laporan hasil penelitian dosen muda hubungan

advertisement
LAPORAN HASIL PENELITIAN
DOSEN MUDA
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TERHADAP PELECEHAN SEKSUAL
DENGAN ASERTIFITAS PADA REMAJA DI BANDA ACEH
OLEH
Mirza, S.Psi., M.Si
Haiyun Nisa, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi Sesuai Dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan
Penelitian Dosen Muda Tahun Anggaran 2015
Nomor: 624/UN11/S/LK-PNBP/2015Tanggal 02 Juli 2015
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
NOVEMBER 2015
DAFTAR ISI
COVER PENELITIAN
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
RINGKASAN
PRAKATA
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PERUMUSAN MASALAH
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pengetahuan
B. Definisi Pelecehan
C. Definisi Pelecehan Seksual
D. Bentuk Pelecehan Seksual
E. Pengertian Pengetahuan Seksual
F. Pengertian Asertif
G. Remaja
BAB IV TUJUAN PENELITIAN
BAB V METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
B. Teknik Pengambilan Sampel
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Metode Analisis Data
BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah Penelitian
B. Hasil Penelitian
C. Pembahasan
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB VIII JADWAL PELAKSANAAN
DAFTAR PUSTAKA
1
2
3
4
5
6
7
12
13
13
14
15
15
15
15
17
18
19
19
19
20
21
22
22
23
28
30
30
30
31
32
DAFTAR TABEL
Tabel 1
20
Tabel 2
21
Tabel 3
24
Tabel 4
24
Tabel 5
26
Tabel 6
26
Tabel 7
27
Tabel 8
27
RINGKASAN
Fenomena pelecehan seksual semakin sering terjadi pada remaja, dan ini semakin
meresahkan dimana dampak dari peristiwa ini entunya akan memengaruhi perkembangan
korban. Umum korban adalah wanita, dan bentuk perlecehan sangat beragam, dimana bentuk
pelecehan seksual yang terima korban bisa dalam berbagai bentuk, mulai dari kata-kata yang
berkaitan dengan seks, menggoda, menyentuh bagian tertentu dari tubuh korban, menunjukan
gambar-gambar yang materinya berkaitan dengan seksualitas dan lain sebagainya. Mengapa
remaja menjadi korban adalah pertanyaan besar yang harus segera dapat diperoleh
jawabannya, kita dapat mulai melihat dari faktor eksternal dimana sistem komunikasi
semakin berkembang yang didalamnya membawa informasi sosial dan budaya dari barat,
yang tidak butuh lama untuk dapat diadaptasi oleh remaja dan masuk kedalam bentuk
perilaku.
Faktor internal remaja dalam masa pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
hormonal yang menjadikan mereka merasakan kebutuhan seksual. Berangkat dari sini banyak
ketidak pahaman dan ketidak mampuan mereka yang akhirnya muncul perilaku yang tidak
mampu mereka pertanggung jawabkan baik terhadap diri sendiri atau orang lain.
Ketidakpahaman ini yang membuat perilaku merasa perbuatannya bukanlah sebuah
pelecehan pada korban, dan korban sendiri pun tidak berbuat banyak dan cenderung
mengabaikan. Pengabaian ini bisa dikatakan sebagai respon tidak mampu dilakukan atas apa
yang terjadi dengan maksud menghindari konflik, atau menjaga hubungan baik.
Perilaku asertifitas diperlukan oleh remaja, untuk menyatakan ekspresi, pikiran dan
perasaannya kepada orang lain. Dengan tidak membiarkan orang lain mengambil manfaat
dari diri remaja tersebut, sehingga remaja dapat menyampaikan dan mengkomunikasikan
ketidaknyamanannya dengan tegas karean ini menyangkut hak pribadi. Pengetahuan terhadap
pelecehan menjadi keutamaan. Pengetahuan akan mempengaruhi sikap dalam berperilaku
mengingat dampak dari pelecehan akan sangat berpengaruh bagi perkembangan dan
kepercayaan diri. Untuk itulah remaja haruslah dapat mengetahui apa yang menjadi katagori
pelecehan seksual dan mampu menyampaikan pendapatnya. Memperhatikan pembahasan
diatas, maka peneliti mengajukan judul penelitian Hubungan Antara Pengetahuan Terhadap
Pelecehan Seksual dengan Asertivitas pada Remaja di Banda Aceh.
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan HidayahNya
sehingga tim dapat menyusun laporan akhir penelitian yang berjudul “hubungan pengetahuan
terhadap pelecehan seksual dengan asertifitas remaja di Banda Aceh”. Selama melakukan
penelitian, tim banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
pada kesempatan ini tim menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada yang
terhormat:
1. Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng. selaku Rektor Universitas Syiah Kuala.
2. Prof. Dr. Ir. H. Hasanuddin, MS selaku Ketua Lembaga Penelitian Unsyiah.
3. DR. dr. Mulyadi, Sp.P(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
4.
Dahlia, S.Psi., M.Sc selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan bimbingan dan dukungan sehingga
penelitian ini telah terlaksana dengan baik.
5. Seluruh responden penelitian yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
Penelitian ini merupakan penelitian dasar dimana terdapat beberapa kekurangan yang
harus dapat diperbaiki kedepanya. Segala bentuk komentar akan sangat bermanfaat dalam
pengembangan penelitian ini dan perbaikan kedepannya, dari penelitian ini pelajaran
bagaimana penelitian dilaksanakan haruslah menjadi pembelajaran untuk setiap kekurangan
yang ada dalam penelitain ini.
Banda Aceh, 30 November 2015
Tim Peneliti
BAB I PENDAHULUAN
Remaja merupakan tahapan perkembangan yang akan dilalui oleh individu.
Perkembangan remaja merupakan tahapan yang sangat dinamis, ditandai dengan percepatan
pertumbuhan fisik, emosional, dan sosial individu (Hurlock, 1993). Perubahan fisik remaja
ditandai dengan proses pematangan organ reproduksi, bentuk tubuh dan lain sebagainya.
Sementara itu, perubahan psikologis terlihat dari perubahan sikap dan tingkahlaku seperti
mulai tertarik dengan lawan jenis, berusaha menarik perhatian dan muncul perasaan cinta
yang kemudian akan muncul dorongan seksual. Dorongan seksual pada masa remaja
cenderung tinggi, mengingat masa ini hormon seksual mulai matang dan organ-organ
seksual mulai bereproduksi. Perkembangan sosial remaja juga dilalui dengan keterlibatan
remaja pada kelompok-kelompok tertentu, yang sesuai dengan minat dan orientasinya (Baron
& Byrne. 2003).
Rasa ingin tahu menjadi hal terbesar pada masa ini, disamping perasaan ingin bebas
terhadap apa yang ingin dilakukan. Masa remaja merupakan periode transisi antara masa
anak-anak ke masa dewasa. Batasan usianya tidak ditentukan dengan jelas, tetapi kira-kira
berawal dari usia 12 sampai akhir usia 21 tahun, yaitu dengan pembagian 12-15 tahun adalah
masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18-21 tahun adalah masa
remaja akhir yang merupakan saat pertumbuhan fisik hampir lengkap (Monks, Knoers, &
Haditono, 1998)
Remaja masih belum mampu menguasai perubahan fungsi fisik maupun psikisnya,
terlihat dari perilaku negatif yang kerap muncul seperti perkelahian antar pelajar, penggunaan
obat-obatan terlarang hingga pergaulan bebas (Abubakar & Anwar, 2010). Provinsi Aceh
sebagai daerah Syariat Islam yang diterapkan pada bulan Maret tahun 2001 telah menetapkan
berbagai hukum dan Qanun untuk menangani serta mengendalikan hal tersebut, tetapi masih
banyak perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan oleh masyarakat dan para remaja
(Hanafiah, 2013).
Munculnya perilaku menyimpang ini karena remaja kurang mendapatkan informasi
yang tidak benar mengenai bahaya dan risiko dari perilaku yang dilakukannya, sehingga
remaja tidak menyadari dampak apa yang akan terjadi pada dirinya. Dampak dari perilaku
menyimpang akan terlihat pada fisik, psikologis, fisiologis, dan sosial remaja. (Putra, 2013).
Sebagai contoh secara fisik, remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah mempunyai
kemungkinan untuk menderita penyakit menular seksual, kehamilan, ketergantantuan obat
hingga over dosis. Secara psikologis, remaja akan merasa malu karena kehilangan harga diri,
merasa kebingungan, depresi, marah dan agresif. Secara sosial, mereka telah melanggar
dengan aturan agama, hukum, dan budaya yang berlaku di masyarakat, remaja tersebut akan
mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat berupa gunjingan dan celaan. Hal ini akan
berdampak pada buruknya nama baik remaja itu sendiri, keluarga serta akademis, dimana
kesulitan konsentrasi dalam belajar, dikeluarkan dari sekolah hingga putus sekolah, dan lain
sebagainya (Taher, 2012).
Berbagai permasalahan yang sering dialami remaja disebabkan oleh banyak faktor, baik
karena individu itu sendiri ataupun lingkungan, karena masa remaja dikenal dengan istilah
masa stres dan badai, yang mana permasalahan seringkali datang silih berganti. Disamping
persoalan narkoba, dan belajar, remaja juga dihadapkan pada persoalan pelecehan seksual
hingga kekerasan seksual. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, didapatkan bahwa
beberapa remaja kerap mengalami pelecehan seksual dalam proses interaksi baik dengan
teman ataupun lingkungan lainnya. Sebagian dari mereka tidak mengetahui dan memahami
bagaimana pelecehan seksual tersebut.
Pelecehan berarti penghinaan yang merendahkan yang berkaitan dengan jenis kelamin
dan seks. Bentuk perilaku yang dilakukan yang tidak diinginkan berdasarkan gender dalam
bidang seksual dimana subjek dari pelecehan merasa terhina serta terintimidasi oleh perilaku
tersebut dan ini dikenal dengan pelecehan seksual (Kenny, Sumah dan Fah, 2011). Data
BKKBN pada bidang keluarga berencana dan kesehatan terdapat 1.039 kasus yang
melaporkan ke Komnas HAM, lebih dari 50% adalah kasus pelecehan seksual dan umumnya
pada mereka dari tingkat pendidikan SMP dan SMA (liza. 2015).
Untuk Aceh sendiri menurut Risman selaku Executive Director of The Foundation Kita
dan Buah Hati menyatakan bahwa Aceh berada di posisi pertama dari 43 provinsi, disusul
oleh jawa timur dan jawa barat (LeuserAntara.com. 2015). Di Aceh sendiri hingga tahun
2014 menurut Manager Program LBH anak Banda Aceh Rudi Bastian, pihak mereka telah
mencatat 35 kasus pelecehan dan kekerasan pada anak (Koto 2014). Korban pelecehan
seksual bisa laki-laki maupun perempuan mulai dari bayi hingga 18 tahun, kebanyakan
pelakunya adalah orang yang mereka kenal dan percaya, dan pada remaja bentuk pelecehan
yang dialami adalah, diejek dengan kata-kata seronok dan sensual, diperlihatkan gambar
porno, disentuh atau diraba bagian tubuh, dan dilakukan oleh teman-teman mereka sendiri,
sementara pada ajakan atau dipaksa melakuka hubungan seksual dilakukan oleh pasangan
atau pacar (Benedicta 2013)
Terlihat bahwa remaja tidak memiliki pengetahuan mengenai pelecehan seksual, dan
tanpa disadari mereka telah menjadi pelaku. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan
serta informasi yang mereka miliki, sementara para korban yang mendapatkan perlakukan
tidak menyenangkan berupa pelecehan seksual tidak menyadari bahwa dirinya telah menjadi
korban yang dikarenakan ketidaktahuan mereka apa yang sebenarnya telah mereka alami.
Ketidaktahuan ini membuat mereka tidak melakukan sebuah tindakan penolakan apa lagi
perilaku asertif.
Perilaku asertif adalah perilaku interpersonal berupa pernyataan perasaan, sikap dan
perilaku yang diarahkan pada sebuah perilaku yang tidak menyenangkan Marini & Andriani
(2005). Individu yang asertif mengetahui yang menjadi keyakinannya dan apa yang menjadi
haknya. Sangat penting bagi remaja berperilaku asertif, karena tanpa disadari atau disadari
remaja akan kehilangan haknya secara pribadi dan tidak memiliki kebebasan yang mana akan
selalu berada dibawah kendali orang lain. Hambatan seorang remaja menjadi tidak asertif
adalah karena tidak mengetahui haknya dan pandangan orang dewasa yang menyebut dirinya
remaja hingga ketakutan kehilangan teman.
Remaja yang tidak asertif ini akan melakukan tindakan seperti dia penggunaan obatobatan, tindak kriminal semata atau menjadi korban pelecehan seksual. Pelecehan seksual ini
dapat dihindari jika seorang remaja berperilaku asertif, dimana remaja tersebut dapat
mengkomunikasikan dengan jelas apa yang menjadi penolakan terhadap perilaku yang
diterima. Remaja yang asertif akan terlihat lebih memiliki ketegasan dan keberanian untuk
mengungkapkan perasaan yang mengganggu dirinya kepada yang bersangkutan. Dengan
demikian perilaku yang tidak sopan atau tidak sesuai dengan norma yang dianut oleh remaja
tersebut dapat dicegah dengan menyampaikan apa yang membuat seseorang keberatan
dengan sikap atau perilaku yang diterima (Novalia & Dayakisni. 2013).
Perilaku ini merupakan perbuatan yang merendahkan martabat karena behubungan
dengan dorongan seksual, sehingga sangat merugikan dan membuat seseorang menjadi tidak
nyaman. Rentang pelecehan seksual ini mulai dari tingkat yang paling ringan hingga pada
terberat seperti perkosaan. Tidak mudah mengidentifikiasikan bentuk perilaku yang
kemudian dapat dikategorikan sebagai sebuah bentuk pelecehan seksual, tetapi beberapa
bentuk perilaku yang dapat dilihat sebagai sebuah bentuk pelecehan.
Bentuk perilaku tersebut diantaranya adalah gerakan fisik, seperti meraba, mencubit,
tindakan intimidasi atau yang memalukan (kerlingan, siulan, tindakan tidak senonoh), rayuan
seks badani dan serangan seks. Sementara tindakan dalam bentuk verbal yang berupa ucapan
yang mana pernyataan-pernyataan yang berbentuk penghinaan, lelucon yang bersifat cabul,
julukan hingga rayuan seks yang menyinggung perasaan serta merendahkan (Ferlita, 2008)
Perbuatan yang melecehkan ini dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti
didalam kendaraan umum, tempat kerja, kampus/sekolah, atau di pusat kegitan publik lainya
seperti mall. Jika dilihat secara umum para korban adalah kaum perempuan, namun hal ini
tidak berarti bahwa kaum pria kebal (tidak pernah mengalami) terhadap pelecehan seksual.
Para remaja yang melakukan pelecehan pada teman sebaya, tidak memiliki kemampuan
dalam mengontol perilaku dan memiliki standar perilaku sendiri. Berkembanganya perilaku
ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh budaya, dimana posisi perempaun dalam budaya
indonesia dipandang lebih rendah dari pada laki-laki (Nurudin 2010).
Anggapan bahwa tindakan tersebut dianggap remeh oleh masyarakat menjadikan
perilaku tersebut menjadi lazim dan umum terjadi, padahal pelecehan ini menyebakan
terganggunya perkembangan dan berdampak psikologis bagi korban. Pada diri korban akan
melahirkan trauma yang menciptakan sikap tidak percaya diri, marah, benci serta menarik
diri dari lingkungan, sebagai akibat dari kenangan buruk yang pernah dialami dan ini dapat
berlanjut hingga usia dewasa (Chiodo,Wolfe, Crooks, Hughes, & Jaffe, 2009) .
Sebagai sebuah tindakan yang menganggu dan meurunkan martabat dan harga diri
korban, ketidakmampuan asertif sering berperan terhadap terjadinya pelecehan yang tidak
diinginkan. Studi mengenai pengaruh teman pada kebiasaan merokok, mengunakan obat
terlarang, pelecehan, dan hubungan seksual berkaitan dengan asertifitas dari remaja yang
bersangkutan (Utamadi 2010). Perilaku asertif merupakan perilaku yang penting untuk
mewujudkan pribadi yang sehat, dengan asertif individu dapat mengurangi atau
menghilangkan kecemasan dan meningkatkan rasa hormat serta harga diri (Khan. 2012)
Tidak mudah bagi remaja untuk mampu menolak atau menyampaikan ketidak
sukaannya, sebab asertif merupakan sebuah bentuk perilaku bukan sebuah sifat yang tertanam
dalam diri seorang individu sejak lahir. Asertif secara umum dapat dipelajari artinya, semua
orang dapat memunculkan perilaku asertif sebagai reaksi terhadap situasi sosial dalam
kebidupanya. Individu dengan asertif tinggi akan menggunakan mekanisme pertahanan diri
yang efektif dan adaptif ini, sementara individu dengan asertif rendah akan lebih pasif dan
lebih mudah cemas (wijaya 1998)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku remaja yang melakukan
pelecehan adalah bentuk perilaku yang mengarah pada perendahan diri korban secara seksual,
bagi para korban ini merupakan sebuah tindakan yang sangat mengganggu yang
merendahkan martabat dan harga diri. Ketidakberdayaan remaja menghadapi pelecehan
seksual nampak dari sikap dan tindakan yang dilakukan pada saat remaja tersebut mengalami
mengalami pelecehan.
Cara yang paling umum ditempuh oleh korban adalah dengan diam atau menceritakan
kepada teman terkait apa yang telah dialami. Sikap pasif ini telah terbangun dalam pola
pikiran bahwa ini sebagai sebuah perilaku yang lazim dilakukan oleh teman sebaya.
Berangkat dari pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai
permasalahan sosial dimana Pelecehan seksual terjadi karena ketidaktahuan remaja terhadap
bentuk pelecehan seksual dan lemahnya dan belum terbentuknya perilaku asertif dalam diri
remaja yang menyebabkan tingkat laporan pelecehan seksual dalam masyarakat cenderung
meningkat. Karena remaja tengah dalam proses perkembangan, dan cenderung untuk sering
melakukan interaksi dan komunikasi dengan kelompok sebayanya, ataupun individu lain
yang lebih dewasa. Dalam proses interaksi dan komunikasi ini kerap terjadi pelecehan
seksual bahkan menjadi pelaku karena ketidaktahuan terhadap pelecehan seksual.
BAB II RUMUSAN MASALAH
A. Perumusan Masalah
Hingga saat ini laporan terkait dengan pelecehan seksual semakin meningkat,
meskipun telah banyak kasus yang diproses secara hukum. Perlu diketahui bahwa secara
spesifik masih banyak anggota masyarakat yang tidak mengetahui apa yang dilakukan telah
mengarah pada tindakan pelecehan seksual, termasuk remaja. Tindakan menyimpang ini telah
mengakibatkan korban mengalami gangguan secara psikologis yang dapat menggangu
aktivitas kegiatan belajar dan sosial, karena merasa direndahkan martabat dan harga dirinya.
Dengan latar belakang diatas dapat diambil sebuah rumusan permasalahan yang
dihadapi oleh remaja yakni tindakan pelecehan seksual. Dimana tindakan ini merupakan
manifestasi ketidakadilan terkait dengan perbendaan gender dan bukan hanya masalah
individu dan tindakan kekerasan terhadap perempaun semata, tetapi juga terkait dengan
perilaku yang besumber pada nilai, sosial dan budaya. Dalam penelitian ini ingin
mengidentifikasi pengetahuan terkait dengan pelecehan seksual yang dilakukan oleh remaja
dan kemampuan asertif remaja di Kota Banda Aceh dan hubungannya dengan asertif remaja.
B. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada remaja di Banda Aceh
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang menentukan sikap individu. Hal ini
diperkuat dengan pernyataan Ancok (dalam Selvyani, 2008) yang menyatakan bahwa
pengetahuan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam pembentukan sikap dan
apakah sikap itu positif atau negatif juga tergantung cara individu mendapatkan pengetahuan,
mengolah dan menerjemahkannya berdasarkan kebenaran dari ilmu pengetahuan itu sendiri.
Bloom (dalam Azwar, 2003) mengemukakan sebuah teori yang dikenal dengan
taksonomi Bloom. Taksonomi ini secara luas mencakup sistem klasifikasi tujuan pendidikan
dalam tiga kawasan yaitu kawasan kognitif, afektif dan psikomotor. Kawasan afektif
merupakan kawasan yang berhubungan dengan minat dan sikap, kawasan kognitif berisikan
mengenai aspek intelektual atau fungsi fikir, dan kawasan psikomotor. Mengacu pada
Taksonomi Bloom dalam (Azwar,2003) taraf kompetensi memiliki beberapa tingkatan, yaitu
1. pengetahuan (knowledge), mampu mengingat informasi yang telah diterima
sebelumnya, fakta, terminologi rumus dll
2. Pemahamana
(comprehension),
kemampuan
untuk
menjelaskan
pengetahuan
/informasi yg telah diterima, menyebutkan sendiri tentang pengetahuan dan kata
sendiri
3. Penerapan (application), kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi
yang telah dipelajari dalam situasi atau sebuah kontek (pengembangan)
4. Analisa (analysis), kemampuan untuk mengidentifikasi, membedakan komponen/
elemen suatu fakta (pengaruh, bagian yang berbeda)
5. Sintesis, (synthesis), mengkombinasikan bagian atau elemen kedalam kesatua atau
struktur yang lebih besar (menciptakan, mendesain, formulasi) dan
6. Evaluasi, (evaluation), membuat penilaian dan keputusan tentang suatu gagasan,
metode atau produk dengan menggunakan kriteria tertentu
Taraf kompetensi paling dasar merupakan knowledge yaitu pengetahuan yang pada
dasarnya dapat ditunjukkan oleh individu dengan menjawab pertanyaan yang menanyakan
tentang fakta umum, istilah, prinsip, dan klasifikasi. Knowledge atau pengetahuan merupakan
area kognitif terpenting.
Pengetahuan menurut Bloom (dalam Azwar, 2003) adalah proses kognitif untuk
mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari. Sebagai pengukur bahwa individu tahu
tentang apa yg dipelajari antara lain dengan kata kerja mengenali, mendeskripsikan,
menamakan, menguraikan, dan mencocokkan segala yang bersangkutan dengan materi
tersebut.Berdasarkan pendapat Bloom (dalam Azwar, 2003) yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah proses kognitif untuk
mengingat kembali materi yang telah dipelajari dan diukur dengan menggunakan skala yang
mengacu pada kata kerja mengenali, mendeskripsikan, menamakan, menguraikan, dan
mencocokkan sebagai acuan.
B. Definisi Pelecehan
Pelecehan adalah setiap perilaku berdasarkan usia, keterbatasan, status, kondisi rumah
tangga, jenis kelamin, orientasi seksual, perubahan jender, ras, warna kulit, bahasa, agama,
aliran politik, serikat pekerja atau opini lainnya atau kepercayaan, bangsa atau latar belakang
sosial, hubungan dengan minoritas, hak milik, kelahiran atau status lainnya yang tidak
mendapatkan balasan setimpal atau tidak dikehendaki yang mempengaruhi harga diri pria
dan wanita (Thomas. 2008). Pelecehan diasosiakan sebagai peningkatan resiko kecemasan,
depresi yang mengganggu rasa percaya diri dan kesejahtran psikologis individu (Houle, Staff,
Mortimer, Uggen dan Blackstone, 2011)
C. Definisi Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi
atau
mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh
orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci,
tersinggung, dan sebagainya pada diri individu yang menjadi korban pelecehan tersebut
(Berdahl, 2007)
Pelecehan seksual menghadirkan godaan seksual atapun perilaku yang terkait dengan
jenis kelamin yang tidak dikehendaki oleh penerima karena mengancam diri (Street, Stafford,
Mahan dan Hendricks, 2008) Godan seksual yang tidak disukai dapat berupa sebuah cakupan
lisan atau sentuhan fisik seksual yang tidak layak serta bertentangan dengan nilai atau norma
personal atau pekerjaan yang dapat menciptakan perasaan takut atau tidak aman (Uggen dan
Blackstone 2012). Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di bus,
pabrik, supermarket, bioskop, kantor, hotel, trotoar, baik siang maupun malam. Pelecehan
seksual di tempat kerja seringkali disertai dengan janji imbalan pekerjaan atau kenaikan
jabatan. Bahkan bisa disertai ancaman, baik secara terang-terangan.
D. Bentuk Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual dapat mengambil berbagai bentuk.
Pada umumnya, ada lima
bentuk pelecehan seksual (Ismail, Chee, dan Bee, 2007), yaitu sebagai berikut :
1.
Pelecehan fisik termasuk sentuhan yang tidak diinginkan dengan kecendrungan seksual
seperti mencium, menepuk, mencubit, melirik, dan mendelik dengan penuh hawa nafsu.
2.
Pelecehan verbal termasuk komentar-komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan
pribadi seseorang, anggota tubuh atau penampilannya, lelucon dan komentar
menyiratkan sesuatu yang bersifat seksual.
yang
3.
Pelecehan dengan bahasa tubuh termasuk bahasa tubuh yang menjurus kepada sesuatu
yang bersifat seksual dan/atau gerak-geriknya, kedipan mata yang berulangulang,
menjilat bibir dan gerak-gerik lain dengan menggunakan jari-jemari.
4.
Pelecehan yang bersifat tertulis atau grafis termasuk pemaparan barang-barang
pornografi, gambar-gambar eksplisit yang bersifat seksual, gambar pelindung layar
komputer atau poster dan pelecehan melalui e-mail dan sarana komunikasi elektronik
lainnya.
5.
Pelecehan psikologis/emosional yang termasuk di antaranya permintaan yang terus
menerus dan tidak diinginkan, undangan yang tidak diinginkan untuk pergi berkencan,
hinaan-hinaan, ejekan-ejekan dan sindiran-sindiran yang berkonotasi seksual.
E. Pengertian Pengetahuan Pelecehan Seksual
Pengertian pengetahuan pelecehan seksual adalah proses kognitif untuk mengingat
kembali mengenai bentuk pelecehan seksual yang telah dipelajari dan diukur dengan proses
mengenali, mendeskripsikan, menamakan, menguraikan, dan mencocokkan bentuk pelecehan
yang dilakukan oleh individu dan lokasi dimana bentuk pelecehan seksual dapat terjadi
F. Pengertian Asertif
Asertivitas cara yang digunakan seseorang dalam mengekspresikan emosi, perasaan,
dan hak personal, serta adanya komunikasi langsung, wajar, jujur, tanpa perasaan cemas dan
dapat diterima orang lain. Untuk mendapatkan data tentang (widjaja dan Wulan. 1998)
Asertif dapat diartikan sebagai ketegasan atau penekanan terhadap perasaan,
keinginan dan pemikiran kepada orang lain dalam kontek pribadi. Definisi asertif adalah
perilaku tegas yang digunakan sebagai suatu penekanan atas hak/ kebenaran individu yang
memungkinkan kita untuk bertindak sesuai minat dan kepercayaa kita sendiri dengan tidak
melanggar hak orang lain (Eskin.2003)
Asertif adalah perilaku ketegasan atau penolakan (Ames, 2008), asertif adalah
perilaku interpersonal yang menampilkan secara langsung ekpresi atau perasaan tanpa
penyimpangan kognitif dan ketakutan baik secara verbal atau non verbal guna
mempertahankan haknya dengan tetap menghormati orang lain (Miquelsanz, Martin,
Martinez, 2012). Asertif mencerminkan ketegasan, perasaan asli mereka yang diyakini benar,
dan menolak permintaan yang tidak memiliki kejelasan (Chimezie, Ogbuinya & Omeje,
2013).
Abbassi Singh 2006 menyebutkan tiga hal yang dapat menjelaskan secara singkat
terkait dengan asertif yaitu:
1. Keberanian (Courage)
Keberanian menjadi aspek penting dalam perilaku asertif, dimana merefleksikan
karakter pribadi seperti kepercayaan diri, tekun, tidak mudah tunduk bekerja keras dan dapat
menentukan apa yang menjadi keinginan. Mereka dengan keberanian ini memiliki prinsip
serta berani menanggung resiko dari setiap perbuatan karena mereka bertanggung jawab atas
dirinya.
2. Apa adanya (Authenticity)
Merupakan sikap asertif dimana seorang individu spontan, dan berterus terang,
dimana orang dalam hubunganya dengan orang lain menunjukan perilaku yang tidak jujur,
penuh manipulatif, menghakimi, penuh rahasia dan memilih menghindar dari pada
menghadapi kenyataan.
3. Otonomi/ kebebasan (Autonomy)
Mereka dengan sikap otonomi lebih mampu membuat keputusan, terbuka, toleransi
dan memiliki kemampuan mengatur diri (self regulation). Otonomi memberikan kemampuan
pada individu untuk berfikir mandiri terkait sebuah situasi dimana dapat menentukan pilihan
dengan lebih jelas tanpa bergantung pada orang lain. Tanpa otonomi dan locus of control,
individu tidak dapat memiliki kemampuan untuk asertif, karena otonomi merupakan bagian
dari kebutuhan manusia serta memaikan peran dan menjadikan seorang individu menjadi
manusia yang utuh.
Karakteristik Asertif menurut Myers dan Myer (1992) karakteristik individu yang
asertif adalah
1. Karekater pertama, Individu merasa bebas untuk mengekspresikan dirinya dan
mengungkapkan perasaaanya
2. Karekater kedua, Individu mampu berkomunikasi dengan berbagai kalangan,
seperti orang asing, keluarga, teman dan dalam komunikasi yang terbuka,
langsung, jujur dan sesuai dengan situasi
3. Karekater ketiga, Individu memiliki orientasi aktif; mampu bertanggung jawab
dengan keadaan maupun situasi dan mencari pengalaman baru
4. Karekater keempat, Individu bertindak dalam cara yang menunjukan bahwa
individu tersbut menghargai dirinya, menerima keterbatasan diri sendiri, tetap
berusaha untuk mendapatkan keinginan atau cita-citanya.
G. Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata benda:
adolescentia) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja (adolescence)
merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa
(Agustiani, 2006). Definisi remaja menurut WHO (Sarwono, 2002) adalah suatu masa
dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, kemudian mengalami
perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan
terjadi peralihan dari ketergantungan sosio-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif
lebih mandiri.
Santrock (2007) mendefinisikan masa remaja sebagai periode transisi perkembangan
antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan
biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Batasan usia remaja di mulai sekitar usia 10 hingga
13 tahun dan berakhir pada sekitar usia 18 hingga 22 tahun.
Papalia & Olds (2008)
mengatakan pada rentang kehidupan manusia, perjalanan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa ditandai oleh periode transisional panjang yang dikenal dengan masa remaja.
1. Beberapa Tugas Remaja
Tugas pokok remaja adalah mempersiapkan diri memasuki masa dewasa. Beberapa
tugas perkembangan remaja (Harlock, 1993) adalah
a. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa. Menerima peran seks dewasa
yang diakui masyarakat tidak mempunyai banyak kesulitan bagi anak laki-laki, mereka
telah didorong dan diarahkan sejak awal masa kanak-kanak. Tetapi berbeda halnya bagi
anak perempuan, sebagai anak mereka diperbolehkan bahkan didorong untuk memainkan
peran sederajat sehingga usaha untuk mempelajari peran feminin dewasa yang diakui
masyarakat dan menerima peran tersebut seringkali memerlukan penyesuaian diri dalam
waktu yang lama.
b. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berjenis kelamin.
Karena adanya pertentangan dengan lawan jenis yang seringkali berkembang selama akhir
masa kanak-kanak dan masa puber, maka mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis
berarti harus memulai dari nol dengan tujuan untuk mengetahui hal ihwal lawan jenis dan
bagaimana harus bergaul dengan mereka. Sedangkan pengembangan hubungan baru yang
lebih matang dengan teman sebaya sesama jenis juga tidak mudah.
c. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan luar. Tugas
perkembangan ini bertujuan untuk mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung
jawab. Sebagian besar remaja ingin diterima oleh teman-teman sebaya, tetapi hal ini
seringkali diperoleh dengan perilaku yang oleh orang dewasa anggap tidak bertanggung
jawab.
BAB IV. TUJUAN PENELITIAN
Pada umumnya kegiatan penelitian didasarkan pada serangkaian tujuan yang ingin
dicapai, demikian juga dengan penelitian ini. Adapaun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui hubungan antara pengetahuan terhadap pelecehan seksual dengan
pereilaku asertif pada remaja.
2. Mengetahui pengetahuan subjek terhadap pelecehan seksual
3. Mengetahui perilaku asertif pada subjek
BAB V. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional dengan pendekatan
cross sectional study yaitu suatu cara pengumpulan data melalui pemberian angket dan
pengukuran variabel yang dilakukan sekaligus pada suatu saat (Notoadmodjo, 2005).
B. Teknik Pengambilan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek yang mempunyai karakteristik tertentu yang
sesuai dengan penelitian (Nazir, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja di Banda
Aceh. Herdiansyah (2011) menjelaskan bahwa teknik pengambilan sampel dikenal dengan
istilah sampling atau teknik sampling. Pemilihan teknik-teknik tertentu disesuaikan dengan
situasi, kondisi dan kepentingan dari penelitian yang dilakukan, seperti: terbatasnya waktu
penelitian, pertimbangan biaya, keterbatasan sumber daya manusia serta beberapa alasan
efisiensi lainnya.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probabilitas yaitu
convenience sampling. Menurut Kriyantono (2007) convenience sampling adalah pemilihan
sampel berdasarkan kemudahan data yang dimiliki oleh populasi, peneliti bebas memilih
siapa saja anggota populasi yang mempunyai data berlimpah dan mudah diperoleh peneliti.
Convenience sampling adalah sampel berdasarkan kemudahan, metode ini dapat memilih dari
elemen populasi yang datanya berlimpah dan mudah diperoleh oleh peneliti. Artinya, elemen
populasi yang dipilih sebagai sampel tersebut tidak terbatas sehingga peneliti memiliki
kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat, mudah dan murah (Ruslan, 2004).
Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 200 subjek. Adapun kriteria subjek dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Remaja berusia 15-20 tahun
2. Berjenis kelamin perempuan
3. Bersedia menjadi responden
C.
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yaitu
menggunakan skala psikologi. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Skala Asertif dan Skala pengetahuan terhadap pelecehan seksual. Data dikumpulkan dengan
meminta subjek untuk membaca informed consent, mengisi identitas, membaca petunjuk
pengisian, serta mengisi Skala Asertif dan Skala pengetahuan terhadap pelecehan seksual.
Skala Asertif dalam penelitian menggunakan karakteristik menurut Myer dan Myer
(1992), aitem skala asertif disusun sendiri oleh peneliti dengan jumlah aitem sebanyak 24
butir pertanyaan. Skala penelitian pengetahuan pelecehan seksual menggunakan tujuan
pendidikan kawasan kognitif dari Azwar 2003 (dalam Bloom 1956), dengan 24 butir
pertanyaan. Data dikumpulkan dengan meminta subjek untuk membaca informed consent,
mengisi identitas, membaca petunjuk pengisian, serta mengisi Skala Komunikasi Ibu-Anak
dan Skala Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah.
1. Skala Asertif
Skala Asertif menggunakan karakteristik Myers dan Myers (1992) yang terbagi
menjadi 4 (empat) karakteristik. Rancangan butir pernyataan untuk Skala asertif dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1.
Blue Print Skala Asertif untuk Uji Coba
Aspek
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
Karakteristik 4
Jumlah
Aitem
Fav
24, 4, 18
9, 16, 1
12, 19, 6
13, 22, 7
12
Unfav
2, 21, 10
5,15,3
8, 23, 11
17, 14, 20
12
Jumlah
Pernyataan
6
6
6
6
24
Setiap pernyataan dalam skala Asertif masing-masing terdiri dari pernyataan yang
bersifat favorabel dan unfavorabel. Setiap pernyataan memiliki empat alternatif jawaban
yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Sistem
penilaian menggunakan skala Likert yang bergerak dari nilai satu sampai empat tergantung
pada sifat pernyataan. Pernyataan bersifat favorabel mendapatkan skor 4 untuk respon SS, 3
untuk respon S. 2 untuk respon TS, dan 1 untuk respon STS. Sebaliknya, untuk pernyataan
unfavorabel skor 4 untuk respon STS, 3 untuk respon TS, 2 untuk respon S, dan 1 untuk
respon SS.
2. Skala Pengetahuan Pelecehan Seksual
Skala pengetahuan seksual disusun oleh peneliti berdasarkan menggunakan tujuan
pendidikan kawasan kognitif dari Azwar 2003 (dalam Bloom et al.1956).
Aspek-aspek
tersebut terdiri dari knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis dan
evaluation. Rancangan butir pernyataan untuk Skala Pengetahuan Pelecehan Seksual dapat
dilihat pada tabel 2.
Tabel 2.
Blue Print Skala pengetahuan seksual untuk Uji Coba
Aspek
Pengetahuan
Pemahaman
penerapan
Analisa
Sintesis
Evaluasi
Total
Aitem
Favorabel
7, 13, 1,19
2, 8, 14, 20
21, 9, 15, 3
22, 10, 4, 16
17, 5, 23, 11
12, 6, 24, 18
Jumlah Pernyataan
4
4
4
4
4
4
24
Setiap pernyataan dalam skala pengetahuan seksual masing-masing terdiri dari
pernyataan yang bersifat favorabel. Setiap pernyataan memiliki empat alternatif jawaban
yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Sistem
penilaian menggunakan skala Likert yang bergerak dari nilai satu sampai empat. Pernyataan
bersifat favorabel mendapatkan skor 4 untuk respon SS, 3 untuk respon S. 2 untuk respon TS,
dan 1 untuk respon STS.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
statistik. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi product
moment. Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, ada beberapa langkah yang harus
dilakukan yaitu:
1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konten atau validitas isi
yang merupakan validitas yang dilakukan melalui pengujian terhadap isi tes lewat
penilaian yang dilakukan oleh profesional. Reliabilitas skala diuji dengan menggunakan
cronbach’s alpha coefficient (Azwar, 2009).
2. Uji Normalitas.
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal
atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik onesample Kolmogorov Smirnov. Kaidah yang dipakai dalam uji normalitas adalah apabila
signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka sebaran data penelitian dapat dikatakan
normal (Priyatno, 2011).
3. Uji Linieritas.
Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel secara signifikan
mempunyai hubungan yang linier atau tidak. Dua variabel dikatakan mempunyai
hubungan yang linier apabila nilai signifikansi pada linearity kurang atau lebih kecil dari
0,05 (p<0,05) (Priyatno, 2011).
Setelah uji validitas, uji reliabilitas, uji normalitas, dan uji linearitas dilakukan
kemudian dilakukan uji korelasi. Seluruh pengolahan data menggunakan bantuan
statistical product and service solution (SPSS) versi 18.
BAB VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah Penelitian
1. Profil Kota Banda Aceh
Kota Banda Aceh merupakan ibukota Provinsi Aceh. Banda Aceh disahkan menjadi
ibukota Provinsi Aceh pada tahun 1963 berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum
dan Otonomi Daerah pada tanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43. Saat ini Banda Aceh
telah berusia 808 tahun (tahun 2013 M).
Keberadaan wilayah geografis Kota Banda Aceh terletak antara 05 16' 15" - 05 36' 16"
Lintang Utara dan 95 16' 15" - 95 22' 35" Bujur Timur dengan tinggi rata-rata 0,80 meter di
atas permukaan laut. Luas wilayah administratif Kota Banda Aceh sebesar 61.359 Ha atau
kisaran 61,36 Km2. Kota Banda Aceh terdiri dari 9 Kecamatan, yaitu Kecamatan
Baiturrahman, Kecamatan Banda Raya, Kecamatan Jaya Baru, Kecamatan Kuta Alam,
Kecamatan Kuta Raja, Kecamatan Lueng Bata, Kecamatan Meuraksa, Kecamatan Syiah
Kuala, dan Kecamatan Ulee Kareng, dengan jumlah desa sebanyak 90 desa dan total jumlah
penduduk sebanyak 259.169 jiwa.
Adapun visi kota Banda Aceh yaitu: Banda Aceh model kota madani. Sedangkan misi
pemerintah kota Banda Aceh adalah: 1) Meningkatkan kualitas pengamalan agama menuju
pelaksanaan syariat Islam secara kaffah, 2) Memperkuat tata kelola pemerintah yang baik, 3)
Memperkuat ekonomi kerakyatan, 4) Menumbuhkan masyarakat yang berintelektualitas sehat
dan sejahtera, 5) Melanjutkan pembangunan infrastruktur pariwisata yang Islami, 6)
Meningkatkan partisipasi perempuan dalam ranah publik dan perlindungan anak, 7)
Meningkatkan peran generasi muda sebagai kekuatan pembangunan kota.
Perkembangan teknologi saat ini secara tidak langsung berpengaruh besar terhadap
perilaku remaja Aceh pada umumnya dan Banda Aceh khususnya. Kehidupan remaja Banda
Aceh saat ini sudah banyak mengalami pergeseran, remaja saat ini banyak yang beraktifitas
di malam hari, berkumpul di tempat diwarung kopi, cafe-cafe, dan tempat-tempat yang
mereka anggap tempat berkumpul “gaul”. Acara televisi yang menyajikan percintaan remaja
reality show dan sinetron membuat pergeseran perilaku remaja antara laki-laki dan
perempuan yang berpengaruh pada hadap gaya hidup termasuk mengadopsi cara berpacaran
yang sangat bebas (Bustaman, 2012).
B. Hasil Penelitian
1. Persiapan alat ukur dan pengukuran
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala pengetahuan pelecehan
seksualdan Skala asertif. Pelaksanaan pengumpulan data dimulai dengan uji Tryout ke dua
kuesionair yang dimulai tanggal 5 – 12 Oktober 2015, ini dilakukan menguji validitas dan
reliabilitas pernyataan yang terdapat dalam kedua skala.
2.
Uji daya beda
Hasil uji coba 24 aitem pernyataan Skala penegetahuan pelecehan seksual kepada 40
orang responden menunjukkan nilai cronbach’s alpha 0.858, Pada penelitian ini digunakan
batasan rix ≥ 0,300 (Azwar, 2009) untuk pernyataan yang akan digunakan pada penelitian
sehingga dari 24 pernyataan terdapat 3 pernyataan yang dinyatakan gugur karena memiliki
nilai koefisien korelasi aitem total (rix) dibawah 0,300. Berdasarkan hasil tersebut jumlah
pernyataan yang dapat digunakan untuk pengambilan data penelitian adalah sebanyak 21
pernyataan, dimana pertanyaan yang gugur adalah pernyataan no 1, 2 dan 20. Setelah
dikeluarkan pernyataan yang gugur maka no aitem penelitian dilakukan penomoran kembali
no urut aitem, terlihat pada tabel.
Tabel 3
Blue Print Skala pengetahuan seksual
Aspek
Pengetahuan
Pemahaman
penerapan
Analisa
Sintesis
Evaluasi
Total
Aitem
Favorabel
7, 12, 6
11, 5
21, 16, 10, 4
20, 15, 9, 3
19, 14, 8, 2
18, 13, 7, 1
21
Jumlah Pernyataan
3
2
4
4
4
4
21
Hasil uji coba 24 aitem pernyataan Skala asertif kepada 40 orang responden
menunjukkan nilai cronbach’s alpha 0.811, Pada penelitian ini digunakan batasan rix ≥ 0, 250
(Azwar, 2009) untuk pernyataan yang akan digunakan pada penelitian sehingga dari 24
pernyataan terdapat 6 pernyataan yang dinyatakan gugur karena memiliki nilai koefisien
korelasi aitem total (rix) dibawah 0,250. Berdasarkan hasil tersebut jumlah pernyataan yang
dapat digunakan untuk pengambilan data penelitian adalah sebanyak 18 pernyataan, dimana
pertanyaan yang gugur adalah pernyataan no 1, 6, 11, 16, 19 dan 20. Setelah dikeluarkan
pernyataan yang gugur maka no aitem penelitian dilakukan penomoran kembali no urut
aitem, terlihat pada tabel 4.
Tabel 4
Blue Print Skala Asertif
Aspek
Karakteristik 1
Karakteristik 2
Karakteristik 3
Karakteristik 4
Jumlah
Aitem
Fav
16, 10, 4
3
2
15, 9, 1
8
Unfav
18,14, 8
17,13,7
12, 6
11, 5
10
Jumlah
Pernyataan
6
4
3
5
18
4. Uji Asumsi
Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara kedua variabel yaitu
pengetahuan pelecehan seksual dengan asertif pada remaja di Banda Aceh. Ada beberapa
persyaratan untuk melakukan uji hubungan antara kedua variabel yaitu dengan melakukan
uji normalitas dan uji linearitas.
5. Uji normalitas
Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik One Sample
Kolmogorov-Smirnov (K-S-Z). Data dinyatakan berdistribusi normal apabila signifikansi
lebis besar dari 0,05 (p>0,05), dimana nantinya data tersebut akan dianalisis secara statistik
parametrik.
Berdasarkan uji normalitas yang dilakukan pada 200 subjek penelitian pada variabel
pengetahuan seksual memiliki sebaran yang normal (K-S-Z = 0, 444, dengan p>0,05), dan
pada variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah juga memiliki sebaran normal (K-S-Z
= 0,064, dengan p>0,05).
6. Uji linearitas
Berdasarkan uji linearitas terhadap kedua variabel, diperoleh hasil signifikansi pada
linearity sebesar 0,000, signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa data skala pengetahuan pelecehan seksual dan data skala asertif
memiliki hubungan yang linear.
7. Uji Hipotesis
Setelah melakukan uji normalitas dan linearitas, selanjutnya dilakukan analisis data
untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan teknik pearson product moment
guna menguji hubungan antara pengetahuan terhadap pelecehan seksual dengan asertif pada
remaja di Banda Aceh .
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini terdapat pengetahuan terhadap pelecehan
seksual dengan asertif pada remaja di Banda Aceh. Hipotesis diterima apabila signifikansi
kurang dari 0,01 (p<0,01). Nilai signifikansi yang didapatkan dari hasil analisis korelasi
Pearson yaitu sebesar 0,000, (p<0,01), maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang
diajukan diterima.
Analisis korelasi Pearson menunjukkan hasil korelasi sebesar r = 0,262 dengan tingkat
signifikansi p= 0,000 (p<0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif
dan signifikan antara kedua variabel. Artinya, semakin efektif pengetahuan terhadap
pelecehan seksual maka akan semakin nampak sikap asertif remaja terhadap perilaku yang
melecehkan, begitu juga sebaliknya semakin rendah pengetahuan terhadap pelecehan seksual
maka remaja menjadi tidak asertif dan remaja putri tersebut tidak akan menyadari bahwa
perilaku yang diterima adalah perilaku seksual seksual.
Penelitian ini dalam juga menghasilkan katagorisasi tingkat pengetahuan terhadap
pelecehan seksual, tingkat asertif remaja, sumber pengetahuan sampel terhadap pelecehan
seksual dan usia responden.
Tabel 5
Katagori tingkat pengetahuan terhadap pelecehan seksual
No
Katagorisai
Jumlah
Persentase
1
Tinggi
198
99
2
Sedang
1
1
3
Rendah
0
0
Total
200
100
Persentase yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi terhadap pelecehan seksual
sebanyak 198 orang atau 99%. Persentase ini berselisih jauh dengan dengan katagori sedang
dan rendah, atinya responden sudah mengetahui perilaku yang terkait dengan pelecehan
seksual dimana hasil ini memiliki korelasi yang positif dari uji korelasi dimana pengetahuan
yang baik terhadap perilaku pelecehan seksual memiliki hubungan dengan tingkat asertifitas
yang tinggi pula.
Tabel 6
Katagorisasi tingkat asertifitas remaja
No
Katagorisai
Jumlah
Persentase
1
Tinggi
125
65,5
2
Sedang
75
37,5
3
Rendah
0
0
Total
200
100
Persentase responden dalam katagori asertif sama halnya dengan pengetahuan terhadap
pelecehan seksual, dimana sebanyak 125 orang atau 69,5% responden berada pada katagori
tinggi. Artinya Individu dengan asertivitas tinggi mempunyai rasa bertanggung jawab dan
konsekuen untuk melaksanakan keputusannya sendiri, bebas untuk mengemukakan berbagai
keinginan, pendapat, gagasan, dan perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan juga
pendapat orang lain. Persentase sedang memiliki selisih yang cukup signifikan dengan
katagori sedang yang hanya 74 atau 37 %. Ini menunjukan bahwa responden dapat
mengungkapkan apa dan perasaanya terhadap perilaku yang diterima dengan kemampuan
asertif remaja sudah dapat mencegah dirinya dari perbuatan dan perkataan yang mengandung
unsur pelecehan. Dan hasil ini menunjukan semakin asertif seseorang maka orang tersebut
memiliki pengetahuan terhadap perilaku yang terkait dengan pelecehan seksual.
Data demografi responden
Tabel 7
Sumber pengetahuan responden terhadap pelecehan seksual
No
Sumber informasi
1
2
3
4
5
Televisi
Radio
Media masa
Tidak tahu
Televisi media masa
Jumlah
Persentase
69
61
42
19
5
34,5
30,5
21
9,5
2.5
6
Televisi, media masa radio
4
200
2
100
Persentase sumber pengetahun responden terhadap pelecehan seksual diperoleh melalui
televisi sebanyak 69 responden atau 34,5%, radio sebanyak 61 responden atau 30,5% dan
media masa dijawab oleh 42 responden atau 21% serta sisanya informasi yang dijawab oleh
responden gabungan dari beberapa sumber informasi.
tabel 8
Usia responden
No
1
2
3
4
5
Usia responden
Jumlah
Persentase
20
19
18
17
16
118
42
24
15
1
200
59
21
12
7,5
0.5
100
Persentase usia responden dalam penelitian ini diketahui usia 20 tahun sebanyak 118
responden atau 59%, usia 19 tahun sebanyak 42 responden atau 21%, usia 18 tahun sebanyak
24 responden atau 12%, usia 17 tahun sebanyak 15 responden atau 7,5%, dan usia 16 tahun
sebanyak 1 responden atau 0,5%. Pemilihan usia ini sudah adalah rentang usia remaja dan
menjadi karakteristik responden.
C. Pembahasan
Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
pengetahuan terhadap pelecehan seksual dengan asertif pada remaja Banda Aceh. Artinya
dengan pengetahuan yang dimiliki oleh remaja putri terhadap pelecehan seksual menjadikan
remaja lebih asertif, Sehingga ketika remaja yang asertif akan memungkin untuk
mengkomunikasikan perasaan, pikiran dan kebutuhan lainya secara langsung terhadap
perkataan dan perbuatan orang lain yang diterimanya dengan jujur serta berani berkata
“tidak”
Ancok & Suroso (1995) menyatkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu hal
yang sangat penting dalam pembentukan sikap, baik sikap itu positif atau negatif juga
tergantung cara individu mendapatkan pengetahuan, mengolah dan menerjemahkannya
berdasarkan kebenaran dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan dapat dipengaruhi
oleh pendidikan, dimana individu memiliki kemampaun untuk menerima hal-hal baru dan
mampu menyesuaikan diri Notoadmojo (2006). Tingkat pendidikan responden yang rata-rata
berada pada Sekolah Menegah Atas (SMA) mereka telah mampu menerima dan mengolah
informasi, hal ini Informasi sebagai pembentuk pengetahuan seseorang. dengan pengetahuan
yang dimiliki oleh remaja putri dapat digunakan untuk mengubah dan megarahkan perilaku
seorang sesuai dengan apa yang diinginkan serta mampu membantu seseorang dalam
mengatasi sejumlah masalah yang dihadapi dan membuat seseorang lebih siap menghadapi
situasi yang mengarah pada pelecehan seksual (Helmi dan Paramastri, 1998).
Sikap
dibentuk
berdasarkan
perasaan,
pemikiran,
pengetahuan,
keyakinan,
pengalaman masa serta tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi dari
berbagai media Sarwono (2003). Dalam penelitain ini ditemukan pengetahua terhadap
pelecehan seksual diperoleh melalui media televisi dan media masa, media ini menyajikan
berbagai informasi dan sebagai forum yang menyajikan banyak hal yang terjadi di
masyarakat (Sriyanto,Abdulkarim, Zainul, Maryani 2014). Dalam teori Bandura pengetahuan
merupakan proses belajar yang dapat mempengaruhi seseorang dimana sarananya dapat
berupa keluarga, masyarakat dan media masa yang sangat efektif sebagai model perilaku yag
terus berulang dan menjadi faktor penguat (Myers 2012). Media masa memiliki peran besar
dalam mentranformasi sebuah nilai dan memiliki efek yang kuat dalam membentuk sebuah
pemahaman dan pengetahuan.
Perubahan dapat terjadi pada aspek kognitif afektif dan perilaku setelah remaja
mendapatkan pengetahuan dimana pandangan terhadap sebuah masalah memiliki keterkaitan
dengan perilaku dalam hal ini perilaku asertif pada remaja Sriyanto,Abdulkarim, Zainul,
Maryani (2014). Perilaku asertif bukan bawaan ataupun muncul secara kebetulan pada tahap
perkembangan individu, namun merupakan pola-pola yang dipelajari (pengetahuan) sebagai
reaksi terhadap situasi sosial dalam kehidupannya, dimana orang yang asertif memberikan
penghargaan pada diri yang tinggi (Jaya dan Suratmi, 2014)
Asertivitas merupakan suatu potensi untuk menyatakan diri secara terus terang tanpa
adanya kecemasan atas reaksi orang lain, dengan asertif remaja dapat menunjukan
kesetaraaan dalam hubungan manusia yang memungkinkan setiap individu untuk bertindak
menurut kepentinganya sendiri, membela diri tanpa kecemasan dan menerapkan hak-hak
pribadi dengan berkata tidak dengan tegas. Setiono & Pramadi (2005) menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi Asertifitas adalah jenis kelamin, faktor jenis kelamin memjadikan
wanita tidak asertif, dimana pendidikan tradisional menuntut wanita untuk lebih menurut dan
tidak diperkenankan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan jika dibandingkan dengan
laki-laki. Akan tetapi perilaku asertif menjadi sangat penting pada remaja, apa bila remaja
tidak memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif atau bahkan tidak dapat berperilaku
asertif, maka disadari atau tidak disadari remaja tersebut telah kehilangan hah-haknya secara
pribadi bahkan penghargaan terhadap dirinya karena tidak menjadi individu yang bebas dan
akan selalu berada dibawah kekuasaan orang lain
(Pratiwi,2015)
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum remaja di Banda
Aceh memiliki pengetahuan terhadap pelecehan seksual bentuk dan dan dampaknya bagi
remaja. Informasi sebagai dasar dari pengetahuan remaja pada pelecehan seskual didapat dari
media informasi televisi dan radio. Dari pengetahuan yang dimiliki oleh remaja terdapat
hubungan dengan Asertifitas dan sikap ini tperlu terus di tingkatkan mengingat dalam
pergaulan remaja saat ini sudah sangat mengkhawartirkan dan tanpa batas serta pada usia ini
pengaruh teman sangat dominan, sehingga pertimbangan kehilangan teman lebih besar dari
pada menampilkan sikap aseertif.
B. Saran
Siapa saja dapat menjadi korban pelecehan seksual baik itu bentuknya perilaku atau
perkataaan, dibutuhkan sebuah upaya untuk mencegah mulai dari anak hingga remaja dengan
memberikan informasi sehingga mereka memiliki pengatahuan (kognitif) tentang bentukbentuk pelecehan seksual yang umum terjadi pada perempuan. Intervensi dapat dilakukan
dengan mengajarkan perilaku dan sikap asertif yang dapat menciptakan perilaku berani
menyampaikan pendapat secara tegas terhadap sebuah perlakuan yang diterimanya. Remaja
tidak munggkin sendiri untuk bisa menjadi asertif dibutuhkan bantuan orang tua, pihak
sekolah serta pihal lain guna menyampaikan dan menjelaskan serta menimplementasikan
asertifitas dalam diri remaja. Kajian lanjutan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi lebih
lanjut faktor langsung yang memengaruhi remaja dalam memproteksi diri mereka sehingga
tidak menjadi korban pelecehan seksual. Ini berkaitan dengan data di lapangan yang
menunjukkan semakin meningkatnya kasus pelecehan seksual dikalangan remaja Aceh yang
jiaka dilihat dari hasil penelitian memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap
pelecehan seksual.
BAB VIII. JADWAL PELAKSANAAN
No.
BULAN KE
KEGIATAN
1.
Penyiapan draf proposal
2.
Pengumpulan Data
3.
Data Entry
4.
Analisis Data
5.
Penyusunan Laporan
6.
Seminar Hasil
7.
Laporan Akhir
1
2
3
4
5
6
DAFTAR PUSTAKA
Amir & Raghu N. Singh, R.N & Abbassi, A. (2006) Assertiveness in Marital Relationships
Among Asian Indians in the United States The Family Journal 2006; 14; 392
Published by: http://www.sagepublications.com
Agustiani, H. (2006). Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaitannya Dengan
Konsep Diri Dan Penyesuaian Diri Pada Remaja. Bandung: PT. Refika Aditama.
Abubakar & Anwar. (2010). Strategi dan Hambatan Penerapan Qanun Khalwat/Mesum
dalam Pencegahan Khalwat pada Remaja Kota Banda Aceh. Ringkasan Laporan
Penelitian. Banda Aceh: Universitas Serambi Mekkah.
Ames, D.R (2008) In Search of the Right Touch Interpersonal Assertiveness in
Organizational Life, Columbia Business School 2008 Current Directions In
Psychological Science Volume 17—Number 6
Ancok, D. & Suroso, F.N. (1995). Psikologi Islami : Solusi Islami atas Problem-problem
Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Azwar. S (2003) Tes Pretasi, Fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar.
Yogyakarta. Pustaka Offset
Berdahl, J.L. (2007) The Sexual Harassment of Uppity Women. Journal of Applied
Psychology Copyright 2007 by the American Psychological Association Vol. 92, No.
2, 425–437 0021-9010/07/$12.00 DOI: 10.1037/0021-9010.92.2.425
Benedicta.G.D. 2013. Pelecehan seksual dan pendidikan seksual berspektif hak untuk remaja.
Diungah melaui : http://edukasi.kompasiana.com/2013/01/16/pelecehan-seksual-danpendidikan seksual-berperspektif-hak-untuk-remaja-525044.html
Baron, R.A & Byrne, D. (2003). Psikologi Sosial. 10Th. Jakarta: Erlangga.
Chiodo, D, Wolfe, D.A,Crooks, Hughes,C & Jaffe, P. (2009) Impact of Sexual Harassment
Victimization by Peers on Subsequent Adolescent Victimization and Adjustment: A
Longitudinal Study. Journal of Adolescent Health 45 246–252
Chimezie,O.C.N, Ogbuinya,N.E.O & Omeje,C.B (2013). Role Of Locus Of Control On
Assertive Behavior Of Adolescents International Journal of Health and Psychology
Research Vol.1, No.1 pp.38-44, June 2013 Published by European Centre for
Research Training and Development UK (www.ea-journls.org) 38
Eskin, M. (2003). Self-reported assertiveness in Swedish and Turkish adolescents: A crosscultural comparison. Scandinavian Journal of Psychology ,44 , 7–12
Ferlita, G (2008) sikap terhadap kekerasan dalam berpacaran (penelitian pada mahasiswi
reguler universitas esa Unggul yang memiliki pacar) Jurnal Psikologi Vol 6 No 1, Juni
2008
Helmi, A.F & Paramastri, I. 1998. Efektivitas Pendidikan Usia Dinidalam Meningkatkan
Pengetahuan Perilaku Seksual Sehat. Jurnal Psikologi No 2, 25-34
Harlock, E.B. (1993). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan sepanjang Rentang
kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Houle,J.N, Staff,J, Mortimer,J.T, Uggen,U, & Blackstone,A. (2011). The Impact of Sexual
Harassment on Depressive Symptoms during the Early Occupational Career &
Society and Mental Health 1(2) 89–105 http://smh.sagepub.com
Hanafiah, M. (2013). Syariat Islam Kaffah. Diakses tanggal 21 desember 2013 dari
http://miftahuddinhanafiah.blogdetik.com/2013/04/11/syariat-islam-kaffah/
Herdiansyah, H. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatis Untuk Ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika.
Ismai, M.N, Chee,L.K,& Bee, C.F (2007) Factors Influencing Sexual Harassment In The
Malaysian Workplace Asian Academy of Management Journal, Vol. 12, No. 2, 15–31,
July 2007
Jaya, P & Suratmi. 2014. Hubungan perilaku Asertif Perawat Dengan Kepuasan Pasien Di
Ruang Teratai dr Soegiri Lamongan. Jurnal Surya Vol 2 Juni No. XVIII
Kenny, K , Samah, A.A, & Fah, B.C.Y. (2011) Sexual Harassment: Is it A Case of Gendered
Perspective? International Journal of Humanities and Social Science Vol. 1 No. 19;
December 2011
Khan, R.I (2012) Perilaku Asertif, Harga Diri dan Kecenderungan Depresi Persona, Jurnal
Psikologi Indonesia September 2012, Vol. 1, No. 2, hal 143-154 143
Kriyantono, R. (2007). Teknik Praktis Riset: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public
Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta:
Kencana.
Koto,
M. 2014.Kekerasan seksual anak meningkat di Aceh.diungah melaui :
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=342450:k
ekerasan seksual-anak-meningkat-di-aceh&catid=13:aceh&Itemid=26
Liza,
M.M. 2015. Aceh dalam Gurita Seks Bebas
Diunggah
http://aceh.tribunnews.com/2015/02/28/aceh dalam-gurita-seks-bebas
melaui:
-
leuserantara.com. (2015) Aceh Peringkat Pertama Rawan Pelecehan Seksual Diungah
melaui : http://leuserantara.com/aceh-peringkat-pertama-rawan-pelecehan-seksual/
Monks, F.J. ; Knoers, A.M.P. & Haditono, S.R. 1998. Psikologi Perkembangan Pengantar
Dalam Berbagai Bagiannya. Cet.11. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Marini, L. & Andriani, E. (2005). Perbedaaan Asertifitas Remaja Ditinjau dari Pola Asuh
Orang Tua. Psikologia, Volume 1, No. 2.
Myers, G.E. & Myers, M.T (1992) The Dynamics of Human Communication. New York:
McGraw Hill Book Company
Myers, D. G. (2012). Psikologi Sosial, Social Psychology, Terjemahan: Aliya Tusyani dkk.,
Jakarta: Salemba Humanika.
Miquelsanz, M.M, Martin, M.A.C, Martinez, M.P (2012). Asertive skills and academic
performance in primary and secondary education, giftedness and conflictive students
Elektronic journal of research in educational psychology , 10 (1) no 26 2012
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta. PT
Rineka Cipta
Novalia & Dayakisni, T. (2013). Perilaku asertif dan kecenderungan menjadi korban
bullying. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Vol. 01, No.01
Nurudin (2010). Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Pemaknaan Remaja Perempuan
Tentang Tindakan Pelecehan Seksual Di Kabupaten Klaten. Skripsi Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Putra, N.F.P. 2013. Peranan Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak Dalam
Mencegah Perilaku Seks Pranikah Di SMA Negeri 3 Samarinda Kelas XII. eJournal
llmu Komunikasi. 1 (3): 35-53
Papalia & Olds. (2008). Human Development. Jakarta: Salemba Humanika.
pratiwi , W.E. (2015) Pengaruh budaya jawa dan harga diri Terhadap asertivitas pada remaja
Siswa kelas xdi sma negeri 3 Ponorogo . eJournal Psikologi, Volume 3, Nomor 1, 2015
:348 – 357
Ruslan, R. (2004). Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Ed 1, Cetakan 2.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Street,A.E, Stafford,J, Mahan,C.M, & Hendricks,A. (2008). Sexual harassment and assault
experienced by reservists during military service: Prevalence and health correlates.
Journal of Rehabilitation Research & Development Volume 45, Number 3, 2008
Pages 409–420
Santrock, J. W. (2007). Remaja, edisi ke 11, jilid 1. Alih bahasa: Widyasinta, B. Jakarta:
Erlangga.
Sarwono, S. W. 2003. Psikologi Remaja. Raja Grafindo Persada : Jakarta
Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Sosial: Individu dan Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai
Pustaka.
Setiono, V & Pramadi. A (2005) Pelatihan Asertivitas Dan Peningkatan Perilaku Asertif Pada
Siswa Smp, Yogyakarta, Anima indonesian psychological journal vol 20
Sriyanto, Abdulkarim. A, Zainul, A & Maryani, E. (2015) Perilaku Asertif dan
Kecenderungan Kenakalan Remaja Berdasarkan Pola Asuh dan Peran Media Massa
Jurnal psikologi Volume 41, no. 1, juni 2014: 74 – 88
Thomas, K.C (2008). Diversity Resistance in organization. Lawrence Erlbaum Associates
Taylor & Francis Group. Madison Avenue New York
Taher, J. (2012). Kebutuhan Bimbingan Moral Dalam Pencegahah Pengaruh Pergaulan
Bebas Di Kalangan Siswa SMA Negeri 9 Manado. ECO –TROPICAL, Jurnal Jendela
Ilmu, 2012, 1(1): 1-14.
Utamadi,
G
2010.
Bagaimana
Berkata
http://remajadalamkliping.wordpress.com/.
tidak,
diungah
Melalui
:
Download