VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WANITA DEWASA MUDA DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN MENGKONSUMSI ROKOK (JENIS LIGHTS ATAU NON LIGHTS) Karina M Brahmana ABSTRACT In modern era like this, smoking do not only done by man but also woman. Today, research about smoking find that the quantity of adolescent and adult women who smoking cigarette is increasing. This result make a lot of party like NGO, government and also the society realize that needed a various action to handle it, because smoking can result the negative impact to the body. Negative impact from smoking for a young adult woman are fertility degradation, spontaneous abortion, premature birth, early menopause, coroner heart attack, neck and womb cancer and also death. There are many stimulant factors for young adult woman to smoke lights or non lights cigarette, like desire to be accepted and become a part of peer group, one of parent (specially mother) also smoking, strong desire to try smoking, interesting cigarette advertisement that evoke the desire to try smoking, have a positive attitude to smoking, and also do not believe that smoking cigarette can their health. Generally, woman who smoking have known the negative impact from cigarette. But practically, they do not bother the consequences, because the negative impact do not clearly they feel in this time. As an individual who entered the young adult phase, young adult woman ought to have able to think and to act wisely before making a decision to smoking, particularly they are generally have be able to think critically about what is right and wrong. This research is conducted by 33 young adult woman (college student and employee) who is smoking the lights or non lights cigarette . Keywords : young adult woman, smoking, decision making. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku merokok dikalangan generasi muda pada saat ini merupakan fenomena umum yang sering kita jumpai setiap saat. Bukan hanya pria, namun wanita muda yang merokok sudah sering kita jumpai ditempat-tempat umum, seperti di kafe, mal atau pusat perbelanjaan, tempat rekreasi dan lain-lain. Pandangan mengenai wanita merokok pun saat ini perlahan-lahan mulai bergeser, yakni anggapan bahwa wanita merokok adalah wanita “tidak baik” mulai hilang. Dahulu wanita merokok selalu memiliki image yang negatif di mata masyarakat, namun sekarang image itu mulai berubah. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya wanita yang justru merokok hanya untuk “gaya” saja. Semakin meningkatnya pengkonsumsi rokok wanita, salah satunya di tandai dengan semakin banyak bermunculan rokok-rokok yang memang didesain 90 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 untuk wanita. Rokok tersebut berbeda dari rokok yang biasanya, baik itu dari kemasannya, warnanya bahkan dari bentuk rokok itu sendiri. Melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada bulan November tahun 2005 kepada 33 wanita dewasa muda, sebagian besar mengatakan bahwa rokok yang memang diproduksi untuk wanita biasanya menunjukan nilai-nilai feminism bahkan elegance yakni seperti rokok yang slim, Lights, dan umumnya rokok putih. Selain itu biasanya rokok yang diperuntukkan bagi wanita menunjukan kadar nikotin yang rendah/Lights. Namun pada kenyataannya ternyata masih banyak wanita yang mengkonsumsi rokok jenis non-lights atau berkadar nikotin yang lebih tinggi, ini terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti pada November tahun 2005 yang menunjukkan bahwa dari 10 wanita yang merokok kurang lebih 5 diantaranya mengkonsumsi rokok jenis non-lights. Melihat banyaknya zat kimia berbahaya yang terkandung dalam rokok, maka tidaklah aneh apabila banyak dampak negatif dari rokok yang timbul pada manusia. Dampak jangka pendek yang dapat timbul akibat merokok adalah seperti batuk-batuk, mudah lelah, napas pendek, serta kurangnya kemampuan mencium bau dan mengecap rasa. Sedangkan dampak jangka panjang yang dapat terjadi adalah penyakit kanker (pada bibir, lidah, kerongkongan, paru-paru), gangguan pernapasan, TBC, jantung, hipertensi, osteoporosis, gangguan ginjal, gangguan kesuburan, kulit keriput dan lain-lain. Dampak negatif tersebut dapat terjadi pada siapa pun baik pria maupun wanita. Sedangkan dampak negatif yang sering terjadi pada wanita antara lain adalah penurunan kesuburan, aborsi spontan, kelahiran prematur, menopause dini, serta resiko terkena kanker leher dan rahim bahkan berakibat pada kematian. Selain itu, ditemukan juga bahwa wanita yang merokok satu hingga empat batang perhari memiliki resiko menderita penyakit jantung koroner dua kali lipat daripada wanita yang tidak merokok (http://www.waspada.co.id). Pada umumnya secara psikologis wanita cenderung lebih berhati-hati dalam bertindak dan lebih selektif (Papalia, 2000). Jika memang wanita berhatihati dan lebih selektif, maka tidak terkecuali dalam pemilihan jenis rokok. Ketika seorang wanita sudah memutuskan untuk merokok, maka jenis rokokpun akan selektif dipilihnya. Rokok dengan kadar nikotin lebih rendah/Lights seharusnya lebih menarik, karena berarti juga kadar bahayanya lebih berkurang. Tetapi hal ini bertentangan dengan hasil survey pada wanita dewasa muda pada tahun 2005, dimana 50% dari wanita yang merokok masih mengkonsumsi rokok dengan kadar nikotin yang lebih tinggi/Non-Lights. Secara klinis, sebetulnya baik rokok Lights maupun Non-Lights memiliki bahaya yang sama. Walaupun masyarakat mempercayai bahwa rokok yang menekankan dirinya “Low” dalam artian rendah kadar nikotinnya dan lebih aman untuk kesehatan, itu lebih disebabkan karena faktor psikologis atau pengaruh informasi yang disajikan menarik dalam bentuk iklan. Sedangkan Departemen Kesehatan RI mengkhawatirkan adanya efek samping lain yang tidak tertera pada peringatan bahaya merokok pada kemasan rokok. 91 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 Informasi mengenai bahaya merokok ini sebenarnya sudah sangat tersebar di kalangan masyarakat. Menariknya konsumen rokok ini justru tidak sedikit yang berasal dari kaum wanita terdidik berusia dewasa muda yang semestinya sudah mengetahui efek samping dari mengkonsumsi rokok jenis Lights terutama NonLights. Individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa muda memiliki cara berpikir yang berbeda dari anak-anak dan remaja. Mereka sudah lebih kritis dalam berpikir dan menyikapi suatu permasalahan (Papalia, 2000), termasuk dalam menentukan pilihan dalam memilih jenis rokok Lights dan Non-Lights. Tetap berlangsungnya pengkonsumsian rokok Lights di kalangan wanita dewasa muda berhubungan dengan image yang ingin dibangun ketika seorang wanita merokok dan salah satu tugas perkembangan dewasa muda adalah menjalin hubungan yang bermakna dengan lawan jenis (Papalia, 2000). Dalam hal ini “penerimaan image” yang benar pada seorang wanita dirasa dapat mendukung tercapainya tugas tersebut. Melihat kontroversi yang muncul di sekitar produk rokok jenis Lights dan Non-Lights, Peneliti ingin membuat suatu penelitian kualitatif untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi wanita dewasa muda untuk merokok serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi wanita dewasa muda dalam menentukan jenis rokok yang akan dikonsumsinya. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1995), keputusan seseorang untuk menggunakan suatu jenis produk dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu perbedaan individual, pengaruh lingkungan dan proses psikologis. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif berdasarkan teori tersebut. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara mendalam (in depth interview) dan Focus Group Discussion (FGD) terhadap sejumlah subjek. 1.2. Permasalahan Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang masalah maka permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: Permasalahan Umum : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi wanita dewasa muda dalam mengambil keputusan untuk merokok? Permasalahan Khusus : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi wanita dewasa muda dalam mengambil keputusan mengkonsumsi jenis rokok Lights atau Non Lights? 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi wanita dewasa muda dalam mengambil keputusan untuk merokok? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi wanita dewasa muda dalam mengambil keputusan mengkonsumsi rokok jenis Lights atau Non-Lights. 92 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 1.3.2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain yang tertarik dengan topik serupa serta memberikan masukan kepada produsen rokok jenis Lights maupun Non-Lights mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi wanita dewasa muda dalam mengkonsumsi rokok jenis tertentu. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengambilan Keputusan 2.1.1. Definisi Pengambilan Keputusan Menurut Schiffman dan Kanuk (2000), pengambilan keputusan merupakan proses dimana seseorang menjatuhkan pilihan terhadap dua atau lebih alternatif pilihan yang ada. 2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengambilan Keputusan Menurut Engel, Blackwall dan Miniard (1995) proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni : 2.1.2.i. Perbedaan Individual 1. Sumber daya konsumen Setiap individu mempunyai tiga sumber daya yang digunakan di dalam situasi pengambilan keputusan, yakni waktu, uang, serta kemampuan penerimaan dan pemrosesan informasi. 2. Pengetahuan Pengetahuan adalah informasi yang terdapat di memori mengenai ketersediaan atau karakteristik produk / jasa dimana produk / jasa bisa diperoleh dan bagaimana menggunakan produk/ jasa. 3. Sikap Sikap mencerminkan apa yang kita pikirkan, rasakan, dan lakukan terhadap beberapa aspek dari lingkungan kita. Sikap terdiri dari komponen kognitif (belief atau pengetahuan individu mengenai objek), afektif (perasaaan atau reaksi emosional terhadap objek), dan tingkah laku (tindakan overt dan pernyataan intensi tingkah laku yang berkaitan dengan atribut-atribut tertentu dari objek) yang cenderung konsisten satu sama lain. Berarti jika seseorang percaya bahwa suatu merk tertentu mempunyai atribut yang kita suka (komponen kognitif), orang tersebut mungkin saja menyukai merk tersebut (komponen afektif), dan selanjutnya membeli merk tersebut (komponen tingkah laku). 4. Motivasi Motivasi adalah keadaan yang menggerakkan dan mengarahkan individu kepada tujuan yang diinginkannya dalam lingkungan eksternal. Peran motivasi dalam menentukan tingkah laku individu adalah mendefinisikan kebutuhan dasar, mengidentifikasikan tujuan suatu produk dan mempengaruhi criteria pemilihan produk. 93 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 Beberapa Psikolog (dalam Schiffman dan Kanuk, 2000) mengatakan bahwa motivasi utama terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu kebutuhan akan kekuasaan, afiliasi, dan pencapaian prestasi. a. Kebutuhan akan kekuasaan. Motivasi akan kekuasaan berkaitang dengan keinginan individu untuk mengendalikan lingkungannya. Termasuk di dalamnya kebutuhan untuk mengendalikan orang lain dan berbagai obyek. Kebutuhan ini berhubungan erat dengan kebutuhan ego, dimana banyak individu mengalami peningkatan rasa harga diri ketika mereka menggunakan kekuasaan terhadap berbagai obyek atau orang. Sebagai contoh, iklan Marlboro yang ditayangkan di televisi. Pada iklan ini digambarkan seseorang yang memiliki tenaga yang kuat, sehingga mengesankan adanya kekuasaan pada orang tersebut. b. Kebutuhan akan afiliasi Kebutuhan akan afiliasi dipengaruhi oleh keinginan untuk memperoleh persahabatan, penerimaan, dan untuk menjadi bagian dari kelompok. Orang yang memiliki kebutuhan afiliasi yang tinggi cenderung tergantung secara sosial kepada orang lain. Mereka sering memilih barang-barang yang mereka rasa akan disetujui oleh teman-teman. c. Kebutuhan untuk berprestasi Individu yang mempunyai kebutuhan yang kuat akan berprestasi sering mengganngap prestasi pribadi sebagai hasil itu sendiri. Orang tersebut cenderung lebih percaya diri, senang mengambil resiko yang diperhitungkan, secara aktif mengamati lingkungan mereka, dan menghargai umpan balik. Mereka juga lebih menyukai keadaan yang memungkinkan mereka dapat mengambil tanggung jawab pribadi dalam menemukan berbagai pemecahan. Mereka mencari kegiatan yang memberikan kesempatan untuk melakukan evaluasi diri. Orang yang berprestasi tinggi sering memiliki prospek yang baik untuk sukses dalam menangani berbagai produk inovatif yang disajikan dengan cerdik. 5. Kepribadian, nilai, dan gaya hidup Kepribadian adalah karakteristik kecenderungan respon individu terhadap situasi yang serupa. Nilai diartikan sebagai suatu keinginan akhir atau tujuan. Nilai banyak didasari oleh budaya, sedangkan suatu budaya memiliki berbagai nilain yang biasa disebut sebagai system nilai. Nilai didukung oleh pola suatu budaya dan kecil kemungkinan untuk berubah, kecuali orang tersebut keluar atau meninggalkan budayanya. Gaya hidup adalah pola atau cara atau kecenderungan dalam hidup orang, yang diekspresikan dalam bagaimana mereka hidup, menggunakan waktu dan uang (aktivitas), apa yang menurut mereka penting dalam lingkungannya (minat), dan apa yang mereka pikirkan tentang dirinya dan dunia sekelilingnya (opini). Kepribadian, nilai dan gaya hidup memandu dan mengarahkan tingkah laku yang dipilih untuk mencapai tujuan dalam berbagai situasi. Konsumen akan cenderung memilih produk dengan kepribadian, nilai, and gaya hidup yang paling mendekati kepribadiannya sendiri atau menguatkan area dimana ia merasa lemah. 94 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 2.1.2.ii. Pengaruh lingkungan 1. Budaya Budaya adalah keseluruhan kompleksitas yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan dan kebiasaan lain yang diperlukan seseorang sebagai anggota sebagai suatu masyarakat serta objek-objek material yang dihasilkan oleh para anggotanya. Budaya membatasi tingkah laku individu dan mempengaruhi fungsi institusi seperti, struktur keluarga dan media massa. 2. Kelas sosial Kelas sosial adalah bagian dari suatu kebudayaan dimana para anggotanya mempunyai nilai, minat, pola-pola tingkah laku yang unik yang didasari oleh sejarah sosial dari kelompok tersebut dan situasi yang sedang terjadi. Hal yang membedakan antara satu kelas sosial dan kelas sosial lainnya adalah status sosial ekonomi. Perbedaan tersebuit dapat menyebabkan perbedaan perilaku konsumsi (misalnya perbedaan jenis dan merek produk tertentu). 3. Pengaruh pribadi Perilaku individu sebagai konsumen dipengaruh oleh orang yang dianggap penting (significant others) atau nilai dan harapan yang menurut persepsinya dituntut oleh lingkungannya. Pengaruh itu bisa berupa pendapat dari orang lain atau pengamatan terhadap perilaku konsumsi dan hasil konsumsi orang lain. Pengaruh pribadi dalam hal ini terlihat dalam perannya sebagai sumber informasi yang berguna secara potensial. 4. Keluarga Keluarga adalah tempat nilai-nilai budaya dan nilai-nilai kelas sosial serta pola-pola tingkah laku diwariskan kepada generasi selanjutnya. Dalam keluarga, terjadi proses sosialisasi yang memungkinkan seorang anak mendapatkan kemampuan, pengetahuan, dan sikap yang diperlukannya untuk berfungsi sebagai konsumen. 5. Situasi Tingkah laku berubah sesuai dengan perubahan situasi. Situasi yang seringkali tidak dapat diramalkan dapat mempengaruhi tingkahlaku konsumsi. 2.2. Perilaku Konsumen Perilaku konsumen (consumer behavior) umumnya diartikan sebagai perilaku yang ditunjukkan pada saat mencari, membeli, menggunakan, menilai dan menentukan produk, jasa, serta gagasan. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) proses pengambilan keputusan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perbedaan individual, lingkungan, serta proses-proses psikologis. 2.2.1. Perbedaan Individual a. Sumber daya konsumen Sumber daya yang umumnya dimiliki oleh setiap individu terdiri atas waktu, uang serta kemampuan penerimaan dan pemrosesan informasi. Ketiga 95 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 sumber daya tersebut digunakan pada saat individu dihadapkan pada situasi pengambilan keputusan b. Pengetahuan Pengetahuan merupakan informasi yang ada dalam memori tentang karakteristik produk atau jasa, dimana produk atau jasa itu bisa diperoleh serta bagaimana menggunakan produk atau jasa tersebut. c. Sikap Sikap merupakan cerminan dari apa yang kita pikirkan, rasakan dan lakukan terhadap beberapa aspek yang ada di lingkungan kita. Dalam sikap terdapat beberapa komponen seperti kognitif (pengetahuan individu mengenai objek), afektif (reaksi emosional terhadap objek), dan tingkah laku (tindakan nyata) yang cenderung konsisten satu dengan yang lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap dapat digunakan untuk memprediksi perilaku. d. Gaya hidup Gaya hidup adalah pola atau cara atau kecenderungan dalam hidup orang yang diekspresikan dalam bagaimana mereka hidup, menggunakan waktu dan uang (aktivitas), apa yang menurut mereka penting dalam lingkungannya (minat) serta apa yang mereka pikirkan tentang diri dan dunia sekelilingnya (opini). 2.2.2. Pengaruh lingkungan a. Pengaruh pribadi Secara umum perilaku individu sebagai konsumen dipengaruhi oleh orang yang biasanya dianggap penting atau nilai dan harapan yang menurut persepsinya dituntut oleh lingkungan. Pengaruh tersebut bisa berupa pendapat dari orang lain atau pengamatan terhadap perilaku konsumsi dan hasil konsumsi dari orang lain. Pengaruh pribadi dalam hal ini terlihat dalam peranannya sebagai sumber informasi yang berguna secara potensial. b. Keluarga Keluarga merupakan tempat nilai-nilai budaya dan nilai-nilai kelas sosial serta pola-pola tingkah laku yang diwariskan kepada generasi selanjutnya. Dalam keluarga umumnya terjadi proses sosialisasi yang memungkinkan seorang anak mendapatkan kemampuan, pengetahuan dan sikap yang diperlukannya untuk berfungsi sebagai konsumen. 2.2.3. Pengaruh psikologis a. Motivasi Menurut Schiffman dan Kanuk (2000), motivasi merupakan tenaga pendorong dalam diri individu yang akan memaksa mereka untuk bertindak. Tenaga pendorong ini dihasilkan oleh keadaan tertekan, yang timbul akibat kebutuhan yang tidak terpenuhi. Dengan demikian individu secara sadar atau tidak sadar berjuang untuk mengurangi dan membebaskan diri dari tekanan tersebut melalui perilaku. b. Persepsi Persepsi merupakan proses dimana seseorang menerima, mengorganisasikan dan memberi makna terhadap informasi atau stimulus. Dalam 96 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 kaitannya dengan proses pengambilan keputusan untuk membeli, persepsi memegang peranan besar untuk mengidentifikasi alternatif. Persepsi terjadi secara cepat dan sering terjadi dengan sedikit informasi, tetapi tetap merupakan faktor yang berpengaruh dalam pembuatan keputusan. 2.3. Perilaku Merokok Perilaku merokok merupakan hal yang sudah umum dalam kehidupan ini. Baik tua maupun muda, pria ataupun wanita sudah sering kita jumpai sedang merokok di berbagai tempat. Kebiasaan merokok sudah mulai tercatat sejak Colombus dalam perjalanannya menuju belahan bumi bagian Barat pada tahun 1982. Dari pengalamannya ini, Colombus menemukan bahwa penduduk setempat memiliki kebiasaan membakar tembakau dan menghisap asapnya dari mulut. Karena itu maka para penjelajah tersebut membawa daun tembakau dan mulai menyebarkan kebiasaan menghisap asap rokok, dan kebiasaan tersebut terus berkembang terutama pada tahun 1900 dimana teknologi industri pembuatan rokok secara massal telah ditemukan (Kusumawardhani, 2002). 2.3.1. Tahap-Tahap Menjadi Seorang Perokok Menurut Leventhal dan Cleary (dalam Oskamp, 1984) serta Chassin, Presson, Shermon, dan Edwards (dalam Taylor, 1995), seseorang yang pada akhirnya menjadi perokok umumnya melewati tahapan sebagai berikut: a. Tahap Persiapan (Preparation) Tahap ini muncul sebelum seseorang pernah mencoba merokok. Dalam tahap ini yang patut diperhatikan adalah adanya observasi pribadi terhadap model orang dewasa yang merokok (khususnya orang tua) dan kesan yang terbentuk dari iklan rokok sehingga pengembangan sikap dan intensi terhadap perilaku merokok ikut terlibat. b. Tahap Inisiasi (Initiation) Tahap ini merupakan tahap dimana pertama kalinya seseorang mencoba untuk merokok. Tahap ini adalah langkah kritis karena sering kali muncul akibat pengaruh dan desakan dari kelompok teman sebaya (peer goup) untuk pertama kalinya mulai merokok. c. Tahap Menjadi Seorang Perokok (Becoming a smoker) Dari hasil penelitian diketahui bahwa dibutuhkan sekitar dua tahun bagi seseorang untuk beralih dari eksperimentasi awal ke tahap merokok secara regular. Di tahap inilah mulai terbentuk toleransi pada efek fisiologis merokok (Russel, 1979 dalam Oskamp 1984). Tahap ini sangat bergantung pada kelompok teman sebaya dan citra diri yang diasosiasikan dengan merokok. d. Tahap Mempertahankan Merokok (Maintenance) Dalam tahap akhir ini faktor psikologis dan mekanisme biologis (tingkat kecanduan nikotin yang sudah stabil) bersama-sama membentuk pola perilaku yang dipelajari. Pola ini kurang lebih memakan waktu selama dua tahun. Namun faktor ini lebih bersifat perseorangan dalam mendukung dan mempertahankan kebiasaan tersebut (Glynn, Leventhal et al, dalam Kusumawardhani, 2002). 97 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 2.3.2. Alasan Seseorang Melanjutkan Merokok Berdasarkan hasil penelitian longitudinal yang dilakukan oleh yang dilakukan oleh Chassin, Presson, Sherman dan Edwards serta Murray, Swan, Johnson dan Bewley (dalam Sarafino, 1998) diketahui bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan perilaku merokok seseorang tetap berlanjut. Perilaku merokok yang dilakukan oleh seseorang cenderung berlanjut maupun meningkat apabila orang tersebut: a. Memiliki setidaknya salah satu dari orang tua mereka merokok. b. Memiliki persepsi bahwa orang tuanya tidak peduli atau bahkan mendorong perilaku merokok mereka. c. Memiliki teman-teman atau saudara kandung yang merokok. d. Sering bersosialisasi dengan teman-temannya. e. Merasakan tekanan dari kelompok teman sebaya untuk merokok. f. Memiliki sifat positif terhadap perilaku merokok. g. Tidak percaya bahwa merokok dapat membahayakan kesehatan mereka. Selain faktor-faktor tersebut, Silvan Tomkins (dalam Sarafino, 1998) mengemukakan ada empat alasan psikologis mengapa seseorang melanjutkan untuk merokok secara teratur. Alasan psikologis tersebut adalah: a. Merokok untuk memperoleh afek positif. Dalam hal ini merokok dilakukan untuk menstimulasi, relaksasi ataupun mendapatkan kesenangan b. Merokok untuk mengurangi afek negatif, seperti kecemasan atau ketegangan. c. Merokok sebagai kebiasaan atau perilaku yang secara otomatis dilakukan tanpa orang itu menyadarinya. d. Merokok karena ketergantungan psikologis, yaitu merokok untuk mengatur keadaan emosi-emosi positif (senang, bahagia dan lain-lain) maupun negatif (marah, kecewa, bingung dan lain-lain). Menurut Tomkins (dalam Sarafino, 1998), salah satu dari alasan-alasan tersebut adalah faktor utama yang mengontrol perilaku merokok seseorang. 2.3.3. Wanita dan Rokok Pada umumnya penggunaan tembakau pada wanita berbeda dari satu negara ke negara lainnya (Grunberg, Winders dan Wewers dalam Kaplan, 1993). Ada beberapa negara yang jumlah penduduk wanita yang merokok jauh berbeda dari jumlah penduduk pria (misalnya, di India pria yang merokok jumlahnya 52% sedangkan wanita hanya 3% yang merokok), dan ada pula yang memiliki jumlah penduduk wanita dan pria sebanding dalam hal merokok (misalnya, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, New Guinea, dan Uruguay). Dengan demikian perbandingan jumlah pria dan wanita yang merokok pada negara-negara Barat, negara-negara kaya maupun pada negara-negara dengan tingkat perokok yang tinggi tidaklah sama. Hal ini diasumsikan dapat terjadi karena adanya perbedaan budaya atau agama yang ikut berpengaruh terhadap perilaku merokok seseorang. Karena itu sulit untuk menemukan pola dalam perbedaan gender pada perilaku merokok ini. 98 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 Dalam penelitian yang dilakukan oleh McGinnis, Shopland & Brown (dalam Sweeting, 1990) menemukan bahwa pada pelajar SMA hingga usia 24 tahun tingkat merokok pada wanita lebih besar dibandingkan pria. Selain itu pertambahan jumlah wanita yang merokok lebih besar pada wanita kelompok usia 20 – 30 tahun. Berdasarkan hasil penelitian bertambahnya jumlah wanita muda yang merokok terjadi karena ada indikasi bahwa sebagian dari mereka percaya bahwa merokok adalah cara efektif untuk mengontrol berat badan (Robinson, Klesges, Zbikowski, Glasser, 1997, dalam Kusumawardhani, 2002). Hal ini terjadi karena isapan sebatang rokok saja sudah membuat mulut terasa pahit dan menghilangkan selera makan. 2.4. Dewasa Muda 2.4.1. Pengertian Dewasa Muda Pada penelitian ini subyek yang digunakan adalah wanita dewasa muda, yang berada dalam rentang usia 18-25 tahun. Menurut teori perkembangan dari Levinson (dalam Turner & Helmes, 1995), usia ini dapat digolongkan sebagai dewasa muda. Hurlock (1980) menyatakan bahwa masa dewasa muda adalah periode penyesuaian diri terhadap pola kehidupan serta pengharapan sosial yang baru sesuai dengan peran mereka sebagai orang dewasa. Masa dewasa muda merupakan masa transisi dari remaja untuk memasuki masa tua, baik secara fisik, intelektual maupun peran sosial. Pada masa ini banyak peran-peran baru yang harus mereka jalankan untuk membuktikan dirinya sebagai seorang pribadi dewasa yang mandiri. Oleh karena itu individu dewasa muda dituntut untuk lebih dewasa dan bertanggung jawab dalam kehidupannya. Dalam hal kesehatan, meskipun kebanyakan wanita dewasa muda mengetahui cara mencegah datangnya penyakit dan meninggalkan kesehatannya, namun mereka kurang menerapkannya kepada diri mereka sendiri. Tampaknya banyak wanita dewasa muda yang memiliki keyakinan yang tidak realistis bahkan terlalu optimis tentang resiko kesehatan mereka di masa mendatang (Santrock, 1999). Papalia & Olds (1998) menyatakan bahwa hubungan antara tingkahlaku dan kesehatan saling terkait antara aspek perkembangan fisik, kognitif dan emosional. Pengetahuan seseorang tentang kesehatan mempengaruhi apa yang ia lakukan, dan yang ia lakukan mempengaruhi apa yang mereka rasakan. Meskipun demikian, mengetahui kebiasaan-kebiasaan baik yang terkait dengan kesehatan tidaklah cukup. Kepribadian, emosi dan lingkungan sosial seringkali memberikan pengaruh pada tingkah laku mereka. Sehubungan dengan perilaku merokok, Hoffman, Paris & Hall (1994) menyatakan bahwa orang dewasa muda seringkali merokok karena teman-teman mereka yang merokok. Hal ini terjadi karena masa dewasa muda masih merupakan kelanjutan dari masa remaja. Teman sebaya memiliki pengaruh yang cukup kuat pada kehidupan remaja, terutama pada perilaku yang memiliki standar yang kurang jelas misalnya merokok, minum minuman keras dan menggunakan obat-obatan (Kail & Cavanaugh, 2000). 99 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 2.4.2. Karakteristik Perkembangan Dewasa Muda 1. Fisik Menurut Papalia dan Olds (1998) wanita yang berada pada usia 18 – 25 tahun dan berada pada masa transisi dari remaja menuju dewasa muda umumnya memiliki karakteristik tersendiri mengenai perkembangan fisik. Berbeda dengan masa remaja, pada masa dewasa muda Papalia dan Olds (1998) mengatakan bahwa mereka umumnya berada dalam kondisi fisik yang terbaik. Namun walaupun demikian mereka tetap harus memperhatikan hal-hal lain, seperti kebiasaan merokok yang mereka lakukan sehingga kesehatan mereka tetap terjaga. 2. Kognitif Menurut Kail dan Cavanagh (2000) serta Sprinthall dan Collins (1995), pada umumnya masa dewasa muda berada pada masa transisi antara remaja dan dewasa dimana perkembangan kognitifnya sudah memasuki post formal thought. Pada fase ini, seorang individu sudah mampu mengenali bahwa kebenaran dapat bervariasi antara satu situasi dengan situasi yang lainnya. Selain itu mereka juga beranggapan bahwa solusi yang realistiklah yang bisa diterima dan emosi serta faktor subyekif umumnya dapat ikut berperan serta dalam proses berpikit. Sedangkan menurut Piaget (dalam Papalia dan Olds, 1998) umumnya individu dewasa muda sudah masuk ke tahap formal operation. Dalam tahap ini umumnya mahasiswa sudah mampu berpikir abstrak dan dapat mengatasi masalah yang bersifat hipotetikal serta berpikir terbuka tentang kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. 2.4.3. Tugas-tugas Perkembangan Dewasa Muda Havighurst (dalam Turner & Helms, 1995) mengemukakan bahwa tugastugas perkembangan dewasa muda diantaranya adalah mencari dan menemukan calon pasangan hidup, membina kehidupan rumah tangga, meniti karir dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi rumah tangga, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab. 1. Mencari dan menemukan calon pasangan hidup. Dalam tahap dewasa muda membangun relasi yang intim – khususnya dengan lawan jenis – merupakan tugas perkembangan yang sangat penting. Hal ini terjadi karena menurut Erikson krisis perkembangan psikososial utama yang akan dialami oleh individu dalam tahap dewasa muda adalah intimacy vs isolation. Jadi apabila dalam tahap ini individu tidak dapat membentuk hubungan interpersonal yang didasari atas komitmen dan keintiman dengan orang lain, maka mereka akan cenderung terisolasi dari lingkungan sosialnya. 2. Membina kehidupan rumah tangga Bagi mereka yang telah menyelesaikan pendidikan, biasanya akan berusaha untuk mencari pekerjaan guna meraih karier tertinggi. Hal ini bertujuan agar mereka dapat mempersiapkan dan membuktikan diri bahwa mereka sudah mandiri secara ekonomis, sehingga tidak bergantung lagi pada orang tua. Sikap mandiri ini adalah langkah positif bagi mereka sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga. 100 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 3. Meniti karier dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi rumah tangga Pada umumnya, setelah menyelesaikan pendidikannya, individu dewasa muda akan memasuki dunia kerja guna menerapkan ilmu dan keahliannya. Mereka berupaya untuk memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki serta memberi jaminan masa depan keuangan yang baik. Pekerjaan yang sesuai dengan minat dan bakat ini dapat memberikan rasa puas dalam diri mereka sehingga akan mendorong mereka untuk bekerja dengan lebih baik lagi. Namun terkadang ditemukan, meskipun pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan minat dan bakat namun memberikan hasil keuangan yang layak, mereka akan bertahan dengan pekerjaan itu. Hal ini terjadi karena dengan penghasilan yang layak atau memadai, mereka akan dapat membangun kehidupan ekonomi rumah tangga yang mantap dan mapan. 4. Menjadi warga negara yang bertanggung jawab Tugas perkembangan ini merupakan tuntutan yang harus dipenuhi seseorang, sesuai dengan norma sosial-budaya yang berlaku dimasyarakat. Dengan menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab maka kehidupan bernegara pun akan berjalan dengan aman dan damai. Warga negara yang baik adalah warga negara yang taat dan patuh pada tata aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini diwujudkan dengan cara, (1) memiliki surat-surat kewarganegaraan, seperti KTP, akte kelahiran dan lain-lain, (2) membayar pajak, (3) menjaga ketertiban dan keamanan di masyarakat, dan (4) mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial di masyarakat. 2.5. Disonansi Kognitif Menurut Festinger, disonansi kognitif merupakan suatu kondisi dimana seseorang memiliki sikap, keyakinan, dan perilaku yang saling bertentangan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hubungan yang tidak cocok yang dapat menimbulkan ketidakenakan psikologis sehingga terjadi dorongan untuk mengurangi disonansi tersebut (dalam Sarwono, 1991). Menurut Cooper dan Fazio (dalam Azwar, 1995) ada beberapa ciri atau keadaan yang mencerminkan terjadinya suatu disonansi. Ciri atau keadaan tersebut adalah: 1. Adanya ketidaksesuaian sikap dan perilaku seseorang yang dapat menimbulkan suatu konsekuensi negatif yang tidak diinginkan. 2. Adanya rasa tanggung jawab pribadi terhadap konsekuensi negatif yang terjadi. Rasa tanggung jawab ini terdiri dari dua faktor yakni kebebasan untuk memilih dan antisipasi terhadap konsekuensi negatif dari perilaku. Apabila perilaku tersebut tidak sesuai dengan sikap yang berlangsung atas pilihannya sendiri dan menuntut adanya tanggung jawab pribadi, maka hal tersebut akan menimbulkan disonansi kognitif. Adanya asumsi bahwa manusia selalu berpikir logis dan menjaga konsistensi kognitifnya tidak dapat selamanya terjadi. Hal ini terjadi karena dalam kenyataannya motif yang kuat dari seseorang untuk mempertahankan keyakinannya seringkali menimbulkan perilaku yang tidak rasional bahkan menyimpang. 101 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 Disonansi kognitif juga umumnya terjadi pada wanita dewasa muda yang merokok. Hal tersebut terjadi karena pada umumnya mereka telah mengetahui dampak yang akan timbul akibat merokok, namun mereka belum dapat mengubah perilaku merokok yang mereka lakukan. Sebagai seorang individu yang telah memasuki tahap perkembangan kognitif post formal thought dimana mereka seharusnya sudah mampu berpikir dan mengenali apa yang benar dan yang salah merupakan kondisi yang bertentangan dengan perilaku merokok yang mereka lakukan. 3. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah wawancara mendalam (in depth interview) dan diskusi kelompok terfokus (FGD). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus bersifat terbuka (open-ended) dengan berpedoman pada panduan wawancara dan diskusi kelompok yang telah disusun sebelumnya. Tujuan dari pertanyaan yang bersifat terbuka adalah agar subjek merasa bebas untuk mengungkapkan pendapat, pengalaman serta pengetahuan yang mereka miliki, sehingga dapat peroleh gambaran yang lebih mendalam. 3.2. Populasi dan Sampel Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah wanita dewasa muda yang berada dalam rentang usia 18 – 25 tahun yang merupakan perokok aktif baik jenis lights maupun non lights. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 33 orang (9 orang untuk wawancara mendalam dan 24 orang untuk diskusi kelompok terfokus) dengan sebaran sebagai berikut: - Mahasiswi Universitas Indonesia sebanyak 24 orang - Karyawan perusahaan swasta sebanyak 9 orang Dalam penelitian ini teknik pengumpulan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling, dimana pemilihan sampel akan dilakukan dengan didasarkan pada sifat, karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri pokok populasi yang telah diketahui sebelumnya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah wanita dewasa muda perokok yang berusia antara 18 – 25 tahun. Menurut Santrock (1999), individu yang pada usia tersebut berada pada masa dewasa muda. VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa pada umumnya wanita dewasa muda merokok disebabkan karena berbagai macam faktor. Faktor terbesar yang mempengaruhi wanita dewasa muda untuk merokok adalah adanya pengaruh kelompok teman sebaya (peer group). Keinginan untuk diterima dan menjadi bagian dalam kelompok teman sebaya merupakan alasan yang paling banyak diungkapkan dalam penelitian. Menurut Papalia & Olds (1998), teman sebaya merupakan faktor terbesar yang akan mempengaruhi 102 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 seseorang dalam bertindak dan berpikir. Hal ini merupakan hal yang wajar terjadi karena wanita dewasa muda merupakan makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk afiliasi, diterima dan menjadi bagian dari kelompoknya atau orang lain. Kebutuhan tersebut menurut Maslow (dalam Papalia & Olds, 1998) merupakan kebutuhan akan penerimaan dan cinta (Belongingness and Love Needs). Sebagai suatu kebutuhan, maka tidak menjadi hal yang aneh apabila banyak cara yang akan dilakukan oleh wanita dewasa muda untuk memenuhinya, dan salah satunya adalah dengan ikut merokok agar dapat diterima dalam pergaulan atau merasa menjadi bagian dari kelompoknya. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang mengungkapkan bahwa salah satu alasan wanita merokok adalah untuk pergaulan dan persahabatan (http://www.mail-archieve.com Selain itu, faktor lain yang cukup mempengaruhi wanita dewasa muda untuk merokok adalah keinginan yang kuat dari dalam diri untuk mencoba merokok karena ada model yang signifikan untuk dicontoh. Orang tua khususnya ibu, merupakan model imitasi yang paling kuat mempengaruhi wanita dewasa muda untuk merokok. Hal ini juga terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Gotlieb (dalam Sweeting, 1990) terhadap pelajar dari 34 kolose di New England yang menemukan bahwa memiliki ibu yang perokok secara signifikan mempengaruhi munculnya perilaku merokok, frekuensi merokok dan kesulitan dalam berhenti merokok. Alasan ibu juga merupakan perokok dapat menjadi jalan pembelaan diri bagi anak apabila suatu saat mereka ditegur oleh keluarga karena wanita dianggap tidak etis untuk merokok.. Hal ini sesuai dengan teori Psikoanalisa Freud (Papalia & Olds, 1998) yang mengemukakan bahwa anak umumnya akan melakukan proses identifikasi (identification) terhadap orang tua dengan jenis kelamin yang sama. Hasil penelitian juga menemukan bahwa sebagian dari wanita dewasa muda yang menjadi responden mengungkapkan bahwa faktor coba-coba untuk memuaskan rasa ingin tahu juga merupakan faktor yang mendorong mereka untuk merokok. Leventhal dan Cleary (dalam Oskamp, 1984) serta Chassin, Presson, Shermon, dan Edwards (dalam Taylor, 1995) mengungkapkan bahwa faktor mencoba rokok untuk pertama kali merupakan bagian dari tahap inisiasi yang dilakukan oleh individu untuk menjadi seorang perokok. Mereka mengungkapkan bahwa ada empat tahapan yang umumnya akan dilalui untuk menjadi seorang perokok, yakni tahap persiapan (preparation), tahap inisiasi (initiation), tahap menjadi perokok (becoming a smoker) dan tahap maintenance (mempertahankan merokok). Selain faktor yang telah disebutkan sebelumnya, iklan ternyata juga menjadi faktor yang ikut mempengaruhi wanita dewasa muda untuk merokok. Hal ini didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh WHO yang mengungkapkan bahwa di negara berkembang gencarnya promosi atau iklan rokok mengakibatkan peningkatan jumlah perokok pada wanita dan anak-anak (http://www.wittonline.org). Menurut Shimp (1997), iklan adalah bentuk komunikasi kepada konsumen melalui televisi, surat kabar, majalah, radio atau media lain. Dalam hal ini iklan dimanfaatkan oleh produsen untuk mengkomunikasikan produk atau 103 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 jasanya, sehingga konsumen terdorong untuk membeli atau menggunakannya. Semakin banyaknya merk-merk rokok yang ada dipasaran merupakan suatu bukti dari usaha produsen untuk mempengaruhi seseorang untuk mengkonsumsi rokok. Hal ini terlihat dari beragamnya jenis rokok (lights dan non lights) serta rasa yang ditawarkan, seperti mentol, capucinno, kopi dan lain-lain. Hasil penelitian juga menemukan bahwa pada umumnya pemilihan jenis rokok yang akan dikonsumsi oleh wanita dewasa muda tidak dipengaruhi oleh orang lain. Umumnya mereka mencoba rokok tertentu yang menurut mereka menarik, kemudian mempertimbangkan apakah akan dilanjutkan atau tidak. Umumnya, jika individu merasa cocok untuk menggunakan rokok jenis tertentu, maka mereka akan mempertahankan untuk mengkonsumsi rokok tersebut. Namun apabila ternyata ada efek kurang menyenangkan yang dialami (seperti rasa mual, pusing dan sakit tenggorokan) maka mereka akan mencoba jenis rokok yang lain. Hasil penelitian menemukan bahwa wanita dewasa muda yang memilih untuk mengkonsumsi rokok jenis lights umumnya dipengaruhi oleh kesan feminin yang tergambar dari rokok tersebut. Selain itu, sebagian besar responden juga merasa lebih aman untuk menggunakan rokok lights dikarenakan kandungan tar dan nikotinnya lebih rendah dari rokok jenis non lights sehingga dapat mengurangi rasa bersalah dari dalam diri karena telah mengkonsumsi rokok. Selain kedua hal tersebut, rasa juga merupakan faktor yang ikut mempengaruhi wanita dewasa muda untuk memilih rokok lights. Mereka mengungkapkan bahwa rokok jenis lights rasanya lebih nikmat serta asapnya tidak terlalu berbau. Wanita dewasa muda yang mengkonsumsi rokok jenis non lights mengungkapkan bahwa faktor yang mempengaruhi mereka untuk memilih rokok tersebut adalah rasanya yang lebih nikmat serta tidak boros jika dibandingkan dengan rokok lights. Selain itu, faktor lain yang menjadi pendorong wanita dewasa muda untuk mengkonsumsi rokok jenis non lights adalah adanya kesan mandiri, berani dan terbuka pada saat mengkonsumsi rokok tersebut. Iklan serta kemasan yang menarik juga menjadi faktor untuk mengambil keputusan mengkonsumsi rokok non lights pada wanita dewasa muda. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa wanita dewasa muda yang merokok (baik lights maupun non lights) umumnya sudah mengetahui dampak negatif yang timbul dari merokok. Namun mereka tidak memperdulikannya, karena menurut mereka pada saat ini dampak tersebut tidak secara nyata mereka rasakan, sehingga mereka beranggapan tidak akan terkena dampak negatif tersebut. Selain masalah kesehatan, sikap positif terhadap perilaku merokok (bahwa rokok tidak berbahaya dan enak untuk dikonsumsi) juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecenderungan berlanjutnya atau meningkatnya perilaku merokok (Chassin, Presson, Sherman, & Edwards serta Murray, Swan, Johnson & Bewley, dalam Sarafino 1998). Selain karena rasa tidak percaya atau ketidakpedulian wanita dewasa muda mengenai dampak negatif yang akan timbul, hal lain yang menyebabkan mereka enggan untuk berhenti merokok adalah karena adanya dampak positif dari merokok yang mereka rasakan. Dampak positif tersebut antara lain adalah 104 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 munculnya perasaan rileks, mampu menurunkan berat badan, menghilangkan rasa bosan, menghilangkan stres, meningkatkan konsentrasi, menghilangkan rasa ngantuk, serta tidak cepat emosi. Dengan demikian bagi seorang perokok, dampak yang bersifat positif tersebut cenderung menutupi dampak yang bersifat negatif (http://www.penulislepas.com). Hal tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Locken (dalam http://www.penulislepas.com) yakni dampak positif yang dirasakan oleh perokok umumnya adalah mengurangi stress, memudahkan dalam berinteraksi, membawa ke arah penerimaan kelompok teman sebaya, meningkatkan konsentrasi dan dapat menimbulkan relaksasi. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Faktor-faktor yang menjadi pendorong bagi wanita dewasa muda untuk mengkonsumsi rokok baik jenis lights maupun non lights adalah adanya keinginan untuk diterima dan menjadi bagian dari kelompok teman sebaya, salah satu orang tua juga merokok (khususnya ibu), keinginan yang kuat untuk mencoba merokok, iklan rokok yang dianggap menarik sehingga memunculkan keinginan untuk mencoba, memiliki sikap positif terhadap perilaku merokok, serta tidak percaya bahwa merokok dapat membahayakan kesehatan mereka. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada umumnya mereka (wanita dewasa muda perokok) sudah mengetahui dampak negatif yang dapat timbul dari merokok. Namun ternyata dampak negatif tersebut tidak dipedulikan oleh mereka, karena menurut mereka pada saat ini dampak tersebut tidak dialami secara nyata. Bahkan mereka juga berangggapan tidak akan terkena dampak negatif tersebut, sehingga sulit bagi mereka untuk berhenti merokok. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan tahap perkembangan mereka yang telah memasuki tahap dewasa muda dimana seharusnya mereka sudah dapat berpikir dan bertindak dengan lebih bijaksana sebelum mengambil suatu tindakan dan keputusan. Terlebih lagi perkembangan kognitif wanita dewasa muda sudah memasuki tahap post formal thought dimana mereka diharapkan telah mampu berpikir kritis tentang apa yang benar dan salah. Dengan demikian maka dapat diasumsikan, wanita dewasa muda dengan kemampuan kognitifnya dapat menghentikan perilaku merokok yang mereka lakukan karena sebenarnya mereka telah mengetahui dampak negatif yang dapat timbul dari merokok. 5.2. Saran Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi wanita dewasa muda dalam mengambil keputusan untuk merokok serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi wanita dewasa muda dalam mengambil keputusan mengkonsumsi rokok jenis Lights atau NonLights. Dengan demikian agar penelitian ini lebih bermanfaat maka peneliti merasa bahwa dalam pelaksanaan IDI dan FGD perlu diperhatikan teknik-teknik untuk 105 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 meningkatkan kesadaran wanita dewasa muda untuk menyadari dampak negatif dari merokok yang dapat timbul dikemudian hari. Alasan-alasan rasional itulah yang juga perlu untuk diperhatikan, karena apabila responden dapat disadarkan bahwa alasan tersebut tidak tepat maka diharapkan mereka dapat mengubah perilaku merokoknya. Bukti-bukti nyata (seperti hasil penelitian dan gambar dari dampak negatif merokok) serta sharing atau diskusi dengan wanita seusia responden (yakni mahasiswi) yang mengalami dampak negatif dari perilaku merokok juga dapat dilakukan sebagai masukan untuk meningkatkan kesadaran wanita dewasa muda yang merokok akan dampak negatif dari merokok. Hal ini dilakukan karena pada umumnya masukan atau informasi yang diperoleh dari orang lain dengan latar belakang atau kondisi yang sama akan lebih efektif dan bermanfaat karena tidak dianggap sebagai suatu omong kosong belaka, sehingga responden dapat merefleksikan hal tersebut dalam dirinya. DAFTAR PUSTAKA Azwar, S. (1995). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. (Edisi ke-2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Engel, J. F, Blackwell, R.D, & Miniard, P. W. (1995). Consumer Behavior. (8th ed). Orlando: The Dryden Press. Hoffman, L., Paris, S., & Hall, E. (1994). Developmental Psychology Today. (6th ed). New York: McGraw-Hill. Hurlock, E. (1980). Developmental Psychology. New York: McGraw-Hill Kail, R.V., & Cavanagh, J.C. (2000). Human Development: A Lifespan View. (2nd ed). California: Wadsworth Thomson Learning. Kaplan, Robert M., Sallis, James F., Patterson, Thomas L. (1993). Health and Human Behavior. New York: McGraw-Hill Inc. Kusumawardhani, Mia H. (2002). Perbandingan Sikap Mahasiswi Perokok dan Bukan Perokok Terhadap Perilaku Merokok. Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Oskamp, Stuart. (1984). Applied Social Psychology. Englewood Cliffts, New Jersey: Prentice Hall. Papalia, D.E., & Olds, S.E (1998). Human Development. (7th ed). New York: McGraw-Hill Inc. Santrock, J. W. (1999). Life Span Development. Boston: McGraw-Hill. Sarafino, Edward P. (1998). Health Psychology: Biopsycholosocial Interactions. (3rd ed). New York: John Wiley & Sons, Inc. 106 ____________ ISSN 0853-0203 VISI (2009) 17 (1) 90 – 107 Sarwono, Sarlito W. (1991). Psikologi Sosial Jilid 1: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Schiffman, Leon G & Kanuk, Leslie L. (2000). Consumer Behaviour. (7th ed). New York: Prentice Hall. Sprinthall, N.A., & Collins, W.A. (1995). Adolescence Psychology: A Developmental View. New York: McGraw-Hill Inc. Sweeting, Roger L. (1990). A Values Approach to Health Behavior. Illinois: Human Kinetics Books. Taylor, Shelley E. (1995). Health Psychology. (3rd ed). New York: McGraw-Hill. Turner, Jeffrey S & Helms, Donald B. (1995). Lifespan Development. (5th ed). Philadelphia: Harcourt Brace & Company. Muzdalipah, E. Wanita Merokok Korban Bualan Iklan. http://www.wittonline.org/en_fact-9.php Pil Kontrasepsi Memiliki Efek Samping Terhadap http://www.waspada.co.id/cetak/index.php?article id=37247 Jantung. 107 ____________ ISSN 0853-0203