aplikasi pendidikan islam

advertisement
APLIKASI PENDIDIKAN ISLAM
DALAM PEMBINAAN KELUARGA
Abstrak
Pendidikan Islam pada dasarnya adalah usaha untuk mengarahkan dan membimbing
sikap mental manusia pada perubahan ke arah positif setelah mengikuti proses pendidikan.
Pendidikan Islam adalah suatu usaha membimbing dan mengembangkan potensi manusia
secara optimal agar dapat memerankan dirinya sebagai pengabdi Allah yang setia dalam
memerankan diri itu, baik kadar, jenis serta bentuknya banyak ditentukan oleh factor intern
(potensi) dan factor ekstern (interpensi), mungkin saja berdasarkan kodratnya, seseorang
memiliki bakat seni (intern), berkat adanya bimbingan anak dapat melaksanakan pengabdian
kepada Allah dan menajadi seniman yang baik dan berakhlak. Dengan demikian secara
khusus pendidikan Islam mempunyai rumusan sebagai usaha membimbing dan
mengembangkan potensi manusia secara optimal agar dapat menjadi pengabdi Allah yang
setia berdasarkan dan dengan memepertimbangkan latar belakang perbedaan individu,
tingkat usia, jenis kelamin dan lingkungannya masing-masing, dengan tujuan agar manusia
tidak terpaku pada aktifitas pendidikan yang seragam.
Orang tua sebagai pendidik utama bagi anak dan keluarga seharusnya menjadikan Rasul
sebagai contoh dan tolok ukur dalam menerapkan metode pendidikan di rumah ( keluarga ).
Karena sebagaimana diketahui berdasarkan histories bahwa Rasul di dalam menanmkan
pendidikan atau nilai-nilai Islam dengan memulai diri sendiri ( ibda’ bi nafsi ).
Konsekuensinya Rasul memulai merealisasikan nilai-nilai Islam dengan memberi contoh
atau tauladan pada dirinya. Ini pulalah yang seharusnya dijadikan pediman bagi orang tua
dalam menanmkan nilai-nilai Islam dalam keluarga.
Dalam menanamkan pendidikan, secara rinci dapat diberikan dalam tahap :.
Pendidikan Usia Dini.Pendiikan Fase usia 2-4 tahun. Fase pra sekolah.. Pendidikan fase
Tamyis atau pra remaja.,Pendidikan Fase Remaja.
.
Kata Kunci : Pendidikan Islam
Pendahuluan.
Berbicara masalah pendidikan, berarti juga berbicara tentang tanggung jawab dalam
pendidikan. Di dalam ajaran Islam, tanggung jawab melekat pada konsep amanah.Amanah
adalah suatu system nilai melekat pada manusia yang harus dipertanggung jawabkan di
hadapan Allah SWT.
Di dalam menjalankan pendidikan, tidak terlepas dari fungsi manusia yang mempunyai
peranan sebagai khalifah Allah fil Ard (Al Quran,Surat 35 :702) yang mempunyai tugas
memakmurkan bumi dan membudayakan alam semesta (Q.S 11 : 61) dengan tujuan hidup
sebagai hamaba Allah yang harus ditegakkan, dilaksanakan dan dilestarikan pada generasi
berikutnya untuk melangsungkan nilai-nilai peradaban dalam akehidupan. Langkah strategis
dalam melestarikan nilai-nilai peradaban tersebut adalah melalaui pendidikan (Hasan
Langgulung; 1984:345). Dalam tahap makro proses pendidikan pada tahap awal terjadi
dalam keluarga.
Peran keluarga dalam menerapkan nilai-nilai pendidikan agama serta nilai-ni;ai
kehidupan lainnya sangat penting dan strategis dalam setiap aktifitas manausia. Dalam
keluarga, pemberdayaan pendidikan secara dini dimulai, bahkan sejak awal dalam kandungan
sudah harus dibangun fondasinya. Menurut Marwah (1994 :208) karakter dasar anak banyak
terbentuk di usia dini, usia anak ketika masih dalam asuhan penuh orang tua dan keluarga.
Menurut al Nahwi (1996:139) sekolah dan masyarakat menerima anak-anak setelah mereka
dibesarkan dalam lingkungan keluarga. Tersurat dan tersirat bagaimana ajaran Islam
menyuruh kepada orang tua agar mendidik keluarga dan anak-anaknya. Sebagaimana
disebutkan dalam Al Qur,an yang artinya “ jaga dan pelihara keluargamu dari api
neraka”(Q.S 3:6). Dari ayat tersebut dapat difahami, bahawa salah satu usaha untuk
menghindari diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan menanamakan nilai-nilai ajaran
Islam mulai dini.Hal tersebut juga disebut dalam sebuah hadist Nabi yang artinra “ setiap
anak dilahirkan dalam keadaan suci, kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak itu
menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau majusi “( HR.Buhari ).Secara Faktual, gambaran
keluaraga yang ideal dalam Islam adalah keluarga Rasul Allah.
Pada umumnya orang beranggapan, bila membicarakan masalah pendidikan, maka
orientasinya ke dunia sekolah, dengan melupakan bahwa sebelum memasuki pendidikana di
sekolah anak telah memperoleh pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya di rumah atau
dalam keluarga. Di dalam akeluarga pulalah terjadi proses pendidikan dan pengajaran,
terutama dalam menanamkan sikap dan rasa keberagamaan, yang dalam hal ini merupakan
tanggung jawab yang utama bagi orang tua.
Di dalam pandangan Islam setiap anak, dilahirksan sudah memiliki potensi untuk
beragama, namum bentuk keyakinan agama yang dianut tergantungbimbingan dan pengaruh
orang tua, artinya orang tua berfungsi dalama mengarahkana sikap keberagamaan pada
anakanya.Dan inilah isyarat yang terdapat dalam hadist nabi yang intinya “ bahwa setiap
anak dilahirkan mempunyai potensi beragama (fitrah). Oleh karena itu didiklah anakmu
dengan nilai-nilai aqidah dan berikan pendidikan bela diri
( memanah) (Muslim Al Hajaj :458).
Dari hadis tersebut`dapat difahami, bahawa persentuhan awal dan sekaligus akan
mewarnai pola fakir dan perbuatan anak adalah lingkungan keluarga. Intinya, anak akan
mengenal, memahami, mentaati dan menghargai sekaligus melaksanakan norma-norma
agama apabila di dalam keluarga selalu diperkenalkan dengan ajaran-ajaran agama. Artinya,
kecenderungan untuk tunduk dan patuh pada sesuatu kekuatan supranatural di luar dirinya
merupakan fitrah dalam diri manausia. Hal ini sejalan dengan pernyataan seorang pakar
sosiologi yang menyatakan bahwa sejak lahir seorang anak sedah memilikio potensi,
sehingga terjadi proses penyesuaian antara factor intern dan pengaruh yang datang dari luar /
ekstern (Soekamto Soejono,1982 : 140).
Berbicara masalah fitrah manusia, Al Qur’anul Karim menyebutkan “ maka
hadapakanlah
wajahmu
kepada
agama
dengan
selurus-lurusnya
(sesuai
dengan
kecenderungan asalnya ) itulah Fitrah Allah yang diciptakan di atas manusia, itulah agama
yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (Q.S. 16 : 30 ). Dari ayat ini
dapat diketahui bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan asli atau
dengan kata lain memilki potensi dasar, dan itulah yang dikenal dengan fitrah, sehingga tidak
salah bila dikatakan fitrah adalah kemempuan dasar dan kecenderungan yang murni bagi
setiap individu ( Muhamamad Fadli Al Jamili,1993 : 99 ). Sependapat dengan itu Murthada
Mutahari mengatakan, bahwa fitrah sebagai sekumpulan hal yang telah dan sampai sekarang
dikenal dengan kemanusiaan ( Muthada Mutahari,1998 :22 ). Hal ini berarti bahwa
pendidikan dijalankan untuk membentuk nilai-nilai keagamaan yang dengan keberadaaannya
bias dirasakan manfaatnya oleh individu, keluarga dan masyarakat. Intinya bahwa fitrah
manusia dapat dipengaruhi oleh aspek eksternal. Antara aspek eksternal dan fitrah akan
selalu mengadakan dialektika, sehingga menimbulkan pengatahuan baru (Arifin,1994 : 94 ).
Dengan demikian antara fitrah dan pengaruh eksternal memiliki korelasi yang dignifikan,
yaitu manusia sebagai subyek pendidikan, sedangkan pendidikan itu sendiri adalah proses
humanisasi.
Oleh karena itu, untuk membentuk atau menghasilkan proses humanisasi, perlu adanya
peran pendidikan yang dalam hal ini sudah barang tentu pendidikan Islam, seperti yang
diungkapkan oleh Hasan Langgulung bahwa pendidikan Islam sebagai suatu proses
penyiapan generasi muda untuk mengisi peran, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai
Islam yang diselenggarakan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik
hasilnya di akhirat (Hasan Langgulung,2000 ; 94 ).
Berbicara tentang fitrah manusia, sebagaimana disebutkan dalam ayat Al Qur’an yang
artinya “maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan
kecenderungan asalnya ), itulah fitrah yang Allah ciptakan manusia di atas fitrah itu, itulah
agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengatahuinya (QS.16 : 30 ). Dari ayat
ini dapat diketahui, bahwa manausia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan asli atau
dengan bahasa lain memiliki potensi dasar, dan itulah yang dikenal dengan fitrah, sehingga
tidak salah apabila dikatakan fitrah adalah kemampuan dasar dan kecenderungan yang murni
bagi setiap individu ( Muhammad Fadli Al Jamili,1993 : 99 ). Ini berarti bahwa pendidikan
dijalankan untuk mengabdi kepada nilai-nilai kemanusiaan yang dengan keberadaannya
dapat dirasakan baik itu individu, keluarga bahakan masyarakat.
Dapat difahami pula, bahawa fitrah manausia dapat dipengaruhi oleh oleh aspek
eksternal (pengaruh dari luar diri manusia). Antara aspek eksternal dan fitrah akan selalu
mengadakan dialektika, sehingga menimbulkan pengetahuan baru ( Arifin,1994 : 94 ).
Dengan demikian antara fitrah dan aspek eksternal memiliki korelasi yamh signifikan, yaitu
manusia sebagai subyek dalam pendidikan, sedangkan pendidikan itu sendiri adalah proses
humanisasi. Breawal dari itu semua, secara konseptual paradigma banyak para pakar
pendidikan memberikan sinyalemen pentingnya implementasi pendidikan Islam dalam usaha
proses pembinaan keluarga. Namun demikian, pada tataran aplikatif ternyata pelaksanaannya
tidak sesederhana seperti sinyalemen di atas. Hal ini dimungkinkan karena beberapa factor,
antara lain :
1. Karena kepribadian kedua orang tua bukan bukan merupakan personifikasi dari nilai
yang diajarkan.
2. Secara metodologis metode yang digunakan kurang relevan dengan tujuan.
3. Boleh jadi kondisi sosio psikologis anak belum pada moment yang siap menerima.
Oleh karena itu Rasul sudah memberikan model pendidikan sebagai pedoman bagi umat
manausia. Hal ini dilakukan , bahwa secara histories fakta dan realita sejarah menunjukkan
tentang keberhasialan dakwah Rasul sekaligus pendidikan Islam (Hart, 1992 : 27) , bila
diamati historisnya sangat jelas dan dapat dilihat dari literature yang ada, termasuk
hadis-hadis Rasul Allah.
Dari paparan di atas, dapat difahami bahwa orang tua sebagai pendidik utama bagi anak
dan keluarga seharusnya menjadikan Rasul sebagai contoh dan tolok ukur dalam menerapkan
metode pendidikan di rumah ( keluarga ). Karena sebagaimana diketahui berdasarkan
histories bahwa Rasul di dalam menanmkan pendidikan atau nilai-nilai Islam dengan
memulai diri sendiri ( ibda’ bi nafsi ). Konsekuensinya Rasul memulai merealisasikan
nilai-nilai Islam dengan memberi contoh atau tauladan pada dirinya. Ini pulalah yang
seharusnya dijadikan pediman bagi orang tua dalam menanmkan nilai-nilai Islam dalam
keluarga.
PENGERTIAN PENDIDIKAN.
Hasan Langgulung (2000 ; 3 ) mengatakan, bahwa ada beberapa kata digunakan dalam
pengertian pendidikan Islam, antara lain kata ta’lim,yang berarti mengajar, berawal dari kata
dasarnya’allama. Relevansi dengan ayat yang berarti : “ dan Allah mengajarkan kepada
Adam segala nama, kemudian ia berkata kepada malaikat : beritahulah aku nama-nama
semua itu jika kamu benar (QS.2 :31) . Menurut Langgulung, bahwa kata ta’lim khusus
untuk pengajaran, jadi lebih sempit dari kata pendidikan (tarbiyah).
Sedangkan menurut Jalaluddin (2001 :72) bahwa pada hakekatnya definisi pendidikan
semakna dengan belajar, belajar dari kata ; al tarbiyah,al ta’lim dan al ta’dib. Tarbiyah
mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang di dalamnya sudah termasuk
makna mengajar atau allama. Berangkat dari pengertian ini makna tarbiyah didefinisikan
senagai proses bimbingan terhadap potensi manusia ( jasmani, ruh dan akal) secara maksimal
agar dapat amenjadi bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa depan.
Sedangkan ta’dib, menurut Al Attas (1986 : 110 ) mengacu pada kata adab. Breawal dari
makna tersebut ia mendifinisikan mendidik yang juga di dalamnya belajar, adalah
membentuk manusia dalam menempatkan posisinya sesuai dengan susunan masyarakat.
Bertingkah laku secara proposional dan cocok dengan ilmu dan teknologi yang dikuasainya.
Menurut Naguib, bahwa pendidikan Islam lebih tepat berorientasi pada kata ta’dib,
sedangkan kata tarbiyah mencakup obyek yang lebih luas, bukan saja pada pendidikan
manusia tetapi juga meliputi dunia hewan. Sedangkan ta’dib mencakup pendidikan khusus
untuk manusia.
Dari berbagai pendapat di atas, dapat difahami bahwa belajar adalah sebuah aktifitas
sadar manusia baik individu maupun kelompok melaui latihan dan praktek, sehingga
memberikan kepahaman dan keterampilan dalam rangka mengembangkan potensi lewat
pembelajaran, artinya unsure-unsur dalam proses belajar juga merupakan perangkat dalam
pendidikan. Sejalan dengan itu Jalaluddin (2001:960 mengatakan, bahwa dimensi individu
dititik beratkan pada pengembangan dan bimbingan potensi fitrah manusia dalam statusnya
sebagai insane. Dalam kontek Al Insan, manusia adalah makhluk eksploratif ( pengembangan
diri ), artinya pengembangan potensi diri manusisa sejak awal melalui proses belajar untuk
mendapatkan kepahaman dan keterampilan hidup melalui serangkaian aspek-aspek penting,
seperti guru, kurikulum, sarana dan prasarana yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai
kebaikan yang disebut mendidik atau rpses pendidikan. Dengan demikian dapat diketaui
bahwa dalam proses pendidikan akan mendapatkan kesempurnaan manusia, yang tercermin
dalam tujuan pendidikan .
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM.
Pendidikan sebagai pengembang potensi, merupakan upaya dalam menjalani proses
perubahan sikap dan kepribadian seseorang menuju pada kesempurnaan akhlaknya.
Sebagaimana dikatakan Hasan Lnggulung (2001 :51), pendidikan sebagai pengembangan
potensi dapat diumpamakan pertumbuhan dan perkembangan bunga-bunga, dimana
potensi-potensi tersembunyi yang ada pada benih yang berkembang menjadi bunga yang
matang dan mekar. Sebagai bandingannya, maka kanak-kanak itu ibarat benih yang ditanam
dan benih tersebut masih tersembunyi dan tidak kelihatan. Sedangkan guru ibarat tukang
kebun yang memulai merawat dalam memeliharanya dengan cermat dengan penuh
ketekunan, serta memberi pupuk yang sesuai sehingga benih-benih tersebut dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik. Itulah pendidikan yang dimulai dari proses belajar mengajar
sehingga timbul pilihan-pilihan dalam pengembangan potensi yang sudah ada.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tugas dan peranan orang tua dalam
mengembangkan kepribadian anak, sangatlah penting karena orang tua merupakan pendidik
pertama dan utama bagi anak. Seperti apa tujuan dan harapan orang tua terhadap anaknya
maka seperti itulah pembentuk awal yang diberikan kedua orangtuanya. Secara signifikan
Hasan Langgulung merincikan tujuan pendidikan Islam itu sebagai berikut :
1. Pendidikan sebagai pengembangan potensi.
Menurut tokoh pendidikan ini, dengan aberpijak kepada Al Qur’an yang artinya “
tatkala Aku telah menghembuskan kepadanya roh Ku (QS.15 : 29 ), maka berarti
Tuhan telah memberi manusia itu berbagai potensi atau kemampuan yang berkaitan
dengan sifat-sifat Tuhan.
Berbicara mengenai sifat-sifst Tuhan yang diketahui ada 99 yang tertera di dalam Al
Qur’an sering disebut dengan As maul husna, diantaranya Ar rahman ( maha
pengasih), ar rahim ( maha penyayang), al malik ( yang menguasai), dan al quddus
(maha suci ), dan lain sebagainya. Dari bermacam-macam sifat Tuhan tersebut
diharapkan m,anusia dapat mengembangkan dan merealisasikan sifat tuhan tersebut
dalam kehidupannya. Sifat yang sudah tertanam dalam diri manusia itu tidak dapat
berkembang dengan sendirinya tanpa melalui proses pembelajaran dan penddikan.
2. Pewaris Budaya
a. Konsep pendidikan Islam dalam pembinaan keluarga dan penanaman nilainilai Islam pada anak.
Manusia bukanlah makhluk yang bebas nilai, baik terhadap sang pencipta
maupun sesama makhluk tuhan. Undang-undang ini Allah berlakukan bagi manusia
sejak masih dalam kandungan, ebagaimana Allah jelaskan dalam Al Qur’an yang
artinya “ sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat ( tugas-tugas
keagamaan ) kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya engganuntuk
memikul amanat itu dan mereka khawatir akan menghianatinya dan dipikul amanat
itu oleh manusia (QS.33 : 72) sebagai bentuk ikatan perjanjian Allah terhadap
manusia terhadap penciptanya.
Dlam konsep ini yang menjadi sorotan bagaimana tugas manusia dalam mengemban
amanat Allh serta mempertanggung jawabkan pelaksanaannya,sebaba Allah janjikan
setiap aktivitas manusia tidak terlpas dari balasan dan ganjaran sebagaimana yang
disebutkan di dalam ayat yang artinya “barang siapa yang mengerjakan kebaikan
seberat zarahpun niscaya dia akan mendapatkan balasannya (QS.99 :7-8 ). Atas
dasar itulah seharusnya manusia mengetahui status dan tanggung jawabnya di muka
bumi ini.
b. Manusia dan statusnya.
Abdul Karim Al Khatib, dalam bukunya al muslimun wa risalatuhumfi al hayat,
menguraikan kedudukan manusia dalam Islam, bahwa Allah telah katakana,
manausia adalah makhluk istimewa yang tegak di atas kakinya sendiri, terdiri dari
anatomi yang indah berbeda dengan makhluk lain.
Untuk mendapatkan gambaran yang benar tentang manusia menurut ajaran Islam,
Perlu memperhatikan keterangan-keterangan Al Qur’an sebagai rujukan pertama
Dalam system pemikiran Islam. Menurut Abu A’la Al Maududi dalam karya
Besarnya”the meaning of the Qur’an’ tentang manusia, yang juga dimuat dalam
karangannya yang lain ‘the basic principle of understanding Al Qur’an ‘,
menegaskan bahawa tema sentral ajaran AlQur’an adalah manausia itu sendiri.
Dengan kata lain bahwa Allah melaui wahyuNya menjelaskan kepada manusia
tentang diri dan dunianya. Pernyataan ini dapat difahami dalam ayat yang artinya
“bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah (QS.96 :1-2 )
Dari ayat di atas, secara teoritik, manusia pada dasarnya memegang tanggung jawab
sebagai pemegang amanat Allah di muka bumi, untuk memakmurkan dan memelihar
alam semesta, termasuk tugas dalam mendidik keturunan atau pewaris nilai-nilai
buday, kultur, etnis dan religius (agama). Mengingat tanggung jawab adalah aplikasi
sikap manusia yang diwariskan pada manusia lain atau orang tua kepada anaknya,
tentu sebagai pemberi waris harus mempunyai metode dan pendekatan arif dan
propesional, sehingga dalam menerapkan apa yang diwariskan atau diamanatkan
dapat diterima dengan baik.
c. Kewajiban Manusia.
Tugas dan kewajiban manausia sebagai makhluk Tuhan adalah mempelajari alam
semesta, tataran atau aturan-aturan, sejarah dan proses terjadinya, sehingga
dengan bekal pengetahuan itu, sarana menjadi hamba Allah yang taqwa yaitu
mengabdi kepada Allah.
Menurut dr.Asmaran MA, bahwa kewajiban manusia mencakup pada 4 bagian
Pertama, kewajiban terhadap Allah. Allah memerintahkan agar manusia
beriman kepada Allah, sebagaimana dijelaskan dalam AlQur’an yang artinya “
wahai orang yang beriman tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya serta
kitab yang Allah turunkan sebelumnya (QS.4 : 136 ) artinya kewajiban bagi
manusia untuk meyakini Allah sebagai rabNya dan terhadap dirinya sendiri.
Manusia dengan kesempurnaan penciptaannya secara pisik maupun jasmani,
diharapkan memanfaatkannya serta memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani itu
seperti papan, pangan dan sandang serta memelihara rohani dengan cara
memberikan pengetahuan, pendidikan dan kebebasan sesuai dengantuntutan
agama sebagaimana fitrahnya. Ini pulalah yang Allah jelaskan dalam ayat yang
artinya “dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan
jangan pula kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan
menyesal (QS.17 : 29) artinya, manusia mempunyai tsentral dalam memelihara
alam dan kelangsungan hidupnya.Ketiga terhadap manusia. Selain Allah
memerintahkan untuk menunaikan hak-hak pribadinya serta berlaku adil terhadap
dirinya sendiri, Islam juga memerintahkan, bahwa dalam pemenuhan hak-hak
pribadinya itu tidak boleh merugikan hak-hak orang lain sehingga tidak
menimbulkan kesenjangan yang berakhir pada kerugian.
Kewajiban antara orang tua dan anak.
Anak adalah amanah yang dititpkan Allah pada kedua orang tua. Sebagai amanah,
orang tua berkewajiban memelihara dan mendidik anak agar menjadi orang yang baik dan
berguna bagi orang tua Negara dan agama. Di dalam Al Qur’an Allah memberi peringatan
yang artinya “ dan hendaaklah engkau takut kepada Allah orang-orang yang meninggalkan di
belkang mereka anak-anak yang lemah, mereka khawatir terhadap keturunan mereke. Oleh
karena itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar. (QS.4:9). Dari ayat ini dapat difahami bahwa membekali anak
merupakan tugas dan tanggung jawab kedua orang tua, mendidik dan menjadikan anak
sebagai manusia yang mempunyai keterampilan dan menjadi manusia yang bertaqwa kepada
Allah, menurut Prof.dr.Zainal Muttaqien, dianatara kewajiban orang tua terhadap anaknya
adalah :
1. Memeberi nama yang baik
2. menyembelih hewan aqiqah pada hari ke tujuh dari hari kelahirannya.
3. Mengkhitankannya
4. Memberi kasih saying,
5. Memeberi nafkah / biaya hidup, pendidikan dan lain sebagainya
6. Memberikan pendidikan dan pengajaran terutama dalam hal-hal yang berkenaan
dengan agama
7. Menikahkannya setelah dewasa.
Dari beberapa kewajiban orang tua terhadap anaknya di atas, yang menjadi sorotan
sehubungan dengan penelitian ini adalah orang tua wajib memberikan pendidikan dan
pengajaran pada anaknya sebagaiman poin ke enam. Orang tua sebagai pendidik yang
pertama bagi anaknya, yang selalu menghadapi perkembangan dan pertumbuhan anak
tentu membutuhkan metode dan sikap yang tepat dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikaan Islam, serta bagaimana menerapkannya secara tepat
. Oleh karena itu pendidikan akan mudah terinternalisasi bagi peserta didik bila
disampaikan secara tepat.
Hakekat Pendidikan Islam.
Pendidikan Islam pada dasarnya adalah usaha untuk mengarahkan dan membimbing sikap
mental manusia pada perubahan ke arah positif setelah mengikuti proses pendidikan.
Sebagaimana Jalaluddin katakana bahwa pendidikan Islam adalah suatu usaha membimbing
dan mengembangkan potensi manusia secara optimal agar dapat memerankan dirinya sebagai
pengabdi Allah yang setia (2001:79). Masih dalam pernyataannya, bahwa dalam
memerankan diri itu, baik kadar, jenis serta bentuknya banyak ditentukan oleh factor intern
(potensi) dan factor ekstern (interpensi), mungkin saja berdasarkan kodratnya, seseorang
memiliki bakat seni (intern), berkat adanya bimbingan ia dapat melaksanakan pengabdian
kepada Allah ia menajadi seniman yang baik dan berakhlak. Dengan demikian secara khusus
pendidikan Islam mempunyai rumusan sebagai usaha membimbing dan mengembangkan
potensi manusia secara optimal agar dapat menjadi pengabdi Allah yang setia berdasarkan
dan dengan memepertimbangkan latar belakang perbedaan individu, tingkat usia, jenis
kelamin dan lingkungannya masing-masing, dengan tujuan agar manusia tidak terpaku pada
aktifitas pendidikan yang seragam.
Pendidikan dalam konsep tarbiyah, secara umum bahwa konsep pendidikan Islam
adalah usaha pendewasaan manusia (Tomy Al Saibany, 1979 : 41), akan tetapi secara
signifikan, bahwa ajaran Islam yang tertuang dalam Al Qur’an seperti yang dikatakan oleh
Jalalludin bahwa jagad raya ini bykan hanya terbatas pada manusia semata yang
menempatkan Allah sebagai pendidik yang agung. Masih dalam pernyataan Jalalludin,
bahawa kosa kata Robba yang dirujuk sebagai akar kata konsep tarbiyah pada hakekatnya
merujuk kepada Allahselaku pendidik.
Daei pernyataan di atas dapat difahami bahwa Allah sebbagai pendidik, ada nilai
filosofoi yang terkandung di dalam ayat tersebut, yaitu arti pendidik di situ sangat luas..
Allah di samping sebagai pencipta juga amemilihara dan mengatur alam alam semesta, juga
difahami secara konsrptual pendidikana Islam adalah suatu usaha dalam proses perubahan
sikap moral seseorang menjadi akahlaq yang baik, dengan tujuan menjadi hamba Allah yang
taat padaNya sejalan dengan prosedur yang ditentukan Allah.
Berdasarkan hakikat dan tujuan pendidikan Islam yang terumus di atas, maka akembali
kepada kedua orang tua sebagai pendidik awal bagi anaknya, dalam hal ini mempunyai
karakteristik sebagai pendidik sekaligus pengajar dan pemelihara anaknya secara Islami.
Pendidik yang Islami mempedomani pondasi pendidikan Islam, yaitu Al Qur’an, dan sebagai
sarana dan tenaga operasionalnya adalah Al Hadis yang dijadikan sebagai tolok ukur dalam
mendidik. Ini berarti menganali siapa dan bagaimana sikap dan tindakan Rasul terlebih
dahulu.
Figur dan kepribadian Rasul sebagai Uswatun Hasanah tidak diragukan lagi, dunia
sudah mengakuinya, bukan hanya sekedar dari tokoh caliber Islam saja melainkan juga tokoh
dari non Islam juga mengakuinya sebagai tokoh caliber dunia nomor satu (Hart : 34). Dengan
missi dan ajarannya yang begitu melekat pada pengikutnya dan mengakar secara mendalam
tidak ada yang menyainginya. Dalam sejarah Islam,usaha Rasul mempersatukan umat yang
nota bene mempunyai watak keras kepala dan etnis yang kental, Rasulpun berhasil dengan
baik dalam mendamaikan dan mempersatukan perbedaan tersebut.
Dalam dunia pendidikan, setiap gerak dan aktifitas beliau adalah mendidik denga
menjadikan Al Qur’an sebagai akhlaknya, sehingga di dalam ayat dikatakan “innaka la’ala
khulukul azyim “(QS.25 :56) Mencerminkan nilai-nilai Qur’ani dari setiap langkah dan
perbuatannya, sehingga digemari umat, rindu akan kata-kata dan nasehatnya. Tidak heran
kalau Allah mrnjadikannnya sebagai kekasih dan pemberi syafaat pada umatnya.
Fenomena di atas mensinyalisasi kepada orang tua agar menjadikan pendidik pertama
dan paling utama terhadap anaknya sehingga tidak terjadi selogan” ketika anak ditanya
mengapa belum tahu ? anak akan berkata bapak dan ibuku tidak pernah mengajariku “.
Artinya, sebagai orang tua tidak pernah menjadi contoh dalam kehidupan sang anak apalagi
untuk mendidiknya.
Pengimplementasian Pendidikan Islam Dalam Keluarga.
Sikap orang tua dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam pada anaknya. Berbicara
masalah sikap identik dengan adap, tatacara dan perbuatan atau kepribadian. Bila pendidikan
dikatakan sebagai pembentukan moralitas Islami atau akhlakul Karimah, Rasul sebagai
pendidik agung dalam pandangan Islam sejalan dengan tuhuan Allah mengutus beliau kepada
manusia yaitu untuk menyempurnakan akhlak, ini berarti bahwa tujuan pendidikan Islam
sejalan dengan yujuan agama Islam itu sendiri.
Pendidikan Islam dalam Keluarga.
Menurut Zakiah Darajat, bahawa kedua orang tua harus mempunyai sifat-sifat azasi untuk
mencapai tujuan dan sasaran pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam
pada anaknya. Sifat-sifat azasi tersebut adalah :
1.
Menyadari bahwa anak adalah amanah dan titipan dari Allah, maka orang tua harus
meluruskan niatnya semata-mata karena Allah, baik itu dalam larangan, perintah,
pendidik, hukuman dan pemaliharaannya.
2. Memiliki sifat-sifat takwa, karena orang tua adalah teladan atau cermin bagi anakanaknya.
3. Meiliki ilmu pengetahuan dasar-dasara Islam, memahami secara global peraturan
peraturan hokum Islam supaya menjadi pendidik yang tepat serta bijaksana sehingga
dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya.
4. Memiliki sifat yang santun, sebagaimana Rasul Saw. Bersabda kepada Al Qois “
sesungguhnya pada dirimu ada dua sifat yang disenangi Allah, yaitu kesantunan dan
kesabaran ( hr.Muslim).Memahami sifat santun, kembali kepada Al Qur’an dan Al Hadis,
artinya dituntut untuk sabar (QS.42:43), menahan amarah dan memaafkan orang lain
(QS.3:134), pemaaf dan meyuruh kepada kebaikan serta berpaling dari orang-orang bodoh
(QS.7:199), tidak membalas kejahatan melainkan dengan kebaikan (QS.41:43), R-ramah
tamah dan lemah lembut dalam menghadapi semua masalah, ini pula yang siterangkan dalam
hadis “ sesungguhnya Allah Maha lemah lembut, mencintai kelemah lembutan dalam semua
perkara ( H-hr.Mutafaqq’alaih) serta cinta dan kasih sayang.
Fungsi Pendidikan Islam.
Mendidik anak sebagaimana dikemukakan pada rumusan serta konsep pendidikan terdahulu,
pada hakekatnya terdapat berbagai usaha kompleks, seperti yang dikemukakan oleh
dr.Abdullah Nasihin Ulwan ;
1. Menyelamatkan ftrah Islamiyah anak.
Setiap anak yang dilahirkan kedunia ini, menurut pandangan Islam membawa
fitrah Islamiyah. Maka kedua orang tua wajib menyelamatkan dengan usahausaha yang nyata. Dalam surat Al A’raf ayat 172 Allah telah mengambil saksi
pada anak-anak Adam tatkala dikeluarkan dari tilang-tulang sulbi. Allah bertanya
kepada mereka “ bukankah Aku ini (Tuhan) kalian, mereka menjawab benar
(Engkau tuhan kami), kami bersaksi.
2. Mengembangkan potensi berfikir anak.
Anak yang lahir ke dunia pasti mempunyai potensi berfikir sendiri, potensi inilah
yang mebedakannya dengan makhluk lain. Oleh karena itu orang tua harus membantu
mengembangkan potensi tersebut agar sesuai dan di dasari nilai-nilai fitrah Islamiyah.
3. Mengembangkan potensi rasa anak.
Bersamaan dengan diberikannya potensi fakir, juga dilengkapi potensi rasa. Allah
menjelaskan dalam firmanNya “ dan kami jadikan mereka pendengaran, penglihatan
dan perasaan / hati (qs.Al Ahqaf :26), orang tua harus membina perasaan anak agar
berakhlak karimah dan dijiwai aqidah Islamiyah yang benar, sehingga tumbuh
dewasa menjadi orang yang berakhlak, baik hubungannya deangn Allah maupun
sesame manusia.
4. Mengembangkan potensi karsa anak.
Selain potensi berfikir, potensi rasa, anak juga memiliki potensi karsa atau kehendak.
Orang tua harus bias membimbing, mengarahkan dan mencari jalan yang tepat untuk
memenuhi potensi karsa anak agar sejalan dengan fitrah Islamiyah.
5. Mengembangkan potensi kerja anak.
Potensi kerja pada dasarnya sudah dimiliki oleh setiap anak, maka pendidikan yang
diupayakan oleh orang ua pada hakikatnya hanyalah mengembangkan dan
memberdayakan potensi kerja yang sudah ada, sehingg sesuai dengan bakat yang ada.
6. Mengembangkan potensi sehat anak.
Setiap anak memiliki potensi sehat untuk pertumbuhan fisiknya secara wajar sehingga
dapat melakukan aktifitas dengan baik.
Dalam pendidikan dan menanamkan nilai-nilai Islami pada anak juga tidak sekaligus
melainkan melalui tahapan atau fase-fase, kapan anak-anak mulai dididik dan apa-apa yang
harus diajarkan sesuai denga pertumbuhan dan perkembangannya. Syech Abdul Hamid Jasim
Al Bilali, mengatakan bahwa menanamkan pendidikan pada anak, di fase pertama tatkala
anak memilih pasangan hidupnya dalam rangka membina rumah tangga, kemudian saat
mengandung serta menjelang kelahirannya, diantara usaha tersebut adalah 1. Mengkonsumsi
makanan yang bergizi dan halal, sebab kehalalan makanan bagi ibu
hamil merupakan pembentukan akhlak janin.
2. Mengajak berdialog dengan kata-kata yang le,ah lembut dengan penuh kasih saying
3. Menanamkan ruh keislaman lewat zikir dan bacaan ayata AlQur’an.
4. Menjauhkan diri dari perkataan kotor, menggunjing dan lain sebagainya.
5. Selalu berdoa agar diberi anak yang sholeh dan sholeha.
Fase kedua, yaitu waktu anak lahir sampai usia 2 tahun.
Pada waktu inilah apakah anak menjadi musuh, perhiasan atau penyejuk hati. Lalu
pendidikan yang diberikan pada anak usia ini seperti apa.
Bentuk Pengimplementasian Pendidikan Islam Dalam Keluarga.
Dalam menanamkan pendidikana Islam pada anak dalam keluarga akan diuraikan kapan
pendidikan itu diberikan pada nak sehingga anak dalam kondisi siap menerima dan mudah
mengerti apa yang diberikan. Untuk itu berikut akana diuraikan secara rinci penanaman
pendidikan tersebut.
Pendidikan Usia Dini.
Menurut Abu Fahmi, ada 7 langkah awal dalam memberikan pendidikan anak.
A. Dalam proses mendapatkan anak yang sholeh dan sholeha adalah :
1.
Mentalkinkan, mendengarkan kalimat tauhid ketelinganya, sebagaimana bukalah
pendengaran anak-anakmu pertama kali dalam kalimat la ila ha ilallah dan ajarkan
kepada mereka yang menghadapi sakaratul maut kalimat la ila ha ilallah (hr.Hakim).
2.
Memberikan makanan (madu) pada mulut bayi, pada tahap hari ke tujuh sampai usia
2 tahun, yang diberikan :
a. nama yang baik, antara lain : mengandung kata-kata yang baik, mencontoh
nama-nama nabi, merangkaikan sebuah kata dengan nama Allah.
b. Mencukur rambut, ditimbang dan dikurs dengan harga perak,
c. Menebusnya dengan aqiqah, 2 ekor kambing untuk bayi laki-laki dan 1 ekor
untuk perempuan.
d. Khitan, sebab rasul menegaskan diantara fitrah manusia adalah khitan.
e. Menyusuinya hingga berumur 2 tahun (QS.2:233)
f. Memulai mengajarkan hal-hal yang terpuji, misalnya sebelum dan sesudah
makan membaca do’a.
B. Pendiikan Fase usia 2-4 tahun.
Pada usia ini anak memerlukan kebutuhan penghormatan. Pada usia ini anak lebih senang
dipuji dan didahulukan keinginannya, maka orang tua harus bersikap adil dalam memberikan
kasih saying. Anak juga butuh keberhasilan, Oleh karena orang tua hendaknya memberikan
penghargaan jika berhasil dalam kegiatannya, dan anak usia ini perlu bermain. Bermain
merupakan kecenderungan alamiyah yang dialami setiap anak. Kecenderungan ini sangat
diperlukan karena akan berakubat pada pertumbuhan fisik dan perkembangan intelegensi
anak. Begitu juga terhadap materti pendidikan yang tepat pada usia ini adalah :
1. Memperkenalkan Allah dan rasulnya.
2. Memberikan gambaran siapa pencipta alam lewat lagu dan syair.
3. Melafazkan kalimat syahadat
4. memperkenalkan nilai-nilai ibadah
5. meneladani akhlakul karimah
6. merangsang kreativitas anak.
C. Fase pra sekolah.
Pada usia ini agar pendidikan berhasil dan mencapai target, maka orang tua harus
memperhatikan karakteristik, diantaranya :
1. Mengontrol tindakan anak
2. memberikan kebebasan dalam kategori wajar pada gerak dan tindakan anak.
3. berusaha memperkenalkan lingkungan sekelilingnya, karena sering terlihat.
4. melayani anak berbicara.
Nilai-nilai pendidikan yang diberikan padsa usia ini adalah :
1. Membentuk aqidah dan keimanan kepada Allah, dengan cara mengajarkan Al Qur’an,
menanamkan pada diri anak bahwa Allah melihat dan mengawasi, serta menanamkan
rasa cinta kepada Rasul melalui cerita perjalanan hidupnya serta memberi hadiah
dalam bentuk nyata atau janji di surga.
2. Memperkenalkan nilai-nilai ibadah dengan cara : mengajak anak ake masjid dan
meniru gerak gerik orang tua, mengajari cara shalat dan berwudlu dengan baik dan
memperkenalkan arti ibadah pada anak dengan pemaparan-pemaparan ringan.
3. Membentuk keilmuan dan pengetahuan anak, dengan cara : Mengajari Al Qur’an,
menceritakan kisah-kisah nabi dan sahabatnya, menyediakan buku-buku, kased yang
Islami intuk pertumbuhan IQ anak, menjawab pertanyaan anak sesuai dengan
usianya/ jangan berbohong dalam memberikan jawaban, menghindarkan dari cerita
khayal.
4. Membentuk akhlakul karimah, dengan cara : Mempraktekkan adab-adab yang telah
diajarkan sebelumnya, menunjukkan apa yang telah dipelajari dihadapan orang-orang
besar untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya, membiasakan salam ketika masuk
dan keluar rumah, membiasakan meminta izin dalam segala hal meskipun itu milik
orang tua atau saudaranya sendiri dan membiasakan bersilaturrahmi ke rumah famili.
5. Membentuk kreatifitas anak dan rasa seni, dengan cara : Mendidik dengan
membiasakan merapikan dan membersihkan tempat tidur, memperhatikan warna
warni khusus kesukaannya dan lain sebagainya.
D. Pendidikan fase Tamyis atau pra remaja.
Pada usia ini selain memberikan pendidikan pada usia pra sekolah, ada hal-hal penting yang
harus diperhatikan, antara lain :
1. Menanamkan nilai-nilai aqidah
2. menanamkan kebiasaan beribadah
3. menanamkan kebiasaan berakhlakul karimah
4. menanamkan kebiasaan bertindak ekonomis
5. menanamkan kebiasaan hidup sehat
E. Pendidikan Fase Remaja.
Masa remaja menurut pakar psikologi dikelompokkan menjadi : Masa pubertas (Usia 12-18)
dan masa usia 19-21 tahun. Pada masa ini pendidikan yang perlu ditekankan adalah :
1. Pemantapan pendidikan aqidah
2. memantapkan pendidikan ibadah
3. memantapkan pendidikan akhlak
4. memantapkan kebiasaan bertindak ekonomis
5. memantapkan kebiasaan hidup sehat
6. mewaspadai kelebihan emosional
7. membantu menemukan bakat anak
8. mengarah dan mengartikan pendidikan seks.
Dari bebarapa uraian di atas, dapat difahami bahwa peran orang tua sangatlah kompleks
dalam mendidik anak, yang jelas tetap kometmen dengan tujuan ajaran Islam yang juga
sejalan dengan tujuan Islam, konsisten dan professional secara kesinambungan dalam
menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam.
Kesimpulan
Dari Uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa :
Pendidikan dalam konsep tarbiyah secara umum adalah usaha pendewasaan , akan
tetapi secara signifikan, bahwa ajaran Islam yang tertuang dalam Al Qur’an menegaskan
bahwa jagad raya ini hanya terbatas pada manusia semata yang menempatkan Allah sebagai
pendidik yang agung dalam artian kosa kata Robba yang dirujuk sebagai akar kata konsep
tarbiyah pada hakekatnya merujuk kepada Allah selaku pendidik.
Allah sebbagai pendidik, ada nilai filosofosbahwa pendidik di situ sangat luas.. Allah di
samping sebagai pencipta juga memilihara dan mengatur alam alam semesta, juga difahami
secara konsrptual pendidikana Islam adalah suatu usaha dalam proses perubahan sikap moral
seseorang menjadi akahlaq yang baik, dengan tujuan menjadi hamba Allah yang taat
padaNya sejalan dengan prosedur yang ditentukan Allah.
Berdasarkan hakikat dan tujuan pendidikan Islam yang terumus di atas, maka kembali
kepada kedua orang tua sebagai pendidik awal bagi anaknya, dalam hal ini mempunyai
karakteristik sebagai pendidik sekaligus pengajar dan pemelihara anaknya secara Islami.
Pendidik yang Islami mempedomani pondasi pendidikan Islam, yaitu Al Qur’an, dan sebagai
sarana dan tenaga operasionalnya adalah Al Hadis yang dijadikan sebagai tolok ukur dalam
mendidik. Ini berarti menganali siapa dan bagaimana sikap dan tindakan Rasul terlebih
dahulu.
DAFTAR PUSTAKA.
Aly,Noer Hery, Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta, Logos. , 1993
Assa’idi, Abdul Hakim, Menuju Keluaraga Sakinah, Jakarata,Akbar,1997
Abdurrahman al Nahwi, Prinsip-prinsip dan metode Pendidikan Islam dalam
Keluarga, Sekolah dan Masyarakat,Bandung,CV.Diponegoro ,1996
Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Islam,Jakarta, Bulan
Bintang ,1994
Hart, Cara Mendidik Aanak Dalam Islam,Surabaya, Pt.Bina Ilmu, 1993
.
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Jakrta,PT.Al HusnaZikra; 1984
Jalaluddin, Psikologi Agama,Jakrta,PT.Raja Grafindo Persada ,2001
Muhammad Al Naquib Al Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung ,
Mizan. ,1992
M. Athiyah Al Abrasi, Prinsip-prinsip dasar Pendidikan Islam, Bandung,
Pustaka Setia. , 2003
Muhamamad Fadli Al Jamili, Mendidik Anak Secara Islami,Yogyakarta, Ash
Shaff,1993
Soekamto Soejono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Yayasan
Universitas Indonesia ,1982
Tomy Al Saibany, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, PT.Al Husna, 1979
Download