I<OMPOSISI KIMIA DAN VITAMIN A, B1,B2, B3 DAGING IKAN GURAMI (Ospltrorzernusgoumrfzy) PADA BERBAGAI UKURAN TAUFIQURRAHMAN C34104048 PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAICULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 TAUFIQURRAHMAN. C34104048. Komposisi Kimia dan Vitamin A, B I , B2, B3 Daging Ikan Gurami (Ospheronernus gouramy) pada Berbagai Ukuran. Dibimbing oleh NURJANAH dan TAT1 NLTRHAYATI Ikan gurarni sangat penting untuk dikonsumsi sebagai sumber utama komponen nutrisi karena selain mengandung protein yang memiliki komposisi asam amino yang lengkap, juga diketahui mengandung vitamin larut air dan larut lemak. Vitamin adalah komponen esensial pada koenzim serta merupakan komponen tambahan makanan yang berperan sangat penting dalam gizi manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai proksimat dan kadar vitamin A, B,, B2, B3 daging ikan gurami pada berbagai ukuran. Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu penelitian tahap 1 dan penelitian tahap 2. Penelitian tahap 1 dilakukan untuk mengetahui asal sampel, jenis pakan, ukuran, serta rendemen ikan gurami dengan berbagai ukuran, yakni ukuran berat 350 g dan panjang 28 cm (kecil); bent 650 g dan panjang 33 cm (sedang); berat 1000 g dan panjang 37 cm (besar). Penelitian tahap 2 dilakukan untuk mengetahui pengaruh ukuran terhadap komposisi kimia dan vitamin A, Bi, Bz, B3 ikan gurami. lkan gurami yang dipanen dengan berat 350 g dan panjang 28 cm (kecil) memiliki umur panen sekitar 7 bulan-l tahun. Nilai rendemen, yaitu 45 % daging; 6 % jeroan; 2 % insang; 5 % sirip ; 4 % sisik; dan 38 % tulang. Nilai proksimat, yaitu kadar air 75,48 %, abu 1,03 %; protein 18,71 %; lemak 2,79 %. Kadar vitamin, yaitu vitamin A 589,665 IU1100g; vitamin BI 0,0786 mgI100g; vitamin BZ0,074 mg/100g; vitamin B31,13 mg/100g. Ikan gurami yang dipanen dengan berat 650 g dan panjang 33 cm (sedang) memiliki umur panen sekitar 1,s-2 tahun. Nilai rendemen, yaitu 49 % daging; 8 % jeroan; 2 % insang; 3 % sirip; 4 % sisik; dan 34 % tulang. Nilai proksimat, yaitu kadar air 74,62 %; abu 0,95 %; protein 18,93 %, lemak 2,43 %. Kadar vitamin, yaitu vitamin A 749,715 IUI100g; vitamin Bl 0,0792 mg/100g; vitamin B2 0,083 mg/IOOg; vitamin B3 1,22 mg/lOOg. Ikan gurami yang dipanen dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm (besar) memiliki umur panen sekitar 2,s-3 tahun. Nilai rendemen, yaitu 52 % daging, 8 % jeroan, 1 % insang, 5 % sirip, 4 % sisik, dan 30 % tulang. Nilai proksirnat, yaitu kadar air 72,96 %; abu 0,95 %, protein 20,67 %, lemak 2,20 %. Kadar vitamin, yaitu vitamin A 938,14 IU1100g; vitamin BI 0,0875 mg/100g; vitamin B2 0,094 mg1100g; vitamin B3 1,39 mgI100g. Tingginya kadar vitamin A, BI, B2, dan B3 pada ikan gurami yang dipanen dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm (besar) diduga karena ikan gurami besar lebih banyak mendapatkan asupan makanan dari pada ikan gurarni yang dipanen dengan berat 650 g dan panjang 33 cm (sedang) dan ikan gurami yang dipanen dengan berat 350 g dan panjang 28 cm (kecil). KOMPOSISI IUMIA DAN VITAMIN A, B1,Bz, B3 DAGING IICAN GURAMI (Osplzrottetnusgoumt1zy) PAD A BERB AGAI UKURAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Faltultas Periltanan dau Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor TAUFIQURRAHMAN C34104048 PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIICANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 : I<OMPOSISI KIMIA DAN VITAMIN A, B1, B2, Jodul Sltripsi B3 DAGING IICiN GURAMI (Osplrrorzernnsgorrrartrjl) PADA BERBAGAI UKURAN Banla Wlahasis~va : TAUFIQURRAHMAN No111orpokok : C34104048 Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan Menyetujui, I<omisi Pe~llbi~llbil~g Pembimbing 11 Dr. Tati Nurl~a\v~ti, SPi, MSi NIP132149436 esikanali dan Ilniu Kelautali IP. 131 578 799 Tanggal lulus : f f 8 2233 PERNYATAAN MENGENAI SKRlPSI DAN SUMBER INFORMASE Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Komposisi Kimia dan Vitamin A, BE, Bz, Bj Daging Ikan Gurami (Ospkroiremrrsgouramy) pada Berbagai Ukuran adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dala~nteks dan dicanturnkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Deseinber 2008 Taufiqurrahman NRP C34104048 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut, pada tanggal 22 September 1986 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Abdurahman dan Elin Marliani. Pendidikan penulis diawali dengan hersekolah di TK Tunas Rimba 3 Bogor pada tahun 1991, kemudian dilanjutkan di SDN Bangka 3 Bogor (19921998). Pada tahun 1998-2001 penulis menempuh pendidikan lanjutan pertama di SLTP Negeri 4 Bogor, dan pada tahun 2001-2004 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 3 Bogor. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2004 dan memilih program studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama masa perkuliahan penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) sehagai anggota bidang kewirausahaan periode 2006-2007. Penulisjuga aktif menjadi asisten mata kuliah Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan (2007-2008). Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul Komposisi Kimia dan Vitamin A, BI, B2, B3 Daging Ikan Gurami (Osphroncmus gouramy) pada Berbagai Ukuran dibawah bimbingan Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Tati Nurhayati, SPi, MSi. KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yan telah melimpahkan Rahmat dan Kanmia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang setia mengikuti ajarannya sampai akhir zaman. Penelitian dengan judul Komposisi Kimia dan Vitamin A, B1, Bz, B3 Daging Ikan Gurami (Ospl~ronetnusgouraty) pada Berbagai Ukuran merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak-pihak yang telah membantu dan memberi dukungan selama penelitian ini, diantaranya : 1. fr. Nurjanah, MS dan Dr. Tati Nurhayati, SPi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh kesabaran. 2. Dr. rer. nat. Ir. Agoes M Jacoeb, Dipl, Biol dan Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji tamu yang telah banyak memberikan banyak rnasukan dan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 3. Dr. Ir. Sri Purwaningsih, MSc selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan selama masa studi penulis. 4. Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, motivasi baik moral maupun materil, dan doa yang tak terbatas. 5. Aki dan Nini di Subang yang telah memberikan motivasi dan doa yang tak terbatas. 6. Saudaraku teh Nova1 dan Adam atas dukungan, perhatian, dan doanya. 7. Dosen-dosen dan staf Departemen Teknologi Hasil Perikanan atas hantuan, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 8. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor atas fasilitasnya selama penulis melakukan penelitian. 9. Pak Danu dan Mas Yudi yang telah membantu dalam penelitian. 10. Ratih Ayu Annisa dan keluarga, terimakasih atas perhatian, dukungan, dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. 11. Teman dan sahabatku, Alif, Tomy, Gory, Later, Bobby, Ubeat, Wisnu, dan Dede Saputta. 12. Teman-teman THP 41 yang senantiasa memberikan doa dan dukungan, serta bantuannya, Rijan, Dila, Wahyu, Theta, Nujul, Ical, Haris, Racun, Maho, Yugha, Anang, An'im, Windika, Ari, Amel, Vika, Santi, Deboy, Nene dan semuanya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. 13. Teman-teman THP 39,40,42, dan 43 atas kebersamaan dan semangatnya. 14. Semua pihak yang telah membantu penulis selatna penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. 15. Semua pihak yang telah memhaca dan menggunakan karya ilmiah ini sebagai bahan acuan ataupun untuk kegunaan lainnya. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempuma. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Deselnber 2008 Taufiaurrahman C 34104048 DAFTAR IS1 Halainan DAFTAR TABEL...................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi 1. PENDAHULUAN................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Tujuan ........................................................................................... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2.1. Biologi lkan Guralni (Osphronemus goura~ny)............................ 3. .. 2.2. Kolnpos~siIkan ............................................................................. 2.3. Potensi Produksi Ikan Gurami ..................................................... 2.4. Vitamin ......................................................................................... 2.4.1. Vitamin larut lemak............................................................. 2.4.2. Vitamin larut air ................................................................. 2.5. High Performance Liquid Chronmlografi (HPLC) ....................... METODOLOGI .................................................................................. 3.1. Alat dan Bahan .............................................................................. .. 3.2. Metode Penel~t~an .......................................................................... 3.2.1. Rendemen ............................................................................ .. 3.2.2. Anal~slsproksimat ............................................................... ( I ) Analisis kadar air (AOAC 1995).................................... (2) Analisis kadar abu (AOAC 1995) .................................. (3) Analisis kadar lemak (AOAC 1995).............................. (4) Analisis kadar protein (AOAC 1995) ............................ . . . 3.2.3. Analisis vitamin ................................................................. (1) Analisis vitamin A (Slamet 1990).................................. (2) Analisis vitamin B1(Roche 1991) .................................. (3) Analisis vitamin Bl (Slamet 1990) ................................ (4) Analisis vitamin B3 (Roche 1991).................................. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... . . 4.1. Penelltian Tahap 1......................................................................... .. 4.2. Penelit~anTahap 2 ....................................................................... vii 4 4 6 8 8 10 13 18 21 21 21 22 22 22 22 23 23 24 25 26 28 29 30 30 33 ............................................ (1) Kadar air ....................................................................... (2) Kadar abu ..................................................................... (3) Kadar lemak.................................................................. (4) Kadar protein ............................................................... 4.2.1. Komposisi k i i a ikan gurami 4.2.2. Analisis vitamin larut lemak dan vitamin lamt air ikan gurami . .............................................................................. (1) Kadar vitamin A daging ikan gurami ........................... (2) Kadar vitamin Bi daging ikan gurami .......................... (3) Kadar vitamin Bz daging ikan gurami .......................... (4) Kadar vitamin B3 daging ikan gurami .......................... 5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 5.1. Kesimpulan ................................................................................... 5.2. Saran .............................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ DAFTAR TABEL Nomor I. Teh Halaman Penggolongan ikan berdasarkan kandungan lemak dan proteinnya .................................................................................... 7 2. .. Data produks~~ k a ngurami ........................................................... 3. Kandungan vitamin pada beberapa golongan makanan ............... 4. Umur panen, panjang, dan berat ikan gurami ............................... 30 5. Komposisi kimia ikan gurami (Osphronemus gouran~y)pada berbagai ukuran ........................................................................... 33 Kandungan vitamin larut lemak dan vitamin larut air beberapa ukuran ikan gurami ..................................................................... 36 6. 8 9 DAFTAR GAMBAR Nomor Teh . Gambar ikan gurami (Osphrone~nusgoura~~iy) ........................... ......................................... . . Rumus struktur vitamin B, atau tlamln ....................................... Rumus struktur vitamin Bz atau riboflavin .................................. Rumus struktur vitamin B3 atau niasin ........................................ Persentase rendemen ikan gurami ............................................... Histogram kandungan vitamin A daging ikan gurami .................. Histogram kandungan vitamin B. daging ikan gurami ................. Histogram kandungan vitamin B2 daging ikan guratni ................. Histogram kandungan vitamin B3 daging ikan gurami ................. Rumus struktur vitamin A atau retinol Halaman DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. Halaman Data hasil analisis vitamin A, BI, Bz, B3 daging ikan gurami berat 350 g dan panjang 28 cm ulangan ke-1 .............................. 49 Data hasil analisis vitamin A, B,, Bz, B3 daging ikan gurami berat 650 g dan panjang 33 c m ulangan ke-l ............................... 50 Data hasil analisis vitamin A, BI, Bz, B3 daging ikan gura~ni berat 1000 g dan panjang 37 cm ulangan ke-1 ............................. 51 Data hasil analisis vitamin A, BI, Bz, B3 daging ikan gurami ulangan ke-2 .................................................................................. 52 Data mentah panjang, berat, dan rendemen ikan gurami .............. 53 Rendemen ikan gurami ................................................................ 53 Rekapitulasi data proksimat ikan gurami pada berbagai ukuran ........................................................................................ 53 Komposisi vitamin A, B I , B2, B3 daging ikan gurami pada berbagai ukuran ........................................................................... 55 Peak kromatografi vitamin A daging ikan gurami ulangan ke-I .. 58 Peak kromatografi vitamin B1 daging ikan gurami ulangan ke- 1 ............................................................................................... 59 Peak kromatografi vitamin B2 daging ikan gurami ulangan ...................... ke- 1 ......................................................................... 60 Peak kromatografi vitamin B3 daging ikan gurami ulangan ke-1 ................................................................... ............................ 61 Pemenuhan angka kecukupan gizi vitamin daging iltan gurami .. 62 Kolam budidaya Cibeureum Petir, Bogor, Jawa barat ................. 63 High Perforrizance Liquid Cliromatograj (HPLC) ...................... 64 1.1. Latar Belakang Lndonesia merupakan negara yang memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Wilayah perairan Indonesia memiliki luas 5,8 juta km2 (Sutandinata dan Surya 1998). Perairan ini meliputi sungai, rawa, danau, telaga, sawah, tambak, dan laut. Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah lndonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif). Salah satu potensi perikanan yang berpeluang untuk dikembangkan, yaitu budidaya air tawar yang memiliki potensi produksi surnberdaya perikanan, yaitu sekitar 58 juta ton per tahun, dan baru diproduksi sebesar 1,6 juta ton (0,3 %) (Dahuri 2003). Produksi perikanan budidaya di Indonesia pada tahun 2006 mencapai 2.625.800 ton. Produksi perikanan budidaya didominasi oleh udang 327.260 ton, rumput laut 1.079.850 ton, ikan mas 285.250 ton, bandeng 269.530 ton, nila 227.000 ton, lele 94.160 ton, gurami 35,570 ton, dan kerapu 8.430 ton (lrianto dan Soesilo 2007). Ikan memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan tubuh dan sebagai sumber nutrisi bagi manusia, nalnun besamya konsumsi ikan di Indonesia masih berada dibawah batas yang ditetapkan oleh FAO, yaitu sebesar 26 kglkapitdtahun. Konsumsi ikan di Indonesia pada tahun 2002 dan 2003 secara berturut-turut sebesar 22 dan 24,47 kgkapita/tahun (DKP 2003). Berdasarkan "8 Sasaran Pembangunan Kelautan Perikanan 2006" konsumsi ikan di Indonesia diharapkan sebesar 30,65 kgkapitdtahun, dan berdasarkan "5 Kontribusi Sektor Kelautan dan Perikanan di tahun 2009" konsumsi ikan di Indonesia diharapkan dapat mencapai angka sebesar 32,29 kgkapitaltahun (DKP 2006). Pencapaian target konsumsi ikan sebesar itu memerlukan tindakan nyata dari berbagai pihak. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penelitian mengenai komposisi kimia, protein, asam lemak, vitamin dan mineral ikan yang terdapat pada daging dan organ ikan. Penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna mengenai kandungan gizi ikan, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Ikan air tawar merupakan salah satu altematif hasil perikanan budidaya untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Potensi produksi perikanan budidaya secara nasional diperkirakan sebesar 15,59 juta hektar (ha) yang terdiri dari potensi ikan air tawar sebesar 2,23 juta ha, air payau sebesar 1,22 juta ha, dan budidaya laut sebesar 12,14 juta ha. Pemanfaatannya hingga saat ini masingmasing baru 10,l % unhtk budidaya air tawar, 40 % pada budidaya air payau dan 0,01 % untuk budidaya laut, sehingga secara nasional produksi perikanan budidaya baru mencapai 1,48 juta ton (DKP 2006). Salah satu ikan air tawar yang saat ini diminati adalah ikan gurami (Osphronemus gourarizy). Ikan gurami memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena ikan gurami memiliki rasa daging yang enak. Ikan gurami termasuk ke dalam bahan pangan yang mempunyai kandungan gizi tinggi yang bermanfaat bagi manusia terutama untuk pertumbuhan maupun pembentukan energi (Jangkaru 1998). Salah satu kandungan gizi ikan gurami adalah vitamin. Vitamin merupakan mikronutrien organik esensial, karena vitamin yang dibutuhkan pada diet manusia hanya dalam jumlah miligram atau mikrogram perhari. Vitamin diperlukan hanya dalam jumlah sedikif karena vitamin bekerja sebagai katalisator yang memungkinkan tranformasi kimia makronutrien yang biasa disebut metabolisme (Lehninger 1990). Kurangnya informasi mengenai kandungan gizi ikan gurami menyebabkan sumberdaya yang tersedia belum dimanfaatkan secara optimal. Salah satu informasi penting yang belurn banyak diketahui adalah jenis dan jumlah vitamin yang dikandung oleh ikan gurami. Komposisi vitamin pada daging unggas dan ikan paling banyak mengandung vitamin A, Vitamin BI (Tiamin), Vitamin B2 (Riboflavin), dan Vitamin B) miasin) (Hein dan Hutchings 1974 diacu dalam Deman 1989). Maka ada baiknya untuk mengetahui kandungan vitamin tersebut dalam ikan gurami yang dibudidayakan di Indonesia. Kandungan vitamin dalam ikan gurami dapat diketahui menggunakan Chrorr~atografi(HPLC). High Performance Liquid 1.2. Tujuan Penelitian ini antara lain bertujuan untuk: - mengetahui asal ikan gurami, umur, jenis pakan, ukuran tubuh, serta rendemen ikan gurami; - inengetahui nilai proksimat dan kadar vitamin A, vitamin B1 (Tiamin), vitamin Bz (Riboflavin), dan vitamin B3 (Niasin) (Osphronentus gourany) pada berbagai ukuran. daging ikan gurami 2. TmJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan Gurami (Osplzronemrisgouramy) Ikan gurami termasuk kedalam golongan ikan labirinthicy yaitu ikan dengan alat pernapasan tambahan berupa labirin, berbentuk lembaran-lembaran yang menyerupai bunga mawar. Labirin terletak pada rongga insang dan berfungsi memudahkan ikan untuk mengambil oksigen langsung dari udara dan melindunginya dari kekurangan oksigen di perairan (Jangkaru 1998). Ikan gurami menurut Saanin (1984) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Labyrinthioi Sub ordo : Anabantoidae Famili : Anabantidae Genus : Osphronernus Spesies : Osphronemus gouramy. Contoh morfologi ikan gura~nidapat dilihat pada Gambar 1 . Gambar 1. Ikan gurami (Osphronemus goziramy) Bentuk ikan gurami kompres (pipih ke samping), mulut dapat disembulkan, dan jari pertama sirip perut melnanjang termodifikasi semacam cambuk yang berfungsi sebagai alat peraba. lkan gurami memiliki lebar tubuh hampir dua kali lebar kepala atau % kali panjang tubuh (Jangkaru 1998). Ikan gurami memiliki sebuah sirip punggung dengan 12-13 jari-jari keras dan 11-13 jari-jari lunak (D XII-XIII, 11-13), sepasang sirip dubur dengan 9-1 1 jari-jari keras dan 19-21 jari-jari lunak (A IX-XI, 19-21), sepasang sirip dada dengan 13-14 jari-jari lunak (P 13-14). Sepasang sirip perut dengan I jari-jari keras dan 5 jari-jari lunak (V 1,5) yang mengalami perubahan menjadi satu pasang benang panjang yang mengalami modifikasi sebagai alat peraba, serta 30-33 buah sisik garis rusuk (Sitanggang dan Sarwono 2007). Ikan gurami bersifat omnivora. Jenis makanan yang diberikan dibedakan berdasarkan stadia umur, untuk larva atau benih biasanya diberikan berbagai jenis fitoplankton dan zooplankton antara lain R o ~ ~ r aChlorella, , Infusoria, Arlemia,dan Daphnia. Setelah berumur dua bulan, gurami dapat makan jentikjentik nyamuk, cacing sutera, dan plankton, sedangkan ikan gurami dewasa biasanya diberikan daun tumbuhan yang lunak dan pakan buatan (Sitanggang dan Sarwono 2007). Ikan gura~nimenyukai perairan yang tenang dan dalam, lingkungan teduh, curah hujan cukup tinggi, bebas pencemaran dan banyak tumbuhan air. Suhu yang ideal untuk pertu~nbuhan ikan gurami adalah 24-28 O C dengan pH 7-8 dan kandungan oksigen terlarut 3,5 ppm. Air pada pemeliharaan ikan gurami tidak terlalu keruh dengan kecerahan 40 cm. Ikan ini hidup dengall baik di daerah tropis pada ketinggian antara 0-800 meter dari permukaan laut, yakni di perairan rawa, situ, waduk, danau, lebak, kolong, kolam dan lebung. Pada perairan bebas ikan gurami dapat berkembang biak sepanjang tahun, dau umulnnya dapat mulai me~nijahpada umur sekitar 4-5 tahun, yaitu ketika mencapai berat sekitar 1,5-2 kg (Jangkaru 1998). Selama masa pertumbuhan ikan gurami mengalami perubahan tingkah laku makan ifeeding habit) yang sangat signifikan. Larva bersifat karnivora (pemakan daging) sampai dengan ukuran dan umur tertentu, sedangkan jivenil muda bersifat omnivora (pemakan segala) dan setelah ukuran induk menjadi herbivora (pemakan daun). Pola perubahan tersebut terkait dengan pola perubahan enzimatik dalam saluran pencernaannya (Sitanggang dan Sanvono 2007). Jenis pakan ikan gurami terdiri dari pakan alami (organik) berupa daondaunan maupun pakan buatan (anorganik) berupa pelet. Pakan alami yang digunakan, antara lain daun sente (Alocasia macrorrlziza L Schoff), pepaya (Caricapapaya Linn), keladi (Colocasia esculenfa Schott), ketela pohon (Manillor ufililissitna Bohl), genjer (Linlnocharis flava L Bzlch ), Kirnpul (Xanfhosonra violaceunz Schoff), Kangkung (Iponzea reptans Poin), Ubi jalar (Qonzea batatas Lamk), ketimun (Cucumis sati~~zls L), labu (Curcubira moshata Duch en Poir), dadap (Elyfhrina sp) (Sitanggang dqn Sanvono 2007). Kolnposisi makanan yang ideal bagi pertumbuhan ikan adalah makanan yang berkadar protein 40 %. Kebutuhan pakan berupa pelet per hari adalah 3 % dari berat ikan. Jika pakan berupa daun-daunan kebutuhan pakan perhari sebanyak 5-10 % dari bcrat ikan. Penggunaan pakan secara kombinasi diberikan pelet sebanyak 1,s % per hari dari berat ikan dan hijauan sebanyak 5 % per hari dari berat ikan. Pemberian pakan secara teratur dalam jumlah yang tepat dapat menghasilkan perturnbuhan ikan gurami yang optimal. Konversi pakan untuk pemeliharaan dalam kolam adalan 1,5-2 %, artinya untuk menghasilkan 1 kg daging ikan memerlukan pakan sebanyak 1,s kg sarnpai dengan 2 kg. Untuk rnemberikan pakan yang tepat sesuai kebutuhan dilakukan sampling berat ikan (Sitanggang dan Sanvono 2007). 2.2. Komposisi Kimia Ikan Komposisi kimia daging ikan berbeda-beda tergantung dari spesies ikan, tingkat kematangan gonad, habitat, dan kebiasaan makan ikan tersebut. Komposisi kimia daging ikan umumnya terdiri dari 70-80 % kadar air, 15-25 % protein, 1-10 % kadar lemak; 0,l-1 % karbohidrat, dan 1-15 % mineral (Okada 1990). lkan dengan daging benvarna gelap atau merah umumnya memiliki kadar lemak yang lebih tinggi. Daging putih memiliki kandungan protein dan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging merah. Komposisi kimia yang paling dominan adalah kadar air. Kadar air dapat mempengaruhi kandungan lemak yang terdapat pada daging ikan tersebut. Makin tinggi kadar air pada ikan rnaka makin rendah kadar lemaknya (Suzuki 198 1). 2.3. Potensi Produksi Ikan Gurami Ikan gurami merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. lkan gurami merupakan salah satu ikan labirinth dan secam taksonomi termasuk famili Osphronemidae. Ikan gurami adalab salah satu komoditas yang banyak dikembangkan oleb para petani ha1 ini dikarenakan permintaan pasar cukup tinggi, pemeliharaan mudah serta harga yang relatif stabil. Potensi produksi ikan gurami di Indonesia cukup besar selama kurun waktu antara tabun 2000-2007. Produksi ikan gurami terbesar ada di Pulau Jawa, dengan proporsi produksi lebih dari 70 % dari produksi nasional. Untuk memenuhi kebutuhan ikan gurami di Jakarta dan Jawa Barat diperlukan sekitar 12 tonlminggu dan belum dapat dipenuhi seluruhnya (Bank Indonesia 2004). Produksi ikan gurami di Indonesia cenderung mengalami kenaikan dari tahun 2000 hingga 2007, walaupun mengalami penurunan jumlah produksi pada tahun 2002 (Ditjen Perikanan Budidaya 2007). Data produksi ikan gurami di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Data produksi ikan gurami di Indonesia I Tahun 2000 2006 I 1 Jumlah Produksi (ton) I 14.065 19.027 16.438 22.666 23.758 25.442 28.716 3 1.600 ;umber: Ditjen Perikanan Budidaya, DKP (2007) 2.4.Vitamin Vitamin adalah komponen tambahan makanan yang berperan sangat penting dalam gizi manusia. Banyak vitamin tidak stabil pada kondisi pemrosesan tertentu dan penyimpanan, karena itu kandungan vitamin dalam makanan yang diproses dapat sangat menurun. Vitamin biasanya dikelompokkan ke dalam dua golongan utama, yaitu vitamin yang tarut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak. Adanya vitamin dalam berbagai golongan makanan berkaitan dengan kelarutannya dalam air atau lemak (Deman 1989) Ikan merupakan sumber vitamin A dan vitamin B. Daging ikan mengandung vitamin C dalam jumlah sangat sedikit (Hadiwiyoto 1993). Kandungan vitamin dari golongan makanan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kandungan vitamin pada beberapa golongan makanan. Golongan makanan Daging unggas, ikan Telur Produk susu Lemak dan minyak Buah Kentang Sayur Kacang dan polong Tepung (produk serealia) Gula dan pemanis Sumber : Deman (1989) Vitamin A (%) 22,9 63 11.8 8.6 7.3 57 364 0.4 0 Vitamin B1 (Tiamin) (%) 29.4 2.5 9,9 0 4,3 6,7 8 55 33.6 Vitamin 82 (Riboflavin) (%) 24,6 5.9 43,l 0 2 13 5,6 13 14.2 Vitamin 83 (Niasin) (%) 46 0.1 1,7 0 2,5 7,6 68 7 22,7 Vitamin C (%) I,? 0 4,7 0 35 20.9 383 0 0 0,1 Beberapa vitamin berfungsi sebagai bagian dari koenzim, yang tanpa vitamin itu enzim tersebut tidak efektif sebagai biokatalis. Seringkali, koenzim seperti itu adalah bentuk vitamin yang difosforilasi dan berperan dalam metabolisme leinak, protein, dan karbohidrat. Beberapa vitamin terdapat dalam makanan sebagai provitamin atau senyawa yang bukan vitamin. Provitamin adatah senyawa yang tidak terinasuk vitamin tetapi dapat diubah menjadi vitamin. Seperti P-karoten bisa diubah menjadi vitamin A pada dinding usus, 7-dehidrokolesterol ultraviolet. Iradiasi dapat pada diubah menjadi tanaman vitamin dapat D3 mengubab oleh sinar ergosterol menjadi vitamin Dz.Asam amino triptofan bisa diubah inenjadi niasin (60 mg triptofan menghasilkan 1 mg niasin) (Nasoetion 1987). Kekurangan vitamin telah lama dikenal mengakibatkan penyakit defisiensi yang serius. Sekarang diketahui juga bahwa kelebiban dosis vitamin tertentu, terutama vitamin yang larut dalam leinak, dapat mengakibatkan keracunan yang serius. Karena alasan ini, penambahan vitamin ke dalam makanan harus dikendalikan secara hati-hati (Deman 1989). 2.4.1.Vitamin larut lemak Vitamin larut dalam lemak merupakan molekul hidrofobik, yang semuanya adalah turunan isoprena. Molekul-molekul ini tidak disintesis tubuh dalam jumlah yang memadai sehingga harus disuplai dari makanan. Asupan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak memerlukan absorpsi lemak yang normal agar vitamin tersebut dapat diangkut dalam darah, yaitu oleh lipoprotein atau protein pengikat yang spesifik. vitamin larut lemak terdiri dari vitamin A, Vitamin D, Vitamin E, dan vitamin K (Ottaway 1993). Fungsi biokimiawi khusus atau fungsi koenzim vitamin yang larut di dalam lemak tidak jelas sampai bertahun-tahun, tetapi telah banyak kemajuan yang dicapai dalam penelitian-penelitian. Satu sifat penting dari vitamin yang larut pada lemak adalah bahwa golongan ini dapat disimpan di dalam tubuh dalam jumlah besar, sehingga kekurangan totalnya di dalam diet mungkin tidak terlihat secara fisiologik selama berbulan-bulan (Lehninger 1990). Vitamin A (Retinal) Vitamin A pertama kali dikenal sebagai faktor nutrisi esensial oleh Elmer McCollum pada tahun 1915 dan kemudian diisolasi dari minyak hati ikan. Terdapat dua bentuk alamiah, yaitu vitamin Al atau retinal yang diperoleh dari hati ikan air laut dan vitamin A2 dari hati ikan air tawar. Vitamin A sendiri tidak terdapat di dalam tumbuhan tetapi banyak tanaman yang mengandung senyawa isoprenoid, dikenal sebagai karotenoid yang memperlihatkan bagaimana vitamin A dibentuk dalam penguraian 0-karoten Fehninger 1990). Vitamin A adalah komponen organik, biasanya tidak disintesis oleh jaringan tubuh. Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak (Card dan Nesheim 1972). Mineral Zn mempellgaruhi absorpsi dan penggunaan vitamin A dalam darah. Defisiensi Zn menurunkan pengeluaran vitamin A dari hati, sehingga vitamin A pun akan defisien (Baker et al. 2001). Dalam kondisi normal lebih dari 90 % vitamin A disimpan dalam hati ikan, kebanyakan dalam bentuk retinil palmitat. Hal ini menyebabkan hati ikan berpotensi sebagai sumber vitamin A (Sommer dan West 1996). Rumus struktur vitamin A menunjukkan sifat ketidakjenuhan vitamin A. Isomer, 13-cis, dikenal sebagai neo-vitamin A. Jumlah neo-vitamin A dalam sediaan vitamin A alam dapat sampai sekitar sepertiga dari keseluruhan. Jumlah ini jauh lebih kecil dalam vitamin A sintetik. Vitamin A tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak, minyak, dan pelarut lemak (Deman 1989). Struktur dari Vitamin A dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Rumus struktur vitamin A (Sumber: Bender 2003) Ada beberapa provitamin A, provitamin A ini termasuk pigmen karotenoid. Yang paling penting ialah B-karoten. Senyawa ini adalah B-apo-8'-karotenal dan ester asam P-apo-8'-karotenoat (Deman 1989). Vitamin A atau retinol dikenal juga sebagai vitamin AI. Bentuk lain yaitu vitamin A2 yang ditemukan dalam minyak hati ikan dan berupa 3-dehidroretinol. Vitamin A hanya terdapat dalam hewan dan tidak terdapat dalatn tumhuhan. Bentuk A1 terdapat dalam seinua hewan dan ikan. Bentuk A2 daiam ikan air tawar dan tidak dalam hewan darat. Nitai biologik bentuk Az hanya sekitar 40 % dari nilai biologi bentuk A,. Sumber provitamin A yang baik dalam produk sayuran terdapat pada wortel, ubi, tomat, dan brokoli. Dalam susu dan produk susu, kandungan vitamin A, dan karoten bergantung pada musim. Kandungan tertinggi dari vitamin A ditemukan dalain minyak hati ikan tertentu, seperti ikan gadzis ~norrlizia atau gadus macrocephaIus dan ikan tongkol (Opuntia tuna). Sumber-sumber lain yang penting, ialah hati mamalia, kuning telur, dan susu, serta produk susu (Deman 1989). Penyerapan karotenoid dan vitamin A dimulai setelah makhluk hidup mengkonsumsi pakan. Vitamin A yang sudah terbentuk dan karotenoid dilepaskan oleh kerja pepsin dalam lambung dan oleh berbagai enzitn proteolitik dalatn saluran usus bagian atas. Karotenoid dan turunan vitamin A mengumpul ke dalam globula-globula lipida yang kemudian terdispersi dalam usus bagian atas oleh asam-asatn empedu yang terkonjugasi. Ester-ester santofil dan vitamin A dalam emulsi lipida ini selanjuhya dihidroiisis oleh berbagai enzim esterase dalam cairan pankreas, menghasilkan karotenoid dan vitamin A yang bebas. Bersamaan dengan it& trigliserida, fosfolipida, dan ester-ester kolesterol juga dihidrolisis. Partikel-partikel teremulsi yang dihasilkan pertama-tama berdifusi ke dalam lapisan glikoprotein di sekitar mikrofili dari sel-sel epitel usus dan kemudian diserap. Berbagai faktor yang mempengaruhi efisiensi penyerapan vitamin A adalah terdapatnya lemak, protein, dan antioksidan dalam makanan serta terdapatnya cairan empedu dan ko~nponennormal dari enzim pankreas dalam lumen usus (Nasoetion 1987). Fungsi vitamin A dalam pertumbuhan dan pembedaan (dferensiasi) sedikit diketahui. Dua hipotesis utama adalah bahwa vitamin A ikut serta dalam sintesis glikoprotein khusus yang mengontrol pembedaan sel dan bahwa vitamin A yang terikat pada Prolein Pengikat Retinol Seluler (PPRS) secara langsung ikut serla dalam mengontrol ekspresi gen (Nasoetion 1987). Vitamin A pada makhluk hidup berhngsi penting untuk pemeliharaan sel kornea dan epitel dari penglihatan, membantu pertumbuhan dan reproduksi, dan berperan dalam pembentukan serta pengaturan hormon (Bender 2003). Kekurangan vitamin A menyebabkan berbagai tanda khas pada inanusia dan hewan percobaan, lanpa tanda-tanda yang bersifat umum. Kekurangan vitamin A termasuk kulit kering, rnata kering, membran mukosa yang mengering, pertu~nbuhan dan perkembangan yang terhambat, dan buta malam yang merupakan tanda-tanda yang biasa dipergunakan bagi diagnosis kekurangan vitamin A pada manusia (Lehninger 1990). Kadar vitamin A yang paling tinggi dimiliki oleh ikan yang berukuran besar, sedangkan ikan yang berukuran sedang dan kecil mengandung vitamin A yang hampir sama. Makin besar ukuran ikan, makin tinggi pula kadar vitamin A nya (Razak 1985). Jumlah harian vitamin A yang diperbolehkan bagi orang dewasa ditetapkan 1000 pg (3300 Sf) "setara retinol" untuk laki-laki dan 800 pg (2664 SI) untuk wanita (Nasoetion 1987). Vitamin A memiliki banyak peran yang berbeda dalam tubuh, termasuk penglihatan, meningkatkan pertumbuhan, jaringan, dan sintesis RNA (Butterfield et al. 2002). 2.4.2.Vitamin larut a i r Vitamin yang tennasuk dalam kelompok vitamin larut air, yaitu tiamin, riboflavin, niasin, vitamin Bg, vitamin BIZ, asam folat, asam pantotenat, biotin, dan vitamin C. Vitamin larut air terjadi secara alami di lebih dari satu proses aktif biologi. Vitamin larul dalam air, biasanya lebih labil dibandingkan dengan vitamin yang larut dalaln lemak. Kebanyakan dari kelompok vitamin ini, dengan pengecualian untuk vitamin Biz, mempunyai penyebaran yang luas baik itu pada makanan hewan dan juga pada makanan tumbuhan, walaupun julnlahnya sangat kecil (Ottaway 1993). Kebanyakan vitamin yang larut di dalam air berfungsi sebagai komponen berbagai koenzim atau gugus prostetik enzim yang penting dalam metabolisme sel (Lehninger 1990). Vitamin B1(Tiamiu) Tiamin adalah prekusor dari tiamin pirofosfat yang merupakan suatu koenzim esensial untuk dekarboksilasi asam a-keto dan untuk transketolase (Nasoetion 1987). Tiamin termasuk salah satu dari vitamin yang kurang kestabilannya. Berbagai operasi pemrosesan makanan dapat sangat mereduksi tiamin. Panas, oksigen, belerang dioksida, dan pH netral atau basa dapat mengakibatkan perusakan vitamin. Cahaya tidak berpengaruh terhadap kerusakan vitamin B,. Pada pH netral atau basa, vitamin rusak dengan pendidihan atau bahkan dengan penyimpanan pada suhu kamar. Bahkan sedikit kebasaan air yang dipakai untuk pemrosesan dapat mempunyai efek penling (Deman 1989). Tiamin beltindak sebagai koenzim dalam metabolisme karbohidrat dan terdapat dalam semua jaringan makhluk hidup. Vitamin ini bekerja dalam bentuk i tiamin difosfat pada dekarboksilase asam a-keto dan disebut kokarboksilase. Tiamin tersedia dalain bentuk klorida atau nitratnya (Deman 1989). Struktur dari tiamin dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Rumus struktur tiamin (Sumber: Bender 2003) Molekul tiamin mengandung dua atom nitrogen bersifat bas& satu pada gugus amino primer, sedangkan yang lainnya dalam gugus amonium kuaterner. Senyawa ini membentuk garam dengan asam anorganik dan asam organik. Vitamin ini mengandung gugus aikohol primer yang biasanya terdapat dalam vitamin alam dalam bentuk ester dengan asam orto-, di-, atau trifosfat. Larutan dalam air, senyawa dapat berada dalam bentuk yang berbeda, tergantung pada pH. Bentuk tiol dipilih dalam medium basa. Bentuk ini dapat bereaksi dengan senyawa yang mengandung gugus sulfihidril membentuk jelnbatan disulfida (Deman 1989). Usus halus mengabsorpsi tiamin melalui dua mekanisrne. Pada konsentrasi tinggi diabsorpsi melalui difusi pasif dan pada konsentrasi rendah melalui transpor aktif (proses aktif). Mekanisme transpor aktif belum seluruhnya terjelaskan. Tiamin mengalami fosforilasi pada esternya segera setalah masuk ke dalam sel-sel usus. Tidak adanya Na' atau hambatan ATPase pada saluran, menghambat pengambilan tiamin oleh usus. Penernuan ini memberikan dugaan bahwa masuknya tiamin ke dalam sel mukosa berkaitan dengan mekanisine pembawa perantara yang bergantung pada pasangan fosforilasi-defosforilasi atau pada beberapa mekanisme energetik-metabolik yang mungkin diaktifkan olen ion Na+ (Nasoetion 1987). Tiamin terdapat sedikit dalam makanan yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Sumber tiamin yang baik, ialah butir serealia utuh, daging organ hewan seperti hati, jantung dan ginjal, daging babi yang tidak berlemak, telur, kacang, dan kentang. Meskipun kandungan tiamin biasanya diukur dalam mg per 100 g makanan. Kebutuhan harian tiamin makhluk hidup berkaitan dengan kadar karbohidrat makanan (Deman 1989). Beberapa spesies ikan mengandung enzim yang dapat merusak tiamin. Belerang dioksida dapat merusak tiamin dengan cepat. Karena alasan ini, helerang dioksida tidak diizinkan sebagai penambah dalam lnakanan yang mengandung tiamin dalam jumlah yang cukup @eman 1989). Tiamin ditemukan terutama dalam biji-bijian dan bekatul, serta sejumlah kecil dalam daging dan kacang-kacangan. Sayuran hijau, ikan, buah-buahan, dan susu juga mengandung tiamin. Julnlah harian tiamin yang diperbolehkan bagi orang dewasa sebesar 1,2 mg per hari, sedangkan untuk wanita dewasa sebesar 1,0 mg per hari. Vitamin BI atau tiamin penting di dalam nutrisi kebanyakan vertebrata (hewan bertulang belakang) dan beberapa spesies mikroba. Kadar karbohidrat dalam makanan merupakan faktor yang menentukan bagi kebutuhan tiamin dari hewan. Hewan yang diberikan ~nakananyang kaya akan karbohidrat mempunyai kandungan tiamin yang iebih tinggi. Kekurangan tiamin pada hewan mempengaruhi sistem kardiovaskuler, otot, saraf, dan gastrointestinal. Gangguan jantung, kelemahan otot, neuropati perifer dan sentral, dan kurang berfungsinya gastrointestinal telah ditemui baik pada hewan dan manusia yang kandungan tiamin dalam makanannya sedikit (Nasoetion 1987). Kekurangan tiamin pada diet manusia menyebabkan penyakit beri-beri, yaitu suatu penyakit yang ditandai dengan tidak terkendalinya saraf, paralisis, dan kehilangan berat (Lehninger 1990). Vitamin B2 (Riboflavin) Vitamin B2 atau riboflavin yang pertama diisolasi dari susu, diidentifikasi dan disintesis pada tahun 1935. Warna kuningnya yang pekat disebabkan oleh sistetn cincin isoaloksasin yang kompleks (Lehninger 1990). Molekul vitamin B2 terdiri atas satuan d-ribitol yang terikat pada cincin isoaloksazina (Deman 1989). Struktur dari Riboflavin dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Rumus struktur riboflavin (Sumber: Bender 2003) Perubahan sekecil apapun dalaln molekul mengakibatkan hilangnya aktivitas vitamin. Vitamin ini lnerupakan komponen dari dua koenzim, flavin ~nononukleotida (FMN), dan flavin adenin dinukleotida (FAD). Flavin Mononukleotida adalah riboflavin-5'-fosfat dan merupakan bagian dari beberapa enzim ter~nasuksitokrom c reduktase. Flavoprotein bertindak sebagai pembawa elektron dan terlibat dalam oksidasi glukosa, asam lemak, asam amino, dan purin. Larutan riboflavin dalam air benvarna kuning dengan flouresensi hijau-kekuningan (Deman 1989). Riboflavin dan flavin mononukleotida diabsorpsi oleh makhluk hidup pada bagian atas saluran gastrointestinal dan lebih merupakan proses transpor khusus yang melibatkan lnekanisme fosforilasi-defosforilasi. Fosforilasi riboflavin makanan menjadi flavin mononukleotida berlangsung dalam mukosa usus, dan flavokinase mengkatalisis perubahan tersebut. Flavi" mononukleotida dan flavin adenin dinukleotida merupakan bentuk utama flavin yang terdapat secara alami dalam makanan yang untuk pertama kali harus dihidrolisis sebelum diabsorpsi (Nasoetion 1987). Riboflavin berfungsi sebagai koenzim. Riboflavin membantu enzim untuk menghasilkan energi dan nutrisi penting untuk tubuh makhluk hidup, serta berperan pada tahap akhir metabolisme energi nutrisi. Tingkat masukan protein makanan juga mempengaruhi status riboflavin. Sumber utama riboflavin adalah daging dan produk asal daging, serta susu dan produk asal susu. Sumber tambahan adalah berbagai macam sayuran, termasuk asparagus, brokoli, dan bayam. Riboflavin dalatn jumlah berarti dapat hilang akibat terkena cahaya dan selama petnasakan (Nasoetion 1987). Cahaya dan pH basa berpengaruh terhadap perubahan riboflavin menjadi lumivin, yaitu senyawa tak aktif dengan flouresensi hijau kekuningan. Pada kondisi asam, riboflavin diubah menjadi turunan tak aktif lain, lumikrom, dan ribitol (Deman 1989). Kecukupan riboflavin untuk pria berumur 10 sampai dengan 59 tahun berkisar dari 1,O mg sampai 1,5 mg per harinya, sedangkan untuk wanita berumur 10 sampai dengan 59 tahun berkisar dari 1,O mg sampai 1,2 mg per hari. Jumlah ini ditambah 0,2 mg selama kehamilan dan 0,3 mg selama menyusui (Departemen Kesehatan Indonesia 2003). Vitamin B3 miasin) lstilah niasin dipakai dalam arti umum baik untuk asam nikotinat maupun nikotinamida. Nik~iinamida bertindak sebagai komponen dari dua enzitn yang penting, yaitu Nikotinatnida Adenin Dinukleotida (NAD) dan Nikotinamida Adenin Dinukleotida Fosfat (NADP) dibutuhkan untuk beberapa aktivitas metabolisme; terutama metabolis~neglukosa, lemak, alkohol, glikolisis, sintesis lemak, dan pernapasan jaringan. Niasin juga dikenal sebagai faktor pencegah pelagra. Ti~nbulnyapelagra telah berkurang tetapi masih merupakan masalah serius di negara bagian Timur Dekai, Afrika, Eropa Tenggara, dan pada penduduk Atnerika Utam yang hidup dari makanan pokok jagung. Triptofan dapat diubah oleh tubuh menjadi niasin. Banyak diet yang menyebabkan pelagra karena rendahnya kandungan protein dan juga kandungan vitamin (Dernan 1989). Struktur dari niasin dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Rumus struktur Niasin (Sumber: Bender 2003) Niasin merupakan vitamin B yang paling stabil. Senyawa ini tidak terpengaruh oleh cahaya, panas, oksigen, asam, atau basa. Kehilangan utama yang diakibatkan oleh pemrosesan ialah pelarutan dalam air pemroses. Pemutihan sayur dapai menyebabkan kehilangan niasin sampai 30 %. Dalam banyak makanan, penggunaan panas, seperti pelnanggangan dan pe~nbakaran~neningkatkanjumlah niasin yang tersedia. Sumber ~nakananyang mengandung niasin, ialah liati, ginjal, daging tidak berlemak, ayam, ikan, gandum, barli, gandum hitam, polong hijau, ragi, kacang tanah, dan sayur dedaunan. Dalam jaringan bewan, bentuk niasin yang dominan adalah amida (Deman 1989). Asam nikotinat dan amida diabsorpsi melalui difusi. Melalui kerja teknik saluran gastrointestinal, niasin diserap sama baiknya pada lambung maupun bagian atas usus halus. Mekanisme bagaimana penyerapan nikotinamida adenin dinukleotida dalam makanan hewan tidak diketabui dengan jelas. Bukti menunjukkan bahwa asam nikotinat yang terabsorpsi, didauraktifkan melalui lintasan nikotinamida adenin dinukleotida menjadi nikotinamid dalam mukosa usus. Nikotinamida terabsorpsi diambil oleh jaringan dan digabung ke dalam koenzim-koenzimnya. Nikotinamida terutama dilepaskan dari katabolis~ne koemim-koenzim jaringan oleh nikotinamida adenin dinukleotida glikohidrolase. Nikotinamida yang terbentuk diangkut menuju saluran gastrointestinal, kemudian dihidrolisis menjadi asam nikotinat (Nasoetion 1987). Niasin memiliki keunikan diantara vitamin B lainnya, karena tubuh dapat membentuknya dari asam amino triptofan. Triptofan dapat memberikan tambahan nilai niasin dalam tubuh. Sekitar 60 mg triptofan makanan akan menghasilkan 1 mg niasin. Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan niasin dalam tubuh, yaitu status g u i protein, energi, piridoksin, dan riboflavin dalam makanan (Nasoetion 1987). Terjadinya defisiensi niasin apabila kandungan makanan kurang mengandung niasin dan hiptofan. Tetapi makanan dengan kandungan leusin yang tinggi dapat menimbulkan defisiensi niasin karena kadar leusin yang tinggi dalam diet dapat mengbambat kuinolinat fosforibositransferase, yaitu suatu enzim kunci dalam proses konversi triptofan menjadi NAD' Piridoksal fosfat yang merupakan bentuk aktif dari vitamin B6 terlibat sebagai kofaktor dalam sintesis NAD+ dari triptofan, sehingga defisiensi vitamin Bg dapat mendorong timbulnya defisiensi niasin (Rusdiana 2004). Kecukupan niasin untuk pria berumur 10 satnpai dengan 59 tahun berkisar dari 9 mg sampai 12 mg per harinya , sedangkan untuk wanita berumur 10 sampai dengan 59 tahun berkisar dari 8 mg sampai 10 mg per hari. Jumlah ini ditambah 0,l mg per hari selama kehamilan dan 3 mg per hari selama menyusui (Departemen Kesehatan Indonesia 2003). 2.5. High Performance Liquid Chromatografi (HPLC) High Perfor-mane Liquid Chromatogra~(HPLC) adalah kromatografi yang dikembangkan menggunakan cairan sebagai fase gerak baik cairan polar maupun non polar, dan bekerja pada tekanan tinggi (Adnan 1997). Dalam kromatografi partisi cair baik fase stasioner maupun fase tnobil berupa cairan. Pelamt yang digunakan harus tidak dapat bercampur. Pelarut yang lebih polar biasanya digunakan sebagai fase stasioner, oleh karena itu sistem ini dinamakan kromatografi fase normal (normal phase cl7romatography). Bila fase stasioner yang dipakai senyawa non polar, sedangkan fase mobilnya polar atau terbalik dengan sistem fase normal maka sistemnya disebut kromatografi fase terbalik (reverse phase chro~nalography).Komponen utama alat yang dipakai dalam HPLC antara lain (1) reservoir zat pelarut untuk fase mobil; (2) pompa; (3) injektor; (4) kolom; (5) detektor dan (6) rekorder (Adnan 1997). Komposisi (Robinson vitamin el al. 2001). dapat ditentukan menggunakan HPLC Penggunaan HPLC yang digabungkan dengan detektor flouri~netrikmemungkinkan sebagai metode khusus dan sensitif yang dapat dikembangkan untuk penentuan beberapa vitamin dalam bahan makanan, diantara banyak metode yang dianjurkan, vitamin merupakan yang paling sering diuji dalam bentuk bebas, meliputi hidrolisis dari bentuk fosforilase (Ndaw et al. 2000). Reservoir Pelarut Zat pelarut yang dipakai polaritasnya dapat bervariasi tergantung dari senyawa yang dianalisis. Yang harus diperhatikan adalah tempat pelarut tersebut harus memungkinkan untuk proses menghilangkan gas ahu udara yang ada dalam pelarut tersebut. Cara yang dipakai dapat bermacam-macam, misalnya dengan pemanasan, perlakuan vakum, atau dengan mengalirkan gas yang bersifat inert seperti helium (Adnan 1997). Menghilangkan gas atau udara dalam pelarut yang dipakai sebagai fase gerak penting, karena pada waktu dialirkan dengan pompa, aliran fase gerak dapat terbentuk gelembung gas, sehingga dapat menyebabkan aliran menjadi diskontinyu dan dapat mengganggu kromatogram yang dihasilkan (Adnan 1997). Pompa Pampa diperlukan untuk mengalirkan pelarut sebagai fase gerak dengan kecepatan dan tekanan yang tetap. Takanan yang diperlukan tergantung dari ukuran kolom dan viskositas dari pelarut. Pada kolom yang umum dipakai, yaitu berdiameter 5 mm dengan kecepatan aliran 1-2 mllmenit dan tekanan yang diperlukan mencapai 400 bar. Sisteln pampa pada HPLC telah diprogram untuk dapat rnelakukan elusi dengan satu atau dua lebih macam pelarut. Ada dua teknik etusi yang digunakan dalam HPLC, yaitu: (1) teknik isokratik, merupakan teknik ilusi dengan komposisi fase gerak yang tidak berubah selama analisis beriangsung sehingga polaritas fase geraknya tetap; (2) teknik elusi gradien, merupakan teknik pemisahan dengan komposisi fase gerak yang berubah secara periodik, umumnya digunakan untuk contoh yang mengandung komponen dengan polaritas berbeda-beda (Adnan 1997). Injektor Pada waktu sampel disuntikkan ke dalatn kolom, diharapkan agar aliran pelarut tidak mengganggu masuknya keseluruhan sampel ke dalam kolom. Sampel dapat langsung disuntikkan ke dalam kolorn atau digunakan katup injeksi, dimana sampel diinjeksikan ke dalam holding loop. Aliran pelarut dari pompa kemudian dialirkan melalui loop yang seterusnya akan mendesak sampel masuk ke ujung kolom (Adnan 1997). Kolom Kolom merupakan jantung atau inti dari keseluruhan peralatan kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan analisis tergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja, karena pemisahaan komponen analit terjadi pada kolom. Berdasarkan jenis fasc diam dan fase geraknya, kolom terbagi menjadi dua, yaitu fase nonnal dan fase terbalik. Fase normal jika fase diamnya lebih polar dari fase geraknya, sebaliknya fase tcrbalik jika fase geraknya lebih polar dari fase diamnya (Gritter et al. 1991) Detektor Cairan fase gerak yang keluar dari kolotn langsung dialirkan ke detektor untuk dideteksi komponen-komponennya. Pendeteksiaan ini berguna untuk menentukan komponen-komponen dalam sampel baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Bebrapa persyaratan detektor, yaitu memiliki sensitifitas yang tinggi, stabil, memiliki reprodusibilitas yang baik, dapat bekerja pada suhu kamar sampai 400 OC, dan tidak terpengaruh oleh perubahan suhu dan kecepatan pelarut pengembang, serta tidak tnerusak contoh (Gritter el al. 1991). 3. METODOLOGI 3.1. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tennometer, timbangan analitik, cawan porselen, oven, desikator (analisis kadar air); tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung kjeldahl, tabung sokhlet, pemanas (analisis kadar lemak); tabung Kjeldahl, destilator, buret (analisis kadar protein kasar); tanur dan desikator (analisis kadar abu). Analisis vitamin terdiri dari tahap ekstraksi, injeksi dan perekaman hasil analisis yang tercetak dalam kromatogram. Alat yang digunakan dalam analisis vitamin ini adalah refluks, kolom kromatografi, pipet mikro, penangas air, timbangan analitik, spektofotometer (analisis vitamin A); Ultrasonic waterbath, centr~fuge, tabung centrifuge kapasitas 50 ml (analisis vitamin B I atau tiamin); labu takar, mortar, autoclave, inkubator, kertas saring milipore (analisis vitamin B2 atau riboflavin); waterbath, ultrasonic, sentrifuse (analisis vitamin B; atau niasin), dan High Performance Liquicl Chror?zatografi (HPLC). Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging ikan gurami yang diperoleh dari budidaya air tawar di Cibereum petir, Bogor, Jawa Barat dengan kondisi segar. Bahan yang digunakan pada analisis proksimat adalah akuades, campulan selen, HzS04, NaOH, HCI, dan pelarut heksana. Analisis vitamin menggunakan bahan-bahan, seperti alumina, kloroform, etanol 95 %, aseton, triflouroasetat, asam asetat glasial, asam asetat 2 %, metanol, asam pentana sulfonat, garam Na, garam sodium asam heksana sulfonat, NaOl-I 1 %, akitades, alkohol, KOH, sodium askorbat, heksana, Na~S04 anhidrous, clara-diastase, natrium asetaf dan diamonium hidrogen fosfat. 3.2. Metode Penelitian Penelitian tahap I, yaitu dengan pengumpulan data awal berupa asal sampel ikan gurami (Osphronenzus gouran~y),pakan yang digunakan, umur ikan, ukuran ikan (panjang dan bobot ikan), dan pengukuran rendemen tubuh ikan (daging, insang, sirip, tulang, dan sisik). Penelitian tahap 2, yaitu ikan dalam keadaan segar lalu dilakukan analisis proksimat dan analisis vitamin A, vitamin BI (tiamin), vitamin Bz (riboflavin), dan vitamin B; (niasin). 3.2.1 Rendemen Metode yang digunakan untuk perhitungan rendemen ini berdasarkan SNI-19-1705-2000. Rendemen dihitung sebagai persentasi bobot bagian tubuh ikan dari bobot ikan awal. Adapun perumusan matematik adalah sebagai berikut: Rendemen (%) = Bobot contoh (g) x 100% Bobot total (g) 3.2.2. Analisis proksimat (AOAC 1995) Analisis proksimat yang dilakukan meliputi uji kadar air dan uji kadar abu menggunakan rnetode oven, uji kadar lemak menggunakan metode sokhlet dan uji kadar protein mengggunakan metode kjeldahl. (1). Analisis kadar air Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105 OC, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B), kemudian dioven pada suhu 100-105 OC selama 6 jam lalu didinginkan dalam desikator sela~na30 lnenit dan ditimbang (C). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan. Kadar air dihitung dengan rumus: B -C B-A % Kadar air = --~ 1 0 0 % Keterangan : A = Berat cawan kosong (g) B = Berat cawan dengan daging ikan (g) C = Berat cawan dengan daging ikan setelah dikeringkan (g). (2). Analisis kadar abu Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105 "C, kernudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B), kemudian dibakar diatas nyala pembakar sampai tidak berasap dan dilanjutkan dengan pengabuan didaiam tanur dengan suhu 550-600 O C sarnpai pengabuan sempuma (sesekali pintu tanur dibuka sedikit agar oksigen masuk). Sarnpel yang sudah diabukan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pembakaran dalam tanur diulangi sampai didapat bobot yang konstan. Kadar air dihitung dengan rumus: % Kadar abu = -A ~100% B-A Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong (g) B = Berat cawan abu porselen dengan daging ikan (g) C = Berat cawan abu porselen dengan daging ikan setelah dikeringkan (g). (3). Analisis kadar lemak Daging ikan gurami seberat 3 g (WI) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (Wz), dan disalnbungkan dengan tabung sokhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalan ruang ekstraktor tabung sokhlet dan disirarn dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi sokhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 OC dengan menggunakan pemanas listrik selama 16jam. Pelarut lelnak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertalnpung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 "C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sa~npaiberatnya konstan (W,). Perhitungan kadar lemak pada daging ikan gurami: % Kadar Lemak = W 3 - W2 x I00 % - WI Keterangan : WI = Berat ikan gurami (g) W2= Berat labu lemak tanpa le~nak(g) W3= Berat labu lemak dengan lemak (g) (4). Analisis kadar protein Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. (a) Tahap destruksi Daging ikan gurami ditimbang seberat 0,3 g untuk daging kering, sedangkan untuk daging hasah seberat 0,5 g, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml HlS04 Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 O C ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai lamtan menjadi bening. (b) Tahap destilasi Tahap destilasi terdiri dari 2 pengujian, yaitu persiapan dan sampel. Tahap persiapan dilakukan dengan membuka kran air kernudian dilakukan pengecekan alkali dan air dalam tanki, tabung dan erlenrneyer yang berisi akuades diletakkan pada tempatnya. Tombol power ditekan pada kjeltech system yang dilanjutkan dengan menekan tombol steanz dan tungku beberapa lama sa~npaiair di dalain tabung mendidih. Sieam dimatikan dan tabung kjeltech dan erlenlneyer dikeluarkan dari alat @eltechsyslen?.Tahap sampel dilakukan deugan meletakkan tabung yang berisi hasil didesbuksi ke dalam kjeliech system beserta erlenmeyer yang diberi asam borat. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalatn erlenmeyer yang berisi asam borat mencapai 200 ml. (c) Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan mengynakan HCI 0,l N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Perhitungan kadar protein pada daging ikan gurami: %Nitrogen = (ml HCI daging ikan - ml HCI blanko)~0,l N HCI x 14 x 100% mg daging ikan gurami % Kadar Protein = % nitrogen x faktor konversi 3.2.3 Analisis vitamin Analisis vitamin yang dilakukan rneliputi uji kadar vitamin A (retinal), vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin), dan vitamin B3 (niasin) dari daging ikan gurami menggunakan HPLC. Sampel analisis akan dibaca oleh detektor dan hasilnya akan terekam oleh rekorder berupa puncak atau peak kromatografi dalam suatu lembaran. (1) Analisis vitamin A (Retinol) (Slamet 1990) Analisis vitamin A yang digunakan memiliki prinsip, yaitu Vitamin A diekstmksi dengan heksana kemudian dipisahkan dengan kromatografi menggunakan alumina. Vitamin A yang telah terpisah direaksikan dengan triflouroasetat dalam kloroform dan wama biru yang terbentuk diukur serapannya secepat mungkin. (a) Pembuatan kurva standar vitamin A Sekitar 100 m g standar vitamin A setara retinol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 100 ml kloroform (larutan A). Larutan A dipipet sebanyak 10 ml kemudian diencerkan menjadi 100 ml dengan klorofonn (larutan B). Larutan B berisi 100.000 pg setara retinol per 100 ml. Dari lamtan B dipipet masing-masing triplo ke dalam tabung reaksi 5 ml. Masing-masing larutan diuapkan dengan gas nitrogen. Masing-masing tabung ditambahkan 10 p1 klorofonn untuk melarutkan vitamin A. Selanjutnya 2,5 ml triflouroasetat ditambahkan dalam kloroform (2:l). Kemudian serapan diukur pada panjang gelombang 620 nm dalam waktu 30 detik. (b) Penyabunan dan ekstraksi Daging ikan gurami 20-50 g yang sudah dibuat homogen ditimbang. Etanol 95 % ditambahkan tiga kali berat sampel dan kalium hidroksida 50 % setam berat sampel. Refluks selama 30 menit. Bila ada gumpalan-gumpalan, diaduk sampai rata. Air suling ditamhahkan sebanyak 2 kali herat sampel. Kemudian diekstrak dengan heksana 3 kali. Yang pertama volume heksana 2-3 kali sampel, yang kedua dan ketiga volume heksana setara dengan berat sampel. Ekstrak dipindahkan ke dalam corong pemisah dan dicuci bebempa kali dengan air suling (100 ml) sampai hasil cucian tidak membentuk wama dengan indikator fenolptalein. Ekstrak diuapkan dengan gas nitrogen sehingga volume tinggal sekitar 20 ml. (c) Kromatografi Ekstrak dituangkan sedikit demi sedikit ke kromatografi kolom yang sudah diisi alumina yang sebelumnya sudah dihasahi dengan 20 ml heksana. Kemudian tambahkan 20-30 ml aseton 4 % dalam heksana untuk mengeluarkan karoten. Sebanyak 30 ml aseton 15 % ditamhahkan dalam heksana untuk mengelusi vitamin A. Volume akhir eluat yang berisi vitamin A menjadi 50 ml ditetapkan. Serapan diukur pada panjang gelombang 450 nm untuk menetapkan karoten. Eluat yang berisi vitamin A dipipet sebanyak 5 ml, kemudian diuapkan. Selanjutnya ditambahkan 2,5 ml pereaksi trifluoroasetat dalam kloroform (2:l) kemudian serapan diukur dalam waktu 30 detik pada panjang gelombang 620 nm. Ekstrak yang berisi vitamin A dapat dianalisis menggunakan HPLC. Sistem yang dianjurkan adalah sebagai berikut: Fase gerak : metanol /air (95 / 5) Kolom : Bondapak Clg Kecepatan aliran : 1,9 ml/menit Pompa : 5 15 HPLC pump Injector : Cecil I100 series Program : Isokratik Detektor : UV visible Panjang gelombang : sekitar 328 mn Sensitivitas : 0,01 AUFS Suhu : kamar Rekorder : 1 cmlmenit Tekanan : 6000 psi Perhitungan jumlah vitamin A Kadar vitamin A =area samael x [standar vit A1 x &me akhir (ml) x fp Area standar bobot sampel (g) Keterangan : standar vitamin A = 16,65 IU/100 ml volume akhir = 25 fp (faktor pengenceran) =5 ml (2) Analisis vitamin B,(Tiamin) (Roche 1991) Analisis vitamin BI yang digunakan memiliki prinsip, yaitu ekstraksi vitamin BI dengan asam asetat. Sa~npel dan standar peinbanding yang tnengandung vitamin B1 disuntik ke kolom HPLC pada panjang gelombang yang telah ditentukan. (a) Pembuatan larutan standar vitamin B1 1000 ppm. Standar yang telah dipanaskan dalam oven pada suhu 105 "C selama 3 jam ditimbang sebanyak 100 g. Standar dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mi. Selanjutnya ditambahkan 60 ml asam asetat 2 %, kemudian ditambahkan 20 ml metanol dan diimpitkan dengan asam asetat 2 %. Larutan dapat disilnpan dalam kulkas selama 1 bulan. (b) Ekstraksi Daging ikan gurami digiling dan diayak dengan ayakan 40 mesh. Kemudian 0,5-2 g contoh ditimbang dan dimasukkan dalam 100 ml labu volumetrik. Asam asetat 2 % ditambahkan sebanyak 60 ml dalam labu volumetrik, kemudian dipanaskan selama 20 menit dalam waterbath dan di ziltrasonic selama 5 menit. Setelah dingin, kedalamnya ditambahkan 25 ml metanol kemudian larutan ditepatkan sampai volume 50 ml menggunakan asam asetat 2 %. Larutan disentrifuse dan supematan dipisahkan untuk disuntik ke HPLC. Sisteln yang dianjurkan adalah sebagai berikut: Kolom : p bondapak Cs 3,9 x 150 mm Pompa : 5 15 HPLC pump Injector : Cecil 1100 series Fase gerak : 1120 pH 2 Panjang gelombang : 215 nm Kecepatan alir : 0,2 mllmenit Detektor : UV visible Program : lsokratik Suhu : Kamar Tekanan : 6000 psi Perhitungan kadar vitamin BI Kadar Vitamin 81 = Area samoel x [standar vit BI] x volume akhir (ml) Area standar Bobot sampel (g) Keterangan : standar vitamin Bl volume akhir = 0,01 mgllOO ml = 30 ml (3) Analisis vitamin Bz (Riboflavin) (Slamet 1990) Analisis vitamin Bz yang digunakan memiliki prinsip, yaitu Riboflavin dibebaskan dari senyawa pengikatnya dengan hidrolisis asam sulfat. Dengan pengenceran tertentu misalnya dengan metanol dan air, riboflavin dianalisis secara langsung dengan HPLC menggunakan kolom RP atau yang sejenisnya. Lalu puncak kromatogram dihitung dan dibandingkan dengan hasil dari riboflavin standar yang mendapat perlakuan sama seperti sampel dari awal. Ekstraksi vitamin Bz diawali dengan sejumlah daging ikan gurami yang mengandung 3 sampai 25 pg riboflavin (sekitar 10 g) ditimbang, kemudian haluskan dalam mortar dengan sekitar 20 ml asam sulfat 0,2 N. Sampel dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 100 ml, kemudian dibilas mortar dan penumbuknya dengan asam sulfat 0,2 N sebanyak sekitar 20 ml, dan hasil bilasnya digabungkan dengan sampel. Sampel dipanaskan dengan autoklaf pada suhul20 "C selama 15 menit. Sampel didinginkan sampai mencapai suhu kamar, kemudian ditambahkan 6 sampai 7 mi larutan natrium asetat untuk mengatur pH sampai 4,s diinkubasi pada suhu 45 & 0,l. Ditambahkan sebanyak 5 ml klara-diastase dan O C dalam penangas air selama 60 salnpai 90 menit. Sampel didinginkan sampai mencapai suhu kamar, kemudian ditambahkan 4 ml asam sulfat 5,O N. Dengan air suling ditepatkan sampai 100 ml. Larutan disaring dan filtratnya dapat disimpan semalam dalam lemari es pada suhu 4 'C. Sistem yang dianjurkan adalah sebagai berikut: Kolom : Lichrosorb RP-18 5 p atau jenis C f *yang lain. Fase gerak : 1-120 pH 2 Kecepatan alir : 1,O mllmenit Panjang gelombang : 215 nm Detektor : UV visible Pampa : 5 15 HPLC pump Injector : Cecil 1100 series Program : Isokratik Suhu : Kamar Tekanan : 6000 psi Perhitungan kadar vitamin B2 Kadar Vitamin B2 =Area sampel x [standar vit Bz] x volume akhir (ml) Area standar Bobot sampel (g) Keterangan : standar vitamin B2 volume akhir = 0,01 mg1100 ml = 30 ml (4) Analisis vitamin B3 (Niasin) (Roche 1991) Analisis vitamin niasin yang digunakan memiliki prinsip, yaitu ekstraksi vitamin niasin dengan asam asetat. Sampel dan standar pembanding yang mengandung vitamin niasin disuntik ke kolom HPLC pada panjang gelombang yang telah ditentukan. Ekstraksi vitamin B3 diawali dengan penimbangan daging ikan gurami sebanyak 2-5 g. Ditambahkan asam asetat 2 % sebanyak 60 ml, dipanaskan dengan waterbath selama h 20 menit. Hoinogenisasi selama 5 menit dengan ultrasonic dan didiamkan pada suhu ruang sampai dingin. Penambahan 25 ml metanol dan ditepatkan sampai volume 50 ml dengan asam asetat 2 %. Sampel disentrifuse pada 4000 rpm selama 30 menit. Supematan dipisahkan untuk disuntik ke I-IPLC, dengan kondisi HPLC sebagai berikut: K o ~ o ~ :CIS Fase gerak : Hz0 pH 2 Panjang gelombang : 280 nm Kecepatan alir : 0,5 mumenit Detektor :UV visible Pampa : 5 15 HPLC pump Injector : Cecil 1100 series Program : Isokratik Suhu :Kamar Tekanan : 6OOOpsi Perhitungan kadar niasin Kadar Vitamin B, = Area sampel x [standar niasin] x volume akhir (ml) Area standar Bobot sampel (g) Keterangan : standar niasin =2 mg1100 ml; volume akhir = 50 m 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Tahap 1 Penelitian tahap 1 dilakukan untuk mengetahui asal sampel, ulnur panen, jenis pakan, ukuran tubuh, serla rendemen ikan gurami (Ospheronenzus gouranzy) pada berbagai ukuran. Ikan gurami dalam penelitian ini diperoleh dari kolam ikan budidaya di desa Cibereum Petir, Bogor. Budidaya ikan gurami yang dilakukan di kolam tersebut adalah usaha pembesamn. Pakan yang digunakan, yaitu berupa pelet dan pakan alami seperti daun talas. Ukuran ikan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu ikan gurami yang dipanen dengan berat 350 g dan panjang 28 cm (kecil), ikan gurami yang dipanen dengan berat 650 g dan panjang 33 cm (sedang), dan ikan gurami yang dipanen dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm (besar). Ukuran tersebut dipilih pada penelitian ini karena memiliki ukuran konsumsi yang biasanya disukai oleh konsumen. Karakteristik ikan gurami yang meliputi umur panen, panjang, dan berat dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Umur panen, panjang, dan berat ikan gurami (Ospheroneri~trsgourany) Ikan Umur panen Panjang (cm) Berat (g) Kecil 7 bulan-1 tahun 27-29 300-400 Sedang 1,5-2 tahun 32-34 600-700 Besar 2,5-3 tahun 36-38 900-1 100 Tabel 4 menunjukkan bahwa panjang dan herat ikan gurami meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran. Ikan gurami ban! mencapai berat 1000 g dan panjang 37 cm setelah berumur 2,5-3 tahun. Pertumbuhan ikan gurami tergolong sangat lambat. Pertumbuhan ikan gurami baru dapat mencapai ukuran konsumsi 500 gramlekor setelah memerlukan waktu pemeliharaan lebih dari satu tahun (Sitanggang dan Sanvono 2007). Rendemen ikan berupa daging, sirip, jeroan, tulang, insang dan sisik dapat dilihat pada Gambar 6, 7, dan 8. C] Jeroan insang 6% 2% sirip daging 45% 38% imang daging -, 49% sirip 8% 2% ( /'oskik ,- 3% . 34% - m insang o Jeroan I o daging 52% 1% D sirip iJ '/ 5"0 sisik 30% Gambar 6. Persentase rendemen ikan gurami: (A) kecil dengan berat 350 g, panjang 28 cm; (B) sedang dengan berat 650 g, panjang 33 cm; (C) besar dengan berat 1000 g, panjang 37 cm Ga~nbar 6 menunjukkan rendemen daging tertinggi dimiliki oleh ikan gurami berat 1000 g dan panjang 37 cm, yaitu sekitar 52 % dan ikan gurami berat 350 g dan panjang 28 cm memiliki nilai terendah yaitu sekitar 45 %. Ikan gurami berat 1000 g dan panjang 37 cm memiliki nilai rendemen tulang terendah, yaitu sekitar 30 %, sedangkan ikan gurami berat 350 g dan panjang 28 cm memiliki nilai rendemen tulang tertinggi sekitar 38 %. Ikan gurami berat 1000 g dan panjang 37 cm memiliki nilai rendemen daging tertinggi karena ikan gurami tersebut penggunaan nutrisi pakan untuk pemeliharaan fungsi fisiologi dan akumulasi daging (Effendie 1978). Ikan gurami berat 1000 g dan panjang 37 cm dengan rendemen daging tertinggi memiliki rendemen tulang terendah, sedangkan ikan gurami berat 350 g dan panjang 28 cm dengan rendemen daging terendah memiliki rendemen tulang tertinggi. Hal ini diduga karena ikan gurami berat 350 g dan panjang 28 cm masih dalam masa pertumbuhan dan pembentukan tulang. Rendemen bagian tubuh ikan gurami, yaitu jeroan, insang, sirip, dan sisik memiliki nilai yang hampir seragam, artinya tidak memiliki perbedaan yang cukup besar diantam ketiga ukunn ikan tersebut. Persentase rendemen bagian tubuh ikan dari ketiga ukuran, yaitu untuk jeroan berkisar antara 6-8 %, insang 1-2 %, sirip 3-5 %, dan sisik 4 %. Rendeman ikan dipengaruhi oleh pola pertumbuhan ikan tersebut. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah jenis kelalnin, umur, faktor genetik, dan ketersediaan lnakanan (Effendi 1997 dan Kayama 1999 diacu dalam Nurjanah et al. 2007). Bagian yang belum dimanfaatkan diantaranya adalah tulang, jeroan, insang, sirip dan sisik yang dimiliki oleh ikan gurarni memiliki nilai yang cukup besar, yaitu berkisar antara 48-55 %. Bagian ini seringkali dibuang dan dirasakan kunng manfaatnya, namun industri perikanan saat ini telah mengembangkan prinsip zero ~vaste,yaitu memanfaatkan limbah sehingga tidak ada bagian yang dibuang, bahkan dapat memiliki nilai tambah. Tulang dan sirip lnerupakan sumber mineral yang memiliki potensi komersial bila dimanfaatkan, tulang sudah banyak diproduksi menjadi tepung tulang ikan yang kaya akan mineral. Jeroan ikan dapat dijadikan pakan ternak. Sisik ikan gurami yang cukup besar dapat dimanfaatkan menjadi gelatin dan asesoris. 4.2. Penelitian Tahap 2 Penelitian tahap 2 dilakukan untuk mengetahui nilai proksimat dan kadar vitamin A (retinot), vitamin B I (tiamin), vitamin BZ(riboflavin), dan vitamin B3 (niasin) daging ikan gurami pada berbagai ukuran. 4.2.1. Komposisi kimia daging ikan gurami Ikan memiliki komposisi kimia yang bervariasi tiap jenis ikan, antar individu dalam spesies, dan antar bagian tubuh dalam satu individu ikan. Variasi ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu umur, laju metabolisme, pergerakan ikan, makanan, serta fase memijah. Komposisi kimia daging juga dapat berbeda-beda tergantung dari umur, habitat, pakan, dan kebiasaan makan. Komposisi kimia daging ikan urnumnya terdiri dari 70-85 % kadar air, 15-25 % protein, 1-10 % lemak, 0,l-1 % karbohidrat, dan 1-15 % mineral (Okada 1990). Komposisi kimia daging ikan gurami pada berbagai ukuran dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi kimia daging ikan gurami pada berbagai ukuran. I - - - Ran gurami I Ikan gurami I Ikan gurami I kecil sedang besar Kadar air 75,48 0,28 74,62 0,08 72,96 0,05 1,03 0,08 Kadar abu 0,95 0,05 0,90 0,Ol Kadar protein 18,71 0,13 18,93 0,Ol 20,67 0,28 2,21 0,04 2,43 0,08 Kadar lemak 2,79 it 0,42 Keterangan : Kecil = berat 350 n dan paniann 28 cm Sedang = berat 650 dan panjang 33 cm Besar = berat 1000 g dan panjang 37 cm * * * * * p p p * * * * g (1) Kadar air Komposisi kimia yang paling banyak terdapat pada makhluk hidup adalah kadar air. Air rnempakan komponen utama penyusun tubuh ikan. Kandungan air pada tubuh ikan terbagi menjadi dua bentuk, yaitu air bebas dan air terikat. Air bebas dapat melarutkan berbagai vitamin, garam mineral, dan senyawa nitrogen tertentu. Air terikat terbagi menjadi beberapa macam, yaitu terikat secara kimiawi, terikat secara fisikokimia, dan terikat oleh daya kapiler. Tabel 5 memperlihatkan bahwa kadar air ikan gurami pada berbagai ukuran (berat dan panjang) berkisar antara 72,96-75,48 %. Kadar air tertinggi dimiliki oleh ikan guranli kecil dengan berat 350 g dan panjang 28 cm, yaitu 75,48 % dan terendah dimiliki oleh ikan gurami besar dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm, yaitu 72,96 %. Tingginya kadar air pada ikan gurami kecil diduga karena pada ikan gurami yang berumur lebih muda membutuhkan jumlah air yang lebih banyak untuk menunjang pertumbuhan dan fungsi fisiologisnya (Effendie 1978). Kadar air dapat mempengaruhi kandungan lemak yang terdapat pada daging ikan tersebut. Makin tinggi kadar air pada ikan maka makin rendah kadar lemaknya (Suzuki 1981). (2) Kadar abu Makanan mengandung sekitar 96 % terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur m i n e d yang juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Abu atau mineral dan unsur laimya dapat dikelompokkan berdasarkan fungsi utamanya di dala~ntubuh ikan, yaitu fungsi struktural, fungsi pernapasan, dan metabolisme (fungsi pada sel tubuh) (Lagler et al. 1962). Tabel 5 memperlihatkan bahwa kadar abu yang terdapat pada ikan gurami berkisar antara 0,95-1,03 %. Kadar abu tertinggi dimiliki oleh ikan gurami kecil dengan berat 350 g dan panjang 28 cm, yaitu 1,03 % dan terendah dimiliki oleh ikan gurami besar dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm, yaitu 0,90 %. Tingginya kadar abu pada ikan gurami kecil disebabkan karena ikan tersebut memiliki rendemen tulang yang lebih besar. Ikan yang berukuran lebih kecil memiliki kandungan abu lebih tinggi daripada ikan yang berukuran lebih besar (Tan 1971). Kadar abu memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan. Komponen mineral suatu bahan sangat bervarisai, baik macam maupun jumlahnya. Kandungan abu dan komponennya tergantung pada jenis bahan dan proses pengabuannya (Sudarmadji dan Suhardi 1989). (3) Kadar lemak Kandungan lemak merupakan komponen yang paling berfluktuasi diantara komponen kimia lainnya pada produk perikanan. Ikan dewasa mengandung lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan muda. Kandungan lemak ikan pada masa matang gonad akan lebih tinggi dibandingkan dengan setalah me~nijah (Suwandi 1990). Ran dikelo~npokkanke dalam beberapa golongan berdasarkan kadar lemak, yaitu ikan berlemak tinggi dengan kadar lemak lebih dari 15 %, ikan berlemak sedang, yaitu ikan yang memiliki kadar lemak 5-15 % dan ikan berlemak rendah, yaitu ikan yang memiliki kadar lemak kurang dari 5 % (Okada 1990). Tabel 5 memperlihatkan bahwa kadar lemak yang terdapat pada ikan gurami berkisar antara 2,21-2,79 %. Kadar lemak tertinggi dimiliki oleh ikan gurami besar dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm, yaitu 2,79 % dan terendah dimiliki oleh ikan gurami kecil dengan berat 350 g dan panjang 28 cm, yaitu 2,21 %. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ikan gurami termasuk ke dalam golongan ikan lemak rendah. Ikan dapat dikelompokkan dalam 4 golongan berdasarkan kadar lemak dan proteinnya (Tabel 1). Ikan digolongkan menjadi ikan dengan lemak rendah apabila memiliki kadar lemak < 5 % (Stansby 1963). Tingginya kandungan lemak pada ikan yang lebih besar disebabkan karena pada ikan berukuran kecil pemafaatan pakan yang digunakan untuk energi jauh lebih besar daripada jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh (Suprayudi et al. 1994). (4) Kadar protein Protein ikan banyak mengandung asam amino esensial. Kandungan asain amino dalam daging be~ariasitergantung dari jenis ikan. Ikan pada umumnya kaya akan lisin tetapi mengandung sedikit tryptophan (Hadiwiyoto 1993). Tingkat kestabilan protein ikan lebih kecil dari pada protein inamalia (Fennema 1976). Tabel 5 memperlihatkan bahwa kadar protein yang terdapat pada ikan gurami berkisar antara 18,71-20,67 %. Kadar protein tertinggi dimiliki oleh ikan gurami besar dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm, yaitu 20,67 % dan terendah dimiliki oleh ikan gurami kecil dengan berat 350 g dan panjang 28 cm, yaitu 18,71 %. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ikan gurami termasuk ke dalam golongan ikau protein tinggi. lkan digolongkan menjadi ikan dengan protein tinggi apabila memiliki kadar protein >I5 % (Stansby 1963). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ikan gurami tennasuk kedalain golongan ikan berlemak rendah dan memiliki protein tinggi. Hal tersebut sesuai dengan Stansby 1963 yang menyebutkan bahwa ikan dikelompokkan dalam 4 golongan berdasarkan kadar lemak dan proteinnya (Tabel 1). 4.2.2. Analisis vitamin larut lemak dan vitamin Iarut air ikan gurami Vitamin adalah komponen tambahan makanan yang berperan sangat penting dalam gizi manusia. Banyak vitamin tidak stabil pada kondisi pemroscsan tertentu dan penyimpanan, karena itu kandungan vitamin dalam makanan yang diproses dapat sangat menurun. Vitamin biasanya dikelompokkan ke dalam dua golongan utama, yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak (Deman 1989). Analisis vitamin larut lemak dan vitamin l m t air dilakukan untuk menentukan komposisi vitamin lamt lemak dan vitamin larut air pada ikan gurami dengan perbedaan ukuran. Hasil analisis vitamin larut lemak dan vitamin larut air ikan gurami pada beberapa ukuran dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan vitamin larut lemak dan vitamin lamt air beberapa ukuran ikan gurami Vitamin Larut Lemak (IUMWg) I Vitamin Larut Air (mg1100g) Vitamin B2 Vitamin BJ (Riboflavin) (Niasin) Vitamin A (retinal) Vitamin BI (tiamin) Kecil 590 f l 2 9 A 0,078 f 0.012 0,074 f 0.02 1.1 f 0.04 Sedang 750 f 48.6 0,079 + 0.012 0.083 f 0,02 1.2 f 0.05 Besar 938 f 45 0.090 f 0.004 0.094 f 0.03 1.4 f 0.27 NO. Ukuran 1 2 3 = berat 350 g dan panjang 28 cnl Keterangan : Kecil Sedang = berat 650 g dan panjang 33 cm Besar = berat 1000 g dan panjang 37 cm (1) Kadar vitamin A (Retinal) daging ikan gurami Vitamin A adalah komponen organik, biasanya tidak disintesis oleh jaringan tubuh dalam jumlah yang sedikit pada ransum. Vitamin A mempakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak (Card dan Nesheim 1972). Mineral Zn mempengaruhi absorpsi dan penggunaan vitamin A dalam darah. Defisiensi Zn menurunkan pengeluaran vitamin A dari hati, sehingga vitamin A pun akan mengalami defisiensi (Baker et al. 2001). Dalain kondisi normal, lebib dari 90 % vitamin A disimpan dalam hati, kebanyakan dalam hentuk retinil palmitat, ha1 ini rnenyehabkan ikan dan hati ternak berpotensi sebagai sumber vitamin A (Sommer dan West 1996). Analisis vitamin A dilakukan untuk menentukan kadar vitamin A daging ikan gurami dengan perbedaan ukuran (berat dan panjang). Perbandingan hasil analisis vitamin A daging ikan gurami pada beberapa ukuran dapat dilihat pada Gambar 7. , 1200 5 roo0 -2- BOO 0 z a c 600 5 400 Es L 200 0 Ukuran ikan gurami kecil : berat 350 g, panjang 28 cm sedang :berat 650 g, panjang 33 cm besar : berat 1000 g, panjang 37 cm Gambar 7. Histogram kandungan vitamin A daging ikan gurami dengan beberapa ukuran; n=2 Gambar 7 memperlihatkan kandungan vitamin A daging ikan gurami pada tiga ukuran yang berbeda. Kadar vitamin A tertinggi dimiliki oleh daging ikan gurami besar dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm, yaitu sebesar 938 IUIlOOg, dan kadar vitamin A terendah dimiliki oleh daging ikan gurami kecil dengan berat 350 g dan panjang 28 cm, yaitu sebesar 590 IU1100g. Tingginya kadar vitamin A daging ikan gurami besar dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm diduga karena ikan gurami besar mendapatkan asupan makanan yang lebih banyak dari pada ikan gurami sedang dan ikan gurami kecil. Selama masa pertumbuhan, ikan gurami mengalami perubahan tingkah laku makan (jeeding habit) yang sangat signifikan. Larva bersifat karnivora (pemakan daging) sampai dengan ukuran dan umur tertentu, sedangkan juvenil muda bersifat omnivora (pemakan segala) dan setelah ukuran induk menjadi herbivora (pemakan daun). Pola perubahan tersebut terkait dengan pola perubahan enzimatik dalam saluran pencernaannya Kebutuhan pakan berupa pelet per hari adalah 3 % dari berat ikan. Namun jika pakan berupa daun-daunan kebutuhan pakan perhari sebanyak 5-10 % dari berat ikan. Pemberian pakan secara teratur dalam jumlah yang tepat dapat menghasilkan perh~mbuhan ikan gurami yang optimal (Sitanggang dan Sarwono 2007). Kandungan retinol, P-karoten, dan karotenoid bersama-sama tercakup dalam menyatakan nilai vitamin A makanan. Kesetaraan vitamin A sama dengan 1 pg retinol, setara 6 pg P-karoten, dan setara dengan 12 pg karotenoid. Dalam satuan intemasional, bahwa 1 kesetaraan retinol sama dengan 3,3 S.1 retinol atau 10 S.1 P-karoten (Deman 1989). Berbagai faktor yang mempengaruhi efisiensi penyerapan vitamin A adalah terdapatnya lemak, protein, dan antioksidan dalam makanan (Nasoetion 1987). Kadar vitamin A yang paling tinggi dimiliki oleh ikan yang bemkuran besar, sedangkan ikan yang berukuran sedang dan kecil mengandung vitamin A yang hampir sama. Makin besar ukuran ikan, makin tinggi pula kadar vitamin A nya (Razak 1985). Vitamin A pada makhluk hidup berfungsi penting untuk pemeliharaan sel kornea dan epitel dari penglihatan, membantu pertumbuhan dan reproduksi, dan berperan dalam pembentukan serta pengaturan hormon (Bender 2003). (2) Kadar vitamin B,(Tiamin) daging ikan gurami Tiamin adalah salah satu dari vitamin yang kurang kestabilannya. Berbagai operasi pemrosesan makanan dapat sangat mereduksi kadar tiamin. Panas, oksigen, belerang dioksida, dan pH netral atau basa dapat mengakibatkan kerusakan vitamin. Cahaya tidak berpengamh terhadap kemsakan vitamin B1. Enzim stabil dalam kondisi asam; pada nilai pH 3,5 atau dibawahnya, makanan dapat diautoklaf pada 120 "C dengan sedikit atau tanpa kehilangan tiamin. Pada pH netral atau basa, vitamin rusak dengan pendidihan atau bahkan dengan penyimpanan pada suhu kamar. Bahkan sedikit kebasaan air yang dipakai untuk pemrosesan dapat mempunyai efek penting (Deman 1989). Analisis vitamin BI dilakukan untuk menentukan kadar vitamin Bl daging ikan gurami dengan perbedaan ukuran. Perbandingan hasil analisis vitamin B1 daging ikan gurami pada beberapa ukuran dapat dilihat pada Garnbar 8. 0.10 m e 0.08 0 r -E?.- 0.08 rn c 0.04 0.02 0.00 sedang kecil besar Ukuran ikan gurami kecil : berat 350 g, panjang 28 cm sedang : berat 650 g, panjang 33 cm besar : berat 1000 g, panjang 37 cm Gambar 8. Histogram kandungan vitamin B, daging ikan gurami dengan beberapa ukuran; n=2 Gatnbar 8 memperlihatkan kandungan vitamin B, daging ikan gurami pada tiga ukulan yang berbeda. Kadar vitamin BI tertinggi dimiliki oleh daging ikan gurami besar dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm, yaitu sebesar 0,086 mg1100 g dan kadar vitamin B1 terendah dimiliki oleh daging ikan gurami kecil dengal berat 350 g dan panjang 28 cm, yaitn sebesar 0,078 mg/100g. Tingginya kadar vitamin B, daging ikan gurani besar dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm diduga karena ikan gurami besar mendapatkan asupan makanan yang lebih banyak dari pada ikan gurami sedang dan ikan gurami kecil. Selama masa pertumbuhan, ikan gurami mengalami perubahan tingkah laku makan (feeding habit) yang sangat signifikan. Larva bersifat kamivora (pemakan daging) sampai dengan ukuran dan umur tertentu, sedangkan juvenil muda bersifat omnivora (pemakan segala) dan setelah ukuran induk menjadi herbivora (pemakan daun). Pola perubahan tersebut terkait dengan pola perubahan enzimatik dalam saluran pencernaannya. Kebutnhan pakan berupa pelet per hari adalah 3 % dari berat ikan. Namun jika pakan berupa daun-daunan kebutuhan pakan perhari sebanyak 5-10 % dari berat ikan. Pemberian pakan secara teratur dalam julnlah yang tepat dapat menghasilkan pertumbuhan ikan gurami yang optimal (Sitanggang dan Sanvono 2007). Tiamin merupakan bagian dari Tiamin Pirofosfat (TPP), yaitu koenzim yang dibutuhkan untuk metabolisme energi, serta berfungsi dalam sistem syaraf dan otot makhluk hidup (Bender 2003). Daya serap tiamin oleh tubuh sekitar 40 % dari makanan yang dimakan. Konsumsi sebanyak 100 g ikan gurami dapat menyumbangkan vitamin Bi sebesar 0,033 mg (bb) atau sekitar 2,75 % dari angka kecukupan gizi (Lampiran 13). Kadar karbohidrat dalam inakanan merupakan faktor yang menentukan bagi kebutuhan tiamin dari hewan. Hewan yang diberikan makanan yang kaya akan karbohidrat mempunyai kandungan tiamin yang lebih tinggi (Nasoetion 1987). Kandungan tiamin biasanya diukur dalam mg per 100 g makanan. Satuan lain yang telah di pakai, yaitu 1 S.1 tiamin setara dengan 3 pg tiamin hidroklorida. ~ e b e r a ~spesies a ikan mengandung enzim yang dapat merusak tiamin. Belerang dioksida merusak tiamin dengan cepat. Karena alasan ini, belerang dioksida tidak diizinkan sebagai penambah dalam makanan yang mengandung tiamin @eman 1989). (3) Kadar vitamin B2 (Riboflavin) daging ikan gurami Vitamin B2 atau riboflavin yang pertama diisolasi dari susu, diidentifikasi dan disintesis pada tahun 1935. Wama kuningnya yang pekat disebabkan oleh sistem cincin isoaloksasin yang kompleks (Lehninger 1990). Perubahan sekecil apapun dalam molekul mengakibatkan hilangnya aktivitas vitamin B2. Karena pengaruh cahaya dan pH basa, riboflavin diubah menjadi lumivin, senyawa tak aktif dengan flouresensi hijau kekuningan (Deman 1989). Analisis vitamin Bz dilakukan untuk inenentukan kadar vitamin Bz daging ikan gurami dengan perbedaan ukuran. Perbandingan hasil analisis vitamin Bz daging ikan y r a m i pada beberapa ukuran dapat dilihat pada Gambar 9. kecil I sedang u k u r a n ikan g u r a m i : b e r a t 3 5 0 g , p a n j a n g 28 cm kecil s e d a n g : b e r a t 6 5 0 g, p a n j a n g 3 3 c m berat : b e r a t 1 0 0 0 g, p a n j a n g 3 7 Gambar 9. Histogram kandungan vitamin Bz daging ikan gurami dengan beberapa ukuran; n=2 Gambar 9 memperlihatkan kandungan vitamin Bz daging ikan gurami pada tiga ukuran yang berbeda. Kadar vitamin B2 tertinggi dimiliki oleh daging ikan gurami besar dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm, yaitu sebesar 0,094 mg/100g dan kadar vitamin Bz terendah dimiliki oleh daging ikan gurami kecil dengan berat 350 g dan panjang 28 cm, yaitu sebesar 0,074 mg/100g. Tingginya kadar vitamin Bz daging ikan gurami besar dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm diduga karena ikan gurami besar mendapatkan asupan makanan yang lebih banyak dari pada ikan gurani sedang dan ikan gurami kecil. Selama masa pertumbuhan, ikan gurami mengalami perubahan tingkah laku makan (feeding habit) yang sangat signifikan. Larva bersifat karnivora (pemakan daging) sampai dengan ukuran dan umur tertentu, sedangkan juvenil muda bersifat omnivora (pemakan segala) dan setelah ukuran induk menjadi herbivora (pemakan daun). Pola perubahan tersebut terkait dengan pola perubahan enzimatik dalam saluran pencemaannya. Kebutuhan pakan berupa pelet per hari adalah 3 % dari berat ikan. Namun jika pakan berupa daun-daunan kebutuhan pakan perhari sebanyak 5-10% dari berat ikan. Pemberian pakan secara teratur dalam jumlah yang tepat dapat menghasilkan pertumbuhan ikan guranli yang optimal (Sitanggang dan Sanvono 2007). Konsumsi sebanyak 100 g ikan gurami dapat lnenynmbangkan vitamin BZsebesar 0,0837 mg (bb) atau sekitar 5,58 % dari angka kecukupan gizi (Lampiran 13) dengan asumsi daya serap vitamin BZadalah 100 %. Seperti halnya tiamin, riboflavin berfungsi sebagai koenzim. Riboflavin membantu enzim untuk menghasilkan energi dan nutrisi penting untuk tubuh makhluk hidup, serta berperan pada tahap akhir metabolisme energi nutrisi. Riboflavin dalam jumlah berarti dapat hilang akibat terkena cahaya dan biasanya selama pemasakan. Tingkat masukan protein makanan juga mempengaruhi status riboflavin (Nasoetion 1987). (4) Kadar vitamin BJ(Niasin) dagingikan gurami Istilah niasin dipakai dalam arti umum baik untuk asam nikotinat maupun nikotinamida. Nikotinamida bertindak sebagai komponen dari dua enzim yang penting, N A D dan NADP yang terlibat dalam glikolisis, sintesis lemak dan pernapasan jaringan. Niasin juga dikenal sebagai faktor pencegah pelagra. Analisis niasin dilakukan untuk menentukan kadar vitamin B3 daging ikan gurami dengan perbedaan ukuran. Perbandingan hasil analisis vitamin B3 daging ikan gurami pada beberapa ukuran dapat dilihat pada Gambar 10. - 1.8 .-2 - 1.4 1.6 0 g C <.2 1.0 '12 0.8 .. 0.6 8 5 0.4 0.2 0.0 kecil sedang besar ukuran ikan gurami kecil : berat 350 g, panjang 28 cm sedang : berat 650 g, panjang 33 cm berat : berat 1000 g, panjang 37 cm Gambar 10. Histogram kandungan vitamin B3 daging ikan gurami dengan beberapa ukuran; n=2 Gambar 10 dapat dilihat bahwa kandungan vitamin BI) ikan gurami pada tiga ukuran yang berbeda. Kadar vitamin B3 tertinggi dimiliki oleh daging ikan gurami besar dengan berat I000 g dan panjang 37 cm, yaitu sebesar 1,4 mg/100g dan kadar vitamin B3 terendali dimiliki oleh daging ikan gurami kecil dengan berat 350 g dan panjang 28 cm, yaitu sebesar 1,l mg1100g. Tingginya kadar vitamin B3 daging ikan gurami besar dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm diduga karena ikan gurami besar mendapatkan asupan makanan yang lebih banyak dari pada ikan gurami sedang dan ikan gurami kecil. Selama masa pertumbuhan, ikan gurami mengalami perubahan tingkah laku makan 'eding habit) yang sangat signifikan. Larva bersifat kamivora (pemakan daging) sampai dengan ukuran dan umur tertentu, sedangkan juvenil muda bersifat omnivora (pemakan segala) dan setelah ukuran induk menjadi herbivora (pemakan daun). Pola perubahan tersebut terkait dengan pola perubahan enzimatik dalam saluran pencemaannya. Kebutuhan pakan berupa pelet per hari adalah 3 % dari berat ikan. Namun jika pakan berupa daun-daunan kebutuhan pakan perhari sebanyak 5-10 % dari berat ikan (Sitanggang dan Sanvono 2007). Dua koenzim yang dibentuk oleh niasin, yaitu NAD dan NADP dibutuhkan untuk beberapa aktivitas metabolisme; terutama metabolisme glukosa, lemak, dan alkohol. Niasin meinhantu kesehatan kulit, sistem syaraf, dan sistem pencemaan. Kandungan niasin dan triptofan bersama-sama tercakup dalam menyatakan nilai niasin makanan. Sekitar 60 mg triptofan makanan akan menghasilkan 1 mg niasin (Deman 1989). Konsumsi sebanyak 100 g ikan gurami dapat menyumbangkan vitamin B3 sebesar 1,25 mg (bb) atau sekitar 10,4 % dari angka kecukupan gizi (Lampiran 13) dengan asumsi daya serap vitamin B3 adalah 100 %. Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan niasin dalam tubuh, yaitu status gizi protein, energi, piridoksin, dan riboflavin dalam makanan (Nasoetion 1987). Niasin merupakan vitamin B yang paling stabil. Senyawa ini tidak terpengaruh oleh cahaya, panas, oksigen, asam atau basa. Kehilangan utama diakibatkan oleh pemrosesan ialah pelarutan dalam air pemroses. Pemutihan sayur dapat menyebabkan kehilangan niasin sampai 30 %. Banyak makanan, dengan penggunaan panas seperti pemanggangan dan pembakaran dapat meningkatkan jumlah niasin yang tersedia (Deman 1989). 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Ikan gurami yang dipanen dengan berat 350 g dan panjang 28 cm (kecil) memiliki umur panen sekitar 7 bulan-1 tahun. Nilai rendemen, yaitu 45 % daging; 6 % jeroan; 2 % insang; 5 % sirip ;4 % sisik; dan 38 % tulang. Nilai proksimat, yaitu kadar air 75,48 %; abu 1,03 %; protein 18,71 %; lemak 2,79 %. Kadar vitamin, yaitu vitamin A 589,665 IU1100g; vitamin B, 0,0786 rng/100g; vitamin Bz.0,074 mg/100g; vitamin B 3 1,13 mg/IOOg. Ikan gurami yang dipanen dengan berat 650 g dan panjang 33 cm (sedang) memiliki umur panen sekitar 1,5-2 tahun. Nilai rendemen, yaitu 49 % daging; 8 % jeroan; 2 % insang; 3 % sirip; 4 % sisik; dan 34 % tulang. Nilai proksimat, yaitu kadar air 74,62 %; abu 0,95 %; protein 18,93 %; lemak 2,43 %. Kadar vitamin, yaitu vitamin A 749,715 IU1100g; vitamin BI 0,0792 mgJ100g; vitamin Bz 0,083 mg/IOOg; vitamin 8 3 1,22 mg/100g. Ikan gurami yang dipanen dengan berat 1000 g dan panjang 37 cm (besar) memiliki umur panen sekitar 2,5-3 tal~un.Nilai rendemen, yaitu 52 % daging, 8 % jeroan, 1 % insang, 5 % sirip, 4 % sisik, dan 30 % tulang. Nilai proksimat, yaitu kadar air 72,96 %; abu 0,95 %; protein 20,67 %; lemak 2,20 %. Kadar vitamin, yaitu vitamin A 938,14 IU/100g; vitamin BI 0,0875 mg/100g; vitamin B2 0,094 mg/100g; vitamin B3 1,39 mg/100g. 5.2. Saran Lnforrnasi mengenai kadar vitamin pada ikan gurami belum seluruhnya diketahui, seperti vitamin larut lemak (vitamin D, E, dan K) dan vitamin larut air (asam pantotenat, piridoksin, biotin, asam folat, vitamin BIZ,dan asam askorbat). Maka disarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan mengenai kandungan beberapa vitamin larut air dan larut lemak dari daging serta organ dalam (hati, ginjal, dan jantung) ikan gurami yang belum diteliti. DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 1995. Oficial Method of Analysis of The Association of Offlcial Ana&ticaI of Chemist. Arlington, Virginia, USA: Association of Official Analytical Chemiq Inc. Adnan M. 1997. Teknik Kromatograj dalam Analisis Bahan Pangan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Andi Almatsier S. 2000. Primip Dasar Ilnzu Gizi Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Second Edition. Bender DA. 2003. Nutrifionul Biochemishy of the Vita~~~in. University College London. London: Cambridge University Press. Baker HJ, Lindsey R and Weisbroth SH. 2001. T71eLaboratory Rat. Volunte I Biology and Disease. New York: Academic Press, Inc. Butterfield DA, Castegna A, Pocemich CB, Drake J, Scapagnini G, Calabrese V. 2002. Nutritional approaches to combat oxidative stress in alzheimer's disease. JNzrtritional Biochentistry Vol 13: 444-46 1. Card LE, Nesheim MC. 1972. Poultry Production. 1lLhEd. Lea and Febinger, Philadelphia. Dahuri R. 2003. Potensi [ 26 Februari 2008 ] ekonomi kelautan. www.republika.co.id. Departemen Kesehatan Indonesia. 2003. Pedonzan Umunl Gizi Seimbang. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Departemen Kesehatan. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Konsumsi Ikan Indonesia. www.dkp.go.id 126 Februari 20081. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Konsumsi Ikan Indonesia. www.dkp.go.id [26 Febmari 20081. Deman JM. 1989. Kintia Makanun. Padmawinata K , Penerjemah. Bandung: Institut Teknoiogi Bandung. Terjemahan dari: Food Chenzishy. Ditjen Perikanan Budidaya, DKP. 2007. Data produksi gurami. www.dkp.go.id [26 Februari 20081 Effendie MI. 1978. Biologi Perikman Bagian I : Studi Natural Histoiy. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. Fennema OR. 1976. Principle of FoodScience. New york: Marcel Dekkor, Inc. Gritter RJ, Bobbitt JM, Schwarting AE. 1991. Kromatograf;. Padmawinata K, Penerjemah. Bandung: lnstitut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Chromatograply. Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Yogyakarta: Liberty Irianto HE, Soesilo I. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Perturnbuhan Gurami. Jakarta: Penebar Swadaya. Jangkaru 2. 1998. Men~acz~ Lagler KF, Bardach JE, Miller RR. 1962. Ichtiology. New York: John Wiley&Sons, Inc. Lehninger AL. 1990. Dasar-dasar Biokimia. Thenawidjaja M, Penerjemah. Jakarta: Penerhit Erlangga. Terjemahan dari: Principles ofBiochemistry. Nasoetion AH. 1987. Pengetahuan Gizi Mulakhir :Vitanzin. Jakarta: Gramedia. Ndaw S, Bergenztle M, Aoude-Werner D, Hasselmann C. 2000. Extraction procedures for the liquid chromatographic determination of thiamin,ribovlafin and vitamin B6 in foodstuff. J Food Chemistry Vol 71: 129-189. Nurjanah, Nurhayati T, Zulaikha F. 2007. Karakteristik mutu ikan bandeng (Chanos chanos) di tambak Samhiroto, Kahupaten Pati Jawa Tengah. Di Prosiding Seminar Internasional Perikanan. Jakarta: dalam 11-12 Desember 2007. Okada M. 1990. Fish as raw material fishery products. Di datam Science of Processing Marine Food Product. Motohiro T , Kadota H, Hashimoto K, Kayama N and Tokunaga T. Japan: International Agency. Ottaway PB. 1993. The Technologv of Vitamins in Food. Great Britain: Hamolls Ltd, Bodmin, Comwall. Razak D. 1985. Penentuan kadar vitamin A dari ikan hipoglosus. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Robinson EH, Li MH, Oberle DF. 2001. Nutrients characteristic of pond-raised channel catfish. J Mississipi Agricultural and Forestry Experiment Station Vol22: 12-76. Rocche. 1991. Analylical Methods for Vitamin in Food/Pharma Premixes. New York: Open University Press, Inc. Rusdiana. 2004. Vitamin dalam Bahan Makanan [skripsi]. Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Saanin H. 1984. Taksonomi dun Kunci IdentiJikasi.Bandung: Binacipta Slamet DS. 1990. Pedoman Analisis Zat Gizi. Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian Dan Pengembangan Gizi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sitanggang M, Sanvono B. 2007. Budi Daya Gzrran~i.Ed ke-28. Jakarta: Penebar Swadaya Sommer A, West KP. 1996. Vitamin A Dejiciency. New york: Oxford University Press. Stansby ME. 1963. Industrial Fishery Technology. London: Reinhold Publisher Ltd. Sudarmadji S, Suhardi BH. 1989. Analisa Bahan Makanan dun Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty Yogyakarta bekerjasama dengan PAU Pangan dan Gizi, UGM. Suprayudi MA, Setiawan M, Mokoginta I. 1994. Pengaruh rasio protein energi yang berbeda terhadap pertumbuhan ikan gurami (Osphronentus gouranly) [laporan penelitian]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sutandinata H, Surya A. 1998. Dampak globalisasi terhadap produksi dan perdagangan produk olahan, industri produk perikanan. Di dalam Widyakaiya Nasional Pangan dun Gizi IV. Jakarta: Ilmu Pengetahuan Indonesia. Suwandi R. 1990. Pengaruh proses dan pengukusan terhadap sifat fisika-kimia protein ikan mas (Cyprinus carpio L) [tesis]. Program Pascasarjana. Bogor, Institut Pertanian Bogor. Suzuki T. 1981. Fish and KrillProtein : Processing Technology. London: Applied Science Publisher Ltd. Tan YT. 1971. Proximate composition of freshwater fish grass carp, Pzintius gonionotus and tilapia in Malaysia. Tropical Fish Culture Research Institute. Hydrobiologia Vol 37: 361-366. Lampiran 1. Data hasii analisis vitamin A, BI, B 2 , dan B3 daging ikar gurami berat 350 g d m parjang 28 cm ulangan ke-I. DEPARTEMEN PERTAMAN BADAN PENELITMN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAh' B ' W BESAR PEhXLmAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERT'ANUN LABORATORIUM PENGUJIAN Jslm T z n h Pe&ar 12A Telp.0251.321762.~S1.716ZPU Bogor 16114 Faz 0251-3SWZO LAPORAN PENGUJIAN LABORATORIUM No. Administmi : 209lLBBPSCllVi08 Number Na8ndlorlanri Pcngirim Nmrs Alamal Pengirim : Taufiqurahman : Pcrum Dutv Kenwnn Jl. Duta Pelitv No. 9. Address Tonggdl P e ~ l g i r i m : 14 April2008 : llwn Dole oJdeliveq, Jcnis Smpel Zjpe oJsomple NO. 1. Kama Sampel Sonrple nome Jeoir Aoaliir Type ofAnolysis Gunmi3 Vitamin A Viwmin 8 1 Vitamin B2 Niasin Metodc Method Ansil ResuR 498,20 0,087 0,085 1.10 Satuan Unit IUIIWg mgilOOg Lampiran 2. Data hasil analisis vitamin A, B1, Bz, dan Bj daging ikan gurami berat 650 g dan panjang 33 cm ulangan ke-1. DEPARTEMEN PERTANIAU BADAN PENELITLAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALM BESAR PENELITUN DAN PENGEhlBANGAN PASCAPANEN PERIAhUN UBORATORlliU PENCUJIAN hIanTmwrn Pel$= 1211 Telp 07.51-321762,0251-7162922 Fax. 0251-350920 Bogor 16114 LAPORAN PENGUJIAN LABORATORIUM No. Adminirlnsi N"mbe? Nnmdlnrwnri Pcngirim Nom6 Alma1 Pengirim Addreas Tanml Pengiriman Dare o/dali~,qy Jenir Sampcl Type oJsample Nama Ssmpcl Snn~pIemme : 209iLBBPSCllVl08 : Tnuliqurahman : Pcrum Duta Kencanz JI. Duio PcliwNo9. : 14 April 2008 : lksn Jenis Analisis Mctodc Hasil Tme ofA,!olysis Melhod Resull Il,ril 715.37 N1100g Vitamin A 1. Gurami2 Satuan Lampiran 3. Data hasil analisis vitamin A, BI, B2, dan B3 daging ikan gurami berat 1000 g dan panjang 37 cm ulangan ke-1. @. DEPARTEMEN PERTANMN BADAN PENELlTIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAl BES* P E N E L I W DAN PENGEMBANGIW PASCAPANEN PERTANUN LABOMTORIUhl PENGUJIAN Tclp. 0251-321762.0251-7162922 Fa. 0251.350920 Jalvl Tenm Pelajar 12A Bagor 16114 LAPORAN PENGUJIAN LABORATORIUM No. Adrninislrasi Number Namdlnstmsi Pes~irirn : 209iLBBPSCIlV108 / : I Taufiqurahman JI. DumPelitaNo. 9. Tanggal Pengin'man 14 April 2008 Jcnir Sampel NO. 1 I Nama Sampcl Soniplc tronre Jcnis Analisis Metodc Hasil l j p e ofAnolysir A4elhod Ressll / Vitamin A Vitamin BI 1 / 969.94 0,087 ViLvnin B2 w p o n n inidi~rmgdiycrbsn)-impa pernujuu,renviirdari ~abanmnum Lapom ini hanyabcrl&> p d a dumnloh Laparan ini mm@m hail pengujirn bulrn pcndiiian Simconlol a m lamisimplnvlamrlip, bulrnllrri L"lpen1 lrrbiilrpom Satuan Llt~ir i IlJIlflOe Lampiran 4. Data hasil analisis vitamin A, BI, Bz, dan B3 daging ikan gurami ulangan ke-2. DEPARTEMEN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALM BESARPENELITUN DAN PENGEMBANGAN PXSCAPANEN P E R T W LABORAMRNMP E N G W l a b T m m Pebjar l2A Tdclp.m51-32176Lm51-7162922 Bagor 16114 Fnr 0251-350920 LAPORAN PENGUJIAN LABORATORIUM No. Admilistmi Nmhr Nadnstansi P e w Name Alsmat Pcngirim Address Tmggal Pengiriman Dorr ofhlivery l&s Sampel Tp? 0fs"npIe No. 1. . I: 1. Gurami 1 (Scdaog) 14A~2W8 : I : Ikan Bnat JeoisAdisis Hasil Rat111 90634 0.085 0.073 1.205 T p ofAnalpic Vitamin A Vitvoin 8 1 Vitamin B2 Niasin Guramil sample m e PmDutaKenca~ JL Dula P e t i NO. 9. Namasampel sMipIe name Nama samml ITaufiqudmm : 1- I No. I 209ILBBPSCXVm8 I J&s Analisis 4.5125 4.4769 4.4769 5.5234 / Berat T p ofAnalysis Vitamin A Vitamin B1 Vitamin B2 Niasin 45030 4.4512 4.4512 551W / Hasil RmIf 784.06 0.071 0.067 1.184 SahLvr Unit IUlIWg md1Wb mdl% mgllWg I Sam Unit IUIIWg mdl@g mdl@b rndl Wc! J&s Analisis sample m T po/A~Ipis Guramil wil) Vitamin A Vitamin Bl Vitamin B2 Niasin 4.6323 4.5W 5.5121 681.13 0.070 0.062 1.154 Unit III/IWg mdlmg mdl 00s mdl@~ 1 Lampiran 5. Data mentah panjang, berat dan rendemen ikan gurami Sampel panen Berat total Panjang total Panjang baku Kecil 7 bin-1 thn 300-400g 27-29cm 24-26cm Sedang 1,5-2thn 600-700g 32-34cm 27-28cm Besar 2,5-3thn 900-1 100g 36-38cm 29-3 lcm Lampiran 6. Rendemen ikan gurami / Sampel Kecil Sedang Besar I jeroan 6% 8% 8% insang 2% 2% 1% Rendemen sirip sisik 5% 4% 3% 4% 5% 4% tulang 38% 30% 30% daging 45% 49% 52% Lampiran 7. Rekapitulasi data proksimat ikan gurami pada berbagai ukuran. a. Analisis kadar air Contoh perhitungan kadar air pada ikan gurami B-C Kadar air (basis basah) = --x 100 % B-A b. Analisis kadar abu Contoh perhitungan kadar abu ikan gurami A berat abu Kadar abu = ~100% berat contoh c. Analisis kadar protein Keterangan Volume HCL titrasi blanko (mi) Volume tICL titrasi sampel (mi) Berat clh (g) Kadar protein (%) Rata-rata (%) Ikan Besar Ulangan 1 Ulangan 2 0 0 12;2 12,3 0,1321 0,1387 2036 20,47 20.67 Ikan Sedang Ulangan 1 Ulangan 2 0 0 10,l 11,9 0,1206 0,1420 18,92 l8,94 Ikan Kecil Ulangan 1 Ulangan 2 0 0 12,8 11,3 0,1553 0,1358 18,62 l8,XO 18.91 1871 Contoh perhitungan kadar protein ikan gurami A - (ml HCI- 1111 blanko) x nor~nalitasHCI x 14,007 x 100 % %N mug confoh - (12,Z-0) x 0,0258 x 14,007 ~ 1 0 0 % 132,l Kadar protein = % N x 6,25 = 3,3375 x 6,25 = 20,86 % d. Analisis kadar lemak Contoh perhitungan kadar lemak pada ikan guraini A berat lenzak ( g ) Kadar lemak = x100 % beraf confoh Lainpiran 8. Komposisi vitamin A, BI, Bz,Bj ikan gurami pada berbagai ukuran a. Perhitungan nilai vitamin A ikan gurami. = Area sample x standar vitamin A x volume Akhir x Fp Ikan besar bobot sample Area standar Ikan sedang = 7217184 x 4176698 Ikan kecil x5 16,65 IU/100 ml x25 ml 5,0375 g =5111806~16,65IU~lOOmlx25ml x 5 4176698 5,1128 g = 4,9820 IUIg = 498,20 IU/IOO g b. Perhitungan nilai vitamin B, ikan gurami. Ikan besar = Area sample x standar vitamin Blx volume Akhir Area standar Bobot sampel Ikan sedang = 556453 x 0,01 mg/100 ml x 30 ml 381602 Ikan kecil c. Perhitungan nilai vitamin Bz ikan gurami. Ran besar = Area sample x standar vitamin Bzx volume Akhir Area standar Bobot sample Ikan sedang = 530084 x 0,01 mg/100 ml x 30 mi 322505 5g = 9,86 x lo4 mg/g = 0,099 mg/100 g Ikan kecil d. Perhitungan nilai niasin ikan gurami. Ikan besar =Area sample x standar niasin x volume Akhir Area standar Bobot sample Ikan sedang Ikan kecil Lampiran 9. Peak kromatografi vitamin A (Retinal) daging ikan gurami ulangan ke-1 Standar vitamin A Ikan kecil Ikan sedang Ikan besar Keterangan : a. b. c. d. Standar vitamin A : Ikan kecil Ikan sedang Ikan besar : : : Retention Time Luas Area = 3.912 Retention Time Luas Area = 4.023 Retention Time Luas Area = 5.077 Retention Time Luas Area = 4.045 = 4176698 =5111806 = 7217184 = 9805508 Lampiran 10. Peak kromatografi vitamin B1 (Tiamin) daging ikan gurami ulangan ke-1 " 7 Standar vit. BI Ikan kecil Ikan sedang Ikan besar Keterangan : a. b. c. d. Standar vitamin BI : Ikan kecil Ikan sedang Ikan besar : : : Retention Time Luas Area = 5.435 Retention Time Luas Area = 5.608 Retention Time Luas Area = 5.517 Retention Time Luas Area = 5.478 = 381602 = 554450 = 556453 = 572753 Lampiran 11. Peak kromatografi vitamin ulangan ke-1 Standar vit. BZ Ikan kecil B2 (Riboflavin) daging ikan gurami Ikan sedang Ikan besar Keterangan : a. b. c. d. Standar vitamin BZ: Ikan kecil Ikan sedang Ikan besar : : : Retention Time Luas Area = 5.605 Retention Time Luas Area = 5.793 Retention Time Luas Area = 5.750 Retention Time Luas Area = 5.747 = 322505 = 456723 = 530084 = 612167 Lampiran 12. Peak kromatografi vitamin B3 (Niasin) daging ikan gurami ulangan ke- 1 Standar vit. B3 Ikan kecil Ikan sedang Keterangan : a. Standar vitamin B3: Retention T i e Luas Area = 1.747 = 246981 b. Ikan kecil : Retention Time Luas Area = 1.818 = 14195 c. Ikan sedang : Retention Time Luas Area = 1.812 Retention Time Luas Area = 1.853 = 20824 d. Ikan besar : = 18106 Ikan besar Lampiran 13. Pemenuhan angka kecukupan gizi vitamin daging ikan gurami. b. Contoh perhitungan absorpsi vitamin B1 dari ikan gurami oleh tubuh. Absorpsi vitamin Bl oleh tubuh adalah sebesar 40 % (Deman 1989) Absorpsi vitamin B 1 = daya absorpsi x konsumsi vitamin B 1 yang berasal dari ikan gurami = 40 % x 0,0817 (rata-rata vitamin B1 (bb) = 0,033 mg Persentase vitamin B1 = Absomsi vitamin B1 oleh tubuh x 100 % AKG vitamin B1 sehari-hari Lampiran 14. Kolarn budidaya Cibereurn Petir, Bogor, Jawa Barat (a). Kolam Pembesaran ikan gurami @). Sistein saringan air menuju kolam (c).Kolam induk gurami Larnpiran 15. High Pe$ormance Liqztid Chromatografi (HPLC) (a). Alat penyusun IHPLC Nigh Peformance Liquid Chromato_araphy