BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Pajak Berbagai teori dan definisi pajak telah diberikan oleh para ahli. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Menurut Rochmat Soemitro (yang dikutib oleh Siti Resmi: 2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang – undang ( yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik ( kontraprestasi ) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian disempurnakan, menjadi : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan ”surplus”-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. 2. Menurut S.I. Djajadiningrat (yang dikutib oleh.Siti Resmi: 2011:1) Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum. Definisi berdasarkan UU KUP, ” Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang – undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.” 6 Dari pengertian – pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri – ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut : 1. Pajak dipungut berdasarkan undang – undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. 2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran – pengeluaran pemerintah yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus dipegunakan untuk membiaya public investment. 5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu fungsi mengatur. Jenis Pajak Pajak dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan golongan, sifat dan lembaga pemungutnya. 1) Menurut golongannya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a) Pajak Langsung, adalah pajak yang harus ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak ( WP ) dan pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, contohnya adalah PPh. b) Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai untuk Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 7 2) Menurut Sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a) Pajak Subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaaan pribadi WP. Contohnya adalah PPh. b) Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya memperhatikan keadaan kewajiban pribadi WP. membayar pajak tanpa Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai untuk Barang dan Jasa, Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Bumi dan Bangunan. 3) Menurut Lembaga pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a) Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya adalah PPh, Pajak Pertambahan Nilai untuk barang dan jasa, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Materai. b) Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, contohnya adalah Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah, Pajak Reklame serta Pajak Hotel dan Restoran. Fungsi Pajak Terdapat dua fungsi pajak yaitu : 1) Fungsi Budgetair ( Sumber Keuangan Negara ) 8 Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukan uang sebanyak – banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan ( PPh ), Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ) dan lain – lain. 2) Fungsi Regularend ( Pengatur ) Pajak mempunyai fungsi pengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerinta dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan – tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah : a) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang – barang mewah. Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba – lomba untuk mengonsumsi barang mwah ( mengurangi gaya hidup mewah). 9 b) Tarif pajak progresid dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi ( membayar pajak ) yang tinggi pula sehingga terjadi pemerataan pendapatan. c) Tarif pajak ekspor sebesar 0% dimaksudkan agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya dipasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa negara. d) Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu seperti industri semen, industri rokok, industri baja dan lain – lain. B. Pengertian Pendapatan dan Beban Menurut Standar Akuntansi Keuangan. 1. Pengertian Pendapatan menurut Standar Akuntansi Keuangan. Menurut IAI ( 2011 ) dalam PSAK 23, penghasilan ( income ) berarti suatu penambahan asset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Nilai yang dipakai untuk mengukur penghasilan berkaitan dengan nilai atau harga yang disepakati dalam transaksi. Kalau terdapat pengurangan seperti potongan perdagangan, potongan tunai atau retur, pengurangan itu langsung dibebankan kepada penghasilan dan bukan merupakan biaya. Penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gain). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti, dan sewa. Tujuan Pernyataan 10 ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk pendapatan yang timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi tertentu. Berdasarkan definisi di atas, penghasilan meliputi pendapatan (revenues) maupun keuntungan (gains). Pendapatan (revenues) timbul dari pelaksanaan aktivitas perusahaan yang bisa dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, deviden, royalty dan sewa. Sedangkan keuntungan (gains) mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat ekonomi dan dengan demikian pada hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan. Oleh karena itu, pos ini tidak di pandang sebagai unsur terpisah dari penghasilan. Sehubungan dengan pengakuan penghasilan ( pendapatan ) dalam praktik terdapat dua kebiasaan, sebagai berikut : 1. Secara umum penghasilan diakui pada saat realisasi transaksi, yaitu : a) Penghasilan dari transaksi penjualan produk diakui pada tanggal penyerahan produk kepada pembeli, penerimaan uang muka tidak dapat diakui sebagai penghasilan, melainkan dicatat sebagai kewajiban. b) Penghasilan dari pemberian jasa diakui pada saat jasa dilakukan dan dibuatkan fakturnya. 11 c) Imbalan atas penggunaan asset atau sumber ekonomis perusahaan, seperti bunga, sewa dan royalty diakui sejalan dengan berlalunya waktu ( Accruals ) atau pada saat penggunaan asset. d) Penghasilan dari penjualan asset selain barang dagangan diakui pada tanggal penjualan. 2. Dalam keadaan tertentu, pengakuan penghasilan dapat menyimpang dari prinsip umum seperti berikut ini. a) Penghasilan diakui pada saat selesainya proses produksi. Pendekatan ini diterapkan terhadap produk yang harga dan pemasarannya terjamin, misalnya logam mulia dan produk pertanian yang harganya dijamin oleh Bulog. b) Penghasilan diakui secara proposional selama tahap produksi. Pendekatan ini umumnya dilakukan terhadap proyek kontruksi ( dan pemberian jasa ) jangka panjang, dengan mendasarkan kepada presentase penyelesaian pekerjaan yang dapat dihitung dari biaya ( cost to cost approach ) atau penyelesaian fisik ( physical output approach ). c) Penghasilan diakui pada saat pembayaran diterima. Pendekatan ini umumnya dipakai dalam perusahaan jasa dengan kolektibilitas piutang atas penyerahan jasa kurang pasti dan kemungkinan terdapat pembatalan transaksi dalam frekuensi yang cukup tinggi. d) Penjualan konsinyasi 12 Penyerahan barang dalam penjualan konsinyasi belum dapat ditetapkan sebagai penjualan yang menambah penghasilan. Penghasilan dari konsinyasi baru dicatat jika consignee ( penitip ) telah melakukan penjualan dan melaporkan hasil penjualan tersebut. Barang yang belum terjual, masih dicatat sebagai persediaan. 2. Pengertian Beban menurut Standar Akuntansi Keuangan. Besarnya laba atau rugi perusahaan pada periode tertentu merupakan perbedaan antara penghasilan yang direalisasi yang timbul dari transaksi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tersebut. Biaya dikenal sebagai besarnya pengorbanan ekonomis dalam menjalankan operasi perusahaan. Berikut ini akan diuraikan definisi biaya yang dikutip dari pendapat para ahli. Adapun definisi biaya menurut SAK (2011) adalah penurunan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal. Definisi beban mencangkupi baik kerugian maupun beban yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Beban yang timbul dalam pelaksanaan perusahaan yang biasa meliputi beban pokok penjualan, gaji dan penyusutan. Sedangkan kerugian mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomi yang timbul dari bencana kebakaran, banjir seperti juga yang timbul dari pelepasan aktiva lancar sehingga beban yang diakui dalam laporan rugi laba jika penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal, ini 13 berarti harus terdapat hubungan langsung antara biaya yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. C. Pengertian Pendapatan dan Beban menurut Undang – Undang Perpajakan. 1. Pengertian Pendapatan menurut Undang – Undang Perpajakan. Menurut Pasal 4 ayat 1 Undang – Undang No. 36 Tahun 2008 menyebutkan yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis uang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk ( UU. No.7/1983) : Yang termasuk dalam pengertian Penghasilan adalah : a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang – undang ini ( UU. No/1994); b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan ( UU.No.10/1994) c. Laba usaha; (UU. No.10/1994) d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk : 14 1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal ( UU. No.10/1994). 2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya; 3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambil alihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun; 4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial, termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak – pihak yang bersangkutan; Peraturan MKRI. No.245/PMK.03/2008. 5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. 15 f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk didividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak ( No. Per.33/PJ/2009 ) i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu uang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah ( PP. No.130/2000). l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing. m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva n. Premi asuransi o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak, q. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan ( SE.04/PJ.42/2002) s. Surplus Bank Indonesia. 16 Menurut Pasal 4 ayat 2 Undang – Undang No. 36 Tahun 2008, atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan – tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, mengenai pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penghasilan dibawah ini dapat dikenai pajak bersifat final : a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. b. Penghasilan berupa hadiah undian c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan pernyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. d. Penghasilan dari transaksi harta berupa tanah dan / atau bangunan usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan dan e. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Perarutan Pemerintah. 2. Pengertian Beban menurut Undang – Undang Perpajakan a) Beban atau biaya yang dapat dikurangkan ( Deductible Expense ) 17 Biaya yang dapat dikurangkan menurut Undang – undang 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 6 ayat 1, dimana besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk : a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain : 1) Biaya pembelian bahan. 2) Biaya yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasukupah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. 3) Bunga, sewa, royalti. 4) Biaya perjalanan. 5) Biaya pengolahan limbah. 6) Premi asuransi 7) Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ( No. 02/PMK.03/2010). 8) Biaya administrasi. 9) Pajak kecuali pajak penghasilan. b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 ( satu ) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11 A ( UU. No. 10/1994 ). 18 c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah di syahkan oleh Menteri Keuangan ( UU. No. 10/1994). d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan ( UU. No.10/1994). e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing ( UU. No. 10/1994). Untuk tahun 2008 dan sebelumnya, apabila Wajib Pajak ( WP ) membukukan transaksi dengan kurs tetap ( kurs historis ) yaitu kurs yang benar – benar terjadi sesuai kurs yang diakui oleh bank yang berkaitan atas realisasi perkiraan mata uang asing yang bersangkutan, maka selisih kurs diakui pada saat terjadinya realisasi pembayaran sedangkan apabila WP membukukan transaksi dengan kurs tengah BI yaitu kurs yang benar – benar berlaku pada akhir periode menurut Bank Indonesia, maka selisih kurs diakui pada akhir tahun. Mulai tahun 2009, penggunaan kurs tetap sudah tidak diperkenankan, sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf l UU PPh nomor 36 tahun 2008. Dalam penjelasan tersebut mengungkapkan bahwa sistem penilaian yang sesuai dengan SAK dalam pengakuan keuntungan selisih kurs sehingga tidak akan ada lagi perbedaan antara akuntansi dengan fiskal. f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia ( UU. No.10/1994 ). g. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan (UU. No.10/1994). h. Piutang yang nyata – nyata tidak dapat ditagih, : 19 1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan Laba Rugi komersial. 2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jendral Pajak dan 3) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi Pemerintah yang menangani Piutang Negara atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang / pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu. 4) Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k. Yang pelaksanaanya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan PMK (No. 105/PMK.03/2009). i. Sumbangan dalam rangka penanggulan bencana nasional yang ditetapkan dalam PP. j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesiayang ketentuannya diatur dengan PP. k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuanya diatur dengan PP. l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan PP. m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya di atur dalam PP. 20 Biaya – biaya menurut Pasal 10 ayat ( 6 ) UU PPh tentang Persediaan. Pasal 10 ayat (6) UU PPh mengatur biaya – biaya yang dapat dikurangkan terkait dengan persediaan. Adapu ketetapan – ketetapan yang berlaku antara lain sebagai berikut : 1) Harga perolehan atau harga penjualan, dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat ( 4 ) UU PPh adalah jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan atau diterima. Sementara jika terdapat hubungan istimewa digunakan jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima. 2) Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar menukar harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. 3) Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambil alihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan. 4) Jika terjadi pengalihan harta : Yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh, dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 21 Yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat ( 3) huruf a, dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut. 5) Jika terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasa 4 ayat (3) huruf c, dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut. 6) Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata – rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama. Biaya – biaya bentuk usaha tetap ( Pasal 5 ayat 2 dan 3 UU PPh ) Berdasarkan Pasal 5 ayat 2 dan 3 UU PPh, biaya – biaya BUT yang dapat dikurangkan meliputi biaya – biaya berikut : 1) Biaya – biaya yang berkenaan dengan : Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan usaha yang dijalankan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia; dan Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan. 22 2) Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. b) Beban atau Biaya yang tidak boleh dikurangkan ( Non Deductible Expenses ) Beban atau biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak menurut Pardiat berdasarkan Undang – Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat 1 dan 2, yaitu : Pasal 9 Ayat 1, Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan : a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh Perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ( UU. No.10/1994 ) b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saha, sekutu atau anggota (UU. No. 10/1994). c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali : 1) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen dan perusahaan anjak piutang. 2) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 23 3) Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan. 4) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan 5) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan. 6) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, Yang ketentuan dan syarat – syaratnya di atur dengan atau berdasarkan PMK ( No. 81/PMK.03/2009). d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, kecualijika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan (UU. No.10 / 1994 ). e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ( No. 83/PMK.03/2009 ). f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan ( UU. No. 7/1983 ) g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan sebagimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan 24 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i, huruf j, huruf k, huruf l dan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagaman yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya di atur dengan atau berdasarkan PP ( No. 18 Tahun 2009). h. Pajak Penghasilan ( UU. No 7/1983) i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya ( UU. No. 10/1994 ). j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagbagi atas saham ( UU. No. 10/1994). k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang – undangan di bidang perpajakan ( UU. No. 10/1994). Pasal 9 Ayat 2 Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 ( satu ) tahun tidak boleh untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.” ( UU. No.10/1994). 25 Dan beberapa tambahan menurut PP no 138. Tahun 2000. Pasal 3 ayat 1 Pajak Masukan yang tidak dapat dkreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat ( 8) Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, Kecuali: a. Pajak Masukan sebagiaman dimaksud dalam Pasal 9 ayat 8 huruf f dan huruf g Undang –Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sepanjang tidak dapat dibuktikan bahwa Pajak Masukan tersebut benar – benar telah dibayar. b. Pajak Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 Undang – Undang Pajak Penghasilan. Pasal 4 PP. No.138 tahun 2000 Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap termasuk: a) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak. b) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final. 26 c) Biaya untuk mendapatkan, meagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Norma Penghitungan Khusus sebagamana dimaksud dalam Pasal 15 Undang – Undang Penghasilan. d) Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan kecuali pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat 1 Undang – Undang Pajak Penghasilan tetapi tidak termasuk dividen sepanjang Pajak Penghasilan tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan pajak dan e) Kerugian dari harta atau utang yang tidakdimiliki dan tidak dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak. D. Rekonsiliasi Fiskal Laba / Rugi yang diperoleh dari laporan keuangan merupakan laba rugi yang didasarkan pada perhitungan menurut standar akuntansi keuangan ( SAK ).sementara itu, untuk menghitung besarnya PPh didasarkan pada laba fiskal yang diperoleh dari perhitungan menurut UU PPh. Untuk mendapatkan besarnya laba fiskal tersebut, amak WP haruslah melakukan proses rekonsiliasi fiskal. Apabila kita sudah memahami komponen yang di isyaratkan untuk sebuah pembukuan yang baik , kita juga perlu memahami bahwa tujuan laporan keuangan yang disajikan untuk kepentingan komersial/ bisnis berbeda dengan kepentingan perpajakan. Selain itu terdapat perbedaan 27 pengakuan antara akuntansi komesial dan akuntansi pajak. Oleh sebab itu diperlukan adanya penyesuaian. Rekonsiliasi ( koreksi ) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto / laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Penyesuaian dimaksudkan untuk mengetahui dasar penghitungan / pengenaan pajak yang benar dan agar pajak terutang dapat dihitung dengan benar. Dengan dilakukannya proses rekonsiliasi fiskal inimaka WP tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan yang didasari SAK. Setelah itu dibuatkan rekonsiliasi fiskal untuk mendapatkan laba fiskal yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan PPh. Penyebab Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal adalah karena terdapat perbedaan prinsip akuntansi, perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya, serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya. 1. Perbedaan Prinsip Akuntansi Beberapa prinsip akuntansi yang berlaku umum ( Standar Akuntansi Keuangan disingkat SAK ) yang telah diakui secara umum dalam dunia bisnis dan profesi tetapi tidak diakui dalam fiskal, meliputi : 28 a) Prinsip konservatisme, Penilaian persediaan akhir berdasarkan metode ”terendah antara harga pokok dan nilai realisasi bersih ” dan penialaian piutang dengan nilai taksiran realisasi bersih, diakui dalam akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam fiskal. b) Prinsip harga perolehan ( cost ). dalam akuntansi komersial, penentuan harga perolehan untuk barang yang diproduksi sendiri boleh memasukkan unsur biaya tenaga kerja yang berupa natura. Dalam fiskal pengeluaran dalam bentuk natura tidak diakui sebagai pengurangan / biaya. c) Prinsip pemadanan ( matching ) biaya manfaat. Akuntansi komersial mengakui biaya penyusutan pada saat aset tersebut menghasilkan. Dalam fiskal, penyusutan dapat dimulai sebelum menghasilkan, seperti alat –alat pertanian. 2. Perbedaaan metode dan Prosedur Akuntansi a) Metode penilaian Persediaan. Akuntansi komersial mengakui beberapa metode penghitungan / penentuan harga perolehan persediaan, seperti : rata – rata ( average), FIFO, LIFO, pendekatan laba bruto, pendekatan harga jual eceran dan lain – lain. Dalam fiskal hanya membolehkan memilih dua metode yaitu rata – rata ( average )atau masuk pertama keluar pertama ( FIFO ). b) Metode penyusutan dan amortisasi. Akuntansi komersial membolehkan memilih metode penyusutan seperti metode garis lurus, metode jumlah angka tahun, metode saldo menurun atau saldo menurun ganda, metode jam jasa, metode jumlah unit produksi dan lain – lain. Dalam fiskal 29 pemilihan metode penyusutan lebih terbatas antara lain metode garis lurus dan saldo menurun. Disamping metodenya termasuk yang membedakan besarnya penyusutan untuk akuntansi komersial dan fiskal adalah bahwa dalam akuntansi komesial manajemen dapat menaksir sendiri umur ekonomis atau masa manfaat suatu aset, sedangkan dalam fiskal umur ekonomis atau masa manfaat diatu atau ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. Demikian pula akuntansi komersial membolehkan mengakui nilai residu sedangkan fiskal tidak membolehkan memperhitungkan nilai residu dalam menghitung penyusutan. c) Metode penghapusan piutang. Dalam akuntansi komersial penghapusan piutang ditentukan berdasarkan metode cadangan. Sedangkan dalam fiskal, penghapusan piutang dilakukan pada saat piutang nyata – nyata tidak dapat ditagih dengan syarat – syarat tertentu uang diatur dalam peraturan perpajakan. Pembentukan cadangan dalam fiskal hanya diperbolehkan untuk industri tertentu seperti usaha bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, usaha asuransi dan usaha pertambangan dengan jumlah yang dibatasi dengan peraturan perpajakan. 3. Perbedaan Perlakuan dan Pengakuan Penghasilan dan Biaya. a) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi bukan merupakan Objek Penghasilan. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total Penghasilan Kena Pajak ( PKP ) atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial. 30 b) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntasi komersial tetapi pengenaan pajaknya bersifat final. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total PKP atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial. c) Penyebab perbedaan lain yang berasal dari penghasilan adalah : Kerugian suatu usaha di luar negeri. Dalam akuntansi komersial kerugian tersebut mengurangi laba bersih sedangkan dalam fiskal kerugian tersebut tidak boleh dikurangkan dari total penghasilan (laba) kena pajak. Kerugian usaha dalam negeri tahun – tahun sebelumnya, dalam akuntansi komersial kerugian tersebut tidak berpengaruh dalam penghitungan laba bersih tahun sekaran sedangkan dalam fiskal kerugian tahun sebelumnya dapat dikurangkan dari penghasilan laba kena pajak tahun sekarang selama belum lewat 5 tahun. Imbalan dengan jumlah yang melebihi kewajaran. Imbalan yang diterima atas pekerjaan yang dilakukan oleh pemegang saham atau pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan jumlah yang melebihi kewajaran. Rekonsiliasi Fiskal terdiri dari tiga macam jenis koreksi yaitu : koreksi akibat perbedaan waktu, koreksi akibat perbedaan tetap dan koreksi akibat pajak Final. a) Koreksi akibat perbedaan waktu ( Time Difference ) 31 Koreksi ini timbul akibat perbedaan metode penghitungan pendapatan dan/atau biaya antara komersial dan fiskal. Sebenarnya total pendapatan atau biaya sama besarnya, baik secara komersial maupun fiskal namun perbedaan timbul karena adanya perbedaan lamannya waktu pengalokasian pendapatan dan / atau biaya tersebut. Sebagai contoh yaitu : Biaya penyusutan dan amortisasi Secara fiskal kita harus mengikuti ketentuan yang ada. Misalnya komputer harus disusutkan selama 4 tahun sedangkan secar komersial kita mungkin menyusutkan kurang atau lebih dari 4 tahun. Contoh lain yaitu pada nilai persediaan. Secara fiskal,metode penghitungan yang diakui hanya metode rata – rata ( average method) dan mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama ( FIFO ). Sementara secara Komersial kita juga mengakui metode Last In First Out ( LIFO ) atau yang terakhir keluar lebih dahulu. b) Koreksi akibat perbedaan tetap ( Permanent Difference ). Koreksi ini timbul akibat adanya perbedaan pengakuan pendapatan antara komersial dan fiskal yang terdiri 3 jenis perbedaan,yaitu : 1) Beda Tetap atas penghasilan yang bukan objek pajak ( Non taxble income) seperti : bantuan, sumbangan dan hibah yang memenuhi syarat 2) Beda Tetap Murni, yaitu Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan objek pajak. 32 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan / jasa yang diberikan dalam bentuk natura / kenikmatan. Sangksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan serta PPh Pasal 21/26 yang ditanggung perusahaan. 3) Beda Tetap akibat tidak dipenuhinya syarat – syarat khusus, yaitu : Biaya yang berhubungan dengan kegiatan langsung perusahaan. Tersedianya bukti pendukung yang kuat dan memadai. Akibat lokasi atau Praktik akuntansi yang tidak sehat. c) Koreksi akibat pengenaan pajak Final Koreksi ini terdiri dari : 1. Pendapatan yang telah dipotong PPh Final, misalnya bunga deposito, jasa giro, persewaan tanah dan/atau bangunan, serta pengalihan hak atas tanah dan / atau bangunan. 2. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang telah dikenakan PPh Final. Penyesuaian Fiskal Positif berdasarkan UU. PPh.1984. a. Biaya yang dibebankan / dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham, sekutu atau anggota berdasarkan pasal 9 ( 1a, b, c, d ). b. Pembentukan / pemupukan dana cadangan, berdasarkan Pasal 9 ( 1c ). 33 c. Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan, berdasarkan pasal 9 ( 1e ). d. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham/ pihak yang mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan. Berdasarkan pasal 9 ( 1f ). e. Harta yang dihibahkan , bantuan atau sumbangan, berdasarkan Pasal 9 ( 1g ). f. Pajak Penghasilan, berdasarkan Pasal 9 ( 1h ). g. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau cv yang modalnya tidak terbagi atas saham, berdasarkan Pasal 9 ( 1j ). h. Sanksi administrasi ( berdasarkan Pasal 9 ( 1k ). i. Selisih penyusutan komersial diatas penyusutan fiskal berdasarkan Pasal 11. j. Selisih amortisasi komersial diatas amortisasi fiskal, berdasarkan pasal 11. k. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya ( KEP.184/PJ/2002, SE08/PJ.42/2002). l. Penyesuaian fiskal positif lainnya. Penyesuaian Fiskal Negatif. a. Selisih penyusutan komersial berdasarkan pasal 11. 34 dibawah penyusutan fiskal, b. Selisih amortisasi komersial dibawah amortisasi fiskal, berdasarkan Pasal 11. c. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya ( KEP.184/PJ/2002, SE-08/PJ.42/2002). d. Penyesuaian fiskal negatif lainnya. Teknik Rekonsiliasi Fiskal Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan tersebut dari penghasilan menurut akuntansi yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi, 2. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi tetap diakui menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah penghasilan tersebut pada penghasilan menurut akuntansi yang berarti menambah laba menurut akuntansi. 3. Jika suatu biaya / pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah biaya/ pengeluaran tersebut dari biaya menurut akuntansi yang berarti menambah laba menurut akuntansi. 4. Jika suatu biaya / pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan 35 dengan menambahkan sejumlah biaya/ pengeluaran tersebut pada biaya menurut akuntansi, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi. Kertas kerja rekonsiliasi fiskal dapat dibuat dengan format sebagai berikut : Tabel 2.1 Wajib Pajak X Rekonsiliasi Fiskal ( Format 1 ) Tahun 20XX Laba Bersih ( menurut akuntansi komersial ) Koreksi Positif : Total Koreksi Positif Koreksi Negatif : Total Koreksi Negatif Laba (Penghasilan) kena pajak ( menurut Fiskal ) XX XX XX XX XX (+) XX XX XX XX (-) XX Penjelasan : Perbedaan dimasukan sebagai koreksi positif apabila : 1. Pendapatan menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau suatu penghasilan diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi. 2. Biaya / pengeluaran menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntansi atau suatu biaya / pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui menurut akuntansi. Perbedaan dimasukan sebagai koreksi negatif apabila : 36 1. Pendapatan menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntasi suatu penghasilan tidak diakui menurut fiskal ( bukan Objek Pajak ) tetapi diakui menurut akuntansi, 2. Biaya / pengeluaran menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau suatu biaya/ pengeluaran diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi. 3. Suatu pendapatan telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final. Tabel 2.2 Wajib Pajak X Rekonsiliasi Fiskal ( Format 2 ) Tahun 20XX Menurut Koreksi Fiskal Beda Beda Tetap Waktu Keterangan Akuntansi Menurut Fiskal Pendapatan Biaya -biaya : Laba ( Penghasilan ) Laba Bersih sebelum pajak Laba (Penghasilan) Kena Pajak 37 Contoh Rekonsiliasi Fiskal Berikut ini adalah contoh Laporan Laba Rugi Fiskal menurut Siti ( 2011 : 377) PT. Perdana didirikan pada tahun 1999 merupakan Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha dagang, dengan NPWP : 01.444.555.1.541.000, Jl. Kenari No. 49 Condong Catur – Depok, Yogyakarta 55281. Pada tahun 2011, PT. Perdana memperoleh penghasilan dari dalam negeri dan luar negeri. Laporan Laba Rugi ( Komersial ) pada tahun 2011 adalah sebagai berikut : 38 Tabel 2.3 PT. Perdana Laporan Laba Rugi Untuk Tahun yang berakhir 31 Desember 2011 ( dalam rupiah ) Penghasilan dari usaha dalam negeri Penjualan - Retur Penjualan - Potongan Penjualan Penjualan neto Harga Pokok Penjualan *) 20,005,654,000 (954,852,000) (545,987,000) 18,504,815,000 (14,654,879,000) Laba Kotor Biaya Usaha : - Gaji, upah, THR, tunjangan lain - Alat Tulis dan biaya kantor - Biaya Perjalanan dinas - Biaya Listrik dan telepon - Biaya Makan Karyawan - Biaya Promosi - PBB dan bea materai - Pajak - Biaya Representasi - Biaya Royalti - Biaya konsumsi / Penjamuan - Biaya Sewa - Biaya Kerugian Piutang - Biaya Penyusutan - Biaya Lain - Lain Total Biaya Usaha Laba Usaha Penghasilan di luar usaha : - Dividen - Sewa Total Penghasilan Luar Usaha Laba Bersih ( Penghasilan neto ) dalam negeri Penghasilan dari luar negeri : - Laba Usaha dari Canada - Bunga Obligasi dari Singapura Total Penghasilan dari Luar negeri Laba ( Penghasilan neto ) *) Rincian harga pokok penjualan 39 3,849,936,000 1,551,900,000 23,958,000 53,465,000 16,825,000 36,783,000 297,285,000 53,726,000 60,000,000 65,798,000 237,465,000 12,132,000 197,958,000 105,654,000 169,000,000 293,873,000 (3,175,822,000) 674,114,000 40,000,000 25,000,000 65,000,000 739,114,000 200,000,000 50,000,000 250,000,000 989,114,000 Persediaan barang dagangan, 1 Januari 2009 Rp. 5.000.000.000 Pembelian neto tahun 2009 Rp. 13.000.000.000 Persediaan barang dagangan, 31 Desember 2009 Rp. ( 3.345.121.000 ) Harga Pokok Penjualan Rp. 14.654.879.000 A. Informasi yang digunakan sebagai dasar penyesuaian penghitungan laba ( rugi ) fiskal : 1. Dalam penjualan tidak memasukkan penjualan kepada karyawan sebesar Rp. 20.000.000 yang penagihannya melalui pemotongan gaji setiap bulan. 2. Di dalam gaji, upah, tunjangan hari raya ( THR ) dan tunjangan lain terdapat pengeluaran untuk pembelian beras yang dibagikan kepada karyawan senilai Rp. 20.365.000 dan biaya pengobatan senilai Rp. 5.100.000 3. Dalam biaya perjalanan dinas terdapat bukti – bukti pendukung atas nama keluarga pemegang saham sebesar Rp. 596.000. 4. Dalam biaya promosi terdapat sumbangan yang tidak ada hubungan dengan kegiatan utama perusahaan sebesar Rp. 12.754.000. 5. Pajak sebesar Rp. 60.000.000 merupakan angsuran PPh bulanan selama tahun 2009 ( angsuran PPh Pasal 25 ). 6. Pengeluaran berupa biaya representasi tidak didukung dengan bukti pengeluaran dari pihak eksternal. 40 7. Biaya royalti sebesar Rp. 237.465.000 yang ada bukti pendukungnya dari pihak eksternal sebesar Rp. 225.353.000. 8. Piutang yang benar – benar tidak tertagih dan telah memenuhi syarat untuk diakui sebagai piutang tak tertagih menurut perpajakan dalam tahun 2009 sebesar Rp. 60.500.000. 9. Perusahaan mempunyai aset tetap sebagai berikut : a. Mesin produksi dibeli pada tanggal 1 Januari 2005 seharga Rp. 500.000.000; taksiran umur ekonomis 10 tahun. b. Kendaraan dibeli pada tanggal 31 Desember 2005 seharga Rp. 400.000.000; taksiran umur ekonomis 10 tahun. c. Komputer dibeli pada tanggal 6 Maret 2007 seharga Rp. 300.000.000; taksiran umur ekonomis 5 tahun. d. Inventaris dibeli pada tanggal 1 Januari 2005 seharga Rp. 200.000.000; taksiran umur ekonomis 8 tahun. e. Bangunan permanen selesai dibangun dan siap digunakan pada tanggal 31 Desember 2004 senilai Rp. 600.000.000; taksiran umur ekonomis 20 tahun. Berdasarkan kebijakan manajemen perusahaan : mesin produksi mempunyai nilai residu 10% dari harga perolehan, sedangkan aset tetap yang lain ditaksir mempunyai nilai residu 20% dari harga perolehan. Metode penghitungan penyusutan yang digunakan adalah garis lurus. Menurut fiskal ( ketentuan perpajakan ), mesin produksi, kendaraan, 41 komputer dan inventaris merupakan aset berwujud kelompok II. Perusahaan memilih metode Garis Lurus dalam menghitung penyusutan fiskal. 10. Dalam biaya lain – lain terdapat biaya rekreasi karyawan Rp. 2.652.000. 11. Penghasilan sewa ( dalam penghasilan luar usaha ) sebesar Rp. 25.000.000 terdiri atas sewa bangunan senilai Rp. 5.000.000, sewa atas peralatan pabrik senilai Rp. 12.000.000 dan sewa atas kendaraan senilai Rp. 8.000.000. Penghasilan sewa ini diterima dari PT. Putra Surya, yang beralamat di Jl. Mayjen Sutoyo 30 Yogyakarta, NPWP: 1.166.552.541.000. Sewa tersebut diterima setiap tahun untuk untuk jangka waktu beberapa tahun. 12. Dividen sebesar Rp. 40.000.000 terdiri atas dividen kas dari penyertaan saham ( 20%) pada PT. Adinda sebesar Rp. 15.000.000, yang beralamat di Jl. Lojajar 28 Yogyakarta, NPWP : 01.337.882.1.542.000; dan dividen kas atas penyertaan saham (30%) pada PT. Kapuas Raya sebesar Rp. 25.000.000. B. Informasi lain yang digunakan sebagai dasar pengisian SPT Tahunan PPh adalah : 1. PT. Perdana selama tahun 2009 telah menjual hasil produksinya kepada PT. Telkom Yogyakarta, yang beralamatdi Jl. Hayam Wuruk No.157 Yogyakarta , NPWP : 02.118.722.1.541.000. Penjualan tersebut senilai Rp. 8.800.000.000 ( harga ini termasuk PPN 10% ). 42 2. PT. Perdana ( importir yang mempunyai API ) selama tahun 2011 mengimpor sebagian bahan baku untuk proses produksi dari Nagayo Jepang dengan harga faktur $40.000. PT. Perdana membayar biaya – biaya sebagai berikut : biaya angkut dan biaya asuransi selama perjalanan antar daerah pabean masing – masing sebesar $. 3.000 dan $.7.000, bea masuk sebesar 5% dari CIF, dan bea masuk tambahan sebesar 20% dari CIF. Kurs menurut Keputusan Menteri Keuangan adalah $1= Rp.10.000. PT. Perdana membayar bea masuk dan PPH Pasal 22 impor kepada Ditjen Bea dan Cukai Tanjung Priok, yang beralamat di Jl. Pelabuhan no 202 Tanjung Priok, Jakarta Utara, NPWP : 00.455.232.2.021.000. 3. Tarif pajak atas laba usaha di luar neger ( Kanada ) adalah 40 %. 4. Tarif pajak atas bunga obligasi di Singapura adalah 25%. 5. Total angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun2011 sebesar Rp. 60.000.000, dibayarkan setiap bulan dengan angsuran yang sama dari bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2011. 6. Laba rugi fiskal 3 tahun terakhir adalah : Rugi fiskal tahun 2008 sebesar Rp.350.000.000. Laba fiskal tahun 2009 sebesar Rp.150.000.000. Laba fiskal tahun 2010 sebesar Rp.100.000.000. Sisa rugi tahun 2008 akan dikompensasikan seluruhnya pada tahun 2011. Susunlah rekonsiliasi fiskal untuk menyiapkan menyusun laporan laba rugi fiskal. 43 Tabel 2.4 Penyelesaian : Penjelasan informasi kasus A1 sd A12 untuk menyusun rekonsiliasi fiskal. Penjelasan Form 1171 yang diisi Termasuk dalam penjualan adalah penjualan kepada 1771 – I 5l Sumber Informasi A1) semua pembeli dengan cara kredit atau tunai dan dengan dasar akrual artinya penjualan diakui tidak pada saat penerimaan kas tetapi pada saat penyerahan barang. Penjualan kepada karyawan yang pembayarannya tidak dilakukan pada saat transaksi penyerahan barang tetap diakui sebagai penjualan tahun 2011. Dalam rekonsiliasi fiskal, penjualan kepada karyawan sebesar Rp.20.000.000 akan menambah penghasilan menurut akuntansi dan selanjutnya akan berpengaruh menaikan laba kena pajak (sebagai koreksi negatif ). A2) Imbalan dalam bentuk natura ( beras Rp.20.365.000 dan 1771 – I 5c pengobatan Rp.5.100.000 ) tidak diboleh dikurangkan dari penghasilan bruto ( non deductibel expense ). Oleh karena itu, dalam rekonsiliasi fiskal jumlah biaya tetsebut harus dikurangkan dari biaya menuru akuntansi yang berarti berpengaruh menaikkan laba kena pajak ( koreksi positif). A3) Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham ( perjalanan dinas anggota keluarga pemegang saham sebesar Rp. 596.000) tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto ( non deductible expense). Oleh karena itu, dalam rekonsiliasi fiskal jumlah biaya tetsebut harus dikurangkan dari biaya menuru akuntansi yang berarti berpengaruh menaikkan 44 1771 – I 5a laba kena pajak ( koreksi positif). A4) Sumbangan untuk berbagai kepentingan kepada pihak – pihak yang tidak mempunyai hubungan kerja, 1771 – I 5e usaha, kepemilikan dan penguasaan merupakan biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Biaya sumbangan sebesar Rp. 12.754.000 dalam biaya promosi/ iklan harus dikurangkan dari biaya menutu akuntansi, yang berarti berpengaruh menaikan laba kena pajak ( koreksi positif). A5) Pajak penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak 1771 – I 5f tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib Pajak. Total angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp. 60.000.000 yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Pt. Perdana dalam tahun 2009 tidak boleh dimasukan sebagai biaya tahun 2011. Oleh karena itu, dalam rekonsiliasi fiskal jumlah tersebut dikurangkan dari biaya menurut akuntansi, yang berarti menaikkan laba kena pajak (koreksi positif ) A6) Biaya atau pengeluaran yang tidak terdaftar nominatifnya 1771 – I 5l ( biaya representasi sebesar Rp. 65.798.000 tidak ada daftar nominatif). Merupakan non deductible expense. Dalam rekonsiliasi fiskal, jumlah biaya tersebut harus dikurangkan dari biaya menurut akuntansi, yang berarti berpengaruh menaikkan laba kena pajak ( koreksi positif). A7) Penjelasan sama dengan A6) A8) Menurut akuntansi, perusahaan 1771 – I 5l diperbolehkan membentuk cadangan kerugian piutang pada setiap akhir tahun untuk menaksir besarnya piutang yang tidak dapat ditagih pada tahun berikutnya. Perusahaan membentuk cadangan sebesar Rp. 105.654.000 pada akhir tahun 2011, 45 1771 – I 5b sehingga dalam laporan laba rugi tampak kerugian piutang sebesar Rp. 105.654.000. hal tersebut berbeda dengan ketentuan fiskalyang menyatakan bahwa kerugian piutang yang bileh diakui adalah sejumlah piutang yang nyata – nyata tidak dapat ditagih pada tahun 2011. Oleh karena piutang yang nyata – nyata tidak dapat ditagih menurut fiskal adalah Rp. 60.500.000. maka biaya kerugian menurut akuntansi harus dikurangi dengan Rp. 45.154.000. penyesuaian ini akan berpengaruh menaikkan laba kena pajak ( sebagai koreksi positif ). A9) Penyusutan menurut akuntansi kemungkinan berbeda 1771 – I 6a dan dengan menurut fiskal karena terdapat perbedaan dalam Lampiran Khusus 1A metode penyusutan, poengakuan nilai sisa, taksiran masa manfaat/umur ekonomis,penghitungan penyusutan tahun 2011 menurut fiskal dapat dilihat pada tabel penyusutan berikutnya. Tabel ini sekaligus dapat dugunakan sebagai data pengisian Lampiran Khusus tentang ”Penyusutan dan Amortisasi” Dalam rekonsiliasi fiskal, biaya penyusutan menurut akuntansi harus ditambah dengan Rp.36.000.000 ( yaitu Rp.205.000.0000 – Rp. 169.000.000), hal ini berarti mengurangi laba kenapa pajak ( sebagai koreksi negatif ). A10) Penjelasan sama dengan A2). 1771 – I 5c A11) Penghasilan berupa sewa tanah dan / atau bangunan 1771 – I 4 adalah penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final. Oleh karena bersifat final maka jumlah pajak yang telah dipotong tersebut tidak dapat dikreditkan dari total PPh yang terutang pada akhir tahun, sehingga penghasilan tersebut juga tidak perlu diperhitungkan dalam menentukan laba kena pajak. Dalam koreksi fiskal, 46 penghasilan berupa sewa atas bangunan sebesar Rp. 5.000.000 dikurangkan dari penghasilan sewa menurut akuntansi,yang berarti menurunkan laba kena pajak (koreksi negatif ). A12) Dividen yang diperoleh atau diterima perseroan terbatas Wajib Pajak dalam negeri merupakann penghasilan kena pajak ( bukan Objek Pajak ), sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh apabila penyertaannya melebihi 25% dari total modal disetor. Dividen yang diterima PT, Perdana dari PT. Ananda sebesar Rp. 25.000.000 harus dikurangkan dari penghasilan dividen menurut akuntansi, yang berarti akan menurunkan laba kena pajak ( koreksi negatif ), sedangkan dividen yang sebesar Rp.15.000.000 merupakan objek pajak karena penyertaannya kurang dari 25%. 47 1771 – I 4 Tabel 2.5 PT. Perdana Rekonsiliasi Fiskal Penghitungan Laba Rugi Tahun Pajak 2011 ( dalam rupiah ) Rekonsiliasi Fiskal Menurut Akuntansi Koreksi Positif Koreksi Negatif Penghasilan dari usaha dalam negeri Penjualan - Retur Penjualan - Potongan Penjualan Penjualan neto Harga Pokok Penjualan *) Laba Kotor Biaya Usaha : - Gaji, upah, THR, tunjangan lain - Alat Tulis dan biaya kantor - Biaya Perjalanan dinas - Biaya Listrik dan telepon - Biaya Makan Karyawan - Biaya Promosi - PBB dan bea materai - Pajak - Biaya Representasi - Biaya Royalti - Biaya konsumsi / Penjamuan - Biaya Sewa - Biaya Kerugian Piutang - Biaya Penyusutan - Biaya Lain - Lain Total Biaya Usaha Laba Usaha Penghasilan di luar usaha : - Dividen - Sewa Total Penghasilan Luar Usaha Laba Bersih ( Penghasilan neto ) dalam negeri Penghasilan dari luar negeri : - Laba Usaha dari Canada - Bunga Obligasi dari Singapura Total Penghasilan dari Luar negeri Laba ( Penghasilan neto ) 20,005,654 A1) (954,852) (545,987) 18,504,815 (14,654,879) 3,849,936 1,551,900 A2) 23,958 53,465 A3) 16,825 36,783 297,285 A4) 53,726 60,000 A5) 65,798 A6) 237,465 A7) 12,132 197,958 105,654 A8) 169,000 293,873 A10) (3,175,822) 674,114 40,000 25,000 65,000 739,114 200,000 50,000 250,000 989,114 48 20,000 (+) 25,465 (-) 596 (-) 12,754 (-) 60,000 (-) 65,798 (-) 12,112 (-) 45,154 (-) A9) 36,000 (+) 2,652 (-) A12) 25,000 (-) A11) 5,000 (-) Menurut Fiskal 20,025,654 (954,852) (545,987) 18,524,815 (14,654,879) 3,869,936 1,526,435 23,958 52,869 16,825 36,783 284,531 53,726 225,353 12,132 197,958 60,500 205,000 291,221 (2,987,291) 882,645 15,000 20,000 35,000 917,645 200,000 50,000 250,000 1,167,645 Tabel 2.6 Tabel Penyusutan Aset/Harta Berwujud dan Penghitungan Nilai Residu Tahun 2009 -> tabel ini sekaligus untuk mengisi Lampiran Khusus 1A SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Jenis Harga Aktiva Perolehan Nilai Residu Umur Ekonomis Komersial Penyusutan Setahun Fiskal Komersial Selisih Penyusutan Fiskal Akumulasi Nilai Buku Penyusutan sd awal 2011 sd awal 2011 (a) ( b) (c) (d) ( e ) = ( a- b)/( c ) (f ) = ( a )/ ( d ) (g)=(e)-(f) (h) ( i ) = (a ) - ( h ) Mesin Produksi 500,000,000 50,000,000 10 8 45,000,000 62,500,000 (17,500,000) 375,000,000 125,000,000 Kendaraan 400,000,000 80,000,000 10 8 32,000,000 50,000,000 (18,000,000) 250,000,000 150,000,000 Peralatan Pabrik 300,000,000 60,000,000 5 8 48,000,000 37,500,000 10,500,000 143,750,000 156,250,000 Inventaris 200,000,000 40,000,000 8 8 20,000,000 25,000,000 (5,000,000) 150,000,000 50,000,000 Bangunan 600,000,000 120,000,000 20 20 24,000,000 30,000,000 (6,000,000) 180,000,000 420,000,000 169,000,000 205,000,000 (36,000,000) Catatan : - akumulasi penyusutan mesin ( Jan 2005 s/d Des 2010 ) : 6 tahun, pertahun Rp. 62.500.000 - akumulasi penyusutan kendaraan ( Des 2005 s/d Des 2010 ) : 5 tahun, pertahun Rp. 50.000.000 - akumulasi penyusutan peralatan pabrik ( Maret 2007 s/d Des 2010 ) : 3 tahun 10 bulan, pertahun Rp. 37.500.000 - akumulasi penyusutan Inventaris ( Jan 2005 s/d Des 2010 ) : 6 tahun, pertahun Rp. 25.000.000 - akumulasi penyusutan bangunan ( 31 Desember 2004 s/d Des 2010 ) : 6 tahun, pertahun Rp. 30.000.000 49 Menghitung PPh yang terutang Tahun Pajak 2011 Penghasilan neto Fiskal Rp. 1.167.645.000 Kompensasi rugi tahun sebelumnya Rp. Penghasilan Kena Pajak Rp. 1.157.645.000 10.000.000 Penghasilan Kena Pajak yang mendapat fasilitas : ( Rp. 4.800.000.000 / Rp. 18.524.815) x Rp. 1.157.645.000= Rp. 299.959.000 Penghasilan kena pajak yang tidak mendapat fasilitas : ( Rp. 1.157.645.000 – Rp. 299.959.000) = Rp. 857.686.000 PPh terutang : - 50% x 25% x Rp. 299.959.000 Rp. 37.494.875 - 25% x Rp. 857.686.000 Rp. 214.421.500 Rp. 215.916.375,- 50