BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penulisan Berlandaskan presbiterial pada sinodal sistem Gereja kepemimpinan Protestan Maluku memanajemen organisasinya yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan yang berkeadilan, damai, setara, dan sejahtera sebagai tanda-tanda Kerajaan Allah di dunia melalui pelayanan yang dilakukan (BPH Sinode GPM, 2010).Sistem presbiterial sinodal merupakan sistem yang memberikan tekanan pada peranan para presbiter yang terpanggilmelayani dan memimpin jemaat.Arah kebijakan gereja,ditentukan bersama-sama melalui majelis jemaat, persidangan sinode, dan majelis sinode.Sistem ini menekankan bahwa gereja bukan federasidarijemaat-jemaat, tetapi keduanya mempunyai hubungan yang dinamis dengan kehidupan, dan melaksanakan 2010).Hal ini menghendaki kepentingan misi Kristus menunjukkan para presbiter timbal-balik untuk (Majelis Sinode bahwa dan GPIB, sistem jemaat ini berjalan bersama-sama untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, seluruh stakeholder organisasi di semua lini bertanggung jawabuntuk melakukan pelayanan. Gereja mewujudkan tujuan organisasinya melalui program-program yang diimplementasi dalam jemaatjemaat yang terhimpun dalam sinode GPM.Untuk menilai keberhasilan tujuan organisasi maka dilakukan evaluasi baik di tingkat sidang sinode, sidang BPL, sidang Klasis, maupun sidang jemaat. Dalam beberapa tahun terakhir ditemukan sejumlah masalah yang sama sebagai hasil analisis atas berbagai program yang dijalankan baik di tingkat Sinode, Klasis, maupun Jemaat. Beberapa pokok masalah yang terus timbul dalam analisis di setiap tingkat keputusan dikemukakan dalam tabel berikut ini. Tabel. 1.1 Identifikasi masalah berdasarkan hasil analisis core activity di tiap tingkat keputusanGPM tahun 2007, 2010, 2011. No. 1. 2. 3. 4. 5. Identifikasi Masalah Optimalisasi dalam menterjemahkan dan melakukan implementasi tugas pokok dan fungsi atas dasar aturan, belum terwujud dengan baik. Persepsi antar suprastruktur dan umat masih terjadi perbedaan dalam memahami keterpanggilannya. Belum berfungsinya tata gereja sebagai pedoman organisasi, serta lemahnya fungsi kontrol terhadap aras struktur dibawahnya. Belum optimalnya penguasaan aturan gereja. Tidak memiliki tata aturan 2007 Tahun 2010 2011 x x x x x x x x x x x x x 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. kewilayahan pelayanan yang akurat. Pelaksanaan tugas yang belum maksimal dikarenakan berorientasi pada kegiatan administrasi rutin. Tidak memiliki sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan sistem informasi data baik di tingkat sinode, klasis, dan jemaat. Peralatan pendukung tidak dikelola dengan baik. Tata pengelolaan keuangan belum diatur dengan baik yang berdampak pada ketimpangan kemampuan antar jemaat. Aturan yang tersedia tidak mengatur dengan jelas bidang tugas yang berorientasi pada pengembangan dan pencapaian tujuan. Lemahnya pemahaman dan rendahnya kesadaran terhadap tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawab bidang. Belum tertatanya data dan sistem informasi data karena rendahnya kemampuan dan motivasi SDM serta lemahnya manajemen organisasi. Ketersediaan sarana dan prasarana belum diarahkan dalam rangka mendukung pencapaian tujuan pada masing-masing bidang dan kelembagaan. Lemahnya manajemen pengelolaan aset, yang mengakibatkan beralihnya sejumlah besar aset gereja ke tangan pihak lain. Keterbatasan SDM yang tidak merata di semua daerah pelayanan. Minimnya pemahaman tentang job description. Belum tersedianya tenaga profesional dalam tugas-tugas struktural, penelitian, maupun fasilitator. Tidak ada sistem pengendalian pada keuangan gereja. Sistem rekruitmen tim verifikasi lebih banyak hanya berdasarkan x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x pengalaman Sumber data: Pola induk pelayanan dan rencana induk pengembangan pelayanan GPM tahun 2005-2012, salinan hasil ketetapan-ketetapan sidang sinode 2010, himpunan keputusan sidang BPL tahun 2011. Tabel tersebut memperlihatkan masalah-masalah yang muncul sebagai hasil analisis dari core activity yang dilakukan GPM pada setiap tingkat keputusan dari tahun 2007, 2010, dan 2011. Masalah-masalah yangdiidentifikasi dalam tabel 1.1memperlihatkan adanya control problem yang antara lain berhubungan dengan lack of direction, motivational problems, dan personel limitations.Ketiga control problems tersebut memperlihatkan adanya masalah dengan sistem pengendalian manajemen di GPM. Sistem pengendalian manajemenmemberi tekanan pada tindakan manajer untuk memastikan bahwa perilaku dan keputusan dari karyawan konsisten dengan tujuan organisasi. Masalah-masalah yang teridentifikasi seperti perbedaan persepsi antara suprastruktur dan umat,tata gereja yang belum berfungsi secara baik, belum optimalnya penguasaan aturan, danlain-lainnya,memperlihatkan ketidakkonsistenan dalam perilaku dan keputusan karyawan dengan tujuan organisasi. Persoalan sistem pengendalian manajemen pada gereja memiliki hubungan dengan sistem pengendalian manajemen pada organisasi non-profit. Ini dikarenakan gereja merupakan salah satu dari organisasi non-profit yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa untuk menyediakan pelayanan kerohanian.Merchant & Van der Stede (2007) mengemukakan bahwa kebanyakan organisasi non-profit tidak mempunyai kejelasan sasaran. Tanpa kejelasan mengenai apa yang harus dicapai dan stakeholder bagaimana akan timbal membuat balik organisasi di antara mengalami kesulitan untuk menilai seberapa baik sistem kontrol organisasi. GPM tujuan sebagai organisasi menempatkan organisasi yang organisasi non-profit memiliki abstrak.Kondisi menjadi sulit ini dalam menentukan tujuan maupun indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengukur pencapaian visi dan misi gereja. Kesulitan menentukan tujuan organisasi akan berpengaruh pada pengukuran kinerja karyawan. Kedua kondisi ini mengakibatkan sistem pengendalian manajemen menjadi sulit untuk diterapkan dalam gereja. Kondisi yang sama pada gereja juga dapat dilihat pada organisasi-organisasi non-profit lainnya. Seperti pada kasus Departemen Air dan Daya Los Angeles (DPW) yang menunjukkan adanya missing perception antara Laura Chicks sebagai pengontrol kota yang berulang kali menegur Bill Lockyer sebagai manajer utama DWP karena melakukan pemborosan seratus ribu dolar untuk membiayai kegiatan masyarakat, tunjangan staf dan partai. Bill mengemukakan bahwa pengeluaran kepada partai mungkin tampak sebagai pengeluaran yang tidak perlu tetapi hal ini sangat diperlukan untuk mendukung masyarakat dan meningkatkan moral karyawan DPW (Daunt, 2002). Kasus ini menunjukkan bahwa Bill sebagai pimpinan DPW tidak mengetahui dengan pasti apa tujuan yang harus mereka capai. Tanpa mengetahui dan memahami dengan baik tujuan organisasi maka organisasi tersebut akan kehilangan arah. Di sisi yang lain, kebanyakan organisasi nonprofit menyediakan produk yang sifatnya tangible seperti layanan. Karena sifatnyatangible maka agaknya sulit untuk mengukur kinerja organisasi, karena tidak dapat diukur dengan uang. Smith (1993) mengemukakan bahwa tanpa seperangkat indikator kinerja kuantitatif maka tugas manajemen dan manajemen kontrol menjadi sangat rumit antara lain dalam hal: mengukur kinerja organisasi dengan menggunakan results controls; menganalisis manfaat dari program aksi; serta membandingkan kinerja tiap sub unit kerja yang berbeda. Kepentingan untuk menggunakan pengukuran publik diterapkan telah pemerintah,yang kinerja oleh menghasilkan dan pelayanan kinerja organisasi pertanggungjawaban manajer publik (Taylor dkk, 1996). Berbeda dengan organisasi profit yang memperoleh sumber daya dengan menjual saham, meminjam uang, dan mendapat keuntungan dengan menjual barang dan jasa yang mereka tawarkan, maka organisasi non-profit memperoleh sumber daya dari sumbangan yang diberikan oleh pihak donatur. Istilah sumbangan atau hibah memberikan batasan bagi penggunaan sumber dana untuk tujuan tertentu. Sebagai penerima sumbangan, organisasi bertanggung jawab memberikan informasi kepada pihak donator melalui pelaporan yang jelas.Kondisi ini membuat organisasi non-profit sering mendapatkan tekanan politik yang tinggi dari pihak donator, yang berdampak pada lemahnya manajemen kontrol.Contoh dari kondisi ini dapat dilihat pada hasil penelitian McGreevy (2002) yangmemperlihatkan bahwa ketika pusat hunian Los Angeles turun dari 83% dari tahun 2001 menjadi 72% di tahun 2002 maka pejabat kota, para pemilik hotel, dan advokasi bisnis regional dengan cepat memberikan tekanan yang tinggi kepada biro pengunjung yang adalah kelompok non-profit untuk menyewa convention center yang dimiliki kota dan mempromosikan pariwisata daerah. Berbagai unsur mengancam akan memantau aktifitas biro lebih dekat, mengatur standar kinerja atau memotong hubungan lainnya dengan biro pengunjung.Intervensi dari pihak donator secara tidak langsung membuat organisasi non-profit mengalami kesulitan dalam menentukan keputusan-keputusan strategis yang sesuai dengan tujuan organisasi. Penjelasan-penjelasan tersebut menunjukkan bahwa sistem pengendalian pada organisasi non-profit masih sangat lemah.Oleh karena inilah maka, peneliti merasa penting untuk meneliti sistem pengendalian manajemen pada organisasi gereja sebagai bagian dari organisasi non-profit. 1.2. Fokus Penelitian Penelitian ini lebih difokuskan untuk meneliti sistem pengendalian manajemen yang telah dilakukan di lingkungan Gereja Protestan Maluku. Penelitian ini berpedoman pada teori sistem pengendalian manajemen yang dikemukakan oleh Merchant dan Van der Stede (2007) yang berfokus pada results controls, action controls, personel dan culture controls. Penelitian inijugamemperlihatkan bagaimana sistem pengendalian manajemen dan implementasinya di GPM. 1.3. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian tersebut, maka terdapat beberapa pertanyaan yang menjadi panduan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut. 1. Bagaimana sistem pengendalian manajemen pada GPM? 2. Bagaimana implementasi sistem pengendalian manajemen pada GPM? 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat implementasi sistem pengendalian manajemen pada Gereja Protestan Maluku, serta menemukan kekuatan dan kelemahan dari sistem pengendalian manajemen yang telah dijalankan. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan tentang sistem pengendalian manajemen pada organisasi non-profit dalam hal ini gereja, dan memberikan manfaat praktis untuk pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan implementasi sistem yang telah diterapkan.