I. PENDAHULUAN Ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) merupakan ikan asli lndonesia yang sudah menyebar ke wilayah Asia Tenggara dan Cina. Ikan ini memiliki nilai ekonomis tinggi, banyak digemari masyarakat karena rasa dagingnya yang gurih dan lezat serta permintaan pasar yang relatif tinggi. Ikan gurami termasuk komoditas yang banyak dikembangkan oleh para petani. Hal ini dikarenakan permintaan pasar cukup tinggi karena rasa dagingnya yang enak, pemeliharaan mudah, serta harga yang relatif stabil. Selain itu, ikan gurami merupakan bahan pangan yang mempunyai kandungan gizi tinggi yang bermanfaat bagi manusia terutama untuk pertumbuhan maupun pembentukan energi. Biasanya ikan gurami banyak dijual di pasaran dalam keadaan segar baik dalam kondisi masih hidup ataupun yang sudah mati (Zakaria, 2008). Upaya untuk memacu laju pertumbuhan ikan ini telah banyak dilakukan melalui berbagai pendekatan antara lain melalui pelacakan potensi tumbuh (Rachmawati, 1999), optimalisasi suhu media budidaya (Hermanto, 2000) dan melalui pelacakan kebutuhan nutrisi (Mokoginta et al, 1994). Pertumbuhan ikan di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran ikan, umur ikan, kualitas protein, kandungan energi pakan, suhu air dan tingkat pemberian pakan (NRC 983 dalam Suhenda et al, 2005). Setiap spesies ikan berbeda kebutuhannya terhadap protein dan energi (Suhenda et al, 2005). Pakan yang kandungan gizinya tidak baik menimbulkan malnutrisi atau kekurangan gizi pada ikan. Akibatnya, daya tahan tubuh ikan menurun sehingga tidak mampu bertahan menghadapi berbagai serangan penyakit (Sitanggang, 2002). Nematipour et al, (1992) mengemukakan bahwa tingginya energi dalam pakan menyebabkan terjadinya akumulasi atau deposit lemak yang tinggi pada tubuh ikan. Disamping kadar protein, faktor lain yang juga perlu diperhatikan dalam pakan ikan adalah adanya keseimbangan yang tepat antara energi dan protein pakan. Kebutuhan ikan akan energi diharapkan sebagian besar dipenuhi oleh nutrien non-protein seperti lemak dan karbohidrat, apabila energi yang berasal dari sumber nonprotein cukup tersedia maka sebagian besar protein akan dimanfaatkan untuk tumbuh, namun apabila energi dari nonprotein tidak terpenuhi maka protein akan digunakan sebagai sumber energi sehingga fungsi protein sebagai pembangun tubuh akan berkurang (Adelina, 2000). Kebutuhan pakan berenergi begitu penting dalam menejemen kualitas pakan. Ikan membutuhkan energi untuk pertumbuhan, aktivitas hidup dan perkembangbiakan. Ikan menggunakan protein sebagai sumber energi yang utama, sumber energi kedua yang 1 digunakan adalah lemak, sedangkan karbohidrat menjadi sumber energi yang ketiga (Sari et al, 2009). Pengembangan budidaya perikanan dapat dilaksanakan jika aspek pakan untuk jenis ikan tersebut diketahui, sehingga para pelaku usaha perikanan dapat menentukan formulasi pakan yang tepat dengan berpedoman pada kebutuhan nutrien dan mutu bahan makanan. Nutrien tersebut digunakan untuk sintesis (anabolisme) dan sebagai sumber energi (katabolisme) (Yuwono, 2008). Hal ini berpengaruh terhadap efisiensi pakan. Efisiensi pakan menjadi hal penting karena menunjang keuntungan para pelaku usaha perikanan. Efisiensi pakan merupakan penambahan berat basah ikan per unit berat kering pakan. Efisiensi pakan digunakan untuk mengetahui seberapa besar kenaikan bobot basah tubuh ikan dengan pakan yang dikonsumsi sebanyak satu gram. Efisiensi pakan dapat diketahui dengan melihat nilai rasio efisiensi pakan (Purwanti, 2007). Menurut Haetami et al, (2007), kebutuhan protein ikan dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan dan kandungan energinya, sedangkan jumlah pemberian pakan dipengaruhi oleh kapasitas saluran pencernaan ikan, jika tingkat energi protein melebihi kebutuhan maka akan menurunkan konsumsi sehingga pengambilan nutrien lainnya termasuk protein akan menurun. Oleh karena itu diperlukan keseimbangan yang tepat antara energi dan protein agar dicapai keefisienan dan keefektifan pemanfaatan pakan. Protein merupakan zat yang dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan, penggantian jaringan-jaringan tubuh yang rusak, serta penambahan protein tubuh dalam proses pertumbuhan (Suhenda et al, 2005). Protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan, baik untuk menghasilkan tenaga maupun untuk pertumbuhan. Bagi ikan, protein merupakan sumber tenaga yang paling utama, mutu protein dipengaruhi oleh sumber asalnya serta oleh kandungan asam aminonya (Mudjiman, 1998). Kandungan asam amino dalam daging ikan sangat bervariasi, tergantung pada jenis ikan. Pada umumnya, kandungan asam amino dalam daging ikan kaya lisin, tetapi kurang kandungan triptofan (Junianto, 2003). Hal ini membuktikan bahwa protein memang komponen pakan yang sangat penting, akan tetapi kelebihan dalam pakan dapat mengakibatkan gejala kelebihan protein (excessive protein syndrome). Rasio efesiensi protein dapat digunakan untuk menilai kualiatas protein suatu bahan karena efesiensi protein adalah banyaknya protein yang dapat diretensi oleh ternak dan digunakan untuk pertumbuhan atau produksi. Faktor kondisi merupakan perbandingan pertambahan bobot dan panjang, factor kondisi digunakan untuk mengetahui kegemukan ikan setiap perlakuan pada akhir percobaan. Harga factor kondisi ditentukan berdasarkan standar nilai konstan (b). Nilai 2 konstan (b) digunakan untuk mempelajari pertambahan bobot dan pertambahan panjang ikan (Mulyadi, 2005). Analisa hubungan panjang – berat dapat mengestimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan salah satu derivat penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi (fitness, well-being) atau keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu (Nurdin, 2009). Berdasarkan uraian latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan efisiensi protein pada ikan gurami (O. gouramy Lac.) yang memperoleh pakan dengan kandungan protein dan energi yang berbeda. 2. Apakah terdapat perbedaan faktor kondisi pada ikan gurami (O. gouramy Lac.) yang memperoleh pakan dengan kandungan protein dan energi yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Efisiensi protein pada ikan gurami (O. gouramy Lac.) yang memperoleh pakan dengan kandungan protein dan energi yang berbeda. 2. Faktor kondisi pada ikan gurami (O. gouramy Lac.) yang memperoleh pakan dengan kandungan protein dan energi yang berbeda. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai aspek fisiologi antara lain: 1) mengetahui kebutuhan protein pakan pada ikan gurami (O. gouramy Lac.) yang memperoleh pakan dengan kandungan protein dan energi yang berbeda sehingga dapat digunakan dalam memformulasikan pakan agar diperoleh keseimbangan yang tepat antara protein dengan nutrien lainnya. 2) memberikan informasi ilmiah berupa efisiensi protein dan faktor kondisi ikan gurami yang memperoleh pakan dengan kadar protein dan energi yang berbeda. Studi mengenai efisiensi protein dan faktor kondisi terhadap beberapa ikan telah banyak dilakukan seperti penelitian yang dilakukan Adelina et al, (2000), menyatakan bahwa ikan Bawal membutuhkan pakan yang mengandung protein sebesar 37% dan rasio energi protein 8,7 kkal/g protein untuk dapat tumbuh secara optimal. Mulfizar et al, (2012), menyebutkan bahwa pengukuran panjang–berat ikan bertujuan untuk mengetahui variasi berat dan panjang tertentu dari ikan secara individual atau kelompok–kelompok individu sebagai suatu petunjuk tentang kegemukan, kesehatan, produktifitas dan kondisi fisiologis termasuk perkembangan gonad. Analisa hubungan panjang–berat juga dapat mengestimasi faktor kondisi atau sering disebut dengan index of plumpness, yang merupakan salah satu hal penting dari pertumbuhan untuk membandingkan kondisi atau 3 keadaan kesehatan relatif populasi ikan atau individu tertentu (Everhart & Youngs, (1981) dalam Mulfizar et al, (2012). Hipotesis yang diajukan adalah: 1. Terdapat perbedaan efisiensi protein pada ikan gurami (O. gouramy Lac.) yang memperoleh pakan dengan kandungan protein dan energi yang berbeda. 2. Terdapat perbedaan faktor kondisi pada ikan gurami (O. gouramy Lac.) yang memperoleh pakan dengan kandungan protein dan energi yang berbeda. 4