, -dalam arti masih ada kelompok etnis lain di nusantara yang juga mengalami hal yang sama, seperti Ulun Lampung3 dan Masyarakat di Bali4- (Sinaga, 2016; Atmadja, 2010). Namun, cara-cara masingmasing kelompok etnik ini dalam merespon ketersingkiran yang mereka alami sudah pasti akan berbeda antara satu dengan yang lainnya sebagai buah dari perbedaan setting budaya dan sejarahnya. Posisi orang Betawi yang ter-alienasi akibat pembangunan yang tuna kebudayaan dan dominasi pendatang, serta stereotype inferior yang dilekatkan pada kelompok etnik ini, menyebabkan fenomena kemunculan Distro Betawi ini amat menarik untuk dikaji. Meneliti kelompok anak muda Betawi ini dalam konteks masyarakat multikultural dapat mengungkapkan strategi kelompok etnik yang terpinggirkan dalam kaitannya dengan identifikasi diri dan negosiasi mereka sebagai buah pembelajaran dalam menghadapi realitas masyarakat yang semakin global. Dalam banyak literature, wacana tentang bangkitnya kelompok etnik lokal di Indonesia umumnya masih dikaji dari sudut pandang politik identitas yang menempatkan momentum reformasi dan otonomi daerah di Indonesia sebagai pendorong utama (Atmadja, 2010; Sjaf, 2014; Buchari, 2014; Sinaga, 2014; Kumbara 2008)5.Meski cukup sering dibicarakan, masalah di atas jarang sekali dilihat dari dari sudut pandang komunikasi. Upaya untuk memahami mengapa tindakan-tindakan kolektif tersebut terbentuk dan bagaimana cara-cara mereka membangun sense of Waawancara dengan Davi kemayoran salah satu pengelola BPD, 20 Desember 2016 Ulun lampung berupaya untuk merespon ketersingkiran mereka dengan merevitalisasi tradisi Piil Pasenggiri 4 Masyarakat di Bali, mengadakan gerakan Ajeg Bali, sebagai upaya untuk merespon ketersingkiran mereka dan krisis identitas akibat globalisasi 2 3 7 e-Proceeding | COMICOS 2017 collectivisme dalam konteks komunikasi masih belum banyak mendapat perhatian. Berangkat dari konteks tersebut, penulis menganggap bahwa fenomena tersebut dengan beragam persoalan yang menghimpitnya, masih penting untuk dieksplorasi lebih jauh. Dengan menempatkan Betawi sebagai kelompok Ko-Kultural, penelitian ini bertujuan menganalisis strategi yang digunakan anak-anak muda Betawi dalam membangun sense of collectivisme, melawan ketersingkiran dan juga stretotp yang dilekatkan pada mereka. 5 8 Reformasi sistem politik nasional di bawah rezim Orde Baru yang sentralistik dan diberlakukannya Undang-Undang No 34 Tahun 2003 tentang otonomi daerah telah menjadi momentum penting bagi kelompok etnis di Indonesia, termasuk orang Sasak, untuk mengembangkan kesadaran dan solidaritas kelompok etnis dalam rangka melawan dan merebut dominasi suku bangsa lain, baik di bidang politik, ekonomi, maupun budaya. Gerakan indeginisasi dan adatisasi yang dilakukan orang Sasak belakangan ini, misalnya, dapat dipandang sebagai bagian dari proses politik identitas orang Sasak dalam merespons perubahan dan tantangan yang dihadapi atau tindakan semacam itu dapat dipandang sebagai salah satu bentuk strategi politik identitas para elite Sasak untuk merevitalisasi, meredefinisi, dan mereaktualisasi potensi sumber daya budaya, adat dan agama, yang selanjutnya akan dijadikan instrumen untuk meningkatkan kesadaran identitas “diri” dan solidaritas di antara mereka (Kumbara, 2008). Demikian halnya dengan Ulun Lampung, Melalui isu liberalisasi politik, otonomi daerah, dan desentralisasi kepegawaian, ulun Lampung meredefenisi dirinya, membangun ulang jati diri, menghidupkan klaim sebagai etnis lokal, dan memiliki teritori atas Lampung sehingga pada suatu saat mereka dapat mengatakan “inilah orang Lampung (Sinaga, 2014). e-Proceeding | COMICOS 2017 METODE PENELITIAN Penelitian tergolong pada jenis penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan dokumentasi untuk mengambil data-data tertulis yang mendukung fokus penelitian. Data yang terkumpul dianalisis melalui data reduction, data display, dan conclusion drawing/verifying (Denzin dan Lincoln, 1994). Telaah dokumen dilakukan untuk mendapatkan informasi-informasi terkait dengan persoalan penelitian yang berasal dari dokumen- dokumen tertulis yang relevan dengan penelitian ini. PEMBAHASAN Etnik Betawi: dari Penyingkiran hingga Stereotip Inferior Ada beberapa pendekatan untuk melihat siapa orang Betawi. Dalam hal ini, Chaer (2015:11) secara apik mengidentifikasi beberapa pendekatan dalam melihat siapa yang dimaksud dengan orang Betawi. Pendekatan sejarah menyatakan bahwa orang Betawi atau etnis Betawi adalah etnis yang lahir dari pencampuran pernikahan berbagai etnis yang ada di Batavia pada abad ke-17 dan ke-18. Generasi yang lahir dari pernikahan campur ini tidak lagi mengenal etnis ayah- ibunya, sehingga mereka disebut orang Betawi (Chaer, 2015). Pendekatan lokasi (tempat) berkonsep bahasa Betawi adalah nama tempat atau lokasi yang identik dengan Batavia pada masa VOC dan Hindia Belanda atau Jakarta sebelum proklamasi Kemerdekaan. Ada beberapa bukti Betawi sama dengan Batavia, antara lain dalam halaman kulit buku Lie Kim Hok (1884), yang berjudul Melajoe Betawi; ada keterangan “Tertjetak pada Toewan W. Bruining & Co., Betawi, 1884”. Contoh lain dalam rubrik “Omong-omong Hari Senen” pada suratkabar Taman Sari 9 e-Proceeding | COMICOS 2017 edisi 9 Mei 1904 menyebutkan nama Asiten Residen Betawi. Kiranya, para pribumi menggunakan istilah Betawi, sedangkan orang Belanda menyebutnya Batavia. Jika pendekatan lokasi yang digunakan untuk menyatakan siapa orang Betawi, maka jelas orang Betawi adalah Pribumi yang ada di kota Batavia, yang oleh Residen Batavia disebut Bataviaan (Lohanda, 2004). Jadi, siapapun yang berada di luar Batavia bukan orang Batawi. Pendekatan bahasa menyatakan orang Betawi adalah orang yang menggunakan bahasa Melayu Betawi. Lalu menurut hasil penelitian Muhadjir, dkk (1986), penggunaan bahasa Betawi bukan hanya di wilayah administrasi pemerintahan DKI Jakarta saja, tetapi jauh sampai ke wilayah Tangerang di sebelah barat; jauh sampai ke wilayah Depok/Bogor di sebelah selatan; dan jauh sampai ke wilayah Bekasi disebelah timur (Multamia, 1986). Jika pendekatan penggunaan bahasa juga dipakai, maka orang Betawi mempunyai wilayah kedudukan yang sangat luas, termasuk komunitas Kampung Sawah di Pondok Gede yang beragama Kristen dan Komunitas Masyarakat Tugu yang beagama Kristen (dalam Chaer, 2015). Menurut keterangan lisan Uri Tadmor, seorang Jerman peneliti bahasa Melayu bahwa sebenarnya Komunitas Tugu juga berbahasa Melayu dengan kosakata yang banyak diambil dari bahasa Portugis (Tadmor, 2007). Grijns (1991) juga melihat Betawi–ia menyebutnya Jakarta–dari penggunaan bahasa sehingga wilayah penelitian mulai dari Tangerang di sebelah barat, Cisalak disebelah selatan dan Bekasi di sebelah timur (Chaer, 2015: 12-13). Pendekatan agama melihat etnis Betawi dari agama Islam. Jika pendekatan agama yang digunakan–seperti dinyatakan Koentjaraningrat (1975: 4-5), Telden (1985:35) 10 e-Proceeding | COMICOS 2017 dan Abeyasekere (1985: 21) maka komunitas di Kampung Sawah di Kampung Tugu bukanlah orang Betawi. Namun, Amsir (2011) dalam Kongres Kebudayaan Betawi pada penghujung 2011 yang lalu, menyatakan bahwa Betawi identik dengan Islam. Maka, ia bukanlah Betawi jika bukan beragama Islam. Berikutnya adalah yang menggabungkan pendekatan agama (Islam) dan lokasi (tempat). Jadi, seorang Betawi adalah yang tinggal di kota Batavia (Jakarta sekarang) dan beragama Islam. Kiranya pendekatan inilah yang banyak dianut dan dipahami orang Betawi pada waktu yang lalu. Oleh karena itu, mereka menyebut dirinya orang Betawi atau orang Selam (Islam) (Chaer, 2015: 13). Dalam laju perkembangan kota Jakarta, Orang Betawi, sebagai etnik local di Jakarta, kerap dipersepsikan sebagai kelompok etnik yang marginal, karena sejarahnya yang dianggap sebagai masyarakat asli (pribumi) di Jakarta, namun mereka kini hidup di pinggrian Jakarta akibat pembangunan Jakarta. Karenanya, tidaklah heran jika Chaer (2015) pengamat yang juga budayawan Betawi mengatakan, bahwa kebudayaan masyarakat Betawi berada dalam keadaan utuh hanya sampai era 1950-an. Setelah era 1950-an, kebudayaan betawi menjadi tidak utuh lagi karena pendukung kebudayaan itu, yaitu masyarakat Betawi, sudah mulai tercerai berai sebagai akibat dari pembongkaran kampung-kampung tempat tinggal orang Betawi untuk keperluan perluasan kota Jakarta dan penyediaan pemukiman-pemukiman baru seiring penduduk Jakarta yang semakin melimpah oleh pendatang (Chaer, 2015: V). Ada sejarah “eksklusi” atas nama pembangunan di mana Betawi hanya menjadi penonton dalam gerak langkah pembangunan Jakarta6. Pembongkaran kampungkampung Betawi, yang sudah dimulai sejak 1949 untuk dibangun kota satelit Kebayoran Baru. Pada waktu itu, tidak kurang dari 730 hektar perkampungan Betawi 11 e-Proceeding | COMICOS 2017 dibongkar, beserta 1.688 buah rumah, kandang ternak serta 700.000 buah pohon produktif milik orang Betawi (Shahab, 2004). Pengbongkaran kedua dilakukan terhadap kampung Senayan dan Petunduan (nama kampung kedua ini sudah tidak dikenal lagi) untuk membangun fasilitas olah raga dalam rangka penyelenggaraan Asian Games. Setelah itu, pada akhir 1960-an, giliran kampung Kuningan dan Pondok Pinang dibongkar untuk fasilitas perkantoran dan perumahan mewah. Setelah itu menyusul pembongkaran di seluruh wilayah Jakarta tanpa terkendali (Chaer, 2015: VI). Pembongkaran-pembongkaran ini berarti “memindahkan” orang Betawi ke tempat lain yang jauh di pinggiran Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Meskipun masih banyak orang Betawi yang bertahan dan tinggal di dalam kota, tetapi budayanya sudah berubah. Jika pada awalnya berkehidupan dari hasil tanah atau kebunnya, kini mereka harus hidup dari bekerja buruh, pegawai dan pedagang kecil atau bekerja sebagai apa saja (Chaer, 2015: VI). Inilah yang disebut oleh Yahya Andi Saputra sebagai “kecelakaan sejarah” atas kebijakan pembangunan yang “ditolerir” oleh orang Betawi sendiri7. Perubahan dari berkehidupan dikampung dengan tanah yang luas menjadi berkehidupan dalam kompleks perumahan dengan tanah yang sempit menyebabkan, misalnya, tidak ada lagi permainan anak-anak seperti main dampu, main gala asin, atau main ketok kadal karena ketiga permainan tersebut memerlukan lahan yang luas. Begitu pula, tidak ada lagi permainan yang memerlukan alat yang didapat dari kebun, seperti main kuda-kudaan atau main bandring karena tidak ada lagi pohon pisang yang menjadi alat permainan. Selain itu, permainan galeho yang punah karena tidak ada lagi batang padi yang menjadi bahan baku permainan tersebut (Chaer, 2015: VI- VII). 12 e-Proceeding | COMICOS 2017 Sebagai ibukota pemerintahan, Jakarta dibayangkan oleh Presiden Soekarno mempersonifikasikan semangat kekuatan bangsa-bangsa yang baru merdeka dari penjajahan, sebuah kota besar modern dengan bangunan, fasilitas dan kehidupan modern. Tidak semua keinginan Presiden Soekarno itu terwujud dimasanya, namun agaknya menjadi “takdir” bahwa Jakarta akan berkembang ke arah itu. Sejak awal Orde baru, semasa Ali Sadikin menjadi Gubernur Jakarta dari tahun 1966, ia meneruskan gagasan Bung Karno membangun Kota Metropolis (Abeyasekere, 1989:113).8 Kebutuhan lahan untuk berbagai jenis fasilitas seperti perkantoran, perumahan, sarana kesehatan atau sarana olahraga semakin lama semakin meningkat dan telah menimbulkan persoalan pertanahan dikalangan orang Betawi, termasuk pembelian tanah penduduk secara murah atau secara murah atau secara paksa (Aziz, 2002: 101102). Namun dibalik itu, orang Betawi juga tidak sadar bahwa Tanah merupakan fungsi Budaya. Padahal, tanah merupakan salah satu syarat keberlangsungan budaya. Hilang tanah, hilang pula tradisi dan identitas Betawi. Namun, pada masa itu, tidak ada perlawanan dari orang Betawi. Betawi yang toleran, merelakan tanahnya untuk dijual demi pembangunan Jakarta. Penggusuran di Jakarta yang tuna kemanusiaan, tuna kebudayaan, memperlebar jurang sosial dan meniadakan kelas sosial masyarakat lokal, sehingga meng-alienasi keberadaan orang Betawi sebagai penduduk lokal. 6 Lebih jauh, penggusuran Betawi mulai abad 20, lihat buku sekitar 200 tahun sejarah Jakarta 1750-1945 7 Wawancara dengan Yahya Andi Saputra, Budayawan Betawi, 20 Oktober 2016 13 e-Proceeding | COMICOS 2017 Hal inilah yang menurut penulis kemudian memunculkan stereotip yang sangat kuat yaitu “Orang Betawi tukang jual tanah”. Padahal, menurut Palupi (2015)9 Kalau kita berangkat dari titik Human Right, pernyataan bahwa “Orang Betawi tukang jual tanah“ harus dilihat dalam konteks historisnya, “Betawi tukang jual tanah” -itu tidak titik (.) namun kalimat itu harus diberi tanda tanya (?)- “Betawi tukang jual tanah?”, mengapa? Artinya kalimat itu belum selesai. Dalam perspektif human right seperti dikatakan Palupi sebagai berikut: “Betawi jual tanah karena hak ekonomi, sosial, budaya orang Betawi tidak terpenuhi akibat pembangunan Jakarta dan Kapitalisme. Nah itu yang terjadi, orang Betawi jadi tukang jual tanah karena ada hak yang hilang atau dihilangkan, atau tidak terpenuhi atau bahkan dirampas. Sebaliknya juga ketiadaan tanah, atau hilangnya atas tanah membuat hak ekonomi sosial budaya orang betawi tidak terpenuhi. Jadi ada multiplayer efek atas pelanggaran hak ekonomi sosial budaya. Jadi yang pertama adalah tidak terpenuhinya hak ekonomi, sosial, budaya masyarakat betawi membuat masyarakat betawi ini tukang jual tanah. Ya kan? Sebaliknya ketika tanahnya sudah habis, orang betawi kehidupan masyarakat betawi atau status atau kondisi hak ekonomi, sosial, budayanya semakin parah. Jadi ada proses pemiskinan yang semakin parah dihadapi oleh masyarakat betawi, dan itu sudah terjadi sejak jaman kolonial, proses itu”. Susan Abeyasekere (1989), op.cit. hal.167-171 dan 215-220, h. 113) Disampaikan dalam diskusi Betawi Kita dengan tema “Betawi dan Tanah”, Komunitas Bambu Depok, 2015. 88 9 14 e-Proceeding | COMICOS 2017 Beberapa pengamat yang konsen terhadap kehidupan sosial masyarakat Betawi, mengidentifikasi beberapa penyebab ketersingkiran orang Betawi dalam ruang-ruang sosial di Jakarta. Aziz (2002) dan Blackburn (2011) misalnya, menggambarkan bagaimana proses peminggiran yang terjadi pada masyarakat Betawi melalui berbagai peraturan yang dikenakan terhadap kepemilikan tanah mereka, diantaranya yang paling penting ialah izin mendirikan bangunan (IMB) dan pajak bumi bangunan (PBB). Karena hal inilah, banyak orang Betawi yang rumahnya dirobohkan -pada dasawarsa 1970-an- karena tidak memiliki IMB. Seperti di masa kolonial dimana perluasan jaringan jalan raya juga telah mengakibatkan harga tanah di pinggir jalan meningkat, perluasan jalan sesudah masa kemerdekaan pun memperlihatkan kecenderungan yang sama. Sebagai akibatnya, selain menghadapi persoalan IMB, orang Betawi juga menghadapi masalah pembayaran PBB yang semakin besar jumlahnya dan menjadi gangguan serius bagi kemampuan ekonomi dari kebanyakan orang Betawi. (Aziz, 2002:10 102; Blackburn, 2013). 10 Orang-orang Kuningan, Jakarta Selatan, yang pada dasawarsa 1970-an tergusur dari wilayah mereka. Sebagian mereka pindah ke daerah Mampang dan sebagian lagi ke Pondok Rangon, Pasar Rebo. Mereka pindah ke Mampang (yang sekarang sudah menjadi bagian kota), meneruskan pekerjaan mereka dahulu, baik sebagai peternak sapi perah atau menjadi pembuat tahu-tempe. Tidak ada yang menyangka bahwa di balik sejumlah rumah tepi jalan ramai di Mampang, terdapat peternakan sapi yang susunya diperah setiap hari atau pabrik tahu tempe. Demikian pula sebagian mereka yang pindah ke Pondok Rangon, meneruskan sebagai peternak sapi perah atau sebagai petani buah- buahan dan sayuran. Penduduk Mampang sendiri dimasa lalu terkenal sebagai petani penghasil belimbing dan rambutan. Mereka yang bertahan didaerah perkotaan seperti Mampang dan tidak melanjutkan profesi lama, pada umumnya bekerja sebagai pemilik rumah kontrakan atau membuka warung/toko dengan memanfaatkan sisa lahan didekat rumah tinggal mereka (Aziz, 2002: 103). 15 e-Proceeding | COMICOS 2017 Akibat lanjutannya ialah semakin banyak orang Betawi yang terpaksa menyingkir ke daerah pinggiran. Alih pekerjaan mereka yang lambat disektor modern, menyebabkan mereka tetap setia kepada profesi lama di pemukiman mereka yang baru. Dalam perspektif sosial kemasyarakatan seperti itulah, orang Betawi kemudian tersisih dari kehidupan kota metropolitan Jakarta. Orang Betawi sendiri merasa, ada sesuatu yang salah dengan diri mereka, meskipun tidak didasari secara umum apa bentuk kesalahan itu. Perasaan bersalah tersebut terbaca dalam tajuk sebuah majalah yang diterbitkan orang-orang Betawi berikut ini: (Aziz, 2002: 103-104). “Jakarta, tampaknya tidak terlalu ramah buat sebagian besar kaum Betawi. Lihatlah berbagai fasilitas yang serba ‘wah’ di ibukota Negara ini, apa boleh buat menang, belum bisa dinikmati oleh penduduk asli Jakarta. Ironisnya, banyak diantara mereka-penduduk asli Jakarta itu-harus tergusur ke pinggirpinggir kota. Pindah atau terpaksa pindah demi dan atas nama pembangunan kota yang kian cepat itu. Betawi makin menepi. Maka tak salah jika ada yang bertanya, adakah yang salah pada orang Betawi?” (Majalah Jendela Betawi, 1990:4) Castells (2007:87-88) mengidentifikasi beberapa hal yang menjadi penyebab ketersingkiran orang Betawi di Jakarta. Pertama, Kemungkinan terbesar penyebab ketersingkiran mereka dari lingkaran atas kehidupan nasional adalah tingkat pendidikan mereka yang rendah. Sensus tahun 1930 menunjukkan bahwa wilayah Jakarta merupakan salah satu wilayah terbelakang dalam bidang pendidikan umum. Prosentase melek-huruf di Batavia (11,9) merupakan angka yang rendah bagi daerah perkotaan (sebagai contoh dibandingkan dengan Bandung, yaitu 23,6%). Selain itu, mereka yang melek-huruf hampir bisa dipastikan bukan merupakan orang Betawi. Beberapa wilayah dengan tingkat melek-huruf terendah di Jawa terdapat pada distrikdistrik pedesaan yang berbatasan langsung dengan Jakarta. Distrik semacam ini 16 e-Proceeding | COMICOS 2017 mayoritas dihuni orang Betawi. Wilayah tersebut adalah Kebayoran (1,3%), Cikarang (1,3%), Parung (1,5%)11. Diluar wilayah Jakarta Raya masih menunjukkan tingkat melek-huruf yang jauh dibawah rata-rata nasional12 Kedua, keterbelakangan orang Betawi mungkin juga berhubungan dengan asal usul mereka dan karakter pemerintahan belanda di wilayah Jakarta yang berlangsung lama dan bersifat langsung. Suku bangsa Betawi mulai muncul dalam suatu lingkungan dimana semua peran elite yang lebih tinggi disediakan untuk ras lainnya. Seperti dikatakan Castles (2007: 87-88), memang benar bahwa pendahulu mereka memiliki unsur elite, yaitu para kepala kepala kelompok Melayu, Bugis dan Bali dan Condottieri pemimpin pasukan, yang memimpin orang-orang suku mereka sendiri dan kadang kala menerima pemberian tanah yang cukup luas13. Kecenderungan yang terjadi adalah tanah-tanah partikelir tersebut berpindah tangan pada orang-orang Eropa dan Cina. Selama abad ke sembilan belas, ommelanden Batavia diperintahkan secara langsung daripada bagian lain pulau Jawa. Orang Eropa memegang jabattan hingga ke tingkat schout atau sheriff, dan tidak ada bupati pribumi14. Ketika para bupati diangkat pada abad ke dua puluh. Jabatan ini diisi oleh orang- orang yang berasal dari bagian lain pulau Jawa. Sehingga tidak ada unsur elite Betawi diatas level demang atau wijkmeester (setara dengan lurah penyunting)15. Volkstelling 1930, Vol I Tabel 24 dan hal 65-66. Rata-rata melek huruf di Jawa Barat adalah 7,1% . seluruh prosentase ini hanya mengacu kepada penduduk pribumi. 12 Sebagai contoh dari populasi penduduk pribumi berusia 10 tahun keatas 81,9% di Cengkareng tidak mengikuti sekolah sama sekali. Demikian pula 78,3% di Kebon Jeruk dan 79,1% di Pulo Gadung, sedangkan rasio nasional 64,8%. Di Cengkareng, pada kelompok usia 7-13 tahun hanya seperempat 11 17 e-Proceeding | COMICOS 2017 yang mengikuti pendidikan formal pada tahun 1961! Sensus 1961 hal 26,28. Bandingkan Peta 8. Contohnya adalah Atoe Petoedjoe dariBone (asal wilayah Petojo): Abdullah Saban, Kapten orang Sumbawa yang meninggal dunia sebagai Letnan dalam Angkatan Laut Kerajaan Belanda pada tahun 1813; dan seluruh dinasti Melayu dari Patani di Thailand, yang sering bertindak sebagai penengah dalam hubungan antara pemerintahan Belanda dengan para pangeran di Indonesia. Lihat De Haan, Oud Batavia, Vol I, hal. 367-375. Seorang kepala suku Bali yang meninggal tahun 1711 meninggalkan 3.000 rijksdaalders dalam wasiattnya kepada putri Gubernur Jendral; pada tahun 1746 sekelompok orang Bali mendapatkan hadiah kontrak seluar 19.000 rijksdaalders untuk jasanya memperdalam kanal-kanal kota (lekkerkerker, “De Baliers van Batavia,” hal. 427-428). 14 J.J. Hollander, Handleiding bij de Boefening der Land-en Volkenkunde van Nederlandsch Oost-Indie (Breda:1895) Vol. I hal. 134. Untuk mengetahui administrasi wilayah Batavia pada pertengahan abad ke sembilan belas, lihat Van der Aa, Nederlandsch Oost-Indie, Vol II. Hal 267-270. 13 18 e-Proceeding | COMICOS 2017 Ketiga, Kehadiran Islam di Batavia mungkin juga turut berperan penting dalam masalah ini. Di masa kolonial di Batavia, unsur-unsur Kristen – orang-orang Mardjiker, Depok atau Indo – berusaha meniru ras yang berkuasa dan berusaha keras untuk mencapai status Eropa, meskipun para penguasa segan untuk memberikannya. “Belanda Depok” terkenal dengan gaya Eropa mereka, dan banyak diantara mereka akhirnya mencapai status hukum Eropa pada tahun 193016. Islam, sebaliknya, memberikan kenyamanan kepada penduduk mayoritas yang telah pasrah untuk menempati secara permanen tangga terbawah dalam jenjang sosial. Orang Betawi, yang secara kuat mengasosiasikan diri sebagai orang selam (Muslim) takut akan pendidikan barat karena mereka menganggapnya sebagai tahap pertama dalam Kristenisasi dan karena itu tidak mau mengikutinya (Castles, 2007: 90-91). Dalam pandangan Aziz (2002:115) sikap penarikan diri orang Betawi dari dunia modern dan identifikasi yang kuat terhadap Islam di masa penjajahan, telah menimbulkan ongkos sosial yang amat mahal, yang akibat-akibatnya masih terus terasa hingga hari ini, akibat langsung ialah absennya kelompok elite yang mampu mengartikulasikan kepentingan politik, ekonomi, dan kebudayaan dalam kehidupan Jakarta masa kini yang metropolis. KH. Syafi’i Hadzami seorang 15 Ketiadaan kelompok elite penguasa itu bukan hanya dalam pos-pos tengahan (middle range) dijajaran Pemda DKI Jakarta. Menurut pengamatan Amri Marzali,15 didalam Almanak Jakarta tahun 1976 nampak bahwa “hampir semua pegawai tinggi pada kantor Pemda DKI Jakarta adalah orang yang lahir diluar Jakarta”. Sangat mungkin, setelah hamper dua dasawarsa berlalu, dewasa imi telah terjadi perubahan pada komposisi para pegawai tinggi itu, meskipun sulit dipantau secara akurat kebetawi-an mereka. (Aziz, 2002:115) 16 Lihat M.Buys “Depok” De Indische Gids, 1890, Vol II hal. 1239 Buys mendiskripsikan orang Depok: “penampilan pria kurang menarik, mengenakan pakaian menurut gaya yang mirip orang Eropa, banyak diantara mereka yang menghabiskan waktu mereka untuk tidak melakukan apa-apa. Mereka yakin bahwa para pemilik tanah tidak layak untuk bekerja mengolah lahan dan secara umum pekerja kasar diberikan kepada orang-orang non-kristen. Kebencian mereka terhadap pekerjaan kasar ini… kadangkala didasarkan pada kebanggaan terhadap kepercayaan Kristen mereka. Dimana mereka sejauh mungkin berharap untuk menempatkan diri mereka sejajar dengan orang- orang Eropa di Hindia, yang hanya sesekali melakukan pekerjaan kasar yang sesungguhnya. 19 e-Proceeding | COMICOS 2017 ulama terkemuka Betawii, merasakan ketidakmampuan orang Betawi utuk menyusun posisi tawar politik yang kuat, saat Letjen (Pur) M. Sanif, seorang putera Betawi yang dicalonkan dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 1992, gagal meraih jabatan “Susah, orang Betawi nggak punya cantolan”. Absennya orang Betawi dalam pilkada Jakarta, semakin melegitimasi bahwa “Orang Betawi belum mampu menjadi tuan rumah di wilayahnya sendiri. Dalam ruangruang social, Betawi selalu dilekatkan dengan serangkaian stereotip negatif seperti, terbelakang, tidak berpendidikan, malas bekerja, dan stereotype negatif lainnya17. serangkaian narasi tersebut, menjadikan Betawi lekat dengan identitas sebagai kelompok yang inferior. Bahkan, dalam banyak literatur, Betawi sebagai kelompok inferior seakan disepakati oleh banyak pengamat yang konsen terhadap kehidupan social Betawi. Dalam hal ini, beberapa pengamat lMilone (1966), Castels (1967) dan Abayasekere (1985) mengatakan: (Milone, 1966:262: Castels, 1967:200, Abayasekere, 1985: 21) “they remained basically provincial, and are (sic) never in position to exploit what the town had to offer, and therefore could not play a significant role in the town economy” (Milone, 1966:262) “Due to historical circumstances, the anak Betawi are for the greater part of the lower class” (Castles, 1967:200) 17 “the endangered nature of Betawi society has been recognized by urban authorities who have made recent efforts to preserve it” (Abayasekere, 1985:21) Dalam pandangan orang Betawi sendiri, gambaran secara umum Sterotype Betawi dilukiskan sebagai berikut: (1) Boros dan hanya memikirkan hari ini; (2) Suka menjual tanah warisan untuk keperluan yang tidak penting; (3) Ingin hidup senang, tapi tidak mau berusaha; (4) Cepat puas; (5) Konsumtif; (6) Suka memanjakan anak; (7) Kuat agama; (8) Patuh pada orangtua; (9) Rajin sembahyang dan mengaji; (10) Orientasi hidup untuk akhirat; (11) Bicara bebas; (12) Tidak ada stratifi kasi bahasa; (13) Bicara keras; (14) Berkelakuan kasar; (15) Cerewet; (16) Tidak mau kalah bicara; (17) Suka ngambek; (18) Menjauhkan diri dari golongan non-Islam; (19) Ramah; (20) Suka menolong sesama; (21) Terbuka dan demokratis; (22) Bersikap optimis; (23) Kurang memiliki kecemburuan untuk maju; (24) Tidak mau berkembang; (25) Tidak kritis; (26) Apriori terhadap gagasan orang lain; (27) Enggan menerima nilai-nilai budaya modern; (28) Jarang mengkonsumsi media massa; (29) Pendidikan relatif rendah; (30) Saat ini sudah banyak yang berpendidikan tinggi; (31) Orang muda lebih baik tingkat pendidikannya; serta (32) Pria lebih terdidik daripada wanita (cf Probonegoro, 1987; Yuniarti, 1996; dan Zaki Shahab, 1997:138). 20 e-Proceeding | COMICOS 2017 Masyarakat Betawi barangkali bijak jika melakukan renungan ulang faktorfaktor penyebab masih belum optimalnya kemajuan orang-orang Betawi saat ini. Dewasa sekarang patut disyukuri begitu banyaknya generasi muda Betawi yang studi dengan tekun di perguruan-perguruan tinggi dalam program S1, S2 bahkan S3. Tetapi patutlah dicatat bahwa masih ada orang-orang betawi yang perlu memoles sedikit perilakunya agar makin dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman (Saidi, 2015: 52). Sebab, masih kita jumpai sikap gendong tangan yang cerminkan fatalisme. Menyerah terhadap keadaan tanpa suatu usaha ubah keadaan tersebut. Gendong tangan dilakukan dalam posisi berdiri sambil menatap dengan kosong atau sambil berjalan dengan pandangan menunduk. terkesan tanpa enerji (Saidi, 2015: 52). Distro Betawi: Mengubah Image, Melawan Stereotype Tidak selamanya orang Betawi yang terpinggirkan mengalami kondisi buruk secara ekonomis. Sebagaimana diakui oleh seorang tokoh masyarakat Betawi di Kemang dan orang-orang Kuningan yang pindah ke Cipete,18 kondisi mereka bahkan seringkali lebih baik dibanding sebelumnya. Ditempat baru mereka umumnya memperoleh lahan yang lebih luas dan mereka dapat menemukan mata pencaharian yang diminati serta dapat mencukupi kebutuhan hidup. Di Kemang misalnya, perubahan status Kemang sebagai Perkampungan Ekspatriat, mengubah pola kehidupan sosial orang Betawi. Dulu mereka bertani, kini mereka menyewakan lahan dan mampu menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke perguruan tinggi hingga ke luar negeri. Dari generasi- generasi inilah kemudian tampil beberapa tokoh muda Betawi yang berupaya untuk mengubah image tentang Betawi di tengah heterogenitas 21 e-Proceeding | COMICOS 2017 masyarakat Jakarta. Salah satunya adalah kelompok anak muda yang mencoba membawa Budaya Betawi ke ranah industri kreatif seperti Betawi Punye Distro (BPD). BPD merupakan distribution outlet (distro) yang didirikan oleh anak-anak muda Betawi Kemayoran pada tahun 2013. BPD didirikan dengan tujuan untuk mengubah image tentang Betawi dan melawan stereotip yang dilekatkan pada orang Betawi. Komodifikasi simbol budaya dilakukan dengan cara-cara yang kreatif dan unik sebagai ekspresi simbolik untukmenunjukkan eksistensi mereka dengan menghadirkan simbol- simbol Betawi di tengah masyarakat Jakarta. Menurut mereka, orang Betawi saat ini bukanlah orang yang pasif menerima keadaan. Orang Betawi generasi yang sekarang adalah Betawi muda yang terdidik yang tidak lagi berada di posisi sebagai kaum marginal. Seperti diungkapkan berikut: “Betawi sekarang ya betawi nya si Doel, bukan betawinya Mandra. Kalau ‘Betawi’nya, ini maksudnya hanya kiasan. Kan ada si Doel, ada Mandra. Mandra itu masa bodo-an. Dia ga mau open dengan sejarah, dengan apa yang dia lakuin juga mungkin cuma buat dia-dia aja. Jadi maksudnya gini, kalau orang dulu itu misalnya gini dia lahir aje ga ada arsipnye, ga punya akte segala macem. Kalau ditanya lahir lo kapan Waktu depan ada pohon kelapa, jadi masa bodo aja, masa bodo deh. Jadi hampir di smua aspek di masa bodoin, jadi dia ga mau open dengan yang lain, berbeda dengan si Doel. Doel harus intelek nih, harus melek nih, meleknye disemua bidang. Di bidang ITnye, di bidang apanye segala macem tuh. Udah harus, harus apa ye, menjadi suatu keharusan untuk betawi saat ini biar dia ga dibilang orang marginal. Selama ini kan dibilangnye kaum marginal. Nah kita ga mau. Kita maunya mengikuti jaman terus”19 Dengan semangat untuk merawat dan melestarikan Betawi di tengah-tengah Jakarta, mereka berupaya untuk membawa budaya lokal ke jalur industri kreatif. Menurut mereka, stereotip negatif yang masih melekat sampai sekarang tidak bisa diselesaikan hanya dengan cara menyelenggarakan festival (meskipun itu penting), menerbitkan Perda dan pertemuan-pertemuan antar anak-anak Betawi saja, harus 18Wawancara dengan Abi Umar (60 tahun), salah seorang tokoh masyarakat Cakung yang mantan pegawai kelurahan Cakung, pada tanggal 12 September 1995 dan H. Syahrullah pada tanggal 6 November 1995. 22 e-Proceeding | COMICOS 2017 ada langkah konkrit untuk menghentikannya paling tidak menghambat lajunya stereotip negatif pada masyarakat Betawi. Situasi inilah yang kemudian menggugah semangat mereka untuk berbuat sesuatu. Didasari usaha untuk mengubah citra dan stereotip Betawi, dan berdiri sejajar dengan pendatang, maka muncullah upaya menyelaraskan idealisme budaya dengan aktifitas ekonomi. Hadirnya Distro Betawi bagi orang awam seolah hal yang biasa dan wajar. Namun sebenarnya, Distro Betawi ini adalah bagian dari perlawanan terselubung terhadap stereotip yang dilekatkan pada mereka. Seperti dikemukakan informan berikut: “Salah satu alasan kami mendirikan BPD adalah untuk mengubah image betawi yang males, rebutan warisan kerjaannya, ya gitu deh. Nah kita semua berempat yang memang asli Kemayoran, anak Kemayoran dan orang betawi mau merubah mindset itu, dan merubah itu semua. Dan itu sudah kebuktikan sebenernya diantara kita punya temen-temen kita berempat. Yang satu ini insinyur dan dia adalah lulusan terbaik dikampusnya, lulusan terbaik loh anak betawi, insinyur. Nah yang satu lagi guru silat, ampe sekarang masih aktif guru silat dan aktif di setiap event atau kegiatan apapun. Jadi makanya kalau dibilang anak betawi males udah ga lagi”20 Ketersingkiran dan juga tidak menjadi tuan rumah di wilayahnya sendiri juga menjadi alasan kuat para pendiri BPD untuk mendirikan BPD. Seperti dikemukakan informan berikut: Saya sih cita-cita ya tuh, pengennya tuh betawi itu tuan rumah Jakarta, harapan saya, Bang Davi, Bang Sigit, Bang Riki, juga kita nih masyarakat Kemayoran terus terang dengan lima tahun belakanganlah kaya orang asing kita lihat disini china semua, yang aslinya ya terutama itu bisa kita itung jari orang cinanya berapa kitanya Cuma berapa? Dari mungkin 10 tahun yang lalu betawinya masih kentel sekarang betawinya ga ada beritanya. chines, sebenernya kita agak ini juga ya bang ya, agak ngerasa kok kita merasa ini jadi tuan rumah malah ada yang ngontrak tinggalkan gitu padahal itu asli, penduduk asli sama, tinggal nunggu waktu abis, karena balik ke keluarga sendiri ya karena dia ga mau merepotkan.21 Pengelola BPD sadar bahwa idealisme gerakan budaya Betawi tidak harus 23 e-Proceeding | COMICOS 2017 menghadirkan secara fisik gerakan pencak silatnya ketengah-tengah masyarakat. Begitu juga dengan ondel-ondel, yang tidak harus tampil dengan topeng serta tariannya. Lenong tidak selalu dengan wujud panggung dan lakon-lakonnya. Sudah seharusnya esensi idealisme budaya Betawi tidak dipahami dengan artian sempit. Namun bisa diekspresikan dengan cara-cara yang kreatif. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan menyisipkan simbol-simbol budaya Betawi melalui kaos-kaos yang mereka produksi, sehingga membuat pemakainya mengenal akan budaya Betawi. Dalam hal ini salah satu pengelola BPD menegaskan, jika Betawi ingin maju maka harus berani keluar dari idealisme. Maksud keluar dari idealis disini harus ada terobosan-terobosan dalam menghadirkan simbol-simbol budaya Betawi di tengah masyarakat. Sehingga mampu diterima semua golongan dan lapisan masyarakat. Ideide unik perlu diterapkan agar budaya Betawi kembali hadir di tengah- tengah masyarakat. “Agar budaya Betawi bangkit, maju dan mampu melawan streotype negative, Sudah seharusnya generasi muda Betawi berinovasi dan mencoba sesuatu yang baru”.22 Menurut informan, selama ini generasi muda Betawi belum berani untuk mencoba sesuatu yang baru di luar lingkungannya. Padahal, banyak peluang yang bisa diperoleh jika berani mencoba sesuatu yang dianggap tidak mungkin oleh kelompok sosialnya. “Terus nyoba belajar yang memang keliatannya sulit dipelajari, memang juga harus berani juga nyoba masuk diluar lingkungannya yang bukan betawi banget. Inovasi tersebut salah satunya dengan menghadirkan symbol-simbol Betawi melalui cara-cara kekinian”.23 Upaya untuk meningkatkan kesadaran generasi muda Betawi akan identitas budayanya yang semakin lama semakin tergerus zaman, menginspirasi pengelola 24 e-Proceeding | COMICOS 2017 BPD untuk menghadirkan simbol-simbol Betawi dalam bentuk kekinian. Simbolsimbol budaya seperti Ondel-ondel, slogan- slogan Betawi seperti “Ape Kate Ente Aje”, kuliner khas Betawi Kerak Telor, hingga tokoh Betawi Benyamin Suaeb dihadirkan dalam kaos-kaos keluaran BPD. Gambar 1 Kaos dengan tema Ondel-ondel yang merupakan salah satu dari simbol budaya Betawi. Sumber: www.betawipunyedistro.com 19 Wawancara Davi Kemayoran, Pengelola BPD, 20 Desember 2016 20 Wawancara dengan Davi kemayoran, Pengelola BPD, 20 Desember 2016. 21 Wawancara dengan Dahlan Boi, Pengelola dan Owner BPD, 6 Januari 2017 22 Wawancara dengan Dahlan Boi, Pengelola dan Owner BPD, 6 Januari 2017 Wawancara dengan Davi Kemayoran, Pengelola BPD, 20 Desember 2016 23 25 e-Proceeding | COMICOS 2017 Gambar 3 Kaos dengan tema tokoh Pitung yang merupakan tokoh yang melegenda bagi orang Betawi Sumber: www.betawipunyedistro.com Gambar 4 Kaos dengan tema Bir Pletok yang merupakan minuman khas Betawi Sumber: www.betawipunyedistro.com Kaos adalah busana yang dipakai oleh semua kalangan usia, baik muda maupun tua. Inilah salah satu alasan mengapa kaos menjadi media utama BPD dalam 26 e-Proceeding | COMICOS 2017 melestarikan budaya Betawi. Melalui kaos, yang dapat digunakan sehari-hari, simbol budaya Betawi menjadi dekat dengan masyarakat. Penampilan desain yang secara serius dilakukan dengan detail. Dari tampilan, sampai dengan penggunaan Bahasa Betawi sebagai petunjuk ukuran kaos dan cara penncuciannya. Sebagaimana lazimnya ukuran yang tertera pada laiknya kaos yang tentu punya ukuran dengan kode S untuk small, M untuk medium, L untuk large. Namun beda degan kaos yang dijual oleh BPD. “Sempit” untuk ukuran S, “Muat” untuk ukuran M, “Longgar” untuk ukuran L, “Kelonggaran” untuk ukuran XL, dan “Longgar Lega Lebar” untuk ukuran XXL. Sementara informasi cara mencucinya pun tidak bahasa Inggris seperti kaos pada umumnya. Namun memakai bahasa Betawi sebagai berikut: “nyucinya jangan pake aer yang kepanasa. Ngucek2nya jangan keras-keras. Nyetrika janganlangsung digambarnye. Kalo lo kagak ngarti juga kasiin kaos ke enyak minta tolong dicuciin dah”. Gambar 5 Tulisan pada bagian leher kaos untuk menunjukkan ukuran dan cara mencuci kaos Sumber: www.majalahbetawi.com Dalam hal ini, informan mengemukakan: Segala sesuatunya memang berbeda dari yang lain. Ininya juga berbeda kalau ukuran S kita Sempit, M Muat, L Longgar, XL Kelonggaran, gitu kan 27 e-Proceeding | COMICOS 2017 ada lagi XXL Longgar Lega Lebar jadi melestarikan bahasa Betawi. Jadi orang yang beli pun bukan orang Betawi dia bisa belajar jadinya, oh bahasa betawinya gini ya, kira-kira begitu”24 Menurut informan, BPD didirikan bukan hanya bertujuan untuk membuat kebanggaan dan memajukan Betawi, namun juga sebagai bentuk kongrit gerakan keBetawi-an. Menurutnya, Betawi kini bukan hanya sekedar harus ‘sigra mendusin’ tetapi ‘kudu mendusin’25. Marwah kebetawian harus disebar kepada masyarakat seperti laiknya virus. Hadirnya Betawi Punye Distro yang juga dicita-citakan oleh pemiliknya sebagai virus yang mampu menularkan anak-anak muda Betawi lainnya untuk membangun semangat cinta budaya yang mulai ditinggalkan anak-anak Betawi masa kini. Sebagai bentuk komitmen tersebut, mereka tidak segan-segan membagi ilmu manajemen distro kepada pemilik distro-distro Betawi lainnya. Mereka menganggap distro-distro Betawi sejenisnya sebagai mitra bersama untuk berjuang bersama mengubah stereotip negatif mengenai Betawi. Mereka merangkul pelaku distro Betawi lainnya untuk saling berbagi. Komodifikasi: Menyelaraskan Idealisme Budaya ke Jalur Industri Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk turut serta melestarikan budaya Betawi. Salah satunya melalui jalur industry. Niat tulus dari pengelola BPD dalam menhadirkan kembali Betawi di tengah-tengah masyarakat Jakarta ini, mendapatkan respon yang cukup positif dari para konsumennya, tidak hanya kaum muda, tetapi semua kalangan, baik di Jakarta, Indonesia, bahkan di mancanegara. Seperti pernyataan berikut: “Make kaos BPD bikin saya inget lagi asal usul saya. Meskipun saat ini saya tinggal jauh dari Jakarta. Namun Betawi seakan menjadi dekat dengan memakai kaos ini. saya bangga menjadi Betawi”26 28 e-Proceeding | COMICOS 2017 “Dulu saya hanya mengenal Jakarta dengan Monas dan gedung-gedung bertingkat. Saya mengira bahwa Betawi tidak lagi ada di Jakarta. Tetapi ternyata anggapan saya salah, melalui Distro Betawi, saya tahu kalau orang Betawi masih ada dan bertahan di Jakarta. Saya mengenal Bir Pletok dan Kerak Telor sebagai kuliner khas Betawi, dan juga si Pitung sebagai tokoh legenda Betawi”. 27 BPD memang sukses membawa Betawi di jalur indutri28. Namun, menghadirkan simbol Betawi melalui jalur industri ini hanyalah dijadikan media oleh BPD untuk bisa menghadirkan simbol Budaya Betawi ke area yang lebih luas. Dalam hal ini, komodifikasi budaya tidak bisa disamakan artinya dengan komersialisasi. Ini bukanlah fenomena yang muncul hanya untuk menghasilkan uang. Komodifikasi budaya mengandung makna adanya ideologisasi komoditas dan komodifikasi budaya, itu tampak seperti menjual ideologi sebagaimana halnya menjual produk (Lukens-Bull 2008). Dalam konteks ini, simbol-simbol budaya Betawi dikemas dan ditawarkan kepada khalayak yang lebih luas. Distro Betawi bisa dianggap sebagai ruang baru yang bisa dipilih sebagai sarana berjuang melawan stereotip negatif dan menghadirkan Betawi di mana saja. Wawancara dengan Dahlan Boi, Pengelola dan Owner BPD, 6 Januari 2017 Sebuah gerakan memajukan budaya Betawi yang terjadi dikalangan penggiat budaya Betawi. Gerakan Betawi kudu mendusin dikenal di daerah Kemayoran Jakarta-Pusat. Sementara gerakan serupa menggunakan slogan ‘Sigra mendusin’. Sebenarnya menurut Dahlan kata kudu tingkatannya lebih tinggi dari kata sigra. 26 Wawancara dengan salah satu pengguna kaos BPD melalui media social facebook, 22 Februari 2017 24 25 29 e-Proceeding | COMICOS 2017 Dalam kerangka teoritis, apa yang dilakukan oleh pengelola BPD sebagai kelompok ko- kultural, adalah dengan apa yang disebut Miller sebagai orientasi asimilasi asertif (Miller, 2005). Dalam hal ini, mereka menyesuaikan diri dengan kelompok dominan melalui perilaku yang menegaskan hak mereka tanpa melanggar hak orang lain. Menyesuaikan diri salah satunya ditunjukkan dengan produk-produk BPD yang dikemas secara kekinian baik dalam desain ataupun proses penjualannya yang juga bisa dilakukan secara online. Selain itu, mereka juga memanfaatkan geliat peluang pasar yang ditawarkan melalui internet sebagai bagian dari upaya mendekatkan diri pada generasi milenial yang tidak pernah ketinggalan teknologi internet dan selalu memanfaatkan media sosial. Kehadiran internet dan media sosial memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk ikut dalam berkompetisi meyebarkan informasi atau peristiwa yang terjadi di sekitar mereka (Nasrullah, 2015). Dalam melakukan gerakan ke_Betawi-an, mereka juga melakukan persiapan ekstensif dan persiapan matang (Miller, 2005). Davi selaku salah satu pengelola distro Betawi rela mengeluarkan uang jutaan untuk ikuti seminar-seminar motivasi dan workshop tentang bisnis dan internet marketing. Ia dan pendiri serta pengelola distro Betawi punya distro lainnya pun melakukan riset untuk symbol-simbol Betawi yang dihadirkan di kaos yang mereka produksi. Mereka juga berkunjung ke tokoh-tokoh Betawi dan membayar secara profesional untuk pencipta pantun Betawi yang disematkan di kaos Betawi. Wawancara dengan salah satu pengguna kaos BPD melalui media social facebook, 22 Februari 2017 28 Salah satu kesuksesan yang mereka raih adalah keberhasilannya menjual 1800 potong kaos pada arena Pekan Raya Jakarta (PRJ) 2017. Menurut Ahmad Dahlan, salah satu pemilik BPD 28 total nominal penjualan yang diraih hingga 13 Juli 2017 mencapai Rp. 200 juta. 27 30 e-Proceeding | COMICOS 2017 Pengelola BPD, menjadikan stereotip tentang Betawi sebagai motivasi untuk mengeksploitasi lebih jauh budaya Betawi (Miller, 2005). Hasil dari proses ini dijadikan sebagai materi untuk ditransformasikan dalam produk-produk Betawi yang dijualnya. stereotip yang mereka terima diposisikan bukan sebagai kelemahan. Namun mereka menggunakannya untuk memperkuat solidaritas di antara mereka yang menegaskan kekuatan kultural mereka sebagai komunitas etnis di Jakarta. Mereka secara sadar mengambil-alih dan mentransformasi pemaknaan stereotipe Betawi untuk memperkuat identitas mereka di tengah-tengah heterogenitas masyarakat Jakarta. Stereotip negatif tentang Betawi justru memunculkan ungkapan jaga adat Betawi, tentunya yang dimaksud disini budaya luhur Betawi. Ungkapan inilah yang kemudian dikomodifikasi oleh BPD dalam bentuk souvenir berupa pin. Gambar 6 Gambar souvenir berupa pin, hasil kreasi BPD Sumber: dokumentasi pribadi penulis Kehadiran kekuatan-kekuatan luar yang bersifat dominan dan membahayakan eksistensi sebuah kelompok etnis memang bisa menjadi sumber awal lahirnya 31 e-Proceeding | COMICOS 2017 solidaritas kelompok yang dikembangkan melalui komodifikasi simbol budaya. Stereotip yang dilekatkan pada mereka memunculkan kesadaran mereka untuk lebih memahami, memaknai, dan memaksimalkan potensi mereka sebagai kekuatan untuk melakukan perlawanan terhadap stereotip dan juga menyejajarkan diri dengan pendatang. Transformasi mereka lakukan dengan menemukan peluang-peluang baru untuk menegosiasikan identitas kultural di tengah-tengah peradaban pasar. Dalam semangat tersebut, mereka mengidentifikasi dan membangkitkan kembali kekayaan kultural mereka melalui cara-cara yang kreatif dan dapat diterima oleh semua kalangan. Argumen yang dikemukakan adalah untuk melestarikan dan mempertahankan jati diri etnis serta mampu memberikan kontribusi ekonomi bagi masyarakat lokal dan juga untuk menegaskan kekuatan kultural mereka di tengah-tengah negara multikultural agar eksistensi mereka diakui. Bahkan, dalam perkembangan kontemporer, mereka juga berusaha menegosiasikan, mewacanakan, menyebarluaskan, dan memperluas ikatan identitas mereka melalui media sosial internet. PENUTUP Desakan yang dirasakan oleh orang Betawi mendorong kehendak mereka sebagai tuan rumah di Jakarta untuk menyejajarkan diri dengan pendatang. Upaya tersebut tidak mudah, karena mereka juga harus berhadapan dengan berbagai stereotip yang dilekatkan kepada mereka. Hal inilah yang mendorong kesadaran orang Betawi secara kolektif untuk mengejar ketertinggalan dan keterpinggiran yang berlangsung selama ini. Simbol budaya Betawi dikreasikan dengan cara-cara yang kreatif sebagai 32 e-Proceeding | COMICOS 2017 bentuk ekspresi identitas dan eksistensi mereka di tengah-tengah dominasi pendatang. Di sinilah upaya mereka untuk menunjukkan kemampuannya pada pendatang dan menegosiasikan posisinya. Perlawanan dilakukan dengan membangkitkan kesadaran kolektif orang Betawi melalui komodifikasi budaya. Resistensi tidak selalu berupa perlawanan secara fisik atau kasat mata, tetapi dalam bentuk simbolik yang sering secara sadar maupun tidak diterima oleh pihak lain, tak terasakan, tak dapat dilihat bahkan oleh sasarannya sendiri. Komodifikasi budaya menjadi pilihan bagi pengelola BPD untuk mengubah stereotip tentang Betawi. Mereka mengolah stereotip, menambahkan di dalamnya hasil serapan pengetahuan dari eksternal, menjadikannya modal dan strategi, serta membangun sense of collectivisme pada anak-anak muda Betawi dan upaya untuk berdiri sejajar dengan pendatang. 33 e-Proceeding | COMICOS 2017 Daftar Acuan Abeyasekere, Susan. 1989. Jakarta; A History, Singapore: Oxford University Press Atmadja, Nengah Bawa. 2010. Ajeg Bali: Gerakan, Identitas Kultural, dan Globalisasi. Jakarta: LKIS Badan Pusat Statistik. 2011. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari: hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik Blackburn, Susan. 2011. Jakarta Sejarah 400 Tahun. Depok: Masup Jakarta. Buchari, Sri Astuti. 2014. Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia Castles, Lance. 2007. Profil Etnik Jakarta. Depok : Masup Jakarta. Chaer, Abdul. 2015. Betawi Tempo Doeleoe: Menelusuri Sejarah Kebudayaan Betawi. Depok: Masup Jakarta. Kumbara, A. A. Ngr Anom. 2008. Konstruksi Identitas Orang Sasak Di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Jurnal Humaniora, Vol 20 (3) : 315 – 326 Lincoln, Yvonna S dan Egon G. Guba. (2004). Handbook of Qualitative Research (2nd ed.). Thousand Oaks: Sage Publications Inc. Miller, Katherine. Processes (2005). Communication Theories: and Contexts.Boston: McGraw-Hill Perspectives, Saidi, Ridwan. 2015. Golok Wa Item Betawi Versus Pate Hila. Jakarta: Yayasan Renaissance. Sinaga, Risma Margaretha. 2014. Revitalisasi Tradisi: Strategi Mengubah Stigmakajian Piil Pesenggiri Dalam Budaya Lampung. LIPI: Jurnal Masyarakat Indonesia Sjaf, Sofyan. 2014. Politik Etnik: Dinamika Politik Lokal di Kendari. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia Shahab, Yasmin Zaki. 2004. Betawi dalam Perspektif Kontemporer. Jakarta: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Tjandrasamita, Uka. 1997. Sejarah Jakarta dari Zaman Prasejarah sampai Batavia Tahun ±1750. Jakarta: Dinas Museum & Sejarah DKI Jakarta. 34 e-Proceeding | COMICOS 2017 Woodward, Kathryn. 1999. Identity and Difference: Culture Media and Identities. Sage Publication London: Thousand Oaks New Delhi 35 e-Proceeding | COMICOS 2017 36 e-Proceeding | COMICOS 2017 EVOLUSI MODEL BISNIS TRAVEL di ERA EKONOMI DIGITAL (CONVENTIONAL, EXISTING & FUTURE) Christiany Juditha1, Ressi Dwiana2 Puslitbang Aplikasi Informatika dan Informasi Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Jl. Medan Merdeka Barat No. 9 Telepon: 021-3800418 Jakarta 10110 Email: [email protected] 2. Program Studi Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Medan Area Jl. Kolam No 1 Telepon: (061) 7366878 Medan Email: [email protected] 1 Abstrak Masifnya penggunaan teknologi komunikasi informasi oleh masyarakat, berjalan signifikan dengan perubahan model bisnis berbagai sektor di era ekonomi digital dewasa ini. Salah satu sektor yang berubah drastis adalah biro perjalanan (travel). Perubahan model bisnis travel dari konvensional ke existing hingga menuju ke future merupakan keniscayaan namun juga menimbulkan masalah lain, diantaranya ketidaksiapan pasar lokal, masalah pajak, perlindungan konsumen, minimnya regulasi pemerintah yang mengatur dan lain sebagainya. Karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang perubahan/evolusi model bisnis travel (convensional, existing dan future) di era ekomoni digital serta peluang dan tantangannya. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat tiga hal dasar pada bisnis travel yang merubah transaksi dari waktu ke waktu yaitu transaksi informasi, jasa serta finansial (pembayaran). Ketiga transaksi ini memiliki sisi positif maupun negatif dalam perubahannya yang perlu disikapi dengan adanya regulasi yang menguntungkan semua pihak (penyedia jasa, pemerintah maupun konsumen) diantaranya mengatur mekanisme pajak pada proses transaksi online mempercepat menyelesaikan peraturan perlindungan transaksi online dan untuk mengantisipasi persoalan masa mendatang perlu ada regulasi sistem layanan yang terintegrasi antara transaksi informasi, keuangan maupun jasa. Kata kunci: model bisnis, travel, ekonomi digital. THE EVOLUTION OF TRAVEL BUSINESS MODELS IN THE DIGITAL ECONOMIC ERA (CONVENTIONAL, EXISTING & FUTURE) Abstract The massive use of information communications technology by the public, significantly work with the changing business models of various sectors in today's digital economy era. One among other sectors that change drastically is the travel agency. Changes in conventional travel business model from the existing to the future is a necessity but also cause other problems, including unpreparedness of local markets, tax problems, consumer protection, lack of government regulations and so forth. Therefore, this study aims to get a feature of the changes / evolution of travel business model (conventional, existing, and future) in the era of digital economy and 37 e-Proceeding | COMICOS 2017 its opportunities and challenges. This research using qualitative approach method. The results proves that there are three basic things in the travel business that change the transaction from time to time, they are transaction of information, services and finance (payment). These three transactions have positive or negative impacts in the changes that need to be addressed by the regulation in order to benefits all parties (service providers, government and consumers) such as arranging tax mechanisms online transaction processing, accelerate the completion of online transaction protection rules, and to anticipate future issues, it is needed to construct an integrated service system regulation between information, financial and service transactions. Keywords: business model, travel, digital economy. PENDAHULUAN Beberapa waktu lalu, demo ojek konvensional yang menolak keberadaan ojek online terjadi di beberapa kota besar di Indonesia. Peristiwa ini menunjukkan bahwa Indonesia telah sampai pada era terpenting dari lanskap ekonomi yaitu ekonomi digital. Hal ini juga merupakan konsekuensi logis dari sebuah perubahan yang tidak terbendung dan secara perlahan mulai dirasakan masyarakat. Era ekonomi digital ini ditandai dengan makin maraknya perkembangan bisnis atau transaksi perdagangan yang memanfaatkan internet sebagai medium komunikasi. Ekonomi digital juga ditandai dengan banyaknya perusahaan baru maupun lama yang beralih ke format bisnis elektronik e-business dan ecommerce. Hartman dan Sifonis (2000) mengatakan ekonomi digital adalah arena virtual di mana bisnis benar-benar dilakukan, nilai diciptakan dan dipertukarkan, transaksi terjadi, dan hubungan satu sama lain menggunakan internet sebagai media pertukaran. Ekonomi digital lahir dan berkembang seiring penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang juga semakin mengglobal di dunia. Survey yang dilakukan oleh perusahaan riset We Are Social Januari 2017 menyebutkan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan jumlah pengguna internet terbesar di dunia. Tahun 2016 pengguna internet masih 88,1 juta jiwa, tetapi awal 2017, jumlahnya meningkat 51 persen menjadi 132,7 juta pengguna. Sebanyak 69 persen diantaranya mengakses internet melalui 38 e-Proceeding | COMICOS 2017 perangkat mobile phone, desktop dan tablet (Pratama, 2017). Berbagai sektor industri di Indonesia sendiri telah banyak yang berperan dalam ekonomi digital diantaranya sektor transportasi. Sektor lainnya yang perkembangannya juga sangat signifikan adalah bisnis travel atau biro perjalanan (agen perjalanan wisata). Sektor travel merupakan komoditi yang menjanjikan mengingat Indonesia sangat kaya dengan destinasi pariwisata alam dan budaya yang tersebar dihampir semua pulau di Indonesia. Indonesia memiliki tujuan wisata yang cukup terkenal di dalam negeri hingga mancanegara. Ratman (2016) mengatakan bahwa pariwisata merupakan sektor unggulan (tourism is a leading sector) sebagai kunci pembangunan dan kesejahteraan. Meningkatnya destinasi dan investasi pariwisata menjadikannya sebagai faktor kunci dalam pendapatan ekspor, penciptaan lapangan kerja, pengembangan usaha dan infrastruktur. Pariwisata juga telah mengalami ekspansi dan diversifikasi berkelanjutan serta menjadi salah satu sektor ekonomi terbesar dan tercepat pertumbuhannya di dunia. Meski krisis global terjadi beberapa kali namun jumlah perjalanan wisatawan internasional tetap menunjukkan pertumbuhan yang positif. Data menunjukkan terjadi peningkatan jumlah wisatawan dari 25 juta orang (1950), 278 juta orang (1980), 528 Juta orang (1995) hingga 1,1 milyar orang pada tahun 2014 (Ratman, 2016). Sementara data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada 123 juta wisatawan lokal Indonesia selama tahun 2011 (Jamaluddin, 2015). Sedangkan jumlah wisatawan asing ke Indonesia pada tahun 2015 mencapai 11,52 juta orang, sementara sepanjang 2016 naik sekitar 10,69 persen (Kumparan, 2017). Pariwisata Indonesia juga bersaing lebih baik dari negara-negara tetangga. Data yang dikeluarkan oleh World Economic Forum tahun 2015 tentang analisa indeks daya saing pariwisata Indonesia menunjukkan bahwa dibanding Malaysia dan Thailand, 39 e-Proceeding | COMICOS 2017 Indonesia memiliki angka yang jauh diatas keduanya dalam hal ketahanan lingkungannya (Ratman, 2016). Tidak hanya itu hal yang menonjol dalam ketersediaan dan kesiapan perangkat Teknologi Komunikasi dan Informatika (TIK) dalam hal penggunaan internet, handphone, broadband serta kualitas ketersediaan kota elektrik, Indonesia jauh lebih ungul. Jumlah pengguna internet yang semakin meningkat dari tahun ke tahun merupakan potensi besar pangsa pasar bagi sektor travel di Indonesia. Pengguna internet dapat menjadi objek bagi promosi pariwisata melalui media online dan media sosial. Pertumbuhan bisnis Online Travel Agent (OTA) Indonesia kini sedang berkembang. Data dari Tiket.com menunjukkan sejak tahun 2010, bisnis OTA tumbuh hingga 20 persen dan diprediksi dua tahun berikutnya juga mengalami peningkatan. Sedangkan data dari Phocuswright dan Expedia, pasar pemesanan travel online di Asia Pasifik tahun 2011 mencapai USD 1,6 Miliar, per tahunnya nilai tersebut diprediksi naik 30-40 persen pada periode-periode berikutnya. Nilai reservasi hotel di Indonesia melalui OTA diperkirakan mencapai USD 200 juta atau berkisar 2 triliun rupiah per tahun dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 200-300 persen setiap tahunnya. Indonesia merupakan pasar potensial untuk mengembangkan market travel online mengungguli Korea Selatan, India, Jepang dan Australia (Jamaluddin, 2015). Data-data di atas menunjukkan bahwa jaman telah berubah, model bisnis travel pun berubah dan beradaptasi pada kemajuan TIK yang tidak terbendung. Perkembangan dan pemanfaatan TIK makin mempermudah masyarakat untuk mendapatkan layanan perjalanan, mulai dari pemesanan tiket hingga penginapan, membuat konsumen memanfaatkan jasa travel online. Bisnis-bisnis travel yang dulu menerapkan model konvensional secara perlahan mulai menurun. Kemunculan situs-situs penyedia 40 e-Proceeding | COMICOS 2017 informasi hotel dan tempat wisata, sekaligus fitur untuk pemesanannya, membuat peta bisnis perjalanan wisata perlahan berubah. Kini masyarakat makin jarang berurusan dengan agen perjalanan dengan sistem konvensional tetapi lebih banyak sudah terlayani dengan baik oleh situs-situs seperti Traveloka, Trivago, Mister Aladin, Pegi-pegi, Nusatrip, Tiket.com, dan lain-lain karena praktis, efektif, dan efisien (Hasan, 2017). Perubahan model bisnis dari tradisional (conventional) ke saat ini (existing) hingga menuju ke masa depan (future) merupakan keniscayaan namun juga menimbulkan masalah lain, diantaranya ketidaksiapan bisnis lokal bersaing dengan perusahaan dengan modal besar, munculnya perusahaan-perusahaan travel anonim yang menipu masyarakat (konsumen), keamanan informasi (data) pribadi, masalah pembayaran, masalah pajak, perlindungan konsumen, minimnya regulasi pemerintah yang mengatur dan lain sebagainya. Berbagai masalah ini mulai timbul saat bisnis mulai baralih dari konvensional ke digital (eksis) saat ini. Karena itu perlu dikaji secara mendalam dengan melihat potensi bisnis travel yang sedang berjalan dan antisipasinya dimasa mendatang, sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana evolusi (perubahan) model bisnis travel (convensional, existing dan future) di era ekomoni digital? Apa saja peluang dan tantangan dalam proses evolusi model bisnis travel? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang evolusi (perubahan) model bisnis travel (convensional, existing dan future) di era ekomoni digital. Serta untuk mengetahui peluang dan tantangan dalam proses evolusi model bisnis travel. Penelitian model bisnis industri travel pernah dilakukan oleh Henne (2014) dengan 41 e-Proceeding | COMICOS 2017 judul “Business Model Dynamics in the Tourism Industry”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dari waktu ke waktu ada konvergensi antara agen perjalanan online dan tradisional, serta dalam jangka panjang dapat menyebabkan model bisnis yang dominan di masa depan. Adapun aspek sosial (masyarakat) dan teknologi memainkan peran penting dalam kaitannya dengan evolusi model bisnis. Aspek penting lainnya adalah penggunaan internet yang telah mengubah dinamika industri. Teknologi baru memungkinkan pelanggan dengan mudah mendapatkan informasi dan membandingkan harga, yang membuat persaingat ketat antar perusahaan wisata. Untuk mengatasi peningkatan kekuatan pembeli, bisnis perjalanan perlu terus berinovasi untuk mempertahankan posisi pasar mereka. Yao, Liu dan Zheng (2014) juga melakukan penelitian tentang perubahan model bisnis dengan judul “The Analysis of Business Model Transformation-Case Study on Qunar”. Penelitian ini menyebutkan bahwa transformasi model bisnis tidak berarti meninggalkan format aslinya, namun akan terus melengkapi dan memenuhi kebutuhan masa kini. Transformasi berdasarkan daya saing dapat memastikan tidak mudah ditiru dan dilampaui oleh pesaing. Model bisnis Qunar (perusahaan perjalanan wisata terbesar di Tiongkok) memiliki kelebihan yang merupakan kunci untuk menjaga daya saing di pasar yang sangat kompleks dan beragam. Qunar menyadari bahwa kompetensi intinya masih didasarkan pada kemampuan untuk mengintegrasikan sumber daya dan menyediakan platform pemasaran yang berkualitas bagi pelanggan. Dengan konteks itu, Qunar dapat mencari peluang untuk pengembangan lebih lanjut, seperti memperluas bisnis penjualan hotel sebagai suplemen, menciptakan fungsi platform jejaring sosial, komentar platform serta panduan perjalanan. Sedangkan Puslitbang Aptika dan IKP Kemkominfo (2016) juga melakukan 42 e-Proceeding | COMICOS 2017 penelitian dengan judul “Studi Ekonomi Digital di Indonesia: Sebagai Pendorong Utama Pembentukan Industri Digital Masa Depan”. Salah satu hasil kajian dari studi ini adalah tentang perubahan model bisnis berbagai sektor penting diantaranya transportasi, pertanian, logistik, keuangan dan perdagangan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa teknologi komunikasi dan informasi telah merubah model bisnis menjadi lebih cepat dan efisien dalam model bisnis online saat ini. Konsumen juga secara langsung dapat melakukan pemesanan barang atau jasa sesuai kebutuhan karena ketersediaan informasi, pelayanan jasa serta transaksi pembayaran yang relatif lebih memudahkan. Beberapa penelitian yang ditinjau diatas menitikberatkan pada perubahan model bisnis travel dari offline ke online dengan menyertakan beberapa contoh kasus perusahaan travel. Sedangkan penelitian ini juga membahas perubahan model bisnis travel secara umum di Indonesia mencakup model bisnis konvensional, eksis dan masa mendatang dengan menyertakan beberapa kasus yang ada. Hal inilah yang membedakannya dengan penelitian-penelitian yang ditinjau di atas, karena itulah penelitian ini penting untuk dilakukan. Model Bisnis dan Evolusi Model Bisnis Travel Konsep model bisnis pertama kali muncul dalam sebuah artikel akademis yang ditulis oleh Bellman dkk (1957). Model bisnis menurut Timmers (1998) sebagai arsitektur untuk produk atau layanan yang melibatkan pelaku bisnis yang berbeda, peran, potensi manfaat serta deskripsi sumber daya yang dibutuhkan untuk pendapatan. Sedangkan Magretta (2002) menjelaskan bahwa melihat model bisnis seperti menulis cerita tentang perusahaan yang menjawab pertanyaan paling penting yaitu siapakah 43 e-Proceeding | COMICOS 2017 pelanggannya? Dan apa nilai pelanggan? (Drucker,1995). Selanjutnya, model bisnis yang baik juga perlu mempertimbangkan aspek keuangan yang menunjukkan bagaimana perusahaan menghasilkan uang dan menawarkan struktur biaya yang menarik kepada pelanggan. Chesbrough dan Rosenbloom (2002) menjelaskan bahwa model bisnis yang sukses bergantung pada komersialisasi potensi teknis yang berharga. Karena itu model bisnis digambarkan sebagai konstruksi mediasi antara teknologi dan nilai ekonomi. Model bisnis juga harus mencakup semua elemen yaitu proposisi nilai, segmen pasar, rantai nilai, struktur biaya dan potensi keuntungan. Model bisnis mengalami evolusi konstan dalam menanggapi faktor eksternal maupun internal (Demil & Lecocq, 2010). Salah satu kerangka kerja yang paling umum digunakan untuk menguraikan faktor eksternal yang mempengaruhi industri adalah kerangka PESTEL -Political, Economic, Social, Technological, Environmental dan Legal- yang dinyatakan oleh Johnson dkk (2011). Kerangka ini menunjukkan bahwa setiap sektor industri harus menghadapi beberapa tantangan dalam hal kekuatan politik, ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan dan hukum yang semuanya berdampak pada perusahaan untuk melakukan bisnis dan memberikan kesempatan untuk mencapai keunggulan kompetitif. Situasi politik terutama berkaitan dengan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, sementara aspek ekonomi memiliki latar belakang finansial dengan memasukkan isu-isu seperti inflasi atau tingkat suku bunga (Eungblut, 2013). Sektor sosial, diungkapkan dalam demografi dan perilaku masyarakat termasuk karakteristik mereka sebagai individu, juga kebutuhan dan keinginan mereka sebagai konsumen. Sedangkan teknologi memainkan peran penting bagi setiap industri, karena perkembangan konstan mereka merupakan kemungkinan besar untuk memperbaiki 44 e-Proceeding | COMICOS 2017 penawaran pasar saat ini. Selanjutnya, inovasi bisnis terus berlanjut dalam bentuk produk dan proses baru. Hal pentinglainnya adalah situasi hukum yang dapat membatasi operasi perusahaan berdasarkan beberapa undang-undang dan peraturan. Perubahan dalam model bisnis seringkali dapat diidentifikasi melalui restrukturisasi aliran biaya atau pendapatan atau sumber-sumber baru (Demil & Lecocq, 2010). Selanjutnya, teknologi baru juga menuntut penyesuaian untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang bervariasi (Teece, 2010). Pandangan ini juga didukung oleh de’Reuver, Bouwman dan MacInnes (2007) yang menyatakan bahwa model bisnis perlu direvisi sesuai dengan perubahan teknologi serta kondisi pasar dan peraturan. Namun penting juga untuk memperhatikan bahwa model bisnis yang tepat tidak seslalu langsung diadopsi namun dibutuhkan beberapa waktu dan pengalaman belajar untuk mengidentifikasi kerangka nilai yang paling sesuai untuk setiap perusahaan individual. Teknologi baru diintegrasikan ke dalam model bisnis yang ada, untuk mempertahankan rutinitas lama dan tetap mendekati statusquo (Chesbrough & Rosenbloom, 2001). Industri pariwisata atau bisnis travel (biro perjalanan) telah mengalami berbagai perubahan dalam dekade terakhir. Salah satu alasan utama pengembangan ini karena memanfaatan TIK terutama kemunculan internet. Osterwalder (2004) menyebutkan bahwa menggunaan internet atau dunia online menghasilkan pengembangan berbagai ebisnis dan e-commerce. Hal ini yang menghasilkan perubahan drastis bagi model bisnis. Penerapan TIK ini juga menunjukkan banyak peluang baru yang berbeda dengan yang ada pada model bisnis konvensional. Teknologi baru memungkinkan untuk mengintegrasikan pelanggan dalam proses perusahaan, dan juga memfasilitasi kolaborasi dengan mitra yang bersama-sama menghasilkan pengembangan organisasi jaringan. Kemajuan lebih banyak dapat ditemukan dalam jangkauan pelanggan melalui banyak 45 e-Proceeding | COMICOS 2017 saluran baru. Selanjutnya, Verma dan Varma (2003) mengatakan bahwa berbagai struktur penetapan harga dan arus pendapatan baru juga dapat diidentifikasi berdasarkan kemunculan internet dan masing-masing website. Chiou, Lin dan Perng (2011) mengatakan perkembangan model bisnis online lebih besar juga ditemukan di industri pariwisata, karena sektor perjalanan merupakan salah satu industri terbesar yang memanfaatkan internet sebagai media inovasi e-bisnis. Selanjutnya munculnya teknologi baru dalam bentuk sistem reservasi seperti GDS (Global Distribution System) dan CRS (Customer Reservation System) juga mengakibatkan banyak perubahan dalam pengoperasian penyedia layanan perjalanan. Kerangka Konsep Berbagai konsep dan teori yang telah dipaparkan diatas kemudian diturunkan dalam kerangka konsep yang akan dikaji dalam penelitian ini. Evolusi Model Bisnis Travel Conventional Existing Future Transaksi: -Informasi -Jasa -Finansial (pembayaran) Peluang & Tantangan Gambar 1. Kerangka Konsep Evolusi Model Bisnis Travel Model bisnis travel dari waktu ke watu mengalami perubahan, mulai dari model tradisional (conventional) ke arah sekarang yang sedang berjalan (existing) dan prediksi dimasa mendatang (future). Terdapat 3 hal penting pada masing-masing model yang mengalami perubahan yaitu transaksi informasi, jasa dan finansial (pembayaran). Ketiga transaksi ini yang akan dikaji pada masing-masing era termasuk peluang dan tantangan dalam proses evolusi model bisnis travel. 46 e-Proceeding | COMICOS 2017 METODOLOGI Metode penelitian yang digunakan dengan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang orang dan perilaku yang dapat diamati. (Moleong, 2007:4). Sumber data dalam penelitian ini adalah terdiri dari data sekunder dan data primer. Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan untuk menyelesaikan masalah yang dapat ditemukan dengan cepat. Sedangkan data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud khusus menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama (Sugiono, 2009). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai literatur yang berhubungan erat dengan studi model bisnis, evolusi model binis travel, serta hasil-hasil penelitian dan data pendukung lainnya dari berbagai sumber antara lain media massa, media online jurnal penelitian dan buku-buku teks lain sebagainya. Sedangkan data primer diperoleh dari para informan yang telah ditentukan. Teknik pengumpulan data primer dalam penelitian ini dengan melakukan wawancara kepada informan-informan kunci yang yang kompeten di bidangnya untuk menjawab rumusan permasalahan penelitian ini yang terdiri dari kalangan pemerintah (Kementerian Perdagangan, Kementerian Kominfo, Pengembangan Ekonomi Kreatif-Bekraf, Dirjen Pajak), swasta atau pelaku bisnis travel (Tiket.com, Sumatera Wonder Trip), asosiasi pengusaha travel/e-commerce (Asita, IdeA), LSM (YLKI) dan akademisi (Universitas Indonesia). Hasil berbagai data primer maupun sekunder yang telah terkumpul kemudian diolah dengan cara memilah-milah berdasarkan tujuan penelitian yang akan dijawab. 47 e-Proceeding | COMICOS 2017 Beberapa diantaranya dijelaskan dalam bentuk gambar untuk memudahkan analisi. Datadata tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Indonesia merupakan negara dengan destinasi pariwisata yang beragam dan spesifik. Hal ini menjadi modal besar untuk pemasukan devisa dengan mendatangkan wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Perubahan era dengan adanya penggunaan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK), ikut merubah model bisnis pariwisata atau travel (biro perjalanan). Suprianto dan Muhsin (2008) mengatakan perubahan teknologi selama satu dasawarsa terakhir membuat perubahan cepat dengan mempengaruhi berbagai bidang profesi, perubahan ini juga menjadikan pola kerja yang harus berubah pula seperti e-government, e-procurement, e-business, e-commerce dan lain-lain. Model Bisnis Travel Conventional (Transaksi Informasi, Jasa, Finansial) Sebelum TIK berkembang pesat dengan penggunaan internet yang masif, model bisnis travel konvensional terbilang sederhana. Transaksi (pertukaran) informasi bisa terjadi secara langsung, dan juga melalui media konvensional seperti majalah, surat kabar, pamflet, poster, selebaran, radio, televisi dan media publik lainnya. Komunikasi pada travel konvensioanl (offline) mayoritas terbentuk secara tatap muka. Dimana ada penyedia tiket (udara, laut, darat), penginapan/hotel, tempat wisata di kantor masingmasing. Komunikator dalam hal ini penjual menyampaikan pesan yang berisi informasi tentang tiket, penginapan, tempat wisata, harga, tujuan dan sebagainya. Calon pembeli juga dapat langsung dapat mengerti dan memastikan memesan apa yang akan dibeli. Sedangkan proses jual beli antara penjual dan pembeli terjalin komunikasi dua arah. Travel konvensional juga menggunakan beberapa media massa baik itu cetak maupun elektronik, sebagai media promosi barang/produk mereka. Iklan melalui media 48 e-Proceeding | COMICOS 2017 massa ini tujuannya untuk memengaruhi khalayak (pembeli) untuk membeli produk mereka. Efek yang terjadi, banyak masyarakat terpengaruh iklan yang ditonton dari berbagai media massa dan kemudian mendatangi langsung agen, hotel/penginapan atau tempat wisata tersebut. Informasi tentang tempat suatu pariwisata misalnya sangat minim diperoleh pada era bisnis travel konvensional. Orang-orang bepergian tanpa informasi yang lengkap mengenai suatu tujuan wisata. Jika ingin memperoleh informasi baik soal tarif, destinasi, fasilitas dan lain-lain, pelanggan mendatangi langsung tempat atau melalui telepon. Sistem transaksi jasa juga dilakukan secara langsung yaitu dari pelanggan ke penjual/maskapai/kapal laut/kereta api/agen travel/tempat wisata/hotel baik secara langsung (mendatangi langsung) ataupun melalui telepon. Sedangkan sistem transaksi pembayarannya pun dilakukan secara langsung (tunai) maupun melalui kartu kredit atau debit (gambar 2). Model Bisnis Travel Conventional Transak si Informa Jenis informasi: Tarif, Destinasi/rute (travel/pariwisata); Tarif, jenis room, fasilitas (Hotel/penginapan) Sumber Informasi: Kantor travel/agen (darat,laut,udara), Hotel/penginapan, Majalah, Surat Kabar, Pamflet, Poster, Baliho dll Cara order: Datang langsung, call centre, Agen Transak si Jasa PelangganPenyedia jasa transportasi/travel/tempat wisata/hotel PelangganAgentravel /tempat wisata/hotel Transak si Finansi al/Pemb ayaran Tunai, Transfer, Debit/Kartu kredit #Jenis: B2B, B2C #by phone, datang langsung Gambar 2. Model Bisnis Travel Conventional Jenis sifat transaksi dalam model bisnis travel konvensional ini adalah Businessto-Business (B2B) yaitu proses transaksinya bertipe B2B melibatkan perusahaan atau organisasi yang dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. Dan Business-toConsumer (B2C) atau bisnis yang proses transaksinya terjadi dalam skala kecil sehingga 49 e-Proceeding | COMICOS 2017 tidak hanya organisasi tetapi juga individu dapat terlibat pada pelaksanaan transaksi tersebut (Turban & King, 2002). Beberapa tahun sebelum travel online marak berkembang, sektor bisnis pariwisata nasional mutlak menjadi pasar tunggal bagi ribuan biro perjalanan wisata yang menyediakan jasa penjualan tiket pesawat, kapal laut, kereta api, bus dan sebagainya. Belakangan, peran biro perjalanan wisata mulai menghadapi tantangan bisnis dengan hadirnya online travel yang mengedepankan pemasaran tiket online berbasis aplikasi. Kondisi ini menjadi tantangan bagi para pebisnis travel atau biro perjalanan wisata tradisional. Apalagi layanan travel online mempermudah konsumen untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan cepat dan langsung disertai berbagai promosi menarik, mulai dari harga jual tiket yang jauh lebih murah dari rata-rata harga pasar. “Skema bisnis yang ditawarkan travel online dengan menjual tiket di bawah ratarata harga pasar, bahkan lebih murah dari harga yang ditawarkan maskapai airlines, telah membuat aroma persaingan bisnis menjadi tidak sehat. Travel online bukan mencari margin dari harga tiket yang dibeli oleh calon penumpang, malah mereka mensubsidi harga jual tiket menjadi lebih murah. Akhirnya travel online bukan lagi menjadi bisnis pariwisata melainkan menjadi bisnis aplikasi yang nantinya diperjualkan setelah brand-nya sudah terkenal atau mapan. Keberadaan bisnis travel online ini sangat mengancam keberadaan usaha resmi biro travel yang berbadan hukum. Sejumlah travel online juga memberikan banyak kemudahan kepada konsumen tidak hanya menjual tiket penerbangan saja tetapi juga menjual paket wisata maupun umroh.” (Asnawi Bahar, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia-ASITA, 2016). “Berdasarkan data huawei global connectivity index 2015, peluang Indonesia sangat besar dalam bisnis online baik dari sisi bisnisnya maupun dari sisi masyarakat pengguna layanannya. Ini karena mobile broadband-nya bagus. (Yudho Giri Sucahyo, Pakar Kebijakan Publik Universitas Indonesia,2016). Kondisi yang dihadapi ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi travel konvensional. Berdasarkan catatan dari Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA), terdapat 7.000 perusahaan travel yang telah terdaftar di Indonesia pada tahun 2016. Jumlah ini meningkat 75% dibandingkan tahun 2013 yang hanya 4.000 50 e-Proceeding | COMICOS 2017 perusahaan. Pesatnya pertumbuhan ini mendorong perusahaan travel untuk meningkatkan efisiensi kegiatan operasional perusahaan agar dapat menjaga tingkat persaingan usaha, salah satunya dengan mentransformasikan bisnis secara digital (online) yang mengintegrasikan data dari berbagai vendor biro perjalanan seperti tiket penerbangan, hotel, sewa mobil, paket tur, dan lain sebagainya (Wijayani, 2016). Sekitar 30 persen dari ribuan anggota Asita telah melengkapi platform bisnis pariwisatanya dengan sistem online (Hadi, 2016). Model Bisnis Travel Existing (Transaksi Informasi, Jasa, Finansial) Kemajuan TIK serta pemanfatannya, merupakan alasan terkuat terjadinya evolusi model bisnis travel dari konvensional ke existing atau yang sedang berjalan saat ini. Christensen dkk, (2006) menyebutkan bahwa dunia industri banyak terjadi distruptif inovasi yang disebabkan oleh kemajuan dan penggunaan teknologi yang mengakibatkan banyaknya perubahan pola bisnis, industri serta perubahan sosial. Kemudahan mengakses internet, mampu merubah drastis berbagai sektor industri termasuk pariwisata/travel. Internet telah menjadi sumber informasi yang utama bagi para wisatawan dan merupakan sebuah platform bagi transaksi bisnis. Kemunculan situssitus penyedia informasi hotel dan tempat wisata, sekaligus fitur untuk pemesanannya, membuat peta bisnis perjalanan wisata pelan-pelan berubah. Kini masyarakat makin jarang berurusan dengan agen perjalanan dengan sistem konvensional tetapi lebih banyak sudah terlayani oleh situs-situs seperti Traveloka, Trivago, Mister Aladin, Pegi-pegi, Nusatrip, Tiket.com, dan lain sebagainya karena praktis, efektif, dan efisien (Hasan, 2017). 51 e-Proceeding | COMICOS 2017 Puluhan tahun silam orang bepergian tanpa informasi yang lengkap mengenai suatu tujuan wisata, kini informasi mengenai apapun bisa diperoleh ketika merencanakan perjalanan. Proses sebuah perjalanan wisata pun mengalami evolusi seiring dengan berkembangnya teknologi. Perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi Kemudahan layanan mulai dari pemesanan tiket hingga penginapan, membuat konsumen memanfaatkan travel online. Bank & Bank (2015) mengatakan internet memiliki peran dalam perencanaan perjalanan seseorang. Model Bisnis Travel Existing Transak si Informa si Jenis informasi: Tarif, Destinasi/rute (travel/pariwisata); Tarif, jenis room, fasilitas, map (Hotel/penginapan) Sumber Informasi: Web browser, Mobile app, website, media sosial dll. Cara order: Mobile app Transak si Jasa PelangganPenyedia jasa #Jenis: B2B, B2C # by web, app startup Transak si Finansi al/Pemb ayaran Tunai, Transfer, Debit, Kartu kredit, e-money, payment gateway, mbanking, e-banking. Gambar 3. Model Bisnis Travel Existing. Hasil penelitian yang digali dari para informan dan sumber data lainnya dapat dilihat pada gambar 3 tentang model bisnis travel yang kini sedang berjalan (existing). Transaksi informasi yang terjadi meliputi jenis informasi yang ditawarkan meliputi tarif, destinasi/rute untuk jasa biro perjalanan/pariwisata (travel/pariwisata); tarif, jenis kamar (room), fasilitas, peta (map) lokasi untuk hotel/penginapan. Sumber Informasi ini dapat diperoleh secara online meliputi web browser, mobile app, website, media sosial dan lain-lain. Cara melakukan pemesanan/order jasa dapat melalui mobile app. Sementara transaksi barang/jasa dilakukan antara pelanggan ke penyedia jasa. Adapun jenis bisnis dalam model ini masih B2B dan juga B2C melalui website dan aplikasi startup (travel 52 e-Proceeding | COMICOS 2017 online). Transaksi finansial/pembayarannya berupa tunai, transfer, debit, kartu kredit, emoney, payment gateway, m-banking, dan e-banking. “B2C saat ini yang diterapkan tiket.com sudah berjalan baik tapi masih tetap terapkan B2B, Ini karena perilaku orang Indonesia yang suka dilayani dan hidup dalam grup. Akhirnya B2B ditambah dalam bentuk travel agent”. (Gaery Undarsa, Co Founder, Chief Communication Officer Tiket.com, 2016). Gambaran ini merupakan konsekuensi dari sebuah perubahan dari model bisnis konvensional ke digital yang memberikan kemudahan dan keefektifan baik bagi penyedia jasa maupun pelanggan. Orang tidak lagi harus bertemu secara langsung karena informasi telah tersedia secara online transaksi barang dan jasa dengan jelas dapat diperoleh di media online serta pembayarannya juga dapat dilakukan secara transfer. “Dari sisi perubahan informasi, jelas lebih baik. Dulu mungkin orang harus datang ke travel agency untuk tahu paket wisata dan bayar langsung. Kalau sekarang, semua via online dan bayar via transfer, sama sekali tidak perah tatap muka dengan penyedia tour. Sisi positifnya, mempermudah pekerjaan, hemat waktu, sisi tidak baiknya rentan penipuan. Dari segi transaksi barang/jasanya sebenarnya sama saja karena jasanya ini kita dapat di perjalanan, jadi calon pelancong harus lebih aktif bertanya tentang fasilitas yang bakal dia terima saat tour, baik dengan cara konvensional atau modern via online. (Lina Naibaho, Owner Sumatera Wonder Trip, 2017). “Transaksi ekonomi digital secara umum termasuk travel online mengancam kondisi intermediary business karena konsumen (customer) bisa bertransaksi langsung dengan produsen, tidak ada barrier dalam melakukan transaksi. (Basuki Yusuf Iskandar, Kepala Badan Litbang SDM Kominfo, 2016). “Masih banyak pelaku bisnis konvensional yang belum beralih model bisnis ebusiness. Namun dengan adanya e-commerce dan ebusiness diharapkan dapat menjadi wahana yang mempercepat pertumbuhan ekonomi kreatif termasuk sec\ktor biro perjalanan di Indonesia. (Wawan Rusiawan, Direktur Riset dan Pengembangan Ekonomi Kreatif-Bekraf, 2016). Jusuf (dalam Wijayani, 2016) menyebutkan bahwa industri travel merupakan industri kedua tertinggi yang menerapkan teknologi di dalam kegiatan bisnisnya, setelah industri finansial dan perbankan. Serupa dengan industri perbankan yang kini lebih mengandalkan mesin ATM dibandingkan teller, maka industri travel juga mulai 53 e-Proceeding | COMICOS 2017 mengurangi ketergantungan proses kerja tenaga ticketing dan menggantinya dengan sistem online booking tools. Jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia yang meningkat signifikan setiap tahun sejak 2015 didorong semakin banyaknya startup atau perusahaan rintisan yang menawarkan jasa travel, pemesanan kamar hotel, dan penyewaan kendaraan secara online. Menurut Suhariyanto (dalam Kumparan, 2017), perkembangan industri digital mendorong turis asing datang ke Indonesia karena bisa dengan mudah mendapatkan informasi mengenai pariwisata di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata, dari seluruh wisawatan asing yang berkunjung ke Indonesia, 70 persen mengetahui tempat-tempat wisata, hotel dan perjalanan wisata dari internet. Kementerian Pariwisata tahun 2017 juga menargetkan jumlah wisatawan mancanegara naik menjadi 15 juta orang. Strategi utama yang akan dilakukan untuk mencapai target tersebut adalah dengan pengembangan pemasaran digital. Bentuk pemasaran digital yang juga berkembang pesat dalam model bisnis travel saat ini adalah melalui media sosial. Melalui media sosial berbagai informasi sekaligus interaksi antar penyedia layanan dan konsumen dapat langsung terjadi. Casalo, dkk (2009) mengatakan bahwa untuk memberi nilai tambah kepada konsumennya, semakin banyak perusahaan yang mulai menggunakan perangkat online seperti jejaring sosial untuk menjalin komunikasi dan interaksi dengan konsumen. Menurut Juliet Carnove, media sosial telah mengubah lanskap pemasaran dalam industri travel. Sebagian besar pengelola merek juga menjadikan media sosial sebagai salah satu kanal layanan kepada pelanggan mereka. Bahkan perusahaan-perusahaan travel yang menanggapi keluhan secara tulus di media sosial adalah yang berpotensi sukses untuk memperkuat reputasi mereka seperti American Airlines dan JetBlue (Wulandari, 2017). 54 e-Proceeding | COMICOS 2017 Media sosial juga memiliki dampak besar pada model agen travel atau perjalanan. Ketersediaan informasi dan kemudahan self-service pesanan membuat agen perjalanan beradaptasi dari model lama ke model yang lebih digital. Hal itu perlu dilakukan, karena agen perjalanan yang menyasar wisatawan pengguna internet yang harus memperhitungkan preferensi mereka dimana sangat bergantung pada digital dan media sosial. Dengan beragam pilihan media informasi yang tersedia, turis atau wisatawan mulai menggunakan beberapa sumber informasi online untuk mencari informasi guna merancang perjalanan mereka dan berbagi pengalaman mengenai destinasi wisata (Hock, 2007). Paparan di atas menunjukkan bahwa model bisnis travel baru mempunyai karakteristik khusus yang positif antara lain berbasis transaksi informasi, dimana informasi bisa dipertukarkan antara penyedia jasa (produsen) dengan pembeli (konsumen), informasi bersifat langsung (direct to market), informasi yang disampaikan oleh produsen langsung ke sasaran pasar (produsen) tanpa perantara, lintas batas negara (delocation), siapapun dan dari negara manapun juga dapat memanfaatkan bisnis ini (baik sebagai produsen maupun konsumen) karena sifatnya yang online. Karakteristik lain dari model baru ini juga bersifat fast forward atau cepat baik dalam memperoleh informasi maupun proses transaksi dan real time. Sedangkan karakteristik khusus dari bisnis travel baru yang bersifat negatif antara lain dapat saja terjadi anonimitas atau sifatnya yang juga anomim (tanpa nama) atau informasi identitas pribadi seseorang tidak diketahui. Disamping itu informasi digital bersifat hyper-realitas dimana informasi digital sifatnya yang terkadang melebihlebihkan realita yang ada. Kondisi ini sekaligus juga menghasilkan peluang dan tantangan tidak saja bagi penyedia jasa bisnis travel baru, namun juga bagi konsumen 55 e-Proceeding | COMICOS 2017 serta pemerintah sebagai regulator kebijakan. Tantangan yang dihadapi diantaranya penurunan pajak, persoalan keamaman data pribadi serta masih lemahnya perlindungan konsumen. “Potensi pajak dengan mulai berkurangnya intermediary bisa menjadi cukup banyak karena transaksi dilakukan secara digital yang cukup sulit untuk ditelusuri (tertutup dan dilindungi undang-undang privacy). Kehadiran negara dalam era ekonomi digital berkaitan dengan konsumen sangat diperlukan, karena banyak transaksi yang langsung dari produsen ke konsumen yang tidak diketahui standarnya. (Basuki Yusuf Iskandar, Kepala Badan Litbang SDM Kominfo, 2016). Hasil penelitian ini mengungkapkan bisnis travel online yang dijalankan perseorangan tidak mempunyai perusahaan/perseroan terbatas, sehingga tidak membayar pajak. Disamping itu pajak hotel yang harus ditanggung oleh hotel yang bersangkutan sementara startup yang mewadahinya tidak menanggung sama sekali. Selain itu banyaknya perusahaan bisnis anonimitas, yang berada di luar Indonesia namun memberikan layanan di dalam negeri. “Dirjen Pajak tidak bisa men-trace potensi pajak terhadap transaksi digital. Anonimitas merupakan kendala bagi Dirjen Pajak untuk mendapatkan pajak, dalam hal ini sangat banyak terjadi di era ekonomi digital. Perusahaan seperti Booking.com seolah-olah bebas dari pajak karena terbentur dengan anonimitas yang seolah-olah tidak diketahui keberadaannya (berada di luar Indonesia) padahal memberikan layanan reservasi dari Indonesia. Tidak ada ketentuan pajak baru bagi ecommerce. Aturan untuk ecommerce adalah sama dengan aturan pajak pada sistem bisnis konvensional. Nemun Dirjen Pajak sudah membentuk tim AdHoc (lintas direktorat) yang menangani ecommerce, tim ini tengah menyusun database ecommerce secara manual.” (Ahmad Jhauhari, Direktorat Transformasi Proses Bisnis-Dirjen Pajak, 2016). Sedangkan persoalan perlindungan konsumen juga diakui masih lemah. Data dari Yayasan Perindungan Konsumen Indonesia (YLKI) menyebutkan bahwa untuk kasus bisnis online terus meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2012, hanya 11 kasus namun tahun 2015 meningkat menjadi 77 kasus pengaduan atau 7,5%. Bahkan hingga semester pertama tahun 2016, sudah mencapai 49 kasus. Meski tidak banyak dibanding sektor lainnya, pengaduan jasa travel pariwisata termasuk 1, 46% di dalamnya (YLKI, 2016). 56 e-Proceeding | COMICOS 2017 Gambar 3. Profil Pengaduan Konsumen 2015 (Sumber: YLKI, 2016) “YLKI menyoroti beberapa hal yang penting antara lain belum adanya regulasi terhadap kerahasiaan data/proteksi data konsumen. Dan selanjutnya banyaknya penyedia jasa travel misalnya Agoda tidak memiliki kantor perwakilan penjual (badan hukum) di Indonesia yang menjadi subjek hukum. Sehingga pada saat terjadi kasus yang merugikan konsumen di Indonesia, hal tersebut sulit untuk diproses secara hukum. (Sularsih, Ketua Bidang Pengaduan YLKI, 2016). Permasalahan yang ada saat ini dalam bisnis transaksi online belum adanya Undang-Undang yang mengatur secara khusus namun terpencar diberbagai peraturan, banyak bersinggungan dengan berbagai regulasi. Namun Kementerian Perdagangan, Kementerian Kominfo dan Kementerian Keuangan sedang menyusun peraturan yang berkaitan dengan transaksi bisnis elektronik. “RPP Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (RPP TPMSE) sedang disusun yang berpedoman pada dua aspek, yaitu light touch regulation dan safe harbor yang bertujuan membangun consumer trust dan consumer confidence. Adapun pelaku TPMSE meliputi merchant, penyelenggara sarana perantara, dan penyelenggara TPMSE.” (Iriani Pramudyaningsih, Kasubdit Perdagangan Melalui Sistem Elektronik-Kementerian Perdagangan, 2016). “Rancangan regulasi transaksi sistem elektronik yang sedang disusun selain RPP 57 e-Proceeding | COMICOS 2017 TPMSE adalah Draft RPM terkait Safe Harbour Policy dan RPM perihal regulasi Penyedia Aplikasi dan Layanan Online (OTT) oleh Kementerian Kominfo. Juga Kajian dan Review Pengaturan Dasar Pengenaan Pajak yang berlaku di industri ecommerce oleh Kementerian Keuangan.” (Bima Laga, Head Division of Taxation, Infrastructure and Cyber Security –ideA, 2016). Model Bisnis Travel Future (Transaksi Informasi, Jasa, Finansial) Melihat tren penggunaan TIK dalam bisnis travel saat ini, dimasa yang akan datang TIK akan semakin berperan. Penelitian ini juga berusaha melakukan forcasting model bisnis travel future (masa depan) akan semakin memudahkan konsumen, baik dari sisi pelayanan informasi, jasa juga transaksi pembayaran. Konsumen di masa mendatang yang hendak berpergian akan memiliki agen perjalanan (e-agent) pribadi yang akan mengatur dan mengikuti perjalanannya dengan layanan intermoda yang terintegrasi. Intermoda adalah pengangkutan barang/penumpang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan menggunakan lebih dari satu moda transportasi tanpa terputus dalam hal biaya, pengurusan administrasi, dokumentasi, dan adanya satu pihak yang bertanggung jawab sebagai pengangkut (Salim,1993). Sedangkan sistem pembayaran pada bisnis masa depan ini nantinya juga sudah tidak lagi menggunakan uang tunai (cashless). Model Bisnis Travel Future Transak si Informa Transak si Jasa Jenis informasi: Penawaran Perjalanan/liburan Sumber Informasi: Web browser, Mobile app, website, media sosial, e-agent pribadi. Cara Order: Website, mobile apps -intergrated order #layanan intermoda PelangganPenyedia jasa #Jenis: gabungan B2B dan B2C # by web, app startup Gambar 5. Model Bisnis Travel Future 58 Transak si Finansi al/Pemb ayaran Non tunai (cashless), Transfer, Debit, Kartu kredit, e-money, payment gateway, e-banking, EDC Mobile, NFC, QR code #layanan intermodal (pembayaran hanya dilakukan 1 kali untuk berbagai sarana travel e-Proceeding | COMICOS 2017 Transaksi finansial dalam proses bisnis online di masa depan (future), memungkinkan pelibatan pemindai biometrik (retina scan dan finger print scan) untuk menjaga keamanan data konsumen. Sidik jari dan retina adalah unik untuk setiap makhluk hidup sehingga dapat digunakan sebagai sandi identifikasi yang sangat privat. Selain itu menggunakan integrasi gadget (jam tangan, kartu, e-wallet yang harus di tap pada merchant tertentu), yang terintegrasi dengan cloud computing atau big data untuk pembacaan akun finansial seseorang. Sementara dalam proses transaksi jasa memungkinkan pembayaran on the spot melalui tracking pembeli bukan di rumah, di kantor, atau lokasi terdaftar (Puslibang Aptika IKP, 2016). Peluang dan tantangan bisnis masa depan juga dipastikan jauh lebih besar. Dalam dunia inovasi teknologi yang pesat dan cepat, bisnis travel masa depan harus mengantisipasi dan berinovasi juga dengan kecepatan tinggi. Mau tidak mau, pengusaha bisnis travel harus menyesuaikan diri mengikuti tren yang ada, karena jika tidak akan terlibas dengan perusahan lainnya. Apalagi untuk bisnis travel lokal, yang tidak memiliki modal usaha yang besar, perlu mengatur strategi untuk dapat bertahan atau eksis di waktu sekarang dan masa depan. “Untuk masa depan, semua akan menggunakan aplikasi yang dapat diinstal handphone android. Dan melalui aplikasi itu konsumen dapat melihat langsung paket-paket tour yang ditawarkan dan juga bisa langsung memilihnya sesuai kekinginan. Tantangan ke depan akan lebih berat karena persaingan antar bisnis pariwisata/travel, hanya saja agen travel lokal harus kreatif supaya tidak tergilas. (Lina Naibaho, Owner Sumatera Wonder Trip, 2017). Ketiga model bisnis travel yang digambarkan di atas dengan transaksi informasi, jasa dan finansial/pembayaran lambat laun berubah mulai dari model lama ke baru hingga ke masa depan. Perubahan ini dikarenakan penggunaan TIK yang semakin 59 e-Proceeding | COMICOS 2017 dominan dalam proses transaksi. Ciri perubahan digambarkan bahwa model bisnis baru bersifat disruptive. Model bisnis baru akan bersifat disrupt terhadap model lama, begitu pula pada model bisnis future (masa depan) akan disrupt terhadap model sebelumnya (existing). Seperti yang disampaikan Christensen dan Bower (1995) bahwa disruptive merupakan inovasi yang membantu menciptakan pasar baru, mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada, dan pada akhirnya menggantikan teknologi terdahulu. Inovasi disruptif mengembangkan suatu produk atau layanan dengan cara yang tak diduga pasar, umumnya dengan menciptakan jenis konsumen berbeda pada pasar yang baru dan menurunkan yang tak diduga pasar. Juga menciptakan jenis konsumen berbeda pada pasar yang baru dan menurunkan harga pada pasar yang lama. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa perkembangan sektor ekonomi di Indonesia yang memasuki era ekonomi digital, merubah model bisnis travel/biro perjalanan yang ada. Model bisnis travel berubah dari model lama (conventional) ke model baru (exsisting) yang kini sedang berjalan serta prediksi perubahan model bisnis di masa depan (future). Tiga transaksi mendasar pada industri travel yang merubah model bisnis dari waktu ke waktu adalah transaksi informasi, jasa dan finansial (pembayaran). Transaksi informasi (tarif, destinasi/rute untuk jasa biro perjalanan/pariwisata (travel/pariwisata); tarif, jenis kamar (room), fasilitas, peta (maps) lokasi untuk hotel/penginapan berubah di setiap waktu. Pertukaran informasi dari model bisnis terdahulu berbeda dengan yang sedang existing saat ini (secara manual ke online). Tetapi ada beberapa persamaan dalam model bisnis existing dengan prediksi model masa depan. 60 e-Proceeding | COMICOS 2017 Dan perubahan mendasar ini disebabkan karena penggunaan TIK yang mulai mengglobal baik dalam bisnis maupun oleh masyarakat pengguna (konsumen). Sedangkan transaksi jasa, dari ketiga model cenderung sama yaitu dengan jenis bisnis Business to Business (B2B) dan juga Business to Consumer (B2C). Hanya saja yang membedakan adalah perangkat TIK yang digunakan dalam proses transaksi jasa berlangsung (offline ke online). Sementara transaksi finansial (pembayaran) juga berubah dalam bisnis. Jika pada model terdahulu, transaksinya masih sangat sederhana yaitu dengan transaksi pembayaran langsung, namun kini dan masa depan memiliki banyak jenis metode pembayaran secara online. Ciri perubahan model bisnis travel ini bersifat disruptive terhadap bisnis yang ada sebelumnya. Model baru dan yang akan datang akan cenderung memudahkan konsumen baik dari sisi pelayanan hingga pembayaran disamping itu model bisnis future juga yang bersifat integrasi dengan layanan lain. Konsekuensi model bisnis travel yang berevolusi ini menimbulkan peluang dan juga tantangan baik bagi industri travel secara umum, pemerintah dan juga masyarakat sebagai konsumen. Peluangnya adalah memaksa industri travel konvensional segera beralih ke sistem online sehingga memudahkan masyarakat (konsumen) karena memiliki banyak pilihan untuk bertransaksi secara online. Namun tantangan lainnya adalah industri travel khususnya lokal harus bersaing dengan travel dengan modal besar. Tantangan lainnya adalah berimplikasi pada penurunan pajak, perlindungan konsumen yang masih lemah, keamanan data pribadi dan lain sebagainya. Rekomendasi dari hasil penelitian ini perlu ada regulasi yang menguntungkan semua pihak (penyedia jasa, konsumen maupun pemerintah). Diantaranya untuk sektor bisnis setiap pelaku bisnis travel mengupayakan badan usaha perwakilan secara resmi, 61 e-Proceeding | COMICOS 2017 sehingga mudah terdata sebagai wajib pajak. Pemerintah perlu mengatur mekanisme pajak pada proses transaksi online membuat national payment gateway system, melakukan safe harbor policy (transaksi online startup, aplikasi dan sebagainya), serta membuat regulasi investasi asing, kepastian hukum. Rekomendasi untuk perlindungan konsumen adalah membuat standarisasi penyelesaian masalah transaksi online mempercepat menyelesaikan peraturan tentang perlindungan transaksi online mensosialisasikan kebijakan perlindungan data pribadi sehingga pelaku usaha dan masyarakat tahu tentang hal tersebut. Sedangkan rekomendasi kebijakan untuk mengantisipasi persoalan masa mendatang dalah pemerintah dapat membuat regulasi sistem layanan yang terintegrasi (transaksi informasi, jasa, maupun finansial). DAFTAR PUSTAKA Bank, P. C. M. Van Der, & Bank, M. Van Der. (2015). The Impact Of Social Media. African Journal of Hospitality, Tourism and Leisure, 4(2). Bellman, R., Clark, C. E., Malcolm, D. G., Craft, C. J., & Ricciardi, F. M. (1957). On the construction of a multi-stage, multi-person business game. Operations Research, 5(4), 469-503. Casaló, L., Flavián, C., & Guinalíu, M. (2009). Consumer Behavior In Firm-hosted Online Travel Communities. Proceedings of Mediterranean Conference on Information Systems 2009. Diakses dari: http://aisel.aisnet.org/mcis2009/54/, 2 Juli 2017. Chesbrough, H., & Rosenbloom, R. S. (2002). The role of the business model in capturing value from innovation: evidence from Xerox Corporation's technology spin‐off companies. Industrial and corporate change, 11(3), 529-555. Chiou, W. C., Lin, C. C., & Perng, C. (2011). A strategic website evaluation of online travel agencies. Tourism Management, 32(6), 1463-1473. Christensen dan Joseph Bower. (1995). Disruptive Technologies: Catching the Wave. Harvard Business Review. From the January–February 1995 Issue. Diakses dari: https://hbr.org/1995/01/disruptive-technologies-catching-the62 e-Proceeding | COMICOS 2017 wave, 8 Juli 2017. Christensen, C. (2013). The innovator's dilemma: when new technologies cause great firms to fail. Harvard Business Review Press. Christensen, C.M. et al. (2006). Disruptive innovation for social change. Harvard business review, 84(12), p.94. de Reuver, M., Bouwman, H. & MacInnes, I. (2007). What Drives Business Model Dynamics? A Case Survey. In 8th World Congress on the Management of eBusiness (WCMeB). Canada: Toronto, Ontario. Demil, B., & Lecocq, X. (2010). Business model evolution: in search of dynamic consistency. Long Range Planning, 43(2), 227-246. Drucker, P. F. (1995). People and performance: The best of Peter Drucker on management. Routledge. Eungblut, S. (2013). PESTLE and Porter’s 5 Forces Analysis: Two Crucial Concepts for Business Leaders & Sales People. Diakses dari: http://sterlingchase.com/2011/09/pestle-and-porters-, 2 Juli 2017. Hadi. (2016). Duel Sengit Biro Tradisional Versus Online Travel (bagian 1). Diakses dari: http://www.franchiseglobal.com/duel-sengit-biro-tradisionalversus-online-travel-bagian-1.phtml, 20 Mei 2017. Hartman, Amir, and John Sifonis. (2000). Net Ready-Strategies for Success in the EConomy. United States: McGraw-Hill. Hasan, Akhmad Muawal. (2016). Para Jawara Bisnis Travel Online Indonesia. Diakses dari: https://tirto.id/para-jawara-bisnis-travel-online-indonesia-bA3j, 23 Mei 2017. Henne, Julia. (2014). Business Model Dynamics In The Tourism Industry. Thesis. University of Twente Faculty of Management and Governan. Diakses dari: http://essay.utwente.nl/65327/1/Henne_BA_MB.pdf Permission to make digital or hard copies of all, 2 Mei 2017. Hock, R. (2007). The Traveler’s Web: An Extreme Searcher Guide to Travel Resources on the Internet. Jamaludin, Fauzan. (2015). Begini Potensi Pasar Online Travel di Indonesia. Diakses dari: https://www.merdeka.com/teknologi/begini-potensi-pasar-online-travel-di- indonesia.html, 5 Juli 2017. 63 e-Proceeding | COMICOS 2017 Johnson, G., Whittington, R., Scholes, K., & Pyle, S. (2011). Exploring strategy: text & cases. Harlow: Financial Times Prentice Hall. Kumparan. (2017). Travel Online Dorong Pertumbuhan Kunjungan Turis Asing. Diakses dari: https://kumparan.com/angga-sukmawijaya/travel-online-dorong- pertumbuhan-kunjungan-turis-asing, 5 Juli 2017. Magretta, J. (2002). Why business models matter. Harvard Business Review. May;80(5):86-92. Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset. Osterwalder, A. (2004). The business model ontology: A proposition in a design science approach. Institut d’Informatique et Organisation. Lausanne, Switzerland, University of Lausanne, Ecole des Hautes Etudes Commerciales HEC, 173. Pratama, Aditya Hadi. (2017). Perkembangan Pengguna Internet di Indonesia Tahun 2016 Terbesar di Dunia. Diakses dari https://id.techinasia.com/pertumbuhanpengguna-internet-di-indonesia-tahun-2016, 6 Juni 2017. Puslitbang Aptika dan IKP. (2016). Study Ekonomi Digital di Indonesia: Sebagai Pendorong Utama Pembentukan Industri Digital Masa Depan. Laporan Akhir. Jakarta: Kementerian Kominfo. Ratman, Dadang Rizki. (2016). Pembangunan Destinasi Pariwisata Prioritas 2016 -2019. Disampaikan pada rapat koordinasi nasional kementerian pariwisata “Äkselerasi Pembangunan Kepariwisataan dalam Rangka Pencapaian Target 12 Juta Wisman dan 260 Juta Wisnus 2016.” Dikases dari: http://www.kemenpar.go.id/userfiles/Paparan%20-%20Deputi%20BPDIP.pdf, 7 Juli 2017. Salim, Abbas. (1993). Manajenen Transportasi. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Supriyanto, W. & Muhsin, A. (2008). Teknologi Informasi Perpustakaan. Yogyakarta: Kanisius. Teece, D. J. (2010). Business Models, Business Strategy And Innovation. Long range planning, 43(2), 172-194. Timmers, P. (1998). Business Models For Electronic Markets. Electronic markets, 8(2), 64 e-Proceeding | COMICOS 2017 3-8. Turban, E., J. Lee, D. King, dan H. M. Chung. (2000). Electronic Commerce A Managerial Perspective Upper Saddle River. NJ: Prentice Hall. Verma, D. P. S., & Varma, G. (2003). On-Line Pricing: Concept, Methods And Current Practices. Journal of Services Research, 3(1). Wijayani, Septi.(2016). Komputasi Awan Bantu Agen Travel Konvensional Transformasi Ke Digital. Diakses dari: http://marketeers.com/komputasi-awanbantu-agen-travel-konvensional-transformasi-ke-digital/, 6 Juli 2017. Wulandari, Dwi. (2017). Menyikapi Perubahan Lanskap Pemasaran di Industri Travel. Diakses dari:http://mix.co.id/marcomm/brand-communication/digital-brand- communication/menyikapi-perubahan-lanskap-pemasaran-di-industri-travel, 6 Juli 2017. Yao, Jingshu, Ting Liu, and Hong Zheng. (2014). The Analysis of Business Model Transformation– Case Study on Qunar. Journal Of Chinese Economics, 2014 Vol. 2. No. 3, Pp 38-47. http://journals.sfu.ca/nwchp/index.php/journal/article/viewFile/40/40, Diakses: 7 Juli 2017. YLKI. (2016). Profil Pengaduan Konsumen 2015. Jakarta: Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia. 65 e-Proceeding | COMICOS 2017 66 e-Proceeding | COMICOS 2017 Peranan Media Online Terhadap Perkembangan UMKM di Bekas Lokalisasi Dolly Surabaya Ivan Divya Fauzan,1 Piola Surya Anggreini,2 dan Ade Kusuma3 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UPN “Veteran” Jawa Timur [email protected] / +6282245469948 Abstraksi Globalisasi menuntut para pelaku UMKM untuk memiliki strategi yang tepat guna menghadapi persaingan pasar bebas yang semakin terbuka. Salah satunya adalah mereka harus mampu memanfaatkan kemajuan teknologi dan internet, seperti halnya penggunaan media online guna menunjang kegiatan promosi dan pemasaran, serta meningkatkan kualitas usaha. Bekas lokalisasi Dolly merupakan salah satu wilayah di Surabaya yang kini berubah menjadi sentra UMKM baru. Perkembangan ekonomi di wilayah ini pun terus meningkat paska penutupan lokalisasi tersebut pada tahun 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan media online bagi perkembangan UMKM di bekas lokalisasi Dolly Surabaya, yaitu di kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif eksploratif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan indepth interview, observasi, dokumentasi, dan studi kepustakaan. Narasumber dipilih dengan menggunakan metode non probability sampling/ purpossive sampling. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa peranan media online dapat mendorong perkembangan UMKM di bekas lokalisasi Dolly Surabaya, berupa 1.) Memperluas jangkauan wilayah promosi dan pemasaran; 2.) Membuka akses kemitraan dengan berbagai pihak; 3.) Menunjukan eksistensi sentra UMKM di bekas lokalisasi Dolly; 4.) Merubah image Dolly yang semula dikenal sebagai wilayah prostitusi menjadi salah satu sentral UMKM berkembang di Surabaya. Meskipun demikian, beberapa kendala terhadap optimalisasi pemanfaatan teknologi dan internet di era persaingan global masih ditemui, diantaranya adalah rendahnya tingkat pendidikan, keterampilan, dan pengetahuan para pelaku UMKM yang berusia millenials. Disisi lain, peneliti juga melihat adanya potensi terhadap kehadiran technopreneur dalam menjalankan industri berbasis digital sehingga mengembangkan produktifitas dari generasi millennials di bekas Lokalisasi Dolly, serta memperkuat dan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Kata kunci : Entrepreneur, Global, Media Online, UMKM Key word : Entrepreneur, Global, Online Media, UMKM Mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi, FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur Mahasiswa program studi Hubungan Internasional, FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur 3 Dosen program studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur 1 2 67 e-Proceeding | COMICOS 2017 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Era globalisasi ditandai dengan adanya perkembangan teknologi, telekomunikasi, dan transportasi yang dimulai sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Globalisasi menyebabkan adanya keterkaitan dan saling mempengaruhi antar manusia dalam segala aspek kehidupan karena terbukanya batasan ruang dan waktu antar bangsa. Gannon menjelaskan bahwa globalisasi merujuk pada meningkatkan ketergantungan antara pemerintah, perusahaan bisnis, organisasi nirlaba, dan penduduk secara individu. (Samovar, et al., 2010 : 3). Globalisasi mempermudah manusia berpindah tempat, mempermudah pemenuhan kebutuhan manusia, serta mempermudah manusia bertukar informasi, budaya dan gaya hidup. Di sisi lain, globalisasi turun pula menghadirkan tantangan bagi bangsa, salah satunya adalah adanya liberalisasi di era global. Terciptanya pasar bebas yang berpengaruh besar terhadap perekonomian global. Istilah pasar bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu pada penjualan produk antar negara tanpa dikenakan pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya (Manurung & Marinus R., 2008 : 1). Hal ini sudah menjadi agenda internasional bagi mayoritas negara di dunia. Perdagangan bebas (free trade) kini telah diberlakukan di beberapa kawasan tertentu di dunia. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara memiliki hubungan kerja sama ekonomi yang diberi nama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kerja sama ini adalah bentuk integrasi ekonomi regional yang diterapkan sejak tahun 2015. Tujuan utama dari MEA adalah menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, arus barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, serta aliran modal yang lebih bebas. MEA akan menjadi kesempatan bagi Indonesia karena hambatan perdagangan akan berkurang, bahkan menjadi tidak ada. Kerjasama ini akan meningkatkan kegiatan eskpor yang akan berdampak peningkatan PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia. Pasar bebas menuntut pelaku usaha untuk memiliki daya saing dan kompetensi guna menghadapi persaingan dengan negara-negara di wilayah tersebut. MEA dapat menjadi ancaman jika para pelaku usaha di Indonesia tidak siap untuk menghadapinya. Perlu cara khusus untuk menghadapi persaingan ekonomi di pasar bebas. 68 e-Proceeding | COMICOS 2017 UMKM merupakan salah satu sektor strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari besarnya pencapaian di sektor UMKM. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 menyebutkan jumlah tenaga kerja di sektor UMKM sebesar 107,6 juta pekerja atau sekitar 97 persen dari jumlah pekerja di Indonesia. UMKM mampu menghasilkan PDB sebesar 59,08% (Rp4.869,57 Triliun), dengan laju pertumbuhan sebesar 6,4% pertahun pada tahun 2012. Pengembangan UMKM di tengah arus globalisasi dan tingginya persaingan membuat UMKM harus mampu menghadapi tantangan global dengan berbagai cara, seperti meningkatkan inovasi produk dan jasa, pengembangan sumber daya manusia dan teknologi, serta perluasan area pemasaran. Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai jual UMKM itu sendiri, utamanya agar dapat bersaing dengan produk-produk asing. (Sudaryanto, 2011 : 2). 1.2. Konteks Penelitian Di Indonesia, pertumbuhan UMKM tentunya tidak lepas dari peranan pemerintah, salah satunya di Kota Surabaya, yang merupakan kota terbesar kedua di Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar pula. Bekas lokalisasi Dolly merupakan salah satu wilayah di Surabaya yang kini berubah menjadi sentra UMKM baru. Geliat perkembangan ekonomi di wilayah ini pun terus meningkat pasca penutupan lokalisasi tersebut. Hal ini didukung dari jumlah usia produktif yang lebih mendominasi, sehingga menjadi modal besar bagi UMKM di bekas lokalisasi Dolly untuk semakin berkembang. Sebastian dan Amran (2016) dalam bukunya Generasi Langgas Millennials Indonesia, menjelaskan bahwa usia produktif di Indonesia saat ini didominasi oleh usia millenials (17 s.d. 37 tahun). Ciri yang paling menonjol dari generasi millennials adalah penguasaan pada bidang teknologi dan informasi. Generasi ini merupakan generasi yang melibatkan teknologi dalam segala aspek kehidupan. Bukti nyata yang dapat diamati adalah hampir seluruh individu dalam generasi tersebut memilih menggunakan ponsel pintar. Dengan menggunakan perangkat tersebut para millennials dapat menjadi individu yang lebih produktif dan efisien. Dari perangkat tersebut mereka mampu melakukan apapun dari sekadar berkirim pesan singkat, mengakses situs pendidikan, bertransaksi bisnis online, hingga memesan jasa transportasi online. 69 e-Proceeding | COMICOS 2017 1.3. Hasil Kajian Pustaka Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok pelaku ekonomi yang mampu memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menurut pasal 1 UU No 20 Tahun 2008 adalah : 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil se-bagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Berdasarkan definisi di atas maka pada intinya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah suatu bentuk usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Sudaryato, Ragimun, dan Wijayanti dalam artikel berjudul ‘Strategi Pemberdayaan UMKM Menghadapi Pasar Bebas ASEAN’ menjelaskan bagaimana pasar bebas ASEAN menuntut pelaku UMKM untuk memiliki strategi guna mengantisipasi mekanisme pasar yang makin terbuka dan kompetitif. Aplikasi teknologi informasi pada usaha mikro, kecil dan menengah akan mempermudah UMKM dalam memperluas pasar baik di dalam negeri maupun pasar luar negeri dengan efisien. Pembentukan Pusat Pengembangan UMKM berbasis IT dianggap mampu mendorong 70 e-Proceeding | COMICOS 2017 pertumbuhan dan perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah di era teknologi informasi saat ini. Kemampuan pelaku UMKM terhadap IT memberikan keuntungan dalam aspek promosi dan pemasaran, serta meningkatkan kemampuan mereka dalam berkoordinasi dengan pihak luar, seperti halnya calon konsumen. Teknologi Informasi seperti media online dapat membantu UMKM dalam mengembangkan usaha mereka. UMKM dikatakan memiliki daya saing global apabila mampu menjalankan operasi bisnisnya secara, seimbang dan berstandar tinggi. Maka media online adalah alat promosi yang tepat, murah dan berdampak signifikan terhadap bisnis karena banyak diminati oleh masyarakat. Media online memiliki jangkauan pemasaran yang lebih luas, hal inilah yang melatarbelakangi perubahan komunikasi konvensional menjadi modern dan serba digital. Menurut Setiadi (2003 : 250), pada tingkat dasar, komunikasi dapat menginformasikan dan membuat konsumen potensial menyadari atas keberadaan produk yang ditawarkan. Kemudahan masyarakat mengakses media online melalui telepon cerdas (smartphone). Smartphone memberikan fasilitas yang beragam mulai Browsing, Chatting, Email, serta fasilitas media sosial. Di seluruh dunia, hasil statistik UMKM pengguna media sosial seperti jejaring sosial Facebook mencapai angka 75% dan UMKM yang menggunakan jejaring sosial Twitter mencapai angka 78% (Ryan, 2011). Saat ini, pelaku UMKM sudah tidak asing lagi memanfaatkan media online karena selain dapat dijadikan sebagai sarana pemasaran produk, media online juga bisa dijadikan sebagai sarana interaksi dengan konsumen (Mershon, 2011). Melalui frekuensi iklan yang sering dan terus menerus, setidaknya akan membuat promosi produk terbaca oleh konsumen dan meningkatkan omset pembelian. Berbagai manfaat yang media online tawarkan memberikan alternatif bagi UMKM di Indonesia untuk turut mengembangkan usahanya dengan memanfaatkan media online sebagai sarana promosi dan pemasaran produk mereka. Hal ini dapat dibuktikan oleh beberapa data yang disampaikan oleh perusahaan penyedia situs jual beli online, dimana situs internet Kaskus mengklaim bahwa jumlah transaksi mencapai Rp. 575 Miliar per bulan dan Tokobagus Rp. 300 Miliar per bulan, namun transaksi jual beli online di Indonesia saat ini masih didominasi oleh media sosial. UprightDecision menyatakan bahwa rata-rata transaksi online di Indonesia oleh media sosial Facebook 71 e-Proceeding | COMICOS 2017 sekitar (50%), Twitter (12%), Wordpress (5%), Linkedin (2%), dan sisanya (31%) menggunakan media sosial lain (Siswanto, 2013 : 81). Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan media online bagi UMKM di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar. Hal serupa disampaikan oleh Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P Roeslani; yang menjelaskan bahwa para pelaku UMKM dapat memperluas jangkauan pemasaran melalui media internet yang bisa dimanfaatkan para pelaku UMKM untuk mempromosikan produknya seperti pemanfaatan berbagai media sosial seperti facebook, twitter, instagram, maupun menggunakan website. (Andika, 2017). Pesan yang disampaikan dengan menggunakan media sosial dapat ditampilkan dengan kombinasi audio-visual sehingga lebih menarik. Media sosial tidak hanya sekadar berfungsi untuk menyampaikan pesan melainkan sudah menjelma sebagai sumber dari hiburan, pendidikan, sosial, gaya hidup, hingga bisnis yang menguntungkan. (Nasrullah, 2012 : 24). Dalam hal bisnis, keberadaan media sosial juga sering kali menguntungkan karena perusahaan dapat menawarkan produk atau jasa dengan biaya yang jauh lebih kecil daripada beriklan di media tradisional, seperti halnya media cetak, radio dan televisi. 1.4.Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tentang bagaimana peranan media online bagi perkembangan UMKM di bekas Lokalisasi Dolly di Surabaya? II. METODOLOGI Metodologi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif eksploratif. Metode ini digunakan untuk mendapatkan keluasan dan kedalaman data serta untuk mendapatkan tema spesifik yang akan muncul mengenai peranan media online terhadap perkembangan UMKM di bekas lokalisasi Dolly Surabaya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan indepth interview (wawancara mendalam), observasi, dokumentasi, dan studi kepustakaan. Teknik ini dipilih karena memungkinkan peneliti untuk mendapatkan persepsi narasumber berdasarkan sudut pandang narasumber sendiri serta mampu untuk 72 e-Proceeding | COMICOS 2017 menangkap pengalamannya dengan berbagai macam latar belakang (Gill, Treasure, dan Chadwick, 2008 : 291. Narasumber dipilih dengan menggunakan metode non probability sampling/ purpossive sampling. Narasumber adalah pelaku usaha UMKM di bekaslokalisasi Dolly Surabaya. Taylor dalam Pujileksono menyatakan bahwa teknik analisis data secara kualitatif merupakan sebuah proses dalam merinci, menemukan tema dan merumuskan hipotesis atau ide (Pujileksono, 2014). Sementara Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2007) menyatakan bahwa analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan cara mengorganisasikan data, memilah-milah, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan dipelajari, dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain. Oleh karena itu dalam penelitian ini, data yang terkumpul kemudian diorganisasikan dipilah, diberi kode dan dikategorikan berdasarkan jawaban yang muncul untuk kemudian dimaknai dan disimpulkan. Tabel 3. 1. Kerangka Berpikir Pelaku Usaha UMKM di Bekas Lokalisasi Dolly Indepth Interview Temuan Data & Analisis 1: Pengetahuan narasumber terhadap teknonogi & internet Bagaimana narasumber memanfaatka n teknologi dan internet terhadap kegiatan UMKM Analisis2 : Bagaimana peranan media online terhadap perkembanga n UMKM di Bekas Lokalisasi Dolly Surabaya Kesimpulan Sosialisasi dan pendampingan pemanfaatan media online terhadap pelaku UMKM di bekas lokalisasi Dolly (sumber : olahan data peneliti) 73 e-Proceeding | COMICOS 2017 III. PEMBAHASAN Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu wawancara mendalam (indepth interview) terhadap para pelaku UMKM di bekas Lokalisasi Dolly Surabaya. Terdapat 20 narasumber yang peneliti temui, 12 diantara narasumber tersebut memiliki latar belakang usia 17 s.d. 37, yang disebut sebagai generasi millennilas. 3 dari narasumber berlatar belakang pendidikan SMP, 2 narasumber memiliki pendidikan akhir sarjana, sedangkan sebagian besar narasumber, yaitu berjumlah 15 orang memiliki pendidikan akhir SMA/SMK. Narasumber yang peneliti temui merupakan pemilik atau pekerja dari UMKM yang bergerak di bidang usaha produksi barang, seperti halnya makanan (kripik olahan singkong, olahan ikan, olahan tempe, minuman rumput laut), ragam souvenir, pakaian, batik, sepatu dan sandal. Dua dari dua puluh narasumber tersebut tidak dapat menggunakan media online untuk mengembangkan promosi dan pemasaran UMKM, sementara 18 narasumber lain mengaku sering menggunakan media online seperti halnya facebook, instagram, bbm, whatsapp, bukalapak.com, olx dan lain-lain. Tabel 4.1 : Data Narasumber pelaku UMKM di Bekas Lokalisasi Dolly No 74 Nama Jenis kelamin (L/P) Usia Profil Responden Pendidikan Jenis Usaha 1 Slamet Sugiono L 53 SMA 2 Wahyu Ningsih P 47 SMA SAMIJALI (Kripik Olahan Singkong) SAMIJALI 3 P 44 SMK SAMIJALI 4 R.R Dwi Prihatin Yukastuli S Nunik Mariani P 49 SMP SAMIJALI 5 Wahyu Aji Prakoso L 23 S1 6 Mega Medua Latif P 21 SMA SIGQUEL (Olahan Ikan) SIGQUEL 7 Ari Bumi Aji L 37 SMA 8 Agus Wiyono L 35 SMK Art Generation and Digital Print (Jasa dan Produk Souvenir) Art Generation Pemanfaatan Media Online Instagram, Whatsapp, bukalapak.com Instagram, Whatsapp, Bukalapak.com Instagram, Whatsapp, Bukalapak.com Instagram, Whatsapp, bukalapak.com Instagram, Whatsapp,BBM Bukalapak.com Instagram, Whatsapp,BBM Bukalapak.com Instagram, Whatsapp, BBM, Instagram, Whatsapp, BBM, e-Proceeding | COMICOS 2017 9 Fitria Anggraini L P 38 SMA 10 Febriani Vita W P 17 SMP 11 Hariani P 44 SMA 12 13 14 Gilang Dedik Gimas Trisapta Nugroho L L L 22 31 22 SMA SMA S1 15 Kartono L 54 SMA 16 Jarwo Susanto L 37 SMK 17 Munasifa P 30 SMP 18 Atik Triningsih P 34 SMA 19 Yanu Triwijaya P 40 SMA 20 Yani Fitria P 26 SMA and Digital Print Jarak Arum (Batik Tulis) Jarak Arum ORUMI (Minum olahan rumput laut) ORUMI ORUMI Sentral UMKM KSM Kawan Kami Tempe Bang Jarwo (Olahan tempe) Tempe Bang Jarwo PJ Collections (Sepatu dan sandal) PJ Collections (Sepatu dan sandal) Dolly is Dead (pakaian) Instagram, Whatsapp, Facebook Bukalapak.com Instagram, Whatsapp, Facebook Bukalapak.com OLX, Instagram, Whatsapp, OLX, Instagram, Whatsapp, OLX, Instagram, Whatsapp OLX, Instagram, Whatsapp, Bukalapak.com Tidak menggunakan Instagram, Facebook, Line Instagram, Facebook, Line BBM, WA, Bukalapak.com BBM, WA, Bukalapak.com Tidak menggunakan 4.1. Pertumbuhan UMKM di bekas Lokalisasi Dolly Kawasan Dolly sebelumnya merupakan kawasan yang memiliki stigma buruk di masyarakat luas. Hal tersebut bukan tanpa sebab, kegiatan prostitusi yang beroperasi sejak puluhan tahun telah menimbulkan dampak yang negatif bagi masyarakat sekitar. Degradasi sosial dan kultural merupakan permasalahan utama yang menjadi keprihatinan bagi banyak pihak. Pada 20 Juni 2014, Pemerintah Kota Surabaya memutuskan untuk menutup lokalisasi Dolly secara total. Pascapenutupan lokalisasi Dolly, Pemerintah menjadikan kawasan ini sebagai sentra UMKM untuk menanggulangi dampak ekonomi yang ditimbulkan. UMKM terbukti memiliki peran penting dalam mengembangkan perekonomian nasional. Kondisi tersebut dapat dilihat dari berbagai data yang menunjukan bahwa eksistensi UMKM cukup dominan dalam perekonomian Indonesia, yaitu: pertama, Jumlah UMKM yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Menurut data BPS dan Kementrian 75 e-Proceeding | COMICOS 2017 Koperasi dan UMK, pada tahun 2005 tercatat jumlah UMKM adalah 44,69% atau 99,9% dari jumlah total unit usaha (Sri Nastiti Andharini, 2012 : 122). Kedua, Potensinya yang besar bagi penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2005, Sektor UMKM berhasil menyerap 83.233.793 orang atau 96,28% dari total penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2006, jumlahnya meningkat sebesar 2,62% atau 2.182.700 orang (Tim CFISL, 2009 : 11). Ketiga, Kontribusi UMKM bagi PDB (Produk domestik bruto). UMKM mampu Menghasilkan PDB sebesar 59,08% (Rp4.869,57 Triliun), dengan laju pertumbuhan sebesar 6,4% per tahun pada tahun 2012. Peningkatan produktivitas UMKM di bekas Lokalisasi Dolly terus diupayakan karena akan berdampak signifikan pada perbaikan kesejahteraan masyarakat di kelurahan Putat Jaya. Saat ini, banyak UMKM bermunculan di wilayah tersebut, antara lain SIGQueL, Art Generation & Digital Print, Jarak Arum, Orumy, Tempe Bang Jarwo, PJ Collections, Dolly is Dead, KSM Kawan Kami dan Samijali. Beberapa UMKM ini telah mampu menggerakan perekonomian di wilayah tersebut. Peneliti menemukan bahwa UMKM di Kelurahan Putat Jaya dapat dikatakan masih dalam tahap berkembang. Hal tersebut dikarenakan usia dari UMKM yang relatif masih muda yaitu rata-rata sekitar 1 sampai dengan 4 tahun, sehingga dalam kegiatan pemasaran produk maupun jasa masih terkendala oleh beberapa masalah, diantaranya : 1. Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antar divisi pada beberapa UMKM di bekas Lokalisasi Dolly. Dari 7 UMKM di kelurahan Putat Jaya yang peneliti temui, terdapat 6 UMKM yang tidak memiliki pembagian tugas yang tertata dengan baik sehingga beberapa job description dari pekerja mengalami tumpang tindih. Hal tersebut disampaikan oleh salah satu narasumber yang merupakan pengelola UMKM PJ Collections yaitu Atik. “...Jadi peranan saya rangkap-rangkap, mulai dari belanja bahan baku, proses produksi, sampai pemasaran. Selain itu, saya juga sebagai ketua paguyuban UMKM bekas lokalisasi dolly ini.” Sehari-hari Atik melakukan beberapa pekerjaan sekaligus, seperti membeli bahan baku, melakukan proses produksi, hingga melakukan kegiatan pemasaran. Ia merasa tidak adanya pembagian divisi yang jelas berdampak pada kinerja dan 76 e-Proceeding | COMICOS 2017 produktivitas dari UMKM miliknya. 2. Beberapa UMKM belum mempunyai status badan hukum. Selain itu, beberapa UMKM mengakui belum sertifikasi kesehatan produk yang jelas. Hal tersebut diperkuat dengan penjelasan dari Bani sebagai pemilik UMKM ORUMY. Menurut Bani, usahanya mengalami kesulitan dalam pengurusan P-IRT (Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan. “ ... Usaha kami terkendala pada kepengurusan P-IRT yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan. Sehingga produk kami belum bisa menjangkau pemasaran yang lebih luas.” Bani beranggapan bahwa jika mereka sudah memiliki P-IRT tentunya akan dapat mempermudah pemasaran produknya. Lebih dari itu, sertifikasi P-IRT juga penting guna mempengaruhi kepercayaan konsumen terhadap produk UMKM miliknya. 3. Dalam bidang pemasaran, beberapa pelaku UMKM mengakui bahwa mereka kurang menguasai kemampuan bahasa asing. Hal ini dapat berakibat terkendalanya kegiatan komunikasi saat transaksi (jual beli) yang mereka lakukan dengan konsumen dari luar negeri, seperti halnya wisatawan asing. Hal ini dikeluhkan oleh Hariani salah satu pelaku UMKM, kesulitan komunikasi seringkali terjadi pada saat melakukan transaksi dengan konsumen dari luar negeri. “... Dalam hal pemasaran, jika ada konsumen dari luar negeri kami mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, seperti pada saat pameran di Jatim Expo tahun lalu.” Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Hariani, ia menyatakan setuju bahwa penguasaan bahasa asing sangat diperlukan guna menunjang pemasaran produk agar dapat menjangkau konsumen yang lebih luas . 4. Di sisi lain, keberadaan UMKM di bekas Lokalisasi Dolly dapat lebih dikembangkan melalui pemanfaatan teknologi dan internet guna melakukan aktivitas pemasaran. Seperti halnya memunculkan usaha berbasis startup digital. Istilah Startup digital dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan dalam membangun sebuah usaha baru yang berbasis teknologi dan internet. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa narasumber, ditemukan bahwa UMKM di bekas Lokalisasi Dolly belum menggunakan startup digital. Namun semua UMKM yang ditemui peneliti di wilayah itu sudah 77 e-Proceeding | COMICOS 2017 memanfaatkan platform media sosial yang ada sebagai sarana pemasaran, sehingga kegiatan pemasaran dan promosi kurang dapat dilakukan dengan maksimal. 4.2. Pemanfaatan Teknologi dan Internet Pada Pemasaran Produk UMKM di bekas Lokalisasi Dolly Pelaku UMKM perlu memiliki strategi yang tepat guna untuk meningkatkan daya saing dalam menghadapi persaingan pasar bebas yang semakin terbuka dan kompetitif. Salah satunya adalah pemanfaatan teknologi dan internet, seperti media online. Pelaku UMKM bisa mendapat informasi pasar dengan mudah dan cepat. Informasi pasar yang lengkap dan akurat dapat dimanfaatkan UMKM untuk memperluas jangkauan wilayah promosi dan pemasaran. Penggunaan media online dalam pemasaran dan promosi memberikan kemudahan dan kecepatan dalam mengomunikasikan atau mempromosikan usaha UMKM kepada konsumen secara luas baik dalam negeri maupun di luar negeri. Dewasa ini kehadiran media siber dipandang sebagai bentuk cara berkomunikasi baru. Gillmor (2004) menyatakan bahwa jika selama ini pola komunikasi terdiri dari oneto many atau dari satu sumber ke banyak audience (seperti buku, radio dan TV), dan pola dari satu sumber ke satu audiences atau one-to-one (seperti telepon dan surat), maka pola komunikasi yang ada di media siber bisa menjadi many-to-many dan few-to-few (Nasrullah, 2014 : 23). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan bahwa 95 persen pengguna internet di Indonesia menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial. Beberapa jejaring sosial yang populer di Indonesia antara lain Facebook, Twitter, Path, dan Instagram. Dari hasil indepth interview yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan bahwa para pelaku UMKM di bekas Lokalisasi Dolly telah memanfaatkan media online guna memperluas jangkauan wilayah promosi dan pemasaran serta membuka akses kemitraan dengan berbagai pihak. Salah satu faktor penting dalam pemanfaatan media online dengan baik adalah penyampaian pesan yang informatif dan tepat sasaran. Pesan merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan media sosial. Fruh (1980) mencatat beberapa point penting yang berkaitan dengan (pembentukan) pesan, 78 e-Proceeding | COMICOS 2017 antara lain 1.) Pesan harus berisi informasi; 2.) Informasi dikemas semenarik mungkin; 3.) Mengetahui audience (penerima pesan); 4.) efektifitas dan efisien pesan berkaitan dengan audience dan receiver. (Nasrullah, 2014 : 42) Dari delapan UMKM yang terdapat di bekas Lokalisasi Dolly, tujuh diantaranya menggunakan media online dalam kegiatan promosi dan pemasarannya. UMKM tersebut adalah SIGQUEL (Olahan Ikan), Art Generation and Digital Print (jasa dan produk souvenir), Jarak Arum (batik tulis), ORUMI (minum olahan rumput laut), Tempe Bang Jarwo (olahan tempe), dan PJ Collections (sepatu dan sandal). Gambar 4.1. Fanspage Facebook pada UMKM Tempe Bang Jarwo Pemanfaatan teknologi dan internet sebagai media promosi dan pemasaran serta membuka akses kemitraan dengan berbagai pihak dilakukan oleh UMKM Tempe Bang Jarwo, yang membuat akun usaha dalam bentuk fanspage di facebook. Dalam info fanspage facebook tersebut, admin menyajikan informasi tentang harga produk tempe dan varian rasa (e.g. extra pedas, balado dan original). Munasifa, salah satu pelaku UMKM di Tempe Bang Jarwo yang peneliti temui menjelaskan bahwa peran dari media sosial sangat membantu dalam pemasaran produk. Media online sebagai bentuk dari kemajuan teknologi untuk memudahkan interaksi atau memberikan wadah bagi individu tanpa ada batasan waktu dan tempat. Dengan demikian, memanfaatkan media sosial dalam pemasaran produk dapat meningkatkan jangkauan masyarakat. “...kami menambah cara pemasaran dengan menggunakan media online (Instagram, Line, 79 e-Proceeding | COMICOS 2017 Facebook). Kami merasa pemasaran produk ini harus lebih luas lagi, oleh karena itu kami menggunakan media-media tersebut guna meningkatkan jangkauan produk.” Munasifa juga menambahkan dari penjelasannya bahwa pengaruh yang ditimbulkan dari media online berdampak pada peningkatan omset yang diperoleh dari UMKM Tempe Bang Jarwo. Sehingga nantinya diharapkan UMKM tersebut dapat berkembang dan lebih dikenal. “...dahulu omset perbulan kami hanya 3 jutaan, namun setelah produk kami lebih dikenal, dalam satu bulan kami dapat meraup omset 8 s.d. 10 juta rupiah. Salah satu penyebabnya mungkin karena media-media yang kami gunakan. Sehingga produk kami lebih dikenal.” Gambar 4.2. UMKM Samijali menggunakan pemasaran Endorsment di Instagram Serupa dengan yang dilakukan oleh UMKM Samijali yang menggunakan cara endorsment dalam pemasaranya. Hal ini dilakukan dengan cara melibatkan akun lain untuk memberikan testimoni, ajakan persuasif, dan informasi produk. Cara ini dipilih karena, akun tersebut memiliki pengikut (followers) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh akun UMKM Samijali. Dengan adanya perbedaan pengikut, dapat dipastikan informasi tentang produk bisa dijangkau oleh pengguna instagram yang lebih luas. Gambar 4.3. SIGQuEL menggunakan teknik pemotretan kreatif dalam konten foto yang diposting di media Facebook. 80 e-Proceeding | COMICOS 2017 Di sisi lain, untuk menambah daya tarik calon konsumen UMKM SIGQuEL menggunakan jasa foto studio untuk menambah daya tarik foto produk yang ditampilkan di akun facebooknya. SIGQuEL merupakan UMKM jenis usaha olahan ikan di bekas Lokalisasi Dolly yang sudah memanfaatkan jejaring sosial guna promosi dan pemasarannya, seperti halnya Instagram, Whatsapp, BBM Bukalapak.com Dari hasil indepth inteview yang dilakukan oleh peneliti terhadap pelaku UMKM lainnya di bekas lokalisasi Dolly, terdapat pula memiliki keinginan untuk melakukan pemasaran produk melalui startup digital. Seperti yang disampaikan oleh Wahyu Aji selaku divisi public relation dari UMKM SIGQueL. Beliau mengungkapkan bahwa jangkauan pemasaran produk bisa lebih ditingkatkan melalui website (startup digital) dibanding pemasaran secara offline. “...Semoga SIGQueL semakin menghasilkan banyak varian produk, laris, dan semakin berkembang. Kami juga berharap untuk memiliki website company sendiri.” Startup digital merupakan salah satu wadah yang dapat memberikan keuntungan seperti mempermudah aspek promosi, dan meningkatkan kemampuan UMKM dalam melakukan koordinasi dengan pihak luar seperti calon konsumen. Istilah startup seringkali dikaitkan dengan entreprenuer, teknologi dan internet. Startup merupakan serapan dari bahasa Inggris yang diartikan sebagai proses atau aksi awal yang dilakukan dalam membangun sebuah usaha baru. Pada era teknologi saat ini, kegiatan startup cenderung dilakukan dengan menggunakan akses internet atau online. Di dunia, google dan facebook merupakan salah satu bentuk startup digital global yang mampu menarik perhatian publik sejak awal kemunculannya. Google Inc. merupakan sebuah perusahaan multinasional Amerika Serikat yang menjual layanan jasa dan produk internet. Facebook sendiri merupakan sebuah perusahaan yang menyediakan layanan jejaring sosial dan sebagian besar pendapatannya berasal dari periklanan. Di Indonesia, beberapa perusahaan berbasis startup digital mendapatkan perhatian tersendiri di masyarakat Indonesia. Perusahaan startup digital seringkali dikembangkan oleh technopreneur yang masih usia muda. Diantaranya adalah Kaskus, Nulisbuku.com, layanan transportasi online seperti halnya GoJek, Grab Taxi, Uber dan lain-lain, bahkan ragam platform aplikasi pemesanan jasa makanan secara online. Brilliant Yotenega, founder NulisBuku.com – The Biggest Online Self-Publishing, menuliskan bahwa alangkah indahnya jika setiap startup dibangun dengan sebuah alasan 81 e-Proceeding | COMICOS 2017 yang kuat dan bermakna bagi seluruh tim yang membangunnya, serta layanannya berguna bagi setiap penggunanya. Startup tersebut akan menjadi a meaningful startup. (Yotenega, 2016 : 3) Tahun lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia meluncurkan Gerakan Nasional 1.000 Startup Digital. Menurut Putra dalam tulisannya berjudul “Gerakan 1000 Startup Digital Akan Ciptakan 1000 Startup di Indonesia Dalam 5 Tahun” (2016), latar belakang diselenggarakannya gerakan ini karena potensi industri digital di Indonesia yang saat ini ada di sekitar 93.4 juta pengguna internet dan 71 juta pengguna perangkat telepon pintar di Indonesia. Gerakan ini menjadi rintisan bagi perusahaan berbasis digital yang dapat berkembang dan mempengaruhi pertumbuhan perekonomian Indonesia di masa yang akan datang. Gerakan 1000 startup digital merupakan salah satu strategi yang dijalankan guna memberikan pembekalan dan pembinaan terhadap para technopreneur. Gerakan nasional ini akan dilaksanakan di 10 kota pertama; Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Malang, Medan, Bali, Makassar dan Pontianak. Kehadiran technopreneur dalam menjalankan industri berbasis digital diharapkan akan mampu mengembangkan UMKM yang berada di bekas Lokalisasi Dolly Surabaya. Adanya startup digital UMKM tersebut berpotensi memperkuat dan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. 4.3. Perubahan Citra Wilayah Dolly Menjadi Sentra UMKM di Kelurahan Putat Jaya Pada perkembangannya, pelaku UMKM di Bekas Lokalisasi Dolly Surabaya telah memanfaatkan media online sebagai salah satu sarana promosi dan pemasaran. Promosi dan pemasaran tidak hanya dapat membuka akses kemitraan dengan berbagai pihak juga dapat menginformasikan kondisi Dolly saat ini. Sebelumnya, kawasan Dolly dikenal sebagai suatu wilayah yang memiliki citra sebagai tempat prostitusi, sebelum akhirnya sekarang ditutup oleh Pemerintah Kota Surabaya. Dari hasil indepth interview yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan bahwa para pelaku UMKM di bekas Lokalisasi Dolly tetap menggunakan identitas “Dolly” dalam kegiatan promosi dan pemasaran, antara lain Gambar 4.4. Akun Instagram pada UMKM Tempe Bang Jarwo 82 e-Proceeding | COMICOS 2017 Pada akun Instagram Tempe Bang Jarwo, ditampilkan informasi bahwa tempe buatan mereka merupakan 100% hasil produksi warga Dolly. Peneliti memaknai bahwa kata tersebut merujuk pada salah satu upaya yang dilakukan oleh UMKM Tempe Bang Jarwo untuk meyakinkan calon konsumen bahwa produk tempe buatan mereka sepenuhnya buatan warga Dolly. “Tempe Sehat Surabaya 100% Produksi warga dolly 100% Kedelai murni Bertahan 2-4 hari” Selain memberi kesan ingin memperkenalkan wajah “Dolly” yang baru kepada masyarakat luas, akun Instagram Tempe Bang Jarwo juga menampilkan kreativitas foto produk yang sehingga dapat menarik perhatian bagi calon konsumen yang berkunjung di akun Instagram mereka. Gambar 4.5. UMKM Samijali pada platform berbagi foto dan video Instagram. Samijali atau Samiler Jarak Dolly merupakan salah satu UMKM yang memanfaatkan media sosial pada kegiatan promosi dan pemasarannya. Pada akun Instagramnya, UMKM Samijali menampilkan informasi kontak melalui bio pada akun Instagramnya. Informasi tersebut berisikan tentang nomor telefon narahubung, alamat dan Id LINE sehingga memudahkan calon konsumen dalam melakukan pemesanan terhadap produknya. Dari hasil indepth interview yang dilakukan oleh peneliti, pemakaian nama “Samiler Jarak Dolly” sebagai nama produk bukan hanya sebuah kebetulan, melainkan memiliki tujuan tertentu. Hal ini disampaikan oleh Slamet selaku pemilik UMKM Samijali. Beliau mengungkapkan bahwa penggunaan nama “Samiler Jarak Dolly” 83 e-Proceeding | COMICOS 2017 merupakan salah satu cara menginformasikan kepada masyarakat akan perubahan citra Dolly yang sekarang menjadi Sentra UMKM. “...Ya alasannya agar pelanggan bisa mudah mengingat nama produk kami kan kata Dolly sudah banyak yang tahu dan masyarakat bisa tau kalau Samiler itu dari Dolly yang sekarang jadi Sentra UMKM.” IV. PENUTUP Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa para pelaku UMKM di bekas Lokalisasi Dolly telah memanfaatkan media online guna mengembangkan usahanya. Peneliti menemukan peranan media online terhadap UMKM di bekas lokalisasi Dolly Surabaya, berupa 1.) Memperluas jangkauan wilayah promosi dan pemasaran; 2.) Membuka akses kemitraan dengan berbagai pihak; 3.) Menunjukan eksistensi sentra UMKM di bekas lokalisasi Dolly; 4.) Mengubah image Dolly yang semula dikenal sebagai wilayah prostitusi menjadi salah satu sentral UMKM berkembang di Surabaya. Dari delapan UMKM yang terdapat di bekas Lokalisasi Dolly, tujuh diantaranya yang menggunakan media online dalam kegiatan promosi dan pemasarannya. UMKM tersebut adalah SIGQUEL (Olahan Ikan), Art Generation and Digital Print (jasa dan produk souvenir), Jarak Arum (batik tulis), ORUMI (minum olahan rumput laut), Tempe Bang Jarwo (olahan tempe), dan PJ Collections (sepatu dan sandal). Media online yang UMKM gunakan antara lain Facebook, Instagram, OLX, dan Bukalapak.com sebagai media promosi dan pemasaran. Namun, di dalam kegiatan pemasaran produk maupun jasa masih terkendala oleh beberapa masalah, diantaranya : 1) Beberapa UMKM tidak memiliki pembagian tugas yang jelas antar divisi; 2) UMKM belum mempunyai status badan hukum dan sertifikasi kesehatan produk yang jelas; 3) Pelaku UMKM kurang menguasai kemampuan bahasa asing dan terhambat dalam proses negosiasi dengan konsumen luar negeri. Peneliti juga menemukan keterlibatan pelaku UMKM yang berusia 17-37 tahun (disebut sebagai generasi millennials) di bekas Lokalisasi Dolly tinggi karena semua UMKM di wilayah Putat Jaya telah memberdayakan usia millennials yang berperan sebagai pemilik maupun pekerja. Rendahnya tingkat pendidikan, keterampilan, dan pengetahuan para pelaku UMKM yang berusia millenials sering kali menjadi kendala terhadap optimalisasi pemanfaatan teknologi dan internet di era persaingan global. Meskipun demikian peneliti meyakini adanya potensi terhadap kehadiran technopreneur 84 e-Proceeding | COMICOS 2017 dalam menjalankan industri berbasis digital. Di sisi lain, peranan media online dan UMKM berpeluang untuk mengembangkan produktifitas dari generasi millennials yang merupakan usia produktif di bekas Lokalisasi Dolly sehingga dapat memperkuat dan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Hal tersebut juga dapat berguna bagi generasi millennials dalam menghadapi globalisasi dan pasar bebas. Sehubungan dengan hasil penelitian diatas, peneliti menyampaikan sejumlah saran sebagai berikut : 1. Mengadakan sosialisasi kepada pelaku UMKM khususnya usia millennials tentang pentingnya media online sebagai media pemasaran dari UMKM di bekas Lokalisasi Dolly. 2. Mengadakan pelatihan tentang penggunaan media online sebagai media pemasaran dari UMKM di bekas Lokalisasi Dolly. Pelatihan tersebut harus dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. 3. Pembentukan kader digital di bekas Lokalisasi Dolly dengan tujuan dapat memantau kegiatan UMKM yang berbasis digital. 4. Ikut berpartisipasi dalam program 1.000 UMKM Go-Digital dari Pemerintah guna memperluas jangkauan pemasaran. 85 e-Proceeding | COMICOS 2017 DAFTAR RUJUKAN Buku Moertiningsih, Sri. 2005, Bonus Demografi : Hubungan Antara Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi, Jakarta : BKKBN. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Nasrullah, Rulli. 2014. Teori dan Riset Media Siber. Jakarta : Kencana Prenadamedia Group Pujileksono, Sugeng. 2014. Modul Penelitian Komunikasi, Surabaya : Progdi Ikom FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Samovar, Larry A., Richard e. Porter, Edwin R. McDaniel, 2010, Komunikasi Bisnis Lintas Budaya : Communication Between Cultures, Jakarta, Salemba Humanika Setiadi, 2003, Perilaku Konsumen : Konsep dan Implikasi Untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran, Jakarta, Kencana Prenada Media Group Sebastian, Yoris. 2016, Generasi Langgas, Millennials Indonesia. Jakarta : Gagas Media. Siswanto, Tito, 2013. Optimalisasi Sosial Media sebagai Media Pemasaran Usaha Kecil Menengah, Jurnal Liquidity, vol 2, no 1 Stewart K, Gill.P., Treasure, E. & Chadwick B. 2008, Methods of data collection in qualitative research : interview and focus group, British Dental Journal, 204 (6). Yotenega , Brilliant. 2016. Building a Meaningful Startup. Solo : Metagraf. Non-Buku Jati, Warsito Raharjo. 2015. Bonus Demografi Sebagai Mesin Pertumbuhan Ekonomi : Jendela Peluang atau Jendela Bencana di Indonesia, Jurnal Populasi, Volume 23 Nomor 1. https://jurnal.ugm.ac.id/populasi/article/download/8559/6591 2015, (diakses tanggal 13 Juli 2017) P. Mershon, 2011. Small Businesses Moving Toward Social Media. Retrieved March 2012, 7 from Social Media http://www.socialmediaexaminer.com/2686 e-Proceeding | COMICOS 2017 promising- social-media-statsfor-small-businesses/ (diakses tanggal 10 Juli 2017) Putra, Adhitya Wibawa. 2017. Gerakan 1000 Startup Digital Akan Ciptakan 1000 Startup di Indonesia Dalam 5 Tahun, https://teknojurnal.com/gerakan1000-startup-digital-akan-ciptakan-1000-startup-di-indonesia-dalam-5tahun/ (diakses tanggal 5 Juli 2017) Rendhik Andika, Kadin. 2017. UMKM Perluas Pemasaran Melalui Internet, http://www.antaranews.com/berita/624610/kadin-umkm-perluaspemasaran-melalui-internet (diakses tanggal 2 Juli 2017) Ryan, E, 2012. How Effective Social Media Is For Small Business, http://soshable.com/how-effective-social-media-is-for- smallbusinessesinfograph (diakses tanggal 4 Juli 2017) Sudaryanto, Ragimun, dan Waijayanti, Rahma Rina. 2016. Strategi Pembedayaan UMKM Menghadapi PasarBebas Asean. http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Strategi%20Pemberdayaa n%20UMKM.pdf (diakses tanggal 10 Juli 2017) 87 e-Proceeding | COMICOS 2017 88 e-Proceeding | COMICOS 2017 AKTIVITAS KOMUNITAS BANDUNG CREATIF CITY FORUM (BCCF) DALAM MENGEMBANGANKAN INDUSTRI KREATIF DI KOTA BANDUNG Iwan Koswara, Kismiyati El karimah Universitas Padjadjaran [email protected] Abstrak Bandung Creative City Forum (BCCF) atau Perkumpulan Komunitas Kreatif Kota Bandung adalah sebuah forum dan organisasi lintas komunitas kreatif yang di deklarasikan dan didirikan oleh berbagai komunitas kreatif di kota Bandung pada tanggal 21 Desember 2008. Sebagai organisasi resmi, BCCF telah menjelma menjadi sebuah organisasi mandiri yang memiliki tujuan untuk dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan komunitas kreatif di kota Bandung khususnya. Dalam setiap aktivitasnya, BCCF menggunakan pendekatan pendidikan berbasis kreativitas, perencanaan dan perbaikan infrastruktur kota sebagai sarana pendukung pengembangan ekonomi kreatif dan menciptakan wirausaha-wirausaha kreatif baik perorangan atau komunitas. Dalam menunjang pengembangan sektor kreatif, BCCF membentuk suatu media networking yang bernama CEN (Creative Entrepreneur Network) yang merupakan salah satu strategi branding dalam memasarkan produk-produk kreatif yang dihasilkan oleh para wirausahawan kreatif Kota Bandung. Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan suatu kajian melalui pendekatan deskriptif kualitatif ;yaitu proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial/manusia, berdasarkan penggambaran holistik atas permasalahan yang dihadapi. Hasil kajian menunjukkan bahwaforum ini turut serta menginisiasi pengembangan strategi branding dan membangun network yang seluas-luasnya sebagai upaya kolektif demi mentahbiskan kota Bandung sebagai kota kreatif yang siap berkolaborasi sekaligus berkompetisi secara global. Kata Kunci : BCCF, Industri Kreatif. Kota Bandung PENDAHULUAN Kota Bandung sebagai salah satu kota dan Ibu kota Provinsi Jawa Barat, yang banyak melahirkan insan-insan inovatif dan kreatif, telah membangun suatu komunitas yang bergiat dalam sektor industri kreatif, yakni Bandung Creatif City Forum (BCCF) atau perkumpulan komunitas kreatif kota Bandung adalah sebuah forum dan organisasi lintas komunitas kreatif yang dideklarasikan dan didirikan oleh berbagai komunitas kreatif kota Bandung pada tanggal 21 Desember 2008. Sebagai organisasi resmi, BCCF telah menjelma menjadi sebuah organisasi mandiri yang memiliki tujuan untuk dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan komunitas kreatif di kota 89 e-Proceeding | COMICOS 2017 Bandung Khususnya. Lahirnya BCCF ini tidak lepas dari campur tangan Wali kota Bandung sebagai penggagas dan sekaligus ketua pertama yang memimpin komunitas tersebut sebelum terpilih menjadi wali kota Bandung periode 2013-2018. Dimana aksesisbilitas BCCF ini memiliki peran penting dalam menunjang dan mengembangkan industri kreatif kota Bandung. (BCCF, 2015). Dalam situasi kompetitip yang semakin tinggi, Kota Bandung dituntut untuk meningkatkan daya saing dari semua aspek, karena dengan meningkatkan daya saing ini, kota Bandung diharapkan dapat menarik minat wisatawan baik domestik maupun manca negara untuk berkunjung ke Kota Bandung, dan dengan demikian tentunya gerak langkah atau aktivitas BCCF, sangat diharapkan sekali dalam mendongkrak sektor industri kreatif ini, sebagai salah satu sektor pendapatan anggaran daerah (PAD) kota Bandung. Oleh karena itu, penulis memandang penting tentang keberadaan BCCF, dalam kiprahnya bersama pemerintah kota Bandung untuk mengembangkan program Bandung sebagai kota industri kreatif. Dalam setiap aktivitasnya, BCCF menggunakan pendekatan pendidikan berbasis kreativitas, perencanaan dan perbaikan infrastruktur kota sebagai sarana pendukung pengembangan ekonomi kreatif dan menciptakan wirausaha-wirausaha kreatif baik perorangan atau komunitas. Pada akhirnya forum ini turut serta menginisiasi pengembangan strategi branding dan membangun network yang seluasluasnya sebagai upaya kolektif demi mentahbiskan kota Bandung sebagai kota kreatif yang siap berkolaborasi sekaligus berkompetisi secara global (Bandung Creative City Forum, 2015). Apa yang dilakukan oleh komunitas BCCF ini sejalan dengan apa yang menjadi program kegiatan dari Pemerintahan Kota Bandung dalam Pengembangan Kota Bandung 90 e-Proceeding | COMICOS 2017 sebagai “kota kreatif”. Secara formal, Pemerintah Kota Bandung menuangkan kebijakan Kota Bandung sebagai kota kreatif mulai dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RJPMD) KotaBandung 2008-2013.Upaya pengembangan potensi ekonomi kreatif bukanlahkebijakan tanpa dasar. Dalam kajian Kementerian Pariwisatadan Ekonomi Kreatif, sumbangan ekonomi kreatifsebesar 4,75% pada 2006 dengan pertumbuhan ekonominasional sebesar 5.6%. Sektor ekonomi kreatif jugamampu menyerap sekitar 3,7 juta tenaga kerja, setaradengan 4,7% total penyerapan tenaga kerja baru. Pada2008 perkembangannya memberi kontribusi PDB sebesar7,28% dan mencipta lapangan kerja sebesar 7.686.410.Dalam kurun 2009 s/d 2014, Kemenparekraf memproyeksikankontribusi sebesar 6 – 10% (Komite Kreatif Bandung, 2014). Berdasarkan paparan tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai Aktivitas komunitas Bandung Creative City Forum (BCCF) dalam mengembangkan industri kreatif di Kota Bandung. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka terdapat tujuan penulisan yaitu sebagai berikut: 1. Strategi apa yang diterapkan BCCF dalam mengembangkan Industri Kreatif 2. Bagaimana implementasi kegiatan BCCF, melalui pendekatan CEN dalam pengembangan Industri Kreatif Kota Bandung. KAJIAN PUSTAKA 1 Konsep Ekonomi dan Industri Kreatif. Ekonomi kreatif merupakan era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan 91 e-Proceeding | COMICOS 2017 kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonomi. Ekonomi kreatif merupakan wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas. Berkelanjutan diartikan sebagai suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumberdaya yang terbarukan. Pesan besar yang ditawarkan ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumberdaya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, talenta dan kreativitas. Dalam ekonomi kreatif itu sendiri terdapat bagian yang tidak terpisahkan dari ekonomi kreatif, yaitu industri kreatif. (Departemen Perdagangan RI, 2008). Menurut Howkins (Warta Ekonomi, No.12/Tahun XX/9 Juni (2008) ekonomi kreatif merupakan segala kegiatan ekonomi yang menjadikan kreativitas (kekayaan intelektual), budaya dan warisan budaya maupun lingkungan sebagai tumpuan masa depan. Simatupang (2007) menjelaskan bahwa ekonomi kreatif merupakan sistem kegiatan lembaga dan manusia yang terlibat dalam produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi barang dan jasa yang bernilai kultural, artistik, dan hiburan. Pelanggan mempunyai ikatan estetika, intelektual, dan emosional yang memberikan nilai terhadap produk kreatif di pasar (Bappeda Kota Salatiga, 2010). Jerusalem (2009), menjelaskan bahwa industri kreatif adalah industri yang mempunyai keaslian dalam kreatifitas individual, ketrampilan dan bakat yang mempunyai potensi untuk mendatangkan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja melalui eksploitasi kekayaan intelektual (Bappeda Kota Salatiga, 2010). Hardjowisastro (2009) mengemukakan bahwa Industri Kreatif dapat diartikan sebagai sebuah industri yang mempunyai ide-ide baru, SDM yang kreatif dan juga mempunyai kemampuan dan bakat yang terus dikembangkan dalam menyelesaikan setiap pekerjaan. Demikian pula Dewi (2009) menjelaskan 92 e-Proceeding | COMICOS 2017 bahwa industri kreatif berasal dari ide yang merupakan sumber daya yang selalu terbaharukan. Berbeda dengan industri yang bermodalkan bahan baku fisikal, industri kreatif bermodalkan ide-ide kreatif, talenta dan keterampilan (Bappeda Kota Salatiga, 2010). Menurut United Nations Conference on Trade and Development/ UNCTAD (2008) dalam Mohammad Adam Jerusalem (2009), industri kreatif adalah : (1) siklus kreasi, produksi, dan distribusi dari barang dan jasa yang menggunakan modal kreatifitas dan intelektual sebagai input utamanya; (2) bagian dari serangkaian aktivitas berbasis pengetahuan, berfokus pada seni, yang berpotensi mendatangkan pendapatan dari perdagangan dan hak atas kekayaan intelektual; (3) terdiri dari produk-produk yang dapat disentuh dan intelektual yang tidak dapat disentuh atau jasa-jasa artistik dengan muatan kreatif, nilai ekonomis, dan tujuan pasar; (4) bersifat lintas sektor antara seni, jasa, dan industri; dan (5) bagian dari suatu sektor dinamis baru dalam dunia perdagangan.(Bappeda Kota Salatiga, 2010). Beberapa penelitian terkait dengan ekonomi kreatif dapat dikemukakan sebagai berikut. Kathrin Muller, Christian Rammer, dan Johannes Truby (2008) mengemukakan tiga peran industri kreatif terhadap inovasi ekonomi dalam penelitiannya di Eropa. Yang pertama, industri kreatif adalah sumber utama dari ideide inovatif potensial yang berkontribusi terhadap pembangunan/inovasi produk barang dan jasa. Kedua, industri kreatif menawarkan jasa yang dapat digunakan sebagai input dari aktivitas inovatif perusahaan dan organisasi baik yang berada di dalam lingkungan industri kreatif maupun yang berada diluar industri kreatif. Terakhir, industri kreatif menggunakan teknologi secara intensif sehingga dapat mendorong inovasi dalam bidang teknologi tersebut. Industri kreatif digambarkan sebagai kegiatan 93 e-Proceeding | COMICOS 2017 ekonomi yang berkeyakinan penuh pada kreativitas individu. Pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap penguatan pondasi dan pilar ekonomi kreatif (tahun 2009-2014), dan tahap akselerasi ekonomi kreatif (2015-2025). Sasaran ekonomi kreatif nasional yang hendak dicapai hingga tahun 2025 adalah sebagai berikut: (1) Kontribusi PDB industri kreatif mencapai 9-11% PDB nasional dengan syarat pertumbuhan rata-rata 9-11%; (2) Kontribusi ekspor industri kreatif mencapai 12-13% ekspor nasional, dengan syarat pertumbuhan rata-rata 10-12% ; (3) kontribusi tenaga kerja industri kreatif mencapai 911% tenaga kerja nasional; (4) Jumlah perusahaan industri kreatif meningkat 3-4 kali jumlah perusahaan industri kreatif tahun 2006; (5) Melanjutkan mendukung laju deforestasi berdasarkan kesepakatan baru pasca Kyoto 2012; (6) Mempertahankan pertumbuhan paten domestik terdaftar sebesar 4%; (7) Mempertahankan pertumbuhan hak cipta domestik terdaftar sebesar 38,94%; (8) Mempertahankan pertumbuhan merk domestik terdaftar sebesar 6%; (9) Mempertahankan pertumbuhan desain industri domestik terdaftar sebesar 39,7%; (10) Menumbuh kembangkan 7 kawasan kreatif potensial di wilayah indonesia (1 kawasan per tahun); (11) Menciptakan 325 merk lokal baru yang sudah ada, yang terpercaya dan telah secara legal terdaftar di dirjen HKI di Indonesia dan juga di kantor paten negara tujuan ekspor. Sasaran jangka panjang pengembangan ekonomi kreatif nasional sampai dengan tahun 2025 adalah sebagai berikut: (1) Insan kreatif dengan pola pikir dan moodset kreatif; (2) Industri yang unggul di pasar dalam dan luar negeri, dengan peran dominan wirausahawan lokal; (3) Teknologi yang mendukung penciptaan kreasi dan terjangkau oleh masyarakat Indonesia; (4) Pemanfaatan bahan baku dalam negeri secara efektif bagi industri di bidang 94 ekonomi kreatif; (5) Masyarakat yang menghargai Hak e-Proceeding | COMICOS 2017 Kekayaan Intelektual (HKI) dan mengkonsumsi produk kreatif lokal; (6) Tercapainya tingkat kepercayaan yang tinggi oleh lembaga pembiayaan terhadap industri di bidang ekonomi kreatif sebagai industri yang menarik. 2. Komunikasi Pemasaran Dalam upaya pengembangan ekonomi dan industri kreatif, salah satu aspek yang harus ada dan berfungsi dengan baik adalah komunikasi pemasaran. Komunikasi pemasaran pada prinsipnya merupakan “Ujung Tombak” bagi organisasi untuk memperkenalkan, mempengaruhi, mendorong, dan mengarahkan pengambilan keputusan audiens (konsumen) tentang produk, merek dan nama organisasi, sehingga audiens bertindak sesuai dengan tujuan organisasi. Terence A. Shimp (2003) mengatakan bahwa “ komunikasi pemasaran adalah aspek penting dalam keseluruhan misi pemasaran serta penentu suksesnya pemasaran. Marketing communications is a management process through which an organisation engages with its various audiences. Through an understanding of an audience’s preferred communication environments, organisations seek to develop and present messages for its identified stakeholder groups, before evaluating and acting upon any responses. By conveying messages that are of significant value, audiences are encouraged to offer attitudinal, emotional and behavioural responses. (Fill, 2009:16). Shimp (2003) menjelaskan bahwa setiap organisasi pemasaran bertujuan untuk meraih konsumen, agar mereka memilih produknya. Oleh karena itu, pesan harus dirancang untuk membangkitkan keinginan terhadap suatu kategori produk, atau usaha menciptakan permintaan.Dengan demikian, pesan harus dirancang untuk menciptakan kesadaran terhadap merek serta dapat mempengaruhi sikap dan niat positif terhadap merek. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Cresswell (2002 : 1), Penelitian kualitatif merupakan proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan penggambaran holistik atas masalah tersebut yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan dengan terperinci sesuai sudut pandang informan, dan disusun dalam latar ilmiah. Istilah deskriptif 95 e-Proceeding | COMICOS 2017 ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada dapat berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. Paramita (2015) Penelitian kualitatif merupakan proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan penggambaran holistik atas masalah tersebut yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan dengan terperinci sesuai sudut pandang informan, dan disusun dalam latar ilmiah. Istilah deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada dapat berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. Penelitian deskriptif kualitatif memerlukan kualifikasikualifikasi yang memadai. Pertama, peneliti harus memiliki sifat reseptif. Ia harus selalu mencari, bukan menguji, Kedua, ia harus memiliki kekuatan integratif, kekuatan untuk memadukan berbagai macam informasi yang diterimanya menjadi satu kesatuan penafsiran yang tepat. Jadi penelitian deskriptif kualitatif ini bukan saja menjabarkan, tetapi juga memadukan. Bukan saja klasifikasi, tetapi juga organisasi, maksudnya data tersebut tidak hanya dipaparkan secara gamblang namun dipadukan disangkutpautkan dengan data lain yang berhubungan sehingga menjadi suatu temuan lapangan yang dapat menggambarkan secara jelas fenomena yang diteliti. (Nugraha dan Romli, 2012 : 12).Adapun teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur mengumpulkan data dengan membaca dan mempelajari teori-teori serta kajian literatur–literatur yang berkaitan dengan tema yang diangkat, adapun teori-teori dan literatur-literatur tersebut bersumber dari buku, jurnal, maupun internet. HASIL DAN PEMBAHASAN 1.Strategi BCCF Dalam Pengembangan Industri Kreatif 96 e-Proceeding | COMICOS 2017 salah satu daya tarik Kota Bandung adalah adanya Industri kreatif. Keberadaan industri kreatif di kota bandung tidak bisa lepas dengan hadirnya sebuah komunitas yang bergiat dalam sektor industri kreatif yaitu; Bandung Creative City Forum (BCCF), adalah sebuah forum dan organisasi lintas komunitas kreatif yang di deklarasikan dan didirikan oleh berbagai komunitas kreatif di kota Bandung pada tanggal 21 Desember 2008. Sebagai organisasi resmi, BCCF telah menjelma menjadi sebuah organisasi mandiri yang memiliki tujuan untuk dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan komunitas kreatif di kota Bandung khususnya. Dalam setiap aktivitasnya, BCCF menggunakan pendekatan pendidikan berbasis kreativitas, perencanaan dan perbaikan infrastruktur kota sebagai sarana pendukung pengembangan ekonomi kreatif dan menciptakan wirausaha-wirausaha kreatif baik perorangan atau komunitas. Pada akhirnya forum ini turut serta menginisiasi pengembangan strategi branding dan membangun network yang seluas-luasnya sebagai upaya kolektif demi mentahbiskan kota Bandung sebagai kota industri kreatif yang sekaligus siap berkompetisi secara global (BCCF, 2015). Seiring dengan kiprahnya dalam industri kreatif, keberaadaan komunitas BCCF, telah memberikan kontribusi penting terhadap pengembangan industri kreatif Kota Bandung. Pertanyaannya adalah bagaimana strategi yang dibangun oleh BCCF dalam mengembangkan industri kreatif Kota Bandung? Berdasarkan aspek itulah maka sangat penting untuk mengkomunikasikan pesan-pesan mengenai aktivitas BCCF dalam mengembangkan industri kreatifnya. Penggunaan visual dan pesan yang tepat merupakan syarat utama keberhasilan dari sebuah program promosi (komunikasi pemasaran). Tahapan-tahapan komunikasi dan strategi pesan disusun berdasarkan pencapaian kesadaran atas keberadaan sebuah produk atau jasa 97 e-Proceeding | COMICOS 2017 (awareness), menumbuhkan sebuah keinginan untuk memiliki atau mendapatkan produk (interest), sampai dengan mempertahankan loyalitas pelanggan (loyalty). Dalam kajian komunikasi tahapan tersebut dikenal dengan rumusan AIDDA (Attention, Interest, Desire, Decision, Action). Sedang dalam kajian disiplin perilaku konsumen (consumer behaviour) dikenal istilah Three Component of Attitude Model CAC, yaitu: Cognitive (pengetahuan), Affection (perasaan) dan Conative (kecenderungan untuk berperilaku). Tujuan komunikasi secara umum adalah untuk mencapai sejumlah perubahan, seperti: perubahan pengetahuan (knowledge), perubahan sikap (attitude change), perubahan perilaku (behaviour change), dan perubahan masyarakat (social change). Penjualan produk baru dapat terjadi apabila telah terjadi minimal adanya perubahan sikap pada tataran conative, atau munculnya suatu kecenderungan untuk melakukan sesuatu. Kecenderungan melakukan sesuatu itu adalah kecenderungan untuk membeli produk atau memanfaatkan jasa yang ditawarkan. Perencanaan strategi komunikasi pemasaranmeliputi sejumlah strategi pesan dan visual, yang secara bertahap mengikuti alur perubahan, dan perubahan tersebut harus diukur secara tepat melalui riset komunikasi pemasaran (Soemanagara, 2012 : 5). Berkaitan dengan hal tersebut di atasmaka, langkah strategipengembangan industri kreatif yang dibangun oleh BCCF yakni dengan melakukan strategi branding (Brand Campaign). Branding adalah istiah lain dari sebuah aktivitas manajemen kampanye produk/jasa. Kesuksesan yang diraih oleh usaha kampanye ini didasarkan atas kemampuan tim marketing dalam menentukan strategi promosi dan distribusi produk secara simultan. Bagi BCCF menempatkan produknya sebagai salah satu national brand harus memiliki perencanaan yang matang. Dengan demikan distribusi menjadi patokan penting bagi tim promosi dalam menentukan langkah strategis yang tepat. Terdapat 98 e-Proceeding | COMICOS 2017 jenjang atau tahapan penting dalam promosi atau kampanye sebuah brand yang dilakukan oleh BCCF ini,yaitu: 1. Brand Recognition Pada tahapan ini, sebuah brand yang diusung oleh BCCF memasuki tahapan pengenalan produk baru menjadi produk yang familiar di mata publik, setiap saat brand mucul dengan tema sama dan dilakukan berulang-ulang sehingga brand mudah diingat oleh konsumen. Sebagai satu produk yang menarik untuk dicoba disini produk menghadapi kemungkinan kegagalan apabila produk yang dipromosikan tidak tersedia dalam pasar. Berapa investasi yang dibutuhkan dan kemampuan produk dalam memenangkan pasar bersumber kepada kemampuan pemain atau distributor itu sendiri yang dapat mempengaruhi kebijakan para petinggi BCCF dalam proses intervensi terhadap kegiatan promosi lokal. BCCF mampu melihat kebutuhan publik terhadap produk-produk kreatif yang diciptakan oleh para wirausahawan di Kota Bandung sebagai aset yang layak untuk diperdagangkan dalam skala nasional maupun global, sehingga peluang tersebut menjadi hal yang sangat strategis untuk menangkap situasi pasar yang sangat menggiurkan. 2. Brand Preference Sebuah brand yang diusung oleh BCCF dalam tahapan ini adalah di mana konsumen telah melewati sejumlah pengalaman terhadap produk yang ia pilih dari berbagai pengalaman produk yang ada di sekitarnya. Produk yang dirasanya cukup memenuhi kebutuhan menjadi preference dari berbagai alternatif produk, konsumen cenderung melakukan uji coba terhadap produk lain dan produk yang bersifat alternatif, di sini produk-produk baru memiliki peluang untuk mendapat kesempatan memasuki pasar, pengalaman yang baik terhadap sebuah produk baru membantu mereka untuk mencapai kepuasan dari alat pemuas yang telah ada. Di sinilah mengapa BCCF selalu melakukan inovasi-inovasi baru terhadap 99 e-Proceeding | COMICOS 2017 produk, menambah kualitas produk dan penampilan produk sebagai upaya menjaga mitra konsumen dan pelanggan terhadap produk mereka dan agar para pelanggan tidak beralih ke produk lainnya. Preference yang ingin dicapai BCCF dalam benak konsumen menjadi bagian yang terpenting. Para brand manager BCCF ketika mereka menemukan fakta ini dalam pasar melalui studi yang mereka lakukan, berusaha mempertahankan keberadaan produk mereka di pasar dan meningkatkan promosi produk dalam berbagai event dan campaign yang dilakukan. 3. Brand Insistance. Pada tahapan ini konsumen melakukan pengambilan keputusan secara bulat untuk mengonsumsi produk BCCF kesekian kalinya. Konsumen lebih banyak mengenal kelebihan produk ini dengan beragam inovasi yang ditawarkan Pengalaman mereka pada penggunaan produk lain dengan brand yang sama juga berakhir dengan pengalaman yang menyenangkan sehingga muncul kekuatan keyakinan dalam diri mereka untuk selalu menggunakan dan mencoba produk lain dalam kelompok brand yang sama. Pada akhirnya, kepuasan-kepuasan yang mereka dapatkan dari penggunaaan beberapa produk dalam satu brand yang disuguhkan oleh BCCF menyebabkan tumbuhnya kepercayaan konsumen kepada BCCF sendiri sebagai forum yang menghasilkan produk berkualitas dan memiliki jaminan yang tinggi. 4. Lovely Brand/Brand Satisfy. Tahapan terakhir dari proses strategi branding ialah lovely brand atau brand satisfy, konsumen benar-benar merasa puas terhadap pengalaman yang dialami berulang-ulang dari penggunaan satu atau beberapa produk dalam brand yang diusung BCCF. Kebulatan tekad dan konsistensi yang telah mereka miliki pada tahapan brand insistence teruji secara berkali-kali menyebabkan mereka yakin bahwa produk dari sebuah brand memberikan mereka 100 e-Proceeding | COMICOS 2017 kepercayaan yang kuat bahwa mereka selalu terpuaskan oleh produk-produk tersebut. Produk BCCF yang telah menempatkan dirinya pada lovely brand mendapat keuntungan yang sangat besar, karena mereka telah menciptakan bibitbibit wirausahawan kreatif yang berjumlah besar. Konsumen akan memberikan pendapat untuk penyelesaian masalah yang dihadapi oleh rekan mereka dan memberikan saran penggunaan produk yang menurutnya paling baik. 2. Implementasi Kegiatan BCCF, melalui Pendekatan CEN Dalam Pengembangan Industri Kreatif Kota Bandung. Wujud konkrit aktivitas BCCF dalam mengembangkan Industri Kreatif adalah dengan membuat berbagai kegiatan (event) untuk mengenalkan kota Bandung melalui serangkaian penawaran dan promosi produk-produk industri kreatif. Seperti beberapa event yang telah dilaksanakan, yaitu pada tahun 2010, BCCF membuat program Semarak Bandung yaitu rangkaian kegiatan kreatif dengan tujuan untuk mengintervensi ruang publik kota Bandung berupa Reka Kota, Nyala Bdg Gedung Merdeka & Bragakeun Bragaku. Setelah itu pada tahun 2011, BCCF bekerjasama dengan United Nations Environment Programme (UNEP) & Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) Indonesia turut mensukseskan program TUNZA International Children and Youth Conference on Environment yang digelar di Gedung Sasana Budaya Ganesha Bandung. Sebagai catatan penting bahwa dari program TUNZA tersebut lahirlah sebuah deklarasi yang bernama Babakan Siliwangi World City Forest yang menetapkan bahwa kawasan babakan siliwangi Bandung adalah Hutan Kota Dunia yang wajib untuk dijaga secara bersama-sama. Deklarasi ini telah disepakati & ditandatangani bersama oleh Walikota Bandung, Menteri Lingkungan Hidup Indonesia dan UNEP. Pada saat yang bersamaan diresmikan pula sebuah jembatan hutan (forest walk) di kawasan babakan siliwangi 101 e-Proceeding | COMICOS 2017 sebagai simbol bahwa sejatinya masyarakat kota Bandung dapat mengakses hutan dengan mudah sekaligus menegaskan harapan warga Bandung untuk selalu mempertahankan hutan babakan siliwangi sebagai ruang hijau kota tanpa bangunan (BCCF, 2015). Ruang-ruang publik bagi komunitas pun menjadi salah satu upaya yang diinisiasi oleh BCCF untuk mengkampanyekan industri kreatif di kota Bandung. Pada tahun 2011, BCCF menyediakan sebuah ruang kreatif yang bernama Bandung Creative Hub (BCH) atau yang lebih dikenal dengan nama Simpul Space I, yang bertempat di Jalan Ir.H.Juanda No 329 Bandung. Tahun 2012, BCCF meresmikan sebuah ruang publik lain yaitu Simpul Space II yang beralamat di Jalan Purnawarman No 70 Bandung. Ruang kreatif ini tentunya akan memfasilitasi segala macam program yang diusung oleh komunitas seperti Pameran, Diskusi, Workshop, Ekskursi, Presentasi, Pertemuan Komunitas dan lain sebagainya. Dimana semua program yang hadir diharapkan mampu memiliki nilai & pesan kreativitas dalam balutan kebersamaan. Pada akhirnya BCCF memiliki harapan ke depan agar suatu saat ruang-ruang tersebut dapat menjadi pengikat simpul-simpul kreativitas dan kolaborasi individu, komunitas, maupun organisasi yang memiliki semangat kreatif yang tak pernah lekang oleh masa. Demi nama Bandung, sebuah kota kreatif, kota wisata yang selalu haus akan perubahan (BCCF, 2015). Dalam menunjang pengembangan sektor industri kreatif ini, BCCF membentuk suatu media networking yang bernama CEN (Creative Entrepreneur Network) yang merupakan salah satu strategi dalam memasarkan produk-produk kreatif yang dihasilkan oleh para wirausahawan kreatif Kota Bandung. Keberadaan CEN tersebut adalah untuk mewadahi berbagai jenis wirausaha kreatif komunitas yang terdapat di 102 e-Proceeding | COMICOS 2017 kota Bandung. Dimana nantinya CEN dapat menjadi sebuah pusat berjejaring antar pelaku ekonomi kreatif, menyediakan acara-acara untuk berjejaring, membangun keterampilan dan pengetahuan bagi wirausahawan lokal melalui workshop, seminar, klinik bisnis, dan sebagainya, yang mana hal ini sangat membantu para wirausahawan Kota Bandung untuk terus mengasah kreativitasnya dalam menciptakan beragam produk-produk yang mampu bersaing di pasaran global. serta menjadikan Kota Bandung sebagai kota Industri kreatif. (BCCF, 2015). Program dalam CEN terbagi menjadi jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang, antara lain adalah membuat inventarisasi wirausaha kreatif di Bandung dan sekitarnya, membuat acara-acara di mana para wirausahawan dapat bertemu dengan konsumen maupun klien, memberikan penghargaan dan membuat jejaring berbasis internet. Berikut beberapa gambar mengenai aktivitas kewirausahaan dibawah koordinasi BCCF. Gambar 1. Enterpreneurs in BCCF Disamping membuat program kegiatannya, CEN juga memiliki tugas untuk membuat kolaborasi dengan organisasi sejenis di kota-kota di negara-negara lain yang juga memiliki jejaring komunitas dan industri kreatif. Berikut adalah beberapa gambar program Creative Entrepreneur Network (CEN): 103 e-Proceeding | COMICOS 2017 Berdasarkan Gambar 2. CEN Programs pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa proses strategi komunikasi pemasaran merupakan mengembangkan Industri kreatif, langkah yang ditempuh oleh BCCF dalam dimana melalui strategi ini, BCCF mengkomunikasikan pesan mengenai berbagai hasil produksi industri kreatif. Dan hal ini didukung secara praktis, dimana BCCF telah mengaplikasikan berbagai aktivitas dalam mengembangkan industri kreatif ini, dengan membangun sebuah program berjejaring melalui programnya yaitu CEN (Creative Entrepreneur Network), CEN ini untuk mewadahi para pelaku industri kreatif untuk saling berkolaborasi, dalam pengembangkan industri kreatif, dengan berbagai aktivitas didalamnya. Dilain pihak kebijakan yang diambil Pemerintah Kota Bandung, tentunya sangat mendukung terhadap pengembangan industri kreatif, hal tersebut dilakukan melalui penetapan 6 indikator kreativitas Kota Bandung : 1). Kebijakan Kreatif, 2). Infrastruktur Kreatif, 3). Hukum, Etika dan HKI, 4). Sistem Pendukung Kreatif, 5). Kapasitas Kreatif, dan 6). Kontribusi Ekonomi. Mengacu kepada Keppres Nomor 6 tahun 2009. Tentang pengembangan ekonomi kreatif, mengenai 15 sub sektor industri kreatif yakni : 1).Periklanan, 2).Arsitektur, 3).Pasar seni dan barang antik, 4). Kerajinan, 5). Desain, 6).Fashion, 7). Film,Video dan Fotografi, 8) Permainan 104 e-Proceeding | COMICOS 2017 interaktif, 9). Musik, 10). Seni pertunjukkan, 11). Penerbitan dan percetakan, 12). Layanan komputer dan piranti lunak, 13). Radio dan televisi, 14). Kuliner, 15). Riset dan pengembangan, Sehingga dengan kebijakan ini diharapkan tercapainya Kota bandung yang aktual, adaptif, informatif dan representatif. (Bidang Perekonomian Sekertariat Daerah Kota Bandung 2016). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktivitas komunitas BCCF, sangat sejalan dengan apa yang dicanangkan pemerintah, khususnya Kota Bandung untuk senantiasa melakukan pengolahan dan pengembangan sumber daya ekonomi kreatif, sehingga diharapkan Kota Bandung sebagai Kota Industri Kreatif. KESIMPULAN Bandung Creative City Forum (BCCF) atau Perkumpulan Komunitas Kreatif Kota Bandung adalah sebuah forum dan organisasi lintas komunitas kreatif, merupakan pelopor dalam pengembangan Kota Bandung sebagai Kota Industri Kreatif. Dalam kiprahnya untuk mengenalkan dan mengajak warga masyarakat Kota Bandung untuk turut serta dalam membangun kota Bandung sebagai kota industri kreatif, tentunya peran penting komunikasi pemasaran dalam upaya pengembangan ekonomi dan industri kreatif tidak bisa diabaikan, hal ini terlihat bagaimana BCCF mencoba menerapkan strategi branding untuk mengenalkan berbagai produk/jasa industri kreatif. Disamping itu sebagai wadah kreativitas masyarakat Bandung BCCF melalui program CEN (Community Entrepreneur Network) -nya mampu menstimulasi perkembangan Industri kreatif di Kota Bandung dengan membangun jejaring komunitas enterpreneur yang berfokus pada hasil karya warga Bandung yang layak bersaing dengan produkproduk lokal, regional, nasional, maupun internasional. Sehingga dengan tercapainya 105 e-Proceeding | COMICOS 2017 hal tersebut, Bandung mendapat sebutan sebagai Kota Industri. 106 e-Proceeding | COMICOS 2017 DAFTAR PUSTAKA Creswell. John W. 2003. Research Desain Qualitative and Quantitative Approaches. Sage Publication Fill, Chris. 1999. Marketing Communication, Frameworks, Theories and Applications. London: Prentice Hall. Kotler, Philip., dan Kevin Lane Keller, 2009. Marketing Management, 13 th ed London. Pearson, Prentice Hall. Kriyantono. Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana Prenada Jakarta: Media Group. Litlejohn, Stephen W. Dan Karen A.Foss. 2009. Teori Komunikasi. Edisi ke 9 Jakarta: Salemba Humanika Moesheriono. 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Jakarta. Ghalia Indonesia. Mulyana. Deddy. 2003. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nugraha, dan Romli. 2012. Strategi Komunikasi Pembanguan Pada Program Desa Peradaban Sebagai Bentuk Peningkatan Citra Pemerintah Daerah. Kajian Komunikasi 1 Desember. Hal (9-19). Paramita, Sinta. (2015). “Makalah Komunikasi Pembangunan Berbasis Teknologi Di Desa Wisata Sri Gethuk Yogyakarta.” ISKI. 1 (Oktober). Hal.235-252. Robbins, Stephen P. 2000. Organizational Behaviour. Concepts, Controversies, Applications. (terjemahan). Seventh edition. Jakarta: Prenhallindo. Shimp, Terence A. 2004. Periklanan dan Promosi, Aspek Tambahan Komunikasi PemasaranTerpadu. Edisi ke 5. Jilid I dan II. Jakarta. Erlangga Soemanagara, Raden. 2012. Strategic Marketing Communication (Konsep Strategis dan Terapan). Bandung: Alfabeta West, Richard, dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi. Analisis dan Aplikasi. Buku 1dan 2 Edisi 3 Jakarta: Salemba Humanika. Warta Ekonomi, No.12/Tahun XX/9 Juni Tahun 2008 Sumber Lain : Bidang Perekonomian Sekretariat Daerah Pemerintah Kota Bandung 2016 Bandung Creative City Forum (BCCF) 2015 https://bandungcreativecityforum.wordpress.com/ diaksespada15Oktober 2016 pukul 12:17 WIB http://infobandung.co.id/ diakses pada 14 Oktober 2016 pukul 21: 30 WIB http://www.republika.co.id/ diakses pada 20 Juli 2017 pukul 13 : 14 WIB https://bandungcreativecityforum.wordpress.com/ diakses pada 25 Juli 2017 pukul 12: 17 WIB http://infobandung.co.id/diakses pada 25 Juli 2017 pukul 14: 22 WIB 107 e-Proceeding | COMICOS 2017 https://bandungcreativecityforum.wordpress.com/ diakses pada 23 Juli 2017 pukul 11: 35 WIB 108 e-Proceeding | COMICOS 2017 HARDWORK COMPARISONS AS PART OF THE WORK ETHIC ON THE SMMEs IN TASIKMALAYA, CIANJUR, CIREBON Hanny Hafiar, Diana Harding, Yus Nugraha, Ahmad Gimmy Padjadjaran University, Bandung [email protected] INTRODUCTION Indonesia is one of the developing countries the opportunity to obtain the demographic bonus. As quoted from http://www.antaranews.com, Acting Deputy of Training and Development BKKBN Ida Bagus Permana, states that: Indonesia will get a demographic bonus, the amount of the workforce (15-64 years) reached around 70 percent, while 30 percent of the population that is not productive (age 14 years and under and ages above 65 years) that will occur in 2020-2030. However, This was stated by Chairman of the Chamber of Commerce and Industry (Kadin), West Java General Suryamal who said: "In the hands of the youth it is advanced or not this nation is very dependent. However, the quality of human resources should also be accompanied by a sense of sensitivity to what is happening in society," (http: //www. republika. co.id) A large number of people in productive age is indeed a potential human capital, but it certainly gives more demands on the government to provide jobs. This is due to: Most of the development of large cities in the third world, especially in Southeast Asia are often not matched by the availability of adequate employment opportunities, although clearly demonstrates a fairly rapid economic growth (McGee, 1977). If the government is unable to provide jobs equitable will emerge problems related to urbanization, for the overflowing labor force in rural areas due to the level of a high population growth while employment opportunities are very limited has prompted the massive migration from rural to urban areas in search of livelihood better. It can be seen with the emergence of pockets of slums, with informal odd jobs in sectors with low productivity and subsistence, simply just to sustain life (Dieter Ever, 1991). According to (Rachbini, 1994), the process of in formalization occur due to the nature of subsistence, low productivity, capital accumulation, and investment is weak, and the strong pressure from the macro formal system from the outside (Wauran, 2012). Therefore we need strong efforts from various parties in order to improve the readiness of the Indonesian nation to welcome the opportunity to earn this demographic bonus. 109 e-Proceeding | COMICOS 2017 Most of the Indonesian people are still hoping to get a job as an employee of a company that is bona fide and high salary. So they raced to pursue higher education in order to obtain a diploma as a condition of applying for a job. Whereas the diploma course will not be enough to ensure the employment and earnings in line with expectations, it refers to: On the one hand, the informal sector still plays an important role to accommodate the workforce, especially youth labor force is still inexperienced or work forces first entered the job market. This situation may have a positive impact on reducing the open unemployment rate. But on the other hand showed symptoms of low productivity because they still use traditional tools with education and skill levels are relatively low. Given the role of the informal sector are quite positive in the development process, naturally thought the fate of the workers. Some policies, either directly or indirectly, to help the development of society through the development of business activities in the informal sector workers that have been performed. However, there is a trend of economic activity in the informal sector and informal sector workers fate has not changed much. Without the intention to diminish the importance of existing policies, policies which are commonly prescribed to large employers may be reduced, then the priority is given to the activities of the informal sector and to support the interests of society (Firnandy, 2002). Therefore, the desire and the ability to create entrepreneurial activity must be nurtured through formal and non-formal education, so that the labour force can be channelled into work units in various fields of business, so that Indonesian people do not depend on existing employment, the ownership of capital these large companies on average are owned by foreigners. It refers to: Indonesia's competitiveness is now increasing in the global sphere. In a report in The Global Competitiveness Index 2014-2015, Indonesia ranks 34th out of 144 countries in the world with a score of 4.57, up 4 levels of last year which was in position 38. In relation to the ASEAN Economic Community (AEC) in early 2015, making the challenge of entrepreneurs in Indonesia to be higher because it competes with countries in Southeast Asia. An entrepreneur has an important role in a country. An advanced and prosperous country will progress and prosper if it has a self-employment of at least 2 percent of the population. Therefore, the emergence of entrepreneurs is expected to reduce the level of unemployment. According to Wijaya (2007: 117) "Entrepreneurship is one of the rational choice given the nature of self-contained, so it does not depend on the availability of existing employment" (Janah & Winarno, 2015). Entrepreneurship is not easy. The dream of the graduates of vocational schools or colleges on average work at companies that are already established. This is due to lack of interest in starting a business that started on a small scale or a small business because they have the risk of loss that would engulf the capital that has been collected with 110 e-Proceeding | COMICOS 2017 difficulty. Referring to the Presidential Decree no. 99 year 1998 Small Business is understanding people's economic activities are the small-scale business sector in the majority of the business activities of small and need to be protected in order to prevent unfair competition. In addition to risk factors, entrepreneurship also requires a strong individual character as the business entrepreneur. The performance of SMMEs supported by the characteristics of entrepreneurship and entrepreneurial attitudes held by business entrepreneurs. All of that is the essence of entrepreneurship which should exist in SMMEs. Furthermore, Kao et al. (In Saiman, 2009) says that entrepreneurship is an attempt to create value through business opportunities management, risk taking the right and through the communication skills and management to mobilize human, money and raw materials or other resources needed to produce the project in order to implemented properly. To implement the project with both the necessary characteristics and entrepreneurial attitudes that support that effort running smoothly. (Setyawati, Nugraha, & Ainuddin, 2013) In fact, entrepreneurship has an important potential for the progress of a country, it is stated by Heidjarachman (in Alma, 2002: 5), one supporting the success of economic development in a country is entrepreneurial (Hafiar & Sani, 2015). In addition, it was stated that: "Entrepreneurship is one of the pillars of economic growth in Indonesia. His role is so central to the welfare of Indonesian society. One of the government's efforts to foster the number of entrepreneurs conducted since from school. Completion of the curriculum with the issuance of Curriculum 2013, with their craft and Entrepreneurship Education required as the application of the new curriculum at the high school level bringing the mission that the younger generation of Indonesia should have the skills and ability to be independent with entrepreneurial spirit "(Kadiyono, 2014) Indeed, the business value of small businesses has an important contribution to economic growth in Indonesia. This refers to the data of the Ministry of Cooperatives and SMMEs in 2009, where SMMEs have accounted for 58.17 per cent to total GDP. the growth of the SMMEs sector from 2005 to 2009 amounted to 24.01 percent, while large businesses only 13.26 percent growth. These data show the large role of SMMEs in the growth and economic development of Indonesia. SMMEs have the largest ability to absorb labor (http://www.depkop.go.id, January 26, 2012). Therefore, the government encourages small micro enterprises (SMMEs) to continue to grow so that the bias is more 111 e-Proceeding | COMICOS 2017 labor-intensive. SMMEs are expected to increasingly play a role in reducing unemployment (Sumantri, 2015). However, entrepreneurship skills must be nurtured from an early age, starting at secondary level to be able to create a generation of independent nation because, as quoted from Supriyatna (2008) that "the ultimate goal of education is the creation of productivity, work ethic, self-reliance, and identity of human excel to meet the demands of development. (Grace & Bakti, 2016). In addition to self-reliance, self-employment also requires hard work as part of a work ethic. Because in principle, entrepreneurship without the hard work will not produce success. Therefore, most small and medium busines have understood the vital position of hard work for the continuity of their business. Based on this, then this study aims to conduct comparisons of the attitude of hard work that owned by small and medium businesses in several cities in West Java. This research uses a descriptive quantitative method, in order to get a picture of hard working attitude micro, small and medium enterprises in Cianjur, Tasikmalaya and Cirebon, through the collection of data obtained from questionnaires. HARD WORK AS AN IMPORTANT FACTOR IN PRODUCTIVITY In the context of this study, hard work is the belief that one can be a better person and achieve its objectives through a commitment to the value and importance of working for them. An individual is committed to hard work can overcome almost any obstacle, can achieve personal goals, and become a better person (Miller, et al., 2002). Furthermore, the hard work is also supported by indicators such as: have the primary responsibility for fulfilling personal goals such as the desire for success and the accumulation of material wealth (Buchholz, 1978). Based on these images, it is known that the optimism that is owned by the micro, small and medium derived from Cianjur has a higher value than any other comparable businesses, as can be seen from the following figure: 112 e-Proceeding | COMICOS 2017 Nothing is impossible when we work hard 12 10 8 6 4 2 0 Cianjur Tasikmalaya not consistent likely not consistent tend to be consistent Cirebon consistent (Source: Research data) Figure 1 Confidence concerning realization of the results of hard work In these graphs, it is known that SMMEs in the three cities have the attitude of hard work, with the city of Cianjur that have slightly higher points difference, compared to other cities. However, this figure can still be considered fairly evenly. This means that business people SMMEs respondents, on average, have to have confidence that with hard work will produce something in accordance with the purpose, as long as they work optimally. It shows one of the characteristics of entrepreneurial spirit that is confident. This is consistent with the statement that: "From the 8 characteristics of entrepreneurial spirit into the study variables, only the characteristics of long-term oriented course that owned by many respondents in the higher stages, namely 70%. While all 7 characteristics of entrepreneurial spirit such as encouragement of achievement, a sense of responsibility, attitude to risk, self-confidence, using feedback, managerial ability and attitude toward money are already owned by the respondents even though at the stage of being "(Dwi & Nugroho, 2012 ). The hard work did not only physically, but also in thought. Think hard about the business strategy, manage finances, calculate carefully regarding the amount of production is also included in the hard work can make a success of the venture. This is in line with the results of research that says that: "The model of empowerment into the research findings indicate that some groups of women SMMEs aware of the importance of work ethic, community culture that supports women's efforts, and mindset about; Absorptive Capacity, 113 e-Proceeding | COMICOS 2017 Capability Innovation, and Knowledge Sharing. Some of it can be used to develop marketing strategies, financial management and production management can improve the productivity of Women SMMEs in the informal sector "(Kancana, Lestari, & Nurficahyanti, 2016). However, it is also necessary assistance to SMMEs that can be done by the government or related parties, to anticipate the level of productivity tends to be low, especially in rural areas. It is advised to consider the opinions from Poerwanto (2000: 197), which argued that: "Most of the villagers in Indonesia overwhelmed by poverty syndrome and syndrome enersia. Poverty syndrome has a very complex dimension to each other and interconnected, for example in the form of low productivity, unemployment, malnutrition and poor health status, morbidity and high illiteracy. Meanwhile, enersia syndrome manifested in the attitude of fatalism, passivism, mutual dependency is high, mystical paced life and so forth "(Agustini, Boediono, Saepudin, and Silvana, 2015). The key to success is the willingness to work hard 14 12 10 8 6 4 2 0 Cianjur Tasikmalaya not consistent likely not consistent tend to be consistent Cirebon consistent (Source: Research data) Figure 2 The belief that hard work produces success Referring to the above image data, it is known that the attitudes of respondents to the success generated through hard work shows an awareness that hard work is an important factor in achieving success. As almost all respondents believe that value, especially respondents from Tasikmalaya and Cirebon. Attitude believes that hard work will result in the success of an important capital for the development of enterprises, although efforts are undertaken they are micro and small, they are optimistic that with 114 e-Proceeding | COMICOS 2017 hard work, will be able to develop into medium-sized enterprises and large scale. This is consistent with the statement: The presence of the urban informal sector is considered as one of the economic sectors that emerged as a result of the labor situation of high growth in the city. Those who enter these small-scale enterprises, initially intended to seek employment and generate income. Most of those involved are those of migrants from poor, less educated and less skilled. Their background is not a businessman and not a capitalist who hold substantial capital investment. However, it must be recognized that many of them have managed to expand its business and slowly entering the world of medium-sized enterprises and even large-scale (Lamba, 2001). Based on the awareness of the need of hard work also turned out to be connected with the awareness of the importance of productivity to develop the business, because of the increased productivity is the dream of every company, both individuals, and large companies. Over time, anyone would not be there that want your business or business is merely stagnant (Yasundari, 2016). Furthermore, the characteristics of entrepreneurship have a role on the progress of the business. Therefore, it is important for an entrepreneur to have an entrepreneurial spirit, because: In general, the SMMEs entrepreneurs in Kediri argued that they have the characteristics of entrepreneurship, entrepreneurship prominent characteristic indicator was pointed out by nature industrious and productive than the ability to get along, the nature of self-confidence and calculations of risk while the nature of innovation fundamental to the concept of entrepreneurship is precisely the score is in third position, this indicates that the ability to innovate is still low so that in general they are focused on the business activities conducted routine. The ability to innovate is a key issue for an entrepreneur, especially in finding and creating new markets. Indicators of entrepreneurial characteristics of the lowest score were independent nature, nature loves a challenge and nature responsive to opportunities (Fauji & Ernestivita, 2015). 115 e-Proceeding | COMICOS 2017 If we are willing to work harder, then we can feed ourselves 12 10 8 6 4 2 0 Cianjur Tasikmalaya not consistent likely not consistent tend to be consistent Cirebon consistent (Source: Research data) Figure 3 Confidence about hard work and self-reliance The workers are engaged in the informal sector has a high vulnerability due to not having adequate protection both in terms of economic, social and political (Rolis, 2013). However, the vulnerability is not only caused by macro economic factors but also in micro management. Therefore world-class business micro, small and medium enterprises need an attitude of independence in business and not rely on the existing conditions but to optimize the conditions. It refers to: expectations of high economic growth coupled with increasingly extensive trade opportunities will not be enough without the efforts to increase the capacity and capability of adequate worker liking labor market. Thus, the problem of employment remains a serious issue that needs to be the best solution found when development and job creation do not offset their efforts to increase the competence of workers, it is certain that not a lot of results for the effort to improve the welfare of society. The duty and responsibility along with how to provide solutions to economic problems, especially the problem of employment are directly related to the absorption of workers in various sectors of the economy. To be able to encourage the creation of employment opportunities to absorb the widest workers as much as possible it is necessary to formulate appropriate economic development policies in the field of work. The needs of workers in various business fields require specific requirements both in terms of knowledge and formal education and skills (skills) and attitude/commitment. Better known with a certain capacity. The capacity of the worker or prospective worker can be traced through various ways such as: evaluating worker productivity, a growing problem and hamper labor productivity, the expectations of the owner or manager 116 e-Proceeding | COMICOS 2017 of a business, and other employers included on services in government agencies (Triputrajaya, 2013). Therefore, through the data contained in the image, it seemed, the entire business travelers who become the respondents, believed that working with enterprising will be able to support themselves indicate the nature and the characteristics of the entrepreneur accordingly. It is in accordance with the statement (Faisal, 2002), which states that: Characteristics of entrepreneurship is a quality or trait that remains continuous and eternal which can be used to identify characteristics of a person, an object, an event, an integrate or a synthesis of individual properties in the form of a unitary and personality or someone, considered from the point of view of ethical and moral. While the attitude of entrepreneurship is an attitude of someone who has a high intention of everyday life or the characteristics of an entrepreneurial attitude (Setyawati, Nugraha, & Ainuddin, 2013) 117 e-Proceeding | COMICOS 2017 CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS Referring to the data field findings, it is known that the conviction of the embodiment of hard work, a belief that hard work produces success, and conviction of hard work and self-reliance that is owned by the micro, small and medium enterprises which are located in three cities, Cianjur, Tasikmalaya and Cirebon is in a condition in accordance with the demands that must be owned by SMMEs busines or entrepreneurs. The results are expected to provide an overview of the awareness of entrepreneurs, especially in West Java, and in Indonesia in general. Therefore, it remains the Government's role and required relevant agencies, to continue to foster the attitudes and competencies of small and medium entrepreneurs for business this good new start businesses, as well as the business and its business is already well underway. This is necessary so that enterprises and business from the perpetrators of these efforts can take place in stable and does not meet the constraints that may have an impact on the bankruptcy. Because, in principle, businesses run by entrepreneurs is the one who actually can maintain and support the nation's economy, and expand employment opportunities for human resources in Indonesia which now will soon be in bonuses demographic, such as the abundant quantity of people who are in the productive age. So expect this demographic bonus can fix the nation's economy significantly, not merely a bonus is on top of the sheer paper. REFFERENCES Agustini, N., Budiono, A., Saepudin, E., & Silvana, T. (2015). Literasi Informasi Masyarakat Pedesaan Dalam Program Pemberdayaan Masyarakat Di Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung. Jurnal Kajian Informasi & Perpustakaan, 3(2), 221–234. Dwi, T. R., & Nugroho, A. (2012). Karakteristik Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura. Jurnal Pamator, 5/1. Fauji, D.A.S. & Ernestivita, G. (2015). Analisis Karakteristik Pelaku UMKM ( Usaha Mikro Kecil Menengah) di Kota Kediri. In Prosiding Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bisnis dan Manajemen. Seminar Nasional dan Call Papers Universitas Negeri Malang. Firnandy. (2002). Studi Profil Pekerja di Sektor Informal dan Arah Kebijakan ke Depan. Direktorat Ketenagakerjaan Dan Analisis Ekonomi, 1–18. Hafiar, H., & Sani, A. (2015). Pembentukan Sikap Wirausaha Remaja Melalui Komunikasi Keluarga Dan Pelatihan Keterampilan. Jurnal Actadiurna, 11/1, 49– 66. 118 e-Proceeding | COMICOS 2017 Janah, W. O., & Winarno, A. (2015). Intensi berwirausaha Siswa SMK. In Prosiding Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bisnis dan Manajemen (pp. 19–20). Seminar Nasional dan Call Papers Universitas Negeri Malang. Kadiyono, A. L. (2014). Efektivitas pengembangan potensi diri dan orientasi wirausaha dalam meningkatkan sikap wirausaha effectiveness of self development and entrepreneurial orientation in improving entrepreneurial attitude. Jurnal Intervensi Psikologi, 6(1), 25–38. Kancana, S., Lestari, P., & Nurficahyanti, F. (2016). Model komunikasi pemasaran untuk pemberdayaan perempuan pada sektor informal di yogyakarta. Jurnal ASPIKOM, 2/6, 444–458. Lamba, A. (2001). Kondisi Sektor Informal Perkotaan dalam Perekonomian JayapuraPapua. Jurnal Ekonomi Bisnis, 16(2), 155–161. Rahmat, A., & Bakti, I. (2016). Kinerja Hubungan Masyarakat (Humas) Pemerintah daerah Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Jurnal Kajian Komunikasi, 4/2, 133– 141. Rolis, M. I. (2013). Sektor Informal Perkotaan Dan Ikhtiar Pemberdayaannya. Jurnal Sosiologi Islam, 3/2, 93–111. Setyawati, E. C. N., Nugraha, H. S., & Ainuddin, I. (2013). Karakteristik Kewirausahaan Dan Lingkungan Bisnis Sebagai Faktor Penentu Pertumbuhan Usaha. Jurnal Administrasi Bisnis, 2/1, 41–50. Sumantri, B.A. (2015). Konsep sistem awal bagaimana penerapan konten tipologi (jenis keterampilan dan bidang subjek penelitian “entrepreneurship”) pada sistem pelatihan dan pendidikan “entrepreneurship”. In Prosiding Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Bisnis dan Manajemen. Seminar Nasional dan Call Papers Universitas Negeri Malang. Triputrajaya, A. (2013). Preferensi pekerja dalam memilih pekerjaan sektor formal. ILTEK [Internet]. November, 6/12, 877–881. Retrieved from http://iltekuim.org/jurnal/fileku/8. Ihsan .pdf Wauran, P. C. (2012). Strategi Pemberdayaan Sektor Informal Perkotaan Di Kota Manado. Jurnal Pembangunan Ekonomi Dan Keuangan Daerah, 7(3). Yasundari. (2016). Hubungan penggunaan instagram dengan motivasi wirausaha pebisnis daring ( online ) dalam meningkatkan produktivitas. Jurnal kajian komunikasi, 4/2, 208–218. 119 e-Proceeding | COMICOS 2017 120 e-Proceeding | COMICOS 2017 TRIPLE HELIX’s DAN SINDROM KETERGANTUNGAN PELAKU UMKM Mamik indaryani, Suparnyo, Kertati Sumekar, Budi Gunawan Mamik Indaryani¹, Kertati Sumekar², Suparnyo³, Budi Gunawan4. ¹Mamik Indaryani; FE UMK; Email : [email protected]; HP : 08122812899 ²Kertati Sumekar FE UMK; [email protected]; HP. 08157605946 ³ Suparnyo, FH UMK; email: [email protected]; HP No 08157741986 4 Budi Gunawan ; FT UMK; [email protected]; HP No 085740961734 Abstrak Komitmen pemerintah untuk memberdayakan masyarakat sebagai pelaku usaha/ bisnis ditunjukkan dengan digunakannya konsep triple heliks dan ABG’s. Hal ini didorong dengan adanya tuntutan yang mendesak untuk meningkatkan daya saing dengan disepakatinya era pasar tunggal ASEAN, yang memandang Indonesia sebagai negara yang potensial sebagai pasar. Permasalahan utama yang timbul dalam konsep ini disebabkan cara pandang, gaya kerja yang berbeda, sehingga kegiatan yang dirancang bersama seringkali justru berdampak negatif terhadap mitra. Sinergi dan koordinasi yang lemah turut memperparah kondisi karena tidak dilakukan dalam perspektif yang sama diantara para pendamping. Dampaknya adalah adanya kecenderungan sikap mitra dalam hal ini pelaku usaha/bisnis bordir dan Tenun Troso, yang tergantung, dan kontra produktif karena dengan ketergantungannya tersebut justru mengurangi daya saing alamiah yang dimiliki dan ketika belum diintervensi oleh program baik yang dilakukan oleh perguruan tinggi atau pemerintah. Hasil temuan lapangan menunjukkan adanya perlakuan yang tidak tepat terhadap mitra, bukan sebagai subyek tetapi sebagai obyek suatu program. Oleh karenanya permasalahan dipetakan bukan menurut mitra. Penelitian ini menggunakan pendekatan kombinasi antara kuantitatif dan kualitatif. Alat statistik sederhana digunakan untuk menguji pengaruh antar variabel yang ditentukan dan kualitatif dicapai dengan cara indepth interview untuk melihat kedalaman fenomena yang terjadi dilapangan terkait dengan apa yang dirasakan mitra. Terimakasih kepada Kemenristek dan Dikti atas hibah MP3EI th ke tiga. Kata kunci : triple Helix’s- ABG’s, syndrom ketergantungan, kontra produktif, daya saing. 1. Pendahuluan. Latar belakang Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia menjadi ujung tombak bagi upaya memasarkan produk dan jasa yang dimiliki Indonesia ke Pasar global atau paling tidak fokus dalam jangka pendek pasar tunggal ASEAN. Permasalahan yang dihadapi 121 e-Proceeding | COMICOS 2017 adalah rendahnya daya saing barang dan jasa Indonesia yang lebih disebabkan oleh tingginya biaya produksi dan non produksi sehingga harga belum dapat bersaing sedemikian rupa. Jenis dan variasi produk sebenarnya diminati oleh masyarakat anggota negara-negara ASEAN. Biaya non produksi seperti transportasi, lemahnya jejaring pasar dan pemasaran menjadi kendala besar sehingga produk Indonesia belum dapat mendominasi pasar domestik masing-masing negara anggota negara-negara ASEAN, justru sebaliknya pasar domestik Indonesia telah didominasi oleh produk negara lain mulai dari barang kebutuhan pokok sampai pada kebutuhan yang bersifat pelengkap atau pengganti. Pembinaan untuk meningkatkan daya saing bagi pelaku usaha skala mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dirancang kurang tepat berdampak terhadap munculnya sikap ketergantungan para pelaku usaha skala UMKM terhadap pendamping atau fasilitator, baik dari unsur pemerintah, perguruan tinggi dan stakeholder lainnya.Sampai hari ini mayoritas pelaku UMKM belum dapat beranjak keluar dari permasalahan yang dihadapi. Permasalahan UMKM secara umum meliputi permasalahan internal, kapasitas usaha mulai dari manajemen, kualitas produk, SDM dan kemampuan finansial. Permasalahan yang terkait dengan jejaring distribusi/pasar masih, iklim usaha yang kurang kondusif dan regulasi yang dirasakan sering tumpang tindih serta daya saing secara umum dengan barang global yang masuk kepasar domestik. (Lestari ( 2005) ; Lestari,( 2010), Indaryani, dkk (2014) . Budaya kerja dan lingkungan bisnis, memberi warna kepada model manajemen usaha berbasis UMKM dan industri yang dikelola masyarakat pada umumnya. Sejarah usaha hampir selalu dimulai dari usaha keluarga dan bersifat rumahan. Dampaknya adalah manajemen usaha dilakukan sesuai dengan karakter masyarakat dan kebiasaannya. 122 e-Proceeding | COMICOS 2017 Sehingga polanya dapat dikenali berdasarkan kedaerahan, geografis maupun budaya. Sedikit banyak mewarnai dan menentukan spirit para pelaku nya. Akhirnya secara komprehensif berpengaruh terhadap cara pandang ( paradigma ) usaha yang dilakukannya. Paradigma usaha terhadap bisnis dan perubahannya menjadi permasalahan yang penyelesaiannya tidak dapat dilakukan secara parsial dan harus dalam jangka panjang dan berkelanjutan. Perubahan paradigma usaha konvensional menjadi usaha modern yang fleksibel, mobile dan ramping mau tidak mau harus di intervensikan jika tidak terus tertinggal dalam persaingan global. Pelaku usaha skala mikro, kecil dan menengah kebanyakan masih bertahan pada model uaha konvensional, yang tidak efisien dan tidak fleksibel karena beroperasi hanya berdasarkan filling bisnis, yang mengandalkan pengalaman masa lalu. Hal ini disebabkan karena pelaku usaha tidak merasa terdampak perubahan makro yang terjadi. Alasan yang lain karena merasa bahwa fokus pasar tidak terkait langsung dengan jejaring pada pasar global. Hal ini disebabkan para pelaku tidak memiliki informasi tentang perubahan bisnis yang tidak lagi dapat dipisahkan secara tegas antara bisnis pada skala domestik dan global. Domestik dan global bukan lagi sesuatu yang terpisah, baik dalam jaringan produksi, pemasaran maupun penyedia bahan baku/bahan mentah produksi, tetapi sebaliknya mendorong saling terhubung dan ketergantungan diantara para pelaku usaha dan atau bisnis. Daya juang para pelaku usaha atau bisnis pada umumnya rendah dan cenderung menjalankan usaha atau bisnis dengan prinsip seadanya atau sewajarnya tanpa target artinya untuk bertahan dan memenangkan persaingan dalam pasar global tidak terintegrasi dalam strategi bisnisnya.Kelemahan mendasar yang lain adalah pelaku usaha skala mikro/rumahan, kecil dan menengah (UMKM) tidak memili rencana bisnis, dan 123 e-Proceeding | COMICOS 2017 target yang terukur baik jangka pendek maupun jangka panjang. Mayoritas hanya mengejar keuntungan yang bersifat jangka pendek dengan model perhitungan yang tidak mengakomodasi seluruh biaya produksi karena manajemen dan operasi usaha bergabung dengan rumah tangga, misalnya penggunaan listrik, air, dan barang modal yang digunakan operasional usaha/bisnis sulit dibedakan antara milik usaha dengan milik rumah tangga. Salah satu komponen daya saing yang belum sepenuhnya berhasil diintervensikan pada mitra adalah inovasi dengan pemanfaatan teknologi dalam proses produksi, manajemen dan networking distribusi dan pasar. Dalam program yang diintervensikan kepada perguruan tinggi telah memfasilitasi soft program untuk manajemen dan jejaring produk. Manajemen Koperasi, yang dilengkapi dengan petugas yang terlatih. Tujuan, memformulasikan permasalahan dan solusi serta rekomendasi hasil penelitian dan mempublikasikannya agar dapat dipahami oleh masyarakat pengusaha, pemerintah dan stakeholder lainnya terkait dengan dampak dari kebijakan dan implementasi program pendampingan terhadap UMKM, baik konsep triple helix maupun ABG,s yang memiliki sisi negatif yaitu adanya suatu sindrom ketergantungan dari para pelaku usaha/industri skala mikro, kecil dan menengah dan justru berakibat pada penurunan daya saing jika tidak dilakukan dengan koordinasi yang baik dan sinergis diantara berbagai pihak terkait. 2. Metode yang digunakan MP3EI merupakan salah satu skim penelitian kompetitif nasional yang bersifat terapan. Sebagai penelitian terapan, maka pendekatan yang digunakan tidak hanya kuantitatif tetapi juga kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengkaji dampak kebijakan dan proporsinya pada komunitas mitra. Selanjutnya harus dikaji lebih dalam 124 e-Proceeding | COMICOS 2017 kualitas setiap jawaban yang diberikan. Karakteristik pelaku UMKM sebagai mitra tidak mudah karena pengalaman masa lampau yang tidak menyenangkan dan hanya dijadikan “obyek” berdampak pada peneliti untuk kembali membangun “trust” sedemikian rupa dengan pelaku usaha sebagai mitra yang harus diposisikan dengan benar. Hal ini penting karena industri skala UMKM pada umumnya dan khususnya pada pelaku industri kerajinan tenun Troso, memiliki respon yang variatif terhadap berbagai program yang menyertakan mereka, walaupun ada beberapa pelaku usaha yang memiliki sikap berbeda terhadap program. Mereka bersikap pasif dan cenderung tergantung pada fasilitator atau pendamping. Hal ini disebabkan karena mereka merasa hanya menjadi penyerta dan seringkali karena pemahaman bahwa yang harus mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadai dan berproses adalah pendamping/ fasilitator ( pemerintah, perguruan tinggi atau stakeholder lainnya). Kajian harus menyentuh pada akar masalah yang terkait dengan karakteristik pelaku yang tidak hanya dapat diukur dengan menggunakan angka. Bagi pelaku usaha yang sudah mandiri, program dapat menjadi nilai tambah dan masukan untuk mengelola usaha dengan lebih baik. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menggali data yang terkait dengan perspektif mitra, pelaku dan kepentingan steakholder lainya. Mengurai permasalahan dari hulu dan hilir usaha sebagai suatu rangkaian akan dapat diperoleh peta masalah dengan lebih jelas sehingga dapat didesain solusi sesuai dengan kebutuhan penyelesaian permasalahnnya. Hulu dan hilir industri meliputi pemasok bahan baku, proses produksi dan distribusi. Pada kerajinan tenun Troso, pemasok bahan baku benang memiliki problematikannya tersendiri untuk setiap pengusaha. Skala industri juga memiliki kekhasan masalah, baik karena kapasitas dan konsekwensinya juga karena prioritas permasalahan yang dihadapi berbeda-beda. Sehingga dalam setiap tahapan 125 e-Proceeding | COMICOS 2017 proses industri memerlukan solusi yang berbeda. Upaya mengurai hulu-hilir industri dikenal dengan pendekatan rantai nilai, atau value chain. Hal ini disebabkan karena pada setiap simpul rantai tahapan kegiatan memiliki makna dan nilai nya tersendiri. Bukan hanya karena melibatkan bayak pihak tetapi karena sifat dan permasalahannya berbeda. Pendekatan rantai nilai, diharapkan dapat mengidentifikasi kekuatan kompetitif dari industri dalam kaitan langsung maupun tidak langsung dengan industri dalam klaster.Dengan memetakan faktor kompetitif dalam klaster maka peneliti memberikan rekomendasi terhadap keberadaan pelaku usaha anggota Koperasi secara keseluruhan dan upaya-upaya spesifik menggerakkan anggota koperasi melalui trigger yang dapat diidentifikasi melalui proses komunikasi intensif, berjejaring dan saling menghormati. Alat statistik yang digunakan meliputi rata-rata dan prosentase. Penggalian data menggunakan fokus group discussion ( FGD), indepth interview dan kuesioner terstruktur. Pengolahan data dilakukan sejak menyeleksi jawaban atas pertanyaan pendahuluan, menyusun tabel jawaban responden. Responden, anggota Koperasi Paguyuban Pengusaha Tenun Troso yang berjumlah 34 orang, pengusaha lainnya yang ditemukan dalam kegiatan Troso Festival ( 15-16 Juli 2017), perangkat desa Troso, Dinas Terkait di Kabupaten Jepara, Fedep, Kadin, dan Bupati. Mengingat bahwa salah satu luaran ditujukan untuk merekomendasikan adanya pelembagaan Festival Troso yang telah diadakan sebagai media promosi baik nasional dan global dalam bentuk naskah akademi. Konfirmasi secara komprehensif menyangkut potensi produk dan daya saing global peneliti melakukan kegiatan temu bisnis yang menyertakan pelaku usaha/ mitra, dengan beberapa kadin dan atase perdagangan/ fungsi ekonomi yang ada di KBRI Brunei Darussalam, Dan Konjen di Thailand Selatan ( Hathyai) dalam suatu rangkaian ekspo 126 e-Proceeding | COMICOS 2017 produk Indonesia. Pelaku usaha dapat mendengar dan memahami langsung bagaimana selera konsumen di pasar Tunggal ASEAN. Kegiatan ini menghasilkan jejaring pasar dan pemasaran yang berkelanjutan baik dari masyarakat Thailand maupun penguasa Brunei secara intensif dan berkelanjutan yang ditunjukkan dengan adanya repeat order ketiga kalinya dan akan berlanjut dengan order produk lain, seperti sarung tenun handmade sebagai national costum di Brunei Darrussalam. Secara individu pelaku usaha juga mendapatkan kesempatan untuk ekspo di Eropa, khususnya pasar Belanda. 3. Landasan Teoritis Teori ketergantungan (dependency theory) adalah teori yang digunakan unt uk menganalisis permasalahan pembangunan dari perspektif negara berkembang atau negara dunia ketiga. Teori yang lahir karena kekawatiran Raul Presibich (1950 an), dalam kapasitasnya sebagai Direktur Economic Commision for Latin America (ECLA) melihat pesatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara maju tetapi tidak secara otomatis memberikan dampak terhadap perkembangan ekonomi di negara berkembang. Hal ini tidak sejalan dengan konsep teori ketergantungan yang menjelaskan bagaimana ketergantungan suatu negara dengan negara lain dalam arti saling mempengaruhi, khususnya dalam hal perkembangan sebagai dampak pembangunan ekonomi. Tetapi dalam realitasnya, justru aktivitas ekonomi negara maju sering menimbulkan masalah ekonomi di negara berkembang. Teori ketergantungan secara sosiologis menunjukkan adanya saling ketergantungan antara anggota masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. Teori ketergantungan biasanya dikaitkan dengan banyaknya kepentingan dan berbeda diantara kelompok, kelas dan negara. Disisi lain teori ketergantungan bicara dalam pandangan yang negatif karena 127 e-Proceeding | COMICOS 2017 pengaruh kapitalisme dalam menciptakan banyak ketimpangan, tetapi juga dapat menimbulkan dampak positif dalam konteks utang luar negeri, modal asing untuk pertumbuhan ekonomi misalnya. Meminjam konsep teori ketergantungan dalam tulisan ini coba diaplikasikan dalam kerangka memahami sikap ketergantungan suatu komunitas pengusaha / pengrajin skala mikro, kecil dan rumahan yang secara sosial tumbuh karena interaksi sosial baik kedalam (bounding) maupun dengan komunitas lainnya ( bridging) sehingga menimbulkan kecenderungan bahwa pertumbuhan usaha / industri dan bisnisnya dalam skala mikro, kecil dan menengah dalam suatu lokasi geografis tertentu atau komunitas yang memiliki hubungan kekeluargaan. UMKM sebagai usaha dan atau bisnis dalam bidang industri melekat karakteristik sosial dan budaya masyarakatnya. Oleh karenanya corak sosial dan budaya yang terintegrasi dalam gaya usaha termasuk kreatifitas yang tampak dari hasil produknya menjadikan UMKM masuk dalam kriteria industri kreatif. Dalam perkembangannya UMKM memiliki keterikatan dengan sesama pelaku usaha dan terbangun menjadi suatu rantai produksi dan juga pasar. Secara individu masing-masing pelaku usaha/industri skala UMKM juga memiliki ketergantungan yang tinggi dan sekaligus persaingan, khususnya pada industri sejenis. Ketergantungan menunjukkan rendahnya tingkat kemandirian sebagai usaha. Dalam kaitannya dengan program pembinaan yang diintervensikan dalam manajemen usaha dapat juga terjadi ketergantungan terhadap pembina atau fasilitator. Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2008 tentang UMKM maka skala usaha akan berkorelasi dengan kondisi yang terkait dengan kepemilikan asset, dan omzet (hasil penjualan). Dalam Undang-undang tersebut dibedakan antara usaha mikro, kecil dan menengah yang diberi batasan berdasarkan kepemilikan asset dan 128 e-Proceeding | COMICOS 2017 hasil penjualan. Berdasarkan kriteria asset dan hasil penjualan tersebut, usaha mikro, yaitu memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,-( limapuluh juta tidak termasuk tanah dan bangunantempat usaha; atau memiliki hasil penjualan sebesar Rp. 300.000.000,- ( tiga ratus juta rupiah). Usaha kecil, memiliki kekayaan bersih sebesar Rp. 50.000.000,-( limapuluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000,( lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan sebesar Rp. 300.000.000,- ( tigaratus juta) sampai Rp. 2.500.000.000,- ( dua milyar limaratus juta ). Usaha menengah, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,- ( limaratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,- ( sepuluh milyar ) tidak termasuk bangunan tempat usaha atau hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2500.000.000.000,- (dua milya limaratus juta rupiah) sampai paling banyak Rp. 50.000.000.000,- ( limapuluh milyar). Daya saing, secara umum didefinisikan sebagai kemampuan suatu unit produksi/bisnis untuk bersaing dalam pasar yang menjadi fokusnya. Dalam era pasar bebas ASEAN, tiga hal yang perlu dibenahi untuk meningkatkan kemampuan usaha/industri skala umkm yaitu bagaimana menyikapi/merespon pasar yang dinamis, kelembagaan ekonomi yang fleksibel dan kinerja yang efisien. Ketiga hal tersebut menjadi tuntutan yang harus dipenuhi dan bukan merupakan pilihan.Pasar yang dinamis bukan hanya secara kuantitatif tetapi juga kualitasnya. Kualitas harus berdasarkan pada standar yang telah ditetapkan dan disepakati oleh negara anggota ASEAN, dan global pada umumnya. Marespon kondisi yang dinamis diperlukan lembaga bisnsi yang fleksibel, agar mudah bergerak, efisien dan mobile untuk mewujudkan biaya yang efisien. Dalam hal ini dapat diartikan mobile secara fisik yaitu sangat mungkin melakukan ekspansi horizontal maupun vertikal. Dukungan informasi dan teknologi internet sudah mutlak sifatnya. 129 e-Proceeding | COMICOS 2017 Mengutup pengertian Triple Helix’s, “The Triple Helix concept relies thus on three main ideas: (1) a more prominent role for the University in innovation, on a par with Industry and Government in the Knowledge Society; (2) a movement toward collaborative relationships among the three major institutional spheres, in which innovation policy is increasingly ...”(.............). Dari pengertian tersebut maka Triple Helix’s diharapkan akan menjadi model penyelesaian masalah dengan melibatkan swasta dan atau bisnis dan perguruan tinggi sesuai kompetensi masing-masing . Kompetensi pemerintah dan Perguruan Tinggi serta Industri dalam suatu sinergi akan menghasilkan efektifitas dan efisiensi program pembinaan bagi UMKM . Hal ini diperlukan mengingat permasalahan yang dihadapi UMKM sangat kompleks, dan saling terkait , dan diperlukan pendekatan sinergis dan pendekatan yang menyelesaikan masalah secara simultan. Ddisisi lain pembinaan yang hanya dilakukan salah satu pihak hanya menyelesaikan persoalan secara parsial dan berdampak tidak tuntas, kontra produktif dan hanya berorientasi pada pelaksanaan program sesuai kepentingan pemilik program yang pada akhirnya memposisikan UMKM bukan sebagai mitra tetapi sebagai obyek. Triple Helix’s sebagai istilah yang digunakan untuk menyebutkan peran masing-masing pihak, perguruan tinggi, yang memiliki sumberdaya manusia intelektual dan teknologi; industri melalui Corporate Social Responsibility (CSR), dan pemerintah yang memiliki kewenangan wajib dan penyelenggara pelayanan publik yang bersifat motivator, fasilitator dan mediator serta regulator sedemikian rupa dilengkapi dengan pendanaan yang memadai. Sebagai konsep, gagasan utama Triple Helix adalah sinergi kekuatan yang komprehensif antara akademisi, bisnis, dan pemerintah. Kalangan akademisi dengan sumber daya, ilmu pengetahuan, dan teknologinya memfokuskan diri untuk menghasilkan berbagai temuan dan inovasi yang aplikatif dan mendorong perlindungan hak kekayaan intelektualnya ( HAKi).. Kalangan industr/bisnis dibagi menjadi dua, 130 e-Proceeding | COMICOS 2017 industri/bisnis skala besar memberikan fasilitator melakukan kapitalisasi yang memberikan keuntungan ekonomi dan kemanfaatan bagi masyarakat dan lainnya menjadi mitra, subyek perubahan. Sedang pemerintah menjamin dan menjaga stabilitas hubungan keduanya dengan regulasi kondusif serta peran lain yang menjadi tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan. Secara umum triple helix’s sebagai konsep dan pendekatan digambarkan sebagai berikut : Gambar 1 : Triple Helix’s. Dari gambar trsebut dapat dilihat bagaimana bekerjanya masing-masing pihak, baik secara individu sesuai dengan kompetensinya , tetapi juga ada program kegiatan yang dilakukan bersama karena bentuk, dan tujuan nya sama sehingga dapat dilaksanakan secara sinergis. Baik antara perguruan tinggi dengan industri, industri/bisnis dengan pemerintah, maupun pemerintah dengan perguruan tinggi. Bahkan dalam hal yang spesifik maka perguruan tinggi, industri/bisnis serta pemerintah memiliki peluang melakukan kegiatan yang sama secara bersama. 131 e-Proceeding | COMICOS 2017 Triple Helix’s dalam perkembangannya karena kebutuhan riil lapangan yang tidak dapat dipisahkan dengan lingkungannya, maka lahirlah pendekatan lain dengan menyertakan secara aktif masyarakat umum dilingkungan industri menjadi konsep ABG’s atau C, yaitu Academisi, Bussisnes, Government dan Community atau Society. Selajan dengan hal tersebut pemerintah menetapkan kebijakan satu produk unggulan sebagai trigger pada setiap daerah yang dikenal dengan One Village One Product atau OVOP. Secara umum OVOP dilaksanakan sebagai usaha terobosan pemerintah melalui fokus pembinaan pada satu produk untuk mempercepat peningkatan daya saing. Penentuan produk unggulan daerah melalui penetapan pemerintah yang didasarkan oleh sejumlah indikator, yaitu : Produk unggulan daerah dan/atau produk kompetensi inti daerah; unik khas budaya dan keaslian lokal; berpotensi pasar domestik dan ekspor ; memiliki kualitas/mutu tinggi dan berpenampilan baik; diproduksi secara kontinyu dan konsisten ( Kementrian Koperasi dan UMKM, ). Pada akhirnya konsep pendekatan Triple Helix’s harus digunakan secara sinergis untuk mengembangkan UMKM dengan konsep OVOP di setiap daerah. Sehingga konsep pembinaan UMKM akan semakin cepat dapat dilihat hasilnya, tentu dengan memposisikan UMKM sebagai pusat/ sentralnya. Jika dalam realitas di Indonesia, lahirnya UMKM dari rakyat maka kemudian UMKM adalah usaha rakyat dan dikembangkan bagi kesejahteraan masyarakat menggunakan konsep ekonomi kerakyatan. Semakin banyak pihak yang terlibat semakin dapat menyelesaikan permasalahan UMKM dengan cepat, efisien dan efektif. Prtanyaannya mengapa UMKM tidak juga beranjak dari tempat dan masalahnya. Jika ada yang berhasil keluar dari permasalahannya bukan disebabkan oleh intervensi program semata tetapi juga peran 132 e-Proceeding | COMICOS 2017 penting pelaku usaha yang memiliki paradigma dan respon benar dalam bisnis yang sedang berubah. Secara khusus Kementrian Koperasi dan UMKM menegaskan tentang tujuan OVOP, antara lain : untuk menggali dan mempromosikan produk inovatif dan kreativitas lokal dari sumber daya yang bersifat unik khas daerah bernilai tambah tinggi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan khususnya lembaga skala UMKM diharapkan akan menjadi ujung tombak perekonomian dan pengembangan inovasi berbasis teknologi untuk meningkatkan daya saing. Lingkungan masyarakat sebagai tempat UMKM berakar juga harus mendapat perhatian karena tidak dapat dipisahkan dalam upaya pembinaan yang komprehensif. Contoh berbagai produk binaan program OVOP Oita, di Jepang yang menggunakan pendekatan serupa dengan Triple Helix’s di Indonesia, antara lain : a) Jeruk KABOSU OITA, inovasi kemasan yang dilakukan menghasilkan peningkatan daya jual. Petani jeruk mendapatkan manfaat dengan meningkatknya pendapatan dan kesejahteraan. b) Potensi Pariwisata di Nagaoka, dimana SDA terbatas, yang digarap adalah seni pertunjukkkan musik klasik. Masyarakat setempat berkontribusi menyediakan tempat pertunjukkan untuk melengkapi infrastruktur yang belum tersedia. Selanjutnya potensi wisata seni dilengkapi dengan homstay untuk menginap pengunjung yang merupakan rumah –rumah penduduk yang telah ditinggalkan kaum muda anggota keluarga untuk bersekolah dikota lain, dipinjamkan sebagai fasilitas wisata. Dampak positif dari program ini adalah meningkatnya pendapatan masyarakat pelaku usaha langsung maupun tidak langsung yang mengusahakan barang pelengkap kebutuhan masyarakat wisata sesuai kemampuan yang masing-masing miliki. Sesuai dengan kondisi wilayah ( 133 e-Proceeding | COMICOS 2017 agraris) yang dikembangkan, maka ditanamkan kesadaran masyarakat bahwa daerah agraris dikembangkan optimal dan sinergis dengan kekhasan wisatanya daripada membuat ide2 yang kurang dipahami secara luas oleh masyarakatnya. 4. Diskusi Daya saing UMKM memiliki dimensi yang sangat banyak. Pada usaha skala mikro, kebanyakan memiliki naluri bisnis yang cukup untuk bertahan. Strategi mengikuti langkah pengusaha dalam skala lebih besar adalah kemampuan mereka agar tetap dapat hidup. Hal ini didukung dengan kondisi pada usaha bisnis skala mikro biasanya bersifat rumahan. Rumah juga menjadi tempat usaha. Tetangga menjadi pendukung utama sebagai tenaga kerja, dengan sistem manajemen “kekeluargaan”, jarang yang memiliki ijin atau kelengkapan usaha dari sisi administrasi atau dasar hukum. Biasanya usaha bisnis skala mikro disebut juga sebagai usaha rumahan dan sangat jarang yang meningkat menjadi usaha skala kecil atau sedang, menurut Undang-undang No 20 Tahun 2008 Tentang Usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia. Lembaga bisnis modern tidak lagi diukur dari besarnya fisik bangunan dan volume produksi saja tetapi pada luasnya koneksi baik dengan pasar dometik dan pasar global. Koneksi tersebut digerakkan oleh penguasaan informasi dan teknologi, serta beroperasi secara efisien dan fleksibel. Pelaku usaha sudah seharusnya memperbaharui informasi dan pengetahuan tentang usaha/industri atau bisnis yang dilakukannya. Itulah mengapa era bisnis modern saat ini juga disebut era ekonomi berbasis pengetahuan. Di Indonesia banyak usaha/bisnis dalam skala kecil. Karakeristik selain yang ditetapkan dalam UU No 20 Tahun 2008 Tentang UMKM tersebut juga hampir sama. Permasalahannya juga sama secara umum. Hanya jika sudah masuk dalam jenis produk yang dihasilkan maka prioritas masalah menjadi berbeda, khas pada setiap individu. Oleh 134 e-Proceeding | COMICOS 2017 karenanya harus diberikan solusi yang spesifik sesuai dengan permasalahannya sehingga dapat menyamakan posisi kondisi minimal sebagai usaha/ bisnis yang sehat dan dapat bersaing secara terbuka, fair play dan mandiri. Penyebab ketergantungan dapat berasal dari pelaku UMKM, pemerintah, perguruan tinggi dan stakeholder lainnya dalam konteks pembinaan UMKM. Permasalahan dari sisi pelaku usaha : mentalitas, paradigma usaha, dan daya juang. Mentalitas pelaku usaha dipengaruhi oleh karakter sumberdaya manusia sebagai modal manusia yang memiliki peran utama dalam memerankan diri dalam industri dan bisnis, memiliki kualitas rendah. Mengingat bahwa, sekalipun usaha/industri berskala mikro, kecil dan menengah yang berpengalaman dan secara alami memiliki keunggulan tetapi lebih banyak diantara mereka jika dilihat dari sejarah usaha merupakan usaha yang dirancang karena kondisi terpaksa, untuk bertahan hidup atau merupakan usaha turun menurun yang telah dimulai oleh para pendahulunya sehingga tidak memiliki pengalaman sebagai generasi yang memulai usaha. Biasanya mereka tinggal melanjutkan usaha atau mempertahankannya. Fair play merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemasaran produk dan atau bisnis global, selain standarisasi produk menyangkut komponen produk (40 % komponen lokal), kesehatan dan keamanan produk bagi konsumen yang memiki latar belakang ekonomi, sosial dan budaya beragam. Dalam hal tersebut perlu bagi UMKM yang menjadi andalan Indonesia untuk menjadi pemain (produsen) barang dan jasa di pasar ASEAN untuk secara terus menerus melakukan perbaikan. Implementasi ekonomi berbasis pengetahuan penting disadari agar UMKM dapat segera mengubah cara pandang usaha/ bisnisnya, dari bisnis konvensional menjadi bisnis modern. Dalam proses, sebaiknya tidak bersifat proyek karena perubahan 135 e-Proceeding | COMICOS 2017 paradigma menyangkut sumberdaya manusia, latar belakang ekonomi, sosial dan budaya yang memerlukan strategi terus-menerus atau berkelanjutan. Diperlukan pendamping yang memahami permasalahan dalam perspektif pelaku usaha. Peran pendamping sangat penting tetapi harus dapat memposisikan diri dengan benar. Seringkali pendamping lebih dominan dalam pengambilan keputusan yang terkait upaya mendorong pelaku usaha dengan perubahan, dan harus dilakukan oleh pelaku usaha/bisnis sebagai mitra. Seringkalai mitra tidak dalam posisi sejajar dan justru menjadi obyek. Posisi UMKM sebagai mitra (subyek) harus dijelaskan sejak awal karena hal tersebut menjadi kunci apakah target akan tercapai atau tidak. Target program adalah meningkatnya daya saing sesuai dengan prioritas dan daftar masalah yang disepakati antara pendamping dan mitra, dan akan diatasi bersama. Dalam hal ini pendamping atau fasilitator tidak boleh menjadi penentu dan apalagi mendominasi proses dan pengambilan keputusan. Anggota Koperasi Paguyuban Pengusaha Pengrajin Tenun Troso terdiri dari 34 orang, 70 % diantaranya merupakan pengrajin dan sekaligus pengusaha dengan katagori mandiri, dan memiliki daya saing produk untuk pasar domestik dan global. Inovasi motif terus dilakukan dan mengadaptasi kebutuhan pasar dengan lebih cepat dibanding 30% pengusaha lainnya karena faktor modal uang dan informasi yang diperoleh dengan sistem jejaring yang lebih luas. Mereka memiliki kinerja yang terstruktur dan terprogram walaupun masih memiliki masalah dalam hal pencatatan keuangan dan rencana bisnis yang tidak terdokumentasi dengan baik. Tidak adanya pembagian kerja yang jelas. Sebagai usahaindustri atau bisnis berbasis usaha keluarga maka keterlibatan anggota keluarga masih tinggi khususnya dalam hal menjadi pelaksana, sedangkan eksekutor 136 e-Proceeding | COMICOS 2017 masih ditangan pemilik usaha atau sekaligus sebagai kepala keluarga. Misalnya keputusan untuk bahan, berapa dari mana dan bagaimana sampai di rumah. Untuk pasar, dimana akan dibuka pasar baru, bagaimana caranya dan siapa yang akan menangani. Diantara pengrajin yang telah mandiri, 50 % dibantu secara aktif oleh istri mereka sebagai tangan kanan yang justru menjadi ujung tombak pemasaran. Dalam berbagai even pameran justru para isterilah yang memegang peran penting sebagai sales promotion atau seller yang lebih luwes dan kreatif. Selebihnya para pengrajin menggunakan tenaga bukan keluarga sebagai pegawai yang digaji. Pengrajin yang masih tergantung kepada program pemerintah ataupun steakholder lainnya jika dilihat latar belakangnya dalam operasional usaha/bisnis mereka juga hanya sebagai pekerjaan utama yang dilakukan kurang fokus dan kurang memiliki daya juang. Sehingga ketika ada fasilitator atau pendamping, seolah ingin melimpahkan permasalahannya kepada pendamping atau steakholder. Yang jelas untuk mengambil resiko kelompok ini tidak seberani para pengrajin yang sudah mandiri. Bagi pengrajin yang sudah mendiri maka resiko sudah dianggp sebagai biaya. Sebaliknya bagi para pengrajin yang belum mandiri mengambil resiko memerlukan pertimbangan yang lama dan banyak aspek, dan pada ujungnya adalah keraguan atau ketakutan terhadap dampak resiko yang belum tentu terjadi. Menurut Hiramatsu Morihiko dalam seminar OVOP di Bali, 2009 menegaskan pentingnya memperhatikan aspek yang mendasar dari pelaku usaha dan masyarakatnya karena pelaku UMKM khususnya tidak dapat terlepas dari lingkungannya dalam hal kerakteristik, kebiasaan dan akan berpengaruh dalam budaya organisasi dan budaya kerja. Aspek tersebut adalah : produk lokal yang mampu memenuhi pasar global. Bukan hanya dalam jumlah dan kualitasnya tetapi juga harus memenuhi komponen lokal 137 e-Proceeding | COMICOS 2017 minimal 40 % seperti yang dipersyaratkan untuk pasar tunggal ASEAN. Masyarakatnya mampu bekerja secara mandiri, sehingga akan meminimalisir ketergantungan untuk keberlanjutan baik didampingi oleh stake holder ataupun tidak. Kemandirian juga akan mendorong inovasi dan kreativitas lebih cepat di serap. Mental sumberdaya manusia sebagai pelaku, atau supporting system dalam klaster harus siap menghadapi tantangan sebagai konsekwensi perubahan. Dalam hal ini umberdaya manusia (SDM) harus dipersiapkan melalui pendidikan formal maupun non formal oleh dinas/lembaga yang berkompeten. Dalam kasus pengusaha tenun Troso sebagai mitra program, muncul ketergantungan dalam sikap yang tidak mau mengemukakan gagasan dan hanya ikut dengan teman lain dan atau failitator, pasif dan menunggu, tidak menjalankan program yang telah disepakati bersama dengan berbagai alasan. Kekawatiran yang berlebih akan resiko terhadap keputusan yang akan diambil terhadap kemajuan atau peningkatan hasil dengan cara merubah strategi juga terjadi pada pengusaha/pengrajin perempuan. Maksudnya perempuan sebagai pemilik. Tetapi latar belakang ketakutan mereka adalah karena mereka bukan sebagai pencari nafkah utama, tidak perlu mengejar sesuai dengan keras dan atau memaksakan diri. Mereka lebih kepada tidak berani mengambil resiko untuk berubah karena membatasi diri sendiri bahwa sebagai pekerjaan “sampingan” dan berfungsi “membantu suami” mencari nafkah sudah dianggap cukup. Mereka lebih suka berusaha atau berbisnis dalam zona aman. Hasil kajian menunjukkan, mereka yang menjadi mitra memproduksi barang kerajinan yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai produk global hanya 20% diantara pengrajin wanita yang memiliki cara pandang melakukan bisnis yang tidak dibatasi oleh fungsi dan perannya sebagai isteri dalam keluarga dan sebagai pembantu 138 e-Proceeding | COMICOS 2017 pencari nafkah membantu suami. Dalam hal ini budaya patriarkhi belum sepenuhnya bisa merubah mindsetting pengusaha perempuan dalam memposisikan usaha dan bisnisnya dalam kendali suami. Pengusaha perempuan yang sudah memiliki pandangan yang berbeda terhadap peran dan fungsinya dalam bisnis, memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi yaitu sudah pada jenjang sarjana strata 1 dan atau suami yang memiliki tugas pokok bukan sebagai pengusaha. Pekerjaan suami mereka adalah guru sekolah negeri atau pegawai negri. Kelompok pengusaha ini dapat bebas melakukan pekerjaan mereka, dalam hal waktu kerja jangkauan pasar dan atau pengambilan keputusan terhadap mamanejen usaha yang lebih baik dibanding pengrajin laki-laki. Lebih baik dalam arti tertib administrasi, pengetahuan tentang aturan-aturan ketenaga kerjaan, jam kerja dan kebijakan lain tentang produksi, bahan dan pasar termasuk sistem pembayaran yang harus disepakati dengan pembeli. Penentan margin keuntungan, juga terlihat lebih besar dibanding margin keuntungan yang ditetapkan oleh pengusaha laki-laki. Pengrajin perempuan dapat mencapai 25 % sampai 50%. Sedangkan pengusaha laki-laki berkisar pada angka 20 % sampai 30% . Bagi pengusaha atau pengrajin perempuan tingkat ketergantungan terhadap fasilitator lebih rendah. Tetapi tidak semua pengusaha perempuan melakukan advis bisnis yang disepakati dengan para pembina atau fasilitator. Tidak menolak tetapi juga tidak mengikuti. Mereka lebih baik bersikap “diam” untuk hal-hal baru yang harus diintegrasikan dalam bisnis atau usaha nya sekalipun sudah menyepakati. Tetapi karena lebih mengandalkan “filling bisnis” maka mereka tidak jarang tidak menggunakan saran yang diberikan. Ha ini tampak pada saat pertemuan berikutnya, kondisi kemajuan dari proses yang disepakati tidak terjadi. Bagi pengusaha perempuan yang sudah mandiri, 139 e-Proceeding | COMICOS 2017 seringkali justru memiliki pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas dari para pendamping sehingga mereka hanya butuh penegasan dari para pendamping dan komunikasi bersifat “ sharing” pengalaman. Tidak jarang sebagai pendamping justru lebih banyak mendengar dan atau belajar dari mereka. Kondisi diatas jika dibandingkan dengan pengalaman dua negara yaitu Taiwan, Perancis, Thailand dan Korea yang berhasil memberdayakan sumberdaya pada UMKM menjadi trigger gerakan perubahan yang diintegrasikan untuk meningkatkan pengaruh perkembangan dari negara-negaera tersebut pastilah menghadapi perjuangan tersendiri yang dipengaruhi oleh karakter, budaya dan sikap masyarakatnya. Penutup Kesimpulan Triple Helix,s sebagai konsep dan pendekatan telah dirancang dengan mempertimbangkan kompetensi dan sumberdaya yang dimiliki oleh masing-masing pihak sebagai stakeholder dan mitra. Pembinaan yang dapat mencapai tujuan yang ditetapkan bersama antara pendamping (fasilitator) dan mitra secara efisien dan efektif akan sangat berguna bagi percepatan peningkatan daya saing UMKM. Sebaliknya jika mitra , dalam hal ini UMKM diposisi yang tidak benar, hanya sebagai obyek maka akan berdampak kontra produktif, target tidak tercapai dan justru menimbulkan ketergantungan bagi para mitra. Bentuk ketergantungan bisa mewujud dalam sikap masa bodoh, tidak partisipatif, tidak mau mengungkapkan perasaan dan pendapatnya dan tidak mau berubah atau menjalankan kesepakatan bersama. Pada akhirnya tidak ada hasil yang dapat dirasakan oleh mitra hanya mungkin bagi stakeholder yang telah melaksanakan program kerja 140 e-Proceeding | COMICOS 2017 secara sepihak. Hal ini sangat merugikan dari segala segi, waktu, tenaga dan biaya sehingga efektivitas dan efisiensi program tidak terwujud. Daya saing yang diharapkan tidak akan terjadi sehingga pelaku UMKM tetap berada dalam kubangan masalah yang secara langsung akan berpengaruh terhadap keberlangsungan usahanya. Posisi mitra menjadi kunci dalam pembinaan UMKM menggunakan konsep Triple Helix’s maupun ABGC ( s) karena lingkungan dimana bisnis berada akan mempengaruhi paradigma, gaya, kebiasaan dan bahkan budaya mengelola bisnis dan respon terhadap perubahannya. Masalah utama UMKM dan lingkungannya dalam mengubah comparative menjadi orientasi competitive , bisnis konvensional menjadi modern yang efisien dan fleksibel dan inovatif adalah sumberdaya manusia sedangkan aplikasi konsep triple helix’s dan ABGC adalah pada kesetaraan, posisi mitra, kompetensi dan integritas. Kepentingan menempatkan UMKM sebagai mitra dan centre diatas kepentingan, program sektoral menjadi kunci penting tercapainya tujuan pendekatan yang menyertakan tiga pilar perguruan tinggi, pemerintah dan bisnis serta UMKM sebagai mitra. a. Rekomendasi Rekomendasi dari hasil penelitian ini antara lain : a. Pemahaman konsep triple helix’s sebagai konsep dan pendekatan oleh pihak yang terlibat dengan perspektif yang sama. b. Harus memperhatikan posisi UMKM sebagai mitra dalam posisi sentral c. Masing-masing pihak menshare kemampuan dan kompetensinya untuk diintegrasikan dalam program yang sinergi sebagai solusi atas permasalahan yang telah disusun bersama yang menempatkan UMKM sebagai mitra dalam posisi yang benar ( sentral). 141 e-Proceeding | COMICOS 2017 DAFTAR PUSTAKA Hiramatsu Morihiko, 2009, Kertas Kerja, Seminar OVOP di Bali. H. Etzkowitsz, L Leydesdorff, 2000, The Dynamics of Innovation : From National System and Mode 2 to Triple Helix of University –Industry – Government relations, vol 29, Issue 2, February 2000, Pages 109-123. L Leydesdorff, Y Sun , 2009, National and International dimensions of the triple helix in Japan : university –Industry – Gouvernment versus International coauthoship relations. Mamik Indaryani, 2015- 2016, Laporan kegiatan penelitian MP3EI, tahun ke dua, Universitas Muria Kudus. Susilo, Y Sri, 2004. Masalah dan Dinamika Industri Kecil Pasca Krisis Ekonomi. “Jurnal Ekonomi Pembangunan, hal 79–90”. Terbit bulan Juni. --------------, 1998, The Triple Helix as a Model For Innovation Studies, Sciense and public policy,1998,academic. Oup.com. ------------, Kementrian Koperasi dan UMKM, Pedoman OVOP. http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=759: program-ovop-pacu-produktivitas&catid=50:bind-berita&Itemid=97 142 e-Proceeding | COMICOS 2017 OPTIMALISASI TOL LAUT SEBAGAI ALTERNATIF PENUNJANG KELANCARAN PENGANGKUTAN BARANG DAN JASA GUNA MENDUKUNG AEC Elfrida R Gultom Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta [email protected] Abstrak Tol Laut adalah konsep pengangkutan logistik kelautan yang bertujuan untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar, membangun transportasi laut dengan kapal atau sistem logistik kelautan yang melayani tanpa henti dari Sabang hingga Merauke sebingga roda perekonomian bergerak secara efisien dan merata. ASEAN membentuk Asean Economic Community (AEC) untuk menciptakan ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang stabil, sejahtera dan berdaya saing merupakan peluang sekaligus tantangan bagi perekonomian Indonesia. Ketahanan perekonomian yang kuat dibutuhkan agar Indonesia mampu bersaing dengan negara ASEAN yang lain. Disinilah peran dari Tol Laut yang memiliki manfaat yang besar dalam menunjang perekonomian Indonesia mengingat Indonesia merupakan wilayah maritim yang luas. Bagaimana peran dari tol laut sebagai alternatif penunjang kelancaran pengangkutan barang dan jasa dan Bagaimana manfaat dari tol laut sebagai penggerak perekonomian Indonesia sekaligus dalam mendukung program AEC, adalah permasalahan dalam penulisan ini. Penelitian ini bertujuan menggambarkan peran dari tol laut sebagai alternatif penunjang kelancaran pengangkutan barang dan jasa di Indonesia dan manfaat dari tol laut sebagai penggerak perekonomian Indonesia sekaligus dalam mendukung program AEC. Penelitian yang digunakan Normatif ,dengan data sekunder yang dianalisis secara Deskriftif, dan pendekatan metode kualitatif yaitu pemahaman dalam suatu permasalahan menggunakan kuisioner dan responden. Peran tol laut sebagai alternatif penunjang kelancaran pengangkutan barang dan jasa untuk menggerakkan ekonomi Indonesia, oleh karenanya perlu didukung regulasi yang baik dengan dibentuknya lembaga pengawas tol laut, sehingga dengan optimalisasi Tol Laut ini dapat menunjang kekuatan perekonomian Indonesia secara merata dan sebagai kekuatan hubungan perekonomian Indonesia antar negara di ASEAN. Kata kunci : Optimalisasi, Tol Laut, Kelancaran, Barang dan Jasa, AEC Abstract Sea Toll is a marine logistics concept that aims to connect large ports, build marine transportation by boat or maritime logistics system that serves non-stop from Sabang to Merauke so that the wheels of the economy move efficiently and evenly. ASEAN establishes Asean Economic Community (AEC) to create ASEAN as a stable, prosperous and competitive economic region is an opportunity as well as a challenge for the Indonesian economy. Strong economic resilience is required for Indonesia to compete with other ASEAN countries. This is where the role of the Sea Tol that has great benefits in supporting the Indonesian economy considering Indonesia is a vast maritime territory. How does the role of the sea toll as an alternative to the smooth transportation of goods and services and how the benefits of sea tolls as a driver of the Indonesian economy as well as in supporting the AEC program, is a problem in this writing. This study aims to describe the role of sea tolls as an alternative to the smooth transportation of goods and services in Indonesia and the benefits of sea tolls as a driver of the Indonesian economy 143 e-Proceeding | COMICOS 2017 as well as in supporting the AEC program. Research used Normatif, with secondary data analyzed by deskriptif, and approach of qualitative method that is comprehension in a problem using questioner and respondent. The role of sea toll roads as an alternative to the smooth transportation of goods and services to drive the economy of Indonesia, therefore needs to be supported by good regulation with the establishment of sea toll supervisory institutions, so that optimization of the Tol Sea can support the strength of the Indonesian economy evenly and as the strength of Indonesia's inter- Countries in ASEAN. Keywords: Optimization, Sea Toll, Smoothness, Goods and Services, AEC A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang, pembangunan infrastruktur di Indonesia menjadi salah satu hal yang penting dan fundamental karena infrastruktur yang baik pasti akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat serta perekonomian nasional. Infrastruktur yang harus dikelola dengan baik oleh negara dan wajib mendapat perhatian penuh salah satunya adalah Pelabuhan. Di dalam suatu pelabuhan banyak terjadi kegiatan yang mendorong pertumbuhan perekonomian suatu negara apabila dikelola dengan baik dan benar. Banyak kegiatan penting didalamnya seperti pengangkutan barang, ekspor –impor dan proses bongkar dan muat barang, yang kesemuanya itu membutuhkan kinerja yang baik dan benar agar lancar dan cepat dalam pendistribusiannya. Jika suatu pelabuhan tidak baik pengelolaannya baik dari segi pelaksana kegiatan di lapangan, sarana dan prasarana yang baik dan lengkap, sumber daya manusia sebagai pelaku dan pelaksana dari peraturan, maka akan berdampak pada perkenomian negara. Dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara dipengaruhi terhadap tiga hal yaitu konstruksi, ekspor-impor, dan investasi. Jadi sangat jelas, kegiatan suatu pelabuhan memacu pemasukan investasi negara melalui devisa negara, oleh karenanya perlu dikelola dengan baik oleh negara, bagaimana 144 e-Proceeding | COMICOS 2017 memaksimalkan seluruh kegiatan yang ada di pelabuhan Indonesia. Pada Bulan Desembar Tahun 2015 yang lalu telah diberlakukan suatu kebijakan ekonomi oleh negara-negara di ASEAN yaitu AEC (Asean Economic Community). Tujuan dari ASEAN Economic Community adalah meningkatkan daya saing ekonomi Negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi bukan hanya menjadi pasar dari Negara-negara maju, seperti Amerika, Negara-negara Eropa dan Negara-negara dari Asia Timur, serta menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota-anggotanya agar bisa bersaing dalam menghadapi tantangan global dan lebih lanjutnya adalah untuk mengurangi kemiskinan serta kesenjangan sosial antara Negara anggota melalui sejumlah kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan.4 Hal inilah yang nantinya menjadi peluang sekaligus tantangan pada perekonomian Indonesia. Tak bisa dipungkiri Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam terbesar sehingga berpeluang menjadi basis Industri pengolahan bagi Asean. Basis industri yang dimaksud adalah Industri manufaktur,pertanian pangan, dan perikanan. Namun untuk mewujudkan potensi-potensi itu sangat bergantung pada kemampuan Indonesia untuk mempersiapkan antara lain sumber daya manusianya, sarana dan prsasarana yang dibutuhkan serta penunjangpenunjang lainnya. Salah satu hal yang harus dipersiapkan adalah sarana pengangkutan untuk pendistribusian barang agar lancar dan cepat sampai pada daerah tujuan. Mengapa? Fitri- Kompasiana , 25 April 2014, 21.49, Asean Economic Community (AEC) 2015…. Peluang dan Tantangan Indonesia !!! Are you Ready?? http://www.kompasiana.com/fitri-kompasiana/aseaneconomic-community-aec-2015-peluang-dan-tantangan-indonesia-are-youready_54f7833ca3331141758b4596 4 145 e-Proceeding | COMICOS 2017 karena pendistribusian barang dari satu tempat ke tempat lain apabila tidak lancar maka akan mempengaruhi kegiatan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Jadi jaminan tentang kelancaran pengangkutan barang dan jasa sangat penting dalam pendisribusian barang dari suatu wilayah ke wilayah lain, dan memerlukan pemikiran dan jalan keluar yang tepat. Wilayah Indonesia adalah wilayah kepulauan dengan jumlah wilayah perairan dua per tiga dari wilayah keseluruhan, apabila dianalisis Indonesia adalah salah satu media pendistribusian yang tepat dan efektif yaitu dengan menggunakan kapal dan otomatis pengangkutan barang dan jasa dalam rangka pendistribusian barang dan jasa dalam kapasitas besar adalah dengan menggunakan kapal. Namun banyak masalah yang dihadapi oleh Indonesia dalam pengangkutan barang dan jasa dalam rangka pendistribusiannya adalah mental pekerja, sumber daya manusia, sarana dan prasarana pendukung kegiatan tersebut, yang sebagian besar dilaksanakan di Pelabuhan. Perekonomian Indonesia banyak didukung dari kegiatan kepelabuhanan ini antara lain pengangkutan barang dan jasa untuk didistribusikan ke wilayah-wilayah Indonesia yang diharapkan dapat seimbang dan merata, yaitu harus dijamin dengan kelancaran arus barang dan jasa tersebut berjalan. Berdasarkan hal tersebut, Presiden Jokowi mengagendakan tentang program tol laut, karena diharapkan dapat mendukung kelancaran pendistribusian pengangkutan barang dan jasa bukan saja di wilayah Indonesia, namun juga di ASEAN yang mencanangkan program AEC. Atas dasar permasalahan diatas penulis akan akan mengkolaborasikan keduanya menjadi sebuah makalah dengan judul Optimalisasi Tol Laut sebagai Alternatif Penunjang Kelancaran Pengangkutan Barang dan Jasa Guna Mendukung AEC 146 e-Proceeding | COMICOS 2017 2. Pokok Permasalahan Yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan makalah ini adalah: a. Bagaimana peran dari tol laut sebagai alternatif penunjang kelancaran pengangkutan barang dan jasa; b. Bagaimana manfaat dari tol laut sebagai penggerak perekonomian Indonesia sekaligus dalam mendukung program AEC 3. Konteks Penelitian Presiden menjelaskan lima agenda pembangunan agar dapat mewujudkan Poros Maritim Dunia tersebut, yaitu : a. Pertama adalah dengan membangun kembali budaya maritim Indonesia.Sebagai negara yang terdiri dari jumlah pulaunya lebih dari 13.500 buah dan mencakup wilayah sepanjang 3.000 mil laut, bangsa Indonesia harus menyadari dan melihat dirinya sebagai bangsa yang identitasnya, kemakmurannya, dan masa depannya, sangat ditentukan oleh bagaimana kita mengelola samudera. b. Kedua adalah dengan menjaga dan mengelola sumber daya laut, berfokus pada kedaulatan pangan laut, melalui pengembangan industri perikanan, dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama. Kekayaan maritim akan digunakan sebesar-sebesarnya untuk kepentingan rakyat. c. Ketiga adalah dengan memprioritaskan pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, melalui pembangunan tol laut, deep seaport, logistik, dan industri perkapalan, dan pariwisata maritim. Paradigma pembangunan pun harus digeser menjadi berorientasi pada wilayah maritim yang terintegrasi dengan pembangunan wilayah darat. Paradigma 147 e-Proceeding | COMICOS 2017 ini menegaskan jaminan bahwa pembangunan maritim pada akhirnya akan membantu peningkatan efisiensi dan efektivitas pada aktivitas perekonomian yang berkembang di wilayah darat. d. Keempat dari strategi Poros Maritime adalah melalui diplomasi maritim. Pemerintah mengajak semua mitra-mitra Indonesia untuk bekerjasama di bidang kelautan ini baik dalam maupun luar negeri. Bekerja sama untuk menghilangkan sumber konflik di laut, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut. e. Kelima, Indonesia memiliki kewajiban untuk membangun kekuatan pertahanan maritim. Hal tersebut diperlukan bukan saja untuk menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim kami, tetapi juga sebagai bentuk tanggungjawab dalam menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritime. Posisi sebagai Poros Maritim f. Dunia membuka peluang bagi Indonesia untuk membangun kerjasama regional dan internasional bagi kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, citacita dan agenda tersebut akan menjadi fokus Indonesia di abad ini.5 Point angka 3 (tiga) inilah yang menjadi pembahasan dalam paper yang akan disajikan dalam konferensi di Universitas Katholik Atmajaya Yogyakarta, bahwa 5 Presiden Joko Widodo saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-9 Asia Timur, di Nay Pyi Taw, Myanmar, pada akhir tahun 2014.KTT tersebut diikuti oleh seluruh Kepala Negara/Pemerintahan negara anggota ASEAN, Perdana Menteri Australia serta Sekretaris Jenderal ASEAN (www.kemenkeu.go.id). Presiden menjelaskan lima agenda pembangunan agar dapat mewujudkan Poros Maritim Dunia tersebut. Pertama adalah dengan membangun kembali budaya maritim Indonesia. Sebagai negara yang terdiri dari jumlah pulaunya lebih dari 13.500 buah dan mencakup wilayah sepanjang 3.000 mil laut, bangsa Indonesia harus menyadari dan melihat dirinya sebagai bangsa yang identitasnya, kemakmurannya, dan masa depannya, sangat ditentukan oleh bagaimana kita mengelola samudera. 148 e-Proceeding | COMICOS 2017 Tol laut adalah sebuah sistem distribusi logistik nasional berbasis kelautan dengan menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di Indonesia. Dengan tol laut, diharapkan tercipta trayek yang menjamin kelancaran dan efisiensi pada arus pergerakan kapal antar pelabuhan. 4. Hasil Kajian Pustaka a. Indonesia, Maritim dan Pelabuhan Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia. Sektor kelautan bisa menghasilkan seperempat APBN setara lima ratus triliun. Namun belum dikelola dengan baik dan optimal. Harus dibangun armada dan keterampilan serta sentra industri pengolahan dan perdagangan berbasis komunitas kelautan di sedikitnya sepuluh wilayah (zona) maritim. Dalam usaha mewujudkan perekonomian Indonesia yang lebih baik dalam bidang bahari, diera pemerintahan Presiden Jokowi mengusulkan ide tentang Tol Laut Indonesia. Tol laut ini merupakan bagian untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia yaitu merupakan sebuah gagasan strategis yang diwujudkan untuk menjamin konektivitas antar pulau, pengembangan industri perkapalan dan perikanan, perbaikan transportasi laut serta fokus pada keamanan maritim.6 Tol (Tax On Location) diterapkan pada jalur laut kita yang akan menjadi penghubung (hub) pelayaran, perdagangan, arus keluar masuk barang dan manusia di kawasan asia khususnya ASEAN. Ada sejumlah pelabuhan deep sea port dikembangkan sebagai pintu export dan import - antara lain yang sekarang sedang dibangun melalui konsep pendulum 6 https://www.google.co.id/search?q=arti+poros+maritim&oq=arti+poros+ma&aqs=chrome.1.69 i57j0l5.7398440j0j4&sourceid=chrome&ie=UTF-8 149 e-Proceeding | COMICOS 2017 nusantara di Medan, Batam, Jakarta, Surabaya, Makassar, Sorong - dilengkapi dengan kawasan pergudangan, bongkar muat serta pusat distribusi domestik modern berbasis IT management - single gateway - untuk kepabeanan dan keimigrasian. Setiap port didukung oleh sepuluh pelabuhan lain disekitarnya dan sentra industri kelautan. Sistem ini direncanakan dalam pelaksanaannya akan mengganti sistem distribusi logistik nasional yang selama ini mengacu kepada rancangan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Tol laut dapat menjadi sebuah solusi yang efektif dikarenakan dengan menggunakan sistem ini perdagangan yang menggunakan jalur laut baik itu eksport maupun import dapat lebih efisien dan lancar, sebab sebelum adanya konsep ini banyak kapal – kapal laut yang ketika telah sampai di pelabuhan masih membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan bongkar muat maupun pendistribusiannya dikarenakan jalur birokrasi nya yang membuatnya menjadi lama. Oleh karenanya Tol Laut merupakan suatu daya tarik yang luar biasa untuk menjadikan Indonesia sebagai simpul utama distribusi Asia Pasifik. Sebagaimana Singapura yang menjadi hubungan perdagangan, transportasi dan telekomunikasi. Negara Indonesia memiliki kesempatan untuk mengambil alih peran itu dengan mengubah dominasi supply chain yang diciptakan dari dalam negeri dengan komoditas dan kekuatan pasar sendiri yang saling mencukupi, dan di era globalisasi Indonesia harus jadi tuan di negeri sendiri. b. Dasar Hukum Tol Laut 1. PERPRES NO. 106 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang di Laut (saat 150 e-Proceeding | COMICOS 2017 ini sedang dalam tahap penyempurnaan lagi dan segera akan disahkan PERPRES yang baru untuk melengkapi); 2. PERATURAN PEMERINTAH NO. 78/2014 Tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (Sandang, Pangan dan Papan; 3. PERATURAN PEMERINTAH NO. 17/2015 Tentang Ketahanan Pangan dan Gizi c. AEC (Asean Economic Community) dan Tantangannya bagi Indonesia Ketahanan ekonomi merupakan suatu kondisi dinamis kehidupan perekonomian bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan, kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala tantangan dan dinamika perekonomian baik yang datang dari dalam maupun dari luar Negara dan secara langsung maupun tidak langsung menjamin kelangsungan dan peningkatan perekonomian bangsa dan Negara. Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan perekonomian bangsa yang mampu memillihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis, menciptakan kemandirian ekonomi nasional yang berdaya saing tinggi, dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang secara adil dan merata, dengan demikian, pembangunan ekonomi diarahkan kepada mantapnya ketahanan ekonomi melalui suatu ikli usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, tersedianya barang dan jasa, terpeliharanya fungsi lingkungan hidup serta meningkatnya daya saing dalam lingkup perekonomian global.7 7 Rus Ramdhani, 16 April 2015, http://id.shvoong.com/law-and-politics/political- 151 e-Proceeding | COMICOS 2017 Demikian pula dengan Indonesia yang saat ini terus berpacu dengan pertumbuhan ekonominya, harus membenahi segala sektor agar dapat memberikan kontribusi besar bagi stabilnya ekonomi Indonesia dan dapat bersaing di antara negara-negara di ASEAN, yang terus melesat maju membenahi segala aspek pendukung kemajuan perekonomian negara masing-masing Khususnya Indonesia, harus dapat melayani segala kebutuhan antar negara dengan cepat, lancar dan ekonomi rendah, sehingga mengundang negara lain untuk memakai jasa Indonesia dalam hal pengangkutan barang dan jasa yang memakai fasilitas pelabuhan sebagai pendukungnya, karena saat ini Indonesia yang merupakan bagian dari negara ASEAN sudah berpartisipasi menandatangani suatu kesepakatan tentang kerjasama di bidang ekonomi, yaitu ASEAN Economic Community. ASEAN Economic Community merupakan kesepakatan yang dibuat oleh negara – negara Asia Tenggara yang memiliki tujuan untuk kerjasama yang lebih solid dan kuat. Dengan adanya kerjasama yang solit dan kuat, diharapkan dapat meningkatkan stabilitas perekonomian dikawasan ASEAN. Sehingga dapat mensejahterakan masyarakat yang ada diseluruh Asia Tenggara. ASEAN Economic Community tersebut merupakan salah satu bentuk Free Trade Area ( FTA) dimana AEC akan berintegrasi lewat kerja sama ekonomi regional yang diharapkan mampu memberikan akses yang lebih mudah, tidak terkecuali perdagangan. dengan melihat kenyataan bahwa Indonesia itu merupakan pasar yang cukup besar bagi produsenprodusen suatu produk menawarkan barangnya. Banyak produsen luar negeri beranggapan Indonesia menjadi salah satu sasaran pemasaran yang paling economy/2117290-pengertian-ketahanan-ekonomi/#ixzz21bbnD5Lt 152 e-Proceeding | COMICOS 2017 menguntungkan dibandingkan negara- negara berkembang lainnya. Jika dilihat dari segi peluang Indonesia memiliki kesempatan yang besar untuk turut serta dalam memanfaatkan integrasi ekonomi dalam membuka pasar yang lebih luas bagi kawasan ASEAN. Kedua, karena Indonesia memiliki sumber daya manusia dan sumber daya alam yang banyak menjadi negara tujuan bagi investor sehingga pemerintah disini mempunyai peranan penting dalam mengatur kebijakan terhadap para investor nantinya agar tidak saja mencari keuntungan, tetapi mampu meningkatkan tingkat perekonomian Indonesia. Indonesia memiliki peluang sekaligus tantangan dalam hal perdagangan internasional. Tarif yang ditetapkan jumlahnya hampir 80% menggunakan zero percent tentunya akan mempermudah Indonesia memasuki pangsa pasar bahan baku dari negara tetangga, mengingat tidak semua bahan baku ada di Indonesia. Keadaan ini akan memicu persaingan yang lebih kompetitif baik dalam lingkup domestik maupun internasional. Kemudian tantangannya Negara-negara di ASEAN yang dikenal sebagai komoditi ekspor berbasis sumber daya alam terbesar di Asia juga menjadikan tantangan persaingan pasar produksi dengan surplus pada neraca transaksi. Dan ketika tariff nanti sudah tidak akan diberlakukan lagi, akan menjadi tantangan sekaligus peluang bagi masyarakat Indonesia, dimana nanti Indonesia akan bersaing dengan produk produk import.8 d. Konsep Tol Laut Tol Laut adalah “Konektivitas laut yang efektif berupa adanya kapal yang melayari secara rutin dan terjadwal dari Barat sampai ke Timur Indonesia 9, dengan 8 9 Fitri Kompasiana, Op. Cit Ditjen – Hubla, Tol Laut, Power Point, Update 13 Juni 2017 153 e-Proceeding | COMICOS 2017 Tol Laut diharapkan penekanan harga angkut antar pulau di Indonesia yang tinggi (bahkan pada beberapa kasus lebih tinggi dibanding dengan mengirimkan barang ke luar negeri) dan reliability atau keandalan/ketersediaan yang masih sangat terbatas menjadi rendah. Sebuah ironi apabila para eksportir di pulau Jawa dapat setiap hari mengirimkan barangnya ke Singapura, sementara harus menunggu dalam waktu yang cukup lama untuk mengirimkan sesuatu ke Papua, dan Tol Laut diharapkan dapat menjawabannya. Maksud dan tujuan dari Tol Laut adalah10 1. Dalam rangka menjamin ketersediaan barang dan untuk mengurangi disparitas harga bagi masyarakat; 2. Menjamin kelangsungan pelayanan penyelenggaraan angkutan barang ke daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan Tol Laut merupakan konsep pengangkutan logistik kelautan yang dicetuskan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Program ini bertujuan untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di nusantara. Dengan adanya hubungan antara pelabuhan-pelabuhan laut ini, maka dapat diciptakan kelancaran distribusi barang hingga ke pelosok. Istilah Tol Laut memang mulai terkenal semenjak Ir. Joko Widodo menjadi calon presiden Republik Indonesia. “Tol Laut” berbeda arti dan tidak dapat dikaitkan dengan jalan tol yang pada saat ini mendapatkan citra tidak terlalu baik di dalam masyarakat. Yang menyatakan sudah bayar, jalannya jelek dan macet pula. Jadi sudah tentu tidak bisa diasosiasikan dengan “Tol Laut” yang sedang dikerjakan. Istilah “tol” yang diambil dari bahasa Inggris “toll” yang berarti charge/fee/levy/tariff dan segala jenis pembayaran lainnya hanya mengartikan untuk menggunakan fasilitas ini anda harus membayar. Namun 10 154 Ibid e-Proceeding | COMICOS 2017 yang dimaksud dan ditekankan oleh Pemerintah bukanlah masalah pembayaran oleh pengguna, tetapi suatu “jalan” atau koridor laut yang “bebas hambatan”, yang bisa membuat angkutan antar pulau menjadi jauh lebih murah dan bisa diakses dengan mudah. Istilah “Jembatan Laut Bebas Hambatan” mungkin lebih cocok digunakan dibandingkan dengan “Tol laut” yang sudah terlanjur memasyarakat. Terdapat banyak perbedaan arti antara Tol Laut dan Tol Jalan, apabila diasosiasikan. Ada perbedaan mendasar, antara lain membuat infrastruktur angkutan laut menjadi jauh lebih sulit dan kompleks untuk dikerjakan dibandingkan dengan membangun infrastruktur jalan darat yang hanya tergantung dengan lebar, kekuatan dan struktur geometris jalan, pada prinsipnya setelah jalan itu selesai, jalan itu bisa digunakan oleh segala jenis kendaraan baik motor, mobil maupun truk besar, tetapi bandingkan dengan transportasi laut memerlukan 2 (dua) infrastruktur dasar yaitu pelabuhan dan kapal, tidak bisa disederhanakan sebagaimana moda transportasi darat. Membangun pelabuhan, terutama pelabuhan modern dengan segala fasilitas pendukungnya, harus disesuaikan dengan peruntukan atau penggunaan dari pelabuhan tersebut. Pelabuhan untuk mengangkut manusia jauh berbeda dengan pelabuhan untuk mengangkut batu bara. Pelabuhan untuk mengangkut batu bara memiliki spesifikasi teknis yang sangat berbeda dengan pelabuhan untuk mengangkut kontainer. Fasilitas pendukung yang ada di pelabuhan kontainer hampir dipastikan tidak bisa digunakan untuk operasional kapal tanker untuk mengangkut barang-barang cair. Begitu pula dengan kapal. Batu bara, bijih besi, nickel dan sejenisnya harus diangkut dengan menggunakan kapal curah kering yang tidak mungkin digunakan 155 e-Proceeding | COMICOS 2017 untuk mengangkut bahan bakar minyak. Kapal tanker yang dimiliki oleh Pertamina, tidak bisa dan tidak boleh digunakan untuk mengangkut kontainer. Kapal penumpang milik Pelni, secara teknis tidak memiliki fasilitas pendukung untuk mengangkut ternak dari Nusa Tenggara ke Jakarta. Pemerintah sudah lama melakukan persiapan untuk menunjang program ekonomi nasional, salah satunya yaitu pengembangan pelabuhan, misalnya saja pelabuhan Tanjung Priok yang mulai dilakukan sejak tahun 2012. Pengembangan Tanjung Priok menjadi prioritas dalam mendukung program Tol Laut mengingat pelabuhan tanjung priok merupakan pusat distribusi barang, baik domestik ataupun internasional di Indonesia. Berkaca pada negara tetangga kita Singapura, mereka memiliki salah satu pelabuhan terbaik dunia. Pelabuhan di Singapura lebih dipilih oleh kapal-kapal internasional karena memiliki kedalaman yang cukup serta dermaga yang luas jika dibanding dengan pelabuhan tanjung priok di Jakarta. Rencan anya pengembangan pelabuhan Tanjung Priok ini akan memiliki dermaga peti kemas baru dengan kedalaman mencapai 19 meter yang mampu menampung kapal-kapal lebih besar. Kapasitas pelabuhan baru ini setara dengan Pelabuhan Singapura.11 Pelabuhan-pelabuhan yang telah diresmikan oleh,Pemerintah memiliki fasilitas yang cukup memadai diantaranya dilengkapi dengan tempat pengumpul yang cukup besar. Para nelayan pun dapat lebih meningkatkan hasil laut, karena memiliki tempat penampungan untuk hasil tangkapannya. Selain itu luas pelabuhan 11 Dhirta Parera Arsa, Narasumber: http://www.clapeyronmedia.com/tol-laut-solusikah/ 156 Prof. Dr. Ir, Bambang Triatmojo DEA e-Proceeding | COMICOS 2017 juga memadai, membuat para pelaku usaha antusias menggunakan pelabuhanpelabuhan tersebut dalam aktivitas bongkar muat barang. Pembangunan infrastruktur yang memadai membuat masyarakat di daerah akan lebih tertarik membangun usaha sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja daerah. Hasil-hasil produksi pun tidak hanya menjadi komoditas antar daerah di Indonesia, diharapkan juga bisa menjadi komoditas ekspor. Tol laut dapat menimbulkan daya saing ekonomi yang mampu mengurangi ketimpangan ekonomi antara kawasan Barat dan Timur Indonesia. Arti Tol Laut adalah jaringan dan rute kapal laut yang bergerak secara rutin dari Aceh hingga Papua. Jalur utama Tol Laut akan melewati kota-kota pelabuhan utama di Indonesia. Kemudian, dari pelabuhan hub tersebut dihubungkan dengan pulaupulau atau kota-kota lain dengan kapal berukuran lebih kecil dan Tol Laut juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas asal didukung dengan jaringan logistik Indonesia, karena buruknya jaringan transportasi akan menyebabkan biaya logistik tinggi, dan Indonesia merupakan salah satu negara yang tertinggi biaya logistiknya. Oleh karenanya untuk mengurangi biaya logistik tersebut, perlu juga dikembangkanjaringan transportasi terpadu, di mana transportasi laut terkoneksi secara efisien dengan jaringan jalan dan rel kereta api.12 Banyak rencana yang akan segera direalisasikan dalam mendukung tol laut ini, antara lain perlunya akselerasi konektivitas antar pulau, karena keterhubungan itu merupakan cermin dari program Tol Laut. Contohnya, saat ini, dari 5 kapal yang direncanakan menghubungkan Wijayanto, 2014, http://politik.rmol.co/read/2014/06/17/159948/Inilah-Penjelasan-TimJokowiMengenai-Tol-Laut- (diakses pada tanggal 19 Juli 2017) 12 157 e-Proceeding | COMICOS 2017 Jabodetabek-NTT, telah beroperasi satu armada kapal khusus pengangkut hewan ternak sapi bernama KM Camara Nusantara I. Kapal ini dapat mengangkut 500 ekor sapi sekali perjalanan dari peternak NTT dan NTB untuk didistribusikan ke beberapa daerah seperti Surabaya, Cirebon dan Jakarta. Selain mengurangi pendistribusian sapi-sapi impor, konektivitas yang tercipta dari program Tol Laut akan dapat menekan harga daging sapi di pasaran. Di sisi lain juga meningkatkan keinginan masyarakat daerah untuk lebih produktif dalam usaha ternak sapi sehingga meningkatkan perputaran roda perekonomian daerah. Selain kapal pengangkut ternak, ada pula dua armada kapal perintis untuk menunjang Tol Laut yang mengangkut barang dan manusia, yaitu KM Sabuk Nusantara 55 dan KM Sabuk Nusantara 56. KM Sabuk Nusantara 55 beroperasi di daerah Kota Baru, Kalimantan Selatan, dan KM Sabuk Nusantara 56 ditempatkan di Tanjung Perak, Surabaya. Kedua kapal penumpang dan barang itu, masingmasing dapat menampung 265 penumpang dengan muatan barang sejumlah 400 ton. Berjalannya aktivitas armada Tol Laut pengangkut barang dapat menciptakan banyak dampak positif. Salah satu dampak itu adalah mengurangi kesenjangan harga komoditas antar daerah dan mendorong perkembangan berbagai sektor penunjang kemandirian masyarakat karena adanya akselerasi konektivitas antar pulau. Konektivitas antar pulau sangat penting dalam mempermudah aktivitas manusia di daerah atau provinsi yang harus mempergunakan moda transportasi laut sebagai penunjangnya. Sebelumnya, moda transportasi hanya menggunakan perahuperahu motor kecil yang tingkat keselamatannya tidak memadai dan harganya cukup tinggi. Aktivitas pedagang kecil pun menjadi lebih mudah dengan adanya kapalkapal perintis yang telah beroperasi. Selain lebih cepat dalam penyeberangan, harga 158 e-Proceeding | COMICOS 2017 tiket juga lebih murah, sehingga para pedagang dapat lebih meningkatkan laba penjualan dari dampak tersebut. Tol laut akan dibangun mulai dari Belawan, Surabaya, Makassar, sampai Sorong untuk memperkuat konektivitas dan sistem logistik dengan nilai investasi mencapai 6,8 miliar dollar AS hingga 7 miliar dollar AS. Pembangunan tol laut membutuhkan dukungan infrastruktur pelabuhan baru dan perluasan 20 lebih pelabuhan. Dari pelabuhan tersebut akan disiapkan 5 pelabuhan besar/utama (raksasa) sebagai bagian dari jaringan tol laut, yakni Medan, Surabaya, Jakarta, Makassar, dan Sorong. Untuk memperkuat 5 pelabuhan tersebut, maka kapal-kapal besar akan mudah dimobilisasi, sehingga akan mempelancar konektivitas dan memperkuat jaringan logistik antar negara dan antar pulau. Selain memperbesar 5 pelabuhan utama, Indroyono juga mengatakan, bahwa Pemerintah berencana membangun 23 pelabuhan penghubung (feeder) di Indonesia, dan menargetkan 50 juta pelayaran yang melintasi Indonesia pada tahun 2017 yang dimaksudkan untuk mengefisienkan pergerakan barang dari pulau satu ke pulau lainnya menuju pelabuhan utama. Untuk mendukung Tol Laut Pemerintah akan mempersiapkan segala infrastruktur untuk menunjang pembangunan tol laut, seperti listrik dan alat pengangkut kontainer, namun hingga saat ini proses tersebut masih dalam tahap nogosiasi dengan investor. Pencapaian visi dan misi Presiden Jokowi dengan mewujudkan pembangunan tol laut sebagai upaya, antara lain memperlancat konektivitas dan memperkuat jaringan logistik, merupakan langkah nyata yang sejalan dengan salah satu strategi utama Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Dalam Peraturan Presiden 159 e-Proceeding | COMICOS 2017 Nomor 48 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang MP3EI dimuat ketentuan bahwa salah satu syarat keberhasilan pembangunan berkelanjutan adalah dengan percepatan konektivitas antar wilayah di Indonesia (Keasdepan Bidang Industri, UKM, Perdagangan, dan Ketenagakerjaan, Deputi Bidang perekonomian). 13 Pemetaan adalah satu-satunya langkah pertama yang harus dilakukan. Pengambil kebijakan harus mengetahui dengan jelas trading pattern atau alur perdagangan atau alur transportasi laut yang pada saat ini terjadi dan apa yang akan diharapkan terjadi pada jangka pendek, menengah dan panjang ke depan. Peta ini harus memuat data yang lengkap, meliputi (tetapi tidak terbatas pada) jenis barang, volume, frekuensi berikut dengan infrastruktur yang selama ini ada baik pelabuhan maupun kapal yang digunakan. Dengan peta yang ada mulailah dibuat rencana kerja pengembangan “Jembatan Laut Bebas Hambatan” yang tepat guna. Membangun pelabuhan besar akan menjadi investasi boros yang sia-sia apabila jenis dan volume barang yang dimuat dan dibongkar di pelabuhan tersebut tidak sesuai. Mengoperasikan kapal besar semacam ultra large container carrier akan membuat para ahli bisnis perkapalan bertanya-tanya kemana kapal itu akan disandarkan dan muatan apa yang tiba-tiba harus diangkut dalam jumlah 18,000 kontainer sekali angkut? Implementasi terbaik dari “Jembatan Laut Bebas Hambatan” adalah membangun pelabuhan yang tepat dan mengoperasikan kapal yang sesuai dengan pola perdangan yang ada. http://setkab.go.id/optimalisasi-pembangunan-tol-laut-untuk-memperkuat-sistem-logistikkelautan-nasional/ 13 160 e-Proceeding | COMICOS 2017 Sambil menunggu pembangunan dan perbaikan infrastruktur selesai, secara simultan pemerintah harus juga membenahi hal-hal yang menyebabkan tingginya biaya investasi dan biaya operasional dalam bidang angkutan laut. Sampai saat ini, dalam pendanaan investasi pelaku usaha di Indonesia masih dibebani biaya bunga 2 kali lebih tinggi dari negara-negara tetangga. Harga Marine Fuel Oil (MFO) dan Marine Diesel Oil (MDO) yang dijual oleh Pertamina masih jauh lebih mahal dibandingkan dengan produk sejenis yang dijual di Singapura. Banyak masalah yang harus dibenahi, selamat bekerja kabinet yang baru, semoga sukes mengembalikan kejayaan maritim Indonesia. Bobby Andhika /bobby-andhika TERVERIFIKASI Profesional bisnis perkapalan, pecinta sejarah dan pemerhati masalah sosial. Pernah menduduki jabatan CEO di beberapa perusahaan perkapalan nasional dan internasional. Sekarang tinggal di Singapura.14 5. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian tentang tol laut ini adalah untuk menggambarkan : a. peran dari tol laut sebagai alternatif penunjang kelancaran pengangkutan barang dan jasa; b. manfaat dari tol laut sebagai penggerak perekonomian Indonesia sekaligus dalam mendukung program AEC B. Metodologi Penelitian ini adalah normatif, menggunakan data sekunder sebagai pendukung dan data primer dengan menggunakan teknik wawancara pada 14 Bobby Andika, 25 Oktober 2014 : http://www.kompasiana.com/bobby-andhika/tol-lautjokowi-bagaimana-cara-meng-implementasikannya_54f95406a33311b6078b4b86 161 e-Proceeding | COMICOS 2017 Kementrian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut , dalam hal ini yang diwakili oleh Ibu Magdalena Laily sebagai pelaksana di bagian Tol Laut. lalu dianalisis secara Deskriptif. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan peran dari Tol Laut yaitu untuk menstabilkan perekonomian dalam rangka optimalisasi pendistribusian barang dan jasa yang merata dan seimbang di wilayah Indonesia dan manfaat dari Tol Laut adalah sebagai penunjang perekonomian Indonesia sekaligus dalam mendukung program AEC. C. Bagian inti/ Pembahasan 1. Peran dari tol laut sebagai alternatif penunjang kelancaran pengangkutan barang dan jasa Indonesia sebagai negara maritim semakin maksimal menyumbangkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dan dalam hal ini dipertegas melalui keberadaan Tol Laut, didukung oleh usaha-usaha Pemerintah yang terus meningkatkan pembangunan segala bentuk kebutuhan transportasi laut seperti akselerasi pembangunan setiap pelabuhan dan fasilitasnya serta pengadaan kapal-kapal perintis dengan tiket yang disubsidi Pemerintah. Diharapkan dalam waktu cepat dapat memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dengan harga yang stabil dan terjangkau oleh masyarakat setempat secara merata dan seimbang. Tol Laut berperan untuk membantu distribusi barang di seluruh penjuru Indonesia. Contohnya kawasan di Timur Indonesia, seperti Papua, Maluku, Ambon, dan lainnya, sejauh ini tingkat kesejahteraan masyarakatnya rendah, diidentifikasi karena sulitnya pendistribusian barang menuju kawasan Timur Indonesia tersebut. Adanya Tol Laut dimaksudkan untuk mengusahakan kapal 162 e-Proceeding | COMICOS 2017 kapal besar yang mampu mengangkut sekisar 100 ribu DWT (muatan maksimum yang bisa diangkut adalah 100 ribu ton) yang akan berlayar dari Belawan hingga ke Sorong sehingga diharapkan distribusi barang menuju Indonesia bagian timur dapat lebih lancar. Cara menjalankan perannya adalah, Tol Laut menjadi penghubung atau konektivitas antar pulau-pulau yang ada di Indonesia. Sasaran dari Tol Laut adalah menyeimbangkan dan memeratakan daerah-daerah yang sulit dijangkau, sehingga menyebabkan biaya tinggi yang berdampak pada harga barang yang tinggi pula. Disinilah peran dari Tol Laut, dapat menjangkau daerah-daerah tersebut sehingga dapat menekan biaya-biaya yang tidak perlu.15 Peran tol laut sebagai alternatif penunjang kelancaran pengangkutan barang dan jasa untuk menggerakkan ekonomi Indonesia, oleh karenanya perlu didukung regulasi yang baik yaitu dengan dibentuknya lembaga pengawas tol laut, sehingga dengan optimalisasi Tol Laut ini dapat menunjang kekuatan perekonomian Indonesia secara merata dan sebagai kekuatan hubungan perekonomian Indonesia antar negara di ASEAN. 2. Manfaat dari tol laut sebagai penggerak perekonomian Indonesia sekaligus dalam mendukung program AEC Dengan adanya Tol Laut, besar harapan Indonesia dapat bersaing dengan negara sesame ASEAN yang saat ini sedang menggalakkan Free Trade Area, yang bertujuan untuk menggerakkan roda perekonomian secara efisien dan merata di ASEAN, oleh karenanya dibentuklah Asean Economic Community 15 Hasil Wawancara dengan Ibu Magdalena Lailiy, DitJen HubLa, Medan Merdeka Barat, Jakarta, 20 Juli 2017 163 e-Proceeding | COMICOS 2017 (AEC) yang bertujuan untuk menciptakan ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang stabil, sejahtera dan berdaya saing,. Program AEC ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi perekonomian Indonesia. Ketahanan perekonomian yang kuat sangat dibutuhkan agar Indonesia mampu bersaing dengan negara ASEAN yang lain. Disinilah peran dari Tol Laut yang memiliki manfaat yang besar dalam menunjang perekonomian Indonesia mengingat Indonesia merupakan wilayah maritim yang luas yang bertujuan memperlancar arus pendistribusian barang dan jasa melalui kegiatan pengangkutan laut yang difasilitasi oleh Pelabuhan-pelabuhan Indonesia yang handal dan didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang memadai. Adanya tol laut menunjang perekonomian karena dengan adanya program ini maka distribusi barang antar daerah dapat terdistribusi secara merata, sehingga pembangunan perekonomian antar daerah akan merata dan tidak terpusat pada suatu daerah, pada saat ini basis perekonomian masih terpusat di Pulau Jawa. Dengan mudahnya barang atau jasa terdistribusi maka para pelaku ekonomi diseluruh wilayah Indonesia pasti lebih mudah mengembangkan potensinya. Misalnya seorang produsen di wilayah Indonesia Timur membutuhkan bahan baku yang ada di pulau Sumatra maka dengan adanya tol laut ini produsen tersebut akan lebih mudah memperoleh bahan baku pastinya juga dengan harga yang murah sehingga dengan hal tersebut para produsen akan lebih semangat dan bisa berinovasi tanpa ada lagi alasan yang mengatakan bahwa untuk mendapatkan bahan baku sulit karena bahan baku berada di luar wilayah. 164 e-Proceeding | COMICOS 2017 Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Magdalena Laily, bahwa manfaat dari Tol Laut menyumbangkan hasil yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini tercermin dari semakin merata dan seimbangnya perekonomian di wilayah Indonesia yang terlihat dari kondisi kawasan timur Indonesia yang selama ini mengeluh akan mahalnya harga barang baik itu sandang, pangan dan papan. Namun, sejak adanya tol laut, walaupun pelaksanaanya belumlah sangat optimal, tetapi sudah dapat dirasakan adnya perubahan besar di wilayah-wilayah biaya tinggi tersebut, yang disebabkan oleh sarana, prasarana dan sumber daya manusia yang tidak optimal16 Selain itu tol laut ini merupakan media yang efektif dan relevan dalam pendistribusian barang mengingat bahwa Indonesia merupakan wilayah kepulauan dengan dua per tiga daerahnya berupa perairan sehingga alat transportasi yang tepat adalah dengan kapal. Jika pendistribusiannya dengan pesawat terbang itu sangat kurang efektif karena butuh biaya besar Indonesia belum bisa membuat pesawat terbang sehingga Indonesia harus membeli dari negara lain. Sementara untuk kapal Indonesia sudah bisa membuat sendiri yang kualitasnya juga sudah diakui oleh dunia. Oleh sebab itulah tol laut bisa digunakan sebagai media yang efektif jika dilihat dari biaya dan bentuk wilayah dari Indonesia sendiri, karena tol laut ini memiliki pengaruh yang besar dalam pemerataan perekonomian maka hal ini dapat mendongkrak perekonomian Indonesia sehingga bisa meningkatkan ketahanan perekonomian, jika perekonomian dalam negeri telah maju maka hal ini akan mempengaruhi terhadap pembangunan suatu daerah mulai dari 16 Ibid 165 e-Proceeding | COMICOS 2017 kesejahteraan rakyat meningkat, kualitas sumberdaya manusia yang kompeten lebih banyak karena kualiats pendidikan telah merata di seluruh Indonesia, perolehan bahan baku mudah dan harga terjangkau, kualiatas sarana dan prasarana juga berkembang maka tak diragukan lagi Indonesia akan siap menghadapi AEC (Asean Economic Community) dan juga tol laut ini dapat dijadikan salah satu penunjang perekonomian Indonesia. D. Penutup 1. Kesimpulan a. Peran dari Tol Laut adalah meminimalisasikan biaya tinggi pengoperasian pengangkutan barang dan jasa, sehinga Tol laut berfungsi sebagai hub atau penghubung atau konektivitas antar pulau dalam mendistribusikan barang dan jasa di seluruh wilayah Indonesia secara internal dan ASEAN secara eksternal. Jika peran Tol Laut optimal maka dapat menunjang dan memperkuat perekonomian Indonesia sehingga Indonesia akan siap menghadapi AEC (Asean Economic Community. Optimalisasi peran dari Tol Laut harus diseimbangkan dengan regulasi yang menunjang kegiatan dari Tol Laut tersebut, dan diperlukan untuk segera dibentuknya lembaga pengawas Tol Laut ini, sehingga dengan optimalisasi Tol Laut ini dapat menunjang kekuatan perekonomian Indonesia secara merata dan sebagai kekuatan hubungan perekonomian Indonesia antar negara di ASEAN. b. Manfaat dari tol laut adalah dapat digunakan sebagai media yang efektif jika dilihat dari biaya dan bentuk wilayah dari Indonesia sendiri, karena tol laut ini memiliki pengaruh yang besar dalam pemerataan 166 e-Proceeding | COMICOS 2017 perekonomian maka hal ini dapat mendongkrak perekonomian Indonesia sehingga bisa meningkatkan ketahanan perekonomian, jika perekonomian dalam negeri telah maju maka hal ini akan mempengaruhi terhadap pembangunan suatu daerah mulai dari kesejahteraan rakyat meningkat, kualitas sumberdaya manusia yang kompeten lebih banyak karena kualiats pendidikan telah merata di seluruh Indonesia, perolehan bahan baku mudah dan harga terjangkau, kualiatas sarana dan prasarana juga berkembang maka tak diragukan lagi Indonesia akan siap menghadapi AEC (Asean Economic Community) dan juga tol laut ini dapat dijadikan salah satu penunjang perekonomian Indonesia. 2. Saran a. Hendaknya pemerintah dapat mewujudkan pembangunan tol laut ini karena manfaatnya begitu besar bagi Indonesia, jangan biarkan tol laut ini hanya menjadi wacana belaka tanpa adanya tindakan yang nyata dari pemerintah. b. Hendaknya pemerintah mendukung opimalisasi tol laut ini dengan payung hukum yang memperhatikan cakupan luas untuk menangani permasalahan-permasalahan yang mungkin saja terjadi, baik masalah internal yaitu Indonesia dan eksternal yaitu ASEAN 167 e-Proceeding | COMICOS 2017 DAFTAR PUSTAKA Bobby Andika, 25 Oktober 2014 : http://www.kompasiana.com/bobbyandhika/tol-laut-jokowi-bagaimana-cara-mengimplementasikannya_54f95406a33311b6078b4b86 DitJen HubLa, Tol Laut, Update 13 Juni 2017 Dhirta Parera Arsa, Narasumber: Prof. Dr. Ir, Bambang Triatmojo DEA http://www.clapeyronmedia.com/tol-laut-solusikah/ ,( Diakses pada Tanggal 15 Juli 2017) Fitri,2015http://edukasi.kompasiana.com/2014/04/25/asean-economiccommunity-aec-2015-peluang-dan-tantangan-indonesia-are-u-ready649427.html (diakses pada tanggal 16 Juli 2017) http://setkab.go.id/optimalisasi-pembangunan-tol-laut-untuk-memperkuatsistem-logistik-kelautan-nasional/ https://www.google.co.id/search?q=arti+poros+maritim&oq=arti+poros+ma&a qs=chrome.1.69i57j0l5.7398440j0j4&sourceid=chrome&ie=UTF-8 Kemenperin,2015 www.kemenperin.go.id/artikel/6371/Kadin-RagukanKesiapan-RI-Sambut-AEC-2015 (diakses pada tanggal 16 Juli 2017) nugasdulubosku di 15.12 http://habibahsalma.blogspot.co.id/2015/11/optimalisasi-tol-laut-dalam.html, (Diakses pada tanggal 15 Juli 2017) Ramdhani,Rus http://id.shvoong.com/law-and-politics/politicaleconomy/2117290-pengertian-ketahanan-ekonomi/#ixzz21bbnD5Lt (diakses pada tanggal 16 Juli 2017) Wijayanto, 2014, http://politik.rmol.co/read/2014/06/17/159948/InilahPenjelasan-Tim-JokowiMengenai-Tol-Laut- (diakses pada tanggal 19 Juli 2017) 168 e-Proceeding | COMICOS 2017 Potret Keluarga Indonesia di Media Sosial Tribuana Tungga Dewi, M.Si. Abstrak Bercerita mungkin bisa dinyatakan sebagai bentuk komunikasi yang terjadi secara alamiah. Manusia yang sehat secara instingtif nampaknya pasti mampu bercerita sesuai tahap perkembangan, keterampilan dan minatnya dalam berkomunikasi. Mengutip Littlejohn dan Foss (2009) dalam Encyclopedia of Communication, bercerita (storytelling) didefinisikan sebagai praktek berbagi narasi dengan diri sendiri, orang lain, atau dengan peneliti. Sedangkan secara teoritis bercerita seringkali dijelaskan sebagai sesuatu yang digunakan individu untuk menciptakan makna dalam hidupnya (Littlehohn & Foss, 2009). Seorang pencerita (storyteller) sebagai komunikator akan memaparkan rangkaian kejadian personal ataupun kejadian yang dialami orang lain melalui sebuah struktur tertentu sehingga komunikan memahami cerita yang disampaikan sang pencerita. Oleh sebab itu keterampilan menarasikan rangkaian kejadian menjadi hal yang penting. Sebuah rangkaian cerita atau narasi biasanya terdiri dari pembukaan, isi, dan penutup. Walau kebanyakan pencerita akan menyusun struktur ceritanya dengan urutan yang sama, tetapi sebuah narasi dipengaruhi oleh pengalaman individual si pencerita. Para ahli yang mendalami mengenai cerita (stories) dan bercerita (storytelling) berpendapat cerita (narasi) merupakan sebuah situasi yang dikondisikan secara lokal (Littlejohn & Foss, 2009). Artinya, ketika bercerita, maka komunikator akan menempatkan berbagai pengalaman pribadi, kepentingan, dan bisa saja termasuk identitas yang ia ingin tanamkan dalam narasi tersebut. Dalam konteks penelitian, bercerita (storytelling) memungkinkan peneliti memahami realitas yang dihadapi pihak-pihak yang terlibat 169 e-Proceeding | COMICOS 2017 dalam sebuah narasi serta memungkinkan peneliti dan yang diteliti (interviewee) berada dalam sebuah posisi yang demokratis, karena sebuah narasi merupakan milik sang pencerita. Keampuhan bercerita bahkan digunakan dalam beberapa teknik psikoterapi untuk membantu klien menyelesaikan ketidaknyamanan psikologi, emosi, dan sosialnya. Misalnya, salah satu perangkat (tools) dalam model non directive play therapy dari Play Therapy International adalah therapeutic story dan creative visualization. Perangkatperangkat ini menuntut kemampuan terapis menggunakan sejumlah metafora dari kelemahan serta kekuatan klien, yang lalu dinarasikan terapis ke dalam bentuk cerita. Perangkat ini diyakini bisa membantu klien untuk membentuk pengalaman baru dalam sistem syarafnya dan menjadi lebih kuat kondisi psikologis, emosional, dan sosialnya. Sedangkan dalam ilmu komunikasi cerita (story) dan bercerita (storytelling) telah lama diterapkan sebagai bentuk penyampaian pesan dalam berbagai jenis dan teknik komunikasi, antara lain dalam praktek periklanan, media penyiaran, dan public speaking. Komunikator yang handal dalam ketiga praktek komunikasi ini adalah yang memiliki kemampuan bertutur yang baik sehingga mampu mempersuasi khalayaknya. Dalam media penyiaran radio dikenal konsep theater of mind, yaitu keterampilan komunikator menciptakan gambar-gambar di kepala khalayak melalui kalimat yang diucapkannya secara audio sehingga khalayak terpersuasi. Dalam praktek periklanan, biasanya iklan yang diingat khalayak (yang mungkin saja akan menarik minat khalayak membeli atau lebih sadar merek yang diiklankan), biasanya adalah iklan yang mampu menuturkan kekuatan produk atau jasa yang dipromosikan iklan tersebut ke dalam benak khalayak. Sedangkan keterampilan berbicara di depan publik sejak lama menerapkan teori dasar retorika dari Aristoteles yang menekankan pentingnya kemampuan bertutur dengan 170 e-Proceeding | COMICOS 2017 merangkaikan kredibilitas (ethos), logika (logos), dan emosi (pathos) dari komunikator untuk dapat mempersuasi khalayak (West & Turner, 2010). Salah satu setting kegiatan bercerita yang tidak terlalu populer dijadikan kajian dalam ilmu komunikasi adalah setting keluarga. Mungkin salah satu penyebabnya adalah karena keluarga kerap dianggap sebagai sebuah institusi sosial privat yang tak layak dibeberkan ke hadapan publik. Walau demikian, kegiatan bercerita dalam keluarga merupakan sebuah kegiatan yang setiap hari kita lakukan. Orangtua membacakan cerita kepada anak balitanya, anak usia sekolah memaparkan kegiatannya di sekolah ketika pulang sekolah kepada pengasuhnya, suami dan istri saling menceritakan kekesalannya pada atasan di kantor, adalah beberapa dari sekian banyak kisah yang kita narasikan setiap hari dalam keluarga. Kisah sehari-hari ini juga memuat narasi-narasi personal yang dikaitkan dengan pengalaman personal individu pencerita. Sulit untuk menemukan satu definisi mengenai keluarga. Wamboldt and Reiss (1989) dalam Segrin dan Flora (2011) menyatakan bahwa kebanyakan definisi mengenai keluarga terbagi atas beberapa kriteria: (1) Struktur/bentuk keluarga, (2) task orientation/fungsi keluarga, dan (3) transactional/interaksi keluarga. Definisi keluarga berdasarkan bentuk keluarga melihat keluarga berdasarkan struktur dan mendefinisikan keluarga berbasis pada siapa saja yang ada dalam keluarga dan bagaimana hubungan anggota keluarga tersebut (Misalnya: Hubungan pernikahan, hubungan darah, hubungan adopsi). Dalam definisi keluarga berdasarkan struktur, keluarga adalah orang-orang yang tinggal bersama, memiliki hubungan darah dan diikat secara hukum. Definisi keluarga yang pertama ini dengan jelas menentukan siapa saja yang termasuk dan tidak termasuk dalam keluarga tersebut. Definisi keluarga berdasarkan fungsi memahami keluarga berdasarkan orientasi kerja (task orientation) dan bagaimana fungsi masing-masing 171 e-Proceeding | COMICOS 2017 anggota keluarga. Umumnya definisi keluarga berdasarkan orientasi kerja ini memandang keluarga setidaknya terdiri dari satu orang dewasa dan satu orang lainnya yang bersama-sama melakukan tugas keluarga tertentu dengan pembagian kerja yang jelas, seperti melakukan sosialisasi, perawatan, tumbuh kembang, penyediaan keuangan, dan emosional. Dalam definisi berdasarkan orientasi kerja, keluarga bisa saja terdiri dari satu orang ibu atau ayah dengan seorang atau beberapa anak. Bisa juga keluarga terdiri dari seorang nenek dan beberapa cucunya, atau seorang pengasuh yang merawat seorang anak tanpa ikatan hukum atau hubungan darah. Definisi keluarga berdasarkan pembagian kerja tidak menekankan pentingnya mendefinisikan keluarga berdasarkan struktur, melainkan memfokuskan batasannya pada hubungan sosial antar anggota keluarga dan pembagian kerja yang ada di dalamnya. Sedangkan definisi keluarga berdasarkan hubungan transaksional/interaksi didasarkan atas hubungan transaksional dalam keluarga, yang melihat keluarga berdasarkan proses komunikasi yang menghubungkan individu sebagai anggota keluarga. Definisi keluarga berdasarkan transaksional ini menekankan pada unsur komunikasi dan perasaan subyektif yang muncul sebagai hasil dari interaksi antar anggota keluarga. Wamboldt dan Reiss (1989) dalam Segrin dan Flora (2011) mendefinisikan keluarga sebagai berikut: “A group of intimates [whose interaction generates] a sense of home and group identity; complete with strong ties of loyalty and emotion, and an experi- ence of a history and a future”. Dengan demikian definisi transaksional menganggap keluarga terdiri dari sekumpulan individu yang satu sama lain merasa akrab dan memiliki identitas kelompok sebagai hasil dari interaksi anggota-anggotanya satu sama lain. Hal lain yang juga dianggap penting dalam definisi keluarga berdasarkan transaksional adalah adanya ikatan emosional dan loyalitas yang tinggi, serta pengalaman bersama mengenai sejarah dan masa depan kelompoknya. 172 e-Proceeding | COMICOS 2017 Dalam definisi transaksional, makna dan batasan keluarga dibentuk melalui cerita, ritual, dan bentuk komunikasi simbolik lainnya. Berdasarkan tiga batasan mengenai keluarga di atas, tulisan ini mengacu pada definisi transaksional mengenai keluarga, di mana keluarga dianggap tak bisa hanya dibatasi berdasarkan garis keturunan dan atau hukum maupun berdasarkan pembagian kerja di dalamnya. Dalam pengertian keluarga ini, ikatan psikososial dianggap lebih kuat ketimbang kekuatan garis keturunan maupun jalur hukum. Sehingga definisi keluarga menjadi meluas dan tidak menutup kemungkinan ikatan keluarga yang muncul antara individu dengan pengasuhnya, individu dengan sahabatnya ataupun dengan orangtua sahabatnya. Menurut definisi transaksional, ikatan keluarga bisa muncul dan diperkuat hubungannya melalui kegiatan bercerita. Cerita dalam keluarga memungkinkan munculnya transmisi nilai-nilai keluarga tertentu antar generasi. Melalui cerita kebiasaan-kebiasaan keluarga yang bersifat ritual bisa ditularkan dan hidup serta semakin kuat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Blum-Kulka (1993), Norrick (1997), Stone (2004) sebagaimana dikutip dalam Thorson, Rittenour , Kellas dan Trees (2013) , menjelaskan bercerita dalam keluarga (family storytelling) sebagai salah satu cara utama keluarga dan anggota keluarga menciptakan makna mengenai identitas individual dan kelompok. Sumber yang sama mengutip Koenig Kellas & Trees (2013) yang menegaskan bahwa bercerita dalam keluarga (family storytelling) mampu menciptakan panduan perilaku dan menjalin hubungan antar generasi. Intinya, bercerita dalam keluarga (family storytelling) dapat membangun konteks yang kuat untuk memahami komunikasi dan budaya keluarga. Pada saat ini ikatan psikososial dimungkinkan juga muncul melalui penggunaan media baru (new media). Laporan Kaiser Family tahun 2010 sebagaimana yang dikutip 173 e-Proceeding | COMICOS 2017 Steiner-Adair dan Barker dalam bukunya The Big Disconnect; Protecting Childhood and Family Relationship in Digital Age, anak usia delapan sampai 18 tahun menghabiskan sekitar tujuh setengah jam sehari untuk menggunakan perangkat elektronik. Ini jumlah waktu yang lebih panjang dibanding aktivitas lainnya yang mereka lakukan. Laporan yang sama juga mencatat kebiasaan menggunakan perangkat elektronik lazim dilakukan secara multitasking. Kegiatan ini menurut Steiner-Adair dan Barker merupakan sebuah kegiatan yang oleh anak-anak dan remaja tersebut sebagai kegiatan bersantai, tetapi sesungguhnya menurut pemahaman neuroscience merupakan kegiatan yang padat secara psikologis dan kadang juga secara emosional. Panjangnya durasi anak dan remaja dalam menggunakan perangkat elektronik ini tidak menutup kemungkinan bisa memperluas lagi definisi keluarga secara transaksional. Jika sebelumnya iklatan psikososial mungkin terbentuk antar individu-individu yang sama sekali tidak berhubungan darah dan atau hukum, munculnya teknologi baru mungkin saja bisa memunculkan ikatan emosional dan sosial dengan keluarga lain yang menampilkan narasi sehari-harinya melalui media sosial. Media sosial, sebagai salah satu platform media baru (new media) memungkinkan kita semua terkoneksi 24 jam sehari dengan siapapun yang menggunakan platform yang sama. Batasan platform yang sama, saat ini pun menjadi seakan nyaris kehilangan makna. Misalnya, jika pada tahun 2010, Safko memisahkan kategori media sosial berplatform video (youtube), photo sharing (instagram), dan microblogging (twitter), saat ini pada dasarnya ketiga platform media sosial tersebut fungsinya saling tumpang tindih dan bisa dikoneksikan satu sama lain. Dengan demikian, pola produksi, reproduksi, dan konsumsi antar platform menjadi sangat mudah dilakukan. Bahkan batasan computer mediated communication (CMC) sebagaimana yang dikemukakan 174 e-Proceeding | COMICOS 2017 dalam Griffin (2012), sebagai komunikasi berbasis teks yang hampir tidak menggunakan komunikasi non verbal, juga rasanya menjadi tidak kontekstual lagi. Saat ini berkomunikasi menggunakan komputer tidak serta-merta meniadakan simbol-simbol non verbal. Koneksi internet memungkinkan kita berinteraksi secara tatap muka tanpa kehadiran fisik melalui berbagai platform media sosial. Misalnya fitur live dalam instagram, video singkat instan melalui snapchat, dan livestream video melalui facebook, adalah beberapa diantara aplikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi “tatap muka” di dunia maya. Perkembangan fitur ini memungkinkan pihak-pihak yang berkomunikasi dalam CMC justru menjadi merasa akrab walau bisa saja tak pernah bertatap muka. Hubungan ini yang oleh Joseph Walter dalam teori Social Information Processing disebut sebagai perspektif hiperpersonal, yang menjelaskan bahwa tanpa bertatap muka aktivitas CMC memungkinkan komunikator dan komunikan menjalin hubungan yang akrab, bahkan lebih akrab ketimbang ketika hubungan dijalin melalui komunikasi tatap muka (Griffin, 2012). Metodologi Makalah ini bertujuan mengeksplorasi bagaimana Keluarga Indonesia menarasikan kesehariannya di media sosial. Dari sekian banyak platform media sosial yang ada, penulis memfokuskan pada observasi akun youtube yang cukup banyak digunakan saat ini dalam menceritakan aktivitas sehari-hari sejumlah keluarga, bukan saja di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Observasi dilakukan terhadap dua akun youtube keluarga, yaitu: akun youtube Gen Halilintar dan Keluarga Kece. Dari puluhan dan ratusan unggahan video, penulis memilih beberapa unggahan video dari masingmasing akun yang dinilai dapat memberikan paparan terutama mengenai: (1) bentuk 175 e-Proceeding | COMICOS 2017 keluarga dan (2) nilai dan simbol dalam keluarga tersebut. Akun youtube yang diobservasi tidak dibatasi secara khusus berdasarkan tujuan pembuatannya dan siapa yang membuat. Sehingga akun-akun yang diobservasi merupakan akun-akun bertopik keluarga yang kerap muncul dalam perbincangan pengguna media sosial sehari-hari di sekitar penulis dan juga sering muncul di timeline akun media sosial penulis. Batasan topik keluarga yang dimaksud adalah ketika sebuah akun sering mengunggah kegiatan keluarga yang melibatkan pemilik akun, pasangan (suami, istri, mantan istri, mantan suami), anak-anak, dan keluarga luasnya (nenek, kakek, paman, bibi, bahkan pengasuh ataupun asisten rumah tangga). Dalam obyek amatan terdapat akun yang dimiliki oleh pesohor (celebrity) maupun orang biasa yang justru menjadi terkenal karena kegiatannya di media sosial (online celebrity). Perlu dipahami bahwa makalah ini tidak membahas mengenai kemungkinan komersialisasi unggahan media sosial yang kerap dilakukan banyak pengguna media sosial. Walau tidak dipungkiri, beberapa pemilik akun yang diobservasi diketahui merupakan endorser/influencer yang sering melakukan unggahan berbayar atau dengan sengaja menjadikan akun media sosialnya sebagai media promosi diri dan juga keluarganya. Berdasarkan pengamatan pada 26 Juli 2017, memasukan kata kunci vlogger keluarga di situs jejaring sosial youtube menghasilkan 10,700 hasil. Sedangkan dengan kata kunci family vlogger menghasilkan 1.840.000 hasil. Sementara dengan menggunakan kata kunci Family vlog menghasilkan 21.700.000 laman dan kata kunci vlog keluarga menghasilkan 58.300 laman. Beberapa akun youtube yang dianggap cukup sering menampilkan aktivitas keseharian keluarganya diantaranya adalah: thesasonos family dengan pelanggan sejumlah 4033, The Untung’s dengan pelanggan sebanyak 11.143, Keluarga Kece 176 e-Proceeding | COMICOS 2017 dengan 22.645 pelanggan, NRab Family 61.151 pelanggan, Keluarga Marten dengan total pelanggan 87.910, Keluarga A5 dengan 120.938, #temantapimenikah dengan pelanggan berjumlah 182.644, keluarga el 384.725 pelanggan, Gen Halilintar 1.031.223. Dari sembilan akun ini terdapat dua akun (Gen Halilintar dan keluarga el) yang bukan merupakan artis secara offline. Walau demikian yang menarik adalah kedua akun ini memiliki pelanggan dalam jumlah lebih besar daripada beberapa akun para artis Indonesia yang telah dikenal masyarakat sebelum mereka membuat akun youtube-nya. Bahkan Gen Halilintar memiliki pelanggan dengan jumlah tertinggi dibanding semua akun yang penulis amati untuk makalah ini. Pembahasan Dari Sembilan akun di atas, penulis lebih memfokuskan pengamatan pada dua akun youtube: Gen Halilintar dan Keluarga Kece. Alasan pemilihan tidak didasarkan pada jumlah pelanggan, jumlah unggahan, ataupun jumlah pengunduh, melainkan didasari oleh keunikan narasi yang ditampilkan oleh masing-masing akun. Gen Halilintar dan Keluarga Kece adalah dua keluarga yang menampilkan narasi dengan nilai yang agak berbeda berdasarkan pertimbangan peneliti. Akun Gen Halilintar Gen Halilintar adalah keluarga pebisnis dengan 11 orang anak. Keluarga yang menyebut keluarganya sebagai kesebelasan GenHalilintar ini, mengaku sebagai keluarga homeschooler yang tinggal di Jakarta tetapi kerap berkeliling dunia bersama untuk melakukan perjalanan bisnis. Pasangan Lenggogeni Faruk dan Halilintar Asmid, dibesarkan di area kompleks Caltex Indonesia di daerah Duri dan Rumbai di dekat Pekanbaru. Mereka memutuskan menikah di kala kuliah di Universitas Indonesia dan 177 e-Proceeding | COMICOS 2017 sampai sekarang menjalankan bisnis bersama-sama sambil membesarkan kesebelas anak mereka (Faruk, 2015). Membaca buku “Kesebelasan Gen Halilintar; My Family My Team”, karya Faruk membuat penulis menyimpulkan bahwa keluarga ini merupakan keluarga muslim yang menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-harinya dengan cukup kuat. Sejumlah sunnah Nabi dijalankan dalam keseharian keluarga Gen Halilintar dan dengan jelas dideskripsikan dalam buku karya Faruk (2015). Berdasarkan strukturnya, keluarga Gen Halilintar adalah “keluarga normal” ala Indonesia. Keluarga lengkap dengan sepasang orangtua kandung, 11 orang anak (5 perempuan, 6 laki-laki), dan kerap melakukan ritual keagamaan bersama. Dalam beberapa unggahan akun Gen Halilintar juga menampilkan keluarga luasnya seperti nenek dan kakek yang datang berkunjung ke rumah mereka. Pencerita yang lebih sering muncul dalam unggahan vlog di youtube adalah Lenggogeni Halilintar (Ibu) dan Atta Halilintar (Putra sulung), walau pun demikian kanal Gen Halilintar memiliki sejumlah sub-sub kanal yang menampilkan 11 anak dalam keluarga ini. Secara jelas, keluarga ini membuka dirinya untuk menjadi endorser dalam akun youtube mereka (https://www.youtube.com/channel/UCfRNJiafEm1LBBGFTTq4cXw/about) dengan memposisikan keluarganya sebagai key opinion leader, influencer, businessman, motivator, traveller, singer, dengan target sasaran khalayak all segment target: man, woman, baby, child, teen, adult, parent. Keunikan dalam unggahan akun Gen Halilintar adalah bagaimana “kesebelasan” ini beserta kedua orangtuanya terlihat sangat menikmati tampil dalam vlog yang secara rutin mereka unggah. Narasi yang ditampilkan dalam unggahan-unggahan vlog akun ini terutama menampilkan bagaimana seluruh anggota keluarga merupakan satu kesatuan yang 178 solid. Dalam unggahan berjudul Video Our Life- Gen Halilintar e-Proceeding | COMICOS 2017 (https://www.youtube.com/channel/UCfRNJiafEm1LBBGFTTq4cXw), misalnya diceritakan bagaimana keluarga ini mengatur rumahnya sebagai sebuah tim. Metafora yang digunakan adalah: Mengatur rumah seperti hotel. Dalam video tersebut dijelaskan bagaimana sistem pembagian kerja dalam keluarga Gen Halilintar dilakukan: Ada anak yang bertugas menjadi bagian house keeping, chef, laundry, dan teknisi. Selain bekerja di dalam rumah, anggota keluarga juga melakukan pekerjaan di luar rumah. Keluarga ini mengklaim melakukan berbagai bisnis mulai dari berjualan makanan, pakaian, agen perjalanan, dan lain-lain. Dalam video yang sama juga dijelaskan bahwa moto keluarga mereka adalah: We sell what we use, what we eat, what we utilize. Terlihat dalam unggahan ini bahwa pemimpin dalam keluarga Gen Halilintar adalah sang ayah, walau secara fisik figur Ayah lebih jarang muncul dalam unggahan-unggahan vlog keluarga ini. Ini terdeskripsikan dalam pernyataan salah satu anak yang menyatakan: “Ayah kami selalu mengajari jangan hanya jadi konsumen, jadilah produsen.” Berdasarkan unggahan berjudul Video Our Life- Gen Halilintar, terpaparkan dengan jelas nilai-nilai dan simbolsimbol keluarga dengan jelas. Bahkan keluarga ini secara jelas menciptakan tagline keluarga: “My Family, My Team.” Salah satu topik yang sering diunggah oleh keluarga ini adalah topik “tipe-tipe.” Topik ini berisi semacam deskripsi kegiatan tertentu yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Misalnya salah satu video dengan topik “tipe-tipe” berjudul: “Tipe-Tipe Tarawih yang Tidak Boleh,” atau “Tipe-Tipe Rusuh di Pesawat! Anak Banyak.” Narasi yang ditampilkan dalam video “tipe-tipe” walau bisa dikategorikan sebagai cerita parodi, tapi tetap jelas mentransmisikan nilai keluarga Gen Halilintar: “My Family, My Team.” Misalnya, dalam unggahan “Tipe-Tipe Rusuh di Pesawat! Anak Banyak,” walau sepertinya merupakan cerita yang dibuat strukturnya dengan sengaja (scripted) tapi tetap 179 e-Proceeding | COMICOS 2017 konsisten dalam memaparkan nilai keluarga Gen Halilintar sebagai sebuah keluarga yang kompak. Dalam unggahan ini ditampilkan bagaimana keriuhan perjalanan keluarga Gen Halilintar naik pesawat dan kelucuan-kelucuan di dalam penerbangan tersebut. Sementara dalam “Tipe-Tipe Tarawih yang Tidak Boleh,” ditampilkan apa saja yang tidak boleh atau tidak tepat dilakukan saat shalat tarawih. Walau hanya sekedar menampilkan kelucuan yang sepertinya tak akan terjadi dalam kehidupan nyata, tapi unggahan yang bisa diakses melalui tautan https://www.youtube.com/watch?v=nZkpGYbnC3M ini tetap sejalan dengan nilai keluarga Gen Halilintar sebagai keluarga yang taat beribadah. Unggahan Gen Halilintar yang hampir selalu masuk dalam kategori popular uploads adalah unggahan berupa video klip cover version dari artis-artis terkenal. Salah satu unggahan yang terbanyak diakses adalah unggahan cover version dari lagu Despacito yang dalam 2 minggu diunggah sudah diakses lebih dari 5 juta pengakses (https://www.youtube.com/watch?v=yySlBphiwGI). Dalam keterangan unggahan ini, dijelaskan bahwa lirik lagu sudah disesuaikan agar sesuai dengan semua umur, mengingat Despacito mengangkat topik dewasa yang tidak ditujukan untuk anak-anak. Kembali lagi, keterangan mengenai penyesuaian lirik lagu seakan menunjukan bahwa keluarga ini adalah keluarga yang mengutamakan nilai-nilai ramah keluarga. Dari teknik produksi, unggahan Gen Halilintar menggunakan teknik produksi yang sangat memadai dengan editing bertaraf professional. Penggunaan musik latar, efek suara, dan kualitas produksi yang maksimal membuat tampilan video Gen Halilintar menarik diakses karena terlihat sangat menghibur. Selain itu factor kesiapan cerita juga membuat unggahan-unggahan Gen Halilintar menjadi berkualitas setara dengan program televisi di stasiun televisi swasta Indonesia. 180 e-Proceeding | COMICOS 2017 Akun Keluarga Kece Akun ini adalah akun dari keluarga Anji Manji musisi yang juga memiliki akun youtube Dunia Manji. Dalam keterangan di akun Keluarga Kece dijelaskan bahwa isi akun ini adalah potongan-potongan video yang akan diunggah kea kun youtube Dunia Manji dan juga video-video pendek yang tidak akan diunggah ke akun Dunia Manji (https://www.youtube.com/channel/UCDei1SiMsi7Ie9dm0vv0vWQ/about). Walau secara jumlah unggahan maupun pelanggan tidak besar tetapi akun ini menarik diobservasi karena menampilkan bentuk keluarga yang “tidak biasa” di Indonesia. Anji atau Manji adalah seorang musisi pop Indonesia yang pernah tergabung dalam kelompok Band Drive. Saat ini Manji menikah dan memiliki dua anak kandung dari istrinya, Wina Natalia. Wina Natalia sendiri memiliki dua anak dari pernikahan sebelumnya. Selain itu Manji juga memiliki anak dari hubungan masa lalunya dengan artis Sheila Marcia. Unggahan-unggahan akun youtube Keluarga Kece berisi cerita keseharian keluarga besar Manji dan Minda (Panggilan anak-anak Anji dan Wina untuk Ayah dan Ibunya). Sebagian besar unggahan menampilan Manji sebagai pencerita utama. Dalam unggahan berjudul “Lebaran Menurut Salva & Minda | Keluarga Kece Mudik DAY 3” (https://www.youtube.com/watch?v=csbT3PvXnr8), narasi yang dibangun oleh unggahan ini adalah bagaimana kompaknya keluarga yang secara struktur sebenarnya tidak berasal dari satu garis keturunan. Dalam unggahan ini ditampilkan perjalanan mudik Keluarga Kece dengan 5 orang anaknya. Walau berasal dari orangtua yang berbeda tetapi interaksi yang ditampilkan dalam video seakan menggambarkan bahwa keluarga ini adalah keluarga yang hangat dan akrab. Representasi nilai keluarga dalam unggahan Keluarga Kece, tak sejelas nilai yang ditampilkan dalam video-video akun youtube Gen Halilintar. Jika akun Gen Halilintar 181 e-Proceeding | COMICOS 2017 dengan jelas menampilkan nilai keluarganya dengan menggunakan tagline, dan menampilkan moto keluarga, Keluarga Kece lebih banyak menampilkan perilaku tertentu secara konsisten untuk menampilkan nilai keluarganya. Misalnya perilaku berdiskusi dan beradu pendapat mengenai sesuatu sering muncul dalam video yang diunggah akun youtube Keluarga Kece. Perilaku ini salah satunya muncul dalam video “Alasan Minda Berhenti Bekerja,” unggahan dengan 35.000 pengakses ini menceritakan alasan Minda (Wina, sang Ibu) berhenti bekerja (https://www.youtube.com/watch?v=_gOqy4xBb_c&t=186s). Dalam unggahan tersebut terlihat jelas bagaimana hubungan antara Manji dan Minda (Ayah dan Ibu) di keluarganya. Pasangan ini terlihat saling mengisi dan tak ragu dalam mengemukakan pendapat masing-masing. Keterbukaan berpendapat nampaknya adalah salah satu nilai dalam keluarga ini. Nilai keterbukaan juga terpapar dalam pernyataan Manji saat menjelaskan mengenai rutinitas keluarganya. Manji tak segan memaparkan rutinitas kedua anak Minda (dari mantan suaminya) setiap hari Sabtu dan Minggu yang akan menghabiskan waktu bersama “Ayah” (Menit ke 04.22). Penyebutan kata “Ayah” juga seakan menggambarkan betapa akrabnya keluarga luas ini. Nilai keluarga yang akrab dan terbuka dalam berpendapat, juga muncul dalam paparan di video berjudul “Lebaran Menurut Salva & Minda | Keluarga Kece Mudik DAY 3”. Kedua pencerita menceritakan mengenai lebaran saat mereka kecil. Walau tidak sepakat, tetapi narasi yang ditampilkan adalah bahwa kedua pencerita bisa tetap saling menghormati sudut pandang pasangannya. Menghormati pendapat dan keterbukaan adalah dua nilai yang kerap muncul dalam unggahan-unggahan Keluarga Kece. Nilai inilah yang menjadi salah satu daya tarik dari video yang diunggah akun Keluarga Kece. Nilai yang menegaskan hubungan keluarga masa kini Indonesia. Berbeda-beda tetapi 182 e-Proceeding | COMICOS 2017 tetap satu. Dalam cerita yang diunggah hampir selalu Manji sebagai ayah adalah yang menjadi pencerita. Anggota keluarga lain yang paling sering muncul adalah kedua anak kandung laki-laki Manji, Minda (Ibu), dan Laeticia (putri Manji dari hubungannya yang sebelumnya). Walau sosok ayah merupakan pencerita utama dalam unggahan-unggahan Keluarga Kece, tetapi posisi Ayah bukanlah sebagai pemimpin atau pihak yang dominan. Justru dalam unggahan-unggahan di akun ini sosok Manji tidak seperti kebanyakan peran Ayah sebagai pemimpin keluarga yang dominan dan kaku. Manji sebagai seorang ayah ditampilkan sebagai figur yang hangat, penuh kasih sayang, dan menghormati istri dan anak-anak, serta keluarga luasnya (termasuk mantan suami sang istri dan keluarga luas lainnya). Simbol yang digunakan dalam unggahan-unggahan video di akun Keluarga Kece juga tidak terlalu jelas terlihat, sebagaimana yang jelas terlihat dalam akun Gen Halilintar. Dari segi produksi, berbeda dengan unggahan video-video Gen Halilintar, video yang diunggah akun Keluarga Kece tidak banyak menggunakan elemen produksi tambahan seperti efek suara, latar belakang lagu, dan editing dengan perangkat khusus. Tampilan video yang diunggah akun Keluarga Kece terlihat seperti layaknya video-video keseharian orang biasa (common people) yang ingin menuturkan cerita keluarganya. Pembahasan Kedua akun youtube keluarga dalam makalah ini tentunya tidak dapat menjadi gambaran narasi besar keluarga Indonesia di media sosial. Tetapi kedua akun keluarga ini setidaknya bisa mewakili dua profil keluarga di Indonesia. Secara umum, akun Gen Halilintar melalui aktivitas family digital storytelling-nya menunjukan nilai keluarga 183 e-Proceeding | COMICOS 2017 berdasarkan definisi keluarga secara struktural. Sementara akun Keluarga Kece menampilkan nilai keluarga sebagaimana yang dijelaskan dalam definisi keluarga secara transaksional. Akun Gen Halilintar merupakan akun yang memaparkan keluarga Indonesia yang lengkap secara struktur. Sesuai definisi berrdasarkan struktur paparan dalam video-video Gen Halilintar menunjukan betapa struktur keluarga menjadi sangat penting dalam keluarga Halilintar. Hampir seluruh video yang diunggah menceritakan mengenai hubungan begitu erat dalam keluarga inti Halilintar. Selain itu juga pembagian kerja (task oriented) dalam keluarga ini terlihat sangat jelas. Sedangkan akun Keluarga Kece, menampilkan narasi keluarga Indonesia yang agak berbeda. Batasan keluarga secara struktur keturunan dan hukum menjadi tidak jelas. Pembagian kerja pun menjadi tidak biasa mengingat keluarga ini memiliki keluarga luas yang melibatkan para mantan pasangan kedua orangtua dalam akun Keluarga Kece. Belum lagi adanya seorang anak yang muncul dari hubungan di luar nikah dan kerap tampil dalam unggahan-unggahan Keluarga Kece. Walaupun dalam unggahan tidak pernah dijelaskan status anak di luar nikah ini, tetapi mengingat begitu banyaknya pemberitaan di media lain, status anak tersebut menjadi jelas walau pencerita utama dalam akun Keluarga Kece tidak pernah menyebutkan status anak tersebut. Definisi keluarga secara transaksional menjelaskan bahwa ikatan keluarga bisa muncul dan diperkuat hubungannya melalui kegiatan bercerita. Hal ini menjadi semakin menarik di era computer mediated communication saat ini. Baik akun youtube Gen Halilintar maupun Keluarga Kece dapat berfungsi sebagai media bercerita dalam keluarga tersebut. Sehingga bukan hanya generasi sekarang dari keluarga tersebut yang akan menikmati narasinya, tetapi terus ke generasi-generasi selanjutnya. Lebih menarik 184 e-Proceeding | COMICOS 2017 lagi, karena narasi yang diunggah ke media sosial dan dapat diakses publik, pada akhirnya bukan saja mentransmisikan nilai keluarga di dalam keluarga tersebut saja. Transmisi nilai keluarga yang diungkapkan melalui aktivitas digital storytelling memungkinkan orang dari keluarga pencerita untuk mempelajari, memahami, dan mungkin juga menerapkan nilai-nilai keluarga yang disaksikannya di media sosial. Dengan satu juta lebih pelanggan, akun Gen Halilintar sangat besar kemungkinannya secara sengaja maupun tidak sengaja telah mentransmisikan nilai-nilai keluarganya ke khalayak umum. Dari kedua akun youtube keluarga yang penulis amati, akun youtube Gen Halilintar terkesan jauh lebih mempersiapkan produksinya. Mulai dari plot, naskah, dan teknik produksi seakan sudah direncanakan dengan matang. Terlepas dari kemungkinan adanya kepentingan untuk memperluas relasi bisnis dengan dibuatnya akun Gen Halilintar, tetapi persiapan yang matang dalam memproduksi family digital storytelling membuat transmisi nilai keluarga Gen Halilintar menjadi sangat menarik untuk diikuti. Perencanaan plot dan naskah secara matang yang linier dengan nilai keluarga, membuat pengakses tidak menyadari adanya transmisi nilai tertentu karena mereka mengakses akun Gen Halilintar sebenarnya adalah bukan untuk alasan mempelajari nilai keluarga, tetapi untuk mendapatkan hiburan. Hiburan selayaknya menyaksikan tayangan program televisi di stasiun televisi swasta atau berlangganan. Walau demikian, bukan berarti akun Keluarga Kece tidak bisa menanamkan nilai-nilai keluarganya ke dalam benak pengakses. Dengan tampilan unggahan yang terlihat apa adanya dan mengakomodir perdebatan dalam keluarga dalam suasana yang demokratis membuat akun ini menjadi menarik disaksikan oleh pasangan muda dengan anak usia balita sampai pra remaja. Figur suami dan ayah yang hangat dan selalu ada 185 e-Proceeding | COMICOS 2017 menjadi salah satu kekuatan dalam unggahan-unggahan Keluarga Kece. Jika melihat lebih jauh dalam unggahan-unggahan komentar pengguna media sosial seperti LINE yang diasumsikan banyak digunakan orang muda, seringkali hubungan yang demokratis dalam keluarga inilah yang dalam bahasa sehari-hari (slang language) dikenal dengan istilah relationships goal. Dalam Littlejohn dan Foss (2009), dijelaskan bahwa para ahli yang mendalami mengenai cerita (stories) dan bercerita (storytelling) menganggap narasi merupakan sebuah situasi yang dikondisikan secara lokal. Mengacu pada pernyataan ini, maka kedua narasi dari akun youtube Gen Halilintar dan Keluarga Kece, pasti akan berbeda. Ini terjadi karena pencerita utama memiliki pengalaman pribadi, kepentingan, dan mungkin saja termasuk identitas yang ia ingin tanamkan dalam narasi family digital storytellingnya. Inilah yang membuat narasi antara kedua akun yang diobservasi menjadi berbeda. Latar belakang dan pengalama pencerita utama di akun Gen Halilintar (Lenggogeni, Ibu. Berasal dari luar Jawa, menikah muda saat masih kuliah, berkeliling dunia membantu suami berbisnis, mengurus keluarga dengan sebelas anak tanpa asisten rumah tangga) dan di akun Keluarga Kece (Manji, Ayah. Lahir di Jakarta, bekerja sebagai musisi, memiliki anak di luar nikah, menikah dengan janda yang memiliki dua) membentuk narasi yang berbeda. Penutup Narasi-narasi yang berbeda semestinya akan muncul dalam setiap aktivitas family digital storytelling. Ini menjadi menarik diamati lebih lanjut seiring bertambah banyaknya keluarga yang mulai melakukan aktivitas tersebut. Melakukan penelitian mengenai family digital storytelling menjadi penting dan menarik dilakukan saat ini, 186 e-Proceeding | COMICOS 2017 mengingat semakin beragamnya bentuk keluarga di Indonesia. Melalui telaah dengan menggunakan pendekatan naratif peneliti dimungkinkan mengenal dan memahami secara mendalam bentuk-bentuk keluarga yang ada di Indonesia tanpa memberikan judgement tertentu. Ini dimungkinkan mengingat cerita dan bercerita merupakan sebuah aktivitas personal yang tidak memungkinkan peneliti untuk menyimpulkan aktivitas family digital storytelling keluarga manapun secara judgemental. Makalah ini adalah makalah eksploratif yang akan menjadi paparan awal dari serangkaian penelitian mengenai digital storytelling, literasi media dan komunikasi keluarga. Oleh sebab itu penting untuk digali lebih dalam mengenai beberapa temuan dalam makalah awal ini. Di antaranya adalah mengenai: (1) Manfaat digital storytelling dalam komunikasi keluarga, (2) Dampak digitalisasi terhadap interaksi dalam keluarga, (3) Literasi digital pada orangtua dengan anak yang menggunakan media sosial, (4) Konsumsi media digital dalam keluarga. Dari sudut pandang komunikasi keluarga, family digital storytelling bisa menjadi sebuah solusi di tengah kesibukan keluarga terutama di kota besar di Indonesia. Sempitnya waktu berinteraksi secara langsung dengan sesama anggota keluarga karena tuntutan pekerjaan dan sekolah, membuat keluarga butuh sebuah wadah dalam menyatukan seluruh anggota keluarganya untuk berinteraksi satu sama lain. Pemahaman mengenai family digital storytelling juga tidak sesempit kegiatan membuat video yang lantas diunggah ke media sosial. Bisa juga aktivitas ini dilakukan untuk mendokumentasikan tumbuh kembang anak dan keluarga secara individual (misalnya melalui pembuatan video portfolio anak dan keluarga) yang disimpan dan hanya bisa diakses terbatas oleh anggota keluarga saja. Bahkan aktivitas mengunggah secara terbatas hasil family digital storytelling juga dilakukan oleh akun Gen Halilintar yang 187 e-Proceeding | COMICOS 2017 memiliki sejumlah video dengan status private video di youtube. Walau kegiatan family digital storytelling banyak memiliki manfaat, tetapi penting untuk kembali mengutip mengutip laporan Kaiser Family tahun 2010 dalam Steiner-Adair dan Barker di buku The Big Disconnect; Protecting Childhood and Family Relationship in Digital Age. Laporan tersebut menyatakan anak usia delapan sampai 18 tahun menghabiskan sekitar tujuh setengah jam sehari menggunakan perangkat elektronik. Panjangnya durasi menggunakan perangkat elektronik pada anak dan remaja saat ini, mungkin bisa menyebabkan aktivitas family digital storytelling yang dilakukan keluarga lain, membuat anak dan remaja menjadi lebih mengenal keluarga lain dibanding keluarganya sendiri. Dugaan ini semakin diperkuat dengan perspektif hiperpersonal oleh Walther yang menjelaskan kemungkinan hubungan melalui computer mediated communication untuk menjadi lebih intim daripada hubungan tatap muka. Tentunya untuk menyimpulkan hal ini dibutuhkan penelitian lebih lanjut secara kuantitatif mengenai dampak digitalisasi terhadap interaksi dalam keluarga dan juga bagaimana pola konsumsi media digital dalam keluarga di Indonesia. Salah satu isu yang tidak bisa dilepaskan dari penggunaan media, termasuk media digital, adalah mengenai literasi media. Percepatan perkembangan teknologi dan semakin cepatnya penyebaran dan proses produksi informasi menyebabkan literasi media menjadi satu-satunya kunci dalam keamanan dan kenyamanan konsumen (dan produsen) media. Oleh sebab itu terkait dengan kegiatan family digital storytelling juga perlu ditelaah lebih lanjut mengenai bagaimana tingkat pemahaman dan kesadaran anggota keluarga (orangtua, anak, pengasuh selain orangtua) mengenai penggunaan media digital. Semakin tinggi pemahaman dan kesadaran anggota keluarga mengenai media digital, seharunya manfaat yang diperoleh dari kegiatan family digital storytelling 188 e-Proceeding | COMICOS 2017 juga akan semakin meningkat. 189 e-Proceeding | COMICOS 2017 DAFTAR RUJUKAN Faruk, Lenggogeni. (2015). Kesebelasan Gen Halilintar; My Family My team. Penerbit Genh Media Griffin, EM. A First Look at Communication Theory, 8th edition, 2012, McGraw-Hill, New York Littlejohn, Stephen., Foss, Karen A. (editor). (2009). Encyclopedia of Communication. Sage Publication. California Safko, Lon. (2010). Social Media Bible; Tactics, Tools, and Strategies for Business Success. 2nd edition. John Wiley & Sons, New Jersey Steiner-Adair, Catherine., Barker, Teresa H. “The Big Disconnect; Protecting Childhood and Family Relationship in Digital Age.” www.harpercollins.com Segrin, Chris., Flora, Jeanne. (2011). Family Communication. 2nd edition. Routledge, New York. Thorson, Allison R. , Rittenour, Christine E. , Kellas, Jody Koenig., & Trees, April R. (2013) Quality Interactions and Family Storytelling, Communication Reports, 26:2, 88-100, DOI: 10.1080/08934215.2013.797482 West, Richard., Turner, Lynd H., (2010). Introducing Communication Theory; Analysis and Application. McGraw-Hill, New York 190 e-Proceeding | COMICOS 2017 SUBTEMA INOVASI DALAM TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI 191 e-Proceeding | COMICOS 2017 192 e-Proceeding | COMICOS 2017 KOMUNITAS PENGETAHUAN DALAM INOVASI : KELOMPOK KEPENTINGAN KHUSUS TANPA BATAS MENCIPTAKAN PENGETAHUAN DAN HAMBATAN Nithia Kumar Kasava Direktur pada Perusahaan Bina Tech Services,Consulting dan Training, Malaysia [email protected] Ike Devi Sulistyaningtyas Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta 55281 [email protected] Abstrak Kelangsungan hidup organisasi bergantung pada pengembangan pengetahuan yang efektif dan sharing pengetahuan di antara para pemangku kepentingan. Kelangsungan hidup manusia berbasis pada inovasi pengetahuan dan komunikasi antara orang-orang yang memiliki kepentingan yang sama dalam kelompok. Makalah ini berangkat dari studi kasus pada sebuah organisasi yang menggunakan kelompok kepentingan khusus untuk menciptakan nilai dalam produk eLearning mereka. Penulis menggunakan pendekatan metode penelitian studi kasus dan berbagai literatur untuk memfalidasi studi kasus. Organisasi menggunakan banyak SDM lintas fungsi untuk mengembangkan inovasi dan menerapkan manajemen pengetahuan untuk mempertahankan nilai organisasi. Makalah ini membahas bagaimana pengetahuan diciptakan dengan spesialisasi keterampilan tertentu. Organisasi mempertahankan kualitas konten sebelum berbagi dengan pelanggan dan pengguna. Pemanfaatan inovasi pengetahuan membawa organisasi mengarah pada ekonomi pengetahuan. Jaringan penciptaan pengetahuan dan pemanfaatakan pengetahuan dimungkinkan karena adanya komunikasi digital antara penyedia (provider) dan pelanggan. Studi kasus ini mengidentifikasi hambatan yang menjadi tantangan. Kualitas konten, keamanan cyber dan perlindungan data merupakan hambatan umum. Komunitas pengetahuan (knowledge community) perlu mengatasi hambatan dan tindakan inovatif berkelanjutan diperlukan dalam kelompok untuk mewujudkan organisasi yang efektif dan diferensiasi produk. Kata kunci: Komunitas pengetahuan, kelompok minat khusus, inovasi. Pendahuluan Komunitas atau masyarakat berpengetahuan sudah ada sejak lama. Orang dengan minat yang sama berkumpul sebagai komunitas sosial untuk berbagi pengetahuan untuk kepentingan bersama. Ini dikenal sebagai kelompok yang memiliki minat khusus yang 193 e-Proceeding | COMICOS 2017 dibentuk untuk membuat, belajar, mengajar dan berbagi pengetahuan yang diperoleh. Makalah ini membahas tentang komunitas berpengetahuan secara khusus masyarakat yang memiliki kepentingan yang sama serta kendala yang dihadapi. Ada banyak kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan sama dalam masyarakat digital sekarang ini. Intinya adalah komunikasi dengan anggota kelompok yang memiliki kepentingan sama pada satu platform. Dalam konteks ini yang digunakan adalah platform virtual tanpa batas. Pengenalan world wide web mempercepat platform komunikasi ini. Kelompok dengan minat khusus diciptakan untuk berbagi pengetahuan dan pengembangan jejaring antaranggota. Platform seperti Web 2.0 dan Web 3.0 menjadi katalisator dalam pertumbuhan komunitas berpengetahuan. Pendekatan Penelitian Tinjauan pustaka dilakukan peneliti dengan mereview jurnal-jurnal berasal dari Elsevier, Emerald dan ProQuest periode 2007-2007 menggunakan kata kunci yaitu, pengetahuan masyarakat, ekonomi pengetahuan, hambatan pengetahuan dan inovasi dalam masyarakat pengetahuan. Dengan demikian, makalah ini merupakan review tentang literatur terkini mengenai masyarakat berpengetahuan (knowledge community). Komunitas pengetahuan Komunitas pengetahuan terbesar di dunia adalah Wikipedia yang memiliki 365 juta pembaca (Spinellis dan Louridas 2008). Wikipedia adalah komunitas pengetahuan yang bersifat open source dan komunitas pembelajaran elektronik (e-society) terbesar dan berkontribusi di web. Komunitas pengetahuan melibatkan kegiatan berbagi, menciptakan, mengajar dan belajar tentang pengetahuan (Jankowski et al., 2016). Oleh 194 e-Proceeding | COMICOS 2017 karena itu, komunitas pengetahuan ini akan mengembangkan modal kecerdasan kolektif dan dicapai di web untuk mendapatkan pengetahuan lainnya (Levi 1997). Komunitas pengetahuan berbasis web ini adalah penemuan yang inovatif. Dengan demikian inovasi web telah menjadi alat yang populer bagi masyarakat pengetahuan. Alat bantu pembelajaran dan kontributor yang popular saat ini adalah platform jejaring sosial (Li et al., 2015). Perilaku komunitas pengetahuan bisa dibagi menjadi empat dimensi yaitu diskusi, co-edit, revert dan topics. Keempat dimensi ini dimodelkan dalam jaringan sosial perilaku multilayer (Kazienko et al., 2011). Layanan online web 2.0 seperti blog dan interface interaktif digunakan untuk pembuatan konten, penilaian dan evaluasi (Jui dan Sabyasachi, 2016). Layanan web 3.0 pada dasarnya mengandung kecerdasan buatan (AI) yang dapat meningkatkan pengajaran dan pembelajaran (Jui dan Sabayasachi, 2016). Alat yang popular untuk komunitas pengetahuan organisasi adalah eLearning, di mana ELearning bisa disebut pendidikan bagi individu atau karyawan yang tepat waktu. ELearning bisa dalam bentuk arsip atau pembelajaran dinamis yang bersifat real time. ELearning menghubungkan para penulis, pakar dan pembelajar dalam satu komunitas pengetahuan (Drucker 2005) .E-Learning secara bertahap mengganti pembelajaran tradisional dimana pembelajaran, waktu dan konten yang bersifat kaku. Web 2.0 memungkinkan eLearning dan memungkinkan pembelajar untuk memiliki lingkungan belajar yang bersifat pribadi (Ebner and Mauser, 2008). ELearning ada dalam dua bentuk, yaitu pembelajaran sinkron (real time) dan pembelajaran asinkron (disesuaikan oleh individu). Inovasi pengetahuan ini memberikan pembelajaran tanpa mempedulikan waktu dan tanpa batas (Jui dan Sabyasachi, 2016). Selain itu, eLearning lebih dipilih oleh organisasi karena berbiaya murah karena 195 e-Proceeding | COMICOS 2017 pengurangan biaya perjalanan, ruang kelas, bantuan mengajar, jam kerja pengajar dan karyawan yang jauh dari jam kerja produktif di tempat kerja. Hawkings 1994 mendefinisikan pengetahuan sebagai proses belajar antara individu, organisasi dan masyarakat. Pengetahuan juga menyebabkan transformasi dari masyarakat berbasis industri ke masyarakat pengetahuan (Kline, 2006). Pengetahuan dan manajemen pengetahuan sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi (Bryan dan Zanini, 2005). Ada korelasi positif antara manajemen pengetahuan dan inovasi layanan bisnis (Shieh dan Pei, 2003). Proses manajemen pengetahuan dasar meliputi penciptaan pengetahuan, penangkapan pengetahuan, transformasi pengetahuan, penyimpanan pengetahuan, berbagi pengetahuan, aplikasi pengetahuan dan proses pengambilan keputusan pengetahuan (Miklosik et al., 2012). Komunitas pengetahuan dan modal intelektual adalah sumber daya tak terbatas untuk pertumbuhan ekonomi dan keunggulan kompetitif. Salah satu indikator ekonomi nasional adalah modal intelektual (Petty and Guthrie, 2000). Dasar ekonomi pengetahuan adalah penciptaan, distribusi dan penerapan pengetahuan (Hogan, 2011). Disebutkan bahwa platform jejaring sosial merupakan yang paling popular saat ini. Jejaring sosial memiliki beberapa kelebihan, terutama pada kemampuannya dalam komunikasi dua arah yang interaktif, dan memudahkan penggunanya untuk mengakses berbagai macam informasi. Kondisi ini akan sangat mendukung komunikasi interaktif tanpa hambatan dan jarak. Didalamnya sangat dimungkinkan terjadi interaksi sosial baik antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, bahkan individu dan kelompok dengan massal. 196 e-Proceeding | COMICOS 2017 Pengalaman Inovasi Pada Komunitas Pengetahuan Transformasi pengetahuan dan interaksi antar pengguna atau peserta dalam komunitas berpengetahuan sangat mungkin dilakukan melalui platform jejaring sosial, atau lebih dikenal denan media sosial. Platform tersebut memungkinkan diskusi terjadi dalam ruang global village. Media sosial merupakan bentuk nyata dari media baru (new media) berbasis kemajuan teknologi komunikasi yang didukung oleh teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology). Media sosial dipahami sebagai bentuk baru komunikasi di internet yang ditopang oleh berbagai aplikasi software, yang memungkinkan terjadinya interaksi diantara para pengguna. Bagi perkembangan komunikasi, media sosial bahkan memungkinkan peningkatan nilai (value) dari para pelakunya. Dalam teknologi komunikasi berbasis media sosial, perlu dikembangkan pendekatan komunikasi yang mensyaratkan beberapa hal (Hendroyono, 2012) seperti tertuang berikut ini : a. Transparant, dimana semua orang dapat mengakses dan semuanya terdokumentasi secara digital, b. Authentic, dimana didalamnya mengandung keunikan, karena ide yang dituangkan belum pernah ada sebelumnya, c. Genuine, tidak dibuat-buat, d. Sincere, dimaknai sebagai kejujuran yang terkandung dari pesan yang disebarluaskan. Pengalaman menarik yang akan disajikan disini memberikan gambaran bahwa dunia maya mampu dikembangkan menjadi sebuah komunitas berbasis peningkatan pengetahuan. Komunitas ini tercermin pada sebuah akun bernama ”akademi berbagi” yang awalnya muncul di media sosial twitter. 197 e-Proceeding | COMICOS 2017 Kehadiran akun ”akademi berbagi” berawal ketika seseorang menyampaikan hasratnya untuk mempelajari mengenai advertising dalam kicauan di twitter. Kicauan tersebut mendapat sambutan dari seorang tokoh advertising ternama, yang bersedia menjadi fasilitator untuk pengembangan pengetahuan di bidang advertising. Selanjutnya hasrat belajar ini diikuti oleh banyak orang dan akhirnya terbangun sebuah komunitas belajar advertising yang terdiri dari kelas-kelas diskusi pada waktu yang telah ditetapkan, atau dikenal dengan istilah live tweet. Kondisi ini diberlakukan menjadi kelas pembelajaran dengan peserta dan instruktur yang berinteraksi melalui dunia maya, Sebagaimana dalam (Hendroyono, 2012) . Pemilik akun tidak pernah berpikir bahwa kelas yang dikembangkannya pada akun ”akademi berbagi” akan berkembang ke beberapa daerah, namun kenyataannya kegiatan ”akademi berbagi” dapat berkembang di 21 kota seperti Jakarta, Tangerang, Depok, Bandung, Semarang, Solo, Jogja, Madiun, Surabaya, Malang, Madura, Jambi, Palembang, Medan, Balikpapan, Samarinda, Makassar, Gorontalo, Ambon, Bali, Ende, dan selanjutnya Singapura khusus untuk para TKI. Kekuatan dari kuasa media sosial ini adalah menyebarkan hasrat belajar, sehingga setiap orang dapat menduplikasi gerakan ini dengan senang hati, dan tidak ada satupun yang meminta hasil jerih payah berupa honorarium. Kuasa media sosial semacam ini akan mendapat dampak meluas ketika digunakan pada masyarakat pembelajar. Hambatan Berbagi Pengetahuan Ada dua jenis berbagi pengetahuan dalam sebuah komunitas pengetahuan. Tipe pertama adalah pengetahuan yang dibagikan semata-mata untuk tujuan keuntungan finansial 198 e-Proceeding | COMICOS 2017 (Kong, 2007; Sillanpa et al., 2010; Lyndsay dan Simon, 2016). Tipe kedua bukan untuk keuntungan dan dimaksudkan untuk kepentingan sosial, mendorong praktik baik dan kemajuan masyarakat (Guldberg et al., 2013; Lyndsay dan Simon 2016). Contoh pengetahuan yang dibagikan bukan untuk mencari keuntungan bisa dilihat pada promosi perawatan kesehatan dan kelompok dengan minat khusus. Riege (2005) mendefinisikan knowledge sharing sebagai, "berbagi pengetahuan pribadi dengan mengarahkan seseorang melalui pemikiran atau penggunaan wawasan untuk membantu pemahaman kontekstual". Dalam makalah ini penulis mengumpulkan hambatan berbagi pengetahuan dari berbagai literatur. Hambatan dalam berbagi pengetahuan terjadi karena (1) buruknya interaksi sosial dan kurangnya jejaring sosial di masyarakat (Riege, 2005; Cabrera dan Cabrera 2002); (2) buruknya budaya berbagi pengetahuan dan struktur organisasi (McDermott dan O'Deli, 2001; Sharratt dan Usoro, 2003); (3) ketakutan untuk menggunakan teknologi (Lettieri et al., 2004); (4) kurangnya komitmen diri untuk berbagi dan belajar (Jo dan Joo, 2011); (4) orang-orang tertentu tidak percaya untuk berbagi pengetahuan dengan orang lain karena takut akan status mereka di masyarakat atau karena alasan keamanan (Tohidina dan Mosakhani, 2010)(5) tingkat kematangan masyarakat (Lin et al., 2012; Olivia, 2014). Hambatan juga dirasakan, saat memasuki ranah komunikasi, selain bersinggungan dengan komunikator (pengirim pesan) dan komunikan (penerima pesan), juga merambah pada pesan yang digunakan. Hal ini menekankan bahwa pesan dapat mengubah konsepsi dan penghayatan seseorang dalam berbagai cara. Perubahan yang paling dasar terjadi 199 e-Proceeding | COMICOS 2017 apabila pesan itu mneyentuh inti struktur dari konsep yang dimiliki oleh seseorang. Dengan demikian akan berakibat terjadinya penataan kembali terhadap keseluruhan isi struktur pesan tersebut. Peristiwa-peristiwa lain pada komunitas pengetahuan yang bukan merupakan pesan juga dapat mengubah secara radikal skema konsepsi seseorang. Komunikasi memerlukan proses semantik terhadap isi pesan untuk dapat mempengaruhi konsepsi seseorang. Pesan harus dibuat, diterima, dan diproses secara semantik untuk dapat menghasilkan perubahan. Pesan dapat diterima oleh komunitas pengetahuan dalam sebuah perubahan apabila di dalamnya mengandung pengertian-pengertian, analogi-analogi dan metafor-metafor. Kandungan tersebut merupakan sistem lambang yang akan menggerakkan padangan masyarakat dan pada akhirnya mengubah tindakannya. Pada dasarnya pesan hanya bisa bekerja melalui dampaknya terhadap sistem simbol komunikan. Hal ini menegaskan kembali bahwa pesan terdiri dari sederet simbol-simbol. Oleh karena itu pemilihan serta penyusunan simbol-simbol tersebut akan menentukan keberhasilan pesan. Kondisi tersebut dilandasi asumsi bahwa pesan itu ditujukan kepada komunikan yang tepat. Pesan ditujukan bukan hanya membuat komunikan mengerti, namun lebih dalam lagi agar terjadi asosiasi dan konotasi terhadap simbol yang diproduksi oleh pesan tersebut. Dengan demikian komunikan tidak hanya berelasi dengan komunikator sebagai penggagas dan pencipta pesan, tetapi asosiasi komunikan terhadap pesan akan mengakibatkan tingkat kedekatan terhadap pesan menjadi lebih dalam. 200 e-Proceeding | COMICOS 2017 Hal yang menjadi keterbatasan kemampuan pesan untuk berasosiasi dengan komunikan adalah ketika pesan berbenturan dengan pandangan hidup komunikan, dan ditentang oleh kelompok-kelompok acuan. Kondisi ini memaksa disusunnya sebuah strategi komunikasi yang mampu mengubah keyakinan komunikan dan mengurangi keterikatan pada pandangan kelompok. Hal ini menghindarkan pada kondisi kerancuan kognitif pada komunikan, sehingga dibutuhkan kearifan dan kebenaran relatif yang mampu mengubah keyakinan komunikan. Rogers (1981) menunjukkan adanya pengelompokan komunikan berdasarkan penerimaaan pesan – pesan yang mengandung kebaruan (inovasi) sebagai berikut : 1. Komunikan inovator yang merupakan kelompok komunikan dengan kesukannya tehadap hal-hal baru. 2. Komunikan penerima dini yang merupakan kelompok komunikan yang berpengaruh dan lebih maju dibandingkan msayarakat disekelilingnya. 3. Komunikan mayoritas dini, merupakan kelompok komunikan yang terlebih dahulu menerima inovasi dibandingkan masayarakat di sekitarnya 4. Komunikan mayoritas belakang adalah kelompok komunikan yang bersedia menerima inovasi ketika masayarakat disekelilingnya telah menerima terlebih dahulu. 5. komunikan laggard merupakan kelompok komunikan paling akhir yang menerima informasi Melihat beragamnya komunikan dan kompleksitas pesan yang dihasilkan dalam proses 201 e-Proceeding | COMICOS 2017 komunikasi pada komunitas berpengetahuan, maka menyusun strategi komunikasi menjadi langkah bijak dalam melakukan tindakan komunikasi yang berkelanjutan. Kesimpulan Penulis menyimpulkan bahwa masyarakat pengetahuan merupakan keunggulan kompetitif bagi pertumbuhan ekonomi suatu melalui ekonomi pengetahuan. Web 2.0 dan web 3.0 adalah katalisator masyarakat pengetahuan. Kelompok kepentingan khusus dibentuk dengan niat untuk berbagi pengetahuan. Pengetahuan dapat dibagikan dengan tujuan profit atau non-profit. Hambatan berbagi pengetahuan disebabkan kurangnya interaksi, kurangnya jejaring sosial, budaya berbagi yang buruk, struktur organisasi, takut untuk menggunakan teknologi baru, kurangnya komitmen, kurangnya kepercayaan untuk berbagi pengetahuan, takut kehilangan pekerjaan, ketakutan kehilangan kompetensi, kurangnya kedewasaan mental, kurangnya kemampuan memiliki dan mengembangkan pengetahuan, kemampuan komunikasi interpersonal yang buruk dan kurangnya motivasi untuk belajar dan berbagi. Inovasi web memungkinkan berbagi pengetahuan tanpa batas dan membangun komunitas pengetahuan. Tanpa disadari, sebenarnya inovasi telah sedikit banyak mengubah perilaku manusia dalam berinteraksi. Perubahan yang cukup besar terjadi pada ruang maya. Komunikasi yang dihadirkan pada ranah maya memaksa komunikan untuk turut aktif mengikuti perkembangan informasi yang disajikan dalam jaringan media baru. Dengan demikian inovasi pada masayarakat berpengahuan, sudah semestinya mampu melahirkan, mengembangkan dan mendeseminasi pesan yang bermanfaat bagi masa depan yang lebih baik. 202 e-Proceeding | COMICOS 2017 DAFTAR PUSTAKA Bryan, L. L., Zanini, M., 2005. Strategy in an era of global giants. The McKinsey Quartely [online]. (November 2005). Cabrera, A. and Cabrera, E.F. (2002), “Knowledge-sharing dilemmas”, Organization Studies, Vol. 23 No. 5, pp. 687-710. Drucker, P. (2005): “Need to Know: Integrating e-Learning with High Velocity Value Chains”, A Delphi Group White Paper, Ebner, M. &Mauser, H. (2008): “Can microblogs and weblogs change traditional scientific writing?” In Proceedings of e-learn 2008, pp. 768-776, Las Vegas, NV, 2008 Guldberg, K.R., Mackness, J., Makriyannis, E. and Tait, C. (2013), “Knowledge management and value creation in a third sector organisation”, Knowledge & Process Management, Vol. 20 No. 3, pp. 113-122. Hawkins, J.A. (1994). A Performance Theory of Order and Constituency. Cambridge: Cambridge University Press . Hendroyono,Handoko. 2012. Semua Orang Adalah Brand Gardener, Jakarta: Literati, p. 171 -186 Hogan T., (2011). An Overview of the Knowledge Economy with a Focus on Arizona, Arizona State University, School of Business, Productivity and Prosperity Project, p.1. Jo, S.J. and Joo, B.K. (2011), “Knowledge sharing: the influences of learning organization culture, organizational commitment, and organizational citizenship behaviours”, Journal of Leadership and Organizational Studies, Vol. 18 No. 3, pp. 353-364. JuiPattnayaka and SabyasachiPattnaikb, (2016), Integration of Web Services with ELearning for Knowledge Society, Procedia Computer Science Vol. 92, pp. 155 – 160. Kazienko, K. Musial, E. Kukla, T. Kajdanowicz, P. Brdka, Multidimensional social network: model and analysis, in: ICCCI’11 Proceedings of the Third International Conference on Computational Collective Intelligence: Technologies and Applications - Volume Part I, ICCI, 2011, pp. 378–387. Kline, R.R.(2006). Cybernetics, management science, and technology policy: the emergence of information technology as a keyword, 1948-1985, Technology and Culture, (47):3, 513-535. Kong, E. (2007), “The strategic importance of intellectual capital in the non-profit sector”, Journal of Intellectual Capital, Vol. 8 No. 4, pp. 721-731. Lettieri, E., Borga, F. and Savoldelli, A. (2004), “Knowledge management in non-profit organisations”, Journal of Knowledge Management, Vol. 8 No. 6, pp. 16-30. Levy. P, Collective Intelligence, Perseus Books, 1997. Li. X, J. Tang, T. Wang, Z. Luo, M. de Rijke, Automatically assessing wikipedia article quality by exploiting article editor networks, in: A. Hanbury, G. Kazai, A. Rauber, N. Fuhr(Eds.), Advances in Information Retrieval, Lecture Notes in Computer Science, vol. 9022, Springer International Publishing, 2015, pp. 574–580. 203 e-Proceeding | COMICOS 2017 LyndsayBloice, Simon Burnett, (2016) "Barriers to knowledge sharing in third sector social care: a case study", Journal of Knowledge Management, Vol. 20 Issue: 1, pp.125-145. McDermott, R. and O’Dell, C. (2001), “Overcoming culture barriers to sharing knowledge”, Journal of Knowledge Management, Vol. 5 No. 1, pp. 76-85. Michał Jankowski-Loreka, SzymonJaroszewiczb,c, ŁukaszOstrowskid, Adam Wierzbicki (2016) , Verifying social network models of Wikipedia knowledge community, Information Sciences Vol. 339, pp158–174. Miklosik, A., Hvizdova, E., Zak, S., 2012. Knowledge management as a significant determinant of competitive advantage sustainability.Ekonomický časopis 60 (10), 1041-1058. Petty, R. and Guthrie, J. (2000). Intellectual Capital Literature Review: Measurement, Reporting and Management, Journal of Intellectual Capital, 1(2): 155-176. Riege, A. (2005), “Three-dozen knowledge-sharing barriers managers must consider”, Journal of Knowledge Management, Vol. 9 No. 3, pp. 18-35. Rogers, Everett M, dan F Floyd Shoemaker, ”Memasyarakatkan Ide-Ide Baru”, Surabaya : Usaha Nasional, 1981, p.82 Sharratt, M. and Usoro, A. (2003), “Understanding knowledge-sharing in online communities of practice”, Electronic Journal on Knowledge Management, Vol. 1 No. 2, pp. 187-196. Shieh, C. J., Pei, Y., 2013. Correlations between core capability, service innovation, and knowledge management in catering industry.Actual Problems of Economics 2 (3), 172-179. Sillanpaa, V., Lonnqvist, A., Koskela, N., Koivula, U.M., Koivuaho, M. and Laihonen, H. (2010), “The role of intellectual capital in non-profit elderly care organizations”, Journal of Intellectual Capital, Vol. 11 No. 2, pp. 107-122. Spinellis. D, P. Louridas, The collaborative organization of knowledge, in: Proceedings of the Communications of the ACM - Designing Games with a Purpose, vol. 51 (8), 2008. Tohidinia, Z. and Mosakhani, M. (2010), “Knowledge sharing behaviour and its predictors”, Industrial Management & Data Systems, Vol. 110 No. 4, pp. 611-631. 204 e-Proceeding | COMICOS 2017 INOVASI PEMANFAATAN TIK DALAM KOMUNIKASI AGENDA PIMPINAN DI ORGANISASI PUBLIK (STUDI KASUS ANALISIS DIFUSI INOVASI ELEKTRONIK AGENDA DI ANRI) Tiara Kharisma Mahasiswa Universitas Indonesia/Pranata Humas ANRI Telp: +628562395120 email: [email protected] Abstrak Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menuntut instansi pemerintah mengadopsi berbagai perangkat pekerjaan yang berbasis teknologi, informasi dan komunikasi. Pemanfaatan TIK dalam berbagai bidang mampu menghadirkan inovasi dalam bentuk perangkat dan proses kerja ataupun layanan publik. Sebagai usaha dalam mencapai kecepatan dalam komunikasi, koordinasi, sinkronisasi, monitoring dan kontrol agenda pimpinan, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) pada tahun 2016 melakukan inovasi dengan meluncuran elektronic agenda (e-agenda). Keberadaan eagenda diharapkan mampu memberikan kemudahan bagi pimpinan sesuai dengan kewenangannya untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi, monitoring dan kontrol aktivitas pimpinan. Tetapi, tidak dipungkiri, beragamnya usia, kemampuan serta pengetahuan pimpinan dan sekretarisnya dalam menggunakan perangkat TIK dapat menjadi salah satu tantangan dalam melakukan difusi inovasi penggunaan e-agenda. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis difusi inovasi implementasi e-agenda di ANRI dengan mengacu pada tahapan difusi inovasi yang dikemukakan Rogers. Penelitian ini juga menjadi penting dilakukan karena dapat memberikan sumbangsih ilmiah mengenai proses difusi inovasi dalam konteks komunikasi agenda pimpinan berbasis TIK di instansi pemerintah pusat. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan strategi penelitian studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa e-agenda dipandang sebagai sebuah inovasi bagi pimpinan dan sekretarisnya dalam mengomunikasikan setiap kegiatan. E-agenda dianggap memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan komunikasi agenda pimpinan dan sebagai sebuah ruang terbuka penyampaian informasi tentang agenda pimpinan kepada seluruh pegawai. Dalam melakukan difusi inovasi e-Agenda, Bagian Humas dan Tata Usaha Pimpinan sebagai unit kerja yang berperan sebagai inovator menggunakan berbagai saluran dan media komunikasi untuk menyebarkan inovasi. Proses inovasi penggunaan e-agenda membutuhkan waktu bagi pimpinan karena pengetahuan dan kemampuan penggunaan TIK yang berbeda-beda serta adanya kendala teknis yang masih membutuhkan penyesuaian. Eselon I dan II ANRI berperan sebagai early adopter dan para sekretarisnya berperan sebagai agen perubahan. Early adopter dan agen perubahan menjadi kunci dalam proses difusi inovasi e-agenda. Ketertarikan early adopter dan agen perubahan terhadap penggunaan TIK menjadi faktor penting dalam menentukan kecepatan difusi inovasi e-agenda. Berdasarkan penelitian ini, penulis menyampaikan rekomendasi bahwa dalam melakukan difusi inovasi di instansi pemerintah diperlukan komitmen dan konsistensi dari pimpinan dan agen perubahan agar suatu inovasi berhasil dilakukan. 205 e-Proceeding | COMICOS 2017 Kata kunci: difusi inovasi, komunikasi, pimpinan, elektronik agenda INNOVATION OF COMMUNICATION OF ACTIVITIES OF LEADERS’ BASED ON ICT IN PUBLIC ORGANIZATION (CASE STUDY OF THE DIFFUSION OF INNOVATION OF ELECTRONIC AGENDA IN ANRI) Abstract The development of information and communications technology (ICT) requires government agencies to adopt various tools based on ICT. Utilization of ICT in various fields can bring many innovations, like work processes or public services in government agencies. In an effort to achieve speed in communication, coordination, synchronization, monitoring and control of the leaders’ agenda, National Archives of the Republic of Indonesia (ANRI) in 2016 innovated by launching of electronic agenda (e-agenda). The existence of e-agenda is expected to provide convenience for the leaders in accordance with its authority to coordinate, synchronize, monitor and control the activities of the leaders, especially echelon I and II. However, the diversity of age, ability, and interest of the leaders and their secretaries in using the tools based on ICT can be one of the challenges of the diffusion of innovation of e-agenda. The objective of this research analyzes the diffusion of innovation of e-agenda in ANRI with reference to stages of the diffusion of innovation by Rogers. This research is also important because it can provide scientific significance about a process of the diffusion of innovation in the context of communication of leaders’ agenda in central government agencies. This research uses qualitative research methods with research strategies is a case study. Data collection is conducted through depth interview. The result of this research show that e-agenda is seen as an innovation for the leaders’ and their secretaries to communicate their activities. E-agenda is considered to provide ease and speed in communicating the leaders’ agenda and as an open space to deliver information about the agenda of leaders’ to all employees in ANRI. Public Relations and Administration Division as a unit that acts as an innovator using various channels and media communication to diffusion about innovation of e-agenda. The process of innovation of e-agenda takes time for leaders’ because of the different knowledge and ability to use the tools based on ICT and technical constraints that still require adjustment. Echelon I and II of ANRI serve as early adopters and their secretary act as agents of change in the process of diffusion of innovation of e-agenda. The interest of early adopter and agent of change to use tools based on ICT becomes an important factor in determining the speed of diffusion of innovation of e-agenda. The recommendations based on this research are the diffusion of innovation in government agencies required commitment and consistency of the leaders’ and agents of change for a success innovation. Keywords: diffusion of innovation, communication, leaders’, electronic agenda 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang Pada era digital saat ini, aktivitas manusia tidak dapat terisolasi dari pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang terhubung internet. Berbagai aktivitas mulai dari penyelesaian pekerjaan kantor sampai pekerjaan ibu rumah tangga dapat 206 e-Proceeding | COMICOS 2017 diselesaikan dengan bantuan pemanfaatan TIK. Dengan pemanfaatan TIK ini, tidak menutup kemungkinan dapat mengubah cara atau kebiasaan manusia dalam menyelesaikan pekerjaan atau suatu masalah, termasuk terjadi perubahan pola hidup manusia menjadi lebih pragmatis, hedonis, sekuler, dan melahirkan generasi instan namun juga mengedepankan efektifitas dan efisiensi dalam tingkah laku dan tindakannya (Ngafifi, 2014:33). Di Indonesia, berdasarkan data yang dirilis Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII), pada tahun 2016 jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai jumlah 132,7 juta orang dari total jumlah penduduk 256,2 juta orang. Ini menunjukkan bahwa 51,79 % penduduk Indonesia telah menggunakan internet. Jika dibandingkan pada survey tahun 2014, jumlah penduduk Indonesia yang menggunakan internet hanya 34,9%. Hal tersebut berarti selama dua tahun terakhir telah terjadi peningkatan sebesar 16,89 % penduduk Indonesia yang menggunakan internet. Perkembangan yang terus terjadi dalam penggunaan TIK di masyarakat Indonesia, memberikan tuntutan dan dorongan bagi berbagai organisasi baik nirlaba, privat maupun publik untuk melakukan transformasi diri dalam penyelesaian aktivitas pekerjaan dengan menggunakan TIK. Organisasi-organisasi tersebut tidak dapat mengelak untuk menggunakan TIK demi menjaga eksistensinya di mata publik. Berbagai kegiatan transformasi yang dilakukan organisasi untuk memanfaatkan TIK dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan dapat dikatakan menjadi salah satu wujud adaptasi organisasi terhadap era digital. Banyak cara dan upaya berbasis TIK yang digunakan oleh organisasi dalam menyelesaikan tugas dan berinteraksi dengan para pemangku kepentingan. Bagi organisasi publik, termasuk instansi pemerintah, pemanfaatan TIK dalam penyelesaian tugas dan pekerjaan sebenarnya telah mulai digaungkan pada tahun 2003. 207 e-Proceeding | COMICOS 2017 Tepat pada 9 Juni 2003, telah dikeluarkan kebijakan pemerintah berupa Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-government. Kebijakan tersebut lahir dengan salah satu latar belakang karena kemajuan TIK yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas. Melalui kebijakan pengembangan dan penggunaan e-government diharapkan instansi pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan; menyelenggarakan pemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatkan layanan publik yang efektif dan efisien (Inpres No 3, 2003). E-government yang tak lepas dari pemanfaatan TIK, mengharuskan pemerintah mampu memanfaatkan kemajuan teknologi informasi untuk meningkatkan kemampuan mengolah, mengelola, menyalurkan, dan mendistribusikan informasi dan pelayanan publik. Dalam prosesnya, akan terjadi berbagai transformasi dan inovasi dalam berbagai bidang baik dalam bentuk perangkat dan proses kerja ataupun layanan publik. Jika dikaitkan dengan kebijakan presiden, transformasi dan inovasi berbasis TIK yang dilakukan instansi pemerintah diharapkan dapat mengeliminasi sekat-sekat organisasi birokrasi, membentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja yang memungkinkan instansi-instansi pemerintah bersinergi dan terpadu untuk menyederhanakan akses ke semua informasi dan layanan publik. Dalam berbagai kesempatan, presiden ke-7 RI berkali-kali mengingatkan dan menginstruksikan kepada pemerintah untuk serius dalam mengimplementasikan e-government (presidenri.go.id, 2015). Sampai tahun 2017, telah banyak inovasi yang dilakukan oleh instansi pemerintah dengan memanfaatkan TIK dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan. Di bidang inovasi pelayanan publik, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan 208 e-Proceeding | COMICOS 2017 Reformasi Birokrasi sejak tahun 2014 telah rutin memberikan penghargaan kepada instansi pemerintah ataupun Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang memiliki inovasi pelayanan publik yang baik. Kendati demikian, sebenarnya inovasi berbasis TIK yang dilakukan instansi pemerintah tidak hanya terpusat pada pelayanan publik. Ada beberapa inovasi pekerjaan yang berbasis TIK yang tidak secara langsung bersentuhan dengan pelayanan publik, tetapi dapat berperan dalam mengeliminasi sekat-sekat organisasi birokrasi, menyederhanakan akses ke semua informasi, serta menyederhanakan sistem hirarki kewenangan dan komando sektoral yang mengerucut dan panjang dalam suatu birokrasi di organisasi publik. Beberapa inovasi yang dilakukan instansi pemerintah dengan memanfaatkan TIK, di antaranya implementasi e-budgeting, e-filling, eprocurement, e-audit, e-catalog, dan lain-lain. Pelaksanakan inovasi di instansi pemerintah bukan suatu hal yang mudah. Apalagi birokrasi pemerintah Indonesia tak jarang masih memiliki penilaian yang kurang baik di mata publik. Rogers juga menyatakan bahwa banyak inovasi yang berhasil diadopsi dalam waktu yang lama. Ini tak lain karena adanya pengaruh bagaimana kecepatan sebuah inovasi tersebut diadopsi oleh individu dan orgaisasi (Rogers, 1995:1). 1.2 Konteks penelitian Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) merupakan organisasi publik yang tergolong Lembaga Pemerintah Nonkementerian dan mengemban tugas khusus negara dalam bidang kearsipan. Dalam rangka mengimplemetasikan e-government dan menyikapi perkembangan TIK yang amat pesat, ANRI juga diharuskan responsif terhadap proses transformasi pekerjaan berbasis TIK. Banyak hal yang telah diupayakan ANRI untuk menerapkan e-government, seperti halnya di bidang keuangan, pendataan aset, pengadaan barang/jasa, pengarsipan, layanan informasi publik, surat-menyurat 209 e-Proceeding | COMICOS 2017 kedinasan di lingkungan internal, dan lain-lain. Selain membantu mempercepat penyelesaian pekerjaan, melalui penggunaan TIK seluruh pegawai di ANRI juga berpotensi untuk berkomunikasi dengan siapa, kapan dan di mana saja. Hal ini berpeluang untuk menciptakan komunikasi berbasis TIK yang dapat melampaui hierarki tradisional dalam birokrasi di ANRI sehingga sekat dan kekakuan organisasi dapat berkurang. Sebagai usaha dalam mencapai kecepatan dalam komunikasi, koordinasi, sinkronisasi, monitoring dan kontrol agenda para pimpinan/pejabat publik di lingkungan ANRI, Bagian Humas dan Tata Usaha (TU) Pimpinan pada tahun 2016 menginisiasi untuk mentransformasi komunikasi, koordinasi, sinkronisasi, monitoring dan kontrol agenda para pimpinan/pejabat dengan cara melakukan inovasi melalui penyusunan sistem dan peluncuran electronic agenda (e-agenda). Keberadaan e-agenda diharapkan mampu memberikan kemudahan bagi pimpinan sesuai dengan kewenangannya untuk melakukan koordinasi, sinkronisasi, monitoring dan kontrol aktivitas pimpinan. E-agenda merupakan sebuah aplikasi yang memuat tentang informasi agenda pimpinan eselon I dan II di ANRI. Aplikasi tersebut tersedia dalam bentuk mobile application maupun akses intranet di personal computer. E-agenda telah mulai diinisiasi Bagian Humas dan TU Pimpinan pada tahun 2015, selanjutnya dianggarkan tahun 2016, mulai disusun pada pertengahan tahun 2016 dan diimplementasikan pada awal tahun 2017. Pimpinan eselon I dan II dapat mengakses e-agenda sesuai dengan kewenangan dan jabatannya, sehingga dengan melakukan akses tersebut para pimpinan dapat melakukan koordinasi, sinkronisasi, monitoring dan kontrol terhadap pejabat lain. 210 e-Proceeding | COMICOS 2017 Fungsi monitoring dan kontrol biasanya diemban oleh pejabat dengan satu level tertinggi di antara pejabat lain. Jika merujuk pada pemikiran Rogers, keberadaan e-agenda dapat dipandang sebagai sebuah inovasi dalam kegiatan komunikasi tentang agenda pimpinan pejabat eselon I dan II di ANRI. Rogers menyatakan bahwa inovasi merupakan sebuah ide, praktek, objek yang dianggap baru oleh individu satu unit adopsi lainnya (Rogers, 1995:11). Sebelum e-agenda diimplementasikan, kegiatan komunikasi tentang agenda antarpimpinan baik antara pejabat eselon I dengan eselon I lain, eselon I dengan eselon II atau pejabat eselon II dengan eselon II lainnya masih digunakan cara lama, antara lain dengan melakukan pengecekan manual kepada tiap sekretaris pimpinan. Setelah eagenda diimplementasikan, pejabat eselon I dan II dapat melakukan koordinasi, sinkronisasi, monitoring dan kontrol agenda pejabat eselon I dan lain kapan pun dan di mana pun sejauh mereka terhubung dengan internet. Bahkan seluruh pegawai ANRI juga dapat melihat ringkasan agenda pejabat eselon I dan II. Dalam mengadopsi sebuah ide baru mengenai penggunaan e-agenda, maka para pegawai yang bersentuhan langsung dengan layanan pimpinan serta layanan informasi tentang ANRI penting untuk melalui suatu difusi. Menurut Rogers, difusi merupakan sebuah proses di mana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui saluran dan rentang waktu tertentu di antara para anggota dalam sebuah sistem sosial (Rogers, 1995:5). Difusi ini akan memberikan pengaruh kecepatan suatu inovasi dilakukan. Dalam melaksanakan suatu inovasi di instansi pemerintah tak jarang menemui banyak kendala. Dalam proses difusi inovasi e-agenda di ANRI, tidak dipungkiri bahwa beragamnya usia, kemampuan serta pengetahuan pimpinan dan sekretarisnya dalam menggunakan perangkat TIK dapat menjadi salah satu tantangan dalam melakukan 211 e-Proceeding | COMICOS 2017 difusi inovasi penggunaan e-agenda. Selain itu, perilaku dan komitmen pimpinan menjadi hal yang penting bagi pegawai di instansi pemerintah dalam mengadopsi, merubah pola pikir dan perilaku (Rusmiarti, 2015). Analisis mengenai suatu proses difusi inovasi dapat menjadi hal menarik dalam sebuah penelitian. Dalam konteks ini, difusi inovasi implementasi e-agenda dapat memberikan kontribusi bagaimana sebuah organisasi publik melakukan difusi inovasi dalam pelaksanaan kecepatan dalam komunikasi, koordinasi, sinkronisasi, monitoring dan kontrol agenda pimpinan. Oleh karenanya rumusan permasalan dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah difusi inovasi implementasi e-agenda di ANRI?” 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan konteks penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis difusi inovasi implementasi e-agenda di ANRI dengan mengacu pada konsep difusi inovasi yang dikemukakan Rogers. Penelitian ini juga menjadi penting dilakukan karena dapat memberikan sumbangsih ilmiah mengenai proses difusi inovasi dalam proses komunikasi agenda pimpinan berbasis yang berbasis TIK di instansi pemerintah tingkat pusat. 1.4 Kajian Pustaka TIK dalam Organisasi Komunikasi digunakan untuk koordinasi aktivitas dalam organisasi dan menjadi proses sentral dalam organisasi. Oleh karena itu, dengan perubahan dalam proses komunikasi antarmanusia dalam organisasi, memungkinkan organisasi untuk berubah. Komunikasi efektif adalah mendorong implementasi teknologi informasi dalam organisasi. Teknologi komunikasi baru dapat meningkatkan kemampuan organisasi dan berkomunikasi secara efektif (Fulk dan Steinfiel, 1990; Pace & Faules, 1998:230). 212 e-Proceeding | COMICOS 2017 Komunikasi bermedia komputer memegang peranan sentral dalam transformasi organisasi serta dapat memperlancar penanggulangan hambatan-hambatan karena batas ruang dan waktu. Komunikasi bermedia komputer juga dapat menerobos hierarki tradisional dalam sebuah organisasi, mengganti proses-proses sebelumnya/lama dengan pola-pola baru dan membuat organisasi menjadi lebih fleksibel. Oleh karenanya, dalam organisasi,baik nirlaba, privat, maupun publik masa kini berbeda dengan yang ada sebelumnya (Pace & Faules, 1998:228-229). Teknologi komunikasi merupakan peralatan perangkat keras (hardware), struktur organisasi dan nilai sosial di mana individu mengumpulkan, memproses, dan bertukar informasi dengan orang lain. Kunci yang paling mendasar dari semua teknologi komununikasi saat ini adalah elektronik (Rogers, 1986:2). Teknologi elektronik saat ini memungkinkan kita untuk membuat hampir semua jenis perangkat komunikasi yang diinginkan dengan harga tertentu (Pool, 1983:6; Rogers, 1986:2). Dengan demikian, maka teknologi komunikasi berbasis elektronik memungkinkan organisasi untuk merubah suatu proses penyampaian informasi dari cara yang manual ke cara elektronik. Bagi instansi pemerintah, penggunaan teknologi komunikasi berbasis elektronik juga sejalan dengan kebijakan e-government sebagaimana yang tertuang dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2003. Ada beberapa perbedaan dalam sebuah proses komunikasi karena hadirnya teknologi (Rogers, 1986: 4-6), yaitu interaksivitas, de-massified, dan asinkron (asynchronous). Interaksivitas merupakan kemampuan sistem komunikasi baru untuk berbicara kembali kepada pengguna, hampir seperti individu yang berpartisipasi dalam percakapan. Dalam transformasi organisasi dengan menggunakan media baru dalam 213 e-Proceeding | COMICOS 2017 penyelesaian tugas dan berkomunikasi, anggota organisasi mungkin memandang media baru hanya cocok untuk orang tertentu, terlalu banyak menyita waktu untuk mempelajari menggunakannya, terlalu formal, impersonal dan sulit digunakan. Tetapi mungkin juga mereka memandang bahwa teknologi media baru merupakan suatu cara untuk menghemat waktu, meningkatkan efisiensi atau menyediakan kesempatan untuk hubungan-hubungan dan informasi baru. Oleh karenanya, jelas diperlukan penerimaan sosial pegawai atas penggunaan media baru ini (Pace & Faules, 1998:233). Sebagai sebuah upaya dalam menciptakan penerimaan sosial terhadap sebuah teknologi media baru dalam organisasi, maka proses difusi inovasi dapat dilakukan terhadap teknologi media baru yang akan digunakan organisasi. Difusi Inovasi Teori difusi inovasi yang paling luas dan berorientasi pada komunikasi adalah teori difusi inovasi yang dikemukakan Everett M. Rogers dan koleganya. Tetapi teori ini bermula dari suatu penelitian yang dilakukan Paul Lazarsfeld dan koleganya di New York. Penelitian Lazarsfeld menjadi awal bagaimana informasi dan pengaruh disebarkan di masyarakat. Selanjutnya pengaruh ini dikenal sebagai hipotesis arus dua langkah (two step flow model) (Littlejohn & Foss, 2009: 454-455). Menurut Rogers (Rogers, 1995,:5-6), difusi merupakan proses di mana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui saluran dan rentang waktu tertentu di antara para anggota dalam sebuah sistem sosial. Difusi menjadi salah satu jenis komunikasi khusus yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan yang merupakan gagasan baru. Komunikasi menjadi sebuah proses yang mana anggota sistem sosial membentuk dan membagikan informasi dengan anggota lain untuk mencapai saling pengertian. Kebaruan dari gagasan-gagasan baru yang terdapat dalam isi pesan, menjadikan 214 e-Proceeding | COMICOS 2017 difusi memiliki karakter khusus. Kebaruan berarti bahwa sejauhmana ketidaktentuan (uncertainty) terjadi dalam difusi. Ketidaktentuan menyiratkan kekurangan prediksi, struktur dan informasi. Faktanya, informasi dapat mengurangi ketidaktentuan (Rogers, 1995:6). Ada empat elemen utama dalam difusi inovasi, yaitu (i) sebuah inovasi; (ii) yang dikomunikasikan melalui saluran tertentu; (iii) dalam jangka waktu tertentu; (iv) di antara anggota-anggota sebuah sistem sosial (Rogers, 1995:11). Inovasi merupakan sebuah gagasan, tindakan atau objek yang dilihat sebagai hal yang baru oleh individu. Penilaian kebaruan terhadap ide baru ditentukan reaksi tiap individu. Kebaruan dalam inovasi tidak hanya berupa pengetahuan baru, mungkin inovasi telah lama diketahui, tetapi individu belum menentukan sikap suka atau tidak, mengadopsi atau menolak terhadap inovasi (Rogers, 1995:11). Ada lima karakteristik dalam inovasi yaitu (i) keuntungan relatif, yaitu sejauhmana inovasi dinilai lebih baik dibandingkan ide yang digantinya. Tingkat keuntungan relatif dapat dilihat dari bentuk ekonomi, prestise sosial, kemudahan/kenyamanan, dan kepuasan; (ii) kompatibilitas, yaitu sejauhmana inovasi dinilai sesuai dengan nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan kebutuhan potential adopter; (iii) kerumitan, yaitu sejaumana inovasi dinilai sulit untuk dipahami dan digunakan; (iv) kemampuan diujicobakan, jika inovasi dapat diujicoba, biasanya lebih mudah diterima; (v) Kemampuan diamati, yaitu sejauhmana hasil dari sebuah inovasi dapat diamati oleh yang lain. Dengan mudah dilihat hasilnya oleh pengguna, maka pengguna akan lebih mudah menerima inovasi (Rogers, 1995: 15-16). Saluran komunikasi, yaitu alat yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari satu individu ke yang lain. Diperlukan ketepatan dalam memilih saluran komunikasi untuk menyampaikan pesan mengenai ide baru. Ada dua saluran komunikasi yang dapat digunakan dalam proses difusi inovasi, untuk mencapai target khalayak tertentu dengan 215 e-Proceeding | COMICOS 2017 jumlah yang banyak. Tetapi saluran komunikasi interpersonal lebih efektif untuk mempersuasi individu menerima kebaruan ide. Apalagi jika komunikasi interpersonal tersebut dilakukan di antara individu yang memiliki kesamaan status sosial ekonomi, pendidikan, kepercayaan dan lain-lain. Jika terjadi kesamaan maka mengarah pada homofili dan terdapat perbedaan mengarah pada heterofili (Rogers, 1995:17-19). Waktu menjadi elemen ketiga dalam proses difusi inovasi. Ada tiga dimensi dalam waktu pelaksanaan difusi yaitu, (i) proses pengambilan keputusan inovasi, yaitu proses yang dilalui individu sampai memutuskan menolak atau mengadopsi inovasi; (ii) Kelambatan atau kecepatan individu dalam mengadopsi sebuah inovasi yang dibandingkan dengan individu lain dalam suatu sistem sosial; (iii) kecepatan pengadopsian inovasi oleh suatu sistem sosial, biasanya diukur dari jumlah anggota dalam suatu sistem sosial yang mengadopsi inovasi dalam jangka waktu tertentu. Dalam proses pengambilan keputusan inovasi ada lima tahapan yang dilalui yaitu, pengetahuan, persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi. Pengetahuan terjadi ketika individu belajar inovasi yang ada dan memahami bagaimana inovasi digunakan. Persuasi terjadi ketika membentuk sikap baik atau tidak baik terhadap inovasi. Keputusan terjadi ketika individu terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada sebuah pilihan untuk menerima atau menolak inovasi. Implementasi terjadi ketika individu menetapkan untuk menggunakan inovasi. Konfirmasi terjadi ketika individu mencari penguatan keputusan inovasi yang telah dibuat, namun individu dapat membalikkan keputusan sebelumnya jika terpapar pesan yang bertentangan tentang inovasi. (Rogers, 1995:20). Rogers juga menjelaskan bahwa tingkat penerima (adopter) diklasifikasikan menjadi beberapa jenis (Rogers, 1995:21-23), yaitu inovator, yaitu pengadopsi awal (early adopter), early majority, late majority dan terlambat (laggards). Inovator adalah 216 e-Proceeding | COMICOS 2017 individu yang aktif mencari informasi tentang ide baru. Inovator juga harus dapat mengatasi ketidaktentuan terhadap inovasi. Early adopter ialah individu yang memiliki peran sebagai pemuka pendapat (opinion leader) dalam sistemnya. Adopter kategori ini membantu agar suatu inovasi cepat diadopsi. Early majority, kelompok ini mengadopsi ide baru sebelum rata-rata anggota kelompok lain mengadopsinya, tetapi jarang berperan sebagai opinion leader. Late majority, yaitu kelompok yang mengadopsi ide baru sesudah rata-rata anggota kelompok lain mengadopsinya. Laggards, kelompok yang paling akhir mengadopsi sebuah inovasi. Sistem sosial, merupakan kumpulan unit yang saling terkait dan bekerja sama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Anggota atau unit dari suatu sistem sosial dapat terdiri dari individu, kelompok informal, organisasi dan/atau subsistem. Difusi terjadi dalam suatu sistem sosial. Struktur sosial mempengaruhi mempengaruhi difusi, efek norma pada difusi, peran pemuka pendapat dan agen perubahan, jenis keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi (Rogers, 1995: 2324). Pemuka pendapat merupakan individu yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi sikap dan perilaku individu yang lain. Pemuka pendapat ini jika dibandingkan individu lain dalam suatu sistem sosial biasanya lebih terekspos dalam berbagai bentuk dalam komunikasi ekternal dan lebih terpandang, memiliki status sosial yang lebih tinggi, dan lebih inovatif. Pemuka pendapat juga dapat dinilai sebagai rujukan bagi individu lain dalam sistem sosial (Rogers, 1995:22). Selanjutnya, agen perubahan ialah individu yang mempengaruhi keputusan inovasi partisipan sesuai dengan arah yang diinginkan. Agen perubahan memainkan tujuh peranan, yaitu mengembangkan kebutuhan untuk perubahan klien, membangun hubungan untuk pertukaran informasi, 217 e-Proceeding | COMICOS 2017 mendiagnosa masalah, menumbuhkan niat klien untuk berubah, menerjemahkan niat ke dalam tindakan, menstabilisasi adopsi dan mencegah diskontinuitas, dan mencapai hubungan yang telah ditetapkan dengan klien (Rogers, 1995:369). Suatu inovasi juga memiliki konsekuensi. Konsekuensi merupakan suatu perubahan yang terjadi pada individu atau sistem sosial sebagai hasil penerimaan atau penolakan suatu inovasi. Ada tiga jenis dari konsekuensi, yaitu (i) konsekuensi yang diinginkan atau tidak diinginkan, yang bergantung apakah efek inovasi berfungsi atau tidak; (ii) konsekuensi langsung atau tidak langsung, bergantung apakah perubahan individu terhadap inovasi direspon langsung atau sebagai hasil urutan kedua akibat langsung dari sebuah inovasi; (iii) konsekuensi yang terantisipasi atau tidak terantisipasi, bergantung pada apakah perubahan diakui dan diharapkan atau tidak oleh anggota sistem sosial (Rogers, 1995:30-31). Asumsi teoretis Perkembangan TIK dan kebijakan penyelenggaraan e-government menjadi pemicu bagi organisasi publik untuk melakukan inovasi dengan cara mengadopsi TIK dalam berbagai kegiatan penyelesaian tugas dan perintah serta kegiatan komunikasi dalam organisasi. Komunikasi berbasis TIK berpotensi untuk melampaui hierarki tradisional dalam birokrasi di ANRI sehingga sekat dan kekakuan organisasi dapat berkurang dan menjadikan penyampaian informasi lebih mudah dan cepat, serta dapat dilakukan kapan dan di mana pun. Dalam perspektif komunikasi, proses difusi inovasi menjadi hal yang penting dalam melakukan dan mengimplementasikan sebuah inovasi dalam organisasi. Organisasi publik merupakan suatu sistem sosial di mana para anggotanya akan bertukar, membagikan dan menerima informasi. Oleh karenanya difusi inovasi juga terjadi dalam 218 e-Proceeding | COMICOS 2017 organisasi publik, ketika suatu ide baru disampaikan ke dalam sistem sosial di organisasi publik. Selain itu, dalam sebuah difusi inovasi di organisasi publik terdapat pula individu/suatu unit adopsi yang memiliki peranan penting terhadap keberhasilan inovasi, yang meliputi inovator, early adopter dan agen perubahan. Sebuah inovasi yang dilakukan dalam organisasi publik juga akan memiliki konsekuensi inovasi tersendiri. 2. Metodologi Dalam melakukan penelitian ini, penulis bermaksud untuk mengidentifikasi isu mengenai Inovasi Pemanfaatan TIK dalam Komunikasi Agenda Pimpinan di Organisasi Publik dari perspektif anggota organisasi publik sebagai partisipan, memahami makna dan interpretasi yang mereka berikan terhadap perilaku atau kegiatan (Henink, Hutter & Bailey, 2011:9) inovasi pemanfaatan TIK dalam Komunikasi Agenda Pimpinan di Organisasi publik, oleh karenanya, metode penelitian yang akan digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Adapun paradigma penelitian yang digunakan adalah paradigma post positivistik, karena peneliti menggunakan istilah dan konsep dari paradigma positivistik (Patton, 2002:92), dengan teori difusi inovasi yang dikemukakan Rogers dalam membuat desain penelitian. Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan unit kasus tunggal yang diamati kegiatan difusi inovasi e-agenda di ANRI. Studi kasus digunakan untuk memperdalam sebuah realitas mengenai difusi inovasi e-agenda di ANRI. Melalui studi kasus, peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus yang diawati (Poerwandari, 2007:125). Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data melalui wawancara, dengan hanya satu informan yang diwawancarai. Peneliti hanya mewawancarai satu informan karena peneliti memandang bahwa informan tersebut kaya informasi dan dapat memaparkan 219 e-Proceeding | COMICOS 2017 pemahaman utuh mengenai rancangan sampai proses difusi inovasi e-agenda di ANRI. Adapun waktu penelitian dilaksanakan dalam rentang waktu Maret-Juni 2017. 3. Pembahasan E-agenda dan Komunikasi Agenda Pimpinan Pendokumentasian dan penyampaian informasi agenda pimpinan eselon I dan II menjadi salah satu tugas yang diemban sekretaris yang berada di bawah tanggung jawab Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat (Humas). Untuk mempermudah kegiatan tersebut, Subbagian Tata Usaha Pimpinan sebagai salah satu unit kerja setingkat eselon IV yang berada di bawah Bagian Humas dan TU Pimipinan mencoba memanfaatkan TIK untuk melakukan pendokumentasian dan penyampaian informasi tentang agenda pimpinan. E-agenda yang diimplementasikan di ANRI merupakan merupakan suatu aplikasi yang berfungsi untuk pendokumentasian agenda pimpinan secara elektronik yang dapat diakses kapan dan di mana saja, baik melalui personal computer maupun ponsel pintar android. Selain berfungsi sebagai pendokumentasian, melalui e-agenda juga terjadi kegiatan komunikasi berupa penyampaian informasi tentang agenda pimpinan eselon I dan II di lingkungan ANRI. Dengan adanya e-agenda, seluruh pegawai dapat melihat gambaran umum tentang kegiatan/agenda eselon I dan II. Sedangkan bagi pejabat dengan kewenangan yang lebih tinggi dapat melihat lebih detail agenda pimpinan lainnnya. Hal di atas sebagaimana diungkapkan informan: “iya e-agenda pimpinan merupakan pencatatan agenda pimpinan secara elektronik yang bisa diakses kapan saja dan di mana saja, mmm baik melalui komputer maupun HP Android....tapi dengan adanya e-agenda, semua pegawai jadinya juga bisa dapet informasi tentang kegiatan pimpinan, hanya aksesnya terbatas ya, unit kerja juga jadi mudah lihat agenda pimpinan 220 e-Proceeding | COMICOS 2017 jadi nggak usah nanya langsung..... ya kalo pimpinan misal ya, Kepala gitu, beliau memang bisa lihat semuanya sampe detail, saya juga, terus kabag...kalo eselon I lain bisa lihat detail tapi vertikal ke bawah ya ke eselon II nya...iya pak Karo gak bisa, cuma sekarang juga mau disempurnain, biar pak karo bisa lihat detail semua juga...” E-agenda dapat diakses dan dioperasikan oleh pegawai melalui link intranet di personal computer dan ponsel pintar android. Untuk aplikasi di ponsel pintar, pengguna harus memasang aplikasi, dengan terlebih dahulu mengunduh link aplikasi yang telah disediakan pihak ketiga. Data dan informasi yang terdapat dalam e-agenda, hanya dapat diinput oleh Kasubbag Tata Usaha serta sekretaris pimpinan eselon I dan II. Data dan informasi detail yang termuat dalam e-agenda melingkupi: nama pimpinan, tempat kegiatan, tanggal dan waktu pelaksanaan, kebutuhan untuk sdm protokol, pembawa acara, publikasi dan dokumentasi, jika di luar kota maka akan termuat pula nomor penerbangan/nomor kendaraan yang akan digunakan, jam keberangkatan dan hotel yang akan ditempati. Akan tetapi, untuk informasi/gambaran umum hanya memuat nama pimpinan, tempat kegiatan, tanggal dan waktu pelaksanaan. Informan juga menyatakan latar belakang penyusunan e-agenda ini karena kebutuhan penyampaian informasi agenda pimpinan yang cepat serta tidak mengenal ruang dan waktu. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan “.....iya karena kebutuhan akan akses yang cepat terhadap informasi agenda pimpinan, dimana saja dan kapan saja”. Berdasarkan penjelasan yang diungkapkan informan, peneliti memaknai bahwa dengan adanya e-agenda pencatatan dan penyampaian informasi agenda pimpinan eselon I dan II menjadi lebih mudah. Sejauh pengguna dan penginput data memiliki akses dengan internet, maka pencatatan dan penyampaian informasi agenda pimpinan eselon I 221 e-Proceeding | COMICOS 2017 dan II dapat dilakukan kapan dan di mana pun. Keberadaan e-agenda tidak hanya berfungsi pada tujuan pokok untuk melakukan pendokumentasian agenda pimpinan, tetapi juga dapat berfungsi untuk mengomunikasikan kegiatan/agenda pimpinan eselon I dan II. Kegiatan komunikasi tersebut di antaranya berupa: penyampaian gambaran umum agenda pimpinan kepada seluruh pegawai, penyampaian informasi secara mendetail agenda seorang pimpinan dari sekretaris kepada pimpinannya mulai dari pimpinan eselon II ke eselon I secara vertikal serta dari seluruh pimpinan eselon I dan II ke Kepala ANRI, Kepala Bagian (Kabag) Humas dan TU Pimpinan serta Kasubbag TU Pimpinan, koordinasi dan kontrol bagi pimpinan (khusus untuk eselon I) terhadap kegiatan bawahannya. E-agenda, Sebuah Inovasi Pemanfaatan TIK dalam Organisasi Publik Dengan diimplementasikannya e-agenda, telah terjadi perubahan proses penyampaian informasi mengenai agenda pimpinan. Perubahan tersebut baik berupa pemberitahuan dari sekretaris kepada pimpinan atau dari pimpinan kepada seluruh pegawai dan unit kerja. Selain itu, pimpinan eselon I juga dapat melakukan kontrol terhadap agenda eselon II vertikal di bawahnya. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan informan “iya para pimpinan bisa langsung lihat agendanya melalui hp pribadi kapan saja dan di mana saja tanpa harus berinteraksi dengan sekretarisnya..... iya semua pegawai jadinya juga bisa dapet informasi tentang agenda pimpinan hanya aksesnya terbatas ya, unit kerja juga jadi mudah lihat agenda pimpinan jadi nggak usah nanya langsung”. Berdasarkan data tersebut, peneliti memaknai bahwa dengan adanya e-agenda, aktivitas komunikasi dan koordinasi mengenai agenda pimpinan eselon I dan II di lingkungan ANRI telah mengalami perubahan. Penyampaian informasi tentang agenda pimpinan menjadi lebih fleksibel dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Pola seperti 222 e-Proceeding | COMICOS 2017 ini jika mengacu pada pemikiran Pace & Faules (1998) terlihat bahwa ANRI sebagai salah satu organisasi publik telah mencoba menerobos hierarki tradisional dalam mengomunikasikan agenda pimpinan. Pegawai/unit kerja tidak perlu melalui jenjang hierarki dan sekat birokrasi untuk mengetahui agenda pimpinan eselon I dan II. Cukup dengan mengakses melalui intranet personal computer di kantor, para pegawai dapat dengan mudah memperoleh informasi tersebut. Keberadaan e-agenda juga dapat memperlancar penanggulangan hambatanhambatan penyampaian informasi tentang agenda pimpinan karena batas ruang dan waktu. E-agenda pun menjadi salah satu alternatif untuk menghemat waktu bagi berbagai pihak untuk mengetahui agenda pimpinan serta menyediakan kesempatan bagi seluruh pegawai untuk mengetahui agenda pimpinan seluruh eselon I dan II di ANRI. Kendati demikian e-agenda yang dibentuk atas dasar aktivitas pendokumentasian dan penyampaian informasi agenda pimpinan ini telah lama dilakukan oleh pegawai di lingkungan Bagian Humas dan TU Pimpinan, akan tetapi keberadaan e-agenda ini masih dianggap sebagai sesuatu yang baru. Oleh karenanya, keberadaan e-agenda dapat disebut sebagai sebuah inovasi di lingkungan ANRI. Hal ini sebagaimana diungkapkan informaan “Ya baru karena agendanya dapat diakses secara online di mana saja dan kapan saja bahkan pake HP Android sekalipun..... iya e-agenda pimpinan merupakan suatu inovasi pencatatan agenda pimpinan secara elektronik”. Ini sejalan dengan pemikiran Rogers, di mana sebuah objek yang dilihat sebagai hal yang baru oleh individu disebut sebagai inovasi (Rogers, 1995). Informan menganggap bahwa e-agenda merupakan hal baru khususnya dalam pendokumentasian dan penyampaian serta penerimaan informasi agenda pimpinan. Difusi Inovasi E-Agenda 223 e-Proceeding | COMICOS 2017 Sebuah inovasi e-agenda perlu untuk dikomunikasikan melalui saluran dan rentang waktu tertentu kepada para pengguna/targetnya. Hal ini lah yang disebut Rogers (1995) sebagai proses difusi. Pada pembahasan selanjutnya akan dibahas mengenai proses difusi inovasi e-agenda yang mencakup empat elemen utama, yaitu (i) sebuah inovasi; (ii) yang dikomunikasikan melalui saluran tertentu; (iii) dalam jangka waktu tertentu; (iv) di antara anggota-anggota sebuah sistem sosial (Rogers, 1995:11). Berdasarkan data di lapangan informan menyatakan bahwa e-agenda memiliki keuntungan “Ya tentunya ya punya, tentunya akan mempercepat penyampaian informasi dari sekretaris kepada para pejabatnya, dan para pejabatnya juga dapat mengakses dan mengecek jadwal kegiatannya masing-masing secara online, selain itu aplikasi ini punya fitur notifikasi sebagai pengingat agenda yang akan dilaksanakan, seperti fb ya dan seluruh pegawai pun juga bisa tahu agenda-agenda para pimpinan di lingkungan ANRI”. Hal tersebut menjadikan inovasi e-agenda memiliki keuntungan relatif sebagaimana salah satu karakteristik inovasi yang dikemukakan Rogers (1995). E-agenda juga sejalan dengan salah satu nilai-nilai organisasi ANRI, yaitu visioner di mana e-agenda telah mampu menjawab jauh ke depan kebutuhan para penggunanya yang menginginkan akses cepat dan mudah mengenai informasi agenda pimpinan. Hal ini sebagaimana diungkapkan informan “....ya tentunya, di antaranya nilai visioner.. dengan kebutuhan yang teridentifikasi... iya memudahkan para pimpinan untuk memperoleh jadwal agendanya masing-masing, tanpa harus berinteraksi langsung dengan sekretarisnya...iya pak Karo juga punya pengalaman kalau pake online itu info apapun bisa cepat”. Kesesuaian dengan salah satu nilai organisasi ANRI, pengalaman dan kebutuhan dari pengguna menjadikan inovasi e-agenda memiliki nilai kompabilitas sendiri. Dalam e-agenda terdapat beberapa kerumitan yang akan dihadapi oleh para 224 e-Proceeding | COMICOS 2017 pengadopsi. Akan tetapi, informan menyatakan kerumitan itu dapat diatasi melalui bimbingan dan sosialisasi kepada sekretaris. Sebelum diimplementasikan, e-agenda terlebih dahulu melalui masa uji coba. Informan menyatakan “Ya diujicobakan dulu selama 3 bulan, kepada para sekretaris supaya lebih mengenal dan terbiasa menggunakan aplikasi tersebut”. Selain itu, para sekretaris juga dapat melihat hasil pekerjaan yang dilakukan dengan menggunakan eagenda. Informan menyatakan bahwa rekapitulasi hasil pekerjaan dapat langsung diperoleh dengan melakukan print out, tanpa harus melakukan pengetikan manual seperti sebelumnya. Jika kita kaji lebih lanjut secara konseptual, maka penjelasan-penjalan informan di atas memenuhi pemikiran yang dikemukakan Rogers bahwa sebagai sebuah inovasi ada lima karakteristik inovasi, yaitu (i) keuntungan relatif (ii) kompatibilitas (iii) kerumitan (iv) kemampuan diujicobakan (v) Kemampuan diamati (Rogers, 1995: 15-16). Saluran Komunikasi E-Agenda Sebagai sebuah objek baru, maka keberadaan e-agenda harus disampaikan melalui saluran komunikasi tertentu di ANRI. Informan menyatakan penyampaian informasi tentang e-agenda sebagai berikut: “Kita sudah memprogramkan sosialisasi dan pelatihan kepada para sekretaris...di rapat-rapat juga sering dibahas dan kita evaluasi.. untuk pimpinan memang baru sebatas komunikasi melalui nota dinas pak Karo aja sebagai penanggung jawab program ya... iya untuk pimpinan seperti dalam forum khusus kayak sekretaris memang belum dianggarkan, tapi nanti akan dilakukan sambil penyempurnaan.. jadi kalau ada yang ditanyakan melalui sekretarisnya dulu...iya karena pelatihan langsung dirasakan lebih efektif.”. Berdasarkan penjelasan informan di atas, saluran komunikasi yang digunakan 225 e-Proceeding | COMICOS 2017 termasuk kategori saluran komunikasi interpersonal yang dilakukan dengan berbagai teknik tertentu sesuai dengan target khalayak yang dijangkau. Bagi para sekretaris sebagai anggota organisasi yang secara rutin menggunakan e-agenda, komunikasi disampaikan melalui suatu forum sosialisasi, di mana di dalamnya terdapat pula pelatihan penggunaan e-agenda. Pelatihan tersebut dilaksanakan pada 24-25 Maret 2017. Kegiatan pelatihan dipilih karena dinilai lebih efektif, di mana peserta dapat langsung berinteraksi satu sama lain dan mendiskusikan mengenai penggunaan e-agenda. Dalam pelatihan ini, Bagian Humas dan TU Pimpinan juga melibatkan pihak ketiga sebagai perancang teknis dalam penyusunan aplikasi e-agenda, perwakilan pegawai di unit kerja yang memiliki tangung jawab dalam peliputan kelembagaan dan protokoler serta pranata komputer yang memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan data dan informasi di lingkungan Sekretariat Utama. Merujuk pada data tersebut, penulis memaknai bahwa pemanfaatan saluran komunikasi melalui komunikasi internal masih kurang optimal dilakukan, khususnya penyampaian inovasi kepada pimpinan. Jika sekretaris diberikan pelatihan, maka pimpinan eselon I dan II sebagai individu yang juga akan menggunakan e-agenda ini diberikan sosialisasi dalam bentuk lain, misalnya pemaparan program dalam suatu rapat. Memang telah dilakukan komunikasi interpersonal melalui surat dinas, akan tetapi akan lebih efektif jika dilaksanakan sebuah forum khusus yang membahas penyebaran pesan mengenai e-agenda ini. Jangka Waktu Difusi Inovasi E-Agenda Perancangan sampai dengan implementasi e-agenda membutuhkan waktu 1 tahun. Informan menyatakan bahwa waktu tersebut mencakup rapat perancangan dan penyusunan konsep, perancangan flow chart, pembahasan prosedur dan bisnis kerja, 226 e-Proceeding | COMICOS 2017 pembangunan teknis aplikasi dan uji coba. Sebelum diimplementasikan, e-agenda diujicoba dalam rentang waktu Desember 2016 s.d Februari 2017. Uji coba ini dimaksudkan agar sekretaris dalam hal ini pengguna dapat lebih memahami dan terbiasa menggunakan e-agenda. Dalam proses difusi inovasi ini, ada jangka waktu tertentu yang telah dilalui untuk mengadopsi e-agenda. Informan menjelaskan bahwa pada umumnya bagi target utama para sekretaris sudah tergolong cepat untuk mengadopsi e-agenda, hanya masih ditemukan beberapa kendala. Kendati demikian pada bulan Juni seluruh sekretaris sudah menerima inovasi e-agenda. Hal ini sebagaimana diungkapkan informan: “ya karena pembangunan dan pengembagan itu kita melibatkan semua jadi sekretaris ini antusias terhadap inovasi, mereka juga cepat untuk menerimanya....iya, tapi masih juga ditemukan kelambatan untuk mengadopsi, yakni pada sekretaris eselon II...... Ini mungkin diakibatkan karena sekretaris eselon II tidak lagi di bawah tanggung jawab Subbagian TU Pimpinan. Jadi agak sulit dikontrolnya...tapi sih sekitar bulan Juni-an ini yah sudah pakai semua ya..kalau pimpinan juga paling cepet di eselon I kalau eselon II agak mundur, karena sosialisasinya belum terakomodir dan beliau juga sibuk, dan sulit juga mengontrol sekretarisnya karena tidak di bawah TU Pimpinan lagi”. Tingkat Penerima (Adopter) E-Agenda Dalam proses penerimaan e-agenda ada beberapa kategori target utama khalayak dalam menerima inovasi e-agenda. Menurut informan menyatakan: “iya, Bagian Humas dan TU Pimpinan, khususnya Subbag TU Pimpinan yang menginisiasinya, karena merupakan tugas dan fungsinya dalam rangka memberikan layanan ketatausahaan terhadap pimpinan serta menyampaikan informasi tentang agenda pimpinan.......kalau yang pakai pertama dan punya pengaruh ke yang lain eselon I ya, lalu pak karo sebagai 227 e-Proceeding | COMICOS 2017 penanggung jawab program dan anggaran juga...ya baru eselon II lainnya...kalau yang paling sering dan selalu pakai ya Kasubbag TU Pimpinan, lalu Kabag dan Karo karena tugas dan fungsinya dalam rangka memberikan layanan ketatausahaan terhadap pimpinan dan agar memberi contoh yang lain juga...iya informasi sudah siap pegawai juga bisa akses e-agenda jadinya ”. Berdasarkan penjelasan informan di atas, jika merujuk pada konsep yang dikemukakan Rogers (1995), maka yang berperan sebagai inovator adalah Bagian Humas dan TU Pimpinan. Early adopter dalam proses ini adalah eselon I diikuti oleh eselon II. Pejabat tersebut masuk kategori pengadopsi ini karena individu pada klasifikasi ini memiliki peran sebagai pemuka pendapat dalam organisasi, lebih terekspos dalam berbagai bentuk dalam komunikasi ekternal dan lebih terpandang serta memiliki status sosial yang lebih tinggi. Selain kategori tersebut, ada juga individu yang memiliki peran mempengaruhi keputusan inovasi partisipan sesuai dengan arah yang diinginkan atau yang disebut sebagai agen perubahan, yaitu para sekretaris eselon I dan II. Informan menyatakan: “....Sekretaris juga, karena data dan informasi yang ada di e-agenda itu karena pekerjaan mereka yang terus menginput dan menyampaikan agenda pimpinan di eagenda........ Begini, kalau semua pencatatan dan penyampaian informasi sudah ada di e-agenda, maka pimpinan dan pegawai lain tinggal melihat itu di e-agenda. Jadi pimpinan dan pegawai juga terus akhirnya lihat e-agenda”. Kekonsistenan para sekretaris termasuk Kasubbag Tata Usaha menggunakan e-agenda menjadi salah satu faktor penting yang dapat memicu para pegawai dan pimpinan untuk akhirnya menggunakan e-agenda. Selain peran sekretaris dan Kasubbah TU sebagai agen perubahan yang mampu 228 e-Proceeding | COMICOS 2017 memberikan implikasi bagi individu lain untuk menggunakan e-agenda, berdasarkan pernyataan informan juga penulis memaknai bahwa komitmen dari pimpinan yang bertanggung jawab atas inovasi penggunaan e-agenda penting untuk dimiliki agar menjadi rujukan dan inovasi tetap konsisten dijalankan. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam: “....Iya dari awal memang mendukung ya, terutama Pak Karo juga sebagai pimpinan terus mendukung pekerjaan yang online, karena info apapun bisa cepat. Penyempurnaan dan perbaikan juga pak Karo selalu intens menyampaikan kepada kami.... Iya beliau selalu pakai dan monitoring jadi yang lainnya juga mengikuti....iya dari awal ada komitmen dan dukungan pimpinan”. Konsekuensi Inovasi E-Agenda Setelah digunakannya e-agenda, ada beberapa hal yang mengalami perubahan. Perubahan tersebut sebagaimana diungkapkan informan: “.....agendanya dapat diakses secara online di mana saja dan kapan saja bahkan melalui HP Android sekalipun..... semua pegawai bisa memperoleh informasi tentang agenda pimpinan dengan pakai eagenda.... pengingat agenda yang akan dilaksanakan, ya kaya fb..... Tidak ada lagi pencatatan secara manual dan meminimalisasi interaksi langsung dengan sekretaris terkait informasi jadwal pimpinan”. Berdasarkan penjelasan informan tersebut, peneliti memaknai bahwa keberadaan inovasi e-agenda memberikan konsekuensi tersendiri, baik bagi pimpinan eselon I dan II, sekretaris pimpinan dan seluruh pegawai di ANRI. Jika kita mengacu pada konsep yang dikemukakan Rogers (1995) yang membahas mengenai konsekuensi sebuah inovasi, jika dilihat dari efek fungsi inovasi, maka konsekuensi e-agenda ini tergolong 229 e-Proceeding | COMICOS 2017 pada konsekuensi yang diinginkan. Jika dilihat berdasarkan perubahan individu terhadap inovasi maka tergolong pada konsekuensi langsung dan jika dilihat berdasarkan apakah perubahan diakui atau diharapkan maka tergolong konsekuensi yang terantisipasi. E-agenda tergolong pada konsekuensi langsung, karena dengan diadopsinya inovasi e-agenda, maka menghadirkan fungsi baru, di mana tidak lagi diperlukan pencatatan manual, pegawai dan pimpinan pun dapat memperoleh informasi agenda pimpinan tanpa dibatasi ruang dan waktu. E-agenda juga menimbulkan konsekuensi yang diinginkan, hal ini terlihat karena para individu baik pada tingkatan sekretaris dan pimpinan bergerak melakukan perubahan dengan menggunakan e-agenda. Kebiasaankebiasaan lama seperti pencatatan maunal maupun komunikasi/interaksi langsung antara pimpinan dengan sekretaris ataupun antara sekretaris dengan pegawai yang membahas informasi agenda pimpinan sudah diminimalisir, bahkan untuk pencatatan sudah tidak lagi dilakukan. Selain itu, e-agenda juga membawa konsekuensi yang terantisipasi, di mana terlihat bahwa individu di ANRI mengakui keberadaan dan mengharapkan adanya e-agenda. Konsekuensi-konsekuensi tersebut dapat terjadi karena adanya perasaan anggota organisasi menjadi bagian dalam membangun sebuah inovasi. Hal tersebut terlihat karena ketika di awal penyusunan e-agenda, telah melibatkan berbagai pihak untuk memperoleh masukan. Ini sebagaimana diungkapkan informan: “ya karena pembangunan dan pengembagan itu kita melibatkan semua jadi sekretaris ini antusias terhadap inovasi, mereka juga cepat untuk menerimanya”. Informan juga menuturkan bahwa para sekretaris dan pimpinan yang memiliki pengetahuan dan kemampuan menggunakan teknologi dan internet dapat lebih mempercepat diterimanya penggunaan e-agenda, sebagaimana disebutkan informan: “.....Mereka terlibat dan memang sudah 230 e-Proceeding | COMICOS 2017 pada senang menggunakan komputer ya, jadi tidak harus manual lagi........ Yah semuanya sih bisa mengikuti, hanya yang jarang atau kurang pakai gadget harus dibimbing lebih intens, tapi bisa sih mengikuti...... Iya pimpinan juga kami terus koordinasi dan menyampaikan informasi mengenai penggunaannya”. Dari berbagai konsekuensi yang muncul, dalam implementasi aplikasi e-agenda juga masih perlu penyempurnaan. Selain itu faktor teknis, seperti ketersediaan server khusus yang belum mempengaruhi kecepatan akses penggunaan e-agenda. 4. Penutup 4.1 Simpulan E-agenda dipandang sebagai sebuah inovasi bagi pimpinan dan sekretarisnya dalam mengomunikasikan setiap kegiatan serta bagi seluruh pegawai ANRI dalam hal mengomunikasikan dan menyampaiakan informasi tentang pimpinan eselon I dan II. Eagenda dianggap memberikan kemudahan dan kecepatan dalam melakukan komunikasi agenda pimpinan dan sebagai sebuah ruang terbuka penyampaian informasi tentang agenda pimpinan kepada seluruh pegawai. Dalam melakukan difusi inovasi e-Agenda, Bagian Humas dan Tata Usaha Pimpinan merupakan unit kerja yang berperan sebagai inovator menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk menyebarkan inovasi. Saluran komunikasi yang digunakan adalah saluran komunikasi interpersonal, seperti melalui sosialisasi, pelatihan dan penyampaian surat dinas kepada tiap pimpinan. Proses inovasi penggunaan e-agenda membutuhkan waktu bagi pimpinan karena pengetahuan dan kemampuan penggunaan TIK yang berbeda-beda serta adanya kendala teknis yang masih membutuhkan penyesuaian dan penyempurnaan. Ada beberapa kategori adopter dalam difusi inovasi ini, yaitu Eselon I dan II ANRI berperan sebagai early adopter dan para sekretarisnya berperan sebagai agen perubahan. Early adopter dan agen perubahan 231 e-Proceeding | COMICOS 2017 menjadi kunci dalam proses difusi inovasi e-agenda. Ketertarikan early adopter dan agen perubahan terhadap penggunaan TIK menjadi faktor penting dalam menentukan kecepatan difusi inovasi e-agenda. Apalagi early adopter dalam konteks ini termasuk kategori pejabat publik yang memiliki kewenangan lebih tinggi, lebih terekspos dalam berbagai bentuk dalam komunikasi ekternal dan lebih terpandang serta memiliki status sosial yang lebih tinggi. 4.2 Saran Berdasarkan penelitian ini, saran yang dapat disampaikan penulis yaitu dalam melakukan difusi inovasi di instansi pemerintah diperlukan komitmen dan konsistensi dari pimpinan dan agen perubahan agar suatu inovasi berhasil dilakukan. Komitmen bagi pimpinan ini penting dilaksanakan dalam hal penyusunan konsep inovasi, penganggaran kegiatan, kebijakan penyediaan sarana dan prasarana, monitoring pelaksanaan inovasi, dan evaluasi inovasi untuk menyusun kembali penyempurnaan suatu inovasi. Selain itu, pimpinan juga perlu untuk konsisten menggunakan inovasi, sehingga dapat menjadi rujukan anggota organisasi lainnya. Sedangkan bagi agen perubahan, komitmen dan konsistensi dibutuhkan dalam menggunakan dan menginternalisasi suatu inovasi sehingga menjadi kebiasaan atau kegiatan rutin dalam organisasi. Dengan demikian diharapkan anggota organisasi lain tergerak untuk menggunakan produk inovasi sebagaimana yang telah diadopsi oleh agen perubahan dan early adopter. Daftar Pustaka Henink, Monuiue. Hutter, Inge &Bailey, Ajay. (2011). Qualitative Research Methods. Chennai: Sage Publication. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-government. 232 e-Proceeding | COMICOS 2017 Littlejohn, Stephen W & Foss, Karen A.. (2009). Teori Komunikasi, Edisi 9. Alih bahasa: Mohammad Yusuf Hamdan. Jakarta: Salemba Humanika. Ngafifi, Muhamad. (2014). Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia dalam Perspektif Sosial Budaya. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Volume 2, Nomor 1. Diakses di http://journal.uny.ac.id/index.php/jppfa/article/view/2616/2171 pada 15 Mei 2017. Pace, R. Wayne dan Faules, Don F. (1998). Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Alih bahasa: Deddy Mulyana, Engkus Kuswarna dan Gembirasari. Bandung: Rosda. Patton, Michael Quinn (2002). Qualitative Research & Evaluation Methods. 3rd edition. USA: Sage Publication. Poerwandari, E. Kristi. (2007) Pendekatan Kualitatif, Penelitian Perilaku Manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi UI. Presiden.ri.go.id. (2015). Presiden Jokowi : Penggunaan Sistem E-Government Syarat Pemerintah Terbuka. Diakses di http://presidenri.go.id/berita-aktual/presidenjokowi-penggunaan-sistem-e-government-syarat-pemerintah-terbuka.html pada 15 Mei 2017. Rogers, Everett M.. (1986). Communication Technology , The New Media in Society. New York: The Free Press. Rogers, Everett M.. (1995). Diffusion of Innovation Fourth Edition. New York: The Free Press. Rusmiarti, Dewi Ariningrum. (2015). Analisis Difusi Inovasi Budaya Kerja dan Pengembangan Budaya Kerja pada Organisasi Birokrasi (Proses Difusi Budaya Kerja 233 e-Proceeding | COMICOS 2017 dan Aplikasi Web MRF di BKKBN Pusat). Tesis. FISIP UI. 234 e-Proceeding | COMICOS 2017 ANALISIS ISI KAMPANYE KANDIDAT GUBERNUR JAKARTA PERIODE DESEMBER 2016 – FEBRUARY 2017 DI MEDIA SOSIAL (STUDI KASUS : FACEBOOK DAN INSTAGRAM) Mungky Diana Sari, M.I.K. (Binus University), Algooth Putranto, M.I.Kom (Paramadina University), Christiani Ajeng Riyanti, M.I.Kom (Atmajaya University of Jakarta). Jl. K.H Syahdan No. 9, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat – 11480 ([email protected], [email protected], [email protected]) Abstract KPU Regulation No.7/2015 and No.123/2016 on Campaign had change the games in promoting candidacy to their voters. The law regulated four aspects of campaign among others are campaign material, distribution of campaign material, advertisement on print and electronic media and public debate. This research aim to analyze the content of the campaign materials from Jakarta governor candidates social media from December 2016 to February 2017 uses content analysis method. The analysis shows that AhokDjarot campaign is more serious prepared. Social media activism has to embrace the principles of popular culture of consumption that are light package, headline appetite and trailer vision. Abstrak UU KPU No.7/2015 dan No 123/2016 telah mengubah peta strategi para kandidat dalam berkomunikasi pada pemilih mereka. UU tersebut mengatur empat aspek yaitu materi kampanye, penyebaran materi kampanye, iklan di media cetak dan elektronik dan debat publik. Sosial media sebagai media kampanye belum diatur oleh undang-undang ini. Penelitian ini menganalisa materi kampanye kandidat Gubernur Jakarta di sosial media periode Desember 2016 sampai Februari 2017 menggunakan metode analisis isi dengan pendekatan kualitatif. Hasil analisa kandidat AhokDjarot lebih terkonsep. Aktivitas di sosial media harus memperhatikan prinsip konsumsi budaya popular yaitu light package, headline appetite dan trailer vision. Kata kunci : Analisa Isi Media Sosial, Pilkada DKI Jakarta, Light Package, Headline Appetite, Trailer Version 1. Pendahuluan Pemilihan umum selalu menjadi ajang kompetisi banyak kelompok untuk memperlihatkan kepiawaian mereka dalam berpolitik melalui berbagai hal, termasuk memanfaatkan media sosial sebagai salah satu sarana penunjang kampanye. Selain low cost, media sosial juga dinilai dapat menjangkau pemilih yang lebih luas dan lebih efektif. Strategi ini pun tidak luput dari incaran para kandidat calon Gubernur DKI Jakarta untuk menggunakan media sosial ini, terutama untuk menjangkau para pemilih 235 e-Proceeding | COMICOS 2017 muda dan pemula yang merupakan pengguna terbesar media sosial. Penelitian ini fokus pada dua kandidat yang terpilih pada putaran dua dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Alasannya, dua dari tiga kandidat yang maju berkompetisi dalam bursa pemilihan Gubernur DKI Jakarta untuk periode 2017 – 2020 lebih serius menggarap media sosial mereka dari satu pasang kandidat yang lain pada putaran pertama. Sejak direvisinya UU Pilkada menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, menyebutkan bahwa pemilu daerah untuk Gubernur, Bupati dan Walikota dilakukan serentak di seluruh Indonesia. Salah satu yang tidak luput tentunya daerah ibukota DKI Jakarta. DKI Jakarta sebagai ibukota negara Republik Indonesia menjadi sorotan nasional. Pasalnya, Jakarta bukan saja sekadar ibukota negara, namun juga sebuah kota metropolitan, tempat berbaurnya berbagai suku, ras dan agama. Jakarta sebagai sebuah wilayah di Indonesia yang multikultur menjadi penting untuk di sorot karena penduduknya yang juga terdiri dari berbagai kelas ekonomi dan sosial. Serta, Jakarta adalah sebuah Indonesia mini, kemenangan pada pilkada DKI Jakarta merupakan indikator kemenangan pada pemilihan presiden 2019 nanti. Namun yang menarik dari Jakarta adalah penggunaan internet yang besar. Data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2016, Jawa menempati peringkat teratas penggunaan internet se-Indonesia sebesar 65%. Dari angka itu dapat dilihat bahwa dengan jumlah penduduk tertinggi di Indonesia yang berada di Pulau Jawa, memberikan dampak juga bagi penggunaan internet di Indonesia. Dengan penggunaan internet sebesar itu mayoritas penggunanya adalah mahasiswa sebesar 89%. Data itu menunjukkan bahwa dengan pengguna internet terbesar adalah usia remaja dan produktif. Namun dari keseluruhan konten yang diakses oleh para pengguna internet adalah media sosial, sebesar 97%. Dengan demikian, media 236 e-Proceeding | COMICOS 2017 sosial menjadi platform penting dalam penyebaran informasi kepada masyarakat. Media sosial menjadi sangat penting hari ini sebagai akses penyebaran informasi yang sangat efektif dan low cost (atau bahkan tidak mengeluarkan biaya sama sekali). Dengan biaya yang sangat murah dan pengguna internet yang besar, memungkinkan penyebaran informasi lebih tepat sasaran. Menurut data APJII jenis media sosial yang sering banyak digunakan adalah Facebook sebesar 54% dan Instagram sebesar 15%. Dengan angka sebesar itu, maka penelitian ini memilih menggunakan Facebook dan Instagram. Alasan lain kami memilih Facebook dan Instagram dalam penelitian ini adalah mayoritas pengguna dua media sosial itu adalah remaja dan dewasa yang usia produktif (21 – 40 tahun). Dari data Facebook pada tahun 2014 (Kompas.com) usia pengguna Facebook antara 18 hingga 34 tahun. Indonesia sendiri merupakan pengguna Facebook dengan peringkat nomor empat di dunia setelah Amerika Serikat, India dan Brazil. Hal yang sama juga terjadi pada Instagram, dimana usia penggunanya antara 18 hingga 34 tahun (Okezone). Angka usia itu menunjukkan bahwa remaja dan usia dewasa awal lebih banyak menggunakan Facebook dan Instagram. Artinya, penyebaran pesan akan lebih efektif melalui dua media sosial tersebut, terutama pada kelompok usia 18-34 tahun. Menurut data Cyrus 2016, usia pemilih DKI Jakarta terbanyak berada antara usia 17 – 40 tahun. Dengan angka itu, maka penyampaian pesan melalui media sosial kepada kelompok tertentu akan lebih efektif. Dalam Pilkada DKI Jakarta saat ini ada tiga pasang calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang akan berkompetisi. Pasangan nomor 1 adalah Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni (AHYSylvi). Pasangan nomor 2 adalah Basuki Tjahaja 237 e-Proceeding | COMICOS 2017 Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat (AhokDjarot). Sedangkan pasangan nomor 3 adalah Anies Baswedan dan Sandiaga Uno (AnisSandi). Dari ketiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur itu, Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat adalah kubu petahana. Basuki atau yang akrab dipanggil Ahok lebih familiar di masyarakat. Hal itu dikarenakan, selain karena petahana juga karena beberapa isu yang menarik dirinya, seperti kasus penistaan agama yang sedang berjalan saat ini. Akan tetapi Ahok juga dikenal masyarakat karena kebijakan-kebijakannya yang sangat progresif dalam mereformasi birokrasi di Pemda DKI Jakarta. Ahok sendiri naik menjadi Gubernur DKI Jakarta karena menggantikan Joko Widodo yang saat itu menjabat sebagai Gubernur naik menjadi Presiden Republik Indonesia. Setelah Ahok naik menggantikan Joko Widodo, partai pengusung Joko Widodo dan Ahok, yaitu PDI Perjuangan kemudian memilih Djarot Syaiful Hidayat menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta. Dalam sejarah kepemimpinan DKI Jakarta, dimana mayoritas masyarakatnya adalah muslim dan Jawa, baru kali ini di pimpin oleh seorang pemimpin dari kelompok minoritas dan dari etnis yang juga minoritas. Sehingga Ahok seringkali diserang oleh lawan-lawan politiknya dan juga haters-nya dengan isu SARA. Pasangan lain yaitu Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni. Mereka berdua di usung oleh Partai Demokrat, dimana Agus sendiri adalah putra pertama dari Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan Ketua Dewan Pembina partai yang didirikannya itu. Latar belakang Agus sendiri adalah militer, dan belum pernah terpilih menjadi pemimpin di daerah manapun, bahkan masuk dalam struktur kepartaian yang dipimpin oleh ayahnya. Sedangkan pasangannya, Sylviana Murni adalah pegawai Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang telah berkarir sekitar 31 tahun dengan posisi terakhir sebagai Deputi Gubernur DKI Jakarta dalam bidang budaya dan 238 e-Proceeding | COMICOS 2017 pariwisata periode 2015-2016. Pasangan terakhir, Anies Baswedan, adalah seorang akademisi. Setelah lulus dari program doktoralnya dari University of Illinois, Amerika Serikat, Anies Baswedan terpilih menjadi Rektor Universitas Paramadina Jakarta kelima sejak didirikannya universitas itu oleh salah satu cendekiawan muslim terkenal era Orde Baru, Nurcholish Madjid. Setelah menjadi rektor, Anies Baswedan mulai dikenal oleh publik, terutama sejak ia mendirikan program Indonesia Mengajar. Program itu dinilai oleh banyak orang sebagai suatu terobosan yang baik, untuk mendukung perbaikan mutu pendidikan di Indonesia, dengan mengirimkan anak-anak muda terpilih menjadi guru sekolah dasar selama satu tahun di pelosok dan daerah tertinggal di Indonesia. Program itu kemudian meroketkan nama Anies Baswedan. Kemudian pada tahun 2013 ia mendaftar dalam Konvensi Calon Presiden dari Partai Demokrat. Namun setelah setahun tidak ada satupun dari calon-calon dalam Konvensi itu yang memiliki kepopuleran cukup untuk maju menjadi RI 1. Gagal menjadi RI 1 melalui Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat, Anies Baswedan kemudian memilih untuk menjadi tim sukses dari Presiden Joko Widodo pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014. Setelah Jokowi terpilih menjadi Presiden, Anies kemudian mendapat jabatan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Namun belum genap dua tahun menjadi Mendikbud, Anies Baswedan di reshuffle pada tahun 2016 lalu, dan akhirnya maju dalam bursa Pilkada DKI Jakarta saat ini. Anies maju di usung justru oleh partai-partai oposisi pemerintah. Meski ada tiga pasang calon yang maju dalam bursa Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2017, penelitian ini hanya memilih dua pasang calon. Hal itu disebabkan satu pasang lainnya tidak serius menggarap media sosialnya dan tidak lolos dalam putaran kedua Pilkada DKI Jakarta. 239 e-Proceeding | COMICOS 2017 Dalam penelitian ini, ada beberapa isu yang akan diangkat untuk di kelompokkan dalam melihat akun-akun resmi dari kedua pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur itu. Pertama adalah isu light package, headline appetite, dan trailer version. Light package adalah isi pesan yang ringan dan mudah dicerna tanpa perlu mengeryitkan dahi. Headline appetite adalah karakter pesan yang padat seperti berita utama di televisi, yang hanya perlu memperhatikan sekilas saja untuk tahu isinya. Sedangkan trailer version berkaitan dengan pesan yang sudah disederhanakan dan sensasional (Lim, 2013). Hal lain yang menjadi perhatian peneliti adalah diterbitkannya peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 7 Tahun 2015 dan No. 123 Tahun 2016 tentang Kampanye mengalami perubahan mengenai aturan kampanye bagi para peserta pemilu. Di dalam aturan tersebut mengatur empat aspek kampanye yaitu materi kampanye, distribusi materi kampanye, iklan kampanye pada media cetak dan elektronik serta debat publik. Tidak ada aturan mengenai kampanye di media sosial oleh KPU. Dalam perkembangannya, walaupun media sosial dipandang sebagai low cost media akan tetapi media sosial telah bergerak menjadi media iklan yang semakin dilirik oleh para pemilik brand dan kandidat partai politik. Seperti dilansir oleh Antara News, iklan di media sosial diperkirakan meroket pada 2019. Hal ini seiring dengan kecepatan internet dan ekspansi media sosial di perangkat seluler (http://www.antaranews.com/berita/599820/iklan-di-media-sosial-meroket-pada-2019). Berdasarkan catatan marketeers.com, InstagramAd banyak menjadi pilihan para pemilik brand, kemudian Youtube dan Facebook. (http://marketeers.com/ini-tren-media-sosialdari-kacamata-agensi-periklanan/). Prediksi kedepan Youtube akan tersalib oleh Facebook. Hal ini disebabkan karena Facebook memiliki fitur video yang memiliki kelebihan tidak dipotong oleh iklan. 240 e-Proceeding | COMICOS 2017 Fenomena media sosial sebagai media iklan luput dari perhatian KPU. KPU kurang awas dengan perkembangan era digital ketika setiap berita dan iklan masuk ke setiap pribadi melalui aplikasi media sosial dan berita di perangkat seluler, tablet dan laptop mereka. Bahwa telah terjadi pergeseran perilaku konsumsi media, yang semula dari media cetak dan elektronik ke media digital. Para kandidat dan tim mereka menyadari fenomena ini dan menjadikan strategi kampanye digital sebagai poin penting untuk digarap. 2. Kajian Teoritis Merlyna Lim (2013) menyebutkan media sosial adalah tentang hubungan sosial dan jaringan sosial. Dalam penelitiannya, Lim menyebutkan Indonesia sebagai sebuah “Twitter Nation”. Hal itu merujuk pada aktivitas orang-orang Indonesia yang sangat besar dalam menggunakan media sosial. Tidak hanya itu, analisa Lim berdasarkan laporan CNN sebelumnya yang menyebutkan bahwa, tidak seperti kebanyakan pengguna media sosial di banyak negara yang menggunakan media sosial sebagai sarana hiburan, orang-orang Indonesia sudah mulai menggunakan media sosial sebagai sarana perubahan (baca: menjadi alat untuk gerakan sebuah perubahan). Menurut Lim, media sosial di Indonesia bahkan disebutkan sebagai pilar kelima dalam negara Indonesia. Lantaran penggunaannya bukan hanya sebagai alat berkomunikasi ataupun mencari hiburan, namun menjadi alat untuk memobilisasi massa, seperti dalam kasus Prita Mulyasari dan kasus KPK vs Polri beberapa waktu lalu. “With such expansion, some might expect social media to be utilized greatly for political and social evets. Previous studies, indeed, demonstrate that the internet has had some major political roles in Indonesian society.” (Merlyna Lim, 2013). Media sosial dewasa ini, bahkan memainkan peran penting dalam aktivitas politik di sebuah wilayah. Gainous dan Wagner (2014) menyebutkan media sosial dalam bidang 241 e-Proceeding | COMICOS 2017 politik sudah bergeser perannya menjadi sebuah keterwakilan dari aspirasi masyarakat. Hal itu dikarenakan, fungsi media sosial yang berperan sebagai penyebar pesan, bukan saja menjadi alat penyebaran, namun juga menjadi sebuah alat kontrol bagaimana pesan di sebarkan oleh pembuat atau penyebar pesan. “Social media alters the political calculus in the United States by shifting who controls information, who consumes information, and how that information is distributed.” (Gainous and Wagner, 2014). Bukan saja sebagai penyebar pesan dan alat kontrol, media sosial kini juga menjadi alat untuk membuat sebuah opini publik. Jika dulu peran tersebut dijalankan oleh media massa, kini kegunaannya bergeser pada media sosial sebagai wadah warganet untuk saling bertukar informasi. Media sosial sangat mungkin juga berpengaruh besar dalam pergerakan politik, seperti yang terjadi pada Arab Spring. Bukan saja menjadi alat pergerakan, namun juga media sosial digunakan oleh para politikus untuk meraih suara menjelang pemilihan umum. Kemenangan Barack Obama menjadi Presiden Amerika Serikat pun tidak luput dari peran media sosial (Katz, Barris dan Jain, 2013). Kekuatan media sosial tidak dapat diremehkan hanya sekadar sebagai sebuah media hiburan bagi masyarakat. Namun media sosial juga menjadi tempat aspirasi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan pandangannya tentang sebuah isu atau hal. Media Sosial Dalam Politik Ada strategi-strategi yang digunakan jika berbicara mengenai hubungan media sosial dan kampanye politik. Silih Agung Wasesa (2011) para aktor politik menggunakan para buzzer untuk meraih suara melalui berbagai platform, termasuk media sosial. Menurut Wasesa, buzzing adalah bagaimana pesan politik diolah sebagai bahan pembicaraan positif di masyarakat dan menggerakkan target dengan membangun 242 e-Proceeding | COMICOS 2017 kesadaran sendiri melalui pesan yang disebarkan. Tujuan dari buzzing sendiri yaitu untuk membentuk dan menaikkan citra dari politisi tersebut. Buzzer adalah orang yang melakukan kegiatan buzzing. Biasanya mereka adalah public figure atau seseorang yang mempunyai banyak follower di media sosial. Dalam kampanye politik, buzzer bisa juga seorang selebriti. Saat ini sudah jamak selebriti digunakan sebagai buzzer dalam kampanye politik, terutama dalam meraih suara di media sosial. Meskipun demikian, memakai jasa selebriti dalam kampanye politik bukanlah hal yang baru. Hal ini sudah terjadi dalam pemilu Amerika Serikat sejak tahun 1920 yang membawa Franklin D. Roosevelt menjadi Presiden Amerika. Namun jasa selebriti pada masa dahulu lebih fokus pada penggalangan dana dan meet-and-greets, sekarang peran itu merambah pada terlibat langsung dalam kampanye politik dan secara terang-terangan menyatakan pandangan mereka terhadap orang yang membayar mereka. (Harvey, 2014). Selain itu, media sosial merupakan cara yang efektif antara politikus dengan masyarakat. (Pǎtruţ dan Pǎtruţ, 2014) Menurut Keric Harvey (2014), penggunaan media sosial saat ini sangat terikat dalam kegiatan sehari-hari masyarakat. Dimana, hal pertama yang mereka lakukan pertama kali adalah mengecek akun media sosial mereka, dan menjadi hal terakhir yang dilihat sebelum memejamkan mata. Hal ini menunjukkan bahwa keterikatan antara media sosial dan penggunanya sangat erat. Harvey bahkan menyebutkan jika media sosial sudah menjadi candu bagi para penggunanya. Dengan terus meningkatnya para pengguna media sosial, menjadikan media sosial sebagai platform baru untuk berbagai hal termasuk promosi dan ruang diskusi. Facebook adalah the most popular social network in the world (Harvey, 2014). Menurut data Alexa.com, Facebook menduduki peringkat teratas dalam 243 e-Proceeding | COMICOS 2017 Konten-konten yang ada di media sosial bukan saja sekadar kata biasa, namun lebih dari itu merupakan representasi pikiran dan ataupun pesan yang sengaja ingin di sampaikan pada target tertentu. Menurut Meikle dalam Wittkower (2010) cara berkomunikasi di Facebook (dan termasuk Instagram) memiliki kelebihan dalam aplikasi berkomunikasi dua arah daripada media sosial lainnya. Meikle berpendapat, jika media sosial lain cara berkomunikasi dua arah, tidak menyediakan tempat berkomunikasi dalam ruang waktu yang sama (baca: chatting ataupun melalui comments dan share serta reaksi), Facebook menyediakan itu dalam satu aplikasi. Sedangkan menurut Kumpel, Karnowski dan Keyling (2015) tindakan seseorang melakukan sharing ataupun membagikan postingan orang lain, dilandasi karena adanya motif. Selain itu, dalam membagikan konten atau link, para warga Facebook cenderung lebih menyukai video dari jenis konten lainnya. Hal itu disebabkan, dibandingkan dengan media seperti Youtube, fitur video di Facebook lebih di sukai dari media lain. Menurut Koetsier (Forbes, 2017) fitur video Facebook ter-setting dapat dimainkan secara otomatis ketika kita men-scroll kebawah atau ke atas, kecuali bila kita me-setting berbeda, sedangkan Youtube harus di sentuh terlebih dahulu. Selain itu, video Facebook tidak terganggu oleh iklan, seperti di Youtube. 3. Metodologi Menurut Drisko dan Maschi (2011) penelitian analisis isi tidak terbatas pada metode kuantitatif saja, seperti yang dipahami oleh para peneliti selama ini. Penelitian analisis isi, dimana bertujuan untuk mengetahui makna dari sebuah teks dan dapat di tiru dan disimpulkan secara valid dalam penggunaannya. Menurut Weber (1984) dalam Drisko dan Maschi, kesimpulan ini dapat dilihat melalui pengirim pesan, penerima pesan, pesan itu sendiri dan bagaimana dampaknya. Metode analisis isi selain dapat digunakan 244 e-Proceeding | COMICOS 2017 untuk mengidentifikasi sebuah pesan, pandangan dan kepentingan dari seseorang atau kelompok, juga dapat digunakan dalam mengevaluasi pekerjaan untuk membandingkan isi komunikasi terhadap dokumen sebelumnya. Bila dengan metode kuantitatif, penggunaan analisis isi biasanya dengan menghitung kata yang sering muncul, namun dengan metode kualitatif, analisis isi lebih kepada pendekatan interpretasi. Akan tetapi beberapa penelitian sosial, para peneliti juga menggunakan analisis isi dengan pendekatan semiotika untuk membedakan makna denotatif dan konotatif. Makna denotatif dapat diartikan sebagai tanda awal yang berkaitan dengan literasi, akal sehat, atau arti tertentu. Sedangkan konotatif diartikan sebagai penggabungan elemen-elemen individu dalam teks untuk memahami keseluruhan makna. Dalam analisis isi dengan pendekatan kualitatif, fokus penelitian lebih di utamakan pada kesimpulan makna pada sebuah narasi melalui interpretasi. Analisa isi interpretasi merupakan pendekatan dimana peneliti membuat kesimpulan umum dan menginterpretasikan daripada menghitung kata atau metode kuantitatif lainnya. Analisa isi interpretasi biasanya melihat teks secara umum. Meski demikian metode ini juga dapat menggunakan data. Penelitian ini juga untuk mencari makna secara sistematis dan transparan namun tidak menjamin keobjektivitasan dari makna tersebut. Penelitian ini akan fokus pada analisa akun resmi para kandidat calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta 2017. Pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat dengan alamat resmi akun Facebooknya yaitu AhokDjarot. Sedangkan akun Instagramnya beralamat di @AhokDjarot. Sementara Anies Baswedan dan Sandiaga Uno mempunyai alamat Facebook JakartaMajuBersama, dan Instagram @JakartaMajuBersama. Akun-akun resmi dari para kandidat di buat secara resmi ketika 245 e-Proceeding | COMICOS 2017 masa kampanye dimulai, yaitu pada bulan Desember 2016 dan di tutup pada detik-detik sebelum hari pemungutan suara pada 14 Februari 2017. Namun karena Pilkada DKI Jakarta berlangsung dua putaran, maka pada kampanye putaran kedua akun-akun tersebut kembali aktif, dan ditutup permanen menjelang hari pemungutan suara akhir 18 April 2017. Data primer dari penelitian ini terdiri dari postingan-postingan akun-akun resmi para pasangan kandidat. Sedangkan data sekunder berupa buku dan jurnal. Validasi penelitian ini menggunakan triangulasi sumber. Dimana data akan disandingkan dengan teori-teori terkait. Postingan-postingan yang dianalisa akan dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu light package, headline appetite dan trailer version. Dan dikelompokkan lagi menjadi beberapa isu, termasuk isu pengenai penistaan agama. Selain itu juga postingan dengan label “sponsored”. Label “sponsored” kami masukkan dalam analisa ini karena label ini adalah postingan berbayar, sehingga para pengiklan dapat meminta siapa saja yang menjadi target, demografi, usia, wilayah tinggal dan jenis kelamin. 4. Temuan Kami akan membagi penelitian ini menjadi tiga kelompok. Yang pertama yaitu postingan berdasarkan light package. Dimana analisa akan di fokuskan pada postingan yang ringan, dan tidak berat atau tidak memerlukan waktu untuk berpikir memahami postingan tersebut. Kedua, postingan berdasarkan headline appetite, yaitu pesan singkat seperti dalam headline berita. Sedangkan yang ketiga adalah trailer version. Dimana, pesan yang sederhana namun sensasional. 246 e-Proceeding | COMICOS 2017 Facebook #AhokDjarot Dari pengamatan kami pada akun resmi dua pasangan kandidat Gubernur DKI Jakarta 2017, terlihat perbedaan postingan yang berbeda dalam tiap pasangan. Pasangan pertama atau nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat memasang gambar dalam home cover mereka foto bersama orang-orang dengan berbagai latar belakang sosial, suku, ekonomi dan agama yang berbeda. Dalam foto itu juga terdapat gambar pasangan itu tetap dengan kostum kampanye mereka, yaitu kotak-kotak. Selain itu terdapat hastag di atas foto itu #kampanyerakyat. Foto profil akun Instagram pasangan nomor 2 menggambarkan foto pasangan itu dengan baju kotak-kotak merah, terdapat tanda tangan dengan 2 jari, dan hastag #perjuanganbelumselesai. Pengikut dari akun ini mencapai total 294.781 pengikut, hingga satu hari menjelang hari pencoblosan putaran pertama berlangsung. Dengan hastag terbanyak: #perjuanganbelumselesai #AyokeTPS #Pilkadadamai. 247 e-Proceeding | COMICOS 2017 Jenis Postingan 69 104 Video Picture (Jumlah Postingan Akun Facebook Resmi AhokDjarot Per 14 Februari 2017) Dari data diatas terlihat bahwa dari 173 postingan yang di posting oleh akun ini, jenis postingan video lebih banyak daripada postingan gambar. Tren banyaknya yang menyukai postingan akun ini cenderung meningkat. (Top Post Facebook AhokDjarot) Tgl 20-Des16 10-Feb17 14-Feb17 05-Des16 10-Feb17 24-Des16 06-Feb17 20-Des17 09-Des17 11-Feb17 Post Video Ulama terhadap kasus penistaan agama Ahok Repost Video teman Ahok : Ahok Pasti Kalah Video Teman Ahok : Keep on Fighting Viewers Video Reaction Commen t Share 1.353.229 1.300 147 0 929.455 1.300 147 0 754.935 2.600 299 1 Penataan Kalijodo Repost Flashmob WNI di Toronto utk Ahok 311.750 2.800 214 1 302.686 3.400 156 1 Testimoni Selebriti Testimoni Veronika Tan Istri Basuki Tjahaya 248.009 641 53 0 Siaran Langsung Ahok Video Teman Ahok : tentang Ahok anti korupsi 147.000 10.000 3.206 527 105.595 1.400 116 1 58.000 4.600 278 1.536 Datang Ke TPS/Slank 212.000 9.700 472 4.533 #AniesSandi Sementara akun facebook pada pasangan nomor 3, Anies Baswedan dan 248 e-Proceeding | COMICOS 2017 Sandiaga Uno memasang foto dengan background merah dan biru, dimana Anies dengan background foto merah berbayang fotonya bersama dengan masyarakat pendukungnya. Sedangkan Sandiaga, dengan background biru, pun dengan pose yang sama. Dan diatas foto mereka terdapat tagline “Salam Bersama” dengan ada cap tangan di sebelahnya. Sementara foto profile akun pasangan nomor urut 3 ini bertuliskan “Maju Bersama Anies Sandi, Maju Kotanya Bahagia Warganya”. Pengikut dari akun ini sebanyak 110.559. Sedangkan hastag terbanyak akun ini diantaranya #CoblosAniesSandi #CoblosPecinya #AniesSandiM3nang. (Jumlah Postingan Akun Facebook Resmi AniesSandi Per 14 Februari 2017) Total postingan fanpage “JakartaMajuBersama” berisi tentang 51 pos dengan link, 141 gambar, 153 video. Perbandingan postingan antara gambar dan video hamper 249 e-Proceeding | COMICOS 2017 sebanding, dan hanya berbeda tipis. Sedangkan akun ini juga sering me-link dari postingan akun-akun lain. (Top Post Facebook AniesSandi) Instagram Akun resmi Instagram dari pasangan nomor urut 2, memiliki nama @AhokDjarot. Foto profilenya sama dengan foto profile di akun media sosial yang lain. Pengikut akun resmi ini berjumlah 121 ribu followers. Dan akun ini hanya mengikuti 4 akun lain. Postingan akun ini hingga non-aktif menjelang pemilihan sebanyak 315 250 e-Proceeding | COMICOS 2017 postingan. Berbeda dengan akun Facebook, akun AhokDjarot untuk media Instagram lebih banyak dengan postingan gambar atau foto daripada video. Dalam profile singkat di home akun ini terdapat kalimat “Ahok Djarot telah terbukti membawa perubahan bagi kota Jakarta, mari kita lanjutkan perjuangan ini dengan semangat persatuan”. Akun ini pun sudah tercentang biru, yang berarti bahwa akun ini sudah terverifikasi oleh Instagram. #AniesSandi Sedangkan dalam akun Instagram resmi milik pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno foto profile juga masih sama dengan foto Facebook. Akun resmi ini juga sudah tercentang biru, yang berarti sudah terverifikasi memiliki banyak followers. Jumlah pengikut akun ini mencapai lebih dari 20 ribu pengikut. Akan tetapi yang menarik dari akun ini adalah bahwa akun ini mengkuti 36 akun lain. Postingan akun ini selama tiga bulan masa kampanye periode pertama sebanyak 663 postingan. Jenis postingan lebih banyak pada tipe berupa gambar. 5. Diskusi dan Kesimpulan Dalam temuan kami mengenai Facebook terhadap akun resmi dua pasang kandidat Gubernur DKI Jakarta terdapat perbedaan yang sangat besar. Viewers tertinggi 251 e-Proceeding | COMICOS 2017 akun ini berada pada tanggal 20 Desember 2016 mengenai video Ulama terhadap kasus penistaan agama Ahok. Itu merupakan hari sebelum terjadinya demo besar massa menuntut Basuki Tjahaja Purnama untuk segera di adili atas dugaan Penistaan Agama, yaitu tanggal 21 Desember 2016 (212). Dalam postingan itu terlihat bahwa akun ini coba menampilkan para ulama yang merupakan opinion leader untuk kasus penistaan agama ini, daripada tokoh lainnya. namun dengan jumlah viewers yang cukup besar, jumlah komentar dan reaksi terhadap postingan ini sangat sedikit. Untuk komentar jumlahnya hanya 147, dan reaksi sebanyak 1.300 akun. Artinya video itu cukup memiliki kemasan yang baik dalam kategori headline appetite, dengan kalimat sederhana dan padat namun mudah di cerna oleh penonton. postingan-postingan terbanyak lainnya terbanyak berasal para relawan AhokDjarot dan keberhasilan pasangan ini saat membuat kebijakan mengenai Penataan Kalijodo. Dimana terdapat postingan video mengenai keberhasilan salah satu kebijakan Pemerintah Daerah DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama dalam membangun dan menata Jakarta. Postingan ini mendapat viewers lebih dari 300 ribu penonton, dengan reaksi sebanyak 2.800, dan komentar sebanyak 214. Video ini pun di share meski hanya 1 akun. Akan tetapi yang paling menarik adalah postingan dari selebriti yang mengklaim menjadi relawan AhokDjarot justru tidak terlalu mendapat viewers yang tinggi. Pada data diatas, terlihat bahwa ternyata kemunculan artis di postingan akun media sosial tidak berhasil mendongkrak atau meng-counter isu penistaan agama. Lebih jauh lagi, grup musik Slank yang mempunyai masa banyak, juga tidak cukup kuat mengurangi atau menghilangkan isu penistaan agama. Karena untuk kasus tertentu, seperti penistaan agama, artis tidak dapat mendongkrak untuk meredam kegaduhan. Warganet lebih memilih opinion leader seperti ulama. Sedangkan pada akun 252 e-Proceeding | COMICOS 2017 Instagram, akun pasangan ini lebih banyak pada rencana program dan video dari istri Basuki, yaitu Veronika Tan mengenai pandangannya tentang Jakarta. Sementara postingan dari relawan kalangan artis pasangan ini di akun Instagram tidak terlalu mendapat perhatian yang tinggi. Facebook pada akun resmi pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno viewersnya tertinggi pada video light package dan trailer version dari artis-artis pendukung pasangan ini. Bahkan likes tertinggi berasal dari video Dini Aminarti dan Dimas Seto. Namun komen dan reaksi dari postingan ini tidak banyak. Komen dan reaksi tertinggi justru pada tanggal 29 Januari 2017 saat Rhoma Irama mendeklarasikan diri mendukung pasangan ini. Postingan ini masuk dalam kategori trailer version, karena dukungan Rhoma Irama itu bukanlah dukungan pribadi namun membawa partainya untuk merapat dalam kubu tersebut. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa akun Facebook pasangan AhokDjarot lebih banyak mengenai postingan yang mengandung headline appetite dan light package daripada trailer version. Artinya, pasangan ini menyadari betul peran dan fungsi dari Facebook dan Instagram. Mereka sangat menyadari bahwa banyak pengguna media sosial adalah usia muda. Khusus untuk target yang berdomisili di Jakarta, kalangan muda dengan tingkat pendidikan yang baik, pihak AhokDjarot sangat detail sekali dalam memposting status-status media sosialnya. Muatan dari postingan pun lebih pada pesanpesan mendidik ketimbang hiburan semata. Sementara itu, pihak AniesSandi postingannya lebih banyak berisi pesan yang berkategori trailer version. Dimana kategori ini selain ada pesan yang disampaikan, muatan postingannya pun bernuansa sensasional. Seperti postingan tanggal 26 Januari 2017, dimana Anies Baswedan sedang berbincang dengan Raffi Ahmad. Dimana konten 253 e-Proceeding | COMICOS 2017 itu lebih banyak mengandung postingan hiburan. Kategori trailer version dalam akun Facebook dan Instagram milik Anies Baswedan dan Sandiaga Uno lebih banyak, dan mendapat banyak reaksi daripada di pihak AhokDjarot. Temuan lain yang menarik dalam penelitian kami adalah munculnya perempuan dalam strategi komunikasi dalam kampanye politik. Pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat banyak memposting video dari istri Basuki, yaitu Veronika Tan. Selain dalam sisi pemberdayaan perempuan, dan untuk meraih suara perempuan, kemunculan istri Basuki itu justru menjadi symbol baru dalam menyampaikan pesan kepada para pemilihnya. Lebih lanjut bahwa video-video yang menampilkan Veronika Tan berisi pesan mengenai pandangan pribadinya mengenai Jakarta. Veronika Tan, yang selama ini mungkin kurang dikenal masyarakat Jakarta secara luas, justru memperlihatkan kemampuannya dalam berkomunikasi. Selain itu tim kampanye pasangan AhokDjarot juga terlihat lebih siap dari tim kampanye kompetitornya. Pada putaran pertama ini, sangat terlihat bahwa kubu pasangan calon nomor 2 terlihat lebih siap dan matang mempersiapkan pesta demokrasi lokal itu. Yang lebih menarik, penggunaan media sosial sudah sangat massif digunakan oleh seluruh pasangan kandidat Gubernur DKI Jakarta. Yang lebih menarik lagi bahwa kubu pasangan calon nomor 3 sering menggunakan layanan iklan dalam Facebook untuk memposting pesan. Label “beriklan” dalam Facebook memiliki keunggulan bahwa kita dapat memesan pada siapa postingan itu akan muncul. Siapa saja dan berada di mana saja. Sementara pasangan yang satu tidak ditemukan banyak postingan dengan label iklan. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa konten postingan beriklan adalah muatan video atau gambar yang tidak lepas dari sensasional. Dari penelitian ini terlihat bahwa peran media sosial menjadi instrument penting 254 e-Proceeding | COMICOS 2017 dalam kampanye politik dalam menyebarkan pesan kepada calon pemilih. Meski lingkupnya adalah dunia maya, namun tidak dapat di pungkiri bahwa media sosial membuktikan menjadi wadah untuk para warganet menyampaikan aspirasi mereka. Lebih jauh dari itu, dalam bidang politik ternyata media sosial berperan untuk meraih simpati suara publik dan membentuk opini publik. Sayangnya, aturan beriklan di media sosial dalam kampanye politik belum diatur dalam UU KPU. Hal ini justru menjadi celah bagi para aktor politik untuk menggunakan media sosial dalam menyampaikan pesan kepada para calon pemilih dengan tidak memperhatikan isi pesan. Sehingga postingan tidak lebih hanya sebatas hiburan, dan kuran memberikan pendidikan, terutama kepada para pemilih muda dan baru sebagai pengguna media sosial terbesar. Hasil temuan ini menjadi penting bagi kami sebagai sebuah masukan kepada KPU dan Bawaslu agar lebih memperhatikan aturan media sosial jelang Pemilu Raya untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2019 mendatang. Jika KPU tidak serius menambah aturan mengenai media sosial, maka dampak yang lebih luas bukan tidak mungkin dapat terjadi lebih besar dibandingkan demo yang terjadi di Jakarta beberapa waktu lalu. 255 e-Proceeding | COMICOS 2017 DAFTAR PUSTAKA Drisko, J.W., & Maschi, T. (2016). Content Analysis. New York: Oxford University Press. Freischlad, N. (2016). BBM Dethroned, Facebook Takes Reign As King of Social Media in Indonesia. TechInAsia. Retrieved from https://www.techinasia.com/indonesiaweb-mobile-data-series-2016 Gainous, J. & Wagner, K.M. (2014). Tweeting to Power; The Social Media Revolution In American Politics. New York: Oxford University Press. Katz, J.E., Barris, M., & Jain, A. (2013). The Social Media President Barack Obama and The Politics of Digital Engagement. New York: Palgrave Macmillan. Koetsier, J. (2017). Facebook: Native Video Gets 10X More Shares Than YouTube. from Forbes.com. Retrieved https://www.forbes.com/sites/johnkoetsier/2017/03/13/facebook-native-videogets-10x-more-shares-than-youtube/2/#2d7ae0c96365 Kȕmpel, A.S., Karnowski, V., & Keyling, T. (2015). News Sharing in Social Media: A Review of Current Research on News Sharing Users, Content, and Networks. SAGE Journal, 1. Retrieved from http://journals.sagepub.com/doi/full/10.1177/2056305115610141 Harvey, K. (2014). Encyclopedia of Social Media and Politics. Singapore: SAGE. Lim, M. (2013). Social Media Activism in Indonesia. Journal of Contemporary Asia. 43:4, 636-657, DOI: 10.1080/00472336.2013.769386 Mailanto, A. (2016). Pengguna Instagram di Indonesia Terbanyak, Mencapai 89%. Okezone.com. Retrieved from http://techno.okezone.com/read/2016/01/14/207/1288332/pengguna-instagramdi-indonesia-terbanyak-mencapai-89 Pǎtruţ B., & Pǎtruţ, M. (2014). Social Media in Politics Case Studies on The Political Power of Social Media. London: Springer. Wasesa, S.A. (2011). Political Branding & Public Relations. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wittkower, D.E. (2010). Facebook and Phylosophy; What’s On Your Mind?. Illinois: Carus Publishing Company. 256 e-Proceeding | COMICOS 2017 KOMODIFIKASI DALAM FENOMENA SELEBGRAM DAN BISNIS ENDORSE INSTAGRAM Mellysa Widyastuti17 Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Gadjah Mada 08986111344 | [email protected] ABSTRAK Instagram merupakan platform berbagi foto paling populer di Indonesia saat ini. Banyaknya jumlah pengguna instagram, diikuti dengan munculnya fenomena microcelebrity yang disebut dengan istilah selebgram. Pengguna instagram yang terkategori sebagai selebgram mengkonstruksi dirinya di dunia maya agar memperoleh kepopuleran yang ditandai dengan jumlah followers. Berbagai akun instagram tidak lagi merepresentasikan ekspresi penggunanya melalui gambaran visual berupa foto, melainkan berubah menjadi arena pajangan dari berbagai macam produk dagangan baik yang melekat maupun terpisah dari selebgram itu sendiri. Audiens yang mengganggap bahwa platform instagram merupakan salah satu media baginya untuk bereskpresi, dan mencari role model atau sekedar seseorang yang memiliki minat yang sama nyatanya secara tidak sadar telah berubah menjadi barang dagangan yang diperjualbelikan dalam bentuk followers. Pemilik akun yang terkategori sebagai selebgram secara sengaja memproduksi audiens yang telah tersegmentasi dan kemudian menjual audiens tersebut kepada para pengiklan dalam hal ini onlineshop sebagai pengguna jasa endorser. Sehingga instagram dan bisnis selebgram endorse saat ini tidak lagi berada di ruang hampa, melainkan telah terjadi proses komodifikasi dengan mengikuti logika ekonomi politik media mainstream dengan mata uang baru yaitu jumlah engagement berupa followers, like, comment. Telah terjadi ketimpangan relasi kuasa antar pengguna dan proses komodifikasi audiens untuk dijual kepada pengiklan. Selain itu telah terjadi pula proses komodifikasi konten, dimana akun instagram tidak lagi merepresentasikan ekspresi penggunanya melainkan terjadi perubahan nilai menjadi nilai jual produk dagang yang terpampang dalam akun instagram selebgram. Kata kunci: komodifikasi, selebgram, instagram, endorse ABSTRACT Instagram is the most popular photo sharing in Indonesia today. The large number of instagram users, followed by the emergence of microcelebrity phenomena called selebgram. Instagram users that categorized as a selebgram, construct themselves in cyberspace in order to gain popularity which marked by the number of followers. Instagram accounts no longer represent user’s expression through visual representation of the photo, but transforms into a display arena of various product both inherent and separate from selebgram itself. Audience who assumes that Instagram is one of the media Mellysa Widyastuti merupakan Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada. Meraih gelar sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Padjadjaran. Saat ini sedang menulis tesis. Tertarik pada eksplorasi Ilmu Komunikasi dan Teknologi terutama yang berkaitan dengan media dan budaya di masyarakat 17 257 e-Proceeding | COMICOS 2017 for them to express, and look for role models or just someone who has the same interest. In fact has been subconsiously turned into commodity in the form of followers. Selebgram now produce a segmeted audience and then sell the audience to advertisers, which called online shop as a endoser users. In selebgram and endorsement business no longer in neutral area, but has changed into commodification process. By following politicaleconomy logic, they used new currency that is engagement, followers, like and comment. There has been imbalance of power relations between users and the commodification process of an audience for sale to advertisers. In addition, there has commodification of content, where Instagram account no longer represent the expression of users, but transforming things valued for their use into marketable products that are valued for what they can bring in exchange. Keyword : commodification, selebgram, instagram, endorse Pendahuluan Perkembangan teknologi komunikasi, yang dimulai sejak tahun 1990 secara signifikan telah mempengaruhi proses produksi, konsumsi, dan distribusi media. Diperkirakan, saat ini ada lebih dari 132 juta pengguna internet di Indonesia (Kompas, 2016). Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memunculkan platform untuk saling berbagi yang disebut dengan media sosial. Selama lima belas tahun terakhir ini, Indonesia telah menjadi salah satu negara yang sering dibahas berkaitan dengan penggunaan internet dan media sosial: mulai dari hal-hal yang bersifat hiburan, perkembangan ekonomi, sampai masalah kemanusiaan. Jika ada istilah yang dapat menggambarkan masyarakat Indonesia dalam menggunakan internet dan media baru saat ini, bisa jadi istilah itu adalah generasi yang ‘selalu on-line’ (Nugroho, 2012:30). Kemajuan teknologi, memunculkan web 2.0 yang menjadikan media web sebagai media interaktif karena memunculkan fasilitas feedback kepada pengguna. Dengan ciri share, collaborate, dan exploit. Sebagian orang melihat perkembangan ini secara positif karena berpotensi untuk membuka pintu-pintu baru bagi demokrasi dan kreatifitas masyarakat. Hal ini didukung oleh fitur khusus media digital yang memungkinkan fleksibilitas konvergen media, distribusi muatan, partisipasi pengguna dan kendali 258 e-Proceeding | COMICOS 2017 pengguna atas muatan media tersebut (Nugroho, 2012: 2). Di lain pihak, kritik beranggapan bahwa opini yang menyatakan kehadiran media digital seperti saat ini akan mampu memberikan kebebasan berekspresi, kemudahan mendapatkan informasi bagi semua orang merupakan mimpi belaka. Hal ini disebabkan, meskipun dianggap memiliki kebebasan dalam berekspresi, muatan media digital dianggap tetap dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial tertentu. . Tidak dapat dipungkiri, meskipun memiliki konteks dan cara kerja baru sebagai sebuah platform media sosial tetaplah dipengaruhi oleh berbagai macam hal. Terutama berkaitan dengan posisinya di sistem sosial. Media secara umum dipengauhi oleh tiga faktor utama, yakni ekonomi, politik, dan teknologi. Dalam hal ekonomi, tentunya pemilik media mengharapkan dirinya dapat memeroleh keuntungan sebesar-besarnya dalam menjalankan bisnisnya. Politik, kekuatan media dapat digunakan pemilik media untuk pula menguasai politik sosial. Teknologi berkaitan dengan berkembangnya produk media dengan menghasilkan produk media yang praktis. (McQuail, 1994:63) Penggunaan jejaring sosial seperti facebook, twitter, instagram, youtube, dan path sebagai media untuk melancarkan berbagai kebutuhan seperti kepentingan politik secara umum, bahkan untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan ekonomi seperti berjualan telah lama terjadi melalui berbagai macam kreativitas yang dikembangkan. Penggunaan jejaring sosial untuk kepentingan politik seperti kampanye sendiri justru telah lebih dahulu populer. Media massa dan perusahaan pun kini merambah media sosial dengan membuat akun-akun resmi di media sosial sebagai upaya merambah jaringan. Di masa lalu, perusahaan banyak menggantungkan proses komunikasi melalui media yang harus 259 e-Proceeding | COMICOS 2017 mereka bayar. Tidak mengherankan bila proses pembentukan citra perusahaan relatif lambat dan sangat tergantung pada besarnya anggaran komunikasi. Dengan adanya media sosial, perusahaan mulai melangkah dari proses komunikasi yang menggunakan paid media menjadi owned media. Perusahaan secara individu memiliki media sendiri. Mereka memiliki alamat situs maupun akun media sosial mereka sendiri. (MediaWave, 2014) Sehingga di masa kini, media sosial tidak lagi mrupakan lapangan luas yang terbuka dan hanya berisi kebebasan untuk bereskpresi. Namun media sosial kini telah bertransformasi menjadi lahan baru dunia periklanan dan pembentukan citra. Media sosial kini mau tidak mau diperhitungkan sebagai lanskap industri dengan memperhitungkan keterwakilan individu yang dianggap secara nyata berada dibalik setiap akun yang ada di dunia maya. Ruang kreatif yang disediakan oleh media sosial kemudian memunculkan suatu fenomena baru, yakni munculnya selebriti baru di media sosial. Diawali dengan munculnya selebriti di ranah twitter seperti @pocoooong, dan @radityadika, dan fenomena selebriti dadakan yang berasal dari youtube seperti Briptu Norman Kamaru dan Sinta dan Jojo. Fenomena selebriti dadakan kini merambah dunia instagram. Selebgram, begitulah selebriti dunia instagram disebut. Berbagai akun instagram tidak lagi merepresentasikan ekspresi penggunanya melalui gambaran visual berupa foto, melainkan berubah menjadi arena pajangan atau display dari berbagai macam produk dagangan. Akun-akun yang memiliki pengikut cukup banyak di instagram atau biasa disebut selebgram kini tak ubahnya menjadi alat baru dalam beriklan. Muncul kemudian istilah endorse. Akun-akun seperti @d_kadoor, @rachelvenya, @dorippu, @gitasav, 260 e-Proceeding | COMICOS 2017 @cindercella, @awkarin yang pada dasarnya bukanlah seorang yang terkenal di jagat hiburan media massa, mendadak menjadi selebritas di dunia instagram. Dengan demikian pula banyak penjual barang memilih untuk menjadikan akun mereka sebagai pilihan untuk beriklan. Media baru menghasilkan angka-angka berupa jumlah pengunjung halaman website, jumlah friends, likes dalam facebook, dan followers dalam twitter, instagram. Angka-angka tersebut yang disebut dengan engagement kemudian menarik pengiklan untuk memanfaatkannya, yang dalam kasus ini merupakan pengiklan dengan skala mikro. Audiens yang tadinya mengganggap bahwa platform instagram merupakan salah satu media baginya untuk bereskpresi, dan mencari role model atau sekedar seseorang yang memiliki minat yang sama nyatanya secara tidak sadar telah berubah menjadi barang dagangan yang diperjualbelikan. Seperti diungkapkan Vincent Mosco bahwa komodifikasi berkaitan dengan proses sebuah proses untuk mengubah nilai sebuah barang atau jasa kedalam produk yang bisa dijual serta dapat dinilai sehingga dapat ditukarkan dengan barang atau jasa lainnya (Mosco, 2009:127). Menjadi menarik untuk melihat bagaimana fenomena kemunculan selebgram, dan endorse, dalam kacamata ekonomi politik media terutama kaitannya dengan perubahan nilai pesan dan audiens dalam bisnis ini. Kerangka Konsep Media sosial Kemajuan teknologi, memunculkan web 2.0 yang menjadikan media web sebagai media interaktif karena memunculkan fasilitas feedback kepada pengguna. Dengan ciri share, collaborate, dan exploit. Web 2.0 inilah yang kemudian melahirkan media sosial. 261 e-Proceeding | COMICOS 2017 Media sosial didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang mengintergrasikan penggunaan teknologi dan interaksi sosial untuk berbagi pembicaraan, gambar, video dan suara. (Hollenhorst & Michael dalam (Wijayanto, 2014:143). Media sosial memberikan ruang bagi masyarakat untuk “bertemu” dan bertukar informasi dengan orang yang bahkan tidak ia kenal sebelumnya. Media sosial dapat membantu orang-orang membentuk sebuah forum sebagai wadah berkumpul dan bertukar informasi, menyatukan orang-orang dari berbagai belahan dunia yang memiliki interest yang sama serta membantu membangun relasi dengan berbagai orang dari berbagai kalangan. Media sosial adalah dimensi baru berkomunikasi media. Media sosial merupakan turunan dari perkembangan komunikasi bermedia komputer atau Computer Mediated Communication (CMC). John December dalam (Wijayanto, 2014:143) mendefinisikan CMC sebagai proses komunikasi manusia dengan menggunakan komputer yang melibatkan sejumlah orang, dalam situasi dengan beragam konteks, yang terjadi dalam proses untuk membentuk media dengan berbagai tujuan. Dengan perkembangan jumlah pengguna yang cukup besar, akun-akun sosial media berkembang menjadi dua platform dengan fungsi berbeda. Secara umum ada yang berfungsi sebagai jejaring sosial, tempat membagikan status dan foto seperti facebook, twitter, instagram, youtube, dan path. Dan media sosial tempat berkomunikasi satu sama lain seperti line, we chat, kakao talk, whatsapp, telegram. Dalam artikel ini media sosial yang menjadi fokus adalah Instagram yang dari fiturnya dapat merangkum jenis microblogging dan jejaring sosial. Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto yang memungkinkan pengguna mengambil foto, menerapkan filter digital, dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial, termasuk milik Instagram sendiri. Satu fitur yang unik di Instagram adalah 262 e-Proceeding | COMICOS 2017 memotong foto menjadi bentuk persegi, sehingga terlihat seperti hasil kamera Kodak Instamatic dan polaroid. Perusahaan Burbn, Inc. Sang pengembang Instagram berdiri pada tahun 2010, perusahaan teknologi startup yang hanya berfokus kepada pengembangan aplikasi untuk telepon genggam. Pada awalnya Burbn, Inc. sendiri memiliki fokus yang terlalu banyak di dalam HTML5 peranti bergerak, namun kedua CEO, Kevin Systrom dan Mike Krieger memutuskan untuk lebih fokus pada satu hal saja (Instagram, 2016). Instagram merupakan situs berbagi foto (media sharing site) yang resmi diluncurkan pada Oktober tahun 2010 dan telah terdata memiliki 500 juta pengguna aktif dengan 40 juta foto yang diunggah setiap harinya. Di Indonesia sendiri pengguna Instagram telah mencapai 22 juta. (Karimuddin, 2016). Dalam Instagram sendiri terdapat sebuah sistem sosial dengan menjadi mengikuti akun pengguna lainnya, atau memiliki pengikut Instagram yang disebut followers. Selain foto, pengguna juga dapat mengunggah video. Like, pengguna Instagram bisa memberi apresiasi terhadap foto yang diunggah dengan tombol “like” berbentuk hati. Comment, penggguna Instagram bisa mengomentari foto yang diunggah dan mendapatkan feedback dari pemilik akun. Dengan demikian komunikasi antara sesama pengguna Instagram sendiri dapat terjalin dengan memberikan tanda suka dan juga mengomentari foto-foto yang telah diunggah oleh pengguna lainnya. Pengikut juga menjadi salah satu unsur yang penting, dan jumlah tanda suka dari para pengikut sangat mempengaruhi apakah foto tersebut dapat menjadi sebuah foto yang populer atau tidak. Untuk menemukan temanteman yang ada di dalam Instagram, dapat menggunakan teman-teman mereka yang juga menggunakan Instagram melalui jejaring sosial seperti Twitter dan juga Facebook. Selebriti 263 e-Proceeding | COMICOS 2017 Menurut Turner ada tiga jenis selebriti pertama, komentator diberbagai media populer, termasuk kolumnis yang disebut sebagai selebriti di dunia modern. Kedua, orang-orang yang memiliki kualitas alami, biasanya hal tersebut dimiliki oleh orangorang tertentu dan biasanya bakatnya ditemukan oleh industri pencari bakat. Ketiga, menjadi selebriti berarti melibatkan sejumlah proses budaya dan ekonomi (Turner, 2004:4). Hal tersebut melibatkan sejumlah komodifikasi dari individu melalui berbagai program promosi, publikasi dan periklanan, implikasinya adalah selebriti adalah sebuah proses dimana identitas kultural di negosiasikan dan dibentuk. Contohnya model selebritin yang terkenal karena gosip panas bernada miring, atau terlebih skandal. Dalam dunia serba digital saat ini munculah selebriti dengan cakupan yang lebih sempit dibandingkan ketiga definisi diatas yakni microcelebrity. Terri Senft dalam (Marwick, 2015), mendefinisikan microcelebrity sebagai “a new style of online performance in which people employ webcams, video, audio, blogs, and social networking sites to ‘amp up’ their popularity among readers, viewers, and those to whom they are linked online”. Microcelebrity juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan yang dimana khalayak dikonstruksi sebagai sebuah basis penggemar, popularitas menjadi hal yang dikontruksi melalui manajemen tertentu dan selfpresentation menjadi barang konsumsi umum. Ada dua jenis microcelebrity menurut Marwick, kategori pertama adalah selebriti mainstream yang kemudian mengakses media sosial untuk menciptakan interaksi dengan penggemarnya di dunia maya. Biasanya akun media sosialnya dikelola oleh manajer khusus yang akan membagikan berbagai kehidupan selebriti tersebut di dunia nyata, sekaligus membangun hubungan dengan penggemarnya melalui serangkaian interaksi. 264 e-Proceeding | COMICOS 2017 Kedua, microselebrity yang memang secara teknis adalah orang biasa yang membuka sisi kehidupannya untuk dikonsumsi orang lain, menggunakan serangkaian strategi untuk menjangkau followers yang lebih banyak dan menjadikannya khalayak media sosialnya. Mereka biasanya memberikan serangkaian kontruksi personal guna menarik khalayaknya. Misalnya saja melalui ketertarikan terhadap olahraga, fashion, makanan. Untuk istilah sendiri, biasanya tergantung pada jenis media sosial dimana mereka menjadi populer. Selebtwit untuk twitter, Blogger, untuk blog, Vlogger untuk video blog, Youtuber untuk youtube, Selebgram untuk instagram. Untuk instagram sendiri, sebuah akun dapat dikategorikan selebgram jika telah memiliki followers minimal 1000. Endorser Menurut Sonwalkar, et al (2011) endorser merupakan strategi promosi yang sudah lama digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan penjualan produk. Mereka menyebutkan bahwa endorsement adalah sebuah bentuk komunikasi dimana seorang selebriti bertindak sebagai juru bicara dari sebuah produk atau merek tertentu. Nilai tambahan dari penggunaan endorser adalah selebriti dapat dengan jelas memposisikan merek yang diwakilinya sesuai dengan kepribadian dan popularitas yang mereka miliki. Sonwalkar, et al (2011) menyebutkan bahwa selebriti pendukung biasanya digunakan untuk produk yang memiliki biaya produksi tinggi dan memiliki sasaran konsumen yang sangat luas. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penggunaan selebriti pendukung lebih efektif digunakan pada merek global daripada merek yang memiliki pasar niche. Merujuk pada penggunaan selebriti yang menciptakan nilai tambahan bagi perusahaan, maka semakin banyak perusahaan yang menggunakan celebrity pada 265 e-Proceeding | COMICOS 2017 iklannya. Ekonomi Politik Mosco mendefinisikan komunikasi sebagai “a social process of exchange, whose product is the mark or embodiment of a social process of a social relationship.” (Mosco, 2009:67). Pendekatan ekonomi politik komunikasi memusatkan perhatian pada bagaimana komunikasi dikonstruksi secara sosial, bagaimana kekuatan sosial memberikan kontribusi pada pembentukan saluran komunikasi, dan pada bagaimana rangkaian pesan disampaikan melalui saluran tersebut Ekonomi politik menurut Mosco (2009:3) adalah ”study of control and survival in social life”. Sedangkan secara sempit, ekonomi politik bisa diartikan sebagai: The study of the social relations, particularly the power relations, that mutually constitute the production, distribution, and consumption of resource, including communication resources. (Mosco,2009:2) Pandangan ekonomi politik berdasar pada pandangan bahwa institusi media atau institusi komunikasi tidak berada di ruang hampa. Pada kenyataannya keberadaan institusi media harus dilihat secara reflektif dan kritis terutama dalam hubungannya dengan aspek sosial, budaya, dan tentu saja ekonomi, politik. Selain itu kepemlikan media oleh sekelompok elit penguasa mengakibatkan munculnya dominasi wacana publik sesuai kepentingan pemilik media. Keberadaan institusi media harus dipandang sebagai institusi yang berpusat pada bisnis yang mau tidak mau harus menguntungkan. Sehingga pada akhirnya terjalin hubungan antara siapa yang memiliki institusi media. Siapa yang memiliki institusi media akan menentukan pesan dan isi media seperti apa yang akan diproduksi. Studi mengenai institusi media dalam kacamata ekonomi politik menjadi penting karena studi ini memusatkan perhatian pada struktur kekuasaan yang mempengaruhi proses 266 e-Proceeding | COMICOS 2017 produksi media, ketimbang pada muatan atau ideologi media seperti seharusnya. Komodifikasi Komodifikasi dalam pandangan Mosco sebagai salah satu pintu masuk memahami Ekonomi Politik Media didefinisikan sebagai sebuah proses untuk mengubah nilai sebuah barang atau jasa kedalam produk yang bisa dijual serta dapat dinilai sehingga dapat ditukarkan dengan barang atau jasa lainnya (Mosco, 2009:127). Ada dua dimensi umum signifikansi hubungan komodifikasi dengan komunikasi. Pertama proses komunikasi dan teknologi berkontribusi pada proses umum komodifikasi dalam ekonomi sebagai sebuah kesatuan yang menyeluruh. Kedua proses komunikasi yang terjadi dalam masyarakat sebagai proses komunikasi dan lembaga menembus keseluruhan proses, sehingga perbaikan dan kontradiksi dalam komodifikasi masyarakat mempengaruhi proses komunikasi sebagai praktek sosial (Mosco, 2009:130). Mosco menyatakan bahwa studi ekonomi politik hanya memfokuskan pada proses komodikasi yang dianggap sebagai: “a specific form of this process whereby the “thing” that acquires phantom objectivity is a commodity, that is, an object whose value is established in the marketplace.” Ada tiga bentuk komodifikasi, yakni komodifikasi pesan, komodifikasi khalayak, komodifikasi pekerja. Menurut Mosco (2009:133) proses komodifikasi pesan dalam komunikasi melibatkan proses transformasi pesan yang bervariasi dari sistem data dan sistem pemikiran ke dalam produk pesan yang bisa dijual. Kecenderungan umum dalam penelitian komunikasi memfokuskan komodifikasi konten sebagai bagian dari perluasan komoditas, dengan mengidentifikasi hubungan antara status komoditas dari konten dan maknanya. Sejumlah penelitian telah mendokumentasikan bahwa media massa saat ini 267 e-Proceeding | COMICOS 2017 telah memperluas proses komodifikasi dengan memproduksi pesan yang sesuai dengan kepentingan pemilik modal. Kehadiran media baru sendiri dipandang memperluas peluang untuk mengkomersialkan konten karena mereka secara fundamental didasarkan pada proses digitalisasi, yang mengacu pada transformasi komunikasi, termasuk data, kata, gambar, film, dan suara, menjadi bahasa umum. Sementara Graham, Dallas Smythe pada tahun 1977 (dalam Mosco 2009:135) mengatakan bahwa komodifikasi audiens adalah komodifikasi media yang paling primer. Baginya, proses ini melibatkan tiga pihak sekaligus dalam sebuah hubungan timbal balik, yakni perusahaan media, penonton, dan pengiklan. Smythe (dalam Mosco, 2009:137) menggungkapkan bahwa media massa dibangun melalui sebuah proses yang membuat perusahaan media memproduksi audiens dan kemudian ’menjual’ audiens kepada para pengiklan. Proses komodifikasi menyeluruh mengintegrasikan industri media ke dalam ekonomi kapitalis keseluruhan yang fokus utamanya justru bukan dengan menciptakan ideologis jenuh produk tetapi dengan memproduksi penonton, secara massal dan spesifik secara demografis sesuai yang diinginkan, untuk pengiklan. Produksi khalayak untuk ekonomi kapitalis umum yang merupakan komodifikasi yang berfokus pada proses daripada produksi ideologi. Metode Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah pardigma kritis. Penulis menggunakan paradigm ini untuk mencari makna tersembunyi pada objek yakni selebritis Instagram dan bisnis endorse. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Proses pengumpulan data primer dilakukan dengan penelusuran langsung di 268 e-Proceeding | COMICOS 2017 Instagram terhadap akun-akun selebgram, online shop, dan Instagram secara umum serta wawancara yang dilakukan kepada pemilik akun Instagram yang berperan sebagai selebgram, online shop pengguna jasa selebgram, dan followers akun selebgram. Sementara data sekunder dikumpulkan dari studi pustaka terhadap paper, artikel, jurnal kajian yang sesuai dengan rumusan masalah. Pembahasan Instagram, Selebgram dan Bisnis Endorse Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini kemudian memunculkan platform untuk saling berbagi yang disebut dengan media sosial. Salah satu jenis media sosial itu adalah Instagram. Instagram adalah sebuah aplikasi berbagi foto yang memungkinkan pengguna mengambil foto, menerapkan filter digital, dan membagikannya ke berbagai layanan jejaring sosial, termasuk milik Instagram sendiri. Instagram di Indonesia saat ini telah mencapai 22 juta pengguna di tahun 2016. Banyaknya jumlah pengguna Instagram, dibarengi dengan munculnya fenomena microcelebrity. Microcelebrity adalah serangkaian kegiatan yang dimana khalayak dikonstruksi sebagai sebuah basis penggemar, popularitas menjadi hal yang dikontruksi melalui manajemen tertentu dan self-presentation menjadi barang konsumsi umum (Marwick, 2015). Dalam kasus ini para pengguna Instagram mengkonstruksi dirinya di dunia maya agar memperoleh kepopuleran yang ditandai dengan jumlah followers. Di Instagram microselebrity itu sendiri disesbut dengan istilah Selebgram Berbagai akun instagram tidak lagi merepresentasikan ekspresi penggunanya melalui gambaran visual berupa foto, melainkan berubah menjadi arena pajangan atau display dari berbagai macam produk dagangan. Akun-akun yang memiliki pengikut 269 e-Proceeding | COMICOS 2017 cukup banyak di instagram atau biasa disebut selebgram kini tak ubahnya menjadi alat baru dalam beriklan. Muncul kemudian istilah endorse. Akun-akun seperti @d_kadoor, @rachelvenya, @dorippu, @gitasav, @cindercella, @awkarin yang pada dasarnya bukanlah seorang yang terkenal di jagat hiburan media massa, mendadak menjadi selebritas di dunia instagram. Para selebgram ini menjual cerita, keunikan, kelucuan, kecantikan, fashion, dan berbagai hal untuk menarik followers dan menjadikan mereka sebagai selebgram (Widyaningrum, 2016) Gambar 1. Akun d_kadoor ketika mengendorse tas Fenomena selebgram ini banyak diminati oleh para online shop yang bergerak melalui Instagram sebagai media pemasarannya. Melalui sistem endorse selebgram, para online shop ini berusaha mencapai dengan tujuan utama supaya produknya laku dipasaran, menambah followers atau sekedar menciptakan brand awareness. Menurut pengakuan Nadia pemilik akun @_namosh baginya endorse seorang selebgram yang biasanya langsung menambah drastis jumlah followers. Dari berbagai pengakuan pebisnis online, jika menggunakan selebgram jumlah followersnya dapat meningkat 1000-2000 followers perh hari. Bagi pebisnis online, jumlah followers itu dianggap akan berbanding lurus dengan minat pembelian terhadap barang mereka. Foto-foto yang 270 e-Proceeding | COMICOS 2017 dibuat oleh selebgram bisa menjadi testimonial menjanjikan sebuah online shop sehingga banyak menarik calon konsumen. Gambar 2. Testimoni dari pengguna jasa artis BFF Management Dalam kasus instagram dan selebgram sendiri, ada berbagai macam jenis endorse. Seperti free endorse, dimana satu posting hanya diganjar dengan barang yang diperoleh secara gratis. Ada pula yang menggunakan sistem berbayar, yang terbagi atas paid promoted dan paid endorse, dan jenis-jenis lain tergantung kesepakatan antara pengiklan dan selebgram itu sendiri. Paid promoted adalah jenis endorse dimana selebgram hanya perlu merepost foto barang yang dijual pengiklan tanpa melakukan sesi foto khusus, berbeda dengan paid endorse yang mengharuskan selebgram menggunakan barang tersbeut dalam sebuah post khusus. Beberapa selebgram menangani sendiri jika ada online shop yang ingin mempromosikan produknya. Adapula selebgram yang mempunyai manajemen tersendiri, misalnya sfspretty.management yang menaungi @joyagh, @iymel, @nissacookie, @ellendmuzakky, dan @helminursifah mengungkapkan bahwa tarif untuk satu kali promosi berkisar antara 500-650ribu rupiah. 271 e-Proceeding | COMICOS 2017 Dengan syarat dan ketentuan tertentu. Alur untuk endorse berbayar sendiri biasanya diawali dari pengiklan mengontak selebgram atau manajemen yang mewakilinya, lalu selebgram memilih barang yang bersedia dia kenakan dan terjadilah transaksi pembayaran. Baru kemudian selebgram akan memposting barang tersebut sesuai perjanjian yang disepakati. Komodifikasi Selebgram Media sosial yang pada masa kemunculannya dianggap sebagai platform alternatif untuk mendapatkan banyak hal dengan yang masih bersifat ‘netral’, dan tidak memiliki tendensi kepentingan tertentu seperti halnya media massa mainstream, nyatanya telah berubah seiring dengan berjalannya waktu. Logika pasar yang bermain akhirnya sama seperti logika media massa, memeroleh pengikut sebanyak-banyaknya untuk kemudian dijual kepada pengiklan. Angka pengikut tersebut kemudian dilakukan dengan banyak cara, melalui aksi lucu, original, baru, bahkan mengandung kontroversi (Widyaningrum, 2016). Semuanya berujung pada memeroleh keuntungan tertentu. Saat itulah terjadi relasi kuasa antar pengguna dan proses komodifikasi audiens untuk dijual kepada pengiklan. Audiens secara awam memandang bahwa media sosial berada di ruang hampa, dimana tidak ada kepentingan apapun yang menaunginya. Studi politik ekonomi sendiri telah mengungkapkan bahwa terdapat hubungan-hubungan sosial terutama hubungan kekuasaan yang biasanya terjadi dalam proses produksi, distribusi dan konsumsi sebagai bagian dari sebuah proses komunikasi (Mosco, 2009:2). Audies tidak menyadari hubungan tersebut, semua itu dikarenakan adanya ilusi kontrol penuh terhadap media yang dimiliki. Para pengguna media sosial merasa bahwa dirinya memiliki kebebasan penuh di dunia maya. Tidak ada aturan yang mengikat. Tidak ada 272 e-Proceeding | COMICOS 2017 lembaga khusus yang mengatur media sosial. Demikian pula tidak ada pihak yang lebih berkuasa seperti media mainstream berkuasa pada apa yang akan dinikmati audiensnya. Netizen, sebutan bagi masyarakat dunia maya, menganggap bahwa apa yang dilihatnya di media sosial merupakan hasil dari kontrolnya dengan memfollow mereka yang memiliki minat sama. Padahal Fusch menyatakan bahwa pengguna media sosial (facebook) yang berfungsi baik sebagai konsumen maupun produsen informasi di media sosial cenderung dieksploitasi oleh pengelola media sosial tersebut (Fusch, 2012:139). Pada fenomena selebgram dan endorse, telah terjadi proses komodifikasi. Perusahaan media dalam kasus ini adalah pemilik akun yang terkategori sebagai selebgram secara sengaja memproduksi audiens yang telah tersegmentasi dan kemudian ’menjual’ audiens tersebut kepada para pengiklan dalam hal ini online shop sebagai pengguna jasa endorser. Proses komodifikasi sendiri secara menyeluruh mengintegrasikan industri media ke dalam ekonomi kapitalis keseluruhan yang fokus utamanya justru bukan dengan menciptakan ideologis jenuh produk tetapi dengan memproduksi penonton, secara massal dan spesifik secara demografis sesuai yang diinginkan, untuk pengiklan (Smythe (dalam Mosco, 2009:137)). Dalam fenomena ini telah terjadi tiga jenis komodifikasi seperti yang diungkapkan oleh Mosco. Yakni komodifikasi konten dan komodifikasi audiens. Komodifikasi konten terjadi saat akun instagram selebgram tidak lagi merepresentasikan ekspresi penggunanya melalui gambaran visual berupa foto, melainkan berubah menjadi arena pajangan atau display dari berbagai macam produk dagangan. Meskipun pada kasus paid endorse barang dagangan dari pengiklan digunakan oleh objek dalam hal ini selebgram itu sendiri, namun pada akhirnya tetap merubah nilai dari posting tersebut. 273 e-Proceeding | COMICOS 2017 Posting tersebut tidak lagi bebas nilai, melainkan memiliki tujuan khusus sesuai pesanan dari pengiklan. Seperti diungkapkan oleh pengguna Instagram yang memfollow @joyagh, Adanti bahwa sebenarnya akan terlihat mana posting yang merupakan pesanan mana yang tidak. Senada, Desy mengungkapkan sebenarnya tidak apa-apa jika selebgram memposting gambar yang merupakan bagian dari endorse asalkan tidak terlalu banyak dan sesuai dengan kepribadian yang dicitrakan oleh selebgram tersebut. Jika tidak, keduanya mengaku akan meninggalkan akun tersebut karena sudah tidak sesuai dengan motif awal mereka mengikuti akun tersebut, yakni untuk mendapatkan referensi dalam hal fashion. Berbeda dengan Eki yang merupakan salah satu selebgram jogja, menurutnya posting pesanan bukanlah satu hal yang salah karena telah terjadi simbiosis mutulisme antara pengiklan dan pemilik akun instagram. Sayangnya ada audiens yang terlupakan dalam pendapat simbiosis ini. Audiens mau tidak mau harus mengkonsumsi gambar yang terdapat muatan iklan di dalamnya, padahal sebelumnya hal tersebut bukanlah bagian dari tujuan mereka memfollow akun tersebut. Sayangnya masih banyak dari audiens yang tidak menyadari bahwa konten-konten tersebut telah dikomodifikasi demi kepentingan pihak tertentu, dalam hal ini adalah pengiklan dan selebgram itu sendiri. Konten yang tadinya berisi ekspresi dari para pengguna instagram yang berkaitan dengan minat, hobi, ekspresi, bagian hidupnya yang kemudian menarik followers untuk mengikuti ‘cerita’ yang ditawarkan tersebut kini berubah menjadi layaknya etalase pajangan dagangan. Pada proses inilah telah terjadi komodifikasi yakni perubahan nilai dari konten yang tadinya merupakan konten murni yang mengekspresikan diri pengguna menjadi konten yang memiliki kepentingan untuk meraih keuntungan tertentu. Sementara sebagai followers, para pengikut akun ini tidak memiliki kuasa untuk menolak konten ini kecuali dengan melakukan tindakan unfollow. 274 e-Proceeding | COMICOS 2017 Komodifikasi yang kedua adalah komodifikasi audiens. Audiens yang tercermin dalam jumlah followers menjadi modal khusus yang dimiliki oleh para Selebgram. Para selebgram berlomba untuk memperoleh followers sebanyak mungkin yang menjadikannya selebgram. Followers dalam kasus ini mendekati konsep modal sosial, menurut teori Social Capital dari Putnam (1995), seseorang dengan modal sosial yang tinggi akan mudah memberikan pengaruh bagi kondisi sosial. Demikian pula dengan perbincangan yang terjadi di media sosial. Seseorang dengan modal sosial yang tinggi dalam hal ini followers memberikan kemungkinan untuk menggerakan mobilitas sosial secara virtual. Dengan demikian, dalam bisnis media sosial saat ini, jumlah followers yang banyak sering dikaitkan dengan kemungkinan pergerakan yang sama banyaknya pula. Seperti halnya logika pada media mainstream bahwa yang dijual adalah oplah, rating, dan pendengar, pada media baru yang dijual adalah jumlah pengunjung halaman website, jumlah friends, likes dalam facebook, dan followers dalam twitter, instagram (Widyaningrum, 2016). Angka-angka tersebut yang disebut dengan engagement kemudian dijual kepada pengiklan, yang dalam kasus ini merupakan pengiklan dengan skala mikro. Namun tetap saja ada proses perubahan nilai audiens. Audiens yang tadinya mengganggap bahwa platform instagram merupakan salah satu media baginya untuk bereskpresi, dan mencari role model atau sekedar seseorang yang memiliki minat yang sama nyatanya secara tidak sadar telah berubah menjadi barang dagangan yang diperjualbelikan. Pada akhirnya, para pengiklan ini mengiklankan produknya pada akun selebgram dengan tujuan untuk menarik followers yang dimiliki oleh akun selebgram untuk juga mengikuti akunnya. Ketiga, komodifikasi pekerja. Selebgram yang tergabung dalam sebuah manajemen endorse secara tidak langsung telah dimanfaatkan oleh pengiklan dan 275 e-Proceeding | COMICOS 2017 manajemen endorse untuk membuat posting yang bisa saja jauh sekali dari kepribadiannya. Belum lagi berbagai macam kasus yang terjadi di luar negeri, dimana banyak selebgram yang mengaku stress karena harus memenuhi ekspektasi followersnya agar tidak kehilangan mereka dan kehilangan pengiklan. “Seorang selebgram usia 19 tahun yang terkenal di Australia, Essena O’Neill, mengejutkan para penggemar dengan tindakannya keluar dari Instagram. Ia menyatakan bahwa kehidupan yang selama ini ia tampilkan di media sosial bukanlah real life. Ia kemudian banyak mengeluarkan pernyataan tentang betapa ‘menderitanya’ ia dalam upayanya menjadi sosok yang sempurna di media sosial.” (Oemar, 2016) Memang belum pernah terjadi kasus selebgram di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan bagaimana selebgram tersebut mengambarkan dirinya di instagram. Namun patut menjadi catatan khusus, mengingat jumlah pengiklan yang berminat untuk melakukan kerjasama iklan sangatlah banyak. Bahkan untuk memperoleh satu buah posting saja harus menunggu antrian tertentu. Para selebgram ini tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengekspresikan dirinya sesuai dengan apa yang dia inginkan, melainkan harus sesuai dengan pesanan dari pihak pengiklan. Secara tidak langsung para selebgram ini telah dikomodifikasi sebagai bagian dari bahan jualan manajemen endorse itu sendiri. Dengan demikian para selebgram ini juga telah menjadi bagian dari komodifikasi personal diri mereka yang bahkan tidak menyatakan dirinya secara gamblang bahwa dirinya adalah seorang pekerja, meskipun memang mendapatkan penghasilan yang tidak sedikit dari bisnis instagram ini. Fenomena endorse sendiri bukan merupakan barang baru. Endorser merupakan strategi promosi yang sudah lama digunakan oleh perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan penjualan produk mereka. Sonwalkar, et al (2011) menyebutkan bahwa endorsement adalah sebuah bentuk komunikasi dimana seorang selebriti bertindak 276 e-Proceeding | COMICOS 2017 sebagai juru bicara dari sebuah produk atau merek tertentu. Nilai tambahan dari penggunaan endorser adalah selebriti dapat dengan jelas memposisikan merek yang diwakilinya sesuai dengan kepribadian dan popularitas yang mereka miliki. Bedanya dalam bisnis selebgram ini selebgram lebih diuntungkan, karena tidak terikat kontrak khusus dengan merk tertentu. Sehingga dapat menjadi endorser untuk berbagai macam produk dari jenis apapun. Diskusi Fenomena microcelebrity di instagram atau yang populer disebut selebgram yang kini muncul sebenarnya merupakan duplikasi konsep microcelebrity di media sosial lainnya seperti yang terjadi di twitter, youtube, dan blog. Pembentukan selebritis sendiri berdasarkan karakteristiknya dimulai dari hubungan saling mempengaruhi antara kehidupan pribadi dan publik. Seorang individu dijadikan selebriti pada titik dimana terdapat liputan mengenai dirinya pada ranah pribadi di muka umum (Turner, 2014). Kebutuhan akan informasi mengenai kehidupan pribadi tokoh idola maupun tokoh yang dianggap mewakili dirinya membuat bisnis selebriti ini terus berkembang. Sebuah konsep penting juga disampaikan Dan Brockington, bahwa selebriti eksis karena mereka juga membantu orang lain untuk menghasilkan uang. Didukung oleh Turner bahwa selebriti membangun persona publik mereka untuk kepentingan komersial (Turner, 2014). Namun bedanya, selebgram ini memiliki nilai ekonomi yang berbeda dibanding pendahulunya. Bisnis iklan dan endorse selebgram justru didukung oleh sistem dasar aplikasi Instagram yang menjadi penyedia layanan. Selain itu, banyak selebritis juga menggunakan Instagram sebagai alat untuk personal branding begitu pula beberapa pengguna yang menjadi terkenal karena persona Instagramnya yang kini disebut selebgram. Pada kondisi inilah iklan berbayar mulai masuk pada kultur unik 277 e-Proceeding | COMICOS 2017 Instagram. Iklan berbayar sendiri baru muncul di Instagram baru-baru ini setelah mereka memiliki basis pengguna yang kuat. Iklan ini mulai muncul pada newsfeed, dan menyatu dengan user interface Instagram yang bentuknya mirip dengan posting pengguna biasa (Hubbard, 2017). Sebuah studi mengenai social media engagement yang dirilis oleh Sprout Social bahkan menemukan bahwa media sosial yang sangat populer seperti Facebook hanya memiliki poin engagement kurang dari 0,01%. Sementara dilain pihak, Instagram memiliki poin sebesar 4,21% yang mana 58 kali lebih besar dibanding Facebook (Jackson, 2015). Hal inilah yang membuat Instagram menjadi incaran para pebisnis untuk memasang iklannya di Instagram. Selebgram sendiri sebenarnya menawarkan potensi dari segi bisnis atau komunikasi pemasaran secara umum, terutama berkaitan dengan pembentukan citra suatu produk. Selebgram dan bisnis endorse sendiri telah membuka ruang dan memfasilitasi masyarakat muda yang menjadi selebgram dan secara tidak langsung menjadi penggerak ekonomi melalui jalur kreativitas anak muda (Widyaningrum, 2016). Namun ruang yang tersedia untuk kreatifitas ini juga membuka ruang untuk hubungan timbal balik dari segi keuangan. Hubungan inilah yang kemudian memunculkan bisnisbisnis dari ranah pemanfaaatan kehidupan pribadi seseorang untuk diubah nilainya menjadi komoditas ekonomi. Dalam segi bisnis sendiri, sebenarnya konsep khalayak dan nilai yang diperoleh merupakan dua konsentrasi pokok. Semua model bisnis mencari cara bagaimana menyampaikan nilai tertentu pada khalayak atau konsumen. Sayangnya di era digital ini justru konsumen seringkali tidak menyadari bahwa dirinya melakukan apa yang disebut self commodification. Para pengguna ini dengan sukarela menggunakan produk yang 278 e-Proceeding | COMICOS 2017 merupakan hasil dari sebuah bisnis model tertentu dan menjual perhatian mereka dalam rangka memperoleh nilai yang mereka inginkan dan terhubung dengan akun tertentu. Meskipun dilakukan dengan sukarela, nyatanya proses self commodification ini tetap termasuk kedalam komodifikasi khalayak (Khajeheian, 2016) Komodifikasi khalayak pada platform Instagram dimulai pada tahun 2013. Hal ini dikarenakan informasi yang berkaitan dengan aktivitas pengguna dikomodifikasi dan dijual pada pengiklan yang membutuhkan khalayak yang lebih spesifik. Tidak hanya sebatas itu, Instagram bahkan menyediakan data breakdown per jam kapan pengguna menggunakan platform, dan kapan konsumen berinteraksi dengan konten. Kondisi ini membawa pengiklan mengetahui kapan waktu terbaik mempromosikan produknya (Swant, 2015). Inilah yang juga sudah disebutkan diatas, bahwa komodifikasi selebgram berkembang diberbagai negara melebihi komodifikasi pada platform media sosial lainnya karena komodifikasi yang terjadi di Instagram didukung oleh Instagram sendiri sebagai penyedia layanan. Untuk kasus di Indonesia sendiri, kasus selebgram dan endorse selain yang ditemukan pada hasil penelitian, peneliti lain juga menemukan fenomena Babystagram. Babystagram sendiri hampir sama dengan selebgram namun menggunakan bayi dari seorang selebritis maupun bayi yang mendadak menjadi selebritis. Sama seperti temuan penulis, Turnip dkk menemukan bahwa makna denotasi dari foto babystagram bertujuan untuk memperoleh kesenangan, hiburan, rasa terharu dan kebanggan. Sementara makna konotasinya lebih kepada pamer, popularitas, kepuasan, obsesi pribadi, kepentingan ekonomi untuk memperoleh lebih banyak endorsement, penawaran iklan, film sehingga menuju tujuan utama yakni kepentingan ekonomi atau uang (Turnip, Wulan, & Malau, 2016). 279 e-Proceeding | COMICOS 2017 Kesimpulan Dalam fenomena selebgram dan endorse, telah terjadi sebuah proses komodifikasi baik komodifikasi konten dalam posting instagram, komodifikasi audiens melalu mekanisme daya tarik followers, dan komodifikasi selebgram sebagai pekerja yang memproduksi konten itu sendiri. Media sosial kini telah mengikuti logika bisnis media mainstream dimana selebgram secara sengaja memproduksi audiens yang telah tersegmentasi dan kemudian ’menjual’ audiens tersebut kepada para pengiklan, dengan mata uang baru yaitu engagement (followers, like, comment), dan personal data. Relasi kuasa dalam kasus ini telah menguntungkan sebagian pihak. Pertama, tentu saja pemilik akun Instagram yang terkategori sebagai Selebgram yang berfungsi sebagai prosumer. Selebgram dalam bisnis ini dapat memperoleh keuntungan produk yang didapatkannya dari pengiklan, dan tentunya penghasilan langsung yang didapat dari iklan berbayar. Pihak lain yang diuntungkan adalah tentu saja pengiklan (online shop). Melalui kehadiran selebgram dan fenomena endorse mereka akhirnya mampu menjangkau pasar audiens dengan segmentasi tertentu yang sudah terbentuk. Tarif yang ditarik untuk beriklan di selebgram ini pun relatif lebih murah dibandingkan jika harus beriklan di media mainstream. Jika ada pihak yang diuntungkan, tentu saja ada pihak lain yang dirugikan. Pertama, tentu saja followers. Followers dalam bisnis ini ditempatkan sebagai barang jualan. Media sosial yang tadinya dianggap sebagai wahana untuk mereka berekspresi dan menemukan role model yang mereka ikuti, kini justru menjebak mereka sebagai pihak yang dirugikan. Kedua, tanpa disadari Selebgram itu sendiri telah menjadi pihak yang merugi. Secara tidak langsung dia dimanfaatkan oleh pengiklan, akun yang tadinya 280 e-Proceeding | COMICOS 2017 merupakan akun pribadi kini berubah menjadi akun yang harus mengikuti kepentingan pihak tertentu. Belum lagi isu privasi dan eksploitasi tubuh yang mungkin dialami oleh para selebgram dalam proses mengiklankan produk yang di endorsenya. Proses komodifikasi ini sendiri dan hubungannya dengan komunikasi telah dijelaskan dalam studi ekonomi politik media. Dalam kasus ini sendiri, dapat dilihat bagaimana logika ekonomi telah berperan sangat besar sehingga mempengaruhi proses produksi, dan konsumsi pesan-pesan komunikasi yang tercermin dalam posting instagram. Perubahan struktur sosial pun terjadi dalam kasus selebgram ini, anak muda saat ini berlomba-lomba untuk menampilkan berbagai macam hal untuk menarik jumlah followers yang menurutnya akan menjadikannya selebgram dan membuka peluang keuntungan baginya. Melihat fenomena selebgram dan endorse ini, menjadi penting untuk menggencarkan literasi penggunaan media sosial terutama mengenai dampak buruk yang mungkin ditimbulkan. Menyebarkan pengetahuan bahwa media sosial bukanlah ruang hampa yang bebas kepentingan, karena nyatanya telah terjadi komodifikasi baik dari segi audiens, konten, dan pekerja sebagai pihak yang memproduksi konten. Selain itu perlu adanya pengawasan terhadap penggunaan media sosial, baik oleh regulator resmi maupun oleh lembaga swadaya masyarakat terutama berkaitan dengan perlindungan pengguna. Daftar Pustaka Alan Mislove, M. M. (2007). Measurement and Analysis of Online Social Networks. Bakker, T. P., & Vreese, C. H. (2011). Good News for the Future? Young People, Internet Use, and Political Participation. New York: SAGE Publication. Fusch, C. (2012). The Political Economy of Privacy on Facebook. Television & New Media 13 (2), 139-159. 281 e-Proceeding | COMICOS 2017 Hubbard, C. (2017, April 25). Artificiality, Authenticity, and Imitation: An Exploration of Branding Practices on Instagram. Instagram. (2016, Desember 16). Instagram. Retrieved from http;//www.instagram.com/faq/ Jackson, D. (2015). Instagram vs Facebook: Which Is Best for Your Brand. Chicago: Sprout Social. Karimuddin, A. (2016, Maret 16). dailycocial.id. Retrieved from https://dailysocial.id/post/pengguna-aktif-instagram-di-indonesia-capai-22-juta Khajeheian, D. (2016). Audience Commodification: A Source of Innovation in Business Models. Technology Innovation Management Review (Volume 6, Issue 8), 40-47. Kominfo. (2013, November 7). Kominfo : Pengguna Internet di Indonesia 63 Juta Orang. Retrieved August 14, 2014, from KEMENTRIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA: http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3415/Kominfo+%3A+Pengguna+ Internet+di+Indonesia+63+Juta+Orang/0/berita_satker#.U0qFf_mSxoE Kompas. (2016, Oktober 24). Kompas.com. Retrieved from http://tekno.kompas.com/read/2016/10/24/15064727/2016.pengguna.internet.di. indonesia.capai.132.juta Larasati, A. A. (2016, November 10). Selebgram dan Endorse. (M. Widyastuti, Interviewer) Maharani, D. (2016, November 10). Selebgram dan Endorse. (M. Widyastuti, Interviewer) Management, B. (2016, November 23). Selebgram dan Endorse. (M. Widyastuti, Interviewer) Management, S. P. (2016, November 21). Selebgram dan Endorse. (M. Widyastuti, Interviewer) Marwick, A. (2015). You May Know Me From YouTube: (Micro)-Celebrity in Social Media.” . John Wiley & Sons Inc. McQuail, D. (1994). Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. MediaWave. (2014). MediaWave. Retrieved 6 30, 2014, from http://mediawave.biz/ Mosco, V. (2009). The Political Economy of Communication. London: SAGE. Nugroho, Y. (2012). Mapping the landscape of the media industry in contemporary Indonesia (Engaging Media, Empowering Society: Assessing media policy and governanc 282 e-Proceeding | COMICOS 2017 e in Indonesia through the lens of citizens’ rights). Manchester: CIPG & HIVOS. Nugroho, Y. (2012). Melampaui Activisme Click. Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung. Oemar, R. O. (2016, Juli 26). Qureta.com. Retrieved from http://www.qureta.com/post/selebgram-dan-komodifikasi Putnam, R. (1995). Bowling Alone: America's Declining Social Capital. New York: Simon & Schuster. Saputro, E. S. (2016, November 10). Selebgram dan Endorse. (M. Widyastuti, Interviewer) Sonwalkar, Kapse, & Pathak. (2011). Celebrity Impact-AModel of Celebrity. Journal of Marketing & Communication. Swant, M. (2015). How Instagram is changing the way brands look at photography, online and beyond: Embracing the 'perfectly imperfect. Retrieved from http://www.adweek.com/news/advertising-branding/how-instagram-changingway-brandslook-look-online-and-beyond Turner, G. (2014). Understanding celebrity. 2nd ed. . London: Sage. Turnip, L. N., Wulan, R. R., & Malau, R. M. (2016). Babystagram Phenomenon Among Indonesia Celebrities Instagram Accounts: Semiotic Analysis on Photographs at Babystagram Account. The 3rd Conference on Communication, Culture and Media Studies (pp. 167-171). Yogyakarta: CCCMS 2016. Utami, N. (2016, Oktober 10). Selebgram dan Endorse. (M. Widyastuti, Interviewer) Vallyandra. (2016, November 10). Selebgram dan Endorse. (M. Widyasuti, Interviewer) West, R., & Turner, L. H. (2008). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika. Widyaningrum, A. Y. (2016). Ekonomi Kreatif ala Selebgram. Komunikasi Digital: Kreativitas dan Interkonektivitas (pp. 491-504). Jakarta: Mercubuana. Wijayanto, K. (2014). Perencanaan Komunikasi untuk Media Sosial. In Perencanaan Komunikasi (pp. 141-165). Bandung: Rosda. 283 e-Proceeding | COMICOS 2017 284 e-Proceeding | COMICOS 2017 ADAPTASI PRAKTIK JURNALISME NARATIF DI MEDIA DIGITAL: SEBUAH OBSERVASI TERHADAP PENGGUNAAN MULTIMEDIA, INTERAKTIVITAS DAN HIPERTEKSTUALITAS Formas Juitan Lase Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Indonesia Jalan Mayjen Sutoyo No.2 Cawang, Jakarta Timur 13630 | Telp/Fax: (021) 80886884. Hp: 085714879841 | E-mail: [email protected] ABSTRAK Media digital di Indonesia saat ini telah berkembang memanfaatkan keniscayaan teknologi multimedia dalam mengemas narasi yang panjang, mendalam dan enak dibaca. Sejumlah media digital yang telah mulai bergerak ke sana adalah tempo.co, detik.com, thejakartapost.com, kompas.com. Kemasan berita mendalam ini dikenal dengan beberapa istilah, antara lain jurnalisme longform, jurnalisme naratif digital, jurnalisme multimedia naratif, jurnalisme multimedia longform, jurnalisme bercerita dan beberapa istilah lain yang dikemukakan sejumlah peneliti dan jurnalis. Secara sederhana istilah ini merujuk pada penggunaan jenis jurnalisme naratif yang pernah populer di media cetak, dan kini diadopsi ke dalam format digital. Fokus artikel ini mencoba menggambarkan proses adaptasi praktik jurnalisme naratif tersebut di tempo.co dengan mempertimbangkan karakteristik bawaan dari jurnalisme naratif dan karakteristik media digital. Metode observasi langsung digunakan untuk mengumpulkan data, sedangkan metode analisis datanya menggunakan metode deskriptif. Temuan menunjukkan adaptasi jurnalisme naratif di tempo.co dilakukan secara bertahap. Tidak semua artikel yang diterbitkan memenuhi kriteria naratif. Hanya 15 dari 21 artikel yang telah memenuhi kriteria. Adaptasi terhadap karakteristik multimedia, dan hipertekstual telah dimanfaatkan sejak tahun 2014. Elemen multimedia yang digunakan masih berupa foto, video, audio, infografik, dan hanya berfungsi untuk menambah informasi terkait isu yang dibahas, dan bukan untuk memperdalam narasi cerita. Di sisi lain, elemen hipertekstualitas lebih banyak memanfaatkan link dari domain internal daripada domain eksternal. Elemen interaktivitas dimanfaatkan dalam format navigasi seperti menggulir laman artikel, memilih menu artikel, dan format fungsional digunakan untuk menyebarkan pesan melalui sosial media Facebook, Twitter, Google Plus, dan Pinterest. Tetapi untuk mengomentari narasi artikel, baru dimulai pada artikel terbitan 2017, yang terhubung dengan akun Facebook pengguna. KATA KUNCI: Jurnalisme Naratif, Media Digital, Multimedia, Interaktivitas, Hipertekstual, Adaptasi ABSTRACT Digital media in contemporary Indonesia has grown to grasp the growth of multimedia technology in packing a lengthy, deeply reported and readable narrative. A number of mainstream print media that have started to move to digital were tempo.co, detik.com, thejakartapost.com, kompas.com. This in-depth news coverage is known by several terms, including longform journalism, digital narrative journalism, narrative multimedia journalism, multimedia longform journalism, storytelling journalism and several other terms put forward by researchers and journalists. Simply put, this term refers to the use 285 e-Proceeding | COMICOS 2017 of narrative journalism ever popular in print format and is now adopted in digital. The focus of this article is to illustrate the adaptation of the narrative journalism practice at tempo.co which taking into account the innate characteristics of narrative journalism and the characteristics of digital media. This research used direct observation method as data collection method in order to explain the process of adaptation, while qualitative description method used as a method of data analysis. The findings indicated that the practice of narrative journalism at tempo.co adapted to the characteristics of digital media gradually. Not all published articles meet the narrative principles. Only 15 of 21 total articles that published have met this standard. On the other hand, adaptation to the characteristics of multimedia, and hypertextuility has been utilized since 2014. Multimedia elements such as photos, videos, audio, maps, infographics, were useful to complete and not to deepen narratives. In addition, the element of hypertextuality considered more utilizing the hyperlink with internal domain rather than external domain. In case of utilizing the interactivity elements, the media have utilized navigation formats such as page scrolling, selecting article menu and functional formats such as spreading messages through social media. But to comment on messages, starting in the 2017 article, it is only for users who have a Facebook account. Key Words: Narrative Journalism, Digital Media, multimedia, hypertextuility, interactivity PENDAHULUAN Praktik digitalisasi di Indonesia sekarang ini telah berlangsung masif setidaknya dalam tiga tahun terakhir. Dari data yang tersedia, ada beberapa media yang telah menghentikan versi cetaknya antara lain The Jakarta Globe yang hijrah ke media digital thejakartaglobe.com pada awal Oktober 2015. Demikian juga dengan Koran Tempo edisi Minggu, Harian Jurnal Nasional, Tabloid Soccer, Harian Bola, dan yang belum lama ini adalah majalah anak muda Trax pindah ke versi digital tanpa mempertahankan versi cetaknya pada Maret 2016. Sedangkan salah satu koran nasional Sinar Harapan sama sekali mengakhiri versi cetaknya pada 1 Januari 2016 tanpa ikut gelombang digitalisasi. Kendati begitu, digitalisasi ini masih menyisihkan setidaknya beberapa versi cetak surat kabar: kompas.com dengan Kompas, tempo.co dengan Koran Tempo, mediaindonesia.com dengan Media Indonesia, thejakartapost.com dengan The Jakarta 286 e-Proceeding | COMICOS 2017 Post, republika.co.id dengan Republika, jawapos.com dengan Jawa Pos, poskotanews.com dengan Pos Kota, koran-sindo.com dengan Koran Sindo, dan seterusnya. Namun demikian, proses digitalisasi media-media ini tidak serta merta mengadopsi praktik jurnalisme yang berlaku di media cetak ke media digital. Berdasarkan produk jurnalistiknya, tampak bahwa apa yang disajikan di media cetak jauh lebih mendalam, imparsial dan verifikatif dibandingkan dengan produk jurnalistik yang ditampilkan di media digitalnya. Faktanya, media digital lebih mengandalkan kecepatan dibandingkan kedalaman isi, sehingga berita yang diterbitkan kebanyakan pendek-pendek dan sepotong-sepotong dengan komposisi narasumber tunggal, judul yang sensasional, dan data yang banal. Data-data yang disampaikan terkadang belum sempat diverifikasi oleh jurnalis, sementara redaksi telah menerbitkannya. Ketergesaan mengejar kecepatan ini dalam banyak kasus mengakibatkan berita-berita tersebut kembali direvisi setelah diprotes akibat tidak akurat, dan bahkan dihapus tanpa ada pemberitahuan apapun dari redaksi. Redaksi berkemauan untuk selalu menjadi yang pertama menerbitkan berita. Kecepatan yang ditawarkan oleh internet telah dimanfatkan untuk tujuan ekonomi yang mengakibatkan tergerusnya kualitas jurnalisme saat ini (Rosenberg dan Feldman, 2008). Kecenderungan ini menurut Barnhurst (2010) adalah konsekuensi digitalisasi media massa yang harus menyesuaikan dengan format berita digital. Kecepatan internet juga punya sisi positif. Kecepatan meniscayakan media digital lebih sering meng-update isu-isu yang diangkatnya tanpa dibebani ruang yang terbatas. Berita-berita dalam format digital juga mampu menciptakan ruang interaktif bagi pengguna dengan berita yang dikonsumsinya. Interaktifitas yang dihadirkan di sini diperoleh pengguna dengan cara 287 e-Proceeding | COMICOS 2017 merespon berita lewat kolom komentar yang tersedia. Pengguna dapat memilih mengonsumsi berita dalam format yang diinginkan (multimedia) dan dari jaringan berita yang beragam dan saling terhubung (hipertekstual). Lewat karakteristik hipertekstual, interaktif, dan multimedia (Bardoel & Deuze 2001; Deuze 2003), media digital di Amerika dan Eropa seperti The New York Times, The Washington Post, The Atavist, The Guardian, The Rolling Stone, Byliner, The Big Roundtable, Epic, Longreads, dan seterusnya (Barnhurst, 2013; Jiang, 2014; Jakobson, Marino dan Gutsche, 2015; Hiippala, 2016) telah lebih awal memanfaatkannya untuk praktik-praktik jurnalisme “baru” yang dikenal dengan sebutan longform. Beberapa peneliti menyebutnya dengan istilah jurnalisme naratif digital, jurnalisme sastra digital, jurnalisme multimedia naratif, jurnalisme multimedia longform, jurnalisme bercerita (Alejandro 2010; Jakobson, Marino dan Gutsche, 2015; Hippalla, 2016; Lase, 2016). Praktik jurnalisme ini secara sederhana menawarkan peluang bagi praktik jurnalisme di media digital yang selama ini masih fokus dengan berita-berita yang pendek-pendek dan cenderung kaku kepada jenis jurnalisme naratif yang lebih mendalam, panjang, tapi santai dan enak dibaca. Jika mengamati perkembangan media digital di Indonesia sejak tahun 1990-an (Nugroho, Putri dan Laksmi, 2012, h. 104), maka dapat disebutkan bahwa media digital kita baru mulai memanfaatkan teknologi yang ditawarkan dalam format digital untuk praktik jurnalisme naratif beberapa tahun terakhir ini. Antara lain, melaui rubrik “investigasi” di tempo.co, rubrik “visual interaktif kompas” di kompas.com, rubrik “longform” di thejakartapost.com, dan rubrik “detix” di detik.com. Pengelola media digital mulai meyakini bahwa ada kebutuhan mendesak bagi pengguna untuk 288 e-Proceeding | COMICOS 2017 mendapatkan format berita yang lebih dinamis, santai tapi mendalam (Lase, 2016, h. 173). Praktik jurnalisme naratif yang diadopsi oleh media digital dalam rubriknya ini menarik untuk dibahas. Bukan hanya karena memberikan informasi secara mendalam dan utuh, tetapi juga penting untuk melihat bagaimana praktik jurnalisme naratif yang pada mulanya berkembang di media cetak kini diadaptasi ke media dalam format digital. Seperti yang disimpulkan oleh Formas Juitan Lase (2016) dalam hasil penelitiannya, bahwa praktik jurnalisme naratif di media digital ini dapat menjadi harapan baru dalam memperbaiki praktik jurnalisme digital di Indonesia yang cenderung mengandalkan kecepatan, sensasional, tapi banal secara konten. Artikel ini hanya fokus pada proses adaptasi jurnalisme naratif di media digital yakni tempo.co dengan mempertimbangkan karakteristik digital dan karakteristik bawaan dari jurnalisme naratif. Karena itu, data-data yang dihasilkan masih berupa data awal yang menguraikan perkembangan jurnalisme digital naratif, dan bagaimana proses adaptasi berlangsung ke dalam format digital yang bersifat multimedia, hipertekstual, dan interaktif. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian tentang praktik jurnalisme naratif di media digital ini mulai berkembang di Amerika dan Eropa sekitar 10 tahun terakhir. Beberapa peneliti yang bisa disebutkan di sini adalah Berning (2011), M Lassila (2014), Jakobson, Marino dan Gutsche (2015), Hipalla (2016). Salah satu artikel yang menganalisis praktik jurnalisme naratif di media digital yang menarik dibahas adalah penelitian yang dilakukan oleh Jakobson, Marino dan Gutsche (2015) yang berjudul “The Digital Animation of Literary Journalism”. 289 e-Proceeding | COMICOS 2017 Artikel ini menganalisis penggunaan teknik penulisan naratif di media digital dan bagaimana elemen-elemen multimedia termasuk interaktivitas dan hiperteks merepresentasikan praktik jurnalisme naratif tersebut. Mereka berpendapat bahwa teknik penulisan naratif tidak hanya digunakan untuk menarasikan teks, tetapi juga dalam mengemas konten multimedia yang dipakai (Jakobson, Marino dan Gutsche, 2015, h. 2). Argumen ini digunakan dalam artikel ini untuk menelusuri penggunaan format digital sebagai sarana untuk memperdalam narasi. Di Indonesia, penelitian terkait praktik jurnalisme naratif telah dikerjakan oleh Formas Juitan Lase (2016) yang diterbikan dengan judul “Jurnalisme Multimedia Longform di Media Digital: Analisis Naratif Artikel tempo.com 2014-2016”. Penelitian ini hanya fokus pada penggunaan elemen multimedia yang digunakan dalam enam artikel yang dianalisis. Elemen multimedia tersebut terdiri dari foto, video, infografik dan audio. Penggunaan elemen multimedia memang cukup membantu pengguna mengonsumsi konten dalam berbagai format medium. Beberapa artikel menawarkan jenis tulisan yang bukan hanya panjang dan mendalam tetapi juga semakin mudah dipahami dan kaya informasi berkat elemen-elemen multimedia yang digunakan dalam masing-masing tulisan (Lase, 2016, h. 183). Dari pembahasan Lase tersebut, dapat dikatakan bahwa masih cenderung berfokus pada penggunaan elemen multimedia. Di sisi lain, terdapat tiga karakteristik media digital yang memungkinkan dimanfaatkan dalam praktik jurnalisme naratif yakni multimedia, interaktifitas dan hipertekstual. Multimedia merupakan kombinasi dari dua atau lebih media yang diwakili dalam bentuk digital yang terintegrasi, tersajikan dan termanipulasi oleh dan dalam program komputer (Chapman & Chapman 2000; Blattner 290 e-Proceeding | COMICOS 2017 & Danneberg 1992). Elemen multimedia bisa berupa teks, foto, video, audio, infografik, peta, animasi dengan bermacam bentuk dan sistem operasi yang beragam. Sedangkan interaktivitas adalah karakteristik internet yang memfasilitasi pengguna untuk berinteraksi antara satu dengan yang lain baik yang tidak hanya terbatas pada peran sebagai pengirim pesan dan penerima pesan, tetapi juga sebagai penyebar pesan (Kopper dkk. 2000, h. 509). Berdasarkan pemikiran Massey dan Levy (1999), ada tiga bentuk kerja interaktivitas di media digital menurut Deuze (2003, h. 214) yakni, (1) Navigation Interativity yakni bentuk interaksi yang memungkinkan pengguna mengendalikan konten media digital dengan cara menggulung layar, maju ke halaman selanjutnya atau kembali ke halaman sebelumnya; (2) Functional Interactivity yaitu bentuk interaksi yang memungkinkan pengguna berpartisipasi dalam proses produksi konten melalui ruang diskusi, kolom komentar, email baik kepada pengguna lain maupun kepada redaksi media digital; dan (3) Adaptive Interactivity yaitu bentuk interaksi yang memungkinkan pengguna mengunggah, memberi keterangan dan mendiskusikan konten mereka sendiri, menawarkan ruang diskusi, dan penyesuaian pengguna terhadap desain situs media digital yang digunakan. Yang terakhir adalah karakteristik hipertekstualitas yakni keterhubungan dan saling berkaitan antara teks yang satu dengan teks yang lain baik yang bersifat teks internal (domain yang sama) maupun yang eksternal (di luar dari domain atau medium yang sama) (Deuze 2003, h. 212). Secara sederhana hipertekstualitas memfasilitas pengguna untuk memperoleh informasi lebih banyak dari satu halaman konten dengan mengklik link yang disediakan dalam laman yang ada di laman situs. Link dalam sebuah laman tidak melulu dalam bentuk teks, tetapi juga bisa dalam bentuk gambar, video, 291 e-Proceeding | COMICOS 2017 infografik maupun simbol-simbol tertentu. Artikel ini menindaklanjuti pembahasan Formas Juitan Lase tersebut dengan mengobservasi penggunaan ketiga format digital (multimedia, interaktivitas, hipertekstualitas) untuk memahami adaptasi jurnalisme naratif di tempo.co. Secara singkat sejarah jurnalisme naratif memang belum mengakar kuat dan masif dalam tradisi jurnalisme Indonesia. Jika melihat praktiknya di media massa, bisa dikatakan hanya ada dua majalah cetak yang mempraktikkannya: pertama adalah Majalah Tempo, dan kedua, Majalah Pantau. Keduanya berumur terpaut jauh. Jika Tempo mulai terbit pada 1971 dan berumur panjang meskipun pernah dibredel pada tahun 1994, dan kembali didirikan pada 1998, sementara Pantau baru terbit pada 2001, dan produksinya langsung terhenti pada 2003, karena persoalan keuangan. Yang membedakan kedua majalah ini adalah klaimnya terhadap jurnalisme naratif. Sejak awal penerbitannya, Pantau mengklaim sebagai majalah yang memperkenalkan dan mempraktikkan jurnalisme naratif (Pantau menyebutnya “Jurnalisme Sastrawi”). Berbeda dengan Tempo yang lebih berani mengklaim genre jurnalismenya sebagai jurnalisme investigasi dibandingkan klaim terhadap jurnalisme naratif. Meski begitu, kedua majalah ini menggunakan adegan per adegan dalam menyusun artikelnya menjadi sebuah cerita yang menarik, menyuguhkan dialog para tokoh, menggunakan berbagai sudut pandang, dan melimpahi artikel dengan detail suasana dan kondisi sosial yang melatarbelakangi peristiwa sebagaimana yang dianjurkan oleh Tom Wolfe dan E. W. Johnson (1973) sebagai empat prinsip utama jurnalisme naratif. Jurnalisme naratif sebenarnya bukan hanya persoalan teknik penulisan yang 292 e-Proceeding | COMICOS 2017 mengandung kata-kata sastra. Mark Kreamer mengatakan bahwa jurnalisme ini masih menggunakan beberapa elemen yang sama seperti berita pada umumnya 5W + 1H (Sims, 1995). Hanya saja jurnalisme naratif melaporkan sebuah peristiwa secara detail. Beberapa elemen tersebut terdiri dari pelaporan menyeluruh, akurasi, representasi simbolik, dan pembangunan narasi berdasarkan struktur yang rinci (Sims, 1995). Selain itu, penulis disyaratkan patuh pada data dan fakta yang dilihat dan dirasakan langsung. Fakta dan data itu harus dapat diverifikasi sumber dan kebenarannya. Fakta dan data inilah yang membawa penulis untuk menyajikan narasi yang mendalam. Dari fakta dan data pula, penulis bisa menelusuri, aktor-aktor terkait dalam peristiwa yang ditulis. Aktor-aktor inilah yang mengikat cerita dalam bentuk karakter. Karena karakter dapat menyatakan emosi melalui dialog-dialog yang dibangun di dalam narasi, dan bukan hanya sekadar kutipan penulis. Ketika The New York Times menerbitkan “Snow Fall: The Avalanche at Tunnel Creek” karya John Branch di media digitalnya nytime.com pada 2012, karya tersebut memenangkan Pullitzer dalam ketegori feature terbaik pada tahun 2013 (McAthy, 2013) dan menjadi pelopor jurnalisme naratif di media digital (longform) (Bennet, 2013). Media digital di Indonesia membutuhkan hampir 4 tahun untuk mempopulerkan genre yang sama melalui tulisan berjudul “Jejak Korupsi Global Dari Panama” yang dipublikasikan oleh tempo.co pada 2016. Artikel tersebut mendapat tanggapan dari masyarakat, bukan hanya karena isu yang diangkatnya menjadi pembicaraan masyarakat internasional, dan menyeret sejumlah nama-nama tokoh Indonesia tetapi juga pada penulisan narasi artikel dan pengemasannya dalam elemen foto dan infografis yang menarik serta terhubung dengan sejumlah link dari hasil kerja International Consortium of Investigative Journalist (ICIJ) yang di dalamnya wartawan Tempo tergabung. 293 e-Proceeding | COMICOS 2017 Keterlibatan Tempo inilah yang memberinya hak untuk mengakses secara bebas 11, 5 juta data dalam dokumen firma hukum Mossack Fonseca. Data dalam dokumen yang bocor tersebut berisi informasi sejak 1977 sampai awal 2015, atau selama 40 tahun. Berangkat dari data-data tersebut, empat wartawan Tempo memverifikasi data yang diperoleh dengan sumber data lain. Mereka juga melakukan wawancara dengan berbagai narasumber, pihak-pihak terkait dan pejabat pemerintahan (tempo.co, 06 April 2016). Apa yang dikerjakan oleh Tempo ini adalah bagian dari jurnalisme naratif. Dalam penulisan naratif, fakta-fakta yang dapat diakses menuntun wartawan menggali lebih dalam persoalan yang terjadi. Fakta pula yang memberikan pemahaman bagi wartawan dalam melihat persoalan lebih obyektif. Jurnalisme naratif sekali lagi bukan hanya mengangkat isu-isu human interest, sebagaimana beberapa media memasukkannya dalam tema tersebut, tetapi juga isu politik, hukum, ekonomi, kriminalitas yang dianggap sebagai tema “serius” juga isu yang disentuh oleh jurnalisme naratif. Jurnalisme naratif bukan hanya persoalan penulisannya tetapi juga metode pengumpulan datanya. TUJUAN PENELITIAN Artikel ini berangkat dari pengamatan bahwa, pertama, digitalisasi media telah membawa dampak pada rendahnya kualitas berita yang disajikan di mana lebih banyak mengandalkan kecepatan, sehingga menghasilkan berita yang banal. Kedua, teknologi digital pada dasarnya meniscayakan media digital untuk menyajikan berita-berita yang lebih panjang, mendalam tetapi tetap enak dibaca yang dikenal dengan istilah jurnalisme naratif di media digital atau longform. Ketiga, dengan karakteristik media digital yang interaktif, hipertekstual dan multimedia, praktik jurnalisme naratif yang disajikan oleh media digital jauh lebih dinamis, kaya akan sumber dan semakin banyak pilihan medium 294 e-Proceeding | COMICOS 2017 untuk dikonsumsi pengguna. Dari uraian tersebut, maka penelitian ini akan berfokus pada kenyataan ketiga tersebut dengan menganalisis struktur jurnalisme naratif yang menarasikan teks ke dalam format digital pada media digital di Indonesia. Tujuannya adalah untuk memahami bagaimana perkembangan media digital dalam mengadopsi praktik jurnalisme naratif di Indonesia yang sebelumnya berkembang di media cetak. Kedua adalah untuk mengetahui bagaimana perangkat atau karakteristik yang dimiliki oleh media digital berupa multimedialitas, hipertekstualitas dan interaktifitas dapat diadaptasi dalam narasi yang panjang, mendalam dan tetap santai. METODOLOGI Penelitian ini secara umum menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode observasi langsung (direct observation), dan wawancara mendalam sebagai metode pengumpulan data, dan metode deskriptif sebagai metode analisis datanya. Namun, untuk artikel ini, data-data yang dihasilkan dari metode observasi yang akan dipaparkan lebih jauh. Metode observasi langsung lazim digunakan dalam studi-studi seperti Antropologi, Sosiologi, Psikologi, Biologi, dan seterusnya terutama untuk mengamati perilaku manusia maupun binatang. Metode ini memungkinkan peneliti mengamati dan mencatat setiap perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh obyek penelitian (Creswell, 2009; Given, 2008, h. 573; Corbetta, 2003, h. 235). Metode yang sama juga digunakan dalam studi ini yakni pengamatan langsung pada masing-masing rubrik di media digital yang diteliti. Metode ini dipilih karena memungkinkan peneliti untuk mengamati secara detail adaptasi praktik jurnalisme naratif dengan mempertimbangkan karakteristik bawaannya 295 e-Proceeding | COMICOS 2017 ke dalam format media digital yang memiliki karakteristik multimedia, interaktivitas dan hipertekstualitas dan perkembangannya dari waktu ke waktu. Kelebihan dari metode ini dalam studi internet yakni, ketersediaan jejak digital yang diamati. Jika dalam penelitian Antropologi, selain mengamati, peneliti juga dimungkinkan untuk merekam subyek amatannya menggunakan tape recorder atau video cameras (Bernard, 2011). Tujuannya untuk mendapatkan data seakurat dan sedetail mungkin. Namun, hanya untuk perilaku yang sedang berlangsung. Di media digital, peneliti terbantu dengan karakteristik internet yang meninggalkan jejak digital, sehingga peneliti dimungkinkan untuk memperoleh data yang lampau. Aktivitas yang hendak diamati dapat diperoleh dengan menelusuri setiap laman artikel. Pengamatan dimulai dari artikel pertama hingga artikel terakhir (saat penelitian berlangsung) yang diterbitkan di tempo.co sebagai media “pelopor” jurnalisme naratif di media digital. Rubrik “investigasi” tempo.co terbagi dalam dua kategori yakni (1) investigasi dan (2) intermezzo. Pengamatan dimulai dari tahun 2014 hingga Juli 2017. Berdasarkan pengamatan awal ada 21 artikel yang telah diterbitkan di rubrik investigasi tempo.co. Penelusuran dimulai dari karakteristik jurnalisme naratif yang digunakan dalam masing-masing artikel. Berdasarkan pengertian Wolfe dan Johnson (1973), jurnalisme naratif setidaknya memiliki empat karakteristik utama: pertama, menggunakan dan menyusun adegan per adegan dalam narasi; kedua, pelaporan secara menyeluruh; ketiga, menggunakan sudut pandang ketiga; dan keempat, penempatan detail. Karakteristik ini dipraktikkan di media cetak setidaknya dalam format narasi, gambar dan infografik. Artikel di Majalah Tempo misalnya, dalam menggunakan teknik penulisan naratif, biasanya melibatkan infografik yang berupa kronologi peristiwa, foto- 296 e-Proceeding | COMICOS 2017 foto tokoh cerita, dan foto-foto peristiwa dalam ukuran besar. Agak berbeda dengan Majalah Pantau yang juga menggunakan teknik penulisan naratif dalam artikelnya. Mereka lebih banyak memanfaatkan gambar-gambar kartun atau gambar lukisan dibandingkan foto atau infografik (Harsono dan Setiyono, 2008). Pengamatan dilakukan dengan cara membaca keseluruhan narasi, mengamati foto, menonton video, membaca infografik, mengamati peta, mendengar audio, menelusuri setiap hiperlink dan medium interaksi yang disediakan. Data-data yang diperoleh dari hasil observasi dan penelusuran dicatat dalam lembar obervasi. Selain itu, semua bentuk perubahan dan perbedaan dalam praktik jurnalisme naratif dan penggunaan format digital di masing-masing artikel juga dicatat. Data-data dalam lembar observasi kemudian ditabulasi dan disajikan dalam dua jenis tabel yang telah didesain menyesuaikan karakteristik naratif, dan karakterisitik digital. Karakterisitik Naratif, terdiri dari kolom judul artikel, tahun terbit, alamat url, karakteristik adegan per adegan, karakteristik keterlibatan penulis, karakterisitik sudut pandang, dan karakteristik detail narasi. Sedangkan format digital terdiri dari kolom judul artikel, tahun terbit, url, bentuk interaktivitas yang disedikan kepada pengguna, jenis elemen multimedia yang digunakan, dan jenis hipertekstual yang dipakai. Menurut Deuze (2003, h. 214), interaktivitas terdiri dari tiga bentuk: navigasi, fungsional dan adaptif. Sedangkan multimedia bisa berupa foto, video, infografik, animasi, audio atau penggunaan peta. Untuk jenis hipertekstual bisa bersifat internal yakni link yang berasal dari domain yang sama atau bersifat eksternal yakni link yang berasal di luar dari domain yang digunakan (Deuze 2003, h. 212). Selanjutnya, data-data tersebut dianalisis menggunakan metode deskriptif 297 e-Proceeding | COMICOS 2017 kualitatif guna menggambarkan struktur jurnalisme naratif ke dalam format digital. Analisis deskriptif, mendukung analisis terhadap data-data yang telah ditabulasi. Dengan cara ini gambaran tentang perkembangan media digital dalam mengadopsi praktik jurnalisme naratif dapat diperoleh. Selain itu, juga bisa menggambarkan perangkat atau format yang dimiliki oleh media digital berupa elemen-elemen multimedia apa saja yang digunakan. Apakah penggunaan elemen multimedia, hipertekstual, dan interaktifitas mendukung adaptasi naratif selain dalam format narasi atau hanya berlaku sebagai medium pelengkap informasi. PEMBAHASAN Hasil temuan dibagi dalam dua jenis pembahasan yakni: pertama, adaptasi jurnalisme naratif di tempo.co berdasarkan amatan pada narasi artikel, dan kedua, adaptasi jurnalisme naratif berdasarkan amatan pada penggunaan format digital. Pembahasan menggunakan data-data yang diperoleh dari hasil amatan. Tidak semua artikel yang diamati akan dibahas dalam artikel ini. Penulis akan memilih beberapa artikel yang merepresentasikan hasil secara umum dalam memberikan gambaran penggunaan prinsip-prinsip jurnalisme naratif, dan adaptasinya dalam format multimedia, interaktivitas, dan hipertekstual. JURNALISME NARATIF DI MEDIA DIGITAL Dari hasil amatan ditemukan bahwa tidak semua artikel yang diterbitkan dikategorikan sebagai naratif. Dari 21 artikel yang diterbitkan oleh tempo.co sepanjang 2014-2017, 298 e-Proceeding | COMICOS 2017 hanya ada 15 artikel yang dianggap memenuhi prinsip-prinsip jurnalisme naratif. Salah satu kriterianya adalah artikelnya panjang dengan jumlah kata lebih dari 2.000 kata (Sharp, 2013; Jakobson, Marino, dan Gutsche, 2015). Narasi panjang dalam penulisan naratif adalah sebuah keharusan, karena jumlah kata berhubungan erat dengan kedalaman informasi, penggalian karakter, penyusunan adegan dan penempatan detail sebuah peristiwa. Satu dari enam artikel yang tidak memenuhi “kriteria” tersebut bahkan tidak memuat narasi panjang yakni artikel berjudul “Jaringan Mafia Penjual Manusia”. Artikel ini hanya menggunakan elemen multimedia seperti foto, video dan peta untuk menjelaskan inti ceritanya. Selain itu, ada satu artikel berjudul “Sang Khalifah dan Bendera Hitamnya” yang ditulis hanya berdasarkan informasi dari beberapa buku. Jika merujuk pada pemikiran Kramer yang mengatakan bahwa penulis jurnalisme naratif wajib berhubungan langsung dengan narasumber peristiwa (Sims, 1995). Penulis harus membangun relasi yang intim dengan tokoh peristiwa dengan cara membenamkan diri dalam dunia tokoh cerita, dan menggali latar belakangnya. Berdasarkan amatan pada artikel ini, semua fakta berupa data dan peristiwa yang ditulis dalam artikel diperoleh dari buku dan media. Tak ada wawancara langsung kepada narasumber. Banyak kutipan langsung diambil dari hasil wawancara wartawan lain yang diterbitkan di media luar negeri seperti The Guardian, Newsweek, dan Telegraph. Artikel berjudul “Melacak Jejak Si Molly” adalah salah satu artikel yang menggunakan narasi panjang. Artikel ini merupakan artikel pertama yang diterbitkan dalam rubrik “investigasi” di tempo.co. Diperkirakan diterbitkan pada 2014, namun tanggal dan bulannya tidak diketahui. Hal ini pula yang menjadi salah satu kelemahan 299 e-Proceeding | COMICOS 2017 dari tempo.co terkait ketiadaan identitas waktu penerbitan masing-masing artikel dalam laman (Lase, 2016, h. 176). Semua artikel dalam rubrik ini tidak diketahui tanggal penerbitannya. Kendati begitu, tidak keliru jika dikatakan bahwa rubrik “investigasi” tempo.co sebagai rubrik pertama yang mempraktikkan jurnalisme naratif digital di Indonesia dibandingkan dengan rubrik “detix” di detik.com yang mulai diterbitkan pada 21 Januari 2016, dan rubrik “visual interaktif kompas” di kompas.com mulai diterbitkan pada akhir Februari 2016. Berdasarkan prinsip-prinsip naratif, ke-15 artikel tersebut mengadopsi prinsip yang pertama yakni menggambarkan kejadian dengan adegan per adegan. Artikel berjudul “Melacak Jejak Si Molly” misalnya menarasikan adegan saat Deputi Pemberantasan BNN Benny Jozua Mamoto menerima kabar terkait bebasnya Raffi Ahmad yang ditangkap BNN terkait kasus narkoba. Namun, Raffi dinyatakan bebas karena zat yang ditemukan di rumahnya adalah narkoba jenis baru, dan belum masuk dalam daftar zat terlarang. RUANG rapat di lantai enam gedung Badan Narkotika Nasional, Jalan M.T. Haryono, Jakarta Timur, itu mendadak senyap. Deputi Pemberantasan BNN Benny Jozua Mamoto tampak berkali-kali menghela napas panjang, sementara tiga penyidik di hadapannya menunduk dalam-dalam. Tom Wolfe menceritakan bahwa adegan adalah salah satu kekuatan untuk menyusun narasi. Wolfe mencontohkan Jimmy Breslin yang mengumpulkan bahan dari apa yang tidak ditangkap oleh kamera atau hal-hal yang terjadi di belakang layar, hal-hal yang sering diabaikan jika menulis berita biasa (Wolfe, 2006, h. 273-275). Data-data dan amatannya itu yang digunakan oleh Breslin untuk menyusun adegan, dan karakter ceritanya. Jika mengamati paragraf di atas, ada dua jenis adegan yang digambarkan. Dimulai dari penggambaran suasana ruangan yang menurut penulisnya, mendadak 300 e-Proceeding | COMICOS 2017 senyap saat Benny Josua Mamoto mendengar pernyataan bawahannya. Kemudian, penggambaran ekspresi menghela nafas yang dilakukan Benny, dan sikap menunduknunduk dari anak buahnya. Penggambaran adegan suasana dan ekspresi tersebut akan berbeda jika penulis artikelnya hanya mengutip pernyataan anak buahnya dan jawaban dari Benny. Penggambaran adegan semacam ini menarik dihadirkan, karena bisa mengikat imajinasi pembaca dengan peristiwa yang sedang terjadi. Mark Kramer mengatakan, untuk membangun adegan maka diperlukan struktur narasi guna memperkuat dan membingkai ulang peristiwa (Sims, 1995). Struktur dapat membantu penulis menelusuri penggalan-penggalan peristiwa atau kehidupan tokohnya seperti kebiasaannya, interaksinya dengan keluarganya, kerabatnya, tetangganya, dan peristiwa lainnya. Tujuannya membawa pembaca ke dalam alur peristiwa, di mana pembaca seolah-oleh hadir pada kejadian tersebut. Ada tiga jenis struktur narasi yang biasa digunakan, yakni (1) struktur kilas balik (flashback), (2) struktur maju mundur, dan (3) struktur kronologis. Berdasarkan pengamatan, ada 5 artikel yang ditemukan menggunakan struktur kilas balik, 1 artikel dengan struktur maju mundur, dan 9 artikel yang berstruktur kronologis. Secara konsep dan teknis, ketiga jenis struktur sama-sama memiliki kesulitannya sendiri. Struktur kronologis meski sering dipandang paling mudah dibandingkan dua jenis lainnya, namun struktur ini juga tetap mengolah adegan-adegan peristiwa secara lihai seperti yang dilakukan jika menggunakan struktur kilas balik dan maju mundur. Salah satu contoh artikel yang menggunakan struktur kronologis adalah “Ada Apa Dengan Pizza”. Artikel ini menceritakan kasus penggunaan bahan pangan kadaluwarsa di restoran cepat saji Pizza Hut, Pizza Hut Delivery, dan Marugame Udon yang 301 e-Proceeding | COMICOS 2017 lisensinya dipegang oleh PT Sriboga Raturaya pada September 2016. Artikel itu dibuka dengan pengantar dari tempo.co yang menceritakan proses investigasi kasus tersebut bersama BBC Indonesia. Narasi artikel dimulai dengan adegan per adegan yang disusun sejak kasus itu terbongkar seperti yang dikutip berikut. RESTORAN Marugame Udon di Gandaria City, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, belum terlalu ramai pada Senin sore, 18 April lalu. Hanya belasan orang menikmati makanan Jepang di gerai yang terletak di lantai upper ground tersebut. Menjelang magrib, lima polisi berpakaian sipil memasuki kawasan Marugame. Para penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian tersebut lalu menggeledah ruang penyimpanan bahan pangan. “Beberapa jam sebelumnya, polisi mendapat informasi bahwa Marugame Udon menggunakan bahan pangan kedaluwarsa,” kata sumber Tempo yang mengetahui penggeledahan tersebut. Dalam praktik jurnalisme naratif, struktur punya fungsi penting. Namun penggunaan satu atau lebih jenis struktur tidak menentukan kualitas narasi. Semua jenis struktur memfasilitasi penulis untuk menggali lebih dalam kejadian atau peristiwa yang sedang ditulis. Bagaimana data-data dan informasi itu dinarasikan lebih ditentukan oleh kemampuan si penulis. Hanya saja penggunaan struktur kronologis seperti pada artikel “Ada Apa Dengan Pizza” kurang memberikan ruang bagi penulis untuk mengontrol konflik dan klimaks peristiwa sesuai irama narasi yang ingin dibangun dibandingkan penggunaan struktur kilas balik atau maju mundur. Struktur kilas balik disusun menjelang klimaks cerita ke awal cerita, sedangkan struktur maju mundur memungkinkan penulis untuk memilih adegan mana yang digunakan terlebih dahulu dan mana yang kemudian. Salah satu artikel yang menggunakan struktur kilas balik adalah artikel berjudul “Jadi Seorang Martir, Bernama Dokter Mochtar”. Bergetar bibir RA Kantjana Kusumasudjana, 93 tahun, saat menceritakan pengalamannya ditangkap oleh polisi militer Jepang 70 tahun silam. Beberapa kali ia terdiam dengan tatapan mata ke depan. Ia seperti menahan tangis. Nanny, 302 e-Proceeding | COMICOS 2017 begitu ia disapa, ketika itu masih gadis dan bekerja sebagai analis di Laboratorium Eijkman di Batavia. Pada tengah hari awal Oktober 1944, saat makan siang di kafe kecil dekat kantor, Nanny dikejutkan oleh datangnya tamu berpakaian putih-putih. Tanpa penjelasan, si tamu menyuruhnya masuk ke mobil. *** Rasa terkejut Nanny bertambah karena ia dibawa memasuki bangunan bekas sekolahnya, Rechthogeschool--kini gedung Kementerian Pertahanan di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta. Ternyata sekolah Nanny telah berubah menjadi markas Kenpeitai. Di dalam bangunan itu terdapat sel-sel tahanan. Nanny mengingat sel itu cukup luas. Bagian depan sel ditutup terali kayu, sedangkan di bagian belakang terdapat selokan air. Prinsip kedua adalah membangun dialog-dialog para tokoh atau karakter cerita. Dari hasil amatan, tidak ada satupun artikel yang memuat dialog antar tokoh peristiwa. Semua pernyataan narasumber dikutip dan dinarasikan. Misalnya dalam artikel berjudul “Kapal Siluman di Laut Nusantara” ini: Awak kapal ini lalu bercerita bagaimana Kapal Tamina 1 lolos dari patroli TNI Angkatan Laut pada akhir 2011. “Waktu itu kami ada di Laut Arafura. Kami baru saja menurunkan jaring ketika bel kapal berbunyi tiga kali," katanya. Tekong kemudian muncul di anjungan dan berteriak dalam bahasa Thailand. Nadanya panik. “Dia minta jaring segera diangkat dan dilipat," kata pelaut ini. Setelah itu, Tamina 1 melaju cepat ke arah perairan Timor Leste. Sambil kabur, bendera Indonesia di geladak diturunkan, berganti jadi bendera Thailand. Meski resminya kapal itu milik PT Tanggul Mina Nusantara, rupanya pemilik kapal mengantongi dua dokumen kepemilikan. “Di anjungan, ada dua koper dokumen. Satu Indonesia, satunya Thailand." Dialog dalam jurnalisme naratif juga sangat penting. Meskipun hal ini tidak dilakukan oleh wartawan-wartawan tempo.co, tidak bisa dikatakan juga bahwa artikel-artikel tersebut bukan naratif. Fungsi dialog atau percakapan para tokoh atau karakter cerita membantu wartawan menghadirkan peristiwa dengan cara mementaskannya di hadapan pembaca atau pengguna. Meski demikian, kutipan pernyataan tokoh tetap bisa dipentaskan dalam paragraf walau tidak sebaik jika menggunakan dialog. Selain hasil wawancara yang dinarasikan ada pula kronologi wawancara dengan narasumber yang 303 e-Proceeding | COMICOS 2017 dimuat dalam artikel. Bentuk wawancara ini adalah salah satu karakter artikel yang biasa digunakan di Majalah Tempo. Ada lima artikel yang menggunakan kronologi wawancara yakni: “Ada Apa dengan Pizza”, “Jejak Korupsi Global dari Panama”, “Obral Izin Sekolah Kedokteran”, “Jadi Seorang Martir, Bernama Dokter Mochtar”, “Prahara pajak raja Otomotif”. Format wawancara ini juga tidak mampu membangun reaksi dan emosi pembaca secara berurutan sebagaimana yang bisa diperoleh jika mengembangkan dialog para tokoh. Prinsip ketiga adalah menggunakan berbagai sudut pandang penulisan. Beberapa literatur menyebutkan bahwa dalam penulisan naratif sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang ketiga. Berdasarkan pemahaman penulis, pernyataan tersebut semestinya bukan sebuah keharusan. Karena dalam tulisan Wolfe (2006) sendiri, ia menggunakan tiga sudut pandang dalam satu cerita secara bergantian yakni sudut pandang tokoh utama, sudut pandang orang yang menyaksikan kejadian, dan sudut pandang Wolfe sendiri. Dalam artikel ini, penggunaan berbagai sudut pandang sangat dimungkinkan, salah satunya artikel yang artikel berjudul “Miniatur Nusantara di Tenggara Indonesia” yang bisa dicermati dari penggalan paragrafi berikut: Pagi hari di awal Oktober 2015, perairan Laut Banda di wilayah Kepulauan Kai (sering juga disebut Kei), Maluku Tenggara, memamerkan keperkasaannya. Ombak setinggi tiga-lima meter menyambut saya, Eko, Oman, dan sembilan warga Tual yang hendak berkunjung ke Tanimbar Kei, pulau paling selatan di Kepulauan Kai. *** SEBELUM kami menemui Bapak Raja, Ali menyarankan menyiapkan perlengkapan untuk upacara sirih pinang. Sepasang daun pinang dan buah sirih yang diambil dari kebun disimpan di dua piring. "Masing-masing diberikan ke Bapak Raja," ujarnya. *** Untuk menuju Ohoratan yang didiami kedua Bapak Raja, kami harus menaiki seratus anak tangga pada tebing karang setinggi 25 meter yang sudut kemiringannya hampir 45 derajat. 304 e-Proceeding | COMICOS 2017 Dari 15 artikel hanya artikel “Miniatur Nusantara di Tenggara Indonesia” yang menggunakan sudut pandang penulisnya dan sudut pandang orang ketiga secara bergantian. Selebihnya, menggunakan sudut pandang ketiga. Penggunaan sudut pandang ini, ditandai dengan penggunaan kata “saya” atau “kami” atau “kita” dalam narasinya, juga kutipan-kutipan pernyataan dari orang ketiga yang menyaksikan kejadian. Prinsip terakhir adalah penempatan detail ke dalam keseluruhan narasi. Detaildetail yang digunakan pada umumnya dalam artikel yang diamati adalah detail suasana peristiwa, latar belakang sosial dan budaya tokoh atau karakter cerita, dan beberapa artikel yang mendalami adegan peristiwa dengan detail ekspresi wajah tokoh, dan gestur tubuh. Hal-hal terperinci tersebutlah yang membuat narasi menjadi panjang dan mendalam karena bisa menggambarkan kejadian. Artikel berjudul “Jejak Korupsi Global dari Panama” adalah satu-satunya artikel yang berjumlah lebih dari 10.000 kata. Ada detail adegan peristiwa yang diuraikan dalam artikel tersebut, salah satunya paragraf berikut: Sebelum fajar menyingsing pada 26 November 1983, enam perampok menyelinap masuk ke gudang milik Brink’s-Mat di Bandara Heathrow, London, Inggris. Mereka mengikat penjaga keamanan, menyiram mereka dengan bensin dan menyalakan korek api lalu mengancam akan membakar mereka semua kecuali mereka membukakan pintu almari besi di sana. Di sana, para perampok menemukan hampir 7 ribu batang emas, berlian dan uang tunai. "Terimakasih banyak atas bantuannya. Selamat Natal," kata salah satu perampok ketika mereka pergi. Kendati begitu, artikel itu dikerjakan oleh dua tim yang berbeda: tim pertama dari International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). Dan, tim dari Tempo yang beranggotakan empat orang: Wahyu Dhyatmika, Philipus Parera, Agoeng Widjaya, Mustafa Silalahi dengan dibantu oleh dua orang lainnya yakni Inge Klara dan Angelina Anjar. Hampir 5.000 kata pertama dalam artikel tersebut ditulis oleh tim Tempo atas hasil 305 e-Proceeding | COMICOS 2017 investigasi dan analisis tim ICIJ. Sedangkan narasi berikutnya ditulis oleh tim Tempo sendiri. Selain terkait prinsip-prinsip naratif, hal lain yang juga menarik dibahas terkait detail artikel adalah publikasi nama-nama kontributor masing-masing artikel. Ada 10 dari 15 artikel yang tidak diketahui siapa penulis, fotografer, videografer maupun desainer grafisnya. Lima artikel yang memuat nama kontributornya juga terbatas pada penulis dan fotografer. Videografer dan desainer grafisnya juga tidak dicantumkan. Identitas kontributor masing-masing artikel sangat penting dituliskan. Hal ini berkaitan dengan hak cipta dan penghargaan atas karya yang telah dihasilkan. Di sisi lain, pengguna juga bisa menjalin komunikasi dengan penulisnya serta karya tersebut dapat dipertanggungjawabkan. KARAKTERISTIK DIGITAL Multimedia Identifikasi penggunaan elemen-elemen multimedia dalam masing-masing artikel masih dominan menggunakan foto. Semua artikel yang diamati menggunakan foto dengan dua jenis ukuran: ukuran layar penuh dan ukuran sedang dengan total sebanyak 140 foto. Sedangkan penggunaan video terbatas pada empat artikel berjudul “Melacak Jejak Si Molly”, “Selektif Serampangan Punggawa Penyiaran”, “Prahara pajak raja Otomotif”, dan “Miniatur Nusantara di Tenggara Indonesia”. Selebihnya menggunakan audio rekaman seperti dalam artikel “Tipu Muslihat Calon Abdi Negara”, dan penggunaan infografik pada empat artikel. Tujuan penggunaan elemen multimedia dalam masingmasing artikel berbeda-beda. Dan tidak semua elemen multimedia yang digunakan dapat saling berinteraksi satu sama lain untuk menciptakan narasi yang menyeluruh (Huxford, 306 e-Proceeding | COMICOS 2017 2001; Coonfield dan Huxford, 2009). Dalam artikel berjudul “Tipu Muslihat Calon Abdi Negara” misalnya, penggunaan elemen foto sangat dominan. Tetapi tidak memiliki fungsi selain memberikan informasi wajah tokoh yang terkait peristiwa. Praktik ini tidak berbeda dengan penggunaan foto-foto narasumber di media cetak yang berfungsi hanya untuk melengkapi informasi. Foto-foto yang cukup berinteraksi dengan elemen multimedia lain, ditemukan pada artikel “Miniatur Nusantara di Tenggara Indonesia”. Misalnya, foto kehidupan nelayan di Pulau Tarwa, Maluku Tenggara dengan video yang menggambarkan kehidupan ibu-ibu yang sedang berada di perahu menuju Pulau Tarwa. Foto dan video saling berinteraksi dan sama-sama mendukung penggambaran latar belakang dan suasana cerita. Di sisi lain, ada juga foto yang memiliki pesan tersendiri yang terlepas dari konteks narasi seperti tergambar dalam foto anak yang sedang menjemur rumput laut di pinggir pantai (Lase, 2016, h. 178). Artikel yang mempresentasikan bagaimana penggunaan elemen multimedia dapat memperdalam narasi, diperoleh dari artikel berjudul “Jejak Korupsi Global dari Panama” khususnya pada penggunaan elemen infografik. Narasi dalam artikel ini berfungsi untuk mementaskan peristiwa dengan struktur kronologis. Ada beberapa tokoh atau karakter yang dibahas dalam narasi, tetapi detail penting dari sosok yang dibahas ditemukan dalam infografik. Ada 58 tokoh yang dibahas dalam infografik yang interaktif tersebut. Mereka adalah orang-orang yang terkait dengan klien Firma Hukum Mossack Fonseca. Masing-masing tokoh digambarkan tokoh, dan jaringan perusahaan gelap bebas pajak (offshore) yang dirahasiakan tersebut. Kelemahannya adalah infografik tersebut diperoleh dari tim International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). Sebagai 307 e-Proceeding | COMICOS 2017 salah satu media partner ICIJ, maka Tempo diperbolehkan untuk mengakses dan menggunakannya. Seharusnya, Tempo dapat membuat infografik yang sama untuk narasi yang membahas tokoh-tokoh Indonesia. Selain infografis, ada juga elemen video yang digunakan untuk memperdalam narasi dan karakter para tokoh seperti dalam artikel “Seleksi Serampangan Punggawa Penyiaran”. Video tersebut berisi potongan-potongan siaran televisi yang bersumber dari Youtube. Misalnya video yang menggambarkan karakter Wiranto dan Hary Tanoe lewat kuis Win-HT di RCTI. Atau video Aburizal Bakrie yang sedang berkampanye di TV One, dan Surya Paloh yang berkampanye di Metro TV. Konten video tersebut sangat kuat menggambarkan karakter Hary Tanoe, Aburizal Bakrie dan Surya Paloh sebagai pemilik media cum pemimpin partai politik yang menggunakan medianya untuk kepentingan politik. Kelemahan yang mencolok dalam penggunaan elemen multimedia ini adalah terdapat tiga infografik pada tiga artikel yang tidak tampak di layar, serta audio rekaman yang tidak berfungsi. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena dapat mengganggu pengguna. Isu kompatibilitas memang menjadi salah satu persoalan yang harus diperhitungkan, seperti mempertimbangkan jenis perangkat (devices) yang digunakan oleh pengguna. Pengguna dapat mengakses narasi dari perangkat telepon seluler, tablet atau laptop. Juga, mesin pencari (web browser) yang kemungkinan digunakan oleh pengguna bisa berbeda-beda. Antara penggunaan Mozilla Firefox, Google Crome, Safari, dan lain sebagainya bisa menyebabkan tampilan multimedia berbeda. Demikian juga dengan penggunaan sistem operasi (operating system) perangkat seperti Android, iOS, Windows, dan lain sebagainya. 308 e-Proceeding | COMICOS 2017 Interaktivitas Berdasarkan amatan, ada tiga jenis interaktivitas yang dipraktikkan pada artikel-artikel tempo.co yakni: pertama, ketersediaan elemen navigasi bagi pengguna. Pengguna bisa memilih membaca jenis konten yang mana dengan cara menggulir (scroll) laman artikel. Menggulir juga bisa dilakukan pada foto-foto atau video yang digunakan di dalam artikel. Penggunaannya juga berbeda-berbeda, ada foto yang digabung dengan foto saja. Ada juga yang bersamaan dengan video. Artikel berjudul “Miniatur Nusantara di Tenggara Indonesia” adalah salah satu artikel yang menggunakan navigasi gulir dengan menggabungkan antara foto dan video. Format navigasi semacam ini sangat bermanfaat untuk menghemat ruang foto atau video dalam narasi. Komposisinya hampir sama seperti foto slide show. Persoalannya adalah foto-foto yang digulirkan dalam format tersebut memperlambat pengguna untuk membaca narasi. Ukuran foto yang cukup lebar membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengulirkan masing-masing foto. Apalagi kalau format tersebut digabung dengan video yang durasinya cukup lama. Navigasi lainnya yang dimanfaatkan adalah ketersediaan elemen menu yang berisi sub-sub judul penggalan cerita. Ada 14 artikel yang menggunakan elemen menu ini. Salah satunya artikel berjudul “Prahara Pajak Raja Otomotif”. Navigasi ini berguna untuk memberikan alternatif atau kemudahan bagi pengguna untuk memilih bagian cerita mana yang hendak dibaca tanpa harus menggulung laman media berkali-kali. Yang kedua adalah interaktivitas fungsional yang memberikan ruang untuk berkomentar yang terhubung dengan akun media sosial Facebook pengguna. Dari 16 artikel hanya ada dua artikel yang menyediakan ruang komentar. Artikel ini berjudul “Di Balik Aksi Brutal Jakmania” dikomentari oleh 5 pengguna, dan artikel berjudul “Obral 309 e-Proceeding | COMICOS 2017 Izin Sekolah Dokter” dikomentari oleh 8 pengguna. Berdasarkan amatan, ruang komentar ini baru mulai dimanfaatkan pada artikel terbitan tahun 2017. Artinya, selama tiga tahun sebelumnya, tempo.co belum memanfaatkan ruang interaktivitas tersebut. Sumber gambar: https://investigasi.tempo.co/84/di-balik-aksi-brutal-jakmania Jenis interaktivitas yang ketiga adalah bentuk interaksi yang memungkinkan pengguna mengunggah, memberikan keterangan dan mendiskusikan konten mereka sendiri, menawarkan ruang diskusi, dan penyesuaian pengguna terhadap desain situs media digital yang digunakan. Hampir semua artikel menggunakan media sosial Facebook, Twitter, Google Plus, dan Pinterest untuk menyerbarluaskan artikel. Namun, tidak ada keterangan yang mendukung berapa jumlah penyebaran artikel di masing310 e-Proceeding | COMICOS 2017 masing media sosial. Penelitian ini terbatas untuk menelusuri siapa dan bagaimana proses penyebarannya di media sosial. Bentuk interaksi pengguna atau pembaca berhenti pada aktivitas pengguna di laman artikel. Desain situs yang menarik dan interaktif dapat membuat pengguna betah untuk berlama-lama di laman media. Tetapi, jika desain situs yang interaktif tidak didukung dengan teknik desain yang memadai, dapat menyebabkan elemen multimedia atau hiperlink tidak dapat diakses. Padahal, fungsi utama elemen-elemen tersebut adalah untuk memperoleh pesan dari berbagai alternatif medium (Zerba, 2014). Pengguna memang leluasa untuk memilih mengonsumsi konten dalam berbagai format. Namun format-format tersebut harus dipastikan dapat berfungsi kapanpun diakses. Hal ini misalnya terjadi pada rekaman audio dalam artikel berjudul “Tipu Muslihat Calon Abdi Negara” yang tidak berfungsi, dan penggunaan infografik di artikel “Empat Raja Kapal Siluman, “Setelah Michael Tak Mengaum Lagi”, dan “Kapal Siluman di laut Nusantara” yang tidak muncul di laman. Hipertekstual Ada dua jenis domain hipertekstual yang digunakan dalam artikel-artikel ini: link yang berasal dari domain internal artinya dari domain tempo.co sendiri dan link dari domain eksternal. Link dari domain internal cukup dominan digunakan yakni sebanyak 9 artikel dengan total 43 link. Sedangkan untuk link dari domain internal hanya ditemukan pada artikel berjudul “Jejak Korupsi Global Dari Panama” sebanyak 13 link. 311 e-Proceeding | COMICOS 2017 hiperlink Sumber gambar: https://investigasi.tempo.co/raja_kapal/ Ada dua cara kerja hiperteks yang digunakan dalam artikel-artikel ini yakni, pertama, link ditanam pada kalimat dalam paragraf (lihat gambar), dan kedua misalnya seperti ini: Baca “Obral Izin Sekolah Dokter” di Majalah Tempo Edisi 19-24 Desember 2016. Format yang pertama, terhubung dengan link tempo.co, sedangkan format kedua terhubung dengan link Majalah Tempo versi digital. Banyak link yang ditemukan dalam artikel digunakan untuk menambahkan informasi terkait topik narasi, dan bukan bertujuan untuk memperdalam narasi cerita. Ada beberapa artikel yang ditemukan mengulang-ngulang link yang telah digunakan pada paragraf sebelumnya. Salah satunya artikel berjudul “Tipu Muslihat Calon Abdi Negara” yang menggunakan 10 link dari domain internal. Dari hasil penelusuran, hanya ada lima link utama, selebihnya pengulangan dari link https://www.tempo.co/topik/masalah/468/pegawai-negri-sipil dan https://www.tempo.co/topik/masalah/624/Tes-Penerimaan-Calon-Pegawai-NegeriSipil-CPNS ini. Kedua link inipun memiliki konten yang sama yakni berisi kumpulan berita-berita singkat terkait topik pegawai negeri sipil. Dengan demikian, keberadaan 312 e-Proceeding | COMICOS 2017 link dalam artikel lebih bertujuan untuk menambahkan informasi terkait isu yang sama, dan bukan untuk mempertajam adegan tertentu yang berusaha dibangun dalam narasi. Tujuan penggunaan hipertekstualitas yang dipraktikkan dalam artikel tempo.co berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Jacobson, Marino, dan Gutsche (2015) yang melihat hiperteks lebih dari sekadar pemetaan pengenalan atau penambahan informasi dari isu terkait. Tetapi merupakan integrasi teknologi yang digunakan untuk mengisahkan narasi yang lebih mendalam dan menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kendati begitu, muncul kekhawatiran bahwa keberadaan hiperteks yang cukup dominan dalam narasi, dapat mengganggu konsentrasi pengguna, serta berpotensi mengalihkan pengguna ke laman yang lain tanpa menuntaskan laman narasi. KESIMPULAN Praktik jurnalisme naratif di rubrik investigasi tempo.co adalah relokasi dari artikel yang telah diterbitkan di Majalah Tempo dalam kurun 2014-2017. Tidak ada perubahan narasi yang signifikan dari majalah dengan artikel yang diterbitkan di media digital. Salah satu ‘template’ yang khas dari artikel majalah adalah penggunaan kronologi wawancara dengan salah satu narasumber yang dianggap penting. Selain itu, artikel yang diterbitkan adalah sebagian besar hasil kerja tim yang sama seperti yang diterbitkan di majalah. Ketika artikel yang sama dimuat di rubrik investigasi tempo.co, perbedaan yang paling mencolok adalah adaptasinya dengan karakteristik digital. Pemanfaatan elemen multimedia masih terbatas pada foto, video, infografis yang statis, dan audio rekaman. Sedangkan elemen interaktif hanya menggunakan navigasi gulir layar (scroll), menu, ruang komentar, dan media sosial. Praktik hiperteks dominan menggunakan link dari domain internal yang sifatnya untuk menambah informasi dengan isu yang sama, dan 313 e-Proceeding | COMICOS 2017 bukan untuk mendalami narasi cerita. Kelemahan penggunaan elemen multimedia, interaktivitas, dan hipertekstual dalam praktik jurnalisme naratif di tempo.co adalah munculnya kompatibilitas tampilan multimedia yang bisa disebabkan karena perbedaan perangkat, mesin pencari, dan operasional sistem yang digunakan pengguna. Selain itu, banyak elemen multimedia yang digunakan berasal dari Majalah Tempo, tempo.co, Koran Tempo, antara.co.id, dan Youtube. Tidak ditemukan elemen multimedia yang khusus dibuat untuk mengadaptasi narasi yang semula dari media cetak ke format digital. Jika dibandingkan dengan media digital lain yang telah mengadopsi praktik jurnalisme naratif, media-media tersebut telah jauh memanfaatkan elemen multimedia yang interaktif seperti video background, teknik parallax scrolling, pemanfaatan peta interaktif google earth atau google street. Penggunaan elemen multimedia, interaktivitas dan hipertekstual di tempo.co perlu ditingkatkan, dan dimanfaatkan untuk menggambarkan adegan, memperkuat karakter, dan memperdalam narasi cerita. DAFTAR PUSTAKA Alejandro, J. (2010). Journalism in The Age of Social Media. Diakses pada 26 Mei 2017, dari https://reutersinstitute.politics.ox.ac.uk/sites/default/files/journalism%20in%20th e%20age%20of%20social%20media.pdf Barnhurst, KG. (2010). The Form of Reports on US Newspaper Internet Sites, an Update. Journalism Studies 11(4): 555–566. Barnhurst, KG. (2013). Newspapers Experiment Online: Story Content After a Decade on The Web. Journalism, 14 (1): 3-21. Bardoel, J. dan M. Deuze. (2001). ‘Network Journalism: Converging Competences of Media Professionals and Professionalism’, Australian Journalism Review 23(2): 91–103. Bennet, J .(2013). Against ‘long-form’ journalism. The Atlantic, 12 Desember. Diakses pada 12 Mei 2017 dari: http://www.theatlantic.com/business/archive/2013/12/against-long-formjournalism/282256/. 314 e-Proceeding | COMICOS 2017 Bernard, H. R. (2001). Research Methodes in Antropology: Qualitative and Quantitative Approaches. 5th edition. Lanham, MD. Rowman and Littlefield. Blattner, M. M., & Dannenberg, R. D. (ed.). (1992). Multimedia Interface Design. New York: ACM Press. Branch, J. (2012). Snow Fall: The Avalanche at Tunnel Creek. Diakses pada 27 Mei 2017, dari http://www.nytimes.com/projects/2012/snow-fall/#/?part=tunnel-creek Chapman, N., & Chapman. J. (2000). Digital Cartography. New York: John Wiley & Sons. Coonfield, G., & Huxford, J .(2009). News images as lived images: Media ritual, cultural performance, and public trauma. Critical Studies in Media Communication 26(5): 457–479.DOI:10.1080/15295030903325354. Corbetta, P. (2003). Social Research: Theory, Methods and Techniques. London, Thousand Oaks, dan New Delhi: Sage Publication. Cresswell, J. W. (2009). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methodes Approaches. Third Edtion. Thousand Oaks, New Delhi & London: Sage Publications, Inc. Deuze, M. (2003). The Web and Its Journalisms: Considering The Consequences of Different Types of News Media Online. New Media & Society 5 (2): 203–230. Given, L. M. (2008). The Sage Encyclopedia of Qualitative Research Methods. USA: SAGE Publications, Inc Harsono, A. & Setiyono, B. (eds.). (2008). Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan Mendalam dan Memikat. Edisi Revisi. Jakarta: Kepustakaan Popular Gramedia. Hiippala, T. (2016). The Multimodality of Digital Longform Journalism. Digital Journalism. DOI: 10.1080/21670811.2016.1169197 Huxford J .(2001). Beyond the referential: Uses of visual symbolism in the press. Journalism 2(1): 45–71. DOI:10.1177/146488490100200102. Jacobson, S., Marino, J., & Gutsche, R. E. (2015). The Digital Animation of Literary Journalism. Journalism. DOI:10.1177/1464884914568079. Jiang, Y. (2014). Best Longform Journalism Sites. Diakes pada 7 Mei 2017, dari http://www.voxmagazine.com/arts/books/best-longform-journalismsites/article_799f63ef-e062-5f10-8bac-eaa1a0e8c468.html Lase, Formas Juitan. (2016). “Jurnalisme Multimedia Longform di Media Digital: Analisa Naratif Artikel Tempo.co 2014-2016.” Prosiding “Tren Pola Konsumsi Media di Indonesia 2016” yang diterbitkan oleh Serikat Perusahaan Pers. Agustus 2016, hal. 172-185. McAthy, R. (2013). New York Times Digital Snowfall feature Wins Pulitzer. Diakses pada 7 Agustus 2016, dari https://www.journalism.co.uk/news/new-york-timesdigital-snowfall-feature-wins-pulitzer/s2/a552683/ Nugroho, Y., Putri, D.A., & Laksmi, S. (2012) Memetakan Lanskap Industri Media Kontemporer di Indonesia. Jakarta: CIPG dan HIVOS. Rosenberg, H., & Feldman, C.S. (2008). No Time to Think: The Menace of Media Speed and the 24-hour News Cycle. New York: Continuum. Sims, N. (1995). The Art of Literacy Journalism, in Norman Sims and Mark Kramer. (ed.), Literary Journalism: A New Collection of the Best American Nonfiction. New York: Ballantine Books: 3-19. Sharp, N. (2013). The Future of Longform. Diakses pada 27 Mei 2017, dari http://www.cjr.org/behind_the_news/longform_conference.php?page=all Tempo.co. (2016). “Bagaimana Tempo Terlibat Investigasi Panama Papers.” Diakses 315 e-Proceeding | COMICOS 2017 pada 4 Mei 2017 dari: https://m.tempo.co/read/news/2016/04/06/078760141/bagaimana-tempo-terlibatinvestigasi-panama-papers Wolfe, T. (2006). From The New Journalism, in G. Stuart Adam and Roy Peter Clark. (ed.). Journalism: The Democratic Craft. New York: Oxford University Press: 271-295. Wolfe, T., & Johnson, E. W. (1973). The new journalism: With an anthology edited by Tom Wolfe and E.W. Johnson. New York: Harper & Row. Zerba, A. (2004). Redefining Multimedia Toward A More Packaged Journalism Online. Dipresentasikan di Fifth International Symposium on Online Journalism at the University of Texas at Austin April 16-17. Diakses pada 10 Mei 2017 dari: https://www.academia.edu/643887/Redefining_Multimedia_Toward_a_More_Pa ckaged_Journalism_Online LAMPIRAN Judul Artikel Melacak Jejak si Molly Seleksi Serampangan Punggawa Penyiaran Tipu Muslihat Calon Abdi Negara Prahara pajak Raja Otomotif Senjakala Ketoprak Tobong Empat Raja Kapal Siluman Miniatur Nusantara di Tenggara Indonesia Setelah Michael Tak Mengaum Lagi Kapal Siluman di Laut Nusantara Jadi Seorang Martir Bernama Dokter Mochtar Selamat Malam, Pagi... Jejak Korupsi Global dari Panama Ada apa dengan Pizza? Di Balik Aksi Brutal Jakmania Obral Izin Sekolah Dokter 316 URL https://investigasi.tempo.co/narkoba/ https://investigasi.tempo.co/kpi/ https://investigasi.tempo.co/cpns/ https://investigasi.tempo.co/toyota/ https://investigasi.tempo.co/ketoprak_tobong/ https://investigasi.tempo.co/raja_kapal/ https://investigasi.tempo.co/kepulauan_kai/ https://investigasi.tempo.co/kbs/ https://investigasi.tempo.co/kapal_siluman/ https://investigasi.tempo.co/achmad_mochtar/ https://investigasi.tempo.co/gerhana_matahari/ https://investigasi.tempo.co/panama/ https://investigasi.tempo.co/pizza-hut-marugameudon-kedaluarsa/ https://investigasi.tempo.co/84/di-balik-aksi-brutaljakmania https://investigasi.tempo.co/101/obral-izin-sekolahdokter e-Proceeding | COMICOS 2017 DINAMIKA KELOMPOK DALAM PROSES KOMUNIKASI ORGANISASI SUBTEMA DINAMIKA MEDIA, BUDAYA DAN MASYARAKAT 317 e-Proceeding | COMICOS 2017 318 e-Proceeding | COMICOS 2017 PERHIMPUNAN PEREMPUAN PEKERJA SEKS YOGYAKARTA Erwin Rasyid 085799093119 | [email protected] Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Abstract Prostitution is sexual service for gaining cash. For someone who works in sexual service named as a prostitute or in Bahasa called as Pekerja Seks Komersial (PSK). Nowaday PSK term constructed by people to discriminate the sex labor. Sometimes Perempuan pekerja seks (PPS) obtain the negative streotype from society, because they know as a moral offender in social culture. Even though, some of them try to get another work. However, the society streotype have caused PPS not able to discharge from their profession that caused by Lack of advocacy from related stakeholders who are not serious to give more protection. In Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), there are some location that used for prostitution area for instance Pasar Kembang or known as sarkem, Ngebong dan nearby Giwangan station. In every prostitution area have three community that be organtized for PPS to advocate their rights, for example Bunga Seroja Community located in Sarkem, Arum Dalu Sehat Community located in Ngebong and Surti Berdaya in Giwangan. Afterward, the communities established Perhimpunan Perempuan Pekerja Seks Yogyakarta (P3SY). P3SY is an organization that used as an advocacy tool of female sex worker in DIY. The community consists of Bunga Seroja, Arum Dalu Sehat and Surti Berdaya. This research finds some factors that cause group dynamics in P3SY organization communication process. That is, the geographical location of the three different prostitution areas and the different number of members resulted in the dynamics of each community. The dynamics then make the P3SY organizational communication process becomes more interesting both in the process of decision making and in the process of relations among fellow members. Key words: Group Pressure , Organizational communication and Sex Labor. Abstrak Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual atau hubungan seks untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini disebut dengan istilah pekerja seks komersial atau PSK. Istilah PSK adalah bentuk diskriminasi masyarakat terhadap para pekerja seks. Dalam pengertian yang luas, sesorang yang menjual jasanya untuk hal yang dianggap tak berharga juga disebut melacurkan dirinya sendiri. Perempuan pekerja seks (PPS) sering mengundang streotipe negatif di berbagai lapisan masyarakat, karena dianggap pelaku pembelokan moral dan budaya yang ada di masyarakat. Meskipun demikian, diantara PPS tersebut berupaya untuk keluar dari 319 e-Proceeding | COMICOS 2017 profesinya. Namun paradigma yang telah melekat di masyarakat membuat para PPS enggan keluar dari keadaanya yang sekarang karena minimnya advokasi dari stakeholder terkait yang tidak serius menaunginya. Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terdapat beberapa kawasan yang sering menjadi tempat para pekerja seks menjajakan diri. Yaitu kawasan Pasar Kembang atau yang lebih dikenal sarkem, pinggir rel kereta api Stasiun Tugu (Ngebong dan di kawasan terminal giwangan). Di tiga kawasan tersebut terdapat komunitas yang menjadi wadah berorganisasi dari PPS untuk memperjuangkan haknya, antara lain komunitas Bunga Seroja di Sarkem, komunitas Arum Dalu Sehat di Ngebong dan komunitas Surti Berdaya di Giwangan. Ketiga komunitas tersebut kemudian membentuk satu payung organisasi yang bernama Perhimpunan Perempuan Pekerja Seks Yogyakarta (P3SY). Metode yang digunakan dalam paper ini adalah pendekatan etnografi komunikasi dengan mengamati aktifitas komunikasi dari subjek yang diteliti. P3SY merupakan organisasi yang dijadikan sebagai alat advokasi dari tiga komunitas pekerja seks yang ada di DIY. Komunitas tersebut terdiri dari Bunga Seroja, Arum Dalu Sehat dan Surti Berdaya. Penelitian ini menemukan adanya beberapa faktor yang menimbulkan dinamika kelompok dalam proses komunikasi organisasi P3SY. Yaitu letak geografis dari tiga wilayah prostitusi yang berbeda serta adanya perbedaan jumlah anggota mengakibatkan terjadinya dinamika pada masing-masing komunitas. Dinamika tersebut kemudian membuat proses komunikasi organisasi P3SY menjadi semakin menarik baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam proses hubungan antar sesama anggotanya. Kata Kunci: Tekanan Kelompok, Komunikasi Organisasi dan Pekerja Seks. A. Pendahuluan Kaum marjinal sering dianggap sebagai bentuk kegagalan dari pembangunan khususnya dalam bidang investasi human capital. Selain itu, indikator pembangunan yang selalu menitik beratkan pada pembangunan sektor ekonomi dan politik membuat posisi kaum marjinal dalam struktur pembangunan semakin terjepit. Tak terkecuali bagi perempuan yang berprofesi sebagai pekerja seks atau sering disebut dengan pelacur. Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual atau hubungan seks untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini juga disebut dengan istilah pekerja seks komersial atau PSK. Istilah PSK adalah bentuk diskriminasi masyarakat terhadap para pekerja seks. Dalam pengertian yang luas, sesorang yang menjual jasanya untuk hal yang dianggap tak berharga juga disebut 320 e-Proceeding | COMICOS 2017 melacurkan dirinya sendiri. Di Indonesia pelaku pelacuran sering disebut sebagai sundal. Ini menunjukan bahwa perilaku perempuan pekerja seks sangat begitu hina dan menjadi musuh masyarakat. Pekerjaan melacur sudah dikenal di masyarakat sejak berabad lampau, ini terbukti dengan banyaknya catatan seputar mereka dari masa kemasa. Sejarah telah menuturkan banyak riwayat tentang perilaku seks manusia, mulai dari zaman prasejarah kini dengan ditemukannya berbagai ilustrasi yang secara antropologis dapat dikatakan sebagai riwayat tetang perilaku seks manusia (Sudarto, 2013). Resiko yang disebabkan akibat pelacuran antara lain adalah keresahan masyarakat dan dianggap sebagai biang penyebaran penyakit menular seksual, seperti HIV/ AIDS, Spilis dan sebagainya. Perempuan pekerja seks (PPS) sering mengundang streotip negatif di berbagai lapisan masyarakat, karena dianggap pelaku pembelokan moral dan budaya yang ada di masyarakat. Stigma tersebut muncul sebagai akibat dari adanya norma perkawinan yang menjadi ideologi dominan di masyarakat. Dalam pandangan budaya patriaki PPS juga dianggap sebagai bentuk kemiskinan struktural. Hal ini timbul dari adanya pembagian kelas dalam budaya patriaki yang menempatkan kaum perempuan berada di bawah dominasi kaum laki-laki. Para pekerja seks sering kali mengalami kekerasan psikis maupun fisik dari para pelanggan. Perlakuan kasar dan diskriminasi yang terima oleh para pekerja seks acap kali tidak terselesaikan dengan baik. Muara hukum yang tak jelas serta kurangnya kepeduliaan masyarakat terhadap para pekerja seks juga turut mempengaruhi hal tersebut. 321 e-Proceeding | COMICOS 2017 Meskipun demikian, beberapa diantara PPS tersebut berupaya untuk keluar dari profesinya. Di antaranya dengan membuka warung makan, bekerja sebagai penjaga toko dan lain-lain. Sikap itu telah menunjukan bahwa para PPS memiliki niat positif untuk berubah, namun paradigma yang telah melekat di masyarakat membuat para PPS kesulitan untuk keluar dari keadaanya sekarang karena minimnya peran pemerintah dalam mengentaskan fenomena tersebut. Oleh sebab itulah kemudian beberapa pekerja seks yang ada di Yogyakarta membentuk komunitas yang tersebar di masing-masing wilayah sebagi bentuk gerakan perlawanan terhadap diskriminasi yang mereka terima. Di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat beberapa kawasan yang sering menjadi tempat para pekerja seks menjajakan diri. Di antaranya adalah kawasan Pasar Kembang atau yang lebih dikenal sarkem serta di kawasan terminal giwangan. Kawasan Pasar Kembang (Sarkem) ini terletak di gang-gang sempit di belakang gedung pemerintahan menuju Stasiun Tugu. Biasanya para PPS lokal yang berada disini berasal dari daerah Parangkusumo, Parangtritis dan Bantul. Kebanyakan PPS juga berasal dari luar Yogyakarta, ada yang berasal dari Temanggung, Semarang, Kudus, Pati, Purwodadi, Rembang, Kendal, Nganjuk, bahkan Jawa Timur dan Kalimantan. Sementara itu di kawasan Giwangan terdapat sekitar 200 pekerja seks dengan umur rata-rata 25-50 tahun yang setiap malamnya menyebar di kawasan jalan lingkar utara dan selatan sekitar terminal18 . Angkringan menjadi semacam etalase bagi para pekerja seks. Ada pengunjung yang sekedar mampir, ada pula yang menawar hingga https://nasional.tempo.co/read/news/2012/12/19/058449079/memotret-angkringan-dan-pekerja-seksgiwangan 18 322 e-Proceeding | COMICOS 2017 terjadi kesepakatan harga. Transaksi terjadi di angkringan, pelanggan mulai dari anak SMP, mahasiswa, hingga orang-orang tua. Kemudian wilayah lain yang juga sering disinggahi oleh beberapa PPS adalah Bong Suwung atau Ngebong. Daerah ini terletak di sepanjang pinggiran rel kereta api stasiun Tugu Yogyakarta. PPS yang mendiami tempat tersebut biasanya berasal dari eks PPS yang dulunya sering mangkal di Sarkem. Para PPS di Sarkem membentuk komunitas “Bunga Seroja”, di Ngebong mereka menyebut komunitasnya sebagai “Arum Dalu Sehat” atau ADS, kemudian di Giwangan menamakan komunitasnya dengan sebutan “Surti Berdaya”. Ketiga komunitas tersebut selanjutnya membentuk satu payung organisasi bersama yang diberi nama Perhimpunan Perempuan Pekerja Seks Yogyakarta (P3SY). Organisasi inilah yang kemudian menjadi alat advokasi bagi mereka seperti untuk memperoleh akses layanan kesehatan, perlindungan hukum, dan sebagainya. Pemberdayaan dalam wujud komunitas yang dilakukan oleh para PPS di Yogyakarta menunjukkan bahwa terdapat kesadaran untuk berorganisasi di kalangan kaum marjinal. Kesadaran kolektif tersebut tumbuh dari adanya kesamaan nasib yang dialami oleh para anggota dari komunitas tersebut. Sehingga mereka kemudian menciptakan sebuah ruang ekspresi yang digunakan untuk mencapai tujuan bersama dengan cara yang formal dan terstruktur dengan rapi. Gerakan advokasi melalui jalur organisasi dianggap lebih efektif ketimbang hanya bergerak sendiri-sendiri. Bergerak secara berkelompok menjadi pilihan yang ditempuh oleh pekerja seks yang ada di Yogyakarta untuk memperjuangkan hak-hak mereka sebagai warga negara. Menurut Johnson & Johnson (2012) kelompok dapat diartikan sebagai sejumlah orang yang berkumpul bersama untuk mencapai suatu 323 e-Proceeding | COMICOS 2017 tujuan. Kelompok itu ada untuk suatu alasan dan orang membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang tidak dapat mereka capai sendiri. Dalam suatu kelompok, terdapat suatu struktur dan pembagian peran dari masing-masing anggota yang berhimpun di dalamnya. Struktur tersebut dapat berbentuk formal maupun non-formal. Para pekerja seks yang ada di Yogyakarta dalam hal ini membentuk suatu kelompok dengan susunan struktur organisasi yang berbentuk formal. Struktur organisasi P3SY terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan anggota. Kemudian pada tataran komunitas, masing-masing wilayah juga memiliki struktur organisasi yang hampir sama dengan P3SY. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah susunan organisasi P3SY yang menaungi tiga komunitas dari masing-masing wilayah: Gambar 1. Struktur Organisasi P3SY Struktur organisasi di atas menunjukkan adanya dua bentuk struktur formal yang terdapat di P3SY. Yaitu struktur formal pada tingkatan organisasi P3SY dan 324 e-Proceeding | COMICOS 2017 struktur formal yang terdapat pada tataran komunitas yang berada di bawah naungan P3SY. Keberadaan dua bentuk struktur tersebut kemudian akan membentuk jalur kordinasi dan komunikasi yang berbeda pula pada masing-masing tingkatan struktural organisasi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa P3SY merupakan organisasi yang terdiri dari tiga komunitas yang berbeda dan berasal dari wilayah yang berbeda pula. Artinya, terdapat tiga kelompok yang mewakili suara masing-masing wilayah tempat mereka berasal. Hal ini kemudian akan menimbulkan dinamika kelompok yang berpengaruh terhadap proses komunikasi organisasi P3SY. Masing-masing komunitas yang terdapat di dalam P3SY akan memiliki pengaruh terhadap kebijakan dan keputusan organisasi. Selain itu, letak geografis dari tiga wilayah prostitusi yang berbeda tentu akan membuat dinamika kelompok dalam proses komunikasi dalam organisasi P3SY menjadi semakin menarik. Paper ini bertujuan untuk meneliti mengenai bagaimana tekanan dan dinamika kelompok dalam proses komunikasi organisasi P3SY. B. Kajian Pustaka Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk dapat bertahan hidup. Naluri itu pula yang mendorong manusia untuk bisa hidup dengan orang lain dan bergabung dalam suatu kelompok. Hidup secara berkelompok dapat membantu manusia untuk memenuhi segala kebutuhannya baik kebutuhan materil dan in-materil. Menurut Burhan Bungin (2006) struktur dalam masyarakat terdiri dari: 325 e-Proceeding | COMICOS 2017 1. Kelompok Sosial adalah kehidupan bersama manusia dalam himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang umumnya secara fisik relatif kecil yang hidup secara guyub. 2. Lembaga (Pranata) Sosial, yaitu sekumpulan tata aturan yang mengatur interaksi dan proses-proses soial di dalam masyarakat. Lembaga sosial memungkinkan setiap struktur dan fungsi serta harapan-harapan setiap anggota dalam masyarakat dapat berjalan dan memenuhi harapan sebagaimana yang disepakati bersama. 3. Stratifikasi Sosial, yaitu struktur sosial yang berlapis-lapis di dalam masyarakat. Lapisan sosial menunjukkan bahwa masyarakat memiliki strata, mulai dari yang terendah sampai yang paling tinggi. 4. Mobilitas sosial, yaitu suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial bisa berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan biasanya termasuk pula segi penghasilan yang dapat dialami oleh beberapa individu atau oleh keseluruhan anggota kelompok. 5. Kebudayaan adalah produk dari seluruh rangkaian proses sosial yang dijalankan oleh manusia dalam masyarakat dengan segala aktifitasnya. Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil nyata dari sebuah proses sosial yang dijalankan oleh manusia bersama masyarakatnya. Kelompok dapat diartikan sebagai sejumlah orang yang berkumpul bersama untuk mencapai suatu tujuan (Johnson & Johnson, 2006). Motivasi seorang Individu untuk membentuk atau bergabung dengan kelompok adalah mencoba untuk memuaskan beberapa kebutuhan pribadi dan tujuan mereka akan keberadaan kelompok tersebut. Sekerumunan orang tidak dapat dikatakan sebagai kelompok 326 e-Proceeding | COMICOS 2017 apabila mereka tidak memiliki pengaruh satu sama lain. Jalaluddin Rakhmat (2015) mengatakan bahwa kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi di antara anggota-anggotanya. Salah satu bentuk kelompok yang dominan dijumpai adalah kelompok sosial. Burhan Bungin (2006) mengklasifikasikan kelompok menjadi beberapa karakter, yaitu: Tabel 1. Tipe Kelompok Sosial Kelompok Sekunder Primer Formal A B Sekunder C D Kelompok Formal-Sekunder (A) adalah kelompok sosial yang umumnya bersifat sekunder dan bersifat formal serta memiliki aturan dan struktur yang tegas yang dibentuk berdasarkan tujuan-tujuan yang jelas pula. Beberapa contoh kelompok ini adalah kelompok organisasi yang mengikat anggotanya secara formal berdasarkan aturan-aturan yang dibuat oleh organisasi tersebut. Hubungan antar anggota biasanya bersifat struktural dan fungsional serta memiliki hubungan timbal balik antar anggota lainnya. Kemudian Kelompok Formal-Primer (B) adalah kelompok sosial yang umumnya bersifat formal namun keberadaannya bersifat primer. Kelompok ini tidak memiliki aturan yang jelas dan tidak dijalankan pula secara tegas. Kelompok B memiliki struktur yang tegas yang dimana fungsi-fungsi struktur tersebut dijalankan guyub. Terbentuknya kelompok ini didasarkan oleh tujuan-tujuan yang jelas ataupun tujuan yang abstrak. Kelompok formal-primer secara umum juga memiliki sifat-sifat dari kelompok formal-sekunder seperti kesadaran dari anggota sebagai bagian dari 327 e-Proceeding | COMICOS 2017 kelompok tersebut. Dan sesama anggota memiliki hubungan timbal balik satu sama lain. Contoh dari kelompok ini adalah anggota keluarga inti, kelompok kekerabatan dan sebagainya. Selanjutnya adalah Kelompok Informal-Sekunder (C) yaitu kelompok sosial yang umumnya bersifat informal namun keberadaannya bersifat sekunder. Kelompok ini bersifat tidak mengikat, tidak memiliki aturan dan struktur yang tegas serta dibentuk berdasarkan sesaat dan tidak memikat bahkan bisa terbentuk walaupun memiliki tujuan-tujuan kurang jelas. Contoh kelompok ini misalnya kelompok persahabatan, geng, percintaan dan sebagainya. Yang terakhir adalah Kelompok Informal-Primer (D) yaitu kelompok sosial yang terjadi akibat meleburnya sifat-sifat kelompok sosial formal-primer atau disebabkan karena pembentukan sifat-sifat di luar kelompok formal-primer yang tidak dapat ditampung oleh kelompok formal-primer. Kelompok ini juga merupakan bentuk lain dari kelompok informal-sekunder terutama menonjol dihubungan mereka yang sangat pribadi dan mendalam. Contoh dari kelompok ini misalnya adalah dua orang sahabat karib yang sudah merasa seperti saudara kandung atau seorang ayah yang mengadopsi dan mengangkat seorang anak untuk diasuh. Burhan Bungin (2006) juga mengungkapkan bahwa terdapat kelompok sosial tidak teratur yang struktur dan bersifat sementara dan sulit untuk diamati. Contoh dari kelompok ini adalah kerumunan dan publik. Kerumunan merupakan kelompok yang terbentuk secara tiba-tiba dan kebetulan dalam suatu tempat dan waktu yang sama karena kebetulan memiliki perhatian yang sama. Umumnya kelompok ini tidak memiliki interaksi dan ikatan sosial di dalamnya walaupun mereka berada pada tempat dan perasaan yang sama. 328 e-Proceeding | COMICOS 2017 Sama seperti Burhan Bungin, Cooley (dalam Rakhmat, 2015) mengklasifikasikan kelompok menjadi dua yaitu kelompok primer dan sekunder. Jika Burhan Bungin dan Cooley membagi mengklasifikasikan kelompok berdasarkan karakter komunikasinya, maka Sumner dan Newcomb membagi kelompok berdasarkan keanggotaan dan kedudukan seseorang dalam suatu kelompok. Sumner membuat istilah ingroup dan outgroup sedangkan Newcomb menciptakan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Dari isitlah yang dimunculkan oleh Newcomb inilah kemudian melahirkan teori kelompok rujukan (Hyman dalam Rakhmat, 2015: 144) yang mengatakan bahwa kelompok rujukan memiliki dua fungsi yaitu fungsi komparatif dan fungsi normatif. Kelompok digunakan sebagai rujukan atau referensi untuk menilai diri sendiri ataupun membentuk sikap dan perilaku diri sendiri. Kelompok akan memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perilaku komunikasi dari anggota kelompok tersebut. Beberapa pengaruh (dalam Rakhmat, 2015) yang timbulkan yaitu: 1. Konformitas, yaitu bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecendrungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama 2. Fasilitas sosial, yaitu kehadiran kelompok bersifat fasilitatif yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas pekerjaan dari anggotanya. Meski dalam beberapa hal, kehadiran kelompok justru menghambat pelaksanaan kerja. 3. Polarisasi, yaitu suatu implikasi yang akan berdampak negatif terhadap kelompok yang disebabkan oleh adanya proporsi yang mendukung argumentasi 329 e-Proceeding | COMICOS 2017 dari sikap atau tindakan tertentu. Keputusan kelompok akan menjadi konservatif dan membuat peserta komunikasi jauh dari dunianya serta membuat produktifitas kelompok menjadi menurun. Keberhasilan suatu organisasi akan dipengaruhi oleh ukuran dan efektifitas dari anggota kelompok organisasi tersebut. Dalam suatu kelompok terdapat kecenderungan antara kerja sama dan persaingan. Ketika anggota kelompok bekerja dengan cara bekerja sama, maka komunikasi cenderung lebih sering terbuka, lengkap, tepat, dan jujur. Sedangkan Ketika anggota kelompok saling bersaing, komunikasi cenderung kurang dan dapat menjadi menyesatkan (Rakhmat, 2014). Organisasi yang memiliki kohesifitas yang cukup tinggi adalah kelompok yang akan cenderung kompak dan memiliki kerja sama anggota yang baik. Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan kelompok (Collins dan Raven dalam Rakhmat, 2014). Selain ukuran dan kohesifitas, faktor lain yang akan mempengaruhi kinerja suatu suatu organisasi adalah karakter kepemimpinan yang dimiliki oleh ketua kelompok tersebut. Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok (Cragan dan Wright dalam Rakhmat 2014). Lebih lanjut, White dan Lipit (Rakhmat, 2014) mengklasifikasikan gaya kepemimpinan menjadi tiga, yaitu otoriter, demokratis dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarkan 330 e-Proceeding | COMICOS 2017 dan memutusukan semua kebijakan. Sedangkan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi pemimpin yang minimal (Rakhmat, 2014). Pola-pola komunikasi berperan penting dalam memajukan studi mengenai organisasi yaitu dengan menunjukkan pentingnya pola-pola komunikasi dalam pembangunan hubungan jaringan, struktur kekuasaan dan budaya (Morissan, 2013). Komunikasi Organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unti komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu (Pace dan Faules, 2015). Sifat terpenting komunikasi organisasi adalah penciptaan pesan, penafsiran, dan penanganan kegiatan anggota organisasi (Ishak, 2012). C. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan etnografi komunikasi dengan mengamati aktifitas komunikasi dari subjek yang diteliti. Etnografi komunikasi adalah suatu kajian mengenai pola-pola komunikasi sebuah komunitas budaya (Zakiah, 2005). Sumber data berasal dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis selama satu tahun di tiga tempat lokalisasi yang ada di Yogyakarta. Yaitu kawasan Pasar Kembang (Sarkem), Ngebong dan Terminal Giwangan. Adapun unit yang dianalisis adalah pola komunikasi organisasi dari komunitas-komunitas yang berada di bawah naungan Perhimpunan Perempuan Pekerja Seks Yogyakarta (P3SY). D. Pembahasan P3SY pada dasarnya merupakan organisasi perempuan yang memiliki tujuan untuk mendampingi dan mengadvokasi perempuan pekerja seks yang ada di Yogyakarta. Jika merujuk kepada jenis kelompok yang dikemukakan oleh Burhan 331 e-Proceeding | COMICOS 2017 Bungin (2006), maka P3SY dapat dikategorika sebagai tipe kelompok FormalSekunder. Yaitu tipe kelompok yang mengikat anggotanya secara formal berdasarkan aturan-aturan yang dibuat oleh organisasi tersebut. Kelompok ini juga memiliki sturktur dan pembagian tugas yang jelas di dalamnya. Manifestasi gerakan yang dibuat oleh P3SY adalah untuk menimbulkan kesadaran para anggotanya melalui komunikasi organisasi baik dalam ranah komunitas maupun P3SY sebagai organisasi yang menghimpun komunita-komunittas tersebut. Namun dalam prosesnya, ada beberapa hal yang turut mempengaruhi proses penyampaian pesan dalam komunikasi organisasi P3SY. Proses komunikasi organisasi yang terjadi pada komunitas pekerja seks yang terhimpun dalam Perhimpunan Perempuan Pekerja Seks Yogyakarta (P3SY) tidak terlepas dari tekanan-tekanan kelompok yang ada di dalamnya. Setiap komunitas memiliki tujuan dan kepentingan masing-masing. Hal ini kemudian akan menimbulkan adanya perbedaan pendapat di antara komunitas-komunitas tersebut dan turut mempengaruhi setiap pengambilan keputusan organisasi. Sehingga mengakibatkan terjadinya polarisasi dalam internal P3SY. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa kondisi geografis menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi kualitas komunikasi organisasi yang dihasilkan oleh P3SY. Di antaranya adalah sulitnya mengadakan rapat rutin organisasi mulai dari penentuan lokasi rapat hingga kendala alur kordinasi antar komunitas. Letak geografis dan lokasi yang berbeda dari masing-masing komunitas mempengaruhi proses penyampaian pesan dalam proses komunikasi organisasi P3SY. Salah satu hambatan terbesar bagi kelancaran arus komunikasi adalah keadaan atau sikap yang sudah melekat, membudaya dalam organisasi itu sendiri, terdapat 332 e-Proceeding | COMICOS 2017 jarak fisik antar orang, dan tempat yang berjauhan, karena waktu yang dibutuhkan dalam system komunikasi organisasi memerlukan waktu cukup panjang, berliku-liku, lambat dan lama sekali prosesnya (Rahmanto, 2004). Sebagai ketua organisasi, Sarmi adalah sosok yang selalu menjadi rujukan dalam setiap pengambilan keputusan organisasi di P3SY. Tidak hanya di P3SY, di komunitas-komunitas seperti Bunga Seroja, Surti Berdaya dan ADS juga menjadikan ketua masing-masing sebagai rujukan utama dalam setiap keputusan yang dihasilkan. Maka jika merujuk pada teori jaringan komunikasi, bentuk komunikasi ini merupakan jaringan komunikasi yang berbentuk roda yaitu menjadikan pemimpin sebagai fokus perhatian setiap anggota kelompok. Anggota Anggota Ketua Anggota Anggota Gambar 2. Jaringan Komunikasi P3SY Ada beberapa hal mengakibatkan mengapa anggota dari masing-masing komunitas maupun P3SY hanya bergantung pada pemimpin mereka. Yang pertama adalah belum adanya kohesifitas pada tiga komunitas yang terhimpun dalam P3SY. Hanya sebagian anggota yang bersedia untuk menyuarakan dan menyampaikan aspirasinya. Anggota-anggota inilah yang kemudian biasanya menduduki posisi struktural di dalam komunitas maupun P3SY. Seperti Sarmi yang menjabat sebagai 333 e-Proceeding | COMICOS 2017 ketua P3SY dan komunitas Bunga Seroja, kemudian MT (inisial) sebagai ketua komunitas Surti Berdaya dan AN (inisial) sebagai ketua ADS. Sementara tipe kepemimpinan yang terdapat di P3SY adalah kepemimpinan demokratis yaitu mendorong setiap anggota untuk memutuskan setiap kebijakan organisasi. Tipe ini dipilih karena tingkat partisipasi anggota dalam komunitas maupun P3SY dianggap masih rendah dan hanya bergantung pada ketua. Sehingga diperlukan adanya suatu dorongan agar semua anggota dapat terlibat aktif dalam setiap kegiatan organisasi. Menurut Gibb (dalam Rakhmat, 2014) kepemimpinan demokratis paling efektif bila (1) tidak ada anggota kelompok yang merasa dirinya lebih mampu mengatasi persoalan dari kelompok yang lain (2) bila metode komunikasi yang tepat belum diketahi atau tidak dipahami dan (3) bila semua anggota kelompok berusaha mempertahankan hak-hak individual mereka. Peranan masing-masing anggota maupun komunitas dalam P3SY terdiri dari beberapa bentuk. Pertama adalah Energizer yaitu sebagai pihak yang mendorong kelompok untuk bertindak atau mengambil keputusan. Peran ini biasanya di ambil alih oleh masing-masing ketua komunitas di P3SY. Kemudian Opinion Giver sebagai pihak yang memberikan pendapat atau saran alternatif bagi kelompok. Peran ini biasanya diberikan kepada sosok yang dianggap senior di masing-masing komunitas. Selain sebagai opinion giver, mereka juga berperan sebagai Orienter atau pengarah. Dan yang terakhir adalah Follower yaitu anggota yang ikut bergabung dan mengikuti kegiatan kelompok namun berperan pasif dalam setiap pengambilan keputusan organisasi. 334 e-Proceeding | COMICOS 2017 Faktor situasional yang terdapat pada masing-masing komunitas juga memiliki pengaruh dalam proses komunikasi organisasi P3SY. Terdapat perbedaan jumlah pekerja seks dari masing-masing wilayah prostitusi di Yogyakarta. Di Sarkem terdapat sekitar 250 hingga 300-an pekerja seks, di kawasan Ngebong berjumlah 100an dan di wilayah Giwangan terdapat sekitar 150-an pekerja seks (Data menurut P3SY). Hal ini kemudian mengakibatkan adanya perbedaan jumlah anggota yang terhimpun pada masing-masing komunitas seperti Bunga Seroja, Surti Berdaya dan ADS. Dari segi komunikasi, makin besar kelompok, makin besar kemungkinan sebagian besar anggota tidak mendapat kesempatan berpartisipasi (Rakhmat, 2014). Masalah inilah yang kemudian terjadi pada komunitas Bunga Seroja di Sarkem. Sarkem yang menjadi pusat lokalisasi di Yogyakarta memiliki jumlah pekerja seks yang cukup banyak bila dibandingkan dengan di wilayah Ngebong dan Giwangan. Hal tersebut kemudian menimbulkan rendahnya tingkat partisipasi pekerja seks yang menjadi anggota komunitas Bunga Seroja. Berbeda dengan Surti Berdaya di Giwangan dan ADS di Ngebong, jumlah pekerja seks yang ada di sana jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang ada di Sarkem. Sehingga tingkat partisipasi anggota di kedua komunitas tersebut juga cukup tinggi. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya jumlah anggota yang hadir dalam setiap agenda pertemuan rutin (perut) yang diadakan oleh Surti Berdaya dan ADS. Perbedaan ukuran kelompok antara Bunga Seroja dengan Surti Berdaya dan ADS tidak hanya berpengaruh terhadap tingkat partisipasi anggota pada masingmasing komunitas. Namun terdapat pula perbedaan dalam efektifitas yang juga turut mempengaruhi setiap pengambilan keputusan dari ketiga komunitas tersebut. Proses 335 e-Proceeding | COMICOS 2017 komunikasi yang terdapat pada komunitas Bunga Seroja cenderung monoton karena kurangnya masukan dan gagasan dari anggota. Sementara di komunitas Surti Berdaya dan ADS cenderung memiliki dinamis. Setiap komunitas yang bernaung di bawah P3SY memiliki jadwal pertemuan rutin atau biasa mereka sebut dengan istilah ‘Perut’. Jadwal perut akan ditentukan oleh masing-masing komunitas. Meskipun Sarkem menjadi wilayah dengan jumlah pekerja seks terbanyak, namun setiap penyelenggaraan Perut anggota komunitas yang datang tidak sebanyak dibandingkan dengan komunitas Surti Berdaya dan ADS. Menurut penuturan Sarmi yang menjadi ketua P3SY dan Bunga Seroja, besarnya jumlah pekerja seks juga turut mempengaruhi sulitnya mengakomodir dan menggerakkan setiap anggota komunitas. Berbeda dengan komunitas yang ada di Ngebong dan ADS yang jumlah pekerja seksnya tidak terlalu banyak dibandingkan dengan yang di Sarkem. Masing-masing pekerja seks yang menjadi anggota komunitas di Sarkem, Giwangan dan Ngebong memiliki karakter yang berbeda-beda. Pekerja seks yang ada di Sarkem biasanya merupakan pendatang baru dan cenderung inklusif ketika baru pertama kali datang di sana. Mereka masih memiliki kecemasan dan perlu menyesuaikan diri dengan kondisi yang mereka hadapi. Kecemasan tersebut berupa adanya rasa kekhawatiran terhadap lingkungan dan pekerjaan baru yang mereka temui. Hal ini kemudian juga berpengaruh terhadap komunitas Bunga Seroja yang kesulitan untuk merangkul anggota tersebut. Sementara pekerja seks yang terdapat di Giwangan dan Ngebong adalah mereka yang sudah lama tinggal dan menetap di wilayah tersebut. Selain itu, beberapa dari mereka juga adalah pekerja seks yang pindah dari wilayah Sarkem. Sehingga karakter 336 e-Proceeding | COMICOS 2017 pekerja seks yang terdapat kedua wilayah ini cenderung eksklusif dan mudah berbaur dengan anggota komunitas yang lain. Hal ini pula yang mendorong tingginya tingkat partisipasi anggota di komunitas Surti Berdaya dan ADS. Alasan dibalik rendahnya tingkat partisipasi anggota di P3SY bisa dilihat dari berbagai aspek. Salah satunya dengan meninjau ulang keputusan anggota tersebut bergabung dalam kelompok. Jika melihat dari apa yang terjadi pada P3SY, keputusan tersebut dipengaruhi oleh adanya faktor kebutuhan interpersonal yaitu untuk mengakses layanan kesehatan, sosial dan sebagainya. Beberapa anggota dari komunitas masih memprioritaskan pekerjaannya sebagai pekerja seks dan hanya menjadikan organisasi P3SY sebagai fasilitas sosial untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sarmi juga mengungkapkan bahwa adanya perbedaan orientasi juga mempengaruhi tingkat partisipasi anggota komunitas. Pekerja seks yang terdapat di Sarkem cenderung berorientasi kepada ekonomi dan masih belum memiliki kesadaran berorganisasi. Sementara pekerja seks yang ada di wilayah Ngebong dan Giwangan adalah tipe pekerja seks yang memiliki orientasi untuk bertahan hidup dan memperbaiki kualitas hidupnya. Sehingga anggota dari kedua komunitas tersebut lebih memiliki tujuan untuk mengadvokasi diri dengan bergabung ke dalam komunitas. Masing-masing komunitas di sarkem, giwangan dan ngebong memiliki tujuan yang berbeda-beda. Tujuan yang ingin dicapai kelompok dapat berupa perubahan sikap, perilaku, kemampuan, produktivitas, dsb (Maryani 1997). Begitu pula dengan ketiga komunitas yang bernaung di P3SY. Keputusan anggota untuk bergabung di Bunga Seroja, Surti Berdaya dan ADS dipengaruhi oleh lingkungan tempat mereka 337 e-Proceeding | COMICOS 2017 berada. Motif pekerja seks di Sarkem untuk bergabung di Bunga Seroja lebih didominasi oleh alasan karena keinginan untuk mendapatkan fasilitas yang diakses jika tergabung ke dalam komunitas. Sementara alasan pekerja seks di Giwangan dan Ngebong untuk bergabung di komunitasnya masing-masing lebih bervariasi. Yang pertama karena adanya keinginan untuk meningkatkan kapasitas diri, mengakses layanan kesehatan dan adanya rasa solidaritas antar sesama anggota yang berprofesi sebagai pekerja seks. Hal ini pula yang melandasi adanya perbedaan karakteristik di antara ketiga komunitas tersebut dan turut mempengarui proses komunikasi organisasi P3SY. Johnson dan Johnson (2012) mengungkapkan bahwa dalam suatu kelompok ada kecenderungan suatu perpaduan antara usaha kerja sama dan persaingan. Dalam beberapa kelompok, interaksi anggotanya hampir murni bekerja sama dan dalam hubungan beberapa anggota kelompok, hubungan interaksi anggotanya hampir benarbenar bersaing dan ada juga kelompok yang hubungan anggotanya perpaduan antara kerja sama dan persaingan. Hal ini juga berlaku pada kelompok-kelompok komunitas yang terdapat di P3SY. Pada dasarnya profesi sebagai pekerja seks juga tidak lepas dari adanya persaingan untuk mendapatkan pelanggan. Selain itu, setiap kelompok maupun organisasi juga tidak terlepas dari adanya kepentingan dari masing-masing anggota yang terhimpun di dalamnya. Faktor inilah yang turut mempengaruhi dinamika dalam proses komunikasi organisasi P3SY. Komunikasi organisasi adalah interaksi dan interdependensi yang terdiri dari komunikator, pesan, media, komunikan, dan dampak komunikasi dalam mencapai tujuan organisasi melalui pembagian pekerjaan dan fungsi hirarki otoritas dan 338 e-Proceeding | COMICOS 2017 tanggung jawab (Farihanto, 2010). Sedangkan proses komunikasi organisasi di P3SY, interaksi yang terjadi hanya antar sesama hirerarki yang memiliki tanggung jawab dalam struktural organisasi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kondisi letak geografis yang berbeda-beda di antara tiga komunitas di P3SY tidak memungkinkan untuk adanya partisipasi aktif dari anggota. Proses komunikasi organisasi yang penting adalah bagaimana membuat makna dari suatu informasi sama di antara pemberi informasi dan penerima informasi (Kuswarno, 2001). Efektifitas komunikasi organisasi P3SY akan dipengaruhi oleh bagaimana proses penyampaian aspirasi dari masing-masing komunitas dapat tersampaikan dengan baik oleh ketua komunitas yang menjadi struktural P3SY. Kuswarno (2001) juga mengungkapkan bahwa selain proses pemaknaan pesan yang akan menentukan perilaku hubungan komunikator dan komunikate di dalam organisasi, jumlah pesan akan menentukan juga perilaku orang yang terlibat dalam proses komunikasi organisasi tersebut. Proses penyampaian pesan yang tidak efektif tentu saja bisa menimbulkan konflik di antara sesama anggota dan komunitas di P3SY. Karena komunikasi dapat merupakan suatu sumber konflik (Ibrahim, 2001). Oleh karena itu tekanan kelompok dalam proses komunikasi organisasi P3SY tidak hanya berpengaruh terhadap partisipasi anggota dan komunitas di dalamnya. Namun hal tersebut dapat pula mengakibatkan timbulnya kesalahapahaman yang berujung pada terjadinya konflik. Sehingga P3SY perlu meminimalisir adanya potensi kegagalan komunikasi dalam setiap proses komunikasi organisasi yang terjadi baik itu di antara sesama anggotanya maupun dengan sesama komunitas. E. Kesimpulan 339 e-Proceeding | COMICOS 2017 Ada banyak hal yang mempengaruhi proses komunikasi organisasi yang terjadi di P3SY. Faktor situasional dan personal merupakan faktor dominan yang berpengaruh terhadap proses komunikasi organisasi P3SY. Karakteristik masingmasing komunitas juga turut menentukan bagaimana partisipasi pekerja seks yang tergabung di dalamnya. Letak geografis yang cukup jauh di antara ketiga komunitas tersebut menjadi alasan utama terhambtanya proses interkasi yang terjalin di antara sesama anggota dan komunitas. P3SY perlu menyusun suatu strategi komunikasi organisasi yang efektif agar proses penyampaian pesan dan pengambilan keputusan organisasi dapat berjalan dengan lancar. P3SY dapat membuat pembagian peran bagi anggota dan komunitasnya agar alur kordinasi di dalam struktual P3SY dapat berfungsi dengan baik. Sehingga tujuan dari P3SY sebagai manifestasi gerakan perempuan dapat terwujud. 340 e-Proceeding | COMICOS 2017 Daftar Pustaka Aris Febri Rahmanto. (2004). “Peranan Komunikasi Dalam Organisasi.” Jurnal Komunikologi 1: 59–75. Bungin, Burhan. (2006). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana Farihanto, Muhammad Najih. (2010). “Komunikasi Organisasi Dalam Penanaman Budaya Organisasi Di Seminari Tinggi Santo Paulus Yogyakarta.” : 179–94. Ibrahim, Syafei. (2001). “Komunikasi Sebagai Faktor Determinan Dalam Organisasi” MediaTor, 2(1) Hlm. 291–301. Kuswarno, Engkus. (2001). “Efektivitas Komunikasi Organisasi.” Mediator 2(1): 55–61. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/47147/4/Chapter II.pdf. Maryani, Anne. 1997. “Komunikasi Persuasif, Kohesi Kelompok, Dan Apresiasi Seni Gamelan Sunda: Kasus Di Kalangan Mahasiswa Anne.” Ishak, Aswad. 2012. Peran Public Relation dalam Komunikasi Organisasi. Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 4, Januari 2012. Hlm. 373-380 Johnson, David dan Frank P. Johnson. 2012. Dinamika Kelompok: Teori dan Keterampilan. Jakarta: Indeks Pace R. Wayne dan Don F. Faules. 2015. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya Rahmanto, Aris Febri. 2004. Peranan Komunikasi Dalam Organisasi. Jurnal Komunikologi Volume 1 Nomor 2. Hlm. 59–75. Rakhmat, Jalaluddin. 2015. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Sudarto. 2013. Silaturahmi Kelamin: Menyingkap Tabu-Tabu Dunia Perkelaminan. Yogyakarta: Pintal Zakiah, K. 2008. "Penelitian Etnografi Komunikasi : Tipe dan Metode" MediaTor, 9(1), Hlm. 181–188. 341 e-Proceeding | COMICOS 2017 ANALISIS MARXIST IKLAN PT. FREEPORT INDONESIA INDONESIA Wulan Purnama Sari Faculty of Communication, Universitas Tarumanagara, Indonesia [email protected] Abstract The name of Freeport began to rise at the end of 2015 with the case of "Papa Minta Saham" which led to the resignation of Setya Novanto as chairman of the House of Representatives at that time. After that, in 2017 the name of Freeport began to be discussed again after news about the initial negotiations on contract extension with the Indonesian government which meets obstacles. Throughout February 2017 Freeport postedthree (3) advertisements and 1 (one) ads in March in Kompas newspaper, where the ads show the achievements that have been done by Freeport so far, ranging from the amount of funds already invested, the amount of labor that has been absorbed, The resulting fiscal impact, and the amount of spending funds on goods and services. This ad is exciting because it posts simultaneously with news report of contract renewal cases with the government in the same month. Arthur Asa Berger writes that there are 4 (four) media analysis techniques that can be done, one of which is Marxist analysis. This analysis is carried out using the rationale of Marxist teaching and applying these Marxist concepts to the public art form created by the media. The author uses this Marxist analysis as the method used by the authors to analyze the advertisements of Freeport during February - March 2017 in Kompas newspaper. The author will analyze all four of Freeport's advertisements using Marxist concepts of thought. The results of this study through Marxist analysis show how the base concept influences the superstructure, how the economic system in the Indonesian society affects the institutions and values in society. It is at this level that capitalism comes to be a base that not only acts as an economic system but also as something that affects behavior, values, personality types, and culture in general. In this case, Freeport as the ruling class uses advertising and mass media as a means of creating a false consciousness and instilling its ideology into society. Keywords: Advertising, Capitalist,False Consciousness, Marxist Abstrak Nama Freeport mulai mencuat diakhir tahun 2015 dengan adanya kasus “Papa minta saham” yang berujung pada mundurnya Setya Novanto sebagai ketua DPR RI pada waktu itu. Setelah itu, pada tahun 2017 nama Freeport mulai ramai kembali diperbincangkan setelah pemberitaan mengenai negosiasi awal mengenai perpanjangan kontrak dengan pemerintah Indonesia menemui kendala. Sepanjang bulan Februari 2017 Freeport memasang 3 (tiga) iklan dan 1 (satu) iklan di bulan Maret di Koran Kompas, dimana iklan tersebut menunjukkan pencapaian yang telah dilakukan Freeport selama ini, mulai dari jumlah dana yang telah diinvestasikan, jumlah tenaga kerja yang telah diserap, dampak fiskal yang dihasilkan, dan jumlah dana pembelanjaan untuk barang dan jasa. Iklan ini menjadi menarik karena ditayangkan bersamaan dengan pemberitaan kasus perpanjangan kontrak dengan pemerintah pada bulan yang sama pula. Arthur Asa Berger 342 e-Proceeding | COMICOS 2017 menuliskan bahwa ada 4 (empat) teknik media analisis yang dapat dilakukan, salah satunya adalah analisis Marxist.Analisis ini dilakukan dengan menggunakan dasar pemikiran ajaran Marxist dan menerapkan konsep-konsep Marxist tersebut ke dalam bentuk seni publik yang dibuat oleh media.Penulis menggunakan analisis Marxistini sebagai metode yang digunakan oleh penulis untuk melakukan analisis atas iklan Freeport selama bulan Februari – Maret 2017 di Koran kompas. Penulis akan menganalisa keempat iklan Freeport dengan menggunakan konsep-konsep pemikiran dari Marxist.Hasil penelitian melalui analisis Marxist ini menunjukkan bagaimana konsep base mempengaruhi superstructure, bagaimana sistem ekonomi di masyarakat Indonesia mempengaruhi institusi dan nilai-nilai di dalam masyarakat. Pada tingkat inilah kapitalisme hadir menjadi base yang tidak hanya berperan sebagai sistem ekonomi tetapi juga sebagai sesuatu yang mempengaruhi perilaku, nilai, tipe kepribadian, dan budaya secara umum. Pada kasus ini, Freeport sebagai kaum kapitalis (the ruling class) menggunakan iklan dan media masa sebagai sarana untuk menciptakan sebuah kesadaran palsu dan menanamkan ideologinya ke dalam masyarakat. Keywords:Marxist, Iklan, Kapitalis, Kesadaran Palsu. Pendahuluan Pada akhir 2015 kemarin, masyarakat dihebohkan dengan adanya kasus “Papa Minta Saham” yang berujung mundurnya Setya Novanto dari kursi Ketua DPR RI.Kasus “Papa Minta Saham” menjadi tontonan politik paling hangat sepanjang tahun 2015. Kasus tersebut melibatkan Setya Novanto terkait pencatutan nama Presiden dan Wapres dalam perbincangan tentang saham Freeport antara Presiden PT. Freeport Indonesia Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Setya Novanto, dan pengusaha Reza Chalid.Sampai akhir persidangan kasus ini di MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) dinyatakan bahwa Setya Novanti terbukti melanggar kode etik tapi sanksi belum juga dijatuhkan.(Sutrisno, 2015) Kasus yang membawa nama PT. Freeport Indonesia ini kemudian menghilang selama tahun 2016 dna baru pada kuartal awal 2017 nama PT. Freeport Indonesia kembali mulai menjadi pemberitaan terkait dengan proses negosiasi PT. Freeport Indonesia dengan Pemerintah Indonesia. Pemberitaan ini dimulai dengan adanya putusan Pemerintah yang mengumumkan perubahan status operasi PT. Freeport Indonesia dari 343 e-Proceeding | COMICOS 2017 status KK (Kontrak Karya) menjadi status IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) pada 10 Februari lalu.Perbedaan kedua status operasi tersebut adalah posisi negara dengan perusahaan dalam KK setara, sedangkan dalam IUPK posisi negara yang diwakili pemerintah lebih tinggi selaku pemberi izin.Dalam IUPK, skema perpajakan bersifat prevailing atau menyesuaikan aturan yang berlaku. Perusahaan juga dikenai kewajiban melepas sahamnya sedikitnya 51 persen kepada Pemerintah Indonesia atau swasta nasional.(Kuwado, 2017) Putusan ini kemudian ditolak PT. Freeport Indonesia dengan mengajukan keberatan kepada Pemerintah Indonesia.Pt.Freeport menganggap Pemerintah Indonesia bersikap tidak adil lantaran menerbitkan aturan yang mewajibkan perubahan status Kontrak Karya (KK) ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). PT.Freeport bahkan mengancam akan menggugat Pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional.(Hakim, 2017). Bersamaan dengan maraknya pemberitaan mengenai kasus negosiasi ini PT. Freeport Indonesia memasang sejumlah iklan di harian cetak Kompas pada bulan Februari dan Maret, dengan total 3 iklan pada bulan Februari dan 1 iklan pada bulan Maret. Iklan pertama pada 13 Februari 2017 yang menuliskan US 1.5M telah diinvestasikan untuk program pengembangan masyarakat lokal di Papua ditambah dengan penjelasan jumlah fasilitas yang telah dibangun oleh PT. Freeport Indonesia, yaitu sebanyak 3200 rumah, 3 rumah sakit, 2 klinik spesialis, 1 komplek olahraga, 1 institut pertambangan, 1 bandar udara, 2 lapangan terbang perintis dan 1 proyek air layak minum untuk meningkatkan kualitas hidup. 344 e-Proceeding | COMICOS 2017 Gambar 1. Iklan Pertama Pada Bulan Februari Iklan kedua terbit pada 20 Februari 2017 bertuliskan kami menyerap lebih dari 30.000 tenaga kerja, 99% karyawan dan kontraktor kami adalah putra-putri Indonesia. Iklan ketiga terbit pada 27 Februari 2017 dengan bertuliskan dampak fiskal kami telah melebihi US$ 50 miliar untuk membangun perekonomian lokal dan nasional. Gambar 2. Iklan Kedua dan Ketiga Pada Bulan Februari 345 e-Proceeding | COMICOS 2017 Iklan pada bulan maret terbit pada tanggal 06 Maret 2017 dengan menuliskan kami membelanjakan lebih dari US$ 2 miliar untuk barang dan jasa pada tahun 2015, lebih daru US$ 1,7 miliar dibelanjakan di dalam negeri. Jika diperhatikan, maka keseluruhan iklan tesebut dalam waktu yang hanya berselang 1 minggu.Kemudian menjadi lebih menarik karena kesemua iklan tersebut terbit bersamaan dengan maraknya pemberitaan mengenai proses negosiasi antara PT. Freeport Indonesia dengan pihak Pemerintah Indonesia. Gambar 3. Iklan Pada Bulan Maret Berger(2005) menjelaskan bahwa iklan meningkatkan kecemasan, menciptakan ketidakpuasan, dan secara umum memberikan dukungan pada kehadiran alienasi dalam masyarakat kapitalis untuk memelihara budaya konsumerisme. Tidak hal yang iklan tidak akan lakukan, gunakan, atau manfaatkan untuk mencapai tujuannya. Iklan juga mengalihkan perhatian orang dari hal politik dan ekonomi dan memutar perhatian tersebut pada hal yang bersifat pribadi dan narsisistik. Oleh karenanya, iklan-iklan PT. Freeport Indonesia tersebut menjadi menarik untuk dianalisis untuk melihat dan memahami perihal apa yang berusaha dialihkan dengan diterbitkannya iklan tersebut. Berger (2005)ada empat teknik yang dapat digunakan dalam melakukan analisa 346 e-Proceeding | COMICOS 2017 atas teks media, yaitu analsiis semiotik, analisis Marxist, kritik psikoanalisis, dan analisis sosiologikal.Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian untuk menganalisis teks media berupa iklan yang dilakukan PT. Freeport Indonesia adalah teknik analisis Marxist.Analisis Marxist diterapkan dengan menggunakan konsep-konsep dasar pemikiran Marxisme. Berbicara tentang Marxist atau Marxisme seringkali dikaitkan dengan komunisme. Perlu dipahami bahwa Marxisme ini tidak sama dengan komunisme. Komunisme merupakan gerakan dan kekuatan politik partai-partai komunis yang sejak Revolusi Oktober 1917 di bawah pimpinan W.I. Lenin menjadi kekuatan politis dan ideologis internasional. Istilah komunisme juga dipakai untuk merujuk pada ajaran komunisme atau Marxisme-Leninisme yang merupakan ajaran atau ideologi resmi Komunisme.Kaum komunis selalu mengklaim monopoli atas interpretasi ajaran Marx, dengan maksud memperlihatkan diri sebagai pewaris sah dari ajaran Marx.Perlu diperhatikan sebelum dimonopoli oleh Lenin, istilah komunisme dipakai untuk cita-cita utopis masyarakat dimana segala hak pribadi dihapus dan semuanya dimiliki bersama.Istilah Marxismesendiri adalah sebutan bagi pembakuan ajaran resmi Karl Marx yang terutama dilakukan oleh temannya Friedrich Engels (1820-1938) dan oleh tokoh Marxist Karl Kautsky (1854-1938).(Suseno, 2000) Terdapat beberapa pokok ajaran utama dalam Marxisme, yaitu matrialisme, konsep base dan superstructure, kesadaran palsu dan ideologi, konflik kelas, dan alienasi. Konsep-konsep ini akan diterapkan dalam menganalisis teks media berupa iklan PT. Freeport Indonesia. Berikut akan dibahas secara jelas dan singkat mengenai konsepkonsep ajaran Marxisme sebagai landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Saat berbicara tentang matrialisme seringkali didefinisikan sebagai pendambaan 347 e-Proceeding | COMICOS 2017 akan uang dan semua yang dapat dibeli dengan uang. Bagi penganut ajaran Marxist, matrialisme merujuk pada sebuah konsepsi atas sejarah dan cara masyarakat mengorganisir dirinya (Berger, 2005). Lebih lanjut Farihah (2015), menjelaskan bahwa pendekatan materialisme historis Karl Marx, berdasar pada dalil bahwa produksi dan distribusi barang-barang serta jasa merupakan dasar untuk membantu manusia dalam mengembangkan eksistensinya. Menurutnya, bahwa proses kehidupan manusia terdiri dari dua faktor yang memiliki hubungan sejarah, jaitu faktor ekonomi sebagai basis (base) dan masalah kesadaran manusia yang berwujud dalam ilmu, filsafat, ideologi dan agama sebagai suprastruktur (superstructure). Berger (2005) menjelaskan bahwa basis adalah sistem ekonomi yang ada dalam masyarakat, sedangkan suprastrukture adalah institusi dan nilai yang ada dalam masyarakat. Base mempengaruhi superstructure dalam hal pemahaman akan nilai, budaya, filsafat, agama, dll yang ada dalam masyarakat merupakan bentukan dari sistem ekonomi. Sistem ekonomi ini sendiri yang menurut Marx dikuasai sekelompok orang tertentu, kelompok yang disebut oleh Marx sebagai kaum borjuasi. Kaum borjuasi ini kemudian mengembangkan suatu sistem ekonomi sendiri yang disebut sebagai kapitalisme.Suseno (2000) menjelaskan bahwa kapitalisme adalah sistem ekonomi yang hanya mengakui satu hukum, yaitu hukum tawar-menawar di pasar. Kapitalisme adalah ekonomi yang bebas: bebas dari pelbagai pembatasan oleh raja dan penguasa, bebas dari pembatasan produksi, bebas dari pembatasan tenaga kerja, yang menentukan semata-mata adalah keuntungan yang lebih besar. Dari sisi luaran yang ingin dihasilkan oleh kapitalisme adalah nilai tukar dan bukannya nilai pakai.Dalam artian orang memproduksi atau membeli sesuatu bukan karena ingin menggunakannya tetapi karena ingin menjualnya lagi dengan keuntungan setinggi mungkin.Keuntungan ini 348 e-Proceeding | COMICOS 2017 sendiri sifatnya amat sangat penting dalam sistem kapitalisme. Kelompok base ini yang merupakan kelas penguasa kemudian mempengaruhi kesadaran masyarakat dengan memberikan masyarakat ide-ide tertentu, melalui cara ini yang kaya merupakan yang paling diuntungkan dari pengaturan ini dalam sebuah negara kapitalis. Hal ini kemudian menciptakan apa yang disebut sebagai kesadaran palsu, dimana kelas penguasa melakukan propaganda ideologi yang membenarkan statusnya dan membuat sulit masyarakat umumnya untuk mengenali dan sadar bahwa dirinya sedang dieksploitasi dan diperdaya. (Berger, 2005) Jadi dalam sistem produksi kapitalis, terdapat dua kelas yang saling berhadapan: kelas buruh dan kelas pemilik. Keduanya saling membutuhkan, tetapi saling ketergantungan tersebut tidak seimbang, dimana kelas buruh tidak dapat hidup jika tidak bekerja sedangkan kelas pemilik masih dapat bertahan lama walaupun para buruh tidak lagi bekerja dan mendatangkan keuntungnya baginya.Dengan demikian kelas pemilik adalah kelas atas, kelas penguasa yang kuat sedangkan kelas buruh merupakan kelas rendah yang dikuasai dan lemah (Suseno, 2000).Kedua kelas yang saling bertentangan ini kemudian akhirnya menimbulkan konflik antar kelas yang tanpa akhir.Kaum borjuis, kelas penguasa berusaha menanamkan konsep gagasan dan pemikirannya pada kaum proletar, kelas yang dikuasai.Pemikiran bahwa kondisi yang dialami kelas proletar sekarang merupakan sesuatu yang normal dan wajar dan bahwa sistem kapitalisme juga merupakan sesuatu yang normal.Disinilah, media masa memiliki peranan sebagai sarana yang digunakan oleh kaum borjuis untuk meyakinkan, untuk menanamkan nilai gagasan yang dimiliki kepada kaum proletar.Media masa dalam berusaha mengalihkan orang dari realitas sebenarnya yang ada dan menggantikannya dengan realitas buatan kaum borjuis (Berger, 2005). 349 e-Proceeding | COMICOS 2017 Istilah alienasi diartikan sebagai pemisahan dan jarak, orang asing di dalam masyarakat yang tidak memiliki hubungan dengan orang lainnya.Konsep ini merupakan pusat untuk memahami Marxisme, dimana alienasi berasal dari sistem ekonomi kapitalis.Kapitalisme mungkin dapat menghasilkan barang dan kelimpahan materi untuk sejumlah besar orang (melalui beban orang lainnya), tetapi perlu untuk menciptakan alienasi, dan semua kelas merasakan hal tersebut, baik secara sadar maupun tidak. Bagi orang-orang yang teralienasi media massa menyediakan gratifikasi sementara, mengalihkan perhatian dari situasinya, dan dengan bantuan institusi yang disebut iklan, mendorong hasrat yang mendorong orang untuk bekerja lebih keras, yang pada akhirnya menyebabkannya semakin teralienasi (Berger,2005) Metodologi Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan analisis Marxist.(Patton, 2006)menuliskan bahwa metode kualitatif mengijinkan evaluator mempelajari isu, kasus, atau kejadian terpilih secara mendalam dan rinci, fakta bahwa pengumpulan data tidak dibatasi oleh kategori yang sudah ditentukan sebelumnya atas analisis yang menyokong kedalaman dan kerincian data kualitatif. Adanya kelebihan pada metode kualitatif ini menjadikan peneliti memutuskan untuk menggunakan metode kualitatif dalam penelitian ini agar hasil penelitian nantinya dapat memberikan deskripsi dan analisis yang rinci tentang kasus yang diteliti. Seperti, telah dijelaskan diatas bahwa analisis Marxist diterapkan pada teks media dengan menggunakan dasar-dasar atau konsep-konsep pemikiran Marxisme.Berger (2005) menjelaskan bahwa pada masa kini Marxisme seringkali menawarkan lebih 350 e-Proceeding | COMICOS 2017 banyak diskusi menarik tentang kebudayaan, kesadaran, dan masalah-masalah terkait dibandingkan dengan diskusi tentang ekonomi. Objek dalam penelitian ini adalah iklan PT. Freeport Indonesia yang terbit di harian cetak Kompas pada bulan Februari – Maret 2017, dengan total 4 iklan (3 pada bulan Februari dan 1 pada bulan Maret). Iklan-iklan tersebut kemudian akan dianalisis dengan menggunakan konsep dasar pemikiran Marxisme. Data diperoleh melalui observasi dan studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti.Oleh karenanya, penelitian ini sangat bersifat subjektif karena analisis data bergantung sepenuhnya pada peneliti dalam menginterpretasi data yang ada dan dikaitkan dengan teori yang digunakan. Pembahasan Pembahasan akan dimulai dari sejarah singkat dan profil dari PT. Freeport Indonesia untuk lebih memahami alasan iklannya dipilih menjadi objek penelitian. PT. Freeport Indonesia atau PT. Freeport Indonesia Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan.PTFI menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak.Beroperasi di daerah dataran tinggi di Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia.PTFI memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.Kompleks tambang milik PTFI di Grasberg merupakan salah satu penghasil tunggal tembaga dan emas terbesar di dunia, dan mengandung cadangan tembaga yang dapat diambil yang terbesar di dunia, selain cadangan tunggal emas terbesar di dunia.Grasberg berada di jantung suatu wilayah mineral yang sangat melimpah, di mana kegiatan eksplorasi yang berlanjut membuka peluang untuk terus menambah cadangan 351 e-Proceeding | COMICOS 2017 PTFI yang berusia panjang.(Sekilas Tentang Kami PT Freeport Indonesia) Potensi yang dimiliki oleh PTFI ini menjadikannya kondisi perusahaan semakin cerah di Indonesia.Ventura(2017) seperti dikutip dalam buku Grasbergmenyatakan cadangan bijih di sekitar Grasberg dapat ditambang lebih dari 100 tahun, merupakan kesempatan yang jarang ada di daerah pertambangan lain di muka bumi. Kondisi ini menjadikan PTFI melakukan kontrak karya kedua dengan pihak pemerintah Indonesia berlaku selama 30 tahun berikut dua kali perpanjangan 10 tahun, yang artinya kontrak baru berakhir pada tahun 2041 mendatang. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kontribusi yang diberikan oleh PTFI kepada Indonesia. CEO Freeport-McMoRan Inc., Richard Adkerson mengklaim telah berkontribusi bagi perekonomian di Indonesia, khususnya wilayah Papua. “90 persen perekonomian di Papua ditopang oleh Freeport,” ujar Richard dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (20/2/2017). Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang dikemukakan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan yang menyebut kontribusi PTFI bagi Indonesia sangat kecil, bahkan membandingkannya dengan devisa dari Tenaga Kerja Indonesia sebesar Rp144 triliun dan cukai rokok sebesar Rp139 triliun setiap tahunnya. Kontribusi PT Freeport Indonesia (PTFI) kepada Pemerintah pada tahun 2015 hanya sebesar USD368 juta ekuivalen Rp4,9 triliun. Dalam lembar fakta kontribusi finansial PTFI yang terbitkan pada 2016, jumlah tersebut terdiri atas royalty senilai USD122 juta atau sekitar Rp1,6 triliun, pajak dan pungutan lainnya USD246 juta (Rp3,3 triliun). Bahkan kontribusi tersebut terus menurun sejak 2010. Bahkan, pemasukan melalui dividen sudah tidak ada sejak tahun 2012. Tidak hanya itu, PTFI juga mangkir dari kewajibannya membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) untuk hasil tambangnya. Termasuk kewajiban divestasi saham sebesar 51% kepada pihak Indonesia. Sekarang PTFI menolak perubahan status Kontrak 352 e-Proceeding | COMICOS 2017 Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Kewajiban tersebut sejatinya selesai pada 2014, namun pemerintah memberi kelonggaran hingga Januari 2017. PTFIpun tidak mau merealisasikannya, bahkan PTFI berencana menggugat Pemerintah Indonesia ke pengadilan arbitrase internasional. Alasan yang digunakan adalah Pemerintah Indonesia telah melanggar kontrak dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 pada 12 Januari lalu. Kini, Pemerintah dan PTFI memiliki tenggat waktu 120 hari untuk menyelesaikan masalah tersebut. (Ventura, 2017) Kasus perubahan status dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus mulai marak diberitakan mulai dari awal Februari 2017 sampai dengan awal Maret 2017. Selama masa itu PTFI menerbitkan iklan di harian cetak media Kompas, dengan total 4 iklan, yaitu 3 pada bulan Februari dan 1 pada bulan Maret, seperti yang telah dijelaskan pada bagian pendahuluan.Iklan-iklan tersebut berisikan semua kontribusi dan peranan yang telah dilakukan dan diberikan oleh PTFI kepada Indonesia, mulai dari jumlah dana yang telah diinvestasikan, jumlah tenaga kerja, dampak fiskal untuk pembangunan ekonomi, dan jumlah dana yang telah dibelanjakan. Analisis dan pembahasan atas iklan-iklan tersebut harus dimulai dari posisi PTFI dalam masyarakat. PTFI merupakan sebuah perusahaan besar yang berarti bila menurut pada paham Marx, maka PTFI termasuk dalam pemilik modal, kelas penguasa, kelas borjuis yang merupakan basis.Berger (2005) menjelaskan bahwa basis mempengaruhi suprastruktur, dalam artian basis yang merupakan sistem ekonomi yang ada dalam masyarakat mempengaruhi pemahaman akan nilai, budaya, filsafat, agama, dll.Sistem ekonomi yang dikuasai sekelompok orang tertentu ini atau kaum borjuasi disebut sebagai kapitalisme.Suseno (2000) menjelaskan bahwa kapitalisme adalah sistem ekonomi yang bebas dan mementingkan keuntungan.Kesimpulannya PTFI termasuk dalam sekelompok 353 e-Proceeding | COMICOS 2017 orang tertentu yang menguasi sistem ekonomi kepitalisme, yang disebut sebagai kapitalis.Kapitalis merupakan kelompok borjuasi yang mementingkan keuntungan dan dapat mempengaruhinilai dan pemahaman yang ada dalam masyarakat. Sebagai kapitalis, kelas penguasa, kelas borjuasi, PTFI berusaha mempengaruhi nilai dan pemahaman yang ada di masyarakat sesuai dengan kepentingan yang dimiliki PTFI.Alat yang digunakan PTFI, para borjuasi untuk mempengaruhi nilai, pemahaman, dan ideologi dalam masyarakat (suprastruktur) adalah melalui media massa. Media massa dijadikan sarana atau saluran para kapitalis untuk menanamkan ideologi yang dimiliki kepada masyarakat. Kapitalis berupaya untuk menciptakan suatu kesadaran palsu, menutupi realitas sebenarnya dengan realitas bentukan para kapitalis. Dalam hal ini, PTFI menggunakan iklan dan media Kompas sebagai sarana untuk menanamkan ideologinya kepada masyarakat.Iklan dijadikan institusi untuk menciptakan kesadaran palsu.Kesadaran palsu yang dimaksud disini adalah pemahaman bahwa PTFI telah memberikan kontribusi besar bagi negara Indonesia.Oleh karenanya, iklan-iklan PTFI tersebut menampilkan pencapaian yang telah dicapai dan dilakukan oleh PTFI.PTFI berupaya mempengaruhi masyarakat dengan iklan tersebut. Sebelumnya, terkait kasus ini telah marak diberitakan bahwa kontribusi yang telah diberikan PTFItidak berbanding dengan apa yang telah didapatkan PTFI dari Indonesia (Ventura, 2017). PTFI berupaya menghapus atau mengganti realitas ini dengan menerbitkan iklan di media massa Kompas, dengan harapan masyarakat pemahaman akan kontribusi PTFI bagi Indonesia sangat nyata dan sangat banyak. Kesadaran palsu yang berupaya diciptakan oleh PTFI ini diberikan kepada masyarakat yang berada dalam kondisi teralienasi.Berger (2005) menjelaskan bahwa alienasi diartikan sebagai pemisahan dan jarak, orang asing di dalam masyarakat yang 354 e-Proceeding | COMICOS 2017 tidak memiliki hubungan dengan orang lainnya.Dalam sistem ekonomi kapitalisme, para kapitalis tidak hanya menciptakan barang dan jasa, menghasilkan kelimpahan materi, tetapi juga menghasilkan alienasi.Kapitalis memaksa masyarakat yang berada di kelas bawah atau kelas proletar untuk bekerja dengan lebih giat setiap harinya demi menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi dirinya dan tanpa disadari memisahkan orang-orang tersebut dari keluarga, teman dekat, dan dari kehidupannya sendiri. Bagi orang-orang yang teralienasi media massa menyediakan gratifikasi sementara, mengalihkan perhatian dari situasinya, dan dengan bantuan institusi yang disebut iklan, mendorong hasrat yang mendorong orang untuk bekerja lebih keras, yang pada akhirnya menyebabkannya semakin teralienasi. Pada kasus ini, PTFI memanfaatkan kondisi masyarakat yang telah alienasi, yang telah menjadi masyarakat konsumerisme untuk menanamkan nilai dan ideologi pemahamannya bahwa PTFI telah memberikan kontribusi besar bagi Indonesia. Penutup Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa iklan yang dilakukan oleh PTFI di media Kompas dilakukan untuk mempengaruhi masyarakat umum, menciptakan kesadaran palsu bahwa PTFI telah memberikan kontribusi besar bagi Indonesia.PTFI yang merupakan kapitalis, kelas penguasa, kelas atas yang berada dalam kelompok basis berupaya mempengaruhi pemahaman yang ada dalam masyarakat yang merupakan kolompok suprastruktur.Media masa dan iklan digunakan atau dimanfaatkan sebagai sarana atau saluran oleh PTFI untuk mempengaruhi masyarakat. Sistem ekonomi kapitalisme yang diciptakan oleh kelas borjuis juga menciptakan kondisi alienasi di masyarakat, dimana masyarakat dijauhkan dari keluarganya, teman 355 e-Proceeding | COMICOS 2017 dekat, dan kehidupannya. Pada tahap inilah media massa hadir menawarkan gratifikasi sementara dengan menjadikan masyarakat semakin tidak menyadari kondisi realitas yang dialaminya. Kemudian saran untuk penelitian ini dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan metode berbeda, misalnya dengan analisis semiotic untuk mencari tahu makna yang tersirat dari iklan yang dilakukan oleh PTFI tersebut.Penelitian lanjutan juga dapat dilakukan dengan menggunakan analisis wacana atau analisis framing terkait teks media yang berhubungan dengan kasus pemberitaan PTFI tersebut. DAFTAR PUSTAKA Berger, A. A. (2005). Media Analysis Techniques (3 ed.). Thousand Oaks, California, USA: Sage Publication. Farihah, I. (2015, Desember). Filsafat Materialisme Karl Marx (Epistimologi Dialectical and Historical Materialism). FIKRAH: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan, 3(2), 431-454. Hakim, R. N. (2017, Februari 20). Pimpinan DPR Minta Pemerintah Tak Takut Ancaman Freeport. Retrieved Juli 06, 2017, from Kompas Online: http://nasional.kompas.com/read/2017/02/20/21210031/pimpinan.dpr.minta.pe merintah.tak.takut.ancaman.freeport Kuwado, F. J. (2017, Februari 23). Jokowi: Kalau Freeport Sulit Diajak Berunding, Saya Akan Bersikap. Retrieved Juli 06, 2017, from Kompas Online: http://nasional.kompas.com/read/2017/02/23/10425441/jokowi.kalau.freeport.su lit.diajak.berunding.saya.akan.bersikap Patton, M. Q. (2006). Metode Evaluasi Kualitatif. (M. Drs. Budi Puspo Priyadi, Trans.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sekilas Tentang Kami PT Freeport Indonesia. (n.d.). Retrieved Juli 17, 2017, from PTFI: http://ptfi.co.id/id/about/overview Suseno, F. M. (2000). Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sutrisno, E. D. (2015, Desember 30). Panasnya Kasus Papa Minta Saham, Mundurnya Novanto dari Kursi Ketua DPR. Retrieved Juli 06, 2017, from Detik News Online: https://news.detik.com/berita/3107222/panasnya-kasus-papa-mintasaham-mundurnya-novanto-dari-kursi-ketua-dpr Ventura, B. (2017, Februari 28). Sejarah Freeport di Indonesia 3 (Selesai): Gunung Emas Bernama Grasberg. Retrieved Juli 17, 2017, from Sindo News: https://ekbis.sindonews.com/read/1183862/34/sejarah-freeport-di-indonesia-3selesai-gunung-emas-bernama-grasberg-1488230789/13 356 e-Proceeding | COMICOS 2017 KOMUNIKASI LINGKUNGAN PADA BUDAYA PRIANGAN “NYACAR LEMBUR” Aat Ruchiat Nugraha dan Iriana Bakti Dosen Program Studi Hubungan Masyarakat Fikom Unpad Email:[email protected] Abstrak Berita tentang pelestarian budaya menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelaku penggiat budaya dan lingkungan, maupun praktisi komunikasi. Pagelaran budaya di suatu tempat telah memberikan peluang yang cukup signifikan untuk dijadikan sebagai tujuan wisata budaya dan alam. Pagelaran budaya ini terutama berkaitan dengan isu-isu lingkungan yang menjadi sentral program Suistanability Development Goals (SDG’s). Adapun bentuk pagelaran budaya yang dimaksud menjadi salah satu upaya mengingatkan akan pentingnya pelestarian lingkungan di wilayah kabupaten Bandung yaitu pagelaran “Nyacar Lembur”. Pagelaran “Nyacar Lembur” merupakan suatu ekspresi kelompok masyarakat Sunda yang masih memegang teguh pada adat istiadat leluhurnya dalam melestarikan lingkungan yang disampaikan melalui media komunikasi tradisional berupa pagelaran seni teater dan seni tari yang diselenggarakan di air terjun Batu Templek Kampung Lebak Cisanggarung Desa Cikadut Kabupaten Bandung. Penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif dengan jenis studi deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan melalui analisis pemberitaan “Nyacar Lembur” di media massa Pikiran Rakyat edisi 9 Mei 2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberitaan tentang budaya lokal menjadi sangat penting, unik, dan inspiratif bagi pembacanya. Keberadaan informasi berita tentang budaya lokal dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan pertimbangan bagi pemerintah maupun masyarakat untuk lebih memperhatikan potensi-potensi budaya lokal yang semakin langka dipentaskan oleh masyarakat akibat pergeseran kehidupan masyarakat yang semakin modern. Simpulan penelitiannya adalah pagelaran seni budaya dapat dijadikan sebagai media komunikasi dalam bentuk publisitas pemberitaan di media massa lokal untuk dapat menarik perhatian masyarakat dan pemerintah mengenai masalah pelestarian lingkungan. Kata Kunci: Komunikasi, Budaya, Lingkungan, dan Media Massa 357 e-Proceeding | COMICOS 2017 Abstract News about cultural preservation is the main attraction for cultural and environmental activists, as well as communication practitioners. Cultural performances in a place has provided a significant opportunity to serve as a cultural and natural tourist destination. This cultural performance is primarily concerned with environmental issues that are central to the Suistanability Development Goals (SDG's). The form of cultural performances in question to be one effort to remind the importance of environmental conservation in the district of Bandung is the show "Nyacar Lembur". The show "Nyacar Lembur" is an expression of Sundanese people who still adhere to the customs of his ancestors in preserving the environment conveyed through traditional communication media in the form of art and theater art dance held at the waterfall Batu Templek Kampung Lebak Cisanggarung Cikadut Village Bandung Regency. This research uses qualitative paradigm with descriptive study type. The data collection technique is done by literature study through analysis of news "Nyacar Lembur" in mass media Pikiran Rakyat edition May 9th, 2017. The results show that coverage of local culture becomes very important, unique, and inspiring for its readers. The existence of news information about the local culture can be used as a source of knowledge and consideration for the government and the community to pay more attention to the local cultural potentials increasingly scarce staged by the community due to the shift life of an increasingly modern society. The conclusion of his research is the art and cultural performances can be used as a medium of communication in the form of publicity news in the local mass media to attract the attention of the public and the government on the issue of environmental conservation. Keywords: Communication, Culture, Environment, and Mass Media PENDAHULUAN Kegiatan komunikasi dalam konteks pelestarian lingkungan kini mengalami peningkatan secara siginifikan dipelajari oleh para akademisi seiring dengan semakin menurunnya nilai-nilai kearifan lokal yang menjaga kelestarian alam beserta isinya. Keterlibatan komunikasi yang menyangkut lingkungan seringkali tidak disadari oleh sebagian masyarakat, padahal dampaknya akan terasa di kemudian hari. Generasi muda saat ini lebih cenderung menyukai seni budaya yang serba modern. Sebab di era modernisasi menawarkan banyak kemudahan tetapi kadang menyisakan efek negatif antara lain kurang kepekaan terhadap pelestarian budaya dan lingkungan. Salah satu akibatnya yang dapat dirasakan adalah semakin berkurangnya 358 e-Proceeding | COMICOS 2017 kesadaran warga masyarakat untuk melestarikan nilai-nilai kearifan lokal yang ditunjukkan dengan penggunaan smartphone yang sangat intensif dalam berbagai sendisendi kehidupan. Dalam hal komunikasi lingkungan, para generasi muda masih menyepelekan akan pentingnya informasi-informasi yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan, maka jangan salah apabila keadaan lingkungan di perkotaan semakin tidak mendukung terhadap kesehatan secara fisik maupun mental bagi para penghuninya. Kurangnya informasi yang didapatkan oleh generasi muda mengenai nilai-nilai kearifan lokal dalam hal pelestarian lingkungan dikarenakan para pelaku atau keturunan yang memegang teguh nilai-nilai kearifan lokal yang jarang memberikan penyampaian informasi tersebut kepada generasi selanjutnya. Maka, untuk tetap nilai-nilai kearifan lokal dapat tersampaikan ke generasi muda diperlukan suatu media komunikasi yang dapat menjangkau seluruh aspek masyarakat yaitu melalui pemberitaan. Berita tentang rusaknya lingkungan alam seperti munculnya kabar berita mengenai melelehnya gletser es di kutub utara dan selatan bumi yang kadang tidak menjadikan sebagian generasi muda untuk melek terhadap nilai-nilai kearifan lokal. Informasi yang tersebar di media pun hanya berasal dari broadcast-broadcast di media chatting atau berasal dari status seseorang di akun media sosialnya, sehingga kabar tersebut tidak meyakinkan dan bisa jadi disebut berita hoax. Tak hanya itu, media massa yang menjadi sumber informasi utama bagi sebagian besar kalangan pun turut berkontribusi dalam penyampaian pesan mengenai lingkungan kepada masyarakat luas. Seperti melalui film dokumenter yang ditayangkan di bioskop-bioskop, televisi berbayar (berlangganan) ataupun melalui media online seperti Youtube. Channel-channel pun seringkali menampilkan isu mengenai lingkungan seperti acara Planet Earth di BBC ataupun National Geographic yang tentu banyak orang yang menyaksikannya. Situs- 359 e-Proceeding | COMICOS 2017 situs online, berita di surat kabar atau majalah, iklan, bahkan perbincangan yang formal maupun informal pun ikut mengambil peran. Cara kita dalam berkomunikasi, khususnya mengenai lingkungan pun semakin hari semakin mengalami perubahan. Tentu saja, dengan disuguhkannya beragam informasi yang didukung dengan perangkat kemudahan aksesnya, yang dapat menjadikan setiap orang menjadi semakin kritis akan segala hal. Terutama, mengenai hal-hal yang berkaitan langsung dengan keseharian, seperti cuaca, bencana alam, global warming, perkembangan politik, ekonomi, idiologi, dan sebagainya. Keberadaan suatu peristiwa yang berkaitan dengan perubahan alam akan semakin memperkuat bahasan mengenai komunikasi lingkungan, yang tentu kaitannya dengan subjek yang melakukannya yakni manusia itu sendiri. Kontribusi komunikasi menjadi hal yang penting untuk memunculkan isu-isu, maupun solusi dan inovasi yang ditawarkan kepada publik agar dapat muncul ke permukaan sehingga diketahui oleh masyarakat. Dalam konteks persoalan lingkungan, seluruh lapisan masyarakat dapat terlibat dan berperan langsung terhadap solusi kerusakan lingkungan melalui tulisan-tulisan yang dapat dipublikasikan melalui media massa. Adapun dalam proses penyampaian solusi mengenai lingkungan, industri media dapat menjadi alternatif sarana jitu untuk menyebarkan dan menumbuhkan kesadaran pada masyarakat mengenai lingkungan. Sebab, era sekarang di mana alam semakin tereksploitasi oleh perkembangan teknologi dan kebutuhan manusia yang semakin bertambah dan bersifat mengglobal yang dapat merusak tatanan ekosistem alam dan sosial kehidupan yang telah terbentuk dengan nilai keseimbangan yang reltif stabil antara hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Maka, dari itu diperlukan suatu cara, salah satunya melalui bentuk penyebaran informasi mengenai lingkungan dalam bentuk 360 e-Proceeding | COMICOS 2017 sebuah berita. Keberadaan berita di televisi, koran, radio merupakan konsumsi masyarakat sehari-hari yang mempunyai kekuatan besar dalam membentuk kerangka berpikir dalam upaya menggalang opini publik di masyarakat. Dengan demikian, media massa menjadi senjata yang ampuh dalam menyebarkan informasi di berbagai lapisan masyarakat baik secara sosial, politik, maupun ekonomi. Isu yang diberitakan ataupun disiarkan melalui media massa dapat menjadi isu yang strategis karena akan diperbincangkan atau menjadi perhatian publik. Perbincangan isu di media massa ini dapat turut mempengaruhi kebijakan yang akan dibuat oleh pemerintah sehingga peran media sangatlah penting dalam upaya mempengaruhi opini masyarakat. Untuk mengetahui bagaimana keberadaan isu yang diberitakan di media massa, maka teori yang dapat menggambarkan situasi seperti ini adalah Agenda Setting Theory yang berasumsi bahwa media mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi persepsi khalayak mengenai sebuah isu yang dianggap penting oleh khalayak. Di dalam teori ini ada tiga agenda didalamnya yaitu agenda media, agenda publik, dan agenda pemerintah/kebijakan. Media menjadi mediator antara publik dan pemerintah. Dalam pandangan paradigma positivistik, surat kabar diantaranya berfungsi memainkan peran survelince, yakni berupa pengawasan terhadap lingkungannya. Lingkungan itu berkaitan dengan masalah ideologi, politik, ekonomi, hukum atau budaya (Wright, 1998). Wujud dari pengawasan yang dilakukan oleh industri media adalah berupa pemberitaan (Mc Comb dan Shaw dalam Griffin, 2003). Dalam realitanya, proses penyajian pemberitaan itu dilakukan berdasarkan urutan kepentingannya bagi khalayak dalam pandangan redaksi media. Dalam proses ini, maka dalam pandangan positivistik yang nota bene awak redaksi itu diasumsikan sebagai transmitter pasif itu, bahan berita diranking menurut tingkat kepentingannya. 361 e-Proceeding | COMICOS 2017 Berdasarkan asumsi agenda setting theory sebelumnya, mencoba memfokuskan pada pemahaman mengenai fenomena bagaimana cara suatu isu disajikan media (valence), misalnya apakah suatu isu disajikan dengan cara menarik atau tidak (Mc Combs & Shaw, 1972, dalam Griffin, 2003). Media massa cetak sejatinya menjadi wadah untuk berbagai penyampaian informasi yang berguna bagi masyarakat. Namun, pada prakteknya informasi-informasi yang terdapat dalam media massa cetak lokal lebih pada isi informasi yang mengandung unsur politik, tata pemerintahan, ekonomi, permasalahan sosial, konflik, seputar kekerasan yang terjadi di masyarakat dan iklan. Untuk masalah isu lingkungan yang dikaitkan dengan budaya lokal, isi informasi berita nya masih terbatas. Hal ini biasanya dikaitkan dengan kebijakan redaksi yang dianut oleh suatu lembaga industri media massa cetak. Dalam upaya mempertegas manfaat media massa dalam pelestarian lingkungan, hasil penelitian yang berjudul Perbandingan Efektivitas Media Cetak (Folder dan PosterKalender) dan Penyajian Tanaman Zodia terhadap Peningkatan Pengetahuan Masyarakat yang ditulis oleh L. Marlina, dkk dalam Jurnal Komunikasi Pembangunan Volume 07 No. 2 Juli 2009, hal. 1-20 menunjukkan bahwa efektifitas media dapat ditingkatkan melalui penggunaan media fisik dan peningkatan pengetahuan sangat efektif melalui kombinasi media. Melihat efektifitas pesan yang ada pada media massa cetak lokal membuktikan bahwa isu lingkungan yang dikaitkan dengan budaya akan menjadi sangat penting apabila memang dikemas dengan baik dalam bentuk pemberitaan yang bersifat langsung (straight news). Menurut Asriati dan Bahari yang meneliti tentang Pengendalian Sosial Berbasis Modal Sosial Lokal pada Masyarakat di Kalimantan Barat yang ditulis dalam Jurnal 362 e-Proceeding | COMICOS 2017 Mimbar volume XXVI, No.2 Desember 2010, hal. 147-158 menerangkan bahwa modal social lokal yang terdapat pada masyarakat berupa hukum adat dan adat musyawarah bersendikan syariat Islam. Sedangkan pengendalian social dilakukan secara preventif yang bersifat social bonding melalui kepemimpinan adat, kepemimpinan agama, forum komunikasi antaretnik, forum komunikasi umat beragama, dan kepemimpinan organisasi sosial lainnya. Selanjutnya, pengendalian sosial secara represif bersifat social bridging yaitu melalui hukum adat, hukum adat yng bersendikan syariat Islam, dan penegakan hukum formal. Merujuk pada permasalahan modal sosial, maka pagelaran Nyacar Lembur merupakan media modal sosial yang bersendikan pada nilai-nilai kebiasaan adat istiadat orang Priangan (Sunda Buhun) zaman dahulu yang menjunjung tinggi terhadap kecintaan dalam pelestarian alam lingkungan yang ditampilkan melalui peragaan seni budaya dalam bentuk seni drama tari. Apabila dikaitkan dengan fenomena sekarang ini yang terjadi di masyarakat yang semakin menurunnya kesadaran warga negara Indonesia pentingnya mengenai isu lingkungan yang dari hari ke hari keadaan potensi lingkungan semakin tidak berkualitas, maka diperlukan sebuah gerakan penyebaran informasi yang dikemas dalam bentuk pemberitaan yang memenuhi etika jurnalistik. Di mana melalui pemberitaan diharapkan masyarakat dapat terbuka akan informasi isu lingkungan yang kekinian. Sebab salah satu fungsi dari pemberitaan yang terdapat dalam media massa, yaitu sebagai sarana edukasi bagi masyarakat. Dalam prakteknya, pemberitaan mengenai isu lingkungan akan menjadi perhatian redaksi apabila dihubungkan dengan aspek budaya. Sebab redaksi menganggap bahwa fenomena budaya tradisional sekarang menjadi sangat “seksi” untuk dijadikan komoditas pemberitaan, apalagi dikaitkan dengan pemeliharaan lingkungan yang mengetengahkan unsur budaya. Suatu berita akan memiliki nilai berita apabila fenomena 363 e-Proceeding | COMICOS 2017 yang dijadikan objek berita itu sangat fenomenal dan dapat memberikan suatu “pengetahuan baru” bagi yang membacanya. Salah satu isu yang fenomenal sekarng ini adalah masalah isu lingkungan yang dikaitkan dengan kebudayaan manusia dalam mengelolanya. Secara Sosiologi Lingkungan, unsur budaya biasanya akan lebih efektif dalam menjaga, memelihara, dan merawat potensi lingkungan melalui kaidah-kaidah kearifan lokal yang berlaku dan dipatuhi secara non formal oleh masyarakat. Jenis kearifan lokal ini pula yang dilakukan oleh masyarakat, tepatnya oleh komunitas pecinta lingkungan di daerah kabupaten Bandung yang menyelenggarakan ritual seni budaya dalam memelihara kelestarian lingkungan dalam bentuk pagelaran Nyacar Lembur. Melalui tampilan pagelaran budaya tentang pelestarian lingkungan yang dilakukan oleh suatu komunitas pecinta lingkungan tersebut dapat memberikan gambaran informasi mengenai pentingnya keberlangsungan pelestarian lingkungan di masa yang akan datang. Di mana sumber daya alam secara terus menerus dieksploitasi oleh manusia dan akan habis dalam beberapa tahun ke depan apabila tidak disiapkan upaya pelestarian lingkungan sejak dini. Pagelaran Nyacar lembur yang berupa Seni Drama Tari akan menjadi lebih efektif lagi apabila dikemas dalam sebuah informasi dalam bentuk berita sebagai media publikasi dan bahkan sarana kampanye pelestarian lingkungan. Melalui pemberitaan di media massa maka khalayak akan mendapatkan penjelasan mengenai upaya pelestarian lingkungan yang dikaitkan dengan budaya karena dapat membaca tulisan informasi, gambar bahkan videonya secara empiris dan dapat diulang kembali apabila membutuhkannya kembali. Dengan adanya pemberitaan isu lingkungan di media massa cetak lokal, setidaknya akan memberikan efek yang secara langsung bagi pembaca (masyarakat) sehingga diharapkan si pembaca dapat menyebarkan kembali isi informasi yang disampaikan dalam berita. Oleh karena itu, 364 e-Proceeding | COMICOS 2017 penting untuk memaksimalkan penggunaan media untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Berdasarkan fenomena di atas tersebut, maka peneliti merasa tertantang untuk mengetahui dan menjelaskan tentang “Bagaimana Fungsi Budaya yang Berbasiskan Kearifan Lokal Dapat Menjaga Kelestarian Lingkungan yang terdapat dalam Pemberitaan Media Massa Cetak Lokal?” Tujuan penulisan makalah adalah untuk mengetahui fungsi budaya yang berbasiskan kearifan lokal dapat menjaga kelestarian lingkungan yang terdapat dalam Pemberitaan Media Massa Cetak Lokal dan aplikasi nya dalam mengubah atau meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pelestarian lingkungan dalam kehidupan sehari-harinya. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan metode analisis isi. Analisis isi menurut Budd (1967), dalam Kriyantono (2009:230) menyebutkan bahwa analisis isi merupakan suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi pesan dan mengolah pesan atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. Sedangkan menurut Altheide (1996) dalam Kriyantono (2009:249) menyatakan bahwa analisis isi kualitatif disebut pula dengan Ethnographic Content Analysis (ECA), yaitu perpaduan analisis isi objektif dengan observasi partisipan. Dalam ECA, periset berinteraksi dengan material-material dokumentasi atau bahkan wawancara mendalam sehingga pernyataan-pernyataan yang spesifik dapat diletakkan pada konteks yang tepat untuk dianalisis. Pada jenis analisis isi kualitatif bersifat sistematis, analitis, dan pembuatan kategorisasi hanya dipakai sebagai guide (pedoman). Teknik pengumpulan data berdasarkan data non human resources yang berupa dokumen, foto 365 e-Proceeding | COMICOS 2017 dan bahan-bahan lainnya yang menunjang pada penelitian seperti data statistic, berita di media massa cetak, dan sebagainya. Keuntungan data non human resources menurut (Nasution, 1996:85) menyatakan bahwa bahan tulisan itu telah ada, telah tersedia dan siap pakai. Menggunakan model bahan tulisan tidak meminta banyak biaya, hanya memerlukan waktu untuk mempelajarinya. Banyak yang dapat ditimba pengetahuan dari bahan tulisan bila dianalisis dengan cermat yang berguna bagi penelitian yang dijalankan. PEMBAHASAN Sekilas Tradisi Nyacar Lembur Tradisi “Nyacar Lembur” menceritakan tentang kepedulian masyarakat priangan mengenai kelestarian lingkungan yang memadukan unsur budaya dan seni. Bentuk pagelaran yang ditampilkan adalah sebuah tarian yang dilakukan oleh 3 orang perempuan yang sebagai simbol sumber air. Di mana para penari tersebut menggunakan ornament dan kostum tarian yang dilengkapi dengan kelebat kain warna putih menggambarkan kesucian air, warna hitam menggambarkan tanah, dan warna merah menggambarkan udara. Tarian “Air dan Tanah”, ini merupakan suatu dialetikan antara Tubuh, Bunyi, Kata, dan Rupa dibawakan oleh penari dari Komunitas Jaringan Nusantara pada Minggu, 7 Mei 2017 dalam rangka memperingati hari Air dan Bumi Internasional. Tradisi “Nyacar Lembur” merupakan suatu budaya priangan yang ingin menyampaikan dan menciptakan kepekaan masyarakat terhadap kelestarian lingkungan sekitar. Melalui pagelaran Nyacar Lembur potensi-potensi bencana lingkungan seperti kebakaran hutan, banjir, longsor, kekeringan, dan lain sebagainya dapat diminimalisir oleh masyarakat, apabila memahami apa yang disampaikan dalam setiap gerakan prosesi pagelaran Nyacar Lembur. Keberadaan suatu bencana lingkungan merupakan bencana yang diakibatkan oleh perilaku individu atau pun masyarakat yang tidak memperhatikan 366 e-Proceeding | COMICOS 2017 lagi akan keberlangsungan kelestarian lingkungan alam yang sesungguhnya merupakan modal dasar manusia hidup di dunia ini. Apabila dihubungkan dengan kajian teoritis bidang komunikasi, tradisi Nyacar Lembur merupakan bagian dari ecoliterasi yang sedang dikampanyekan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Ecoliterasi menurut Goleman dalam Oktapyanto (2017) adalah gerakan tentang penyadaran kembali akan pentingnya kesinambungan atau kelestarian lingkungan hidup. Dalam penyampaian pesan ekoliterasi menyangkut kepekaan (kesadaran) dalam tata kelola lingkungan hidup yang perlu dijaga, dikelola, dan dimanfaatkan bukan hanya untuk sekarang tetapi untuk generasi yang akan datang. Melalui pagelaran Nyacar Lembur masyarakat yang melihat secara langsung maupun dari hasil pemberitaan di media massa diharapkan dapat meningkatkan kemelekan dan kepekaan terhadap budaya dan lingkungan dalam upaya menangani berbagai permasalahan di lingkungan sosial ataupun ekologis. Apabila meminjam konsep hibridisasi budaya, pagelaran Nyacar Lembur yang diberitakan oleh media massa lokal merupakan suatu keberuntungan secara tidak langsung antara proses transnasional dari globalisasi yaitu glokalisasi. Konsep glokalisasi menurut Robertson dalam Djaya (2012:121) menyebutkan sebuah kondisi yang saling penetrasi antara global dan lokal yang menghasilkan hasil-hasil yang unik di berbagai wilayah geografis yang berbeda. Melalui pemberitaan di media massa, setidaknya budaya Nyacar Lembur dapat diterapkan oleh masyarakat yang membacanya, melalui tradisi menjaga, merawat, dan memelihara lingkungan alam sekitar yang sifatnya terbatas. Lebih lanjut, teori glokalisasi melihat individu-individu dan kelompokkelompok merupakan agen yang penting dan kreatif dalam memperjuangkan suatu pembaharuan di segala bidang, khususnya berkaitan dengan aspek pemanfaatan budaya dalam pelestarian lingkungan. Dalam pelestarian lingkungan yang memanfaatkan aspek 367 e-Proceeding | COMICOS 2017 budaya, biasanya juga terkait dengan komunitas adat yang menjadi leader dalam menentukan kebijakan masa depan pelestarian lingkungan di daerah kawasan adatnya yang penuh dengan filosofi-filosofi yang akan terbukti suatu hari nanti. Komunikasi Lingkungan Berita tentang isu lingkungan yang dimuat oleh Harian Umum Pikiran Rakyat pada tanggal 09 Mei 2017) yang berjudul “Nyacar Lembur” Menjaga Tanah, Air, dan Udara menceritakan mengenai pentingnya informasi tentang isu lingkungan yang dikaitkan dengan komunikasi. Yang di mana, bentuk informasi berita ini mengandung isu komunikasi lingkungan. Menurut Robert Cox (2010) dalam bukunya yang berjudul Environmental Communication and Public Sphere, mengemukakan bahwa komunikasi lingkungan adalah sarana pragmatis dan konstitutif untuk memberikan pemahaman mengenai lingkungan kepada masyarakat, seperti halnya hubungan kita dengan alam semesta. Ini merupakan sebuah media simbolik yang digunakan untuk mengkonstruksi masalah-masalah lingkungan serta menegosiasikan perbedaan respons terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi. Dengan kata lain komunikasi lingkungan digunakan untuk menciptakan kesepahaman mengenai permasalahan lingkungan (Cox, 2010:20). Informasi berita yang terkandung dalam media massa cetak lokal ini memberikan peluang agar masyarakat melek terhadap informasi-informasi lingkungan yang disampaikan oleh pemerintah, komunitas, maupun kelompok adat yang ingin tetap melestarikan potensi-potensi sumber daya alam yang semakin menurun secara kualitas dan kuantitas. Mc Quail (2011:222) menyatakan bahwa konsep paling inti dari teori media yang berkaitan dengan kualitas informasi adalah objektivitas, terutama jika berhubungan dengan informasi berita. Objektivitas adalah bentuk tertentu dari praktik 368 e-Proceeding | COMICOS 2017 media dan juga merupakan sikap tertentu dari tugas pengumpulan, pengolahan dan penyebaran informasi. Ciri utama dari objektivitas adalah pertama, penerapan posisi keterlepasan dan netralitas terhadap objek peliputan. Kedua, terdapat upaya untuk menghindari keterlibatan, tidak berpihak dalam perselisihan atau menunjukkan bias. Dan ketiga, membutuhkan keterikatan yang kuat terhadap akurasi dan jenis kebenaran media yang lain. Selanjutnya, Westerstahl (dalam Mc Quail, 2011:223) menerangkan bahwa penyajian berita objektif harus mencakup nilai-nilai dan fakta, di mana fakta itu sendiri memiliki implikasi evaluatif. Hal ini pula yang dilakukan oleh penulis dalam mengungkapkan objektivitas pemberitaan yang disampaikan oleh media massa lokal yang membahas mengenai isu lingkungan yang disampaikan dalam kemasan perspektif budaya lokal. Dengan adanya pemberitaan mengenai kondisi lingkungan di media cetak lokal tersebut setidaknya dapat mengurangi dan mengikis budaya gosip yang telah disuguhkan oleh media massa dan akan ditiru bahkan dilakukan oleh masyarakat. Sehingga menurut pengamat sosial dan budaya, Yasraf Amir Piliang (2017) kebiasaan bergosip harus dihentikan dengan lebih mengembangkan budaya baca. Dengan banyak membaca buku, pikiran akan terolah untuk lebih kritis ketika menerima informasi yang bebas berseliweran di media massa dan media sosial. Selain itu, ketika banyak membaca, seseorang akan bia membuat tulisan yang lebih baik. Saat mengkritik pun, kritikan akan hadir secara konstruktif dan bukannya provokatif dengan informasi yang bohong yang melebih-lebihkan realitas. Lebih lanjut, Oswald (2009:19) dalam Ratnasari (2010) menjelaskan bahwa pesan komunikasi yang disampaikan mengandung energi, yaitu energi rendah dan tinggi. Yang dimaksud dengan berenergi rendah dalam berkomunikasi biasanya berkaitan dengan emosi negatif seperti sedih atau perasaan bersalah sedangkan 369 e-Proceeding | COMICOS 2017 pesan yang mengandung enegrgi tinggi memiliki daya yang kuat, sehingga dapat menggetarkan perasaan positif kita, seperti perasaan riang, gembira, sukses, atau cinta. Maka, pesan yang disampaikan dalam pagelaran budaya “Nyacar Lembur” seharusnya menampilkan pesan-pesan yang positif dan senada denga nisi pesan yang disampaikan dalam pemberitaan yang menimbulkan dampak positif terhadap pelestarian lingkungan, dalam artian masih ada sebagian kelompok masyarakat di perkotaan yang memegang teguh pada adat istiadat untuk mengingatkan upaya melestarikan potensi lingkungan hidup untuk masa depan. Melihat fenomena pemberitaan isu lingkungan yang dikaitkan dengan budaya, tentunya hal ini dapat dikategorikan sebagai bagian dari komunikasi lingkungan. Yang di mana komunikasi lingkungan merupakan sebuah pengertian dari komunikasi yang barangkali terjadi pada kita awal mulanya, yaitu bentuk atau cara kerja komunikasi dalam aksi sebagai sebuah kendaraan atau studi pemecah permasalahan, debat, serta seringkali menjadi bagian dari kampanye publik mengenai lingkungan. Apabila menurut teori Agenda Setting yang dikemukakan oleh Rohim (2009:174) efek komunikasi massa yang berdasarkan agenda setting ini menganggap bahwa media massa dengan memberikan perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Di mana orang akan cenderung mengetahui tentang hal-hal yang diberitakan media massa dan menerima susunan prioritas yang diberikan media massa teradap isu-isu yang berbeda. Selain itu, komunikasi lingkungan pun memiliki fungsi konstitutif, yaitu membantu membentuk pola pikir serta perspektif seseorang mengenai isu-isu lingkungan dan alam agar dapat membentuk pemahaman, pengertian, pengenagkatan dan representasi dari permasalahan mengenai lingkungan serta alam. Dengan terbentuknya 370 e-Proceeding | COMICOS 2017 persepsi terhadap lingkungan, komunikasi lingkungan dapat membuat komunikan dan komunikator merasa bahwa keberadaan sumber daya alam tersebut apakah merupakan sebuah ancaman atau karunia yang melimpah, sebagai sesuatu yang dieksploitasi ataukah sebagai sumber penghidupan yang amat penting yng didalam nya terkandung penanaman nilai-nilai, moral, serta ideologi terhadap isu-isu permasalahan lingkungan. Sebagai contoh, dalam sebuah Pagelaran budaya “Nyacar Lembur” ini yang merupakan bagian dari kampanye untuk melindungi sumber daya air dari keserakahan manusia yang terus menerus mengeksploitasinya yang disampaikan melalui pesan-pesan nonverbal dalam bentuk gerakan tarian dan pemakaian simbol-simbol pakaian yang digunakan. Penggunaan pesan nonverbal ini merupakan bagian dari pemilihan bahasa serta kata-kata dalam upaya penyadaran masyarakat mengenai sumber daya alam yang terbatas ini untuk dapat benar-benar dipertimbangkan, dan lebih mengedepankan pada konstruksi budaya, kemurnian, serta kekayaan alam yang belum dirusak. Selain itu, adapun definisi lain yang mengartikan komunikasi lingkungan merupakan rencana dan strategi melalui proses komunikasi dan produk media untuk mendukung efektivitas pembuatan kebijakan, partisipasi publik, dan implementasinya pada lingkungan (Oepen, 1999:6). Dalam hal ini, komunikasi lingkungan menjadi sebuah komponen yang terintegrasi dalam kebijakan. Berdasarkan uraian tersebut, seharusnya pihak pemerintah daerah dan dinas yang terkait dapat memperhatikan dan bahkan melindungi nilai-nilai budaya lokal yang hampir punah dan sejalan dengan konsep pembangunan, khususnya di bidang lingkungan hidup dan sumber daya alam dapat dijadikan aset modal kebijakan pembangunan yang perlu dijaga dan dikembangkan secara sistematis dan terintegrasi dalam misi pembangunan daerah. 371 e-Proceeding | COMICOS 2017 Fungsi Budaya dan Komunikasi Lingkungan di Media Massa Cetak Lokal Keberadaan pelaku seni budaya yang mementaskan pagelaran ritual yang dikaitkan dengan isu lingkungan semakin jarang dilakukan oleh masyarakat perkotaan. Apalagi pola pikir masyarakat perkotaan yang sudah “terkontaminasi” dengan tata cara berpikir yang ilmiah dan empiris menyebabkan kepedulian masyarakat akan aset budaya lokal tersebut mudah dilupakan begitu saja. Sebab sebagian besar pagelaran budaya local yang ditampilkan oleh suatu komunitas sering mengandung unsur-unsur politeisme yang menyebabkan sebagian masyarakat perkotaan yang telah memiliki idiologi dan keyakinan akan kekuatan yang “Maha Tunggal” tidak berkenan untuk melanjutkan tradisi-tradisi lokal tersebut karena sagat bertentangan dengan apa yang telah menjadi keyakinannya. Seiring dengan perkembangan zaman dan era teknologi, keberadaan budaya lokal semakin tersisihkan karena tergerus modernisasi, juga minim perhatian pemerintah setempat. Dalam pentas pagelaran “Nyacar Lembur” yang menceriterakan mengenai perjuangan masyarakat (kelompok adat) untuk mengingatkan kepada penduduk yang tinggal di wilayah Priangan agar senantiasa menjaga, merawat, dan memanfaatkan potensi sumber daya alam berupa air, tanah, dan udara dengan sebaik mungkin. Dalam tarian atau gerakan tubuh serta penggunaan simbol yang digunakan oleh penari mengandung makna dan nilai leluhur sebagai media “penyambung bathin” antara masyarakat dengan leluhurnya. Dilihat dari perspektif budaya, para pelaku pentas tradisi “Nyacar Lembur” kini sangat langka didapati di wilayah Priangan dan secara adat kebiasaan nilai “kesaktian” atau “aroma magis” itu mulai luntur. Di masyarakatnya sendiri para pelaku adat tradisi “Nyacar Lembur” sudah tidak dianggap lagi memiliki kelebihan atau kesakralan hingga 372 e-Proceeding | COMICOS 2017 sudah amat jarang menyaksikan orang yang secara khusus menyelenggarakan tarian seperti ini, karena sekarang dianggap hanya sebagai media penyampaian pesan (perantara) kegiatan kampanye lingkungan. Maka, tidak salah apabila media massa lokal mengangkat pemberitaan tradisi “Nyacar Lembur” ini sebagai upaya untuk menyadarkan masyarakat mengenai keberadaan isu lingkungan yang semakin tidak terkendali agar semakin ecoliterat. Dalam ranah penulisan pemberitaan, maka isi pesan yang berupa isu kekinian seperti isu lingkungan dapat dipertimbangkan sebagai berita utama. Menurut Dean Iyle Spencer dalam Suhirman (2005:1) berita adalah suatu kejadian atau ide yang benar yang dapat menarik perhatian sebagian dari pembaca. Sedangkan menurut William S. Maulsby berita didefinisikan sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari faktafakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian para pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut. Maka, dalam pemberitaan yang berjudul “Nyacar Lembur” Menjaga Tanah, Air, dan Udara” yang ditampilkan dalam halaman kedua tersebut memperlihatkan adanya beberapa unsur yang penting dari informasi tersebut untuk memenuhi sebagai sebuah berita. Adapun unsur-unsur berita tersebut adalah merupakan suatu laporan atau keterangan, berisi tentang kejadian atau peristiwa, memiliki kebaruan yang ditulis dalam bahasa yang singkat, padat, sederhana, amcar, jelas, lengkap, akurat, lugas, dan menarik. Isi informasi berita yang disampaikan dalam judul “Nyacar Lembur” Menjaga Tanah, Air, dan Udara” telah memenuhi apa yang menjadi objektifitas, mengutamakan kepentingan umum, dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebagaimana yang terdapat pada rangkaian isi informasi berita tersebut menceritakan mengenai keberadaan budaya lokal yang mengusung tema pelestarian lingkungan di tanah Priangan yang semakin sulit untuk 373 e-Proceeding | COMICOS 2017 dikembangkan karena factor-faktor sosial yang memang sudah berubah. Pesan inilah yang ingin disampaikan kepada masyarakat Priangan khususnya oleh pelaku seni budaya agar senantiasa memperhatikan kelestarian sumber daya alam melalui publisitas yang terdapat pada media massa lokal Pikiran Rakyat. Dengan demikian, fungsi media massa dalam hal ini dapat menjadi fungsi edukatif bagi pembacanya. Menurut Susilo (2014:viii) menjelaskan bahwa apabila dilihat dari pendekatan historis sosiologis, tradisi budaya “Nyacar Lembur” merupakan kegiatan interaksi dengan alam yang melahirkan seni dan budaya. Sehingga pagelaran tradisi budaya “Nyacar Lembur” ini ditemukan karena sifat manusia yang cerdas dapat memadukan dan memanfaatkan alam melalui gerakan seni budaya. Oleh karena itu, kita bisa memahami mengapa isu lingkungan yang dikaitkan dengan nilai-nilai budaya tidak bisa dilepaskan begitu saja. Ternyata, hal itu berhubungan erat dengan antroposentrisme yang memunculkan kearifan lokal berbasiskan potensi sumber daya alam. PENUTUP Informasi mengenai isu lingkungan telah menjadi dasar pengambilan kebijakan redaksi untuk memberitakan di media massa lokal. Hal ini sesuai dengan syarat pemberitaan yang objektif, faktual, dan berimbang yang menjadi kewajiban suatu industri media massa dalam menyampaikan pesan komunikasinya kepada khalayak. Adapun keberadaan isu lingkungan yang berbasiskan budaya sekarang telah menjadi fenomena yang cukup mengkhawatirkan bagi keberlangsungan peradaban hidup manusia yang semakin modern dan tergantung pada teknologi. Melalui pemberitaan tentang budaya lokal yang mengandung nilai-nilai isu lingkungan yang dipublikasikan di media massa cetak lokal dapat menyadarkan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung sebagai media pembelajaran demi terjaganya sumber daya alam yang 374 e-Proceeding | COMICOS 2017 dibutuhkan oleh manusia yang semakin terbatas. DAFTAR RUJUKAN Asriati, Nuraini dan Bahari Yohanes.(2010).Pengendalian Sosial Berbasis modal Sosial Lokal pada Masyarakat di Kalimantan Barat, Jurnal Mimbar, Vol.XXVI, No.2, pp. 147-158. Cox, Robert.(2010).Environmental Communication and the Public Sphere.New York: Sage Publication. Djaya, Ashad Kusuma.(2012).Teori-teori Modernitas dan Globalisasi: Melihat Modernitas Cair, Neoliberalisme, Serta Berbagai Bentuk Modernitas Muktahir.Bantul:Kreasi Wacana. Griffin, EM.(2003). A First Look At Communication Theory.Fifth Edition.New York: Mc Graw Hill. Heriyanto, Retno.(09/05/2017).”Nyacar Lembur” Menjaga Tanah, Air, dan Udara”. Harian Umum Pikiran Rakyat. Bandung. Manihuruk, Vebertina.(08/01/2017).”Pilah Informasi Secara Bijak dan Kritis”. Harian Umum Pikiran Rakyat.Bandung. Mc Quail, Denis.(2011).Teori Komunikasi Massa.Penerjemah Putri Iva Izzati. Jakarta:Salemba Humanika. Marlina, L., Saleh, A., dan Lumintang, R.W.E.(2009).Perbandingan Efektivitas Media Cetak (Folder dan Poster-Kalender) dan Penyajian Tanaman Zodia terhadap Peningkatan Pengetahuan Masyarakat, Jurnal Komunikasi Pembangunan, Vol.07, No.2, pp. 1-20. Nasution.(1996).Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif.Bandung:Tarsito 375 e-Proceeding | COMICOS 2017 Oepen, Manfred and Hamacher, Winfried.(1999).Environmental Communication for Sustainable Development. New York: Sage Publication. Oktapyanto, Riyan Rosal Yosma.(22/05/2017).Ecoliteracy, Literasi yang Terlupakan.Harian Umum Pikiran Rakyat.Bandung. Ratnasari, Anne.(2010).Pesan Positif dalam Komunikasi, Jurnal Mimbar, Vol.XXVI, No.2, pp. 159-168. Rohim, Syaiful.(2009).Teori Komunikasi Perspektif Ragam & Aplikasi.Jakarta:PT. Rineka Cipta. Suhirman, Imam.(2006).Menjadi Jurnalis Masa Depan.Bandung:Dimensi Publisher. Susilo, Rachmad K. Dwi.(2014).Sosiologi Lingkungan.Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. Wright, Charles R.(1988).Sosiologi Rakhmat.Bandung:Remadja Karya. 376 Komunikasi Massa.Editor:Jalaludin e-Proceeding | COMICOS 2017 MEDIA LOKAL DALAM MEMBERITAKAN KORUPSI (ANALISIS FRAMING BERITA KORUPSI DANA PERSIBA BANTUL DI SURAT KABAR KEDAULATAN RAKYAT, TRIBUN JOGJA, HARIAN JOGJA, BERNAS JOGJA DAN RADAR JOGJA) Olivia Lewi Pramesti [email protected] Pupung Arifin [email protected] Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari No.6, Yogyakarta 55281 Abstract In 2013 Idham Samawi, a former high profile official in Yogyakarta, was named as corruption suspect on local football club funds worth 12.5 billion Rupiah. Establishment of himself as a criminal suspect is an important news for the people of Yogyakarta. Idham Samawi's long experience in politics in Yogyakarta has made him an influential figure. In journalism, news of this kind of corruption case has a strong news value. News of corruption in the mass media is part of the political coverage that influences the nation's development. This is the reason when political news has a large portion of the media. At an ideal level, the media must be able to provide a communication medium between the state and its citizen. But the media also has the power to shape public opinion. Media can define audiences' views on a political issue or a political actor. This research try to discover the frame of five local newspapers in reporting corruption case that ensnare Idham Samawi. Researchers quarry how far the local media play a role in eradicating corruption in Indonesia. The reason, in accordance with its responsibilities, the media should be oriented to the public interest. Media should preach this corruption case openly for the accountability to the public. This research is done by framing analysis method to see the process of reality constructions built by media. Researchers try to compare the discourse that is built by each local media through news content. In addition, researchers also conducted interviews with each editorial staff of the media to discover the context behind typical news content production. Keywords: local media, corruption, framing Pendahuluan Pada Kamis 18 Juli 2013, masyarakat di Yogyakarta dikagetkan dengan pemberitaan mengenai penetapan Idham Samawi, mantan Bupati Bantul periode 19992004 dan 2005-2010 sebagai tersangka korupsi dana Persatuan Sepakbola Indonesia Bantul (Persiba) sebesar 12,5 miliar. Penetapan tersangka ini dilakukan oleh Kejaksaan 377 e-Proceeding | COMICOS 2017 Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasar berita di Tempo.co pada Jumat 19 Juli 2013, korupsi Idham ini dilakukan pada 2011 ketika dirinya menjabat sebagai ketua Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Bantul dan ketua Komisi Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Hasil penyidikan dilakukan sejak Januari 2013 dan ada dugaan penyimpangan administrasi dana hibah Persiba. Penyimpangan ini berasal dari dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan APBD Perubahan pada 2011 masing-masing Rp 8 miliar dan Rp 4,5 miliar. Penetapan tersangka ini tentunya menjadi berita baru dan penting untuk diberitakan masyarakat. Lebih lagi ini merupakan berita korupsi yang melibatkan public figure di Yogyakarta. Idham selain mantan Bupati, ia juga menjadi ketua umum DPD PDI Perjuangan DIY dan waktu itu ia merupakan calon legislator DPR dari DIY. Dalam bahasa jurnalistik, berita ini memiliki nilai berita yaitu significance (penting), timeliness (terkini), dan prominence (keterkenalan). Berita korupsi di media massa merupakan bagian dari liputan politik. Seperti dikutip dari buku Ibnu Hamad (2004) yang berjudul Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa,peristiwa politik selalu menarik media massa. Hal ini disebabkan karena dua faktor yaitu politik berada di era mediasi dimana media mustahil dipisahkan dari media massa. Para aktor politik selalu berusaha menarik wartawan agar aktivis politiknya diliput media. Alasan kedua menyangkut faktor nilai berita. Peristiwa politik, aktivis politik, dan kegiatan politik lainnya selalu menarik bagi media. Tak jarang peristiwa politik selalu menjadi headline surat kabar bahkan mendominasi berita di sebuah media. Kaitannya dengan kasus korupsi ini, tentu saja media memiliki peranan yang sangat penting. Selain tugasnya sebagai pilar keempat, media juga harus menyelamatkan publik dari koruptor. Penyelamatan publik ini wajib dilakukan karena hakekat jurnalisme 378 e-Proceeding | COMICOS 2017 adalah kesejahteraan bagi publik. Hal ini tertuang dalam Sembilan Elemen Jurnalisme yang dikembangkan oleh Bill Kovach dan Tom Ressenstieal. Pada awal era Reformasi, fungsi media massa sangat ideal. Pers betul-betul bebas dan terlepas dari tekanan pemerintah Orde Baru. Namun memasuki decade kedua pascareformasi, media mengalami disorientasi. Kovach dan Rossenstiel dalam Wicaksono (2015:2), menyatakan kuatnya cengkeraman kapitalisme mengakibatkan media massa dihadapkan pada dilema antara keberpihakan pada kebenaran dan kepentingan warga negara pada satu sisi, dan pada sisi lain harus mengabdi pada kepentingan kapitalisme. Akibatnya media mengalami kondisi tragis, berpindah dari kontrol negara menjadi kekuatan kapital dan melahirkan otoritarian baru yang disebut otorian capital (Siregar dalam Wicaksono, 2015:2). Berita korupsi soal Idham Samawi di media ternyata mendapat sorotan dari media lokal di Yogyakarta. Pemberitaan soal Idham ramai dibicarakan media. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena berita korupsi adalah berita yang memiliki nilai berita tinggi yaitu penting, kekinian, dan menyangkut kepentingan publik. Lebih lagi korupsi ini melibatkan Idham Samawi yang dikenal sebagai public figure di Yogyakarta. Surat kabar lokal seperti Kedaulatan Rakyat, Tribun Jogja, Harian Jogja, Radar Jogja, dan Bernas Jogja menaruh perhatian pada kasus Idham Samawi. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti, sejak Idham Samawi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana Persiba, Kedaulatan Rakyat justru tidak memberitakannya. Padahal, kasus tersebut adalah kasus besar dan memiliki nilai berita penting, kekinian, dan menyangkut public figure di Yogyakarta. Tribun Jogja memberitakan penetapan tersebut pada Sabtu, 20 Juli 2013 dengan judul “PDIP Beri Bantuan” “Hukum Berat Idham”. Namun, Kedaulatan Rakyat pasca penetapan Idham tidak menampilkan berita 379 e-Proceeding | COMICOS 2017 apapun. Berdasarkan hal ini, peneliti tertarik untuk melihat lebih lanjut berita korupsi dana Persiba di semua koran lokal di Yogyakarta. Peneliti ingin melihat sejauh mana media lokal turut memerangi korupsi di Indonesia. Pasalnya, sesuai dengan tanggungjawabnya, media harus berorientasi pada kepentingan publik dan menyejahterakannya. Sementara itu, korupsi merupakan persoalan besar di masyarakat yang menyangkut dana publik. Oleh karenanya, media semestinya mengawal kasus korupsi ini dan menjerat seadiladilnya bagi pelaku penyewelengan dana publik. Dalam hal ini, korupsi adalah tindakan merugikan negara. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis framing sebagai analisis teksnya dan dilanjutkan dengan metode wawancara pada bagian redaksional media. Entman, Matthes, dan Pellicano (2009:177) menyatakan analisis framing digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang ini menentukan fakta mana yang akan diambil dan dibuang, fakta mana yang ditonjolkan dan tidak hingga akhirnya terbentuk angle atau fokus pemberitaan. Fokus pemberitaan yang diperoleh dari bagaimana media melakukan framing ini akhirnya dimunculkan lewat berita yang dikonsumsi khalayak. Sebelum dikonsumsi khalayak, ternyata isi media juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor ini oleh Becker dan Vlad (2009, 59) terdiri dari faktor individual media, rutinitas media, organisasi media, ekstramedia dan ideologi media. Penelitian ini mencoba untuk mengetahui framing media lokal dalam memberitakan kasus korupsi dana Persiba Bantul. 380 e-Proceeding | COMICOS 2017 METODOLOGI Jenis penelitian dalam penelitian ini ialah kualitatif. Denzin dan Lincoln dalam Moleong menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengunakan latar belakang alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. (Moleong, 2004:5). Subjek penelitian dalam penelitian ini redaktur atau reporter di lima media lokal di Yogyakarta yaitu Kedaulatan Rakyat, Tribun Jogja, Harian Jogja, Bernas Jogja, dan Radar Jogja. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah berita korupsi dana Persiba yang melibatkan Idham Samawi. Time frame berita yang diteliti adalah sejak Idham Samawi ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Kejaksaan Tinggi DIY pada 19 Juli 2013 hingga berita terkini yakni pasca protes dari masyarakat yang dimulai pada 12 Maret 2015. Berita yang dibandingkan dan dianalisis juga berada dalam waktu yang sama. Mengingat penelitian ini menggunakan metode analisis framing, maka kuantitas berita tidak terlalu menjadi masalah. Tabel 1 Berita Korupsi Dana Persiba di 5 Surat Kabar Lokal di Yogyakarta Tanggal Terbit Senin,22 Juli 2013 Kedaulatan Rakyat Paserbumi Ingin Idham Terus di Persiba Selasa,2 3 Juli 2013 Idham Tak Salahi Aturan Caleg Tribun Jogja Harian Jogja Idham Tidak Hadiri Peringatan Hari Jadi Bantul Pencalegan Idham Harus Dianulir Idham Masih Aman ke Senayan DPD Tak Berkutik Soal Idham Bernas Jogja Kejati DIY Dituding Politis Radar Jogja Jangan Terhenti pada Idham Posisi Idham Masih Aman Dalami Keterlibatan Pejabat Lain 381 e-Proceeding | COMICOS 2017 Kamis,2 5 Juli 2013 Kepemimpinan Persiba Butuh Idham Tetap Dana Rp6M Dibutuhkan KPK Dukung Kajati Usut Dugaan Korupsi Bantul KPK Supervisi Pengusutan Idham Keroyok Tangani Perkara Idham Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan analisis konsep framing dari Robert N. Entman. Untuk menganalisis teks, terdapat empat perangkat dari Entman (dalam Eriyanto, 2002:189) yakni: Define problems (pendefinisian masalah), Diagnose Causes (memperkirakan masalah atau sumber masalah), Make moral judgement (membuat keputusan moral), dan Treatment Recommendation (menekankan penyelesaian) PEMBAHASAN Peneliti telah melakukan proses analisis teks terhadap 15 artikel berita dari lima media lokal yang menjadi obyek penelitian. Setelah proses analisis teks dilakukan, peneliti meneruskan tahapan analisis konteks untuk memperoleh konfirmasi dari pihak redaksi media dalam proses pembuatan artikel tersebut. Berikut ini akan dipaparkan terlebih dahulu analisis teks dari lima media lokal di DIY. ANALISIS TEKS Analisis Teks Berita Kedaulatan Rakyat 1. Berita “Paserbumi Ingin Idham Terus di Persiba “ Dapat disimpulkan bahwa frame besarnya adalah Idham adalah orang yang sangat dibutuhkan oleh kelompok suporter Persiba untuk terus mengangkat prestasi Persiba di kejuaraan sepakbola. Berdasarkan berita tersebut terlihat bagaimana KR berusaha mengarahkan pembaca untuk mengerti betul perjuangan Idham Samawi dalam kiprah Persiba. Berkat perjuangan itu, Idham dinilai masih layak mengurusi Persiba. Hal pertama yang bisa dilihat adalah lewat judul berita “Paserbumi Ingin Idham Terus di Persiba”. Berdasarkan judul tersebut, kata “ingin” menandakan bahwa Paserbumi memang berharap Idham terus mengelola Persiba. Judul ini pun dijadikan headline oleh KR. Dengan menjadikannya headline dalam rubrik Sportmania, tentu saja akan menjadi daya tarik pertama pembaca untuk membacanya. 382 e-Proceeding | COMICOS 2017 Lead pun makin menguatkan judul yang diberikan KR. Lead dimulai dengan kalimat “Kelompok suporter Persiba Bantul, Paserbumi berharap Drs. HM Idham Samawi tetap bersedia untuk mendampingi tim kebanggaan masyarakat Bantul dalam mengarungi kompetisi Indonesian Premier League (IPL) musim ini. Hal tersebut karena, prestasi yang saat ini diraih “Laskar Sultan Agung” tak lepas dari perjuangannya selaku Ketua Umum. Melalui lead tersebut, KR mengarahkan pada kesediaan Idham Samawi untuk mendampingi tim kebanggaan Bantul. Kata “kesediaan”, “kebanggaan”, dan “perjuangan Idham Samawi” menandakan bahwa Idham memang diharapkan terus ada di Persiba karena memperjuangkan tim ini hingga berprestasi dan menjadi kebanggaan masyarakat Bantul. Pemilihan narasumber dalam keseluruhan tubuh berita semua mengarah pada satu sisi yakni dari sisi Paserbumi. Sementara itu kutipan langsung pun banyak menegaskan soal kiprah Idham di Persiba. Beberapa kutipan langsung ini terlihat dari paragraf 2, 5, dan 7 dimana Idham ditampilkan sebagai sosok yang sangat berperan dalam Persiba. Bahkan terdapat kata “Idham menjadi motor bangkitnya persepakbolaan Bantul “ dimana ketika ditafsirkan lebih berarti Idham adalah orang utama dan penting dalam sejarah sepakbola Bantul. Dari pemilihan narasumber dan kutipan baik langsung maupun tidak makin menguatkan bahwa Paserbumi serius menginginkan Idham Samawi. Sementara itu, pada penyelesaian KR lebih menekankan pada perhatian pemerintah untuk Persiba. Melalui narasumbernya, KR menyampaikan bahwa pemerintah harus memikirkan nasib Persiba yang tengah dilanda persoalan internal. Secara implisit, tampaknya KR ingin menyampaikan bahwa ketika Idham sedang dilanda kasus korupsi, pemerintah seyogyanya juga berpikir soal nasib Persiba. Kasus Idham 383 e-Proceeding | COMICOS 2017 tentu saja akan membuat manajemen Persiba akan terganggu. Oleh karena itu ketika dilihat dari beritanya, terdapat kutipan yang menyebutkan Persiba tengah dilanda persoalan manajemen. Dugaan peneliti ini salah satunya terkait dengan penetapan Idham sebagai tersangka dana Persiba. Kesimpulannya, meskipun Idham ditetapkan menjadi tersangka, namun Idham tetap disosokkan positif oleh KR. 2. Berita “DPP PDIP Bantah Ada Diskriminasi, Idham Tak Salahi Aturan Caleg” Framing pada berita berjudul DPP PDIP Bantah Ada Diskriminasi, Idham Tak Salahi Aturan Caleg ingin menegaskan bahwa Idham Samawi masih sangat layak menjadi caleg DPR RI. Kelayakan ini dinilai dari status hukum Idham yang belum membuktikan apa-apa. Lebih lagi, penetapan Idham berlangsung setelah ditetapkannya Idham menjadi caleg. Menurut aturan hal tersebut tidak masalah, kecuali penetapan tersangka terjadi sebelum penetapan sebagai Caleg. Pernyataan ini hampir ditekankan dalam setiap paragrafnya. Pada berita ini, narasumber hanya berjumlah satu yakni dari Ketua Bidang Hukum Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Trimedya Panjaitan. Menurut asumsi penulis, narasumber ini cenderung memiliki ketekaitan organisasi dengan Idham Samawi. Kemungkinan selanjutnya adalah pernyataan narasumber tersebut tidak independen artinya memang memihak pada pencalonan Idham. Secara kualitas berita, berita di KR ini tidak memenuhi unsur keseimbangan berita. Narasumber tidak cover both sides dan cenderung memilih narasumber yang berasal dari partai pendukungnya. Dalam berita ini, KR tetap mengingatkan pembaca pada prestasi Idham. Meski ia terkandung kasus, namun peranan Idham sangat besar bagi Bantul terkhusus soal Persiba. Hal ini terdapat dalam paragraf 4 dalam kalimat sebagai berikut. “Untuk itu, mantan Bupati Bantul 2 periode yang dianggap berprestasi berhasil 384 e-Proceeding | COMICOS 2017 memajukan Pemkab Bantul dalam berbagai bidang tersebut, termasuk untuk pertama dalam sejarah Persiba menjadi juara Liga Utama PSSI 2010/2011, diminta terus melakukan konsolidasi kaitannya dalam pencalegan sebagai anggota DPR RI.” Lewat kutipan tak langsung dari Trimedya, KR juga ingin menggiring opini bahwa penetapan Idham sebagai tersangka masih janggal. Kejanggalan ini terlihat dari Idham yang belum pernah diperiksa sebagai saksi dan belum ada kerugian negara. Oleh karena itu, penyelesaian kasus ini oleh KR diarahkan pada penyiapan tim hukum untuk membela Idham. 3. Berita “Demi Kiprah Persiba, Kepemimpinan Idham Tetap Dibutuhkan” Framing berita dengan judul “Demi Kiprah Persiba, Kepemimpinan Idham Tetap Dibutuhkan” masih memberikan citra positif pada sosok Idham Samawi. KR masih menggiring publik bahwa Idham belum menjadi tersangka resmi korupsi. Hal ini dibuktikan dengan adanya lead “Meski saat ini posisi Ketua Umum Persiba, Drs.HM Idham Samawi sedang tersangkut masalah hukum, namun pemerhati sepakbola di Bantul menilai kehadirannya tetap diperlukan bagi tim yang berjuluk “Laskar Sultan Agung” tersebut. Kata-kata “tersangkut masalah hukum”, menjadi bukti bahwa KR masih sangat halus dan belum berani menunjuk Idham sebagai tersangka. Penggunaan kata tersangkut masalah hukum masih bisa diartikan publik sebagai persoalan biasa dan tidak mengerikan seperti halnya bila KR menggunakan tersangkut masalah korupsi. Ketika menggunakan kata “korupsi” opini masyarakat pasti akan merujuk pada tindakan yang sangat berat karena korupsi masih dipandang sebagai penyakit masyarakat yang sangat merugikan negara. Dalam leadnya, KR juga berniat untuk mengarahkan pembaca bahwa sosok 385 e-Proceeding | COMICOS 2017 Idham adalah sosok yang dibutuhkan oleh dunia persepakbolaan di Bantul. Kita pun tahu bahwa Persiba merupakan tim sepakbola utama di kalangan masyarakat Bantul. Sepakbola pun, masih menjadi magnet bagi masyarakat umumnya. Tentu saja, dengan pernyataan KR dalam leadnya, masyarakat akan melihat bahwa karena Idham-lah, Persiba menjadi tim yang kuat dan menorehkan banyak prestasi. Di dalam tubuh beritanya, KR menampilkan pernyataan dari salah satu pengurus cabang PSII Bantul dan Persiba, M.Fanani untuk menguatkan kembali bahwa Idham adalah sosok yang membuat Persiba berprestasi. Ia banyak menceritakan kiprah Idham di Persiba saat menjadi ketua umum. Saat menjadi ketua umum, Idham membuat keteraturan manajerial dan berbagai program tim sehinga Persiba meraih prestasi maksimal di Kompetisi Komda Jateng dan DIY bagian selatan. Pernyataan pengurus cabang ini ingin menggiring pembaca kembali untuk berpikir bahwa mana mungkin Idham melakukan tindakan yang merugikan untuk Persiba. Tak hanya itu,berbagai kutipan pengurus cabang juga menguatkan pembaca bahwa Idham memang sangat dibutuhkan bagi tim Persiba. Karenanya, KR ingin mengarahkan publik untuk kembali berpikir apakah memang Idham bersalah atas tindakannya melakukan korupsi dana Persiba? Berita ini tidak memenuhi unsur cover both sides. KR hanya menampilkan pernyataan narasumber dari satu sisi saja. Hal ini tentu saja bisa dikritisi, apakah memang Idham benar-benar memberikan prestasi bagi Persiba? Analisis Teks Berita Tribun Jogja 1. Idham Tidak Hadiri Peringatan Hari Jadi Bantul 386 e-Proceeding | COMICOS 2017 Framing Tribun Jogja atas berita berjudul Idham Tidak Hadiri Peringatan Hari Jadi Bantul lebih menunjukkan sikap Idham yang tidak berani tampil di depan umum pasca penetapan tersangka dirinya. Tribun menguatkan dugaan tidak berani datang di HUT Jadi Bantul dengan memaparkan upaya yang dilakukan Tribun saat menghubungi Idham. Dalam paparannya tersebut, Tribun menjelaskan Idham tidak merespon. Tribun pun makin menguatkan dugaan ketidakhadiran Idham dengan mewawancara istri Idham, Bupati Ida. Saat diwawancara, Bupati Ida sama sekali tidak berkomentar atas ketidakhadiran Idham. Selain menyorot ketidakhadiran Idham, Tribun juga memaparkan fakta soal kronologi penetapan tersangka pada Idham. Tribun menjelaskan bagaimana pelanggaran yang dilakukan Idham atas dana Persiba 2010 yang tidak sesuai prosedur. Penjelasan ini diungkapkan dengan memilih narasumber seperti Kajati DIY. Sebagai bentuk cover both sidesnya (sisi Idham) Tribun memilih Sidharto, Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan yang juga menjabat Ketua MPR RI. Dalam pernyataannya, Sidharto juga tidak berkomentar dan hanya mengatakan rencana advokasi hukum untuk Idham. Ia pun juga tak mau berkomentar atas keberadaan Idham sebagai bakal calon legislatif. Tribun Jogja cenderung memaparkan kasus Idham ini dari sisi Idham memang bersalah dalam kasus korupsi dana Persiba. Angle yang dipilih pun cenderung menguatkan bahwa Idham tidak memiliki nyali untuk bertemu media dan masyarakat pasca penetapan tersangka. Tribun pun membuka kembali alasan mengapa Idham ditetapkan tersangka. Dengan demikian pembaca pun makin dikuatkan bahwa penetapan Idham sebagai tersangka adalah benar karena ada fakta yang mendukung. 387 e-Proceeding | COMICOS 2017 2. Berita Pencalegan Idham Harus Dianulir Frame berita Tribun dengan judul “Pencalegan Idham Harus Dianulir” adalah pencalonan Idham sebagai calon legisatif perlu dibatalkan. Frame ini dibentuk dengan mengangkat pernyataan narasumber dari kader PDIP yang dahulu pernah dibatalkan pencalonannya dalam pemilihan legislatif karena tersandung kasus korupsi. Pernyataan narasumber dilihatkan sebagai bentuk kekecewaan ketika PDIP tidak konsisten dalam menerapkan aturan pencalonan DCS. Narasumber terkesan menuntut PDIP agar tidak pilih kasih pada sosok Idham. Hal ini dikatakan narasumber agar citra PDIP tidak rusak di mata masyarakat. Tribun menunjukkan bahwa tindakan koruptor perlu mendapatkan perhatian serius. Lebih lagi ketika ia dicalonkan sebagai bagian dari calon legislatif. Tribun juga mengajak masyarakat khususnya partai PDIP untuk kembali mengingat aturan yang pernah dibuatnya yakni pencabutan pada anggota kadernya bila tersandung korupsi. 3. Berita Persiba Butuh Dana Rp. 6M Framing berita ini, Tribun ingin menunjukkan bahwa penetapan Idham sebagai tersangka juga membuat kondisi pada Persiba terguncang. Digambarkan dalam berita tersebut, bagaimana Persiba yang begitu kesulitan untuk mendapatkan dana Rp 6M. Pernyataan narasumber yakni Sekretaris Persiba, Wikan Werdo Kisworo, banyak menceritakan kondisi Persiba yang memang membutuhkan orang yang mau membantu dana hingga 6M. Wikan malah menyebutkan, opsi terakhir mereka jika tidak mendapatkan dana adalah menjual Persiba kepada pihak lain. Namun hal tersebut juga menimbulkan persoalan baru yakni pemindahan markas. Tribun memberikan pandangan lain terhadap kasus Idham. Idham memang sosok 388 e-Proceeding | COMICOS 2017 yang dibutuhkan oleh Persiba, meski kalimat dalam berita tidak secara langsung menyebutkannya. Tribun memberikan bukti-bukti nyata bahwa persoalan dana adalah persolan krusial dalam Persiba, dan sosok Idham-lah yang selama ini bisa membantu pendanaan. Analisis Teks Berita Harian Jogja 1. Idham Masih Aman ke Senayan Framing berita di atas menunjukkan bahwa Harjo ingin memberitahukan pada publik bahwa penetapan Idham sebagai tersangka tidak berpengaruh pada pencalonan dia di Senayan. Hal ini ditunjukkan Harjo dengan memberikan kutipan dari KPU dengan dasar legalitas hukum. Dikatakan bahwa berdasar hukum, memang keputusan atas Idham belum final dan dia masih layak untuk dicalonkan. Namun, dalam berita ini Harjo tetap menunjukkan bahwa aturan KPU belum sepenuhnya benar. Hal ini dibuktikan dengan salah satu kutipan mantan bakal calon legislatif Bambang Eko dan Ternalem yang dilarang untuk mencalonkan diri karena tersandung kasus korupsi. Pelarangan ini bahkan dilakukan saat proses banding berjalan. Dalam wawancaranya dengan Ternalem, Ternalem menilai bahwa ada indikasi pilih kasih dari pihak yang bersangkutan pada Idham Samawi. Sementara itu, Harjo mengingatkan kembali pada publik akan konteks berita Idham. Disebutkan dalam berita bahwa Idham adalah tersangka kasus korupsi Persiba dari dana APBD 2011. Harjo pun berusaha mengkonfirmasi pernyataan Kejati dengan menghubungi Idham dengan politisi PDIP atas hal tersebut, namun sama sekali tidak ada direspon. Hal ini membuktikan bahwa secara sisi jurnalistik, Harjo tetap memenuhi asas cover both sides. Harjo pun terlihat menyerahkan pada publik atas konfirmasi yang tak terjawab dari Idham dan politisi PDIP lainnya. 389 e-Proceeding | COMICOS 2017 1. DPD Tak Berkutik Soal Idham Framing Harjo pada berita di atas adalah DPD PDIP tidak bisa berbuat banyak atas pencalonan Idham sebagai caleg. Hal ini ditegaskan dengan mengutip pernyataan baik kutipan langsung dan tidak langsung dari Sekretaris Jendral DPD PDIP DIY, Bambang Praswanto. Dalam berita ini, PDIP justru digambarkan memberikan bantuan hukum pada Idham dan tetap mendukung pencalegan Idham. Namun dalam tubuh beritanya, Harjo tetap memberikan antitesis dari pernyataan Bambang yaitu dengan mengutip berita sebelumnya. Pernyataan antitesis ini berasal dari Ternalem kader PDIP, yang merasa terdiskriminasi atas kasus Idham. Harjo terus mengulang kutipan Ternalem bahwa kasus Ternalem harusnya menjadi contoh dalam penyelesaian kasus pencalegan Idham. Dijelaskan pula oleh Harjo, partai PDIP sebagai penyokong Ternalem bahkan melarang Ternalem untuk ikut pencalonan legislatif 2014. Berdasarkan pernyataan-pernyataan Ternalem ini, Harjo terkesan ingin memberikan wacana bahwa Idham sama dengan kader lainnya.Oleh karenanya, penyelesaikan atas kasus Idham selayaknya sama dengan kader lainnya. 3.KPK Dukung Kejati Usut Dugaan Korupsi di Bantul Framing Harjo atas berita di atas adalah keseriusan KPK dan Kejati DIY dalam menuntaskan kasus hibah Persiba Bantul. Kendati dalam berita tersebut disebutkan bahwa kedatangan tim KPK tak hanya menangani kasus Persiba, namun kedatangan tim ini makin mempercepat penanganan kasus Persiba. Dalam tubuh beritanya, Harjo lebih banyak memberikan porsi lebih pada narasumber KPK serta Kejati DIY. Kendati demikian Harjo tetap melakukan verifikasi dengan memberikan pernyatan Idham dan istrinya yang menjabat Bupati Bantul. Dalam pernyataannya, mereka berdua menolak berkomentar. Penolakan ini 390 e-Proceeding | COMICOS 2017 menandakan bahwa kemungkinan memang Idham bersalah atas kasus Persiba ini. Analisis Teks Berita Radar Jogja 1. Berita Jangan Terhenti pada Idham, Kejati Diminta Usut Semua Pejabat yang Terlibat Framing Radar Jogja dalam berita di atas menunjukkan banyak pihak yang berharap kasus Idham diselesaikan. Harapan itu ditorehkan lantaran Idham merupakan salah satu public figure di Jogja yaitu mantan bupati Bantul dan pimpinan partai PDIP di Jogja. Tentunya dengan melihat predikatnya sebagai tokoh publik, bisa saja kasus korupsi yang menyangkut Idham tidak dapat terselesaikan. Dalam tubuh beritanya, Radar memberikan narasumber dari berbagai elemen masyarakat yang notabenya mendukung penyelesaian kasus Idham. Pernyataan yang dikeluarkan narasumber lebih pada meminta KPK dan Kejati mengusut tuntas kasus Idham tanpa mamandang jabatan apa pun. Mereka juga menekankan adanya independensi dari KPK maupun Kejati mengingat posisi Idham yang dinilai kuat. Hanya saja dalam berita tersebut, pihak Idham sama sekali tidak diberi kesempatan untuk memberikan pendapatnya. Dengan demikian asas cover both sides tidak terpenuhi dalam berita ini. Dalam tanggal yang sama yaitu 22 Juli 2013, berita Idham dikeluarkan dua kali oleh Radar Jogja dengan angle yang berbeda. Angle pertama berjudul “Jangan Terhenti pada Idham, Kejati Diminta Usut Semua Pejabat yang Terlibat” dan angle kedua berjudul “DPP Jangan Diskriminatif, Ternalem Berharap Idham Bersikap Konsisten”. Angle kedua ini banyak menyorot soal keprihatinan beberapa kader PDIP terhadap Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP yang melakukan kebijakan bernuansa diskriminatif pada Idham. Hal ini pun dikutip langsung oleh Radar dengan pernyataan sebagai berikut. “Kami heran dengan arah dan sikap PDIP. Katanya kader yang tersangkut perkara 391 e-Proceeding | COMICOS 2017 korupsi tidak akan dibela, karena memalukan partai. Namun yang terjadi kok justru sebalinya,”sindir mantan Ketua DPC PDIP Gunungkdiul Ratno Pintoyo, kemarin (20/7). (Radar Jogja, 22 Juli 2013) Pemilihan kutipan langsung oleh Radar tersebut terkesan memang ada proses diskriminatif pada Idham. Hal ini ditunjukkan dengan memunculkan kata-kata “tidak akan dibela”, “memalukan”, serta “kok”. Untuk menguatkan lagi pada publik bahwa ada nuansa diskriminatif dalam kasus Idham, Radar pun kembali mengingatkan pada kasus yang Ternalem, anggota DPRD DIY non aktif dari partai PDIP. Berdasarkan wawancara Radar dengan Ternalem, diperoleh fakta bahwa dirinya dinonaktifkan karena tersangkat korupsi. Kekecewaan Ternalem pada aparat hukum dalam penanganan kasus Idham pun dikutip secara langsung oleh Radar sebagai berikut. “Kalau konsisten itu juga diterapkan sama dengan kasus yang menimpa pak Idham. Ini demi nama baik dan nama besar PDIP. Jangan sampai tercoreng juga,”harap ketua PAC PDIP Kecamatan Playen, Gunung Kidul ini. (Radar Jogja, 22 Juli 2013). Berdasarkan kutipan di atas terlihat jelas adanya nada kekecewaan dari Ternalem. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan kata-kata “ kalau konsisten”, dan “demi nama baik dan nama besar PDIP”. Dari kata-kata tersebut menyiratkan bahwa kasus Idham sama dengan kasus Ternalem dimana semestinya Idham harus diperlakukan sama seperti Ternalem. Narasumber pada angle berita kedua ini meski berasal dari kubu Idham (PDIP) namun Radar memilih pihak-pihak yang memiliki pengalaman serupa dengan kasus Idham. Dengan demikian muncul pernyataan menarik yang makin mengejutkan publik. 392 e-Proceeding | COMICOS 2017 2. Dalami Keterlibatan Pejabat Lain, Aspidsus Pimpin Langsung Penyidikan Framing berita di atas menunjukkan bahwa kasus dana hibah Persiba melibatkan lebih dari satu orang. Dalam berita ini ditunjukkan ada keseriusan dari Kejati DIY untuk mengusut kasus Idham. Dijelaskan bahwa Kejati DIY tengah membentuk tim untuk mencari tersangka lain. Berita ini menunjukkan makin menujukkan keseriusan Radar untuk mengawal kasus korupsi Idham. Pada berita tanggal 22 Juli 2013 dengan judul “Jangan Terhenti pada Idham, Kejati Diminta Usut Semua Pejabat yang Terlibat” dan berita tanggal 23 Juli 2013 dengan judul “Dalami Keterlibatan Pejabat Lain, Aspidsus Pimpin Langsung Penyidikan”, Radar tampak mengawal langkah Kejati DIY dalam penanganan kasus Idham. Keseriusan Kejati pun diperlihatkan Radar dalam lead beritanya. Selain Kejati pun, Radar lebih memilih narasumber dari elemen masyarakat yang setuju kasus korupsi ini diungkap. Sayangnya berita ini tidak memenuhi asas cover both sides. Idham atau pihaknya tidak diberi kesempatan untuk memverifikasi berita ini. Dalam berita ini pula, Radar tetap memberikan narasumber dari elemen masyarakat. Elemen masyarakat yang dipilih adalah Masyarakat Transparansi Bantul dan Jogja Corruption Watch (JCW). Keduanya dengan tegas mengatakan kasus Idham adalah kasus serius yang harus segera ditindaklanjuti. Mereka pun terlihat bernafas lega bahwa dengan kasus Idham ini, kasus-kasus korupsi lain di Bantul akan segera tertangani. Dapat disimpulkan bahwa kasus Idham adalah angin segar bagi masyarakat karena akan muncul tersangka-tersangka baru dalam sejumlah kasus korupsi di Bantul. Hal ini terlihat dalam kutipan tidak langsung dan kutipan langsung dari kedua elemen masyarakat yang menjadi narasumber. Berikut kutipannya. Sedangkan Koordinator Masyarakat Transparansi Bantul (MTB) Irwan Suryono 393 e-Proceeding | COMICOS 2017 kembali meyakini kasus hibah Persiba bisa menjadi pintu masuk membongkar kasus-kasus megakorupsi yang terjadi di Bantul. Di antaranya, kasus Radio Bantul senilai Rp 1,7 miliar, Bantul Kota Mandiri (BKM) Rp 4,5 miliar, tukang guling tanah kas desa Bangunharjo di Sewon Rp 8 miliar, dan dana asistensi ke pemerintah pusat Rp 1,7 miliar. “Semua harus diusut tuntas,”desaknya. (Radar Jogja, 23 Juli 2013). Kutipan narasumber lain adalah JCW juga yakin pelaku yang terlibat tidak sebatas dua tersangka itu. Tapi, ada keterlibatan dan peranan pejabat atau pihak lain dalam perkara itu.”Korupsi tidak mungkin hanya satu atau dua orang yang terlibat. Korupsi dilakukan secara berjamaah. Kita dukung kejati membongkarnya,”desaknya. Berdasar dua kutipan tersebut terlihat bahwa korupsi Bantul tidak hanya dilakukan Idham atau Kakanpora semata, melainkan juga pejabat-pejabat lain yang bersangkutan. Hal ini terlihat dari kata-kata “berjamaah” serta kutipan dari MTB yang menyebut banyaknya kasus korupsi yang ada di Bantul. Kutipan ini makin menunjukkan bahwa kasus korupsi ini serius dan perlu diselesaikan. 1. Berita dengan judul “Keroyok Tangani Perkara Idham” Framing berita di atas menunjukkan Radar terlihat memang serius ingin kasus korupsi yang melibatkan Idham dituntaskan. HRadar terlihat terus mengapresiasi langkah Kejati dan KPK yang terus mencari keterlibatan Idham dalam kasus korupsi yang melibatkan dirinya. Hal ini terlihat pertama kali dari pemilihan diksi dalam judul. Radar membubuhkan kata “keroyok” dalam judul berita. Dalam KKBI “keroyok” berarti menyerang beramai-ramai. Kata tersebut mengandung arti bahwa kasus Idham tidak hanya ditangani Kejati melainkan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Selain 394 e-Proceeding | COMICOS 2017 kata “keroyok”, Radar dalam paragraf pertamanya juga membubuhkan kata “suntikan darah segar”. Diksi ini mengandung arti kasus ini tidak hanya mendapat perhatian Kejati DIY melainkan KPK sebagai penegak hukum tertinggi di negeri ini. Kata “darah segar” bisa diasosiasikan bahwa kasus ini tentunya tidak main-main diusut karena telah melibatkan KPK. Dalam tubuh beritanya, Radar menjelaskan dengan detail bagaimana tim KPK dan Kejati serius mengusut kasus Idham. Bahkan tak hanya kasus Persiba, tetapi kasuskasus korupsi lain yang melibatkan Idham. Radar menceritakan bagaimana tim KPK yang mendatangani secara langsung Kejati dan langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan. Dalam hal ini sekali bahwa kasus Idham memang kasus serius yang harus segera ditangani. Namun sayangnya, berita ini tidak dibarengi dengan komentar dari Idham. Dalam hal ini, Radar memang tidak memenuhi asas coverboth sides. Analisis Teks Berita Bernas Jogja 1. Kejati DIY Dituding Politis Pada artikel tersebut, Bernas mencoba untuk memberitakan perbedaan pendapat antara pihak yang mendukung Idham dengan pihak yang pro pengusutan kasus korupsi Idham. Pada bagian judul, nampak kesan awal bahwa Bernas Jogja memberikan dukungan kepada Idham karena judul yang digunakan adalah “Kejati DIY Dituding Politis”. Hal tersebut mengesankan bahwa Bernas mengedepankan wacana bahwa penetapan tersangka Idham oleh Kejati semata-mata hanya alasan politis saja. Alasan politis yang dimaksud adalah usaha untuk menggagalkan pencalonan anggota legislatif Idham. Namun setelah didalami ke bagian tubuh berita, ternyata judul yang bernuansa tudingan politis tersebut hanya merujuk sebagai kecil dari keseluruhan artikel. Hanya 395 e-Proceeding | COMICOS 2017 mengambil lia paragraf awal dari total 26 paragraf yang ada di artikel tersebut. Bagian artikel yang lain justru lebih bayaj menampilkan pendapat pihak-pihak yang pro atas penetapan tersangka Idham. Antara lain mantau Ketua DPC PDIP Gunungkidul Ratno Pitoyo, politisi PDIP Gunungkidul Ternalem, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Hifdzil Alim, dan pihak Jogja Corruption Watch Baharadduin Kamba. Pemberitaan Bernas pada artikel ini sudah menjunjung prinsip multi side coverage. Karena selain informasi yang disampaikan oleh pihak yang mendukung Idham dijadikan tersangka, Bernas juga menampikan suara dari pihak yang masih pro kepada Idham. Pihak tersebut antara lain Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan Sidarto Danusubroto, Wakil ketua Bidang Politik dan Hubungan antar lembaga DPD PDIP DIY Esti Wijayanti yang diberikan kesempatan untuk menjadi pelantun wacana. Kemudian ditambah dengan usaha konfirmasi Bernas kepada Gubernur DIY dan Bupati Bantul (istri dari Idham) yang tidak membuahkan hasil karena penjagaan ketat kedua orang tersebut. Pihak KPU juga diberikan ruang yang cukup sehingga mampu menjadi pelengkap keberagaman sudut pandang terhadap kasus ini. 2. KPK Supervisi Pengusutan Idham Artikel ini menyiratkan bahwa KPK mendukung penuh upaya pengusutan kasus Idham oleh Kejati DIY. KPK memberikan bantuan konsultatif kepada Kejati untuk melanjutkan proses penyelidikan kasus Idham. KPK mengakui bahwa tidak secata khusus hanya mendukung Kejati DIY saja. KPK secara rutin juga melakukan diskusi dengan Kejati lain di seluruh Indonesia. Kejati DIY sendiri membuka tangan lebar-lebar atas bantuan yang diberikan oleh KPK. Kejati sendiri mengaku kedatangan KPK bukan karena hambatan yang dialami oleh Kejati ketika mendalami kasus. 396 e-Proceeding | COMICOS 2017 Berdasarkan artikel tersebut, pembaca dapat melihat bahwa lembaga penegak hukum, khususnya kasus korupsi saling memberikan dukungan. Koordinasi antar pihak berjalan dengan baik, untuk mencapai tujuan selesainya kasus korupsi Idham Samawi tersebut. Prinsip cover both side dalam artikel ini lebih menekankan narasumber dari pihak Kejati DIY dan KPK. Kedua pihak tersebut menjadi plot utama dalam artikel ini karena fokus pemberitaan lebih kepada dukungan KPK terhadap penyidikan Kejati. Berdasarkan artikel tersebut, nampak bahwa adanya kekompakan lembaga penegakan hukum dalam kasus korupsi. Kedua lembaga secara terbuka menyatakan sikap positif dengan mengesampingkan ego sektoral masing-masing. 3. Posisi Idham Masih Aman Artikel ketiga Bernas Jogja ini mencoba mengingatkan pembaca bahwa DPP PDIP tetap bergeming untuk menetapkan Idham sebagai caleg DPR RI dari dapil DIY. Padahal berdasarkan artikel nomor dua, seorang tersangka dapat dibatalkan pencalonan legilatifnya oleh DPP. Namun pada kasus Idham, yang bersangkutan masih melenggang aman. Artikel ini juga mengesankan bahwa DPD PDIP mengeluarkan pernyataan berlindung di balik DPP. Mereka seolah hanya mengikuti arahan dari DPP, padahal sebenarnya memang mereka tidak ingin mempermasalahkan pencalonan legislatif Idham. Hal tersebut muncul pada paragraf keempat yang berbunyi, “Jalan terus bahkan ditingkatkan sesuai target” ketika menyinggung upaya pemenangan PDIP pada pemilu 2014. Namun arus wacana utama dari artikel ini justru lebih mengarah pada kemajuan proses penyeidikan Idham yang dilakukan oleh Kejati DIY. Hal ini nampak dari jumlah paragraf yang mendominasi sebanyak 13 paragraf, sedangkan pernyataan pihak DPD PDIP hanya sejumlah lima paragraf. Bernas melihat kesan Kejati DIY yang terlalu hati- 397 e-Proceeding | COMICOS 2017 hati dan lambat dalam proses penyelidikan kasus Idham. Bernas melihat kesan Kejati gamang melajutkan dengan cepat karena adanya ancaman demonstrasi dari pendukung Idham. Semuan narasumber dari pihak Kejati terkesan tidak memiliki tanggal atau waktu yang pasti tentang pemanggilan Idham. REKAPITULASI ANALISIS TEKS LIMA MEDIA LOKAL Tabel Perbandingan Analisa Teks Lima Media Lokal di Yogyakarta Posisi/ Keterkaitan dengan pihak yang Pemberitaan Media diberitakan (Idham Samawi) Kedaulatan Memihak Idham a. Idham disosokkan positif Rakyat Samawi b. Idham adalah korban demi menyelamatkan Persiba c. Idham menuai banyak prestasi untuk Persiba Harian Jogja Netral a. Idham diberitakan berdasarkan fakta hukum sesuai statusnya yakni sebagai tersangka b. Kekecewaan pada DPP PDIP yang tidak tegas menangani kasus Idham Tribun Jogja Netral a. Idham diberitakan berdasarkan fakta hukum sesuai statusnya yakni sebagai tersangka b. Idham memberikan banyak prestasi pada Persiba Radar Jogja Netral a. Idham diberitakan berdasarkan fakta hukum sesuai statusnya yakni sebagai tersangka b. Kejati DIY dicitrakan positif dengan porsi pemberitaan terbesar. Radar telihat cenderung mendesak penyelesaian kasus ini dengan menampilkan narasumber dari aparat penegak hukum. c. Apresiasi penegak hukum (Kejati DIY dan KPK) dalam mengawal kasus ini. Bernas Jogja Netral a. Idham diberitakan berdasarkan fakta hukum sesuai statusnya yakni sebagai tersangka b. Ada perbedaan pendapat di internal DPD PDIP terkait kasus Idham. Ada kesan Idham diperlakukan istimewa secara hukum oleh PDIP c. KPK dan Kejati secara kompak bekerja sama untuk menyelesaikan kasus Idham d. Bernas menilai Kejati kurang cepat dan tegas dalam menyidik kasus Idham Sumber : Olahan peneliti 398 e-Proceeding | COMICOS 2017 ANALISIS KONTEKS a. Kedaulatan Rakyat Level konteks pada media KR ini diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan pemimpin redaksi Octo Lampito pada April 2015 lalu. Dari sejarahnya, koran KR berpijak pada pers Pancasila. Wonohito sebagai pendiri KR, menyatakan KR memiliki tugas dan tanggungjawab besar untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Yogyakarta. Kesejahteraan ini terwujud manakala KR bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Fungsi media ini merujuk pada fungsi dasar media yaitu sebagai sarana informasi, hiburan, pengawasan, pendidikan, serta transmisi budaya. Tentu saja aspek lokalitas menjadi hal utama dalam pemberitaan KR. Dari ideologi pers Pancasila ini, Octo menyatakan pemberitaan KR sangat pro terhadap rakyat. Bentuk bentuk ketertindasan terhadap rakyat lebih banyak diungkapkan oleh KR. Oleh karena itu, kata Octo, pemberitaan akan lebih banyak menampilkan narasumber dari rakyat. Untuk menerapkan pers Pancasila ini, KR juga menggunakan pendekatan budaya Jawa dalam menampilkan pemberitaannya. Budaya Jawa ini seperti menyampaikan sesuatu dengan pelan-pelan namun mengena. Hal ini disampaikan Octo sebagai berikut. “Pendekatan saya "ngantem" tapi jangan keras, yang penting kena, dengan bahasa. Kalau kami hidup di Surabaya mungkin akan lain, kalau di Jakarta juga akan lain, tapi ini kami harus berhadapan dengan mayoritas Jawa. Pesannya adalah untuk menjaga Jogja dengan "migunani tumraping liyan", harus bisa bermanfaat bagi orang Jogja dan sekitarnya. (Octo, wawancara, April 2015) Berdasarkan kutipan di atas, pemberitaan KR terlihat lebih landai ketimbang berita dari media lain yang lebih kritis. Menurut Octo, ketika KR terlalu kritis menyoroti sesuatu, maka pembaca enggan akan membaca KR. Diakui oleh Octo bahwa KR masih mendapat peringkat tertinggi oplah di Yogyakarta atau sekitar 400 ribu per hari, dikarenakan berita yang dimunculkan banyak menggunakan bahasa yang landai, tidak keras. Isunya pun banyak menyentuh persoalan-persoalan langsung dalam masyarakat. 399 e-Proceeding | COMICOS 2017 Pada persoalan Idham Samawi, Octo mengatakan bahwa faktor kedudukan Idham sebagai penasehat tidak mempengaruhi pemberitaan. Meski sebutan Idham adalah “bapak”, namun Octo membantah Idham melakukan intervensi pada pemberitaaan. Hanya saja Idham “memperingatkan”KR bahwa ia belum divonis. Berikut kutipan wawancaranya, “Dia bilang silakan memberitakan, tapi dia bilang juga jangan lupa bahwa dia belum divonis. Dia memberikan kebebasan, tapi kami juga harus hati-hati karena kami tidak mau membuat orang celaka seumur hidup.”(Octo, wawancara, April 2015) Octo juga menegaskan dalam kutipan sebagai berikut. “Mungkin juga begitu, tapi jangan lupa saya menjaga sekali, kalau belum tersangka belum saya beritakan jika belum tertentu bersalah. Kasihan keluarganya, kasihan publiknya, kasihan bisnisnya.” (Octo, wawancara, April 2015) Berdasar kutipan di atas, peneliti menduga peringatan Idham bahwa ia belum divonis merupakan bentuk kekhawatiran dari Idham. Idham berusaha untuk mempengaruhi kebijakan redaksional secara tidak langsung. Hal ini terungkap dari pernyataan Octo bahwa jangan pernah membuat orang celaka seumur hidup di kutipan terakhirnya. Hal ini menandakan KR tampak hati-hati sekali membingkai pemberitaan Idham. Bahkan Octo sendiri menyebutkan bahwa berita Idham akan berdampak bagi keluarga, publik Idham serta bisnisnya. Hal ini menandakan pula bahwa KR ingin menggiring opini publik bahwa Idham tak layak dijadikan tersangka. Kehati-hatian pemberitaan Idham sangat terlihat ketika KR memilih narasumber yang pro Idham. Bahkan KR melakukan liputan khusus soal Persiba dimana seluruh isi beritanya sangat memihak Idham. Idham disosokkan sebagai pahlawan dalam Persiba sehingga tak layak dijadikan tersangka. Bahkan dijelaskan oleh KR, Idham “terpaksa” melakukan korupsi (mengambil uang negara) karena untuk membiayai Persiba. Octo pun menanggapi pemberitaan di berbagai media khususnya media lokal soal Idham. Media lain selain KR tampak menyudutkan Idham. Ia menyebut inilah kelemahan 400 e-Proceeding | COMICOS 2017 media yang disebut trial by the press atau asas praduga tak bersalah. Ia mengatakan KR tidak ingin asas praduga tak bersalah terhadap Idham Samawi, dengan asumsi Idham belum divonis. Bagi Octo, KR harus memaparkan fakta yang sesungguhnya tanpa menghakimi Idham. Hal ini diungkapkan Octo dalam kutipan sebagai berikut. “Pertimbangan kita karena belum salah. Kecuali Pak Idham tersangka korupsi dan terbukti divonis, mungkin kami akan ditekan. Andaikan itu sudah sangkaan negatif, itu bisa dituntut media-media itu.” (Octo, wawancara, April 2015) Berdasarkan kutipan tersebut, tampak terlihat faktor organisasi khususnya penasehat sangat berpengaruh dalam kebijakan redaksional media. Lebih lagi ketika penasehat tersangkut persoalan korupsi, KR sendiri sangat berhati-hati dalam menampilkan fakta. Bahkan akhirnya fakta yang dimunculkan justru banyak yang mengandung tone positif atas Idham dengan narasumber yang tidak coverboth sides. b. Tribun Jogja Untuk mendapatkan level konteks ini, peneliti melakukan wawancara dengan Krisna Sumargo sebagai Pemimpin Redaksi Tribun Jogja. Wawancara dilakukan di Tribun Jogja pada Rabu, 13 Juli 2016. Berdasarkan hasil wawancara dengan Krisna, terdapat beberapa jawaban yang dapat melengkapi level teks. Krisna menyatakan Tribun Jogja lebih leluasa untuk melakukan framing pemberitaan soal Idham. Hal ini disebabkan karena Tribun Jogja tidak memiliki afiliasi politik dengan pihak mana pun. Terkait dengan kebijakan redaksional atas berita-berita politik seperti kasus korupsi, Tribun mencoba untuk menempatkan sebagai media yang ikut memberantas korupsi seperti di level nasional. Lebih lagi ketika kasus korupsi tersebut melibatkan public figure, Tribun ingin menempatkan isu korupsi dengan baik agar masyarakat, pemerintah, serta pihak lain yang berkaitan bisa belajar atas kasus tersebut. Kaitannya dengan kasus Persiba, Krisna menyebutkan bahwa peristiwa ini layak 401 e-Proceeding | COMICOS 2017 diangkat karena memiliki nilai berita. Nilai berita dalam peristiwa ini adalah penting (menyangkut persoalan korupsi yang menggunakan dana negara (APBD)), aktual, proximity (aspek lokalitas), dan prominence (menyangkut Idham sebagai seorang public figure). Persoalan nilai berita inilah yang membuat Tribun mengawal kasus Idham. Hal ini disampaikan Krisna sebagai berikut. “Penggunaan APBD untuk Persiba, kembali ke konsen Tribun untuk menempatkan kasus ini sebaik-baiknya. Ada pertimbangan selain konteks hukum, tetapi juga lokalitas. Kasus ini melibatkan pejabat publik dan kepentingan banyak orang. (Krisna, wawancara, 15 Juli 2016). Hanya saja, Krisna mengaku untuk mengemas berita Idham ini, terjadi dinamika dalam redaksi. Perdebatan yang terjadi berkaitan dengan frame setting yang akan dimunculkan oleh Tribun. Frame setting ini berkaitan dengan penggunaan diksi yang diperhalus, judul yang tidak terlalu keras, dan bahasa dalam tubuh berita yang tidak terlalu menyudutkan. Krisna mengatakan, kebijakan redaksional atas penggunaan diksi sangat penting dilakukan oleh Tribun Jogja. Hal ini dilakukan untuk menghormati Idham Samawi yang masih berstatus tersangka. Tribun tidak ingin melukai perasaan Idham bahkan keluarga korban. Hal ini disampaikannya dalam kutipan sebagai berikut. “Tribun hanya memperhatikan cara mengemasnya. Apakah kita menggunakan diksi agar tidak menimbulkan ketersinggungan. Pilihan judul hasil pergulatan di redaksi. Bagaimana pesannya sampai tetapi tidak terlalu menyodok. Karena apapun faktanya beliau sudah dinyatakan sebagai tersangka. Kita mencoba memilih diksi yang diperhalus dan masih relevan dengan konsep penyajian kita. (Krisna, wawacara, 15 Juli 2016). Tak hanya persoalan ketersinggungan, namun Tribun Jogja menggunakan diksi yang diperhalus dengan pertimbangan konteks budaya Jogja. Masyarakat Jogja, khususnya,tidak suka membaca berita yang lugas dan menohok. Karenanya, rasa tepaslira tetap harus dipertimbangkan Tribun Jogja dalam mengemas berita Idham. Pertimbangannya adalah persoalan Idham sebagai pulic figure dan kasusnya menyangkut 402 e-Proceeding | COMICOS 2017 kepentingan banyak orang. Penghalusan diksi inilah yang akhirnya membentuk dua frame Tribun dalam mengemas kasus Idham. Frame pertama adalah memaparkan fakta pada publik bahwa Idham adalah tersangka. Tribun tidak melakukan asas praduga tak bersalah karena menurut Tribun fakta Idham sebagai tersangka sudah terurai dalam fakta persidangan. Frame kedua Tribun adalah meski Idham ditetapkan sebagai tersangka, namun Idham tidak ditinggalkan oleh partainya (PDIP) serta para penggemarnya (Persiba). Kedua frame inilah yang digunakan Tribun untuk mengawal kasus Idham Samawi. Krisna pun menyatakan Tribun tidak melakukan pendekatan investigasi untuk mencari-cari kesalahan Idham. Tribun hanya memaparkan fakta persidangan dan fakta publik yang mewarnai kasus Idham. Proses verifikasi tetap dilakukan sepanjang fakta yang diperlukan kurang kuat. Kedua frame inilah yang akhirnya terbukti dalam level teks yang diteliti oleh peneliti. Tribun berada dalam posisi netral dan hanya memaparkan fakta yang terjadi tanpa rasa sungkan pada sesama media ataupun tersangka. c. Harian Jogja Level konteks pada Harian Jogja diperoleh peneliti berdasarkan wawancara dengan pimpinan redaksi, Anton Wahyu Prihartono dan redaktur pelaksana, Nugroho Nurcahyo. Wawancara dilakukan pada 27 Juli 2017. Kasus korupsi, menurut Harian Jogja, adalah kasus yang harus dikawal oleh media karena memenuhi nilai berita penting (significance). Dalam kasus korupsi Idham Samawi, tidak hanya memenuhi nilai berita penting melainkan nilai berita lain yaitu aktual, prominence (menyangkut orang terkenal), dan proximity (aspek lokal). Anton Wahyu menyatakan Harjo berkomitmen mendorong agar kasus ini ditindaklanjuti dan 403 e-Proceeding | COMICOS 2017 bisa diputuskan di lembaga peradilan. Korupsi, menurutnya, berkaitan dengan kepentingan publik dan telah merusak sendi-sendi yang menggerogoti bangsa ini. Dalam level teks diperoleh Harjo lebih berani mengkritik Idham dengan bahasabahasa yang kritis. Pemilihan narasumber pun banyak berasal dari narasumber yang kontra pada Idham. Terlihat jelas lagi bahwa angle berita Harjo mengarahkan pada penegak hukum untuk segera menuntaskan kasus ini. Anton dan Nugroho menyatakan Harjo sama sekali tidak memiliki kepentingan apa pun pada Idham Samawi. Oleh karena itu, Harjo berani menampilkan berita-berita yang cenderung “berani”. Nugroho pun menambahkan alasan Harjo berani memberitakan Idham adalah ingin tampil sebagai koran alternatif di Jogja yang memberi perspektif lain soal Idham. Menurutnya, ada media lokal yang selalu memberitakan positif soal Idham, dan Harjo ingin memberitahu sosok lain Idham lewat berita-beritanya. Hal ini, tambah Nugroho, juga bisa memperkaya referensi pembaca soal Idham dan menambah pasar bagi Harjo. Berikut kutipan langsungnya. “Memang kan karena Harjo sebagai koran alternatif jadi masyarakat yang sudah mengonsumsi bisa melihat bahwa masih ada surat kabar yang objektif yang belum terkontaminasi. Kami melihat ini ada nilai potensi cukup besar untuk mendapat pembaca juga cukup besar. Jadi memang kesepakatan dalam rapat redaksi bahwa kasus Idham ini adalah isu yang sangat seksi yang walaupun sekecil apapun tetap harus kami ikut. Isu Idham adalah isu seksi, dan itu adalah celah kami. (Nugroho, wawancara 27 Juli 2017). Keseriusan Harjo dalam mengawal kasus Idham pun dibuktikan dengan seringnya menempatkan kasus ini di halaman headline dengan memberikan font yang lebih. Tak hanya itu saja, narasumber banyak diberikan dari pihak-pihak penegak hukum, pihak yang merasa terdiskriminasi, serta elemen masyarakat yang mendesak pengusutan kasus Idham. Berdasar hasil wawancara, kesepakatan penempatan berita dan pemilihan diksi didasarkan pada rapat redaksi. Untuk halaman headline, di Harian Jogja sendiri, benarbenar ditangani oleh tiga pihak yaitu pimpinan redaksi, redaktur pelaksana, dan 404 e-Proceeding | COMICOS 2017 pemegang halaman headline. Hal ini membuktikkan bahwa berita-berita yang ada di halaman headline memang sudah mendapatkan proses gatekeeping yang ketat. Dalam mengawal kasus ini, kedua narasumber menyatakan tidak ada kepentingan lain yang berpengaruh. Sultan Hamengkubuwono X pun yang juga memiliki saham di Harian Jogja tidak sama sekali mempengaruhi pemberitaan Harjo. Harjo menegaskan pemberitaan Idham hanya berdasarkan fakta di lapangan berdasarkan laporan jurnalis. Sementara itu, dalam memberitakan kasus ini Harjo memiliki sedikit kendala. Pertama terkait dengan sosok Idham sendiri yang enggan berkomentar ketika diminta konfirmasi atas pemberitaan. Hanya saja Harjo berusaha coverboth sides dengan tetap menampilkan kubu Idham misal dari pengurus partai atau penasehat hukumnya. Menurut Anton dan Nugroho, asas coverboth sides merupakan syarat mutlak dalam berita jurnalistik. Lebih lagi, tambahnya, pemberitaan tersebut menyangkut korupsi dimana pihak yang tersangkut belum mendapatkan vonis. Oleh karena itu, pemberitaan harus hati-hati dan tidak boleh menenkankan asas praduga tak bersalah. Kendala lain adalah intimidasi dari PDIP yang merupakan partai dari Idham. Nugroho mengaku mereka tidak setuju dan mempermasalahkan diksi Harjo dalam satu pemberitaannya. Nugroho menjelaskan pernah Harjo menampilkan judul “Idham Mangkir”, dan kata “mangkir” ini yang menjadi persoalan. Menurut PDIP, kata ini berkonotasi negatif dan fakta di lapangan tak benar. Berikut kutipan langsungnya. “Sempat datang dari PDIP yang tidak terima dengan kata mangkir. Itu malah sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Jadi menimbulkan kesan bahwa mereka dizholimi. Ini seakan-akan menghindari panggilan. Kata mangkir dikonotasikan jelek gitu lo. Yang mana kami memaknai mangkir itu datang tanpa pemberitahuan. (Nugroho, wawancara 27 Juli 2017). Berdasarkan hasil level konteks ini, Harjo berada dalam posisi netral dalam arti tidak memiliki kepentingan apa pun terkait kasus Idham. Harjo pun serius mengawal kasus korupsi dengan mengedepankan fakta hukum dan tidak mengedepankan asas 405 e-Proceeding | COMICOS 2017 praduga tak bersalah. d. Radar Jogja Level konteks pada Radar Jogja diperoleh peneliti berdasarkan wawancara dengan dewan redaksi Amin Surachmad. Wawancara dilakukan pada 19 Juli 2017. Kasus korupsi, menurut Radar Jogja, adalah kasus yang harus dikawal oleh media karena memenuhi nilai berita penting (significance). Menurut Amin, kasus korupsi harus diberantas hingga tuntas karena melibatkan kepentingan publik. Lebih lagi dalam kasus kasus korupsi Idham Samawi, tidak hanya memenuhi nilai berita penting melainkan nilai berita lain yaitu aktual, prominence (menyangkut orang terkenal), dan proximity (aspek lokal). Dalam level teks diperoleh Radar lebih berani mengkritik Idham dengan bahasabahasa yang kritis. Pemilihan narasumber pun banyak berasal dari narasumber yang kontra pada Idham. Terlihat jelas lagi bahwa angle berita Radar mengarahkan pada penegak hukum untuk segera menuntaskan kasus ini. Radar lebih memberikan porsi banyak pada aparat penegak hukum untuk segera menyelesaikan kasus ini. Amin mengatakan pemilihan aparat penegak hukum bukan disengaja namun berdasar fakta yang di lapangan. Dalam mengawal kasus ini, Amin menyatakan tidak ada kepentingan lain yang berpengaruh. Amin mengatakan Radar lebih bebas untuk meliput kasus Idham. Dia pun menegaskan pemberitaan Idham hanya berdasarkan fakta di lapangan berdasarkan laporan jurnalis. Hanya saja Radar berusaha coverboth sides dengan tetap menampilkan kubu Idham misal dari pengurus partai atau penasehat hukumnya. Namun berdasarkan hasil penelitian teks, bentuk konfirmasi Radar pada kubu Idham terlihat minim. Berdasarkan hasil level konteks ini, Radar berada dalam posisi netral dalam arti tidak memiliki kepentingan apa pun terkait kasus Idham. Radar pun serius mengawal 406 e-Proceeding | COMICOS 2017 kasus korupsi dengan mengedepankan fakta hukum dan tidak mengedepankan asas praduga tak bersalah. e. Bernas Jogja Level konteks pada media Bernas Jogja peneliti telusuri berdasarkan wawancara yang dilakukan pada hari Jumat, 28 Juli 2017. Peneliti mewawancarai Razaini Taher selaku Pemimpin Redaksi Bernas. Berdasarkan informasi yang disampaikan Razaini. “Tidak hanya kasus korupsi, apapun yang kita angkat, teknik penulisan itu musti cover both side. Kalau enggak cover both side kita ga akan berani mengeluarkan. Apalagi isu-isu sensitif sekarang ini seperti isu agama, pembubaran HTI.” (Taher, wawancara 28 Juli 2017) Bernas memiliki prinsip utama bahwa pernyataan dari pihak yang diperkerakan harus mampu diperoleh jurnalisnya. Bila pernyataan tersebut gagal diperoleh, maka Bernas tidak akan menyebarkan berita tersebut kepada pembacanya. bila orang pertama tersebut gagal diperoleh pernyataannya, maka Bernas dapat mengambil pernyataan dari orang terdekatnya, namun ini tetap menjadi opsi terakhir. Bernas juga mewajibkan wartawan memiliki rekaman wawancara sebagai bukti otentik dari pernyataan narasumber. Hal ini penting untuk memastikan pernyataan narasumber dituliskan dengan benar dan sebagai bukti kalau suatu hari narasumber melakukan protes atau gugatan. Bernas sendiri melihat kasus korupsi di Indonesia sudah sedemikian parah. Bernas merasa memiliki tanggung jawab sosial dan moral untuk menyuarakan ketidak benaran dalam kasus korupsi. Topik soal korupsi bagi Bernas merupakan konteks yang nomor satu harus diberitakan dengan segera. Bernas merasa dengan demikian, mereka sudah memeberikan pendidikan yang baik tentang gerakan anti korupsi. “Topik korupsi ada di level satu. Kita bersama-sama memerangi, negeri ini sudah darurat korupsi. Ketua Hakim MK, Ketua DPD, Ketua DPR RI (semua tersandung kasus korupsi), ini kita kalau ke luar negeri malu lho” (Taher, wawancara 28 Juli 2017) Media Lokal dalam Membingkai Kasus Korupsi 407 e-Proceeding | COMICOS 2017 Kasus korupsi dilihat sebagai kasus penting bagi media. Korupsi adalah tindakan kejahatan yang merugikan publik. Karena berhubungan dengan kerugian publik, maka media sebagai pilar keempat harus mengawal kasus korupsi hingga tuntas. Hal ini sejalan dengan tujuan jurnalisme yakni menyejahterakan publik dan pengawas bagi lembaga negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Berdasarkan hasil penelitian, tim redaksi dari kelima media lokal di Yogyakarta sepakat bahwa korupsi harus diberantas hingga tuntas. Oleh karena itu, media berkontribusi memberantasnya dengan aktif memberitakannya. Berita korupsi pun, secara nilai berita memiliki nilai berita penting (significance) yang berarti penting untuk kehidupan publik. Mengawal kasus korupsi ternyata bukan hal yang mudah bagi media lokal di Yogyakarta. Lebih lagi ketika korupsi melibatkan tokoh terkenal di Yogyakarta serta memiliki afiliasi dengan medianya. Kendala yang dihadapi media dalam meliput korupsi meliputi. Pertama, persoalan keterkaitan aktor korupsi dengan media. Berdasarkan teori terkait lingkaran media Reese dan Shoemaker, terdapat lima faktor yang berpengaruh dalam menentukan isi media yaitu individu jurnalis media, rutinitas media, organisasi, ekstramedia, dan ideologi. Pada penelitian ini terbukti faktor organisasi menjadi faktor utama yang menghambat salah satu media lokal di Yogyakarta yaitu Kedaulatan Rakyat dalam memberitakan kasus korupsi Idham Samawi. Idham Samawi berdasarkan faktor organisasi merupakan salah satu penasehat Kedaulatan Rakyat dan berdasar faktor sejarah keluarga Samawi adalah pendiri koran lokal terbesar di Yogyakarta ini. Perasaan “sungkan” mewarnai dinamika redaksi untuk mengemas kasus korupsi. Tentunya media dengan afiliasi tertentu akan mengalami perdebatan yang luar biasa untuk melakukan framing berita korupsi terlebih yang menyangkut afiliasinya. Hal ini 408 e-Proceeding | COMICOS 2017 terlihat dari berita korupsi Idham yang ditampilkan oleh KR selalu bernada positif. KR dengan jelas memperlihatkan perjuangan Idham dalam menyelamatkan Persiba. KR berdalih media tidak boleh melakukan asas praduga tak bersalah dan Idham belum ditetapkan sebagai tersangka. Berbeda dengan empat media lokal lain di Yogyakarta yaitu Harian Jogja, Tribun Jogja, Radar Jogja, dan Bernas Jogja. Empat media lokal ini lebih leluasa untuk melakukan pemberitaan kasus korupsi Idham Samawi. Berdasarkan penelitian, tim redaksional dari empat media tersebut menyatakan dengan tegas bahwa kasus korupsi memiliki nilai berita penting dan harus dikawal hingga tuntas. Mereka menegaskan meski melibatkan salah satu tokok terkenal di Yogyakarta namun sama sekali tidak berpengaruh dalam penentuan isi medianya. Pemberitaan Idham Samawi di empat media lokal ini cenderung seragam yakni mendorong Kejati DIY dan KPK untuk segera menyelidiki dan menuntaskan kasus ini. Kendati judul dan angle yang dipilih berbeda, namun isi berita korupdi Idham Samawi cenderung sama. Narasumber yang dipilih pun lebih banyak didominasi oleh kubu di luar Idham. Media-media lokal tersebut lebih banyak menggunakan fakta hukum untuk menghindari asas praduga tidak bersalah untuk Idham Samawi. Kendala kedua berkaitan dengan sulitnya mencapai aspek coverboth sides dari pihak Idham lantaran yang bersangkutan tidak mau diwawancara. Dalam aspek jurnalistik, kriteria coverboth sides atau multi sisi ini sangat penting karena sebagai bentuk verifikasi media pada narasumber. Berdasarkan penelitian, KR paling banyak melupakan kriteria ini. Media ini cenderung hanya memilih narasumber yang pro Idham Samawi. Hal inilah yang menyebabkan tone berita cenderung positif. Sementara empat media lokal lainnya cenderung banyak menampilkan narasumber dari sisi selain Idham. 409 e-Proceeding | COMICOS 2017 Kendati demikian, empat media tersebut berusaha mencari narasumber dari pihak Idham meski porsi pemberitaannya tidak terlalu banyak. Namun berdasarkan penelitian, mereka mengatakan kriteria coverboth sides harus selalu dilakukan meski pihak Idham selalu enggan berkomentar. Kendala ketiga dalam pemberitaan kasus korupsi bagi media lokal adalah intimidasi. Intimidasi ini dilakukan oleh kelompok tertentu yang pro Idham. Dalam penelitian ini, hanya media Harian Jogja yang mendapat intimidasi dari kelompok Idham. Intimidasi dilakukan lantaran pihak tersebut tidak berkenan atas salah satu judul yang diberikan oleh Harian Jogja. Namun demikian, intimidasi ini bisa terselesaikan dengan mediasi antara dua pihak. Sementara itu empat media lain yaitu Kedaulatan Rakyat, Radar Jogja, Bernas Jogja, dan Tribun Jogja mengaku tidak mengalami intimidasi apa pun. PENUTUP Peristiwa korupsi merupakan peristiwa yang wajib diberitakan di masyarakat karena menyangkut kepentingan publik. Kasus korupsi dilihat sebagai kasus penting bagi media karena mengandung nilai berita yaitu penting (significance). Tak hanya berkaitan dengan nilai berita semata, pemberitaan pada korupsi merupakan implementasi media sebagai pilar keempat atauu pengawas bagi lembaga negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Media lokal di Yogyakarta sepakat bahwa korupsi harus diberantas hingga tuntas. Hanya saja, di antara lima media lokal di Yogyakarta, hanya Kedaulatan Rakyat yang tidak intens memberitakan kasus korupsi khususnya menyangkut Idham Samawi. Empat media lain yaitu Harian Jogja, Radar Jogja, Tribun Jogja, dan Bernas Jogja intens 410 e-Proceeding | COMICOS 2017 memberitakan kasus korupsi dengan mengambil angle yang berbeda. Pembingkaian kasus korupsi berkaitan di media lokal dipengaruhi oleh faktor di luar media. Faktor tersebut di antaranya adalah faktor individu media, rutinitas media, organisasi, ekstra media, dan ideologi. Media Kedaulatan Rakyat kental dengan pengaruh organisasi, sedangkan media lain tidak berkaitan dengan kepentingan lain. Pengaruh organisasi ini berpengaruh pada isi media sehingga berita KR soal Idham paling berbeda dengan media lainnya. Saran dari penelitian ini adalah dari segi analisis data yang digunakan. Analisis data dengan menggunakan model framing Robert Entman kurang bisa menunjukkan secara detail penggunaan diksi, unsur 5W+1H, serta struktur-struktur berita lainnya. Peneliti menyarankan untuk menggunakan model analisis framing yang berbeda seperti Pan Kosicki dan Gamson. Model ini lebih bisa menjawab dengan jelas secara teks terkait penggunaan bahasa sebuah media atas peristiwa tertentu. 411 e-Proceeding | COMICOS 2017 DAFTAR PUSTAKA Becker, Lee B., and Tudor Vlad. 2009. “News Organization and Routines” in Handbook of Journalism Studies, ed. Karen Wahl-Jorgensen and Thomas Hanitzsch (Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum, 2009), 59 - 72 Coronel, Sheila S. 2002. Investigating Corruption A Do It Yourself Guide. Philippine: Philippine Center for Investigative Journalism. Entman, Robert M, Jorg Matthes, dan Lynn Pellicano. 2009. “Nature, Sources, and Effects of News Framing” in Handbook of Journalism Studies, ed. Karen WahlJorgensen and Thomas Hanitzsch (Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum, 2009), 175-90 Eriyanto. 2002, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta. Hamad, Ibnu.2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa “Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita – berita Politik. Jakarta: Granit. Kriyantono,Rachmat,S.Sos,M.Si.2010. Teknik Praktis, Riset Komunikasi. Jakarta : Prenada Media Group. Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2005. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosda Karya. McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa. Eds II. Cet X. Jakarta: Erlangga. McQuail, Denis. 2011. Teori Komunikasi Massa McQuail .Edisi 6.Jakarta : Salemba Humanika. Moleong, Lexy. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya. Pope, Jeremy.2007.Strategi Memberantas Korupsi, Elemen Sistem Integritas Nasional. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Rahayu (Eds). 2006. Menyingkap Profesionalisme Kinerja Surat Kabar di Indonesia. Jakarta : Pusat Kajian Media dan Budaya Poluler, Dewan Pers, dan Departemen Komunikasi dan Informasi. Santana, Septiawan. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Simarmata, Salvatore. 2014. Media dan Politik. Jakarta: Buku Obor. Siregar, Ashadi. 1998. Bagaimana Meliput dan Menulis Berita Untuk Media Massa. Yogyakarta : LP3Y. 412 e-Proceeding | COMICOS 2017 Sularto, ST. 2011. Syukur Tiada Akhir, Jejak Langkah Jokob Oetama. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara. Wicaksono, Anugrah Pambudi. 2015. Media Terpenjara, Bayang-Bayang Pemilik dalam Pemberitaan Pemilu 2014. Yogyakarta: Tifa. 413 e-Proceeding | COMICOS 2017 414 e-Proceeding | COMICOS 2017 PERAN MEDIA MASSA DALAM PERUBAHAN BUDAYA DAN PERILAKU MASYARAKAT UNTUK PEDULI DENGAN KONSERVASI TUMBUHAN Fitria Rizki Wijaya Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi – LIPI Jl. Raya Surabaya – Malang Km 65 Purwodadi, Pasuruan, Jawa Timur [email protected] Abstract The mass media has a very important role for people's lives. The role of the mass media can not simply be released in the life of the community, this is due to a consumptive society of information that can support their lives. The role of mass media can also alter local culture and community behavior by influencing (persuade) through the thinking of a particular group or community to like or follow something new or unfamiliar to them. The influence of the mass media can have a positive or negative impact. Botanical Garden as a government institution that has the main duty and function to do the conservation of plants utilize the role of mass media in supporting the main task and function, to educate the community to change the culture and behavior of the community to care for the conservation of plants. The purpose of this study is to describe the role of mass media in cultural change and community behavior to care about the conservation of plants. This research uses qualitative research approach with case study research method. Data obtained by researchers through interviews and documentation. Sampling technique using purposive sampling. Data collection techniques in this study through interviews and documentation. The process of data analysis using Stake. Keyword : mass media, culture, behavior of society, plant conservation Abstrak Media massa mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Peran media massa tidak dapat begitu saja dilepaskan dalam kehidupan masyarakat, hal ini disebabkan masyarakat yang konsumtif akan informasi yang dapat menunjang kehidupan mereka. Peran media massa juga dapat merubah budaya lokal setempat dan perilaku mayarakat dengan cara mempengaruhi (persuade) melalui cara berpikir suatu kelompok atau masyarakat tertentu agar menyukai atau mengikuti suatu hal yang baru atau asing bagi mereka. Pengaruh media massa tersebut dapat berdampak positif maupun negatif. Kebun Raya sebagai lembaga pemerintah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk melakukan konservasi tumbuhan memanfaatkan peran media massa dalam menunjang tugas pokok dan fungsinya, untuk mengedukasi masyarakat untuk melakukan perubahan budaya dan perilaku masyarakat untuk peduli konservasi tumbuhan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan peran media massa dalam perubahan budaya dan perilaku masyarakat untuk peduli dengan konservasi tumbuhan. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode penelitian studi kasus. Data didapatkan peneliti melalui wawancara dan dokumentasi. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui wawancara dan dokumentasi. Proses analisis data menggunakan cara Stake. 415 e-Proceeding | COMICOS 2017 Kata kunci : media massa, budaya, perilaku masyarakat, konservasi tumbuhan Pendahuluan Media massa sebagai alat untuk menyampaikan informasi. Kelebihan media massa sebagai alat menyampaikan informasi kepada seluruh lapisan masyarakat lebih cepat jika dibandingkan dengan disampaikan secara langsung atau face to face yang kurang efektif dan efisien. Media massa tidak dapat dilepaskan dan telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Adapun peranan penting media massa yaitu pertama, media dapat memperluas cakrawala pemikiran. Kedua, media massa memusatkan perhatian. Ketiga, mampu mengangkat aspirasi media massa (Paul,dkk,2013, h.36). Berdasarkan kelebihan dan peranan penting media massa tersebut maka media massa yang menyampaikan informasi secara efektif, efisien dan terus menerus dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat sehingga dapat terjadi perubahan perilaku. Pengaruh media massa terhadap perubahan perilaku dikuatkan dengan adanya tiga paradigma yang menyatakan bahwa media massa adalah pelopor perubahan. Tiga paradigma tersebut antara lain : pertama, media massa sebagai institusi pencerah masyarakat, yaitu perannya sebagai media edukasi. Media menjadi media yang setiap saat mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya dan menjadi masyarakat yang maju. Kedua, media informasi yaitu media yang setiap hari menyampaikan informasi kepada masyarakat. Informasi yang banyak dimiliki masyarakat menjadikan masyarakat sebagai masyarakat dunia yang dapat berpartisipasi dengan berbagai kemampuannya. Ketiga, media hiburan. Sebagai pelopor perubahan media juga menjadi institusi budaya, yaitu institusi yang setiap saat menjadi corong kebudayaan, katalisator perkembangan budaya. Agar perkembangan budaya bermanfaat bagi manusia bermoral 416 e-Proceeding | COMICOS 2017 dan masyarakat sakinah sehingga media berperan untuk mencegah berkembangnya budaya-budaya yang justru merusak peradaban manusia dan masyarakatnya (Bungin, 2009, h. 85-86). Menyadari arti penting media massa maka Kebun Raya yang berada di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang salah satu tugas dan fungsinya melaksanakan konservasi ex-situ tumbuhan memanfaatkan media massa sebagai agen perubahan (agent of change) untuk mempengaruhi masyarakat sehingga terjadi perubahan budaya dan perilaku masyarakat untuk peduli dengan konservasi tumbuhan. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana peran media massa dalam perubahan budaya dan perilaku masyarakat untuk peduli dengan konservasi tumbuhan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peran media massa dalam perubahan budaya dan perilaku masyarakat untuk peduli dengan konservasi tumbuhan. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai: data bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan peran media massa dalam perubahan budaya dan perilaku masyarakat serta sebagai bahan rekomendasi bagi Kebun Raya untuk memanfaatkan media massa sebagai sarana untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pentingnya konservasi tumbuhan. Tinjauan Pustaka Ada tiga teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu perspektif peran media, teori semiotik dan teori norma budaya untuk menjelaskan adanya hubungan 417 e-Proceeding | COMICOS 2017 antara media dan budaya. Hubungan yang terdapat dalam media dan budaya digambarkan sebagai hubungan yang saling mempengaruhi. Ada enam perspektif peran media antara lain : pertama, media massa sebagai window on event and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana. Atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa. Kedua, media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society and the world, implying a faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang sering merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola media sering merasa tidak “bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka. Padahal sesungguhnya, angle, arah dan framing dari isi yang dianggap sebagai cermin realitas tersebut diputuskan oleh para profesional media, dan khalayak tidak sepenuhnya bebas untuk mengetahui apa yang mereka inginkan. Ketiga, memandang media massa sebagai filter, atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih isu, informasi atau bentuk content yang lain berdasar standar para pengelolanya. Disini khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan mendapat perhatian. Keempat, media massa seringkali pula dipandang sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian, atau alternatif yang beragam. Kelima, media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik. Keenam, media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekedar tempat berlalu lalangnya 418 e-Proceeding | COMICOS 2017 informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif (McQuail, 2000, h.66). Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. Menurut Preminger (2001), ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturanaturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Tujuan semiotik yang digagas oleh Ronald Barthes adalah menafsirkan tanda verbal dan nonverbal. Barthes menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya (Kriyantono, 20105, h.265-266). Konsep pemikiran Barthes yang operasional ini dikenal dengan Tatanan Pertandaan (Order of Signification). Secara sederhana, kajian semiotik Barthes bisa dijabarkan sebagai berikut : Denotasi merupakan makna kamus dari sebuah kata atau terminologi atau objek (literal meaning of a term or object). Ini adalah deskripsi dasar. Konotasi merupakan makna-makna kultural yang melekat pada sebuah terminologi (the cultural meanings that become attached to a term). Metafora adalah mengomunikasikan dengan analogi. Simile merupakan subkategori metafor dengan menggunakan kata-kata “seperti’. Metafora berdasarkan identitas, sedangkan simile berdasarkan kesamaan. Metanimi adalah mengomunikasikan dengan asosiasi. Asosiasi dibuat dengan cara menghubungkan sesuatu yang kita ketahui dengan sesuatu yang lain. Synecdoche merupakan subkategori metonimi yang memberikan makna “keseluruhan” atau “sebaliknya”. Artinya, sebuah bagian digunakan untuk 419 e-Proceeding | COMICOS 2017 mengasosiasikan keseluruhan bagian tersebut. Dan intertextual merupakan hubungan antarteks (tanda) dan dipakai untuk memperlihatkan bagaimana teks saling bertukar satu dengan yang lain, sadar ataupun tidak sadar. (Kriyantono, 2010, h.272-273). Sementara itu, Paul, dkk (2013, h.35) menawarkan beberapa pendekatan kontemporer yang dapat menjelaskan hubungan antara media massa dan perubahan sosial. Salah satu pendekatan tersebut kemudian mencoba menghubungkan keberadaan media massa dengan perubahan sosial dalam konteks budaya. Pendekatan tersebut selanjutnya dikenal dengan pendekatan norma budaya. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pesan atau informasi yang disampaikan oleh media massa dengan cara tertentu dapat menyebabkan interpretasi yang berbeda oleh masyarakat sesuai dengan budaya. Ini berarti bahwa media mempengaruhi sikap individu. Ada beberapa cara oleh media massa dalam mempengaruhi norma-norma budaya, diantaranya adalah : 1. Media massa menyampaikan untuk memperkuat pola budaya yang berlaku dan meyakinkan orang bahwa budaya tersebut masih berlaku dan harus ditaati. 2. Media massa untuk menciptakan budaya baru yang dapat melengkapi atau memperbaiki budaya lama yang tidak bertentangan. 3. Media massa dapat mengubah norma-norma budaya yang sudah ada dan berlaku untuk waktu yang lama dan perubahan sikap dari masyarakat itu sendiri. Sedangkan menurut Lazarsfeld dan Merton, media sebenarnya hanya berpengaruh dalam memperkokoh norma-norma yang berlaku, tetapi tidak membentuk norma budaya baru. Mereka beranggapan bahwa media bekerja secara konservasif dan hanya menyesuaikan diri dengan norma budaya masyarakat seperti selera atau nilai-nilai, sehingga mereka tidak membentuk norma budaya baru 420 e-Proceeding | COMICOS 2017 melainkan memperkuat “status quo” belaka. Dalam keadaan tertentu media massa memang mampu menumbuhkan norma-norma budaya baru (Suprapto, 2006, h. 21). Melvi DeFleur menambahkan asumsi bahwa media massa melalui penyajiannya yang selektif dan penekanannya pada tema-tema tertentu menyajikan kesan-kesan pada khalayak dimana norma-norma budaya mengenai suatu hal tertentu akan mempengaruhi perilaku (Effendi, 2000, h.279). Media secara potensial mempengaruhi situasi dan norma bagi individu-individu. Pesan komunikasi massa akan memperkuat pola-pola yang sedang berlaku dan memadu khalayak untuk percaya bahwa suatu bentuk sosial tertentu tengah dibina oleh masyarakat. Media komunikasi dapat menciptakan keyakinan baru mengenai hal-hal dimana khalayak sedikit banyak telah memiliki pengalaman. Komunikasi massa dapat mengubah norma-norma yang tengah berlaku dan karenanya mengubah khalayak dari suatu bentuk perilaku mejadi bentuk perilaku yang lain. Pada dasarnya teori norma-norma budaya mengemukakan bahwa media massa melalui prentasi selektif dan penekanan terhadap tema-tema tertentu menciptakan kesan diantara para khalayaknya (Suprapto, 2006, h. 58). Selain itu dalam Effendy (2000, h.318) dijelaskan bahwa media massa mempunyai efek yang meliputi efek kognitif, efek afektif dan efek konatif. Efek kognitif adalah sebab akibat yang timbul pada diri komunikan yang sifatnya informatifnya bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini membahas tentang bagaimana media dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya. Efek afektif yaitu tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah, benci, kesal, kecewa, 421 e-Proceeding | COMICOS 2017 penasaran, sayang, cemas, sinis, kecut dan sebagainya. Dan efek behaviour merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Behavior bersangkutan dengan niat, tekad, upaya, usaha, yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Matode Penelitian Pada penelitian ini data didapatkan peneliti melalui wawancara dengan 3 (tiga) narasumber (informan) yang langsung berhubungan dengan penelitian ini dan mampu memberikan informasi terkait fokus penelitian dan melalui dokumentasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode penelitian studi kasus. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui wawancara dan dokumentasi. Proses analisis data menggunakan cara Stake. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 2 (dua) tema yaitu peran media massa dalam mendorong perubahan perilaku masyarakat dan terpaan budaya yang dihadirkan media massa. Masing-masing tema akan dibahas satu persatu. Tema pertama yaitu peran media massa dalam mendorong perubahan perilaku masyarakat. Peran media sebagai pemberi informasi dan sarana edukasi masyarakat dapat menciptakan perubahan perilaku masyarakat sesuai dengan yang diinginkan. Media mampu menghasilkan dan membentuk opini masyarakat melalui teks maupun konten tayangan media massa tersebut. Peran media sebagai pendorong perubahan perilaku masyarakat ini menjadi sangat penting bagi Kebun Raya untuk mengedukasi masyarakat agar peduli dengan konservasi tumbuhan. Pemilihan media massa dan pesan yang disampaikan kepada 422 e-Proceeding | COMICOS 2017 masyarakat yang tepat akan sangat efektif untuk menyampaikan informasi sekaligus mengedukasi masyarakat untuk berperilaku peduli dengan konservasi tumbuhan. Salah satu media massa yang digunakan yaitu media televisi. Kebun Raya memanfaatkan momen perayaan Hari Ulang Tahun Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor – LIPI yang memasuki usia 2 (dua) abad melalui tayangan 360 di Metro TV. Pemilihan acara 360 di Metro TV ini tepat karena acara ini merupakan acara yang membahas tentang profil tokoh yang inspiratif, isu-isu terkini atau reportase mendalam yang dipandu petinggi Metro TV yaitu Prita Laura, sehingga sesuai dengan tujuan Kebun Raya memanfaatkan peran media massa untuk menyebarkan informasi atau pesan dan mengedukasi masyarakat dengan mempengaruhi opini masyarakat melalui tayangan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat McQuail (2000, h.66) bahwa media massa sebagai window on event and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana. Atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa. Dalam tayangan 360 terdapat beberapa informasi atau pesan yang disampaikan oleh Kebun Raya melalui tanda verbal dan nonverbal. Tanda verbal seperti yang disampaikan oleh Prita Laura, “Tahun ini Kebun Raya Bogor memasuki usia 200 tahun. 2 abad bukanlah waktu yang singkat dalam perannya sebagai paru-paru kota dan juga juga pusat konservasi tumbuhan asli Indonesia”. Kata “paru-paru” merupakan konotasi karena yang dimaksud adalah Kebun Raya dapat menyerap karbon dan mensuplai oksigen murni untuk masyarakat yang hidup disekitar kota tersebut. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Barthes bahwa konotasi merupakan makna-makna kultural yang melekat pada sebuah terminologi (the cultural meanings that become attached to a term) (Kriyantono, 2010, h.272). Dari kalimat “pusat konservasi tumbuhan asli 423 e-Proceeding | COMICOS 2017 Indonesia” dapat dimaknai bahwa Kebun Raya menjadi pokok pangkal dalam melakukan kegiatan konservasi tumbuhan asli Indonesia. Kebun Raya sangatlah penting berusaha untuk melestarikan flora Indonesia dan keberadaan Kebun Raya sangatlah penting bagi kehidupan. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Barthes bahwa Denotasi merupakan makna kamus dari sebuah kata atau terminologi atau objek (literal meaning of a term or object) (Kriyantono, 2010, h.272). Tanda verbal lainnya melalui narasi yang disampaikan oleh pembawa acara, Ferry Prihardi yang mengatakan bahwa “Sofi yang juga peneliti anggrek bercerita pada saya bahwa pekerjaannya bukanlah hal yang mudah” Narasi lainnya seperti “Ini adalah cikal bakal bunga Raflesia di kandang badak, sebuah lokasi khusus yang disiapkan pihak Kebun Raya Bogor agar Raflesia bisa berkembang di luar habitat aslinya. Namun bakal bunga ini belum tentu bermekaran mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi pertumbuhannya”. Narasi tersebut merupakan synecdoche bahwa usaha untuk mengkonservasi tumbuhan di luar habitatnya itu tidaklah mudah. Narasi tersebut diharapkan dapat mempengaruhi opini pemirsa tayangan 360 ini sehingga merubah pola pikirnya yang selanjutnya dapat menciptakan perilaku peduli terhadap upaya konservasi tumbuhan. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Barthes bahwa synecdoche merupakan subkategori metonimi yang memberikan makna “keseluruhan” atau “sebaliknya”. Artinya, sebuah bagian digunakan untuk mengasosiasikan keseluruhan bagian tersebut (Kriyantono, 2010, h.273). Narasi dari pembawa acara ini juga dapat menggambarkan peran media massa sebagai a mirror of event in society and the world, implying a faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang sering merefleksikan apa adanya (McQuail, 2000, h.66). Dalam tayangan 360 tersebut yang mengupas tentang bunga bangkai 424 e-Proceeding | COMICOS 2017 merupakan metonimi dari upaya konservasi karena bunga bangkai merupakan salah satu jenis flora endemik Indonesia yang terancam kepunahan dan merupakan salah satu koleksi tumbuhan yang dikonservasi di Kebun Raya Bogor. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Barthes bahwa Metonimi adalah mengomunikasikan dengan asosiasi. Asosiasi dibuat dengan cara menghubungkan sesuatu yang kita ketahui dengan sesuatu yang lain (Kriyantono, 2010, h.273). Selain itu materi dalam tayangan tentang bunga bangkai ini sesuai dengan pendapat McQuail (2000, h.66) bahwa peran media massa massa sebagai filter, atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih isu, informasi atau bentuk content yang lain berdasar standar para pengelolanya. Disini khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan mendapat perhatian. Berdasarkan hasil analisa dalam tayangan 360 tersebut menyatakan bahwa peran media massa dalam mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk peduli dengan konservasi tumbuhan melalui pertama, penyebaran informasi tentang upaya konservasi tumbuhan yang dilakukan oleh Kebun Raya. Dalam hal ini fungsi penyampaian informasi dilakukan media secara akurat dan cepat. Kedua, media massa sebagai pendukung perubahan perilaku masyarakat untuk peduli dengan konservasi tumbuhan. Dalam hal ini, media berperan sebagai pendukung perubahan perilaku masyarakat untuk peduli dengan konservasi tumbuhan melalui penyebaran informasi sebagai bahan diskusi dan penyampai pesan kepada masyarakat dengan mengangkat isu-isu konservasi tumbuhan dalam tayangannya, sehingga diharapkan terjadi perubahan sikap dan kepercayaan dalam masyarakat terkait konservasi tumbuhan. Ketiga, media sebagai pendidik. Dalam hal ini, media dapat meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai konservasi tumbuhan. 425 e-Proceeding | COMICOS 2017 Salah satu indikasi bahwa telah terjadi peningkatan kepedulian mayarakat terhadap konservasi tumbuhan yaitu adanya peningkatan jumlah pengunjung ke Kebun Raya Bogor – LIPI. Tercatat, untuk jumlah pengunjung pada liburan lebaran tahun 2017 ini sejak H+3 hingga H+5 adalah sebanyak 65.394 orang pengunjung. Puncak kepadatan pengunjung terjadi pada H+4 dengan jumlah pengunjung sebanyak 24.027 orang, sedangkan jumlah pengujung pada H+3 dan H+5 masing-masing sebanyak 21.090 dan 20.277 orang pengunjung. Sehingga jika dihitung jumlah rata-rata pengunjung perharinya mulai dari H+1 hingga H+7 adalah sebanyak 16.741 orang pengunjung, jumlah tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan pada tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 13.189 orang pengunjung. Jumlah tersebut lebih tinggi dari kunjungan hari biasa yakni rata-rata 1.500 sampai 2.000 orang pengunjung per hari. Berbeda dengan akhir pekan lebih banyak dari hari biasa, yakni bisa mencapai 3.000 hingga 4.000 orang pengunjung. Peningkatan jumlah pengunjung ke Kebun Raya Bogor – LIPI memang belum bisa dibuktikan secara langsung karena hanya pengaruh dari peran media massa untuk mengubah perilaku masyarakat untuk peduli dengan konservasi tumbuhan ataukah karena pengaruh dari faktor lainnya. Tema kedua yaitu terpaan budaya yang dihadirkan media massa. Terpaan budaya yang dihadirkan dalam tayangan 360 melalui informasi atau pesan yang disampaikan dengan menggunakan bahasa verbal maupun dengan visualisasi gambar. Penyampaian informasi atau pesan tersebut disampaikan dengan menggunakan media melalui cara tertentu seperti penggunaan bahasa verbal dan didukung oleh visualisasi gambar yang menarik dapat mempengaruhi sikap individu sesuai dengan pendapat Paul, dkk (2013, h.35). Adapun terpaan budaya tersebut dapat membawa efek antara lain efek media 426 e-Proceeding | COMICOS 2017 massa terhadap individu dan efek media massa terhadap masyarakat. Efek media massa terhadap individu yaitu : (a). Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan (pemirsa) yang sifatnya informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini mengenai bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan keterampilan kognitifnya. Dengan melihat tayangan 360, khalayak akan menduga bahwa beberapa flora endemik Indonesia terancam kepunahan. Dengan demikian jelaslah bahwa media massa dapat menonjolkan budaya untuk peduli dengan konservasi tumbuhan yang merupakan situasi tertentu di atas situasi orang lain yang dapat mempengaruhi kognitif pemirsanya untuk peduli dengan konservasi tumbuhan. Selain itu efek kognitif juga memberikan efek bagaimana media massa dapat memberikan manfaat yang dikehendaki oleh masyarakat. Dalam tayangan 360 terpaan budaya yang dihadirkan seperti untuk mengenal Kebun Raya sebagai rumah ribuan jenis flora, Kebun Raya bukan hanya tempat wisata, Kebun Raya sebagai simbol pengembangan ilmu pengetahuan, Kebun Raya merupakan warisan nusantara dan Kebun Raya mengkonservasi tumbuhan endemik Indonesia. Terpaan budaya-budaya tersebut menyebabkan pemirsa lebih mengerti tentang konservasi tumbuhan maka media massa telah menimbulkan efek prososial kognitif. (b). Efek afektif ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Tujuannya bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan. Terpaan budaya dalam tayangan 360 ini, pemirsa diharapkan dapat merasakan bahwa konservasi tumbuhan itu sangat sulit dilakukan dan butuh kesabaran serta ketelatenan. (c). Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Terpaan budaya yang ditampilkan dalam tayangan 360 yang berbentuk adegan 427 e-Proceeding | COMICOS 2017 merawat koleksi tumbuhan membuat pemirsa tayangan 360 bertindak untuk merawat koleksi tumbuhan di rumahnya atau di lingkungan sekitarnya. Sedangkan efek media massa terhadap masyarakat yaitu media massa secara pasti mempengaruhi pemikiran dan tindakan khalayak. Terpaan budaya dalam tayangan 360 yang berisikan tentang konservasi tumbuhan diharapkan bahwa media mampu membentuk opini publik untuk membawakannya pada perubahan yang signifikan. Media massa secara instant dapat membentuk kristalisasi opini publik untuk melakukan tindakan tertentu yang dalam kajian ini kepada perubahan budaya dan perilaku untuk peduli konservasi tumbuhan. Berdasarkan pemaparan di atas menunjukkan bahwa media mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan kognisi seseorang. Kognisi adalah semua proses yang terjadi di fikiran kita yaitu, melihat, mengamati, mengingat, mempersepsikan sesuatu, membayangkan sesuatu, berfikir, menduga, menilai, mempertimbangkan dan memperkirakan. Media memberikan informasi dan pengetahuan yang pada akhirnya dapat membentuk persepsi. Dan menunjukan bahwa persepsi mempengaruhi sikap (attitude) dan perilaku seseorang. Media massa memegang kunci penting dalam mengendalikan perubahan budaya yang terjadi, dalam konteks analisa penelitian ini lebih ditekankan pada perubahan budaya untuk peduli dengan konservasi tumbuhan. Teori norma budaya telah menyebutkan bahwa informasi yang diberikan oleh media massa dapat mempengaruhi sikap individu. Informasi mengenai konservasi tumbuhan yang dikemas dalam program acara televisi sedikit banyak telah mempengaruhi masyarakat yang mengkonsumsi informasi tersebut. Berdasarkan tiga asumsi yang diajukan oleh pendekatan teori norma budaya, 428 e-Proceeding | COMICOS 2017 asumsi pertama adalah asumsi yang paling menjelaskan fenomena budaya untuk peduli konservasi tumbuhan. Budaya konservasi tumbuhan merupakan budaya yang sudah ada dalam masyarakat. Melalui tayangan 360 budaya-budaya konservasi tumbuhan yang disampaikan dapat memperkuat pola budaya yang berlaku dan meyakinkan orang yang mengkonsumsi tayangan informasi tersebut bahwa budaya tersebut masih berlaku dan harus ditaati. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Lazarsfeld dan Merton, media sebenarnya hanya berpengaruh dalam memperkokoh norma-norma yang berlaku, tetapi tidak membentuk norma budaya baru. Mereka beranggapan bahwa media bekerja secara konservasif dan hanya menyesuaikan diri dengan norma budaya masyarakat seperti selera atau nilai-nilai, sehingga mereka tidak membentuk norma budaya baru melainkan memperkuat “status quo” belaka (Suprapto, 2006, h. 21). Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan penelitian dapat ditarik simpulan bahwa peran media massa dalam mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk peduli dengan konservasi tumbuhan melalui pertama, penyebaran informasi tentang upaya konservasi tumbuhan yang dilakukan oleh Kebun Raya. Kedua, media massa sebagai pendukung perubahan perilaku masyarakat untuk peduli dengan konservasi tumbuhan. Ketiga, media sebagai pendidik. Sedangkan terpaan budaya yang dihadirkan media massa berdasarkan tiga asumsi yang diajukan oleh pendekatan teori norma budaya, asumsi pertama adalah asumsi yang paling menjelaskan fenomena budaya untuk peduli konservasi tumbuhan. Daftar Pustaka 429 e-Proceeding | COMICOS 2017 Bungin, Burhan. (2009). Sosiologi Komunikasi (Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat), Jakarta : Kencana Prenada Media Group Effendi, Onong Uchyana. (2000). Ilmu, Teori & Filsafat Komunikasi, Bandung : Citra Aditya Bakti Kriyantono, Rachmat. (2010). Teknik Praktis Riset Komunikasi, Yogyakarta : Prenada McQuail, Denis. (2000). Mass Communication Theories, London : Sage Publication. Paul, Virginia. Singh, Priyanka & John, Sunit B. (2013). Role of Mass Media In Social Awarness. International journal of Humanities & Social Sciences. Suprapto, Tommy. (2006). Pengantar Teori Komunikasi, Yogyakarta : Media Pressindo 430 e-Proceeding | COMICOS 2017 RADIO KOMUNITAS JAWA DI KOTA MEDAN: DARI EKSPRESI DIRI KE AJANG SILATURAHMI Anggy Denok Sukmawati Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [email protected] Abstrak Berdasarkan hasil sensus BPS tahun 2010, suku Jawa yang ada di Provinsi Sumatra Utara berjumlah 33,04% dari populasi keseluruhan dan sebagian besarnya tinggal di Kota Medan. Keberadaan suku Jawa yang cukup banyak di Kota Medan tersebut merupakan alasan utama didirikannya Radio Komunitas Jawa, “Radio Jawa”. Berdiri pada tahun 1980-an, tujuan utama didirikannya “Radio Jawa” adalah sebagai wujud ekspresi eksistensi komunitas Jawa di Kota Medan. Seiring waktu, anggota “Radio Jawa” bertambah dan tidak hanya berasal dari suku Jawa saja. Hal itu menjadikan tujuan “Radio Jawa” juga berubah. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode wawancara mendalam kepada pengurus “Radio Jawa”, tulisan ini akan memaparkan alasan perubahan tujuan dan dampak perubahan tujuan tersebut pada kegiatan-kegiatan dari “Radio Jawa’. Dari analisis hasil wawancara, ditemukan bahwa tujuan “Radio Jawa” berubah dari semula sebagai wujud ekspresi keberadaan suku Jawa di Kota Medan menjadi wadah silaturahmi dan kegiatan antarsuku yang ada di Kota Medan. Secara tidak langsung, “Radio Jawa” telah bertindak sebagai agen pemersatu suku-suku yang tinggal di Kota Medan. Kata Kunci: Radio Komunitas, Eksistensi Diri, Identitas Komunitas, Kota Medan, Suku Jawa. Abstract Based on the results of the 2010 BPS census, Javanese count on 33,04% of the population in North Sumatra Province and most of them live in Medan. This fairly large number of Javanese in Medan is the main reason for the establishment of Javanese Community Radio, “Radio Jawa”. Established in the 1980s, the main purpose of “Radio Jawa” is as a form of expression of Java community existence in Medan. Over time, members of the “Radio Jawa” are increasing and not only Javanese, but also other ethnic group, such as Batak, Malay, Indianese,Chinese,etc. It makes the purpose of “Radio Jawa” also changed. Based on qualitative approach and in-depth interviews metode with “Radio Jawa” officials, this article will describe the reasons behind those changes and the impact of the changes to the activities of “Radio Jawa”. From the analysis of those interview, it was found that the purpose of “Radio Jawa” changed from expression of the existence of the Javanese in Medan to intertribal community in Medan. Indirectly, “Radio Jawa” has acted as the unifying agent of many tribes who live in Medan. 431 e-Proceeding | COMICOS 2017 Keywords: Community Radio, Self Existence, Community Identity, Medan, Javane Pendahuluan Suku Jawa merupakan suku terbesar yang ada di Indonesia. Menurut Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 jumlah suku Jawa 95.217.022 jiwa. Dari jumlah itu, sebanyak 4.319.719 jiwa tinggal di Sumatra Utara. Menurut Anthony Reid (1995), suku Jawa pertama kali masuk ke Pulau Sumatra karena dibawa oleh Perserikatan Dagang Belanda (VOC) untuk dijadikan pekerja di perkebunan-perkebunan yang dibuka oleh VOC di berbagai kota di Pulau Sumatra, salah satunya adalah Sumatra Utara. Setelah itu, program transmigrasi yang dilakukan oleh Pemerintahan Orde Baru juga membuat bertambahnya jumlah suku Jawa yang masuk ke Sumatra Utara. Sejak itu, masyarakat suku Jawa tinggal dan berkeluarga di Sumatra Utara. Hal itu menjadi salah satu penyebab tumbuh kembangnya kehidupan masyarakat Jawa di Sumatra Utara. Pada tahun 1980-an, masyarakat Jawa yang ada di Sumatra Utara mendirikan perkumpulan masyarakat Jawa yang diberi nama PUJAKESUMA (Putra Jawa Kelahiran Sumatra). Kantor pusat PUJAKESUMA tersebut berada di Kota Medan. Tujuan awal didirikannya PUJAKESUMA ini adalah menjalin komunikasi antarmasyarakat Jawa di seluruh penjuru Sumatra Utara serta sebagai bentuk unjuk diri identitas masyarakat Jawa di Sumatra Utara. Dengan cakupan wilayah yang cukup luas, jumlah anggota PUJAKESUMA juga cukup banyak dan tersebar di seluruh penjuru Sumatra Utara. Oleh karena itu, setiap kabupaten di Sumatra Utara memiliki kantor cabang PUJAKESUMA masng-masing. PUJAKESUMA pada awal berdirinya telah memiliki beberapa divisi di dalam organisasinya, yaitu divisi kesenian dan divisi radio komunitas. Divisi kesenian dari PUJAKESUMA kemudian diberi nama IKJ (Ikatan Kesenian Jawa). Sementara itu, 432 e-Proceeding | COMICOS 2017 divisi radio komunitas dari PUJAKESUMA mendirikan radio yang diberi nama Radio Pasopati. Tujuan awal dibentuknya IKJ adalah melestarikan dan mewariskan budaya Jawa dari generasi tua ke generasi muda. Hal itu dilakukan dengan membuka sanggar tari yang melatih anak-anak muda suku Jawa berbagai macam tari tradisional Jawa. Selain itu, IKJ juga memiliki kelompok kesenian wayang kulit yang bernaung di bawahnya. Kelompok kesenian wayang kulit tersebut biasa diundang untuk mengisi berbagai acara, baik acara yang diadakan oleh masyarakat Jawa maupun oleh masyarakat selain Jawa. Sementara itu, Radio Pasopati didirikan dengan tujuan mempermudah komunikasi antarmasyarakat Jawa di seluruh Sumatra Utara dengan saling berbagi kabar lewat radio serta mempertahankan kesenian tembang-tembang Jawa. Program dari Radio Pasopati sebagian besar adalah lagu-lagu berbahasa Jawa dan kesenian Jawa lainnya. Seiring berjalannya waktu, ada pihak-pihak yang memanfaatkan Radio Pasopati untuk kepentingan politik. Hal itu dilakukan dengan menunggangi siaransiaran dari Radio Pasopati untuk berkampanye. Penggunaan Radio Pasopati untuk berkampanye tersebut ditentang oleh sebagian anggota PUJAKESUMA yang lain. Hal itu menyebabkan perpecahan di dalam kepengurusan Radio Pasopati. Perpecahan tersebut kemudian semakin berlarut-larut sehingga menyebabkan ditutupnya Radio Pasopati pada tahun 2005. Hilangnya sarana aktualisasi diri masyarakat Jawa di Sumatra Utara secara umum dan di Kota Medan secara khusus tersebut sedikit banyak berdampak pula pada dinamika kehidupan masyarakat Jawa di sana. Masyarakat Jawa di sana merasa kehilangan alat untuk menunjukkan identitas diri mereka. Kegelisahan tersebut menjadikan munculnya ide untuk mendirikan radio komunitas Jawa yang lain. Ide 433 e-Proceeding | COMICOS 2017 tersebut diprakarsai oleh Bapak Edy Kewa yang merupakan teknisi Radio Pasopati. Tulisan ini merupakan abstraksi dari perjalanan “hidup” radio komunitas Jawa di Kota Medan yang merupakan alat identitas diri. Sama seperti hal lain di dunia, alat tersebut kemudian berubah seiring berjalannya waktu. Perubahan itu dipengaruhi oleh beberapa hal, baik itu yang berasal dari dalam maupun dari luar masyarakat Jawa di Kota Medan. Tulisan ini ingin melihat dinamika masyarakat yang menetap di luar daerah asalnya, terutama berkaitan dengan persentuhan antara budaya yang satu dengan budaya lainnya dalam konteks kehidupan masyarakat kota besar yang multilingual dan multietnik. Persentuhan antara satu budaya dengan budaya lainnya itu kemudian menyebabkan adanya keinginan dalam diri suatu kelompok untuk mencari dan menunjukkan identitas budayanya kepada “dunia luar”. Kajian mengenai masyarakat yang tinggal di luar daerah asalnya sudah banyak dilakukan oleh banyak ahli. Kajian yang ada juga dilakukan dari berbagai macam kacamata keilmuan, misalnya bahasa, sosiologi, politik, dan sebagainya. Dari sisi bahasa, masyarakat yang tinggal di luar daerah asalnya biasanya menjadi objek penelitian dalam melihat perubahan dan pemertahan bahasa asalnya. Kajian ini dilakukan dengan melakukan penggalian data pada generasi ketiga atau keempat dari masyarakat tersebut. Data kebahasaan yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan bahasa tersebut yang masih dituturkan di daerah asalnya. Salah satu contoh kajian ini dilakukan oleh Sukmawati pada tahun 2012 dalam tesisnya yang berjudul “Enklave Bahasa Jawa di Provinsi Bengkulu: Kajian Dialektologi Diakronis”. Dalam tesisnya tersebut, Sukmawati membahas tentang enklave bahasa Jawa di Provinsi Bengkulu. Disebutkan bahwa bahasa Jawa yang ada di Provinsi Bengkulu tersebut terbagi menjadi dua dialek besar, yaitu bahasa Jawa dialek Jogja dan sekitarnya 434 e-Proceeding | COMICOS 2017 dan bahasa Jawa Ngapak. Kedua dialek tersebut kemudian dibandingkan dengan bahasa Jawa yang dituturkan di Yoyakarta dan Banyumas. Hasil dari perbandingan itu menunjukkan bahwa bahasa Jawa di Provinsi Bengkulu tidak mengalami perubahan yang besar dari bahasa yang dituturkan di daerah asalnya. Namun, terdapat kecenderungan bahasa Jawa tersebut sudah semakin ditinggalkan penggunaannya oleh generasi muda masyarakat Jawa di Provinsi Bengkulu. Selain itu, dipaparkan pula halhal yang menyebabkan menurunnya penggunaan bahasa Jawa oleh generasi muda masyarakat Jawa di Provinsi Bengkulu tersebut. Selain itu, Mudzakir pada tahun 2015 menuliskan artikel yang menarik yang mengangkat topik diaspora dengan judul “Hidup di Pengasingan: Eksil Indonesia di Belanda”. Artikel tersebut menyoroti kehidupan kaum eksil Indonesia di Belanda, mulai dari keberangkatan hingga era pasca-Suharto. Dalam tulisan ini dipaparkan bahwa munculnya kaum eksil Indonesia di Belanda tersebut dipengaruhi oleh adanya interaksi yang kuat antara pertarungan politik internasional dan domestik. Tulisan ini meberikan paparan mengenai perjuangan yang harus dihadapi oleh orang-orang yang pada awalnya dikirimkan untuk bersekolah atau menjadi delegasi Indonesia di negara-negara komunis pada pemerintahan Soekarno setelah terjadinya peristiwa tahun 1965 di Indonesia. Pada tahun 1965, terjadi penghancuan secara sistematis terhadap kekuatan kiri, khususnya Partai Komunis Indonesia (PKI) dan kalangan nasionalis pada umumnya. Segera setelah peristiwa 1965, pihak kedutaan besar yang dibantu oleh tim khusus menyaring warga negara Indonesia yang berada di luar negeri. Mereka yang terkait atau dituduh terlibat dengan PKI dicabut paspornya secara sewenang-wenang. Hal tersebut membuat mereka kehilangan identitas kewarganegaraan dan terhalang pulang ke Indonesia. Setelah peristiwa tersebut, sebagian besar kaum eksil Indonesia di Rusia dan 435 e-Proceeding | COMICOS 2017 negara-negara eks-komunis lain memutuskan untuk bermigrasi ke ke negara-negara Eropa Barat dan Skandinavia, khususnya Perancis, Swedia, dan Belanda. Artikel ini menyoroti perjuangan mereka dalam bertahan hidup di luar negeri, khusunya di negara Belanda, dan bagaimana mereka merawat komitmen nasionalisme mereka terhadap Indonesia. Sementara itu, kajian terhadap radio komunitas juga sudah banyak dilakukan oleh para ahli maupun praktisi. Hasandinata (2014) menuliskan artikel dengan judul “Peran Pengelola Radio Komunitas dalam Mengembangkan Siaran Kearifan Lokal” yang membahas secara detil mengenai peran radio komunitas dalam meningkatkan kearifan lokal dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya aspek budaya. Hal itu, menurut Hasandinata, merupakan tugas utama dari pengelola radio komunitas dalam memilih siaran yang mengandung muatan kearifan lokal dan mengemasnya dalam bentuk yang bisa menarik pendengar. Lilis Ch. dan Yuliati (2012) dalam tulisan yang berjudul “Mengusung Radio Komunitas sebagai Basis Kearifan Lokal” mendeskripsikan sepak terjang radio komunitas dalam mewujudkan masyarakat madani melalui peran aktifnya menanamkan nilai-nilai kearifan lokal. Tulisan tersebut berangkat mengambil contoh dua radio komunitas di Kabupaten Bandung, yaitu Radio PASS dan Radio Kombas. Dalam artikel ini, kedua penulis mendeskripsikan bagaimana kedua radio tersebut melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya dan hal itu tercermin dalam siaran-siaran dari kedua radio tersebut yang berisi informasi seputar daerahnya. Siaran-siaran dari kedua radio ini bertujuan untuk menjadi media hiburan yang informatif, mendidik, serta membangun bagi masyarakat komunitas. Sementara itu, Bassar, dkk. (2015) mencoba melihat sisi lain dari radio 436 e-Proceeding | COMICOS 2017 komunitas dalam tulisannya yang berjudul “Keterlibatan Perempuan dan Siaran Siaran Budaya Lokal di Radio Komunitas Ruyuk FM, Tasikmalaya, Jawa Barat”. Dalam tulisannya, Bassar, dkk. memaparkan bahwa radio komunitas merupakan salah satu wadah yang bisa dimanfaatkan oleh perempuan untuk turut berpartisipasi dalam komunitas. Namun, sayangnya, peran wanita dalam radio komunitas Ruyuk FM ini baru sebatas pada siaran yang berhubungan dengan kehidupan wanita dan belum mendobrak stereotip siaran-siaran yang termasuk dalam “ranah laki-laki” seperti siaran mengenai pertanian, konservasi hutan, kesehatan masyarakat, atau pemerintahan desa. Oleh karena itu, Bassar, dkk. menyarankan adanya peningkatan kapasitas pegiat perempuan Radio Ruyuk FM. Peningkatan kapasitas itu bisa dilakukan dengan cara menambah aksesibilitas perempuan pada informasi, pendidikan, dan pelatihan mengenai radio komunitas. Tulisan ini akan membahas radio komunitas dari masyarakat Jawa di Kota Medan dari sisi yang berbeda dari ketiga tulisan mengenai rado komunitas yang disebutkan sebelumnya. Radio Jawa sebagai radio komunitas bukanlah merupakan penanda identitas yang tunggal dari masyarakat Jawa di Kota Medan dan bukan pula organisasi pionir yang didirikan oleh komunitas masyarakat Jawa di Kota Medan. Ada proses panjang dan berliku yang mendahului kelahiran Radio Jawa. Proses tersebut selain memperlihatkan lika-liku proses persentuhan antarbudaya di kota besar dengan masyarakat yang multietnik juga membentuk arah dari kegiatan-kegiatan Radio Jawa. Tulisan ini melihat akibat dari persentuhan antarbudaya di kota multietnik seperti Kota Medan terhadap dinamika kehidupan masyarakatnya. 437 e-Proceeding | COMICOS 2017 Metodologi Tulisan ini merupakan deskripsi kualitatif dari sebuah fenomena yang ada di dalam masyarakat. Dalam hal ini, fenomena yang diangkat adalah masalah identitas suatu komunitas masyarakat. Informan yang digunakan dalam pengambilan data dipilih secara purposif disesuaikan dengan tujuan tulisan ini. Informan yang dipilih merupakan pengurus dan/ penyiar di Radio Jawa yang bersedia diwawancara dan mampu memberikan informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan topik tulisan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam (depth interview). Data yang diperoleh kemudian diolah dan diabstraksi untuk kemudian dibuat menjadi tulisan ini. Radio Pujakesuma: Bibit Awal Radio Jawa Setelah Radio Pasopati bubar pada tahun 2005, Bapak Edy Kewa, salah satu teknisi pemancar Radio Pasopati, merasa bahwa masyarakat Jawa di Kota Medan tidak lagi memiliki sarana untuk mengembangkan dan menyebarluaskan kesenian dan kebudayaan Jawa. Oleh karena itu, beliau berniat untuk membangun sebuah radio komunitas baru bagi masyarakat Jawa di Medan. Sebagai seorang teknisi pemancar, Bapak Edy Kewa adalah seorang ahli dalam membangun pemancar, baik pemancar radio maupun pemancar televisi. Berbekal keahliannya, beliau kemudian menyampaikan idenya tersebut kepada para mantan anggota Radio Pasopati yang notabene adalah orang Jawa juga. Ide tersebut disambut dengan baik oleh para mantan anggota Radio Pasopati. Butuh waktu dua tahun bagi Bapak Edy Kewa dan rekanrekannya untuk mempersiapkan radio komuintas yang baru tersebut. Persiapan yang dilakukan adalah menyiapkan bahan-bahan untuk membangun pemancar radio, alat-alat 438 e-Proceeding | COMICOS 2017 perlengkapan siaran, dan tentu saja ruangan yang bisa digunakan sebagai ruang siaran. Setelah melalui tahap persiapan selama dua tahun, pada tahun 2007 radio komunitas yang baru sudah siap untuk dioperasikan. Radio tersebut kemudian diberi nama Radio Pujakesuma. Dana yang dipakai untuk membangun Radio Pujakesuma ini sepenuhnya berasal dari Bapak Edy Kewa dengan dibantu oleh beberapa mantan anggota Radio Pasopati. Sementara itu, beberapa orang yang lain membantu dengan menjadi penyiar radio secara sukarela tanpa menerima bayaran. Setelah Radio Pujakesuma terbentuk, langkah selanjutnya adalah menurus ijin kepada pemerintah daerah. Hal ini perlu dilakukan agar kegiatan Radio Pujakesuma memiliki dasar hukum yang jelas. Selama menunggu keluarnya ijin dari pemerintah daerah, Radio Pujakesuma tetap beroperasi dan mengadakan siaran. Karena penyiarnya kebanyakan adalah para pekerja, siaran Radio Pujakesuma ini dimulai pada waktu sore hari pukul 15.00 dan akan berakhir pukul 24.00 pada hari kerja. Namun, Radio Pujakesuma akan beroperasi 24 jam pada akhir pekan. Pada awalnya, Radio Pujakesuma belum memiliki banyak format acara untuk siarannya. Sebagian besar siaran adalah pemutaran lagu-lagu tradisional Jawa, seperti keroncong, rekaman pertunjukan kesenian gamelan, dan rekaman pertunjukan kesenian wayang kulit. Selain itu, acara pemutaran lagu tersebut juga diselingi segmen berkirim salam, kabar, atau informasi antarangota komunitas Jawa di Medan. Baru setelah mendapat ijin resmi dari pemerintah daerah pada tahun 2009, Bapak Edy Kewa dan rekan-rekan mulai memikirkan untuk menmbenahi susunan organisasi serta format acara Radio Pujakesuma secara lebih baik dan teratur. Bapak Edy Kewa terpilih sebagai Ketua Radio Pujakesuma yang pertama. Beliau kemudian mengusulkan menambahkan beberapa segmen baru bagi siaran Radio 439 e-Proceeding | COMICOS 2017 Pujakesuma, yaitu segmen lagu campursari dan lagu dangdut berbahasa Jawa. Pada awalnya, hanya ada Pak Edy Kewa dan Pak Kardi yang secara sukarela menjadi penyiar. Namun, dengan ditambahnya segmen acara tersebut, Pak Mulyono kemudian diminta untuk menjadi penyiar. Selain berkomunikasi lewat radio komunitas, masyarakat Jawa di Kota Medan juga mengadakan pertemuan secara langsung lewat arisan dan juga pengajian anggota Radio Pujakesuma. Arisan dilakukan setiap satu bulan sekali sedangkan pengajian diadakan setiap minggu di rumah salah satu anggota secara bergantian. Selain itu, IKJ kemudian dihidupkan kembali kegiatannya. Anak-anak muda dan remaja kembali berlatih menari ataupun bermain gamelan setiap hari minggu di rumah Pak Mulyono. Radio Pujakesuma sebagai Alat Identitas dan Alat Pemertahanan Bahasa dan Budaya Dari penjelasan di atas terlihat bahwa keberadaan Radio Pujakesuma bukan hanya sebagai sarana komunikasi dalam komunitas. Hal yang perlu diperhatikan dari kegiatan rutin yang diadakan oleh Radio Pujakesuma dan IKJ ini adalah, selain keduanya menjadi alat identitas komunitas Jawa di Medan, kedua organisasi ini menyediakan ruang bagi para anggotanya untuk menunjukkan identitas kesukuan mereka dengan berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa. Bahasa bisa dikatakan merupakan alat identitas utama bagi setiap komunitas (Gudykunst: 1988, Fishman: 1999, Evans: 2015). Bertemu dan berkomunikasi dengan sesama anggota komunitas menggunakan bahasa “asli” mereka bisa memperkuat ikatan yang ada. Selain itu, dalam pertemuan ini ada proses pemertahan dan transmisi bahasa secara tidak langsung yang sedang terjadi. Proses pemertahanan terjadi ketika sesama anggota komunitas berkomunikasi 440 e-Proceeding | COMICOS 2017 dengan mengunakan bahasa Jawa, sedangkan proses transmisi bahasa terjadi ketika para anggota membawa anak-anak mereka ke pertemuan tersebut dan anak-anak itu secara langsung terpapar oleh bahasa Jawa. Meskipun, misalnya, ada di antara anakanak itu yang belum terbiasa menggunakan bahasa Jawa di kehiduan sehari-hari mereka, dengan mengikuti pertemuan-pertemuan komunitas seperti ini, mereka lamalama akan terbiasa dan kemudian mulai belajar juga menggunakan bahasa Jawa ketika berkomunikasi dengan anggota komunitas lain. Kemudian dia akan mulai menggunakan bahasa Jawa terhadap anak muda seusianya yang juga merupakan anggota komunitas itu. Ketika hal itu terjadi, artinya proses transmisi bahasa dari generasi tua ke generasi muda berhasil dilakukan. Transmisi bahasa dari generasi tua ke generasi muda merupakan proses yang sangat penting untuk menjaga daya hidup dari suatu bahasa (Tomasello: 2003, Bloch: 2005, Gathercole: 2007, Cangelosi: 2008). Daya hidup suatu bahasa bisa dinilai dari seberapa banyak penutur aktif bahasa itu dan seberapa sering bahasa itu digunakan di berbagai ranah, mulai dari ranah informal sampai ranah formal. Bahasa Jawa merupakan bahasa yang memiliki daya hidup yang baik. Bahasa Jawa merupakan bahasa dari suku terbesar yang ada di Indonesia, yaitu suku Jawa, yang berjumlah 95.217.022 jiwa. Jumlah itu merupakan 40,22% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia menurut hasil sensus penduduk tahun 2010. Dengan jumlah anggota suku Jawa sebanyak itu, bahasa Jawa menjadi bahasa sehari- hari yang digunakan oleh 68.044.660 orang di seluruh Indonesia, dan secara khusus dituturkan oleh 884.903 orang di Sumatra Utara. Meskipun secara umum bahasa Indonesia merupakan bahasa yang paling banyak dituturkan oleh masayarakat Indonesia, tetapi Sumatra Utara secara khusus 441 e-Proceeding | COMICOS 2017 menjadi salah satu provinsi yang memiliki penutur bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari yang besar. Sebanyak 55,6% penduduk Sumatra Utara memilih menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari mereka. Angka di atas tidaklah mengejutkan karena Sumatra Utara memang merupakan provinsi dengan masyarakat yang multietnis. Hal itulah yang menyebabkan bahasa Indonesia lebih banyak digunakan sebagai bahasa sehari-hari oleh masyarakatnya. Berkaitan dengan hal itu, masing-masing suku di Sumatra Utara juga berusaha mempertahankan identitas kesukuan mereka dengan mengembangkan dan menggunakan bahasa daerah mereka ketika berada di dalam komunitas mereka. Di sinilah Radio Pujakesuma memegang peran yang penting dalam usaha pemertahanan bahasa Jawa, khususnya di wilayah Kota Medan. Selain sebagai ruang yang digunakan komunitas Jawa untuk mempertahankan bahasa Jawa, Radio Pujakesuma juga berperan penting dalam menjaga dan mempertahankan budaya Jawa. Peran tersebut terutama dilakukan oleh IKJ sebagai anak organisasi dari Radio Pujakesuma. IKJ yang sempat mati bersama Radio Pasopati dihidupkan kembali oleh Bapak Edy Kewa dan rekan-rekannya. IKJ mulai membuka kembali kelas tari tradisional Jawa yang diperuntukkan terutama bagi para generasi muda suku Jawa di Kota Medan. Selain itu, terdapat pula kelas gamelan yang mengajarkan generasi muda bagaimana cara bermain gamelan. Di kelas ini, dalam bermain gamelan, Pak Mulyono selaku pengajar juga memperkenalkan lagu-lagu tradisional Jawa kepada para anak didiknya. Selain membuka kelas-kelas, IKJ juga menjadi event organiser yang membuka jasa penyelenggaraan pernikahan tradisional Jawa. IKJ juga memayungi beberapa kelompok seni tradisional Jawa, seperti kelompok seni Wayang Kulit dan kelompok 442 e-Proceeding | COMICOS 2017 seni Jaran Kepang. Jasa penyelenggaraan pernikahan tradisional Jawa ini merupakan salah satu yang banyak diminati oleh warga Kota Medan. Menurut keterangan Bapak Edy Kewa, banyak permintaan dari masyarakat untuk menyelenggarakan pernikahan dengan menggunakan adat tradisional Jawa. Permintaan tersebut terutama berasal dari anggota komunitas Jawa di Medan. Radio Jawa: Nama Baru, Identitas Baru Setelah beroperasi selama lima tahun, pada tahun 2012, anggota komunitas Jawa di Kota Medan memutuskan untuk mengubah nama Radio Pujakesuma menjadi Radio Jawa. Terdapat beberapa hal yang mendasari perubahan nama tersebut. Pertama, Radio Jawa merupakan nama yang lebih singkat dan lebih mudah diingat, baik oleh para anggota komunitas Jawa maupun oleh masyarakat penggemar Radio Jawa. Dalam lima tahun perjalanannya, penggemar Radio Pujakesuma memang telah bertambah dan para penggemar baru itu banyak yang berasal dari luar anggota komunitas Jawa. Kedua, nama Radio Jawa mencerminkan identitas kesukuan lebih kuat daripada Radio Pujakesuma. Berkaitan dengan bertambahnya penggemar Radio Pujakesuma yang berasal dari luar anggota komunitas Jawa, nama Radio Jawa dianggap lebih kuat dalam menunjukkan identitas komunitas suku Jawa yang berada di baliknya, terutama kepada para penggemar baru tersebut. Ketiga, berkaitan dengan alasan kedua tentang identitas kesukuan, Bapak Edy Kewa dan rekan-rekan merasa nama Radio Jawa memberikan kesan yang lebih kuat dalam memegang citra Jawa. Hal ini maksudnya adalah ketika masyarakat atau pemerintah daerah tahu bahwa Radio Jawa memiliki banyak penggemar, bahkan penggemar yang berasal dari suku selain suku Jawa, hal itu akan memberikan citra yang kuat bahwa Radio Jawa sebagai radio komunitas mampu menarik masyarakat di luar 443 e-Proceeding | COMICOS 2017 komunitasnya. Hal itu diakui oleh Bapak Edy Kewa merupakan hal yang penting bagi eksistensi Radio Jawa. Sebagai radio komunitas, Radio Jawa mengemban misi penting dalam menjaga dan mempertahankan identitas suku Jawa, terutama di Kota Medan yang notabene adalah “negeri orang”. Banyaknya penggemar Radio Jawa yang berasal dari suku selain suku Jawa membuktikan bahwa Radio Jawa tidak hanya berhasil menjalankan fungsinya dalam mempertahankan budaya Jawa tetapi juga berhasil memperkenalkan budaya Jawa kepada masyarakat luas. Bertambahnya jumlah penggemar yang berasal dari suku selain suku Jawa tersebut menjadi alasan penambahan segmen acara baru di Radio Jawa. Beberapa segmen baru yang ditambahkan antara lain segmen lagu Melayu, segmen lagu India, segmen lagu Karo, segmen lagu pop Indonesia, dan segmen bahasa Jawa Ngapak. Segmen lagu Melayu, segmen lagu India, dan segmen lagu Karo merupakan acara yang dibuat untuk mengakomodasi banyaknya penggemar yang berasal dari suku Melayu, keturunan India, dan suku Karo. Segmen lagu pop Indonesia dibuat untuk mengakomodasi bertambahnya generasi muda dan remaja yang menjadi penggemar Radio Jawa. Sementara itu, segmen bahasa Jawa Ngapak dibuat untuk mengakomodasi keberagaman yang ada di dalam komunitas suku Jawa di Medan. Memang banyak dari anggota komunitas suku Jawa di Kota Medan yang leluhurnya berasal dari daerah Jawa yang menuturkan bahasa Jawa dialek Ngapak. Meskipun jumlah penggemarnya bertambah secara signifikan, tidak berarti bahwa dana operasional Radio Jawa ikut bertambah pula. Sampai saat ini, sumber dana operasional Radio Jawa adalah dana iuran dari para anggota komunitas suku Jawa. Para penyiar Radio Jawa pun sampai saat ini merupakan penyiar yang sukarela melakukan 444 e-Proceeding | COMICOS 2017 siaran tanpa dibayar. Hal ini kemudian menjadi salah satu perhatian para penggemar Radio Jawa, terutama yang berasal dari suku selain suku Jawa. Mereka bukan anggota dari komunitas suku Jawa sehingga mereka tidak bisa ikut memberikan iuran dalam mendanai operasional Radio Jawa. Oleh karena itu, mereka kemudian meminta kepada Bapak Edy Kewa dan pengurus Radio Jawa yang lain untuk membuka keanggotaan komunitas mereka kepada para penggemar yang berasal dari suku selain suku Jawa. Setelah melalui pertimbangan panjang di antara anggota komunitas suku Jawa, akhirnya diputuskan bahwa para penggemar Radio Jawa yang berasal dari suku selain suku Jawa boleh masuk ke dalam komunitas. Hal tersebut membawa pengaruh yang positif dan negatif bagi dinamika Radio Jawa secara khusus dan komunitas suku Jawa di Kota Medan secara umum. Pengaruh positif yang paling terlihat dari masuknya penggemar Radio Jawa yang berasal dari suku selain suku Jawa ke dalam komunitas adalah bertambahnya sumber dana untuk operasional Radio Jawa dan kegiatan-kegiatan lain yang mereka selenggarakan. Selain itu, komunikasi dan hubungan baik antara suku Jawa dan suku lainnya menjadi lebih baik karena mereka menjadi sering melakukan kegiatan bersama. Namun, di sisi lain, masuknya penggemar Radio Jawa yang berasal dari suku selain suku Jawa ke dalam komunitas memberikan pengaruh negatif pula. Hal itu dijelaskan dengan lebih detil pada bagian selanjutnya. Pergeseran Fungsi Radio Jawa Masuknya penggemar Radio Jawa yang berasal dari suku selain suku Jawa ke dalam komunitas membawa perubahan besar, baik pada Radio Jawa maupun pada dinamika komunitas suku Jawa di Kota Medan. Seperti dijelaskan di atas, perubahan yang terjadi tidak hanya bersifat positif, tetapi juga bersifat negatif. Penambahan 445 e-Proceeding | COMICOS 2017 segmen-segmen acara baru yang notabene tidak berhubungan dengan budaya Jawa membuat Radio Jawa seolah-olah kehilangan ruhnya sebagai radio komunitas. Radio Jawa bukan lagi radio yang ada untuk masyarakat Jawa di Kota Medan, tetapi sudah berubah menjadi mirip radio swasta yang menyasar pasar masyarakat umum. Memang sebagai radio komunitas, Radio Jawa tetap tidak menyiarkan iklan produk-produk komersial seperti radio swasta. Namun, Radio Jawa kini menyiarkan iklan layanan masyarakat dari pemerintah serta iklan produk buatan UKM-UKM di Medan. Meskipun para produsen yang hendak memasang iklan di Radio Jawa tidak ditarik biaya, dan oleh karena itu dibatasi jumlahnya, tetap saja keberadaan iklan di Radio Jawa mengubah warna rado ini secara signifikan. Selain itu, adanya segmen-segmen baru tersebut juga menjadikan masuknya penyiar- penyiar baru yang bukan berasal dari suku Jawa. Segmen lagu Melayu dan lagu India dibawakan oleh Bapak Aris yang merupakan keturunan India, sedangkan segmen lagu Karo dibawakan oleh Ibu May Hayrani Saragih yang berasal dari suku Batak Karo. Selain itu, ada juga Ibu Sri Sekar yang membawakan semen lagu pop Indonesia. Pada segmen-segmen baru tersebut, penyiar berkomunikasi dengan penggemar menggunakan bahasa Indonesia, bukan bahasa Jawa. Hal ini menjadikan Radio Jawa sebagai radio komunitas yang dulunya berfungsi sebagai salah satu alat pemertahanan bahasa dan budaya Jawa kini telah mulai bergeser. Hal ini tentu perlu mendapat perhatian serius. Bergesernya fungsi pemertahan bahasa dan budaya daerah pada Radio Jawa tersebut sedikit banyak mempengaruhi kelangsungan hidup bahasa dan budaya Jawa di Medan. Selama ini, Radio Jawa memberikan ruang bagi komunitas suku Jawa di Kota Medan untuk berkomunikasi dengan menggunakna bahasa Jawa. Jika fungsi itu berkurang, atau lebih jauh lagi 446 e-Proceeding | COMICOS 2017 hilang, akan hilang pula ruang komunikasi dengan menggunakan bahasa daerah bagi komunitas suku Jawa, terutama di Kota Medan. Lebih lanjut, penggemar Radio Jawa yang berasal dari suku selain suku Jawa tersebut juga secara aktif ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Radio Jawa, seperti pengajian dan arisan bulanan, acara ulang tahun Radio Jawa, dan berbagai kegiatan lain. Hal ini juga mempengaruhi pola komunikasi terjadi di dalam yang komunitas. Sebelumnya, mereka akan menggunakan bahasa Jawa ketika berkomunikasi dengan sesama anggota komunitas pada setiap acara yang diselenggarakan oleh Radio Jawa. Namun, kini mereka lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia dengan sesekali dicampur bahasa Jawa ketika berkomunikasi di dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Hal itu wajar dilakukan karena kini mereka memiliki anggota yang bukan berasal dari suku Jawa dan tidak memahami bahasa Jawa. Agar komunikasi tetap berlangsung dengan lancar, mereka kemudian memilih menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi. Mereka akan menggunakan bahasa Jawa hanya jika berkomunikasi dengan sesama anggota yang berasal dari suku Jawa—itupun tidak secara terus menerus menggunakan bahasa Jawa dan lebih cenderung pada campuran bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Perubahan yang bersifat negatif pada Radio Jawa itu menjadi terlihat ironis. Tujuan awal mengganti nama menjadi Radio Jaa adalah untuk memperkuat citra Radio Jawa sebagai radio komunitas suku Jawa di Kota Medan. Namun, seiring bertambahnya waktu dan bertambahnya penggemar, Radio Jawa menjadi radio umum dengan penggemar yang berasal dari berbagai kalangan. Memasuki usia ke 10 tahun, jumlah penggemar Radio Jawa sudah demikian banyak, bahkan melebihi jumlah penggemar RRI sebagai radio resmi milik pemerintah. Menurut Bapak Edy Kewa, salah satu faktor yang membuat bertambah banyaknya 447 e-Proceeding | COMICOS 2017 jumlah penggemar Radio Jawa adalah banyaknya kegiatan yang diselenggarakan oleh Radio Jawa. Radio Jawa selalu memiliki ide kreatif dalam menyelenggarakan tiap kegiatan mereka dan mereka selalu memasukkan unsur budaya Jawa di dalamnya. Salah satu contoh kegiatan yang dilaksanakan oleh Radio Jawa adalah lomba karaoke lagu berbahasa Jawa bagi orang yang berasal dari suku selain suku Jawa. Lomba tersebut diselenggarakan oleh Radio Jawa dalam rangka peringatan HUT Indonesia pada tahun 2016 kemarin. Banyaknya jumlah penggemar Radio Jawa yang mengalahkan jumlah penggemar RRI membuat Radio Jawa mendapatkan perhatian dari Pemerintah Provinsi Sumatra Utara. Pemerintah mulai memanfaatkan Radio Jawa sebagai media penyebaran informasi lewat iklan layanan masyarakat. Selain itu, Radio Jawa kini juga membuak segmen talkshow setiap minggunya dengan narasumber yang kebanyakan berasal dari badan-badan pemerintahan, seperti BNN, Balai Pertanian Kota Medan, pihak Kepolisian, dan sebagainya. Narasumber tersebut mebahas berbagai isu yang sedang hangat di masyarakat maupun memberikan saran dan masukan mengenai berbagai hal sesuai bidang masing-masing. BNN memberikan penyuluhan tentang pencegahan peredaran narkoba, Balai Pertanian memberikan informasi mengenai tipstips di bidang pertanian, Kepolisian memberikan informasi seputar cara pencegahan tindakan kriminal sehari-hari, dan sebagainya. Kadang-kadang Radio Jawa juga mengundang pihak UKM untuk mempromosikan produk-produknya. Pada ulang tahun ke 10 Radio Jawa tanggal 26 Februari 2017 kemarin, Gubernur Sumatra Utara, Ir. H.Tengku Erry Nuradi, M.si, menitipkan sambutan yang dibacakan oleh Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumut, H.M. Ayub., S.E. Di dalam sambutan itu, Beliau mengatakan bahwa sebagai radio komunitas, Radio Jawa 448 e-Proceeding | COMICOS 2017 menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi yang lebih mengarah kepada kepentingan bangsa dan negara dalam pembangunan karakter dan rasa nasionalisme. Radio Jawa dianggap banyak memberikan kontribusi nyata bagi pemerintah dan masyarakat, khususnya dalam pelayanan siaran informasi, kontrol sosial, serta menjaga citra positif Provinsi Sumatera Utara. Beliau juga berharap nilai positif Radio Jawa tersebut dapat terus dijaga dan dipertahankan sebagai sebuah identitas. Dengan demikian diharapkan Radio Jawa dapat menjadi lembaga penyiaran yang berfungsi sebagai perekat sosial, pemersatu bangsa, mencerminkan identitas bangsa, merefleksikan keberagaman SARA, serta ikut menyukseskan pembangunan yang ada di Sumatera Utara. Melihat tanggapan yang baik dari Pemerintah Provinsi Sumatra Utara tersebut, Bapak Edy Kewa selaku Ketua Radio Jawa optimis bahwa kegiatan-kegiatan Radio Jawa di masa depan akan sangat didukung oleh pemerintah. Hal tersebut dianggap merupakan satu tahap penting dalam sejarah kehidupan Radio Jawa. Adanya dukungan dari Pemerintah Provinsi Sumatra Utara membuka pintu kesempatan yang lebih luas kepada Radio Jawa dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan mereka. Semua perubahan yang terjadi pada Radio Jawa berujung pada satu hal penting yang sepertinya belum disadari oleh para anggota komunitas suku Jawa di Kota Medan tersebut. Radio Jawa kini sudah bukan lagi radio komunitas yang khusus milik masyarakat Jawa di Kota Medan saja, tetapi sudah menjadi milik umum. Semua elemen masyarakat bisa masuk ke dalam Radio Jawa. Hal itu berarti telah hilang satu ruang bagi masyarakat Jawa untuk berkomunikasi dan terus menghidupkan bahasa Jawa. Hilangnya ruang tersebut akan sangat berpengaruh pada semakin berkurangnya penggunaan bahasa Jawa di antara komunitas suku Jawa sendiri. Jika hal ini terus terjadi, lama-kelamaan bahasa Jawa di Kota Medan tidak akan memiliki ruang untuk 449 e-Proceeding | COMICOS 2017 hidup dan berkembang. Penutup Keberadaan komunitas suku Jawa di Sumatra Utara, khususnya di Kota Medan, memunculkan dinamika tersendiri yang menambah maraknya kehidupan multietnis yang ada di kota tersebut. Komunitas suku Jawa di Kota Medan tersebut kemudian mendirikan sebuah media tempat mereka bisa membangun ruang untuk berkomunikasi dengan bahasa Jawa sekaligus sebagai identitas keberadaan mereka. Ruang itu adalah Radio Jawa. Radio Jawa selain berfungsi sebagai media komunikasi juga digunakan sebagai salah satu alat pemertahanan bahasa dan budaya Jawa. Namun, seiring berjalannya waktu, Radio Jawa berkembang dan terus mendapat penggemar dalam jumlah banyak. Penggemar Radio Jawa kini tidak hanya terbatas pada anggota komunitas suku Jawa saja tetapi juga masyarakat luas yang berasal dari suku selain suku Jawa. Hal itu membuat fungsi Radio Jawa berubah. Radio Jawa kini bukan hanya berfungsi sebagai alat pemertahanan bahasa dan budaya, tetapi juga sebagai wadah silaturahmi masyarakat Medan. Perubahan tersebut di satu sisi memiliki efek positif. Namun, jika dilihat lebih dalam, perubahan itu bisa menjadi awal dari lunturnya proses pemertahanan bahasa dan budaya Jawa di Kota Medan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah Apakah pemertahan bahasa dan budaya daerah masih penting dilakukan di era globalisasi sekarang ini? Apakah identitas kesukuan dan kedaerahan masih tetap harus dipegang erat ketika semua hal menjadi tanpa batas dengan adanya internet dan dunia maya? Jika memang masih penting untuk dipertahankan, bagaimana cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mempertahankannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan 450 e-Proceeding | COMICOS 2017 pintu selanjutnya yang harus dijawab bagi siapapun yang tertarik untuk meneliti dan melihat lebih jauh dinamika masyarakat multietnik seperti yang terjadi di Kota Medan ini. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Edy Kewa selaku Ketua Radio Jawa serta Bapak Kardi, Bapak M. Aris, dan Bapak Mulyono selaku pengurus dan penyiar Radio Jawa yang telah bersedia diwawancara dan dengan itu memberikan data bagi penulisan tulisan ini. Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia selaku tempat penulis bekerja. Daftar Pustaka Bassar, Emilia. (2015). “Keterlibatan Perempuan dan Siaran Siaran Budaya Lokal di Radio Komunitas Ruyuk FM, Tasikmalaya, Jawa Barat”. Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol. 17 No. 3 Tahun 2015. Hlm. 347-358. Bloch, Maurice. (2005). Essays on Cultural Transmission. London: Bloomsbury Academic. Cangelosi, Angelo. (2008). "The Grounding and Sharing of Symbols" dalam Cognition Distributed: How Cognitive Technology Extends Our Minds. Editor Itiel E. Dror and Stevan R. Harnad. Amsterdam: John Benjamins. Evans, David. (2015). Language and Identity: Dinscourse inthe World. London: Bloomsbury Academic. Fishman, Joshua A. (1999). Handbook of Language and Ethnic Identity. Oxford: Oxford University Press. Gathercole, Virginia C. Mueller (ed.). (2007). Language Transmission In Bilingual Families In Wales. Welsh: Welsh Language Board. Gudykunst, William B (ed.). (1988). Language and Ethnic Identity. Bristol: Multilingual Matters. Hasandinata, Neni Sumiati. (2014). “Peran Pengelola Radio Komunitas dalam 451 e-Proceeding | COMICOS 2017 Mengembangkan Siaran Kearifan Lokal”. Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 17 No.2 Desember 2014. Hlm. 165-176. Lilis CH, Dede dan Nova Yuliati. (2012). “Mengusung Radio Komunitas sebagai Basis Kearifan Lokal”. Prosiding Seminar Nasional Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 26 September 2012, Universitas Jenderal Soedirman: Purwokerto. Hlm.198. Mudzakir, Amin. (2015). “Hidup di Pengasingan: Eksil Indonesia di Belanda”. Jurnal Masyarakat dan Budaya Vol. 17 No. 2 Tahun 2015. Hlm. 171-184. Na’im, Akhsan dan Hendry Saputra. (2011). Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-Hari Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta: Badan pusat Statistik. Reid, Anthony. (1995). Witnesses to Sumatra: A Travellers' Anthology. Oxford: Oxford University Press. Sukmawati, Anggy Denok. (2012). “Enklave Bahasa Jawa di Provinsi Bengkulu: Kajian Dialektologi Diakronis”. Yogyakarta: FIB, UGM. Tomasello, M. (2003). Constructing a Language: A Usage-Based Theory of Language Acquisition. Harvard: Harvard University Press. https://metrorakyat.com/pesan-gubernur-sumatera-utara-haul-radio-jawa-fm/, diakses pada 13 Juli 2017. http://pemkomedan.go.id/artikel-16273-plt-kadis-kominfo-medan-berharap-radiojawa- menjadi-corong-pemerintah-dalam-menyampaikan-hasilhasil-.html, diakses pada 13 Juli 2017. http://www.medanekspres.com/radio-jawa-diharapkan-jadi-pemersatu-antarsuku/, diakses pada 13 Juli 2017. https://www.thoughtco.com/what-is-cultural-transmission-1689814, diakses pada 1 Juli 2017. 452 e-Proceeding | COMICOS 2017 MEDIA ASING DAN PERDA ACEH: PRO KONTRA PEMBERITAAN HUKUM CAMBUK GAY DI ACEH Reni Juliani Program Studi Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Teuku Umar Meulaboh Email : [email protected] Abstrak Penerapan syariat Islam di Aceh masih memicu pro dan kontra dari berbagai kalangan. Pelaksanaan hukum cambuk pasangan gay yang terjadi pada tanggal 23 mei 2017 lalu menjadi isu hangat yang diangkat oleh berbagai media baik media lokal maupun media asing. Pasangan gay tersebut dikenakan Pasal 63 ayat 1 Qanun Nomor 6 Tahun yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Liwath diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir paling banyak 100 (seratus) kali cambuk atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan.” Pasal tersebut menjelaskan bahwa hukuman yang terima adalah 100 kali cambuk. Akan tetapi pasangan gay yang melakukan tindakan asusila tersebut hanya didera hukuman 85 kali cambukan. Kasus ini merupakan kasus cambuk pasangan gay yang pertama kali terjadi di Aceh. Hal ini yang menjadi penyebab mengapa media asing sangat menyoroti kasus ini. Stigma pro terhadap gay dan anti terhadap Islam dibangun. Isu pelanggaran hak asasi manusia dan hukuman cambuk yang dianggap sebagai bentuk lain dari penyiksaan dijadikan tema besar di dalam berbagai pemberitaan. Hal tersebut yang melatarbelakangi penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengapa terjadi pro dan kontra media asing dalam pemberitaan hukum cambuk pasangan gay di Aceh dan apa saja faktor yang mempengaruhi sikap media asing sehingga bersikap pro dan kontra dengan pemberitaan hukum cambuk pasangan gay di Aceh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitian kualitatif. Subjek penelitian berupa beberapa sumber pemberitaan dari media dan beberapa informan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Hasil yang didapat setelah melakukan wawancara dan dokumentasi adalah ada 2 isu yang membuat media pro dan kontra terhadap pemberitaan kasus ini yang pertama adalah isu hukum cambuk dan ham, dan yang kedua adalah isu gay kaum minoritas. Faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah pembedaan sudut pandang baik dari segi budaya, hukum dan ideologi media, faktor lainnya adalah Islamophobia yang timbul di masyarakat. Kata Kunci: Media Asing, Hukum Cambuk, dan Gay. 453 e-Proceeding | COMICOS 2017 Abstract Implementation of Islamic law in Aceh still triggers the pros and cons of various circles. The implementation of the caning law of a gay couple that occurred on 23 May 2017 became a hot issue raised by various media both local media and foreign media. The gay couple was subject to Article 63 paragraph 1 of Qanun No.6 Year 2014 which reads "Anyone who deliberately commits Jarimah Liwath is threatened with 'Uqubat Ta'zir at most 100 (one hundred) lashes, or a fine of not more than 1,000 (one thousand) grams of pure gold, or a maximum of 100 (one hundred) months imprisonment. The article explains that the penalty to be received is 100 lashes. However, the gay couple who perform such immoral acts only suffered a sentence of 85 lashes. This case is a case of whipping gay couples that first occurred in Aceh. This is the reason why foreign media highly highlight this case. Pro-gay and anti-Islam stigma was built. Issues of human rights violations and caning punishment that are considered to be other forms of torture serve as a major theme in various reports. This is what lies behind this research. This study aims to analyze why there are pros and cons of foreign media in the spreading of caning law for gay couples in Aceh and what are the factors influencing the attitude of foreign media that cause them to be pro and contra with the news of whipping of gay couples in Aceh. A descriptive method with qualitative research form was used in this reasearch. The subject of this research were some sources of media and some informants. Data collection techniques were conducted with interviews and documentations. The results obtained from interviews and documentations are two issues that make the media pro and contra against the news of this case. The first is the issue of caning and human rights, and the second is the issue of gay minorities. The factors influencing the attitude of foreign media are differentiation point of view, both in terms of culture, law and media ideology and also the factor namely Islamophobia arising in society. Keyword: Foreign Media, Caning Law, dan Gay. PENDAHULUAN Pembentukan wilayah Islami merupakan tuntutan rakyat Aceh sejak masa pemerintahan Soekarno. Penerapan Syari’at Islam tersebut baru diaminkan pada masa SBY dan merupakan salah satu perjanjian dalam MoU Helsinki. Di dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintahan Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka menjelaskan bahwa Qanun Aceh akan disusun kembali untuk Aceh dengan menghormati tradisi sejarah dan adat istiadat rakyat Aceh serta mencerminkan kebutuhan hukum 454 e-Proceeding | COMICOS 2017 terkini Aceh. Hal tersebut menegaskan bahwa Aceh berhak menyusun Qanun sesuai keadaan dan kondisi Aceh. Syari’at Islam walau sudah beberapa tahun penerapannya tapi masih memicu pro dan kontra dari berbagai kalangan. Terlebih lagi dengan hukuman yang didera terdakwa pelanggar syari’ah seperti hukum cambuk. Pada saat ini banyak pihak yang kurang setuju dengan ditetapkannya hukum cambuk sebagai sebuh hukuman syari’ah. Hukum cambuk dianggap tidak manusiawi dan melanggar Hak Asasi Manusia. Kasus pelanggaran syari’ah yang dilakukan oleh pasangan Gay sehingga berakhir dengan hukuman cambuk pada tanggal 23 mei 2017 lalu menjadi isu hangat yang diangkat oleh berbagai media baik media lokal maupun media asing. Ada dua isu yang menjadi focus dalam kasus ini yaitu isu hukum cambuk dan pasangan gay. Pasangan gay yang diadili oleh Mahkamah Syari’ah tersebut dikenakan Pasal 63 ayat 1 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Liwath diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir paling banyak 100 (seratus) kali cambuk atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan.” Pasal tersebut menjelaskan bahwa hukuman yang terima adalah 100 kali cambuk. Akan tetapi pasangan gay yang melakukan tindakan asusila tersebut hanya didera hukuman 85 kali cambukan. Qanun Jinayat sudah ditetapkan sejak tahun 2015. Namun kasus hukuman cambuk terhadap pasangan homoseksual tersebut merupakan kasus yang pertama kali terjadi di Aceh. Hal ini menjadi penyebab mengapa media asing sangat menyoroti kasus ini. Salah satu media asing yang meliput pelaksanaan hukuman tersebut adalah BBC. BBC bahkan membuat video wawancara pendapat LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) di Aceh. Video BBC tersebut seakan menegaskan bahwa pasangan gay 455 e-Proceeding | COMICOS 2017 merupakan korban dan penerapan syariat Islam di Aceh dinilai tidak relevan. Fenomena di atas merupakan konteks penelitian ini, sekaligus menjadi alasan mengapa penelitian ini harus dibuat. Penelitian ini berjudul “Media Asing Dan Perda Aceh: Pro Kontra Pemberitaan Hukum Cambuk Gay Di Aceh” dan bertujuan untuk menganalisis mengapa terjadi pro dan kontra media asing dalam pemberitaan hukum cambuk pasangan gay di Aceh dan apa saja faktor yang mempengaruhi sikap media asing sehingga bersikap pro dan kontra dengan pemberitaan hukum cambuk pasangan gay di Aceh. Sejarah Syari’at Islam di Aceh Asal mula masuknya Islam di Aceh dijelaskan di dalam buku Djalil (2010:181) dengan judul “Peradilan Agama di Aceh.” Sebelum Masehi, Aceh banyak dilalu oleh pedangang-pedangang dari berbagai negara. Dikarenakan letak wilayahnya yang strategis, Aceh menjadi pusat perdagangan Asia Tenggara. Pedagang Timur tengah sebelum melanjutkan perjalananya ke Cina, singgah di Aceh terlebih dahulu. Dajlil (2010:181) menjelaskan bahwa: “Abad VI. Abad ini abad kelahiran Islam, pada abad inilah Aceh menjadi wilayah pertama di Nusantara ini menerima Islam, para sejarawan pada umumnya menyebutkan bahwa masuknya melalui daerah Peurlak/Pase. Abad XII. Setelah melalui proses sejarah yang panjang, Aceh menjelma menjadi sebuah kerajaan Islam, yang kemudian berkembang menjadi sebuah kerajaan yang maju. Abad XIV. Perkembangan kerajaan Aceh ditandai dengan dikenalnya Aceh sebagai daerah pusat perkembangan Islam ke seluruh wilayah Asia Tenggara.” Setelah berhasil melawan Portugis dan mengusir mereka dari tanah Aceh. Kerajaan Aceh mulai berdiri dengan dikukuhkannya Sultan Alaidin Ali Mughaiyat Syah sebagai Sultan pertama Kerajaan Aceh Darussalam dengan ibukota negara Banda Aceh. 456 e-Proceeding | COMICOS 2017 Dalam bukunya yang berjudul “Aceh dalam Perang Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 1945-1949 dan Peranan Teuku Hamid Azwar Sebagai Pejuang,” Jakobi (2004:17) juga menyebutkan bahwa: “Berdirinya Kerajaan Islam Besar pada masa tersebut sekaligus mendudukkan Aceh Darussalam menjadi salah satu Kerajaan Islam Besar yang masuk dalam deretan “Lima Besar Islam”. Pada masanya, Lima Besar Islam ini menjalin kerja sama ekonomi, politik, militer, dan kebudayaan. Lima Besar Kerajaan Islam tersebut adalah: a. Kerajaan Islam Turki Usmaniyah yang berpusat di Istambul. b. Kerajaan Islam Maroko di Afrika Utara. c. Kerajaan Islam Isfahan di Timur Tengah. d. Kerajaan Islam Agra di Anak Benua India. e. Kerajaan Aceh Darussalam di Asia Tenggara.” Pasca kemerdekaan pada Tahun 1945, masyarakat Aceh ingin wilayahnya dibentuk peraturan yang bersumber dari agama Islam. pembentukan peraturan mengenai Syari’at Islam tidak sepenuhnya diaminkan oleh pemerintah. Walaupun pada saat itu izin mengenai pembentukan Mahkamah Syari’ah telah diberikan oleh Gubernur Sumatera Utara melalui surat kawat No.189 Tanggal 13 Januari 1947, namun peraturan yang diizinkan hanya berupa peraturan mengenai peratura-peraturan dalam bidang kekeluargaan seperti perkara nafkah, perkawinan, perceraian, harta bersama, warisan, hak pengampunan anak dan sebagainya (Amal dan Panggabean, 2004:20). Mahkamah Syari’ah yang telah dibentuk sebelumya kembali dikaburkan oleh pemerintah pada Tahun 1950. Amal dan Panggabean (2004:20) menjelaskan bahwa Mahkamah Syari’ah dan semua pengadilan swapraja disatukan dalam satu payung Pengadilan Negeri. Hal ini terjadi setelah dikeluarkannya UU Darurat No.1 Tahun 1950. Dikarenakan semangat dan impian besar masyarakat Aceh untuk membentuk wilayah yang berasaskan Islam, Pemerintah di daerah Aceh dan seluruh lini masyarakat mendesak pemerintah untuk memberikan status Mahkamah Syari’at yang jelas dan pasti. 457 e-Proceeding | COMICOS 2017 Desakan tersebut tidak pernah sehingga pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 1957 mengenai pembentukan pengadilan agama di seluruh Aceh, termasuk susunan dan kewenangannya. Namun peraturan tersebut tidak menjadikan hakim-hakim Pengadilan Agama bisa leluasa dalam memberikan putusannya. Mereka hanya diberi wewenang dalam putusan bidang kekeluargaan dan warisan, dan hal tersebut baru bisa dijalankan setelah Pengadilan Agama mengaminkannya. Berbagai peraturan pemerintah mengenai pembentukan Mahkamah Syari’ah dikeluarkan. Mulai dari Undang-undang Darurat sampai Peraturan Pemerintah, namun kebijakan pemerintah tersebut terkesan tidak sepenuh hati. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah tidak menyentuh seluruh peraturan yang ingin ditegakkan oleh masyarakat. Masyarakat Aceh masih merasa kecewa dengan Pemerintah Republik Indonesia. Pada masa Gubernur Tgk. Daud Beureueh, Soekarno berjanji untuk mengizinkan Aceh sebagai wilayah yang memberlakukan Syari’at Islam. Namun janji tersebut dilanggarkan. Seperti yang diceritakan Abubakar (2002: 26) bahwa: “Soekarno berulang kali berjanji akan memberikan keluasan kepada Aceh untuk memberlakukan Syari’at Islam. Tetapi janji tersebut hanya berbentuk lisan, tidak memiliki kekuatan hukum kuat padahal Tgk. Daud Beureueh meminta agar janji itu dituliskan, namun Soekarno menjawab sambil berlinang air mata berkata ‘Apakah Kakanda Daud Beureueh tidak mempercayai saya lagi?’ Mendengar ungkapan Soekarno, hati Daud Beureueh melunak dan tidak laki menuntuk janji tertulis. Pada Tahun 1959, Pemerintah Pusat mengeluarkan Keputusan untuk menyelesaikan “Peristiwa Aceh” tersebut. Keputusan tersebut adalah Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor I/Missi Tahun 1959 dimana keputusan tersebut memberikan Aceh gelas Daerah Istimewa. Keistimewaan tersebut berupa bidang agama, pendidikan dan adat (Zamzani, 1970: 322). Sedangkan izin pelaksanaan Syari’at Islam baru diberikan pada masa reformasi. Dedi Sumardi M.Ag (Bantasyam dan Siddiq, 458 e-Proceeding | COMICOS 2017 2009:41) menjelaskan bahwa pelaksanaan Syari’at Islam ini sesuai dengan UU No.44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Aceh. Selain berasaskan UU No.44 Tahun 1999, izin pelaksanaan Syari’at Islam juga berdasarkan UU No.18 Tahun 2001. Prof. Dr. Syahrizal Abbas (Bantasyam dan Siddiq, 2009:63) menjelaskan mengenai pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh bahwa: “Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh yang dibawa oleh kedua undang-undang yaitu UU No.44 Tahun 1999 dan UU No.11 Tahun 2006, membawa semangat formulasi ajaran Islam melalui aturan formal negara yaitu Qanun Aceh. Melalui Qanun inilah berbagai aturan Syari’at Islam dapat ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa di Aceh. Persoalan yang muncul adalah bagaimana merumuskan materi Qanun yang kuat secara filosofis dan tidak kering dari semangat sosiologis dari ketentuan Syari’at.” Sedangkan Qanun Jinayat sendiri baru disahkan pada tahun 2014. Qanun Jinayat No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat ini mulai berlaku pada Tanggal 23 Oktober 2015, setahun setelah disahkannya. Hukum Jinayat ini merupakan hukum pidana yang memuat ketetuan hukuman cambuk dan rajam. Juga menegaskan pada tindakan yang melanggar Syari’at seperti zina, maisir, dan banyak lagi termasuk liwath (homoseksual). Dalam Qanun Jinayat No.6 tahun 2014 Pasal 63 menyebutkan perihal liwath yang berbunyi sebagai berikut: 1. Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Liwath diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir paling banyak 100 (seratus) kali cambuk atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan. 2. Setiap Orang yang mengulangi perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk 100 (seratus) kali dan dapat ditambah dengan denda paling banyak 120 (seratus dua puluh) gram emas murni dan/atau penjara paling lama 12 (dua belas) bulan 3. Setiap Orang yang melakukan Liwath dengan anak, selain diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah dengan cambuk paling banyak 100 (seratus) kali atau denda paling banyak 1.000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100 (seratus) bulan. 459 e-Proceeding | COMICOS 2017 Sejarah Gay dan Kaum Nabi Luth Bila kita mendengar riwayat Nabi Luth (1950-1870 SM), kita teringat kepada kaum sodom yang diceritakan dalam riwayat tersebut, kaum sodom merupakan kaum yang melakukan hubungan sesama jenis. Nama sodom diambil dari nama kota besar di Yordania yaitu Kota Sodom. Bukan hanya di dalam Al-Qur’an yang merupakan kitab pedoman umat Muslim. Riwayat tentang Nabi Luth dan kaum sodom ini juga diceritakan dalam kitab agama lain seperti agama Yahudi dan Kristen (Kurniawan, 2015). Pada masa Nabi Luth. Merajalelanya kaum sodom yang melakukan hubungan sesama jenis. Mereka tidak takut akan dosa yang mereka lakukan. Karena hal tersebut Allah murka dan memberikan bencana besar kepada mereka. Seperti yang dijelaskan Syalaby (2016) bahwa, Kaum sodom mendapatkan azab dari Allah berupa gempa yang maha dasyat sehingga memusnahkan mereka. Kota sodom dan kaumnya terjun ke Laut Mati bersamaan dengan Letusan lava dan semburan gas metana akibat gempa bumi tersebut. Kota Sodom terjungkal dan runtuh, bagian atas kota itu duluan yang terjun ke dalam laut, Layaknya orang jungkir balik atau terguling, kerap bagian kepala jatuh duluan, lalu diikuti badan dan kaki. Runtuhnya Kota Sodom beserta kaumnya Allah kisahkan dengan jelas di dalam Al-Qur’an Surat Huud ayat 82 yang berbunyi ''Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu (terjungkir balik sehingga) yang di atas ke bawah, dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. Kebangkitan kaum sodom abad ke-21 dimulai dengan dilegalkannya pernikahan sesama jeni di 30 negara bagian Amerika Serikat dan Kota Washington DC (Kurniawan, 2015). Tahun 2011 menjadi pertanda dosa kaum Nabi Luth akan diwariskan. Brazil menjadi penggerak peyelewengan ini. Mereka menjadi salah satu yang terdepan, 460 e-Proceeding | COMICOS 2017 pernikahan gay telah disahkan lebih awal daripada Amerika. Amerika mulai melegalkan pernikahan ini pada tahun 2015 dan kemudian menjalar begitu cepat ke berbagai negara bagian lainnya. Padahal tahun 1950, tidak ada satu pun negara yang setuju dan mendukung pernikahan sesama jenis (Hadi, 2016). Pertanda sudah mencuatnya kaum sodom di Indonesia dengan banyaknya bermunculan komunitas LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) di kota-kota besar. Hal ini juga menjadi pertandah bahwa sodom wave telah merambat masuk ke negara yang penduduknya mayoritas Muslim. Dengan lahirnya komunitas gay di berbagai sosial media seperti Facebook memudahkan komunitas ini untuk berinteraksi dengan sesamanya. Mereka bahkan dapat melakukan transaksi seks dengan bebas melalui sosial media dikarenakan begitu tidak terbatasnya sosial media (Kurniawan, 2015). Setalah munculnya komunitas LGBT, muncul pula Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yang melindungi kaum tersebut. Aktivis LGBT bermunculan membela hak-hak mereka. Mereka berjuang melegalkan pernikahan mereka dan menuntut untuk penyamarataan hak memilih pasangan hidup yang mereka nilai hal ini merupakan masalah pribadi mereka. Bukan saja di kota-kota besar di Indonesia, polemik ini juga telah ada di provinsi yang menetapkan peraturan daerah berbasis Islam, Aceh. Walaupun Aceh adalah wilayah yang menetapkan Syari’at Islam, terdapat beberapa kasus penyelewengan syari’ah khususnya kasus pasangan gay. Seperti yang terjadi akhir Mei 2017 lalu. Pasangan Gay tersebut dihukum cambuk karena terbukti telah melakukan pelanggaran syari’ah. Hukum cambuk pada pasangan Gay di Aceh ini merupakan hukuman cambuk pertama yang dijatuhkan kepada pasangan Gay. Hukuman Pasangan Gay di Negara Lain Dalam harian Al-Okaz (Yus, 2007) bahwa, perbuatan homoseksual adalah ilegal 461 e-Proceeding | COMICOS 2017 di Arab Saudi, yang menjatuhkan sanksi keras berdasarkan hukum Islam. Pada Tanggal 2 Oktober 2007, Dua laki-laki di Arab Saudi divonis masing-masing denga tujuh ribu kali cambukan karena melakukan sodomi. Mereka telah menjalani babak pertama hukuman mereka di depan umum. Kedua lelaki tersebut mendapat cambukan dalam jumlah yang tidak diketahui di depan umum, di kota Al-Bahah. Mereka kemudian dikembalikan ke penjara dan ditahan hingga hukuman mereka selesai seluruhnya. Djalil (2012:172) menyebutkan bahwa “Pengertian Syari’at Islam menurut Kerajaan Arab Saudi tidak terbatas pada aturan-aturan yang bersumber pokok dari Alqur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, tetapi peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah pokok Islam (Syari’at Islam).” Selain hukuman cambuk seperti yang dilakukan di Aceh, Peradilan Arab Saudi juga memberlakukan Qishash, pemotongan, rajam (Djalil, 2012:170). Menurut washington Post (Wicaksono dan Alia, 2016) bahwa ada 10 negara yang memberlakukan hukuman mati untuk pasangan sejenis, baik pasangan sejenis pria maupun pasangan sejenis wanita. Data yang mereka miliki, kebanyakan negara Islam yang memberlakukan hukuman tersebut. Pelaksanaan hukuman mati pun cukuo mengerikan, ada yang dilempari batu sampai mati dan dicambuk sampai mati. 10 negera tersebut antara lain (Wicaksono dan Alia, 2016): 1. Yaman Di negara ini ada hukum pidana yang diberlakukan sejak 1994. Dalam hukum itu, seorang pria yang sudah menikah akan dilempar batu sampai meninggal jika ternyata gay. Sedangkan pria yang belum menikah akan dicambuk di bagian wajah atau dipenjara selama satu tahun. Lain halnya dengan wanita lesbian yang diancam hukuman tujuh tahun penjara. 2. Iran Iran menganut hukum syariah. Pria yang ketahuan sebagai gay akan dihukum mati atau dihukum cambuk jika ketahuan berciuman. Sama halnya dengan lesbian yang juga akan dihukum cambuk. 462 e-Proceeding | COMICOS 2017 3. Irak Hukum pidana di Irak tidak secara langsung menyebut hukuman bagi pasangan homoseksual. Namun dari kejadian yang ada, pasangan gay akan dibunuh oleh militer dan dihukum sampai mati oleh hakim, merujuk pada hukum syariah. 4. Mauritania Seorang pria muslim yang menjadi gay akan dihukum lempar batu sampai mati. Ini tertuang dalam hukum yang ditegaskan sejak 1984. Sedangkan wanita lesbi akan diancam hukuman penjara. 5. Nigeria Hukum federal di negara ini mengkelompokkan gay sebagai perilaku kejahatan yang dapat dihukum penjara. Namun beberapa wilayah di negara itu telah mengadopsi hukum syariah dan memberlakukan hukuman mati bagi gay. Bahkan sebuah aturan baru saja diberlakukan pada Januari yang melarang gay untuk mengadakan pertemuan atau membentuk forum. 6. Qatar Hukum syariah telah diberlakukan di negara ini, namun hanya untuk pria muslim yang ketahuan sebagai gay. Mereka bisa dihukum mati jika ketahuan memiliki orientasi seksual berbeda. 7. Arab Saudi Hukum syariah sangat ditegaskan di negara ini. Semua perilaku seksual yang menyimpang akan dihukum mati melalui lempar batu tanpa henti. Sodomi, gay, atau berhubungan di luar nikah dianggap sebagai kejahatan. 8. Somalia Hukum pidana akan diberlakukan bagi gay dengan ancaman penjara. Namun di beberapa wilayah, khususnya di selatan, sudah diberlakukan hukum syariah dengan ancaman mati. 9. Sudan Kasus sodomi akan menghadapi hukum cambuk dan penjara di negara ini. Namun jika terjadi sampai tiga kali dan tersangka tidak juga insaf maka hukuman mati akan menanti. 10. Uni Emirat Arab Perangkat hukum di negara ini tidak setuju jika hukum federal disebut sebagai dasar pemberlakukan hukuman mati bagi homoseksual, atau hanya untuk pemerkosa. Namun yang jelas, semua kasus seksualitas di luar nikah dilarang keras. Media dan Peranananya Rizki Alfi Syahril (Hasyim, dkk, 2013:125) memberikan sebuah contoh bagaimana sebuah kondisi dunia pada saat dikuasi oleh media. Sebuah Film yang merupakan salah satu seri dari film James Bond yang berjudul “Tomorrow Never Dies” 463 e-Proceeding | COMICOS 2017 ini menceritakan tentang bahaya apabila media berhasil memonopoli “kebenaran”, selain itu media bisa membuat konspirasi besar di dalam pemberitaannya sehingga media mampu mempengaruhi dan mengendalikan publik. Apabila hal ini terjadi, dunia sepenuhnya akan ada di tangan media. Rizki (Hasyim, dkk, 2013:125) menambahkan: “Digambarkan di awal film bagaimana Carver-Raja Media Dunia yang mampu menjatuhkan pemerintahan dengan sebuah berita-sedang dalam perayaan atas peluncuran satelit barunya dalam jaringan Grup Media Carver. Satelit ini tidak hanya dimanfaatkan untuk kepentingan medianya saja, tapi juga menjadi salah satu alat perang yang digunakan untuk memanipulasi informasi termasuk informasi militer negara-negara dunia. Di akhir pidatonya saat peluncuran satelit yang akan mampu menjangkau seluruh umat manusia di muka bumi ini-kecuali Cina yang menolak menyiarkannya-dia berjanji untuk memberikan berita tanpa ketakutan dan tendensi, berjuang untuk kebaikan dunia, melawan ketidakadilan, ketidakpedulian, memerangi ketidakmanusiaan. Tapi apa dinyana, Carver bukan orang yang jujur dan menepati kata-katanya. Dia juga adalah seorang penjahat yang baru saja membuat aksi kekacauan di Laut Cina Selatan yang memantik konfrontasi pihak Inggris dan Cina. Carver memiliko koran, majalah, buku, film, TV, radio, online, dan dengan kekuasaannya dia mampu meletupkan sebuah isu sehingga menjadi ‘besar’ dengan sokongan medianya” Begitu besarnya peranan media di dalam kehidupan masyarakat dunia. Oleh sebab itu sudah selayaknya dan sepatutnya media harus menjadi sumber kepercayaan masyarakat mengenai informasi sehingga kehidupan masyarakat menjadi lebih baik lagi. Media menjadi watch dog (anjing penjaga) bagi pemerintah dan masyarakat. Di Indonesia sendiri, begitu tinggi posisi media. Media dijadikan salah satu pilar demokrasi. Media merupakan pilar ke-empatnya. Dengan kata lain, demokrasi ada apabila ditegakkannya media atau pers. Syam (2016: 28) menyebutkan bahwa: “Disebabkan anjing penjaga mempunyai kekuatan untuk menggonggong apabila terdapat kesalahan, maka terkadang ada kecenderungan anjing penjaga di bawah peliharaan para pemodal, atau kalau diinterpretasi ulang, anjing penjaga yang sudah dipelihara para majikan pemilik modal. Kalau hal ini dapat terjadi, maka sangat sulit untuk diharapkan dapat menjalankan fungsinya sebagai anjing pengawas yang selalu mengawasi terhadap para yang membuat kesalahan dalam masyarakat baik dalam aspek politik, ekonomi maupun sosial. Pers yang demikian, dalam berfungsi sebagai watch dog dalam 464 e-Proceeding | COMICOS 2017 kenyataan sudah diikat kakinya dan dijinakkan gonggongannya. Betapapun, anjing biasanya sangat paham dengan tuannya. Ia tak akan menggonggong apalagi mengginggit tuannya, walaupun mungkin tuannya melakukan tindakan yang mencurigakan. Ia hanya menggonggomg orang asing yang tidak begitu dikenalnya. Ini terjadi mengingat pers sudah terjadi tumpang tindih dalam kepemilikan. Pers sudah mulai dimiliki oleh penguasa yang juga sekaligus terjun sebagai politisi. Sebagian dari mereka sadar dengan kekuatan media yang dapat dimanfaatkan untuk meraih keuntungan politis. Dalam keadaan demikian, sangat sulit bisa diharapkan media massa dapat menjadi anjing penjaga yang galak terhadap kekuasaan.” METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan bentuk penelitian kualitatif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk memecahkan masalah-masalah dengan menuturkannya berdasarkan atas data-data. Subjek penelitian berupa beberapa sumber pemberitaan dari media dan beberapa orang informan. Untuk mendapat data yang tepat, maka diperlukan informan yang tepat dan berkompeten dalam bidang tertentu yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan peneliti. Purposive Sampling digunakan untuk menentukan informan mana yang akan diwawancara. Yang dianggap memenuhi kriteria dalam penelitian ini antara lain: 1. Dr. Hamdani M.Syam, M.A., Pakar Komunikasi Kajian Media (Informan 1) 2. Davi Abdullah, Wartawan Kompas (Informan 2) 3. Rizki Alfi Syahril, salah satu penulis Buku Wajah Syari’at Islam di Media (Informan 3) 4. Hartoyo, Pimpinan LSM LGBT Ourvoice (Informan 4) 5. Nanda Riva J, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara (Informan 5) Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Sedangkan untuk teknik analisis data dengan cara dianalisis secara kualitatif kemudian 465 e-Proceeding | COMICOS 2017 diuraikan dalam bentuk deskriptif. PEMBAHASAN Kronologi Kasus Pasangan Gay Dalam media berita online baranewsaceh.com, Iyan (2017) menjelaskan kronologis penggrebekan pasangan Gay di Aceh. Kasus ini bermula dari kecurigaan warga atas gerak gerik MT, pria asal Sumatera Utara dan MH, pria asal Jeunieb Kabupaten Bireun. Kecurigaan ini lebih kepada MT yang berperilaku seperti wanita (waria). Pada awalnya, warga tidak begitu curiga terhadap keduanya. Dikarenakan kerap bergonta-ganti pasangan dan selalu mengajak teman prianya bermalam, kecurigan masyarakat semakin menjadi sehingga diambil keputusan untuk melakukan penggerebekan ke rumah indekos di Dusun Silang Desa Rukoh, Darussalam, Kota Banda Aceh. Dari penggerebekan tersebut didapati kedua pria tersebut terlanjang dan beberapa barang bukti berhasil diamankan. Barang bukti tersebut antara lain: 1. My Baby ( Pelicin) 2. Celana dalam 2 3. Kondom Baru 3 4 Kondom yg sudah terpakai 1 5 Tisu 2 lbr 6. HP Xiaomi 1 7 Dompet 2 Selanjutnya kedua pelaku dan Barang bukti di serahkan ke Komandan Operasi Wilayatul Hisbah untuk diproses. Setelah MT dan MH mengaku bersalah dan dinilai 466 e-Proceeding | COMICOS 2017 terbukti melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Hakim memutuskan hukuman untuk pasangan Gay ini. Keduanya dijatuhi hukuman cambuk sebanyak 85 kali. Pemberitaan Media Asing Terkait Hukum Cambuk Gay di Aceh 1. The Sun (Media Berita Inggris) Dalam pemberitaannya dengan judul “caned for the crowd: two gay men whipped in front of large crowds taking selfies after being caught in bed together in indonesia,” The Sun menyebutkan bahwa hukum cambuk merupakan barbaric punishment. The Sun memberikan penjelasan pada gambar yang diliputnya dengan kalimat “Thousands filled the square to watch the barbaric punishment” (Charlton, 2017). Sumber : Charlton (2017) 2. Belfast Telegraph (Media Berita Inggris) Two men caned in Indonesia for gay sex merupakan judul besar dari berita yang dipublikasikan oleh Belfast Telegraph (belfasttelegraph.co.uk, 2017) yang membahas 467 e-Proceeding | COMICOS 2017 mengenai kejadian kasus pecambukan pasangan gay di Aceh. Di dalam pemberitaannya, media berita Inggris ini terkesan kontra terhadap keputusan Pemerintahan Provinsi Aceh yang mengadili kedua pasangan gay yang melanggar syari’at Islam dengan hukuman cambuk sebanyak 85 kali. Belfast Telegraph menyebutkan bahwa hukuman cambuk tersebut adalah sebuah bentuk penyiksaan abad pertengahan. Pernyataan tersebut berbunyi “The punishment was denounced by rights advocates as "medieval torture" and intensifies an anti-gay backlash in the world's most populous Muslim country.” 3. Transkrip Video BBC (Media Berita Inggris) Pada tanggal 23 Mei 2017, sebuah situs berita online bbc.com merilis video berjudul “Pencambukan gay di Aceh berlangsung dalam sorakan”. Video berdurasi lebih dari 1 menit tersebut dibuat oleh Rebecca Henschke dan Oki Budhi, wartawatan BBC Indonesia yang melihat secara langsung proses hukum cambuk pasangan gay di Banda Aceh. Berikut transkrip video (Henschke dan Budhi, 2017) yang beredar di media sosial: Mereka (pasangan gay) dipermalukan di depan publik dengan 82 kali cambukan karena didakwa melakukan hubungan sesama jenis. Mereka adalah gay pertama yang ditindak dengan hukum syariah di aceh. Lalu bagaimana kaum LGBT di Aceh menanggapinya? Aktivis gay di Aceh : Tentu sangat takut karena itu bisa saja terjadi sama saya. Untungnya pasangan saya memang tidak di sini. Saya merasa tidak berdosa karena itu adalah urusan privasi saya. Dengan agama saya dan dengan Tuhan saya. Selama saya tidak menyakiti orang, tidak memakimaki orang, tidak memfitnah orang, tidak mengambil hak orang, saya merasa itu semua tidak dosa. Tapi Wali Kota Banda Aceh tegas mengusir LGBT. Wali Kota Banda Aceh : Saya ingin menyelamatkan generasi ini. Kita bayangkan apabila dunia ini menjadi sesama jenis semua dan penyakit itu akan hadir, timbul dan sebagainya. Kita tidak membenci orangnya, yang tidak kita senangi adalah perbuatannya. 468 e-Proceeding | COMICOS 2017 Video tersebut sempat beredar di banyak media sosial sehingga menjadi pembicaraan khusus. Hal ini dikarenakan video ini memperlihatkan wawancara secara khusus kelompok LGBT di Aceh yang mengatakan keberatan dengan keputusan pemerintah Aceh untuk mencambuk pasangan gay yang ditangkap oleh Wilayatul Hisbah. Mereka menganggap hal tersebut merupakan upaya merenggut hak-hak mereka selaku manusia yang ingin diperlakukan sama seperti manusia lainnya. Selain wawancara dengan kelompok LGBT Aceh, di akhir video singkat tersebut ada cuplikan sekilas wawancara Wali Kota Banda Aceh. Di dalam video tersebut Wali Kota menjelaskan kegelisahannya akan genereasi muda berikutnya. Beliau menjelaskan bahwa beliau ingin menghindari generasi mudanya akan penyakit yang timbul karena hubungan sesama jenis. Video BBC ini terkesan kontra terhadap keputusan pemerintah Aceh. Dilihat dari kata-kata yang digunaka seperti kata “mengusir” untuk menggambarkan bahwa Wali Kota Banda Aceh membenci kaum Gay dan tidak ingin ada kaum Gay yang tinggal di wilayahnya. Padahal ditekankan oleh Wali Kota di semua wawancara yang dilakukannya bahwa beliau tidak membenci orangnya tapi perbuatannya. Dari kelima informan yang Penulis wawancarai, mereka sepakat mengatakan bahwa alasan mengapa adanya media yang pro dan kontra terhadap hukum cambuk kepada pasangan gay di Aceh adalah karena menyinggung isu HAM dan kaum minoritas. Informan 3 menekankan bahwa: “Terutama karena fenomena Gay atau LGBT secara umum sedang naik isunya, dan khususnya setelah ada beberapa negara melegalkan LGBT dan pernikahan sejenis serta PBB (cek lagi di google) juga menganggap LGBT sebagai minoritas atau orang-orang terpinggirkan/terdiskriminasi. Sampai sekarang di beberapa daerah ada IDAHOT (International Day Against Homophobia Transphobia and Biphobia). Isunya ada 2: 469 e-Proceeding | COMICOS 2017 1. Rupanya ada gay di Aceh (isu orang Aceh bukan orang normal saja (normal dalam artian menyukai lawan jenis). 2. Cambuk/syariat Islam di Aceh. “ Faktor yang menjadikan media menjadi tidak berpihak terhadap keputusan Pemerintahan Provinsi Aceh untuk mencambuk pasangan gay yang melanggar syari’at juga dikemukana oleh Informan 1, yaitu: “Dalam aspek pemberitaan selalu bersinggungan dengan asas/ ideologi dari media tersebut. Kalau media tersebut menganut asas liberal, tentunya mereka akan menentang mengenai penerapan hukum cambuk terhadap kaum gay. Asas liberal tersebut semua manusia sama di dunia ini. Tidak ada perbedaan kaum gay atau bukan. Kemudian ada juga media yang pro, itu dapat dilihat dari asas/ ideologi dari media juga.” Informan 2 menambahkan bahwa dalam situasi ini tidak layak disebut dengan pro dan kontra media terhadap pemberitaan hukum cambuk pasangan gay di Aceh, melaikan media mempunyai sudut pandangnya masing-masing sehingga hasil dari berita yang mereka tulis akan berbeda. Namun untuk 5W+1H dalam semua pemberitaan adalah sama. Yang membedakan adalah sudut pandang. Sama halnya seperti yang dikatan Informan 4 “Media berbeda ideologinya. Berbeda angle dan beda pendekatan, beda cara ambil berita dan mungkin juga beda narasumber. Jadi karena beda-beda semuanya, ya jelaslah hasil beritanya juga beda.” Dalam menanggapi kasus ini, Informan 5 menyatakan bahwa faktor yang membuat pemberitaan hukum cambuk pasangan gay di Aceh itu kontra karena yang memberitakan adalah media barat. Menurutnya media tersebut memang sudah dikenal tidak pro terhadap Islam. Media barat bahkan berperan penting dalam lahirnya Islamophobia di masyarakat. Ia menambahkan bahwa: “Hal yang perlu untuk kita pahami yaitu pada dasarnya budaya kita di Aceh dengan budaya mereka di Barat memang berbeda. Di Aceh hukum Syari’at Islam memang sudah diterapkan dari dahulu, bahkan itu juga yang menjadi pertimbangan untuk bergabung dengan negara ini. Oleh sebab itu tidak heran 470 e-Proceeding | COMICOS 2017 kalau hukum syari’at Islam berlaku untuk perkara seperti ini, disamping aspekaspek lain dalam kehidupan juga disesuikan dengan Syari’at Islam. Selain itu, dari segi agama dan pemahaman tentang Tuhan juga berbeda antara kita masyarakat Aceh dengan media barat disana. Mungkin bagi mereka hukuman cambuk itu bukan hukuman yang pantas karena masalah orientasi seksual termasuk ke dalam ranah privat dan tidak berhak untuk ikut campur.” Informan 5 sangat setuju dengan hukum cambuk pasangan gay. Baginya “Gay merupakan suatu penyakit yang harus dibasmi, karena diharamkan dari sisi agama, ancamannya juga berat, bahkan laknat Allah bisa turun karena hal ini”. Pandangan mengenai ini sangat bertentengan dengan apa yang dikatan Informan 4. Menurutnya: “Saya tidak setuju pasangan gay dihukum, baik itu di penjara maupun dicambuk. apakah menghukum orang dengan cara mencabuk di depan publik, kemudian orang-orang menertawakan dan mengucilkan serta memberikan sanksi sosial, apakah itu pelanggaran HAM atau tidak? Apakah itu sesuai ajaran Islam atau tidak? apalagi ada penyiksaan selama ditahanan. Apakah itu pelanggaran HAM atau apakah itu ajaran Islam?” Untuk menghindari Pro dan Kontra terhadap penerapan Syari’at Islam. Informan 2 menyarankan agar Aceh khususnya Pemerintah Provinsi Aceh untuk meniru Perjanjian Madinah yang telah disepakati Internasional sehingga ke depan apabila ada pergolakan atau adanya protes terhadap penerapan Syari’at Islam, maka Pemerintah Provinsi Aceh dapat berpegang pada kesepakan Internasional tersebut. Pro dan Kontra Media Asing terhadap Pemberitaan Hukum Cambuk Pasangan Gay di Aceh Dari hasil yang telah dipaparkan di atas dapat kita lihat bahwa yang menjadikan media asing pro dan kontra terhadap pemberitaan huku cambuk pasangan gay di Aceh dikarenakan 2 isu sensitif yang berkaitan dengan kasus tersebut. Isu tersebut antara lain adalah: 471 e-Proceeding | COMICOS 2017 1. Hukum Cambuk dan HAM Alyasa’ Abu Bakar (Yani, 2011: 181) penulis artikel “Syariat Islam jangan Bertentangan dengan HAM”, Alyasa‘ menyatakan bahwa Ia setuju dengan hukuman cambuk, menurutnya “Semua hukuman adalah derita, yang menurut filosof Eropa, penderitaan paling berat adalah kehilangan kemerdekaan. Logikanya karena hak asasi paling dasar adalah kebebasan, maka hukuman cambuk yang diterapkan adalah yang lebih ringan dan yang agak jauh dari pelanggaran HAM.” Segala peraturan Syari’at Islam di Aceh telah disesuaikan dengan hukum Islam yang menjadi landasannya, hukum yang berlaku di Indonesia dan juga hukum Hak Asasi Manusia. Hal tersebut agar penerapan Syari’at Islam tidak bertentangan dengan Hukumhukum lainnya yang ada di Indonesia (Yani, 2011:204). Yani (2011:204) juga menambahkan bahwa: “Bukan hanya di Aceh, penerapan hukum Jinayat dalam Islam didukung konsep HAM yang telah disahkan dalam Deklarsi Universal Hak-hak Asasi Manusia Menurut Islam (DIUHR) 1981 dan Deklarasi Kairo (CDHRI) 1990— yang menyatakan bahwa penerapan syariat Islam di dunia dapat disesuaikan dengan penafsiran fiqh berbagai mazhab yang ada dalam Islam menurut kondisi dan situasi umat Islam berada, (tak terkecuali di Aceh-Indonesia). Menurut Hukum Islam dan konsep HAM Islam, menghukum orang yang bersalah bukan bertujuan untuk menyiksa mereka secara tidak manusiawi dan merendahkan martabatnya. Namun merupakan balasan atas kesalahan yang ia lakukan, di samping merupakan salah satu cara taubah (permohonan ampunan/penyesalan dari dosanya), bila dilakukan dengan suka rela. Tujuan Hukum Islam adalah untuk mencegah kriminalitas—(kesalahan) yang sama— dilakukan oleh umat Islam yang lain.” Prof. Syahrizal, staf pengajar IAIN Ar Raniry Banda Aceh (Bantasyam dan Siddiq, 2009: 140) menyatakan bahwa: “ Terkait dengan urusan hak asasi manusia, penerapan hukum Islam di Aceh dipandang oleh sebagian kalangan di Aceh tidak 472 e-Proceeding | COMICOS 2017 melanggar HAM. Penerapan hukum Syari’at Islam bukan untuk menghukum orang, akan tetapi pada prinsipnya justru melindungi, menjaga keamanan dan ketertiban semua orang.” Seperti hasil wawancara Warsidi (2017), wartawan tempo.co dengan berbagai tokoh menjelaskan bahwa mereka sangat mendukung pelaksanaan hukum cambuk terhadap pasangan gay tersebut. Menurut mereka hukuman tersebut tidak melanggar HAM dan sudah sesuai dengan aturan-aturan di dalam qanun. Berikut kutipan wawancara mereka: “’Kasus cambuk untuk gay adalah yang pertama kali di Aceh, sejak hukum cambuk diberlakukan pada 2003 silam.Hukum cambuk sendiri diatur dalam Qanun Hukum Jinayat, yang juga mengacu kepada Al Quran dan hadist. Masyarakat luar mungkin merasa asing, karena di luar tidak diatur tentang hukuman yang seperti ini. Kalau ada yang bilang melanggar HAM, saya mengajak semua pihak bisa saling menghargai proses hukuman cambuk, karena yang dilakukan tersebut sesuai dengan aturan dalam hukum’ Kata Yusnardi. Sementara itu, Tgk Abdul Gani Isa dari dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh mengatakan bahwa ‘hukuman cambuk berdasarkan azas pembelajaran yang terkandung dalam Qanun Aceh, persuasif dan mendidik semua orang. Tidak bertentangan dengan HAM. Hukuman juga dilaksanakan secara terbuka dan melalui proses pengadilan. Bahkan saat prosesi hukuman cambuk dilakukan, mereka didampingi jaksa dan tim medis, sesuai dengan aturan yang dibakukan dalam qanun.’” Beda halnya bila kita membicarakan Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) PBB yang memiliki perbedaan yang signifikan dengan aturan-aturan Jinayah. Walaupun mempuyai perbedaan yang besar, hadirnya HAM PBB memberikan peranan penting di dalam kehidupan manusia. Kesadaran akan hak-hak dasar seorang manusia meningkat. Manusia berhak bebas dari rasa takut, intimidasi dari pihak lain, penyiksaan dan segala bentuk hak yang merampas kemerdekaan seorang manusia (Yani, 2011:205) 2. Gay sebagai Kaum Minoritas Gay merupaka kaum minoritas di Indonesia. Kaum ini termasuk dalam komunitas LGBT (Lesbi, Gay, Biseks dan TransGender). Akhir-akhir ini, isu LGBT merupakan isu 473 e-Proceeding | COMICOS 2017 yang tengah panas-panasnya. Berbagai pihak ada yang menolak dan ada juga pihak yang menjadi pembela. Banyak kalangan yang menolak berasal dari ormas Islam yang menuntuk agar tidak terulangnya dosa-dosa kaum nabi Luth di muka bumi ini. Sedangkan pembela kaum LBGT kebanyak berasal dari aktivis-aktivis LBGT, HAM dan juga dari pemerintah negara-negara yang mendukung adanya komunitas ini. Nurdin (2016) menjelaskan bahwa: “Dalam kondisi minoritas, kaum gay memposisikan diri sebagai orang-orang yang dizalimi. Berharap perhatian dan dihargai. Kata mereka, keluarga dan masyarakat telah memperlakukan mereka tidak adil. Datanglah pembelaan dari aktivis HAM (Hak Asasi Manusia). Para aktivis kemanusiaan yang tidak mengenal fitrah manusia. Mereka membela siapa saja, kecuali umat Islam. Islam tetap konsisten, kebenaran tidak diukur oleh jumlah. Yang banyak bisa jadi benar, bisa pula berlaku zalim. Yang sedikit bisa saja berpegang teguh dengan kebenaran, dan belum tentu pula selalu benar. Kebenaran adalah apa yang sesuai dengan Alquran dan Sunnah Rasulullah.” Fitriana (2016) mengaitkan LGBT dan media. Ia menerangkan bahwa media massa sangat berperan dalam penyebaran isu-isu mengenai LGBT. Media mempunyai andil besar dalam pencitraan kaum minoritas ini.Media bahkan bisa mempengaruhi seseorang baik dari segi kognis, afeksi maupun konatifnya. Fitriana (2016) menjelaskan bahwa: “Media massa dapat membentuk pencitraan tertentu dari suatu peristiwa atau suatu kelompok dan dipahami sebagai kebenaran atau kesalahan yang umum dalam masyarakat. Simbol-simbol atau istilah yang terus menerus diulang menciptakan citra tersendiri tentang sesuatu di mata masyarakat. Pencitraan yang sudah begitu melekat dalam benak masyarakat ini kemudian berkembang menjadi stereotype atau biasa kita sebut sebagai judjing (lebeling). Pada mulanya media massa menggambarkan dan memberi stereotipe sehingga isu yang berkembang di masyarakat Indonesia dan dunia adalah mengenai kaum LGBT yang dianggap menyimpang dari norma, kenyataannya saat ini media massa tak lagi seperti itu, media massa justru mengekspos kaum-kaum tersebut dari sisi positif mereka. Kaum ini dipandang sebagai kaum yang ”benar” bukan lagi menyimpang. Media tidak pernah memberitakan sisi negatife mereka karena media tidak memiliki hak menjelekan atau mengeksploitasi kaum tertentu.“ 474 e-Proceeding | COMICOS 2017 Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap media asing sehingga bersikap pro dan kontra dengan pemberitaan hukum cambuk pasangan gay di Aceh. 1. Berbeda sudut pandang Banyak faktor yang menjadikan seseorang berbeda dalam memandang suatu kasus dan peristiwa. Salah satu yang menyebabkan mereka berbeda adalah dikarenakan mereka mempunyai latar belakang budaya, hokum dan ideology yang berbeda. Berbeda Budaya dan Hukum Budaya dan hokum tidak bisa dipisahkan dalam tatanan bermasyarakat. Hukum dibuat berdasarkan budaya masyarakat setempat guna kenyaman dalam hidup bermasyarakat. Karena tercipta berdasarkan budaya yang ada di masyarakat, hal tersebut merupakan alasan yang membuat hokum di suatu Negara berbeda dengan Negara lainnya. Makmur (2015:4-7) menjelaskan bahwa: “Hukum pada dasarnya tidak hanya sekedar rumusan hitam di atas putih saja sebagaimana yang dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan, tetapi hendaknya hukum dilihat sebagai suatu gejala yang dapat diamati dalam kehidupan masyarakat melalui pola tingkah laku warganya. Hal ini berarti hukum sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non hukum seperti : nilai, sikap, dan pandangan masyarakat yang biasa disebut dengan kultur/budaya hukum. Adanya kultur/budaya hukum inilah yang menyebabkan perbedaan penegakan hukum di antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, ada 3 persoalan mendasar tentang kultur/budaya hukum yaitu: Persoalan yang pertama adalah persoalan yang berkaitan dengan hukum sebagai suatu sistem, dimana hukum itu dinilai dari 2 sisi yang berbeda yaitu: Persoalan kedua adalah persoalan tentang fungsi hukum kaitannya dengan pengaruh budaya hukum. Persoalan ketiga adalah peranan kultur/budaya hukum terhadap bekerjanya hukum, ini berarti menyangkut bagaimana cara pembinaan kesadaran hukum.” Ideologi Media Ideologi terkait dengan kerangka berfikir tertentu. Ideologi media biasanya mengarah kepada kerangka berfikir yang telah ditentukan dan harus sesuai dengan 475 e-Proceeding | COMICOS 2017 kepentingan media tersebut. Syam (2016:105) menyebutkan bahwa “Bisnis media dan ideologi media/pers sesungguhnya tidak pernah sejalan. Keduanya, memiliki kepentingan yang tidak dapat diseiringkan. Di satu sisi, bisnis media berkepentingan meraih keuntungan ekonomis sebesar-besarnya. Maka, informasi atas sebuah fakta diperlakukan sebagai komoditas yang harus bernilai jual.” Pemberitaan yang dipublikasikan oleh media tidak serta merta adalah sebuah kebenaran. Menurut Schramm (Syam, 2016: 106) bahwa “Berita bukan peristiwa itu sendiri. Hal ini terkait dengan ideologi media. Seperti halnya pemberitaan media Barat tentang Islam. Mereka mempunya sudut pandang tersendiri menanggapi kasus hukum cambuk pasangan gay di Aceh. Begitu juga dari sudut pandang pemerintah. Pemerintah Provinsi Aceh merasa keputusannya adalah benar, bahwa pasangan gay tersebut harus dihukum cambuk. Berbeda sudut pandang dipengaruhi oleh ideologi yang mereka gunakan. Syam (2016: 107) menambahkan bahwa: “Sebagai sebuah kerangka peristiwa yang telah direkonstruksi, tentu, berita dapat memiliki kepentingan sendiri, meski tetap merupakan kepentingan ekonomis. Berita- walaupun telah berdasarkan prinsip dasar dan Kode Etik Jurnalistik - tetap dapat disesuaikan atau diselaraskan dengan kepentingan pemilik modal atau pemilik bisnis media. Makna sebenarnya, hasil liputan atau berita yang dibuat oleh jurnalis terbuka ruang untuk disesuikan dengan kepentingan manapun, terutama kepentingan industri media sendiri. Para jurnalis hanya bagian kecil dari seluruh struktur sosial yang lebih besar. Struktur sosial di luar jurnalis itu dapat begitu kuat memengaruhi seluruh isis berita media massa.” 2. Islamophobia Bagi orang awam, istilah Islamophobia masih asing di telinga. Namun Islamophobia merupakan isu genting mengenai Islam di banyak negara di dunia. Islamophobia merupakan ketakutan (phobia) akan Islam. Sama halnya ketika seseorang phobia terhadap sesuatu, Ia akan menghindari dan anti terhadap apa yang diakutinya. 476 e-Proceeding | COMICOS 2017 Begitu juga dengan Islamophobia. Seseorang yang sudah phobia akan Islam, Ia akan anti segala sesuatu yang berkaitan dengan islam. Christoper Allen dari University of Birmingham (Zarkasi, 2017: 15) telah merangkum dari beberapa sumber mengenai definisi Islamophobia. “Islamophobia might be: defined as: any ideology or pattern of thought and/or behaviour in which (Muslims) are excluded from positions, right, possibilities in (part of) society because of their believed or actual Islamic Background. (Muslim) are positioned and treated as (imagined/real) representatives of Islam in general or (imagined/real) Islamic groups instead of theircapacities as individuals.” Pernyataan dari Christoper juga diterjemah oleh Zarkasi (2017:15) ke dalam bahasa Indonesia. Berikut terjemahannya: “Islamophobia dapat didefinisikan sebagai ideologi atau pola pikir dan/atau sikap terhadap Muslim dalam masyarakat karena keyakinan atau latar belakang Islamterkini. Dalam hai ini semua umat Islam (Muslim) diposisikan dan diperlakukan sebagai representasi dari Islam secara umum atau kelompok Islam tertentu, bukan sebagai Muslim secara individu-individu.” Banyaknya media yang mempublikasi sisi negatif mengenai Islam akan menimbulkan kebencian terhadap Islam. Pemberitaan tersebut biasa bersifat propaganda pemahaman yang salah terhadap nilai-nilai Islam. Seperti yang dikemukakan oleh Jasafat (2014: 195) bahwa “Perkembangan teknologi media interaktif seperti internet turut di jadikan medium yang menggambarkan image Islam yang negatif. Terdapat berbagai laman web yang mencoba mengelirukan umat Islam. Islam terusmenerus dilabelkan sebagai teroris, fundamentalis, militan dan segala aktivitas yang negatif.” Hal tersebut di atas akan menjadi penyebab terbesar meningkatkannya Islamophobia di kalangan non-muslim dikarenakan apa yang mereka pahami dari media tentang Islam adalah wajah buruk Islam yang dilakukan oknum “Islam” dan 477 e-Proceeding | COMICOS 2017 mengatasnamakan agama Islam. Oleh karenanya adanya berita yang berimbang di media. Pemberitaan terkait Islam berwajah ramah perlu ditingkatkan terlebih lagi bagi mediamedia Islam. Apabila tidak ada kerjasama untuk membangun citra positif Islam di mata dunia. Maka wajah Islam akan digambarkan oleh media barat yang seperti kita ketahui lebih mengedepankan pemberitaan yang propaganda terhadap Islam. Awiyat (2009:41) menambahkan bahwa: “Melalui kekuatan media massa yang dikuasainya, Barat menjadikan Islam sebagai sasaran berbagai propaganda negatif. Sejumlah pejabat Barat secara terang-terangan mengumumkan bahwa mereka akan merencanakan untuk meng-Eropakan Islam atau akan menciptakan Islam yang berhaluan Eropa. Untuk mencapai tujuan ini, mereka berusaha menampilkan wajah Islam yang kasar dan kejam. Pemerintah Barat melancarkan berbagai politik dan propaganda yang terpadu untuk menampilkan wajah Islam yang salah seperti ini. Perlindungan atas kelompok-kelompok atau sebagian negara yang menerapkan Islam secara salah, dilakukan oleh negara-negara Barat untuk kemudian diperalat dalam mendukung citra Islam yang sedang mereka bangun. Sementara itu, negara-negara Islam yang maju dan mengamalkan nilai-nilai Islam secara benar justru difitnah dan dicitrakan buruk.” Islamophobia tidak hanya disebabkan oleh oknum “Islam” yang melakukan tindakan tidak terpuji seperti aksi teror yang mengatasnamakan Islam. Kehadiran istilah Islamophobia juga dikarenakan oleh Barat sendiri. Oleh sebab itu, Dalal Alshammari memberikan beberapa gambaran Islamophobia dari perspektif non-muslim (Fadhlia dan Nizmi, 2014: 6) antara lain: 1. Islam menggambarkan budaya yang monolitik, dan tidak dapat menerima realitas yang muncul di masyarakat. 2. Agama Islam memiliki nilai-nilai budaya yang sangat berbeda dengan agama dan budaya lainnya. 3. Oleh Barat, Islam dianggap lebih rendah, memiliki perilaku barbar, kuno, dan relatif tidak rasional, 4. Agama Islam mendukung terorisme dan kekerasan dalam masyarakat. 5. Dalam politik, Islam memakai ideologi kekerasan. 478 e-Proceeding | COMICOS 2017 PENUTUP Dari apa yang telah dijelaskan maka dapat disimpulkan bahwa, ada 2 isu yang menimbulkan pro dan kontra media dalam pemberitaan hukum cambuk pasangan gay di Aceh, yaitu: yang pertama adalah isu hukum cambuk dan ham, dan yang kedua adalah isu gay kaum minoritas. Selain ditemukannya alasan, penelitian ini juga menemukan faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah pembedaan sudut pandang baik dari segi budaya, hukum dan ideologi media, faktor lainnya adalah Islamophobia yang timbul di masyarakat. Mengingat kasus pro dan kontra media dalam pemberitaan hukum cambuk pasangan gay di Aceh, Penulis ingin menegaskan bahwa peraturan tentang pelanggaran Syari’at Islam telah ada di Aceh. Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh berbeda dengan negara-negara lainnya. Hal ini dikarenakan peraturan yang dibuat disesuaikan dengan kondisi wilayah dan masyarakat setempat. Pro dan Kontra dalam pemberitaan media bisa saja terjadi. Namun dalam pemberitaan haruslah berimbang sehingga tidak terkesan berita yang dibuat hanya untuk kepentingan sebagian kalangan semata. Setelah melakukan penelitian mengenai pro dan kontra media asing dalam pemberitaannya terhadap kasus hukum cambuk pasangan gay, maka penulis memberikan beberapa saran antara lain: 1. Penulis mengharapkan pemerintah akan lebih terbuka lagi terhadap media khususya media asing dan apabila terjadi perbedaan pendapat di dalam pemberitaan media, sudah sepatutnya Pemerintah mengklarifikasikan pemberitaan tersebut. 2. Penulis mengharapkan apabila memang ingin Syari’at ini dijalankan secara kaffah, maka ada baiknya pemerintah meneliti bagaimana Perjanjian 479 e-Proceeding | COMICOS 2017 Madinah yang telah disepakati Internasional itu dibuat sehingga Pemerintah Provinsi Aceh bisa mencontoh langkah-langkah yang dilakukan Pemerintah Madinah. 3. Penulis mengharapkan kepada kaum LGBT untuk menghormati hukum yang telah ada di Aceh. Karena penetapan Syari’at Islam merupakan impian masyarakat Aceh dari dulu. Oleh sebab itu dimana bumi dipijak, disitulah langit dijunjung. 4. Penulis juga menyarankan kepada masyarakat untuk tidak menghukum kaum LGBT secara massal, karena hukum dan punishment telah ada. Jadi selaku masyarakat bila menemui kesalahan da nada pelanggaran hukum untuk menghubungi pihak yang berwenang. Jangan main hakim sendiri. 480 e-Proceeding | COMICOS 2017 DAFTAR RUJUKAN Buku Abubakar, Al Yasa’. (2002). Pelaksanaan Syari’at Islam: Sejarah dan Prospek. Dalam Safwan Idris, dkk. Syari’at Islam di Wilayah Syari’at: Pernak-pernik Islam di Nanggroe Aceh Darussalam. Banda Aceh: Dinas Syari’at Islam NAD. Amal, Taufik Adnan dan Panggabean, Samsu Rizal. (2004). Politik Syari’at Islam: Dari Indonesia hingga Nigeria. Jakarta: Pustaka Alvabet. Bantasyam, Saifuddin dan Siddiq, Muhammad (ed). (2009). Aceh Madani dalam Wacana: Format Ideal Implementasi Syari’at Islam di Aceh. Banda Aceh: Aceh Justice Resource Center (AJRC). Djalil, Basiq. (2010). Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. ---------------. (2012). Peradilan Islam. Jakarta: Amzah. Hasyim, Ansari, dkk. (2013). Wajah Syari’at Islam di Media. Banda Aceh: Aliansi Jurnalis Independen. Jakobi, A.K. (2004). Aceh dalam Perang Mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan 1945-1949 dan Peranan Teuku Hamid Azwar Sebagai Pejuang. Jakarta: Grametika Pustaka Utama. Syam, Hamdani M. (2016). Jurnalisme Damai: Memahami Pemberitaan di Daerah Konflik. Yogyakarta: Samudra Biru (Anggota IKAPI) Yani, Muhammad. (2011). Pelaksanaan Hukum Jinayat di Aceh dalam Perspektif Hukum dan HAM: Studi Qanun Nomor 12, 13, dan 14 Tahun 2003. Banten: Isdar Press. Penelitian dan Perundang-undangan Awiyat, Anggid. (2009). Propaganda Barat terhadap Islam dalam Film: Studi tentang Makna, Simbol dan Pesan Film “Fitnah” Menggunakan Analisis Semiologi Komunikasi (Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta). Diakses Tanggal 01 Juli 2017, dari https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad =rja&uact=8&ved=0ahUKEwj5k_fQs4_VAhUINJQKHZCqA9UQFgglMAA& url=https%3A%2F%2Feprints.uns.ac.id%2F2249%2F1%2F9941020920090912 1.pdf&usg=AFQjCNHEHjf0NcssqlFlPnZYD_DZtyMmiw Fadhlia, Wentiza dan Nizmi, Yusnarida Eka. (2014). Upaya ICNA (Islamic Circle of 481 e-Proceeding | COMICOS 2017 North America) dalam Melawan Islamophobia di Amerika Serikat. Jom FISIP, 2 (1), 1-15. Jasafat. (2014). Distoris terhadap Islam: Analisis Pemberitaan Media Barat. Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2 (2). 191-210. Makmur, Syafrudin. (2015). Budaya Hukum dalam Masyarakat Multikultural. SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar'i, 2 (2). 1-34. Qanun Aceh No. 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayah. Zarkasi, Ahmad. (2017). Islamophobia dalam Film 3: Alif, Lam, Min (Skripsi Sarjana Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Usuluddin dan Pemikiran Islam. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta). Diakses Tanggal 01 Juli 2017, dari http://digilib.uin-suka.ac.id/25285/ Website dan Berita Belfast Telegraph Digital: Two Men Caned in Indonesia for Gay Sex. Diakses Tanggal 05 Juni 2017, dari http://www.belfasttelegraph.co.uk/news/world-news/twomen-caned-in-indonesia-for-gay-sex-35744936.html edisi 23/05/2017 Charlton, Corey. (2017). CANED FOR THE CROWD: Two gay men WHIPPED in front of large crowds taking selfies after being caught in bed together in Indonesia. Diakses Tanggal 20 Juni 2017, dari https://www.thesun.co.uk/news/3631226/indonesia-gay-men-whipped-crowdscaught-in-bed-together/ Fitriana, Lia. (2016). Ketika Kaum Minoritas Menjadi Sorotan Media Massa. Diakses Tanggal 03 Juli 2017, dari http://www.kompasiana.com/liafitriana/ketika-kaumminoritas-menjadi-sorotan-media-massa_54f94f6da3331178178b4974 Hadi, Nurfitri. (2016). Pelajaran dari Kisah Nabi Luth Ketika Kaum Gay Mayoritas. Diakses Tanggal 21 Juni 2017, dari http://kisahmuslim.com/5428-pelajaran-darikisah-nabi-luth-ketika-kaum-gay-mayoritas.html Henschke, Rebecca dan Budho, Oki. (2017). Pencambukan gay di Aceh berlangsung dalam sorakan. Diakses Tanggal 03 Juni 2017, dari www.bbc.com/indonesia/indonesia-40009560 Iyan. (2017). Berhubungan Intim Sesama Jenis, Dua Pria Diamankan Warga Darussalam Banda Aceh. Diakses Tanggal 22 Juni 2017, dari http://baranewsaceh.co/2017/03/29/berhubungan-intim-sesama-jenis-dua-priadiamankan-warga-darussalam-banda-aceh/ Kurniawan, Hasan. (2015). Kebangkitan Kaum Sodom dan Kehancuran Umat Nabi Luth. Diakses Tanggal 22 Juni 2017, dari https://ramadan.sindonews.com/read/1020757/70/kebangkitan-kaum-sodom482 e-Proceeding | COMICOS 2017 dan-kehancuran-umat-nabi-luth-1436180683/52 Nurdin, Ihan (ed). (2016). Pelajaran dari Kisan Nabi Luth Ketika Kaum Gay Mayoritas. Diakses Tanggal 30 Juni 2017, dari http://portalsatu.com/read/oase/pelajarandari-kisah-nabi-luth-ketika-kaum-gay-mayoritas-8700 Syalaby, Achmad. (2016). Kisah Nabi Luth, Saat Allah Mengazab Kaum Gay. Diakses Tanggal 21 Juni 2017, dari http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/khazanah/16/01/18/o11trr394-kisah-nabi-luth-saat-allah-mengazab-kaumgay Warsidi, Adi. (2017). Kepala Polisi Syariah Banda Aceh: Hukuman Cambuk Tak Langgar HAM. Diakses Tanggal 5 Juni 2017, dari https://nasional.tempo.co/read/news/2017/05/23/063878011/kepala-polisisyariah-banda-aceh-hukuman-cambuk-tak-langgar-ham Wicaksono, Bayu Adi dan Alia, Siti Sarifah. (2016). 10 Negara yang Berlakukan Hukum Mati Mengerikan Bagi LGBT. Diakses Tanggal 03 Juli 2017, dari http://m.viva.co.id/amp/berita/dunia/784733-10-negara-yang-berlakukanhukum-mati-mengerikan-bagi-lgbt/2 Yus. (2007). Akibat Sodomi, Dua Pria Saudi Dicambuk 7.000 Kali. Diakses Tanggal 03 Juli 2017, dari https://www.google.co.id/amp/s/m.liputan6.com/amp/183752/akibat-sodomidua-pria-arab-saudi-dicambuk-7000-kali 483 e-Proceeding | COMICOS 2017 484 e-Proceeding | COMICOS 2017 TRADISI MENYILAQ SEBAGAI KEARIFAN KOMUNIKASI KOMUNITAS ADAT BAYAN DI KABUPATEN LOMBOK UTARA Kadri Abstrak Bayan adalah salah satu komunitas adat yang menyebar di beberapa wilayah yang ada di kaki gunung Rinjani Lombok provinsi Nusa Tenggara Barat. Komunitas adat yang secara administratif tercatat sebagai warga kecamatan Bayan kabupaten Lombok Utara ini memiliki tatanan sosial dan budaya tersendiri, yang dalam batas-batas tertentu berbeda dengan suku Sasak Lombok. Dalam kehidupan sosial, masyarakat adat Bayan sudah diatur dalam tatanan sosial adat yang senantiasa taat dan tunduk pada aturan-aturan adat yang dipimpin oleh para pemangku. Sedangkan dalam pranata religius keagamaan, komunitas adat Bayan selalu tunduk pada kiai yang memimpin urusan keagamaan. Sebagai komunitas adat, Bayan memiliki tradisi dan ritual khas yang membedakannya dengan komunitas adat atau masyarakat umum lainnya. Dalam proses ritual adat Bayan ditemukan banyak kearifan komunikasi, salah satunya adalah tradisi menyilaq. Tradisi atau ritual menyilaq dilakukan dengan cara mendatangi warga adat untuk menginformasikan dan mengundang mereka dalam kegiatan atau ritual adat. Tradisi menyilaq dilakukan oleh Lang Lang ke Pebenkel dan hal yang sama juga dilakukan Pebenkel kepada masyarakat adat Bayan. Menyilaq merupakan bentuk lain dari sosialisasi kegiatan adat kepada anggota komunitas yang dilakukan dengan dua cara yaitu sosialisasi top down pasif dan sosialisasi top down aktif. Lewat tradisi menyilaq komunitas adat Bayan menunjukkan konsistensinya dalam mempertahankan tradisi penyampaian informasi secara langsung di tengah gencarnya gempuran teknologi komunikasi yang mudah, cepat dan praktis. Tradisi ini sebagai media silaturahim langsung yang mereka anggap sebagai bentuk penghormatan dan silaturahim yang paling baik sehingga ikatan kekeluargaan di antara anggota komunitas terus terbangun. Menyilaq juga merupakan perwujudan dari komunikasi efektif karena di dalamnya berlangsung personal contact dan terjadi immediate feedback di saat face to face communication terjadi. Lebih dari itu, tradisi menyilaq tidak hanya menyampaikan isi pesan tetapi juga membangun hubungan baik di antara anggota komunitas adat sehingga kehidupan mereka terlihat tentram. Kata Kunci: komunitas adat Bayan, ritual adat, menyilaq, kearifan komunikasi Pluralitas bangsa Indonesia antara lain dilihat dari keragaman sosial dan budaya yang dimilikinya. Jaspan (dalam Soejono, 1983:40) mencatat tidak kurang dari 366 suku yang mendiami wilayah Indonesia. 30 suku di antaranya berada di wilayah Nusa Tenggara. Sasak merupakan adalah salah satu suku asli dan mayoritas yang mendiami pulau Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB), tempat dimana komunitas adat Bayan berada. Secara administratif, masyarakat adat Bayan mendiami beberapa desa yang berada di kecamatan Bayan kabupaten Lombok Utara seperti Karang Bajo, Gumantar 485 e-Proceeding | COMICOS 2017 dan Akar-Akar. Komunitas adat Bayan memiliki tatanan sosial dan budaya tersendiri yang dalam batas-batas tertentu berbeda dengan suku Sasak pada umumnya. Dalam hal bahasa misalnya, masyarakat adat Bayan menggunakan bahasa Sasak dengan dialek Kuto Kute. Dalam konteks pemerintahan adat, komunitas adat Bayan dipimpin oleh seorang mekel, yang menjalankan dan mengkoordinasikan tugas yang berkaitan dengan pemerintahan adat. Dalam kehidupan sosial, masyarakat adat Bayan sudah diatur dalam tatanan sosial adat yang senantiasa taat dan tunduk pada aturan-aturan adat yang dipimpin oleh para pemangku. Sedangkan dalam pranata religius keagamaan, komunitas yang berdomisili di wilayah Utara pulau Lombok ini senantiasa tunduk pada kiai yang memimpin hal-hal yang terkait di bidang keagamaan. Terdapat beberapa ritual adat dan agama yang dilakukan komunitas adat Bayan, di antaranya adalah ritual mauled adat, ritual lebaran adat, Gawe Alip, dan Lohoran. Kegiatan ritual adat tersebut hanya digelar di wilayah komunitas adat, atau yang dikenal dengan sebutan wet dalam bahasa setempat. Wet Bayan adalah wet paling besar yang meliputi beberapa komunitas adat seperti Bayan, Senaru, Loloan, Semokan, Segenter. Pergelaran ritual adat Bayan yang berlangsung di beberapa wet seperti wet Bayan, wet Sesait, Semokan, dan juga di masjid kuno Gumantar, prosesinya pada dasarnya sama. Wet Bayan adalah salah satu pusat kegiatan ritaual adat, tepatnya di desa Karang Bajo yang merupakan desa hasil pemekaran dari desa Bayan. Sebagai salah satu pusat perayaan ritual adat Bayan, desa Karang Bajo dan dusun Semokan ramai didatangi komunitas adat menjelang perayaan maulid. Biasanya mereka datang membawa aneka bahan makanan sembari mengenakan pakaian adat. Mereka datang membawa hasil bumi, ternak berupa ayam dan kambing. Semua bahan itu dikumpulkan di dalam kompleks kampu. Salah satu realitas komunikasi khas dalam proses ritual adat Bayan adalah tradisi “menyilaq”. Budaya menyilaq merupakan tradisi yang biasa dilakukan oleh komunitas adat Bayan yang ditandai dengan kehadiran secara fisik pihak berhajat ke rumah kerabat untuk menyampaikan informasi sekaligus mengundang kerabatnya untuk menghadiri hajatan yang diselenggarakan oleh sohibul hajjah. Tradisi ini secara konsisten dilakukan oleh komunitas adat Bayan dalam setiap pesta atau ritual adat mereka seperti perayaan maulid adat Bayan. 486 e-Proceeding | COMICOS 2017 Menyilaq merupakan fenomena komunikasi khas komunitas adat Bayan yang menarik untuk dikaji dengan perspektif komunikasi, terutama komunikasi intrabudaya. Tradisi menyilaq dalam konteks komunikasi dapat dikategorikan sebagai bentuk manajemen komunikasi berbasis kearifan lokal. Disebut manajemen komunikasi karena di dalamnya ada standar prosedur beracara yang telah turun terumun dilakukan oleh komunitas adat Bayan. Lewat tradisi menyilaq komunitas adat Bayan menunjukkan konsistensinya dalam mempertahankan tradisi penyampaian informasi di tengah gencarnya gempuran teknologi komunikasi yang mudah, cepat dan praktis. Konsistensi seperti ini bukan tanpa alasan dan pasti memiliki landasan filosofis dan sarat akan pemaknaan dari komunitas adat Bayan. Fenomena unik tersebut akan lebih maksimal terungkap bila dieksplorasi dengan pendekatan yang khas, yakni studi etnografi komunikasi, yakni suatu pendekatan yang secara khusus mengkaji tentang pengorganisasi bertutur manusia, termasuk di dalamnya mencakup situasi, peristiwa, dan tindakan serta pola komunikasi kelompok tertentu dalam suatu komunitas (Ibrahim, 1994:310). Tulisan ini mengelaborasi latar dan makna tradisi menyilaq sebagai bagian dari manajemen informasi komunitas adat Bayan dalam menjalankan tradisi Maulid Adat. Kajian Pustaka dan Landasan Teoritis Mengkaji realitas komunikasi dalam ritual religious dan budaya seperti pada maulid adat Bayan akan selalu menarik. Di dalamnya akan terungkap kearifan komunikasi sosial yang bersumber dari tradisi turun temurun komunitas adat Bayan. Ritual adat suatu komunitas acap kali sarat akan nilai-nilai sosial yang begitu arif yang sangat mungkin dapat menginspirasi kehidupan masyarakat kontemporer. Dalam penelitian Andung (2010) misalnya terungkap kearifan komunikasi masyarakat adat Boti. Riset berjudul “Komunikasi Ritual Natoni Masyarakat Adat Boti Dalam di Nusa Tenggara Timur” menemukan bagaimana cara suku tersebut melakukan ritual komunikasi, dimana suku Boti masih menggunakan natoni sebagai media komunikasi tradisional mereka. Media tersebut digunakan secara lisan dalam bentuk puisi tradisional di acara formal sekalipun. Ritual juga menjadi tradisi turun temurun yang memiliki makna bagi kehidupan setiap generasi dalam satu komunitas adat. Lebih dari itu, setiap ritual yang diyakini dan 487 e-Proceeding | COMICOS 2017 dilakoni suatu komunitas selalu menyertakan makna. Simbol-simbol dalam ritual antara lain mengandung makna tentang jati diri komunitas. Penelitian Widyatwati (2013) tentang Ritual “Kliwonan” bagi Masyarakat Batang, misalnya mengungkap sifat luwes dan modern dari masyarakat Jawa lewat ritual tersebut. Suatu ritual seperti maulid adat Bayan sarat akan makna simbolik yang telah lama tertanam dalam diri setiap anggota komunitas karena diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Tradisi menyilaq yang merupakan bagian dari ritual mauled adat Bayan misalnya merupakan tradisi yang terus diwariskan oleh komunitas adat setiap ritual adat digelar. Pewarisan nilai baik seperti menyilaq dilakukan lewat proses komunikasi. Gorden (dalam Mulyana, 2001:5-30) menyebut fungsi ritual sebagai salah satu fungsi komunikasi. Fungsi ritual dalam komunikasi sebagaimana dijelaskan di atas berintikan bahwa dalam setiap ritual yang dilaksanakan oleh setiap manusia selalu menggunakan komunikasi sebagai alatnya. Sebaliknya, seorang berkomunikasi untuk memenuhi kebutuhan dirinya sebagai manusia sosial yang terikat dengan prosesi ritual-ritual tertentu berdasarkan agama atau budaya yang dianutnya, sebab tanpa berkomunikasi (verbal maupun nonverbal) yang bersangkutan tidak bisa melakoni ritual tersebut. Tradisi menyilaq merupakan ritual yang mensyaratkan kehadiran dan pertemuan antara individu dengan individu yang lainnya. Dalam konteks komunikasi, tradisi menyilaq merupakan bentuk komunikasi interpersonal. Salah satu keampuhan atau kelebihan komunikasi interpersonal menurut (Effendy, 2003:62) antara lain karena terjadi komunikasi tatap muka di dalamnya (face to face communication). Di dalam komunikasi tatap muka terjadi kontak pribadi (personal contact). Di samping itu, komunikasi interpersonal juga dapat memperoleh feedback verbal dan nonverbal secara langsung (immediate feedback). Setiap komunikasi yang berlangsung selama proses menyilaq senantiasa menyertakan simbol-simbol bermakna yang dipertukarkan dan ditafsirkan oleh masingmasing anggota komunitas adat yang terlibat dalam ritual menyilaq. Cara berkomunikasi seperti ini secara teoritis dapat dijelaskan oleh teori interaksi simbolik-nya George Herbert Mead (Mulyana, 2002). Teori interkasi memandang aktivitas manusia sebagai suatu perilaku khas berupa komunikasi dengan menggunakan (pertukaran) simbol. Kehidupan sosial dalam pandangan kaum interaksi simbolik dimaknai sebagai 488 e-Proceeding | COMICOS 2017 suatu interaksi manusia dengan menggunakan simbol, di mana simbol tersebut selalu digunakan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya. Di dalam interaksi tersebut juga terjadi upaya saling mendefinisi dan menginterpretasi antara tindakan yang satu dengan yang lainnya. Cara seperti ini dilakukan oleh komunitas adat Bayan yang terlibat dalam ritual menyilaq, di mana mereka saling memaknai dan menerjemahkan symbol di antara mereka. Pesan-pesan komunikasi non-verbal banyak disampaikan secara simbolik, di mana proses interpretasi yang menjadi penengah antara pesan dan tanggapan menempati posisi kunci dalam teori interaksi simbolik. Individu atau unit-unit tindakan yang terdiri atas sekumpulan orang tertentu, saling menyesuaikan atau saling mencocokkan tindakan mereka satu sama lain melalui proses interpretasi (Ritzer, 1992: 62). Menelusuri fenomena komunikasi (khususnya dalam ritual adat seperti menyilaq) pada komunitas adat Bayan selalu sarat dengan symbol-simbol bermakna yang digunakan oleh setiap individu dalam berinterkasi dengan komunitasnya. Komunitas adat Bayan diasumsikan sebagai individu-individu sadar dalam melakukan dan memaknai setiap pesan yang mereka komunikasikan, termasuk di saat mereka memberi dan menerima informasi. Metode Penelitian Penelitian ini menjadikan individu-individu yang berasal dari komunitas adat bayan sebagai subjek penelitian. Penentuannya berdasarkan purposive sampling. Bogdan & Taylor (1993:163) menyatakan informan dipilih secara purposif dengan mempertimbangkan: Pertama, subjek yang mau menerima kehadiran peneliti secara lebih baik dibanding dengan yang lainnya. Kedua, kemampuan dan kemauan mereka untuk mengutarakan pengalaman masa lalu dan masa sekarang. Ketiga siapa saja yang dianggap memiliki memiliki pengalaman khusus, seperti keterlibatan dalam ritual adat Bayan. Objek dalam penelitian ini adalah simbol dan perilaku sosial, dan perilaku lainnya yang digunakan dan ditafsirkan oleh komunitas adat Bayan. Objek penelitian dalam studi ini adalah simbol verbal dan nonverbal yang digunakan oleh komunitas adat Bayan selama ritual adat seperti tradisi menyilaq dilakukan. Simbol dan lambang tersebut akan 489 e-Proceeding | COMICOS 2017 ditelusuri maknanya, menurut pandangan subyektif para komunitas adat Bayan itu sendiri. Penelitian ini berlangsung di wilayah komunitas adat Bayan. Karena penyebaran komunitas adat yang begitu luas, maka peneliti menetapkan dua desa sebagai sampel lokasi penelitian ini, yakni desa Bayan dan desa Sukadana. Kedua desa ini berada di kecamatan Bayan kabupaten Lombok Utara Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tradisi penelitian etnografi komunikasi. Creswell (1998:14) menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang latar tempat dan waktunya alamiah. Peneliti merupakan instrumen pengumpul data dan kemudian data dianalisisnya secara induktif untuk menjelaskan proses yang diteliti secara ekspresif. Penelitian kualitatif ini menggunakan tradisi penelitian etnografi komunikasi, yakni suatu pendekatan yang secara khusus mengkaji tentang pengorganisasi bertutur manusia, termasuk di dalamnya mencakup situasi, peristiwa, dan tindakan serta pola komunikasi kelompok tertentu dalam suatu komunitas (Ibrahim, 1994:310). Sumber data utama dalam penelitian kualitatif menurut Lofland (dalam Moleong, 2000:112) adalah berasal dari kata-kata dan tindakan. Penelitian ini pun menjadikan pernyataan (ungkapan) dan tindakan sadar komunitas adat Bayan sebagai sumber data utamanya. Untuk mengumpulkan data dan informasi yang terkait dengan penelitian ini, digunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu pengamatan berperan serta, wawancara mendalam (In-depth interview), dan studi dokumentasi. Data dianalisis menggunakan tiga tahap analisis yaitu reduksi data, penyajian (display) data, dan penarikan kesimpulan serta verifikasi. Untuk menguji keabsahan data atau kesimpulan dari hasil verifikasi diperlukan pemeriksaan ulang terhadap data yang telah terkumpul dengan cara ketekunan pengamatan, triangulasi, dan pengecekan sejawat melalui diskusi. Profil Komunitas dan Kampung Tradisional Adat Bayan Profil komunitas dan kampong tradisional adat Bayan yang dideskripsikan adalah dusun Semokan. Untuk mencapai atau memasuki dusun Semokan tidaklah mudah. Peneliti harus melakukan perjalan jauh yang berawal dari kota Mataram menuju kecamatan Bayan (kecamatan yang berada di ujung Utara Kabupaten Lombok Utara). Akses jalan menuju kampung adat/tradisional Semokan tidak bisa dilalui oleh kendaraan 490 e-Proceeding | COMICOS 2017 roda empat. melanjutkan perjalanan ke dusun Semokan dengan menggunakan sepeda motor melewati jalan yang menanjak ke wilayah gunung dan turun ke wilayah lembah. Dusun Semokan Desa Sukadana merupakan perkampungan kecil yang dihuni oleh masyarakat adat yang konsep hidupnya masih sangat sederhana dan memegang teguh nilai adat istiadat yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Perkampungan ini jauh dari keramaian sebab letaknya yang berada di sekitar paha Gunung Rinjani. Dusun Semokan terletak sekitar 7 km dari pusat Desa Sukadana atau sekitar 18 km dari ibu kota Kecamatan Bayan atau sekitar 108 km dari ibu kota Lombok Utara. Jalan menuju Dusun Semokan sebagian sudah diaspal sehingga kita dapat mengunjungi dusun itu dengan perjalanan menggunakan sepeda motor. Kehidupan masyarakat Dusun Semokan sangat sederhana dan unik dengan norma-norma adat yang kuat. Masyarakat Dusun Semokan hanya diperbolehkan menanam padi, jarak, dan sayur-sayuran, mereka tidak diperbolehkan menanam atau membudidayakan selain tanaman itu. Selain itu mereka hanya boleh memelihara Kerbau, Kambing, dan Ayam, mereka tidak boleh memelihara hewan lainnya. Pada saat-saat tertentu mereka akan mengadakan perburuan di sekitar wilayah Gunung Rinjani. Peralatan hidup yang mereka gunakan juga masih sangat tradisional, peralatan rumah tangga yang mereka gunakan hanya terbuat dari bahan tanah liat sebab aturan adat mereka tidak memperbolehkan warga kampung untuk menggunakan peralatan-peralatan modern yang terbuat dari bahan logam. Sebagai alat penerangan, masyarakat setempat hanya menggunakan Jojor (lampu yang mereka buat dari bahan jarak dan kapas). Sehari-hari masyarakat setempat berpakaian dengan pakaian adat dan uniknya mereka tidak boleh menggunakan celana dalam dan BH bagi warga perempuannya. Suasana kampung yang dikelilingi oleh hutan belantara sangat nyaman dan damai, tidak ada hiruk pikuk dan polusi. Perkampungan ini cukup nyaman sebagai tempat berekreasi dan membuang pengap dari hiruk pikuk kehidupan kota yang memusingkan kepala. Suhu udara di dusun ini berkisar antara 28 hingga 30 ºC. Dusun Semokan hanya dihuni oleh komunitas adat yang berjumlah 16 Kepala Keluarga. Di perkampungan ini tidak terdapat konstruksi rumah modern sebab masyarakat Dusun Semokan sangat menjaga kelestarian arsitektur tradisional yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Semua warga kampung membangun rumah dengan konstruksi Bale Mengina yang semua perabotnya terbuat dari bahan alami. 491 e-Proceeding | COMICOS 2017 Masyarakat Desa Semokan memiliki kebun adat yang mereka pagari dengan potongan-potongan bambo setinggi 2 meter. Kebun adat itu hanya berukuran 1 are (100 m2). Tanah tersebut hanya ditanami salak yang dikelola dengan system adat dan apabila salak itu berbuah, maka setiap warga diperbolehkan untuk memetiknya setelah mendapat izin dari Amaq Lokak (tetua adat). Di tengah-tengah perkampungan terdapat sebuah sumur tua yang airnya cukup jernih dan di sebelah sumur itu ditaruh sebuah bong/gentong (tempat air yang terbuat dari bahan tanah liat). Sumur inilah yang dijadikan sebagai sumber air bersih bagi setiap warga kampung. Di tengah-tengah perkampungan Dusun Semokan terdapat sebuah Masjid Kuno yang bentuknya sangat unik. Masjid Kuno ini disebut dengan Masjid Kuno Semokan. Masjid ini dijadikan sebagai pusat pelaksanaan Tradisi Adat Gama masyarakat Desa Sukadana dan Desa Akar-Akar. Perlu diketahui bahwa Masjid Kuno Semokan merupakan masjid kuno yang keberadaannya lebih awal dari Masjid Kuno Bayan dan di masjid ini juga dilaksanakan ritual Adat Gama seperti Maulid Adat, Lebaran Adat, Gawe Alip, dan Lohoran. Masjid ini dijaga oleh seorang Kiyai Mudim yang ditunjuk oleh warga berdasarkan garis keturunnya. Di depan masjid terhapar halaman yang ditumbuhi oleh rumput (gegaba) yang hijau. Rumput itu terhampar di atas tanah seluas 1,5 are. Hamparan rumput ini memperindah suasan kampung dan di atas rumput inilah anak-anak warga Dusun Semokan menghabiskan waktunya untuk bermain dengan kawankawannya. Hal unik yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Dusun semokan adalah tidak diperbolehkannya setiap anggota masyarakat setempat untuk mendapatkan pendidikan atau dengan kata lain, setiap warga Dusun Semokan tidak diperbolehkan bersekolah sehingga sampai saat ini belum ada masyarakat setempat yang menikmati pendidikan formal mulai dari SD hingga perguruan tinggi. Hal inilah yang kemudian menyebabkan tradisi dan sistem kehidupan masyarakat setempat yang sangat tradisional tidak berubah meskipun oleh perkembangan zaman. Dusun Semokan adalah salah satu perkampungan yang sangat unik di wilayah Kecamatan Bayan dan bahkan di wilayah Lombok Utara. Masyarakat setempat sungguh luar biasa dalam mempertahankan konsep hidup tradisional dan berpegang teguh kepada norma-norma adat yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Keunikan bentuk bangunan tradisional, suasana hutan yang rindang, dan gaya hidup tradisional yang 492 e-Proceeding | COMICOS 2017 dimiliki oleh masyarakat Dusun Semokan adalah pesona wisata yang sungguh menakjubkan. Perlu juga diketahui bahwa setiap pengunjung yang hendak memasuki Dusun Semokan diharuskan memakai pakaian adat/tradisional. Jika pengunjung tidak mengikuti ketentuan itu maka kehadiran mereka tidak akan diterima oleh warga setempat. Menyilaq sebagai Kearifan Komunikasi Komunitas Adat Bayan Menyilaq adalah bahasa Sasak yang berarti mendatangi seseorang untuk menyampaikan sesuatu maksud atau mengundang secara langsung dengan menyampaikan secara lisan kepada orang yang akan diundang. Menyilaq dalam konteks ritual adat Bayan merupakan bentuk sosialisasi atau menginformasikan kepada seluruh komunitas adat yang tersebar di beberapa wilayah Bayan perihal waktu pelaksanaan ritual. Berdasarkan pengamatan peneliti dan pengakuan dari pemangku adat Bayan, proses sosialisasi kegiatan ritual adat Bayan dilakukan dengan dua proses, yaitu; Pertama, pemangku adat yang ada di pusat adat memanggil perwakilan adat yang ada disetiap wilayah adat untuk menginformasikan rencana kegiatan yang selanjutnya perwakilan yang dipanggil meneruskan informasi kepada seluruh warga. Cara dan proses sosialisasi seperti ini, penulis menyebutnya dengan proses sosialisasi top down pasif. Kedua, pemangku adat yang ada di pusat adat mengutus orang tertentu untuk mendatangi pemangku adat yang ada di setiap wilayah untuk membawa informasi yang terkait dengan rencana pelaksanaan ritual. Selanjutnya perwakilan yang didatangi itulah yang akan meneruskan informasi kepada seluruh warga. Cara dan proses seperti ini yang penulis sebut dengan proses sosialisasi top down aktif. Tradisi menyilaq dilakukan dalam dua proses sosialisasi kegiatan ritual adat Bayan. Menyilaq dan Proses Sosialisasi Top Down Pasif Nama dan istilah ini (proses sosialisasi top down pasif) tepat untuk merepresentasikan proses sosialisasi kegiatan ritual adat kepada masyarakat adat Bayan yang tersebar di seluruh wilayah Bayan dan sekitarnya. Meskipun seluruh proses sosialisasi dilakukan secara top down, namun tidak semua dilakukan secara aktif oleh para pemangku adat yang ada di pusat adat Bayan. Ukuran pasif dan aktif dalam hal ini 493 e-Proceeding | COMICOS 2017 dilihat dari tingkat partisipasi pemangku adat dan jajarannya untuk mensosialisasikan atau menyebarkan informasi tentang pelaksanaan ritual adat kepada masyarakat. Sebagaimana yang telah dijelaskan secara sepintas sebelumnya bahwa proses sosialisasi top down pasif ini dilakukan oleh pemangku adat secara pasif. Disebut pasif karena pemangku dan jajarannya yang ada di pusat adat hanya memanggil pemangku adat yang ada di setiap perwakilan atau pebenkelan untuk dijelaskan dan melanjutkan informasi terkait dengan pelaksanaan ritual adat, baik ritual budaya maupun ritual agama. Menurut pemangku adat Bayan, Karyadi bahwa terkadang pemangku memanggil pebenkel yang ada di wilayah lain untuk datang agar bisa diinformasikan perihal kegiatan adat yang akan dilaksanakan. Pernyataan pemangku adat tersebut selengkapnya dapat dikutip sebagai berikut: Biasanya kalau kami ingin melaksanakan acara adat seperti maulud adat atau acara turun ton atau turun balet atau lebaran adat kami merencanakannya dulu dengan pemangku yang ada di sini (Bayan dan Karang Bajo, pen.), kemudian kami terkadang memanggil setiap pebenkelan untuk datang kemari agar bisa kami sampaikan tentang rencana acara. Tujuannya agar setelah mereka kembali ke wilayahnya masingmasing bisa meneruskan informasi tersebut kepada seluruh masyarakat. (Karyadi, wawancara, 21 September 2015) Sebagaimana diketahui bahwa ada empat pebenkelan yang ada di wilayah Bayan, yaitu pebenkelan Karang Bajo, pebenkelan Bayan Timur, pebenkelan Bayan Barat, dan pebenkelan Loloan. Keempat perwakilan dari pebenkelan inilah yang dipanggil oleh pemangku di pusat adat untuk mendapat informasi acara adat sekaligus diamanahkan untuk menyambungkan informasi kegiatan adat ke seluruh warga. Proses sosialisasi top down pasif dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut: 494 e-Proceeding | COMICOS 2017 Gambar 1. Model Sosialisasi Top Down Pasif Komunitas Adat Bayan Menyampaikan informasi PEMANGKU ADAT BAYAN memanggil mendatangi Berdiskusi PEBENKEL Menerima informasi KEGIATA N RITUAL ADAT PEBENKEL Menginformasikan dan mensosisialisasikan kegiatan adat (menyilaq) MASYARAKAT ADAT BAYAN Gambar 1 di atas semakin jelas menunjukkan pola atau model sosialisasi yang pasif yang dilakukan oleh pemangku adat Bayan saat ingin mensosialisasikan kegiatan adat. Pemangku adat hanya memanggil pebenkel atau pemangku yang ada di setiap pebenkelan. Gambar tersebut juga memperlihatkan posisi pebenkel atau pemangku adat yang ada dipebenkel yang lebih aktif untuk melakukan sosialisasi. Gambar Model sosialisasi top down pasif di atas juga menunjukkan ada empat tahapan yang dilakukan, yakni; tahapan pertama, pemangku adat Bayan memanggil pemangku yang ada di pebenkel; tahapan kedua, pebenkel mendatangi pemangku adat di Bayan; tahapan ketiga, pemangku adat Bayan berdiskusi dan menyampaikan pesan kepada pebenkel yang telah diundang; dan tahapan keempat, pebenkel kembali ke wilayah masing-masing dan mensosialisasikan kegiatan atau ritual adat ke masyarakat yang ada di wilayahnya. Pada tahapan keempat inilah kegiatan menyilaq dalam konteks sosialisasi top down pasif berlangsung. Menyilaq Proses Sosialisasi Top Down Aktif Sebagaimana namanya, proses sosialisasi top down aktif menunjukkan adanya sikap aktif unsur pimpinan adat untuk menginformasikan kegiatan adat kepada 495 e-Proceeding | COMICOS 2017 warganya. Hal ini berbeda dengan proses sosialisasi top down pasif, dimana pebenkel mendatangi pemangku adat Bayan untuk menerima perintah atau amanah menyampaikan informasi kegiatan adat kepada warga yang ada di wilayah masing-masing. proses sosialisasi top down aktif ini relevan dengan penjelasan Lokaq Pande, Karyadi (wawancara, 21 September 2015) yang mengatakan bahwa ada tiga cara dan proses lain bagi komunitas adat Bayan dalam menginformasikan kegiatan adat kepada masyarakat, yaitu; pertama, pemangku atau kiyai penghulu adat mengutus para lang-lang (pasukan siap pake) untuk mendatangi para pembengkel di setiap wilayah adat; kedua, lang-lang yang diutus oleh pemangku minimal dua orang (seorang menjadi saksi dan pendamping), dan; ketiga, penyampaian informasi yang dilakukan oleh utusan pemangku adat harus “menyilaq” atau mengundang lisan secara langsung kepada pembengkel Dari tahapan di atas dapat dijelaskan bahwa kiyai penghulu mengambil inisiatif untuk secara aktif mengutus pasukannya untuk mendatangi pebenkel yang ada di setiap wilayah. Inisiatif inilah yang menandai penamaan aktif dalam proses sosialisasi ini. Dalam proses tersebut juga memperlihatkan keseriusan pemangku adat Bayan untuk memberikan informasi kepada seluruh warga dengan mengutus paling tidak dua orang lang-lang, dengan alasan satu orangnya sebagai saksi dan pendamping. Pemangku adat benar-benar ingin memastikan bahwa informasi terkait dengan kegiatan atau ritual adat benar-benar akan sampai kepada rakyatnya. Pemangku juga serius untuk menginstruksikan kepada lang-lang untuk menjaga dan mengawal informasi. Pertimbangan pemangku adat untuk mengutus minimal dua orang lang-lang dapat dimaknai sebagai upaya beliau untuk membangun kepercayaan (trush) komunikator atau pemberi informasi. Proses komunikasi dan sosialisasi topdown aktif yang dilakukan oleh komunitas adat Bayan dalam menyampaikan kegiatan adat yang mereka lakukan dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut. 496 e-Proceeding | COMICOS 2017 Gambar 2. Model Proses Sosialisasi Topdown Aktif PEMANGKU ADAT BAYAN KEGIATA N RITUAL ADAT mengutus LANG-LANG Mendatangi (menyilaq) PEBENKEL Menginformasikan dan mensosisialisasikan kegiatan adat (Menyilaq) MASYARAKAT ADAT BAYAN Gambar 2 di atas menunjukkan adanya sikap proaktif pemangku adat sebagai pemimpin informal di komunitas adat Bayan untuk menyampaikan informasi kepada warga komunitas, dengan mengutus pasukan siap pake atau yang biasa disebut dengan LangLang. dalam konteks inilah model ini disebut sebagai proses yang aktif. Dalam model sosialisasi top down aktif di atas terjadi dua kali tradisi menyilaq yaitu saat Lang Lang menyampaikan informasi ritual adat ke Pebenkel, dank ala Pebenkel menyampaikan hal yang sama kepada masyarakat adat. Pembahasan Proses komunikasi dan sosialisasi top down pasif sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya menunjukkan kekhasan dalam manajemen informasi tradisional, dimana posisi pimpinan selalu untuk didatangi dan memberi nasehat kepada bawahan. Terlepas dari budaya yang telah terwariskan, proses sosialisasi dan komunikasi seperti ini akan semakin mempertegas ketokohan pemimpin adat atau pemangku adat, atau akan semakin memperjelas kepatuhan rakyat atau masyarakat adat kepada pemangku adat. Hal ini relevan dengan salah satu dari tiga faktor penentu hubungan antarsuku menurut Royle (dalam Pelly, 1989:25), yakni faktor kekuasaan (power). Pemangku adalah pemimpin dan penguasa dalam suatu komunitas adat. Posisinya sebagai pemimpin adat mempengaruhi tingkat kepatuhan rakyatnya. 497 e-Proceeding | COMICOS 2017 Di samping itu, tradisi “menyilaq” dengan mendatangi dan menyampaikan secara lisan informasi tentang kegiatan adat oleh lang-lang kepada pebenkel yang ada di setiap wilayah merupakan tradisi yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, penghargaan, dan kemanusiaan. Sebab mengundang secara langsung (secara lisan dengan mendatangi) merupakan wujud penghargaan yang luar biasa dari pada mengundang secara tertulis tanpa hadir langsung. Tradisi pertemuan seperti ini yang belakangan mulai langka terlihat. Masyarakat kita sudah banyak terkontaminasi oleh tradisi pemanfaatan teknologi komunikasi. Tradisi menyilaq juga menunjukkan bahwa komunitas adat Bayan tidak terkontaminasi dengan budaya tradisi komunikasi social modern yang mengandalkan teknologi seperti telpon selular, atau memanfaatkan teknologi percetakan dengan menggunakan undangan, sebagaimana yang umumnya dilakukan oleh masyarakat modern di perkotaan dan bahkan di perdesaan. Tradisi menyilaq diklaim dapat menjaga hubungan baik di antara masyarakat. Berkomunikasi tatap muka lewat tradisi menyilaq dalam kajian komunikasi dianggap bisa mewujudkan efektifitas komunikasi, karena di dalamnya terjadi pertemuan antarpribadi. Oleh karena itu tradisi menyilaq dapat memenuhi unsur kelebihan komunikasi interpersonal menurut Effendy (2003: 6) karena ada personal contact dan immediate feedback selama face to face communication berlangsung dalam tradisi menyilaq. Dalam tradisi menyilaq terlihat adanya rangkaian informasi berjenjang dengan melibatkan orang-orang terpercaya dalam komunitas adat. Upaya pemangku adat untuk membangun trush komunikator (pembawa informasi), dan memilih dua orang yang diutus untuk membangun dan meyakinkan kebenaran konten yang disampaikan, termasuk pilihan cara penyampaian informasi yang manusiawi atau humanis (dengan menyilaq) merupakan tradisi komunikasi yang baik. Tradisi komunikasi lewat ritual menyilaq seperti yang dilakukan oleh komunitas adat Bayan dalam menyampaikan informasi kegiatan ritual mereka telah memenuhi persyaratan komunikator yang sukses menurut Aristoteles (dalam Effendy, 2003:351) yaitu; pertama, etos, yang mensyaratkan komunikator untuk selalu bersikap jujur dalam menjalankan tugas dan mempunyai komitmen yang tinggi untuk konsisten; Kedua, logos, dimana statemen yang keluar dari komunikator merupakan cerminan kebenaran, 498 e-Proceeding | COMICOS 2017 dan itu harus bisa dipertanggungjawabkan pada public; dan ketiga, pathos, dimana aspek kemanusiaan juga mesti dipertimbangkan dalam menjamin suksesnya komunikasi yang dilakukan. Dua proses sosialisasi dan menyilaq (model topdown pasif dan model topdown aktif) yang telah dijelaskan sebelumnya pada prinsipnya sama dengan model komunikasi dua tahap atau yang dikenal dengan two step flow of communication dari Paul Lazarsfeld et.al.dan Elihu Katz (1940). Meskipun hasil riset ilmuwan Amerika tersebut terkait dengan komunikasi politik dalam pemilihan umum dan terkait dengan media massa, tetapi prinsip dan tahapan dasarnya sama, yakni adanya dua tahapan komunikasi dan adanya opinion leader. Bila dalam modelnya Lazarsfeld dan teman-teman menjadikan media massa sebagai channel pada tahapan pertama dan komunikasi interpersonal pada tahapan kedua, maka dalam model menyilaq yang dilakukan komunitas adat Bayan menggunakan media komunikasi interpersoanal dalam kedua tahapannya. Bila model komunikasi dua tahap (two step flow of communication) dari Lazarsfeld dkk diadaopsi untuk komunikasi dua tahap dalam praktek komunikasi dan sosialisasi kegiatan adat di masyarakat Bayan, maka dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar. 3. Model Komunikasi Dua Tahap dalam tradisi Menyilaq dan Sosialisasi Kegiatan Ritual Adat Bayan Tahap II Komunikasi interpersonal (Menyilaq) Tahap I Komunikasi interpersonal PEMANGKU ADAT PEBENKEL MASYARAKAT ADAT BAYAN Tradisi menyilaq tidak hanya dilihat dari konteks penyampaian pesan tentang suatu acara adat yang akan dilaksanakan tetapi di dalamnya tersirat upaya membangun hubungan dan silaturahim di antara komunitas adat Bayan. Banyak hal yang dibicarakan dan didiskusikan selain persoalan perayaan ritual adat. Pemangku adat dapat menanyakan perkembangan komunitas pada pebenkel, demikian juga kepada masyarakat 499 e-Proceeding | COMICOS 2017 pebenkel dapat meminta informasi yang terkait dengan banyak aspek kehidupan yang terjadi di level bawah. Kenyataan seperti inilah yang disebut Mulyana (2001:99) dalam prinsip komunikasi yang mengatakan bahwa komunikasi punya dimensi isi dan hubungan. Artinya komunikasi tidak sekedar penyampaian isi pesan tetapi juga membangun hubungan. Tradisi menyilaq sebagai salah satu proses dari ritual adat Bayan menyertakan pentingnya hubungan dalam berkomunikasi. 500 e-Proceeding | COMICOS 2017 DAFTAR PUSTAKA Alqadrie, Syarif Ibrahim. 1999. Konflik Etnik di Ambon dan Sambas: Tinjauan Sosiologis, maklah disampaiakn dalam rangka memperingati Jebelium ke 30 Jurnal Antropologi Indonesia di Pusat Studi Jepang, Depok 6-8 Mei 1999 Andung, Petrus Ana, “Komunikasi Ritual Natoni Masyarakat Adat Boti Dalam di Nusa T enggara Timur” Jurnal Ilmu Komunikasi, V olume 8, Nomor 1, Januari-April 2010 Barth, Fredrik (ed.). 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: Universitas Indonesia Press Bogdan, Robert & Taylor, Steven J. 1975. Introduction to Qualitative Research Methods, A Phenomenological Approach to the Social Science, Canada: John Willey & Sons. Inc. Capozza, Dora dan Brown, Rupert, 2000, Social Identity Processes, London: SAGE Publications Cresswell, W, John. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design Choosing Among Five Traditions, California: Sage Publications, Inc. Denzin, Noman. K,. & Yvonna S. Lincoln. 2000. Handook of Qualitative Research. Sage Publications Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti Fisher, Simon dkk., 2001, Mengelolah Konflik: Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak, Indonesia: SMK Grafika Desa Putra Huberman, A. Michael dan Miles B. Matthew. 1992. Analisis Data Kualitatif, Penj. Rohendi Rohidi, Jakarta: UI Press. Ibrahim, Abd Syukur. 1992. Panduan Penelitian Etnografi Komunikasi. Surabaya: Usaha Nasional Ken Widiyatwati, Ritual “Kliwonan” bagi Masyarakat Batang, Jurnal Humanika, Jurnal Ilmiah Kajian Humaniora, Vol. 18 Nomor 2. Desember 2013 Liliweri, Alo, 2002, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar ---------, 2004. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar ----------, 1997, Komunikasi Antarpribadi, Bandung: PT. Adiyta Citra Bakti Marzali, Amri. 2001. Kekerasan Sosial di Kalimantan: Sebuah Analisis Antropologi Sosiokultural. Jurnal Analisis CSIS. Thn. XXX/2001 No. 3 501 e-Proceeding | COMICOS 2017 Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya. ---------, 2001, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat (ed.). 2001. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Rosda Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Utara, 2010, Kabupaten Lombok Utara Dalam Angka Ritzer, Goerge & Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern, Edisi Keenam, Terjemahan Alimandan, Jakarta: Prenada Media. Soekanto dan Soeleman, 1983, Hukum Adat Indonesia, Jakarta, CV. Rajawali Soeprapto, Riyadi. 2002. Interaksionisme Simbolik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana Suparlan, 1984, Pola Interaksi Antaretnik di Pontianak, Pekanbaru dan Sumenep, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Taylor, M. Donald and Moghaddam, M. Fathali, 1994, Theories of Intergroup Relations: International Social Psychological Perspective, London: Westport Connecticut 502 e-Proceeding | COMICOS 2017 STRATEGI MEDIA DALAM ERA KONVERGENSI Sandi Jaya Saputra, Sahat Sahala Tua Saragih Journalism Department, Faculty of Communication Science, Universitas Padjadjaran & [email protected] Journalism Department, Faculty of Communication Science, Universitas Padjadjaran & [email protected] Abstrak “Ada Asa Perusahaan Pers”. Ini judul sebuah berita sukacita pada Agustus tahun lalu. Dalam berita ini dikutip siaran pers Nielsen Advertising Information Services (AIS). Data Nielson AIS mengungkapkan, belanja iklan untuk televisi dan media cetak di Indonesia pada semester I tahun 2016 sebesar Rp 66,7 triliun, naik 18 persen dibandingkan dengan belanja iklan pada semester I tahun 2015. Dari jumlah ini sebesar Rp 52,7 triliun (77,84 persen) disedot oleh televisi-televisi sedangkan yang diraup oleh koran-koran cuma Rp 15 triliun (22,16 persen). Padahal pada semester I 2015 korankoran meraup Rp 15,2 triliun. Pendapatan dari iklan ini tak mempertimbangkan korting, promosi, atau bonus yang diberikan perusahaan pers. Dengan mempertimbangkan data diatas, ternyata yang utama tetaplah konten (isi). Berbagai aktivitas di luar media cetak (off print) itu pun boleh berujung pada konten komersial atau nirkomersial. Oleh karena itu Gracie Lawson-Bordes (guru besar komunikasi dan jurnalistik Universitas Howard AS) menuliskan pentingnya konvergensi. Dalam bukunya, Media Organization and Convergence: Case Studies of Media Convergence Pioneers (2009), Gracie menyatakan, dalam perspektif jurnalistik konvergensi adalah penyebaran konten, termasuk promosinya, dalam berbagai platform media, baik media cetak, elektronik (radio dan televisi), maupun media daring. Pengelola media bisa mewujudkan isi yang interaktif dengan khalayaknya, kolaborasi redaksi, dan kerjasama editorial. Ini menunjukkan, tulis Gracie, masih ada asa atau masa depan cerah perusahaan media massa di Indonesia. Maka, dilihat dari masalah penelitian, penulis memilih desain penelitian studi kasus intristik dari Robert E. Stake karena penelitian ini bertujuan ingin lebih memahami implementasi strategi konvergensi yang dilakukan oleh Kompas Gramedia Grup. Dengan tipe ini memungkinkan penulis untuk lebih memahami pola pengorganisasian Kompas Gramedia Grup yang sudah menerapkan pola konvergensi, fenomena ini juga dalam segala kekhasan dan kelazimannya memiliki daya tarik. Kata Kunci: Media, Media Massa, Kompas Gramedia Grup, Konvergensi, Studi Kasus PENDAHULUAN 503 e-Proceeding | COMICOS 2017 Dalam hal jumlah tiras, tiada laporan pasti yang dapat dijadikan rujukan. Akan tetapi data Serikat Perusahaan Pers (SPS) Indonesia tahun 2015 mengungkapkan, tiras media cetak tumbuh 0,25 persen di tingkat nasional (tanpa menyebut angka absolutnya), namun sebetulnya banyak juga koran dan majalah yang merosot tirasnya. Media tradisional berada di persimpangan jalan karena terjadi perubahan perilaku khalayak dan tumbuhnya media dalam jaringan (daring - online) atau media digital. Biaya produksi koran dan majalah juga terus naik. Lalu, apakah koran dan majalah harus berubah wujud menjadi media daring, yang dari sisi biaya produksi jauh di bawah biaya produksi media cetak? Guru besar jurnalisme Universitas Texas, Amerika Serikat (AS), Iris Chy dalam buku Trial and Error: US Newspapers’ Digital Struggles toward Inferiority (2013) mengungkapkan kegagalan sebagian besar koran di AS dalam percobaannya menjadi media daring. Pendapatan dari media daring ternyata belum mampu menggantikan pendapatan koran, bahkan mengompensasi penurunan pendapatan yang terjadi pun ia tak sanggup. Media daring di manapun, termasuk di Indonesia, masih menghadapi masalah penghasilan. Model bisnisnya yang pas ternyata belum ditemukan hingga kini (Kompas, 29-8-2016). Oleh karena belum bisa digantikan oleh versi digitalnya, media cetak harus melakukan diversifikasi sumber pendapatan, tak lagi terbatas pada iklan dan tiras. Koran Wall Street Journal dan Washington Post di AS telah memanfaatkan mereknya yang kuat untuk meraih pendapatan melalui kegiatan komunitas. The Yomiuri Shimbun (koran terbesar di Jepang) juga memiliki Primtens Ginza, pasar swalayan di kawasan Ginza, Yomiuri Land Co (yang mengoperasikan taman hiburan dan padang golf di pinggiran kota Tokyo), dan beberapa usaha lainnya di luar bisnis media. Menurut mantan anggota Dewan Pers, Sabam Sinaga, masa depan jurnalisme media daring masih dibayangi ketidakpastian. Pebisnis media daring kini berjuang menemukan model bisnis agar tetap bertahan, karena iklan yang menjadi sumber utama pendapatan ternyata tersedot ke Facebook dan Google. Aplikasi telepon selular (ponsel) dan medsos mulai mengambil alih peran media daring sebagai sumber utama informasi. Ternyata di AS kini semakin banyak orang beralih ke medsos untuk menemukan informasi terbaru. Informasi di medsos sering lebih aktual dan orisinal daripada hasil liputan wartawan media daring. 504 e-Proceeding | COMICOS 2017 Fenomena seperti ini harus direspon dengan cepat oleh media, berubah atau ditinggalkan pembaca. Maka konvergensi media menjadi solusi, itu pula yang dilakukan Kompas Gramedia Grup. Konvergensi yang saat ini dilakukan oleh Kompas Gramedia Grup adalah konvergnesi dalam segi konten, yakni konten kompas cetak, kompas.com dan kompas televisi dielaborasi sesuai kebutuhan medium, salah satu contohnya ekpedisi cincin api, yang bisa dihadirkan dalam tiga medium tersebut. 19 KAJIAN TEORITIS Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Jika diartikan secara sederhana, jurnalistik adalah kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau perlaporan setiap hari (Sumadiria, 2011: 2). Jurnalistik juga diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulis untuk surat kabar, majalah, atau berkala lainnya (Assegaff, 1983:9) dalam (Sumadiria, 2011: 2). Dalam Leksikon Komunikasi dirumuskan, jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarkan berita dan karangan untuk surat kabar, majalah dan media massa lainnya seperti radio dan televisi (Kridalaksana, 1977:44) dalam (Sumadiria, 2011: 2). Dunia jurnalistik telah mengalami perkembangan pesat dalam berbagai aspek, mencakup aspek teknologi, jenis karya, genre dan proses kerja. Perkembangan tersebut didorong oleh masyarakat yang semakin terkoneksi dengan teknologi, yakni internet. Pola mengkonsumsi media juga telah berubah, dari kertas ke digital. Maka perlu adaptasi dalam perubahan jaman tersebut, salah satunya adalah dengan dengan pola konvergensi. konvergensi mengenal lima tahapan, yakni cross-promoting, cloning, coopetition (kolaborasi), content sharing dan Fill convergensi. Selain tahapan dalam dari segi konten, konvergensi menawarkan tiga model. Pertama, konvergensi newsroom yakni jurnalis dengan berbeda platfrom menyatukan diri dalam suatu ruang produksi media. Kedua, konvergensi newsgathering yakni dalam hal ini jurnalis dituntut untuk mampu mencapai tingkatan multitasking yakni jurnlais yang mempu memproduksi berita dengan berbagai platfrom seperti televisi, radio dan teks. Ketiga, konvergensi konten, yakni berita yang hasil akhirnya disuguhkan dalam bentuk multimedia. Konvergensi adalah penggabungan indutri media, telekomunikasi dan komputer menjadi sebuah bentuk yang bersatu dan berfungsi sebagai media komunikasi dalam bentuk digital, hal 19 Wawancara peneliti dengan Budi Suwarna, wartawan senior Kompas, Selasa, 23 Juli 2017 505 e-Proceeding | COMICOS 2017 ini sebagai solusi dari efisiensi segala lini, salah satu contohnya adalah konvergensi karya jurnalistik, dari semula karya jurnalistik media cetak, media televisi, media radio, menjadi karya jurnalistik yang terdiri dari materi tulisan, visual yang terdiri dari gambar atau foto, audio atau video menjadi dalam satu platform. Ragam karya jurnalistik ini dapat tersaji secara tunggal atau kombinasi. Dengan kata lain, karya jurnalistik tersebut mengalami proses konvergensi. Medium internet merupakan medium multi platform yang menjadi sarana sekaligus pendorong terjadinya proses konvergensi tersebut. METODOLOGI Stake mengidentifikasi studi kasus ke dalam tiga tipe. Ketiga tipe tersebut adalah studi kasus intrinsik, studi kasus instrumental, dan studi kasus kolektif. Menurut Stake (2005: 447), tujuan kategorisasi yang dilakukannya bukanlah taksonomik, melainkan untuk menekankan varisai terkait dan orientasi metodologis terhadap kasus. Dalam penelitian ini, studi kasus yang digunakan adalah studi kasus intrinsik. Dalam studi kasus ini peneliti mengingikan pemahaman yang lebih baik terhadap kasus tertentu. Studi kasus intrinsik tidak dilakukan karena kasus mewakili atau menggambarkan sifat atau masalah, namun alih-alih demikian karena kasus tersebut, dalam segala kekhasan dan kelazimannya, dengan sendirinya memiliki daya tarik. Kasus-kasus dalam studi kasus intrinsik biasanya telah menjadi perhatian penting sebelum studi formalnya dimulai. Studi kasus intrinsik bisanya dimulai dengan kasus-kasus yang telah terindentifikasi dengan jelas. Tujuan studi kasus intrinsik bukan untuk memahami suatu kontruksi abstrak atau fenomena umum, bukan pula untuk membangun teori. Studi kasus intrinsik dilaksanakan karena ada daya tarik atau kepentingan intrinsik mengenai objek tertentu. Mengacu pada penjabaran Stake, penelitian ini menggunakan desain penelitian studi kasus intrinsik. Penulis ingin lebih memahami aktivitas Kompas Gramedia Grup dalam melakukan strategi dalam menghadapi era konvergensi. Selain itu, sesuai apa yang dijelaskan oleh Stake bahwa studi kasus intrinsik ini ditempuh bukan karena menggambarkan sifat tertentu, namun karena dalam seluruh aspek kekhususan dan kesederhanaanya kasus itu sendiri menarik minat. Kekhususan kasus aktivitas Kompas Gramedia Grup dalam melakukan strategi dalam menghadapi era konvergensi menjadi kekhususan yang menarik minat penulis karena media massa menuju perubahan jaman revolusi komunikasi. 506 e-Proceeding | COMICOS 2017 Mengacu pada penjabaran Stake, penelitian ini menggunakan desain penelitian studi kasus intrinsik. Penulis ingin lebih memahami aktivasi Kompas Gramedia Grup dalam melakukan strategi dalam menghadapi era konvergens. Selain itu, sesuai apa yang dijelaskan oleh Stake bahwa studi kasus intrinsik ini ditempuh bukan karena menggambarkan sifat tertentu, namun karena dalam seluruh aspek kekhususan dan kesederhanaanya kasus itu sendiri menarik minat penulis. Kekhususan kasus aktivasi Kompas Gramedia Grup dalam melakukan strategi dalam menghadapi era konvergensi menjadi kekhususan yang menarik minat penulis karena kompas media grup yang terdahulu beradaptasi dengan konvergensi. HASIL ANALISIS Pemerintah dibanyak negara terus bekerja keras membantu media konvensional, terutama media cetak, karena secara historis media itu telah berjasa besar dalam memajukan bangsa dan negara mereka. Media konvensional masih tetap menjadi media yang paling dapat dipercayai isi informasinya. Media cetak juga mesti diakui memiliki andil besar dalam mencerdaskan bangsa karena ia terus memupuk budaya atau tradisi membaca warga masyarakat. Tiada negara yang bisa maju pesat tanpa mayoritas penduduknya tekun membaca buku dan media cetak lainnya. Siapa kini di muka bumi ini yang sanggup menjadi orang-orang hebat, di bidang apa pun, tanpa membaca buku dan media cetak lainnya? Fakta menunjukkan, memang jumlah penduduk yang buta huruf di Indonesia menurun. Akan tetapi tradisi membaca buku dan media cetak lainnya juga terus merosot, katanya, gara-gara medsos atau media digital. Padahal, kehadiran internet atau teknologi informasi dan komunikasi juga menyajikan buku elektronik, majalah dan koran elektronik, serta berbagai bahan bacaan elektronik lainnya. Maka dengan melihat fenomena tersebut, media harus berstrategi untuk menyajikan sebuah bacaan yang terintegrasi. Baik secara konten, manajemen atau kombinasi keduanya, saat ini kompas mengadopsi konvergensi yang terhubug secara konten. Contohnya satu isu bisa saling melengkapi, baik teks dan audio visual dalam satu format. Tujuannya agar pembaca kompek dalam menangkap informasi, semua kebutuhan informasi dan indaranya terpenuhi dalam tiga platform. Berdasarkan pengamatan ini, disusun pertanyaan secara garis bersar pada 507 e-Proceeding | COMICOS 2017 penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana strategi konvergensi Kompas Gramedia Grup dalam mengelola isu berita? (2) Bagaimana redaksi Kompas Media Grup dalam menjalankan standar news value dan news judgment pada era konvergansi? Pada pembahasan ini, penulis menjelasan berkaitan dengan strategi Kompas Gramedia Grup yang akan dibahas secara komprehensif dari berbagai sudut pandang redaksi yang berkaitan. STRATEGI KONVERGENSI KOMPAS GRAMEDIA GRUP DALAM MENGELOLA ISU BERIT Konvergensi Kompas dalam pengertian sampai kerja dalam newsroom yang sama saat ini masih dalam pengkajian bersama konsultan. Baik buruknya bebagai aspek terus didalami. Keputusannya seperti apa? Belum tau20. Karena hal tersebut yang disebut konvergensi yang ideal, yakni semua karyawan kompas media grup dari berbagai media duduk bersama dalam satu news room dan membagi isu sesuai medium media. Pengkajian konvergensi yang sedang berjalanhanya mencakup tiga meduim di Kompas yang mengunakan merek sama yakni harian kompas, kompas.com dan kompas televisi. Jadi, medium lainnya seperti koran tribune, warta kota, bola, nova dan sebaginya, tidak termasuk dalam sekema konvergensi. Lebih tepatnya bukan konvergensi semua media di bawah kompas gramedia group, tetapi hanya tiga medium yakni harian kompas, kompas.com dan kompas televisi. Sebelum konvergensi sempurna (bekerja dalam satu newsroom) dilakukan, sebenarnya Kompas Gramedia Grup sudah lama membuat kolaborasi liputan diantara beberapa medium. Seperti, jelajah kuliner, ekpedisi cincin api, jelajah batik, jelajah rempah, liputan mudik dan sebagainya dikerjakan bersama oleh beberapa medium sekaligus. Rubrik sosok harian kompas dan satu meja sekarang muncul dalam versi talkshow di kompas televisi. Akan ada banyak kemungkinan ke depan. Sementara ini, kita tidak membatasi pilihan pada keharusan untuk konvergensi sempurna dalam satu newsroom bersama21. Apalagi sekarang ada fenomena dimana media online yang geratisan secara bisnis tidak terlalu menarik lagi. Terobosan terbaru di berbagai belahan dunia, media cetak justru memperkuat bisnisnya dengan online paywall. Kompas sejak mei 2017 meluncurkan 20 21 508 Wawancara peneliti dengan Budi Suwarna, wartawan senior Kompas, Selasa, 23 Juli 2017 Ibid e-Proceeding | COMICOS 2017 kompas.id yang bisa diakses pelanggannya dengan berlangganan. Kompas Gramedia Grup dalam hal in sealu mencari kemunginan baru dan segar agar tidak titinggalkan oleh pelanngannya, segala inovasi dilakukan untuk mengikuti kebutuhan jaman, salah satunya adalah bekerja dalam sistem konvergensi. Satu hal yang positif dari sistem kerja konvergensi adalah penghematan angaran peliputan dan riset, kompas televisi untuk acara talkshownya mengunakan data dari rubrik sosok harian kompas. Melihat kecendrungan ini, konvergensi adalah salah satu strategi dalam mengelola media massa hari ini. REDAKSI KOMPAS GRAMEDIA GRUP DALAM MENJALANKAN STANDAR NEWS VALUE DAN NEWS JUDGMENT PADA ERA KONVERGENSI Menjadi tantangan tersendiri dalam menentukan standar news value dan news judgment pada era baru media massa, pola kerja baru membutuhkan adaptasi yang tidak sebentar. Sejauh ini Kompas Gramedia Grup melakukan rapat kordiantif antar pemimpin (dari pemred samapai dengan kepala desk) dari tiga medium yang berbeda. Yang dibicarakan soal isu bersama, standar konten, momentum untuk merilis laporan. Biasanya dipimpin oleh redaktur pelaksana harian kompas. Tetapi baru diterapkan untuk proyek-proyek bersama dengan sekala besar seperti liputan mudik22. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal mengenai Startegi Media Dalam Era Konvergensi pada Kompas Media Grup; 1. Strategi Kompas Media Grup dalam pengelolaan konten media dilakukan sebagai berikut: (a) Kompas Media Grup memberikan pelayana baru dalam memanjakan keburuhan klayak. (b) Kompas Media Grup melakukan efisiensi dalam struktur kerja. (c) Kompas Media Grup melakukan efisiensi dalam sistem keuangan. 2. Dalam menjalankan standar news value dan news judment berita pada era konvergensi, redaksi melakukan rapat kordinatof anatar pemimpin redaksi pemimpin (dari pemred samapai dengan kepala desk) dari tiga medium yang berbeda. Hal ini untuk mengedepankan kode etik jurnalistik. Kebijakan redaksi dalam mutuskan standar news value dan news judment berita jurnalisme warga 22 Wawancara peneliti dengan Budi Suwarna, wartawan senior Kompas, Selasa, 23 Juli 2017 509 e-Proceeding | COMICOS 2017 berdasarkan sudut pandang berita yang menarik, berita mengandung momentum kejadian yang tinggi, dengan diramu dengan trandar kulitas jurnailstik terbaik, kualitas riset yang didukung data valid, kulitas tulisan, visual dan video terbaik dengan standar yang sudah ditetapkan redaksi. DAFTAR PUSTAKA Stake, Robert E. 2010. Qualitative Research: Studying How Things Work. New York: The Guilford Press. Sumadiria, As.Haris. 2005. Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Penerbit PT. Remaja Rosdakarya Bandung Lain – lain Serikat Perusahaan Pers (SPS) Indonesia tahun 2015 Harian Kompas, 29-8-2016 Wawancara peneliti dengan Budi Suwarna, wartawan senior Kompas, Selasa, 23 Juli 2017 510 e-Proceeding | COMICOS 2017 MENGONSUMSI RUANG DAN MENJALANI NARASI URBAN: STUDI KASUS REVITALISASI JALUR PEDESTRIAN MALIOBORO Gabriela Laras Dewi Swastika ([email protected]) Universitas Ciputra UC Town, Citraland, Surabaya 60219, Indonesia Abstract Malioboro, a quintessential place in Yogyakarta, Indonesia undergoes a shift. Malioboro pedestrian area which has been used as parking spot for motorbikes, now being returned to its ideal function to provide a wide space for pedestrians (city walkers). When the official government runs this newst policy, it deals with contestation from many layers of society, people who dwell in different social class or identity or driven by diverse political economy use. This new pedestrian lane does not only provide a new space for pedestrian, it is used by many kind of people, travellers, street vendors, city inhabitants, local government. This research will be examined, firstly, how pedestrian lane in Malioboro used and consumed by people as space. Secondly, how this space can narrate the urban stories of its people and thirdly how Malioboro‟s pedestrian lane combine the humane and commercial aim in such space. This research outlines several concepts, such as: consumption and Michel de Certeau and John Urry‟s work on urban narrative. Keywords: city, urban, pedestrian, Yogyakarta, consumption Abstrak Malioboro adalah suatu kawasan di Yogyakarta yang erat, tidak hanya dengan citra turistik, melainkan juga historis dan pusat niaga. Di tahun 2016 hingga 2017 Malioboro berbenah, pemerintah daerah setempat menyusun suatu agenda panjang revitalisasi pusat kota, yang diawali dengan pedestrianisasi. Peristiwa ini tidak selalu berjalan mulus, banyak kontestasi yang terjadi di antara pihak-pihak yang berkepentingan di area ini, mulai dari: para penghuni, pelancong, pedagang, juga pejalan kaki. Berangkat dari peristiwa revitalisasi jalur pedestrian di Malioboro saya hendak meneliti beberapa hal, yakni bagaimana area pedestrian tersebut digunakan dan dikonsumsi oleh para penghuninya, lalu bagaimana para penghuninya menyusun narasi-narasi urban dari ruang yang mereka konsumsi, dan bagaimana area pedestrian Malioboro mampu memadukan tujuan humanis serta komersial di satu lokasi. Dalam penelitian ini saya gunakan beberapa konsep, yaitu praktik konsumsi yang terjadi di perkotaan serta narasi-narasi urban yang disusun oleh Michel de Certeau dan John Urry. Kata kunci: kota, urban, pedestrian, Yogyakarta, konsumsi 511 e-Proceeding | COMICOS 2017 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Yogyakarta, ibukota dari provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, seturut dengan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Provinsi DIY tahun 2015, memiliki luas wilayah sebesar 32 km2 dan dihuni oleh lebih dari 400.000 penduduk, sementara kepadatan penduduknya lebih dari 12.000 jiwa per kilometer persegi. Yogyakarta sendiri secara etimologis berasal dari padanan dua kata Sansekerta, yakni “yogya” yang berarti sesuai, pantas, atau layak, sedangkan “karta” merujuk pada arti maju dan makmur. Pada periode April hingga Desember 2016 satu kawasan ikonik tempat bertemuanya warga lokal sekaligus pelancong, Malioboro, menjalani satu proses pembaharuan. Revitalisasi adalah istilah yang dipilih pemerintah daerah Yogyakarta untuk menamai pembenahan yang mereka lakukan tepatnya di jalur pedestrian sebelah timur area Malioboro. Revitalisasi dibagi dalam dua kloter, yang pertama adalah sisi utara dimulai dari titik jalur pedestrian setelah rel kereta api hingga mal Malioboro, dilanjutkan sisi selatan setelah mal Malioboro hingga sebelum Pasar Beringharjo. Sebelum revitalisasi dilangsungkan, pemerintah setempat telah melakukan pemindahan area parkir motor yang sebelumnya bertempat di jalur yang seharusnya steril bagi para pejalan. Dari inisiatif itulah muncul lokasi baru tersentral di Taman Parkir Abu Bakar Ali, utara Malioboro. Proses revitalisasi sendiri tidak berjalan mulus, selain pesimisme masyarakat atas agenda ini, juga penolakan dari pihak- pihak seperti paguyuban parkir dan pedagang-pedagang kaki lima yang merasa penghasilan mereka hendak dimatikan. Setelah proses negosiasi berjalan cukup alot, kesepekatan di antara 512 e-Proceeding | COMICOS 2017 pemangku kepentingan tersebut menemukan jalan tengah, yakni area pedestrian disterilkan dari fungsi parkir kendaraan bermotor roda dua dan dipindahkan ke area yang lebih tersentral, sedangkan pedagang kaki lima yang kerap mangkal ditata ulang. Proyek revitalisasi kawasan Malioboro tahun 2016 lalu tak luput dari pemberitaan, terutama media massa lokal, seperti Kedaulatan Rakyat. Beberapa di antaranya menjadi headline, seperti termuat pada tanggal 12 April 2016 berita dengan judul “Lampu Penerangan Belum Optimal: Kawasan Malioboro Masih Gelap”, lalu tanggal 19 April 2016 “Mulai Hari Ini Penataan Fisik Malioboro: Sultan Minta Semua Konsisten” dan “Keistimewaan Jangan Sekedar Slogan: Kritis Tata Ruang DIY”, disusul edisi 22 April 2016 berisikan berita “Pembongkaran Trotoar Dimulai: Malioboro Bakal Mirip Singapura”. Pada awal September, tepatnya tanggal 1, Kedaulatan Rakyat menyajikan berita berjudul “Pembangunan Malioboro Seharusnya Dipercepat”. Selain menjadi headline, pembahasan proyek revitalisasi ini juga termuat di kolom-kolom feature dan tulisan opini. Setelah tahap pertama selesai di Desember 2016, saya mulai mengumpulkan pemberitaan pascarevitalisasi, bersumber dari media massa online. Pemberitaan antara lain menceritakan launching jalur pedestrian baru di Malioboro dan fokus utama pemerintah adalah pengerjaan tahap kedua tahun 2017 di kawasan selatan Malioboro, dimulai dari Pasar Beringharjo hingga Titik Nol Kilometer, yang beriringan dengan pembuatan toilet bawah tanah. Rencana ini ternyata adalah agenda jangka panjang pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta terhitung dari tahun 2016 hingga 2019 untuk menyusun kembali tata kota DIY. Sejak Desember 2016 jalur pedestrian Malioboro dibuka bagi publik, kali ini pemandangan yang bisa dilihat saat melintasi jalur ini adalah para pejalan kaki yang hilir mudik, banyak di antaranya yang memanfatkaan fasilitas bangku untuk duduk 513 e-Proceeding | COMICOS 2017 atau berfoto, dan tidak lagi ditemukan lahan parkir sepeda motor. Sesekali masih nampak pedagang asongan yang menjajakan dagangannya dan di saat sore hari pedagang kaki lima bersiap untuk berjualan makanan. Praktik berjalan-jalan di jalur pedestrian ini pun banyak diunggah melalui media sosial. Bila musim liburan tiba, jalur pedestrian bisa sangat ramai. Gerak kaki bisa jadi melambat karena kesesakan di jalur pedestrian. Saya sendiri mengamati bahwa berjalan kaki di kawasan ikonik seperti Malioboro, terutama bagi para pelancong, adalah suatu pengalaman yang patut diincar dan diingat. Sementara bagi penduduk lokal, agenda yang dilaksanakan oleh pemerintah ini mendapatkan apresiasi. Meski masih jauh dari sempurna, namun ide pedestrianisasi di kawasan Malioboro diterima sebagai langkah baik untuk menjadikan rupa Yogyakarta lebih nyaman dan humanis. Lebih jauh lagi, praktik pedestranisasi di kawasan yang spesifik seperti Malioboro, tempat yang erat dengan turisme, menjadi instrumen guna mendorong perkembangan industri budaya dan pelancongan di Yogyakarta. Malioboro tidak hanya menjadi sentra dagang barang dan jasa. Pemerintah Yogyakarta hendak membangun citra Malioboro sebagai commercial pedestrian area atau area pedestrian bertujuan komersial. Hal ini berbeda dengan jalur-jalur pedestrian yang dibangun, misalnya mengelilingi area sekolah, atau kawasan perkantoran, atau di pinggiran perkotaan. Sebab tujuannya tidak hanya menyediakan area yang pantas bagi para pejalan kaki untuk berjalan dan menghubungkan satu lokasi ke lokasi lainnya, melainkan juga bagi penghuni lain turut merasakan pengalaman urban—window shopping, mencicipi makanan di pinggir jalan, berfoto, nongkrong, berbelanja, dan sebagainya. Dengan pengamatan inilah saya merasa bahwa hadirnya commercial pedestrian seperti di kawasan Malioboro memainkan peran penting dalam mengelola 514 e-Proceeding | COMICOS 2017 urban vibrancy di Yogyakarta. Rumusan Masalah Dengan latar belakang yang sudah saya paparkan, maka ada dua rumusan masalah yang perlu ditelusuri dalam penelitian ini, yaitu: Bagaimana para penghuni menyusun relasi dengan konteks urban melalui proses revitalisasi di kawasan Malioboro? Mengapa pedestrianisasi dipilih sebagai instrumen untuk mempertahankan identitas turistik Malioboro? Bagaimana para penghuni mengonsumsi dan menyusun pengalaman mereka atas ruang di kawasan Malioboro? Tujuan Penelitian Penelitian ini hendak memaparkan relasi yang terjalin di antara para penghuni Malioboro, mulai dari pejalan, turis, warga lokal, juga pedagang dengan narasi urban yang lahir dari kawasan Malioboro. Penelitian ini juga ingin menunjukkan alasan dan pertimbangan yang mendorong pedestrianisasi dilakukan untuk mendukung identitas turistik kawasan Malioboro. Saya ingin memperlihatkan praktik konsumsi yang dilakukan oleh para penghuni di kawasan Malioboro dan cara mengartikulasikan pengalaman mereka. 515 e-Proceeding | COMICOS 2017 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Praktik Konsumsi Tidak terbantahkan bahwa setelah Perang Dunia II praktik konsumsi mengalami perubahan krusial. Konsumsi didominasi oleh kelas menengah dan diekspansi secara global, konsumsi di era modern adalah commodity consumption, tidak hanya konsumsi di kebutuhan ekonomi subsistensial. Bagi Bauman (sebagaimana dikutip Schrage, 2012: 5) sejak tiga puluh empat puluh tahun belakangan teori-teori konsumsi telah menancapkan ide-ide yang penting atas kondisi sosial dan kultural masyarakatm di mana konsumsi dilihat sebagai pembentuk identitas dalam kehidupan masyarakat. Kata „consumption‟ berasal dari kata dalam Bahasa Perancis „consomption‟, kala itu di abad ke-14 memiliki arti efek penyakit. Di abad ke-15 penggunaan kata tersebut untuk menjelaskan kerusakan dan ampas (limbah). Barulah di era abad ke-17 dan 18 kata tersebut merujuk pada terma ekonomi, yaitu pembelian barang- barang. Di dalam diskursus ekonomi, kata consumption mulai mengarah pada segala wujud dan fungsi pembelian, berada di kisaran tahun 1700-an. Semenjak itulah kata konsumsi berkonotasi pula pada karakter-karaker seperti pemenuhan, kepuasan, distingsi sosial, dan komunikasi (Schrage, 2012: 7-8). Praktik konsumsi yang dipahami sebagai sesuatu yang negatif itu muncul karena selama ini masyarakat telah diekspansi oleh konsep “the making” yang berada pada tataran produksi. Padahal, mode produksi turut meninggalkan jejak-jejak konsumsi atau “the use”, meski seringkali tidak setenar mode produksi sehingga meninggalkan selubung dalam mode konsumsi. Michel de Certeau (1984: xii-xiii) 516 e-Proceeding | COMICOS 2017 menjelaskan bahwa dengan berkembangnya pemahaman atas representasi sebuah masyarakat dan mode tindakan, dia menimbang peniscayaan konsumsi menjadi penting sebagai komponen determinan dalam sebuah kelompok atau individuindividu. Konsumer seharusnya diberi keleluasaan untuk mengindikasi apa yang akan mereka gunakan atau lakukan dari produk-produk tersebut. Konsumsi tidak hanya sekedar aktivitas ekonomi—konsumsi produk atau penggunaan komoditas untuk memuaskan kebutuhan material—konsumsi juga mengenai harapan, hasrat, identitas, dan komunikasi. Mode konsumsi atas produk-produk budaya tidak lagi menjadi proses yang bersifat pribadi, atomik, dan pasif, melainkan menjadi suatu proses yang bersifat sosial, relasional, dan aktif. Praktik Keseharian Kaum Urban Dalam praktik sehari-hari, ways of operating atau praktik melakukan sesuatu tidak lagi muncul sebagai latar belakang yang gelap dan terpinggirkan, justru para pelakunya perlu memunculkannya sebagai bentuk artikulasi mereka sebagai diri yang melakukan dan aktivitas yang mereka huni. Atomisme sosial selama lebih kurang tiga abad telah menyajikan sejarah perihal unit sosial terkecil, yaitu individu, mengenai bagaimana individu-individu ini bergerak dalam kelompok sosial yang lebih besar, bagaimana mereka terbentuk dan diturunkan olehnya. Prosedur-prosedur kecil (miniscule procedures) yang melibatkan individu perlu diperhitungkan ketika hal tersebut membentuk diskursus yang lebih general. Ways of operating menyatukan praktik-praktik yang tersebar dan berjumlah amat banyak terkait dalam pembentukan makna individu-individu di konteks sosiokultural. Individu- individu inilah yang bergerak setiap hari, berjalan, mengendarai kendaraan, berelasi langsung dengan kota 517 e-Proceeding | COMICOS 2017 yang mereka huni, dan menetap di situ. Merekalah yang mengalami pengalaman langsung dengan kota, mereka “bersentuhan” dengan kota-kota yang mereka tinggali. “The city like a proper name, thus provides a way of conceiving and constructing space on the basis of a finite numbers of stable, isolatable, and interconnected properties” (1984: 94). Pedestrianisasi Lokasi-lokasi urban yang “vibrant”, yang bergeliat dan menyenangkan, bisa mendorong banyak aktivitas penghuninya berjalan lebih lancar. Revitalisasi yang dilangsungkan di lokasi-lokasi urban inilah, yang biasanya terletak di pusat-pusat kota, turut mempertahankan citra kota yang hidup. Pemerintah setempat perlu mengambil tindakan atas hal ini, dalam kasus ini pemerintah kota Yogyakarta dan provinsi DIY melaksanakan tugasnya dengan cukup baik. Dengan tindakan merevitalisasi, menciptakan lingkungan sehat dan atraktif, diharapkan elemen-elemen urbanitas menjadi lebih lengkap (Balsas, 2014: 232). Menurut Oxford English Dictionary (sebagaimana dikutip Jarvis, 1997: 1) adjektiva pertama disinyalir hadir pada tahun 1791 di sebuah surat yang ditulis oleh Wordsworth ditujukan pada temannya di Cambridge, William Mathews, yaitu “pedestrian”, yang berarti “on foot, going or walking on foot, performed on foot”. Penggunaan lebih komprehensif kata pedestrian, yang diartikan sebagai adjektiva atau kata sifat “on foot” juga sebagai kata benda “one who makes a journey on foot, one distinguished for his powers of walking” , terdapat pada kamus yang ditulis oleh H.J. Todd pada tahun 1818 (Jarvis, 1997: 2). Aktivitas berjalan kaki sendiri merupakan aktivitas primer dalam hidup manusia, bisa dibilang satu aktivitas purba yang telah hadir sejak manusia berada di bumi. Sementara walkability, suatu tempat bisa 518 e-Proceeding | COMICOS 2017 dinyatakan layak didiami oleh para pejalan kaki, dipahami sebagai perpanjangan dari lingkungan yang mendorong dan menguatan aktivitas berjalan kaki dengan menyediakan kenyamanan dan keamanan bagi pejalan kaki atau para pedestrian, bisa menghubungkan orang-orang dengan beragam destinasi dalam jangkauan waktu dan usaha yang masuk akal, serta menawarkan pemandangan visual di tengah proses perpindahan tersebut. Walkable network mengandung beberapa atribut, antara lain: konektivitas pada suatu jaringan jalan, menyediakan koneksi dengan mode-mode lain seperti titik-titik transportasi publik, pola-pola jalur pedestrian yang tersentral dan layak tempuh, keamanan, kualitas material jalan, dan konteks yang melingkupi arena, misalnya desain, visual, juga lanskap (Balsas, 2014: 234). Pelancongan Terdapat sebanyak 698 juta kedatangan pelancong internasional setiap tahunnya. Bila dibandingkan, di tahun 1950 jumlah kedatangan internasional sebanyak 25, kemudian sejumlah satu miliar yang diprediksi tahun 2010, meningkat lagi menjadi 1,6 miliar kedatangan internasional di tahun 2020 (WTO sebagaimana dikutip Urry, 2002: 5). Pelancongan yang merupakan aktivitas di waktu senggang, justru kontradiktif dari pengertiannya, sebab perlu diolah dan diregulasi secara seksama. Salah satunya manifestasi dari bagaimana kerja dan waktu senggang diatur sedemikian rupa sehingga menjadi dua aktivitas yang berbeda di masyarakat modern. Pelancongan berangkat dari suatu ide bahwa kondisi fisik dan mental manusia perlu “melarikan diri” dari tekanan rutinitas dan pekerjaan. Dalam pelancongan diperlukan sebuah kinerja yang teregulasi, diatur, dan ditata ke dalam praktik sosial (Urry dan Larsen, 2011: 4). Karakter dalam pelancongan adalah tourist gaze, yang bukan saja perkara 519 e-Proceeding | COMICOS 2017 psikologi seseorang, melainkan terkonstruksi secara sosial dan dipelajari melalui cara memandang “ways of seeing” (Berger sebagaimana dikutip Urry dan Larsen, 2011: 2). Ways of seeing adalah cara memandang yang dikonstruksi oleh citra-citra, cara memandang ini disusun oleh sekumpulan tanda-tanda. Praktik memandang tidak sekadar melihat, melibatkan pula interpretasi, evaluasi, komparasi, serta menangkap tanda-tanda fotografis. Memandang merupakan serangkaian praktik yang dibingkai oleh aspek kultural, persebaran citra dan teks dari satu lokasi ke lokasi lain, selain tentunya pengalaman dan ingatan (Urry dan Larsen, 2011: 17). Tempat-tempat pelancongan disasar oleh para pelancong berdasarkan antisipasi mereka atas fantasi dan mimpi-mimpi, kesenangan- kesenangan yang mereka ingin capai. Antisipasi inilah yang kemudian dikonstruksi dan ditampilkan dalam praktik-praktik nonturistik, seperti media massa, literatur, film, inilah yang semakin memperkuat gaze para pelancong. Selain tourist gaze, relasi para pelancong dengan destinasi yang mereka tuju juga melibatkan pergerakan-pergerakan melalui ruang, inilah perjalanan dan periode masa tinggal para pelancong di suatu tempat (Urry, 2002: 2-3). 520 e-Proceeding | COMICOS 2017 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Penelitian yang saya rancang ini menggunakan metode dalam penelitian kualitatif, merupakan penelitian interpretatif yang menggunakan penafsiran dan telaah dalam analisisnya (Mulyana dan Solatun (eds), 2007: 5). Penelitian kualitatif dalam A Handbook of Qualitative Methodologies for Mass Communication Research (1991: 2) memiliki tujuan menempatkan riset di dalam kerangka kerja yang lebih luas dengan memfokuskan pada peran bahasa bagi manusia, kesadaran, dan praktek kultural dalam kehidupan sosial sehari-hari. Sebagai hasilnya analisis kualitatif meletakkan pondasinya pada obyek-obyek analisis di dalam konteks yang partikular (Jensen and Jankowski (eds), 1991: 4). Dari sekian banyak metode dalam penelitian kualitatif, saya memutuskan untuk menggunakan studi kasus. Studi kasus bisa digunakan untuk menyusun pemahaman mendalam dari isu yang kompleks, studi kasus menekankan analisis mendetail pada suatu fenomena secara spesifik. Robert K.Yin (1994: 21) mendefinisikan riset studi kasus sebagai penyelidikan empiris yang menginvestigasi fenomena kontemporer dalam konteks sehari-hari. Dalam studi kasus tidak cukup bila melemparkan pertanyaan apa (what), melainkan juga bagaimana (how) dan mengapa (why). Pertanyaan apa dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan deskriptif, bagaimana bertujuan mendapatkan pengetahuan eksplanatif, sementara bagaimana merujuk pada pencarian pengetahuan eksploratif. Metode studi kasus yang telah saya pilih bisa berjalan seiring dengan yang dikenal dalam pendekatan penelitian kritis (critical research), yaitu diskurus. Discourse dalam hal ini terkait dengan cara mengumpulkan dan data-data itu sendiri, 521 e-Proceeding | COMICOS 2017 yang diperlukan seorang peneliti untuk digali, dikumpulkan, kemudian dianalisis. Gadis Arivia (dalam Macdonell, 2005: x) menjelaskan bahwa teori diskursus bermula saat posstrukturalis mengkritik strukturalis yang mempertahankan speaking subject dan tidak melihat bahasa sebagai sistem yang terkait dengan konteks. Saat itu―seturut dengan gagasan beberapa ahli―Roland Barthes ingin mengembalikan sebuah teks pada lokasinya, bahasanya yang mengandung kutipan, repetisi, referensi, batasanbatasan yang dilanggar. Jadi, setiap pembaca secara bebas masuk ke dalam teks dari berbagai arah, dan tentunya tidak ada jalan yang paling benar. Subyek „I‟ yang membaca menurut Barthes membawa teks-teks „lainnya‟ dan kemudian melakukan produksi dan reproduksi berulang kali (Macdonell, 2005: ix). Fairclough (1995b: 54) melihat discourse sebagai konsep yang digunakan, baik oleh ilmuwan sosial, analisator, dan ahli linguistik. Discourse merujuk pada penggunaan bahasa baik tertulis maupun lisan, meski Fairclough juga memperluas pengunaannya dalam tipetipe semiotika, seperti citra visual yang terdapat pada foto, film, video, diagram, dan komunikasi nonverbal seperti gestur. Diskursus dalam bahasa dipakai guna merepresentasikan praktek yang terberikan secara sosial dari sudut pandang tertentu. Dialog merupakan syarat utama diskursus, semua percakapan dan penulisan selalu bersifat sosial, di mana pernyataan yang dibentuk, kata dan makna yang kemudian digunakan, semuanya tergantung pada tempat dan kegunaan (di mana dan untuk apa pernyataan tersebut dibuat). Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Teks yang saya gunakan dalam penelitian ini terdiri dari berita-berita media massa online dan cetak terhitung dari periode awal revitaliasi Malioboro berlangsung sampai 522 e-Proceeding | COMICOS 2017 dengan selesai dan rencana dimulainya revitalisasi tahap kedua di tahun 2017, ditambahkan dengan data hasil wawancara dengan beberapa narasumber kunci yang dipilih secara purposif, dan observasi saya ke lapangan untuk melihat langsung kondisi kawasan Malioboro. Berikut saya tuliskan detil dari data yang saya gunakan di riset ini: NO SUMBER 1 Berita tercetak 2 Berita tercetak 3 Berita tercetak 4 Berita tercetak 5 Berita tercetak 6 Berita online 7 Berita online 8 Berita online 9 Berita online 10 Berita online 11 Berita online EDISI JUDUL 12 April 2016 Lampu Penerangan Belum Optimal: Kawasan Malioboro Masih Gelap 19 April 2016 Mulai Hari Ini Penataan Fisik Malioboro: Sultan Minta Semua Konsisten 19 April 2016 Keistimewaan Jangan Sekedar Slogan: Kritis Tata Ruang DIY 22 April 2016 Pembongkaran Trotoar Dimulai: Malioboro Bakal Mirip Singapura 1 September 2016 Pembangunan Malioboro Seharusnya Dipercepat 13 Desember 2016 Pedestrian Malioboro Dilaunching 22 Desember 2016 1 Februari 2017 Revitalisasi Malioboro Tahap II Bakal Dihabiskan Rp 17 Miliar 6 Maret 2017 Revitalisasi Malioboro Tahap II Dikerjakan oleh Kontraktor Tahap I 30 Juni 2017 “Nuthuk” Harga, Warung Lesehan di Malioboro Ditutup 12 Juli 2017 Sultan Minta Jalan-jalan Sirip Sekitar Malioboro Dibenahi 13 Juli 2017 Revitalisasi Malioboro Tahap II Berlanjut di Maret 2017 Tabel 3.1. Detil data yang diolah dalam penelitian Data dari media massa saya gunakan untuk memahami bagaimana media membingkai pemberitaan mereka atas proyek revitalisasi Malioboro. Dari kesebelas teks yang saya pilih, mereka mengambil berita dari sudut pandang Malioboro sebagai tujuan wisata, termasuk di dalamnya jalur pedestrian itu sendiri yang ditampilkan sebagai tempat turistik yang semakin humanis. 523 e-Proceeding | COMICOS 2017 Sementara orang-orang yang diwawancarai merepresentasikan para pelancong atau pendatang yang mengunjungi Malioboro di saat waktu senggang dan/atau liburan. NO 1 2 3 4 5 6 NARASUMBER IDENTITAS GS Perempuan, 27 tahun, freelancer sekaligus musisi. GA Perempuan, 26 tahun, mahasiswa S2. PW Laki-laki, 30 tahun, pekerja. RS Laki-laki, 26 tahun, tenaga pengajar. YS Laki-laki, 28 tahun, wirausahawan. KA Laki-laki, 29 tahun, freelancer. Tabel 3.2. Detil narasumber yang dipilih peneliti secara purposif Selanjutnya pemilihan narasumber di atas, saya lakukan secara purposif, subyek yang dipilih merupakan orang-orang yang relatif dekat dengan saya, dengan demikian orang-orang tersebut dapat menanggapi kehadiran saya sama informatifnya dengan mereka bereaksi terhadap situasi-situasi lain (Budiman, 2002: 30-31). Dengan mengenal lebih dahulu para narasumber, saya menjadi lebih mudah mengamati narasumber dalam lingkungan fisik dan sosial tempat mereka menjalankan kehidupan sehari-hari sehingga saya bisa memberi perhatian penuh pada praktik keseharian mereka. Dalam praktik sehari-hari, ways of operating atau praktik melakukan sesuatu tidak lagi muncul sebagai latar belakang yang gelap dan terpinggirkan, justru para pelakunya perlu memunculkannya sebagai bentuk artikulasi mereka sebagai diri yang melakukan dan aktivitas yang mereka huni. Prosedur-prosedur kecil (miniscule procedures) yang melibatkan individu perlu diperhitungkan ketika hal tersebut membentuk diskursus yang lebih general. Ways of operating menyatukan praktik-praktik yang tersebar dan berjumlah amat banyak terkait dalam pembentukan makna individu-individu di konteks sosiokultural (de Certeau, 1984: xiv). 524 e-Proceeding | COMICOS 2017 NO 1 2 3 4 PERIODE KETERANGAN 31 Oktober 2016 Observasi lapangan dan pengambilan dokumentasi foto. 25 November 2016 Observasi lapangan dan pengambilan dokumentasi foto. 17 Desember 2016 Observasi lapangan dan pengambilan dokumentasi foto. 3 Juli 2017 Observasi lapangan dan pengambilan dokumentasi foto. Table 3.3. Detil periode observasi lapangan yang dilakukan peneliti Metode observasi juga saya pilih untuk menambahkan kedua data di atas sebab cara ini sering digunakan dalam penelitian kualitatif guna mengamati secara langsung obyek, kawasan Malioboro dalam kasus ini, tanpa mediator. Tujuannya adalah supaya saya bisa mendeskripsikan fenomena atau peristiwa dalam riset (Kriyantono, 2008: 106). Dari data-data diskursif inilah, terdiri dari teks dan praksis, gabungan dari beragam sumber, baik media massa daring dan tercetak, pengamatan langsung praksis yang muncul di kawasan Malioboro, serta hasil wawancara saya hendak menganalisisnya menggunakan teori- teori yang mendukung. Teori dan konsep yang saya gunakan, di antaranya adalah konsumsi dalam praktik sehari-hari, kajian pelancongan dan urbanisme, serta place and space. 525 e-Proceeding | COMICOS 2017 BAB III PEMBAHASAN Setiap kisah merupakan kisah perjalanan—praktik spasial. Untuk alasan ini, praktik spasial berurusan dengan praktik sehari-hari, yang menjadi bagian darinya, mulai dari penulisan indikator spasial (Belok kanan, ambil jalur kiri), merupakan awal mula kisah spasial yang lahir dari jejak-jejak perjalanan hingga pemberitaan media (Coba tebak, tadi aku bertemu siapa di toko roti), berita-berita di televisi (Teheran Khomeini tengah terisolasi…), legenda-legenda (Cinderella-cinderella yang hidup di perkampungan), dan kisah-kisah yang tidak tersampaikan (kenangan dan fiksi sebuah tanah nan asing atau waktu lampau) (de Certeau, 1984: 115-116). Menjalani Narasi Urban: Cerita dari Malioboro Di atas adalah kutipan dari buku karya Michel de Certeau berjudul The Practice of Everday Life (1984) yang mengupas detil bagaimana kota dihuni dan bagaimana masyarakat merenda narasi urban di dalamnya. Ibarat tubuh manusia, jalan adalah denyut nadinya. Geliat yang menandakan bahwa kota hidup, tidak sekarat, bisa dilihat dari “kesehatan” jalan-jalan di dalamnya. Tidak sedikit komunitas atau program yang menaruh fokus pada kajian urban dan dinamika masyarakat di dalamnya, termasuk yang menyasar pada pedestrianisasi, seperti Pemuda Tata Ruang dan Kota untuk Manusia yang berbasis di Yogyakarta, ada pula Manic Street Walkers dan Subwalker, keduanya adalah program yang mengkhususkan pada aktivitas berjalan kaki menyusuri kota Surabaya, tidak ketinggalan Koalisis Pejalan Kaki dan Rujak: Center for Urban Studies yang berada di Jakarta. Semuanya terus bekerja guna menciptakan rupa kota yang lebih humanis, aksesibel bagi banyak kalangan tanpa sekat maupun bias, berkelanjutan, dan terus lestari. 526 e-Proceeding | COMICOS 2017 Menengok sejarah pembentukan kota di Indonesia, ada dua jenis kota, yakni kota pelabuhan yang dijadikan titik perdagangan dan memiliki jalur pelayaran internasional atau kota pedalaman sebagai pusat administrasi yang berada di daerah pertanian. Kota pedalaman dibangun di pinggiran sungai, sedangkan kota perdagangan hadir sebagai kota-kota pesisir (Raihana, 2007: 33). Dengan keberadaan kota maka dirancanglah jalan-jalan. Jalan raya hadir di masa kolonial Belanda menjadi milik para pengguna motor dan mobil yang didominasi oleh orang Eropa dan priyayi. Jalan raya yang dikuasi oleh kendaraan bermotor menjadi tanda modernitas, inilah yang kemudian diadopsi oleh bangsa Indonesia sebagai bukti bahwa menjadi modern adalah dengan memiliki kendaraan bermotor, inilah tolak ukur kemajuan dan status. Kondisi ini tidak hanya terjadi di kota-kota, melainkan juga merembet sampai ke desa. Tak ayal posisi pedestrian dan aktivitas berjalan kaki kian ditinggalkan (Raihana, 2007: 40- 41). Para peneliti Universitas Stanford merilis data1 yang menyatakan bahwa penduduk Indonesia menempati posisi terendah sebagai penduduk termalas berjalan kaki karena hanya melangkah sebanyak 3.513 langkah setiap hari, berbeda jauh dengan penduduk Hong Kong yang bisa mencapai 6.880 langkah per hari, nyaris dua kali lipat. Indonesia bahkan tidak mampu melampaui rata-rata langkah kaki penduduk dunia sebanyak 4.961 langkah setiap hari. Bila dibandingkan negara di Asia Timur, seperti Cina dan Jepang, Indonesia masih tertinggal. Penduduk Cina berjalan sebanyak 6.189 langkah, sedangkan Jepang 6.010 langkah per hari.2 Banyak faktor yang menyebabkan kondisi seperti ini, di antaranya adalah rasa aman dan nyaman yang belum terpenuhi di aktivitas berjalan kaki, trotoar yang diokupasi kepentingan lain dan kondisinya yang belum layak, padahal hak pejalan kaki termuat di UU Nomor 22 Tahun 2009 527 e-Proceeding | COMICOS 2017 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kondisi dirasakan semakin sulit terutama bagi kaum difabel sebab kasus seperti Indonesia jalan raya dikuasai oleh kendaraan bermotor. Bertolak pada sejarah, setelah Indonesia merdeka kondisi keuangan pemerintah tidak stabil sehingga belum bisa mewujudkan infrastruktur ideal, perawatan jalan mulai digalakkan kembali di tahun 1980-an. Setelahnya rezim Orde Baru justru melakukan liberalisasi kendaraan bermotor pada tahun 1990-an sehingga jalan raya mulai disesaki kendaraan bermotor. Kota pada dasarnya selalu memunculkan kebaruan. Mobil baru menguasai kotakota di Amerika Serikat di tahun 1950-an, jadi baik negara maju ataupun negara berkembang seperti Indonesia tengah mengalami peradaban baru yang digerakkan oleh transportasi bermotor serta teknologi. Peradaban baru di ruang khalayak berupa jejalan mendapatkan mediasi seperti lampu lalu lintas, rambu-rambu, marka jalan, klakson, dan sebagainya (Raihana, 2007: 13-14). Namun, sesungguhnya masyarakat Indonesia tidak mengenal atau mengalami langsung budaya berkota, masyarakat hanya mengenal budaya bermukim sembari mengadopsi perilaku di jalan raya. Indonesia berada dalam fase bermukim, melompati fase berkota versi dunia barat, dan langsung berada pada modernitas (Kusumawijaya sebagaimana dikutip Raihana, 2007: 59). Karenanya meng-kota atau ber-kota (urbanizing) adalah suatu peristiwa yang relatif baru di Indonesia. Dari kebaruan berkota, yang terjadi adalah para pejalan kaki menjadi pihak yang paling lemah, pedestrian termarjinalkan di jalan raya, seringkali tanpa didukung oleh fasilitas trotoar yang layak. Sebagai pihak lemah, 1 Sebagaimana diberitakan oleh BBC Indonesia online pada tanggal 12 Juli 2017 berjudul Data Ponsel Dunia: Orang Indonesia Paling Malas Jalan Kaki, diakses dari http://www.bbc.com/indonesia/majalah-40577906. 2 Diambil dari berita Tirto.id tanggal 16 Juli 2017 dengan judul Orang Indonesia Paling Malas Berjalan Kaki, diakses dari https://amp.tirto.id/orang-indonesia-paling-malas-berjalan-kaki-csJJ. 528 e-Proceeding | COMICOS 2017 pedestrian menjadi pihak yang paling lemah, pedestrian termarjinalkan di jalan raya, seringkali tanpa didukung oleh fasilitas trotoar yang layak. Sebagai pihak lemah, pedestrian kerap mengalami himpitan dan ketersingkiran. Padahal—justru kontradiktif—para pejalan inilah yang bisa mengalami kota dengan seluruh indera di tubuhnya, merekalah yang mampu membaca kota nyaris tanpa perantara, pedestrian bisa merasakan pengalaman berkota secara langsung tanpa terbiaskan oleh kecepatan mesin atau kondisi buatan lainnya (Raihana, 2007: 15). Kota adalah teks yang bisa dibaca. Sebagaimana mengutip de Certeau (1984: 91), “A city composed of paroxysmal places in monumental reliefs. The spectator can read in it a universe that is constantly exploding.” Para penghuni (dwellers), merekalah yang hadir untuk membaca kota tempat mereka huni, turut menyatakan kegelisahan atas kondisi Malioboro yang kian lama kian sumpek. Para penghuni kota tidak sebatas penduduk lokal saja, melainkan juga para pendatang, pelancong, pedagang yang berjualan di Malioboro, tukang parkir, pembeli, juga pejalan. Sebelum proyek revitalisasi digarap bagi GA aktivitas berjalan kaki menjadi kurang menyenangkan karena lahan pedestrian dipenuhi oleh pedagang. Lahan menjadi sesak dan terkadang membuat pedestrian berdesak-desakan dan biasanya hal ini jadi salah satu pemicu kejahatan, copet atau pelecehan seksual. “Suatu kali saat berjalan di kawasan pedestrian Malioboro saya mendengar seorang perempuan di belakang saya berkata pada temannya bahwa saat mereka berjalan ada seseorang yang sengaja memegang bokongnya tapi ia tidak bisa memastikan orang itu karena ramai,” ujarnya. Pandangan lain dilontarkan oleh GS, “Saya pikir kegiatan jalan-jalan di Malioboro ini terpusatnya pada dan hanya kegiatan niaga saja. Tidak ada yang bagus di Malioboro dalam hal keindahan pemandangan, instalasi seni di ruang 529 e-Proceeding | COMICOS 2017 terbuka, atraksi rakyat, pelestarian budaya atau sejarah, dan kenyamanan pedestrian.” Rasa tidak aman, visual yang buruk, lunturnya nilai budaya inilah yang menjadi fokus dari kritik yang dilontarkan oleh city dwellers. Identitas mereka bukan saja sebagai penghuni yang lahir dan dan besar di Yogyakarta, namun di suatu kesempatan bisa berubah, mereka juga seorang pelancong yang mengonsumsi ruang, citra-citra visual, kisah urban, dan perjalanan di kawasan Malioboro. Mereka pulalah pedestrian yang pernah mengalami buruknya trotoar. Saat mengetahui rencana revitalisasi, dengan melihat langsung pembongkaran di jalur pedestrian dan kerja-kerja pertukangan di situ, beberapa orang juga memberikan komentar— ada sisipan harapan di dalamnya. “Baiknya harus ada banyak tempat sampah, pohon-pohonan hijau, bangku beristirahat, toilet umum yang dekat. Tidak seperti sekarang yang hanya satu. Mungkin baik juga jika ada polisi pariwisata yang berpatroli sehingga ada rasa aman. Ini berbicara dalam perspektif pariwisata juga. Lalu jangan lupa jalur difabel, ruang laktasi, dan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya. Ada aspek kesehatan, keselamatan, dan ekonomi yang menunjuk ke arah ini,” jawaban yang diberikan PW menanggapi bagaimana seharusnya revitalisasi itu dikerjakan. Sementara RS menambahkan dengan apa yang dia pikirkan, “Jadi penataan kawasan Malioboro tidak hanya itu, selain area parkir, penghijauan, termasuk ya area pedestrian itu. Bayangan saya, lahan pedestrian yang layak adalah lahan pedestrian yang mendukung kebutuhan orang untuk menikmati suasana di Malioboro. Misalnya, tersedia pohon-pohon peneduh, tersedia banyak kursi untuk duduk, tersedia tempat sampah yang dipasang pada jarak-jarak tertentu, tersedia ruang publik untuk pameran karya seni. Tentu jangan sampai mengganggu kelancaran jalan serta tersedia fasilitas yang aman untuk anak kecil dan penyandang disabilitas.” 530 e-Proceeding | COMICOS 2017 Di sinilah kemampuan menakar dan menilai validitas dan fungsi dari sebuah kota menjadi relevan dalam mempelajari konteks dari tempat yang mereka huni, sebab urbanisasi terjadi tidak selalu sama di satu kota dan kota lainnya, dengan kecepatan dan tingkatan yang berbeda (Hall sebagaimana dikutip Jayne, 2006: 14). Tidak hanya perkara yang istimewa, perkara sehari-hari perlu dibaca oleh urban dwellers untuk menyusun pemahaman mereka atas lived text berupa kota. Seperti KA pernah berkata dalam sesi wawancara, “[…] ruang publik kita hari ini di Jogja, terutama dalam konteks jalan raya, sangat mengkhawatirkan karena dikuasai oleh pengendarapengendara yang brengsek dan tak tahu diri. Pejalan kaki itu seolah-olah dipandang seperti warga negara kelas ketiga dan kelas kesekian. Saya kira, ini bagian dari refeodalisasi ruang publik.” Mereka tahu perihal kota melalui keterlibatan langsung sebagai invidividu yang “making do”—melakukan sesuatu di dalamnya—dan kemudian mereproduksi, salah satunya dalam kasus ini adalah narasi mereka yang dikisahkan pada saya. Adanya trajectory atau perpindahan, individu-individu bergerak menyiasati kehidupan mereka sebagai penghuni kota-kota besar. Trajectory menyuguhkan perpindahan, pergerakan yang dinamis, adalah pijakan bagi seperangkat tindakan dan operasionalisasi, adalah perpindahan temporal dan memiliki relasi dari satu titik ke titik lainnya yang merupakan serial kejadian. Serial kejadian yang saya tangkap dalam narasi perkotaan ini adalah yang diceritakan oleh narasumber dan diberitakan oleh media massa. Revitalisasi di kawasan Malioboro tidak selalu diikuti oleh peristiwaperistiwa baik lainnya, seringkali peristiwa buruk tetap terjadi. Atau bila dari cerita para narasumber proses adaptasi penerimaan kawasan terbarukan Malioboro tidak bisa berlangsung dalam waktu singkat. RS bercerita bahwa setelah revitalisasi jalur 531 e-Proceeding | COMICOS 2017 pedestrian dia baru mampir satu kali ke Malioboro, waktu itu karena ingin mampir ke kios buku Periplus di Mal Malioboro, tetapi dia tidak memarkirkan motornya di Taman Parkir Abu Bakar Ali, alhasil dia juga tidak mengakses jalur pedestrian dari ujung utara. RS hanya mengakses jalur pedestrian yang letaknya tepat di depan mal. “Tapi parkir motor tidak Abu Bakar Ali, sengaja ga mau parkir di situ. Konsekuensinya kan ya begitu kalau tidak ada kantong parkir di depan, mal harus punya basement untuk parkir. Bahkan sekarang area parkir motor di mal itu dibesarkan, diperluas,” tuturnya. Berbeda dengan GS yang memutuskan parkir motor di Abu Bakar Ali baru kemudian berjalan kaki di Malioboro. Dia pernah menyusuri jalur pedestrian baru tersebut dari sisi utara hingga selatan. “Bagus, menyenangkan, vibe-nya positif meski banyak orang, ga bikin takut ketemu sama orang banyak karena kan Malioboro dulu seperti itu, umpek-umpekan, jadi males ketemu banyak orang,” ujarnya. Hanya sayangnya, kondisi taman parkir masih di batas kelayakan dan sangat buruk dipandang mata. Baginya taman parkir yang dibuat pemerintah saat ini sama sekali tidak estetis, juga cukup membahayakan karena tanjakannya yang tajam. “Ga estetik sama sekali. Ditaruh di landmark seperti Malioboro itu mendiskreditkan image Jogja sebagai kota seni. Keamanannya juga dirasa kurang, area jalan untuk motor naik ke parkiran itu menakutkan. Secara psikologis membuat kita waswas untuk menaikkan motor,” tegasnya. Perkara yang mengikuti tidak sebatas ini, banyak media massa memberitakan kritik dan saran dari pelancong yang sempat singgah ke Malioboro. Pelancong kerap mengeluhkan bahwa ketidaknyamanan untuk duduk berlama-lama di Malioboro adalah begitu banyaknya pengamen. Baru duduk sejenak, pengamen datang menghampiri untuk meminta uang, dan kondisi itu terjadi terus-menerus.3 Selain 532 e-Proceeding | COMICOS 2017 pengamen, limbah yang dibawa oleh pedagang kaki lima juga menimbulkan polusi bau dan tentu saja visual. Sampah juga masih berserakan, tak jarang sampah-sampah dibuang sembarangan di pot-pot tanaman penghias.4 Terakhir, kasus yang ramai dibicarakan, di saat libur Lebaran ada pedagang kaki lima Intan yang berjualan makanan di area pedestrian dikenai sanksi tidak boleh berjualan sementara karena aksi nakalnya, menaikkan harga sekenanya dan tidak sesuai standar, sehingga dilaporkan oleh pengunjung di media sosial, kemudian UPT bertindak.5 Proyek revitalisasi Malioboro sendiri adalah bagian dari rangkaian agenda pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menata ulang pusat kota. Dimulai dari tahun 2016 yang ditunjukkan melalui revitalisasi jalur pedestrian Malioboro di sisi timur, sepanjang area dari titik trotoar setelah rel kereta api hingga sebelum Pasar Beringharjo. Dilanjutkan di tahun 2017 ini mulai dari area Pasar Beringharjo hingga Titik Nol Kilometer, termasuk di dalamnya rencana pengerjaan di tempat-tempat turistik, seperti Benteng Vredebur, Monumen 11 Maret sekaligus pembangunan toilet bawah tanah. Anggaran yang digelontorkan untuk proyek ini pun tidak sedikit. Pengerjaan toilet bawah tanah memakan dana sekitar 5-6 miliar rupiah, sedangkan revitalisasi area pedestrian mencapai 23,7 miliar. Tidak selesai di dua tahun ini saja, selanjutnya tahun 2018 akan dilaksanakan perombakan jalur pedestrian di sisi barat Malioboro dan tahun 2019 fokus pengerjaan berada di jalan-jalan sirip, seperti: Jalan Sosrowijayan, Dagen, Pajeksan, Beskalan, Perwakilan, Suryatmajan, Ketanda, dan Papringan. Proyek jangka panjang ini dikerjakan oleh Pemda DIY melalui Dinas 3 Diambil dari pemberitaan tanggal 19 April 2017 berjudul “Sejumlah Wisatawan Keluhkan Banyaknya Pengamen di Malioboro”, tautan dari http://jogja.tribunnews.com/2015/04/19/sejumlah-wisatawan-keluhkan- banyaknya-pengamen-dimalioboro. 4 Data diambil dari pemberitaan tanggal 4 Februari 2017, tautan diakses dari http://krjogja.com/web/news/read/23525/Sampah_Sisa_Makanan_Kotori_Malioboro, dengan judul “Sampah Sisa Makanan Kotori Malioboro”. 533 e-Proceeding | COMICOS 2017 5 Pemberitaan tanggal 30 Juni 2017 berjudul “Nuthuk, Harga Warung Lesehan di Malioboro Ditutup”, https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3544591/nuthuk-harga-warung-lesehan-didiakses dari malioboro-ditutup. 534 e-Proceeding | COMICOS 2017 Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral atau kerap disingkat DPUP-ESDM, khusus bagi kawasan Malioboro bekerja sama dengan pemerintah kota Yogyakarta dan UPT (Unit Pelaksanaan Teknis) Malioboro.6 Didik Kristiadi, IR, MLA, MAUD, Dosen Perencanaan Wilaya dan Kota Universitas Gadjah Mada menanggapi, “Melihat Malioboro itu kita harus melihat secara arif. Kita bisa melihat dari estetik, etik, dan logic. Membuat sesuatu jangka panjang harus memuat tiga dimensi itu.”7 Didik membayangkan bahwa jalan bisa menjadi tempat pembelajaran lingkungan yang kompeten. Charles Baudelaire (sebagaimana dikutip Nas, 2012: 431) memperkenalkan konsep flâneur—bisa dimaknai dalam Bahasa Indonesia sebagai pengeluyur atau pelancong iseng— di tahun 1863, dia menuliskan demikian: For the perfect flâneur for the passionate spectator, it is an immense joy to set up house in the heart of the multitude, amid the ebb and flow of movement, in the midst of the fugitive and the infinite. To be away from home and yet to feel oneself everywhere at home; to see the world, to be at the centre of the world, and yet to remain hidden from the world […]. Di era modern, ide flâneur memainkan peranan penting dalam evaluasi kehidupan sosial di sebuah kota dan urbanisasi yang terjadi di dalamnya. Flânerie disusun oleh konfrontasi di antara kota dengan latar belakang biografis tiap-tiap flâneur, antara keadaan yang familiar sekaligus asing, flânerie karenanya adalah suatu bentuk eksplorasi etnografis, dan flâneur bertindak untuk mengumpulkan pengetahuan atas kotanya (Nas, 2012: 431-432). Merekalah, para penghuni kota, yang mengombinasikan aktivitas berkeluyur, observasi, partisipasi, serta investigasi secara berulang. Dengan menjadi flâneur, mereka menegaskan empat elemen diskursif, yakni gaze, produksi pengetahuan, produksi tekstual, dan waktu. Aktivitas pokok dalam the gaze, tatapan atau pandangan, adalah observasi dan refleksi. Untuk mencapai hal itu, 535 e-Proceeding | COMICOS 2017 mereka perlu memberikan perhatian pada detil-detil kejadian atau obyek, tanda-tanda, serta mengamati sekitarnya. Meski melebur bersama kerumunan yang ada di sekitarnya, mereka tetap independen dan anonim, dengan cara inilah flâneur bisa mengartikulasikan kebebasan mereka di arena tempat mereka berkeluyur. Pada elemen kedua, para penghuni kota sebagai tukang keluyur dapat memproduksi pengetahuan melalui bidang-bidang keilmuan atau teks media serta teks estetika. Selanjutnya dalam perihal waktu, kerapkali flâneur mendobrak pakem waktu yang ditetapkan oleh rezim kapitalisme, sebab mereka justru berkeluyur guna mendemonstrasikan pemanfaatan waktu senggang guna meresistensi penetapan waktu oleh rezim kerja kapitalis (Trivundža, 2011: 73-79). 6 Pemberitaan tanggal 1 Februari 2017 dengan judul “Revitalisasi Malioboro Tahap II Bakal Habiskan Rp 17 Miliar‟, diakses dari tautan http://economy.okezone.com/read/2017/02/01/470/1606521/revitalisasi-malioboro- tahap-ii-bakalhabiskan-rp17-miliar. 7 Diambil dari video wawancara Pemuda Tata Ruang dengan alamat https://www.youtube.com/watch?v=sHGEZ4srHLY. 536 e-Proceeding | COMICOS 2017 Mengonsumsi Commercial Walking Area di Kota Yogyakarta Dari ilustrasi di atas kita bisa melihat bagaimana kondisi jalan-jalan yang saling terhubung di kawasan Malioboro, tidak hanya jalur pedestrian melainkan juga jalan raya di sekelilingnya. Jalan di Asia Tenggara memang erat kaitannya dengan sektor perdagangan, dipadati pula oleh interaksi antarmanusia dari banyak golongan dan lapisan kelas sosial. Jalan, karenanya bisa dipahami sebagai suatu tempat bagi perpindahan, jalan adalah tempat untuk melintas, jalan mewadahi pergerakan ruparupa, postur, dan beragam bentuk manusia (Jacobs sebagaimana dikutip oleh Raihana, 2007: 48). Kehidupan di kota-kota Asia Tenggara, Indonesia salah satunya— Yogyakarta di kasus ini—merepresentasikan wujud ruang yang dimanfaatkan bagi pertumbuhan perdagangan informal, tidak hanya bagi akses kendaraan bermotor dan pejalan kaki. “Life between buildings” memberikan peluang sekaligus tantangan bagi para penghuninya (dwellers) (Raihana, 2007: 52). Jalan merupakan ruang bagi khalayak yang paling banyak ditemui di suatu kota, jalan juga paling banyak dalam segi luasan dan paling banyak menampung interaksi. Sejak menjadi prasarana, jalan tidak lagi sekadar ruang antropologis yang dihuni, melainkan juga ruang instrumental yang dikonsumsi oleh individu- individu yang menumpang untuk lewat (Raihana, 2007: 8-9). Dengan berjalan, mengalami ruang dan waktu, berhenti dan berkelok sesuka hati, para pejalan bisa mengambil jeda dan jarak terhadap kota yang mereka diami. Di situlah muncul 537 e-Proceeding | COMICOS 2017 pandangan atas kota sebagai ruang yang mereka tinggali menjadi lebih terang dan jelas. Kajian atas tempat (place) dikembangkan pada dasarnya karena hampir semua teori sosial dan budaya mengandung seluruh penjelasan atas tempat―atas relasi spasial, juga tidak lupa relasi temporal (waktu)―dengan cara-cara tersendiri. Konsep konsumsi menyebutkan bahwa konsumer seharusnya diberikan keleluasaan untuk mengindikasikan apa yang mereka gunakan atau lakukan, apa yang mereka konsumsi. Keterikatan antara aktivitas konsumsi dengan ruang tempat aktivitas ini berlangsung, dalam penjelasan John Urry (1995: 1; Budiman, 2002: 36) disebabkan karena tempat (place) yang mewadahi aktivitas itu menyediakan konteks spasial (spatial context) yang di dalamnya benda ataupun jasa bisa digunakan, dibeli, dibandingkan, dan dievaluasi. Sebuah ruangan tidak berfungsi semata-mata sebagai latar fisik, melainkan juga sebagai pusat-pusat konsumsi (centres of consumption) yang mengelilinginya. Konsumsi terabaikan dari jangkauan ilmu sosial hingga tahun 1980-an, namun saat ini konsumsi mulai dilirik sebagai praktik yang signifikan yang menunjukkan tindakan dan ekspektasi dari orang-orang yang melakukannya, sebagai konsumen, yang memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sosial mereka (Miles dan Paddison sebagaimana dikutip Jayne, 2006: 7). Konsumen dalam penelitian ini adalah seluruh narasumber, baik GS, GA, RS, KA, YS, dan PW, termasuk orangorang yang diberitakan dalam media massa sebagai pengunjung Malioboro di saat senggang mereka. Slater (sebagaimana dikutip Jayne, 2006: 21) menyebutkan bahwa kultur mengonsumsi tidak hanya sebatas pembelian, penggunaan material atau produk industrial maupun intelektual, termasuk pengalaman mereka sebagai konsumen bisa turut membentuk kota yang yang lebih baik. Penting melihat bahwa perkembangan kota modern tidak hanya terpusat pada lokasi-lokasi perbelanjaan atau perdagangan, 538 e-Proceeding | COMICOS 2017 perkembangannya tergantung pula pada kebijakan publik, institusi, mekanisme pemerintah yang dimaksudkan untuk memantau pasar dan mengubah praktik industri. Karenanya pemerintah setempat perlu menyediakan infrastruktur dan dukungan bagi pertumbuhan kotanya, seperti perlengkapan kerja, edukasi, transportasi, sistem pembuangan limbah yang memadai, penanggulangan kemiskinan, dan sebagainya (Jayne, 2006: 24). Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh YS saat ditanyai mengenai keluhan-keluhan para pedagang yang merasa pendapatnya turun akibat pengalihan kantong parkir ke Taman Abu Bakar Ali, “Menurutku itu bukan dua hal yang mesti berbanding terbalik yo. Kalo infrastrukturnya bisa digarap dengan baik justru omzetnya (omzet pedangang-pen) bisa meningkat karena kalau logika oversimplistiknya, space yang sama kalo hanya diisi pedestrian versus diisi motor, mobil, dan lain-lain kan manusianya banyak kalo diisi pedestrian tok.” Di kasus Malioboro, pedestrianisasi diambil sebagai langkah menciptakan rupa kota supaya bisa dinikmati oleh penghuninya. Langkah ini telah diambil oleh pemerintah di banyak negara sejak puluhan dekade, bahkan abad lalu, sebab manusia pada hakikatnya perlu merasakan geliat urban di dalam kota yang mereka tinggali untuk berkumpul di ruang publik yang terbuka dan bersosialisasi. Di Malioboro pedestrianisasi ditempatkan dalam sebuah kawasan komersial, turistik, dan historis yang menggabungkan aktivitas berjalan, berkeluyur, dan berbelanja. Tujuannya adalah mempromosikan kultur jalan kaki dalam upaya menciptakan kota yang layak huni yang diawali dari suatu kawasan yang amat populer, harapannya adalah semakin banyak orang yang mau melakukannya. Selain itu, tentu saja, pemerintah setempat turut bisa mendorong urban branding Yogyakarta (Balsas, 2014: 256-257). Urban branding yang dipamerkan melalui aksi 539 e-Proceeding | COMICOS 2017 pedestrianisasi Malioboro ada komoditas yang ditawarkan. Appadurai (1989: 6) menjelaskan bahwa komoditas merupakan segala sesuatu yang ditujukan bagi pertukaran. Appadurai menjelaskan bahwa nilai sebuah komoditas tidak hanya ditentukan oleh pemakaiannya dan manfaat (use value), melainkan juga dinilai dari seberapa jauh sesuatu tersebut bisa dipertukarkan (exchange value). Maka dari kehadiran mereka sebagai pejalan, pelancong, penghuni di suatu lokasi, mereka mengonsumsi suatu komoditas, dalam hal ini kawasan Malioboro dengan tujuan mempertukarkan nilai. Praktik konsumsi yang mereka lakukan tidak berhenti sampai di nilai guna, namun kerapkali pemenuhan hasrat, keingintahuan, gaze, sampai status sosial. Di bawah kapitalisme, komoditas mengambil posisi eksklusif dari pertukaran nilai. Dari obyek komoditas inilh, baik artefak material maupun nonmaterial, turut membentuk kehidupan seseorang (Jayne, 2006: 8). Kajian atas konsumsi menjelaskan bahwa praktik tersebut lekat dengan praktik yng menyusun identitas. Konsumsi tidak terjadi dalam satu kali tindakan saja, namun selalu berulang membentuk suatu sirkuit use and reuse—penggunaan dan pengolahannya kembali (Jayne, 2006: 77). Dalam subbab ini, praktik mengonsumsi ruang semakin kentara. Soja (sebagaimana dikutip Jayne, 2006: 128-129) menjelaskan bagaimana ruang dikonstruksi sebagai lokasi yang riil, yang terbayangkan (imagined), dan dialami langsung (perceived) melalui tiga elemen pembentukan dialectics of spatiality— dialektika dari ruang, yakni: (1) praktik spasial (spatial practice) didefenisikan sebagai produksi dan reproduksi material fisik yang menjadi medium dari aktivitas manusia, seperti jalan, gedung, taman, tempat parkir, toko, dan sebagainya. Selanjutnya (2) representasi dari ruang (representations of space) yang hadir dalam dokumendokumen resmi, tata rencana, buku, media-media, bahkan penulisan ilmiah. Kemudian 540 e-Proceeding | COMICOS 2017 (3) ruang representasi (spaces of representation) adalah kombinasi dari kedua elemen di atas, ini adalah thirdspace (ruang ketiga), ruang yang dihuni dan dialami secara langsung. Thirdspace adalah ruang yang kita rasakan langsung, di dalamnya para penghuni bisa merasa layaknya berada di rumah atau justru terasing dan terancam. Sebagai bagian dari urban dweller, YS merespon thirdspace Malioboro dengan menjelaskan intensinya atas kawasan terbarukan ini, “Teduh, misal dengan kanopi tanaman rambat. Bersih, Malioboro yang dulu kan pesing karena limbah kaki lima, jadi kaki lima ini perlu dipikirkan juga misal didaftar dan ditata di satu lokasi yang disiapkan jaringan sanitasi sekalian, mencontoh Pemda DKI di Monas misalnya, nyaman, estetis, aman. Pasang CCTV lah... Bisa saling menumbuhkan itu, tidak mesti kontradiktif.” Ruang ketiga bagi setiap individu bisa saja tidak sama, pengalaman dan refleksi antara narasumber saya yang notabene lahir dan besar di Jogja tidak selalu sama dengan para pelancong yang datang dari luar Yogyakarta. Saat saya melakukan observasi lapangan di jalur pedestrian Malioboro, nyatanya orang-orang tidak saja sibuk berjalan kaki, tidak sedikit pula yang asyik nongkrong di bangku-bangku yang disediakan di situ. Banyak juga yang berfoto. Mereka menggunakan smartphone untuk memotret, ada pula yang menggunakan DSLR. Di foto-foto yang mereka ambil melalui gadget mereka, para pelancong ingin membuktikan bahwa mereka telah berada di sana. Citra-citra menunjukkan bahwa mereka mencapai status “having been there”, bersamaan dengan mereka menandai teritori baru secara simbolik, menunjukkan kekuasan yang mereka miliki, juga selera dari pencapaian mereka menemukan- menemukan destinasi-destinasi lanskap nan molek (Parmeggiani, 2010: 99). Seperti yang saya singgung sebelumnya, dalam tourist gaze konsumsi turut hadir, 541 e-Proceeding | COMICOS 2017 para pelancong mengonsumsi lanskap secara visual lalu direkam melalui sebuah medium, kemudian direproduksi ke dalam teks-teks media foto. John Urry (1995) menjelaskan bahwa relasi antara suatu tempat atau lokasi dengan praktik konsumsi dapat dilihat dari empat hal, yang pertama tempat ditawarkan dan “dijual” sebagai pusat-pusat konsumsi, darinya baik produk barang atau jasa dikomparasi, dievaluasi, digunakan, dan dibeli; yang kedua suatu tempat dikonsumsi khususnya secara visual; (3) tempat bisa secara literer dikonsumsi, itulah mengapa suatu tempat bisa habis, dinyatakan sudah usang, rusak, dan reyot karena dikonsumsi terus-menerus. Narasi urban lain yang bisa saya ketahui dalam proses wawancara adalah komparasi serta evaluasi yang direfleksikan oleh narasumber. Mereka membandingkan, merefleksikan, serta mengevaluasi praktik berjalan di Malioboro dengan dengan lokasi lainnya. GA: Dia bercerita bahwa pengalamannya berjalan kaki yang nyaman itu terjadi saat berada di kawasan sekitar Sudirman-Thamrin, Jakarta. Berjalan kaki dari Plaza Indonesia menuju arah Sarinah, selain itu di kawasan SCBD. Sayangnya, setelah keluar dari area tersebut, GA tetap menemui kesemrawutan jalan raya. Pengalaman lainnya adalah ketika GA berada di area pedestrian di Stuttgart, Jerman, “Yang di area pedestrian itu bener-bener steril, ga ada yang parkir, ga ada yang jualan. Kalau aku perhatikan di sana itu selalu ada bangku setiap beberapa meter. Kalau di area komersial, mereka kebanyakan juga window-shopping, jalan berapa meter terus lihat- lihat. Kalau di Jerman itu koneksinya adalah halte dan subway, lorong menuju kereta bawah tanah. Di beberapa (lokasi-pen) aku juga lihat tersedia lift, biasanya dipakai untuk difabel atau lansia.” RS: “Pernah, di kota lain, di Bandung, di Braga (tahun 2017). Kawasan turistik juga. Jalannya malam-malam, jalan di Braga itu lebih kecil dua arah, konblok. Konblok itu bisa untuk memperlambat, bisa untuk membedakan kawasan. Yang mengitari itu adalah toko dan café. Yang lebih bagus menuruku karena tetap dipertahankan bentuk kunonya. Jadi ceritanya nginep di hotel dekat situ, trus sengaja menikmati kawasan Braga di malam hari dengan berjalan kaki, lalu mampir ngopi, dan balik ke hotel. Dingin, anginnya besar, tapi tidak hujan. Mantap,” ujarnya. GS: Pengalaman serupa adalah saat berjalan-jalan di Chinatown di Singapore 542 e-Proceeding | COMICOS 2017 dan Wangsa Maju di Kuala Lumpur. Keduanya memang spot turistik tapi GS memiliki pengalaman menyenangkan berjalan kaki di situ. Meski demikian, GS justru merasa yang paling dia sukai adalah bila berjalan kaki tidak di lokasilokasi turistik. Lokasi- lokasi permukiman warga di sekitar Tamansari dan Tembok Beteng baginya menyenangkan untuk ditelusuri tanpa terlalu “menjual”. YS: “Di Bali yo akeh… Ada semacam area yang bustling, dalam konteks itu malah jalan-jalan kecil yang intim, jalan-jalan utama urip sih tapi coraknya beda, ga se- bustling Oberoi. Atau di Taipei, yang hampir di seluruh kota karena menyenangkan untuk jalan-jalan.” Dari cerita-cerita yang mereka bagikan maka relasi antara konsumsi dengan dinamika perkotaan bisa dimediasi oleh interaksi antara praktik-praktik dan proses spasial, ekonomi, politik, sosial, serta kultural (Jayne, 2006: 15). Mereka hadir sebagai penghuni yang tidak terbatasi, justru mereka yang aktif menspasialisasi, “They are not localized, it is rather they that spatialize” (de Certeau, 1984: 97). 543 e-Proceeding | COMICOS 2017 BAB IV PENUTUP Dari uraian di atas, analisis temuan data dan pembahasan yang telah saya lakukan, maka commercial pedestrian area yang saat ini tengah dibangun di kawasan Malioboro merupakan suatu arena yang menyediakan komoditas bagi para urban dwellers supaya dapat dikonsumsi. Praktik konsumsi yang mereka lakukan, tersebar mulai dari penduduk lokal, pendatang yang sedang melancong, para pedagang, tukang parkir, termasuk pedestrian itu sendiri, tidak hanya mengonsumsi material fisik, namun juga citra visual, peristiwa, perjalanan, tanda-tanda. Seluruhnya berkumpul membentuk suatu narasi dalam dinamika perkotaan, dalam riset ini adalah Yogyakarta. Menarik untuk mendalami lebih lanjut, salah satu strategi urban branding yang dijalankan oleh Pemda DIY ini, yaitu pedestrianisasi Malioboro. Sebab, seperti yang diujarkan oleh Urry (2002: 174) terdapat empat hal yang saling terhubung ketika urban dwellers mengonsumsi lingkungan fisik, yaitu: (1) stewardship, penataan untuk menyajikan suatu area yang layak huni bagi generasi selanjutnya (2) eksploitasi kawasan atau sumber daya alam lainnya secara tepat guna (3) scientisation, memperlakukan lingkungan sebagai obyek insvestigasi ilmiah (4) dan visual consumption, mengonsumsi nilai visual dan estetis dari lanskap-lanskap kota. Berangkat dari cara ini, bisa saya simpulkan bahwa tujuan dari pelaksanaan proyek ini, bisa mengakomodasi elemen humanis sekaligus komersial. Keduanya bisa memenuhi paling tidak dua kebutuhan utama, yaitu: humanisme yang terus diusahakan supaya lestari dan kian terasa di pusat kota Yogyakarta, di mana sasaran utamanya adalah pedestrian. Selain itu, penguatan segi komersial, dari sini berasal dari praktik 544 e-Proceeding | COMICOS 2017 pelancongan atau turisme yang tetap dipertahankan Pemda DIY. Karenanya saya rasa, agenda pedestrianisasi semacam ini patut diapresiasi dan didukung oleh banyak pihak. Bukan saja menambahkan citra kota Yogyakarta yang habitable, namun juga membangkitkan geliat kota untuk terus berkembang. Meski seringkali praktik konsumsi diremehkan, dengan keberadaan pedestrian di tengah-tengah Malioboro, justru cara inilah yang bisa dibilang tepat untuk menjaga agar suatu ruang selalu bergeliat. Dengan cara mendatangi pusat konsumsi, melakukan aktivitas di lokasi tersebut, membentuk jejaring sosial di dalam ruang, mengapresiasi sekaligus mengevaluasi, yang dilakukan terus menerus membentuk sirkuit kebudayaan. Penelitian yang saya lakukan ini masih minor, saya merasa masih banyak yang bisa ditambahkan. Cara-cara yang bisa dilakukan antara lain adalah menyusun riset dengan data yang lebih luas, yang mengakomodasi suara-suara dari lebih banyak kelas sosial masyarakat untuk mengetahui tanggapan mereka atas kota yang mereka huni. Praktik konsumsi sendiri adalah suatu praktik di bidang ilmu yang patut untuk dilirik. Kajian-kajian atas konsumsi saya rasa tidak cukup bila berhenti di pusat kota saja. Praktik konsumsi bahkan bisa diteliti dari ruang yang kecil, seperti rumah, keluarga, dan merangkul isu-isu yang lebih beragam. Di antaranya: bagaimana konsumsi berelasi dengan gender, bagaimana menelusuri konsumsi di kota-kota lain selain Yogyakarta, dan masih banyak lagi. Selebihnya adalah persoalan kota, di tempat saya tinggal ini, isu-isu yang perlu digali begitu banyak dan beragam. Dengan mengetahui bagaimana media massa lokal membingkai berita tentang Yogyakarta, dari situlah ideide penelitian saya rasa bisa diangkat. 545 e-Proceeding | COMICOS 2017 DAFTAR PUSTAKA Appadurai, Arjun (ed). (1986). The social life of things: commodities in cultural perspective. Cambridge, UK: Cambridge University Press. Balsas, Carlos. (2014). Walking and urban vibrancy, an international review of commercial pedestrians precincts. Cidades, 11 (18), 230-260. Budiman, Kris. (2002). Di depan kotak ajaib: menonton televisi sebagai praktik konsumsi. Yogyakarta, IDN: Galang Press. Calfee, R. C., & Valencia, R. R. (1991). APA guide to preparing manuscripts for journal publication. Washington, DC: American Psychological Association. Fairclough, Norman. (1995). Critical discourse analysis: the critical study of language. New York, NY: Longman Publishing. Jarvis, Robin. (1997). Romantic writing and pedestrian travel. New York, NY: St. Martin‟s Press, Inc. Jensen, Klaus Bruhn & Nicholas W. Jankowski (eds). (1991). A handbook of qualitative methodologies for mass communication. London, UK: Routledge. Kriyantono, Rachmat. (2008). Teknik praktis riset komunikasi: disertai contoh praktis riset media, public relations, advertising, komunikasi organisasi, komunikasi pemasaran. Jakarta, IDN: Kencana Prenada Media Group. Macdonell, Diane. (2005). Teori-teori diskursus: kematian strukturalisme & kelahiran postrukturalisme dari althusser hingga foucault. Jakarta, IDN: Penerbit Teraju. Mulyana, Deddy dan Solatun (eds). (2007). Metode penelitian komunikasi: contohcontoh penelitian dengan pendekatan praktis. Bandung, IDN: PT Remaja Rosdakarya Offset. Nas, Peter J.M.. (2012). The urban anthropologist as flâneur: the symbolic pattern of Indonesian cities. Wacana, 14 (2), 429-454. Parmeggiani, Paolo. 2010. “Integrating Multiple Research Methods: A Visual Sociology Approach to Venice” dalam Burns, P. et. al. (eds). Tourism and Visual Culture, Vol.2. Raihana, Hani. 2011. Negara di persimpangan jalan kampusku. Yogyakarta, IDN: Impulse. Schrage, Dominik. (2012). The availability of things: a short genealogy of consumption. Krisis: Journal for Contemporary Philosophy, 1, 5-20. Trivundža, Ilija Tomanić. (2011). Dragons and arcades: towards a discursive construction of the flâneur. The Researching and Teaching Communication Series: Critical Perspective on the European Mediasphere. Ljubljana: Faculty of Social Sciences. Urry, John. (1995). Consuming places. London, UK: Routledge. Urry, John and Jonas Larsen. (2011). The tourist gaze 3.0. Nottingham, UK: SAGE Publication Ltd. Yin, Robert K. (1994). Case study research. London, UK: SAGE Publications. SUMBER 546 e-Proceeding | COMICOS 2017 ELEKTRONIK (2016, Desember 13). Pedestrian malioboro dilaunching 22 desember 2016. Tribun Jogja. Diakses dari http://jogja.tribunnews.com/2016/12/13/pedestrianmalioboro-dilaunching- 22-desember-2016 (2017, Februari 1). Revitalisasi malioboro tahap II berlanjut di maret 2017. Tribun Jogja. Diakses dari http://jogja.tribunnews.com/2017/01/19/revitalisasi-malioboro-tahap-iiberlanjut-di-maret-2017 (2017, Maret 6). Revitalisasi malioboro tahap II dikerjakan oleh kontraktor tahap I. Tribun Jogja. Diakses dari http://jogja.tribunnews.com/2017/03/06/revitalisasi-malioboro-tahap- iidikerjakan-oleh-kontraktor-tahap-i (2017, Juni 30). “Nuthuk” harga, warung lesehan di malioboro ditutup. Detik. Diakses dari https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3544591/nuthukharga-warung-lesehan-di- malioboro-ditutup (2017, Juli 12). Sultan minta jalan-jalan sirip sekitar malioboro dibenahi. Tempo. Diakses dari https://travel.tempo.co/read/news/2017/07/12/204890926/sultanminta-jalan-jalan-sirip- sekitar-malioboro-dibenahi (2017, Juli 30). Revitalisasi malioboro tahap II berlanjut di maret 2017. Tribun Jogja. Diakses dari http://jogja.tribunnews.com/2017/01/19/revitalisasi-malioborotahap-ii-berlanjut-di- maret-2017 547 e-Proceeding | COMICOS 2017 548 e-Proceeding | COMICOS 2017 Abstrak ENKUTURASI BUDAYA PADA MASYARAKAT JATON (MASYARAKAT JATON MENJAGA KERUKUNAN DENGAN MASYARAKAT MINAHASA) Suzy Azeharie Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara Jakarta [email protected] Kampung Jawa Tondano atau Jaton terletak di Kecamatan Tondano Utara, Minahasa. Seluruh warga Jaton beragama Islam. Mereka merupakan merupakan keturunan dari salah seorang pahlawan Perang Jawa karismatik bernama KH Muhammad Khalifah Modjo. Kyai Modjo merupakan guru agama Islam Pangeran Diponegoro yang berperang melawan kolonialisme Belanda tahun 1825 sampai 1828. Ketika Kyai Modjo dan anaknya Ghazali dibuang ke Minahasa pada tahun 1829 ikut bersamanya 63 pejuang lainnya. Istri Kyai Modjo menyusul ke Minahasa satu tahun kemudian. Dalam masa pembuangannya Kyai Modjo melanjutkan usahanya menyebarluaskan agama Islam di Minahasa. Hampir semua pengikutnya, Kecuali Kyai Modjo, menikah dengan perempuan Tondano. Selama hampir 200 tahun tinggal di jantung masyarakat Nasrani, kedua kelompok ini hidup rukun, damai dan saling menghormati. Penelitian ini akan melihat bagaimanakah enkulturasi budaya berlangsung pada masayarakat Jaton sehingga kerukunan tercipta antara masyarakat minoritas muslim dengan mayoritas Nasrani. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan juga data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam dengan dua key informant dan empat informant di Kampung Jaton, Tondano Utara. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dengan cara mengumpulkan studi pustaka yang relevan dalam penelitian ini. Studi pustaka diperoleh melalui berbagai sumber mulai dari sumber buku sampai dengan sumber online. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa orang tua di Jaton memainkan peranan signifikan dalam meneruskan nilai nilai kerukunan pada masyarakat. Hal itu disebabkan antara lain faktor bahwa antara warga Islam dengan Nasrani terjalin hubungan kekerabatan akibat perkawinan sehingga terjadi toleransi dan saling menghormati diantara kedua kelompok warga. Pemerintah Daerah juga memainkan peranan penting dalam membuat kedua kelompok itu kohesif. Hal lain juga adalah terjadinya akulturasi budaya dalam masyarakat Jaton sehingga membuat hubungan dengan kelompok mayoritas Nasrani berlangsung dengan harmonis. Keywords : Kampung Jaton, Minahasa, Enkulturasi Budaya, Kerukunan 549 e-Proceeding | COMICOS 2017 CULTURAL ENCULTURATION IN JATONESE SOCIETY (JATON PEOPLE KEEPING HARMONY WITH THE MINAHASA SOCIETY) Abstract Kampung Jawa Tondano or Jaton is located in North Tondano Subdistrict, Minahasa. All citizens Jatis are Muslims. They are descendants of one charismatic Java war heroes named KH Muhammad Khalifah Modjo. Kyai Modjo was an Islamic teacher of Prince Diponegoro who fought against Dutch colonialism from 1825 to 1828. When Kyai Modjo and his son Ghazali were thrown into Minahasa in1829, he joined with 63 other fighters. Kyai Modjo's wife followed to Minahasa one year later. In his exile Kyai Modjo continued his efforts to spread Islam in Minahasa. Almost all of his followers, except Kyai Modjo, married to Tondano women. For nearly 200 years living in the heart of Christian settlement, these two groups live in harmony, peace and mutual respect. This study will look at how cultural enculturation takes place in Jaton society so that harmony is created between Muslim minority communities with the majority of Christians. This research uses qualitative approach. Data in this research consist of primary data and also secondary data. The primary data in this study was obtained through in-depth interviews with two key informants and four informants in Jaton Village, North Tondano. The secondary data in this study was obtained by collecting relevant literature studies in this study. Library study was obtained through various sources ranging from book sources to online sources. The conclusion of this study is that parents in Jaton play a significant role in continuing the value of harmony in society. This is caused among other factors that between Muslims and Christians established kinship relationship due to marriage so that there is tolerance and mutual respect between the two groups of citizens. Local governments also play an important role in making both groups cohesive. Another thing is also the occurrence of cultural acculturation in Jaton society so as to make connections with the majority group of Christians took place in harmony. Keywords: Kampung Jaton, Minahasa, Culture Enculturation, Harmony Pendahuluan Pada abad ke 16 bangsa Portugis mulai mengeksploitasi di tanah Minahasa di Sulawesi Utara (http://manado.tribunnews.com/2013/07/26/sekilas-sejarah-masuknyainjil-kristen-di-tanah-minahasa, diunduh tanggal 4 Juli 2017 jam 06.56). Periode penjajahan bangsa Eropa ini tidak hanya meninggalkan jejak peninggalan arsitektur maupun kisah sejarah kekuasaan politik dan sistem administrasi akan tetapi yang paling utama adalah membawa pengaruh pada kehidupan sosial masyarakat Minahasa. 550 e-Proceeding | COMICOS 2017 Misalnya dengan menyebarkan agama Kristen sehingga saat ini agama Nasrani dipeluk mayoritas masyarakat Minahasa. Dengan latar belakang sejarah seperti itu kerukunan beragama yang harmonis dapat ditemukan di Minahasa. Hal ini dapat dilihat pada sebuah Kampung di Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa yang dikenal sebagai Kampung Jawa Tondano (selanjutnya disebut sebagai Jaton) berdiri tahun 1830. Seratus persen masyarakat Jawa Tondano ini beragama Islam dan merupakan keturunan dari salah seorang pahlawan Perang Jawa karismatik bernama KH Muhammad Khalifah Modjo. Kyai Modjo, merujuk pada Dzikry Subhanie, merupakan guru agama Islam Pangeran Diponegoro yang berperang melawan kolonialisme Belanda tahun 1825 sampai 1828 (2015:1). Bersama 63 pejuang lainnya Kyai Modjo dan putranya Gazali yang berusia lima tahun ditangkap oleh Belanda tahun 1828 dan dibuang ke Minahasa. Dalam masa menyebarluaskan pembuangannya agama Kyai Modjo Islam melanjutkan di usahanya Minahasa (http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbMinahasa/2015/05/09/makam-kyaimojo-di-tondano/ diunduh tanggal 11 April 2016 jam 09.27). Ikut bersamanya saat itu beberapa orang kerabat dekat yang memiliki pertalian darah dengannya yaitu Tumenggung Reksonegoro, Kyai Pulukadang, Tumenggung Zess Pajang, Ilyas Zess, Wiso/Ngiso Pulukadang dan Kyai Baderan/Kyai Sepuh) serta lebih dari 50 orang pengikut lainnya yang semuanya laki-laki. Istri Kyai Modjo menyusul ke Tondano setahun kemudian (http://www.tribunnews.com/travel/2015/06/21/ziarah-ke-makam-kyai-modjo- 551 e-Proceeding | COMICOS 2017 sang-penasihat-spiritual-pangeran-diponegoro diunduh tanggal 15 Juni 2017 jam 06.55April). Pada tahun 1831 didirikanlah sebuah Kampung kecil dengan Kepala Kampung pertama Kyai Modjo. Ketika ia wafat tanggal 20 Desember 1849 dalam usia 85 tahun kampung kecil tadi terus berkembang menjadi pemukiman dan sampai kini dikenal sebagai Kampung Jaton. Masih dari sumber yang sama diketahui bahwa kecuali Kyai Modjo maka hampir semua pengikutnya menikah dengan perempuan Tondano antara lain bermarga Tombokan, Walalangi, Tumbelaka, Rumbayan. Ajaran Kyai Modjo, menurut Agus Yulianto, untuk hidup damai dan penuh toleransi serta saling menghormati satu sama lainnya terus bertahan sampai sekarang dan tetap terpelihara dengan baik meskipun kelompok ini menjadi minoritas (2016:1). Meskipun Kampung Jaton yang terletak sekitar 45 kilometer dari pusat kota Minahasa terletak ditengah pemukiman masyarakat Minahasa yang merupakan mayoritas dan dikenal sebagai wilayah “seribu gereja” tapi masyarakat Jaton hidup rukun dengan kelompok Nasrani. Tidak pernah terdengar ada perselisihan apalagi sampai terjadi kerusuhan dikalangan kedua kelompok ini. “Rukun” dalam arti ini sesuai dengan arti kata rukun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu baik dan damai, tidak bertengkar tentang pertalian persahabatan dan sebagainya atau bersatu hati atau bersepakat (http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/rukun, diunduh tanggal 12 Januari 2017 pukul 11.53). Penelitian ini ingin melihat bagaimanakah enkulturasi budaya yang berlangsung pada masyarakat Jaton. Menurut William Haviland semua 552 e-Proceeding | COMICOS 2017 kebudayaan merupakan hasil belajar dan bukan warisan biologis. Seseorang, menurut Haviland, mempelajari kebudayaannya dengan menjadi besar di dalam kebudayaan tersebut. Proses penerusan kebudayaan dari generasi satu ke generasi lainnya disebut enkulturasi ( Haviland, 1999:338-339). Metodelogi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menurut Bagong dan Sutinah (2011:174) sesuai bila penelitian itu ingin mendeskripsikan latar dan interaksi yang kompleks dari partisipan serta memahami keadaan yang terbatas jumlahnya dengan fokus yang mendalam dan rinci. Pendekatan kualitatif ini dipilih peneliti karena akan mendeskripsikan bagaimanakah enkulturasi budaya pada masyarakat Jaton di Tondano dalam mewujudkan kerukunan bermasyarakat. Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan juga data sekunder. Data primer penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam dengan key informant dan juga informant. Kegiatan pengumpulan data berupa observasi dan wawancara mendalam dengan key informant dan informant dilakukan pada tanggal 4 sampai dengan 6 April 2017. Key informant penelitian ini adalah Mody Maukar (67), seorang pensiunan Perusahaan Ekspedisi berasal dari Minahasa keturunan keluarga Maukar. 553 e-Proceeding | COMICOS 2017 Kemudian data digali juga dari Aisha (62), istri dari Mody Maukar, yang merupakan keturunan ke sembilan dari Kyai Pajang salah seorang pengikut Kyai Modjo. Informan lain dalam penelitian ini adalah Asrul (48) seorang pemuka masyarakat serta anak laki-laki dari pasangan Bapak Maukar dan Ibu Aisha yaitu Hendi (27) dan Rani (23). Pembahasan Populasi Kecamatan Tondano Utara menurut Badan Pusat Statistik sekitar 125 ribu orang (https://minahasakab.bps.go.id/index.php/publikasi). Sementara di Kampung Jaton terdapat sekitar 2000 jiwa. Kampung Jaton terletak diketinggian 1000 meter di atas permukaan laut sehingga udaranya sejuk sepanjang waktu. Seorang perempuan pendatang dari Jakarta mengakui bahwa meskipun ia merasa betah tinggal di Jaton akan tetapi keluhan utamanya adalah udara yang dirasa sangat dingin bagi dirinya. Hidup berdampingan dengan rukun selama ratusan tahun tak pelak menjadikan kedua kelompok masyarakat Minahasa dan Jawa, yang memiliki latar belakang kebudayaan berbeda ini menerapkan komunikasi antar budaya dengan santun. Komunikasi antarbudaya oleh Larry A.Samovar et.al didefinisikan sebagai komunikasi yang melibatkan interaksi antara orang orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya berbeda dalam suatu komunikasi (Samovar, 2010:13). Dari pendapat Samovar tadi dapat dijabarkan bahwa komunikasi terjadi di antara produsen pesan dan penerima pesan yang berbeda latar belakang kebudayaannya. Dalam konsep budaya dikenal salah satu unsur budaya yaitu budaya 554 e-Proceeding | COMICOS 2017 nonmaterial. Menurut Alo Liliweri budaya nonmaterial wujudnya adalah berupa gagasan, idea yang diikuti dengan penuh kesadaran atau bahkan dengan ketakutan kalau tidak dijalankan (Liliweri, 2002:50). Bentuknya berupa nilai, norma atau kepercayaan. Sementara budaya material adalah segala sesuatu yang dihasilkan dan digunakan oleh manusia seperti peralatan, mesin, karya seni dll. Bentuk budaya material dan nonmaterial diperoleh melalui proses belajar dengan cara cara tertentu sesuai dengan kebudayaan dalam sebuah keluarga atau kelompok sosial tertentu. Cara mempelajari kebudayaan adalah melalui penggunaan simbol, bahasa verbal maupun nonverbal menurut Larry A.Samovar disebut sebagai “enkulturasi” atau proses pembelajaran suatu budaya secara total (Samovar et.al, 2010 : 31-33). Selain dipelajari maka budaya juga menurut Samovar et.al lebih lanjut, diteruskan dari generasi ke generasi melalui simbol simbol seperti gerakan, pakaian, obyek, bendera, ikon keagamaan dan sebagainya (Samovar et.al, 2010:44-46). Cara mempelajari kebudayaan adalah melalui penggunaan simbol, bahasa verbal maupun nonverbal. Larry A.Samovar et.al adalah orang yang mengenalkan kata “enkulturasi” atau proses pembelajaran suatu budaya secara total (Samovar et.al, 2010:31-33). Selain dipelajari maka menurut Samovar et.al lebih lanjut budaya juga diteruskan dari generasi ke generasi melalui simbol simbol seperti gerakan, pakaian, obyek, bendera, ikon keagamaan dan sebagainya (Samovar et.al, 2010:44-46). Sementara menurut Koentjaraningrat proses enkulturasi adalah proses 555 e-Proceeding | COMICOS 2017 belajar dan menyesuaikan pikiran serta sikap terhadap adat istiadat, sistem norma dan semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang (Koentjaraningrat, 1986:233). Agar budaya masyarakat Jaton terus terjaga dan kerukunan dengan kelompok mayoritas dipertahankan maka nilai, norma dan kepercayaan ini diturunkan pada generasi berikutnya. Caranya adalah dengan melalui pendidikan dalam keluarga, belajar dari nilai nilai yang dianut masyarakat dan melalui pendidikan di sekolah. Melalui wadah pembelajaran tersebut maka fungsi enkulturasi yaitu untuk mensosialisasikan nilai nilai budaya dan menjaga identitas sosial dapat terus terjaga. Hal di atas sesuai dengan pendapat Harry Daniels et.al yang mengatakan bahwa “much of the most important learning happens through social interaction” (2017). Salah satu unsur penting dalam kebudayaan adalah nilai karena nilai, menurut Liliweri, membimbing manusia untuk menentukan apakah sesuatu itu boleh atau tidak boleh dilakukan (Liliweri, 2002:50). Dari wawancara dengan Mody Maukar dan keluarga serta dengan Asrul yang merupakan pemuka masyarakat asli Jaton maka nilai yang diteruskan secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa Tondano adalah nilai agama yang melekat erat dengan nilai sosial. Nilai-nilai inilah yang mewujudkan kerukunan antar umat beragama. 556 e-Proceeding | COMICOS 2017 Foto dengan Keluarga Mody Maukar (Sumber : Dokumentasi Penulis) Hal yang dikemukakan oleh Mody Maukar ketika melakukan wawancara adalah untuk masyarakat Jaton, fenomena seseorang berpindah agama tidak dipandang sebagai sesuatu yang luar biasa. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh salah seorang keturunan langsung Kyai Modjo yang bernama Husein. Menurut Mody Maukar, Husein menikah dengan seorang gadis dari Papakelan Minahasa dan pindah menjadi Kristen. Hal yang sama juga terjadi pada nenek dari Aisah, istri Mody Maukar yang berasal dari Wayong Tomohon. Setelah ia menikah maka ia pindah masuk Islam. Tapi keluarga sampai sekarang keluarga Wayong tetap rukun. Apabila merayakan Natalan maka keluarga yang Islam berkunjung. Sebaliknya ketika Lebaran maka keluarga Wayong yang Kristen pun mengunjungi rumah keluarga yang merayakan Hari Raya Idul Fitri. Di keluarga Maukar hal yang hampir sama terjadi. Orang tua Mody Maukar memiliki sembilan anak yang terdiri dari lima perempuan dan empat laki laki. Keempat anak laki laki menikah dengan perempuan Islam dan berpindah agama menjadi 557 e-Proceeding | COMICOS 2017 Islam sementara kelima anak perempuan tetap beragama Kristen. Meskipun demikian hubungan kekeluargaan di antara kesembilan bersaudara dengan keturunannya berlangsung baik. Hubungan kekerabatan diantara kedua kelompok yang berlainan kepercayaan ini membuat setiap orang bersikap toleran dan saling menghormati karena diantara mereka terjalin hubungan persaudaraan. Kesadaran bahwa leluhur kakek atau opa warga Jaton berasal dari Jaton dan leluhur nenek atau oma mereka dari Minahasa juga membuat warga Jaton tampaknya melakukan adaptasi secara kultural dengan warga Minahasa. Dalam mewujudkan kerukunan antarumat beragama di Jaton, masyarakat saling menghormati dengan cara mengucapkan Selamat Hari Raya Natal ditujukan bagi masyarakat Minahasa yang merayakan Natal. Begitupun sebaliknya saat masyarakat Jaton merayakan Hari Raya Idul Fitri, masyarakat Minahasa mengucapkan “Selamat Hari Raya Idul Fitri”. Masyarakat Minahasa mendatangi rumah di Kampung Jaton pada hari ketujuh setelah lebaran, yang dinamakan “Lebaran Ketupat”. Saat Lebaran Ketupat masyarakat Nasrani Minahasa, Tondano dan daerah lainnya berkunjung ke Kampung Jaton untuk merayakan Lebaran Ketupat dengan cara makan bersama, berbincang yang menjadikan kohesi masyarakat Jaton dan Minahasa serta daerah lainnya melekat erat. Menu makanan yang disajikan sesuai dengan tema yaitu ketupat, sayur buncis, rendang, sate yang ditumis seperti opor ayam dan dodol. Sedangkan untuk menu nasi dengan lauk pauk gado-gado dan soto ayam disajikan pada saat Hari Lebaran setelah Shalat Ied Fitri. Lebaran Ketupat tahun 2017 ditandai dengan datangnya Sri Sultan Hamengku Buwono X ke Kampung Katon sekaligus menghadiri Munas II Kerukunan Keluarga Jawa Tondano tanggal 30 Juni 2017. 558 e-Proceeding | COMICOS 2017 Sementara pada hari Natal, keluarga Nasrani menyiapkan dua buah meja. Satu meja khusus berisi hidangan halal untuk keluarga mereka yang beragama Islam dan datang berkunjung. Sementara itu tidak disangsikan lagi bahwa peran aparat Pemerintah Daerah juga cukupmbesar dalam merekatkan kerukunan umat beragama. Karena dari hasil wawancara diketahui bahwa pada setiap kesempatan Lurah Jaton Surianto Mertosono meminta masyarakat untuk terus menjaga tali silaturahmi dengan sesama warga. Nilai kerukunan ini diteruskan pada malam Jumat ketika anak anak Jaton melakukan “asrokalan” setiap malam Jumat. Saat “asrokalan”, anak anak membaca Kitab Barzanji dengan irama Melayu. Setelah selesai membaca Kitab Barzanji, biasanya orang yang lebih tua, mengulas isi kitab yang berisi perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW tersebut. Umumnya di pondok pondok pesantren, kitab Barzanji dibaca pada hari Senin malam sesuai dengan hari kelahiran Rasulullah akan tetapi banyak orang yang membacanya pada malam Jumat untuk mengharapkan keberkahan malam tersebut seperti yang terjadi di Jaton. Fenomena “asrokalan” ini sejalan dengan pendapat Edward T.Hall dan William Foote Whyte dalam buku Deddy Mulyana yang menyebutkan bahwa sebuah budaya dalam banyak hal dipengaruhi komunikasi. Karena budaya menentukan intensitas emosi yang dituntut oleh adat kebiasaan (Mulyana, 1996:37). Pembacaan Kitab Barzanji yang dilakukan di mesjid Jaton diperkirakan karena di Kecamatan Tondano Utara belum terdapat pondok pesantren. Di Kampung Jaton hanya terdapat dua Sekolah Dasar Negeri, satu Madrasah Tsanawiyah Al Khairat. Lalu ada dua sekolah setingkat SMA yaitu Madrasah Aliyah dan SMK Nusantara. Menurut Mody Maukar, penduduk Jaton yang 559 e-Proceeding | COMICOS 2017 beragama Islam ada yang menyekolahkan anak anaknya di sekolah Kristen seperti ke SMP Stella Maris di Tomohon. Sementara untuk SMA Negeri 1 di Tondano, pelajar muslim menjadi minoritas. Selain pada saat “asrokalan”, Kitab Barzanji juga dibacakan warga Jaton pada saat perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Maulid adalah perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pada saat Maulid ini Kitab Barzanji dibacakan dalam nada seperti menyanyikan kidung Jawa. Ritual ini oleh warga Jaton dikenal sebagai acara “Sholawat Jowo” (wawancara dengan Mody Maukar, tanggal 4 April 2017 di Tondano). Bukti lain penghormatan yang dilakukan oleh warga Jaton pada warga Nasrani adalah dengan mengunjungi tetangga beragama Nasrani ketika peringatan 40 hari wafatnya. Pada saat itu warga Jaton membawa makanan ke rumah keluarga yang wafat dan lalu makanan itu disantap bersama sama secara buffet. Khusus untuk warga Jaton disediakan satu meja makan yang dinamakan meja makan “nasional” yang berarti semua makanan terhidang halal disantap bagi warga Jaton. Sementara bila warga Jaton yang wafat tradisi “mekan” ini tidak dilakukan (wawancara dengan Rani Maukar, tanggal 4 April 2017 di Jaton, Tondano). Tradisi “mekan” diperkirakan berakar dari sejarah bahwa leluhur warga Jaton yang berasal dari Yogyakarta dan merupakan pendatang di tanah Minahasa. Sebagai kelompok yang datang terakhir, warga asal Jawa harus bersikap rendah hati dan wajib melakukan pendekatan sosial pada warga lokal. Kerendahan hati serta sikap orang Jawa yang luwes inilah yang menjadi salah satu unsur mereka diterima dengan baik oleh kelompok Minahasa (Aris Prasetyo, 2011:1). 560 e-Proceeding | COMICOS 2017 Tradisi “mekan” ini tampaknya merupakan satu bentuk akulturasi budaya pada masyarakat Jaton. Karena umumnya apabila seorang warga Muslim meninggal tidak banyak keluarga yang menyelenggarakan makan makan secara buffet. Sebab dalam sejarahnya, menurut Syafii Maarif, agama Islam selalu masuk kesatu kawasan yang tidak hampa secara kultural dan juga tidak kosong. Hampir semua kawasan yang dimasuki agama Islam sarat dengan berbagai nilai dan kepercayaan (KOMPAS, 19 Juli 2017). Salah contoh warga lokal Minahasa menghormati kelompok minoritas yang beragama Islam, menurut Asrul salah seorang sesepuh masyarakat Jaton adalah ketika tiba bulan puasa maka apabila di angkutan umum ada orang beragama Nasrani yang merokok maka ia akan ditegur oleh penumpang Nasrani lainnya dalam angkutan tersebut mengingatkan bahwa ini sedang bulan puasa (wawancara dengan Asrul di Kampung Jaton, Minahasa, 5 April 2017 jam 16.20). Hal ini sejalan dengan pendapat Andrik Purwasito yang mengemukakan logika dependensi bahwa terjadi dependensi antara manusia, masyarakat, budaya dan komunikasi. Menurut Purwasito, komunikasi lahir karena ada manusia yang berpikir dan menyatakan eksistensi dirinya. Eksistensi diri lahir karena ada pengakuan dari manusia lain. Pengakuan tersebut lahir dari bahasa. Dengan bahasa manusia saling bertukar informasi maka lahirlah masyarakat. Masyarakat berinteraksi satu sama lain maka lahirlah kebudayaan. Karena hidup ratusan tahun bersama, maka di kalangan masyarakat Nasrani di Tondano Utara pun mengenal tradisi berpuasa yang dilakukan oleh umat Muslim Jaton dan tahu bagaimana menghormati warga Muslim yang berpuasa (2004:149-150). Asrul menjelaskan bahwa orang tua di Jaton memainkan peran besar 561 e-Proceeding | COMICOS 2017 dalam menanamkan nilai kebaikan pada anak. Menurut Asrul, bila melihat ada sekelompok anak muda Jaton yang duduk di pinggir jalan maka biasanya satu orang tua akan datang menghampiri dan tanpa bicara duduk dekat dekat kelompok tadi yang akhirnya karena merasa “pekewuh” akan membubarkan diri dan kembali kerumah masing masing. Foto Asrul Tokoh Masyarakat Jaton (Sumber : Dokumentasi Penulis) Dari wawancara dengan Rani Maukar diketahui bahwa hampir setiap hari sebelum ia berangkat kesekolah, kedua orangtuanya akan menasihati agar saling menghormati temannya yang berbeda agama. Yang dijelaskan Rani ini sesuai dengan hal yang dikemukakan oleh Samovar et.al bahwa kebudayaan non material diperoleh melalui proses belajar (Samovar, 2010 : 31-33). Pesan lain yang selalu diulang ulang oleh orangtua Rani adalah agar tidak sampai berkelahi apalagi sampai melakukan tawuran antar kampung atau istilah Rani “tarkam” (wawancara dengan Rani Maukar tanggal 4 April 2017 di Jaton Tondano). Sebab dalam kehidupan sehari hari penduduk Jaton, menurut Kinayati 562 e-Proceeding | COMICOS 2017 Djojosuroto dalam tulisannya Dialek dan Identitas Jawa Tondano di Minahasa : Suatu kajian Historis, menggunakan bahasa Jaton, campuran Bahasa Tondano dan Jawa (tahun tidak diketahui, page 1). Apa yang disampaikan Rani tadi sesuai dengan pendapat Stewart L.Tubbs dan Sylvia Moss yang mengatakan tidak ada manusia, meski akrab sekalipun, yang hidup tanpa aturan dan harapan masyarakat (2005:3). Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hasil penemuan dalam penelitian ini. Pertama, masyarakat Jaton mempunyai nilai agama dan sosial yang sangat erat dan sangat berkaitan. Hal ini terlihat dari sikap saling menghargai, menghormati dan sikap toleran pada umat beragama lain. Hal tersebut antara lain disebabkan terjalin hubungan kekerabatan yang disebabkan perkawinan antara warga Jaton dengan Minahasa. Perkawinan yang dilakukan antara warga Jaton dengan masyarakat lokal Minahasa mengakibatkan salah satu pihak berpindah agama mengikuti agama pasangannya. Meskipun berpindah keyakinan akan tetapi hubungan kekeluargaan dengan keluarga terdahulu tetap terjalin dan dalam perayaan perayaan keagamaan Islam maupun Kristen kedua belah pihak berkumpul dan makan bersama. Peran orang tua Jaton dan aparat Pemerintah Daerah sangat penting dalam menjaga kerukunan dengan kelompok warga Minahasa. Orang tua Jaton mengajari anak anak bersikap saling menghormati orang lain. Sementara aparatus Pemerintah Daerah senantiasa mengingatkan pentingnya menjaga kerukunan 563 e-Proceeding | COMICOS 2017 antar warga. Kehidupan yang rukun di Jaton kemungkinan juga ditunjang karakter orang Jawa yang secara umum memiliki sifat luwes sehingga mampu beradaptasi secara kultural dengan warga lokal. Ketika leluhur mereka Kyai Modjo bersama 63 orang pengikutnya datang dan membawa nilai serta tradisi Islam ke tanah Minahasa, nilai serta tradisi tersebut tidak memasuki tempat yang hampa secara kultural. Akan tetapi tempat yang telah memiliki beragam nilai dan kepercayaan. Sehingga kemampuan untuk melakukan adapatasi secara kultural tampaknya diteruskan pada warga Jaton berikutnya. Kesimpulan lain adalah meskipun generasi Jaton saat ini merupakan keturunan yang kesembilan akan tetapi cukup banyak ritual budaya Jawa yang masih dilakukan. Misalnya membaca Sholawat Jowo, yaitu pembacaan Kitab Barzanji dalam nada seperti melagukan kidung Jawa. Kulinari yang dihidangkan pun cukup banyak yang terpengaruh budaya Jawa, seperti memasak gudeg, sambel krecek atau membuat ayam panggang. Terjadi juga akulturasi budaya secara alamiah pada warga Jaton. Misalnya dengan melakukan “pungguan” atau bersih kubur yang ditutup dengan makan bersama di kompleks kuburan. Biasanya warga Muslim tidak melakukan makan makan disekitar makam leluhur. Bentuk akulturasi budaya lainnya adalah tradisi “mekan” makan bersama secara buffet di rumah keluarga Nasrani yang memperingati 40 hari wafatnya anggota keluarga. 564 e-Proceeding | COMICOS 2017 DAFTAR PUSTAKA Haviland, William A.(1999). Antropologi, Erlangga, Jakarta. Koentjaraningrat (1986), Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta, Jakarta. KOMPAS, 19 Juli 2017, p : 4. Liliweri, Alo (2002). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya. LKis. Yogyakarta. Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat (1996). Komunikasi Antarbudaya, Rosdakarya, Bandung. Purwasito, Andrik (2014). Komunikasi Multikultural. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Samovar, Larry.A dan Richard E.Porter, Edwin R.Mc.Daniel (2010). Komunikasi Lintas Budaya : Communication Between Cultures. Jakarta. Salemba Humanika.Ed.7 Tubbs, Stewart L. dan Sylvia Moss (2005). Human Communication KOntek-Konteks Komunikasi, Rosdakarya, Bandung. Sumber online : Biro Pusat Statistik : https://minahasakab.bps.go.id/index.php/publikasi Daniels, Harry, Roger Säljö, Heila Lotz-Sisitka, Learning, Culture and Social Interaction: https://www.journals.elsevier.com/learning-culture-and-social-interaction Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/rukun. Prasetyo, Aris (2011). Melacak Jejak Pengikut Diponegoro. http://www.nasional.kompas.com.read.02491634. Djojosuroto, Kinayati (unknown). Dialek dan Identitas Jawa Tondano di Minahasa: Suatu kajian Historis, https://eprints.uns.ac.id/1298/1/66-227-2-PB.pdf. Subhanie, Dzikry (2015), Kyai Modjo, Panglima Perang yang Dibuang ke Tondano, 565 e-Proceeding | COMICOS 2017 https://daerah.sindonews.com/read/1040315/29/kiai-modjo-panglima-perang-yangdibuang-ke-tondano-1441272138/13. Yulianto, Agus (2016), Kiai Mojo Guru Spiritual Pangeran Diponegoro, http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/khazanah/16/12/28/oivwwz396-kiai-Modjoguru-spiritual-pangeran-diponegoro. 566 e-Proceeding | COMICOS 2017 ANALISIS PEMBERITAN PEMILIHAN PRESIDEN AMERIKA SERIKAT ANTARA DONALD TRUMP & HILLARY CLINTON DI SURAT KABAR (Studi Analisis Framing Pemberitaan Pemilihan Presiden Amerika Serikat Antara Donald Trump dan Hillary Clinton di Surat Kabar Kompas, Surat Kabar Republika dan Surat Kabar Jawa Pos edisi 1 Oktober – 8 November 2016) Dani Kurniawan; Widodo Muktiyo (Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret (UNS); Guru Besar Ilmu Komunikasi UNS Abstrak Pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) tahun 2016 menarik untuk diteliti. Karena media massa baik dalam negeri dan luar negeri, termasuk di Indonesia terjadi persaingan dalam memberitakan peristiwa tersebut. Framing berita tidak akan lepaskan media dalam melakukan pemberitaan itu. Karena dipengaruhi baik latar belakang media maupun ingin mendapatkan keuntngan dari calon presiden yang didukung. Riset pemberitaan pemilu presiden AS kali ini dilakukan di Surat Kabar Jawa Pos, Surat Kabar Kompas dan Surat Kabar Republika. Metodelogi penelitian yang dilakukan menggunakan adalah metodelogi kualitatif diskriptif. Kemudian model analisis framing yJang digunakan adalah model Pan dan Kosicki. Alasannya karena analisis framing Pan dan Kosicki memiliki perangkat yang lebih lengkap dibanding model analisis lainnya untuk menganalisis berita koran. Sedangkan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori agenda setting. Hasil dari riset ini menunjukan bahwa ketiga koran tersebut (Jawa Pos, Kompas dan Republika) memiliki framing yang sama yaitu mendukung calon presiden AS tertentu. Dalam hal ini calon presiden Hillary Clinton yang didukung. Ini adalah temuan yang luar biasanya karena bisanya hasil framing berita antar media satu dengan media yang lain itu selalu berbeda karena latar belakang media yang berbeda. Dalam konteks ini ketiga media cetak belum bisa bersikap netral dan objektif dalam melakukan pemberitaan Key : pemilu presiden, framing, netralitas pemberitaan Latar Belakang. Pemilihan umum presiden Amerika Serikat di bulan november tahun 2016, adalah 567 e-Proceeding | COMICOS 2017 peristiwa yang mengandung news value (nilai berita) tinggi. Sehingga puluhan media massa ( media cetak, media elektronik dan media online) hampir di seleuruh dunia, termasuk di Indonesia selalu memberitakan peristiwa politik tersebut. Kandidat calon presiden dalam pemilu presiden negeri paman sam tersebut adalah : adalah Hillary Clinton calon presiden dari Partai Demokrat. Sedangkan yang kedua yaitu Donald Trump calon presiden dari Partai Republik. Dua sosok calon presiden ini memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Pemilu adalah ciri dari sebuah negara yang demokratis. Oleh sebab itu : Demokrasi serta pemilu yang demokratis saling melengkapi “qonditio sine qua non”, the one can not exist without the others. Dalam arti bahwa Pemilu dimaknai sebagai prosedur untuk mencapai demokrasi atau merupakan prosedur untuk memindahkan kedaulatan rakyat kepada kandidat tertentu untuk menduduki jabatan-jabatan politik (Veri Junaidi, 2009: 106) Kemudian dalam konteks pemilu presiden AS selalu menyita perhatian dunia. Karena Amerika Serikat adalah negara adidaya menjadi polisi dunia. Siapa yang terpilih menjadi presiden Amerika mempengaruhi kebijakan politik luar negeri AS yang akan berdampak bagi negara lain, termasuk Indonesia. Media cetak di Indonesia yang cukup santer memberitakan pemilihan presiden AS adalah Surat Kabar Kompas, Surat Kabar Republika dan Surat Kabar Jawa Pos. Walaupun ketiga koran tersebut sama-sama memberitakan tentang proses pemilihan presiden di Amerika Serikat. Namun sering kali pemberitaan tentang pilpres di AS itu mempunyai perbedaan. Mulai dari angle (sudut pandang) berita, fokus berita, jumlah porsi berita sampai penempatan halaman berita. Inilah yang disebut framing berita. Media massa melakukan framing berita itu sah-sah saja. Hasil framing berita media satu dengan yang lain sering berbeda, meskipun kadang bisa sama. Framing berita dipengaruhi banyak hal seperti : menyangkut visi & misi sebuah media, idelogi media, pemilik media, kepentingan media. Abrar (1995:65) menyebutkan Baik langsung maupun tidak langsung pemilik media sering mempengaruhi redaksi di news room dalam menentukan sebuah berita. Bahkan tidak jarang pemilik modalah yang mengatur redaksional. Termasuk dipengaruhi politik media, seperti halnya disampaikan oleh : Aceng 568 e-Proceeding | COMICOS 2017 yang mengatakan : “ politik” media inipun bukan hanya kepada parpol, tetapi juga terhadap berbagai kepentingan lain yang berhubungan dengan kepemilikan media, sejarah media, alasan ekonomis, misi media serta kepentingan lainnya (Abdullah, 2001:45). Oleh karena itu , sebuah peristiwa berita tidak mungkin semua peristiwa bisa ditampilkan bagi media massa. Ada realitas berita yang ditonjolkan ada pula sisi realitas yang dikaburkan. Sebagian realitas berita sengaja ada yang ditonjolkan, hal ini dilakukan untuk mendukung kepentingan media. Framing Analisis framing pada dasarnya bagian dari model dari analisis wacana untuk melakukan analisis teks media (atm). Framing juga merupakan pendekatan terbaru dalam menganalisis atm. Pertama kali yang mengnalkan framing adalah : Beterson tahun 1955. Setelah Beterson maka framing dikembangkan oleh Goffman 1974. Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah caracara atau ideologi media saat mengkontruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing menurut Tood Gitlin adalah strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan tampak menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan dan presentasi aspek tertentu dari realitas. Proses framing juga dipengaruhi cara pandang media. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak kemana berita itu akan dibawa. (nugroho, eriyanto, surdiasis, 1999.21). Kemudian dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis framing model Pan dan Kosicki. Alasannya karena analisis framing Pan dan Kosicki memiliki perangkat yang lebih lengkap dibanding model analisis lainnya untuk menganalisis berita koran. Teori Teori Agenda Setting Teori Agenda Setting diperkenalkan oleh McCombs dan Shaw (1972) dalam public opinion Quarterly berjudul : Agenda-Setting Function of mass 569 e-Proceeding | COMICOS 2017 media. Asumsi dasar teori agenda setting adalah jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa maka media itu akan memepengaruhi khalayak utnuk menganggap penting. Jadi apa yang dianggap penting oleh media akan dianggap penting oleh publik. Oleh karena itu apabila media massa memberi perhatian isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. McCombs dan Shaw kembali menegaskan kembali tentang teori agenda setting bahwa “the media not only tell us wahat to think about, they also may tell us how and what to think about it, and perhaps even to do about it” Bahwa media tidak hanya berbicara mengenai apa yang masyarakat pikirkan, mungkin mereka juga memberitahu masyarakat bagaimana dan apa yang sedang mereka pikirkan dan mereka pikirkan dan kemungkinan yang masyarakat lakukan Dalam konteks pemberitaan pemilu presiden AS, cukup menarik untuk menelitian pemberitaan tersebut dengan analisis framing. Oleh karena itu rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Seperti apa Penonjolan atau penekanan yang diberitakan SKH Kompas, SKH Republika dan SKH Jawa Pos terhadap calon presiden Donald Trump & Hillary Clinton dalam proses pemilihan presiden Amerika Serikat ? Kemudian , apa hasil analisis framing pemberitaan dari pemilihan presiden antara Donald Trump dan Hillary Clinton di Surat Kabar Kompas, Surat Kabar Republika dan Surat Kabar Jawa Pos pada edisi bulan oktober-november 2016? Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauhmana netralitas media Koran Jawa Pos, Koran Republika dan Koran Kompas dalam pemberitaan pemilu presiden amerika serikat. Metodelogi Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam ( Lexy J. Moleong, 2016 :4) metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sifat penelitian ini adalah diskriptif analisis yang bertujuan untuk menggambarkan dan menginterprestasikan media tentang berita yang bertema tentang berita pemilihan umum presiden antara Donald Trump dan Hillary Clinton diharian Kompas, Republika dan Jawa Pos yang dianalisis secara framing Sumber data dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer dan sekunder. 570 e-Proceeding | COMICOS 2017 Sumber data primer adalah data yang memberikan data secara langsung dari tangan pertama sedangkan data sekunder yaitu mengutip dari sumber lain (Surahmad, 1990 : 134) a. Data Primer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data yang berasal dari Surat Kabar Kompas, Surat Kabar Republika dan Surat Kabar Jawa Pos periode oktober-november 2016. b. Data sekunder diperoleh yaitu dari buku-buku referensi jurnal,majalah, surat kabar, internet atau laporan yang berkaitan dengan objek penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pokok dalam pengumpulan data yaitu menggunakan metode dokumentasi. Yang dimaksud metode ini untuk dapat mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan dari beberapa keterangan yang dikutip untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis ini Metode dokumentasi yang dimaksud disini yaitu mencari berita yang memuat tentang proses berjalanya pemilu presiden amerika serikat antara Donald Trump dengan Hillary Clinton dari bulan oktober-november 2016 di Koran Kompas, Koran Republika dan Koran Jawa Pos. Sedangkan Dalam menganalisis data dokumen yang telah dikumpulkan, untuk dipaparkan dalam bentuk tesis, penyusun menggunakan metode analisa data kualitatif dan metode Analisis Framing Pan & Kosicki. Adapun penjelasannya sebagai berikut ini : STRUKTUR PERANGKAT FRAMING UNIT YANG DIAMATI SINTAKSIS 1. Skema Berita Headline, lead, latar informasi, kutipan, sumber, pernyataan, penutup SKRIP Cara Wartawan mengisahkan fakta 2. Kelengkapan Berita 5W+1H Tematik Cara wartawan menulis fakta 3. 4. 5. 6. Paragraf, proposisi, kalimat, hubungan antar kalimat Detail Kohorensi Bentuk kalimat Kata ganti 571 e-Proceeding | COMICOS 2017 Retoris Cara Wartawan menekankan fakta 7. Leksikon 8. Grafis 9. metafora Kata,idiom, gambar/foto,grafik Pembahasan. Pemberitaan pemilu presiden amerika serikat yang di analisis framing adalah terbit pada tanggal 21 Oktober 2016, 7 November 2016 dan 10 November 2016. Hal ini dilakukan karena dengan beberapa pertimbangan, pertama : tanggal 21 oktober 2016 adalah debat presiden amerika serikat yang terakhir. Kedua, tanggal 7 November 2016 yaitu tanggal terakhir kampanye presiden amerika serikat. Ketiga, tanggal 10 november 2016 karena berita pengumuman siapa presiden yang terpilih. Atas pertimbangan itulah kenapa penulis tertarik untuk melakukan analisis framing atas pemberitaan yang dilakukan oleh Koran Jawa Pos, Koran Kompas dan Koran Republika. Analisis Framing Koran Jawa Pos No Tanggal Terbit 1 21 Oktober 2016 2 7 November 2016 3 10 November 2016 Judul Berita Penempatan Keterangan Berita Perempuan Nakal Cover Utama/ Menonjolkan dan Boneka Putin Halaman Utama realitas keburukan Trump Clinton Panen Rubrik Menonjolkan Dukungan Warga International keunggulan Hispanik Clinton Kok Bisa Trump? Cover Utama Menunjukan rasa ketidakpercayaan atas terpilihnya Trump sebagai presiden AS. Diihat dari judul berita pada tanggal 21 Oktober 2016 dan 7 November 2016 menunjukan bahwa Koran Jawa Pos mengarahkan kepentingan pada Hillary Clinton sebagai presiden amerika serikat. Judul berita (21/10/16) “Perempuan Nakal dan Boneka Putin” menonjolkan realitas keburukan Trump agar diketahui masyarakat luas karena berita ini ditempatkan di cover utama. Sedangkan dalam pemberitaan (17/11/16) berjudul “Clinton Panen Dukungan Warga Hispanik “ ingin menonjolkan keunggulan Clinton karena mendapatkan dukungan kelompok masyarakat. Sedangkan dalam pemberitaan pada (10/11/16) yang berjudul “ Kok Bisa Trump” 572 e-Proceeding | COMICOS 2017 menyiratkan Koran Jawa Pos seolah-olah ingin mewakili masyarakat terkejut atas terpilihnya Trump sebagai presiden AS ke-45. Padahal sosok Trump memiliki sisi gelap yang hal ini telah diberitakan dalam berita sebelumnya. Hal ini dikuatkan dalam lead pemberitaan (10/11/16) yang menuliskan “ Dia tidak takut bersikap kontroversi. Dia Banyak ditertawakan. Dia banyak dihujat” Walaupun lead berita menuliskan banyak ditertawakan, banyak dihujat. Akan tetapi faktanya lebih banyak masyarakat Amerika Serikat menyukai Trump. Hal ini dibuktikan dengan terpilihnya ia sebagai presiden AS. Analisis Framing Koran Kompas No Tanggal Terbit Judul Berita Penempatan Berita Menangi Seluruh Halaman Utama Debat Capres, Hillary Diyakini Jadi Presiden 1 21 Oktober 2016 2 7 November 2016 Bersaing Hingga Halaman Utama Saat Terakhir 3 10 November 2016 Trump Janji Satukan Cover Utama Bangsa Keterangan Menonjolkan realitas Hillary Clinton sebagai calon presiden terkuat Menonjolkan realitas bahwa terjadi persaingan yang ketat antar calon presiden AS. Menonjolkan realitas bahwa Trump sebagai sosok pemersatu Dalam pemberitaan Koran Kompas (21/10/16) yang berjudul “Menangi Seluruh Debat Capres, Hillary Diyakini Jadi Presiden” menunjukan kepada masyarakat luas (ditampilkan di halaman utama) bahwa Hillary Clinton adalah sebagai presiden Amerika Serikat ke-45. Secara tidak langsung pemberitaan ini juga telah menunjukan pilihan Kompas dalam pemilu presiden AS tahun 2016. Sedangkan dalam pemberitaan Kompas (7/11/17) berjudul “Bersaing Hingga Saat Terakhir” menunjukan bahwa media ini seolah-olah netral dalam pemberitaan pemilu presiden AS. Akan tetapi dari segi content berita tetap menonjolkan keunggulan Hillary Clinton. Hal ini dapat dilihat dalam petikan tulisan berikut ini “ Jejak pendapat yang dilakukan YouGov, Sabtu memperkirakan Hillary mendapatkan suara elektoral lebih besar daripada Trump dengan selisih 3 persen” 573 e-Proceeding | COMICOS 2017 Kemudian dalam pemberitaan Surat Kabar Kompas (10/11/16) dengan mengangkat judul “Trump Janji Satukan Bangsa”. Melalui judul ini menunjukan Kompas mulai lebih objektif dalam pemberitaan. Trump mendapatkan porsi berita yang berbeda dari sebelumnya. Bahkan pidato-pidato positif dari Trump juga ditampilkan misalnya dalam petikan berikut ini, “ Saya berjanji kepada semua warga akan menjadi presiden bagi seluruh rakyat.” Analisis Framing Koran Republika No Tanggal Terbit Judul Berita Penempatan Berita Trump Ogah Janji Rubrik Terima Kekalahan International 1 21 Oktober 2016 2 7 November 2016 Clinton Didukung Rubrik Warga Hispanik International 3 10 November 2016 Dunia Terkejut Cover Utama Keterangan Menonjolkan sosok Trump yang keras kepala karena tidak mau menerima kekalahan Menonjolkan realitas bahwa Hillary Clinton mendapatkan banyak dukungan Menunjukan rasa ketidakpercayaan atas terpilihnya Trump sebagai presiden AS Dalam pemberitaan Surat Kabar Republika (21/10/16) berjudul ” Trump Ogah Janji Terima Kekalahan”. Menujukan bahwa Koran Republika lebih menonjolkan fakta tidak baik dari sosok Trump. Kemudian dalam pemberitaan Koran Republika (7/11/16) berjudul “Clinton Didukung Warga Hispanik”. Ingin menunjukan bahwa Clinton adalah sosok presiden yang mendapatkan banyak dukungan sehingga pantas menjadi presiden Amerika Serikat ke 45. Sedangkan dalam pemberitaan Koran Republika pada (10/11/16) yang berjudul “ Dunia Terkejut”. Menunjukan Koran ini, seolah-olah ingin mewakili masyarakat bahwa mereka terkejut atas terpilihnya Trump sebagai presiden AS ke-45. Penutup Berdasarkan pembahasan di atas menunjukan bahwa tiga surat kabar nasional di Indonesia yaitu : Surat Kabar Republika, Surat Kabar Kompas dan Surat Kabar Jawa Pos 574 e-Proceeding | COMICOS 2017 memiliki sikap dan pilihan yang sama yaitu mendukung Hillary Clinton sebagai presiden Amerika Serikat ke-45. Hal itu dapat dilihat dari berbagi pemberitaan yang dilansir ketiga koran tersebut. Berdasarkan analisis framing yang dilakukan dari tiga berita yang dirilis pada tanggal 21 Oktober 2016, 7 November 2016 dan 10 November 2016 menunjukan lebih dari dua berita yang menonjolkan sisi baik Hillary Clinton. Sementara sisi baik Trump hanya dirilis oleh Kompas yang dimuat pada 10 November 2016 setelah ia terpilih sebagai presiden. Dari sini dapat disimpulan bahwa ketiga koran tersebut belum objektif dan netral dalam menyampaikan pemberitaan. Kemudian yang menarik dari hasil temuan riset ini adalah ketiga media ini memiliki sikap yang sama dalam framing berita. Tokoh yang diframing baik itu sama yaitu Hillary Clinton, begitu juga sebaliknya. Hal ini biasa jarang terjadi karena latar belakang dari ketiga koran tersebut memilik banyak perbedaan. Adapun saran penulis adalah hendaknya dalam menyampaikan pemberitaan setiap media massa tetap memegang teguh nilai-nilai objektivitas dan netralitas. Karena dua hal tersebut media massa dapat menjadi sebagai media independent dan berintegiritas. Sehingga keberadaannya mendapatkan trush (kepercayaan) dari masyarakat luas. 575 e-Proceeding | COMICOS 2017 DAFTAR PUSTAKA Abrar A Nadya, Berjuang Menghadapi Perkembangan Massa, Yogyakarta : Liberty, 1992. Alex Sobur, Analisis Teks Media, Bandung : PT. Rosda Karya, 2001. Assegaf, Djafar, Jurnalistik Masa Kini Pengantar Kewartawanan, Jakarta: Bina Aksara, 1987. Basuki Agus Suparno, Widodo Muktiyo, RR. Susilastuti DN, Media Komunikasi Representasi Budaya dan Kekerasan, Surakarta : UNS Press, 2016. Eriyanto, Analisis Framing Kontruksi Ideologi Politik Media, Yogyakarta : LKIS, 2008. Molleng, J Lexy. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Roasda Karya. 2016 Shomaker, Reese, Mediating The Message : Theories of Influences on Mass Media Content, USA : Longman. 1996 Jurnal : Shomaker, Reese, Mediating The Message : Theories of Influences on Mass Media Content, USA : Longman. 1996 Koran Kompas, 21 Oktober 2016 Koran Kompas, 7 November 2016 Koran Kompas, 10 November 2016 Koran Jawa Pos, 21 Oktober 2016 Koran Jawa Pos, 7 November 2016 Koran Jawa Pos, 10 November 2016 Koran Republika, 21 Oktober 2016 Koran Republika, 7 November 2016 Koran Republika, 10 November 2016 576 e-Proceeding | COMICOS 2017 VERIFIKASI MEDIA: CARA DEWAN PERS MEMERANGI BERITA PALSU (HOAX) Gumgum Gumilar; Nunik Maharani Hartoyo; Justito Adiprasetio; M.Z. Al Faqih [email protected]; [email protected]; [email protected] Program Studi Jurnalistik Fikom Unpad Abstrak Berita bohong atau berita palsu bukan hanya muncul di media online, tetapi juga muncul di media cetak maupun elektronik. Penyampainya pun bukan hanya melalui media pribadi maupun media sosial, tetapi juga media jurnalistik. Untuk mencegah semakin tidak terkendalinya berita palsu (hoax) dan juga memberikan kepastian kepada masyarakat mengenai media yang dapat dipercaya pemberitaannya, Dewan Pers sebagai lembaga yang bertanggung jawab mengawasi penyebaran berita melalui media massa dalam kaitannya dengan pelaksanaan kode etik jurnalistik mengambil langkah strategis melalui proses verifikasi terhadap media. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang proses verifikasi media dan kaitannya dengan pencegahan penyebaran berita palsu (hoax). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan studi pustaka. Informan dalam penelitian ini adalah Ketua dan Anggota Dewan Pers, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ketua SPS Jawa Barat. Hasil penelitian memperlihatkan, verifikasi media merupakan amanat UndangUndang No 40 tahun 1999 dan juga mandat yang diberikan oleh 18 pimpinan perusahaan pers yang menandatangani Piagam palembang yang harus dijalankan oleh Dewan Pers. Verifikasi media bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap media dengan fokus pada penerapan kode etik jurnalistik, standar perusahaan pers, standar kompetensi wartawan dan kesejahteraan wartawa. Verifikasi media tidak secara langsung muncul karena maraknya hoax, tetapi pendataan perusahaan pers ini dapat mereduksi media abal-abal yang selama ini menjadi sumber hoax. Masyarakat dapat dengan mudah memeriksa media yang menjadi sumber informasi yang mereka akses. Media terverifikasi yang menyebarkan berita hoax akan mendapatkan sanksi dari Dewan Pers berupa teguran, pencabutan kompetensi utama bagi pemimpin redaksi, dikeluarkan dari daftar media terverifikasi dan rekomendasi kepada pihak yang dirugikan atas pemberitaan untuk melaporkan media t