1 PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG BOGOR PADA

advertisement
PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG BOGOR PADA BERBAGAI
TINGKAT KERAPATAN TANAM DAN FREKUENSI PENYIANGAN*
Edhi Turmudi*, Eko Suprijono.*
*Dosen Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Abstrak
Upaya pemehunan konsumsi kacang bogor melalui peningkatan produksi dihadapkan pada
permasalahan gangguan gulma yang dapat diatasi dengan pengaturan kerapatan tanaman dan penyiangan.
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan frekuensi penyiangan pada setiap kerapatan tanaman kacang
bogor yang pertumbuhan dan hasilnya tertinggi. Pelaksanaannya dengan menguji dua macam perlakuan
yaitu tingkat kerapatan tanaman yang terdiri atas tiga taraf dan frekuensi penyiangan terdiri atas empat
taraf disusun secara faktorial dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang dilakukan
dalam bentuk percobaan lapangan. Penyiangan dua kali secara nyata meningkatkan pertumbuhan dan hasil
kacang bogor. Hasil biji kering per petak tertinggi sebesar 1559,37 g lebih dari tanpa penyiangan. Indeks
luas daun, jumlah daun, biomassa tanaman, jumlah polong muda, dan jumlah polong pertanaman tertinggi
pada kerapatan tanaman 150.000 per hektar.
Keta kunci : Kacang bogor, penyiangan
I. PENDAHULUAN
Permintaan kacang-kacangan akan terus meningkat seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk. Pada tahun 2000, konsumsi rata-rata kacang-kacangan
penduduk Indonesia sebesar 35,88 g per kapita per hari. Kacang-kacangan selain untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi secara langsung juga untuk kebutuhan industri pangan.
Kacang bogor bernilai gizi tinggi, per seratus gram mengandung 370 kalori energi, 16 g
protein, 6 g lemak, 85 mg Ca, 264 mg P, 2,4 mg Fe, dan 0,8 mg vitamin B1. Selain itu,
tanaman kacang bogor dapat meningkatkan kesuburan tanah karena akar-akarnya
bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium yang mampu mengikat nitrogen bebas dari udara
(Fachruddin, 2000).
Berdasarkan pengamatan di lapangan, hasil rata-rata kacang bogor yang
ditanam petani masih di bawah 4 ton per hektar. Untuk meningkatkan produksi kacang
bogor nasional, harus dilaksanakan praktek budidaya secara intensif (Rukmana dan
Oesman, 2000). Salah satunya adalah dengan mengatur kerapatan tanam yang tepat dan
mengurangi persaingan pemanfaatan hara antara kacang bogor dengan gulma melalui
penyiangan.
Pengaturan tingkat kerapatan tanaman merupakan salah satu teknik
pengendalian gulma secara kultur teknis (Rukmana dan Saputra, 1999). Pengaturan jarak
1
tanam optimal pada setiap komodiatas dapat mengurangi ruang gerak pertumbuhan
gulma, oleh karena itu semakin tinggi tingkat kerapatan tanaman maka frekuensi
penyiangan gulma semakin berkurang.
Peningkatan kerapatan tanaman sampai batas tertentu dapat meningkatkan
produksi setiap satuan luas, tetapi selanjutnya produksi akan menurun sejalan oleh
meningkatkannya persaingan tanaman (Sudjana, 1993;Turmudi dkk., 1996). Jumlah
polong kedelai per tanaman, jumlah polong isi per tanaman, berat berangkasan kering,
berat biji kering pertanaman lebih tinggi pada kerapatan tanam yang rendah (125.000 per
hektar) daripada kerapatan tanam yang tinggi (170.00 per hektar dan 223.000 per
hektar). Tetapi hasil per satuan luas lebih kecil dibandingkan dengan kerapatan tanam
tinggi (Maryanto dkk., 2002). Menurut Aldrich (1984), tingkat kerapatan tanaman yang
renggang memacu pertumbuhan gulma sehingga daya kompetisi gulma lebih tinggi
daripada tanaman pokok. Oleh karena itu kepadatan populasi optimal perlu diketahui.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kerapatan tanaman optimal adalah ukuran tanaman
dan kesuburan tanah (Hasanudin dkk., 1999).
Kehadiran gulma dapat menjadi pesaing bagi tanaman dalam hal pengambilan
unsur hara, air dan cahaya.. Oleh karena, pada sebagian besar tanaman diperlukan
penyiangan sedini mungkin untuk mencegah pertumbuhan gulma (Sukman dkk., 1995).
Melalui penyiangan manual tanah menjadi gembur. sehingga pertumbuhan tanaman
subur dan pembentukan cabang sempurna (Ridwan dkk 1997). Hasil penelitian Turmudi
(2002) menunjukkan bahwa tanaman kedelai yang disiangi satu, dua dan tiga kali
memiliki biomassa lebih tinggi daripada yang tidak disiangi.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, perlu diketahui frekuensi penyiangan
gulma dan kerapatan tanaman kacang bogor yang dilihat pada tujuan penelitian secara
langsung adalah untuk (1) mendapatkan frekuensi penyiangan yang tepat untuk setiap
kerapatan tanaman yang memberikan hasil tertinggi, (2) mendapatkan kerapatan
tanaman kacang bogor yang tepat bagi pertumbuhan dan hasil kacang bogor,
METODE PENELITIAN
Penelitian dalam bentuk percobaan lapangan di wilayah Desa Kandang Limun
Kecamatan Muara Bangkahulu pada bulan Oktober 2003 sampai dengan bulan Februari
2004 dengan jenis tanah Ultisol. Penelitian ini menguji dua macam perlakuan yang
disusun secara faktorial dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL). Faktor
pertama yaitu tingkat kerapatan tanamanan yang terdiri atas : 100.000 tanaman per
hektar (r1), 150.000 tanaman per hektar (r2) dan 200.000 tanaman per hektar (r3). Faktor
2
kedua yaitu frekuensi penyiangan yang terdiri atas : tanpa penyiangan (p 0), satu kali
penyiangan dilakukan saat 2 minggu setelah tanam (mst) (p 1), dua kali penyiangan
dilakukan saat 2 dan 4 mst (p2) dan tiga kali penyiangan dilakukan pada saat 2, 4 dan 6
mst (p3).
Petakan berukuran 2 m x 3 m dibuat pada saat pengolahan tanah untuk
penanaman kacang bogor yang berjarak tanam sesuai dengan perlakuan yaitu 33,33 cm x
30 cm untuk kerapatan tanam 100.000 per hektar, 33,33 cm x 20 cm untuk kerapatan
tanam 150.000 per hektar, dan 33,33 cm x 15 cm untuk kerapatan tanam 200.000 per
hektar. Pemupukan dengan dosis 43,2 kg P2O5 ha-1 , 67,2 kg K2O ha-1 diberikan pada
saat tanam, N dengan dosis 46 kg ha -1 diberikan 1/3 pada saat tanam dan 2/3 dosisnya
diberikan pada 42 hari setelah tanam. Analisis data dengan uji F taraf 5 %. Pada peubah
yang berbeda nyata dilakukan uji BNT untuk membandingkan pengaruh beberapa
kerapatan tanaman dan frekuensi penyiangan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
kacang bogor.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan lingkungan di sekitar tanaman pada saat penelitian
Berdasarkan hasil analisis tanah kandungan hara dari tanah yang digunakan
adalah N sebesar 0,30% berkategori sedang, P sebesar 6,22 ppm, rendah, K sebesar
0,92 me/100 g, tinggi. Curah hujan selama penelitian berlangsung berkisar antara 92 mm
sampai dengan 612 mm dari bulan Oktober sampai Februari dengan rata – rata 355,4
mm per bulan. Curah hujan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dan hasil tanaman kacang bogor. Curah hujan rata-rata optimum untuk tanaman kacang
bogor yaitu 291,67 mm per bulan Apabila keadaan curah hujan melebihi batas optimum
maka tanaman akan rentan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman (Rukmana
dan Oesman, 2000).
Secara garis besar respon pertumbuhan dan hasil kacang bogor akibat tingkat
kerapatan tanaman dan frekuensi penyiangan yang berbeda dirangkum pada Tabel 1 :
3
Tabel 1. Nilai F hitung hasil analisis varians
Tingkat kerapatan tanaman
Frekuensi Penyiangan
(R)
(P)
Derajat hijau daun
0,52 ns
1,83 ns
Indeks luas daun
11,36 *
18,69 *
Jumlah cabang per tnm
3,13 ns
16,67 *
Jumlah daun per tnm
3,58 *
13,95 *
Biomassa tanaman (g)
3,57 *
12,64 *
Jumlah polong muda per tnm
5,66 *
12,37 *
Jumlah polong tua per tnm
1,59 ns
6,01 *
Jumlah polong total per tnm
4,01*
12,11 *
Bobot polong per tanaman (g)
1,90 ns
10,57 *
Bobot polong total (g)
3,05 ns
12,82 *
Bobot 100 biji (g)
1,73 ns
2,05 ns
Hasil biji kering per pertak (g)
2,60 ns
13,04 *
Keterangan : ns = berbeda tidak nyata ;. * = berbeda nyata tnm = tanaman
Variabel
RxP
0,29 ns
1,41 ns
1,01 ns
1,51 ns
1,65 ns
0,74 ns
0,33 ns
0,63 ns
0,44 ns
0,61 ns
0,46 ns
0,44 ns
Berdasarkan hasil analisis varians terlihat bahwa tidak terdapat interaksi antara
tingkat kerapatan tanaman dan penyiangan terhadap semua variabel pertumbuhan dan
hasil tanaman yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh penyiangan terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman kacang bogor sama pada setiap populasi. Hal ini
disebabkan curah hujan pada saat penelitian yang tinggi sehingga mendukung
pertumbuhan gulma, akibatnya gulma pada setiap populasi hampir sama. Berdasarkan
hasil pengamatan data pendukung yang tercantum dalam Tabel 2 terlihat bahwa
pertumbuhan gulma pada berbagai kerapatan tanaman relatif tidak berbeda.
Tabel 2. Bobot kering gulma (g) pada berbagai kerapatan tanaman, frekuensi
penyiangan dan waktu pengamatan.
Tingat kerapatan
Sebelum
1 kali
2 kali
tanaman
disiangi
penyiangan
Penyiangan
Rerata
(2 mst)
(4 mst)
(6 mst)
Kerapatan tanaman
100.000 per hektar
2,12
3,68
2,14
2,65
Kerapatan tanaman
150.000 per hektar
2,36
3,91
0,63
2,30
Kerapatan tanaman
2,13
3,63
0,26
2,01
4
200.000 per hektar
Rerata
2,20
3,74
1,01
Keterangan : mst = minggu setelah tanam
Tingkat kerapatan tanaman tidak berpengaruh terhadap derajat hijau daun,
jumlah cabang, jumlah polong tua, bobot polong pertanaman, bobot polong total, bobot
100 biji dan hasil, Tetapi kerapatan tanaman secara mandiri memberikan pengaruh
terhadap biomassa tanaman, indeks luas daun, jumlah daun jumlah polong muda dan
jumlah polong total. Hal ini di karenakan terdapat persaingan antar tanaman dalam
mendapatkan unsur hara dan pemanfaatan ruang tumbuh. Menurut Gardner et al. (1985),
peningkatan kerapatan tanaman akan diikuti oleh peningkatan kompetisi antar tanaman.
Frekuensi penyiangan tidak berpengaruh terhadap derajat hijau daun dan bobot
100 biji tetapi penyiangan secara mandiri memberikan pengaruh terhadap indeks luas
daun, jumlah cabang, jumlah daun, biomassa, jumlah polong muda, jumlah polong tua,
bobot polong per tanaman, bobot polong total dan hasil. Hasil penelitian Ridwan dkk.
(1997), penyiangan secara manual memberikan hasil polong kacang tanah tertinggi
diantara
perlakuan
sistem
pengendalian
gulma
lainnya.
Pengaruh tingkat kerapatan tanam terhadap tanaman Kacang Bogor
Pengaruh tingkat kerapatan tanaman terhadap pertumbuhan dan hasil disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh kerapatan tanaman terhadap variabel yang diamati
Tingat kerapan tanaman
ILD1)
JD2)
BM3)
(helai)
(g)
JPM4)
JPTT5)
Kerapatan tanaman 100.000 per
hektar
2,89 b
68,11 ab
26,41 ab
49,11 a
61,72 a
Kerapatan tanaman 150.000 per
hektar
4,84 a
74,58 a
28,07 a
38,17 a
55,58 a
Kerapatan tanaman 200.000 per
hektar
4, 42 a
55,08 b
19,98 b
19,42 b
31,14 b
Keterangan : Angka - angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan berbeda
tidak nyata berdasarkan uji BNT
taraf 5 %. 1) ILD = Indek Luas Daun 2) JD = Jumlah
Daun, 3) BM = Biomassa, 4) JPM = Jumlah Polong Muda, 5) JPTT = Jumlah Polong Per
Tanaman.
5
Kerapatan tanaman 150.000 per hektar menghasilkan jumlah daun, biomassa
tanaman, jumlah polong muda dan jumlah polong total per tanaman yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kerapatan tanaman 200.000 per hektar meskipun secara statistik
tidak berbeda dengan kerapatan tanaman 100.000 per hektar. Pada kerapatan tanaman
100.000 per hektar atau 150.000 per hektar perkembangan tanaman lebih leluasa dan
kanopi tidak saling menutupi sehingga masing – masing tanaman mendapatkan unsur
hara, air dan matahari yang lebih banyak. Dengan demikian pertumbuhan tanaman
menjadi lebih baik, yang akhirnya dapat menghasikan jumlah daun, biomassa tanaman,
jumlah polong muda dan jumlah polong total lebih banyak. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Maryanto dkk. (2002) yaitu jumlah polong dan biomassa tanaman banyak
didapat pada jarak tanam renggang dibandingkan dengan jarak tanam rapat.
Menurut Gardner (1985), unsur hara, air dan cahaya sangat diperlukan
untuk pertumbuhan tanaman yang dialokasikan dalam bentuk bahan kering selama fase
pertumbuhan, kemudian pada akhir fase vegetatif akan terjadi penimbunan hasil
fotosintesis pada organ – organ tanaman seperti batang buah dan biji. Berdasarkan
pendapat di atas jelaslah bahwa semakin terpenuhinya kebutuhan air, unsur hara dan
cahaya matahari pada tanaman maka semakin sempurna pula pembentukan polong
tanaman kacang bogor.
Tabel 3 menunjukkan bahwa variabel indeks luas daun tertinggi diperoleh
pada kerapatan tanam 150.000 per hektar dan 200.000 per hektar. Hal ini dikarenakan
pada kerapatan tanaman yang lebih tinggi jumlah tanaman per satuan luas semakin
banyak sehingga tajuk antar tanaman saling menutupi satu sama lain dalam usaha untuk
mendapatkan cahaya matahari, akibatnya tanaman cenderung tumbuh tinggin dan daun
kacang bogor yang terbentuk cenderung lebar – lebar dan tipis. Dengan demikian indeks
luas daun semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana (1993) yang
menyatakan bahwa indeks luas daun semakin tinggi dengan semakin tingginya populasi
tanaman per satuan luas.
6
Pengaruh frekuensi penyiangan terhadap tanaman Kacang Bogor
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui perbedaan rata-rata indeks luas daun, jumlah
cabang, jumlah daun, biomassa, jumlah polong muda, jumlah polong tua, jumlah polong total,
bobot polong pertanaman, bobot polong total dan hasil pada setiap taraf frekuensi penyiangan.
Tabel 4. Pengaruh frekuensi penyiangan terhadap variabel yang diamati.
Frekuensi
penyiangan
Tanpa
penyiangan
Penyiangan
1 kali
Penyiangan
2 kali
Penyiangan
3 kali
BM4)
(g)
JPM5)
JPT6)
JPTT7)
BPPT8)
(g)
BPT9)
(g)
Hasil 10)
(g)
33,37 b
12,03 c
10,22 b
6,88 b
17,11 b
11,08 b
645,55 b
498,93 b
6,22 b
68,33 a
24,02 b
17,07 b
9,14 b
26,22 b
16,94 b
988,33 b
667,41 b
4,86 a
9,44 a
78,22 a
30,50 ab
53,77 a
19,66 a
73,74 a
49,72 a
2792,20 a
2058,30 a
5,23 a
9,59 a
83,78 a
32,73 a
61,18 a
19,96 a
80,85 a
49,05 a
2933,80 a
2068,30 a
ILD1)
JC2)
JD3)
1,84 b
4,78 b
4,26 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan berbeda
tidak nyata berdasarkan uji BNT taraf 5 %. 1) ILD = Indek Luas Daun, 2) JC = Jumlah
Cabang, 3) JD = Jumlah Daun, 4) BM = Biomassa, 5) JPM = Jumlah Polong Muda, 6) JPT =
Jumlah Polong Tua, 7) JPTT = Jumlah Polong Per Tanaman, 8) BPPT = Bobot polong per
tanaman, 9) BPT = Bobot Polong Total dan 10) Hasil = Hasil Biji Kering per Pertak
Penyiangan dua kali (p2) atau tiga kali (p3) menyebabkan pertumbuhan dan
hasil lebih baik daripada tanpa penyiangan (p 0) atau hanya satu kali (p1) penyiangan.
Biomassa, jumlah polong muda, jumlah polong tua, jumlah polong total, bobot polong
per tanaman, bobot polong total, dan hasil lebih tinggi pada p 2 dan p3 dari pada p1 atau
tanpa penyiangan. Sedangkan untuk variabel indeks luas daun, jumlah cabang dan
jumlah daun lebih tinggi tanaman kacang bogor yang disiangi tiga kali (p 3), 2 kali (p2)
atau disiangi 1 kali (p1) daripada tanpa penyiangan (p0) artinya pertumbuhan dan hasil
tanaman kacang bogor pada penyiangan dua kali dan tiga kali lebih tinggi daripada
penyiangan satu atau tampa penyiangan. Sejalan dengan hasil penelitian Turmudi (2002)
biomassa dan hasil per petak tanaman kedelai yang tertinggi dihasilkan oleh 2 kali
penyiangan.
Hal tersebut disebabkan karena penyiangan 2 kali dapat menekan pertumbuhan
gulma. Berdasarkan data pengamatan bobot kering gulma pada Tabel 2 bahwa lahan
yang disiangai 1 kali memiliki gulma lebih banyak (3,74 g) dari pada lahan yang
7
disiangi 2 kali (1,01 g) pada dua minggu setelah penyiangan. Pertumbuhan gulma
dengan umur pertumbuhan 2 minggu pada penyiangan 1 kali (2 minggu setelah tanam)
justru cenderung lebih pesat dari pada pertumbuhan gulma awal. Penyingan 2 kali pada
2 dan 4 minggu setelah tanam nampak lebih menekan gulma pada kerapatan sedang
(150.000 per hektar) dan tinggi (200.000 per hektar). Penyingan 2 kali dapat
menurunkan bobot kering gulma pada dua minggu berikutnya sebesar 42% dari gulma
sebelumnya pada kerapatan tanaman 100.000 per hektar, 84% dari gulma sebelumnya
pada kerapatan tanaman 150.000 per hektar dan 93% dari gulma sebelumnya pada
kerapatan tanaman 200.000 per hektar (Lampiran 5). Menurut Ridwan (1997),
penyiangan dapat menekan pertumbuhan gulma yang menjadi pesaing bagi tanaman
dalam pengambilan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh.
Satu kali penyiangan ternyata meningkatkan indeks luas daun dan jumlah daun.
Penyiangan dua kali secara nyata meningkatkan jumlah cabang, biomassa tanaman,
jumlah polong muda jumlah polong tua, jumlah polong total, bobot polong per tanaman,
bobot polong total, dan hasil biji kering per petak sebesar 1559,37 g dibandingkan tanpa
penyiangan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Respon pertumbuhan dan hasil kacang bogor pada berbagai kerapatan tanaman
tidak dipengaruhi oleh frekuensi penyiangan.
2. Penyiangan satu kali nyata meningkatkan indeks luas daun dan jumlah daun.
Penyiangan dua kali secara nyata meningkatkan jumlah cabang, biomassa
tanaman, jumlah polong muda jumlah polong tua,jumlah polong total, bobot
polong per tanaman, bobot polong total, dan hasil biji kering per petak sebesar
1559,37 g dari tanpa penyiangan.
3. Kerapatan tanaman berpengaruh secara mandiri terhadap pertumbuhan dan hasil
kacang bogor. Indeks luas daun, jumlah daun, biomassa tanaman, jumlah polong
muda, dan jumlah polong pertanaman tertinggi pada kerapatan tanaman 150.000
per hektar.
5.2 Saran
8
Penanaman kacang bogor pada musim penghujan perlu memperhatikan
pengendalian hama dan penyakit karena tanaman rentan terhadap hama dan penyakit
tanaman sehingga tidak terjadi panen muda.
9
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kepada Sdri Santi Nuraidah, SP. yang telah banyak membantu dalam
pelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aldrich, R.J. 1984. Weed-crop Ecology Principles in Weed Management. Breton Publisher. California.
Fachruddin, L. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Kanisius, Yogyakarta
Gardner. F. P., R.B. Pearce and R.L. Mitchell. 1985. Fhysiology of Crop Plans. Diterjemahkan oleh Susilo. H. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Universitas Indonesia, Jakarta.
Hasanuddin, Darusman dan Syamsuddin. 1999. Analisis pertumbuhan tanaman kedelai pada
berbagagi varietas, jarak tanam dan pemupukan. Agrista 3 (1) : 47-52.
Ridwan, L. Bahri dan Adrizal. 1997. Pengaruh sistem jarak tanam dan pengendalian gulma pada
kacang tanah. Stigma 5 (1) : 125-129
Rukmana, R.H dan Y.Y. Oesman. 2000. Kacang Bogor : Budidaya dan Prospek Usaha Tani.
Kanisus, Yogyakarta.
Sudjana, A. 1993. Pengaruh tingkat kepadatan terhadap sudut daun, luas daun dan tongkol
burren pada jagung. Buletin Penelitian (7) : 60-67
Sukman, Y.M..S dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya Palembang, Palembang
Turmudi, E., B. Gonggo dan M. Irwan. 1996. Keragaan jagung manis pada berbagai kerapatan
tanam dalam sistem tumpang sari dengan cabe merah. Penelitian UNIB (7) : 14-18.
Turmudi, . 2002. Produktivitas kedelai jagung pada system tumpang sari akibat penyiangan dan
pemupukan nitrogen. Akta Agrosia 5 (1) : 22-26.
10
Download