APLIKASI PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMBINAAN KELUARGA Abstrak Pendidikan Islam pada dasarnya adalah usaha untuk mengarahkan dan membimbing sikap mental manusia pada perubahan ke arah positif setelah mengikuti proses pendidikan. Pendidikan Islam adalah suatu usaha membimbing dan mengembangkan potensi manusia secara optimal agar dapat memerankan dirinya sebagai pengabdi Allah yang setia dalam memerankan diri itu, baik kadar, jenis serta bentuknya banyak ditentukan oleh factor intern (potensi) dan factor ekstern (interpensi), mungkin saja berdasarkan kodratnya, seseorang memiliki bakat seni (intern), berkat adanya bimbingan anak dapat melaksanakan pengabdian kepada Allah dan menajadi seniman yang baik dan berakhlak. Dengan demikian secara khusus pendidikan Islam mempunyai rumusan sebagai usaha membimbing dan mengembangkan potensi manusia secara optimal agar dapat menjadi pengabdi Allah yang setia berdasarkan dan dengan memepertimbangkan latar belakang perbedaan individu, tingkat usia, jenis kelamin dan lingkungannya masing-masing, dengan tujuan agar manusia tidak terpaku pada aktifitas pendidikan yang seragam. Orang tua sebagai pendidik utama bagi anak dan keluarga seharusnya menjadikan Rasul sebagai contoh dan tolok ukur dalam menerapkan metode pendidikan di rumah ( keluarga ). Karena sebagaimana diketahui berdasarkan histories bahwa Rasul di dalam menanmkan pendidikan atau nilai-nilai Islam dengan memulai diri sendiri ( ibda’ bi nafsi ). Konsekuensinya Rasul memulai merealisasikan nilai-nilai Islam dengan memberi contoh atau tauladan pada dirinya. Ini pulalah yang seharusnya dijadikan pediman bagi orang tua dalam menanmkan nilai-nilai Islam dalam keluarga. Dalam menanamkan pendidikan, secara rinci dapat diberikan dalam tahap :. Pendidikan Usia Dini.Pendiikan Fase usia 2-4 tahun. Fase pra sekolah.. Pendidikan fase Tamyis atau pra remaja.,Pendidikan Fase Remaja. . Kata Kunci : Pendidikan Islam Pendahuluan. Berbicara masalah pendidikan, berarti juga berbicara tentang tanggung jawab dalam pendidikan. Di dalam ajaran Islam, tanggung jawab melekat pada konsep amanah.Amanah adalah suatu system nilai melekat pada manusia yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Di dalam menjalankan pendidikan, tidak terlepas dari fungsi manusia yang mempunyai peranan sebagai khalifah Allah fil Ard (Al Quran,Surat 35 :702) yang mempunyai tugas memakmurkan bumi dan membudayakan alam semesta (Q.S 11 : 61) dengan tujuan hidup sebagai hamaba Allah yang harus ditegakkan, dilaksanakan dan dilestarikan pada generasi berikutnya untuk melangsungkan nilai-nilai peradaban dalam akehidupan. Langkah strategis dalam melestarikan nilai-nilai peradaban tersebut adalah melalaui pendidikan (Hasan Langgulung; 1984:345). Dalam tahap makro proses pendidikan pada tahap awal terjadi dalam keluarga. Peran keluarga dalam menerapkan nilai-nilai pendidikan agama serta nilai-ni;ai kehidupan lainnya sangat penting dan strategis dalam setiap aktifitas manausia. Dalam keluarga, pemberdayaan pendidikan secara dini dimulai, bahkan sejak awal dalam kandungan sudah harus dibangun fondasinya. Menurut Marwah (1994 :208) karakter dasar anak banyak terbentuk di usia dini, usia anak ketika masih dalam asuhan penuh orang tua dan keluarga. Menurut al Nahwi (1996:139) sekolah dan masyarakat menerima anak-anak setelah mereka dibesarkan dalam lingkungan keluarga. Tersurat dan tersirat bagaimana ajaran Islam menyuruh kepada orang tua agar mendidik keluarga dan anak-anaknya. Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur,an yang artinya “ jaga dan pelihara keluargamu dari api neraka”(Q.S 3:6). Dari ayat tersebut dapat difahami, bahawa salah satu usaha untuk menghindari diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan menanamakan nilai-nilai ajaran Islam mulai dini.Hal tersebut juga disebut dalam sebuah hadist Nabi yang artinra “ setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau majusi “( HR.Buhari ).Secara Faktual, gambaran keluaraga yang ideal dalam Islam adalah keluarga Rasul Allah. Pada umumnya orang beranggapan, bila membicarakan masalah pendidikan, maka orientasinya ke dunia sekolah, dengan melupakan bahwa sebelum memasuki pendidikana di sekolah anak telah memperoleh pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya di rumah atau dalam keluarga. Di dalam akeluarga pulalah terjadi proses pendidikan dan pengajaran, terutama dalam menanamkan sikap dan rasa keberagamaan, yang dalam hal ini merupakan tanggung jawab yang utama bagi orang tua. Di dalam pandangan Islam setiap anak, dilahirksan sudah memiliki potensi untuk beragama, namum bentuk keyakinan agama yang dianut tergantungbimbingan dan pengaruh orang tua, artinya orang tua berfungsi dalama mengarahkana sikap keberagamaan pada anakanya.Dan inilah isyarat yang terdapat dalam hadist nabi yang intinya “ bahwa setiap anak dilahirkan mempunyai potensi beragama (fitrah). Oleh karena itu didiklah anakmu dengan nilai-nilai aqidah dan berikan pendidikan bela diri ( memanah) (Muslim Al Hajaj :458). Dari hadis tersebut`dapat difahami, bahawa persentuhan awal dan sekaligus akan mewarnai pola fakir dan perbuatan anak adalah lingkungan keluarga. Intinya, anak akan mengenal, memahami, mentaati dan menghargai sekaligus melaksanakan norma-norma agama apabila di dalam keluarga selalu diperkenalkan dengan ajaran-ajaran agama. Artinya, kecenderungan untuk tunduk dan patuh pada sesuatu kekuatan supranatural di luar dirinya merupakan fitrah dalam diri manausia. Hal ini sejalan dengan pernyataan seorang pakar sosiologi yang menyatakan bahwa sejak lahir seorang anak sedah memilikio potensi, sehingga terjadi proses penyesuaian antara factor intern dan pengaruh yang datang dari luar / ekstern (Soekamto Soejono,1982 : 140). Berbicara masalah fitrah manusia, Al Qur’anul Karim menyebutkan “ maka hadapakanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan asalnya ) itulah Fitrah Allah yang diciptakan di atas manusia, itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (Q.S. 16 : 30 ). Dari ayat ini dapat diketahui bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan asli atau dengan kata lain memilki potensi dasar, dan itulah yang dikenal dengan fitrah, sehingga tidak salah bila dikatakan fitrah adalah kemempuan dasar dan kecenderungan yang murni bagi setiap individu ( Muhamamad Fadli Al Jamili,1993 : 99 ). Sependapat dengan itu Murthada Mutahari mengatakan, bahwa fitrah sebagai sekumpulan hal yang telah dan sampai sekarang dikenal dengan kemanusiaan ( Muthada Mutahari,1998 :22 ). Hal ini berarti bahwa pendidikan dijalankan untuk membentuk nilai-nilai keagamaan yang dengan keberadaaannya bias dirasakan manfaatnya oleh individu, keluarga dan masyarakat. Intinya bahwa fitrah manusia dapat dipengaruhi oleh aspek eksternal. Antara aspek eksternal dan fitrah akan selalu mengadakan dialektika, sehingga menimbulkan pengatahuan baru (Arifin,1994 : 94 ). Dengan demikian antara fitrah dan pengaruh eksternal memiliki korelasi yang dignifikan, yaitu manusia sebagai subyek pendidikan, sedangkan pendidikan itu sendiri adalah proses humanisasi. Oleh karena itu, untuk membentuk atau menghasilkan proses humanisasi, perlu adanya peran pendidikan yang dalam hal ini sudah barang tentu pendidikan Islam, seperti yang diungkapkan oleh Hasan Langgulung bahwa pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peran, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselenggarakan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat (Hasan Langgulung,2000 ; 94 ). Berbicara tentang fitrah manusia, sebagaimana disebutkan dalam ayat Al Qur’an yang artinya “maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan asalnya ), itulah fitrah yang Allah ciptakan manusia di atas fitrah itu, itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengatahuinya (QS.16 : 30 ). Dari ayat ini dapat diketahui, bahwa manausia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan asli atau dengan bahasa lain memiliki potensi dasar, dan itulah yang dikenal dengan fitrah, sehingga tidak salah apabila dikatakan fitrah adalah kemampuan dasar dan kecenderungan yang murni bagi setiap individu ( Muhammad Fadli Al Jamili,1993 : 99 ). Ini berarti bahwa pendidikan dijalankan untuk mengabdi kepada nilai-nilai kemanusiaan yang dengan keberadaannya dapat dirasakan baik itu individu, keluarga bahakan masyarakat. Dapat difahami pula, bahawa fitrah manausia dapat dipengaruhi oleh oleh aspek eksternal (pengaruh dari luar diri manusia). Antara aspek eksternal dan fitrah akan selalu mengadakan dialektika, sehingga menimbulkan pengetahuan baru ( Arifin,1994 : 94 ). Dengan demikian antara fitrah dan aspek eksternal memiliki korelasi yamh signifikan, yaitu manusia sebagai subyek dalam pendidikan, sedangkan pendidikan itu sendiri adalah proses humanisasi. Breawal dari itu semua, secara konseptual paradigma banyak para pakar pendidikan memberikan sinyalemen pentingnya implementasi pendidikan Islam dalam usaha proses pembinaan keluarga. Namun demikian, pada tataran aplikatif ternyata pelaksanaannya tidak sesederhana seperti sinyalemen di atas. Hal ini dimungkinkan karena beberapa factor, antara lain : 1. Karena kepribadian kedua orang tua bukan bukan merupakan personifikasi dari nilai yang diajarkan. 2. Secara metodologis metode yang digunakan kurang relevan dengan tujuan. 3. Boleh jadi kondisi sosio psikologis anak belum pada moment yang siap menerima. Oleh karena itu Rasul sudah memberikan model pendidikan sebagai pedoman bagi umat manausia. Hal ini dilakukan , bahwa secara histories fakta dan realita sejarah menunjukkan tentang keberhasialan dakwah Rasul sekaligus pendidikan Islam (Hart, 1992 : 27) , bila diamati historisnya sangat jelas dan dapat dilihat dari literature yang ada, termasuk hadis-hadis Rasul Allah. Dari paparan di atas, dapat difahami bahwa orang tua sebagai pendidik utama bagi anak dan keluarga seharusnya menjadikan Rasul sebagai contoh dan tolok ukur dalam menerapkan metode pendidikan di rumah ( keluarga ). Karena sebagaimana diketahui berdasarkan histories bahwa Rasul di dalam menanmkan pendidikan atau nilai-nilai Islam dengan memulai diri sendiri ( ibda’ bi nafsi ). Konsekuensinya Rasul memulai merealisasikan nilai-nilai Islam dengan memberi contoh atau tauladan pada dirinya. Ini pulalah yang seharusnya dijadikan pediman bagi orang tua dalam menanmkan nilai-nilai Islam dalam keluarga. PENGERTIAN PENDIDIKAN. Hasan Langgulung (2000 ; 3 ) mengatakan, bahwa ada beberapa kata digunakan dalam pengertian pendidikan Islam, antara lain kata ta’lim,yang berarti mengajar, berawal dari kata dasarnya’allama. Relevansi dengan ayat yang berarti : “ dan Allah mengajarkan kepada Adam segala nama, kemudian ia berkata kepada malaikat : beritahulah aku nama-nama semua itu jika kamu benar (QS.2 :31) . Menurut Langgulung, bahwa kata ta’lim khusus untuk pengajaran, jadi lebih sempit dari kata pendidikan (tarbiyah). Sedangkan menurut Jalaluddin (2001 :72) bahwa pada hakekatnya definisi pendidikan semakna dengan belajar, belajar dari kata ; al tarbiyah,al ta’lim dan al ta’dib. Tarbiyah mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang di dalamnya sudah termasuk makna mengajar atau allama. Berangkat dari pengertian ini makna tarbiyah didefinisikan senagai proses bimbingan terhadap potensi manusia ( jasmani, ruh dan akal) secara maksimal agar dapat amenjadi bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa depan. Sedangkan ta’dib, menurut Al Attas (1986 : 110 ) mengacu pada kata adab. Breawal dari makna tersebut ia mendifinisikan mendidik yang juga di dalamnya belajar, adalah membentuk manusia dalam menempatkan posisinya sesuai dengan susunan masyarakat. Bertingkah laku secara proposional dan cocok dengan ilmu dan teknologi yang dikuasainya. Menurut Naguib, bahwa pendidikan Islam lebih tepat berorientasi pada kata ta’dib, sedangkan kata tarbiyah mencakup obyek yang lebih luas, bukan saja pada pendidikan manusia tetapi juga meliputi dunia hewan. Sedangkan ta’dib mencakup pendidikan khusus untuk manusia. Dari berbagai pendapat di atas, dapat difahami bahwa belajar adalah sebuah aktifitas sadar manusia baik individu maupun kelompok melaui latihan dan praktek, sehingga memberikan kepahaman dan keterampilan dalam rangka mengembangkan potensi lewat pembelajaran, artinya unsure-unsur dalam proses belajar juga merupakan perangkat dalam pendidikan. Sejalan dengan itu Jalaluddin (2001:960 mengatakan, bahwa dimensi individu dititik beratkan pada pengembangan dan bimbingan potensi fitrah manusia dalam statusnya sebagai insane. Dalam kontek Al Insan, manusia adalah makhluk eksploratif ( pengembangan diri ), artinya pengembangan potensi diri manusisa sejak awal melalui proses belajar untuk mendapatkan kepahaman dan keterampilan hidup melalui serangkaian aspek-aspek penting, seperti guru, kurikulum, sarana dan prasarana yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan yang disebut mendidik atau rpses pendidikan. Dengan demikian dapat diketaui bahwa dalam proses pendidikan akan mendapatkan kesempurnaan manusia, yang tercermin dalam tujuan pendidikan . TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM. Pendidikan sebagai pengembang potensi, merupakan upaya dalam menjalani proses perubahan sikap dan kepribadian seseorang menuju pada kesempurnaan akhlaknya. Sebagaimana dikatakan Hasan Lnggulung (2001 :51), pendidikan sebagai pengembangan potensi dapat diumpamakan pertumbuhan dan perkembangan bunga-bunga, dimana potensi-potensi tersembunyi yang ada pada benih yang berkembang menjadi bunga yang matang dan mekar. Sebagai bandingannya, maka kanak-kanak itu ibarat benih yang ditanam dan benih tersebut masih tersembunyi dan tidak kelihatan. Sedangkan guru ibarat tukang kebun yang memulai merawat dalam memeliharanya dengan cermat dengan penuh ketekunan, serta memberi pupuk yang sesuai sehingga benih-benih tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Itulah pendidikan yang dimulai dari proses belajar mengajar sehingga timbul pilihan-pilihan dalam pengembangan potensi yang sudah ada. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tugas dan peranan orang tua dalam mengembangkan kepribadian anak, sangatlah penting karena orang tua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak. Seperti apa tujuan dan harapan orang tua terhadap anaknya maka seperti itulah pembentuk awal yang diberikan kedua orangtuanya. Secara signifikan Hasan Langgulung merincikan tujuan pendidikan Islam itu sebagai berikut : 1. Pendidikan sebagai pengembangan potensi. Menurut tokoh pendidikan ini, dengan aberpijak kepada Al Qur’an yang artinya “ tatkala Aku telah menghembuskan kepadanya roh Ku (QS.15 : 29 ), maka berarti Tuhan telah memberi manusia itu berbagai potensi atau kemampuan yang berkaitan dengan sifat-sifat Tuhan. Berbicara mengenai sifat-sifst Tuhan yang diketahui ada 99 yang tertera di dalam Al Qur’an sering disebut dengan As maul husna, diantaranya Ar rahman ( maha pengasih), ar rahim ( maha penyayang), al malik ( yang menguasai), dan al quddus (maha suci ), dan lain sebagainya. Dari bermacam-macam sifat Tuhan tersebut diharapkan m,anusia dapat mengembangkan dan merealisasikan sifat tuhan tersebut dalam kehidupannya. Sifat yang sudah tertanam dalam diri manusia itu tidak dapat berkembang dengan sendirinya tanpa melalui proses pembelajaran dan penddikan. 2. Pewaris Budaya a. Konsep pendidikan Islam dalam pembinaan keluarga dan penanaman nilainilai Islam pada anak. Manusia bukanlah makhluk yang bebas nilai, baik terhadap sang pencipta maupun sesama makhluk tuhan. Undang-undang ini Allah berlakukan bagi manusia sejak masih dalam kandungan, ebagaimana Allah jelaskan dalam Al Qur’an yang artinya “ sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat ( tugas-tugas keagamaan ) kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya engganuntuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan menghianatinya dan dipikul amanat itu oleh manusia (QS.33 : 72) sebagai bentuk ikatan perjanjian Allah terhadap manusia terhadap penciptanya. Dlam konsep ini yang menjadi sorotan bagaimana tugas manusia dalam mengemban amanat Allh serta mempertanggung jawabkan pelaksanaannya,sebaba Allah janjikan setiap aktivitas manusia tidak terlpas dari balasan dan ganjaran sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat yang artinya “barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarahpun niscaya dia akan mendapatkan balasannya (QS.99 :7-8 ). Atas dasar itulah seharusnya manusia mengetahui status dan tanggung jawabnya di muka bumi ini. b. Manusia dan statusnya. Abdul Karim Al Khatib, dalam bukunya al muslimun wa risalatuhumfi al hayat, menguraikan kedudukan manusia dalam Islam, bahwa Allah telah katakana, manausia adalah makhluk istimewa yang tegak di atas kakinya sendiri, terdiri dari anatomi yang indah berbeda dengan makhluk lain. Untuk mendapatkan gambaran yang benar tentang manusia menurut ajaran Islam, Perlu memperhatikan keterangan-keterangan Al Qur’an sebagai rujukan pertama Dalam system pemikiran Islam. Menurut Abu A’la Al Maududi dalam karya Besarnya”the meaning of the Qur’an’ tentang manusia, yang juga dimuat dalam karangannya yang lain ‘the basic principle of understanding Al Qur’an ‘, menegaskan bahawa tema sentral ajaran AlQur’an adalah manausia itu sendiri. Dengan kata lain bahwa Allah melaui wahyuNya menjelaskan kepada manusia tentang diri dan dunianya. Pernyataan ini dapat difahami dalam ayat yang artinya “bacalah dengan menyebut nama tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (QS.96 :1-2 ) Dari ayat di atas, secara teoritik, manusia pada dasarnya memegang tanggung jawab sebagai pemegang amanat Allah di muka bumi, untuk memakmurkan dan memelihar alam semesta, termasuk tugas dalam mendidik keturunan atau pewaris nilai-nilai buday, kultur, etnis dan religius (agama). Mengingat tanggung jawab adalah aplikasi sikap manusia yang diwariskan pada manusia lain atau orang tua kepada anaknya, tentu sebagai pemberi waris harus mempunyai metode dan pendekatan arif dan propesional, sehingga dalam menerapkan apa yang diwariskan atau diamanatkan dapat diterima dengan baik. c. Kewajiban Manusia. Tugas dan kewajiban manausia sebagai makhluk Tuhan adalah mempelajari alam semesta, tataran atau aturan-aturan, sejarah dan proses terjadinya, sehingga dengan bekal pengetahuan itu, sarana menjadi hamba Allah yang taqwa yaitu mengabdi kepada Allah. Menurut dr.Asmaran MA, bahwa kewajiban manusia mencakup pada 4 bagian Pertama, kewajiban terhadap Allah. Allah memerintahkan agar manusia beriman kepada Allah, sebagaimana dijelaskan dalam AlQur’an yang artinya “ wahai orang yang beriman tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya (QS.4 : 136 ) artinya kewajiban bagi manusia untuk meyakini Allah sebagai rabNya dan terhadap dirinya sendiri. Manusia dengan kesempurnaan penciptaannya secara pisik maupun jasmani, diharapkan memanfaatkannya serta memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani itu seperti papan, pangan dan sandang serta memelihara rohani dengan cara memberikan pengetahuan, pendidikan dan kebebasan sesuai dengantuntutan agama sebagaimana fitrahnya. Ini pulalah yang Allah jelaskan dalam ayat yang artinya “dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan pula kamu terlalu mengulurkannya, karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal (QS.17 : 29) artinya, manusia mempunyai tsentral dalam memelihara alam dan kelangsungan hidupnya.Ketiga terhadap manusia. Selain Allah memerintahkan untuk menunaikan hak-hak pribadinya serta berlaku adil terhadap dirinya sendiri, Islam juga memerintahkan, bahwa dalam pemenuhan hak-hak pribadinya itu tidak boleh merugikan hak-hak orang lain sehingga tidak menimbulkan kesenjangan yang berakhir pada kerugian. Kewajiban antara orang tua dan anak. Anak adalah amanah yang dititpkan Allah pada kedua orang tua. Sebagai amanah, orang tua berkewajiban memelihara dan mendidik anak agar menjadi orang yang baik dan berguna bagi orang tua Negara dan agama. Di dalam Al Qur’an Allah memberi peringatan yang artinya “ dan hendaaklah engkau takut kepada Allah orang-orang yang meninggalkan di belkang mereka anak-anak yang lemah, mereka khawatir terhadap keturunan mereke. Oleh karena itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS.4:9). Dari ayat ini dapat difahami bahwa membekali anak merupakan tugas dan tanggung jawab kedua orang tua, mendidik dan menjadikan anak sebagai manusia yang mempunyai keterampilan dan menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah, menurut Prof.dr.Zainal Muttaqien, dianatara kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah : 1. Memeberi nama yang baik 2. menyembelih hewan aqiqah pada hari ke tujuh dari hari kelahirannya. 3. Mengkhitankannya 4. Memberi kasih saying, 5. Memeberi nafkah / biaya hidup, pendidikan dan lain sebagainya 6. Memberikan pendidikan dan pengajaran terutama dalam hal-hal yang berkenaan dengan agama 7. Menikahkannya setelah dewasa. Dari beberapa kewajiban orang tua terhadap anaknya di atas, yang menjadi sorotan sehubungan dengan penelitian ini adalah orang tua wajib memberikan pendidikan dan pengajaran pada anaknya sebagaiman poin ke enam. Orang tua sebagai pendidik yang pertama bagi anaknya, yang selalu menghadapi perkembangan dan pertumbuhan anak tentu membutuhkan metode dan sikap yang tepat dalam menanamkan nilai-nilai pendidikaan Islam, serta bagaimana menerapkannya secara tepat . Oleh karena itu pendidikan akan mudah terinternalisasi bagi peserta didik bila disampaikan secara tepat. Hakekat Pendidikan Islam. Pendidikan Islam pada dasarnya adalah usaha untuk mengarahkan dan membimbing sikap mental manusia pada perubahan ke arah positif setelah mengikuti proses pendidikan. Sebagaimana Jalaluddin katakana bahwa pendidikan Islam adalah suatu usaha membimbing dan mengembangkan potensi manusia secara optimal agar dapat memerankan dirinya sebagai pengabdi Allah yang setia (2001:79). Masih dalam pernyataannya, bahwa dalam memerankan diri itu, baik kadar, jenis serta bentuknya banyak ditentukan oleh factor intern (potensi) dan factor ekstern (interpensi), mungkin saja berdasarkan kodratnya, seseorang memiliki bakat seni (intern), berkat adanya bimbingan ia dapat melaksanakan pengabdian kepada Allah ia menajadi seniman yang baik dan berakhlak. Dengan demikian secara khusus pendidikan Islam mempunyai rumusan sebagai usaha membimbing dan mengembangkan potensi manusia secara optimal agar dapat menjadi pengabdi Allah yang setia berdasarkan dan dengan memepertimbangkan latar belakang perbedaan individu, tingkat usia, jenis kelamin dan lingkungannya masing-masing, dengan tujuan agar manusia tidak terpaku pada aktifitas pendidikan yang seragam. Pendidikan dalam konsep tarbiyah, secara umum bahwa konsep pendidikan Islam adalah usaha pendewasaan manusia (Tomy Al Saibany, 1979 : 41), akan tetapi secara signifikan, bahwa ajaran Islam yang tertuang dalam Al Qur’an seperti yang dikatakan oleh Jalalludin bahwa jagad raya ini bykan hanya terbatas pada manusia semata yang menempatkan Allah sebagai pendidik yang agung. Masih dalam pernyataan Jalalludin, bahawa kosa kata Robba yang dirujuk sebagai akar kata konsep tarbiyah pada hakekatnya merujuk kepada Allahselaku pendidik. Daei pernyataan di atas dapat difahami bahwa Allah sebbagai pendidik, ada nilai filosofoi yang terkandung di dalam ayat tersebut, yaitu arti pendidik di situ sangat luas.. Allah di samping sebagai pencipta juga amemilihara dan mengatur alam alam semesta, juga difahami secara konsrptual pendidikana Islam adalah suatu usaha dalam proses perubahan sikap moral seseorang menjadi akahlaq yang baik, dengan tujuan menjadi hamba Allah yang taat padaNya sejalan dengan prosedur yang ditentukan Allah. Berdasarkan hakikat dan tujuan pendidikan Islam yang terumus di atas, maka akembali kepada kedua orang tua sebagai pendidik awal bagi anaknya, dalam hal ini mempunyai karakteristik sebagai pendidik sekaligus pengajar dan pemelihara anaknya secara Islami. Pendidik yang Islami mempedomani pondasi pendidikan Islam, yaitu Al Qur’an, dan sebagai sarana dan tenaga operasionalnya adalah Al Hadis yang dijadikan sebagai tolok ukur dalam mendidik. Ini berarti menganali siapa dan bagaimana sikap dan tindakan Rasul terlebih dahulu. Figur dan kepribadian Rasul sebagai Uswatun Hasanah tidak diragukan lagi, dunia sudah mengakuinya, bukan hanya sekedar dari tokoh caliber Islam saja melainkan juga tokoh dari non Islam juga mengakuinya sebagai tokoh caliber dunia nomor satu (Hart : 34). Dengan missi dan ajarannya yang begitu melekat pada pengikutnya dan mengakar secara mendalam tidak ada yang menyainginya. Dalam sejarah Islam,usaha Rasul mempersatukan umat yang nota bene mempunyai watak keras kepala dan etnis yang kental, Rasulpun berhasil dengan baik dalam mendamaikan dan mempersatukan perbedaan tersebut. Dalam dunia pendidikan, setiap gerak dan aktifitas beliau adalah mendidik denga menjadikan Al Qur’an sebagai akhlaknya, sehingga di dalam ayat dikatakan “innaka la’ala khulukul azyim “(QS.25 :56) Mencerminkan nilai-nilai Qur’ani dari setiap langkah dan perbuatannya, sehingga digemari umat, rindu akan kata-kata dan nasehatnya. Tidak heran kalau Allah mrnjadikannnya sebagai kekasih dan pemberi syafaat pada umatnya. Fenomena di atas mensinyalisasi kepada orang tua agar menjadikan pendidik pertama dan paling utama terhadap anaknya sehingga tidak terjadi selogan” ketika anak ditanya mengapa belum tahu ? anak akan berkata bapak dan ibuku tidak pernah mengajariku “. Artinya, sebagai orang tua tidak pernah menjadi contoh dalam kehidupan sang anak apalagi untuk mendidiknya. Pengimplementasian Pendidikan Islam Dalam Keluarga. Sikap orang tua dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam pada anaknya. Berbicara masalah sikap identik dengan adap, tatacara dan perbuatan atau kepribadian. Bila pendidikan dikatakan sebagai pembentukan moralitas Islami atau akhlakul Karimah, Rasul sebagai pendidik agung dalam pandangan Islam sejalan dengan tuhuan Allah mengutus beliau kepada manusia yaitu untuk menyempurnakan akhlak, ini berarti bahwa tujuan pendidikan Islam sejalan dengan yujuan agama Islam itu sendiri. Pendidikan Islam dalam Keluarga. Menurut Zakiah Darajat, bahawa kedua orang tua harus mempunyai sifat-sifat azasi untuk mencapai tujuan dan sasaran pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam pada anaknya. Sifat-sifat azasi tersebut adalah : 1. Menyadari bahwa anak adalah amanah dan titipan dari Allah, maka orang tua harus meluruskan niatnya semata-mata karena Allah, baik itu dalam larangan, perintah, pendidik, hukuman dan pemaliharaannya. 2. Memiliki sifat-sifat takwa, karena orang tua adalah teladan atau cermin bagi anakanaknya. 3. Meiliki ilmu pengetahuan dasar-dasara Islam, memahami secara global peraturan peraturan hokum Islam supaya menjadi pendidik yang tepat serta bijaksana sehingga dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya. 4. Memiliki sifat yang santun, sebagaimana Rasul Saw. Bersabda kepada Al Qois “ sesungguhnya pada dirimu ada dua sifat yang disenangi Allah, yaitu kesantunan dan kesabaran ( hr.Muslim).Memahami sifat santun, kembali kepada Al Qur’an dan Al Hadis, artinya dituntut untuk sabar (QS.42:43), menahan amarah dan memaafkan orang lain (QS.3:134), pemaaf dan meyuruh kepada kebaikan serta berpaling dari orang-orang bodoh (QS.7:199), tidak membalas kejahatan melainkan dengan kebaikan (QS.41:43), R-ramah tamah dan lemah lembut dalam menghadapi semua masalah, ini pula yang siterangkan dalam hadis “ sesungguhnya Allah Maha lemah lembut, mencintai kelemah lembutan dalam semua perkara ( H-hr.Mutafaqq’alaih) serta cinta dan kasih sayang. Fungsi Pendidikan Islam. Mendidik anak sebagaimana dikemukakan pada rumusan serta konsep pendidikan terdahulu, pada hakekatnya terdapat berbagai usaha kompleks, seperti yang dikemukakan oleh dr.Abdullah Nasihin Ulwan ; 1. Menyelamatkan ftrah Islamiyah anak. Setiap anak yang dilahirkan kedunia ini, menurut pandangan Islam membawa fitrah Islamiyah. Maka kedua orang tua wajib menyelamatkan dengan usahausaha yang nyata. Dalam surat Al A’raf ayat 172 Allah telah mengambil saksi pada anak-anak Adam tatkala dikeluarkan dari tilang-tulang sulbi. Allah bertanya kepada mereka “ bukankah Aku ini (Tuhan) kalian, mereka menjawab benar (Engkau tuhan kami), kami bersaksi. 2. Mengembangkan potensi berfikir anak. Anak yang lahir ke dunia pasti mempunyai potensi berfikir sendiri, potensi inilah yang mebedakannya dengan makhluk lain. Oleh karena itu orang tua harus membantu mengembangkan potensi tersebut agar sesuai dan di dasari nilai-nilai fitrah Islamiyah. 3. Mengembangkan potensi rasa anak. Bersamaan dengan diberikannya potensi fakir, juga dilengkapi potensi rasa. Allah menjelaskan dalam firmanNya “ dan kami jadikan mereka pendengaran, penglihatan dan perasaan / hati (qs.Al Ahqaf :26), orang tua harus membina perasaan anak agar berakhlak karimah dan dijiwai aqidah Islamiyah yang benar, sehingga tumbuh dewasa menjadi orang yang berakhlak, baik hubungannya deangn Allah maupun sesame manusia. 4. Mengembangkan potensi karsa anak. Selain potensi berfikir, potensi rasa, anak juga memiliki potensi karsa atau kehendak. Orang tua harus bias membimbing, mengarahkan dan mencari jalan yang tepat untuk memenuhi potensi karsa anak agar sejalan dengan fitrah Islamiyah. 5. Mengembangkan potensi kerja anak. Potensi kerja pada dasarnya sudah dimiliki oleh setiap anak, maka pendidikan yang diupayakan oleh orang ua pada hakikatnya hanyalah mengembangkan dan memberdayakan potensi kerja yang sudah ada, sehingg sesuai dengan bakat yang ada. 6. Mengembangkan potensi sehat anak. Setiap anak memiliki potensi sehat untuk pertumbuhan fisiknya secara wajar sehingga dapat melakukan aktifitas dengan baik. Dalam pendidikan dan menanamkan nilai-nilai Islami pada anak juga tidak sekaligus melainkan melalui tahapan atau fase-fase, kapan anak-anak mulai dididik dan apa-apa yang harus diajarkan sesuai denga pertumbuhan dan perkembangannya. Syech Abdul Hamid Jasim Al Bilali, mengatakan bahwa menanamkan pendidikan pada anak, di fase pertama tatkala anak memilih pasangan hidupnya dalam rangka membina rumah tangga, kemudian saat mengandung serta menjelang kelahirannya, diantara usaha tersebut adalah 1. Mengkonsumsi makanan yang bergizi dan halal, sebab kehalalan makanan bagi ibu hamil merupakan pembentukan akhlak janin. 2. Mengajak berdialog dengan kata-kata yang le,ah lembut dengan penuh kasih saying 3. Menanamkan ruh keislaman lewat zikir dan bacaan ayata AlQur’an. 4. Menjauhkan diri dari perkataan kotor, menggunjing dan lain sebagainya. 5. Selalu berdoa agar diberi anak yang sholeh dan sholeha. Fase kedua, yaitu waktu anak lahir sampai usia 2 tahun. Pada waktu inilah apakah anak menjadi musuh, perhiasan atau penyejuk hati. Lalu pendidikan yang diberikan pada anak usia ini seperti apa. Bentuk Pengimplementasian Pendidikan Islam Dalam Keluarga. Dalam menanamkan pendidikana Islam pada anak dalam keluarga akan diuraikan kapan pendidikan itu diberikan pada nak sehingga anak dalam kondisi siap menerima dan mudah mengerti apa yang diberikan. Untuk itu berikut akana diuraikan secara rinci penanaman pendidikan tersebut. Pendidikan Usia Dini. Menurut Abu Fahmi, ada 7 langkah awal dalam memberikan pendidikan anak. A. Dalam proses mendapatkan anak yang sholeh dan sholeha adalah : 1. Mentalkinkan, mendengarkan kalimat tauhid ketelinganya, sebagaimana bukalah pendengaran anak-anakmu pertama kali dalam kalimat la ila ha ilallah dan ajarkan kepada mereka yang menghadapi sakaratul maut kalimat la ila ha ilallah (hr.Hakim). 2. Memberikan makanan (madu) pada mulut bayi, pada tahap hari ke tujuh sampai usia 2 tahun, yang diberikan : a. nama yang baik, antara lain : mengandung kata-kata yang baik, mencontoh nama-nama nabi, merangkaikan sebuah kata dengan nama Allah. b. Mencukur rambut, ditimbang dan dikurs dengan harga perak, c. Menebusnya dengan aqiqah, 2 ekor kambing untuk bayi laki-laki dan 1 ekor untuk perempuan. d. Khitan, sebab rasul menegaskan diantara fitrah manusia adalah khitan. e. Menyusuinya hingga berumur 2 tahun (QS.2:233) f. Memulai mengajarkan hal-hal yang terpuji, misalnya sebelum dan sesudah makan membaca do’a. B. Pendiikan Fase usia 2-4 tahun. Pada usia ini anak memerlukan kebutuhan penghormatan. Pada usia ini anak lebih senang dipuji dan didahulukan keinginannya, maka orang tua harus bersikap adil dalam memberikan kasih saying. Anak juga butuh keberhasilan, Oleh karena orang tua hendaknya memberikan penghargaan jika berhasil dalam kegiatannya, dan anak usia ini perlu bermain. Bermain merupakan kecenderungan alamiyah yang dialami setiap anak. Kecenderungan ini sangat diperlukan karena akan berakubat pada pertumbuhan fisik dan perkembangan intelegensi anak. Begitu juga terhadap materti pendidikan yang tepat pada usia ini adalah : 1. Memperkenalkan Allah dan rasulnya. 2. Memberikan gambaran siapa pencipta alam lewat lagu dan syair. 3. Melafazkan kalimat syahadat 4. memperkenalkan nilai-nilai ibadah 5. meneladani akhlakul karimah 6. merangsang kreativitas anak. C. Fase pra sekolah. Pada usia ini agar pendidikan berhasil dan mencapai target, maka orang tua harus memperhatikan karakteristik, diantaranya : 1. Mengontrol tindakan anak 2. memberikan kebebasan dalam kategori wajar pada gerak dan tindakan anak. 3. berusaha memperkenalkan lingkungan sekelilingnya, karena sering terlihat. 4. melayani anak berbicara. Nilai-nilai pendidikan yang diberikan padsa usia ini adalah : 1. Membentuk aqidah dan keimanan kepada Allah, dengan cara mengajarkan Al Qur’an, menanamkan pada diri anak bahwa Allah melihat dan mengawasi, serta menanamkan rasa cinta kepada Rasul melalui cerita perjalanan hidupnya serta memberi hadiah dalam bentuk nyata atau janji di surga. 2. Memperkenalkan nilai-nilai ibadah dengan cara : mengajak anak ake masjid dan meniru gerak gerik orang tua, mengajari cara shalat dan berwudlu dengan baik dan memperkenalkan arti ibadah pada anak dengan pemaparan-pemaparan ringan. 3. Membentuk keilmuan dan pengetahuan anak, dengan cara : Mengajari Al Qur’an, menceritakan kisah-kisah nabi dan sahabatnya, menyediakan buku-buku, kased yang Islami intuk pertumbuhan IQ anak, menjawab pertanyaan anak sesuai dengan usianya/ jangan berbohong dalam memberikan jawaban, menghindarkan dari cerita khayal. 4. Membentuk akhlakul karimah, dengan cara : Mempraktekkan adab-adab yang telah diajarkan sebelumnya, menunjukkan apa yang telah dipelajari dihadapan orang-orang besar untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya, membiasakan salam ketika masuk dan keluar rumah, membiasakan meminta izin dalam segala hal meskipun itu milik orang tua atau saudaranya sendiri dan membiasakan bersilaturrahmi ke rumah famili. 5. Membentuk kreatifitas anak dan rasa seni, dengan cara : Mendidik dengan membiasakan merapikan dan membersihkan tempat tidur, memperhatikan warna warni khusus kesukaannya dan lain sebagainya. D. Pendidikan fase Tamyis atau pra remaja. Pada usia ini selain memberikan pendidikan pada usia pra sekolah, ada hal-hal penting yang harus diperhatikan, antara lain : 1. Menanamkan nilai-nilai aqidah 2. menanamkan kebiasaan beribadah 3. menanamkan kebiasaan berakhlakul karimah 4. menanamkan kebiasaan bertindak ekonomis 5. menanamkan kebiasaan hidup sehat E. Pendidikan Fase Remaja. Masa remaja menurut pakar psikologi dikelompokkan menjadi : Masa pubertas (Usia 12-18) dan masa usia 19-21 tahun. Pada masa ini pendidikan yang perlu ditekankan adalah : 1. Pemantapan pendidikan aqidah 2. memantapkan pendidikan ibadah 3. memantapkan pendidikan akhlak 4. memantapkan kebiasaan bertindak ekonomis 5. memantapkan kebiasaan hidup sehat 6. mewaspadai kelebihan emosional 7. membantu menemukan bakat anak 8. mengarah dan mengartikan pendidikan seks. Dari bebarapa uraian di atas, dapat difahami bahwa peran orang tua sangatlah kompleks dalam mendidik anak, yang jelas tetap kometmen dengan tujuan ajaran Islam yang juga sejalan dengan tujuan Islam, konsisten dan professional secara kesinambungan dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam. Kesimpulan Dari Uraian di atas, dapat penulis simpulkan bahwa : Pendidikan dalam konsep tarbiyah secara umum adalah usaha pendewasaan , akan tetapi secara signifikan, bahwa ajaran Islam yang tertuang dalam Al Qur’an menegaskan bahwa jagad raya ini hanya terbatas pada manusia semata yang menempatkan Allah sebagai pendidik yang agung dalam artian kosa kata Robba yang dirujuk sebagai akar kata konsep tarbiyah pada hakekatnya merujuk kepada Allah selaku pendidik. Allah sebbagai pendidik, ada nilai filosofosbahwa pendidik di situ sangat luas.. Allah di samping sebagai pencipta juga memilihara dan mengatur alam alam semesta, juga difahami secara konsrptual pendidikana Islam adalah suatu usaha dalam proses perubahan sikap moral seseorang menjadi akahlaq yang baik, dengan tujuan menjadi hamba Allah yang taat padaNya sejalan dengan prosedur yang ditentukan Allah. Berdasarkan hakikat dan tujuan pendidikan Islam yang terumus di atas, maka kembali kepada kedua orang tua sebagai pendidik awal bagi anaknya, dalam hal ini mempunyai karakteristik sebagai pendidik sekaligus pengajar dan pemelihara anaknya secara Islami. Pendidik yang Islami mempedomani pondasi pendidikan Islam, yaitu Al Qur’an, dan sebagai sarana dan tenaga operasionalnya adalah Al Hadis yang dijadikan sebagai tolok ukur dalam mendidik. Ini berarti menganali siapa dan bagaimana sikap dan tindakan Rasul terlebih dahulu. DAFTAR PUSTAKA. Aly,Noer Hery, Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta, Logos. , 1993 Assa’idi, Abdul Hakim, Menuju Keluaraga Sakinah, Jakarata,Akbar,1997 Abdurrahman al Nahwi, Prinsip-prinsip dan metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat,Bandung,CV.Diponegoro ,1996 Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Islam,Jakarta, Bulan Bintang ,1994 Hart, Cara Mendidik Aanak Dalam Islam,Surabaya, Pt.Bina Ilmu, 1993 . Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Jakrta,PT.Al HusnaZikra; 1984 Jalaluddin, Psikologi Agama,Jakrta,PT.Raja Grafindo Persada ,2001 Muhammad Al Naquib Al Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung , Mizan. ,1992 M. Athiyah Al Abrasi, Prinsip-prinsip dasar Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia. , 2003 Muhamamad Fadli Al Jamili, Mendidik Anak Secara Islami,Yogyakarta, Ash Shaff,1993 Soekamto Soejono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Yayasan Universitas Indonesia ,1982 Tomy Al Saibany, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, PT.Al Husna, 1979