penentuan bobot penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem

advertisement
PENENTUAN BOBOT PENILAIAN KINERJA KONTRAKTOR
BERDASARKAN SISTEM MUTU BERBASIS TQM
Hamdi1, Eva Rita 2, Hendri Warman 3
Program Pascasarjana Teknik Sipil Universitas Bung Hatta, 2Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Provinsi Sumatera Barat, 3Teknik Sipil Universitas Bung Hatta
1
Abstrak
Kegagalan mutu pada proyek-proyek konstruksi terutama proyek yang dilaksanakan kontraktor
kecil pada umumnya disebabkan oleh sumber daya manusia yang kurang memenuhi standar
minimal kualifikasi dan kecendrungan hanya sekedar memenuhi syarat administrasi saja. Pada
umumnya permasalahan yang terjadi dapat mengakibatkan proses dan hasil akhir dari
pelaksanaan konstruksi sering menyimpang dari perencanaan awal sehingga berpengaruh pada
hasil yang didapat yaitu mutu, waktu dan biaya. Hal ini tentunya menimbulkan tantangan
sendiri dalam usaha pengembangan jasa konstruksi di Indonesia secara umum dan Kabupaten
Kerinci Khususnya. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga hal utama diantaranya
pertama untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja kontraktor
berdasarkan sistem mutu berbasis TQM, kedua untuk mengetahui variabel terbaik yang
mempengaruhi penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sisitem mutu berbasis TQM dan ketiga
untuk mengetahui faktor-faktor kritis dalam penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem
mutu berbasis TQM. Faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja kontraktor berdasarkan
sistem mutu berbasis TQM adalah: faktor manajemen SDM, faktor kebijakan dan strategi,
komitmen, manajemen proses, manajemen sumber daya, dan Quality Awareness. Sementara
untuk faktor kritis dari penilaian kinerja kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis TQM
adalah: Komitmen dengan bobot sebesar 48,8%, Kebijakan dan Strategi dengan bobot sebesar
22,1%, Manajemen Proses dengan bobot sebesar 13,5%, Quality Awareness dengan bobot
sebesar 7,5%, Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dengan bobot sebesar 5,1%, dan
Manajemen Sumber Daya dengan bobot sebesar 2,9%.
Kata Kunci : Kegagalan Mutu, Kontraktor, TQM
1. PENDAHULUAN
Industri konstruksi di Indonesia pada
saat ini dan kedepannya akan menghadapi
tugas lebih berat lagi untuk melakukan
pekerjaan konstruksi infrastruktur. Hal ini
tentunya
membutuhkan
kemampuan
pelaksana konstruksi (kontraktor) untuk bisa
lebih efesien dalam pengelolaan proyek
konstruksinya
(Hendrickson
2000,
Oberlender 2000). Sebagaimana diketahui
data statistik dari Lembaga Pengembangan
Jasa
Konstruksi
Nasional
(LPJKN)
menunjukan bahwa di Indonesia terdapat
sekitar 160.000 perusahaan pelaksana
konstruksi, 90% dari jumlah tersebut adalah
kontraktor
kecil.
Berdasarkan
hasil
penelitian
terhadap
kontraktor
kecil
menunjukan bahwa tingkat perencanaan
serta pengendalian proyek konstruksi relatif
rendah/lemah dalam berbagai hal seperti
manajemen yang tidak efisien, keterbatasan
dana, keterbatasan dalam teknologi,
peralatan dan metode, dan sumber daya
manusia yang kurang berkualitas (Abduh
dan Roza 2006). Hal yang sama juga
disampaikan
oleh
Menteri
Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional pada
forum jasa konstruksi nasional tahun 2007 di
Jakarta (www.lpjk.or.id) bahwa kontraktor
kecil akan susah bersaing jika permodalan
dan kualitas sumber daya manusianya jauh
tertinggal dari kontraktor besar maupun
kontraktor asing. Pernyataan Menteri ini
merupakan gambaran yang nyata akan
keadaan kontraktor kecil di Indonesia dan
ini tentu juga akan sama dengan apa yang
terjadi di Kabupaten Kerinci.
2. PERMASALAHAN
Terbatasnya kemampuan kontraktor
kecil dalam meningkatkan sistem mutu
1
sehingga sering kali kegagalan-kegagalan
mutu baik berupa kegagalan atau kecacatan
konstruksi menyebabkan ketidakpuasan dari
pengguna jasa (owner).
3. PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah dan
gejala-gejala
penelitian
yang
telah
dipaparkan diatas, maka dapat ditarik
beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan
substansi penelitian ini, yaitu
1.
Faktor apa saja yang
mempengaruhi
penilaian
kinerja
kontraktor berdasarkan sistem mutu
berbasis
TQM
(Total
Quality
Management) ?
2.
Variabel-variabel
terbaik
apa saja yang mempengaruhi faktor
penilaian kinerja kontraktor berdasarkan
sistem mutu berbasis TQM (Total
Quality Management)?
3.
Apa yang menjadi faktor
kritis dalam penilaian kinerja kontraktor
berdasarkan sistem mutu berbasis TQM
(Total Quality Management)?
4. TUJUAN PENELITIAN
1.
Faktor apa saja yang
mempengaruhi
penilaian
kinerja
kontraktor berdasarkan sistem mutu
berbasis
TQM
(Total
Quality
Management) ?
2.
Variabel-variabel
terbaik
apa saja yang mempengaruhi faktor
penilaian kinerja kontraktor berdasarkan
sistem mutu berbasis TQM (Total
Quality Management)?
3. Apa yang menjadi faktor kritis dalam
penilaian kinerja kontraktor berdasarkan
sistem mutu berbasis TQM (Total
Quality Management)?
4. TINJAUAN LITERATUR
4.1 Konsep Dasar Mutu (Quality)
Keberhasilan suatu proyek konstruksi dapat
diukur dengan penilaian atas biaya, mutu
dan waktu. Mutu menurut ISO 8402 adalah
sifat dan karakteristik produk (barang atau
jasa) yang memenuhi kebutuhan dari
pengguna jasa. Mutu memiliki banyak
pengertian yang berbeda-beda dan bervariasi
dari yang konvensional sampai yang lebih
strategis. Adapun pengertian-pengertian
mengenai mutu, dapat diuraikan dibawah
ini:
 Soeharto (1995), mutu adalah bentuk
atau karakteristik produk (barang atau
jasa) yang memenuhi dan mengutamakan
apa yang diinginkan oleh pengguna jasa.
 Hardjosoedarmo (2004), mutu adalah
karakteristik barang dan jasa yang
ditentukan oleh pelanggan (consumer)
dan diperoleh melalui pengukuran proses
serta
melalui
perbaikan
yang
berkelanjutan
 Philip Kolter (1994) mengatakan :
“Quality is our best assurance of
customerallegiance,
our
strongest
defence against foreign competition and
the onlypath to sustair growth and
earnings”.
 Goestsch dan Davis (1994), membuat
definisi mutu sebagai suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses, dan
lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.
 Edward Deming (1986), mendefinisikan
mutu
menurut
konteks,
persepsi
pelanggan dan kebutuhan serta kemauan
pelanggan.
Kesimpulan yang dapat diambil dari
beberapa penelitian diatas, bahwa mutu
adalah suatu karakteristik dari produk
(barang/jasa)
yang
diinginkan
oleh
pelanggan yang membutuhkan inovasi dan
pengembangan secara terus menerus.
Sehingga dapat dikatakan mutu merupakan
indikator
kesuksesan
suatu
proyek
konstruksi terutama oleh pengguna jasa
(owner) terhadap produk dan jasa layanan
penyedia jasa (kontraktor). Mutu merupakan
salah satu elemen kunci dari metode dan
teknik manajemen proyek konstruksi.
Menurut Gaspersz (2005) terdapat beberapa
aktivitas yang perlu untuk ditingkatkan,
seperti:
1. Pelanggan (customers). Para pelanggan
mungkin tidak mampu mendefinisikan
2
mutu, atau menjelaskan apa (kriteria)
yang mereka gunakan untuk mengukur
tinggi/rendahnya mutu, tetapi mereka
mengetahuinya
ketika
mereka
melihatnya.
2. Persaingan (competition). Kemajuan–
kemajuan didalam teknologi transportasi
dan komunikasi membuat dunia terasa
semakin sempit.
3. Biaya–biaya
(costs).
Kemajuan
teknologi dan persaingan yang makin
ketat mendorong efisiensi, sehingga
biaya–biaya
lebih
rendah
untuk
menyediakan
produk–produk
dan
layanan–layanan bermutu.
Wiryodiningrat (1997), menyatakan kondisi
ekxisting mengenai keberhasilan penerapan
mutu kerja kontraktor dilapangan dapat
dinilai berdasarkan beberapa parameter,
antara lain:
1. Biaya pelaksanaan (bermutu bila biaya
sesuai/dibawah rencana)
2. Waktu pelaksanaan (bermutu bila
pelaksanaan sesuai/dibawah rencana)
3. Karakteristik produk (bermutu bila
sesuai gambar dan spesifikasi)
4. Keselamatan dan kesehatan kerja
(bermutu bila tidak ada kecelakaan dan
penyakit akibat kerja)
5. Semangat kerja (bermutu bila hubungan
kerja ketiga unsur SDM dalam proyek,
tetap terjalin dengan baik).
Perusahaan kontraktor kecil harus memiliki
wawasan terhadap mutu proses maupun
mutu produk dan memiliki kompetensi yang
cukup untuk mampu menerapkan sistem
mutu secara mutu. Perkembangan mutu
mengalami peningkatan dari waktu ke
waktu. Kondisi dapat dilihat pada buku
Hardjosoedarmo (2004) yang menyatakan
bahwa ada beberapa tahapan dalam
perkembangan mutu. Tahapan-tahapan
tersebut adalah:
1. Quality By Inspection
Konsep mutu modern dimulai pada
tahun 1920-an. Kelompok mutu yang
utama adalah inspeksi. Selama produksi,
para inspektor mengukur hasil produk
(barang/jasa) berdasarkan spesifikasi.
Hal ini menyebabkan perbedaan
kepentingan.
Seandainya
inspeksi
menolak hasil satu alur produksi yang
tidak sesuai maka bagian lainnya
berusaha untuk meloloskannya tanpa
mempedulikan
mutu.
Pengukuran
berdasarkan inspeksi ini memiliki
kelemahan bahwa kesalahan baru akan
diketahui pada akhir pekerjaan/produksi.
2. Pengendalian Mutu (Quality Control)
Pengendalian mutu merupakan teknik
dan
kegiatan
operasional
yang
digunakan untuk memenuhi syarat mutu.
Teknik dan kegiatan pengendalian ini
meliputi pemeriksaan hasil perencanaan,
pembuatan sertifikat pengujian yang
diakui. Pengendalian mutu diperlukan
untuk menghasilkan indikator pada
berbagai
tahap
proses
untuk
memperlihatkan bahwa persyaratan dan
spesifikais dipenuhi. Ini berguna sebagai
umpan balik yang memungkinkan
deteksi dini dari ketidaksesuaian yang
membutuhkan perbaikan atau perhatian.
3. Jaminan Mutu (Quality Assurance)
Jaminan mutu merupakan seluruh
tindakan sistematik yang direncanakan
dan dibutuhkan untuk memberikan
keyakinan yang cukup bahwa suatu
produk atau jasa akan memenuhi
persyaratan mutu yang ditentukan. Pada
dasarnya jaminan mutu merupakan
fungsi
preventif
yang
tidak
mengendalikan, melainkan memberikan
keyakinan yang cukup bahwa kontrol
ada dan beroperasi dan bahwa control
tersebut akan memenuhi persyaratan.
Untukmengimplementasikan
jaminan
mutu secara efektif, prosedur dan
instruksi kerja yang tepat dan sistematik
harus dibuat dan diikuti. Jaminan mutu
dilakukan mulai dari awal hingga akhir
pelaksanaan kegiatan, quality assurance
bertujuan
untuk
menjamin
agar
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
rencana. Untuk memastikan proses
produksi yang bermutu dapat melalui
pelaksanaan audit operasi, pelatihan,
analisis kerja teknis dan petunjuk
operasi untuk peningkatan mutu.
3
4. Manajemen
mutu
(Quality
Management)
Manajemen mutu merupakan aspek dari
keseluruhan fungsi manajemen yang
menentukan dan mengimplementasikan
kebijakan mutu. Manajemen mutu
membutuhkan
komitmen
dan
keterlibatan
manajemen
puncak.
Manajemen mutu meliputi penetapan
mutu sebagai bagian dari nilai–nilai dan
sasaran perusahaan, menentukan strategi
dan standar mutu bagi perusahaan,
mengalokasikan sumber daya yang
memadai dan sesuai, dan membentuk
suatu sistem mutu. Sistem mutu
merupakan
struktur
perusahaan,
tanggung jawab, prosedur, proses dan
sumber daya untuk mengimplentasikan
manajemen mutu. Sistem mutu harus
meliputi seluruh perusahaan dari tingkat
manajemen, supervise sampai tingkat
perdagangan (bila perlu). Tujuan dari
sistem mutu adalah untuk membuat
setiap karyawan mengetahui kontribusi
dan tanggung jawabnya.
5. Manajemen Mutu Terpadu (Total
Quality Management)
Penerapan
sistem
mutu
secara
menyeluruh akan menghasilkan apa
yang disebut manajemen mutu terpadu
(total quality management) yang
didefinisikan
sebagai
berikut;
pendekatan
manajemen
suatu
perusahaan yang bertumpu pada mutu,
didasarkan pada partisipasi seluruh
anggota
untuk
jangka
panjang
memberikan kepuasan bagi konsumen
dan
keuntungan
bagi
anggota
perusahaan dan masyarakat.
4.2 Total Quality Management (TQM)
Mutu yang sesuai dengan apa yang
diinginkan
oleh
pelanggan,
perlu
direncanakan
(quality
planning),
dikendalikan (quality control), dijamin
(quality assurance) dan ditingkatkan
(quality improvement). Implementasi dari
hal-hal tersebut dapat menjadi alat untuk
mengembangkan manajemen mutu terpadu
atau lebih dikenal dengan total quality
management (TQM) (Gaspersz, 2005)
Total quality management (TQM) memiliki
beberapa pengertian seperti:
- Menurut Hardjosoedarmo (2004), TQM
adalah sistem yang sempurna untuk
memperbaiki barang dan jasa yang
menjadi masukan pada perusahaan,
memperbaiki seluruh proses penting
dalam perusahaan, dan menperbaiki
upaya untuk memenuhi kebutuhan dari
para pemakai barang dan jasa yaitu
pelanggan pada masa kini dan di waktu
yang akan datang.
- Menurut
Santoso
(1992),
TQM
merupakan sistem manajemen yang
mengangkat mutu sebagai strategi usaha
dan
berorientasi
pada
kepuasan
pelanggan dengan melibatkan seluruh
anggota perusahaan”
- Menurut Tjiptono dan Diana (1998),
menguraikan TQM merupakan suatu
pendekatan dalam menjalankan usaha
yang mencoba untuk meningkatkan daya
saing perusahaan melalui perbaikan terus
menerus atas produk, jasa, manusia,
proses dan lingkungannya”.
Kesimpulan dari beberapa penelitian diatas
bahwa Total Quality Management (TQM)
adalah
suatu
pendekatan
dalam
meningkatkan mutu bagi perusahaan untuk
memenuhi kepuasan dari pelanggan dengan
cara melakukan perbaikan secara terus
menerus dengan mengubah paradigma
manajemen tradisional, komitmen jangka
panjang dan memiliki kesatuan tujuan
didalam perusahaan serta melakukan
pelatihan-pelatihan khusus.
TQM pertama kali dikembangkan oleh W.
Edward
Deming
dan
Joseph
M.
Juran.Deming & Juran mengajarkan betapa
pentingnya
pihak
manajemen
suatuperusahaan harus bertanggung jawab
penuh dalam penerapan sistem mutu produk
(barang/jasa)
secara
total
dalam
menghasilkan produk yang baik dan tidak
cacat.Menurut W. Edward Demingdalam
penerapan TQM, ada beberapa kondisi yang
harus
diciptakan
untuk
menunjang
keberhasilan, antara lain:
1. Semangat untuk meningkatkan mutu
harus tampak dilingkungan perusahaan;
4
2. Pemberian penghargaan bagi karyawan
yang
berhasil
menjaga
atau
meningkatkan mutu;
3. Mutu harus tetap diutamakan walaupun
pekerjaan terlambat atau biaya sudah
membengkak.
Pencapaian keberhasilan dalam penerapan
mutu juga diperlukan beberapa unsur-unsur
penting, sebagai berikut:
1. Keterlibatan pimpinan puncak lebih
nyata daripada sekadar cheerleading.
Seorang pimpinan puncak harus mampu
memimpin dengan cara signifikan dan
dengan visi yang jauh kedepan serta
bersifat konsisten;
2. Memiliki strategi implementasi yang
tepat dan bijaksana;
3. Infrastuktur mobilisasi perusahaan yang
terdiri dari tujuh bagian, yaitu tujuan,
tatanan perusahaan, pendidikan dan
pelatihan, mendorong implementasi
TQM, penyebarluasan keberhasilan
kegiatan perusahaan, insentif dan
memantau serta mengevaluasi kegiatan
yang dilakukan oleh pimpinan puncak.
Pemenuhan kebutuhan pelanggan
dapat dicapai dengan sistem manajemen
mutu dan perbaikan mutu terus menerus.
Pengembangan suatu sistem manajemen
mutu (quality management system) dan
perbaikan mutu terus menerus (continuous
quality
improvement)
yang
akan
memberikan kesempatan bagi perusahaan
untuk melakukan evaluasi dan peninjauan
ulang terhadap struktur total quality
management (TQM) yang telah dibangun
didalam suatu perusahaan.
Perbaikan Mutu Terus Menerus
(Continuous Quality Improvement)
Proses perbaikan mutu memerlukan
komitmen untuk perbaikan yang melibatkan
secara seimbang antara aspek manusia
(motivasi) dan aspek teknologi (teknik).
Perbaikan mutu harus mengacu pada upaya
untuk mengetahui kepuasan total dari
pelanggan dengan mengikuti suatu diagram
yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
Kepuasan TOTAL
 Mutu Produk
 Harga
 Waktu Penyerahan











Pengendalian
MUTU
PLAN (P), DO (D)
CHECK (C),
ACTION (A)
Pengendalian Mutu
Pengendalian Pemasok
Pengendalian Hubungan Pelanggan
Pengendalian Hubungan Publik
Pengendalian Hubungan Tenaga Kerja
Pengendalian Informasi
Pengendalian Proses Produksi
Pengendalian Finansial
Pengendalian Invemtori
Pengendalian Anggaran
Dan Lain-Lain




PERBAIKAN
Kebijakan Manajemen
Organisasi Manajemen
Fungsi Manajemen
Gugus Kendali Mutu
Juran dan Gryna (1993) juga menyatakan
bahwa komitmen
manajemen untuk
melakukan perbaikan mutu adalah perlu,
namun belum cukup. Untuk melakukan
tindakan terhadap komitmen didalam
perusahaan dibutuhkan elemen manajemen
mutu
yang
paling
penting
yaitu
kepemimpinan mutu (quality leadership)
melalui bukti nyata dalam melaksanakan
komitmen itu. Perbaikan manajemen mutu
dalam perusahaan dapat dianalisis dengan
menggunakan konsep deming PDSA (plando-study-act). Seperti gambar berikut :
Peningkatan mutu total terus menerus
(quality,cost,delivery,
morale)
Do or implement
the Solution (D)
Mempelajari
hasil-hasil Solusi
masalah atau
Perbaikan mutu
Study the solution
result (S)
Mempelajari
hasil-hasil Solusi
masalah atau
Perbaikan mutu
KARYAWAN
Plan the solution (P)
Merencanakan
Solusi Masalah atau
Perbaikan Mutu
MANAJEMEN
PUNCAK
Act to standartdize
the Solution (A)
Menstandarisasikan
hasil-hasil solusi
masalah Perbaikan
mutu
Mengevaluasi akar
penyebab masalah mutu
MASALAH MUTU
Memahami kebutuhan
perbaikan mutu
Menyatakan masalah mutu
yang ada
Perbaikan mutu dengan menggunakan
pendekatan TQM berbeda dengan perbaikan
mutu dengan melalui pendekatan tradisional.
Dimana perbedaan kedua pendekatan
tersebut dapat diuraikan melalui alasan
(occasion), pendekatan (approach), respon
terhadap kesalahan, persepektif terhadap
5
pengambilan keputusan, peranan manajerial,
wewenang, fokus, pengendalian dan alat
4.3 Prinsip Dasar AHP (Analytical
Hierarchi Process)
Metode Analytical Hierarchi Process(AHP)
atau Proses Hirarki Analitik pada awalnya
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty,
seorang ahli matematika dari University of
Pittsburg Amerika Serikat awal tahun 1970an. Metode AHP merupakan suatu perangkat
untuk menentukan pilihan dari berbagai
alternatif yang sulit. Metode ini bekerja
berdasarkan kombinasi input berbagai
pertimbangan dari para pembuat keputusan
yang didasarkan pada informasi tentang
elemen-elemen
pendukung
keputusan
tersebut, yaitu untuk menentukan suatu set
pengukuran prioritas dalam rangka evaluasi
terhadap berbagai alternatif yang akan
diambil dalam suatu produk keputusan.
Dalam menyelesaikan persoalan dengan
menggunakan metode AHP, terdapat
beberapa prinsip dasar dari metode AHP
yang harus dipahami yaitu sebagai berikut:
a. Decomposition(prinsip menyusun
hirarki).
b. Synthesis of Priority(penyusunan dan
penetapan prioritas).
c. Logical Consistency(Prinsip Konsistensi
Logika).
Prinsip Decomposition menggambarkan dan
menguraikan permasalahan secara hirarkis,
yaitu memecah persoalan menjadi elemen-elemen yang terpisah. Untuk mendapatkan
hasil yang lebih akurat, elemen-elemen
tersebut dipecahkan lagi sampai tidak
mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut,
sehingga didapatkan beberapa tingkatan.
Penyusunan dan penetapan prioritas, yaitu
menentukan
peringkat
elemen-elemen
menurut
relatif
pentingnya
dengan
melakukan
perbandingan
secara
berpasangan
terhadap
elemen-elemen
tersebut. Konsistensi logis yaitu menjamin
bahwa semua elemen dikelompokkan secara
logis dan diperingkatkan secara konsisten
sesuai dengan kriteria yang logis.
5. METODOLOGI PENELITIAN
5.1 Kerangka Pemikiran
Penelitian awal sangat diperlukan untuk
mendapat gambaran awal mengenai topik
yang akan dibahas. Penelitian awal
dilakukan melalui studi literatur dari
penelitian-penelitian terdahulu, jurnal-jurnal
yang ada serta buku-buku penunjang dan
melakukan penelitian pendahuluan terhadap
sistem yang akan diteliti sehingga akan
membangun kerangka berfikir yang tepat
untuk
memecahkan
masalah
yang
ditemukan. Dari hasil kajian pustaka dan
penelitian terdahulu didapatkan dasar
pemikiran sebagai landasan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
Penerapan sistem mutu pada kontraktor KECIL
menengah
PAKET-PAKET
PERKERJAAN
KONSTRUKSI BANGUNAN
GEDUNG
KONTRAKTOR KECIL, NON KECIL
KENDALA PENERAPAN SISTEM MUTU
PADA KONTRAKTOR KECIL, NON
KECIL
Faktor-faktor yang berpengaruh dan dominan
dalam peningkatan mutu
Peningkatan kualitas pekerjaan proyek konstruksi
oleh kontraktor Kecil dan Non Kecil
5.2 Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah metode survey yang
bersifat
deskriptif
analisis,
yaitu
pengambilan
sampel
dari
populasi.
Penelitian dilakukan secara kuantitif dan
kualitatif. Responden yang dijadikan sampel
penelitian adalah orang yang terlibat secara
aktif dalam proyek konstruksi gedung
seperti Manager Proyek, Site Manager dan
Pelaksana Lapangan. Alat pengumpul data
primer menggunakan kuisioner yang
diberikan kepada orang-orang yang terlibat
dalam pelaksanaan proyek seperti diatas.
6
Bentuk pertanyaan survey dirancang untuk
mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh
dan dominan dalam penerapan sistem mutu
berbasi TQM untuk meningkatkan mutu
kontraktor kecil. Adapun diagram alir
metoda penelitian secara kuantitatif dan
kualitatif pada gambar 3.2 adalah sebagai
berikut :
Literatur Review
MULAI
Identifikasi Masalah
Rumusan Masalah
tidak
Penentuan Variabel
Penelitian
Objektif Penelitian
Penyebaran
Kuesioner
Kuesioner Penelitian
Penentuan Populasi dan
Sampel Penelitian
Uji Validitas dan
Realibilitas
Instrument
Analisis Korelasi
(r>0,4)
Variabel yang
Berpengaruh
Analisis Faktor
Analisis Multi Criteria
Decesion Making (AHP)
Rekomendasi
SELESAI
5.3 Penentuan Populasi dan Sampel
Dalam
pengumpulan
data
untuk
mendapatkan populasi dan sampel yang
akan diolah pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a) Jumlah Sampel
Pengambilan jumlah sampel dilakukan
dengan mengambil minimal 10% dari
total populasi yang ada (Tjokrowinoto
M, 1981). Sampel didalam penelitian ini
adalah pakar yang mewakili perorangan
dengan jabatan Manager Proyek, Site
Manager, Pelaksana Lapangan. Dari
keseluruhan perusahaan yang dijadikan
objek penelitian diwilayah Kabupaten
Kerinci, maka ditetapkan jumlah sampel
yang dianggap representative adalah
sebanyak 55 orang sampel.
b) Sumber Data
Data dalam penelitian ini bersumber dari
data primer dan sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh lansung
berdasarkan instrument kuesioner yang
telah disebarkan, sementara data
sekunder adalah data dari studi pustaka
yang terdiri dari tesis, jurnal ilmiah,
buku, skripsi dan sebagainya.
5.4 Penentuan Variabel
Berdasarkan hasil studi literatur dan
penelitian pendahuluan didapatkan 10
(sepuluh)
hal
utama
yang
harus
dipertimbangkan untuk dapat meningkatkan
mutu kontraktor kecil dengan penerapan
mutu berbasis TQM sebagai berikut :
a)
Kepemimpinan
b)
Kebijakan dan strategi
c)
Komitmen
d)
Kerjasama
e)
Kapasitas untuk berubah
f)
Pembelajaran
g)
Manajemen sumber daya
manusia
h)
Komunikasi
i)
Manajemen proses
j)
Quality
Awareness
(Pemahaman mutu)
6. PEMBAHASAN
6.1 Identifikasi Faktor Penilaian Kinerja
Kontraktor Berdasarkan Sistem
Mutu Berbasis TQM
Penelitian dilakukan untuk menentukan
Faktor dan Variabel penilaian kinerja
kontraktor berdasarkan sistem mutu berbasis
TQM. Faktor dan Variabel ini ditentukan
berdasarkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi peningkatan mutu kontraktor
berdasarkan sistem mutu TQM. Faktor dan
variabel yang mempengaruhi peningkatan
mutu kontraktor berdasarkan sistem mutu
TQM didapatkan berdasarkan studi literatur
terhadap penelitian dan kajian yang telah
dilakukan sebelumnya. Sumber literatur
yang menjadi rujukan adalah Lindsay dan
Petrick (1997), Arsyad dan Lincoln (2000),
Caming dan Worlaey (2003), Hardjono
7
(1996), Juran dan Gryna (1993), Nasution
(2005), Goesch dan Davis (1997), Tjiptono
dan Fandy (1998), Tunggal dan Widjaja
(1993) dan Putri (2009). Hasil identifikasi
faktor dan variabel yang mempengaruhi
peningkatan mutu kontraktor berdasarkan
sistem mutu berbasis TQM dapat dilihat
pada Tabel dibawah ini.
Uji Reliabilitas Kuesioner
Pengujian reliabilitas merupakan suatu alat
ukur yang menunjukkan sejauh mana hasil
alat ukur tersebut dapat di andalkan dari
kesalahan pengukuran.Bila suatu alat ukur
dipakai dua kali untuk mengukur gejala
yang sama dan hasil pengukurannya yang
diperoleh relativ konsisten, maka alat
pengukur tersebut reliabel. Metode yang di
gunakan untuk mengukur ke andalan pada
penelitian ini adalah alpha cronbach untuk
pengujian internal consistency. Harga
koefisien ini berkisar antara 0 sampai
dengan 1, makin besar nilai koefisien maka
makin besar keandalan alat ukur yang
digunakan. Menurut Nunnaly (1978) alat
ukur dikatakan reliabel bila nilai alpha
melebihi 0,7. Hasil pengujian validitas dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Hasil pengujian reliabilitas kuesioner
dengan menggunakan cronbach alpha
memperlihatkan bahwa dari 11 faktor yang
dinyatakan valid, hanya terdapat 7 faktor
yang reliabel yaitu faktor organisasi, faktor
pelaksanaan, dan faktor pengawasan.
Sedangkan faktor kebijakan dan strategi,
komitmen, manajemen proses, manajemen
SDM, Komunikasi, Manajemen Sumber
Daya dan Quality awareness. Hal ini berarti
bahwa faktor kepemimpinan, kerjasama,
kapasitas untuk berubah dan pembelajaran
ini tidak reliabel untuk menjelaskan
peningkatan kinerja mutu kontraktor
berbasis TQM, sehingga keempat faktor ini
tidak diikutkan lagi dalam analisis
selanjutnya.
6.2 Analisis Korelasi Antara Faktor TQM
Dan Peningkatan Mutu Kontraktor
Hasil uji reliabilitas diketahui bahwa dari 11
faktor yang teridentifikasi pada awal
penelitian, hanya terdapat 7 faktor yang
valid dan reliabel sebagai faktor yang
mempengaruhi peningkatan mutu kontraktor
berbasis TQM yaitu, faktor pelaksanaan, dan
faktor pengawasan. Sedangkan faktor
kebijakan
dan
strategi,
komitmen,
manajemen proses, manajemen SDM,
Komunikasi, Manajemen Sumber Daya dan
Quality awareness. Hasil analisis korelasi
dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
8
Hasil analisis korelasi memperlihatkan
bahwa kebijakan dan strategi serta faktor
manajemen SDM berkorelasi kuat dengan
peningkatan mutu kontraktor dengan nilai
korelasi 0.608 dan 0.655. Tetapi factor
komunikasi berkorelasi lemah dengan
peningkatan mutu kontraktor dengan nilai
korelasi 0.358. Hal ini berarti bahwa
pengaruh
faktor
komunikasi
dalam
peningkatan mutu kontraktor lemah,
sehingga factor ini dibuang untuk analisis
selanjutnya.
6.3 Penentuan Bobot Penilaian Kinerja
Kontraktor Berbasis TQM dengan
AHP
Penentuan
bobot
penilaian
kinerja
kontraktor berbasis TQM memerlukan suatu
metode pendukung yaitu analisa keputusan
yang merupakan suatu metode yang
digunakan oleh pengambil keputusan untuk
mengevaluasi semua alternatif yang ada.
Umumnya
alternatif-alternatif
tersebut
mempunyai kelebihan dan kelemahan
sendiri-sendiri, yang membuat pengambil
keputusan
sukar
untuk
menentukan
pilihannya. Berdasarkan alasan tersebut,
maka salah satu cabang analisa keputusan
yang sesuai dengan masalah ini adalah
Multi-Faktor Decision Making (Raharjo
et.al., 2000) dengan salah satu metode yang
digunakan adalah Analytical Hierarchy
Process (AHP). Analytical Hierarchy
Process (AHP) diperkenalkan oleh Thomas
L. Saaty pada tahun 1970-an. AHP
merupakan sebuah hierarki fungsional
dengan input utamanya persepsi manusia.
Karena menggunakan input persepsi
manusia, AHP dapat digunakan untuk
mengolah data yang bersifat kualitatif
maupun kuantitatif. Selain itu AHP
mempunyai kemampuan untuk memecahkan
masalah yang multi obyektif dan multi
faktor yang didasarkan pada perbandingan
preferensi dari setiap elemen dalam hirarki.
Hasil analisis faktor yang mempengaruhi
peningkatan mutu kontraktor berbasis TQM
dengan menggunakan metode korelasi,
didapatkan 6 faktor peningkatan mutu
kontraktor berbasis TQM dengan 15
variabel. Hasil analisis korelasi ini kemudian
dijadikan dasar untuk penilaian kinerja
kontraktor berbasis TQM. Hal ini
dikarenakan ke 6 faktor dan 15 variabel
tersebut berkorelasi sedang sampai dengan
kuat dengan peningkatan mutu kontraktor
berbasis TQM. Berdasarkan hal tersebut,
maka faktor dan variabel penilaian kinerja
kontraktor berbasis TQM dapat dilihat pada
Tabel dibawah ini.
Responden untuk yang melakukan penilaian
untuk penentuan bobot penilaian kinerja
kontraktor berbasis TQM dilakukan oleh 55
ahli yaitu Manager Proyek, Site Manajer dan
Pelaksana Lapangan. Keseluruhan ahli
diminta untuk menjawab pertanyaan berupa
perbandingan berpasangan untuk setiap
faktor berdasarkan tingkat kepentingannya.
9
geometric
berikut:
dengan
persamaan
sebagai
G  n x1  x2  x3      xn
log G =
6.4 Penentuan Bobot Faktor Penilaian
Kinerja Kontraktor
Penentuan bobot faktor penilaian kinerja
kontraktor berbasis TQM diolah dengan
menggunakan metoda AHP dengan bantuan
software Expert Choice 11.5. Hasil penilaian
terhadap faktor penilaian kinerja kontraktor
berbasis TQM dapat dilihat pada lampiran F.
Perhitungan bobot untuk masing-masing
faktor dilakukan dengan membuat matriks
perbandingan berpasangan untuk masingmasing faktor dengan simbol sebagai
berikut:
1. Kebijakan dan Strategi
: KS
2. Komitmen
: K
3. Manajemen Proses
: MP
4. Manajemen SDM
: SDM
5. Manajemen SD
: SD
6. Quality awareness
: QA
Perhitungan rata-rata geometric untuk
perbandingan berpasangan perlu dilakukan
dikarenakan jumlah responden terdiri dari 3
orang ahli. Perhitungan nilai rata-rata
dilakukan dengan menggunakan rata-rata
log x1  log x 2  log x3      log x n
n
Langkah-langkah perhitungan bobot (nilai
preferensi) untuk masing-masing faktor
adalah sebagai berikut :
1. Menghitung nilai rata-rata geometric
untuk masing-masing faktor. Nilai ratarata
geometric
perlu
dihitung
dikarenakan penilaian dilakukan oleh 3
orang responden.
2. Membuat
matriks
perbandingan
berpasangan dengan menggunakan nilai
rata-rata geometric.
3. Menghitung nilai bobot (preferensi)
untuk masing-masing faktor dengan
langkah sebagai berikut:
Hasil bobot faktor penilaian kinerja
kontraktor
berbasis
TQM
dengan
menggunakan software expert choice 11.5
dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
Hasil analisis data dengan menggunakan
AHP
memperlihatkan
bahwa
faktor
komitmen memiliki bobot yang tertinggi
yaitu 0.488, yang berati bahwa 48.8%
penilaian kinerja kontraktor dinilai dari
faktor komitmen. Faktor kedua dengan
bobot terbesar adalah kebijakan dan strategi
dengan kontribusi terhadap penilaian kinerja
kontraktor sebesar 22.1% dan faktor ketiga
adalah Manajemen proses dengan kontribusi
sebesar 13.5% terhadap penilaian kinerja
kontraktor. Faktor quality awareness,
manajemen SDM dan manajemen sumber
daya memiliki kontribusi yang lebih kecil
yaitu kurang dari 10%. Meskipun begitu
10
faktor ini tetap memberikan pengaruh dalam
penilaian kinerja kontraktor.
6.5 Penentuan Bobot Variabel Penilaian
Kinerja Kontraktor
A. Bobot Variabel Kebijakan dan
Strategi (0.221)
Hasil analisis faktor kebijakan dan strategi
diketahui
bahwa
penilaian
terhadap
kebijakan
dan
strategi
perusahaan
memberikan kontribusi sebesar 22.1% dari
keseluruhan
total
penilaian
kinerja
kontraktor berbasis TQM. Faktor kebijakan
dan strategi dinilai berdasarkan 2 variabel
yaitu pelaksanaan standar yang ditetapkan
pemerintah dan perhitungan resiko dan
problem solving. Hasil AHP untuk variabel
kebijakan dan strategi adalah sebagai
berikut:
Hasil analisis memperlihatkan bahwa dari 2
variabel kebijakan dan strrategi variabel
perhitungan resiko dan problem solving
memberikan bobot penilaian yang tertinggi
yaitu sebesar 0.675. Hal ini berarti bahwa
perhitungan resiko dan problem solving
memberikan kontribusi sebesar 67.5% dari
total penilaian kebijakan dan strategi.
B. Bobot Variabel Komitmen (0.488)
Hasil analisis faktor komitmen
diketahui
bahwa
penilaian
terhadap
komitmen memberikan kontribusi terbesar
yaitu sebesar 48.8% dari keseluruhan total
penilaian kinerja kontraktor berbasis TQM.
Faktor komitmen dinilai berdasarkan 2
variabel yaitu perencanaan pekerjaan dan
pemenuhan spesifikasi pengguna jasa. Hasil
AHP untuk variabel komitmen adalah
sebagai berikut:
Hasil analisis dengan AHP memperlihaktan
bahwa variabel perencanaan pekerjaan
memeliki bobot terbesar yaitu sebesar 0.875.
hal ini berarti bahwa 87.5% dari total
penilaian komitmen diberikan oleh penilaian
terhadap perencanaan pekerjaan.
C. Bobot Variabel Manajemen Proses
(0.135)
Hasil analisis faktor manajemen proses
diketahui
bahwa
penilaian
terhadap
manajemen proses memberikan kontribusi
terbesar yaitu sebesar 13.5% dari
keseluruhan
total
penilaian
kinerja
kontraktor
berbasis
TQM.
Faktor
manajemen proses dinilai berdasarkan 3
variabel yaitu perencanaan dan pengendalian
sumber daya, evaluasi pelaksanaan proyek
dan perencanaan waktu proyek. Hasil AHP
untuk variabel manajemen proses adalah
sebagai berikut:
Hasil analisis dengan AHP memperlihaktan
bahwa
variabel
perencanaan
dan
pengendalian
sumber
daya
dan
perencanaaan waktu proyek memberikan
kontribusi terbesar dalam penilaian faktor
manajemen proses yaitu sebesar 0.429. Hal
ini berarti bahwa 85.8% dari total penilaian
menajemen proses diberikan oleh penilaian
terhadap perencanaan dan pengendalian
sumber daya serta perencanaan waktu
proyek.
11
D. Bobot Variabel Manajemen SDM
(0.051)
Hasil analisis faktor manajemen SDM
diketahui
bahwa
penilaian
terhadap
manajemen SDM memberikan kontribusi
terbesar yaitu sebesar 5,1% dari keseluruhan
total penilaian kinerja kontraktor berbasis
TQM. Faktor manajemen proses dinilai
berdasarkan 3 variabel yaitu pelatihan bagi
tenaga kerja, minimasi penggantian tenaga
kerja, dan disiplin dan tanggung jawab.
Hasil AHP untuk variabel manajemen SDM
adalah sebagai berikut:
Hasil analisis dengan AHP memperlihaktan
bahwa variabel minimasi penggantian
tenaga kerja memberikan kontribusi terbesar
dalam penilaian faktor manajemen SDM
yaitu sebesar 0.475. Hal ini berarti bahwa
47.5% dari total penilaian menajemen SDM
diberikan oleh penilaian terhadap minimasi
penggantian tenaga kerja.
E. Bobot Variabel Manajemen Sumber
Daya (0.029)
Hasil analisis faktor manajemen sumber
daya diketahui bahwa penilaian terhadap
manajemen sumber daya memberikan
kontribusi terbesar yaitu sebesar 2,9% dari
keseluruhan
total
penilaian
kinerja
kontraktor berbasis TQM.
Faktor
manajemen sumber daya dinilai berdasarkan
3 variabel yaitu penggunaan peralatan dan
teknologi modern, pembayaran termyn tepat
waktu dan evaluasi penggunaan material dan
peralatan. Hasil AHP untuk variabel
manajemen sumber daya adalah sebagai
berikut:
Hasil analisis dengan AHP memperlihaktan
bahwa variabel pembayaran termyn tepat
waktu memberikan kontribusi terbesar
dalam penilaian faktor manajemen sumber
daya yaitu sebesar 0.598. Hal ini berarti
bahwa 59.8% dari total penilaian
menajemen sumber daya diberikan oleh
penilaian terhadap pembayaran termyn tepat
waktu.
F. Bobot Variabel Quality awareness
(0.075)
Hasil analisis faktor quality awareness
diketahui bahwa penilaian terhadap quality
awareness memberikan kontribusi sebesar
7,5% dari keseluruhan total penilaian kinerja
kontraktor berbasis TQM. Faktor quality
awareness dinilai berdasarkan 2 variabel
yaitu kesesuaian mutu hasil kerja dengan
spesifikasi, peningkatan pemahaman tentang
mutu. Hasil AHP untuk variabel quality
awareness adalah sebagai berikut:
Hasil analisis dengan AHP memperlihaktan
bahwa variabel kesesuaian mutu hasil kerja
dengan spesifikasi memberikan kontribusi
terbesar dalam penilaian faktor quality
awareness yaitu sebesar 0.875. Hal ini
berarti bahwa 87.5% dari total penilaian
quality awareness diberikan oleh penilaian
terhadap kesesuaian mutu hasil kerja dengan
spesifikasi.
7. PENUTUP
12
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang
telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan, yaitu:
1. Faktor yang mempengaruhi penilaian
kinerja kontraktor berdasarkan sistem
mutu berbasis TQM adalah : faktor
manajemen SDM, faktor kebijakan dan
strategi, komitmen, manajemen proses,
manajemen sumber daya, dan Quality
Awareness.
2. Faktor kritis dari penilaian kinerja
kontraktor berdasarkan sistem mutu
berbasis TQM adalah : Komitmen
dengan bobot sebesar 48,8%, Kebijakan
dan Strategi dengan bobot sebesar
22,1%, Manajemen Proses dengan
bobot
sebesar
13,5%,
Quality
Awareness dengan bobot sebesar 7,5%,
Manajemen Sumber Daya Manusia
(SDM) dengan bobot sebesar 5,1%, dan
Manajemen Sumber Daya dengan
bobot sebesar 2,9%
7.2 Saran
Bagian akhir dari penelitian ini akan
mengantarkan beberapa hal yang menjadi
rekomendasi dan saran yang dapat
dipertimbangkan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan nantinya. Saran dan
rekomendasi dimaksud meliputi :
1. Hasil akhir penelitian ini selanjutnya
dapat digunakan pada objek lainnya
yang menjadi tugas pokok dan fungsi
Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Kerinci dimasa yang akan datang.
2. Sebaiknya Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Kerinci menerapkan hasil
kajian ini sehingga dapat mencapai
sasaran perbaikan mutu pekerjaan
dimasa yang akan datang.
3. Penelitian lanjutan yang dapat dilakukan
berdasarkan hasil akhir yang diperoleh
adalah dengan mengembangkan lebih
lanjut variabel lain yang memungkinkan
dijadikan factor kunci sukses dalam
penilaian kinerja dimasa yang akan
datang.
Christiawan (2001), Ingin Maju
Lakukan Diklat Manajemen Kontraktor,
Majalah Konstruksi, Jakarta.
Daft, Richard L (1992), Organization
Theory and Design, West Publishing
Company, New York.
Donald S.Barrie (1992), Professional
Construction Management, 1992.
Ervianto, W.I (2002), Manajemen
Proyek Konstruksi, Penerbit ANDI,
Yogyakarta.
Farid, M (2005), Identifikasi FaktorFaktor
Penyebab
Permasalahan
Pengembangan Kemampuan Kontraktor
Kecil dan Menengah dalam Dinamika
Otonomi Daerah (Studi kasus Kabupaten
Bandung),
Tesis
Magister,
Institut
Teknologi Bandung.
Gaspersz, V. (2005), Total Quality
Management, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Gaspersz, V. (2006), ISO 9001:2000
and Continual Quality Improvement, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gianna & Atmowidjojo. (2006),
Pengendalian Kualitas (Quality Control)
Proyek Konstruksi Perumahan: Cluster
RTCD, The First Indonesian Construction
Industry Conference, Jakarta.
Hardjosoedarmo,S
(2004),
Total
Quality Management, Penerbit ANDI,
Yogyakarta.
Hendricson,
(2000),
Project
Management for contruction.
Ilyas.M. (1998), Buletin Pengawasan
No. 13 & 14 Th.1998. www.pu.go.id
Lembaga
Pengembangan
Jasa
Konstruksi /LPJK, (2004), Klasifikasi
danKualifikasi, www.lpjk.or.id
Lembaga
Pengembangan
Jasa
Konstruksi /LPJK, (2008), Registrasi usaha
jasa pelaksana konstruksi, www.lpjk.or.id
Melcher, Arlyn J (1990), Struktur dan
Proses Organisasi, Diterjemahkan oleh
Hasymi Ali, Rineka Cipta, Jakarta.
Oberlender,
(2000).
Project
Management
for
Engineering
and
Contruction.
8. REFERENSI
13
Prawirosentono,S. (2001), Filosofi Baru
tentang Manahemen Mutu TerpaduAbad 21,
Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Pribadi K.S, Affandi.F, Firmandi.A.
(1998), Jurnal Teknik Sipil Vol.5
No.1Januari 1998, Institut Teknologi
Bandung.
Rothery, B. (2000), ISO 9000 dan ISO
14000 untuk Industri Jasa, PPM, Jakarta.
Singarimnbun,M.
(1989),
Metode
Penelitian Survey, LP3S, Jakarta.
Soenarno
(2003),
LPJK
Harus
Berbenah Diri. www.lpjk.or.id. Download
internet 10 Agustus 2008.
Suardi, R. (2004), Sistem Manajemen
Mutu ISO 9000:2000, PPM, Jakarta.
Tika, M.P (2005), Budaya Organisasi
dan Peningkatan Kinerja Perusahaan,
Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Tjokrowinoto,M. (1981), Tahap –
Tahap Penelitian Sosial Dalam Metodologi
Penelitian, Lembaga Pendidikan Doktor
UGM, Yogyakarta.
Toruan,
R.L
(2005),
Panduan
Penerapan
Manajemen
Mutu
ISO
9001:2000, PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta.
Turin, (1975), Aspects of the economic
of construction.
Wiryodiningrat, P. (1997), ISO 9000
Untuk Kontraktor, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Yustiarini, D. (2007), Proses Jaminan
Mutu dalam Rantai Pasok padaIndustri
Konstruksi,
Tesis
Magister,
Institut
Teknologi Bandung
14
Download