BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pengertian Kurikulum

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Kurikulum
Secara Etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu
carier yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi,
istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi Kuno
di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh
oleh pelari dari garis start sampai garis finish (Sanjaya,
2011:3).
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan
kegiatan
pembelajaran
untuk
mencapai
tujuan
pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003). Sedangkan tujuan
pendidikan nasional dengan jelas termaktub dalam alinea IV Pembukaan
UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Kurikulum disusun
sesuai jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia
dengan
memperhatikan
peningkatan
iman
dan
takwa;
peningkatan potensi; kecerdasan, dan minat peserta didik; potensi daerah
dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan
dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; agama;
dinamika perkembangan global; persatuan nasional dan nilai-nilai
kebangsaan (Mulyasa, 2007 : 12).
Kurikulum
pendidikan
senantiasa
berubah
mengikuti
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang dapat mengubah
perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Perubahan tersebut juga
dipengaruhi oleh ketidakpuasan dengan hasil pendidikan di sekolah dan
ingin selalu memperbaiki (Poerwati, 2013 : 3). Sehingga, telah banyak
program kurikulum pendidikan yang telah diimplementasikan dalam
proses pembelajaran. Dalam Poerwati (2013 : 4), disebutkan berbagai
8
9
model kurikulum yang pernah atau sedang diimplementasikan di
Indonesia. Pertama, adalah kurikulum Rencana Pembelajaran 1947 (Leer
Plan). Kurikulum ini merupakan kurikulum pertama yang lahir pada masa
kemerdekaan yang mulai diterapkan pada tahun 1950. Kurikulum ini
memuat dua hal pokok : daftar mata pelajaran dan jam pelajarannya serta
garis-garis besar pengajaran. Kurikulum ini mengurangi
pendidikan
pikiran dan mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan
bermasyarakat, materi dari kehidupan sehari-hari serta perhatian atas
kesenian dan pendidikan jasmani. Pada tahun 1952, kurikulum dirubah
menjadi kurikulum Rencana Pelajaran Terurai 1952. Ciri khas dari
kurikulum ini adalah silabus yang jelas dimana satu guru mengajar satu
mata pelajaran. Pada akhir pemerintahan presiden Soekarno, mulai
diterapkan Rencana Pendidikan 1964 yang berfokus pada pancawardhana
dimana mata pelajaran difokuskan pada lima bidang studi, yakni ; moral,
kecerdasan, emosional, ketrampilan, dan jasmaniah. Pada masa orde baru
mulai berdiri, kurikulum 1964 yang merupakan produk orde lama, diganti
dengan kurikulum 1968 dengan tujuan membentuk manusia Pancasila
sejati. Kurikulum ini memuat materi yang bersifat teoritis dan tidak
mengaitkan dengan masalah faktual yang terjadi di lapangan.
Kurikulum yang digunakan selanjutnya adalah kurikulum 1975
yang menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien.
Metode, materi dan tujuan pembelajaran dirinci dalam prosedur PPSI dan
mulai terkenal istilah satuan pelajaran. Kurikulum ini kemudian diganti
dengan kurikulum 1984 karena banyak kritik, salah satunya adalah guru
yang dibuat sibuk dengan banyaknya menulis rincian dalam kegiatan
pembelajaran.
Kurikulum
1984
sendiri
adalah
kurikulum
yang
menempatkan siswa dalam subyek belajar dengan model Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA). Tetapi, kurikulum ini terasa membuat suasana kelas
menjadi gaduh dengan diskusi siswa. Selain itu, guru tidak bisa lagi
menggunakan model ceramah. Hal tersebut membuat kurikulum ini
menuai banyak penolakan.
10
Kurikulum selanjutnya adalah kurikulum 1994 dengan upayanya
untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Tetapi, kurikulum
ini dikritik karena beban belajar siswa yang dinilai terlalu berat. Hal ini
dipicu oleh muatan lokal yang pada akhirnya membuat berbagai isu-isu
tertentu
masuk
dalam
kurikulum
karena
kepentingan
kelompok
masyarakat. Kurikulum ini diperbaiki pasca lengsernya Orde Baru dengan
menambal sejumlah materi dalam Suplemen Kurikulum 1999. Kurikulum
ini kemudian diganti menjadi KBK atau Kurikulum Berbasis Kompetensi
2004. KBK mulai mengurai kompetensi yang harus dicapai siswa dalam
setiap mata pelajaran. Kurikulum yang menargetkan pada kompetensi ini
menjadi rancu dalam mengukur kompetensi siswa. Alat ukur kompetensi
siswa yang dimaksud adalah ujian, baik ujian nasional maupun ujian akhir
sekolah. Ujian yang digunakan adalah pilihan ganda, yang seharusnya
memperbanyak praktik atau uraian.
Awal 2006, KBK dihentikan dan diganti dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau kurikulum 2006. Kurikulum ini
memiliki ciri khas yaitu guru diberikan keleluasaan dalam merencanakan
pembelajaran sesuai dengan lingkungan, kondisi siswa serta keadaan
sekolah. Pengembangan perangkat pembelajaran merupakan kewenangan
sekolah dibawah koordinasi pemerintah Kabupaten/Kota. Kurikulum ini
kemudian diganti dengan kurikulum 2013 atau Pendidikan Berbasis
Karakter yang menekankan pada pemahaman, skill, dan pendidikan
berkarakter. Pada kurikulum 2013, siswa dituntut untuk memahami materi,
aktif dalam berdiskusi dan presentasi serta memiliki sopan santun disiplin
yang tinggi. Kontroversi seputar Kurikulum 2013 muncul karena
penerapannya dinilai tergesa-gesa dan tanpa evaluasi mendalam terhadap
KTSP. Beberapa hal yang menjadi sorotan pokok pelaksanaan kurikulum
2013 adalah kesiapan guru, kesiapan fasilitas sekolah dan kesiapan logistik
seperti buku teks. Sehingga dengan PERMENDIKBUD nomor 160 tahun
2014 tentang pemberlakuan kurikulum 2006 dan kurikulum 2013, bagi
11
sekolah yang belum dapat menggunakan kurikulum 2013, dapat kembali
menerapkan kurikulum 2006 atau KTSP.
a) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum 2006 (KTSP) merupakan strategi pengembangan
kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan
berprestasi dan merupakan paradigma baru pengembangan otonomi luas
pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka
mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi ini diberikan
agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam
mengelola
sumber
daya,
sumber
dana,
sumber
belajar,
dan
mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap
terhadap kebutuhan setempat ( Mulyasa, 2007:21). Wina Sanjaya
(2011:132) tujuan diterapkannya KTSP secara umum adalah untuk
memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalaui pemberian
kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan. Dengan demikian,
melalui KTSP diharapkan dapat mendorong sekolah untuk pengambilan
keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Kurikulum
yang dikembangkan di setiap satuan pendidikan akan menjadi lebih
bermakna untuk mempersiapkan peserta didik menjadi
anggota
masyarakat yang berguna mengembangkan potensi daerahnya. Lebih
lanjut, dalam Wina Sanjaya (2011:132) dikemukakan pula tujuan khusus
diterapkannya KTSP adalah;
1)
Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif
sekolah
dalam
mengembangkan
kurikulum,
mengelola,
dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia.
2)
Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
3)
Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang
kualitas pendidikan yang akan dicapai.
12
Karakteristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana
sekolah dan satuan pendidikan dapat mengoptimalkan kenierja, proses
pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga
kependidikan, serta sistem penilaian. Dari uraian diatas, dapat diuraikan
karakteristik KTSP adalah ;pemberian otonomi yang luas kepada
sekolahdan satuan pendidikan, partisipasi masyarakat dan orang tua yang
tinggi, kepemimpinan demokratis dan profesional, serta team-kerja yang
kompak dan transparan (Mulyasa, 2007:29). KTSP juga memiliki
komponen-komponen tertentu yang mebuatnya dapat berjalan dengan
baik. Komponen-komponen tersebut antara lain : KTSP memiliki enam
komponen penting. Komponen tersebut adalah :
1) Visi dan Misi
Menurut Helgeson, dalam Mulyasa (2007 : 176), visi adalah
penjelasan tentang rupa yang seharusnya dari organisasi kalau ia
berjalan
dengan
baik.
Tugas
utama
kepala
sekolah
adalah
mengomunikasikan visi tersebet ke seluruh jajaran dan tingkat
manajemen. Hal ini dilakukan dengan mengangkat visi sebagai acuan
pada berbagai pertemuan yang melibatkan unsur satuan pendidikan,
komite sekolah, dewan pendidikan, dunia usaha, dan industri, serta
masyarakat di sekitar lingkungan sekolah.
2) Tujuan Pendidikan Satuan Pendidikan
Dalam pengembangan KTSP, satuan pendidikan harus menyusun
program peningkatan mutu yang mencakup tujuan, sasaran dan target
yang akan dicapai dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Tujuan pendidikan tingkat satuan pedidikan (KTSP) untuk pendidikan
tingkat
menengah
adalah
untuk
meningkatkan
kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian,akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3) Menyusun Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan harus menyusun kalender pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta
13
didik dan masyarakat, dengan memperhatian kalender pendidikan
sebagaimana tercantum dalam Standar Isi. Penyusunan kalender
pendidikan selama satu tahun pelajaran mengacu pada efisiensi,
efektifitas, dan hak-hak peserta didik.
4) Struktur Muatan KTSP
Struktur KTSP memuat : mata pelajaran; muatan lokal; kegiatan
pengembangan
diri;
pengaturan
beban
pelajar;kegiatan
kelas;
penjurusan, dan kelulusan; pendidikan kecakapan hidup; pendidikan
berbasis keunggulan lokal dan global.
5) Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata
pelajaran dengan tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi,
kompetensi standar, materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan
pendidikan (Mulyasa, 2007 : 190). Dalam pengembangannya, silabus
diserahkan sepenuhnya kepada tiap satuan pendidikan, khususnya bagi
yang telah mampu melakukannya sehingga dapat sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan masing-masing. Agar pengembangannya masih
berada dalam bingkai standar nasional, maka perlu memperhatikan
prinsip pengembangan silabus. Prinsip yang dimaksud adalah: ilmiah,
relevan, fleksibel, kontinuitas, konsisten, memadai, aktual dan
konstektual, efektif, serta efisien. Dalam pengmbangan tersebut,
paling tidak, harus memuat sembilan komponen silabus. Komponen
silabus tersebut, menurut Muslich (2011 : 30), yaitu identifikasi,
standar kompetensi, kompetensi standar, materi pokok, pengalaman
belajar, indikator, penilaian, alokasi waktu, sumber/bahan/alat.
6) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Dalam Mulyasa (2007 : 212), disebutkan bahwa rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur
dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih
kompetensi kopetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan
14
dijabarkan dalam silabus. Tugas pendidik yang paling utama terkait
dengan RPP berbasis KTSP adalah menjabarkan silabus ke dalam
RPP yang lebih operasional dan rinci, serta siap dijadikan pedoman
atau skenario dalam pembelajaran. Dalam pengembangan RPP, guru
diberi kebebasan untuk mengubah, memodifikasi, dan menyesuaikan
silabus dengan kondisi sekolah dan daerah, serta karakteristik peserta
didik. Prinsip pengembangan RPP menurut Mulyasa (2007 : 219),
yaitu :
a) Kompetensi yang dirumuskan dalam RPP harus jelas, makin
konkrit kompetensi makin mudah diamati, dan makin tepat
kegiatan-kegiatan
yang
harus
dilakukan
untuk
membentuk
kompetensi tersebut.
b) RPP harus sederhana dan fleksibel, serta dapat dilaksanakan dalam
kegiatan pembelajaran, dan pembentukan kompetensi peserta didik.
c) Kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam RPP harus
menunjang, dan sesuai dengan kompetensi dasar yang akan
diwujudkan.
d) RPP yang dikembagakan harus utuh dan menyeluruh, serta jelas
pencapaiannya.
e) Harus ada koordinasi antarkomponen pelaksana program di
sekolah, terutama apabila pembelajaran dilaksanakan secara tim
atau dilaksanakan di luar kelas, agar tidak mengganggu jam-jam
pelajaran yang lain.
Siti
Nur
Halimah
(2009)
melakukan
penelitian
tentang
Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam
Pembelajaran Ekonomi di SMA Batik I Surakarta Tahun Ajaran
2008/2009. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan pembelajaran
ekonomi berbasis KTSP dilakukan dalam proses pembelajaran dan
penilaian. Dalam proses pembelajaran dilaksanakan melalui tiga tahap
yaitu pendahuluan yang berupa apersepsi dan pengkondisian kelas, tahap
kedua berupa inti yaitu penyampaian materi dan konfirmasi, serta tahap
15
ketiga yaitu penutup yang biasanya berupa pemberian tugas kepada siswa.
Sedangkan penilaian pada pembelajaran ekonomi diambil dari nilai tugas,
nilai ulangan harian, nilai ulangan tengah semester, ulangan semester serta
sikap siswa saat proses belajar mengajar termasuk keaktifan siswa di kelas.
Hambatan yang masih dihadapi dalam pembelajaran ekonomi berbasis
KTSP yaitu materi terlalu banyak, siswa kurang aktif, bertambahnya beban
administrasi guru serta beberapa sarana dan prasarana sekolah yang belum
dilengkapi. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yaitu guru
memberikan materi kepada siswa diprioritaskan materi untuk penjurusan,
UAN dan ujian masuk perguruan tinggi, guru memberikan stimulus berupa
pertanyaan dan tambahan nilai, pihak sekolah membentuk forum
Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sekolah (MGMPS), Sekolah berusaha
melengkapi sarana dan prasarana sekolah.
Emi Susi Slamet Rahayu (2009) melakukan penelitian tentang
Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada Pembelajaran
Geografi Materi Atmosfer di SMA Batik 1 Surakarta Tahun Ajaran
2008/2009 Kota Surakarta. Hasil dari penelitian ini adalah implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan pada pembelajaran geografi materi
pokok atmosfer belum optimal, karena belum sesuai dengan prinsip
pembelajaran berbasis KTSP. Hal ini ditandai dengan
proses
pembelajaran yang masih didominasi metode-metode konvensional, selain
itu
media
dan
sumber
belajar
terbatas,
Guru
geografi
dalam
mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
masih
belum optimal, ini dapat dilihat dari penggunaan metode pembelajaran
dimana guru masih sering menggunakan metode ceramah, guru jarang
melakukan evaluasi selama proses pembelajaran, selain itu belum terwujud
Pembelajaran yang Aktif Kreatif dan Menyenangkan (PAKEM), sehingga
siswa cenderung pasif, Kendala-kendala yang dihadapi SMA Batik 1
Surakarta dalam implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan pada
pembelajaran geografi materi pokok atmosfer adalah guru masih
sering
16
menggunakan metode ceramah, sehingga siswa cenderung pasif, selain itu
proses pembelajaran jadi kurang efektif karena terbatasnya media dan
sumber belajar, Upaya yang dilakukan guru untuk menghadapi kendala
dalam pembelajaran geografi adalah menggunakan metode bervariasi,
menggambar di papan tulis, Memberi pekerjaan rumah pada siswa dan
memberikan motivasi pada siswa.
Dari kedua penelitian diatas penelitian yang dilakukan merupakan
pengembangan dari kedua penelitian tersebut. Penelitian sebelumnya
dilakukan pada mata pelajaran lain, yakni Ekonomi dan Geografi. Selain
itu, penelitian ini dilakukan setelah KTSP dihentikan dan kembali
diimplementasikan pada sekolah-sekolah yang belum siap melaksanakan
kurikulum 2013.
2. Pembelajaran Sosiologi dalam KTSP
Menurut Gino dkk (1993: 32) menyebutkan bahwa Pembelajaran
merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk membuat siswa
belajar dengan mengaktifkan faktor intern dan faktor ekstern dalam
kegiatan belajar mengajar. Association for Educational Comminication
and Technology (AECT), menyatakan bahwa pembelajaran (Instructional)
merupakan bagian dari pendidikan (Majid, 2013:5). Pembelajaran
merupakan suatu sistem yang didalamnya terdiri dari komponenkomponen sistem instruksional, yaitu komponen pesan, orang, bahan,
peralatan, teknik, dan latar atau lingkungan dan sekolah merupakan sarana
bagi siswa untuk mendapatkan pendidikan formal. Di dalam pembelajaran
di sekolah, pembelajaran dibagi dalam mata pelajaran yang sesuai dengan
penjurusan dan jenjang kelas dari peserta didik. Salah satu mata pelajaran
yang diberikan adalah sosiologi.
Sosiologi pada dasarnya mempunyai dua pengertian yaitu sebagai
ilmu dan sebagai metode. Sebagai ilmu, sosiologi merupakan kumpulan
pengetahuan tentang masyarakat dan kebudayaan yang disusun secara
sistematis berdasarkan analisis yang logis. Sebagai metode,
sosiologi
17
adalah cara berpikir untuk mengungkapkan realitas sosial budaya yang ada
dalam masyarakat dengan prosedur dan teori yang dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah (Depdiknas, 2003). Sebagai suatu mata pelajaran
yang diberikan kepada peserta didik di lingkungan sekolah, tentu dilandasi
dengan tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran sosiologi. Mengacu
pada Permendiknas No.41 tahun 2007, mata pelajaran sosiologi bertujuan
agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut;
1)
Memahami konsep-konsep sosiologi seperti sosialisasi, kelompok
sosial, struktur sosial, lembaga sosial, perubahan sosial, dan konflik
sampai dengan terciptanya integrasi sosial.
2)
Memahami berbagai peran sosial dalam kehidupan masyarakat.
3)
Menumbuhkan sikap, kesadaran dan kepedulian sosial dalam
kehidupan bermasyarakat.
Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi mempunyai batasan dalam hal
bahasan. Batasan ini selanjutnya disebut sebagai ruang lingkup dari mata
pelajaran sosiologi. Dalam Permendiknas No. 41 tahun 2007, disebutkan
ruang lingkup mata pelajaran sosiologi meliputi aspek-aspek sebagai
berikut: (1) Struktur sosial; (2) Proses sosial; (3) Perubahan sosial; (4)
Tipe-tipe lembaga sosial. Selain itu, sosiologi mempunyai karakteristik
yang membedakannya dari ilmu pengetahuan lain. Karakteristik mata
pelajaran sosiologi di sekolah menengah atas yaitu sebagai berikut;
1)
Sosiologi merupakan disiplin intelektual mengenai pengembangan
pengetahuan yang sistematis dan terandalkan tentang hubungan sosial
manusia pada umumnya
2)
Materi sosiologi mempelajari perilaku dan interaksi perilaku
kelompok, menelusuri asal usul pertumbuhan serta menganalisis
pengaruh kegiatan kelompok
3)
Tema-tema esensial dalam sosiologi dipilih dan bersumber dari kajian
tentang masyarakat dan perilaku masyarakat dalam meneliti kelompok
yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku
bangsa, komunitas, dan pemerintahan.
18
4)
Materi-materi sosiologi dikembangkan sebagai suatu lembaga
pengetahuan ilmiah dengan pengembangan teori yang berdasarkan
pada observasi ilmiah, bukan lagi spekulasi dibelakang meja
(Depdiknas, 2006).
Pembelajaran sosiologi di dalam ruang kelas harus sesuai dengan
acuan silabus yang merupakan komponen penting kurikulum seperti yang
telah dijelaskan diatas. Sehingga, pembelajaran sosiologi kemudian harus
sesuai dengan pembelajaran berbasis KTSP secara umum. Pembelajaran
berbasis KTSP adalah proses penerapan ide, konsep, dan kebijakan KTSP
dalam suatu aktifitas pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai
seperangkat kompetensi tertentu, sebagai hasil interaksi
dengan
lingkungan (Mulyasa, 2007 : 246). Dalam kegiatan belajar mengajar, perlu
adanya usaha yang harus dilakukan sehingga pelaksanaan pembelajaran
dalam KTSP menjadi optimal. Sehubungan dengan hal ini, Mulyasa (2007
: 154) menjelaskan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran perlu,
menciptakan suasana yang kondusif, menyiapkan sumber belajar, dan
membina disiplin.
Dalam menciptakan suasana yang kondusif agar tercapainya tujuan
pembelajaran sosiologi, KTSP serta pendidikan secara umum, maka
pendidik mata pelajaran sosiologi harus memiliki strategi pembelajaran
yang akan digunakan dalam pembelajaran sosiologi. Gerlach dan Ely
menyatakan pengertian strategi pembelajaran yang dikutip oleh Majid
(2013:7), bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih
untuk
menyampaikan
materi
pembelajaran
dalam
lingkungan
pembelajaran tertentu. Dalam menyusun strategi pembelajaran yang sesuai
dengan KTSP yang memberikan keleluasaan kepada pendidik, maka
diperlukan metode dan model pembelajaran yang cocok. Yang dimaksud
dengan metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh pendidik
dalam penyampaian materi kepada peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran. Menurut E. Mulyasa (2007: 257), Metode dan strategi
belajar-mengajar yang kondusif untuk hal tersebut perlu
dikembangkan,
19
misalnya metode inquiri, discovery, problem solving dan sebagainya.
Sedangkan model pembelajaran adalah kerangka konseptual dan prosedur
yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, berfungsi sebagai pedoman bagi
perancang pengajaran, serta para guru dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas belajar mengajar (Majid, 2013:13).
Setelah proses pembelajaran dilakukan, pendidik perlu melakukan
penilaian guna mengukur sampai dimana penguasaan peserta didik
terhadap materi yang telah disampaikan. Dalam KTSP, penilaian hasil
belajar dapat dilakukan dengan:
1)
Penilaian Kelas
Penilaian kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum, dan
ujian akhir. Penilaian kelas dilakukan oleh guru untuk mengetahui
kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan
belajar,
memberikan
umpan
balik
untuk
perbaiakan
proses
pembelajaran, dan penentuan kenaikan kelas.
2)
Tes kemampuan Dasar
Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemapuan
membaca, menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka
memperbaiki program pembelajaran.
3)
Penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi
Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan
kegiatan penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan
menyeluruh mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan
waktu tertentu.
4)
Benchmarking
Benchmarking merupakan suatu standar untuk mengukur kinerja yang
sedang berjalan, proses dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan
yang memuaskan.
20
5)
Penilaian Program
Penilaian program dilakukan untuk menegtahui kesesuaian KTSP
dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta
kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan masyarakat, dan
kemajuan jaman.
3. Variasi Belajar Robert Gagne dalam Pembelajaran Sosiologi
Mata pelajaran sosiologi adalah mata pelajaran yang membahas
tentang masyarakat dan dinamikanya. Dalam pemberian materi pelajaran
sosiologi, seorang pendidik harus memiliki acuan yaitu silabus yang
merupakan komponen penting kurikulum. Dalam proses pembelajaran
tersebut, akan ditemukan tipe-tipe atau cara-cara yang dilakukan oleh
peserta didik dalam belajar.
Robert Gagne mengindikasikan bahwa belajar bukanlah sebuah
proses tunggal. Kapasitas manusia dalam belajar memungkinkan variasi
pola perilaku dalam jumlah yang hampir tidak terbatas (Gredler, 2011 :
174). Jenis-jenis perilaku yang berbeda diperoleh melalui belajar. Akan
tetapi, upaya untuk menjelaskan diversitas belajar manusia secara
sistematis dan komprehensif merupakan hal yang sulit. Untuk itu, sistem
klasifikasi harus memenuhi setidaknya empat kriteria utama, yaitu;
(1)merepresentasikan kelompok formal dan unik dari kinerja manusia
yang terjadi melalui belajar, (2)mengaplikasikan berbagai macam aktivitas
manusia dan indepanden dari tingkat kecerdasan, usia, ras, status sosio
ekonomi, ruang kelas, level kelas dan sebagainya, (3)membutuhkan
perlakuan pembelajaran yang berbeda, prasyarat yang berbeda dan
persyaratan pemrosesan yang berbeda. Selain itu, faktor-faktor yang yang
diidentifikasi sebagai memengaruhi belajar di setiap kategori harus
digeneralisasikan ke tugas-tugas di dalam kategori tetapi tidak dalam lintas
kategori (Gredler, 2011 : 175).
Menurut Robert Gagne dalam Gredler (2011 : 177) Variasi
belajar memenuhi kriteria diatas adalah informasi verbal, ketrampilan
21
intelektual, ketrampilan motorik, sikap, dan strategi kognitif. Lima variasi
belajar ini merepresentasikan hasil belajar. Mereka adalah kapabilitas
sebab mereka memungkinkan untuk membuat prediksi berbagai macam
contoh kinerja oleh pemelajar. Mungkin kategori yang paling familiar
adalah informasi verbal. Informasi verbal dimulai sejak masa kanak-kanak
ketika seorang anak mulai belajar nama-nama objek, hewan, peristiwa dan
sebagainya. Informasi verbal mempunyai dua karakteristi esensial, yaitu;
(1)ia dapat diverbalkan, dan (2)setidaknya beberapa kata memiliki makna
bagi individual(Gagne, 1977a : 182). Informasi verbal juga merupakan
pengetahuan
deklaratif,
menyiratkan
untuk
mengumumkan
atau
menyatakan.
Variasi kedua adalah keterampilan intelektual. Dalam Gagne
(1977a : 27), yang termasuk keterampilan intelektual adalah membedakan,
mengombinasikan, menabulasikan, mengklasifikasikan, menganalisis,
mengkuantifikasikan objek, kejadian, dan simbol-simbol lain. yang
biasanya masuk kategori ini adalah aplikasi kaidah yang mengatur
aktivitas bicara, menulis, membaca dan, dalam matematika, menggunakan
aturan untuk penghitungan, menginterpretasikan masalah soal cerita, dan
memverifikasi solusi masalah. Keterampilan intelektual dideskripsikan
sebagai struktur dasar sekaligus struktur paling meresap dalam pendidikan
formal. Keterampilan ini juga ditemui dalam berbagai jenis profesi dan
membuat manusia berfungsi secara kompeten dalam masyarakat.
Keterampilan intelektual tidak dapat dipelajari dengan hanya mendengar
atau mencari informasi, tetapi juga memerlukan respon dari situasi dengan
memanipulasi simbol dengan berbagai macam cara.
Variasi ketiga adalah strategi kognitif. Setelah peserta didik
memelajari informasi verbal dan intelektual, mereka juga mulai untuk
mengembangkan cara atau metode agar dapat mengatur sendiri proses
mental mereka yang diasosiasikan dengan belajar. Secara spesifik, strategi
kognitif adalah, belajar bagaimana cara belajar, cara mengingat, cara
menjalankan pikiran reflektif dan analitis kita yang lebih banyak
22
melahirkan kegiatan belajar lagi (Gagne, 1977a : 167). Berbeda dengan
informasi verbal dan keterampilan intelektual yang beroperasi pada konten
tertentu, objek dari strategi kognitif adalah proses pemikiran si peserta
didik sendiri. Strategi kognitif juag membantu peserta didik untuk
mengelola pemikiran mereka, dengan membantu mereka menentukan
kapan dan bagaimana menentukan informasi verbai dan intelektual.
Informasi
verbal,
keterampilan
intelektual
dan
strategi
kognitif
merefleksikan hasil yang merupakan beberapa tipe kapabilitas mental.
Variasi keempat adalah keterampilan motorik. Keterampilan
motorik tidak dapat ditentukan dengan sekedar mengamati beberapa
kinerja gerak nyata. Kuncinya adalah dengan menentukan perilaku peserta
didik dalam situasi. Karakteristik umum dari keterampilan motorik adalah,
(1)persyaratan untuk mengembangkan kelancaran tindakan, ketepatan, dan
pengaturan waktu, (2)kualitas kinerja hanya dapat diperoleh melalui
pengulangan dari kegiatan yang tepat. Dalam belajar keterampilan motorik
ada tiga fase, yaitu (1)belajar tahap-tahap gerakan galam keterampilan,
pelaksanaan subrutin, (b)menyesuaikan bagian-bagian keterampilan secara
keseluruhan melalui keterampilan, dan (3)memperbaiki keteraturan waktu
dan kelancaran kinerja melalui latihan terus-menerus. Ketika belajar
keterampilan telah selesai, individu mampu untuk merespons isyarat
kenestetik yang menandai perbedaan antara unjuk tindak yang tidaktepat
dan terbebas dari kesalahan.
Variasi kelima adalah sikap. Perbedaan varian ini dengan varian
lainnya adalah, (1)sikap adalah keadaan yang memengaruhi atau mengatur
perilaku, namun, tidak secara langsung menentukan kinerja unjuk tindak
seperti halnya pada belajar informasi verbal, keterampilan intelektual,
strategi kognitif dan keterampilan motorik. Sikap hanya menyebabkan
kemungkinan dikerjakan tidaknya sebuah tindakan, (2)memberitahu
peserta didik tentang apa yang akan mereka pelajari dapat merupakan
aspek efektif dari pembelajaran kategori manapun. Namun upaya untuk
membangun sikap dengan ajakan logis atau emosional yang persuasif
23
tidaklah efektif, dan (3)sikap umumnya dideskripsikan sebagai terdiri dari
tiga aspek, kognitif, yang mengekspresikan kaitan; afektif, yakni perasaan
yang mengiringi keyakinan kognitif; dan behavioral, yang berkaitan
dengan kesiapan atau predisprosisi untuk bertindak (Gagne, 1977a : 231233).
Tinjauan atas lima variasi belajar Robert Gagne dapat disajikan
dalam tabel sebagai berikut :
Tabel : 2.1 Tinjauan Lima Variasi Belajar Robert Gagne
Kategori
belajar
Kapabilitas
penampilan
contoh
Informasi
Pengambilan
Menyatakan atau
Penyesunan
verbal
informasi yang
mengomunikasikan
kalimat definisi
tersimpan (fakta,
informasi tersebut
patriotisme
label, diskursus)
dengan berbagai
cara
Keterampilan
Operasi mental
Berinteraksi dengan
Membedakan
intelektial
yang
lingkungan tersebut
antara biru dan
memungkinakan
menggunakan
merah,
individu untuk
simbol
menghitung luas
merespon
segitiga
konseptualisasi
lingkungan
Strategi
Proses kontrol
Mengelola ingatan,
Menyusun kartu
kognitif
pelaksana yang
pemikiran, dan
catatan untuk
mengatur
pemelajaran
penulisan paper
pemikiran dan
seseorang secara
belajar dari
efisien
pemelajar
Keterampilan
Kapabilitas dan
Mendemostrasikan
Mengikat tali
motorik
rencana eksekutif
urutan fisik atau
sepatu,
24
untuk melakukan
tindakan
sekuensi gerakan
menunjukan gerak
sayap kupu-kupu
fisik
Sikap
Predisposisi ke
Memilih tindakan
Memilih
tindakan positif
personal terhadap
mengunjungi
atau negatif
atau menjauh dari
museum seni ;
terhadap orang,
objek, peristiwa atau menghindari
objek atau
orang
konser musik rock
peristiwa
Sumber : diadaptasi dari Gredler (2011)
B. Kerangka Berpikir
Dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang termaktub
dalam pembukaan Undang–Undang Dasar 1945, Pemerintah merancang KTSP
sebagai acuan bagi pihak – pihak terkait khususnya para pendidik dalam
melaksanakan proses pembelajaran di lingkungan sekolah berdasarkan pada mata
pelajaran yang diampunya, termasuk pembelajaran sosiologi. Dalam kegiatan
belajar sosiologi di kelas, terdapat bermacam-macam cara belajar siswa sebagai
upaya mencapai kompetensi. Dalam melihat tipe-tipe belajar ini, variasi belajar
Robert Gagne digunakan untuk mengklasifikasikan siswa sesuai dengan cara
belajarnya.
Proses pembelajaran yang dilakukan tentu saja tidak berjalan dengan
mulus, tetapi terdapat hambatan yang menghadang pendidik mata pelajaran
sosiologi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam menghadapi
hambatan tersebut, pendidik mencari solusi agar proses pembelajaran masih dapat
berjalan dengan baik. Berdasarkan masalah diatas maka kerangka pemikiran yang
diajukan peneliti adalah sebagai berikut:
25
Implementasi KTSP
Pembelajaran
sosiologi
Murid
Guru
Variasi belajar Gagne
Proses Pembelajaran
Hambatan
Solusi
Gambar 2.1
Kerangka berfikir
26
Download