LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN MUDA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN TERHADAP PELECEHAN SEKSUAL DENGAN ASERTIFITAS PADA REMAJA DI BANDA ACEH OLEH Mirza, S.Psi., M.Si Haiyun Nisa, S.Psi., M.Psi., Psikolog Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Sesuai Dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian Dosen Muda Tahun Anggaran 2015 Nomor: 624/UN11/S/LK-PNBP/2015Tanggal 02 Juli 2015 UNIVERSITAS SYIAH KUALA NOVEMBER 2015 DAFTAR ISI COVER PENELITIAN HALAMAN PENGESAHAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL RINGKASAN PRAKATA BAB I PENDAHULUAN BAB II PERUMUSAN MASALAH BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pengetahuan B. Definisi Pelecehan C. Definisi Pelecehan Seksual D. Bentuk Pelecehan Seksual E. Pengertian Pengetahuan Seksual F. Pengertian Asertif G. Remaja BAB IV TUJUAN PENELITIAN BAB V METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian B. Teknik Pengambilan Sampel C. Teknik Pengumpulan Data D. Metode Analisis Data BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah Penelitian B. Hasil Penelitian C. Pembahasan BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran BAB VIII JADWAL PELAKSANAAN DAFTAR PUSTAKA 1 2 3 4 5 6 7 12 13 13 14 15 15 15 15 17 18 19 19 19 20 21 22 22 23 28 30 30 30 31 32 DAFTAR TABEL Tabel 1 20 Tabel 2 21 Tabel 3 24 Tabel 4 24 Tabel 5 26 Tabel 6 26 Tabel 7 27 Tabel 8 27 RINGKASAN Fenomena pelecehan seksual semakin sering terjadi pada remaja, dan ini semakin meresahkan dimana dampak dari peristiwa ini entunya akan memengaruhi perkembangan korban. Umum korban adalah wanita, dan bentuk perlecehan sangat beragam, dimana bentuk pelecehan seksual yang terima korban bisa dalam berbagai bentuk, mulai dari kata-kata yang berkaitan dengan seks, menggoda, menyentuh bagian tertentu dari tubuh korban, menunjukan gambar-gambar yang materinya berkaitan dengan seksualitas dan lain sebagainya. Mengapa remaja menjadi korban adalah pertanyaan besar yang harus segera dapat diperoleh jawabannya, kita dapat mulai melihat dari faktor eksternal dimana sistem komunikasi semakin berkembang yang didalamnya membawa informasi sosial dan budaya dari barat, yang tidak butuh lama untuk dapat diadaptasi oleh remaja dan masuk kedalam bentuk perilaku. Faktor internal remaja dalam masa pertumbuhan dan perkembangan fisik dan hormonal yang menjadikan mereka merasakan kebutuhan seksual. Berangkat dari sini banyak ketidak pahaman dan ketidak mampuan mereka yang akhirnya muncul perilaku yang tidak mampu mereka pertanggung jawabkan baik terhadap diri sendiri atau orang lain. Ketidakpahaman ini yang membuat perilaku merasa perbuatannya bukanlah sebuah pelecehan pada korban, dan korban sendiri pun tidak berbuat banyak dan cenderung mengabaikan. Pengabaian ini bisa dikatakan sebagai respon tidak mampu dilakukan atas apa yang terjadi dengan maksud menghindari konflik, atau menjaga hubungan baik. Perilaku asertifitas diperlukan oleh remaja, untuk menyatakan ekspresi, pikiran dan perasaannya kepada orang lain. Dengan tidak membiarkan orang lain mengambil manfaat dari diri remaja tersebut, sehingga remaja dapat menyampaikan dan mengkomunikasikan ketidaknyamanannya dengan tegas karean ini menyangkut hak pribadi. Pengetahuan terhadap pelecehan menjadi keutamaan. Pengetahuan akan mempengaruhi sikap dalam berperilaku mengingat dampak dari pelecehan akan sangat berpengaruh bagi perkembangan dan kepercayaan diri. Untuk itulah remaja haruslah dapat mengetahui apa yang menjadi katagori pelecehan seksual dan mampu menyampaikan pendapatnya. Memperhatikan pembahasan diatas, maka peneliti mengajukan judul penelitian Hubungan Antara Pengetahuan Terhadap Pelecehan Seksual dengan Asertivitas pada Remaja di Banda Aceh. PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan HidayahNya sehingga tim dapat menyusun laporan akhir penelitian yang berjudul “hubungan pengetahuan terhadap pelecehan seksual dengan asertifitas remaja di Banda Aceh”. Selama melakukan penelitian, tim banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini tim menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng. selaku Rektor Universitas Syiah Kuala. 2. Prof. Dr. Ir. H. Hasanuddin, MS selaku Ketua Lembaga Penelitian Unsyiah. 3. DR. dr. Mulyadi, Sp.P(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. 4. Dahlia, S.Psi., M.Sc selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan bimbingan dan dukungan sehingga penelitian ini telah terlaksana dengan baik. 5. Seluruh responden penelitian yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian dasar dimana terdapat beberapa kekurangan yang harus dapat diperbaiki kedepanya. Segala bentuk komentar akan sangat bermanfaat dalam pengembangan penelitian ini dan perbaikan kedepannya, dari penelitian ini pelajaran bagaimana penelitian dilaksanakan haruslah menjadi pembelajaran untuk setiap kekurangan yang ada dalam penelitain ini. Banda Aceh, 30 November 2015 Tim Peneliti BAB I PENDAHULUAN Remaja merupakan tahapan perkembangan yang akan dilalui oleh individu. Perkembangan remaja merupakan tahapan yang sangat dinamis, ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik, emosional, dan sosial individu (Hurlock, 1993). Perubahan fisik remaja ditandai dengan proses pematangan organ reproduksi, bentuk tubuh dan lain sebagainya. Sementara itu, perubahan psikologis terlihat dari perubahan sikap dan tingkahlaku seperti mulai tertarik dengan lawan jenis, berusaha menarik perhatian dan muncul perasaan cinta yang kemudian akan muncul dorongan seksual. Dorongan seksual pada masa remaja cenderung tinggi, mengingat masa ini hormon seksual mulai matang dan organ-organ seksual mulai bereproduksi. Perkembangan sosial remaja juga dilalui dengan keterlibatan remaja pada kelompok-kelompok tertentu, yang sesuai dengan minat dan orientasinya (Baron & Byrne. 2003). Rasa ingin tahu menjadi hal terbesar pada masa ini, disamping perasaan ingin bebas terhadap apa yang ingin dilakukan. Masa remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa. Batasan usianya tidak ditentukan dengan jelas, tetapi kira-kira berawal dari usia 12 sampai akhir usia 21 tahun, yaitu dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18-21 tahun adalah masa remaja akhir yang merupakan saat pertumbuhan fisik hampir lengkap (Monks, Knoers, & Haditono, 1998) Remaja masih belum mampu menguasai perubahan fungsi fisik maupun psikisnya, terlihat dari perilaku negatif yang kerap muncul seperti perkelahian antar pelajar, penggunaan obat-obatan terlarang hingga pergaulan bebas (Abubakar & Anwar, 2010). Provinsi Aceh sebagai daerah Syariat Islam yang diterapkan pada bulan Maret tahun 2001 telah menetapkan berbagai hukum dan Qanun untuk menangani serta mengendalikan hal tersebut, tetapi masih banyak perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan oleh masyarakat dan para remaja (Hanafiah, 2013). Munculnya perilaku menyimpang ini karena remaja kurang mendapatkan informasi yang tidak benar mengenai bahaya dan risiko dari perilaku yang dilakukannya, sehingga remaja tidak menyadari dampak apa yang akan terjadi pada dirinya. Dampak dari perilaku menyimpang akan terlihat pada fisik, psikologis, fisiologis, dan sosial remaja. (Putra, 2013). Sebagai contoh secara fisik, remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah mempunyai kemungkinan untuk menderita penyakit menular seksual, kehamilan, ketergantantuan obat hingga over dosis. Secara psikologis, remaja akan merasa malu karena kehilangan harga diri, merasa kebingungan, depresi, marah dan agresif. Secara sosial, mereka telah melanggar dengan aturan agama, hukum, dan budaya yang berlaku di masyarakat, remaja tersebut akan mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat berupa gunjingan dan celaan. Hal ini akan berdampak pada buruknya nama baik remaja itu sendiri, keluarga serta akademis, dimana kesulitan konsentrasi dalam belajar, dikeluarkan dari sekolah hingga putus sekolah, dan lain sebagainya (Taher, 2012). Berbagai permasalahan yang sering dialami remaja disebabkan oleh banyak faktor, baik karena individu itu sendiri ataupun lingkungan, karena masa remaja dikenal dengan istilah masa stres dan badai, yang mana permasalahan seringkali datang silih berganti. Disamping persoalan narkoba, dan belajar, remaja juga dihadapkan pada persoalan pelecehan seksual hingga kekerasan seksual. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, didapatkan bahwa beberapa remaja kerap mengalami pelecehan seksual dalam proses interaksi baik dengan teman ataupun lingkungan lainnya. Sebagian dari mereka tidak mengetahui dan memahami bagaimana pelecehan seksual tersebut. Pelecehan berarti penghinaan yang merendahkan yang berkaitan dengan jenis kelamin dan seks. Bentuk perilaku yang dilakukan yang tidak diinginkan berdasarkan gender dalam bidang seksual dimana subjek dari pelecehan merasa terhina serta terintimidasi oleh perilaku tersebut dan ini dikenal dengan pelecehan seksual (Kenny, Sumah dan Fah, 2011). Data BKKBN pada bidang keluarga berencana dan kesehatan terdapat 1.039 kasus yang melaporkan ke Komnas HAM, lebih dari 50% adalah kasus pelecehan seksual dan umumnya pada mereka dari tingkat pendidikan SMP dan SMA (liza. 2015). Untuk Aceh sendiri menurut Risman selaku Executive Director of The Foundation Kita dan Buah Hati menyatakan bahwa Aceh berada di posisi pertama dari 43 provinsi, disusul oleh jawa timur dan jawa barat (LeuserAntara.com. 2015). Di Aceh sendiri hingga tahun 2014 menurut Manager Program LBH anak Banda Aceh Rudi Bastian, pihak mereka telah mencatat 35 kasus pelecehan dan kekerasan pada anak (Koto 2014). Korban pelecehan seksual bisa laki-laki maupun perempuan mulai dari bayi hingga 18 tahun, kebanyakan pelakunya adalah orang yang mereka kenal dan percaya, dan pada remaja bentuk pelecehan yang dialami adalah, diejek dengan kata-kata seronok dan sensual, diperlihatkan gambar porno, disentuh atau diraba bagian tubuh, dan dilakukan oleh teman-teman mereka sendiri, sementara pada ajakan atau dipaksa melakuka hubungan seksual dilakukan oleh pasangan atau pacar (Benedicta 2013) Terlihat bahwa remaja tidak memiliki pengetahuan mengenai pelecehan seksual, dan tanpa disadari mereka telah menjadi pelaku. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh pengetahuan serta informasi yang mereka miliki, sementara para korban yang mendapatkan perlakukan tidak menyenangkan berupa pelecehan seksual tidak menyadari bahwa dirinya telah menjadi korban yang dikarenakan ketidaktahuan mereka apa yang sebenarnya telah mereka alami. Ketidaktahuan ini membuat mereka tidak melakukan sebuah tindakan penolakan apa lagi perilaku asertif. Perilaku asertif adalah perilaku interpersonal berupa pernyataan perasaan, sikap dan perilaku yang diarahkan pada sebuah perilaku yang tidak menyenangkan Marini & Andriani (2005). Individu yang asertif mengetahui yang menjadi keyakinannya dan apa yang menjadi haknya. Sangat penting bagi remaja berperilaku asertif, karena tanpa disadari atau disadari remaja akan kehilangan haknya secara pribadi dan tidak memiliki kebebasan yang mana akan selalu berada dibawah kendali orang lain. Hambatan seorang remaja menjadi tidak asertif adalah karena tidak mengetahui haknya dan pandangan orang dewasa yang menyebut dirinya remaja hingga ketakutan kehilangan teman. Remaja yang tidak asertif ini akan melakukan tindakan seperti dia penggunaan obatobatan, tindak kriminal semata atau menjadi korban pelecehan seksual. Pelecehan seksual ini dapat dihindari jika seorang remaja berperilaku asertif, dimana remaja tersebut dapat mengkomunikasikan dengan jelas apa yang menjadi penolakan terhadap perilaku yang diterima. Remaja yang asertif akan terlihat lebih memiliki ketegasan dan keberanian untuk mengungkapkan perasaan yang mengganggu dirinya kepada yang bersangkutan. Dengan demikian perilaku yang tidak sopan atau tidak sesuai dengan norma yang dianut oleh remaja tersebut dapat dicegah dengan menyampaikan apa yang membuat seseorang keberatan dengan sikap atau perilaku yang diterima (Novalia & Dayakisni. 2013). Perilaku ini merupakan perbuatan yang merendahkan martabat karena behubungan dengan dorongan seksual, sehingga sangat merugikan dan membuat seseorang menjadi tidak nyaman. Rentang pelecehan seksual ini mulai dari tingkat yang paling ringan hingga pada terberat seperti perkosaan. Tidak mudah mengidentifikiasikan bentuk perilaku yang kemudian dapat dikategorikan sebagai sebuah bentuk pelecehan seksual, tetapi beberapa bentuk perilaku yang dapat dilihat sebagai sebuah bentuk pelecehan. Bentuk perilaku tersebut diantaranya adalah gerakan fisik, seperti meraba, mencubit, tindakan intimidasi atau yang memalukan (kerlingan, siulan, tindakan tidak senonoh), rayuan seks badani dan serangan seks. Sementara tindakan dalam bentuk verbal yang berupa ucapan yang mana pernyataan-pernyataan yang berbentuk penghinaan, lelucon yang bersifat cabul, julukan hingga rayuan seks yang menyinggung perasaan serta merendahkan (Ferlita, 2008) Perbuatan yang melecehkan ini dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti didalam kendaraan umum, tempat kerja, kampus/sekolah, atau di pusat kegitan publik lainya seperti mall. Jika dilihat secara umum para korban adalah kaum perempuan, namun hal ini tidak berarti bahwa kaum pria kebal (tidak pernah mengalami) terhadap pelecehan seksual. Para remaja yang melakukan pelecehan pada teman sebaya, tidak memiliki kemampuan dalam mengontol perilaku dan memiliki standar perilaku sendiri. Berkembanganya perilaku ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh budaya, dimana posisi perempaun dalam budaya indonesia dipandang lebih rendah dari pada laki-laki (Nurudin 2010). Anggapan bahwa tindakan tersebut dianggap remeh oleh masyarakat menjadikan perilaku tersebut menjadi lazim dan umum terjadi, padahal pelecehan ini menyebakan terganggunya perkembangan dan berdampak psikologis bagi korban. Pada diri korban akan melahirkan trauma yang menciptakan sikap tidak percaya diri, marah, benci serta menarik diri dari lingkungan, sebagai akibat dari kenangan buruk yang pernah dialami dan ini dapat berlanjut hingga usia dewasa (Chiodo,Wolfe, Crooks, Hughes, & Jaffe, 2009) . Sebagai sebuah tindakan yang menganggu dan meurunkan martabat dan harga diri korban, ketidakmampuan asertif sering berperan terhadap terjadinya pelecehan yang tidak diinginkan. Studi mengenai pengaruh teman pada kebiasaan merokok, mengunakan obat terlarang, pelecehan, dan hubungan seksual berkaitan dengan asertifitas dari remaja yang bersangkutan (Utamadi 2010). Perilaku asertif merupakan perilaku yang penting untuk mewujudkan pribadi yang sehat, dengan asertif individu dapat mengurangi atau menghilangkan kecemasan dan meningkatkan rasa hormat serta harga diri (Khan. 2012) Tidak mudah bagi remaja untuk mampu menolak atau menyampaikan ketidak sukaannya, sebab asertif merupakan sebuah bentuk perilaku bukan sebuah sifat yang tertanam dalam diri seorang individu sejak lahir. Asertif secara umum dapat dipelajari artinya, semua orang dapat memunculkan perilaku asertif sebagai reaksi terhadap situasi sosial dalam kebidupanya. Individu dengan asertif tinggi akan menggunakan mekanisme pertahanan diri yang efektif dan adaptif ini, sementara individu dengan asertif rendah akan lebih pasif dan lebih mudah cemas (wijaya 1998) Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku remaja yang melakukan pelecehan adalah bentuk perilaku yang mengarah pada perendahan diri korban secara seksual, bagi para korban ini merupakan sebuah tindakan yang sangat mengganggu yang merendahkan martabat dan harga diri. Ketidakberdayaan remaja menghadapi pelecehan seksual nampak dari sikap dan tindakan yang dilakukan pada saat remaja tersebut mengalami mengalami pelecehan. Cara yang paling umum ditempuh oleh korban adalah dengan diam atau menceritakan kepada teman terkait apa yang telah dialami. Sikap pasif ini telah terbangun dalam pola pikiran bahwa ini sebagai sebuah perilaku yang lazim dilakukan oleh teman sebaya. Berangkat dari pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai permasalahan sosial dimana Pelecehan seksual terjadi karena ketidaktahuan remaja terhadap bentuk pelecehan seksual dan lemahnya dan belum terbentuknya perilaku asertif dalam diri remaja yang menyebabkan tingkat laporan pelecehan seksual dalam masyarakat cenderung meningkat. Karena remaja tengah dalam proses perkembangan, dan cenderung untuk sering melakukan interaksi dan komunikasi dengan kelompok sebayanya, ataupun individu lain yang lebih dewasa. Dalam proses interaksi dan komunikasi ini kerap terjadi pelecehan seksual bahkan menjadi pelaku karena ketidaktahuan terhadap pelecehan seksual. BAB II RUMUSAN MASALAH A. Perumusan Masalah Hingga saat ini laporan terkait dengan pelecehan seksual semakin meningkat, meskipun telah banyak kasus yang diproses secara hukum. Perlu diketahui bahwa secara spesifik masih banyak anggota masyarakat yang tidak mengetahui apa yang dilakukan telah mengarah pada tindakan pelecehan seksual, termasuk remaja. Tindakan menyimpang ini telah mengakibatkan korban mengalami gangguan secara psikologis yang dapat menggangu aktivitas kegiatan belajar dan sosial, karena merasa direndahkan martabat dan harga dirinya. Dengan latar belakang diatas dapat diambil sebuah rumusan permasalahan yang dihadapi oleh remaja yakni tindakan pelecehan seksual. Dimana tindakan ini merupakan manifestasi ketidakadilan terkait dengan perbendaan gender dan bukan hanya masalah individu dan tindakan kekerasan terhadap perempaun semata, tetapi juga terkait dengan perilaku yang besumber pada nilai, sosial dan budaya. Dalam penelitian ini ingin mengidentifikasi pengetahuan terkait dengan pelecehan seksual yang dilakukan oleh remaja dan kemampuan asertif remaja di Kota Banda Aceh dan hubungannya dengan asertif remaja. B. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada remaja di Banda Aceh BAB III. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang menentukan sikap individu. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Ancok (dalam Selvyani, 2008) yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam pembentukan sikap dan apakah sikap itu positif atau negatif juga tergantung cara individu mendapatkan pengetahuan, mengolah dan menerjemahkannya berdasarkan kebenaran dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Bloom (dalam Azwar, 2003) mengemukakan sebuah teori yang dikenal dengan taksonomi Bloom. Taksonomi ini secara luas mencakup sistem klasifikasi tujuan pendidikan dalam tiga kawasan yaitu kawasan kognitif, afektif dan psikomotor. Kawasan afektif merupakan kawasan yang berhubungan dengan minat dan sikap, kawasan kognitif berisikan mengenai aspek intelektual atau fungsi fikir, dan kawasan psikomotor. Mengacu pada Taksonomi Bloom dalam (Azwar,2003) taraf kompetensi memiliki beberapa tingkatan, yaitu 1. pengetahuan (knowledge), mampu mengingat informasi yang telah diterima sebelumnya, fakta, terminologi rumus dll 2. Pemahamana (comprehension), kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan /informasi yg telah diterima, menyebutkan sendiri tentang pengetahuan dan kata sendiri 3. Penerapan (application), kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi yang telah dipelajari dalam situasi atau sebuah kontek (pengembangan) 4. Analisa (analysis), kemampuan untuk mengidentifikasi, membedakan komponen/ elemen suatu fakta (pengaruh, bagian yang berbeda) 5. Sintesis, (synthesis), mengkombinasikan bagian atau elemen kedalam kesatua atau struktur yang lebih besar (menciptakan, mendesain, formulasi) dan 6. Evaluasi, (evaluation), membuat penilaian dan keputusan tentang suatu gagasan, metode atau produk dengan menggunakan kriteria tertentu Taraf kompetensi paling dasar merupakan knowledge yaitu pengetahuan yang pada dasarnya dapat ditunjukkan oleh individu dengan menjawab pertanyaan yang menanyakan tentang fakta umum, istilah, prinsip, dan klasifikasi. Knowledge atau pengetahuan merupakan area kognitif terpenting. Pengetahuan menurut Bloom (dalam Azwar, 2003) adalah proses kognitif untuk mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari. Sebagai pengukur bahwa individu tahu tentang apa yg dipelajari antara lain dengan kata kerja mengenali, mendeskripsikan, menamakan, menguraikan, dan mencocokkan segala yang bersangkutan dengan materi tersebut.Berdasarkan pendapat Bloom (dalam Azwar, 2003) yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah proses kognitif untuk mengingat kembali materi yang telah dipelajari dan diukur dengan menggunakan skala yang mengacu pada kata kerja mengenali, mendeskripsikan, menamakan, menguraikan, dan mencocokkan sebagai acuan. B. Definisi Pelecehan Pelecehan adalah setiap perilaku berdasarkan usia, keterbatasan, status, kondisi rumah tangga, jenis kelamin, orientasi seksual, perubahan jender, ras, warna kulit, bahasa, agama, aliran politik, serikat pekerja atau opini lainnya atau kepercayaan, bangsa atau latar belakang sosial, hubungan dengan minoritas, hak milik, kelahiran atau status lainnya yang tidak mendapatkan balasan setimpal atau tidak dikehendaki yang mempengaruhi harga diri pria dan wanita (Thomas. 2008). Pelecehan diasosiakan sebagai peningkatan resiko kecemasan, depresi yang mengganggu rasa percaya diri dan kesejahtran psikologis individu (Houle, Staff, Mortimer, Uggen dan Blackstone, 2011) C. Definisi Pelecehan Seksual Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri individu yang menjadi korban pelecehan tersebut (Berdahl, 2007) Pelecehan seksual menghadirkan godaan seksual atapun perilaku yang terkait dengan jenis kelamin yang tidak dikehendaki oleh penerima karena mengancam diri (Street, Stafford, Mahan dan Hendricks, 2008) Godan seksual yang tidak disukai dapat berupa sebuah cakupan lisan atau sentuhan fisik seksual yang tidak layak serta bertentangan dengan nilai atau norma personal atau pekerjaan yang dapat menciptakan perasaan takut atau tidak aman (Uggen dan Blackstone 2012). Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di bus, pabrik, supermarket, bioskop, kantor, hotel, trotoar, baik siang maupun malam. Pelecehan seksual di tempat kerja seringkali disertai dengan janji imbalan pekerjaan atau kenaikan jabatan. Bahkan bisa disertai ancaman, baik secara terang-terangan. D. Bentuk Pelecehan Seksual Pelecehan seksual dapat mengambil berbagai bentuk. Pada umumnya, ada lima bentuk pelecehan seksual (Ismail, Chee, dan Bee, 2007), yaitu sebagai berikut : 1. Pelecehan fisik termasuk sentuhan yang tidak diinginkan dengan kecendrungan seksual seperti mencium, menepuk, mencubit, melirik, dan mendelik dengan penuh hawa nafsu. 2. Pelecehan verbal termasuk komentar-komentar yang tidak diinginkan tentang kehidupan pribadi seseorang, anggota tubuh atau penampilannya, lelucon dan komentar menyiratkan sesuatu yang bersifat seksual. yang 3. Pelecehan dengan bahasa tubuh termasuk bahasa tubuh yang menjurus kepada sesuatu yang bersifat seksual dan/atau gerak-geriknya, kedipan mata yang berulangulang, menjilat bibir dan gerak-gerik lain dengan menggunakan jari-jemari. 4. Pelecehan yang bersifat tertulis atau grafis termasuk pemaparan barang-barang pornografi, gambar-gambar eksplisit yang bersifat seksual, gambar pelindung layar komputer atau poster dan pelecehan melalui e-mail dan sarana komunikasi elektronik lainnya. 5. Pelecehan psikologis/emosional yang termasuk di antaranya permintaan yang terus menerus dan tidak diinginkan, undangan yang tidak diinginkan untuk pergi berkencan, hinaan-hinaan, ejekan-ejekan dan sindiran-sindiran yang berkonotasi seksual. E. Pengertian Pengetahuan Pelecehan Seksual Pengertian pengetahuan pelecehan seksual adalah proses kognitif untuk mengingat kembali mengenai bentuk pelecehan seksual yang telah dipelajari dan diukur dengan proses mengenali, mendeskripsikan, menamakan, menguraikan, dan mencocokkan bentuk pelecehan yang dilakukan oleh individu dan lokasi dimana bentuk pelecehan seksual dapat terjadi F. Pengertian Asertif Asertivitas cara yang digunakan seseorang dalam mengekspresikan emosi, perasaan, dan hak personal, serta adanya komunikasi langsung, wajar, jujur, tanpa perasaan cemas dan dapat diterima orang lain. Untuk mendapatkan data tentang (widjaja dan Wulan. 1998) Asertif dapat diartikan sebagai ketegasan atau penekanan terhadap perasaan, keinginan dan pemikiran kepada orang lain dalam kontek pribadi. Definisi asertif adalah perilaku tegas yang digunakan sebagai suatu penekanan atas hak/ kebenaran individu yang memungkinkan kita untuk bertindak sesuai minat dan kepercayaa kita sendiri dengan tidak melanggar hak orang lain (Eskin.2003) Asertif adalah perilaku ketegasan atau penolakan (Ames, 2008), asertif adalah perilaku interpersonal yang menampilkan secara langsung ekpresi atau perasaan tanpa penyimpangan kognitif dan ketakutan baik secara verbal atau non verbal guna mempertahankan haknya dengan tetap menghormati orang lain (Miquelsanz, Martin, Martinez, 2012). Asertif mencerminkan ketegasan, perasaan asli mereka yang diyakini benar, dan menolak permintaan yang tidak memiliki kejelasan (Chimezie, Ogbuinya & Omeje, 2013). Abbassi Singh 2006 menyebutkan tiga hal yang dapat menjelaskan secara singkat terkait dengan asertif yaitu: 1. Keberanian (Courage) Keberanian menjadi aspek penting dalam perilaku asertif, dimana merefleksikan karakter pribadi seperti kepercayaan diri, tekun, tidak mudah tunduk bekerja keras dan dapat menentukan apa yang menjadi keinginan. Mereka dengan keberanian ini memiliki prinsip serta berani menanggung resiko dari setiap perbuatan karena mereka bertanggung jawab atas dirinya. 2. Apa adanya (Authenticity) Merupakan sikap asertif dimana seorang individu spontan, dan berterus terang, dimana orang dalam hubunganya dengan orang lain menunjukan perilaku yang tidak jujur, penuh manipulatif, menghakimi, penuh rahasia dan memilih menghindar dari pada menghadapi kenyataan. 3. Otonomi/ kebebasan (Autonomy) Mereka dengan sikap otonomi lebih mampu membuat keputusan, terbuka, toleransi dan memiliki kemampuan mengatur diri (self regulation). Otonomi memberikan kemampuan pada individu untuk berfikir mandiri terkait sebuah situasi dimana dapat menentukan pilihan dengan lebih jelas tanpa bergantung pada orang lain. Tanpa otonomi dan locus of control, individu tidak dapat memiliki kemampuan untuk asertif, karena otonomi merupakan bagian dari kebutuhan manusia serta memaikan peran dan menjadikan seorang individu menjadi manusia yang utuh. Karakteristik Asertif menurut Myers dan Myer (1992) karakteristik individu yang asertif adalah 1. Karekater pertama, Individu merasa bebas untuk mengekspresikan dirinya dan mengungkapkan perasaaanya 2. Karekater kedua, Individu mampu berkomunikasi dengan berbagai kalangan, seperti orang asing, keluarga, teman dan dalam komunikasi yang terbuka, langsung, jujur dan sesuai dengan situasi 3. Karekater ketiga, Individu memiliki orientasi aktif; mampu bertanggung jawab dengan keadaan maupun situasi dan mencari pengalaman baru 4. Karekater keempat, Individu bertindak dalam cara yang menunjukan bahwa individu tersbut menghargai dirinya, menerima keterbatasan diri sendiri, tetap berusaha untuk mendapatkan keinginan atau cita-citanya. G. Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata benda: adolescentia) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja (adolescence) merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa (Agustiani, 2006). Definisi remaja menurut WHO (Sarwono, 2002) adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, kemudian mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosio-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Santrock (2007) mendefinisikan masa remaja sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Batasan usia remaja di mulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada sekitar usia 18 hingga 22 tahun. Papalia & Olds (2008) mengatakan pada rentang kehidupan manusia, perjalanan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa ditandai oleh periode transisional panjang yang dikenal dengan masa remaja. 1. Beberapa Tugas Remaja Tugas pokok remaja adalah mempersiapkan diri memasuki masa dewasa. Beberapa tugas perkembangan remaja (Harlock, 1993) adalah a. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa. Menerima peran seks dewasa yang diakui masyarakat tidak mempunyai banyak kesulitan bagi anak laki-laki, mereka telah didorong dan diarahkan sejak awal masa kanak-kanak. Tetapi berbeda halnya bagi anak perempuan, sebagai anak mereka diperbolehkan bahkan didorong untuk memainkan peran sederajat sehingga usaha untuk mempelajari peran feminin dewasa yang diakui masyarakat dan menerima peran tersebut seringkali memerlukan penyesuaian diri dalam waktu yang lama. b. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berjenis kelamin. Karena adanya pertentangan dengan lawan jenis yang seringkali berkembang selama akhir masa kanak-kanak dan masa puber, maka mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis berarti harus memulai dari nol dengan tujuan untuk mengetahui hal ihwal lawan jenis dan bagaimana harus bergaul dengan mereka. Sedangkan pengembangan hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya sesama jenis juga tidak mudah. c. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan luar. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab. Sebagian besar remaja ingin diterima oleh teman-teman sebaya, tetapi hal ini seringkali diperoleh dengan perilaku yang oleh orang dewasa anggap tidak bertanggung jawab. BAB IV. TUJUAN PENELITIAN Pada umumnya kegiatan penelitian didasarkan pada serangkaian tujuan yang ingin dicapai, demikian juga dengan penelitian ini. Adapaun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui hubungan antara pengetahuan terhadap pelecehan seksual dengan pereilaku asertif pada remaja. 2. Mengetahui pengetahuan subjek terhadap pelecehan seksual 3. Mengetahui perilaku asertif pada subjek BAB V. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional study yaitu suatu cara pengumpulan data melalui pemberian angket dan pengukuran variabel yang dilakukan sekaligus pada suatu saat (Notoadmodjo, 2005). B. Teknik Pengambilan Sampel Populasi adalah keseluruhan subjek yang mempunyai karakteristik tertentu yang sesuai dengan penelitian (Nazir, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah remaja di Banda Aceh. Herdiansyah (2011) menjelaskan bahwa teknik pengambilan sampel dikenal dengan istilah sampling atau teknik sampling. Pemilihan teknik-teknik tertentu disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kepentingan dari penelitian yang dilakukan, seperti: terbatasnya waktu penelitian, pertimbangan biaya, keterbatasan sumber daya manusia serta beberapa alasan efisiensi lainnya. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probabilitas yaitu convenience sampling. Menurut Kriyantono (2007) convenience sampling adalah pemilihan sampel berdasarkan kemudahan data yang dimiliki oleh populasi, peneliti bebas memilih siapa saja anggota populasi yang mempunyai data berlimpah dan mudah diperoleh peneliti. Convenience sampling adalah sampel berdasarkan kemudahan, metode ini dapat memilih dari elemen populasi yang datanya berlimpah dan mudah diperoleh oleh peneliti. Artinya, elemen populasi yang dipilih sebagai sampel tersebut tidak terbatas sehingga peneliti memiliki kebebasan untuk memilih sampel yang paling cepat, mudah dan murah (Ruslan, 2004). Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 200 subjek. Adapun kriteria subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Remaja berusia 15-20 tahun 2. Berjenis kelamin perempuan 3. Bersedia menjadi responden C. Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yaitu menggunakan skala psikologi. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Asertif dan Skala pengetahuan terhadap pelecehan seksual. Data dikumpulkan dengan meminta subjek untuk membaca informed consent, mengisi identitas, membaca petunjuk pengisian, serta mengisi Skala Asertif dan Skala pengetahuan terhadap pelecehan seksual. Skala Asertif dalam penelitian menggunakan karakteristik menurut Myer dan Myer (1992), aitem skala asertif disusun sendiri oleh peneliti dengan jumlah aitem sebanyak 24 butir pertanyaan. Skala penelitian pengetahuan pelecehan seksual menggunakan tujuan pendidikan kawasan kognitif dari Azwar 2003 (dalam Bloom 1956), dengan 24 butir pertanyaan. Data dikumpulkan dengan meminta subjek untuk membaca informed consent, mengisi identitas, membaca petunjuk pengisian, serta mengisi Skala Komunikasi Ibu-Anak dan Skala Sikap terhadap Perilaku Seksual Pranikah. 1. Skala Asertif Skala Asertif menggunakan karakteristik Myers dan Myers (1992) yang terbagi menjadi 4 (empat) karakteristik. Rancangan butir pernyataan untuk Skala asertif dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Blue Print Skala Asertif untuk Uji Coba Aspek Karakteristik 1 Karakteristik 2 Karakteristik 3 Karakteristik 4 Jumlah Aitem Fav 24, 4, 18 9, 16, 1 12, 19, 6 13, 22, 7 12 Unfav 2, 21, 10 5,15,3 8, 23, 11 17, 14, 20 12 Jumlah Pernyataan 6 6 6 6 24 Setiap pernyataan dalam skala Asertif masing-masing terdiri dari pernyataan yang bersifat favorabel dan unfavorabel. Setiap pernyataan memiliki empat alternatif jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Sistem penilaian menggunakan skala Likert yang bergerak dari nilai satu sampai empat tergantung pada sifat pernyataan. Pernyataan bersifat favorabel mendapatkan skor 4 untuk respon SS, 3 untuk respon S. 2 untuk respon TS, dan 1 untuk respon STS. Sebaliknya, untuk pernyataan unfavorabel skor 4 untuk respon STS, 3 untuk respon TS, 2 untuk respon S, dan 1 untuk respon SS. 2. Skala Pengetahuan Pelecehan Seksual Skala pengetahuan seksual disusun oleh peneliti berdasarkan menggunakan tujuan pendidikan kawasan kognitif dari Azwar 2003 (dalam Bloom et al.1956). Aspek-aspek tersebut terdiri dari knowledge, comprehension, application, analysis, synthesis dan evaluation. Rancangan butir pernyataan untuk Skala Pengetahuan Pelecehan Seksual dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Blue Print Skala pengetahuan seksual untuk Uji Coba Aspek Pengetahuan Pemahaman penerapan Analisa Sintesis Evaluasi Total Aitem Favorabel 7, 13, 1,19 2, 8, 14, 20 21, 9, 15, 3 22, 10, 4, 16 17, 5, 23, 11 12, 6, 24, 18 Jumlah Pernyataan 4 4 4 4 4 4 24 Setiap pernyataan dalam skala pengetahuan seksual masing-masing terdiri dari pernyataan yang bersifat favorabel. Setiap pernyataan memiliki empat alternatif jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Sistem penilaian menggunakan skala Likert yang bergerak dari nilai satu sampai empat. Pernyataan bersifat favorabel mendapatkan skor 4 untuk respon SS, 3 untuk respon S. 2 untuk respon TS, dan 1 untuk respon STS. D. Metode Analisis Data Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi product moment. Sebelum data-data yang terkumpul dianalisa, ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu: 1. Uji Validitas dan Reliabilitas Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konten atau validitas isi yang merupakan validitas yang dilakukan melalui pengujian terhadap isi tes lewat penilaian yang dilakukan oleh profesional. Reliabilitas skala diuji dengan menggunakan cronbach’s alpha coefficient (Azwar, 2009). 2. Uji Normalitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik onesample Kolmogorov Smirnov. Kaidah yang dipakai dalam uji normalitas adalah apabila signifikansi lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka sebaran data penelitian dapat dikatakan normal (Priyatno, 2011). 3. Uji Linieritas. Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel secara signifikan mempunyai hubungan yang linier atau tidak. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linier apabila nilai signifikansi pada linearity kurang atau lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) (Priyatno, 2011). Setelah uji validitas, uji reliabilitas, uji normalitas, dan uji linearitas dilakukan kemudian dilakukan uji korelasi. Seluruh pengolahan data menggunakan bantuan statistical product and service solution (SPSS) versi 18. BAB VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah Penelitian 1. Profil Kota Banda Aceh Kota Banda Aceh merupakan ibukota Provinsi Aceh. Banda Aceh disahkan menjadi ibukota Provinsi Aceh pada tahun 1963 berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah pada tanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43. Saat ini Banda Aceh telah berusia 808 tahun (tahun 2013 M). Keberadaan wilayah geografis Kota Banda Aceh terletak antara 05 16' 15" - 05 36' 16" Lintang Utara dan 95 16' 15" - 95 22' 35" Bujur Timur dengan tinggi rata-rata 0,80 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah administratif Kota Banda Aceh sebesar 61.359 Ha atau kisaran 61,36 Km2. Kota Banda Aceh terdiri dari 9 Kecamatan, yaitu Kecamatan Baiturrahman, Kecamatan Banda Raya, Kecamatan Jaya Baru, Kecamatan Kuta Alam, Kecamatan Kuta Raja, Kecamatan Lueng Bata, Kecamatan Meuraksa, Kecamatan Syiah Kuala, dan Kecamatan Ulee Kareng, dengan jumlah desa sebanyak 90 desa dan total jumlah penduduk sebanyak 259.169 jiwa. Adapun visi kota Banda Aceh yaitu: Banda Aceh model kota madani. Sedangkan misi pemerintah kota Banda Aceh adalah: 1) Meningkatkan kualitas pengamalan agama menuju pelaksanaan syariat Islam secara kaffah, 2) Memperkuat tata kelola pemerintah yang baik, 3) Memperkuat ekonomi kerakyatan, 4) Menumbuhkan masyarakat yang berintelektualitas sehat dan sejahtera, 5) Melanjutkan pembangunan infrastruktur pariwisata yang Islami, 6) Meningkatkan partisipasi perempuan dalam ranah publik dan perlindungan anak, 7) Meningkatkan peran generasi muda sebagai kekuatan pembangunan kota. Perkembangan teknologi saat ini secara tidak langsung berpengaruh besar terhadap perilaku remaja Aceh pada umumnya dan Banda Aceh khususnya. Kehidupan remaja Banda Aceh saat ini sudah banyak mengalami pergeseran, remaja saat ini banyak yang beraktifitas di malam hari, berkumpul di tempat diwarung kopi, cafe-cafe, dan tempat-tempat yang mereka anggap tempat berkumpul “gaul”. Acara televisi yang menyajikan percintaan remaja reality show dan sinetron membuat pergeseran perilaku remaja antara laki-laki dan perempuan yang berpengaruh pada hadap gaya hidup termasuk mengadopsi cara berpacaran yang sangat bebas (Bustaman, 2012). B. Hasil Penelitian 1. Persiapan alat ukur dan pengukuran Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala pengetahuan pelecehan seksualdan Skala asertif. Pelaksanaan pengumpulan data dimulai dengan uji Tryout ke dua kuesionair yang dimulai tanggal 5 – 12 Oktober 2015, ini dilakukan menguji validitas dan reliabilitas pernyataan yang terdapat dalam kedua skala. 2. Uji daya beda Hasil uji coba 24 aitem pernyataan Skala penegetahuan pelecehan seksual kepada 40 orang responden menunjukkan nilai cronbach’s alpha 0.858, Pada penelitian ini digunakan batasan rix ≥ 0,300 (Azwar, 2009) untuk pernyataan yang akan digunakan pada penelitian sehingga dari 24 pernyataan terdapat 3 pernyataan yang dinyatakan gugur karena memiliki nilai koefisien korelasi aitem total (rix) dibawah 0,300. Berdasarkan hasil tersebut jumlah pernyataan yang dapat digunakan untuk pengambilan data penelitian adalah sebanyak 21 pernyataan, dimana pertanyaan yang gugur adalah pernyataan no 1, 2 dan 20. Setelah dikeluarkan pernyataan yang gugur maka no aitem penelitian dilakukan penomoran kembali no urut aitem, terlihat pada tabel. Tabel 3 Blue Print Skala pengetahuan seksual Aspek Pengetahuan Pemahaman penerapan Analisa Sintesis Evaluasi Total Aitem Favorabel 7, 12, 6 11, 5 21, 16, 10, 4 20, 15, 9, 3 19, 14, 8, 2 18, 13, 7, 1 21 Jumlah Pernyataan 3 2 4 4 4 4 21 Hasil uji coba 24 aitem pernyataan Skala asertif kepada 40 orang responden menunjukkan nilai cronbach’s alpha 0.811, Pada penelitian ini digunakan batasan rix ≥ 0, 250 (Azwar, 2009) untuk pernyataan yang akan digunakan pada penelitian sehingga dari 24 pernyataan terdapat 6 pernyataan yang dinyatakan gugur karena memiliki nilai koefisien korelasi aitem total (rix) dibawah 0,250. Berdasarkan hasil tersebut jumlah pernyataan yang dapat digunakan untuk pengambilan data penelitian adalah sebanyak 18 pernyataan, dimana pertanyaan yang gugur adalah pernyataan no 1, 6, 11, 16, 19 dan 20. Setelah dikeluarkan pernyataan yang gugur maka no aitem penelitian dilakukan penomoran kembali no urut aitem, terlihat pada tabel 4. Tabel 4 Blue Print Skala Asertif Aspek Karakteristik 1 Karakteristik 2 Karakteristik 3 Karakteristik 4 Jumlah Aitem Fav 16, 10, 4 3 2 15, 9, 1 8 Unfav 18,14, 8 17,13,7 12, 6 11, 5 10 Jumlah Pernyataan 6 4 3 5 18 4. Uji Asumsi Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara kedua variabel yaitu pengetahuan pelecehan seksual dengan asertif pada remaja di Banda Aceh. Ada beberapa persyaratan untuk melakukan uji hubungan antara kedua variabel yaitu dengan melakukan uji normalitas dan uji linearitas. 5. Uji normalitas Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik One Sample Kolmogorov-Smirnov (K-S-Z). Data dinyatakan berdistribusi normal apabila signifikansi lebis besar dari 0,05 (p>0,05), dimana nantinya data tersebut akan dianalisis secara statistik parametrik. Berdasarkan uji normalitas yang dilakukan pada 200 subjek penelitian pada variabel pengetahuan seksual memiliki sebaran yang normal (K-S-Z = 0, 444, dengan p>0,05), dan pada variabel sikap terhadap perilaku seksual pranikah juga memiliki sebaran normal (K-S-Z = 0,064, dengan p>0,05). 6. Uji linearitas Berdasarkan uji linearitas terhadap kedua variabel, diperoleh hasil signifikansi pada linearity sebesar 0,000, signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa data skala pengetahuan pelecehan seksual dan data skala asertif memiliki hubungan yang linear. 7. Uji Hipotesis Setelah melakukan uji normalitas dan linearitas, selanjutnya dilakukan analisis data untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan teknik pearson product moment guna menguji hubungan antara pengetahuan terhadap pelecehan seksual dengan asertif pada remaja di Banda Aceh . Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini terdapat pengetahuan terhadap pelecehan seksual dengan asertif pada remaja di Banda Aceh. Hipotesis diterima apabila signifikansi kurang dari 0,01 (p<0,01). Nilai signifikansi yang didapatkan dari hasil analisis korelasi Pearson yaitu sebesar 0,000, (p<0,01), maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima. Analisis korelasi Pearson menunjukkan hasil korelasi sebesar r = 0,262 dengan tingkat signifikansi p= 0,000 (p<0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara kedua variabel. Artinya, semakin efektif pengetahuan terhadap pelecehan seksual maka akan semakin nampak sikap asertif remaja terhadap perilaku yang melecehkan, begitu juga sebaliknya semakin rendah pengetahuan terhadap pelecehan seksual maka remaja menjadi tidak asertif dan remaja putri tersebut tidak akan menyadari bahwa perilaku yang diterima adalah perilaku seksual seksual. Penelitian ini dalam juga menghasilkan katagorisasi tingkat pengetahuan terhadap pelecehan seksual, tingkat asertif remaja, sumber pengetahuan sampel terhadap pelecehan seksual dan usia responden. Tabel 5 Katagori tingkat pengetahuan terhadap pelecehan seksual No Katagorisai Jumlah Persentase 1 Tinggi 198 99 2 Sedang 1 1 3 Rendah 0 0 Total 200 100 Persentase yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi terhadap pelecehan seksual sebanyak 198 orang atau 99%. Persentase ini berselisih jauh dengan dengan katagori sedang dan rendah, atinya responden sudah mengetahui perilaku yang terkait dengan pelecehan seksual dimana hasil ini memiliki korelasi yang positif dari uji korelasi dimana pengetahuan yang baik terhadap perilaku pelecehan seksual memiliki hubungan dengan tingkat asertifitas yang tinggi pula. Tabel 6 Katagorisasi tingkat asertifitas remaja No Katagorisai Jumlah Persentase 1 Tinggi 125 65,5 2 Sedang 75 37,5 3 Rendah 0 0 Total 200 100 Persentase responden dalam katagori asertif sama halnya dengan pengetahuan terhadap pelecehan seksual, dimana sebanyak 125 orang atau 69,5% responden berada pada katagori tinggi. Artinya Individu dengan asertivitas tinggi mempunyai rasa bertanggung jawab dan konsekuen untuk melaksanakan keputusannya sendiri, bebas untuk mengemukakan berbagai keinginan, pendapat, gagasan, dan perasaan secara terbuka sambil tetap memperhatikan juga pendapat orang lain. Persentase sedang memiliki selisih yang cukup signifikan dengan katagori sedang yang hanya 74 atau 37 %. Ini menunjukan bahwa responden dapat mengungkapkan apa dan perasaanya terhadap perilaku yang diterima dengan kemampuan asertif remaja sudah dapat mencegah dirinya dari perbuatan dan perkataan yang mengandung unsur pelecehan. Dan hasil ini menunjukan semakin asertif seseorang maka orang tersebut memiliki pengetahuan terhadap perilaku yang terkait dengan pelecehan seksual. Data demografi responden Tabel 7 Sumber pengetahuan responden terhadap pelecehan seksual No Sumber informasi 1 2 3 4 5 Televisi Radio Media masa Tidak tahu Televisi media masa Jumlah Persentase 69 61 42 19 5 34,5 30,5 21 9,5 2.5 6 Televisi, media masa radio 4 200 2 100 Persentase sumber pengetahun responden terhadap pelecehan seksual diperoleh melalui televisi sebanyak 69 responden atau 34,5%, radio sebanyak 61 responden atau 30,5% dan media masa dijawab oleh 42 responden atau 21% serta sisanya informasi yang dijawab oleh responden gabungan dari beberapa sumber informasi. tabel 8 Usia responden No 1 2 3 4 5 Usia responden Jumlah Persentase 20 19 18 17 16 118 42 24 15 1 200 59 21 12 7,5 0.5 100 Persentase usia responden dalam penelitian ini diketahui usia 20 tahun sebanyak 118 responden atau 59%, usia 19 tahun sebanyak 42 responden atau 21%, usia 18 tahun sebanyak 24 responden atau 12%, usia 17 tahun sebanyak 15 responden atau 7,5%, dan usia 16 tahun sebanyak 1 responden atau 0,5%. Pemilihan usia ini sudah adalah rentang usia remaja dan menjadi karakteristik responden. C. Pembahasan Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan terhadap pelecehan seksual dengan asertif pada remaja Banda Aceh. Artinya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh remaja putri terhadap pelecehan seksual menjadikan remaja lebih asertif, Sehingga ketika remaja yang asertif akan memungkin untuk mengkomunikasikan perasaan, pikiran dan kebutuhan lainya secara langsung terhadap perkataan dan perbuatan orang lain yang diterimanya dengan jujur serta berani berkata “tidak” Ancok & Suroso (1995) menyatkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam pembentukan sikap, baik sikap itu positif atau negatif juga tergantung cara individu mendapatkan pengetahuan, mengolah dan menerjemahkannya berdasarkan kebenaran dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan dapat dipengaruhi oleh pendidikan, dimana individu memiliki kemampaun untuk menerima hal-hal baru dan mampu menyesuaikan diri Notoadmojo (2006). Tingkat pendidikan responden yang rata-rata berada pada Sekolah Menegah Atas (SMA) mereka telah mampu menerima dan mengolah informasi, hal ini Informasi sebagai pembentuk pengetahuan seseorang. dengan pengetahuan yang dimiliki oleh remaja putri dapat digunakan untuk mengubah dan megarahkan perilaku seorang sesuai dengan apa yang diinginkan serta mampu membantu seseorang dalam mengatasi sejumlah masalah yang dihadapi dan membuat seseorang lebih siap menghadapi situasi yang mengarah pada pelecehan seksual (Helmi dan Paramastri, 1998). Sikap dibentuk berdasarkan perasaan, pemikiran, pengetahuan, keyakinan, pengalaman masa serta tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi dari berbagai media Sarwono (2003). Dalam penelitain ini ditemukan pengetahua terhadap pelecehan seksual diperoleh melalui media televisi dan media masa, media ini menyajikan berbagai informasi dan sebagai forum yang menyajikan banyak hal yang terjadi di masyarakat (Sriyanto,Abdulkarim, Zainul, Maryani 2014). Dalam teori Bandura pengetahuan merupakan proses belajar yang dapat mempengaruhi seseorang dimana sarananya dapat berupa keluarga, masyarakat dan media masa yang sangat efektif sebagai model perilaku yag terus berulang dan menjadi faktor penguat (Myers 2012). Media masa memiliki peran besar dalam mentranformasi sebuah nilai dan memiliki efek yang kuat dalam membentuk sebuah pemahaman dan pengetahuan. Perubahan dapat terjadi pada aspek kognitif afektif dan perilaku setelah remaja mendapatkan pengetahuan dimana pandangan terhadap sebuah masalah memiliki keterkaitan dengan perilaku dalam hal ini perilaku asertif pada remaja Sriyanto,Abdulkarim, Zainul, Maryani (2014). Perilaku asertif bukan bawaan ataupun muncul secara kebetulan pada tahap perkembangan individu, namun merupakan pola-pola yang dipelajari (pengetahuan) sebagai reaksi terhadap situasi sosial dalam kehidupannya, dimana orang yang asertif memberikan penghargaan pada diri yang tinggi (Jaya dan Suratmi, 2014) Asertivitas merupakan suatu potensi untuk menyatakan diri secara terus terang tanpa adanya kecemasan atas reaksi orang lain, dengan asertif remaja dapat menunjukan kesetaraaan dalam hubungan manusia yang memungkinkan setiap individu untuk bertindak menurut kepentinganya sendiri, membela diri tanpa kecemasan dan menerapkan hak-hak pribadi dengan berkata tidak dengan tegas. Setiono & Pramadi (2005) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi Asertifitas adalah jenis kelamin, faktor jenis kelamin memjadikan wanita tidak asertif, dimana pendidikan tradisional menuntut wanita untuk lebih menurut dan tidak diperkenankan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan jika dibandingkan dengan laki-laki. Akan tetapi perilaku asertif menjadi sangat penting pada remaja, apa bila remaja tidak memiliki keterampilan untuk berperilaku asertif atau bahkan tidak dapat berperilaku asertif, maka disadari atau tidak disadari remaja tersebut telah kehilangan hah-haknya secara pribadi bahkan penghargaan terhadap dirinya karena tidak menjadi individu yang bebas dan akan selalu berada dibawah kekuasaan orang lain (Pratiwi,2015) BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum remaja di Banda Aceh memiliki pengetahuan terhadap pelecehan seksual bentuk dan dan dampaknya bagi remaja. Informasi sebagai dasar dari pengetahuan remaja pada pelecehan seskual didapat dari media informasi televisi dan radio. Dari pengetahuan yang dimiliki oleh remaja terdapat hubungan dengan Asertifitas dan sikap ini tperlu terus di tingkatkan mengingat dalam pergaulan remaja saat ini sudah sangat mengkhawartirkan dan tanpa batas serta pada usia ini pengaruh teman sangat dominan, sehingga pertimbangan kehilangan teman lebih besar dari pada menampilkan sikap aseertif. B. Saran Siapa saja dapat menjadi korban pelecehan seksual baik itu bentuknya perilaku atau perkataaan, dibutuhkan sebuah upaya untuk mencegah mulai dari anak hingga remaja dengan memberikan informasi sehingga mereka memiliki pengatahuan (kognitif) tentang bentukbentuk pelecehan seksual yang umum terjadi pada perempuan. Intervensi dapat dilakukan dengan mengajarkan perilaku dan sikap asertif yang dapat menciptakan perilaku berani menyampaikan pendapat secara tegas terhadap sebuah perlakuan yang diterimanya. Remaja tidak munggkin sendiri untuk bisa menjadi asertif dibutuhkan bantuan orang tua, pihak sekolah serta pihal lain guna menyampaikan dan menjelaskan serta menimplementasikan asertifitas dalam diri remaja. Kajian lanjutan perlu dilakukan untuk mengidentifikasi lebih lanjut faktor langsung yang memengaruhi remaja dalam memproteksi diri mereka sehingga tidak menjadi korban pelecehan seksual. Ini berkaitan dengan data di lapangan yang menunjukkan semakin meningkatnya kasus pelecehan seksual dikalangan remaja Aceh yang jiaka dilihat dari hasil penelitian memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap pelecehan seksual. BAB VIII. JADWAL PELAKSANAAN No. BULAN KE KEGIATAN 1. Penyiapan draf proposal 2. Pengumpulan Data 3. Data Entry 4. Analisis Data 5. Penyusunan Laporan 6. Seminar Hasil 7. Laporan Akhir 1 2 3 4 5 6 DAFTAR PUSTAKA Amir & Raghu N. Singh, R.N & Abbassi, A. (2006) Assertiveness in Marital Relationships Among Asian Indians in the United States The Family Journal 2006; 14; 392 Published by: http://www.sagepublications.com Agustiani, H. (2006). Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaitannya Dengan Konsep Diri Dan Penyesuaian Diri Pada Remaja. Bandung: PT. Refika Aditama. Abubakar & Anwar. (2010). Strategi dan Hambatan Penerapan Qanun Khalwat/Mesum dalam Pencegahan Khalwat pada Remaja Kota Banda Aceh. Ringkasan Laporan Penelitian. Banda Aceh: Universitas Serambi Mekkah. Ames, D.R (2008) In Search of the Right Touch Interpersonal Assertiveness in Organizational Life, Columbia Business School 2008 Current Directions In Psychological Science Volume 17—Number 6 Ancok, D. & Suroso, F.N. (1995). Psikologi Islami : Solusi Islami atas Problem-problem Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar. S (2003) Tes Pretasi, Fungsi dan pengembangan pengukuran prestasi belajar. Yogyakarta. Pustaka Offset Berdahl, J.L. (2007) The Sexual Harassment of Uppity Women. Journal of Applied Psychology Copyright 2007 by the American Psychological Association Vol. 92, No. 2, 425–437 0021-9010/07/$12.00 DOI: 10.1037/0021-9010.92.2.425 Benedicta.G.D. 2013. Pelecehan seksual dan pendidikan seksual berspektif hak untuk remaja. Diungah melaui : http://edukasi.kompasiana.com/2013/01/16/pelecehan-seksual-danpendidikan seksual-berperspektif-hak-untuk-remaja-525044.html Baron, R.A & Byrne, D. (2003). Psikologi Sosial. 10Th. Jakarta: Erlangga. Chiodo, D, Wolfe, D.A,Crooks, Hughes,C & Jaffe, P. (2009) Impact of Sexual Harassment Victimization by Peers on Subsequent Adolescent Victimization and Adjustment: A Longitudinal Study. Journal of Adolescent Health 45 246–252 Chimezie,O.C.N, Ogbuinya,N.E.O & Omeje,C.B (2013). Role Of Locus Of Control On Assertive Behavior Of Adolescents International Journal of Health and Psychology Research Vol.1, No.1 pp.38-44, June 2013 Published by European Centre for Research Training and Development UK (www.ea-journls.org) 38 Eskin, M. (2003). Self-reported assertiveness in Swedish and Turkish adolescents: A crosscultural comparison. Scandinavian Journal of Psychology ,44 , 7–12 Ferlita, G (2008) sikap terhadap kekerasan dalam berpacaran (penelitian pada mahasiswi reguler universitas esa Unggul yang memiliki pacar) Jurnal Psikologi Vol 6 No 1, Juni 2008 Helmi, A.F & Paramastri, I. 1998. Efektivitas Pendidikan Usia Dinidalam Meningkatkan Pengetahuan Perilaku Seksual Sehat. Jurnal Psikologi No 2, 25-34 Harlock, E.B. (1993). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan sepanjang Rentang kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Houle,J.N, Staff,J, Mortimer,J.T, Uggen,U, & Blackstone,A. (2011). The Impact of Sexual Harassment on Depressive Symptoms during the Early Occupational Career & Society and Mental Health 1(2) 89–105 http://smh.sagepub.com Hanafiah, M. (2013). Syariat Islam Kaffah. Diakses tanggal 21 desember 2013 dari http://miftahuddinhanafiah.blogdetik.com/2013/04/11/syariat-islam-kaffah/ Herdiansyah, H. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatis Untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Ismai, M.N, Chee,L.K,& Bee, C.F (2007) Factors Influencing Sexual Harassment In The Malaysian Workplace Asian Academy of Management Journal, Vol. 12, No. 2, 15–31, July 2007 Jaya, P & Suratmi. 2014. Hubungan perilaku Asertif Perawat Dengan Kepuasan Pasien Di Ruang Teratai dr Soegiri Lamongan. Jurnal Surya Vol 2 Juni No. XVIII Kenny, K , Samah, A.A, & Fah, B.C.Y. (2011) Sexual Harassment: Is it A Case of Gendered Perspective? International Journal of Humanities and Social Science Vol. 1 No. 19; December 2011 Khan, R.I (2012) Perilaku Asertif, Harga Diri dan Kecenderungan Depresi Persona, Jurnal Psikologi Indonesia September 2012, Vol. 1, No. 2, hal 143-154 143 Kriyantono, R. (2007). Teknik Praktis Riset: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana. Koto, M. 2014.Kekerasan seksual anak meningkat di Aceh.diungah melaui : http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=342450:k ekerasan seksual-anak-meningkat-di-aceh&catid=13:aceh&Itemid=26 Liza, M.M. 2015. Aceh dalam Gurita Seks Bebas Diunggah http://aceh.tribunnews.com/2015/02/28/aceh dalam-gurita-seks-bebas melaui: - leuserantara.com. (2015) Aceh Peringkat Pertama Rawan Pelecehan Seksual Diungah melaui : http://leuserantara.com/aceh-peringkat-pertama-rawan-pelecehan-seksual/ Monks, F.J. ; Knoers, A.M.P. & Haditono, S.R. 1998. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Cet.11. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Marini, L. & Andriani, E. (2005). Perbedaaan Asertifitas Remaja Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua. Psikologia, Volume 1, No. 2. Myers, G.E. & Myers, M.T (1992) The Dynamics of Human Communication. New York: McGraw Hill Book Company Myers, D. G. (2012). Psikologi Sosial, Social Psychology, Terjemahan: Aliya Tusyani dkk., Jakarta: Salemba Humanika. Miquelsanz, M.M, Martin, M.A.C, Martinez, M.P (2012). Asertive skills and academic performance in primary and secondary education, giftedness and conflictive students Elektronic journal of research in educational psychology , 10 (1) no 26 2012 Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta. PT Rineka Cipta Novalia & Dayakisni, T. (2013). Perilaku asertif dan kecenderungan menjadi korban bullying. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Vol. 01, No.01 Nurudin (2010). Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Pemaknaan Remaja Perempuan Tentang Tindakan Pelecehan Seksual Di Kabupaten Klaten. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Putra, N.F.P. 2013. Peranan Komunikasi Interpersonal Orang Tua Dan Anak Dalam Mencegah Perilaku Seks Pranikah Di SMA Negeri 3 Samarinda Kelas XII. eJournal llmu Komunikasi. 1 (3): 35-53 Papalia & Olds. (2008). Human Development. Jakarta: Salemba Humanika. pratiwi , W.E. (2015) Pengaruh budaya jawa dan harga diri Terhadap asertivitas pada remaja Siswa kelas xdi sma negeri 3 Ponorogo . eJournal Psikologi, Volume 3, Nomor 1, 2015 :348 – 357 Ruslan, R. (2004). Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Ed 1, Cetakan 2. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Street,A.E, Stafford,J, Mahan,C.M, & Hendricks,A. (2008). Sexual harassment and assault experienced by reservists during military service: Prevalence and health correlates. Journal of Rehabilitation Research & Development Volume 45, Number 3, 2008 Pages 409–420 Santrock, J. W. (2007). Remaja, edisi ke 11, jilid 1. Alih bahasa: Widyasinta, B. Jakarta: Erlangga. Sarwono, S. W. 2003. Psikologi Remaja. Raja Grafindo Persada : Jakarta Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Sosial: Individu dan Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Setiono, V & Pramadi. A (2005) Pelatihan Asertivitas Dan Peningkatan Perilaku Asertif Pada Siswa Smp, Yogyakarta, Anima indonesian psychological journal vol 20 Sriyanto, Abdulkarim. A, Zainul, A & Maryani, E. (2015) Perilaku Asertif dan Kecenderungan Kenakalan Remaja Berdasarkan Pola Asuh dan Peran Media Massa Jurnal psikologi Volume 41, no. 1, juni 2014: 74 – 88 Thomas, K.C (2008). Diversity Resistance in organization. Lawrence Erlbaum Associates Taylor & Francis Group. Madison Avenue New York Taher, J. (2012). Kebutuhan Bimbingan Moral Dalam Pencegahah Pengaruh Pergaulan Bebas Di Kalangan Siswa SMA Negeri 9 Manado. ECO –TROPICAL, Jurnal Jendela Ilmu, 2012, 1(1): 1-14. Utamadi, G 2010. Bagaimana Berkata http://remajadalamkliping.wordpress.com/. tidak, diungah Melalui :