Karakteristik dan Evaluasi Perjalanan Penyakit Multidrug Resistant Tuberculosis dengan Diabetes Melitus dan Non Diabetes Melitus Risky Akaputra, Erlina Burhan, Arifin Nawas Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Abstrak Latar belakang : Lebih kurang terdapat 500 ribu kasus baru multidrug resistant tuberculosis (MDR TB) di dunia. Dalam satu penelitian didapatkan diabetes melitus (DM) merupakan salah satu faktor terjadinya MDR TB. Diabetes melitus salah satu faktor terjadinya reaktivasi pada TB, perlambatan konversi dan mengakibatkan komplikasi lebih banyak selama pengobatan TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, konversi kultur, pasien drop out, meninggal dan kejadian tak diharapkan selama pengobaatan MDR TB dengan DM dan tanpa DM. Metode : Penelitian ini dilakukan secara kohort retrospektif dengan menggunakan rekam medis pasien MDR TB di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta yang ikut dalam programmatic management drug resistant tuberculosis (PMDT) selama bulan September 2009 sampai Oktober 2011. Hasil : Seratus sembilan puluh satu pasien MDR TB didapatkan sebanyak 36 pasien (18,8%) terdapat komorbid DM. Pada kedua kelompok laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, pasien dengan MDR TB dengan DM (MDRDM) lebih banyak pada usia lebih dari 40 tahun dan MDR TB tanpa DM (MDRNDM) di bawah usia 40 tahun. Konversi pada kultur MTB setelah bulan kedua pengobatan didapatkan pada kelompok MDRDM 50% dan MDRNDM 54,2%. Kelompok MDRDM lebih banyak mendapatkan kejadian tak diharapkan berat tetapi tidak bermakna secara statisik. Pasien MDRDM lebih banyak drop out dan meninggal selama pengobatan. Kesimpulan : Pasien MDRDM lebih banyak drop out selama menjalani pengobatan, dan konversi kultur mikrobiologi setelah bulan kedua kelompok MDRNDM lebih banyak dibandingkan kelompok MDRDM. (J Respir Indo. 2013; 33:92-102) Kata kunci : Drug resistant, diabetes, MDR TB. Characteristics and Evaluations of Illness of Multidrug Resistant Tuberculosis With and Without Diabetes Mellitus Abstract Background : Approximately 500.000 new cases of multidrug resistant tuberculosis (MDR TB) in the worldwide. One study found diabetes mellitus (DM) as a contributing factor to develop MDR TB. Diabetes mellitus is known as risk factor to reactivation, late conversion and more complication during tuberculosis treatment. In this study we investigate characteristics, culture conversion, defaulted, death and adverse event during MDR TB treatment. Methods : We conducted a cohort retrospective study using medical records of MDR TB patients of Persahabatan Hospital during September 2009 until October 2011. Results : One hundred ninety-one MDR TB patients, thirty-six had verified a diabetes mellitus. Multidrug resistant tuberculosis patient with DM (MDRDM) had conversion after two month 50% and without DM (MDRNDM) 50.4%. Multidrug resistant tuberculosis with DM had more severe adverse event compare to those without DM but not statistically significant. Multidrug resistant tuberculosis patient with DM had higher defaulted and death. Conclusion : Patient with DM have higher defaulted during treatment. Microbiology conversion after two month of MDRNDM more than MDRDM. (J Respir Indo. 2013; 33:92-102) Keywords : Drug resistant, diabetes, MDR TB. PENDAHULUAN Multidrug resistant tuberculosis (MDR TB) orang dengan angka kematian 1,6 juta setiap tahunnya. menjadi masalah global sehingga diperlukan strategi Pencegahan timbulnya MDR TB dapat dilakukan penanganan yang terarah. Menurut data yang melalui penggunaan obat anti tuberkulosis (OAT) lini dikeluarkan World Health Organization (WHO) pertama secara efisien serta penerapan program sepertiga penduduk dunia terinfeksi tuberkulosis (TB) directly observed treatment shortcourse (DOTS) dan kasus baru ditemukan setiap tahunnya 8,8 juta dengan baik.1 World Health Organization memperkira- 92 J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013 kan jumlah kasus baru MDR TB tahun 2008 berkisar dengan komorbid DM dan non DM. 390.000 - 510.000 di dunia. Insidens MDR TB diperkirakan 3,6% di antara semua kasus TB.2 Hal ini METODE menjadikannya sebagai kasus kegawatan global pada Penelitian ini menggunakan desain kohort tahun 2006. Hampir 50% kasus MDR TB diseluruh retrospektif. Penelitian dilakukan di poliklinik MDR TB dunia terjadi di China dan India. Diperkirakan MDR TB rumah sakit Persahabatan Jakarta/ bagian Pulmonologi ini menyebabkan 150.000 angka kematian pada tahun dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran 2008. 2,3 Universitas Indonesia. Diabetes melitus (DM) diperkirakan sejumlah Populasi adalah pasien MDR TB dengan 180 juta kasus diprediksi akan meningkat menjadi 366 komorbid DM dan tanpa komorbid DM yang terdata di juta pada tahun 2030 terutama di negara berkembang. poliklinik paru MDR TB rumah sakit Persahabatan pada Para ahli menanggapi peningkatan epidemik terhadap bulan September 2009 sampai Oktober 2011 yang ikut DM dan TB, khususnya di negara dengan pendapatan dalam programmatic management on drug resistant per kapita rendah seperti India dan China yang memiliki tuberculosis (PMDT). peningkatan yang cepat terhadap prevalens DM dan TB 4,5 6 Kriteria inklusi adalah pasien MDR TB yang di dunia. Suradi dkk. pada tahun 2002 mendapatkan terdata di poliklinik paru RS Persahabatan tahun 2009- 33.3% pasien MDR TB dengan diabetes melitus. 2011 ikut dalam PMDT. Kriteria eksklusi adalah pasien Penelitian yang dilakukan untuk melihat tes toleransi MDR TB yang datanya tidak lengkap. glukosa (TTG) terhadap pasien TB memperlihatkan Data dasar, status pasien, data rekam medik, terjadi gangguan sebanyak 2-24%. Pada penelitian lain riwayat pengobatan TB pasien, pola resistensi, kriteria didapatkan gangguan TTG terhadap pasien suspek pasien, riwayat DM dan pengobatan DM semua tuberkulosis 16-29% dan yang menariknya hampir 50% pasien MDR TB yang masih menjalani pengobatan dari pasien ini mengalami perbaikan TTG setelah MDR TB di rumah sakit Persahabatan dikumpulkan dan selesai minum OAT.6,7 dibagi dalam 2 kelompok, kelompok pertama yang Pola MDR TB tahun 1995-1997 di RS memiliki komorbid DM dan yang kedua sebagai Persahabatan didapatkan resistensi primer 4,6%-5,8% kelompok yang tidak memiliki komorbid DM. Semua dan resistensi sekunder 22,95%-26,07%.6 Penelitian data selama pengobatan MDR TB seperti kejadian tak Aditama dikutip dari 6 mendapatkan resistensi primer 6,86% diharapkan, konversi dan frekuensi rawat inap juga sedangkan resistensi sekunder 15,61%. Hal ini patut dikumpulkan. Data sosiodemografik dianalisis dengan diwaspadai karena prevalensnya cenderung menun- menggunakan SPSS 11.5. jukkan peningkatan. Pasien tuberkulosis cenderung reaktivasi dan salah satu yang dapat mengakibatkan hal tersebut adalah diabetes melitus. 8 Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi gambaran karakteristik MDR TB dengan DM dan non DM pada pengobatan MDR TB. Tujuan lain adalah mengetahui lama konversi pasien MDR TB dengan komorbid DM dan non DM pada pengobatan MDR TB. Mengetahui kejadian tak diharapkan yang terjadi pada pasien MDR TB dengan komorbid DM dan non DM. Mengetahui frekuensi rawat inap pasien MDR TB dengan komorbid DM dan non DM, mengetahui pasien MDR TB dengan komorbid DM dan non DM yang drop HASIL Penelitian ini dilakukan di rumah sakit Persahabatan secara kohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medis. Data pasien yang diambil pada penelitian ini adalah semua pasien yang mengikuti programmatic management on drug resistant (PMDT) sejak September 2009 sampai Oktober 2011 yang sesuai dengan kriteria inklusi didapatkan sebanyak 191 pasien. Penelitian ini membagi subjek dalam 2 kelompok, kelompok dengan komorbid DM (MDRDM) dan kelompok yang tidak memiliki komorbid DM out, dan mengetahui mortalitas pada pasien MDR TB J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013 93 (MDRNDM). Pasien MDR TB dengan komorbid DM sebanyak 1 orang (2,8%). Riwayat pengobatan didapatkan sejumlah 36 orang (18,8%) dan tanpa sebelumnya pada kelompok MDRNDM yang komorbid DM berjumlah 155 orang (81,1%). mendapatkan pengobatan hanya satu kali sejumlah 23 Karakteristik subjek berdasarkan kelompok tiga kali sebanyak 37 orang (23,9%) dan yang MDRDM dan MDRNDM mendapatkan pengobatan 4 kali sebanyak 16 orang orang (14,8%), dua kali sebanyak 70 orang (45,1%), Tabel 1 memperlihatkan karakteristik subjek. (10,3%). Pasien yang mendapatkan pengobatan 5 kali Pasien MDRDM laki-laki 19 orang (52,7%) lebih banyak sebanyak 5 orang (3,9%) dan yang mendapatkan dibandingkan perempuan 17 orang (47,2%). Kelompok pengobatan lebih dari 5 kali sebanyak 3 orang (1,9%). MDRNDM laki-laki sejumlah 78 orang (50,3%) dan Kelompok MDRDM didapatkan pasien yang merokok perempuan 77 orang (49,7%). sejumlah 16 orang (44,4%) dan yang tidak merokok 20 Usia pada pasien MDRDM didapatkan lebih orang (55,6%). Pada kelompok MDRNDM didapatkan banyak pada usia di atas 40 tahun sejumlah 31 orang pasien yang merokok sejumlah 60 orang (38,7%) dan (86,1%) dan berbeda dibandingkan dengan kelompok yang tidak merokok 95 orang (61,3%). MDRNDM yang lebih didominasi pada kelompok usia di Pola resistens kelompok MDRDM yang resistens bawah atau sama dengan 40 tahun sebanyak 118 orang terhadap hanya rifampisin dan isoniazid saja 15 orang (76,1%). (41,7%), resistens terhadap rifampisin, isoniazid dan Kelompok MDRDM yang berasal dari Jakarta etambutol sebanyak 3 orang (8,3%). Subjek pada berjumlah 23 orang (63,9%) dan dari luar Jakarta kelompok MDRDM yang resistens terhadap rifampisin, sebanyak 13 orang. Subjek yang berasal dari wilayah isoniazid dan streptomisin sebanyak 7 orang (19,4%) sekitar Jakarta yaitu Bodetabek (Bogor, Depok, dan yang resistens terhadap rifampisin, isoniazid, Tangerang dan Bekasi) sebanyak 11 orang (30,6%) dan etambutol dan streptomisin sebanyak 9 orang (25%). sebanyak 2 orang (5,6%) berasal dari luar Jabodetabek Resistens terhadap rifampisin, INH, etambutol, (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Hal ini streptomisin dan ofloksasin sejumlah 1 orang (2,8%) juga tidak berbeda dengan kelompok MDRNDM dan resistens terhadap rifampisin, INH, etambutol, didapatkan yang berasal dari Jakarta sebanyak 111 streptomisin, kanamisin dan ofloksasin sejumlah 1 orang (71,6%) dan yang berasal dari luar Jakarta orang (2,8%). Hal ini berbeda dibandingkan dengan berjumlah 44 orang. Subjek yang berasal dari kelompok MDRNDM didapatkan sebanyak 40 orang Bodetabek sebanyak 35 orang (22,6%) dan luar 25,8%) yang resistens terhadap rifampisin dan Jabodetabek sebanyak 9 orang (5,8%). Pada penelitian isoniazid, dua puluh orang (12,9%) resistens terhadap ini kelompok MDRDM dengan gizi kurang berjumlah 8 rifampisin, isoniazid dan etambutol. Subjek yang orang (22,2%), normal 19 orang (52,8%), gizi lebih 9 resistens terhadap rifampisin, isoniazid dan orang (25%) dan pada kelompok ini tidak didapatkan streptomisin sebanyak 22 orang (14,2%) dan pada pasien obesitas. Kelompok MDRNDM didapatkan kelompok ini pola resistensi terbanyak adalah resistens subjek dengan gizi kurang 98 orang (63,2%), gizi normal terhadap rifampisin, isoniazid, etambutol dan 47 orang (30,3%), gizi lebih 7 orang (4,5%) dan obesitas streptomisin yaitu 59 orang (38,1%). Resistens 3 orang (1,9%). terhadap rifampisin, INH dan ofloksasin sejumlah 1 Kelompok MDRDM yang mendapatkan orang (0,8%). Resistens terhadap rifampisin, INH, pengobatan hanya 1 kali didapatkan sebanyak 8 orang streptomisin, dan ofloksasin sejumlah 4 orang (2,6%). (22,2%), dua kali sebanyak 14 orang (38,9%), yang Resistens terhadap rifampisin, INH, etambutol, mendapatkan pengobatan 3 kali 7 orang (19,4%) dan streptomisin dan ofloksasin sejumlah 3 orang (1,9%). yang mendapatkan pengobatan 4 kali sejumlah 4 orang Resistens terhadap rifampisin, INH, etambutol, (11,1%). Pasien yang memiliki riwayat pengobatan 5 kanamisin dan ofloksasin sejumlah 2 orang (1,3%) dan kali sebanyak 2 orang (5,6%) dan lebih dari 5 kali resistens terhadap rifampisin, INH, etambutol, 94 J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013 Tabel 1. Sebaran subjek menurut karakteristik dan kelompok MDR TB dengan komorbid DM dan kelompok tanpa komorbid DM DM Karakteristik n Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Kelompok umur < 41 tahun = 41 tahun Tempat tinggal Jakarta Bodetabek Luar Jabodetabek Status gizi Kurang (<18,6) Normal (18,6-22,9) Lebih (23,0-24,9) Obesitas (>25) Pengobatan TB Satu kali Dua kali Tiga kali Empat kali Lima kali Lebih dari lima kali Status merokok Merokok Tidak merokok Kelompok Non DM % n % p Tabel 2. Nilai rerata frekuensi rawat inap menurut kelompok MDR TB dengan komorbid DM dan tanpa komorbid DM Variabel Frekuensi rawat inap 19 17 52,8 47,2 78 77 50,3 49,7 0,936 5 31 13,9 86,1 118 37 76,1 23,9 0,000 23 11 2 62,9 30,6 5,6 111 35 9 71,6 22,6 5,8 0,599 8 19 9 0 22,2 52,8 25,0 0,0 98 47 7 3 63,2 30,3 4,5 1,9 0,000 8 14 7 4 2 1 22,2 38,9 19,4 11,1 5,6 2,8 23 70 37 16 6 3 14,8 45,2 23,9 10,3 3,9 1,9 0,875 16 20 44,4 55,6 60 95 38,7 61,3 0,657 DM (n=36) Non DM (n=155) p Mean SD Mean SD 1,5 1,3 1,6 1,2 0,878 Tabel 3. Sebaran subjek menurut kejadian tak diharapkan dan kelompok MDR TB dengan komorbid DM dan tanpa komorbid DM DM Mean SD Variabel Kejadian tak diharapkan Ringan Berat 23 13 63,9 36,1 Non DM Mean SD 110 45 71 29 p 0,528 kambuh yang merupakan kriteria keenam pada kelompok MDRDM didapatkan persentase yang juga lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok MDRNDM yaitu 9 orang (25%) dan 36 orang (23,2%). Kelompok MDRDM tidak satupun yang berasal dari kriteria suspek ketujuh yaitu putus obat sedangkan kelompok MDRNDM sebanyak 20 orang (12,9%). Pada kelompok streptomisin, kanamisin dan ofloksasin sejumlah 3 orang (1,9%). Pasien yang resistens terhadap rifampisin, INH, kanamisin, ofloksasin dan siprofloksasin sejumlah 1 orang (0,6%). Kelompok MDRDM didapatkan pasien yang berasal dari kriteria suspek pertama yaitu gagal pengobatan kategori 2 sebanyak 15 orang (41,7%) dan kelompok MDRNDM sejumlah 57 orang (36,8%). Kriteria suspek kedua pada kelompok MDRDM yaitu gagal konversi kategori 2 hanya 1 orang (2,8%) dan pada kelompok MDRNDM sebanyak 10 orang (6,5%). Kriteria suspek ketiga, yaitu riwayat penggunaan OAT kategori dua golongan kanamisin dan kuinolon pada kelompok MDRDM sebanyak 5 orang (13,9%) dan kelompok MDRNDM sejumlah 22 orang (14,2%). Kriteria suspek keempat yaitu gagal pengobatan kategori 1 pada kelompok MDRDM didapatkan sebanyak 5 orang (13,9%) sedangkan pada kelompok MDRNDM lebih rendah yaitu sebanyak 15 orang (9,7%). Kriteria suspek kelima yaitu gagal konversi kategori 1 pada kelompok MDRDM sebayak 3 orang (8,3%) lebih tinggi dibandingkan pada kelompok MDRNDM yaitu sejumlah 8 orang (5,2%). Kasus MDRNDM didapatkan kriteria kedelapan yaitu terdapat kontak dengan pasien MDR TB sebanyak 1 orang yaitu 0,6%, kriteria ini tidak terdapat pada kelompok MDRDM. Frekuensi rawat inap Pasien MDR TB selama menjalani pengobatan MDR TB jika terdapat keluhan yang membutuhkan rawat inap maka pasien tersebut akan dirawat sampai keadaan akutnya membaik. Rerata frekuensi rawat inap subjek pada kelompok MDRDM 1,5 kali (SD=1,3) dan kelompok MDRNDM 1,6 kali (SD=1,2). Kejadian tak diharapkan selama pengobatan Pada kelompok MDRDM didapatkan pasien yang mengalami kejadian tak diharapkan berat sebanyak 13 orang (36,1%) sedangkan pada kelompok MDRNDM yang mengalami kejadian tak diharapkan yang berat sebanyak 45 orang (29%) lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok MDRDM. Tetapi hal ini secara statistik tidak bermakna (tabel 3). Konversi pada MDRDM dan MDRNDM Pada awal pemeriksaan mikroskopik pulasan J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013 95 RH RHE RHS RHES RHOfx RHSOfx RHESOfx RHEKmOfx RHESKmOfx RHKmOfxCfx Kronik Ggl konv kat 2 OAT lini 2 Gagal kat 1 Ggl konv kat 1 Kambuh Putus obat Kontak MDR 0 10 20 Non DM 30 DM 40 50 Gambar 1. Pola resistens menurut kelompok MDR TB dengan komorbid DM dan MDR TB tanpa komorbid DM 0 40 sebanyak 31 orang (76,1%) dan negatif sebanyak 5 35 orang (13,9%). Kelompok MDRDM yang nilai positif 30 tersebut dibagi menjadi positif 3 sebanyak 8 orang 25 (22,2%), positif 2 sebanyak 6 orang (16,7%), positif 1 20 sebanyak 16 orang (44,4%) dan yang hanya terdapat 1- 15 MDRNDM yang memiliki nilai positif sebanyak 143 orang (92,3%) dan yang negatif sebanyak 12 orang (7,7%) (tabel 4). Kelompok MDRNDM yang memiliki pulasan BTA positif dibagi lagi menjadi positif 3 sebanyak 49 orang 20 Non DM 30 DM 40 50 Gambar 2. Kriteria suspek MDR TB berdasarkan kelompok MDR TB dengan komorbid DM dan tanpa komorbid BTA didapatkan pada kelompok MDRDM yang positif 9 batang sebanyak 1 orang (2,8%). Pada kelompok 10 10 5 0 Bl 1 Bl 2 Bl 3 Bl 4 Bl 5 Non DM Bl 6 Bl 7 DM Tdk Gambar 3. Konversi kultur MTB menurut kelompok MDR TB dengan komorbid DM dan MDR TB tanpa komorbid DM (31,6%), positif 2 sebanyak 48 orang (31%), positif 1 sebanyak 38 orang (24,5%) dan yang hanya terdapat 1- sebanyak 33%. Total persentase pasien yang 9 batang sebanyak 7 orang (4,5%). Berdasarkan mengalami konversi sampai bulan kedua pada konversi pulasan BTA pasien yang konversi bulan kelompok MDRDM sebanyak 50% sedangkan pada pertama pada kelompok MDRDM sebanyak 17 (47,2%) kelompok MDRNDM sebanyak 54,2% (tabel 5). hal ini lebih sedikit dibandingkan kelompok MDRNDM Pada bulan ketiga kelompok MDRDM sebanyak yang konversi di bulan pertama lebih dari setengahnya 63,9% sudah mengalami konversi, sedangkan pada 97 (62,6%). Pasien yang konversi di bulan kedua pada kelompok MDRNDM jauh lebih banyak yaitu sebesar kelompok MDRDM 5,6% dan kelompok MDNDM 70,3%. Pada bulan keempat lebih dari 75% pasien 16,8%. Bulan kedua total pasien yang sudah MDRNDM telah mengalami konversi, persentase ini mengalami konversi BTA pada kelompok MDRDM lebih besar dibandingkan kelompok MDRDM. Pasien sebanyak 52,8% dan pada kelompok MDRNDM yang yang tidak mengalami konversi selama pengobatan konversi sejumlah 64,3%. Pada bulan kedua lebih dari lebih banyak didapatkan pada kelompok MDRDM setengah pasien telah mengalami konversi pada BTA dibandingkan dengan kelompok yang MDRNDM. (gambar 3). Pasien MDRDM yang tidak konversi didapatkan Pada kelompok MDRDM yang konversi sejak sebanyak 38%. Berbeda dengan kelompok MDRDM, bulan pertama didapatkan sebanyak 27,8%, tetapi pada pasien yang didapatkan tidak konversi sebanyak 19%. kelompok MDRNDM yang konversi di bulan pertama Terdapatnya perbedaan ini sulit untuk disimpulkan lebih banyak dibandingkan pada kelompok MDRDM. karena terdapat beberapa alasan yang menyebabkan Pasien konversi di bulan pertama MDRNDM didapatkan pasien tersebut tidak konversi. 96 J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013 Tabel 4. Sebaran pulasan BTA saat awal pengobatan berdasarkan kelompok MDR TB dengan komorbid DM dan tanpa komorbid DM DM Variabel n Pulasan BTA 3+ 2+ 1+ 1-9btg negatif 8 6 16 1 5 Kelompok Non DM % n % 22,2 16,7 44,4 2,8 13,9 49 48 38 7 12 31,6 31 24,5 4,5 7,7 p Tabel 5. Sebaran subjek menurut status saat akhir penelitian dan kelompok MDR TB dengan komorbid DM dan tanpa komorbid DM DM Variabel n 0,075 Status subjek saat akhir penelitian Status akhir Drop out Meninggal Teruskan OAT Sampai selesai Gagal 8 6 18 4 0 Kelompok Non DM % n % 22,2 16,7 50 11,1 0 10 19 94 29 3 6,5 12,3 60,6 18,7 1,9 p 0,05 mengatakan risikonya 8,6 kali. Pada penelitian ini angka Pada penelitian ini didapatkan jumlah pasien MDR TB dengan komorbid DM sebanyak 18,8% jauh yang drop out (DO) pada kelompok MDRDM sebanyak lebih rendah dibandingkan kedua penelitian 8 orang (22,2%) dan kelompok MDRNDM jumlahnya sebelumnya. Sebagian besar pasien dengan komorbid lebih sedikit yaitu 10 orang (6,5%). Subjek pada DM pada penelitian ini menderita DM kurang dari 10 kelompok MDRDM yang meninggal selama menjalani tahun. Sekitar 22,2% pasien menderita DM lebih dari pengobatan 6 orang (16,6%) dan pada kelompok atau sama dengan 10 tahun. Selama menjalani MDRNDM sebanyak 19 orang (12,2%) dengan nilai pengobatan MDR TB pasien yang sebelumnya p=0,05. Jumlah pasien yang dapat menyelesaikan menggunakan obat hipoglikemi oral tetap melanjutkan program ini pada kelompok MDRDM sebanyak 4 orang pengobatan dan hanya sebagian kecil saja yang (11,1%) dan pada kelompok MDRNDM sebanyak 29 mendapat insulin. Penelitian ini sulit menentukan orang (18,7%). apakah selama menjalani pengobatan MDR TB kadar PEMBAHASAN terdapat catatan kurva gula darah harian atau HbA1C. gula darah pasien terkontrol atau tidak karena tidak Penelitian yang dilakukan oleh Bashar dkk.7 di New York mendapatkan angka pasien MDR TB yang terdapat komorbid DM sebesar 36%. Angka ini cukup tinggi dibandingkan kontrolnya sehingga pada penelitian dikatakan bahwa DM merupakan salah satu faktor terjadinya MDR TB. Penulis mengatakan hal ini dapat terjadi akibat gangguan gastrointestinal, sehingga terjadi gangguan absorbsi. Kondisi Penelitian yang dilakukan oleh Nofizar dkk. 9 mendapatkan jumlah pasien MDR TB yang terdapat komorbid DM sebesar 10%. Hal ini tidak tampak berbeda dibandingkan dengan hasil yang dilakukan Munir dkk.10 di RS Persahabatan. Hal ini dikarenakan masih banyak pasien TB yang resistens terhadap obat yang tidak ikut dalam program di poliklinik MDR TB RS Persahabatan. hiperglikemi juga dapat mengakibatkan gangguan terhadap fungsi, makrofag alveolar dan CD4 + . Penelitian di India juga mendapatkan hasil yang tidak jauh berbeda yaitu sekitar 32%. Jumlah pasien MDR TB disebabkan oleh DM yang dilakukan di Meksiko dan Texas juga mendapatkan angka lebih dari 30%. Penelitian MDR TB yang dilakukan oleh Suradi dkk.6 di Surakarta mendapatkan kejadian MDR TB dan DM sebesar 33,3%. Pada penelitian Suradi dkk.6 juga dikatakan bahwa DM memiliki risiko 20,7 kali untuk terjadinya MDR TB, sedangkan Bashar dkk. 7 Karakteristik pasien MDR TB Jenis kelamin pada penelitian ini baik kelompok dengan komorbid DM dan tanpa komorbid DM mendapatkan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah perempuan. Meskipun dalam penelitian ini secara statistik tidak bermakna (p=0,936). Penelitian lain juga didapatkan laki-laki dengan DM lebih banyak dibandingkan perempuan. Penelitian yang dilakukan Suradi dkk.6 didapatkan jumlah laki-laki yang menderita DM dan TB lebih banyak dibandingkan perempuan. Penilitian lain mengatakan bahwa laki-laki J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013 97 dengan DM 2 kali lebih berisiko terkena tuberkulosis. penelitian ini didapatkan pola resistens kelompok Tetapi tidak ada penelitian yang mengatakan tentang MDRDM terbanyak adalah yang resisten terhadap 11 risiko laki-laki dengan DM terkena MDR TB. Penelitian 9 rifampisin dan isoniazid saja 15 orang (41,7%). Hal ini yang dilakukan oleh Nofizar dkk. didapatkan jumlah berbeda dibandingkan dengan kelompok MDRNDM pasien laki-laki MDR TB lebih banyak laki-laki didapatkan pola resistensi terbanyak adalah resistens dibandingkan perempuan. Penelitian di India menduga terhadap rifampisin, isoniazid, etambutol dan hal ini karena banyak perempuan yang malu untuk streptomisin yaitu 65 orang (41,9%). Pada kelompok mendapatkan pelayanan TB paru. Perempuan MDRDM didapatkan 1 orang (2.8%) menjadi XDR dan cenderung mendapatkan pengobatan yang tidak kelompok MDRNDM terdapat 6 orang (3,2%) dengan adekuat sehingga pada pasien extensively drug pola resistens sesuai XDR. Subjek dengan resisten resistant tuberculosis (XDR TB) mungkin lebih banyak didapatkan pada perempuan. OAT lini kedua yaitu kanamisin dan fluorokuinolon tidak dikeluarkan dari penelitian karena hasil uji resisten 8, 12 Usia di atas 40 tahun merupakan usia yang tersebut tidak keluar bersamaan. Meskipun secara berisiko untuk terjadinya diabetes. Dengan bertam- statistik perbedaan ini tidak bermakna, tetapi hal ini bahnya usia pada pasien DM kemungkinan terjadi dapat terjadi karena terdapat perbedaan karakteristik infeksi lebih sering. Hal ini dikarenakan kerusakan sel subjek.16, 17 beta pada orang usia lanjut dan menderita DM yang Jumlah riwayat pengobatan tuberkulosis pada penelitiannya juga merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan mengemukakan bahwa didapatkan risiko terjadi terhadap terjadinya MDR TB. Frekuensi mendapatkan tuberkulosis pada pasien DM usia di atas 40 tahun lebih OAT lebih dari satu kali menggambarkan angka tinggi. Pada penelitian lain juga ditemukan bahwa kekambuhan atau kepatuhan pasien minum OAT yang lama. Ezung dkk. 13 pasien TB paru dengan pemeriksaan dahak yang positif rendah sehingga banyak subjek yang putus obat. Pada lebih banyak pada usia di atas 40 tahun. Karakteristik penelitian ini kelompok dengan DM dan tanpa DM usia yang didapatkan pada penelitian oleh Fisher15 sebagian besar pernah mengkonsumsi OAT lebih dari 14 adalah pasien MDR TB berasal dari usia muda, atau sama dengan dua. Pasien yang hanya sedangkan pasien MDR TB dengan komorbid DM menggunakan OAT satu kali saja pada kelompok didapatkan pada usia yang lebih tua. Penelitian ini juga MDRDM 22,2%, jumlah ini jauh lebih besar mendapatkan pasien MDR TB dengan komorbid DM dibandingkan pada kelompok MDRNDM yaitu 14,8%. lebih banyak ditemukan pada usia di atas 40 tahun. Lebih dari 77,8% pasien sudah pernah mendapatkan Tempat tinggal atau asal pasien didapatkan sebagian OAT lebih atau sama dengan dua pada kelompok besar pasien MDR TB dengan DM (63%) dan tanpa DM MDRDM dan 85,2% pada kelompok MDRNDM. Pada (71%) berasal dari Jakarta. Hal ini dikarenakan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nofizar saat memulai program pengobatan MDR TB di RS dkk.9 mendapatkan 92% pasien MDR TB mendapatkan Persahabatan pasien yang diikutkan ke dalam program pengobatan lebih dari satu kali. Sekitar 8% pasien yang adalah yang berdomisili Jakarta. mendapatkan pengobatan hanya satu kali. Penelitian di Penelitian Nofizar dkk. 9 mendapatkan pola Afrika Selatan18 didapatkan paling banyak riwayat resistensi terbanyak adalah resistens terhadap semua pasien mendapatkan terapi OAT adalah sebanyak dua OAT lini 1 di luar pirazinamid (RHES). Beberapa kali, hal ini hampir sama dengan yang didapatkan pada penelitian lain di luar negeri seperti China dan penelitian ini, meskipun secara statistik tidak bermakna. Uzbekistan mendapatkan pola resistensi yang tersering Peningkatan indeks massa tubuh (IMT) adalah resistens terhadap keempat macam OAT lini merupakan salah satu faktor untuk terjadinya diabetes pertama. Hal ini berbeda dengan penelitian di India melitus. Indeks massa tubuh di atas 30kg/m2 sangat yang mendapatkan pola resistensi tersering adalah berisiko untuk terkena DM dan meningkat dengan resistens terhadap rifampisin dan INH, sedangkan pada bertambahnya usia. Penelitian di Amerika didapatkan 98 J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013 perkiraan risiko IMT terhadap usia. Usia 18 tahun pada KTD yang paling sering adalah penurunan laki-laki lebih rendah untuk menderita DM dibandingkan pendengaran sebanyak 46% yang diduga disebabkan 19 perempuan. Penelitian lain tentang nutrisi pada pasien oleh amikasin.21 Afrika Selatan melaporkan KTD yang MDR TB, didapatkan bahwa sebagian besar atau lebih dirasakan oleh subjek paling sering adalah neuropati dari 66% pasien dengan MDR TB indeks massa tubuh (51%).20 Penelitian di Hongkong KTD yang berat terjadi kurang dari 18kg/m2.20 Hal ini tidah jauh berbeda dengan pada 30% pasien yang mendapat pengobatan MDR hasil yang didapatkan pada penelitian ini, kelompok TB.22 MDRNDM lebih banyak memiliki IMT kurang dari 18 2 Pada penelitian ini lama pengobatan yang kg/m . Pasien MDRDM didapatkan lebih banyak pada didapatkan oleh masing-masing subjek berbeda. IMT lebih dari 18 kg/m2. Hal ini berkaitan dengan usia Terdapat beberapa pasien yang telah selesai menjalani terkena DM diatas 40 tahun dan faktor risiko IMT pengobatan dan subjek yang baru menjalani 2 pengobatan selama 4 bulan. Setelah dihitung rerata terhadap DM lebih dari 30 kg/m . Pasien dengan riwayat merokok didapatkan lama pengobatan yang didapatkan subjek pada sebanyak 16 orang (44,4%) pada kelompok MDRDM kelompok MDRDM adalah 9,1 (SD 6,8) dan kelompok daripada MDRNDM yaitu sebanyak 60 orang (38,7%). MDRNDM 12,4 (SD 6,2). Perbedaan rerata ini karena Untuk menilai derajat beratnya merokok perlu diketahui masuk saat pengobatan subjek berbeda-beda. indeks Brinkman (IB) pasien dengan menghitung Beberapa subjek telah menyelesaikan pengobatan dan jumlah batang rokok dan tahun lama merokok. Pada subjek lain masih menjalani pengobatan. Selain hal penelitian ini terdapat beberapa kelompok yang tidak tersebut juga terdapat pasien yang berhenti tercatat jumlah batang rokok dan lama merokok. pengobatan di fase intensif seperti pada pasien yang Berdasarkan data yang ada didapatkan pasien dengan meninggal dan drop out. Selama menjalani pengobatan IB ringan lebih banyak pada kelompok MDRNDM jika terdapat keluhan yang membutuhkan perawatan, sedangkan pasien dengan IB sedang dan berat maka pasien akan menjalani rawat inap. Jumlah didapatkan lebih banyak pada kelompok MDRDM. frekuensi rawat inap pasien bervariasi. Pada kelompok MDRNDM didapatkan rerata frekuensi rawat inap Perjalanan penyakit selama pengobatan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa Kejadian tak diharapkan (KTD) paling sering komorbid, meskipun secara statistik hal ini tidak terjadi adalah gangguan gastrointestinal berupa mual bermakna. Rerata rawat inap subjek pada kelompok dan muntah. Beberapa pasien mengeluhkan nyeri sendi MDRDM 1,5 kali (SD=1,3) dan kelompok MDRNDM 1,6 dan pendengaran berkurang. Beberapa pasien di rawat (SD=1,2). inap dan sebagian lain tidak mendapatkan rawat inap. Penelitian ini sulit untuk menentukan derajat beratnya Konversi kultur Mycobacterium tuberculosis pada keluhan, karena tidak mengamati secara langsung pasien MDR TB kondisi pasien. Hampir seluruh pasien mendapatkan Pemeriksaan pulasan BTA merupakan keluhan ringan KTD. Kejadian tak diharapkan yang pemeriksaan mikroskopik melihat basil tahan asam berat dirasakan lebih banyak pada kelompok MDRDM dalam lapang pandang tertentu. Hal ini memproyek- dibandingkan kelompok yang tidak terdapat komorbid sikan daya tular dan risiko perburukan penyakit jika DM. Penelitian lain mengatakan hal ini mungkin tidak diobati. Hasil dari pemeriksaan pulasan sangat disebabkan karena pasien dengan komorbid DM selain bergantung terhadap pengambilan sampel. Pasien terdapat komplikasi DM mikroangiopati juga harus melakukan cara yang benar untuk mendapatkan disebabkan oleh penurunan fungsi paru sehingga hasil yang baik. Pasien MDR TB dengan komorbid DM keluhan yang dirasakan menjadi lebih berat. Penurunan diperkirakan memiliki jumlah kuman yang lebih banyak fungsi paru pada pasien diabetes tanpa terdapat infeksi daripada tanpa komorbid, akibat terganggunya sekitar 75 ml/tahun. Penelitian di Iran mendapatkan makrofag alveolar dan sistem imun lainnya. Pada J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013 99 penelitian ini justru didapatkan hasil yang berbeda antar 8,4%. Hal ini dikarenakan pengobatan MDR TB tidak kelompok MDRDM dan MDRNDM. Kelompok menggunakan rejimen sesuai standar WHO dan MDRNDM lebih banyak positif 3 daripada kelompok konversi yang dinilai adalah pulasan bukan kultur MDRDM. Mycobacterium tuberculosis.14 Penelitian ini konversi di Pengobatan MDR TB dikatakan sembuh jika bulan kedua pada kelompok MDRDM sebanyak 50% pasien sudah menjalani pengobatan selama 18-24 sedangkan pada kelompok MDRNDM sebanyak bulan tetapi waktu yang dibutuhkan untuk konversi pada 54,2%. Pada bulan keenam kelompok MDRDM yang pasien MDR TB biasanya 2 bulan. Penelitian di Latvian konversi berjumlah 66% dibandingkan jumlah pada mendapatkan bahwa pasien MDR TB yang konversi di kelompok MDRNDM sebesar 78%. Persentase yang bulan kedua merupakan prediktor untuk kesembuhan konversi pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan pasien. Penelitian lain mengatakan pasien yang penelitian lain, tetapi pada penelitian ini dapat dilihat konversi dalam waktu 2 bulan memiliki angka perbedaan yang cukup tinggi pada kedua kelompok. kekambuhan yang rendah. Waktu yang dibutuhkan Hal ini mungkin disebabkan banyak pasien MDRDM untuk konversi dipengaruhi oleh faktor komorbid, yang meninggal pada fase intensif sebelum terjadi resistens terhadap pirazinamid atau kanamisin dan konversi.9,15 penggunaan prothionamid. Penelitian di Hongkong tentang konversi BTA pada pasien MDR TB yang menjalani pengobatan didapatkan pasien mengalami Hasil pengobatan pasien MDR TB Penelitian yang dilakukan untuk melihat hasil konversi antara bulan 1 sampai bulan kelima dengan pengobatan MDR TB dengan pengobatan yang mean 1,7 ± 1 bulan. Pada penelitian ini pasien yang standarisasi masih belum terlalu banyak. Beberapa mengalami konversi BTA pada kelompok MDRDM penelitian didapatkan angka kesembuhan pasien antara bulan pertama sampai ketiga dan hampir setelah menjalani pengobatan sebanyak 48% dan sebagian besar pasien mengalami konversi di bulan kegagalan dalam pengobatan sebanyak 32,2%. Hal ini pertama. Pasien yang tidak konversi pada kelompok dikatakan terjadi karena penggunaan dosis sipro- MDRDM sangat tinggi, tetapi hal ini disebabkan oleh floksasin yang terlalu rendah, biaya kesehatan yang karena pasien menjalani pengobatan kurang dari 3 mahal terutama jika pasien terdapat efek samping dan bulan karena lalai dan meninggal sebanyak 11 orang, dukungan sosial yang rendah. Pada penelitian lain bulan pertama sebanyak 4 orang, bulan kedua 3 orang didapatkan angka kesembuhan pengobatan MDR TB dan bulan ketiga sebanyak 4 orang. Kelompok sekitar 66-100%.23,24 Angka kesembuhan yang tinggi MDRNDM mengalami konversi sputum pada bulan biasanya didapatkan di negara yang memiliki kasus TB pertama sampai kelima dan lebih dari setengahnya rendah. Pada penelitian ini angka kesembuhan sulit konversi di bulan pertama. Hal ini tidak jauh berbeda untuk disimpulkan karena terdapat perbedaan lama dibandingkan dengan penelitian lainnya. Kelompok pengobatan. Agar mencapai hasil pengobatan yang MDRNDM yang tidak mengalami konversi sebanyak 12 baik terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan orang disebabkan oleh karena meninggal 8 orang, lalai seperti penegakan diagnosis yang lebih awal, 3 orang dan 1 orang dengan kondisi gagal pengobatan pemberian obat-obatan dengan dosis yang adekuat dan sehingga OAT dihentikan.23, 24 tatalaksana efek samping. Penelitian yang dilakukan di India pada pasien Pasien MDR TB yang resistens terhadap MDR TB yang diobati tanpa menggunakan program etambutol dan pirazinamid merupakan salah satu faktor didapatkan angka 72% pasien yang konversi di bawah yang memberikan hasil pengobatan yang kurang baik. bulan keenam, sedangkan yang diobati dengan Pasien yang tidak dapat menggunakan obat injeksi, program dapat konversi pada bulan kedua sebanyak kuinolon dan memiliki riwayat gagal pengobatan 12 82%. Penelitian di Karaci tentang MDR TB didapatkan kategori 2 memiliki hasil pengobatan yang kurang baik. pasien yang konversi pada bulan keenam hanya sekitar Pada penelitian ini mendapatkan angka mortalitas yang 100 J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013 lebih tinggi pada kelompok MDRDM sekitar 16,7%. laki laki. Sedangkan pada kelompok MDRNDM sangat rendah 3. Selama menjalani pengobatan MDR TB dengan yaitu 5,8%. Kematian pasien MDR TB dengan komorbid komorbid DM lebih banyak KTD yang berat, drop DM tersebut harus dilihat lebih lanjut apakah out dan meninggal daripada MDR TB tanpa berhubungan dengan pengobatan atau perjalanan komorbid DM. penyakit pasien tersebut. Jumlah kematian 6 orang 4. Pasien MDR TB dengan komorbid DM jumlah yang (16,7%) tersebut, 4 diantaranya meninggal kurang dari terjadi konversi kultur MTB lebih sedikit daripada 3 bulan pengobatan, 1 orang menjalani 4 bulan dan 1 MDR TB tanpa komorbid DM. orang yang hampir menyelesaikan fase awal. Penelitian di India mendapatkan angka kematian yang hampir sama pada penderita MDRDM yaitu sekitar 16,6%. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan terhadap pasien MDR TB angka kematian yang didapat 3-25%. Faktor risiko kematian pada TB adalah laki-laki, pasien TB yang merokok, memiliki komorbid diabetes, sedang menjalani cuci darah, pasien TB dengan resistens terhadap obat, terdapat HIV dan penggunaan obat suntik. Pasien MDR TB dengan komorbid DM menjadi lebih berisiko untuk meninggal dibandingkan hanya menderita MDR TB saja.9, 18 Pasien yang drop out pada kelompok MDRDM lebih banyak dibandingkan dengan kelompok MDRNDM. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena efek samping yang dirasakan oleh pasien MDRDM. Penelitian di Korea mendapatkan hasil bahwa pasien MDR TB yang lalai berobat sebanyak 35,4%. Penelitian lain di Uzbekistan didapat pasien yang lalai pada pengobatan MDR TB tanpa melihat faktor komorbid didapatkan sebanyak 14%.17 Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya lalai antara lain adalah DAFTAR PUSTAKA 1. Sub Direktorat Tuberkulosis. Modul 3 pelatihan penanggulangan MDR TB: Pengobatan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan R.I. Jakarta. 2009. 2. Aziz MA, Wright A, Laszlo A. WHO/International union against tuberculosis and lung disease global project on anti-tuberculosis drug resistance surveillance. Epidemiology anti-tuberculosis drug resistance (the global project on anti-tuberculosis drug resistance surveillance): An updated analysis. Lancet. 2006;368:2142-54. 3. World Health Organization. Multidrug and extensively drug resistant TB (M/XDR-TB): 2010 global report on surveillance and response. 4. Sen T, Joshi S, Zarir F. Tuberculosis and diabetes mellitus : Emerging epidemics. J Assoc Physicians India. 2009;57:359-65. 5. Dixon B. Diabetes and tuberculosis: An unhealthy partnership. Lancet Infect Dis. 2007;7:444. pasien merasa berat untuk melanjutkan pengobatan 6. Suradi PW, Surjanto E. Hubungan antara diabetes akibat keluhan yang dirasakan, kondisi klinis saat awal mellitus dengan multidrug resistant pada penderita pengobatan yang cukup berat, terdapat komplikasi tuberkulosis di Surakarta. J Respir Indo. batuk darah dan masalah biaya.17,20 2004;25:24-8. 7. Bashar M, Alcabes P, Rom WN, Condos R. Increase KESIMPULAN 1. Karakteristik pasien MDR TB dengan komorbid DM dibandingkan tanpa komorbid DM memiliki usia yang lebih tua, indeks massa tubuh yang lebih baik incidence multidrug resistance tuberculosis in diabetic patient on the Bellevue chest service 1987 to1997. Chest. 2001;120:1514-9. 8. Rabia J, Elizabeth MS, Gail EL, Warren RM, Paul dan pola resistensi terbanyak adalah rifampisin dan DH, Thomas CV. Drug Resistance in Myco- INH saja. bacterium tuberculosis. Curr Issues Mol Biol. 2. Jenis kelamin pada kelompok MDR TB dengan komorbid DM dan tanpa komorbid DM lebih banyak 2009;8:97-112. 9. Nofizar D, Nawas A, Burhan E. Identifikasi faktor J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013 101 risiko multidrug resistant tuberculosis. Tesis pakstan, Uzbekistan: Treatment complexity and Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran XDR-TB among treatment failures. PloS ONE. Respirasi FKUI. Jakarta; 2011. 2007;11:e1126. 10. Munir SM, Nawas A, Sutoyo DK. Pengamatan 18. Farley JE, Ram M, Pan W, Waldman S, Cassell GH, pasien tuberkulosis paru dengan multidrug resistant Chaison RE, et all. Outcome of MDR TB among a (MDR TB) di poliklinik paru RSUP Persahabatan. J cohort of South African patients with high HIV Respir Indo. 2010;30:92-104. prevalence. PLoS ONE. 2011;6:e20436. 11. Johnston J, Shahidi NC, Sadatsafavi M, Fitzgerald 19. Narayan KM, Boyle JP, Thompson TJ, Greg EW, JM. Treatment outcomes of multidrug resistant Williamson DF. Effect of BMI on lifetime risk for tuberculosis: A systematic review and meta- diabetes in the U.S. Diabetes Care. 2007;30(6): analysis. PLoS ONE. 2009;4(9):e6914. 1562-6. 12. Joseph P, Desai VB, Mohan N, Fredrick JS, 20. Patra SK, Jain A, Sherwal BL, Khanna A. Nutritional Ramachandran R, Raman B, et al. Outcome of status in multidrug resistant pulmonary tuberculosis standardized treatment for patients with MDR TB patient. International Journal of Pharma and Bio from Tamil Nadu, India. Indian J Med Res. Science. 2010;2:1-5. 2011;133:529-34. 13. Ezung T, Devi NT, Singh NT, Singh TB. Pulmonary 21. Masjedi MR, Tabarsi P, Chitsaz E, Baghaei P, Mirsaeidi M, Amiri MV, et al. Outcome of treatment tuberculosis and diabetes mellitus a study. J Indian of MDR TB patients with standardized regimen, Med Assoc. 2002;100(6):378-9. Iran, 2002-2006. Int J Tuberc Lung Dis. 2008;12(7): 14. Rao NA, Irfan M, Mahfooz Z. Treatment outcome of 750-5. multidrug resistant tuberculosis in a tertiary care 22. Liu CH, Li L, Chen Z, Wang Q, Hu YL, Zhu BL, et al. hospital in Karachi. J Pak Med Assoc. 2009;59:694- Characteristics and treatment outcomes of patients 8. with MDR and XDR tuberculosis in a TB referral 15. Fisher H, Whitney E, McCormick J, Rahbar M, Restrepo B. Type 2 diabetes and multidrug resistant tuberculosis. Scand J Infect Dis. 2008;40:888-93. 16. Dhingra V, Rajpal S, Mittal Anshu, Hanif. Outcome of multidrug resistant tuberculosis cases treated by individualized regimens at a tertiary level clinic. Indian J Tuberc. 2008;55:15-21. hospital in Beijing: A 13-years experience. PLoS ONE. 2011;6(4): e19399. 23. Singh R, Gothi D, Joshi JM. Multidrug resistant tuberculosis : Role of previous treatment outcome. Lung India. 2007;24:54-7. 24. Yew WW, Chan CK, Chau CH, Tam CM, Leung CC, Wong PC, et al. Outcomes of patients with multidrug 17. Cox HS, Kalon S, Allamuratova S, Vinciane V, Tigay resistant pulmonary tuberculosis treated with ZN, Gerdes SR, et al. Multidrug resistant ofloxacin/levofloxacin-containing regimens. Chest. tuberculosis treatment outcomes in Karakal- 2000;117:744-51. 102 J Respir Indo Vol. 33, No. 2, April 2013