PENENTUAN BOBOT PENILAIAN KINERJA KONTRAKTOR BERDASARKAN SISTEM MUTU BERBASIS TQM Hamdi1, Eva Rita 2, Hendri Warman 3 Program Pascasarjana Teknik Sipil Universitas Bung Hatta, 2Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Barat, 3Teknik Sipil Universitas Bung Hatta 1 Abstrak Kegagalan mutu pada proyek-proyek konstruksi terutama proyek yang dilaksanakan kontraktor kecil pada umumnya disebabkan oleh sumber daya manusia yang kurang memenuhi standar minimal kualifikasi dan kecendrungan hanya sekedar memenuhi syarat administrasi saja. Pada umumnya permasalahan yang terjadi dapat mengakibatkan proses dan hasil akhir dari pelaksanaan konstruksi sering menyimpang dari perencanaan awal sehingga berpengaruh pada hasil yang didapat yaitu mutu, waktu dan biaya. Hal ini tentunya menimbulkan tantangan sendiri dalam usaha pengembangan jasa konstruksi di Indonesia secara umum dan Kabupaten Kerinci Khususnya. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga hal utama diantaranya pertama untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM, kedua untuk mengetahui variabel terbaik yang mempengaruhi penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sisitem mutu berbasis TQM dan ketiga untuk mengetahui faktor-faktor kritis dalam penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM. Faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM adalah: faktor manajemen SDM, faktor kebijakan dan strategi, komitmen, manajemen proses, manajemen sumber daya, dan Quality Awareness. Sementara untuk faktor kritis dari penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM adalah: Komitmen dengan bobot sebesar 48,8%, Kebijakan dan Strategi dengan bobot sebesar 22,1%, Manajemen Proses dengan bobot sebesar 13,5%, Quality Awareness dengan bobot sebesar 7,5%, Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dengan bobot sebesar 5,1%, dan Manajemen Sumber Daya dengan bobot sebesar 2,9%. Kata Kunci : Kegagalan Mutu, Kontraktor, TQM 1. PENDAHULUAN Industri konstruksi di Indonesia pada saat ini dan kedepannya akan menghadapi tugas lebih berat lagi untuk melakukan pekerjaan konstruksi infrastruktur. Hal ini tentunya membutuhkan kemampuan pelaksana konstruksi (kontraktor) untuk bisa lebih efesien dalam pengelolaan proyek konstruksinya (Hendrickson 2000, Oberlender 2000). Sebagaimana diketahui data statistik dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) menunjukan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 160.000 perusahaan pelaksana konstruksi, 90% dari jumlah tersebut adalah kontraktor kecil. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kontraktor kecil menunjukan bahwa tingkat perencanaan serta pengendalian proyek konstruksi relatif rendah/lemah dalam berbagai hal seperti manajemen yang tidak efisien, keterbatasan dana, keterbatasan dalam teknologi, peralatan dan metode, dan sumber daya manusia yang kurang berkualitas (Abduh dan Roza 2006). Hal yang sama juga disampaikan oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional pada forum jasa konstruksi nasional tahun 2007 di Jakarta (www.lpjk.or.id) bahwa kontraktor kecil akan susah bersaing jika permodalan dan kualitas sumber daya manusianya jauh tertinggal dari kontraktor besar maupun kontraktor asing. Pernyataan Menteri ini merupakan gambaran yang nyata akan keadaan kontraktor kecil di Indonesia dan ini tentu juga akan sama dengan apa yang terjadi di Kabupaten Kerinci. 2. PERMASALAHAN Terbatasnya kemampuan kontraktor kecil dalam meningkatkan sistem mutu 1 sehingga sering kali kegagalan-kegagalan mutu baik berupa kegagalan atau kecacatan konstruksi menyebabkan ketidakpuasan dari pengguna jasa (owner). 3. PERTANYAAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah dan gejala-gejala penelitian yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan substansi penelitian ini, yaitu 1. Faktor apa saja yang mempengaruhi penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM (Total Quality Management) ? 2. Variabel-variabel terbaik apa saja yang mempengaruhi faktor penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM (Total Quality Management)? 3. Apa yang menjadi faktor kritis dalam penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM (Total Quality Management)? 4. TUJUAN PENELITIAN 1. Faktor apa saja yang mempengaruhi penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM (Total Quality Management) ? 2. Variabel-variabel terbaik apa saja yang mempengaruhi faktor penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM (Total Quality Management)? 3. Apa yang menjadi faktor kritis dalam penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM (Total Quality Management)? 4. TINJAUAN LITERATUR 4.1 Konsep Dasar Mutu (Quality) Keberhasilan suatu proyek konstruksi dapat diukur dengan penilaian atas biaya, mutu dan waktu. Mutu menurut ISO 8402 adalah sifat dan karakteristik produk (barang atau jasa) yang memenuhi kebutuhan dari pengguna jasa. Mutu memiliki banyak pengertian yang berbeda-beda dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategis. Adapun pengertian-pengertian mengenai mutu, dapat diuraikan dibawah ini: Soeharto (1995), mutu adalah bentuk atau karakteristik produk (barang atau jasa) yang memenuhi dan mengutamakan apa yang diinginkan oleh pengguna jasa. Hardjosoedarmo (2004), mutu adalah karakteristik barang dan jasa yang ditentukan oleh pelanggan (consumer) dan diperoleh melalui pengukuran proses serta melalui perbaikan yang berkelanjutan Philip Kolter (1994) mengatakan : “Quality is our best assurance of customerallegiance, our strongest defence against foreign competition and the onlypath to sustair growth and earnings”. Goestsch dan Davis (1994), membuat definisi mutu sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Edward Deming (1986), mendefinisikan mutu menurut konteks, persepsi pelanggan dan kebutuhan serta kemauan pelanggan. Kesimpulan yang dapat diambil dari beberapa penelitian diatas, bahwa mutu adalah suatu karakteristik dari produk (barang/jasa) yang diinginkan oleh pelanggan yang membutuhkan inovasi dan pengembangan secara terus menerus. Sehingga dapat dikatakan mutu merupakan indikator kesuksesan suatu proyek konstruksi terutama oleh pengguna jasa (owner) terhadap produk dan jasa layanan penyedia jasa (kontraktor). Mutu merupakan salah satu elemen kunci dari metode dan teknik manajemen proyek konstruksi. Menurut Gaspersz (2005) terdapat beberapa aktivitas yang perlu untuk ditingkatkan, seperti: 1. Pelanggan (customers). Para pelanggan mungkin tidak mampu mendefinisikan 2 mutu, atau menjelaskan apa (kriteria) yang mereka gunakan untuk mengukur tinggi/rendahnya mutu, tetapi mereka mengetahuinya ketika mereka melihatnya. 2. Persaingan (competition). Kemajuan– kemajuan didalam teknologi transportasi dan komunikasi membuat dunia terasa semakin sempit. 3. Biaya–biaya (costs). Kemajuan teknologi dan persaingan yang makin ketat mendorong efisiensi, sehingga biaya–biaya lebih rendah untuk menyediakan produk–produk dan layanan–layanan bermutu. Wiryodiningrat (1997), menyatakan kondisi ekxisting mengenai keberhasilan penerapan mutu kerja kontraktor dilapangan dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter, antara lain: 1. Biaya pelaksanaan (bermutu bila biaya sesuai/dibawah rencana) 2. Waktu pelaksanaan (bermutu bila pelaksanaan sesuai/dibawah rencana) 3. Karakteristik produk (bermutu bila sesuai gambar dan spesifikasi) 4. Keselamatan dan kesehatan kerja (bermutu bila tidak ada kecelakaan dan penyakit akibat kerja) 5. Semangat kerja (bermutu bila hubungan kerja ketiga unsur SDM dalam proyek, tetap terjalin dengan baik). Perusahaan kontraktor kecil harus memiliki wawasan terhadap mutu proses maupun mutu produk dan memiliki kompetensi yang cukup untuk mampu menerapkan sistem mutu secara mutu. Perkembangan mutu mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Kondisi dapat dilihat pada buku Hardjosoedarmo (2004) yang menyatakan bahwa ada beberapa tahapan dalam perkembangan mutu. Tahapan-tahapan tersebut adalah: 1. Quality By Inspection Konsep mutu modern dimulai pada tahun 1920-an. Kelompok mutu yang utama adalah inspeksi. Selama produksi, para inspektor mengukur hasil produk (barang/jasa) berdasarkan spesifikasi. Hal ini menyebabkan perbedaan kepentingan. Seandainya inspeksi menolak hasil satu alur produksi yang tidak sesuai maka bagian lainnya berusaha untuk meloloskannya tanpa mempedulikan mutu. Pengukuran berdasarkan inspeksi ini memiliki kelemahan bahwa kesalahan baru akan diketahui pada akhir pekerjaan/produksi. 2. Pengendalian Mutu (Quality Control) Pengendalian mutu merupakan teknik dan kegiatan operasional yang digunakan untuk memenuhi syarat mutu. Teknik dan kegiatan pengendalian ini meliputi pemeriksaan hasil perencanaan, pembuatan sertifikat pengujian yang diakui. Pengendalian mutu diperlukan untuk menghasilkan indikator pada berbagai tahap proses untuk memperlihatkan bahwa persyaratan dan spesifikais dipenuhi. Ini berguna sebagai umpan balik yang memungkinkan deteksi dini dari ketidaksesuaian yang membutuhkan perbaikan atau perhatian. 3. Jaminan Mutu (Quality Assurance) Jaminan mutu merupakan seluruh tindakan sistematik yang direncanakan dan dibutuhkan untuk memberikan keyakinan yang cukup bahwa suatu produk atau jasa akan memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan. Pada dasarnya jaminan mutu merupakan fungsi preventif yang tidak mengendalikan, melainkan memberikan keyakinan yang cukup bahwa kontrol ada dan beroperasi dan bahwa control tersebut akan memenuhi persyaratan. Untukmengimplementasikan jaminan mutu secara efektif, prosedur dan instruksi kerja yang tepat dan sistematik harus dibuat dan diikuti. Jaminan mutu dilakukan mulai dari awal hingga akhir pelaksanaan kegiatan, quality assurance bertujuan untuk menjamin agar pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana. Untuk memastikan proses produksi yang bermutu dapat melalui pelaksanaan audit operasi, pelatihan, analisis kerja teknis dan petunjuk operasi untuk peningkatan mutu. 3 4. Manajemen mutu (Quality Management) Manajemen mutu merupakan aspek dari keseluruhan fungsi manajemen yang menentukan dan mengimplementasikan kebijakan mutu. Manajemen mutu membutuhkan komitmen dan keterlibatan manajemen puncak. Manajemen mutu meliputi penetapan mutu sebagai bagian dari nilai–nilai dan sasaran perusahaan, menentukan strategi dan standar mutu bagi perusahaan, mengalokasikan sumber daya yang memadai dan sesuai, dan membentuk suatu sistem mutu. Sistem mutu merupakan struktur perusahaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya untuk mengimplentasikan manajemen mutu. Sistem mutu harus meliputi seluruh perusahaan dari tingkat manajemen, supervise sampai tingkat perdagangan (bila perlu). Tujuan dari sistem mutu adalah untuk membuat setiap karyawan mengetahui kontribusi dan tanggung jawabnya. 5. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) Penerapan sistem mutu secara menyeluruh akan menghasilkan apa yang disebut manajemen mutu terpadu (total quality management) yang didefinisikan sebagai berikut; pendekatan manajemen suatu perusahaan yang bertumpu pada mutu, didasarkan pada partisipasi seluruh anggota untuk jangka panjang memberikan kepuasan bagi konsumen dan keuntungan bagi anggota perusahaan dan masyarakat. 4.2 Total Quality Management (TQM) Mutu yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan, perlu direncanakan (quality planning), dikendalikan (quality control), dijamin (quality assurance) dan ditingkatkan (quality improvement). Implementasi dari hal-hal tersebut dapat menjadi alat untuk mengembangkan manajemen mutu terpadu atau lebih dikenal dengan total quality management (TQM) (Gaspersz, 2005) Total quality management (TQM) memiliki beberapa pengertian seperti: - Menurut Hardjosoedarmo (2004), TQM adalah sistem yang sempurna untuk memperbaiki barang dan jasa yang menjadi masukan pada perusahaan, memperbaiki seluruh proses penting dalam perusahaan, dan menperbaiki upaya untuk memenuhi kebutuhan dari para pemakai barang dan jasa yaitu pelanggan pada masa kini dan di waktu yang akan datang. - Menurut Santoso (1992), TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat mutu sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota perusahaan” - Menurut Tjiptono dan Diana (1998), menguraikan TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk meningkatkan daya saing perusahaan melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya”. Kesimpulan dari beberapa penelitian diatas bahwa Total Quality Management (TQM) adalah suatu pendekatan dalam meningkatkan mutu bagi perusahaan untuk memenuhi kepuasan dari pelanggan dengan cara melakukan perbaikan secara terus menerus dengan mengubah paradigma manajemen tradisional, komitmen jangka panjang dan memiliki kesatuan tujuan didalam perusahaan serta melakukan pelatihan-pelatihan khusus. TQM pertama kali dikembangkan oleh W. Edward Deming dan Joseph M. Juran.Deming & Juran mengajarkan betapa pentingnya pihak manajemen suatuperusahaan harus bertanggung jawab penuh dalam penerapan sistem mutu produk (barang/jasa) secara total dalam menghasilkan produk yang baik dan tidak cacat.Menurut W. Edward Demingdalam penerapan TQM, ada beberapa kondisi yang harus diciptakan untuk menunjang keberhasilan, antara lain: 1. Semangat untuk meningkatkan mutu harus tampak dilingkungan perusahaan; 4 2. Pemberian penghargaan bagi karyawan yang berhasil menjaga atau meningkatkan mutu; 3. Mutu harus tetap diutamakan walaupun pekerjaan terlambat atau biaya sudah membengkak. Pencapaian keberhasilan dalam penerapan mutu juga diperlukan beberapa unsur-unsur penting, sebagai berikut: 1. Keterlibatan pimpinan puncak lebih nyata daripada sekadar cheerleading. Seorang pimpinan puncak harus mampu memimpin dengan cara signifikan dan dengan visi yang jauh kedepan serta bersifat konsisten; 2. Memiliki strategi implementasi yang tepat dan bijaksana; 3. Infrastuktur mobilisasi perusahaan yang terdiri dari tujuh bagian, yaitu tujuan, tatanan perusahaan, pendidikan dan pelatihan, mendorong implementasi TQM, penyebarluasan keberhasilan kegiatan perusahaan, insentif dan memantau serta mengevaluasi kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan puncak. Pemenuhan kebutuhan pelanggan dapat dicapai dengan sistem manajemen mutu dan perbaikan mutu terus menerus. Pengembangan suatu sistem manajemen mutu (quality management system) dan perbaikan mutu terus menerus (continuous quality improvement) yang akan memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan evaluasi dan peninjauan ulang terhadap struktur total quality management (TQM) yang telah dibangun didalam suatu perusahaan. Perbaikan Mutu Terus Menerus (Continuous Quality Improvement) Proses perbaikan mutu memerlukan komitmen untuk perbaikan yang melibatkan secara seimbang antara aspek manusia (motivasi) dan aspek teknologi (teknik). Perbaikan mutu harus mengacu pada upaya untuk mengetahui kepuasan total dari pelanggan dengan mengikuti suatu diagram yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Kepuasan TOTAL Mutu Produk Harga Waktu Penyerahan Pengendalian MUTU PLAN (P), DO (D) CHECK (C), ACTION (A) Pengendalian Mutu Pengendalian Pemasok Pengendalian Hubungan Pelanggan Pengendalian Hubungan Publik Pengendalian Hubungan Tenaga Kerja Pengendalian Informasi Pengendalian Proses Produksi Pengendalian Finansial Pengendalian Invemtori Pengendalian Anggaran Dan Lain-Lain PERBAIKAN Kebijakan Manajemen Organisasi Manajemen Fungsi Manajemen Gugus Kendali Mutu Juran dan Gryna (1993) juga menyatakan bahwa komitmen manajemen untuk melakukan perbaikan mutu adalah perlu, namun belum cukup. Untuk melakukan tindakan terhadap komitmen didalam perusahaan dibutuhkan elemen manajemen mutu yang paling penting yaitu kepemimpinan mutu (quality leadership) melalui bukti nyata dalam melaksanakan komitmen itu. Perbaikan manajemen mutu dalam perusahaan dapat dianalisis dengan menggunakan konsep deming PDSA (plando-study-act). Seperti gambar berikut : Peningkatan mutu total terus menerus (quality,cost,delivery, morale) Do or implement the Solution (D) Mempelajari hasil-hasil Solusi masalah atau Perbaikan mutu Study the solution result (S) Mempelajari hasil-hasil Solusi masalah atau Perbaikan mutu KARYAWAN Plan the solution (P) Merencanakan Solusi Masalah atau Perbaikan Mutu MANAJEMEN PUNCAK Act to standartdize the Solution (A) Menstandarisasikan hasil-hasil solusi masalah Perbaikan mutu Mengevaluasi akar penyebab masalah mutu MASALAH MUTU Memahami kebutuhan perbaikan mutu Menyatakan masalah mutu yang ada Perbaikan mutu dengan menggunakan pendekatan TQM berbeda dengan perbaikan mutu dengan melalui pendekatan tradisional. Dimana perbedaan kedua pendekatan tersebut dapat diuraikan melalui alasan (occasion), pendekatan (approach), respon terhadap kesalahan, persepektif terhadap 5 pengambilan keputusan, peranan manajerial, wewenang, fokus, pengendalian dan alat 4.3 Prinsip Dasar AHP (Analytical Hierarchi Process) Metode Analytical Hierarchi Process(AHP) atau Proses Hirarki Analitik pada awalnya dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari University of Pittsburg Amerika Serikat awal tahun 1970an. Metode AHP merupakan suatu perangkat untuk menentukan pilihan dari berbagai alternatif yang sulit. Metode ini bekerja berdasarkan kombinasi input berbagai pertimbangan dari para pembuat keputusan yang didasarkan pada informasi tentang elemen-elemen pendukung keputusan tersebut, yaitu untuk menentukan suatu set pengukuran prioritas dalam rangka evaluasi terhadap berbagai alternatif yang akan diambil dalam suatu produk keputusan. Dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan metode AHP, terdapat beberapa prinsip dasar dari metode AHP yang harus dipahami yaitu sebagai berikut: a. Decomposition(prinsip menyusun hirarki). b. Synthesis of Priority(penyusunan dan penetapan prioritas). c. Logical Consistency(Prinsip Konsistensi Logika). Prinsip Decomposition menggambarkan dan menguraikan permasalahan secara hirarkis, yaitu memecah persoalan menjadi elemen-elemen yang terpisah. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, elemen-elemen tersebut dipecahkan lagi sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan. Penyusunan dan penetapan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya dengan melakukan perbandingan secara berpasangan terhadap elemen-elemen tersebut. Konsistensi logis yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. 5. METODOLOGI PENELITIAN 5.1 Kerangka Pemikiran Penelitian awal sangat diperlukan untuk mendapat gambaran awal mengenai topik yang akan dibahas. Penelitian awal dilakukan melalui studi literatur dari penelitian-penelitian terdahulu, jurnal-jurnal yang ada serta buku-buku penunjang dan melakukan penelitian pendahuluan terhadap sistem yang akan diteliti sehingga akan membangun kerangka berfikir yang tepat untuk memecahkan masalah yang ditemukan. Dari hasil kajian pustaka dan penelitian terdahulu didapatkan dasar pemikiran sebagai landasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Penerapan sistem mutu pada kontraktor KECIL menengah PAKET-PAKET PERKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG KONTRAKTOR KECIL, NON KECIL KENDALA PENERAPAN SISTEM MUTU PADA KONTRAKTOR KECIL, NON KECIL Faktor-faktor yang berpengaruh dan dominan dalam peningkatan mutu Peningkatan kualitas pekerjaan proyek konstruksi oleh kontraktor Kecil dan Non Kecil 5.2 Metode Penelitian Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey yang bersifat deskriptif analisis, yaitu pengambilan sampel dari populasi. Penelitian dilakukan secara kuantitif dan kualitatif. Responden yang dijadikan sampel penelitian adalah orang yang terlibat secara aktif dalam proyek konstruksi gedung seperti Manager Proyek, Site Manager dan Pelaksana Lapangan. Alat pengumpul data primer menggunakan kuisioner yang diberikan kepada orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan proyek seperti diatas. 6 Bentuk pertanyaan survey dirancang untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dan dominan dalam penerapan sistem mutu berbasi TQM untuk meningkatkan mutu kontraktor kecil. Adapun diagram alir metoda penelitian secara kuantitatif dan kualitatif pada gambar 3.2 adalah sebagai berikut : Literatur Review MULAI Identifikasi Masalah Rumusan Masalah tidak Penentuan Variabel Penelitian Objektif Penelitian Penyebaran Kuesioner Kuesioner Penelitian Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian Uji Validitas dan Realibilitas Instrument Analisis Korelasi (r>0,4) Variabel yang Berpengaruh Analisis Faktor Analisis Multi Criteria Decesion Making (AHP) Rekomendasi SELESAI 5.3 Penentuan Populasi dan Sampel Dalam pengumpulan data untuk mendapatkan populasi dan sampel yang akan diolah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Jumlah Sampel Pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan mengambil minimal 10% dari total populasi yang ada (Tjokrowinoto M, 1981). Sampel didalam penelitian ini adalah pakar yang mewakili perorangan dengan jabatan Manager Proyek, Site Manager, Pelaksana Lapangan. Dari keseluruhan perusahaan yang dijadikan objek penelitian diwilayah Kabupaten Kerinci, maka ditetapkan jumlah sampel yang dianggap representative adalah sebanyak 55 orang sampel. b) Sumber Data Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh lansung berdasarkan instrument kuesioner yang telah disebarkan, sementara data sekunder adalah data dari studi pustaka yang terdiri dari tesis, jurnal ilmiah, buku, skripsi dan sebagainya. 5.4 Penentuan Variabel Berdasarkan hasil studi literatur dan penelitian pendahuluan didapatkan 10 (sepuluh) hal utama yang harus dipertimbangkan untuk dapat meningkatkan mutu kontraktor kecil dengan penerapan mutu berbasis TQM sebagai berikut : a) Kepemimpinan b) Kebijakan dan strategi c) Komitmen d) Kerjasama e) Kapasitas untuk berubah f) Pembelajaran g) Manajemen sumber daya manusia h) Komunikasi i) Manajemen proses j) Quality Awareness (Pemahaman mutu) 6. PEMBAHASAN 6.1 Identifikasi Faktor Penilaian Kinerja Kontraktor Berdasarkan Sistem Mutu Berbasis TQM Penelitian dilakukan untuk menentukan Faktor dan Variabel penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM. Faktor dan Variabel ini ditentukan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan mutu kontraktor berdasarkan sistem mutu TQM. Faktor dan variabel yang mempengaruhi peningkatan mutu kontraktor berdasarkan sistem mutu TQM didapatkan berdasarkan studi literatur terhadap penelitian dan kajian yang telah dilakukan sebelumnya. Sumber literatur yang menjadi rujukan adalah Lindsay dan Petrick (1997), Arsyad dan Lincoln (2000), Caming dan Worlaey (2003), Hardjono 7 (1996), Juran dan Gryna (1993), Nasution (2005), Goesch dan Davis (1997), Tjiptono dan Fandy (1998), Tunggal dan Widjaja (1993) dan Putri (2009). Hasil identifikasi faktor dan variabel yang mempengaruhi peningkatan mutu kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Uji Reliabilitas Kuesioner Pengujian reliabilitas merupakan suatu alat ukur yang menunjukkan sejauh mana hasil alat ukur tersebut dapat di andalkan dari kesalahan pengukuran.Bila suatu alat ukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukurannya yang diperoleh relativ konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel. Metode yang di gunakan untuk mengukur ke andalan pada penelitian ini adalah alpha cronbach untuk pengujian internal consistency. Harga koefisien ini berkisar antara 0 sampai dengan 1, makin besar nilai koefisien maka makin besar keandalan alat ukur yang digunakan. Menurut Nunnaly (1978) alat ukur dikatakan reliabel bila nilai alpha melebihi 0,7. Hasil pengujian validitas dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Hasil pengujian reliabilitas kuesioner dengan menggunakan cronbach alpha memperlihatkan bahwa dari 11 faktor yang dinyatakan valid, hanya terdapat 7 faktor yang reliabel yaitu faktor organisasi, faktor pelaksanaan, dan faktor pengawasan. Sedangkan faktor kebijakan dan strategi, komitmen, manajemen proses, manajemen SDM, Komunikasi, Manajemen Sumber Daya dan Quality awareness. Hal ini berarti bahwa faktor kepemimpinan, kerjasama, kapasitas untuk berubah dan pembelajaran ini tidak reliabel untuk menjelaskan peningkatan kinerja mutu kontraktor berbasis TQM, sehingga keempat faktor ini tidak diikutkan lagi dalam analisis selanjutnya. 6.2 Analisis Korelasi Antara Faktor TQM Dan Peningkatan Mutu Kontraktor Hasil uji reliabilitas diketahui bahwa dari 11 faktor yang teridentifikasi pada awal penelitian, hanya terdapat 7 faktor yang valid dan reliabel sebagai faktor yang mempengaruhi peningkatan mutu kontraktor berbasis TQM yaitu, faktor pelaksanaan, dan faktor pengawasan. Sedangkan faktor kebijakan dan strategi, komitmen, manajemen proses, manajemen SDM, Komunikasi, Manajemen Sumber Daya dan Quality awareness. Hasil analisis korelasi dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. 8 Hasil analisis korelasi memperlihatkan bahwa kebijakan dan strategi serta faktor manajemen SDM berkorelasi kuat dengan peningkatan mutu kontraktor dengan nilai korelasi 0.608 dan 0.655. Tetapi factor komunikasi berkorelasi lemah dengan peningkatan mutu kontraktor dengan nilai korelasi 0.358. Hal ini berarti bahwa pengaruh faktor komunikasi dalam peningkatan mutu kontraktor lemah, sehingga factor ini dibuang untuk analisis selanjutnya. 6.3 Penentuan Bobot Penilaian Kinerja Kontraktor Berbasis TQM dengan AHP Penentuan bobot penilaian kinerja kontraktor berbasis TQM memerlukan suatu metode pendukung yaitu analisa keputusan yang merupakan suatu metode yang digunakan oleh pengambil keputusan untuk mengevaluasi semua alternatif yang ada. Umumnya alternatif-alternatif tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri, yang membuat pengambil keputusan sukar untuk menentukan pilihannya. Berdasarkan alasan tersebut, maka salah satu cabang analisa keputusan yang sesuai dengan masalah ini adalah Multi-Faktor Decision Making (Raharjo et.al., 2000) dengan salah satu metode yang digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Analytical Hierarchy Process (AHP) diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an. AHP merupakan sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Karena menggunakan input persepsi manusia, AHP dapat digunakan untuk mengolah data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Selain itu AHP mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah yang multi obyektif dan multi faktor yang didasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki. Hasil analisis faktor yang mempengaruhi peningkatan mutu kontraktor berbasis TQM dengan menggunakan metode korelasi, didapatkan 6 faktor peningkatan mutu kontraktor berbasis TQM dengan 15 variabel. Hasil analisis korelasi ini kemudian dijadikan dasar untuk penilaian kinerja kontraktor berbasis TQM. Hal ini dikarenakan ke 6 faktor dan 15 variabel tersebut berkorelasi sedang sampai dengan kuat dengan peningkatan mutu kontraktor berbasis TQM. Berdasarkan hal tersebut, maka faktor dan variabel penilaian kinerja kontraktor berbasis TQM dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Responden untuk yang melakukan penilaian untuk penentuan bobot penilaian kinerja kontraktor berbasis TQM dilakukan oleh 55 ahli yaitu Manager Proyek, Site Manajer dan Pelaksana Lapangan. Keseluruhan ahli diminta untuk menjawab pertanyaan berupa perbandingan berpasangan untuk setiap faktor berdasarkan tingkat kepentingannya. 9 geometric berikut: dengan persamaan sebagai G n x1 x2 x3 xn log G = 6.4 Penentuan Bobot Faktor Penilaian Kinerja Kontraktor Penentuan bobot faktor penilaian kinerja kontraktor berbasis TQM diolah dengan menggunakan metoda AHP dengan bantuan software Expert Choice 11.5. Hasil penilaian terhadap faktor penilaian kinerja kontraktor berbasis TQM dapat dilihat pada lampiran F. Perhitungan bobot untuk masing-masing faktor dilakukan dengan membuat matriks perbandingan berpasangan untuk masingmasing faktor dengan simbol sebagai berikut: 1. Kebijakan dan Strategi : KS 2. Komitmen : K 3. Manajemen Proses : MP 4. Manajemen SDM : SDM 5. Manajemen SD : SD 6. Quality awareness : QA Perhitungan rata-rata geometric untuk perbandingan berpasangan perlu dilakukan dikarenakan jumlah responden terdiri dari 3 orang ahli. Perhitungan nilai rata-rata dilakukan dengan menggunakan rata-rata log x1 log x 2 log x3 log x n n Langkah-langkah perhitungan bobot (nilai preferensi) untuk masing-masing faktor adalah sebagai berikut : 1. Menghitung nilai rata-rata geometric untuk masing-masing faktor. Nilai ratarata geometric perlu dihitung dikarenakan penilaian dilakukan oleh 3 orang responden. 2. Membuat matriks perbandingan berpasangan dengan menggunakan nilai rata-rata geometric. 3. Menghitung nilai bobot (preferensi) untuk masing-masing faktor dengan langkah sebagai berikut: Hasil bobot faktor penilaian kinerja kontraktor berbasis TQM dengan menggunakan software expert choice 11.5 dapat dilihat pada Gambar dibawah ini. Hasil analisis data dengan menggunakan AHP memperlihatkan bahwa faktor komitmen memiliki bobot yang tertinggi yaitu 0.488, yang berati bahwa 48.8% penilaian kinerja kontraktor dinilai dari faktor komitmen. Faktor kedua dengan bobot terbesar adalah kebijakan dan strategi dengan kontribusi terhadap penilaian kinerja kontraktor sebesar 22.1% dan faktor ketiga adalah Manajemen proses dengan kontribusi sebesar 13.5% terhadap penilaian kinerja kontraktor. Faktor quality awareness, manajemen SDM dan manajemen sumber daya memiliki kontribusi yang lebih kecil yaitu kurang dari 10%. Meskipun begitu 10 faktor ini tetap memberikan pengaruh dalam penilaian kinerja kontraktor. 6.5 Penentuan Bobot Variabel Penilaian Kinerja Kontraktor A. Bobot Variabel Kebijakan dan Strategi (0.221) Hasil analisis faktor kebijakan dan strategi diketahui bahwa penilaian terhadap kebijakan dan strategi perusahaan memberikan kontribusi sebesar 22.1% dari keseluruhan total penilaian kinerja kontraktor berbasis TQM. Faktor kebijakan dan strategi dinilai berdasarkan 2 variabel yaitu pelaksanaan standar yang ditetapkan pemerintah dan perhitungan resiko dan problem solving. Hasil AHP untuk variabel kebijakan dan strategi adalah sebagai berikut: Hasil analisis memperlihatkan bahwa dari 2 variabel kebijakan dan strrategi variabel perhitungan resiko dan problem solving memberikan bobot penilaian yang tertinggi yaitu sebesar 0.675. Hal ini berarti bahwa perhitungan resiko dan problem solving memberikan kontribusi sebesar 67.5% dari total penilaian kebijakan dan strategi. B. Bobot Variabel Komitmen (0.488) Hasil analisis faktor komitmen diketahui bahwa penilaian terhadap komitmen memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 48.8% dari keseluruhan total penilaian kinerja kontraktor berbasis TQM. Faktor komitmen dinilai berdasarkan 2 variabel yaitu perencanaan pekerjaan dan pemenuhan spesifikasi pengguna jasa. Hasil AHP untuk variabel komitmen adalah sebagai berikut: Hasil analisis dengan AHP memperlihaktan bahwa variabel perencanaan pekerjaan memeliki bobot terbesar yaitu sebesar 0.875. hal ini berarti bahwa 87.5% dari total penilaian komitmen diberikan oleh penilaian terhadap perencanaan pekerjaan. C. Bobot Variabel Manajemen Proses (0.135) Hasil analisis faktor manajemen proses diketahui bahwa penilaian terhadap manajemen proses memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 13.5% dari keseluruhan total penilaian kinerja kontraktor berbasis TQM. Faktor manajemen proses dinilai berdasarkan 3 variabel yaitu perencanaan dan pengendalian sumber daya, evaluasi pelaksanaan proyek dan perencanaan waktu proyek. Hasil AHP untuk variabel manajemen proses adalah sebagai berikut: Hasil analisis dengan AHP memperlihaktan bahwa variabel perencanaan dan pengendalian sumber daya dan perencanaaan waktu proyek memberikan kontribusi terbesar dalam penilaian faktor manajemen proses yaitu sebesar 0.429. Hal ini berarti bahwa 85.8% dari total penilaian menajemen proses diberikan oleh penilaian terhadap perencanaan dan pengendalian sumber daya serta perencanaan waktu proyek. 11 D. Bobot Variabel Manajemen SDM (0.051) Hasil analisis faktor manajemen SDM diketahui bahwa penilaian terhadap manajemen SDM memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 5,1% dari keseluruhan total penilaian kinerja kontraktor berbasis TQM. Faktor manajemen proses dinilai berdasarkan 3 variabel yaitu pelatihan bagi tenaga kerja, minimasi penggantian tenaga kerja, dan disiplin dan tanggung jawab. Hasil AHP untuk variabel manajemen SDM adalah sebagai berikut: Hasil analisis dengan AHP memperlihaktan bahwa variabel minimasi penggantian tenaga kerja memberikan kontribusi terbesar dalam penilaian faktor manajemen SDM yaitu sebesar 0.475. Hal ini berarti bahwa 47.5% dari total penilaian menajemen SDM diberikan oleh penilaian terhadap minimasi penggantian tenaga kerja. E. Bobot Variabel Manajemen Sumber Daya (0.029) Hasil analisis faktor manajemen sumber daya diketahui bahwa penilaian terhadap manajemen sumber daya memberikan kontribusi terbesar yaitu sebesar 2,9% dari keseluruhan total penilaian kinerja kontraktor berbasis TQM. Faktor manajemen sumber daya dinilai berdasarkan 3 variabel yaitu penggunaan peralatan dan teknologi modern, pembayaran termyn tepat waktu dan evaluasi penggunaan material dan peralatan. Hasil AHP untuk variabel manajemen sumber daya adalah sebagai berikut: Hasil analisis dengan AHP memperlihaktan bahwa variabel pembayaran termyn tepat waktu memberikan kontribusi terbesar dalam penilaian faktor manajemen sumber daya yaitu sebesar 0.598. Hal ini berarti bahwa 59.8% dari total penilaian menajemen sumber daya diberikan oleh penilaian terhadap pembayaran termyn tepat waktu. F. Bobot Variabel Quality awareness (0.075) Hasil analisis faktor quality awareness diketahui bahwa penilaian terhadap quality awareness memberikan kontribusi sebesar 7,5% dari keseluruhan total penilaian kinerja kontraktor berbasis TQM. Faktor quality awareness dinilai berdasarkan 2 variabel yaitu kesesuaian mutu hasil kerja dengan spesifikasi, peningkatan pemahaman tentang mutu. Hasil AHP untuk variabel quality awareness adalah sebagai berikut: Hasil analisis dengan AHP memperlihaktan bahwa variabel kesesuaian mutu hasil kerja dengan spesifikasi memberikan kontribusi terbesar dalam penilaian faktor quality awareness yaitu sebesar 0.875. Hal ini berarti bahwa 87.5% dari total penilaian quality awareness diberikan oleh penilaian terhadap kesesuaian mutu hasil kerja dengan spesifikasi. 7. PENUTUP 12 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM adalah : faktor manajemen SDM, faktor kebijakan dan strategi, komitmen, manajemen proses, manajemen sumber daya, dan Quality Awareness. 2. Faktor kritis dari penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM adalah : Komitmen dengan bobot sebesar 48,8%, Kebijakan dan Strategi dengan bobot sebesar 22,1%, Manajemen Proses dengan bobot sebesar 13,5%, Quality Awareness dengan bobot sebesar 7,5%, Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dengan bobot sebesar 5,1%, dan Manajemen Sumber Daya dengan bobot sebesar 2,9% 7.2 Saran Bagian akhir dari penelitian ini akan mengantarkan beberapa hal yang menjadi rekomendasi dan saran yang dapat dipertimbangkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan nantinya. Saran dan rekomendasi dimaksud meliputi : 1. Hasil akhir penelitian ini selanjutnya dapat digunakan pada objek lainnya yang menjadi tugas pokok dan fungsi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci dimasa yang akan datang. 2. Sebaiknya Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kerinci menerapkan hasil kajian ini sehingga dapat mencapai sasaran perbaikan mutu pekerjaan dimasa yang akan datang. 3. Penelitian lanjutan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil akhir yang diperoleh adalah dengan mengembangkan lebih lanjut variabel lain yang memungkinkan dijadikan factor kunci sukses dalam penilaian kinerja dimasa yang akan datang. Christiawan (2001), Ingin Maju Lakukan Diklat Manajemen Kontraktor, Majalah Konstruksi, Jakarta. Daft, Richard L (1992), Organization Theory and Design, West Publishing Company, New York. Donald S.Barrie (1992), Professional Construction Management, 1992. Ervianto, W.I (2002), Manajemen Proyek Konstruksi, Penerbit ANDI, Yogyakarta. Farid, M (2005), Identifikasi FaktorFaktor Penyebab Permasalahan Pengembangan Kemampuan Kontraktor Kecil dan Menengah dalam Dinamika Otonomi Daerah (Studi kasus Kabupaten Bandung), Tesis Magister, Institut Teknologi Bandung. Gaspersz, V. (2005), Total Quality Management, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gaspersz, V. (2006), ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvement, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gianna & Atmowidjojo. (2006), Pengendalian Kualitas (Quality Control) Proyek Konstruksi Perumahan: Cluster RTCD, The First Indonesian Construction Industry Conference, Jakarta. Hardjosoedarmo,S (2004), Total Quality Management, Penerbit ANDI, Yogyakarta. Hendricson, (2000), Project Management for contruction. Ilyas.M. (1998), Buletin Pengawasan No. 13 & 14 Th.1998. www.pu.go.id Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi /LPJK, (2004), Klasifikasi danKualifikasi, www.lpjk.or.id Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi /LPJK, (2008), Registrasi usaha jasa pelaksana konstruksi, www.lpjk.or.id Melcher, Arlyn J (1990), Struktur dan Proses Organisasi, Diterjemahkan oleh Hasymi Ali, Rineka Cipta, Jakarta. Oberlender, (2000). Project Management for Engineering and Contruction. 8. REFERENSI 13 Prawirosentono,S. (2001), Filosofi Baru tentang Manahemen Mutu TerpaduAbad 21, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Pribadi K.S, Affandi.F, Firmandi.A. (1998), Jurnal Teknik Sipil Vol.5 No.1Januari 1998, Institut Teknologi Bandung. Rothery, B. (2000), ISO 9000 dan ISO 14000 untuk Industri Jasa, PPM, Jakarta. Singarimnbun,M. (1989), Metode Penelitian Survey, LP3S, Jakarta. Soenarno (2003), LPJK Harus Berbenah Diri. www.lpjk.or.id. Download internet 10 Agustus 2008. Suardi, R. (2004), Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000, PPM, Jakarta. Tika, M.P (2005), Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Tjokrowinoto,M. (1981), Tahap – Tahap Penelitian Sosial Dalam Metodologi Penelitian, Lembaga Pendidikan Doktor UGM, Yogyakarta. Toruan, R.L (2005), Panduan Penerapan Manajemen Mutu ISO 9001:2000, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Turin, (1975), Aspects of the economic of construction. Wiryodiningrat, P. (1997), ISO 9000 Untuk Kontraktor, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yustiarini, D. (2007), Proses Jaminan Mutu dalam Rantai Pasok padaIndustri Konstruksi, Tesis Magister, Institut Teknologi Bandung 14