Cov Tekno HT 2(1) Apr09 ringan

advertisement
PROSPEK PENGEMBANGAN LEMO (Litsea cubeba L. Persoon)
DI INDONESIA
Prospect of the Development of Lemo (Litsea cubeba L. Persoon) in Indonesia
Yetti Heryati, Nina Mindawati dan/and A. Syaffari Kosasih
Pusat Penelitian Hutan Tanaman, Jln. Gunung Batu No 5 Bogor
Naskah masuk : 25 September 2008 ; Naskah diterima : 19 Maret 2009
ABSTRACT
Litsea cubeba ( lemo ) is an evergreen tree or shrub with 5 - 12 meters height belongs to Lauraceae family. It is
native in Indonesia, China , Taiwan and other parts of Southeast Asia. Lemo is a multiple used tree since the
whole part of the tree (stem, fruits, leaf, bark and root) has economic value. It produces fruit, bark and leaves
which are processed for its lemony essential oil. The oil is used as a fragrance for flavouring, medicine and
also as a raw material in chemical industry for the synthesis of vitamin A. The timber is sometimes used for
making furniture and crafts. Stem are also used in human's body protection from mosquito and snakes.
Research of lemo's silviculture has been started and planting demo plot has been developed in KHDTK Cikole
in small scale. It is resulted that Litsea cubeba have prospect to be developed in plantation forest in Indonesia
because of economic value, recognition from people who live surrounded forest and the technique of cultivated
Litsea cubeba was known. This article was aimed to give information on the state of the art of Litsea cubeba,
the potency and utilization of Litsea cubeba trees and its prospect to be developed as a plantation forest in
Indonesia.
Key words : evergreen, multiple used, silviculture, plantation forest
ABSTRAK
Litsea cubeba (lemo) adalah jenis pohon dari keluarga Lauraceae yang selalu berdaun hijau atau belukar
dengan tinggi 5 - 12 meter. Tumbuh asli di Indonesia, China , Taiwan dan di sekitar Asia Tenggara. Lemo
banyak digunakan karena batang, buah, daun, kulit dan akar dapat dimanfaatkan (multi guna) dan mempunyai
nilai ekonomi yang cukup tinggi terutama dari buah, kulit dan daun lemo dapat menghasilkan minyak atsiri.
Minyak tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku minyak wangi, penyedap rasa, obat-obatan dan sebagai
bahan baku industri kimia untuk sintesis dari vitamin A. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan furniture dan
kerajinan tangan, sedangkan batangnya dapat digunakan sebagai pengusir nyamuk dan ular. Penelitian
budidaya tanaman lemo sudah mulai dilakukan dan pembangunan demplot dalam skala kecil sebagai uji coba
di lapangan telah dilakukan di KHDTK Cikole. Oleh karena itu, Litsea cubeba mempunyai prospek yang
baik untuk dikembangkan sebagai jenis Hutan Tanaman Industri di Indonesia karena sebaran alaminya terdapat
di Indonesia, secara ekonomi menguntungkan, sudah dikenal masyarakat dan teknik budidayanya tidak terlalu
sulit. Artikel ini bertujuan untuk mengenalkan tanaman lemo dan cara budidayanya.
Kata kunci: selalu hijau, multi guna, budidaya, hutan tanaman.
9
Tekno Hutan Tanaman
Vol.2 No.1, April 2009, 9 - 17
I. PENDAHULUAN
Di Indonesia lebih dari 4000 jenis tumbuhan yang sangat berguna, baik sebagai penghasil kayu maupun
sebagai penghasil non kayu seperti minyak atsiri yang sangat potensial untuk berbagai keperluan bahan baku
industri berasal dari tanaman hutan Litsea cubeba.
Lemo (Litsea cubeba L. Persoon) merupakan jenis pohon serbaguna karena semua bagian pohonnya
yaitu buah, kayu, kulit kayu dan akar dapat dimanfaatkan. Lemo merupakan penghasil minyak atsiri yang
banyak dibutuhkan untuk keperluan industri, seperti bahan kosmetik, sabun, minyak wangi, penyegar ruangan,
industri pangan dan produksi tembakau. Kebutuhan pasar internasional akan minyak atsiri lemo sekitar 500 ton
per tahun. Importir minyak lemo adalah USA, Jepang dan negara-negara di Eropa Barat. Di Cina dan
Vietnam, lemo sudah menjadi komoditas perdagangan penting dan dibudidayakan secara besar-besaran,
sedangkan di Indonesia pemanfaatan lemo saat ini masih terbatas.
Indonesia berpeluang menjadi negara produsen minyak atsiri lemo, karena tanaman lemo merupakan
tanaman jenis asli Indonesia yang tumbuh baik di dataran tinggi, selain itu kita juga mempunyai lahan dataran
tinggi yang cukup luas yang sangat cocok apabila tanaman lemo dikembangkan secara besar-besaran dengan
harapan dapat meningkatkan devisa negara dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah
dataran tinggi di Indonesia. Namun demikian sebelum dikembangkan secara besar-besaran, perlu dikuasai
terlebih dahulu teknik budidaya maupun pengolahan minyak atsirinya.
II. STATUS PENGETAHUAN POHON LEMO ( Litsea cubeba L.Persoon )
1. Penyebaran pohon lemo
Penyebaran alami jenis ini adalah di Indonesia, Cina dan beberapa tempat di Asia Tenggara. Di
Indonesia jenis Litsea cubeba banyak di jumpai di lereng-lereng gunung di Pulau Jawa, Sumatera dan
Kalimantan dan tumbuh baik secara kelompok pada ketinggian di atas 700 m dpl, tetapi di Kalimantan Timur
dijumpai juga tumbuhan pada ketinggian 400 - 600 m dpl.
2. Deskripsi pohon lemo
Pohon Litsea cubeba termasuk ke dalam family Lauraceae dengan nama daerah : kilemo, trawas
(Sunda) dan krangean, kemukus (Jawa) serta antarasa (Sumatera Utara). Tanaman ini merupakan perdu pohon
atau pohon dengan tinggi pohon 5-15 m dan diameter batang sekitar 6-20 cm. Di Sumatera Utara tinggi
pohon dapat mencapai ± 30 m dengan diameter ± 30 cm. Pohon bermata banyak, bagian luarnya berwarna
kehijau-hijauan, bagian dalam berwarna kuning hijau dan licin ((Zamarel et al.1990). Tumbuh berkelompok
di daerah pegunungan pada ketinggian 700 - 2300 m dpl (Lina, 2003 ; Heyne, 1987). Semua bagian tanaman
ini yaitu kulit, daun dan buah berbau harum sekali seperti aroma tanaman jeruk. Penampakan pohon lemo
dapat dilihat pada Gambar 1.
Kayu lemo yang berasal dari Sumatera Utara mempunyai berat jenis antara 0,33-0,40; kadar air segar
67,07-77,62%; penyusutan volumetrik 9,14-9,45% ; penyusutan longitudinal 0,48-0,53% ; penyusutan
tangensial 5,64-6,05%; penyusutan radial 3,13-3,78% . Sedangkan panjang serat 1432 - 1435 mikro; diameter
serat 40-41 mikro, diameter lumen 31-32 mikro; tebal dinding serat 4 mikro. Sifat mekanis MDE 57.113,8862.139,03 kg/cm2 ; MOR 386,59-484,51 kg/cm2. dan tegangan tekan sejajar serat 202,45-250,21 kg/cm2
(Pasaribu, 2007).
Kulit bagian luar berwarna hijau kecoklatan dan bagian dalam kuning. Daun hijau terang bentuk
lanceolate (seperti tombak) sampai oblong dengan ukuran 7-15 x 1,5-3 cm tersusun hasil 8 -12 pasang. Bunga
berwarna putih agak kekuningan ukuran diameter 3 - 4 mm, berbunga pada bulan Pebruari - Mei. Buah bulat
berwarna hijau berukuran kecil menyerupai biji merica. Saat masak fisiologis buah berwarna hitam. Musim
buah matang pada bulan September dan Oktober. Berbuah sepanjang tahun dan dimulai pada umur 3 tahun dan
biji yang telah masak berwarna coklat. Penampakan bagian kulit, daun, bunga, dan buah dapat dilihat pada
Gambar 2.
10
Prospek Pengembangan lemo (Litsea cubeba L. Persoon)
di Indonesia
Yetti Heryati, Nina Mindawati dan A. Syaffari Kosasih
Gambar (Figure) 1. Pohon lemo (tree of lemo)
(Sumber/source : Heryati, 2007)
Gambar (Figure) 2. Kulit, daun, bunga dan buah lemo (Bark, leaves, flower and fruit of lemo)
(Foto: Mindawati dan/and Kurniaty)
3. Budidaya pohon lemo
Pohon Litsea cubeba sampai saat ini belum dibudidayakan dan masih banyak terdapat di hutan-hutan
alam dan hutan lindung di daerah pegunungan. Namun demikian keberadaan pohon ini di daerah sebarannya
sudah mulai terancam karena mulai diburu masyarakat dengan menebang pohon dan mengulitinya untuk
dijual secara langsung dengan harga di lapangan sekitar Rp 25.000 per kg kulit. Satu pohon lemo dapat
menghasilkan kulit sekitar 25-50 kg kulit dan kegunaannyapun mulai diperhitungkan di Indonesia
untuk industri minyak atsiri. Oleh karena itu saat ini jenis pohon lemo ini mulai dibudidayakan meski
masih dalam skala kecil.
Penelitian mengenai budidaya lemo belum banyak dilakukan dan masih tahap awal terutama dari
aspek silvikulturnya. Beberapa hasil penelitian tentang budidaya lemo adalah (Heryati, 2006; Heryati dan
Kurniaty, 2007; Azah dan Susiarti dalam Herawati dkk., 2003 ):
11
Tekno Hutan Tanaman
Vol.2 No.1, April 2009, 9 - 17
a. Pembibitan
Benih lemo bersifat rekalsitran yaitu cepat mengalami penurunan daya kecambah dan tidak dapat
disimpan lama, sehingga setelah pengunduhan harus segera dikecambahkan. Teknik perbanyakan bibit
lemo dapat diperoleh melalui cara generatif (biji dan cabutan/sapihan asal biji) maupun vegetatif
(stek batang dan stek pucuk). Ketika masak fisiologis kulit buah berwarna hitam kemerahan. Persemaian
untuk lemo tidak memerlukan naungan rapat tetapi cukup di bawah tegakan yang jarang agar terlindung
dari hujan yang deras. Benih mulai berkecambah pada hari ke 32 setelah ditebar dengan persen kecambah
sekitar 63,30 % pada media kompos dan 60,83 % pada media campuran tanah dan pasir (1:1). Tahapan
teknik perkecambahan dapat dilihat pada Gambar 3.
Buah
Benih
Bedeng semai
ditutup mulsa
sapihan asal biji
Gambar (Figure) 3. Tahapan teknik perkecambahan benih lemo (Steps of cultivation of lemo)
(Foto: Kurniaty dan/and Heryati)
Teknik pembibitan lainnya adalah melalui cabutan anakan di lapangan atau melalui pengambilan
anakan di lapangan di daerah sebaran asalnya. Anakan yang telah berukuran panjang 5-10 cm dengan
jumlah daun 2-4 helai dicabut secara perlahan-lahan dengan cara menggemburkan tanah sekitarnya.
Pencabutan sebaiknya dilakukan pada musim penghujan agar mudah dan akar tidak rusak. Pengangkutan bibit
cabutan dari lapangan dengan cara dibungkus dengan pelepah daun pisang agar kelembaban selama
perjalanan terjaga. Selanjutnya anakan ditanam di polybag atau kantong plastik yang telah diisi media berupa
campuran tanah atas dan serbuk sabut kelapa (cocopeat) (1: 1) dan ditempatkan dalam bedeng semai dengan
naungan cukup berat yaitu dengan intensitas cahaya 238 - 640 lux. Penyiraman dilakukan setiap hari atau
disesuaikan dengan kondisi kelembaban media dan dilakukan sampai anakan siap ditanam di lapangan, yaitu
setelah berumur 7 bulan. Pengepakan bibit cabutan, penyapihan dan bibit siap tanam ke lapangan dapat dilihat
pada Gambar 4.
Gambar (Figure) 4. Bibit asal cabutan dan bibit siap tanam (Foto : Heryati, Mindawati dan/and Kurniaty)
Hasil penelitian awal tentang persen jadi, pertambahan tinggi dan diameter bibit lemo asal cabutan dari
daerah kawah putih, Ciwidey, Bandung, Jawa Barat sampai umur 7 bulan di persemaian dapat dilihat pada
Gambar 5 (Heryati dan Kurniaty, 2006).
12
Prospek Pengembangan lemo (Litsea cubeba L. Persoon)
di Indonesia
Yetti Heryati, Nina Mindawati dan A. Syaffari Kosasih
120.00
50.00
45.00
40.00
35.00
80.00
Tinggi Bibit (Cm)
Pers en Hidup Bibit ( %)
100.00
60.00
40.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
20.00
5.00
0.00
1
2
3
4
5
6
0.00
7
1
2
3
Umur Bibit (Bulan)
Tanah
Tanah + Sabut Kelapa
Tanah + Kompos
4
5
6
7
Umur Bibit (Bulan)
Tanah + Pasir
Kompos
Tanah
Tanah + Sabut Kelapa
Tanah + Kompos
Tanah + Pasir
Kompos
0.45
0.40
0.35
DiameterBibit (cm)
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
1
Tanah
2
3
Tanah + Sabut Kelapa
4
5
Umur Bibit (Bulan)
Tanah + Kompos
6
Tanah + Pasir
7
Kompos
Gambar (Figure) 5. Rata-rata persen hidup, tinggi dan diameter bibit lemo (Average of life percentage, height
and diameter of lemo seedling) (Sumber/source: Heryati, et al., 2006).
b. Penanaman
Sistem penanaman lemo dapat dilakukan dengan cara monokultur atau campuran dengan sistem jalur
dan cemplongan serta sistem tumpangsari, sesuai dengan kondisi tanah, tenaga kerja dan sosial ekonomi
masyarakat sekitar.
Sistem monokultur atau campuran jenis pohon biasanya dilakukan pada :
1. areal yang kondisi lapangannya tidak dimungkinkan untuk diolah karena kemiringan di atas 40%
2. areal hutan lindung
3. areal yang jauh dari pemukiman penduduk dan sulit tenaga kerja
4. areal yang kesuburan tanahnya sudah menurun sehingga tidak mungkin menanam palawija
Sedangkan sistem tumpangsari atau agroforestry dapat dilakukan pada :
1. areal yang dapat diolah dengan kemiringan di bawah 40% dan dapat ditanami palawija
2. areal yang dekat dengan penduduk dan banyak tersedia tenaga kerja
Penanaman di lapangan dilakukan pada awal musim penghujan dan curah hujan sudah cukup banyak
sehingga tanah telah cukup lembab. Penanaman dapat dilakukan dengan jarak tanam disesuaikan dengan
tujuan pengembangan, umumnya dengan jarak tanam 3 x 3 m atau 3 x 4 m untuk sistem monokultur atau
campuran jenis pohon, dan 5 x 5 m atau 6 x 6 m untuk sistem agroforestry. Penelitian teknik
penanaman telah mulai dilakukan pada tahun 2007 di Cikole, Bandung, Jawa Barat dengan sistem
monokultur dan jarak tanam 4 x 4 m pada ketinggian 1300 m dpl (Gambar 6).
13
Tekno Hutan Tanaman
Vol.2 No.1, April 2009, 9 - 17
Gambar 6. Tanaman lemo umur 1 tahun di Cikole (Foto : Heryati )
a. Pemeliharaan
Pemeliharan yang dilakukan terdiri dari penyiangan, penyulaman dan pemberantasan hama dan
penyakit. Penyiangan adalah membebaskan tanaman pokok dari tumbuhan semak belukar, rumput dan
tumbuhan pengganggu lainnya yang dilakukan pada tahun pertama sebaiknya sebanyak minimal tiga kali
(4 bulan sekali). Penyulaman dilakukan dengan mengganti tanaman yang mati pada tahun pertama dan
kedua dengan tanaman baru dan dilakukan setiap musim hujan selama persediaan bibit ada. Pemberantasan
hama dan penyakit sebaiknya dilakukan pada saat serangan masih awal dan sedikit. Pohon lemo rentan
terhadap serangan hama Chilasa slateri yang memakan daun, namun hama ini dapat dibasmi dengan
insektisida (Azah dan Susiarti, dalam Herawati dkk. 2003).
4. Kegunaan pohon lemo
Pohon lemo bersifat multiguna, dimana tiap komponen dari pohon, seperti kayu, kulit, buah, daun,
cabang dan akarnya sangat bermanfaat dan dapat menghasilkan pendapatan tambahan bagi masyarakat yang
mengusahakannya. Kegunaan bagian-bagian pohon lemo adalah :
a. Kayu : bahan kerajinan, mebelair dan konstruksi atau bangunan dengan kelas awet V dan kelas kuat IV
serta Berat Jenis 0,33-0,40.
b. Kulit : bahan minyak atsiri, pembuat parem, obat penurun panas, obat sakit perut, tonikum dan obat
penawar racun
c. Daun: bahan minyak atsiri, obat demam, sakit perut dan penawar racun
d. Buah : bahan minyak atsiri, buah muda sebagai bahan sambal, bumbu bandrek, bahan jamu untuk vertigo
dan lemas otot
e. Batang cabang : alat untuk mengusir binatang berbisa
f.
Akar dan cabang : obat sakit pencernaan, sakit kepala, sakit otot, sakit saat menstruasi dan obat mabuk
perjalanan.
Lemo berkhasiat untuk pengobatan karena memiliki kandungan kimia seperti : zat antiparalitic
(untuk mengobati lemas otot), anti chepalagic (anti sakit kepala), splasmolitic (anti kejang), diuretic
(pelancar urin) dan karsinostatic (zat anti kanker). Sedangkan kegunaan minyak atsiri lemo antara lain :
sebagai bahan minyak wangi dan pengharum, digunakan dalam industri kimia (Vitamin A dan E), bahan
pembuat sabun dan deodoran, bahan kosmetika (bahan aromaterapi, bahan pembersih kulit, bahan obat
jerawat). selama ini minyak atsiri lemo diyakini memiliki kualitas karsinostatic (zat anti kanker), namun masih
perlu penelitian lebih lanjut.
14
Prospek Pengembangan lemo (Litsea cubeba L. Persoon)
di Indonesia
Yetti Heryati, Nina Mindawati dan A. Syaffari Kosasih
5. Potensi minyak lemo
Sebagian besar komponen dari pohon lemo dapat menghasilkan minyak atsiri, tetapi yang paling
banyak kandungannya pada bagian daun dan kulit pohon. Jenis lemo merupakan sumber sitral yang berkualitas
dan merupakan pesaing utama minyak lemon grass. Untuk mendapatkan minyak atsiri dari L. cubeba dapat
dilakukan penyulingan dengan cara rebus, kukus dan cara uap langsung (steam), dimana kualitas hasil minyak
atsirinya sangat dipengaruhi oleh iklim, tipe tanah, penanganan bahan, cara penyulingan dan penyimpanan,
serta dipengaruhi pula oleh jenis dan varietas tumbuhan. Mutu dan minyak atsiri biasanya ditetapkan dalam
bentuk dan sifat fisikokimia dan organoleptik, dengan parameter: bobot jenis, indeks bias, putaran optik,
kelarutan dalam alkohol, bilangan asam dan bilangan ester. Karakteristik minyak lemo dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel (Table) 1. Karakteristik minyak Litsea cubeba (Characteristicts of lemo oil)
Karakteristik (Characteristics)
Bobot Jenis 25O/25OC
Index bias, 25OC
Putaran optik
Bilangan asam
Bilangan ester
Kelarutan dalam etanol 70%
Nilai (Value)
0,8986 -0,9015
1,4616-1,4620
(-20,140 –(-17,700)
0,18 – 0,21
29,2 -41,4
1:5 larut dan jenuh
Sumber (Source) : Zamarel dkk., 1990
Di Indonesia, terutama di Jawa Tengah minyak atsiri lemo yang berasal dari hasil sulingan kulit batang
dan daun telah diproduksi dalam skala kecil diperdagangkan di toko obat sebagai bahan pembuat parem yang
dikenal dengan minyak krangean atau minyak trawas.
Sedangkan di Jawa Barat parem dibuat dari buah dan kulit kayu. Kulit segar kering udara mengandung
1,25% minyak atsiri yang terdiri dari sitronelal dan sitral, serta mengandung 0,4% alkaloid berupa laurotetanin
(Heyne, 1987). Di China penyulingan dalam skala besar telah dilakukan dari buah untuk bahan baku
aromaterapi dalam industri sabun, minyak pijat, minyak spa, pewangi ruangan dan lain-lain yang dikenal
dengan nama may chang. Adapun susunan minyak L. cubeba asal Indonesia dan rata- rata konsentrasinya
mengandung : sineol 30%, sitronellal 0,94%, linallol 8,95% dan sitral 16,02%. Hasil penelitian Zulnely
(2003) menyatakan bahwa daun dan kulit batang pohon L. cubeba yang berasal dari Gunung Ceremai,
Kuningan, Jawa Barat menghasilkan minyak atsiri yang bermutu baik dengan rendemen minyak 4,5% (daun)
dan 1,2% (kulit batang). Penyulingan dengan metode kukus menghasilkan rendemen yang lebih besar (5,4%)
di banding dengan metode rebus (4,6%). Selain itu minyak atsiri yang dihasilkan dari daun berbeda dengan
dari kulit batang kandungannya, dimana dari daun menghasilkan minyak yang mengandung sineol (56,61%),
sitronellol (12,26%), alfa oinen (5,09%) dan beta pinen (5,29%), sedangkan dari kulit batang minyaknya
mengandung sineol (13,29%), sitronellal (24,4%) dan limonena (19,34%).
Penyulingan kulit segar kering angin 2 kg menghasilkan 25 cc minyak atsiri, dengan kandungan
sitronellal dan sitral 75%. Sedangkan penyulingan 100 gram buah lemo menghasilkan 3,9 cc minyak atsiri
dengan kandungan sitral 64 %.
III. PROSPEK PENGEMBANGAN POHON LEMO DI INDONESIA
Pengembangan lemo (Litsea cubeba) di Indonesia mempunyai prospek yang sangat baik ditinjau
dari aspek ekonomi yaitu dapat meningkatkan devisa negara dari produk minyak atsiri. Saat ini pasar
internasional sangat terbuka karena kebutuhan untuk bahan baku industri terus meningkat dan
meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat pedesaan di daerah pegunungan. Selain itu
beberapa alasan mengapa jenis lemo ini dapat berkembang di Indonesia jika diusahakan secara besar-besaran
adalah :
15
Tekno Hutan Tanaman
Vol.2 No.1, April 2009, 9 - 17
a. Penyebaran aslinya berasal dari Indonesia (Jawa, Sumatera dan Kalimantan) pada daerah-daerah
pegunungan, sehingga tempat tumbuh sangat cocok .
b. Sangat bermanfaat baik untuk industri besar maupun untuk industri kecil (skala rumahan).
c. Semua komponen pembentuk pohon lemo (kayu, kulit, daun, buah dan akar) bermanfaat dan bernilai
ekonomi tinggi.
d. Masyarakat pedesaan sudah mulai mengenal pohon lemo dan manfaatnya.
e. Potensi tenaga kerja di pedesaan sangat tinggi dan relatif murah.
f. Luasnya areal pegunungan yang kondisinya kritis dan semak belukar.
g. Potensi pohon lemo di beberapa pegunungan masih tersedia sebagai sumber benih.
Namun demikian teknologi budidaya jenis lemo ini belum banyak dikuasai sehingga pemacuan IPTEK
melalui penelitian budidaya perlu segera dilaksanakan secara terus menerus agar keberhasilan pengembangan
jenis ini dapat tercapai. Beberapa penelitian yang masih diperlukan untuk jenis lemo ini antara lain :
a. Potensi dan sebaran tanaman lemo di alam
b. Teknologi perbenihan dan pengadaan bibit
c. Teknik pemuliaan
d. Teknik penanaman
e. Teknik pemeliharaan
f. Teknik pengolahan menjadi minyak atsiri
IV. PENUTUP
Lemo (Litsea cubeba) merupakan penghasil minyak atsiri yang berpotensi besar untuk dikembangkan
di Indonesia karena penyebaran alaminya berada di Indonesia. Selain itu tanaman lemo sangat bermanfaat
sebagai bahan baku industri di Indonesia, juga sebagai bahan dasar obat tradisional yang dapat dikembangkan
dalam skala kecil di masyarakat. Diharapkan selain dapat menghasilkan devisa untuk negara, pengembangan
lemo juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di pedesaan. Namun demikian dalam
pengembangannya masih perlu penelitian, terutama mengenai budidayanya agar menjadi lebih mudah dan
produktivitasnya meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Heryati, Y. 2006. Teknik Budidaya Lemo (Litsea cubeba L. Persoon). Laporan Tahunan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hutan Tanaman, Bogor. Tidak diterbitkan.
Heryati, Y dan R. Kurniaty. 2007. Pertumbuhan Bibit Lemo (Litsea cubeba L. Persoon) asal Cabutan pada
beberapa Media. Belum diterbitkan.
Herawati, T; N. Hajib dan P. Sutigno. 2005. Lemo (Litsea cubeba L. Persoon) sebagai Jenis Pohon Serbaguna.
Departemen Kehutanan. Jakarta.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta ; 813.
http;//en.wikipedia.org/wiki/Litsea. 2007. LITSEA. Wikipedia, the free encyclopedia.
Lina. 2003. Litsea cubeba Oil Chapter 7. file://D:\LINA\e-mail\Litsea cubeba essential\Chapter 7.htm.
4/27/03.
Pasaribu, G. 2007. Sifat Dasar Kayu Antarasa (Litsea cubeba) asal Sumatera Utara. Seminar Nasional
MAPEKI X Pontianak 9-11 Agustus 2007.
Oey Djoen Seng. 1990. Berat Jenis dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian Beratnya untuk Keperluan
Praktek. Badan Litbang Kehutanan. Bogor.
16
Prospek Pengembangan lemo (Litsea cubeba L. Persoon)
di Indonesia
Yetti Heryati, Nina Mindawati dan A. Syaffari Kosasih
Oyen, L.P.A. and N.X. Dung. 1999. Essential Oil Plant. Plant Resources of South-East Asia No.19. PROSEA,
Bogor Indonesia.
Temmen, M. 1999. Litsea cubeba. Scentsitivity 9(4). National Association for Holistic Aromatherapy
(NAHA).
Zamarel, S. Rusli dan A. Djisbar. 1990. Tanaman Minyak Atsiri Baru (Klausena, Adas, Backhousia citriodora
dan Litsea cubeba). Edisi khusus LITTRO Vol.VI N0.1 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Bogor.
Zulnely dan E. Yusnita. 2002. Peningkatan Rendemen dan Kualitas Minyak Kilemo. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor.
17
Download